BERBICARA
Waktu (baca : usia) adalah modal untuk melakukan amal shalih. Orang yang mengerti hakikat ini, maka dia tidak akan menggunakannya kecuali untuk perkara yang bermanfaat. Dia akan berusaha memanfaatkan segala potensi diri untuk mendapatkan pahala sebanyak mungkin. Diantara yang bisa mudah dimanfaatkan untuk menabung bekal disisi Allah Azza wa Jalla adalah lidah. Dengan lidah, seseorang bisa berdzikir dan saling nasehat menasehati sehingga meraih banyak pahala. Namun sebaliknya, lidah juga bisa mengakibatkan dosa dan menyeret seseorang ke neraka, jika tidak dimanfaatkan untuk kebaikan. Kesadaran seseorang terhadap fungsi dan bahaya lisan ini akan mendorong dirinya untuk menjaga lidah, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat. Berikut kami nukilkan beberapa bencana yang dapat ditimbulkan oleh lidah. Dengan harapan agar kita menjauhinya setelah kita faham. Karena kita tidak akan bisa menghindarinya kalau kita belum mengetahui berbagai bencana ini. Diantara bencana-bencana itu adalah : 1. Membicarakan Sesuatu Yang Tidak Bermanfaat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ما يل ي يععهنيهه ن ه ن ه إه ن ن إه ع ح ع ه ي معرءه ت يعرك ي ه سيلم ه ال ع ي م ع س ه Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat [HR. Tirmidzi, no. 2317; Ibnu Mâjah, no. 3976; Mâlik, 2/470; al-Baghawi, no. 4132. Dishahihkan oleh al-Albâni] Sesuatu yang tidak bermanfaat itu, bisa berupa perkataan atau perbuatan; perkara yang haram, atau makruh, atau perkara mubah yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, supaya terhindar dari bahaya lisan yang pertama ini, hendaklah seseorang selalu sesuatu yang mengandung kebaikan. Jika tidak bisa, hendaknya diam. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ي ن ي ق ع ت خره فيل عي ي ه ل ي ن هبالل نهه يوال عي يوعم ه اعل ه ن ي هؤ ع ه كا ي م ع ص ه ي خي عررا أوع ل هي ي ع م ه م ع Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia mengucapkan sesuatu yang baik atau diam. [HR. Bukhâri, no. 6475; Muslim, no. 47; dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu] Walaupun ini berat, namun seyogyanya seorang hamba yang ingin selamat di akhirat agar selalu berusaha untuk melakukannya. Diriwayatkan bahwa Muwarriq al-‘Ijli rahimahullah berkata : “Ada satu perkara yang aku sudah mencarinya semenjak duapuluh tahun lalu. Aku belum berhasil meraihnya. Namun aku tidak akan berhenti mencarinya”. Orang-orang bertanya: “Apa itu wahai Abu Mu’tamir?” Dia menjawab : “Diam (tidak membicarakan-red) dari sesuatu yang tidak bermanfaat bagiku”
2. Berdebat Dengan Cara Batil Atau Tanpa Ilmu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. إ ي م ل إ هيلى الل نهه اعل يل يد د ال ع ي خ ه ض الرر ي ه ن ص ه ن أب عغي ي جا ه
Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu mendebat. [HR. Bukhâri, no. 2457; Muslim, no. 2668; dll] Mendebat dalam hadits diatas maksudnya adalah mendebat dengan cara batil atau tanpa ilmu. Sedangkan orang yang berada di pihak yang benar, sebaiknya dia juga menghindari perdebatan. Karena debat itu akan membangkitkan emosi, mengobarkan kemurkaan, menyebabkan dendam, dan mencela orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: ن ي ن ت يير ي ن ت يير ي ك ح ق م ه أ يينا يز ه س ه قا ويب هب يي ع ت ك ال ع ه م ب هب يي ع ت ط ال ع ي كا ي ميراءي ويإ ه ع ض ال ع ي ت هفي وي ي جن نةه ل ه ي ن ه جن نةه ل ه ي عي م م ع م ع ت هفي يرب ي ه ي ن ي ه خل ه ي ن ه حا ويب هب يي ع ت ن ي ت هفي أع عيلى ال ع ي مازه ر كا ي ب ويإ ه ع ال عك يذ ه ي ح ن ق ه جن نةه ل ه ي ن ي س ي م ع Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya. [HR. Abu Dawud, no. 4800; dishahîhkan an-Nawawi dalam Riyâdhus Shâlihîn, no. 630 dan dihasankan oleh Syaikh alAlbâni di dalam ash-Shahîhah, no. 273] Mengingkari kemungkaran dan menjelaskan kebenaran merupakan kewajiban seorang Muslim. Jika penjelasan itu diterima, itulah yang dikehendaki. Namun jika ditolak, maka hendaklah dia meninggalkan perdebatan. Ini dalam masalah agama, apalagi dalam urusan dunia, maka tidak ada alasan untuk berdebat. 3. Banyak Berbicara, Suka Mengganggu Dan Sombong Masalah-masalah ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamdengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ي خيلرقا وإ ي ي ي إن م ي م م أي ع حا ه م ال ع ه م ه ن أب عغي ي يه ن مة ه أ ي م ع نأ ي سا ي يوع ي جل ه ر ي ويأب ععيد يك ه ع ضك ه ع سن يك ه ع قييا ي مرني ي ي ويأقعيرب هك ه ع حب رك ه ع م إ هل ي ن م إ هل ي ن ه ن ه ع ن ه ع ع ع سو ي مت ي ي مينا في عهه ه مت ي ي م ال ه ه قو ي شد رهقو ي مةه الث نعريثاهرو ي م ع سا ي يوع ي ن يقالوا ييا ير ه جل ه ر ل اللهه قيد ع ع يل ه ع ن يوال ه ن يوال ه قييا ي مرني ي ع ع ع ي ي ي ه ي ي ن ي ن رو ب ك ت م ل ا ل قا ن قو ه ه ي ف ي ت م ل ا ما ف ن قو د ش ت م ل وا ن رو ثا ر ث ال ه ي ره ي ي ع ه ي ي ه ي ر ي ي ه ي عه Sesungguhnya termasuk orang yang paling kucintai di antara kamu dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang-orang yang paling baik akhlaqnya di antara kamu. Dan sesungguhnya orang yang paling kubenci di antara kamu dan paling jauh tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah ats-tsartsârûn, al-mutasyaddiqûn, dan almutafaihiqûn. Para sahabat berkata: “Wahai Rsulullah, kami telah mengetahui al-tsartsârûn dan al-mutasyaddiqûn, tetapi apakah al-mutafaihiqûn? Beliau menjawab: “Orang-orang yang sombong”. [Hadits Shahih dengan penguat-penguatnya. HR Tirmidzi, no. 2018 dari Jâbir Radhiyallahu anhu ; dan Ahmad 2/369 dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu] Setelah meriwayatkan hadits ini, imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, ”ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara, sedangkan al-mutasyaddiq adalah orang yang biasa mengganggu orang lain dengan perkataan dan berbicara jorok kepada mereka”. Imam Ibnul Atsîr rahimahullah menjelaskan dalam kitab an-Nihâyah : “ats-Tsartsârûn adalah orang-orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri dan keluar dari kebenaran. al-
Mutasyaddiqûn adalah orang-orang yang berbicara panjang lebar tanpa hati-hati.. Ada juga yang mengatakan, al-mutasyaddiq adalah orang yang mengolok-olok orang lain dengan mencibirkan bibir kearah mereka”. Imam al-Mundziri rahimahullah mengatakan dalam at-Targhîb : “ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara dengan memaksakan diri. al-Mutasyaddiq adalah orang yang berbicara dengan seluruh bibirnya untuk menunjukkan kefasihan dan keagungan perkataannya. alMutafaihiq hampir semakna dengan al-mutasyaddiq. karena maknanya adalah orang yang memenuhi mulutnya dengan perkataan dan berbicara panjang lebar untuk menunjukkan kefasihannya, keutamaannya, dan merasa lebih tinggi dari orang lain. Oleh karena inilah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammenafsirkan al-mutafaihiq dengan orang yang sombong. [Dinukil dengan ringkas dari Tuhfatul Ahwâdzi, Syarh Tirmidzi] Tetapi tidak termasuk sajak yang dibenci, lafazh-lafazh yang disampaikan khatib, kalimat indah untuk memberi peringatan, asal tidak berlebihan dan aneh. Karena tujuannya adalah untuk membangkitkan hati dan menggerakkannya menuju kebaikan, kalimat yang indah, dan semacamnya. 4. Mengucapkan Perkataan Keji, Jorok, Celaan, Dan Semacamnya. Semua hal ini tercela dan terlarang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: ذيءه ن وييل ال ع ي فا ه ش وييل ال عب ي ه مؤ ع ه س ال ع ه ل يي ع ي ن وييل الل ننعا ه ن هبالط ننعا ه م ه ح ه Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya. [HSR. Tirmidzi, no. 1977; Ahmad, no. 3839 dan lain-lain] Fuhsy (keji) dan badza’ (jorok) adalah mengungkapkan perkara-perkara yang dianggap keji (tabu) dengan kata-kata gamblang. Biasanya tentang lafazh-lafazh jima’ dan yang berkaitan dengannya. Orang-orang yang sopan akan menjauhi ungkapanungkapan itu dan mengunakan kata-kata sindiran, sebagaimana dicontohkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa banyak perkataan keji dan jorok tersebar di zaman ini, di koran-koran, majalahmajalah, buku-buku, novel-novel, radio, HP, atau lainnya. Bahkan ada perkara yang lebih buruk dan lebih keji dari sekedar ucapan !! Namun yang bisa merasakan keburukannya adalah orang-orang yang hatinya masih hidup. Sedangkan orang yang hatinya sakit atau mati, maka dia tidak akan merasakan keburukannya, bahkan mungkin sebaliknya, dia akan merasa nikmat. Sebagaimana luka yang hanya dirasakan oleh orang yang masih hidup, sedangkan orang yang mati, dia tidak akan merasakan sakit akibat luka. Wallahul Musta’an.
5. Keterlaluan Dalam Bercanda. Yaitu semua waktunya digunakan untuk bercanda dan membuat orang tertawa. Sesungguhnya banyak canda akan menjatuhkan wibawa, menyebabkan dendam dan permusuhan, serta
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks