MEMAKNAI MEAN SEBAGAI TITIK SETIMBANG SUATU PENDEKATAN INTUITIF MANIPULATIF Oleh: Muhammad Baidawi Abstrak Matematika sebagai wahana pendidikan mempunyai tujuan mencerdaskan siswa, membentuk kepribadian siswa, serta mengembangkan keterampilan tertentu sehingga dapat mengarahkan siswa pada pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika.Untuk mencapai tujuan matematika sebagai wahana pendidikan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya, seperti meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan guru dengan program sertifikasi guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah dengan bantuan operasional sekolah (BOS), dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan penyempurnaan kurikulum dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Namun kenyataan di lapangan beberapa sekolah lebih menekankan tuntasnya materi tersebut. Kata intuitif menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari kata intuisi. Intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung berdasarkan pengalaman seseorang yang kebenarannya bersifat relatif. Untuk membantu siswa memahami materi yang abstrak atau mengenalkan konsep yang baru diperlukan suatu pendekatan manipulatif, yaitu pendekatan yang menggunakan bahan manipulatif sebagai media pembelajaran. Dengan bahan manipulatif, siswa dapat merepresentasikan secara konkret dari sesuatu yang abstrak atau konsep yang baru. Dengan demikian pendekatan intuitif manipulatif merupakan pendekatan yang menggunakan intuisi dan bahan manipulatif untuk mencari suatu kebenaran dalam pembelajaran. Konsep mean merupakan bagian terpenting dalam statistik, akan tetapi menurut penulisan, siswa mengalami kesulitan dalam memahami rumus dan menghafal simbol mean. Pada saat pembelajaran, siswa sering menjawab ragu-ragu karena takut, dan siswa jika ditanya satu persatu sering gemetar tetapi jika bersama-sama tidak demikian. Pembelajaran mean dengan pendekatan intuitif manipulatif terbukti dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep mean dengan langkah pembelajaran yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Siswa menunjukkan respon yang positif, baik pada aspek sikap, aspek kemenarikan, dan aspek kemudahan pembelajaran. Kata Kunci: Mean, Intuitif, Manipulatif. Menurut Soedjadi (2000: 6) pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, diperlukan wahana yang dapat digambarkan sebagai kendaraan. Dengan demikian pembelajaran matematika merupakan kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Matematika sebagai wahana
pendidikan mempunyai tujuan mencerdaskan siswa, membentuk kepribadian siswa, serta mengembangkan keterampilan tertentu sehingga dapat mengarahkan siswa pada pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika (Soedjadi, 2000: 7). Kenyataan menunjukkan bahwa beberapa lembaga pendidikan (sekolah) belum menjadi sarana pendidikan yang menyenangkan dan memberikan pengetahuan yang bermakna bagi peserta didik (Buchori, 2007: 1). Saat ini, beberapa sekolah lebih menekankan pada tuntasnya materi dari pada kebermaknaan materi tersebut. Sekolah lebih menekankan pada tuntasnya materi karena menyesuaikan dengan kurikulum. Berbagai upaya dari pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, beberapa diantaranya meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan guru dengan program sertifikasi guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah dengan bantuan operasional sekolah (BOS), dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan penyempurnaan kurikulum. Berdasarkan upaya pemerintah, guru dituntut agar mempunyai kompetensi dan tidak selalu mengajar dengan metode konvensional maka salah satu alternatif pembelajaran yang dimaksud yaitu pembelajaran dengan pendekatan intuitif manipulatif. Pendekatan intuitif ini bermula pada 1 pemikiran seseorang untuk mencari suatu kebenaran. Menurut Bergson (dalam Sumargono, 1996: 146) intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Fiscbein (dalam Chiu, 2003: 478) menyatakan intuisi adalah konsep dalam diri yang holistik, berdasarkan pengalaman seseorang yang kebenarannya bersifat relatif. Jadi intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung berdasarkan pengalaman seseorang yang kebenarannya bersifat relatif. Misalnya guru membaca buku yang menyatakan bahwa mean dapat dikatakan sebagai titik setimbang, kemudian guru membuat media pembelajaran untuk menanamkan konsep kepada siswa bahwasannya mean dapat dikatakan sebagai titik setimbang, dan setelah siswa mengikuti pembelajaran mereka meyakini bahwa mean dapat dikatakan sebagai titik setimbang. Untuk membantu siswa memahami materi yang abstrak atau mengenalkan konsep yang baru, diperlukan suatu pendekatan manipulatif (Wikipedia, 2009: 1).
Pendekatan manipulatif dalam penulisan ini merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan bahan manipulatif sebagai media pembelajaran. Menurut Dienes (dalam Hudojo: 1990: 51), bahan manipulatif merupakan alat bantu pembelajaran yang dapat dimanipulasi oleh siswa seperti dipegang, dipasang, dilipat, dibalik, dipotong, digeser, dipindah, digambar, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan artinya bahan itu dapat dimainkan dengan tangan. Jadi siswa diberi beraneka ragam materi konkret sebagai representasi konkret dari sesuatu yang abstrak atau konsep yang baru. Dari uraian mengenai pendekatan intuitif dan manipulatif dalam pembelajaran dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan intutif manipulatif merupakan pendekatan yang menggunakan intuisi dan bahan manipulatif untuk mencari suatu kebenaran dalam pembelajaran. Dalam jurnal ini ini penulis bermaksud ingin mengkonstruk pemahaman pembaca bahwa mean bisa dimaknai sebagai titik setimbang. Temuan dari penelitian tentang mean (Winarko, 2006: 74) menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami rumus dan menghafal simbol mean, siswa sering menjawab ragu-ragu karena takut, dan siswa jika ditanya satupersatu sering gemetar tetapi jika bersama-sama tidak demikian. Dari temuan ini Winarko (2006:104) menyarankan agar guru mencarikan pola pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap rumus dan menghafal simbol mean, guru membuat suasana belajar yang tidak menakutkan. Dari temuan ini, penulis ingin berusaha meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep mean dengan menggunakan pendekatan intuitif manipulatif. Selanjutnya temuan penalitian (Baidawi, 2010: 89) Pembelajaran mean dengan pendekatan intuitif manipulatif terbukti dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep mean dengan langkah pembelajaran yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Siswa menunjukkan respon yang positif, baik pada aspek sikap, aspek kemenarikan, dan aspek kemudahan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengajak pembaca khususnya guru matematika untuk memaknai mean dari perspektif intuitif manipulatif, yaitu mean dapat dipandang sebagai titik setimbang. Harapannya guru dapat
melaksanakan alternatif pembelajaran yang menyenangkan, mempermudah, dan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar konsep mean. Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah ‘mengerti’. Kegiatan yang dilakukan untuk bisa sampai tujuan ini ialah kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini diakomodasikan dan diasimilasi dengan struktur kognitif yang ada. Kemampuan yang tergolong dalam taksonomi pemahaman ini, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah: (1) menjelaskan (Interpreting), (2) memberikan contoh (exemplifying), (3) mengelompokkan (classifying), (4) mengabstraksikan tema umum atau poin utama (summarizing), (5) menggambarkan kesimpulan dari informasi yang disamapaikan (inferring), (6) mencari hubungan antar ide, objek, dan semacamnya (comparing), dan (7) mengkonstruk suatu model sebab-akibat (Explaining) (Anderson, 2001:66). Dalam artikel ini seorang siswa dikatakan telah paham konsep, jika telah mengetahui dan mendalami suatu masalah, maka siswa tersebut dapat menjelaskan, memberikan suatu contoh, mengelompokkan kategori yang ada, mengabstraksikan poin utamanya, menyimpulkan informasi yang telah disampaikan, menghubungkan antar ide, dan mengkonstruk hubungan sebab akibat. Matematika berkaitan dengan ide-ide, gagasan, aturan atau hubungan yang diatur secara logis sehingga seseorang yang belajar matematika dianjurkan belajar secara bermakna untuk mencapai suatu pemahaman. Hiebert dan Carpenter (1992:65) berpendapat bahwa pemahaman merupakan aspek yang fundamental dalam belajar dan setiap pembelajaran matematika fokus utamanya adalah bagaimana menanamkan konsep matematika berdasarkan pemahaman. Menurut Katona (dalam Orton, 1992:103) menegaskan bahwa peserta didik yang belajar dengan pemahaman akan lebih sukses daripada belajar dengan hafalan. Artinya siswa yang belajar dengan pemahaman akan lebih tahan lama dalam mengingat dibandingkan belajar dengan hafalan.
Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws, 1992:70) mengatakan bahwa pemahaman matematika memerlukan suatu proses untuk menempatkan secara tepat informasi atau pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya di dalam struktur kognitif siswa. Untuk dapat menempatkan secara tepat informasi atau materi matematika yang dipelajari kedalam jaringan internal, dilakukan dengan memperhatikan hubungan kesamaan (asimilasi) atau hubungan perbedaan (akomodasi) antara informasi tersebut. Misalnya untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang konsep mean, maka perlu diberikan beberapa contoh yang menunjukkan mean agar siswa dapat melihat hubungan kesamaan atau perbedaan konsep tersebut. Untuk dapat membuat siswa memahami suatu konsep matematika, guru hendaknya merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan intelektual siswa sangat menentukan dapat atau tidaknya suatu konsep dipahami oleh siswa. Alternatif pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa belajar, baik secara fisik, mental maupun sosial yaitu pembelajaran dengan pendekatan intuitif manipulatif. Karena dengan pembelajaran dengan pendekatan intuitif manipulatif akan mengaktifkan siswa belajar, memberikan kesempatan untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya, memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan kelompoknya dan menjadikan belajar lebih bermakna. Dalam proses belajar matematika, Bruner menyatakan pentingnya tekanan pada kemampuan siswa dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan siswa membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola dan hubungan/keterkaitan (Muhsetyo, 2007: 1.6). Intuitif menurut kamus bahasa indonesia adalah berdasarkan intuisi. Menurut Bergson (dalam Sumargono, 1996: 146) intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Fiscbein (dalam Chiu, 2003: 478) menyatakan intuisi adalah konsep dalam diri yang holistic, berdasarkan pengalaman seseorang yang kebenarannya bersifat relatif. Jadi intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung berdasarkan pengalaman seseorang yang kebenarannya bersifat relatif.
Menurut Ilham (2008: 1) Untuk mempermudah siswa memahami suatu konsep matematika, guru biasanya menggunakan pendekatan intuitif sebelum atau sesudah definisi formal diberikan. Sebagai contoh guru memperkenalkan konsep mean dengan memberikan dua benda bermassa m1 dan m2 yang diletakkan pada papan setimbang dan berjarak d1 dan d2 dari titik penyangga seperti pada gambar 1 berikut. d1
d2
m1
m1
Gambar 1 Papan tersebut akan seimbang jika dan hanya jika d 1 m1 d 2 m 2 . Suatu model matematika yang baik, diperoleh apabila papan tersebut diletakkan pada suatu sistem bandmil yang titik asalnya diimpitkan dengan titik penyangga papan, lihat Gambar 2. Maka koordinat x1 dari m1 adalah x1 d 1 dan dari m 2 adalah x 2 d 2 . Sehingga syarat keseimbangan adalah x1 m1 x 2 m 2 0 .
m1
m2
x1
x2
0
Gambar 2 Keadaan diatas untuk dua titik dapat diperluas untuk n massa, yaitu m1 , m 2 ,..., m n yang teletak pada koordinat x1 , x 2 ,..., x n . Lihat Gambar 3! Syarat
kesetimbangan di titik asal adalah x1 m1 x 2 m2 ... x n mn 0 . Sudah tentu titik asal tidak selalu menjadi titik setimbang sistem itu, kecuali dalam hal yang khusus yaitu pada keadaan massa masing-masing benda dan jarak masing-masing benda sama terhadap titik asal (titik setimbang). Akan tetapi yang pasti bahwa titik setimbang itu ada. Dimanakah letaknya titik demikian? Jadi yang menjadi pertanyaan ialah, berapakah koordinat x titik setimbang itu? Lihat gambar 3. m1
m2
x1
x2
0
m3
m4
mn-1
mn
x3
x4
xn
xn
-1
Gambar 3
Andaikan koordinat titik setimbang ini x . Jumlah hasilkali massa m dan jarak berarah dari masing-masing massa pada titik ini harus nol, jadi ( x1 x ) m1 ( x 2 x ) m 2 ... ( x n x ) m n 0 atau x1 m1 x 2 m 2 ... x n m n xm1 xm 2 ... xm n .
Bila diterapkan untuk x , maka diperoleh n
x m x 2 m 2 ... x n m n x 1 1 m1 m 2 ... m n
x m i
i
i 1 n
m
i
i 1
Titik dengan koordinat x dinamakan pusat massa, titik ini adalah titik
setimbang. Perhatikan bahwa x diperoleh sebagai hasil bagi dari jumlah hasil kali massa m dan jarak berarah dari masing-masing massa terhadap jumlah massa. Contoh: Diketahui massa sebesar 2, 1, 1, 1, dan 1 kg, masing-masing pada posisi 4, 4, 5, 7, dan 10 terhadap suatu sistem koordinat pada sumbu x lihat gambar 4. tentukan titik setimbang sistem ini!
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 4 Penyelesaian x
( 4)( 2) (5)(1) (7)(1) (10 )(1) 30 6 2 111 5
Ini cocok dengan perasaan kita bahwa x = 6 letaknya di sebelah kiri titik tengah papan sebelum diberi massa. Contoh ini untuk menjembatani lahirnya intuisi berupa gagasan tentang makna mean, yaitu mean adalah titik setimbang. Maksud titik setimbang adalah titik yang mana suatu papan akan sejajar dengan permukaan datar jika ditopang oleh penyangga.
Pendekatan intuitif digunakan untuk mempermudah lahirnya bayangan secara kasar suatu konsep dan untuk menjembatani lahirnya representasi internal dalam pikiran siswa yang sesuai dengan konsep yang diajarkan (Ilham, 2008: 2). Namun demikian penggunaan intuisi dalam belajar matematika tidak selalu menunjukkan konsistensi jawaban pada masalah yang membutuhkan keputusan yang sama. Pendekatan intuitif juga dapat melahirkan masalah baru atau malah dapat membangun beberapa bayangan mengenai konsep. Yang pertama, bayangan tentang konsep secara intuitif, dan yang kedua bayangan tentang konsep melalui definisi formal (Ilham, 2008: 3). Jika siswa tidak mampu mengaitkan kedua bayangan itu maka konsep dengan beberapa bayangan yang dimiliki siswa dapat mengaburkan pemahaman siswa terhadap konsep sebenarnya. Misalkan siswa diminta untuk menentukan mean dari suatu data 4, 4, 5, 7, 10, bisa jadi siswa mengambil angka 5 yang paling tengah dari suatu data yang diberikan. Padahal menurut definisi formalnya mean adalah nilai yang didapat dengan menambahkan suku-suku kemudian jumlahnya dibagi dengan banyaknya suku-suku. Jadi dapat disimpulkan bahwa, (1) penggunaan intuisi dapat menyebabkan kesuksesan dan kegagalan siswa memahami secara persis konsep-konsep matematika, (2) dalam mempelajari konsep-konsep yang didefinisikan secara formal dan ketat, siswa umumnya bertumpu kepada pemahaman intuitif mereka terhadap konsep, (3) bilamana definisi formal suatu konsep tidak dapat diinterpretasikan secara intuitif oleh siswa maka umumnya siswa hanya melihat definisi formal konsep sebagai potongan informasi tanpa terkait satu sama lain. Karena itu siswa tidak yakin dengan penalarannya sendiri dan merasa sulit dalam memahami problem yang berkaitan dengan konsep, dan (4) ada kekontinuan antara memproduksi dugaan dengan konstruksi bukti (Ilham, 2008: 4). Hal ini menunjukkan bahwa ide-ide intuitif dapat memandu pikiran siswa untuk membangun argumentasi formal (Ilham, 2008: 5). Untuk membantu siswa mamahami materi yang abstrak atau mengenalkan konsep yang baru, diperlukan alat bantu seperti bahan manipulatif dalam pembelajaran matematika. Untuk itu siswa diberi beraneka ragam materi konkret sebagai representasi konkret dari sesuatu yang abstrak atau konsep yang baru. Pendekatan manipulatif dapat menyemangatkan siswa dalam belajar. Siswa
belajar konsep dasar lebih efektif disaat mereka aktif terlibat dalam belajarnya. Seperti siswa belajar setiap konsep baru, berapapun usianya secara umum melewati tiga tingkatan pemahaman yaitu konkret, transisi, dan abstrak. Penggunaan pendekatan manipulatif membantu siswa mengubah pemahaman dalam tahap konkret ke abstrak Chappell (2005: 24). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan intutif manipulatif dalam pembelajaran mean adalah pendekatan yang menggunakan intuisi dan bahan manipulatif untuk mencari kebenaran dalam suatu pembelajaran mean, agar siswa lebih mudah mengaitkan kosep dalam diri siswa dengan konsep formalnya (konsep yang berlaku secara umum). Langkah-langkah pembelajaran mean dengan pendekatan intuitif manipulatif adalah, 1) persiapan, 2) pelaksanaan, dan 3) evaluasi. Pada tahap persiapan, pembaca atau guru memberikan tes awal untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa, dan hasil tes awal dapat dijadikan dasar pembentukan kelompok. Untuk tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal, pembaca atau guru memotivasi siswa, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan meminta siswa berkelompok sesuai dengan kelompok masing-masing. Pada kegiatan inti pembaca atau guru meminta siswa menyelesaikan masalah pada LKS dan meminta kelompok perwakilan kelas mempresentasikan hasil kerjaanya. Pada kegiatan akhir penulis bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Pada tahap evaluasi pembaca atau guru memberikan tes akhir untuk mengukur pemahaman siswa dan memberikan angket serta mewawancarai siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan intuitif manipulatif. Konsep-konsep statistik yang paling banyak ditemui untuk menunjukkan tengah-tengah dari suatu distribusi adalah mean, median, dan modus. Cara yang paling tepat untuk menyampaikan konsep mean yaitu dengan ilustrasi sederhana ini. Periksa himpunan dari lima suku-suku berikut, 4 4 5 7 10
Definisi Mean adalah nilai yang didapat dengan menambahkan suku-suku kemudian jumlahnya dibagi dengan banyaknya suku-suku. Dalam contoh ini jumlah dari lima suku-sukunya adalah 30. Mean adalah 30 dibagi 5, yaitu 6 (Weinberg, 1981: 11). Jadi meannya adalah
4 4 5 7 10 30 = 6. 5 5
Sifat-sifat Mean 1. Dalam beberapa distribusi dari suku-suku, jumlah selisih dari mean sama dengan nol. Dengan cara yang sama jika jumlah dari selisih dari beberapa bilangan dalam suatu distribusi sama dengan nol, bilangan tersebut adalah suatu mean (Weinberg, 1981: 16).
4
5
6
7
8
10
Gambar 5
Tabel 1: Selisih Mean Suku-suku dalam distribusi 4 4 5 7 10
9
Mean
Selisih
6 6 6 6 6
-2 -2 -1 +1 +4 0
Jumlah Keterangan: karena jumlahnya sama dengan 0, maka 6 adalah mean Tabel 2: Selisih Suku-suku dengan Titik Setimbang Suku-suku dalam distribusi 4 4 5 7 10
Mean 5 5 5 5 5
Selisih
-1 -1 0 2 5 Jumlah 5 Keterangan: karena jumlah selisih dari 5 tidak sama dengan 0, maka 5 adalah bukan mean
2. Dalam beberapa distribusi suku-suku, jumlah kuadrat selisih dari mean adalah kurang dari jumlah kuadrat selisih dari beberapa titik yang lain (Weinberg, 1981: 17). Misalkan selisih mean adalah, -2 -2 -2 1 4 Tabel 3: Kuadrat dari Selisih Mean Selisih Kuadrat selisih -2 4 -2 4 -2 1 1 1 4 16 Jumlah 26 Keterangan: jumlah kuadrat selisih mean sama dengan 26. Tabel 4: Selisih dari Titik Yang Lain Suku-suku asli 4 4 5 7 10
5 sebagai titik yang lain Selisih Kuadrat selisih 5 -1 1 5 -1 1 5 0 0 5 2 4 5 5 25 Jumlah 31 Keterangan: jumlah kuadrat selisih mean kurang dari jumlah kuadrat selisih titik yang lain (26 < 31). Jadi 5 bukan mean. Bagaimana mengganti suatu suku-suku memakai mean Jika setiap suku dalam suatu distribusi adalah naik dengan suatu konstanta, mean adalah naik dengan beberapa konstanta. Jika setiap suku-suku turun dengan suatu konstanta, mean turun dengan beberapa konstanta (Weinberg, 1981: 18). Misalkan lima anak sidoel mempunyai mean usia 6 tahun. Pertanyaannya berapa mean usia anak sidoel setelah 9 tahun. Jawabannya adalah mean usia anak sidoel adalah 15 tahun. Misalkan usia anak sidoel secara berurutan adalah 4, 4, 5, 7, 10, meannya adalah 6. kemudian masing-masing anak usianya bertambah 9 tahun. Perhatikan gambar 6,
x 4
x 5
4
x 6
7
5
6
x 8
9
7
10
8
11
9
12
13
14
15
16
17
18
19
10 Gambar 6
Jadi benar meannya adalah 15. Misalkan distribusi suku-suku adalah 92, 94, 99, jika masing-masing dikurangi 90 diperoleh 2, 4, 9 rata-ratanya adalah 5. kemudian jika 90 ditambah 5 sama dengan 95. Perhatikan Tabel 2.5 berikut, Tabel 2.5: Pengurangan Mean dari Setiap Suku Suku original 92 94 99
Konstanta pengurang Selisih 95 -3 95 -1 95 4 Jumlah 0 Jika setiap suku-suku dalam kelompok dikalikan dengan suatu konstanta,
mean menjadi dikali dengan beberapa konstanta. Jika suku-suku dibagi dengan suatu konstanta, mean menjadi dibagi dengan konstanta tersebut. Tabel 2.6: Perkalian Suku-suku dengan 2 Suku-suku 4 4 5 7 10
Distribusi baru setelah dikalikan 2 8 8 10 14 20 30 60 Jumlahnya: 30, meannya: =6 Jumlahnya 60, meannya = 12 5 5 Keterangan: Tabel perkalian suku-suku dengan 2. Pembelajaran intuitif manipulatif ini dapat diterapkan dalam pembelajaran mean di SMP dengan memberikan masalah sebagai berikut: 1. Letakkan benda yang masing-masing massanya 1 gram pada papan kesetimbangan dengan koordinat titik 3, 3, 4, 6, 9. Kemudian tentukan titik setimbangnya!
_
2. Dari soal nomor 1. Ukur jarak posisi benda ke titik setimbang ( x i x ) dan lengkapi tabel berikut! Misalkan! : koordinat benda ke i (posisi benda ke-i) xi _
: titik setimbang (posisi titik setimbang)
x _
x i x : jarak koordinat benda ke i terhadap titik setimbang mi : massa benda ke i
5
( x i 1
i
_ x ) m i : jumLah hasilkali massa dan jarak dari semua benda
xi
_
mi
_
3 3 4 6 9
_
xi x
x
1 1 1 1 1
( xi x )mi
..... ..... ..... ..... .....
_ ( x x i )mi i 1
..... ..... ..... ..... .....
5
.....
Oleh karena itu, untuk setiap mi 1 , maka diperoleh _ ( x x i )mi 0 i 1 5
_
_
( x1 x ) m1 ( x 2 x ) m 2 .......... .......... . .......... .......... . .......... .......... . 0 _
_
x1 m1 x m1 x 2 m 2 x m 2 .......... .......... . .......... .......... . .......... .......... . 0 _
_
x1 m1 x 2 m 2 .......... .......... .......... x m1 x m 2 .......... .......... .......... _
x
x1 m1 x 2 m 2 .......... .... .......... .... .......... ....
......... ......... .......... 1 m 25titik Keadaan di atasmuntuk dapat diperluas untuk n massa yaitu 5 m1 , m2 ,..., mn yang terletak pada koordinat x1 , x2 ,..., xn dengan syarat ..........n ... .......... _ _ ... x i 51 . kesetimbangan x ) mi .......... 0. (xi .......... ... i 1 .......... ... i 1
_ ( x x i ) m i 0 i 1 n
_
_
_
( x1 x ) m1 ( x 2 x ) m 2 ... ( x n x ) m n 0 _
_
x1 m1 x m1 .......... ......... ... x n m n x m n 0 _
_
x1 m1 .......... ... ... x n m n x m1 .......... . ... x m n _
x _
x
x1 m1 .......... .... ... x n m n m1 ........ ... m n .......... .......... .
_
3. Jika x disebut mean, apakah mean dapat dikatakan sebagai titik setimbang? 4. Misalkan usia anak bebek secara berurutan adalah 3, 3, 4, 6, 9, meannya adalah 5. Kemudian masing-masing anak bebek usianya bertambah 9 tahun. Perhatikan gambar dan tabel dibawah! Berapa mean usia anak bebek sekarang? x 3
x 4
x
x 5
6
7
8
13
12
14
15
16
_
17
18
_
x
12
1
14
…..
….
1
…..
…..
….
1
…..
…..
….
1
…..
..…
18
1
…..
…..
……
……
_ ( x x i )mi ........ , i 1
.......... .......... .......... .. .......... .......... .......... ..
11 1
( xi x)mi
n
10
mi
xi
x
9
Jadi x .......... .
…..
5
5
i 1
i 1
mi .......... .... , dan xi mi .......... ....
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, W. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Chappell, schielack & Zagorski. (2005). Empowering The Bigining Teacher Of Mathematics Elementry School. America: NCTM. Chiu. 2003. Exploring the origins. Vol 27, No.24, (Online) (www.fed.cuhk.edu.hk/staff/paper/mmcchiu, diakses 17 April 2009). Clements, D.H & Battista, M.T.. 2001. Constructivist Learning and Teaching. Http://www.terc.edu/investigation/relevant/html/constructivist learning.html. Dahar, R.W.. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dedikbud P2LPTK. Depdiknas. 2005. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. (Online) www.diknas.go.id Diene. 2009. Mathematical Manipulative. (Online), (www.en.wikipedia.org/wiki/mathemacal_manipulatives. Ewo, Maria Imanuela. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Berbantuan Bahan Manipulatif yang Dapat Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Pada Siswa SD Kelas IV. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Grouws, D.A. 1992. Handbook Of Research On Mathematic Teaching And Learning. New York: Macmilan Publishing Company. Hiebert, J dan Carpenter , T.P.. 1992. Learning and Teaching With Understanding Dalam Dougles Grouws (Ed). Handbook of Research On Mathematics Teaching and Learning. New York: Macmilan Publishing Company. Hiebert, J dan Lafevre, P.. 1986. Conceptual and Procedural Knowledge: The Case of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associatrs, LEA. Hudojo. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: Departemen Pendidikan Nasional.
Irianto. 1989. Bahan Ajaran Statistik Pendidikan. Jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan. JICA. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : IMSTEP JICA – FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Machmud, T. 2001. Implementasi PAM (Program Action Methods) Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengerjakan Soal Program Linear. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana UM. Maqsudah, B. 2003. Pembelajaran dengan Pendekatan Open ended untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa tentang Sifat-sifat Grafik Fungsi Kuadrat di Kelas I MAN Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang : Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Mary, B. 1995. Calculus An Intuitif Approach. (Online), (http://www.hsc.csu.edu..au./maths/teacher_resources/2384/proff _reading /journals/ barnes/m_barnes.nov.95.html, diakses 17 April 2009). Miles, M.B. & Huberman, A.M.. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhsetyo, G., dkk. 2007. Pembelajaran matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Mulyasa. (2006). Kurikulum yang disempurnakan pengembngan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Orton, A.. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory, and Practice. Great Britain: Redwood Books. Putnam, R.T. Lapert., M & Peterson, P.L.. 1990. Alternative Perspektives on Knowing Mathematics in Elementary School, dalam Gazdem, C.B. (Ed) Review of Research. Washington, DC: American Educational Research Association. Ratumanan, T.G.. 2000. Pengajaran Interaktif; Arah Baru dalam Pengajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika Jurusan Matematika ITS. Surabaya: 18 Oktober. Ruseffendi, T. G.1980. Pengajaran Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Soemargono. 1996. Pengantar Filsafat Lois O. Kattsoff. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Sugijono. 2004. Matematika Untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Erlangga. Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanius Suriasumantri. 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: CV. Muliasari. Sutawidjaja, A.. 1997. Pembelajaran Matematika di SD Jurnal Matematika, IPA dan Pembelajarannya 26 (2): 175-187. Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Bahan Penelitian Dosen Lptkdan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Departeme Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Departemen Pendidikan Nasional. Van De Walle, Jhon A. 1990. Elementary School Mathematics Teaching Developmentally. London: Longman Group Ltd. Wardhani, I. & Wihardit, K. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas terbuka. Weinberg, Schumaker & Oltman. 1981. Fourth edition statistics an intuitif approach. California: Cole publishing. Wekipedia. 2009. Pendekatan Manipulatif. (Online) www.wekipedia.com Wilis Dahar. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departeme Pendidikan dan Kebudayaan. Winarko. 2008. Aplikasi Pembelajaran Model NCTM Dalam Rangka Meningkatkan Hasil Belajar Statistika Siswa Program Studi Sekretaris SMK Singasari Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang : Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.