MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI BISNIS SYARI’AH (Studi pada Bank Muamalat Indonesia) Indah Piliyanti 1 Abstract The differences between Islamic business institution and non Islamic business institutions are related to the values of such institutions. Islamic business institution should be based on ethical and religious values. In turn, the corporate culture of Islamic business institution should be understood by all party in the organization. The Islamic business institutions would have different perspective on corporate culture concept with their conventional counterparts, which would affect their performance. This paper tries to discuss about the corporate culture in Islamic business institutions. We can learn from the corporate culture of Bank Muamalat Indonesia’s experience, the first Islamic bank in Indonesia which practices the unique corporate culture called the Celestial Management. This concept tried to transform religious messages from Al-Quran and Hadits in business matters. This Corporate culture could be the competitive advantages in the global market. It could be a model toward another Islamic business institutions in Indonesia. Keywords: The Celestial Management, Corporate Culture, Bank Muamalat Indonesia)
PENDAHULUAN Islam sebagai sebuah agama sempurna, memiliki seperangkat aturan yang dapat digunakan sebagai panduan dalam meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pedoman tersebut tidak hanya bertumpu pada ibadah mahdhah (hubungan pada Allah) namun, mengatur pula masalah muamalah. Pedoman Islam dalam bidang muamalah atau kegiatan bisnis terkait dengan hal-hal yang di perbolehkan dan tidak diperbolehkan.2 Di samping itu, konsep kerjasama dalam menjalankan sebuah usaha/bisnis telah di kenal dalam fiqh diantaranya melalui konsep syirkah. Saat ini, konsep syirkah modern mewujud dalam sebuah organisasi bisnis di berbagai industri. Sejak kebangkitan Ekonomi Islam tahun 1970an, banyak bermunculan institusi bisnis syariah yang menawarkan alternatif bagi masyarakat muslim di dunia, diantaranya melalui industri keuangan. Kehadiran institusi bisnis syariah di tengah persaingan bisnis non syariah (konvensional), membawa sejumlah konsekuensi tersendiri. Perbedaan filosofi dan konsep bisnis –syariah dan konvensional– membutuhkan perlakuan berbeda dalam prakteknya. Seluruh peraturan serta proses kerja institusi bisnis syariah harus mengacu pada aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah. Aturan syar’i dan nilainilai illahiyah tersebut selanjutnya menjadi pedoman dalam operasional sehari-hari dalam institusi tersebut. Salah satu institusi bisnis syariah yang dikenal pertama oleh masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia adalah Bank Islam. Bank Islam atau lazim disebut dengan bank syariah adalah bank yang sistem operasionalnya berdasarkan ajaran Islam. Bank syariah hadir sebagai solusi bagi 1
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta E-mail:
[email protected] 2 Sebagai ilustrasi hal-hal yang diperbolehkan adalah berniaga (berdagang) seperti dalam QS. 2:275. Sekaligus hal yang dilarang adalah pemungutan riba dalam ayat yang sama.
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
27
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam umat Islam di bidang keuangan di tengah perkembangan bank konvensional Penerapan prinsipprinsip ekonomi Islam seperti konsep bagi hasil, memungkinkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat terwujud. Bunga bank3 diyakini sebagai sebuah bentuk kezaliman finansial yang menjadikan ketidakadilan dalam berekonomi muncul. Sehingga saat ini masyarakat dunia –bukan hanya umat Islam tapi juga non muslim– mengakui konsep bank syariah sebagai sebuah pilihan di tengah layanan bank konvensional. Sebuah bank syari’ah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah4. Lingkungan kerja ini merupakan salah satu dari beberapa perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam seluruh proses kerja pada bank syariah harus mengacu pada nilai-nilai ajaran agama Islam dalam berbisnis. Bank syariah dalam prakteknya, memiliki tanggungjawab ganda selain menjalankan fungsi bisnis secara professional juga menjaga nilai-nilai islami dalam operasional bank sehari-hari. Sehingga, penerapan nilai-nilai yang diakui bersama menjadi sebuah keharusan dalam rangkaian budaya organisasi. Dalam perkembangannya, bisnis syariah tidak hanya monopoli industri perbankan syariah semata. Bisnis syariah telah merambah pada industri lainnya seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah bahkan saat ini muncul hotel syariah5. Diperkirakan, sektor industri lainnya akan meramaikan bisnis berbasis spiritual ini. Perkembangan bisnis syariah dari sisi kuantitas, harus diimbangi dengan peningkatan kualitas penerapan budaya organsisi. Tulisan ini akan mendiskusikan konsep corporate culture atau budaya organisasi dalam bisnis syariah. Lebih jauh, secara khusus akan melihat pengalaman Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai bank syariah pertama di Indonesia, khususnya tentang budaya kerja. Budaya kerja BMI, terangkum dalam sebuah konsep yang disebut dengan the celestial management. Pembagian pembahasan dalam makalah terdiri dari: bagian pertama, pembahasan umum tentang budaya organisasi yang terdiri dari pengertian, tujuan, bentuk dan fungsi budaya organisasi. Bagian kedua akan membahas pengalaman BMI dalam menerapkan konsep manajemen yang dikenal dengan the celestial management dan digunakan sebagai budaya organisasi di lingkungan kerja BMI. Pemahaman karyawan serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Bagian akhir dari tulisan akan membahas peran strategis budaya organisasi dalam pengembangan bisnis syariah di tengah persaingan globalisasi ekonomi yang tidak bisa dihindari. TELAAH TEORITIS Topik mengenai budaya organisasi merupakan topik penting untuk di kaji karena dari sini, akan terkuak identitas sebuah organisasi bisnis. Dengan mengetahui posisinya diantara organisasi bisnis lainnya, diharapkan akan di ketahui kelemahan dan keunggulan yang dimiliki organisasi bisnis tersebut. 3 Bunga bank, sampai saat ini tetap masih menjadi perdebatan. Sebagian pendapat meyakini bahwa bunga bank bukan riba. Sebagian lagi meyakini bahwa bunga bank adalah riba yang di haramkan dalam Islam. Untuk bacaan lebih lajut, baca misalnya: Samsul Anwar, Bunga dan Riba dalam Perspektif Hukum Islam, hal 1-33 dalam Jurnal Tarjih Edisi ke 9 Januari 2007 Yogyakarta. 4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute 2000) edisi khusus hal. 198 5 Di Indonesia, Hotel Sofyan di Jakarta telah mengawali praktik bisnis syariah di bidang industri perhotelan. Hotel ini berdiri pada tahun 1970an dan di konversi menjadi hotel syariah pada tahun 2003. Setelah melakukan konsolidasi penerapan prinsip syariah, kinerja keuangan meningkat. Dari 2003-2004 terjadi kenaikan pendapatan operasi sebesar 15,13%, 2004-2005 naik 14,81%, sayangnya pada 2006 lalu kenaikan hanya 4,77%. Karena imbas kenaikan harga BBM pada akhir 2005 yang membuat laju dunia usaha melambat. Bahkan, menurut Republika on-line, di Semarang telah hadir hotel syariah: Ohi Semesta selanjutnya baca dalam “Phi Semesta, Hotel Syariah di Semarang http://www.republika.co.id/ koran/17/49695/ Phi_Semesta_Hotel_Syariah_di_Semarangaccecess on June 2, 2009
28
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
Indah Piliyanti Penelitian Kotter dan Hasket mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara budaya organisasi dan kinerja perusahaan. Mereka berkesimpulan bahwa budaya merupakan nilai dominan yang didukung oleh organisasi dan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan yang memiliki komitmen untuk menghasilkan barang atau jasa yang berkualitas bagi konsumen sudah pasti memiliki budaya organisasi yang kuat tertanam pada setiap anggota dalam organisasi tersebut.6 1.
Definisi Budaya Organisasi Robbins mendefinisikan budaya organisasi sebagai sesuatu yang mengacu pada suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasiorganisasi lain. Sistem makna besama ini, bila diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.7 Schein mendefinisikan budaya organisasi sebagai berikut: A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaptation and internal integration that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new member as the correct way to percieve, think, and feel in relation to those problems.8 Sedangkan menurut Turner seperti dikutip oleh Kasali, budaya organisasi (perusahaan) dapat diartikan sebagai: “Norma-norma perilaku, sosial, dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas para anggotanya”9 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi tersusun dari: seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi, dan ditujukan bagi anggota organisasi. Jika Robbins lebih menekankan sistem nilai yang membedakan organisasi satu dengan lainnya (eksternal). Schein menekankan nilai-nilai yang dikembangkan organisasi digunakan sebagai solusi intenal maupun eksternal organisasi. Ketika sebuah institusi bisnis berdiri, maka mereka telah memiliki nilai-nilai apa yang akan mereka bangun dan kembangkan agar memiliki perbedaan dengan institusi bisnis lain. Misalnya “the HP Way”, hawlett package (HP) sebagai sebuah produsen printer, memiliki asumsi dan keyakinan untuk memberikan kepuasan pelanggan dengan cara bersedia memberi garansi penuh bagi pelanggan jika printer bahkan cartrige rusak. Cara menangani pelanggan ini, merupakan cara khas yang di miliki oleh HP yang membedakan dengan produsen lain pada industri yang sama. Begitu juga dengan institusi bisnis Islam, memiliki perbedaan dengan industri yang sudah ada. Landasan filosofis dan nilai-nilai yang dibangun, dikembangkan serta dikenalkan kepada karyawan dalam organisasi, berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama Islam. Nilai-nilai tersebut, menjadi dasar bagi setiap tindakan anggota organisasi dan perilaku mereka dalam bekerja. 2.
Tujuan Penerapan Budaya Organisasi Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku 6
John P. Kotter dan James L Hasett, Corporate Culture and Performance, alih bahasa Rony Antonius Rusli, (Jakarta: Prehallindo, 1992). Hasil penelitian Erni R. Ernawan, Pengaruh dan Orientasi Etika terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur, dalam Usahawan No. 9 Th. XXXIII September 2004, juga menemukan hal yang sama, bahwa budaya organisasi berpengaruh pada kinerja perusahaan. 7 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, edisi bahasa Indonesia jilid II, alih bahasa Hadyana Pujaatmaka ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 289 8 Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, Second Edition (Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher, 1997), hal. 12 9 Renald Kasali, Change, Cet 2 (Jakarta: Gramedia, 2005), hal. 285
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
29
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam dalam perusahaan atau organisasi tersebut.10 Tujuan setiap organisasi bisnis utamanya adalah mencari keuntungan/laba. Setiap pedoman dan nilai yang di bangun oleh sebuah organisasi pada muaranya agar setiap anggota organsisasi mencapai tujuan-tujuan bisnis. Sedangkan budaya organisasi dari sebuah perusahaan merupakan identitas bagi mereka. Budaya inilah yang kemudian membedakan satu organisasi bisnis satu dengan lainnya. Sehingga seluruh komponen anggota dari organisasi bisnis harus mengetahui serta menerapkannya dalam perilaku dalam bekerja. Dengan mematuhi dan menerapkan nilai-nilai yang berlaku dalam perusahaan tersebut, selanjutnya akan menimbulkan komitmen atau kepemilikan individu tersebut dalam sebuah organsisasi. 3.
Bentuk Budaya Organisasi Dalam sebuah perusahaan budaya organisasi mewuduj dalam dua bentuk yaitu: (1) Bentuk yang mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan secara menyeluruh, bentuk ini diartikan Kasali sebagai visible artifacts. Lapisan yang dapat dilihat secara kasat mata ini terdiri atas cara orang berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol, seperti logo perusahaan, lambang, merek, slogan, ritual dan sebagainya.11 dan (2) Bentuk yang tidak dapat dilihat seperti nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat dan proses berfikir dalam organisasi.
Terlihat*. Artifak seperti pakaian, tata ruang kantor symbol, slogan, upacara resmi
Tidak terlihat** Nilai-nilai yang diungkapkan. Asumsi dasar dan keyakinan
Sumber: Richard L Daft, 2003 (dimodifikasi) Gambar 1. Tingkatan Budaya Organisasi Dari gambar di atas, pada bentuk atau tingkatan budaya terlihat*, budaya yang dapat kita lihat pada tingkatan permukaan/kulit luar dari organisasi bisnis. Pada bentuk atau tingkatan budaya tidak terlihat** nilai-nilai yang lebih dalam dan pemahaman bersama yang dipegang oleh anggota organisasi. Bentuk budaya atau tingkatan budaya organsasi dalam performance bentuk fisik dapat langsung terlihat dan diidentifikasi, namun pada level tingkatan budaya organisasi yang lebih dalam, bentuk budaya bersifat abstrak karena tersusun dari nilai-nilai atau values yang menjadi dasar terbentuknya budaya dalam organisasi. Menurut Stephen P. Robbins, budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi: adalah sebagai berikut: (1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas: artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain; (2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; (3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen 10
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku dan Budaya Organisasi, Cet pertama (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal. 114
30
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
Indah Piliyanti pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang serta (4) Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para karyawan.12 Sedangkan menurut Schein budaya organisasi memiliki fungsi sebagai solusi untuk dapat beradaptasi dengan pihak luar organisasi (eksternal) dan konsolidasi dalam tubuh organisasi (internal).13 Fungsi budaya organisasi menurut Schein ini, memiliki dua dimensi sekaligus internal dan eksternal. Perkembangan bisnis dari waktu ke waktu mengalami perubahan yang besar. Globalisasi ekonomi sebagai sebuah kenyataan saat ini dimana satu organisasi bisnis satu negara dapat dengan mudah memasuki negara lain dengan kemampuan modal mereka. Suka tidak suka, perubahan lingkungan eksternal tersebut, dapat mempengaruhi organisasi bisnis di suatu negara. Oleh karena itu, budaya organisasi memegang kendali penuh untuk membentengi perubahan lingkungan eksternal dan secara arif menyikapi perubahan dengan positif. Dengan mengetahui fungsi budaya organisasi maka penting bagi manajemen sebuah oranisasi bisnis untuk selalu concern dalam meningkatkan kekuatan budaya perusahaan yang di wujudkan dalam peraturan dan kebijakan perusahaan. Agar budaya organisasi tertanam kuat dalam diri setiap anggota organisasi. PEMBAHASAN Belakangan ini, concern perusahaan-perusahaan besar terhadap aspek etikal telah berkembang lebih jauh menuju ke “spiritualisasi” manajemen. Perkembangan baru tersebut telah mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk meningkatkan spiritualitas para pimpinan dan karyawannya. Hal ini terjadi bukan semata-mata karena munculnya kecenderungan baru di negara-negara maju pada spiritualitas, melainkan juga karena adanya kaitan yang amat erat antara spiritualitas dengan keberhasilan bisnis.14 Keneth Blanchard dalam bukunya “The Power of Ethical Management” juga berpendapat bahwa moralitas yang tinggi adalah awal menuju kesuksesan bisnis.15 Salah satu sumber dari etika dan spiritualitas adalah berakar dari ajaran agama.16 Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, memiliki sistem nilai yang mengatur manusia dalam ibadah dan muamalah sebagai bekal kehidupan di dunia, untuk pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat. Bidang muamalah (bisnis) tercermin dalam sistem nilai yang harus di terapkan agar berbisnis berjalan fair, adil, menguntungkan serta sustainable (berkelanjutan dimasa mendatang). Kehadiran institusi bisnis syariah17, di tengah persaingan bisnis non syariah membawa sejumlah konsekuensi tersendiri. Perbedaan filosofi dan konsep bisnis membutuhkan perlakuan berbeda dalam 11
Renald Kasali, Change, Cet 2 (Jakarta: Gramedia, 2005, hal. 286 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, edisi bahasa Indonesia jilid II, alih bahasa Hadyana Pujaatmaka ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 294 13 Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, Second Edition (Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher, 1997), hal. 12 14 Haidar Bagir, “Dari Etika ke Mistisisme” dalam Gay Hendrick dan Kate Ludeman, The Corporate Mystic, Alih bahasa Fahmy Yamani, Cet. I (Bandung: Kaifa, 2002), hal. xiv. 15 Ibid, hal. Xiii 16 Reni Panuju, Etika Bisnis, Tinjauan Empiris dan Kiat Mengembangkan Bisnis Sehat, (Jakarta: Grasindo 1995), hal. 4. 17 Bisnis Syariah atau menurut Ismail Yusanto dan Karebet Widjadja Kusuma menyebutnya bisnis Islami dikendalikan oleh aturan halal dan haram, baik dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non islami. Dengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non islami tidak memperhatikan aturan halal haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan bisnis. Selanjutnya baca dalam: Ismail Yusanto dan Karebet Widjadjakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press. hal. 21 12
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
31
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam praktiknya. Seluruh peraturan serta proses kerja institusi bisnis syariah harus mengacu pada aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah. Aturan syar’i dan nilai-nilai illahiyah tersebut selanjutnya menjadi pedoman dalam operasional sehari-hari. Salah satu contoh budaya kerja18yang diterapkan di institusi bisnis syariah adalah sifat yang merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqamah, Fathanah, Amanah, dan Tabligh. Di samping sifat, budaya organisasi dari institusi syariah juga harus mencerminkan nilai-nilai Islam, misalnya dalam cara melayani nasabah, cara berpakaian, membiasakan shalat jamaah, doa di awal dan di akhir bekerja dan sebagainya. Hal inilah yang diterapkan di Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua di Indonesia.19 Para anggota organisasi bisnis/ karyawan di dalamnya, mengacu pada nilai-nilai yang telah di bangun oleh pendiri dan pengelola perusahaan dalam mencapai tujuan tujuan organisasi bisnis syariah yakni mencapai falah20. 1.
Konsep the Celestial Management sebagai Budaya Organisasi: Pengamalan BMI Kehadiran bank syariah ditengah perkembangan bank konvensional, sesungguhnya telah memiliki keunggulan kompetitif dengan konsep bagi hasilnya. Terbukti pada krisis moneter tahun 1998, Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank pertama syariah di Indonesia, terhindar dari negative spread dan selamat dari kehancuran. Satu satunya bank yang tidak masuk dalam daftar bank yang dilikuidasi waktu itu. Walaupun mengalami penurunan kinerja keuangan, dengan konsistensi menerapkan sistem syariah sebagai dasar operasional BMI berhasil menunjukkan bukti bahwa ternyata sistem bagi hasil yang diterapkan mampu menjadi solusi atas krisis yang melanda. Hal ini seperti diakui Chief Executive Officer (CEO) BMI21 Pasca BMI mampu keluar dari krisis A. Riawan Amin, selaku CEO BMI, menyusun pengalaman yang di praktikkan dalam budaya organisasi BMI, dalam sebuah konsep manajemen yang disebut dengan the celestial management. Penyusunan sebuah konsep budaya organisasi merupakan langkah awal membangun budaya organisasi yang kuat. Lebih penting lagi dari penyusunan sebuah konsep adalah menjaga agar praktek bisnis syariah sesuai dengan tujuan awalnya dengan menerapkan nilai-nilai keislaman dalam bekerja lebih kaaffah dari waktu kewaktu merupakan tugas berat para penerus organisasi selanjutnya. 2.
Elemen Budaya Organisasi BMI Konsep the celestial management terdiri dari duabelas atribut yang di ambil dari akronim ZIKR, PIKR, MIKR. Secara harfiah ZIKR berarti mengingat Allah, sementara PIKR berarti mendayagunakan akal. ZIKR membersihkan hati, PIKR mencerahkan nalar.22 Akronim tersebut, merujuk pada prinsip 3 W (Worship, Wealth, Welfare). Prinsip 3 W ini diartikan bahwa Muamalat is a place of worship, Muamalat is a place of Wealth, Muamalat di a place of Welfare. Kedua belas atribut konsep the celestial management ini menjadi elemen-elemen budaya organisasi BMI. Paradigma ilmu manajemen lama yang lekat dengan motivasi duniawi digeser dengan motivasi ukhrawi. Ilmu manajemen tidak lagi dengan pengertian getting things done through the people 18
Budaya perusahaan sering juga disebut budaya kerja, karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) Sumber Daya Manusia (SDM); makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi. Selanjutnya baca dalam http://pascasarjana-stiami.com/2009/03/30/budaya-organisasi/ 19 Didin Hafidhuddin dan Henri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2003. hal. 72 20 Konsep falah merupakan tujuan ekonomi Islam. Falah atau di artikan kejayaan di dunia dan di akhirat adalah tujuan yang ingin di raih oleh institusi bisnis Islam, sedangkan ekonomi sekuler untuk kepuasan di dunia saja. Untuk bacaan lebih lanjut lihat misalnya: Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Prenada 2006 21 A. Riawan Amin, The celestial management, Cet. 1 (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), hal. 21 22 Ibid., hal. 8
32
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
Indah Piliyanti (menempatkan CEO sebagai pusat koordinasi yang perintahnya harus dijalankan kru tanpa terkecuali) melainkan getting God-will done to the people (CEO menfasilitasi sebuah lingkungan yang sesuai dengan spirit moral, yang bisa dipertanggungjawabkan dihadapan manusia, sekaligus Tuhan. Kru –sebutan khusus bagi karyawan BMI- tidak pada posisi pasif, sebaliknya memberikan masukan dan pemikiran.23 3.
Atribut Konsep The Celestial Management Atribut konsep the celestical management meliputi (1) Zero Base. Dalam konteks Muamalat, seorang kru seharusnya memiliki zero base. Zero base diartikan memandang sesuatu apa adanya, yang kemudian diikuti dengan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Definisi diatas, merupakan definisi khusus yang ditujukan penggagasnya kepada karyawan Bank Muamalat untuk dijadikan acuan dalam bekerja. Artinya bahwa setiap kru harus memiliki kejernihan pikiran dalam memandang permasalahan yang mucul sehingga mampu memecahkan permasalahan dengan proporsional, bebas dari prasangka, (2) Iman. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia24, kata iman berasal dari bahasa Arab: amana-yu’minu-imanan. Dalam Al-Qur’an kata iman disebut tidak kurang dari 37x dan digunakan dalam hal arti yang beragam. Dalam teologi (Ilmu Ketuhanan) dijumpai pendapat yang berbeda-beda. Konsep iman menurut sebagian ulama’ secara langsung dipengaruhi oleh teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu.25 Sedangkan dalam Konteks Muamalat, iman diartikan sebagai suatu keyakinan. Kekuatan iman akan menjadi pengawas bagi setiap kru Muamalat untuk menampilkan diri sebagai pribadi muslim yang utuh. Setiap muslim akan sigap menjadi penolong bagi siapapun yang membutuhkan. Melayani sebaik mungkin nasabah, menjadi bagian yang tak terpisahkan.26 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya iman pada seseorang akan menumbuhkan perilaku terbaik dalam bekerja walaupun tidak dilihat atasan dan rekan kerja lainnnya. Apabila setiap karyawan memiliki pemahaman tentang iman sampai pada level ini, maka melayani nasabah sebaik mungkin disetiap waktu merupakan sebuah keniscayaan. (3) Konsisten. Istilah konsisten dalam bahasa arab berarti istiqamah. Menurut Hafidhudhin dan Tanjung (2003) sifat tersebut merupakan contoh budaya kerja di institusi syariah. Istiqamah artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai yang baik meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus menerus.27 Menurut penggagas konsep the celestial management, dengan bekal sikap konsisten karyawan maka akan tercipta keseimbangan yang harmonis antara kerja dan keluarga secara berkesinambungan. Keduanya merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan baik, tanpa membela satu kewajiban diatas kewajiban lainnya. Dengan sifat konsisten pula seorang mampu meraih kesuksesan, baik dunia maupun akhirat; (4) Result Oriented. Result diartikan sebagai hasil28 Sehingga result oriented dapat diartikan orientasi hasil. Dalam konteks bisnis result oriented pada sebuah organisasi adalah untuk menghasilkan laba. Dalam konteks Muamalat, result yang hendak dicapai bukan seperti yang diinginkan oleh organisasi bisnis pada umumnya, karena Muamalat tidak hanya sebuah institusi bisnis, tapi lebih dari itu, organisme dakwah. Dalam organisme dakwah
23
Ibid., hal.xiv Ensiklopedi Islam Indonesia jilid II, Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah Cetakan 2 Edisi revisi, ( Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 447-448 25 Ibid., hal. 449 26 A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 111 27 Didin Hafidhuddin dan Henri Tanjung, Manajemen,. hal. 73 28 Kamus Inggris Indonesia, Cetakan xxv oleh John M Encols dan Hassan Sadily, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal. 482 24
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
33
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam result utama yang hendak dicapai adalah kebahagiaan alam akhirat.29; (5) Power Sharing. Secara bahasa berarti kekuasaan/kekuatan30. Kekuasaan dan atau kekuatan biasanya dimiliki sebuah organisasi baik kecil maupun pada tataran sebuah negara. Kecenderungan sebuah kekuasaan adalah pada upaya untuk mengatur dan mempengaruhi kekuatan lain yang lebih kecil. Oleh karena itu agar sebuah kekuasaan terkendali dan sesuai dengan hukum yang berlaku harus dibatasi kewenangan dan tanggungjawabnya. Jika ini diabaikan maka penyalahgunaan kekuasaan menjadi sebuah keniscayaan.Dalam konteks Muamalat, power harus di bagi (share) serta diimbangi kontrol agar lebih fokus dan terkendali. Penggagas konsep the Celestial Management mendesain agar power dalam Muamalat tidak terfokus pada pimpinan puncak Cheif Executive Officer (CEO) maka terdapat mekanisme power sharing dimana memungkinkan untuk saling mengontol dan menjalankan tugas dan kewajibannya lebih fokus dan terkendali; (6) Information Sharing. Information dalam bahasa Indonesia diartikan keterangan31. Sehingga information sharing dapat diartikan berbagi informasi /keterangan. Keterangan terdiri dari data-data terkait dengan masalah tertentu. Keterangan dalam sebuah organisasi bisnis yang berorientasi profit dapat berupa data keuangan serta data lainnya yang menunjukkan kinerja dari sebuah institusi bisnis tersebut. Tujuan dibuatnya sejumlah informasi tersebut adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan usaha yang diperlukan bagi para stakeholder. Information sharing dalam konsep the celestial management merupakan sebuah bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) bank Muamalat pada seluruh stakeholder: investor, nasabah, pengurus serta karyawan. Karena pada dasarnya dana yang dikembangkan bank Muamalat merupakan dana amanah; (7) Knowledge Sharing. Knowledge secara bahasa diartikan pengetahuan/ ilmu pengetahuan32. Dengan demikian knowledge sharing dapat diartikan berbagi ilmu pengetahuan. Dalam sebuah organisasi bisnis knowledge menempati posisi penting untuk dapat bersaing ditengah perkembangan bisnis yang turbulen saat ini. Dalam sebuah organisasi bisnis agar knowledge dapat berkembang maka harus dibagi (share) antara anggota organisasi satu dengan lainnya. Berbagai cara dapat ditempuh untuk mendapatkan knowledge baik melalui jalur formal (akademik) maupun informal (pelatihan dan pengembangan keahlian). Dalam konteks Muamalat, proses pembentukan knowledge sharing perbankan tidak hanya secara klasikal. Manajemen juga memberlakukan proses penggalian ilmu melalui pertemuan tatap muka dimana pengajar bukan datang mengisi kekosongan otak murid, melainkan ia berusaha menggali ilmu itu kepada sang murid.33 Atribut knowledge sharing yang digagas Amin menekankan pada berjalannya sebuah proses berbaginya knowledge/ ilmu pengetahuan dalam tubuh Muamalat diantara seluruh komponen bank Muamalat. Sharing tidak hanya pada saat adanya pelatihan akan tetapi dapat berlangsung dari keseharian kru di lingkungan kerja; (8) Rewards Sharing. Reward secara bahasa berarti hadiah/hukuman.34 Sehingga reward sharing dapat diartikan berbagi hadiah/hukuman. Arti harfiah reward diatas memiliki dua dimensi yaitu positif berupa hadiah dan dimensi negatif berupa hukuman. Artinya jika diaplikasikan pada sebuah organisasi bisnis adalah apabila seseorang meraih sebuah kesuksesan (memenuhi target yang ditetapkan perusahaan) maka dia akan memperoleh reward positif dan begitu sebaliknya apabila mengalami kegagalan maka akan memperoleh reward negatif berupa hukuman. Dalam konteks Muamalat reward adalah bentuk kompensasi baik yang bersifat materil maupun imateril yang diterima oleh para kru, dikaitkan dengan business result mereka.35 Dengan demikian di Bank Muamalat tidak hanya reward positif berupa kompensasi atas hasil kerja baik material maupun 29
A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 124 Kamus Inggris Indonesia., hal. 441 31 Kamus Inggris Indonesia., hal. 321 32 Kamus Inggris Indonesia., hal. 344 33 A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 173 34 Kamus Inggris Indonesia., hal. 485 35 A. Riawan Amin, The Celestial., hal 177 30
34
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
Indah Piliyanti imaterial akan tetapi reward negatif juga diberikan bagi kru/ cabang yang tidak memenuhi target; (9) Militan. Dalam kamus bahasa Indonesia militan berarti: bersemangat tinggi, penuh gairah.36 Artinya seorang yang memiliki sifat militan akan selalu mengobarkan semangatnya untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya. Walaupuan tantangan dan hambatan yang harus dihadapi berat akan tetapi dengan sikap militan ini seseorang akan mampu menghadapinya dengan baik. Dalam konteks Muamalat, sikap militan seharusnya menjadi sikap dasar bagi setiap kru. Kru Muamalat harus bersemangat tinggi mengabdikan dirinya untuk pengabdian ekonomi umat. Mereka menempatkan Muamalat sebagai wadah perjuangan.37 Artinya apabila sikap militan dimiliki oleh setiap kru, maka mewujudkan Muamalat sebagai wadah perjuangan dakwah menjadi sebuah keniscayaan. Tanpa sikap ini, memimpikan bank Muamalat sebagai bank pertama murni syariah akan sia-sia; (10) Intelek. Dalam kamus bahasa Indonesia intelek (istilah psikologi) berarti daya/ proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan atau kecerdasan berpikir.38 Pengertian tersebut dapat berarti juga orang yang memiliki kepandaian. Sejarah mencatat Nabi Muhammad SAW memiliki tingkat intelektualitas tinggi, ini dibuktikan dengan kesuksesan beliau dalam berdakwah maupun berbisnis. Sifat ini dikenal dengan “fathanah”. Dalam konteks Muamalat, sikap dan cara kerja seorang kru Muamalat yang intelek didasari oleh prasangka baik kepada Allah sebagai pengaruh zero base, iman, militansi dan rasa aman.39 Konsep the celestial management menempatkan intelektualitas sebagai dasar bagi seorang kru dalam melaksanakan amanah para nasabah yang menimpan dananya di Muamalat. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan bisnis tidak mendasarkan pada feeling ataupun intuisi akan tetapi dengan kemampuan berfikir yang cerdas dan amanah (11) Kompetitif. Secara bahasa kompetitif berhubungan dengan kompetisi (persaingan).40 Persaingan terjadi disegala bidang kehidupan sebagai konsekuensi dari dinamika yang berkembang disetiap lini kehidupan. Agar memiliki kemampuan untuk bersaing (berkompetisi) dalam bidang apapun maka dibutuhkan kemampuan berfikir, berkarya dan berkreasi setiap saat. Terlebih lagi lingkungan bisnis yang berkembang pesat sehingga persaingan bisnis tinggi. Dalam konteks Muamalat, sumber daya insani yang mumpuni adalah kru yang memiliki dua syarat: militan dan intelek. Kru selalu diarahkan untuk bisa kompetitif. Kru yang kompetitif pada gilirannya akan mengarahkan organisasi memiliki daya saing yang tinggi ditengah kompetisi yang ada.41 serta (12) Regeneratif. Secara bahasa regeneratif berasal dari kata sifat regenerasi: yang berhubungan dengan penggantian dari generasi tua kepada generasi muda/peremanjaan42.. Ringkasnya, 12 atribut konsep the Celestial Management terlihat dalam gambar 2 berikut:
Gambar 2. 12 Atribut The Celestial Management 36
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2 Cetakan 9, Tim Penyusunan Kamus Pusat Pengembangan Bahasa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hal. 516 37 A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 221 38 Kamus Besar Bahasa Indonesia., hal. 383 39 A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 228 40 Kamus Besar Bahasa Indonesia,. hal. 516 41 A. Riawan Amin, The Celestial., hal. 234 42 Kamus Besar Bahasa Indonesia., hal. 827
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
35
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam Elemen budaya organisasi yang terdiri duabelas atribut di atas, diaplikasikan dalam bentuk program kerja, mekanisme dan pedoman bagi setiap anggota BMI yang kemudian membentuk mozaik muamalat. Misalnya untuk memperkuat budaya Islam dalam operasional sehari-hari terdapat ritual khusus: berdoa bersama, berjamaah sholat Zhuhur dan Ashar, kajian rutin setelah shalat ashar, baik harian maupun pengajian bulanan. Penerapan dalam tim kerja tercermin pada mekanisme program kerja dimana memungkinkan setiap karyawan dapat sharing mengenai segala hal yang terkait dengan masalah yang muncul berkaitan dengan nasabah. Sehingga dalam duabelas elemen budaya organisasi, memiliki dimensi pengembangan individu dan tim kerja yang solid.43 Setiap organisasi merupakan suatu satuan kerja yang mempunyai ciri-ciri, kondisi, kepribadian, system nilai, keyakinan, etos kerja dan masalah yang sifatnya khas. Setiap organisasi sifatnya unik. Salah satu aspek organisasi yang unik sifatnya adalah kultur yang dianut dan berlaku bagi semua orang dalam organisasi yang bersangkutan. Kultur itulah yang membedakan satu organisasi dari organisasi lain, meskipun bergerak dalam kegiatan yang sejenis. 44Bisnis syariah yang saat ini bukan hanya monopoli industri perbankan syariah, akan tetapi tengah merambah pada industri lainnya. Ke depan akan menghadapi persaingan ketat dimana masing-masing perusahaan akan menampilkan ciri khas yang membedakan dengan yang lain. Satu hal yang harus tetap di jaga dan di pertahankan adalah kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah (shariah compliance) sebagai konsekuensi atas nama bisnis syariah yang di sandangnya dalam penyusunan elemen budaya organisasi. Dari pengalaman BMI, institusi bisnis syariah lainnya dapat belajar membangun, menyusun budaya organisasi yang khas sesuai kepribadian, sejarah berdirinya organisasi dengan tetap mengacu pada nilai-nilai agama. Untuk mengajarkan dan menularkan budaya organisasi kepada anggota baru dalam organisasi, para pendiri penggagas serta penerus organisasi memerlukan komitmen kuat serta strategi agar budaya organisasi tersebut mengakar pada setiap anggota organisasi. Pemahaman budaya organisasi mutlak sifatnya karena melalui pemahaman itulah setiap orang dalam organisasi melakukan berbagai bentuk dan jenis penyesuaian sehingga yang bersangkutan menampilkan perilaku yang menggambarkan system nilai, keyakinan dan etos kerja yang dianut oleh organisasi. Budaya organisai dapat dikatakan kuat atau lemah tergantung pada bagaimana ekselensia kultur organisasi ditumbuhkan dan dipelihara. PENUTUP Fenomena yang sering diramalkan akan menjadi trend di abad XXI ini adalah munculnya berbagai aliran spiritual sebagai reaksi terhadap dunia modern yang terlalu menekankan pada halhal material-profan. Manusia ingin kembali menengok dimensi spiritualnya yang selama ini dilupakan.45 Bentuk spiritualisme-pun ternyata tidak hanya terkait dengan masalah keyakinan dalam bentuk ritual keagamaan semata, akan tetapi telah memasuki lingkungan bisnis. Fenomena tersebut, dapat dijumpai pada institusi bisnis syariah. Bukti empiris di lapangan membuktikan bahwa organisasi bisnis yang memegang teguh etika dan mengacu pada nilai-nilai spiritual meraih sukses dan dikenal pasar46. Dengan kata lain, organisasi binsis yang memiliki budaya organisasi yang kuat, akan meraih sukses di pasar. Dalam konteks bisnis syariah, pengalaman BMI, dari hasil penelitian Piliyanti (2006) menunjukkan bahwa pemahaman karyawan akan budaya organisasi 43
Lihat dalam Indah Piliyanti, Penerapan Konsep the Celestial Management studi pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Yogyakarta, (Tesis MSIYogyakarta: UII 2006) hal. 72 44 Sondang Siagian. Manajemen Stratejik, cetakan kelima, (Bumi Aksara: Jakarta 2003) hal. 247 45 Ruslani, (Editor), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat, Cet pertama (Yogyakarta: Qalam, 2000), hal.vi 46 Bukti empiris ini, berlaku pada organisasi bisnis non syariah, akan tetapi menerapkan nilai-nilai etis dalam bisnisnya. hasil penelitian Gay Hendrik dan Kate Ludeman dalam Hendrick, Gay dan Kate Ludeman, 2002. The Corporate Mystic. Alih bahasa Fahmi Yamani. Bandung: Kaifa. Cetakan. I, hal 37-46
36
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
Indah Piliyanti berpengaruh pada kinerja karyawan.47 Kuat lemah budaya organisasi, berpengaruh pada kinerja organisasi. Sehingga kita bisa mengatakan kinerja sebuah organisasi yang buruk, dimungkinkan karena budaya organisasinya buruk dalam tataran praktik. Sebaik apapun konsep budaya yang dimiliki organisasi tanpa komitmen seluruh komponen organisasi, maka akan menjadikan budaya organsisai yang lemah dan tidak diperhitungkan di pasar. Dalam konteks budaya organisasi pada instutusi bisnis syariah, dapat menjadi kekuatan dan kelemahan. Jika konsep budaya ini diaplikasikan secara konsisten maka akan berpengaruh positif pada kinerja organisasi. Penelitian Kotter dan Hasket, walaupun penelitian bukan pada institusi syariah namum tetap dapat dijadikan bencmark membuktikan bahwa penerapan budaya organisasi yang kuat berpengaruh positif pada kinerja organisasi. Namun jika nilai-nilai luhur agama hanya dijadikan konsep dalam penyusunan budaya, namun tidak ada komitmen kuat dalam organisasi untuk mengembangkannya, justru akan menjadi kelemahan bagi bisnis syariah itu sendiri. Bisnis syariah dihadapkan pada sebuah kenyataan dimana globalisasi membawa nilai yang mampu meruntuhkan bangunan kokoh nilai-nilai luhur bisnis ini. Jika tidak dijaga, dikembangkan dan diamalkan maka konsep bisnis Islam hanya sekedar nama, tanpa bukti empiris.48
47 Piliyanti, Indah, Penerapan Konsep the Celestial Management (Studi pada BMI Cabang Yogyakarta), Tesis MSI. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Hal 45-53 48 ibid
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010
37
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Syafaruddin, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan Kompetitif, BPFE. Cetakan 1.Yogyakarta. Amin, A. Riawan, 2004. The Celestial Management, Senayan Abadi Publishing. Cetakan Pertama. Jakarta. Antonio, Muhammad Syafi’i, 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Institute, Edisi Khusus, Jakarta. Daft, Richard L, 2003. Management, 2. Alih bahasa Edward Tanujaya dan Shirly Tiolina, Salemba Empat. Edisi enam, Jakarta. Danah, Zohar dan Ian Marshall, 2005. Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Alih bahasa Helmi Mustofa. Mizan. Cetakan Kedua. Bandung. Edgar, H. Schein, 1997. Organizational Culture and Leadership. Second Edition. Sanfrancisco: Jossey-Bass Publisher. Hendrick, Gay dan Kate Ludeman, 2002. The Corporate Mystic. Alih bahasa Fahmi Yamani. Kaifa. Cetakan. I. Bandung. Kasali, Renald, 2005. Change. Gramedia. Cetakan kedua. Jakarta. Kotter, John P dan James L Hasett, 1992. Corporate Culture and Performance. Alih bahasa Rony Antonius Rusli. Prehallindo. Jakarta. Luthans, Fred, 1998. Organizational Behaviour (8 th Edition). The Mc Graw-Hill Companies. Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Cetakan Pertama. Refika Aditama. Bandung. Piliyanti, Indah, Penerapan Konsep the Celestial Management (Studi pada BMI Cabang Yogyakarta), Tesis MSI. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Tidak diterbitkan Ruslani (Ed.) 2000. Wacana Spiritualitas Timur dan Barat. Qalam. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Siagian, Sondang, 2003. Manajemen Stratejik, Bumi Aksara, cetakan kelima. Jakarta. Suryaningrum, Sri, 2002. Pemahaman Makna Cost oleh Dosen Akuntansi. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
38
Volume 1/ Edisi I/ Mei 2010