“Wahhabi”
[MANHAJ]
“Wahhabi”
Muqaddimah
Di
negeri
kita
bahkan
hampir
di
seluruh
dunia
Islam,
ada
sebuah
fenomena
‘timpang’
dan
penilaian
‘miring’
terhadap
dakwah
tauhid
yang
dilakukan
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
At‐Tamimi
An‐Najdi
rahimahullahu.
Julukan
Wahhabi
pun
dimunculkan,
tak
lain
tujuannya
adalah
untuk
menjauhkan
umat
darinya.
Orang‐orang
yang
berpegang
teguh
dengan
tauhid
dan
sunnah
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
diberikan
julukan
buruk
agar
manusia
lari
darinya.
Barangsiapa
berpegang
teguh
kepada
Agama,
memperingatkan
manusia
dari
syirik
dan
bid’ah,
maka
akan
dicap:
"Itu
adalah
pengikut
Wahabi".
Dari
manakah
julukan
itu?
Siapa
pelopornya?
Dan
apa
rahasia
di
balik
itu
semua?
Di
antara
bentuk
rahmat
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
terhadap
hamba‐hamba‐Nya
adalah
dimunculkannya
para
ulama
yang
tampil
untuk
menegakkan
Al‐Haq
dan
mengajarkannya
kepada
umat,
serta
mengembalikan
mereka
kepada
bimbingan
Al‐ Kitab
dan
As‐Sunnah
sesuai
dengan
pemahaman
Salaful
Ummah.
Hal
ini
sebagaimana
disabdakan
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam:
“Sesungguhnya
Allah
akan
munculkan
untuk
umat
ini
setiap
awal/penghujung
seratus
tahun
seorang
yang
memperbaharui
dien.”
1
Pada
setiap
generasi
pun,
Allah
munculkan
orang‐orang
yang
akan
mengemban
amanah
ilmu
serta
menjaganya
dari
upaya‐upaya
penyimpangan.
Sehingga
tak
satu
kesesatan
pun
yang
ditebarkan
di
tengah
umat
kecuali
para
ulama
akan
tampil
untuk
membantahnya.
Hal
ini
sebagaimana
sabda
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam:
“Ilmu
agama
ini
akan
terus
dibawa
oleh
orang‐orang
adil
(terpercaya)
dari
tiap‐tiap
generasi,
yang
selalu
berjuang
membersihkan
agama
ini
dari
Tahriful
Ghalin
(pemutarbalikan
pengertian
agama
yang
dilakukan
oleh
para
ekstrimis).
Intihalul
Mubthilin
(Kedustaan
orang‐orang
sesat
yang
mengatas
namakan
agama).
Ta`wilul
Jahilin
(Pena`wilan
agama
yang
salah
yang
dilakukan
oleh
orang‐orang
yang
jahil).”2
1
(HR.
Abu
Dawud,
no.
4291;
Abu
‘Umar
Ad‐Dani
1/45;
Al‐Hakim
4/522,
dari
shahabat
Abu
Hurairah
radhiallahu
'anhu
Hadits
ini
dishahihkan
Asy‐Syaikh
Al‐Albani
dalam
Ash‐Shahihah
no.
599).
2
(Asy‐Syaikh
Al‐Albani
dalam
Misykatul
Mashabih
menukilkan
penshahihan
Al‐Imam
Ahmad
dan
Al‐’Ala`i
terhadap
hadits
ini).
1
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Di
antara
para
ulama
besar
tersebut
sekaligus
sebagai
salah
satu
Mujaddid
bagi
umat
ini
adalah
Syaikhul
Islam
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
bin
Sulaiman
At‐ Tamimi
An‐Najdi
rahimahullahu.
Beliau
berdakwah
untuk
memurnikan
tauhid
umat
yang
ketika
itu
telah
banyak
diracuni
oleh
kesesatan
aqidah
tashawwuf
yang
mengarah
kepada
kesyirikan.
Dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
merupakan
dakwah
pembaharuan
terhadap
agama
umat
manusia.
Pembaharuan,
dari
syirik
menuju
tauhid
dan
dari
bid’ah
menuju
As‐Sunnah.
Demikianlah
misi
para
pembaharu
sejati
dari
masa
ke
masa,
yang
menapak
titian
jalan
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
dan
para
shahabatnya.
Telah
menjadi
sunnatullah,
Allah
telah
menetapkan
adanya
musuh‐musuh
yang
senantiasa
menghalangi
dakwah
menuju
tauhid
dan
upaya‐upaya
untuk
menegakkan
syariat
Islam.
Mereka
bisa
datang
dari
kaum
kafir
ataupun
dari
kalangan
kaum
munafiqin
yang
memakai
baju
Islam
yang
merasa
terusik
kepentingannya
dan
khawatir
terbongkar
kedok
dan
syubhat‐syubhatnya.
Hal
ini
sebagaimana
Allah
tegaskan
di
dalam
firman‐Nya:
“Dan
demikianlah,
kami
jadikan
bagi
tiap‐tiap
nabi
itu
musuh,
yaitu
setan‐setan
(dari
jenis)
manusia
dan
jin.
Sebagian
mereka
membisikkan
kepada
sebagian
yang
lainnya
perkataan
yang
indah‐indah
untuk
menipu
(manusia).”
(Al‐An’am
6:
112).
“Dan
demikianlah,
kami
jadikan
bagi
tiap‐tiap
nabi
itu
musuh
dari
kalangan
orang‐ orang
yang
berdosa.
Dan
cukuplah
Rabb
mu
menjadi
Pemberi
Petunjuk
dan
Penolong.”
(Al‐Furqan
25:
31).
Begitu
pula
dakwah
yang
dilakukan
para
ulama
pewaris
nabi,
yang
selalu
berdakwah
untuk
memurnikan
tauhid
serta
menegakkan
Sunnah
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam.
2
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Fenomena
ini
membuat
gelisah
musuh‐musuh
Islam,
sehingga
berbagai
macam
cara
pun
ditempuh
demi
hancurnya
dakwah
tauhid
yang
diemban
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
para
pengikutnya.
Musuh‐musuh
tersebut
dapat
diklasifikasikan
sebagai
berikut:
1.
Di
Najd
dan
sekitarnya:
Yang
memandang
al‐haq
sebagai
kebatilan
dan
kebatilan
sebagai
al‐haq.
Orang‐orang
yang
dikenal
sebagai
ulama
namun
tidak
mengerti
tentang
hakekat.
Orang‐orang
yang
takut
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
dakwahnya
dengan
kehilangan
kedudukan
dan
jabatannya.
3
2.
Di
dunia
secara
umum:
Mereka
adalah
kaum
kafir
Eropa:
Inggris,
Prancis
dan
lain‐ lain,
Daulah
Utsmaniyyah,
kaum
Shufi,
Syi’ah
Rafidhah,
para
Hizbiyyun
seperti
Al‐ Ikhwanul
Muslimin,
Hizbut
Tahrir,
Al‐Qaeda
dan
lain‐lain.
Bentuk
permusuhan
mereka
beragam.
Terkadang
dengan
fisik
(senjata)
dan
terkadang
dengan
fitnah,
tuduhan
dusta,
isu
negatif
dan
sejenisnya.
Dan
ternyata,
memunculkan
istilah
‘Wahhabi’
serta
melukiskannya
sebagai
madzhab
baru
di
luar
Islam
sebagai
julukan
bagi
pengikut
dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
yang
memurnikan
tauhid
serta
menegakkan
Sunnah
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
adalah
merupakan
trik
sukses
mereka
untuk
menghempaskan
kepercayaan
umat
kepada
dakwah
tersebut.
Padahal,
istilah
‘Wahhabi’
itu
sendiri
merupakan
penisbatan
yang
tidak
sesuai
dengan
kaidah
bahasa
Arab.
Asy‐Syaikh
Abdul
‘Aziz
bin
Baz
berkata:
“Penisbatan
(Wahhabi
‐pen)
tersebut
tidak
sesuai
dengan
kaidah
bahasa
Arab.
Semestinya
bentuk
penisbatannya
adalah
‘Muhammadiyyah’,
karena
sang
pengemban
dan
pelaku
dakwah
tersebut
adalah
Muhammad,
bukan
ayahnya
yang
bernama
Abdul
Wahhab.”
4
Tak
cukup
sampai
di
situ.
Fitnah,
tuduhan
dusta,
isu
negatif
dan
sejenisnya
menjadi
sejoli
bagi
julukan
keji
tersebut
5.
Tak
ayal,
yang
lahir
adalah
‘potret’
buruk
dan
keji
3
(Lihat
Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al‐Wahhabiyyah,
karya
Dr.
Muhammad
bin
Sa’ad
Asy‐Syuwai’ir
hal.90‐91,
ringkasan
keterangan
Asy‐Syaikh
Abdul
‘Aziz
bin
Baz).
4
(Lihat
Imam
wa
Amir
wa
Da’watun
Likullil
‘Ushur,
hal.
162).
5
Diantara
contohnya
adalah
tokoh
Sufi
yang
dikenal
dengan
nama
Muhammad
bin
Fairuz
Al‐Hanbali.
(meninggal
1216
H)
dalam
rekomendasinya
terhadap
kitab
Ash‐Shawa’iq
war
Ru’ud,
sebuah
kitab
yang
penuh
dengan
tuduhan
dan
kedustaan
terhadap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
rahimahullahu,
karya
seorang
tokoh
Sufi
yang
bernama
Abdullah
bin
Dawud
Az‐Zubairi
(meninggal
1225
H).
Dalam
rekomendasinya
itu,
Ibnu
Fairuz
berkata
dengan
penuh
kedengkian:
“…Bahkan
mungkin
saja
Asy‐Syaikh
(yakni
ayah
Asy‐Syaikh
Muhammad
yang
bernama
Abdul
Wahhab,
pent.)
pernah
lalai
untuk
menggauli
ibunya
(yakni
ibu
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
pent.)
sehingga
dia
didahului
oleh
setan
untuk
menggauli
isterinya.
Jadi
pada
hakekatnya
setanlah
ayah
dari
anak
yang
durhaka
ini.”
(Lihat
kitab
Muhammad
bin
‘Abdil
Wahhab
Mushlihun
Mazhlumun
wa
Muftara
‘alaihi,
hal.
199).
3
“Wahhabi”
[MANHAJ]
tentang
dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
yang
tak
sesuai
dengan
realitanya.
Sehingga
istilah
Wahhabi
nyaris
menjadi
momok
dan
monster
yang
mengerikan
bagi
umat.
Fenomena
timpang
ini,
menuntut
kita
untuk
jeli
dalam
menerima
informasi.
Terlebih
ketika
nara
sumbernya
adalah
orang
kafir,
munafik,
maupun
ahlul
bid’ah.
Agar
kita
tidak
dijadikan
bulan‐bulanan
oleh
kejamnya
informasi
orang‐orang
yang
tidak
bertanggung
jawab
itu.
Meluruskan
Tuduhan
Miring
Tentang
Dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
Bin
Abdul
Wahhab
Tuduhan:
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
adalah
seorang
yang
mengaku
sebagai
Nabi6,
ingkar
terhadap
Hadits
nabi7,
merendahkan
posisi
Nabi,
dan
tidak
mempercayai
syafaat
beliau.
6
Sebagaimana
yang
dinyatakan
Ahmad
Abdullah
Al‐Haddad
Baa
‘Alwi
dalam
kitabnya
Mishbahul
Anam,
hal.
5‐6
dan
Ahmad
Zaini
Dahlan
dalam
dua
kitabnya
Ad‐Durar
As‐Saniyyah
Firraddi
‘alal
Wahhabiyyah,
hal.
46
dan
Khulashatul
Kalam,
hal.
228‐261.
Al‐Allamah
Rasyid
Ridha
rahimahullahu
berkata
tentang
Ahmad
Zaini
Dahlan:
“Diantara
para
pencela
yang
paling
masyhur
adalah
seorang
Mufti
Makkah
al‐Mukarromah,
Syaikh
Ahmad
Zaini
Dahlan
yang
wafat
pada
tahun
1304,
dia
menulis
sebuah
risalah
(yang
mencela
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab,
pent.)
yang
mana
keseluruhan
permasalahan
(yang
ditulisnya)
hanya
berputar
pada
dua
poros,
yaitu
poros
kedustaan
dan
fitnah
terhadap
syaikh,
dan
poros
kebodohan
dimana
ia
menyalahkan
sesuatu
yang
benar
dari
Syaikh.”
(Lihat:
Muqoddimah
Shiyahatul
Insan,
hal.
6,
Maktabah
Ahlul
Hadits,
www.ahlalhdeeth.com.).
Buku‐buku
Ahmad
Zaini
Dahlan
ini,
adalah
buku‐buku
yang
sarat
dengan
kedustaan
dan
tuduhan‐tuduhan
batil
terhadap
dakwah
dan
pribadi
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
rahimahullahu.
Buku‐buku
itu,
dalam
kurun
60
tahun
terakhir
ini,
sering
menjadi
referensi
kaum
Sufi
di
berbagai
belahan
bumi,
termasuk
di
Indonesia,
dalam
menebarkan
kedustaan
terhadap
dakwah
tauhid
yang
mulia
itu.
Bahkan
sebagian
buku‐buku
tersebut
telah
diterjemahkan
dalam
bahasa
Indonesia.
Lebih
parah
lagi,
buku‐buku
karya
kaum
Sufi
ini
dimanfaatkan
kaum
kafir
dan
para
orientalis
sebagai
referensi
bagi
mereka
dalam
menebarkan
kedustaan
terhadap
dakwah
mulia
tersebut
dan
menjauhkan
umat
Islam
darinya.
7
Sebagaimana
dalam
Mishbahul
Anam.
4
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Bantahan:
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
adalah
seorang
yang
sangat
mencintai
Nabi
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam.
Hal
ini
terbukti
dengan
adanya
karya
tulis
beliau
tentang
sirah
Nabi
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
baik
Mukhtashar
Siratir
Rasul,
Mukhtashar
Zadil
Ma’ad
Fi
Hadyi
Khairil
‘Ibad
atau
pun
yang
terkandung
dalam
kitab
beliau
Al‐Ushul
Ats‐Tsalatsah.
Beliau
berkata:
“Nabi
Muhammad
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
telah
wafat
–semoga
shalawat
dan
salam‐Nya
selalu
tercurahkan
kepada
beliau–,
namun
agamanya
tetap
kekal.
Dan
inilah
agamanya;
yang
tidaklah
ada
kebaikan
kecuali
pasti
beliau
tunjukkan
kepada
umatnya,
dan
tidak
ada
kejelekan
kecuali
pasti
beliau
peringatkan."
"Kebaikan
yang
telah
beliau
sampaikan
itu
adalah
tauhid
dan
segala
sesuatu
yang
dicintai
dan
diridhai
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala.
Sedangkan
kejelekan
yang
beliau
peringatkan
adalah
kesyirikan
dan
segala
sesuatu
yang
dibenci
dan
dimurkai
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala.
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
mengutus
beliau
kepada
seluruh
umat
manusia,
dan
mewajibkan
atas
tsaqalain;
jin
dan
manusia
untuk
menaatinya.”
8
Beliau
juga
berkata:
“Dan
jika
kebahagiaan
umat
terdahulu
dan
yang
akan
datang
karena
mengikuti
para
Rasul,
maka
dapatlah
diketahui
bahwa
orang
yang
paling
berbahagia
adalah
yang
paling
berilmu
tentang
ajaran
para
Rasul
dan
paling
mengikutinya."
"Maka
dari
itu,
orang
yang
paling
mengerti
tentang
sabda
para
Rasul
dan
amalan‐ amalan
mereka
serta
benar‐benar
mengikutinya,
mereka
itulah
sesungguhnya
orang
yang
paling
berbahagia
di
setiap
masa
dan
tempat.
Dan
merekalah
golongan
yang
selamat
dalam
setiap
agama.
Dan
dari
umat
ini
adalah
Ahlus
Sunnah
wal
Hadits.”
9
Adapun
tentang
syafaat
Nabi
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
maka
beliau
berkata
– dalam
suratnya
kepada
penduduk
Qashim–:
“Aku
beriman
dengan
syafaat
Nabi
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
dan
beliaulah
orang
pertama
yang
bisa
memberi
syafaat
dan
juga
orang
pertama
yang
diberi
syafaat.
Tidaklah
mengingkari
syafaat
Nabi
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
ini
kecuali
ahlul
bid’ah
lagi
sesat.”
10
8
(Al‐Ushul
Ats‐Tsalatsah).
9
(Ad‐Durar
As‐Saniyyah,
2/21)
10
(Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al‐Wahhabiyyah,
hal.
118).
5
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Tuduhan:
Melecehkan
Ahlul
Bait
Bantahan:
Beliau
berkata
dalam
Mukhtashar
Minhajis
Sunnah:
“Ahlul
Bait
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
mempunyai
hak
atas
umat
ini
yang
tidak
dimiliki
oleh
selain
mereka.
Mereka
berhak
mendapatkan
kecintaan
dan
loyalitas
yang
lebih
besar
dari
seluruh
kaum
Quraisy…”11
Di
antara
bukti
kecintaan
beliau
kepada
Ahlul
Bait
adalah
dinamainya
putra‐putra
beliau
dengan
nama‐nama
Ahlul
Bait:
‘Ali,
Hasan,
Husain,
Ibrahim
dan
Abdullah.
Tuduhan:
Bahwa
beliau
sebagai
Khawarij,
karena
telah
memberontak
terhadap
Daulah
‘Utsmaniyyah.
Al‐Imam
Al‐Lakhmi
telah
berfatwa
bahwa
Al‐Wahhabiyyah
adalah
salah
satu
dari
kelompok
sesat
Khawarij
‘Ibadhiyyah.12
Bantahan:
Adapun
pernyataan
bahwa
Asy‐Syaikh
telah
memberontak
terhadap
Daulah
Utsmaniyyah,
maka
ini
sangat
keliru.
Karena
Najd
kala
itu
tidak
termasuk
wilayah
teritorial
kekuasaan
Daulah
Utsmaniyyah.
Sejarah
mencatat
bahwa
Najd
secara
umum
pada
waktu
itu
atau
daerah
AdDir’iyyah
secara
khusus,
yaitu
negeri
tempat
munculnya
dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
rahimahullahu,
tidak
termasuk
wilayah
kekuasaan
Khilafah
‘Utsmaniyyah.
11
‘Aqidah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
As‐Salafiyyah,
1/446
12
Sebagaimana
disebutkan
dalam
kitab
Al‐Mu’rib
Fi
Fatawa
Ahlil
Maghrib,
karya
Ahmad
bin
Muhammad
Al‐
Wansyarisi,
juz
11.
6
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Bukti
dari
hal
ini
adalah
apa
yang
dipaparkan
Asy‐Syaikh
Dr.
Shalih
bin
Abdullah
Al‐ ‘Ubud,
Rektor
Al‐Jami’ah
Al‐Islamiyyah
(Universitas
Islam)
Madinah,
dalam
disertasi
doktoral
yang
beliau
susun
dengan
judul
‘Aqidah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab
As‐Salafiyyah
wa
atsaruha
fi
Al‐‘Alam
Al‐Islamy13,
beliau
berkata
(I/40‐41):
“Belahan
bumi
Najd
secara
umum
tidak
menyaksikan
adanya
pengaruh
apapun
dari
Daulah
‘Utsmaniyyah
terhadapnya.
Demikian
juga
kekuasaan
Daulah
‘Utsmaniyyah
tidak
sampai
menyentuh
bumi
Najd.”14
Tidak
seorangpun
penguasa
‘Utsmaniyyah
yang
datang
ke
sana.
Tidak
pula
perlindungan
keamanan
Turki
menyentuh
daerah‐daerah
Najd
sejak
jauh
hari
sebelum
munculnya
dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdil
Wahhab
rahimahullahu.
Di
antara
bukti
yang
menunjukkan
hakekat
sejarah
tersebut
adalah:
Penelitian
pembagian
daerah‐daerah
kekuasaan
Daulah
‘Utsmaniyyah,
dari
sebuah
cacatan
resmi
Turki
yang
berjudul:
Qawanin
Ali
‘Utsman
Durr
Madhamin
Daftar
Diwan
(Undang‐undang
Dinasti
‘Utsmani
yang
dikandung
oleh
catatan
sipil
negeri
tersebut)
karya
Yamin
‘Ali
Afnadi,
seorang
penanggung
jawab
resmi
catatan
sipil
Al‐ Khaqani
pada
tahun
1018
H,
bertepatan
dengan
tahun
1690
M.
Catatan
tersebut
disebarkan
Sathi’
Al‐Hashri
melalui
buku
Negara‐negara
Arab
dan
Daulah
‘Utsmaniyyah.
Melalui
catatan
resmi
tersebut,
diketahui
dengan
jelas
bahwasanya
sejak
awal
abad
ke‐11
H,
Daulah
‘Utsmaniyyah
terbagi
menjadi
32
propinsi,
14
di
antaranya
adalah
propinsi‐propinsi
Arab.
Dan
daerah
Najd
tidak
termasuk
dalam
14
bagian
tersebut,
kecuali
hanya
wilayah
Al‐Ahsa`,
itupun
jika
kita
menganggap
Al‐Ahsa`
merupakan
bagian
dari
Najd.
15
Demikian
pula
sejarah
mencatat
bahwa
kerajaan
Dir’iyyah
belum
pernah
melakukan
upaya
pemberontakan
terhadap
Daulah
‘Utsmaniyyah.
Justru
merekalah
yang
berulang
kali
diserang
oleh
pasukan
Dinasti
Utsmani.
Lebih
dari
itu
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
mengatakan
–dalam
kitabnya
Al‐Ushulus
Sittah–:
“Prinsip
ketiga:
Sesungguhnya
di
antara
(faktor
penyebab)
sempurnanya
persatuan
umat
adalah
mendengar
lagi
taat
kepada
pemimpin
(pemerintah),
walaupun
pemimpin
tersebut
seorang
budak
dari
negeri
Habasyah.”
Dari
sini
nampak
jelas,
bahwa
sikap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
13
Yang
artinya,
Aqidah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
As‐Salafiyah
serta
pengaruhnya
dalam
dunia
Islam 14
Tarikh
Al‐Biladil
'Arabiyyah
As‐Su’udiyyah,
Dr.
Munir
Al‐‘Ajlani
15
Al‐Biladul
'Arabiyyah
wa
Ad‐Daulah
Al‐‘Utsmaniyyah,
karya
Sathi’
Al‐Hashri
hal.
230‐240;
dan
Intisyaru
Da’wati
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdil
Wahhab
Kharija
Al‐Jazirah
Al‐'Arabiyyah,
karya
Muhammad
Kamal
Jam’ah,
hal.
13
7
“Wahhabi”
[MANHAJ]
terhadap
waliyyul
amri
(penguasa)
sesuai
dengan
ajaran
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
dan
bukan
ajaran
Khawarij.
Mengenai
fatwa
Al‐Lakhmi,
maka
yang
dia
maksudkan
adalah
Abdul
Wahhab
bin
Abdurrahman
bin
Rustum
dan
kelompoknya,
bukan
AsySyaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
para
pengikutnya.
Hal
ini
karena
tahun
wafatnya
Al‐Lakhmi
adalah
478
H,
sedangkan
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
wafat
pada
tahun
1206
H
/Juni
atau
Juli
1792
M.
Amatlah
janggal
bila
ada
orang
yang
telah
wafat,
namun
berfatwa
tentang
seseorang
yang
hidup
berabad‐abad
setelahnya.
Adapun
Abdul
Wahhab
bin
Abdurrahman
bin
Rustum,
maka
dia
meninggal
pada
tahun
211
H.
Sehingga
amatlah
tepat
bila
fatwa
Al‐Lakhmi
tertuju
kepadanya.
Berikutnya,
Al‐Lakhmi
merupakan
mufti
Andalusia
dan
Afrika
Utara,
dan
fitnah
Wahhabiyyah
Rustumiyyah
ini
terjadi
di
Afrika
Utara.
Sementara
di
masa
Al‐ Lakhmi,
hubungan
antara
Najd
dengan
Andalusia
dan
Afrika
Utara
amatlah
jauh.
Sehingga
bukti
sejarah
ini
semakin
menguatkan
bahwa
Wahhabiyyah
Khawarij
yang
diperingatkan
Al‐Lakhmi
adalah
Wahhabiyyah
Rustumiyyah,
bukan
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
para
pengikutnya.16
Lebih
dari
itu,
sikap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
terhadap
kelompok
Khawarij
sangatlah
tegas.
Beliau
berkata
–dalam
suratnya
untuk
penduduk
Qashim–:
“Golongan
yang
selamat
itu
adalah
kelompok
pertengahan
antara
Qadariyyah
dan
Jabriyyah
dalam
perkara
taqdir,
pertengahan
antara
Murji`ah
dan
Wa’idiyyah
(Khawarij)
dalam
perkara
ancaman
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala,
pertengahan
antara
Haruriyyah
(Khawarij)
dan
Mu’tazilah
serta
antara
Murji`ah
dan
Jahmiyyah
dalam
perkara
iman
dan
agama,
dan
pertengahan
antara
Syi’ah
Rafidhah
dan
Khawarij
dalam
menyikapi
para
shahabat
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam.”17
Dan
masih
banyak
lagi
pernyataan
tegas
beliau
tentang
kelompok
sesat
Khawarij
ini.
16
Untuk
lebih
rincinya
bacalah
kitab
Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al‐Wahhabiyyah,
karya
Dr.
Muhammad
bin
Sa’ad
Asy‐Syuwai’ir.
17
Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al‐Wahhabiyyah,
hal
117
8
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Tuduhan:
Gerakan
Wahhabiyyah
merupakan
antekantek
Inggris.
Berdasarkan
mudzakkarat
(catatan
harian)
seorang
yang
bernama
Hampher.18
Bantahan:
Ini
adalah
suatu
kedustaan
yang
besar.
Bagaimana
tidak,
ketika
mereka
tidak
mampu
membantah
dakwah
tauhid
ini
secara
ilmiah,
maka
mereka
menghalalkan
segala
cara
untuk
menfitnah
dan
membuat
kedustaan.
Bagaimana
mungkin
seorang
muslim
dapat
mengambil
kesaksian
dari
seorang
kafir
yang
gemar
melakukan
kemaksiatan
yang
kegemarannya
minum
khamr
dan
berdusta?19
18
Hampher
ini
orang
yang
tidak
dikenal
(majhul)
di
dalam
sejarah.
Tidak
pernah
ada
satupun
sejarawan
baik
muslim
maupun
orientalis
yang
menyebut
namanya.
Tidak
disebutkan
hal
ihwalnya
sama
sekali
di
buku‐buku
sejarah
Utsmaniyah
yang
mu’tabar
seperti:
‐
Roudhotul
Afkar
karya
Ibnu
Ghonam,
‐
Unwanul
Majid
fi
Tarikhin
Nejd
karya
Utsman
an‐Najdi,
‐
Aja`ibil
Atsar
karya
al‐Jabaroti,
‐
Al‐Badruth
Thooli’
karya
Imam
Muhammad
Ali
asy‐Syaukani,
‐
Tarikh
Nejd
karya
Mahmud
Syukri
al‐Alusi,
‐
Hadlir
al‐‘Alam
al‐Islami
karya
Syakib
Arselan
dan
selainnya
dari
sejarawan
Muslim.
Bahkan
Hampher
di
buku
sejarah
yang
ditulis
orinetalis
pun
juga
tidak
pernah
disebut
namanya,
seperti:
‐
‘Travels
through
Arabs”,
‐
“Notes
the
Bedouins
and
the
Wahabys”
tulisan
Burk
Hert,
‐
“A
Brief
Story
of
Wahhabys”
tulisan
Gifford
Palgrave,
‐
“Imams
and
Sayeds
of
Oman”
tulisan
Percy
Beder,
‐
“Travels
in
Arab
Desert”
tulisan
Doughty,
‐
“Notes
on
Mohammadanism
The
Wahhaby”
tulisan
T.P.
Huges
dan
lain‐lain.
Naskah
risalah
Hampher
yang
telah
dicetak
berjudul
I’tiraafaat
al‐Jassuus
al‐Injilizi.
Cetakan
terbarunya
dicetak
dan
disebarkan
secara
cuma‐cuma
di
Maktabah
al‐Haqiqoh,
Jl.
Syafaqoh,
Fatih
57,
Instanbul,
Turki,
th.
1413
(1992)
yang
berjumlah
103
halaman
dengan
tambahan
‘Adawatul
Inkilizi
lil
Islaam
(44
halaman)
dan
Khulashotul
Kalaam
(37
halaman).
19
Sebagaimana
kesaksian
Hampher
sendiri
di
dalam
mudzakkarat‐nya
halaman
14,
15,
18,
19,
27,
28,
44.
9
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Padahal
Allah
Ta’ala
berfirman:
“Hai
orang‐orang
yang
beriman,
jika
datang
kepadamu
orang
fasik
membawa
suatu
berita,
maka
periksalah
dengan
teliti,
agar
kamu
tidak
menimpakan
suatu
musibah
kepada
suatu
kaum
tanpa
mengetahui
keadaannya
yang
menyebabkan
kamu
menyesal
atas
perbuatanmu.”
(Al‐Hujurat
49:
6).
Asbabun
nuzul/sebab
turunnya
ayat
tersebut
disebutkan
menurut
lafazh
Ibnu
Katsir
dari
hadits
Al
Haris
bin
Diraar
Radhiyallahu
'anhu,
katanya.
Artinya:
“Aku
menghadap
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam,
beliau
pun
mengajak
aku
untuk
masuk
Islam
dan
aku
masuk
Islam,
beliau
pun
mengajak
aku
untuk
menunaikan
zakat,
dan
aku
mau
menunaikannya,
aku
katakan:
‘Wahai
Rasulullah,
aku
akan
kembali
ke
kaumku
untuk
mengajak
mereka
masuk
Islam
dan
menunaikan
zakat.
Barangsiapa
mau
mengikuti,
aku
akan
mengumpulkan
zakatnya.
Selanjutnya
engkau
kirim
seseorang
kepada
sewaktu‐waktu
tertentu
untuk
mengambil
zakat
yang
telah
aku
kumpulkan
dan
menyerahkannya
kepadamu’.”
Ketika
Al
Harits
telah
mengumpulkan
zakat
dari
orang‐orang
yang
mengikuti
dakwahnya
dan
telah
sampai
waktu
yang
dijanjikan
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam,
ternyata
pada
waktu
itu
Rasulullah
berhalangan
dan
tidak
bisa
mengirim
seseorang
untuk
mengambil
zakat,
hingga
Harits
mengira
Allah
dan
Rasul‐Nya
sedang
marah
terhadapnya.
Kemudian
mengumpulkan
kaumnya
berkata:
“Sungguh
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
telah
menentukan
waktu
untuk
mengirim
utusannya
guna
mengambil
zakat
yang
telah
aku
kumpulkan.
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
tidak
pernah
mengingkari
janji
dan
beliau
tidak
menunda
pengiriman
utusannya
kecuali
karena
kemarahan.
Mari
ikut
aku
menemui
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam.”
Pada
saat
itu
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
mengirim
Walid
bin
Uqbah
untuk
mengambil
zakat.
Ketika
Walid
sudah
berangkat
beberapa
lama,
di
tengah
jalan
ia
merasa
ketakutan,
lalu
ia
kembali
kepada
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
dan
berkata:
“Wahai
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam,
sesungguhnya
Al
Harits
menolak
menyerahkan
zakat
kepadaku
dan
hendak
membunuhku.”
10
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Mendengar
hal
tersebut,
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
marah
dan
mengirimkan
pasukan
kepada
Al
Harits
Radhiyallahu
'anhu.
Ketika
pasukan
ini
baru
keluar
dari
Madinah,
mereka
bertemu
dengan
Al
Harits
dan
berkata:
“Itu
Al
Harits!”
Ketika
mendekati
mereka,
Al
Harits
bertanya:
“Kepada
siapa
kalian
dikirim
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam?”
Mereka
menjawab:
“Kepadamu.”
Al
Harits
selanjutnya
bertanya:
“Kenapa?”
Mereka
menjawab:
“Sungguh
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
telah
mengirim
Walid
bin
Uqbah
kepadamu
dan
beliau
mengira
engkau
telah
menolak
membayar
zakat
dan
hendak
membunuhnya.”
Al
Harits
berkata:
“Demi
Allah
yang
telah
mengutus
Muhammad
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
dengan
haq,
sama
sekali
aku
belum
bertemu
Walid
bin
Uqbah
dan
dia
tidak
mendatangiku.
Kedatangan
aku
di
sini
karena
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
terlambat
mengirmkan
utusannya
hingga
aku
khawatir
ini
karena
kemarahan
Rasul‐Nya.”
Setelah
itu
turunlah
ayat
diatas.20
Ayat
ini
adalah
dalil
yang
tegas
tentang
wajibnya
tabayyun,
tatsabbut
(meneliti
kebenaran
berita)
dari
seseorang
yang
fasik.
Jika
seorang
muslim
yang
fasik
saja
ditolak
periwayatannya
sebelum
dicek
kebenarannya,
apalah
lagi
dengan
orang
kafir?
20
(Hadits
ini
disebutkan
al
Haitsami
dalam
Majma’uz
Zawaaid
(7/109),
katanya:
“Hadits
ini
diriwayatkan
oleh
Ahmad
dan
Ath
Thabrani,
dan
para
periwayat
yang
disebutkan
Ahmad
adalah
orang‐orang
yang
terpecaya.”
Juga
disebutkan
Ibnu
Katsir
dalam
tafsirnya
(4/223),
dan
Ibnul
Qayyim
dalam
tafsirnya
yang
disebut
dengan
tafsir
Al
Qayyim,
hal
440).
11
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Dan
Mafhum
mukhalafah
(pengertian
balik)
dari
ayat
ini,
semua
berita
dari
orang
yang
tsiqah
(terpercaya)
diterima.
Imam
Muslim
dalam
muqaddimah
shahihnya
mengatakan
setelah
membawakan
ayat
tersebut:
“Ayat
ini
menunjukkan
bahwa
berita
seorang
yang
fasiq,
gugur
tidak
diterima.”21
Syaikh
Malik
Husain
berkata:
“Pada
ayat
ini
ada
pelajaran
ilmiyah
bagi
kelompok
orang‐orang
mukmin,
yang
menjaga
agamanya
dan
menjaga
hubungan
persaudaraan
antar
sesama
muslim,
dengan
mencari
kejelasan
(tatsabut)
terhadap
semua
berita
miring
yang
dilontarkan
untuk
memecah
belah
barisan
kaum
muslimin.”
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
bersabda:
“Cukuplah
seseorang
dikatakan
berdusta
jika
dia
menceritakan
setiap
apa
yang
dia
dengar
(tanpa
mencari
kejelasan).”22
Untuk
membantah
syubhat
rapuh
ini,
Syaikh
Malik
Husain
hafizhahullahu
berkata:
“Setelah
penelitian
saya
terhadap
mudzakkarat
ini,
menjadi
jelas
bagi
saya
bahwa
mudzakkarat
ini
merupakan
naskah
yang
dibuat‐buat
oleh
individu
maupun
kelompok
yang
memiliki
tujuan
untuk
mencemarkan
dakwah
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab
rahimahullahu
dengan
kedustaan
dan
fitnah,
dan
dalil‐dalil
yang
saya
katakan
ini
banyak…”23
Tidak
kita
dapatkan
penyebutan
mudzakkarat
ini
oleh
orang‐orang
sezamannya,
padahal
musuh‐musuh
dakwah
tauhid
ini
senantiasa
menjelekkannya
dan
menyebarkan
setiap
kejelekan
dakwah
ini,
namun
anehnya
mudzakkarat
ini
keluar/muncul
akhir‐akhir
ini.
Hal
ini
menunjukkan
secara
jelas
kedustaan
dan
kebohongan
mudzakkarat
ini.
Hampher
ini
adalah
orang
yang
tidak
dikenal.
Dimana
ma’lumat
(surat
perintah)
yang
terperinci
tentangnya?
yang
menjelaskan
namanya,
kedudukannya,
dan
yang
berkaitan
tentang
tugasnya
dan
perannya
dari
pemerintah
Inggris.
Sesungguhnya
siapa
yang
membaca
mudzakkarat
ini,
dapat
memastikan
bahwa
penulisnya
pastilah
bukan
seorang
Nashrani,
dikarenakan
banyaknya
ungkapan‐ ungkapannya
yang
mencela
dan
merendahkan
agama
Nashrani
termasuk
juga
21
(Kitab
Shahih
Muslim,
Muqaddimah:
I/23
cet.
Dar
Ibnu
Hazm,
Beirut)
22
(Shahih
Muslim
I/24,
cet.
Dar
Ibnu
Hazm,
Beirut).
23
Majalah
Al‐Asholah,
no.
31,
tahun
ke‐6,
hal.
45.
12
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Inggris.
Dua
naskah
terjemahan
mudzakkarat
yang
telah
dicetak,
tidak
disebutkan
tentang
maklumat
mudzakkarat
ini,
dari
aspek
naskah
aslinya,
apakah
berupa
cetakan
ataukah
tulisan
tangan
dan
dengan
menggunakan
bahasa
apa?
Penterjemah
mudzakkarat
ini
tidak
dikenal.
Pada
naskah
terjemahan
pertama
tidak
disebutkan
siapa
penterjemahnya
sedangkan
pada
naskah
terjemahan
kedua
hanya
disebutkan
penerjemahnya
dengan
inisial
?.?.?.?.
Dan
masih
banyak
lagi
dalil‐dalil
yang
disebutkan
Syaikh
Malik
Husain
tentang
batilnya
Mudzakkarat
Mr.
Hampher
ini.
Syaikh
Malik
Husain
berkata:
“Sesungguhnya
apa
yang
terdapat
di
dalam
mudzakkarat
ini
adalah
omong
kosong
belaka
dan
ucapan
yang
tidak
berlandaskan
dalil
sama
sekali,
yang
tidak
keluar
melainkan
dari
dua
jenis
manusia,
yaitu:
1.
Orang
yang
bodohnya
sangat
bodoh
sekali
dan
dungu
yang
tidak
mampu
membedakan
mana
telapak
tangannya
dan
mana
sikunya.
2.
Para
pengekor
hawa
nafsu,
ahlul
bid’ah
yang
memusuhi
dakwah
tauhid.
Maka
bertakwalah!
Sesungguhnya
daging
para
ulama
itu
beracun
dan
sunnah
Allah
terhadap
para
pencela
ulama
telah
diketahui,
maka
barangsiapa
yang
berkata
buruk
terhadap
ulama
dan
mencercanya,
maka
niscaya
Allah
akan
menimpakan
kematian
hatinya
sebelum
wafatnya.
Kita
memohon
perlindungan
dan
keselamatan
dari
Allah.”
Tentu
tuduhan
ini
‐dan
juga
tuduhan‐tuduhan
lainnya‐
merupakan
suatu
hal
yang
sangat
mengherankan,
padahal
risalah‐risalah
dan
kitab‐kitab
Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
rahimahullah
telah
tercetak,
diantaranya
adalah:
‐
Al‐Aqidah
satu
jilid,
Fiqih
dua
jilid,
‐
Mukhtasar
Sirah
Nabi,
‐
kumpulan
fatwa‐fatwa
satu
jilid,
‐
tafsir
dan
Mukhtasar
Zaadul
Ma’ad
satu
jilid,
‐
Rasail
Sakhshiyaah
satu
jilid,
‐
Kitab
Hadits
lima
jilid,
‐
Mulhaq
dan
Mushannafat
satu
jilid.
Jadi
kesemuanya
12
jilid
yang
telah
dikumpulkan
oleh
Lajnah
Ilmiyah
yang
khusus
menangani
masalah
ini
dan
berasal
dari
Jaami’ah
(Universitas
Al‐Imam
Muhammad
bin
Su’ud
Al‐Islamiyyah),
yang
dikumpulkan
serta
diverifikasi
oleh
DR.
Abdul
Aziz
bin
Zaid
Ar‐Ruumi,
DR.
Muhammad
Biltaaji
dan
DR.
Sayyid
Hijab,
serta
dicetak
di
Riyadh.
13
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Maka
barangsiapa
yang
ingin
mencari
kebenaran,
hendaknya
ia
membandingkan
ucapan
Al‐Imam
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
rahimahullah
dengan
ucapan
musuh‐musuh
beliau
dan
tuduhan‐tuduhannya
tersebut.
Karena
kitab‐kitabnya
dan
risalah‐risalahnya
telah
tercetak
dan
tersebar
luas.
Jika
ada
sesuatu
yang
benar
dari
kitab‐kitab
dan
risalah‐risalah
beliau
kita
terima,
dan
jika
ada
sesuatu
yang
salah
maka
kita
tolak,
dan
seseorang
tidak
boleh
fanatik
kepada
orang
lain
siapapun
dia,
kecuali
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
yang
mana
beliau
tidak
berkata
dengan
hawa
nafsunya
melainkan
wahyu
yang
telah
diwahyukan
kepadanya.
Adapun
jika
seseorang
bersandar
kepada
perkataan
seorang
Nasrani
yang
kafir,
fasik,
lagi
majhul
(yang
tidak
dikenal),
yang
gemar
minum
minuman
keras
sampai
mabuk,
bahkan
dia
menyebut
kalau
dirinya
seorang
pembohong.
Maka
keadaannya
persis
seperti
apa
yang
digambarkan
oleh
syair:
“Barangsiapa
yang
menjadikan
seekor
burung
gagak
sebagai
dalil
(hujjah/penuntunnya).
Maka
dia
(burung
gagak)
akan
membawanya
melewati
bangkai‐bangkai
anjing.”
Sesungguhnya,
Inggris
dan
Perancis
mulai
dari
awal
telah
membenci
gerakan
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab,
terlebih
setelah
pemerintah
Alu
Su’ud
beserta
orang‐ orang
Qowashim
mampu
melakukan
serangan
telak
terhadap
Armada
Inggris
pada
tahun
1806
M.
sehingga
perairan
Teluk
berada
di
bawah
kekuasaannya.
Sesungguhnya
asas‐asas
Islam
yang
murni
menjadi
pondasi
dasar
pemerintahan
Su’ud
pertama,
dan
tujuan
utama
didirikannya
negeri
ini
adalah
untuk
melawan
kejahatan
orang‐orang
asing
di
kawasan
itu.
Bukti
berikutnya
yang
menunjukkan
bahwa
tuduhan
terhadap
dakwah
Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
adalah
tuduhan
dusta
belaka,
adalah:
Tatkala
Ibrahim
bin
Muhammad
Ali
Pasya24
berhasil
menghancurkan
Dir’iyah
dan
menghukum
pancung
pangeran
Abdullah
bin
Su’ud,
Inggris
mengutus
Kapten
George
Forester
Sadleer25
untuk
memberikan
ucapan
selamat
kepada
Ibrahim
Pasya
dan
mengajukan
kerjasama
antara
kekuasaan
darat
Ibrahim
Pasya
dengan
kekuatan
laut
armada
Inggris
dalam
rangka
menghadapi
Qowasim
yang
merupakan
pengikut
dakwah
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab.26
24
Muhammad
Ali
Pasya
adalah
gubernur
Mesir
yang
sangat
membenci
dakwah
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab.
Muhammad
Ali
sangat
mencintai
budaya
eropa
dan
membenci
budaya
Islam,
dimana
ia
merupakan
peletak
sekulerisme
di
negeri‐negeri
Islam.
Sangat
banyak
goresan
pena
para
sejarawan
yang
menjelaskan
kejahatan
Muhammad
Ali
ini,
diantaranya
adalah
al‐Jabaroti
(dalam
Aja’ibil
Atsaar)
yang
hidup
sezaman
dengannya.
Muhammad
Ali
mengutus
anaknnya
Thussun
untuk
memerangi
Dakwah
Wahabiyah
namun
gagal,
dan
anaknya
Ibrahim
yang
berhasil
mengalahkan
pangeran
Abdullah
dan
membunuh
beliau.
25
Dalil
al‐Khalij
at‐Tarikhi,
J.J.
Lurimer
(2/1009‐1010).
26
Lihat:
Huruub
Muhammad
Ali
‘ala
asy‐Syaam,
DR.
Ayidl
ar‐Ruqi,
hal.
112.
14
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Sungguh,
sangat
jauh
panggang
dari
api
apabila
dikatakan
bahwa
dakwah
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab
adalah
dakwah
boneka
atau
antek‐antek
Inggris27.
Padahal
dengan
menyebarnya
dakwah
mubarokah
ini
ke
pelosok
dunia
lain,
melahirkan
para
pejuang‐pejuang
Islam.
Di
India,
Syaikh
Ahmad
Irfaan
dan
para
pengikutnya
adalah
gerakan
yang
pertama
kali
membongkar
kebobrokan
Mirza
Ghulam
Ahmad
Qadiyaniyah
yang
semua
orang
tahu
bahwa
Qodiyaniyah
ini
adalah
kepanjangan
tangan
dari
kolonial
Inggris.
Mereka
juga
memekikkan
jihad
memerangi
kolonial
Inggris
saat
itu
di
negeri
mereka.
28
27
Tuduhan
serupa
juga
dilontarkan
oleh
“Suara
Hidayatullah”,
sebuah
media
massa
yang
cukup
terkenal
di
tanah
air
terhadap
dakwah
salafiyyah.
Dalam
pemberitaannya
[edisi
01/XVI/Rabiul
Awwal
1424
hal.
78‐79
”Pengakuan
AGEN
MOSSAD”],
menukil
hasil
wawancara
yang
dilakukan
oleh
harian
Al‐Hayat,
London
dan
televisi
LBC,
Beirut
yang
kemudian
hasil
wawancara
tersebut
diterbitkan
oleh
Tabloid
an‐Nas
no.
127.
Tabloid
al‐Basya’ir
edisi
akhir
Shafar
1424
atau
awal
April
2003
yang
terbit
di
Sana’a,
Yaman;
kembali
menurunkan
wawancara
tersebut
yang
selanjutnya
dimuat
oleh
“Suara
Hidayatullah
dengan
judul:
“Pengakuan
Seorang
Agen
MOSSAD”.
Dimana
di
dalamnya
memuat
nukilan‐nukilan
yang
berisi
fitnah
bathil
tentang
adanya
hubungan
dakwah
salafiyyah
dengan
Zionis
Yahudi
(MOSSAD)
berdasarkan
pengakuan
dari
seorang
pengkhianat
agama
tanpa
melakukan
tabayyun
terlebih
dahulu.
Sang
agen
yang
merupakan
seorang
Palestin
yang
sudi
bergabung
dengan
Zionis
MOSSAD
untuk
menyembelih
saudara
sendiri
demi
wanita
dan
uang
(sebagaimana
pengakuannya
sendiri)
dan
mempunyai
saham
atas
meninggalnya
banyak
muslim
di
Palestina
tersebut
mengaku
bahwa
dakwah
salafiyyah
diperalat
oleh
Yahudi,
dakwah
dan
buku‐bukunya
bersumber
dari
Yahudi
(MOSSAD).
Tidak
hanya
itu,
sang
agen
mengopinikan
pula
bahwa
dakwah
salafiyyah
adalah
biang
keladi
fitnah
dan
takfir
(pengkafiran)
antar
sesama
muslim
yang
dieksploitir
untuk
menyerang
aktivis
dakwah
lainnya
terutama
Syi’ah.
Kemudian
orang‐orang
yang
membenci
dakwah
salaf
juga
ikut
menyambut
gembira
pemberitaan
tersebut
dengan
menyebarkannya.
Diantaranya
seorang
tokoh
firqah
Jama’ah
Tabligh
bernama
“Amir
Sunni”
telah
menebarkan
isu
serupa
di
sebuah
situs
internet.
Ia
berkata:
“...Yahudi
senang
dengan
Gerakan
kalian.
Sebab
banyak
mulut
sedikit
amalan.
Ada
juga
yang
NATO
‐Non
Action
Talking
Only‐
dan
saya
juga
mendengar
bahwa
kalian...
Wahai
saudaraku
yang
Salafy...
adalah
antek‐antek
Yahudi...”
Ini
merupakan
suatu
hal
yang
mengherankan,
padahal
dakwah
salafiyyah
selama
ini
yang
menyeru
umat
Islam
agar
kembali
kepada
Al‐Qur’an
dan
Sunnah
sesuai
dengan
pemahaman
salaful
ummah
(generasi
sahabat),
dan
dakwah
ini
sudah
tersebar
dimana‐mana.
Kitab‐kitab
para
ulama
Ahlu
Sunnah
pun
sudah
tersebar
luas.
Namun
mereka
lebih
mempercayai
ucapan
seorang
pengkhianat
dan
menutup
mata
dari
realita
yang
ada.
(Untuk
lebih
jelasnya
mengenai
tuduhan
ini
beserta
bantahannya,
lihat
Risalah
Dakwah
Al‐Hujjah,
Edisi
Khusus/Rabi'ul
Akhir/1424H
atau
lihat
di
http://www.almanhaj.or.id/content/802/slash/0
judul
asli:
“Siapa
Sebenarnya
Yang
Agen
Yahudi?”).
28
Al‐‘Alam
al‐Aroobi
fit
Tarikh
al‐Hadits
dan
Aqidatus
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab
wa
Atsaruha
fil
‘Alam
al‐Islamiy
karya
Dr.
Sholih
al‐‘Abud.
15
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Di
Indonesia,
tercatat
ada
Tuanku
Imam
Bonjol,
Tuanku
Nan
Renceh,
Tuanku
Nan
Gapuk
dan
selainnya
yang
memerangi
bid’ah,
khurafat
dan
maksiat
kaum
adat
sehingga
meletus
perang
Paderi,
dan
mereka
semua
ini
adalah
para
pejuang
Islam
yang
memerangi
kolonialisme
Belanda29.
Belum
lagi
di
Mesir,
Sudan,
Afrika
dan
belahan
negeri
lainnya,
yang
mana
mereka
semua
adalah
para
pejuang
Islam
yang
membenci
kolonialisme
kaum
kafir
eropa.
Tuduhan:
Mengkafirkan
kaum
muslimin
dan
menghalalkan
darah
mereka.30
Bantahan:
Ini
merupakan
tuduhan
dusta
terhadap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
karena
beliau
pernah
mengatakan:
“Kalau
kami
tidak
(berani)
mengkafirkan
orang
yang
beribadah
kepada
berhala
yang
ada
di
kubah
(kuburan/makam)
Abdul
Qadir
Jaelani
dan
yang
ada
di
kuburan
Ahmad
Al‐Badawi
dan
sejenisnya,
dikarenakan
kejahilan
mereka
dan
tidak
adanya
orang
yang
mengingatkannya.
Bagaimana
mungkin
kami
berani
mengkafirkan
orang
yang
tidak
melakukan
kesyirikan
atau
seorang
muslim
yang
tidak
berhijrah
ke
tempat
kami...?!
Maha
suci
Engkau
ya
Allah,
sungguh
ini
merupakan
kedustaan
yang
besar.”31
29
Pusaka
Indonesia
Riwajat
Hidup
Orang‐Orang
Besar
Tanah
Air,
Oleh:
Tamar
Djaja,
Cet.
VI,
1965,
Penerbit
Bulan
Bintang
Djakarta,
hal.
339‐dst. 30
Sebagaimana
yang
dinyatakan
Ibnu
‘Abidin
Asy‐Syami
dalam
kitabnya
Raddul
Muhtar,
3/3009.
31
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
Mushlihun
Mazhlumun
Wa
Muftara
‘Alaihi,
hal.
203
16
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Tuduhan:
Wahhabiyyah
adalah
madzhab
baru
dan
tidak
mau
menggunakan
kitab‐kitab
empat
madzhab
besar
dalam
Islam.
32
Bantahan:
Hal
ini
sangat
tidak
realistis.
Karena
beliau
mengatakan
–dalam
suratnya
kepada
Abdurrahman
As‐Suwaidi–:
“Aku
kabarkan
kepadamu
bahwa
aku
–alhamdulillah–
adalah
seorang
yang
berupaya
mengikuti
jejak
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
bukan
pembawa
aqidah
baru.
Dan
agama
yang
aku
peluk
adalah
madzhab
Ahlus
Sunnah
Wal
Jamaah
yang
dianut
para
ulama
kaum
muslimin
semacam
imam
yang
empat
dan
para
pengikutnya.”33
32
Termaktub
dalam
risalah
Sulaiman
bin
Suhaim.
33
(Lihat
Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al‐Wahhabiyyah,
hal.
75).
17
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Beliau
juga
berkata
–dalam
suratnya
kepada
Al‐Imam
Ash‐Shan’ani–:
“Perhatikanlah
–semoga
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
merahmatimu–
apa
yang
ada
pada
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
para
shahabat
sepeninggal
beliau
dan
orang‐orang
yang
mengikuti
mereka
dengan
baik
hingga
hari
kiamat.
Serta
apa
yang
diyakini
para
imam
panutan
dari
kalangan
ahli
hadits
dan
fiqh,
seperti
Abu
Hanifah,
Malik,
Asy‐Syafi’i
dan
Ahmad
bin
Hanbal
–semoga
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
meridhai
mereka–,
supaya
engkau
bisa
mengikuti
jalan/ajaran
mereka.”34
Beliau
juga
berkata:
“Menghormati
ulama
dan
memuliakan
mereka
meskipun
terkadang
(ulama
tersebut)
mengalami
kekeliruan,
dengan
tidak
menjadikan
mereka
sekutu
bagi
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala,
merupakan
jalan
orang‐orang
yang
diberi
nikmat
oleh
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala.
Adapun
mencemooh
perkataan
mereka
dan
tidak
memuliakannya,
maka
ini
merupakan
jalan
orang‐orang
yang
dimurkai
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
(Yahudi).”35
Tuduhan:
Keras
dalam
berdakwah
(inkarul
munkar).
Bantahan:
Tuduhan
ini
sangat
tidak
beralasan.
Karena
justru
beliaulah
orang
yang
sangat
perhatian
dalam
masalah
ini.
Sebagaimana
nasehat
beliau
kepada
para
pengikutnya
dari
penduduk
daerah
Sudair
yang
melakukan
dakwah
(inkarul
munkar)
dengan
cara
keras.
Beliau
berkata:
“Sesungguhnya
sebagian
orang
yang
mengerti
agama
terkadang
jatuh
dalam
kesalahan
(teknis)
dalam
mengingkari
kemungkaran,
padahal
posisinya
di
atas
kebenaran.
Yaitu
mengingkari
kemungkaran
dengan
sikap
keras,
sehingga
menimbulkan
perpecahan
di
antara
ikhwan…
34
(Ad-Durar As-Saniyyah 1/136) (Majmu’ah Ar-Rasa`il An-Najdiyyah, 1/11-12. Dinukil dari Al-Iqna’, karya AsySyaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, hal.132-133). 35
18
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Ahlul
ilmi
berkata:
‘Seorang
yang
beramar
ma’ruf
dan
nahi
mungkar
membutuhkan
tiga
hal:
berilmu
tentang
apa
yang
akan
dia
sampaikan,
bersifat
belas
kasihan
ketika
beramar
ma’ruf
dan
nahi
mungkar,
serta
bersabar
terhadap
segala
gangguan
yang
menimpanya.’
Maka
kalian
harus
memahami
hal
ini
dan
merealisasikannya.
Sesungguhnya
kelemahan
akan
selalu
ada
pada
orang
yang
mengerti
agama,
ketika
tidak
merealisasikannya
atau
tidak
memahaminya.
Para
ulama
juga
menyebutkan
bahwasanya
jika
inkarul
munkar
akan
menyebabkan
perpecahan,
maka
tidak
boleh
dilakukan.
Aku
mewanti‐wanti
kalian
agar
melaksanakan
apa
yang
telah
kusebutkan
dan
memahaminya
dengan
sebaik‐baiknya.
Karena,
jika
kalian
tidak
melaksanakannya
niscaya
perbuatan
inkarul
munkar
kalian
akan
merusak
citra
agama.
Dan
seorang
muslim
tidaklah
berbuat
kecuali
apa
yang
membuat
baik
agama
dan
dunianya.”36
Tuduhan:
Gerakan
Wahhabiyyah
yang
muncul
di
Najd
adalah
keguncangan,
fitnah
dan
dua
tanduk
setan
sebagaimana
yang
disinyalir
dalam
hadits
dari
Ibnu
Umar
radhiyallahu
‘anhu.
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
bersabda:
“Ya
Allah
berkahilah
Syam
kami
dan
Yaman
kami.”
Para
sahabat
berkata,
“Juga
Nejd
kami?”
Rasulullah
berkata,
“Ya
Allah
berkahilah
Syam
kami
dan
Yaman
kami.”
Para
sahabat
berkata,
“Juga
Nejd
kami?”
‐Aku
(perawi)
menduga
beliau
menyebutkan
tiga
kali‐
kemudian
Nabi
bersabda,
“Dari
sanalah
(Nejd)
keguncangan
dan
fitnah
bermula,
dan
disana
pula
muncul
dua
tanduk
syaithan.”
(HR.
Bukhari).
Bantahan:
Ini
adalah
suatu
kejahilan
dalam
memahami
dalil‐dalil.
Nejd
yang
disebutkan
di
dalam
hadits‐hadist
tersebut
bukanlah
Hijaz
tempat
lahirnya
Syaikh
Muhammad
bin
Abdil
Wahhab,
namun
Nejd
yang
disebutkan
adalah
Iraq.
Berikut
ini
penjelasannya
secara
ringkas.
Dari
Ibnu
Umar
radhiyallahu
‘anhu,
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
bersabda:
“Ya
Allah
berkahilah
Syam
kami
dan
Yaman
kami.”
Para
sahabat
berkata,
“Juga
Nejd
kami?”
Rasulullah
berkata,
“Ya
Allah
berkahilah
Syam
kami
dan
Yaman
kami.”
Para
sahabat
berkata,
“Juga
Nejd
kami?”
‐Aku
(perawi)
menduga
beliau
menyebutkan
tiga
kali‐
kemudian
Nabi
bersabda,
“Dari
sanalah
(Nejd)
keguncangan
dan
fitnah
bermula,
dan
disana
pula
muncul
dua
tanduk
syaithan.”
(HR.
Bukhari).
36
(Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176). 19
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Nejd
dalam
hadits
ini
diterangkan
oleh
hadits
yang
diriwayatkan
oleh
Thabrani
dalam
al‐Kabir
(XII/383
no.
13422)
dari
Ismail
bin
Mas’ud,
mengabarkan
Abdullah
bin
Abdullah
bin
‘Aun
dari
ayahnya,
dari
Nafi’,
dan
sanadnya
jayyid,
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
bersabda:
“Ya
Allah
berkahilah
Syam
kami
dan
Yaman
kami.”
beliau
mengulangnya
beberapa
kali,
ketika
beliau
mengucapkan
yang
ketiga
atau
keempat
kalinya,
para
sahabat
berkata:
‘Wahai
Rasulullah,
dan
juga
Iraq
kami?”
“Dari
sanalah
keguncangan
dan
fitnah
bermula,
dan
disana
pula
muncul
tanduk
syaithan.”
Hadits
ini
menjelaskan
bahwa
yang
dimaksud
dengan
Nejd
pada
hadits
Bukhari
di
atas
adalah
Iraq.
Dalil
lainnya
diantaranya.
Dari
Ibnu
Umar
radhiyallahu
‘anhu,
Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi
wasallam
menghadap
ke
arah
timur
kemudian
bersabda:
“Ketahuilah
sesungguhnya
fitnah
berasal
dari
sini,
sesungguhnya
fitnah
berasal
dari
sini,
disinilah
muncul
tanduk
syaithan.”
(HR.
Muslim).
Padahal
telah
diketahui
bersama,
bahwa
ketika
Nabi
bersabda
demikian,
beliau
berada
di
Madinah,
dan
ketika
itu
beliau
menghadap
ke
arah
timur
sedangkan
timur
Madinah
adalah
Iraq,
padahal
Nejd
Hijaz
ada
di
selatan
Madinah,
lantas
bagaimana
bisa
mereka
mengambil
dalil
bahwa
Najd
yang
dimaksud
adalah
Hijaz?
Hal
ini
juga
diperkuat
dengan
munculnya
fitnah
di
Iraq
seperti
pembunuhan
Husain,
fitnah
Ibnul
Asy’ats,
fitnah
al‐Mukhtar
yang
mendakwakan
diri
sebagai
Nabi
dan
fitnah‐fitnah
lainnya.
Bacalah
perkara
ini
di
dalam
kitab
al‐Iraaq
fi
Ahaaditsi
wa
Aatsari
al‐Fitan
karya
Syaikh
Abu
Ubaidah
Masyhur
bin
Hasan
Alu
Salman
hafizhahullahu,
beliau
memaparkan
seluruh
hadits‐hadits
fitnah
dan
menunjukkan
jalan‐jalan
periwayatan
hadits
serta
pemahaman
ulama
ahlil
hadits
terhadap
hadits
fitan
ini.
Syaikh
Al‐Albani
rahimahullah
berkata
dalam
Mukhtashar
Shahih
Al‐Imam
Al‐ Bukhari,
catatan
kaki
hadits
no
544:
“Lafal
Najdina
di
situ
maksudnya
adalah
negeri
Irak
kami,
sebagaimana
dijelaskan
dalam
beberapa
riwayat
yang
shahih.
Demikian
pulalah
penafsiran
Al‐Khaththabi
dan
Al‐Asqalani
sebagaimana
telah
aku
jelaskan
di
dalam
risalahku
Fadhaailusy‐ Syam
(halaman
9‐10,
hadits
no
8).
Berbeda
dengan
pendapat
kebanyakan
orang
sekarang
yang,
karena
ketidaktahuannya,
menganggap
bahwa
yang
dimaksud
dengan
Najd
adalah
Najd
yang
terkenal
itu.
Juga
menganggap
bahwa
hadits
itu
menunjuk
kepada
Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
para
pengikutnya.
20
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Semoga
Allah
menyucikan
mereka,
karena
merekalah
yang
mengibarkan
bendera
tauhid
di
negeri
Najd
dan
lain‐lainnya.
Mudah‐mudahan
Allah
membalas
mereka
dengan
balasan
yang
sebaik‐baiknya
atas
usahanya
memperjuangkan
Islam.”
Tuduhan:
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
itu
bukanlah
seorang
yang
berilmu.
Dia
belum
pernah
belajar
dari
para
syaikh,
dan
mungkin
saja
ilmunya
dari
setan!37
Jawaban:
Pernyataan
ini
menunjukkan
butanya
tentang
biografi
Asy‐Syaikh,
atau
pura‐pura
buta
dalam
rangka
penipuan
intelektual
terhadap
umat.
Bila
ditengok
sejarahnya,
ternyata
beliau
sudah
hafal
Al‐Qur`an
sebelum
berusia
10
tahun.
Belum
genap
12
tahun
dari
usianya,
sudah
ditunjuk
sebagai
imam
shalat
berjamaah.
Dan
pada
usia
20
tahun
sudah
dikenal
mempunyai
banyak
ilmu.
Setelah
itu
rihlah
(pergi)
menuntut
ilmu
ke
Makkah,
Madinah,
Bashrah,
Ahsa`,
Bashrah
(yang
kedua
kalinya),
Zubair,
kemudian
kembali
ke
Makkah
dan
Madinah.
Gurunya
pun
banyak38
di
antaranya
adalah:
a.
Di
Najd:
‐
Asy‐Syaikh
Abdul
Wahhab
bin
Sulaiman39
‐
dan
Asy‐Syaikh
Ibrahim
bin
Sulaiman40
b.
Di
Makkah:
Asy‐Syaikh
Abdullah
bin
Salim
bin
Muhammad
Al‐Bashri
Al‐Makki
Asy‐Syafi’i.41
c.
Di
Madinah:
‐
Asy‐Syaikh
Abdullah
bin
Ibrahim
bin
Saif.42
37
Tuduhan
Sulaiman
bin
Muhammad
bin
Suhaim,
Qadhi
Manfuhah
38
‘Aqidah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
As‐Salafiyyah,
1/143‐171.
39
Ayah
beliau,
dan
seorang
ulama
Najd
yang
terpandang
di
masanya
dan
hakim
di
‘Uyainah
40
Paman
beliau,
dan
sebagai
hakim
negeri
Usyaiqir.
41
Hafizh
negeri
Hijaz
di
masanya.
Seorang
faqih
terpandang,
murid
para
ulama
Madinah
sekaligus
murid
Abul
Mawahib
(ulama
besar
negeri
Syam).
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
mendapatkan
ijazah
dari
guru
beliau
ini
untuk
meriwayatkan,
mempelajari
dan
mengajarkan:
‐
Shahih
Al‐Bukhari
dengan
sanadnya
sampai
kepada
Al‐Imam
Al‐Bukhari
serta
syarah‐syarahnya,
‐
Shahih
Muslim
serta
syarah‐syarahnya,
‐
Sunan
At‐Tirmidzi
dengan
sanadnya,
‐
Sunan
Abi
Dawud
dengan
sanadnya,
42
21
“Wahhabi”
[MANHAJ]
‐
Asy‐Syaikh
Muhammad
Hayat
bin
Ibrahim
As‐Sindi
Al‐Madani43,
‐
Asy‐Syaikh
Isma’il
bin
Muhammad
Al‐Ajluni
Asy‐Syafi’i44,
‐
Asy‐Syaikh
‘Ali
Afandi
bin
Shadiq
Al‐Hanafi
Ad‐Daghistani,45
‐
Asy‐Syaikh
Abdul
Karim
Afandi,
‐
Asy‐Syaikh
Muhammad
Al
Burhani,
‐
dan
Asy‐Syaikh
‘Utsman
Ad‐Diyarbakri.
d.
Di
Bashrah:
Asy‐Syaikh
Muhammad
Al‐Majmu’i46.
e.
Di
Ahsa`:
Asy‐Syaikh
Abdullah
bin
Muhammad
bin
Abdul
Lathif
Asy‐Syafi’i.
‐
Sunan
Ibnu
Majah
dengan
sanadnya,
‐
Sunan
An‐Nasa‘i
Al‐Kubra
dengan
sanadnya,
‐
Sunan
Ad‐Darimi
dan
semua
karya
tulis
Al‐Imam
Ad‐Darimi
dengan
sanadnya,
‐
Silsilah
Al‐‘Arabiyyah
dengan
sanadnya
dari
Abul
Aswad
dari
‘Ali
bin
Abi
Thalib,
Dan
juga
semua
buku
karya
Ibnu
Malik,
seperti:
‐
Al‐Imam
An‐Nawawi,
‐
Alfiyah
Al‐’Iraqi,
‐
At‐Targhib
Wat
Tarhib,
‐
Al‐Khulashah
dan
juga,
‐
Sirah
Ibnu
Hisyam
dan
seluruh
karya
tulis
Ibnu
Hisyam,
‐
semua
karya
tulis
Al‐Hafizh
Ibnu
Hajar
Al‐’Asqalani,
‐
buku‐buku
Al‐Qadhi
‘Iyadh,
‐
buku‐buku
qira’at,
‐
kitab
Al‐Qamus
dengan
sanadnya,
‐
Musnad
Al‐Imam
Asy‐Syafi’i,
‐
Muwaththa’
Al‐Imam
Malik,
‐
Musnad
Al‐Imam
Ahmad,
‐
Mu’jam
Ath‐Thabrani,
‐
buku‐buku
As‐Suyuthi
dsb.
43
Ulama
besar
Madinah
di
masanya.
44
Penulis
kitab
Kasyful
Khafa‘
Wa
Muzilul
Ilbas
‘Amma
Isytahara
‘Ala
Alsinatin
Nas.
45
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdul
Wahhab
bertemu
dengannya
di
kota
Madinah
dan
mendapatkan
ijazah
darinya
seperti
yang
didapat
dari
Asy‐Syaikh
Abdullah
bin
Ibrahim
bin
Saif.
46
Ulama
terkemuka
daerah
Majmu’ah,
Bashrah.
22
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Tuduhan:
Tidak
menghormati
para
wali
Allah,
dan
hobinya
menghancurkan
kubah/bangunan
yang
dibangun
di
atas
makam
mereka.
Jawaban:
Pernyataan
bahwa
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
tidak
menghormati
para
wali
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala,
merupakan
tuduhan
dusta.
Beliau
berkata
– dalam
suratnya
kepada
penduduk
Qashim–:
“Aku
menetapkan
(meyakini)
adanya
karamah
dan
keluarbiasaan
yang
ada
pada
para
wali
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala,
hanya
saja
mereka
tidak
berhak
diibadahi
dan
tidak
berhak
pula
untuk
diminta
dari
mereka
sesuatu
yang
tidak
dimampu
kecuali
oleh
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala.”
47
Adapun
penghancuran
kubah/bangunan
yang
dibangun
di
atas
makam
mereka,
maka
beliau
mengakuinya
–sebagaimana
dalam
suratnya
kepada
para
ulama
Makkah48–
Namun
hal
itu
sangat
beralasan
sekali,
karena
kubah/bangunan
tersebut
telah
dijadikan
sebagai
tempat
berdoa,
berkurban
dan
bernadzar
kepada
selain
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala.
Sementara
Asy‐Syaikh
sudah
mendakwahi
mereka
dengan
segala
cara,
dan
beliau
punya
kekuatan
(bersama
waliyyul
amri)
untuk
melakukannya,
baik
ketika
masih
di
‘Uyainah
ataupun
di
Dir’iyyah.
Hal
ini
pun
telah
difatwakan
oleh
para
ulama
dari
empat
madzhab.
Sebagaimana
telah
difatwakan
oleh
sekelompok
ulama
madzhab
Syafi’i
seperti
Ibnul
Jummaizi,
Azh‐Zhahir
At‐Tazmanti
dll,
seputar
penghancuran
bangunan
yang
ada
di
pekuburan
Al‐Qarrafah
Mesir.
Al‐Imam
Asy‐Syafi’i
sendiri
berkata:
“Aku
tidak
menyukai
(yakni
mengharamkan)
pengagungan
terhadap
makhluk,
sampai
pada
tingkatan
makamnya
dijadikan
sebagai
masjid.”
Al‐Imam
An‐Nawawi
dalam
Syarhul
Muhadzdzab
dan
Syarh
Muslim
mengharamkam
secara
mutlak
segala
bentuk
bangunan
di
atas
makam.
Adapun
Al‐Imam
Malik,
maka
beliau
juga
mengharamkannya,
sebagaimana
yang
dinukilkan
oleh
Ibnu
Rusyd.
47
Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al
Wahhabiyyah,
hal.
119
48
Ibid,
hal.
76.
23
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Sedangkan
Al‐Imam
Az‐Zaila’i
(madzhab
Hanafi)
dalam
Syarh
Al‐Kanz
mengatakan:
“Diharamkan
mendirikan
bangunan
di
atas
makam.”
Dan
juga
Al‐Imam
Ibnul
Qayyim
(madzhab
Hanbali)
mengatakan:
“Penghancuran
kubah/bangunan
yang
dibangun
di
atas
kubur
hukumnya
wajib,
karena
ia
dibangun
di
atas
kemaksiatan
kepada
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam.”
49
Demikianlah
bantahan
ringkas
terhadap
beberapa
tuduhan
miring
yang
ditujukan
kepada
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab.
Untuk
mengetahui
bantahan
atas
tuduhan‐tuduhan
miring
lainnya,
silahkan
baca
karya‐karya
tulis
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
kemudian
buku‐buku
para
ulama
lainnya
seperti:
‐
Ad‐Durar
As‐Saniyyah
fil
Ajwibah
An‐Najdiyyah,
disusun
oleh
Abdurrahman
bin
Qasim
‐
An‐Najdi
Shiyanatul
Insan
‘An
Waswasah
Asy‐Syaikh
Dahlan,
karya
Al‐‘Allamah
Muhammad
Basyir
As‐Sahsawani
Al‐Hindi.
‐
Raddu
Auham
Abi
Zahrah,
karya
Asy‐Syaikh
Shalih
bin
Fauzan
Al‐Fauzan
Demikian
pula
buku
bantahan
beliau
terhadap
Abdul
Karim
Al‐Khathib.
‐
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
Mushlihun
Mazhlumun
Wa
Muftara
‘Alaihi,
karya
Al‐Ustadz
Mas’ud
An‐Nadwi.
‐
‘Aqidah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
As
Salafiyyah,
karya
Dr.
Shalih
bin
Abdullah
Al‐’Ubud.
‐
Da’watu
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
Bainal
Mu’aridhin
wal
Munshifin
wal
Mu`ayyidin,
karya
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Jamil
Zainu,
dsb.
49
(Lihat
Fathul
Majid
Syarh
Kitabit
Tauhid
karya
Asy‐Syaikh
Abdurrahman
bin
Hasan
Alusy‐Syaikh,
hal.284‐
286).
24
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Barakah
Dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
Bin
Abdul
Wahhab
Dakwah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
merupakan
dakwah
yang
penuh
barakah.
Buahnya
pun
bisa
dirasakan
hampir
di
setiap
penjuru
dunia
Islam,
bahkan
di
dunia
secara
keseluruhan.
Di
Jazirah
Arabia50
Di
Jazirah
Arabia
sendiri,
pengaruhnya
luar
biasa.
Berkat
dakwah
tauhid
ini
mereka
bersatu
yang
sebelumnya
berpecah
belah.
Mereka
mengenal
tauhid,
ilmu
dan
ibadah
yang
sebelumnya
tenggelam
dalam
penyimpangan,
kebodohan
dan
kemaksiatan.
Dakwah
tauhid
juga
mempunyai
peran
besar
dalam
perbaikan
akhlak
dan
muamalah
yang
membawa
dampak
positif
bagi
Islam
itu
sendiri
dan
bagi
kaum
muslimin,
baik
dalam
urusan
agama
ataupun
urusan
dunia
mereka.
Berkat
dakwah
tauhid
pula
tegaklah
Daulah
Islamiyyah
(di
Jazirah
Arabia)
yang
cukup
kuat
dan
disegani
musuh,
serta
mampu
menyatukan
negeri‐negeri
yang
selama
ini
berseteru
di
bawah
satu
bendera.
Kekuasaan
Daulah
ini
membentang
dari
Laut
Merah
(barat)
hingga
Teluk
Arab
(timur),
dan
dari
Syam
(utara)
hingga
Yaman
(selatan),
daulah
ini
dikenal
dalam
sejarah
dengan
sebutan
Daulah
Su’udiyyah
I.
Pada
tahun
1233
H/1818
M
daulah
ini
diporak‐porandakan
oleh
pasukan
Dinasti
Utsmani
yang
dipimpin
Muhammad
‘Ali
Basya.
Pada
tahun
1238
H/1823
M
berdiri
kembali
Daulah
Su’udiyyah
II
yang
diprakarsai
oleh
Al‐Imam
Al‐Mujahid
Turki
bin
Abdullah
bin
Muhammad
bin
Su’ud,
dan
runtuh
pada
tahun
1309
H/1891
M.
Kemudian
pada
tahun
1319
H/1901
M
berdiri
kembali
Daulah
Su’udiyyah
III
yang
diprakarsai
oleh
Al‐Imam
Al‐Mujahid
Abdul
‘Aziz
bin
Abdurrahman
bin
Faishal
bin
Turki
Alu
Su’ud.
Daulah
Su’udiyyah
III
ini
kemudian
dikenal
dengan
nama
Al‐ Mamlakah
Al‐’Arabiyyah
As‐Su’udiyyah,
yang
dalam
bahasa
kita
biasa
disebut
Kerajaan
Saudi
Arabia.
Ketiga
daulah
ini
merupakan
daulah
percontohan
di
masa
ini
dalam
hal
tauhid,
penerapan
Sunnah
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
dan
syariat
Islam,
keamanan,
kesejahteraan
dan
perhatian
terhadap
urusan
kaum
muslimin
dunia
(terkhusus
Daulah
Su’udiyyah
III).
50
Diringkas
dari
Haqiqatu
Da’wah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdul
Wahhab
wa
Atsaruha
Fil
‘Alamil
Islami,
karya
Dr.
Muhammad
bin
Abdullah
As‐Salman,
yang
dimuat
dalam
Majallah
Al‐Buhuts
Al‐Islamiyyah
edisi.
21,
hal.
140‐145.
25
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Dengan
itu
semua,
dakwah
tauhid
ini
telah
merealisasikan
syarat‐syarat
terwujudnya
janji
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
bagi
umat
ini:
"Allah
telah
berjanji
kepada
orang‐orang
yang
beriman
di
antara
kalian
dan
mengerjakan
amal‐amal
shalih
bahwa
Dia
sungguh‐sungguh
akan
menjadikan
mereka
berkuasa
di
muka
bumi,
sebagaimana
Dia
telah
menjadikan
orang‐orang
yang
sebelum
mereka
berkuasa.
Dan
sungguh
Dia
akan
meneguhkan
bagi
mereka
agama
yang
telah
diridhai‐Nya
untuk
mereka
dan
Dia
benar‐benar
akan
menggantikan
kondisi
mereka
setelah
mereka
berada
dalam
ketakutan
menjadi
aman
sentosa.
Mereka
tetap
beribadah
kepada‐Ku
dengan
tiada
mempersekutukan
sesuatu
apapun
dengan‐Ku….”
(An‐Nur
24:
55).
Dari
negeri
tauhid
dan
sunnah
ini
telah
muncul
manfaat
yang
sangat
besar
bagi
umat
Islam
di
seluruh
dunia.
Hal
ini
terwujud
dalam
berbagai
bidang,
antara
lain:
1.
Bidang
Keilmuan
Negeri
ini
menjadi
mercusuar
ilmu‐ilmu
Islam
dan
aqidah
Ahlus
Sunnah.
Di
dalamnya
dipenuhi
para
ulama
kibar
(besar)
dari
dalam
maupun
luar.
Sejak
masa
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
rahimahullahu
hingga
masa
kini,
terus
bermunculan
para
ulama
besar
yang
membimbing
umat
di
seluruh
dunia.
Betapa
besar
kebutuhan
umat
terhadap
ilmu,
fatwa
dan
bimbingan
mereka.
Buku‐buku
dan
karya
ilmiah
mereka
memenuhi
dunia.
Dibaca
dan
disimak
oleh
kaum
muslimin.
Tercatat
sekian
nama
besar
ulama
dunia
yang
telah
belajar
dan
menimba
ilmu
dari
mereka.
26
“Wahhabi”
[MANHAJ]
2.
Bidang
Dakwah
Dan
Pendidikan
Daulah
tauhid
ini
berupaya
dengan
sekuat
tenaganya
untuk
menyebarkan
aqidah
tauhid
dan
sunnah
di
seluruh
penjuru
dunia.
Hal
itu
mereka
lakukan
dengan:
a.
Pengiriman
dai‐dai
ke
manca
negara.
b.
Mendirikan
berbagai
macam
lembaga
pendidikan
di
dalam
negeri,
yang
memberi
kesempatan
kepada
para
pelajar
dari
berbagai
negeri
untuk
menuntut
ilmu
dengan
segala
fasilitas
dan
kemudahan
yang
disediakan
Pemerintah
Saudi
Arabia,
yang
mungkin
para
pelajar
tersebut
justru
tidak
pernah
mendapatkannya
di
negeri
mereka
masing‐masing.
c.
Memprakarsai
pembangunan
lembaga
pendidikan
di
berbagai
negeri
mulai
dari
tingkat
madrasah
ibtidaiyyah
hingga
perguruan
tinggi
dan
pondok‐pondok
pesantren,
baik
di
benua
Afrika,
Eropa,
maupun
Asia.
Dana
dan
fasilitas
pun
disediakan
demi
kelancaran
pendidikan
tersebut.
Demikian
juga
kitab
dan
buku‐ buku
paket
ataupun
non
paket
yang
dibagikan
secara
gratis,
di
samping
adanya
beasiswa
dan
tunjangan
lainnya.
d.
Pencetakan
jutaan
eksemplar
mushaf
Al‐Qur`an
dengan
Rasm
‘Utsmani
dengan
bentuk
cetakan
yang
lux
dan
dibagikan
secara
gratis
ke
seluruh
dunia.
Dilanjutkan
dengan
penerjemahan
mushaf
Al‐Qur`an
ke
dalam
berbagai
bahasa
dunia,
dengan
jumlah
jutaan
eksemplar
dan
dibagikan
secara
gratis
pula.
3.
Bidang
Sosial
Politik
Dan
Keamanan
Dakwah
tauhid
ini,
dengan
izin
Allah,
telah
berhasil
menyatukan
kabilah‐kabilah
di
Najd
di
atas
tauhid
dan
sunnah.
Sehingga
mengakhiri
berbagai
macam
permusuhan
berkepanjangan
yang
ada
selama
ini.
Umat
pun
bersatu
dalam
satu
daulah
yang
mengibarkan
panji‐panji
tauhid
dan
sunnah.
Dakwah
ini
tersebar
dan
disambut
di
berbagai
negeri,
dan
menumbuhkan
semangat
beragama
dan
berjihad
pada
umat
Islam
yang
selama
ini
terkubur
dalam
kubungan
syirik,
bid’ah,
dan
khurafat.
Hal
ini
tentu
saja
menyulut
gelora
perlawanan
kaum
muslimin
di
berbagai
negeri
untuk
bangkit
berjihad
melawan
para
penjajah
kafir,
baik
di
Afrika
Utara
melawan
Inggris
dan
Prancis,
di
Aljazair
dan
Libya
menghadapi
Italia,
di
India
melawan
Inggris,
termasuk
juga
di
Indonesia
dalam
menghadapi
penjajah
kafir
Belanda,
serta
masih
banyak
lagi
yang
lainnya.51
51
Tash‐hihu
Khatha`in
Tarikhi
Haula
Al‐Wahhabiyyah,
Dr.
Muhammad
bin
Sa’d
Asy‐Syuwai’ir
hal.
63‐74
(cet
III/1419
H).
27
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Di
Dunia
Islam52
Dakwah
tauhid
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
merambah
dunia
Islam,
yang
terwakili
pada
Benua
Asia
dan
Afrika,
barakah
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
pun
menyelimutinya.
Di
Benua
Asia
dakwah
tersebar
di
Yaman,
Qatar,
Bahrain,
beberapa
wilayah
Oman,
India,
Pakistan
dan
sekitarnya,
Indonesia,
Turkistan,
dan
Cina.
Adapun
di
Benua
Afrika,
dakwah
Tauhid
tersebar
di
Mesir,
Libya,
Al‐Jazair,
Sudan,
dan
Afrika
Barat.
Dan
hingga
saat
ini
dakwah
terus
berkembang
ke
penjuru
dunia,
bahkan
merambah
pusat
kekafiran
Amerika
dan
Eropa.
52
Diringkas
dari
Haqiqatu
Da’wah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdul
Wahhab
wa
Atsaruha
Fil
‘Alamil
Islami,
karya
Dr.
Muhammad
bin
Abdullah
As
Salman,
yang
dimuat
dalam
Majallah
Al‐Buhuts
Al‐Islamiyyah
edisi.
21,
hal.146‐149.
28
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Pujian
Ulama
Dunia
Terhadap
Asy‐Syaikh
Muhammad
Bin
Abdul
Wahhab
Dan
Dakwah
Beliau
Pujian
ulama
dunia
terhadap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
dakwahnya
amatlah
banyak.
Namun
karena
terbatasnya
ruang
rubrik,
cukuplah
disebutkan
sebagiannya
saja.53
1.
Al‐Imam
Ash‐Shan’ani
(Yaman).
Beliau
kirimkan
dari
Shan’a
bait‐bait
pujian
untuk
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
dakwahnya.
Bait
syair
yang
diawali
dengan:
“Salamku
untuk
Najd
dan
siapa
saja
yang
tinggal
sana.
Walaupun
salamku
dari
kejauhan
belum
mencukupinya.”
Beliaupun
pernah
berkata:
“Telah
datang
kabar
gembira
(datangnya
Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab).
Yang
telah
mengembalikan
syariat
Islam.
Beliau
singkap
kebodohan
orang
jahil
dan
mubtadi’
maka
beliau
sama
denganku.
Beliau
bangun
kembali
tiang‐tiang
agama
dan
menghancurkan
kuburan‐kuburan
keramat
yang
membuat
manusia
sesat.
Mereka
membuat
kembali
berhala‐berhala
seperti
suwa’,
yaghuts,
wad
dan
ini
sejelek‐ jeleknya.
Dan
mereka
memohon
kepada
berhala‐berhala
itu
dikala
susah
seperti
seorang
yang
meminta
Allah
Yang
Maha
Esa.
Berapa
banyak
orang
yang
thawaf
di
kuburan
sambil
mencium
dan
mengusap
dinding‐dinding
kuburan
dengan
tangan‐ tangan
mereka.”
2.
Al‐Imam
Asy‐Syaukani
rahimahullahu
(Yaman).
Ketika
mendengar
wafatnya
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
beliau
layangkan
bait‐bait
pujian
terhadap
Asy‐Syaikh
dan
dakwahnya.
Di
antaranya:
“Telah
wafat
tonggak
ilmu
dan
pusat
kemuliaan.
Referensi
utama
para
pahlawan
dan
orang‐orang
mulia.
Dengan
wafatnya,
nyaris
wafat
pula
ilmu‐ilmu
agama.
Wajah
kebenaran
pun
nyaris
lenyap
ditelan
derasnya
arus
sungai.”
53
Untuk
mengetahui
lebih
luas,
lihatlah
kitab
Da’watu
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdul
Wahhab
Bainal
Mu’aridhin
wal
Munshifin
wal
Mu`ayyidin,
hal.
82‐90,
dan
‘Aqidah
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
‘Abdul
Wahhab
As‐Salafiyyah,
2/371‐474.
29
“Wahhabi”
[MANHAJ]
3.
Muhammad
Hamid
Al‐Fiqi
(Mesir).
Beliau
berkata:
“Sesungguhnya
amalan
dan
usaha
yang
beliau
lakukan
adalah
untuk
menghidupkan
kembali
semangat
beramal
dengan
agama
yang
benar
dan
mengembalikan
umat
manusia
kepada
apa
yang
telah
ditetapkan
dalam
Al‐Qur`an…
dan
apa
yang
dibawa
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
serta
apa
yang
diyakini
para
shahabat,
para
tabi’in
dan
para
imam
yang
terbimbing.”
4.
Dr.
Taqiyuddin
Al‐Hilali
(Irak).
Beliau
berkata:
“Tidak
asing
lagi
bahwa
Al‐Imam
Ar‐Rabbani
Al‐Awwab
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
benar‐benar
telah
menegakkan
dakwah
tauhid
yang
lurus.
Memperbaharui
(kehidupan
umat
manusia)
seperti
di
masa
Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam
dan
para
shahabatnya.
Dan
mendirikan
daulah
yang
mengingatkan
umat
manusia
kepada
daulah
di
masa
Al‐Khulafa`
Ar‐Rasyidin.”
5.
Asy‐Syaikh
Mulla
‘Umran
bin
‘Ali
Ridhwan
(Linjah,
Iran).
Beliau
–ketika
dicap
sebagai
Wahhabi–
berkata:
“Jikalau
mengikuti
Ahmad
(yakni
Råsulullåh
shållallåhu
'alaihi
wa
sallam)
dicap
sebagai
Wahhabi.
Maka
kutegaskan
bahwa
aku
adalah
Wahhabi.
Kubasmi
segala
kesyirikan
dan
tiadalah
ada
bagiku.
Rabb
selain
Allah
Dzat
Yang
Maha
Tunggal
lagi
Maha
Pemberi.”
6.
Asy‐Syaikh
Ahmad
bin
Hajar
Al‐Buthami
(Qatar).
Beliau
berkata:
“Sesungguhnya
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
An‐Najdi
adalah
seorang
da’i
tauhid,
yang
tergolong
sebagai
pembaharu
yang
adil
dan
pembenah
yang
ikhlas
bagi
agama
umat.”
30
“Wahhabi”
[MANHAJ]
7.
Al
‘Allamah
Muhammad
Basyir
As‐Sahsawani
(India).
Kitab
beliau
Shiyanatul
Insan
‘An
Waswasah
Asy‐Syaikh
Dahlan,
sarat
akan
pujian
dan
pembelaan
terhadap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
dakwahnya.
8.
Asy‐Syaikh
Muhammad
Nashiruddin
Al‐Albani
(Syam).
Beliau
berkata:
“Dari
apa
yang
telah
lalu,
nampaklah
kedengkian
yang
sangat,
kebencian
durjana,
dan
tuduhan
keji
dari
para
penjahat
(intelektual)
terhadap
Al‐Imam
Al
Mujaddid
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
–semoga
Allah
Subhanahu
wa
Ta'ala
merahmatinya
dan
mengaruniainya
pahala–,
yang
telah
mengeluarkan
manusia
dari
gelapnya
kesyirikan
menuju
cahaya
tauhid
yang
murni…”
9.
Ulama
Saudi
Arabia.
Tak
terhitung
banyaknya
pujian
mereka
terhadap
Asy‐Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
dan
dakwahnya,
turun‐temurun
sejak
Asy‐Syaikh
masih
hidup
hingga
hari
ini.
Khatimah
Akhir
kata,
demikianlah
sajian
seputar
"Wahhabi"
yang
menjadi
momok
di
Indonesia
pada
khususnya
dan
di
dunia
Islam
pada
umumnya.
Semoga
sajian
ini
dapat
menjadi
penerang
di
tengah
gelapnya
permasalahan,
dan
pembuka
cakrawala
berfikir
untuk
tidak
berbicara
dan
menilai
kecuali
di
atas
pijakan
ilmu.
Wallahu
a’lam
bish‐shawab.
31
“Wahhabi”
[MANHAJ]
Maraji':
Gabungan dari beberapa artikel: 1. “Siapakah Wahhabi?” 2. “Sejarah Najd Dan Hubungannya Dengan Daulah 'Utsmaniyyah” 3. “Barokah Dakwah Tauhid” 4. “Musuh-Musuh Dakwah Tauhid” 5. “Fitnah Dan Tuduhan Dusta Kelompok Sesat Hizbut Tahrir Terhadap Dakwah Syaikh Imam Muhammad Bin Abdil Wahhab Rahimahullahu Ta'ala” 6. “Menjawab Tuduhan Batil Terhadap Dakwah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab” 7. “Siapa Sebenarnya Yang Agen Yahudi?” 8. Ringkasan Shahih Bukhari. 9. Majalah Ash-Asholah edisi 34 hal 28 Artikel digabung oleh al-akh Muhammad Asad Al-Farras, dan dirapikan formatnya oleh al-akh Abu Zuhriy al-Gharantaliy
32