Mekanisme Pembayaran Fasilitas Kesehatan dalam Asuransi Kesehatan Oleh: Firdaus Hafidz Tri Astuti Sugiyatmi Tati Denawati
Daftar Isi Tujuan Pembelajaran............................................................................................................................... 2 Skenario .................................................................................................................................................. 2 Pendahuluan ........................................................................................................................................... 5 Pentingnya Konteks ............................................................................................................................... 12 Kapitasi ................................................................................................................................................. 14 Menghitung Kapitasi .......................................................................................................................... 14 Kapitasi di Indonesia – PT. ASKES ....................................................................................................... 16 Pengenalan Sistem Pembayaran Kapitasi Di Pusat Kesehatan Masyarakat di Serbia ........................... 18 Pendahuluan ................................................................................................................................. 18 Mengapa Pembayaran Kapitasi Diperkenalkan? ............................................................................. 18 Memantau Dampak ....................................................................................................................... 19 Tiga Fase Penerapan Sistem Remunerasi Yang Baru ....................................................................... 19 Fase Pelaksanaan........................................................................................................................... 22 Voucher – Pembiayaan Dari Sisi Permintaan .......................................................................................... 23 Voucher Sebagai Subsidi Untuk Masyarakat Yang Kurang Mampudan/atau Kelompok Berisiko Tinggi/Rentan .................................................................................................................................... 24 Studi kasus di Kenya .......................................................................................................................... 26 Kelompok Diagnosis Terkait/Diagnosis Related Groups.......................................................................... 27 Pembentukan Kelompok.................................................................................................................... 27 Penentuan Harga Untuk Layanan Medis ............................................................................................ 28 Tantangan ......................................................................................................................................... 28
Tulisan ini diambil dari modul 4 International Approaches to Health Financing and Health Insurance – Southeast Asia – 2011-2012, “Access to Health Care”, yang diterbitkan oleh GIZ . 1
Tujuan Pembelajaran Dalam pembelajaran ini kita akan mendiskusikan tantangan dalam berbagai mekanisme pembayaran fasilitas kesehatan di negara berkembang, khususnya di Serbia dan Kenya. Kita juga akan mempelajari bagaimana pengaruh dari kondisi dasar, struktur pasar dan kebijakan publik dalam menjalankan fasilitas kesehatan yang berujung pada kinerja dari sistem pelayanan kesehatan.
Skenario Pemeran: 1. Staf Ahli Menteri Kesehatan (Pak Joko): Beliau adalah penasehat Menteri Kesehatan di bidang kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan ekonomi kesehatan. 2. Ibu Painem: Seorang ibu kader senior yang mewakili suara masyarakat 3. dr. Sugeng: Dokter umum yang telah bekerja lama di fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah Sakit. Beliau sangat paham betul mengenai kondisi pelayanan kesehatan di lapangan. Staf Ahli Menteri Kesehatan: Selamat pagi Ibu Painem dan dr. Sugeng, terimakasih telah hadir di acara diskusi kelompok terarah hari ini. Ibu Painem: Terimakasih Pak Joko yang telah mengundang kami sebagai perwakilan dari masyarakat. Tapi saya tidak terlalu yakin apakah dapat membantu anda. Anda tahu kan, kalau saya bukan ahli di bidang kesehatan? Staf Ahli Menteri Kesehatan: sebenarnya, saya tidak setuju – saya yakin sekali bahwa anda pernah menggunakan fasilitas kesehatan beberapa kali, baik untuk anda sendiri, anak atau keluarga. Ibu Painem: Ya, tentu saja. Staf Ahli Menteri Kesehatan: Tentu saja sebagai kader, anda mewakili banyak orang. Saya mengerti anda bukan ilmuwan, tetapi anda tahu apa yang terjadi, dan anda tahu apa yang baik dan apa yang buruk untuk masyarakat. Ibu Painem: Saya harap begitu. Jadi, hal apa yang sebenarnya ingin anda diskusikan? Staf Ahli Menteri Kesehatan: Anda tentu mengetahui bahwa sistem kesehatan di negara kita masih memiliki berbagai kendala, seperti kurangnya ketersediaan jumlah tenaga dokter di daerah pedesaan, bahkan seringkali kualitas pelayanan di fasilitas publik/pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan pelayanan di klinik swasta. Sedangkan kita masih harus membayar lebih untuk pelayanan kesehatan. Anda membayar secara langsung ke dokter dan kita dari Kementerian Kesehatan membayar dengan cara memberikan gaji bagi pegawai rumah sakit. Dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan tersebut, kita akan berdiskusi untuk mengubah cara pembayaran pegawai dan dokter rumah sakit di negara kita. Di mana tentu saja perubahan tersebut akan memberikan dampak yang besar terhadap pasien maupun dokter. Oleh karena itu, saya ingin berdisksusi dengan anda untuk mengetahui apa saja yang menurut anda berdua merupakan hal yang paling penting. 2
Dr. Sugeng: Saya pikir, anda telah menyebutkan beberapa isu yang terpenting seperti dokter tidak mau pergi ke daerah pedesaan karena kehidupan di desa yang tidak nyaman. Ibu Painem: Banyak orang lebih suka tinggal di kota besar, tetapi kami juga tetap membutuhkan dokter di desa. Kami merasa kesulitan jika harus pergi ke kota untuk menemui dokter dikarenakan buruknya sistem transportasi dan bahkan butuh paling tidak setengah hari untuk bisa sampai ke kota. Dr. Sugeng: Dari presepektif saya sebagai seorang dokter, menurut saya meamng lebih baik jika masyarakat dapat segera dilayani di desa, daripada terlambat penangananannya karena harus dibawa ke kota dan penyakitnya menjadi lebih parah. Ibu Painem: Situasinya sangat berbeda untuk masyarakat yang tinggal dekat kota. Mereka memiliki banyak pilihan, antara dokter PNS dan dokter swasta. Bahkan terkadang, seorang dokter bisa bekerja di rumah sakit di pagi hari dan membuka klinik swasta pada sore harinya. Dr. Sugeng: Saya rasa kondisi tersebut mudah dipahami: gaji dokter yang diterima sangat rendah, sehingga mereka memilih untuk melakukannya untuk menambah penghasilan. Staf Ahli Menteri Kesehatan: Jadi, masalahnya sederhana yaitu penghasilan dokter yang kurang? Dr. Sugeng: Saya rasa itu memang masalah, namun itu bukan satu-satunya permasalahan yang ada. Hal ini juga berkaitan dengan cara pembayaran dokter. Di rumah sakit umum para dokter memperoleh gaji bulanan, tidak menjadi masalah apabila mereka memiliki kinerja yang buruk maupun baik. Bahkan terkadang mereka tetap mendapatkan gaji meskipun tidak pernah datangke rumah sakit. Bu Painem: Saya sebenarnya tidak suka mengungkapkannya, tapi hal-hal tersebut tidak hanya terjadi pada dokter di klinik umum, tapi juga para pegawai PNS yang lainnya. Mereka tidak mendapatkan insentif yang cukup untuk dapat berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Saya jadi mengerti atas pengalaman saya saat mengantar anak ke puskesmas beberapa waktu yang lalu. Saat di puskesmas, anak saya panas 1 hari, tinggi sekali dan kemudian langsung dikirim ke UGD RS dan diperiksa darahnya. Sepertinya dokter di puskesmas terlalu cepat untuk merujuk ke RS, sementara saat di UGD RS malah disuruh pulang dan diminta kontrol ke tempat praktek swastanya. Dr. Sugeng: Dokter-dokter tersebut lebih termotivasi untuk bekerja di klinik swasta. Disanalah mereka dibayar untuk tiap layanan yang diberikan kepada pasien. Sehingga tidak heran jika hal tersebut membuat mereka lebih memperhatikan pasien. Ibu Painem: Betul. Namun sekali lagi, terkadang mereka melakukan pelayanan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya karena mereka inginmendapatkan lebih banyak uang. Staf Ahli Menteri Kesehatan: Ya, tampaknya 2 metode tersebut, yakni gaji dan upah per layanan/feefor-service tidaklah terlalu ideal. Tapi paling tidak keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Mungkin kita bisa mencaricara lain.
3
Dr. Sugeng: Ya, namun cara seperti apa? Staf Ahli Menteri Kesehatan: Di beberapa negara, dokter dibayar berdasarkan jumlah pasien yang terdaftar dalam layanannya. Hal ini disebut pembayaran kapitasi. Dr. Sugeng: Kelihatannya menarik! Bagaimana cara kerjanya? Staf Ahli Menteri Kesehatan: Anda menerima sejumlah uang yang pada dasarnya dibagi berdasarkan jumlah orang yang mendapatkan pelayanan. Setiap pasien harus mendaftar kepada satu dokter. Dan dokter mendapatkan sejumlah uang dari setiap pasien,baik jika pasiennya datang maupun tidak. Ibu Painem: Kenapa itu bisa menjadi ide yang bagus? saya bisa membayangkan bahwa dokternya hanya akan menutup pintu danmenerima uang tanpa perlu merawat pasinnya. Staf Ahli Menteri Kesehatan: Sebenarnya tidak. Karena jika ada dokter yang melakukan hal tersebut, maka orang-orang akan mendaftar ke dokter lain. Dan dokter tadi tidak akan mendapat uang. Ibu Painem: Ide tersebut bisa dilakukan asalkan ada dokter lain yang siap melayani. Jika hanya ada satu dokter maka tidak terjadi kompetisi sesuai yang diharapkan pada sistem tersebut. Dr. Sugeng: Anda benar. Di sisi lain, perhitungan kapitasi harus benar-benar dilakukan dengan cermat, jangan sampai terlalu rendah semisal 1000 rupiah per kepala. Ini sih sama saja dengan profesi lain yang tidak menuntut keahlian. Maaf, mungkin bisa saya contohkan seperti tukang parkir misalnya Staf Ahli Menteri Kesehatan: Sebenarnya ada satu sistem pembayaran lagi yang berada di tengahnya. Yakni pembayaran berdasarkan paket. Seseorang dengan diagnosis tertentu sudah ditentukan tarifnya. Sering juga disebut Diagnosis Related Group (DRG). Ibu Painem: Menarik sekali, dokter akan termotivasi untuk efisien dan di sisi lain tetap semangat memberikan layanan prima karena semakin banyak pasien akan semakin banyak pendapatannya. Dr. Sugeng: Selama ini sistem tersebut sudah mulai dijalankan di Rumah Sakit. Namun saya melihat kendala lain, yakni penyamaan tariff antara swasta dan pemerintah. Saya rasa hal tersebut kurang adil karena rumah sakit swasta membayar sendiri semuanya, mulai dari gedung, peralatan, gaji dokter hingga cleaning service. Sehingga sangat tidak adil rasanya bila tarif kami sama persis dengan RS pemerintah. Staf Ahli Menteri Kesehatan: Ini ternyata lebih rumit daripada perkiraan saya sebelumnya. Tadinya saya berpikir bahwa setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan di negara kita, dimana terdapat situasi yang sangat berbeda antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, serta perbedaan yang besar antar kelompok masyarakat, menyebabkan sulitnya menyusun sistem yang bagus. Mungkin kita perlu melakukan studi mendalam untuk memulai sebuah perubahan. Kelihatannya sangat sulit untuk mengetahui dampak dari reformasi sebuah sistem. Tetapi setidaknya kita bisa mengetahui apa kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga kita bisa memperkirakan apa yang akan terjadi.
4
Pendahuluan Sistem pembayaran diharapkan dapat membantu pencapaian tujuan kesehatan dengan cara mendorong akses, kualitas pelayanan, peningkatan keadilan, peningkatan efisiensi dan efektivitas sumber daya dan pengendalian biaya. Namun tentu saja tidak mudah untuk merancang sebuah mekanisme pembayaran fasiltas kesehatan sebagai akibat dari kompleksnya interaksi yang timbul dari setiap sistem. Di negara maju sekali pun, yang telah memiliki struktur fasilitas pelayanan kesehatan dan mekanisme keuangan yang homogenik ternyata sangat sulit untuk mengantisipasi efek dari sebuah perubahan yang terjadi akibat perubahan mekanisme pembayaran. Negara berkembang tentu saja berbeda dengan negara industri diantaranya untuk kebutuhan dan alokasi sumber daya. Tetapi dalam banyak kasus, situasi tersebut dapat dibedakan menjadi populasi pedesaan yang tersebar dan kesulitan mengakses fasilitas pelayanan kesehatan,dengan area perkotaan yang relatif memiliki lebih banyak kemudahan. Aktor-aktor yang berperan dalam pemberian pelayanan kesehatan juga berbeda-beda, begitu pula dengan cara mereka berinteraksi satu sama lain: di negara berkembang, pelayanan kesehatan secara umum dilakukan oleh dokter swasta dan dibayar dari uang pasien/ out-of-pocket; NGO juga sering menjadi aktor penting dalam pemberian pelayanan. Di beberapa negara berkembang juga terdapat asuransi yang hanya mencakup kalangan masyarakat dan layanan tertentu saja. Kompleksitas dari tiap pelaku tersebut menciptakan berbagai kemungkinan reaksi dari Penyedia Layanan Kesehatan (PPK), pasien dan pihak yang membayar layanan kesehatan terhadap perubahan mekanisme pembayaran. Jika sistem kepitasi diperkenalkan kepada beberapa pasien (misalnya yang memiliki asuransi kesehatan), PPK akan berusaha mencari pasien yang non asuransi/ out-of-pocket sebanyak mungkin agar dapat memperoleh keuntungan. Atau melihat dari disparitas antara beberapa regional dalam satu negara: pengenalan terhadap pembayaran kapitasi di rumah sakit di daerah pedesaan dimana profil epidemiologinya buruk, dan tingkat utilisasi yang rendah akan mengakibakan dampak yang lebih rendah dibandingkan jika diimplementaiskan di daerah perkotaan dimana masyarakatnya sudah berpendidikan dan memiliki tingkat utilisasi yang tinggi. Tidak ada satu jawaban yang benar-benar cocok untuk menjawab pertanyaan tentang mekanisme pembayaran apa yang paling baik. Untuk itu, tujuan dalam pembelajaran ini bukanlah untuk memberikan anda cetak biru yang bisa disalin ke negara lain. Namun, kita akan menggaris bawahi faktor-faktor yang harus diketahui dalam menentukan sebuah mekanisme pembayaran dengan tujuan untuk mengetahui berbagai kemungkinan dampak yang terjadi sebagai hasil dari perubahan dan agar fleksibel dalam mengadaptasi mekanisme pembayaran sesuai dengan kebutuhan. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Sebelum kita mempelajari beberapa metode pembayaran pada Tabel 1, berikut penjelasan mengenai beberapa istilah dalam metode pembayaran.
5
Unit Pembayaran Metode pembayaran yang menentukan tarif untuk pembayaran unit secara agregat (pembayaran yang tetap/ fix untuk semua pelayanan yang dibutuhkan untuk satu orang selama satu tahun, seperti pada kapitasi) atau unit yang disagregasi (layanan spesifik seperti x-ray, konsultasi, obat, seperti pembayaran fee-for-service). Metode pembayaran yang tidak termasuk dalam salah satu kategori di atas seperti misalnya pembayaran berdasarakan kasus yang diderita (case-based payment) harganya ditetapkan sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan berdasarkan kasus, diklasifikasikan menurut kelompok diagnosis terkait (Diagnosis Related Group/ DRG). Prospektif atau Retrospektif Ketika jumlah pembayaran untuk layanan telah ditetapkan sebelum pelayanan tersebut diberikan, maka pembayarannya merupakan pembayaran prospektif. Contohnya adalah pembayaran case-based dan pembayaran kapitasi. Dalam metode pembayaran prospektif, seperti case-based dan kapitasi, meningkatkan jumlah insentif guna efisiensi karena PPK menghadapi risiko keuangan yang tinggi. Jika pembayaran ditetapkan setelah pelayanan disebut diberikan maka pembayarannya merupakan pembayaran retrospektif (atau penggantian sesuai biaya/cost based reimbursement). Efisiensi Dalam kolom “Efisiensi” pada tabel di bawah ini, simbol “+” mengindikasikan bahwa ada dampak positif terhadap penggunaan sumber daya yang efisien, sedangkan simbol “-“ mengindikasikan adanya dampak negatif terhadap penggunaan sumber daya. Risiko finansial Risiko finansial ditanggung oleh PPK sebagai konsekuensi bila ternyata biayanya melebihi dari biaya yang diperkirakan sebelumnya (terutama bila terjadi kasus kompleks yang tidak terduga atau dari pihak PPK yang tidak efisien). Disamping itu, pihak PPK memperoleh keuntungan bila biayanya ternyata lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya (karena adanya skimming layanan atau bila pasien ternyata lebih sehat dari yang diperkirakan sebelumnya atau bila ada efisiensi dari pihak PPK). Metode pembayaran yang berbeda membagi risiko finansial yang berbeda pula di antara pihak PPK dan pembayar. PPK cenderung menanggung risiko lebih jika pembayarannya dalam agregat (contoh pelayanan yang besar diagregat menjadi satu pembayaran). Pembayaran prospektif juga membeirkan risiko finansial yang lebih tinggi daripada pembayaran retrospektif.
6
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Metode pembayaran
Line item budget/ Mata Anggaran
Unit pembayaran
Prospektif atau retrospektif
Deskripsi
Kategori fungsi anggaran, biasanya tahunan
Keduanya
Anggaran dialokasikan berdasarkan kategori spesifik dari fungsi sumber, biasanya tahunan. Kategori meliputi: gaji, obat, alat, makanan, overhead, dan administrasi
Efisiensi
Kualitas dan ekuitas
Manajemen dan sistem informasi
Risiko finansial
- Fleksibilitas yang kecil dari penggunaan sumber daya
- Rasionalisasi terjadi jika anggaran sangat rendah.
Relatif sederhana
PPK = rendah
- Terdapat tendensi untuk menghabiskan anggaran meskipun tidak diperlukan, untuk memastikan bahwa tingkat dukungan anggaran tetap dipertahankan.
- Jika rasionalisasi terjadi, kasus yang lebih kompleks akan dirujuk ke tempat lain.
7
Pembayar = rendah
Metode pembayaran
Unit pembayaran
Global Budget/ Anggaran Global
Fasilitas kesehatan: rumah sakit, klinik, Puskesmas
Kapitasi
Per orang per tahun
Prospektif atau retrospektif
Prospektif
Prospektif per tahun
Deskripsi
Efisiensi
Kualitas dan ekuitas
Manajemen dan sistem informasi
Risiko finansial
Pembayaran total yang tetap di awal untuk periode waktu tertentu. Beberapa penyesuaian di akhir tahun bisa dilakukan.perubahan.
+Fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya
- Rasionalisasi terjadi jika anggaran sangat rendah.
PPK= Tinggi
Berbagai formula dapat digunakan: histori anggaran sebelumnya, angka per kapita dengan penyesuaian (umur, jenis kelamin, tingkat utilisasi pada tahun sebelumnya)
- Tidak selalu dikaitkan dengan indikator kinerja (contoh: volume, kualitas, casemix)
Diperlukan kemampuan untuk melihat efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya di masing-masing bagian, dan mekanisme untuk menukar sumber daya yang ada untuk pengguanaan yang paling tepat guna
Perlu adanya sistem manajemen guna memastikan bahwa tiap penerima manfaat/ beneficiary
Ppk = Tinggi
Pembayaran langsung kepada PPK untuk masing-masing individu yang terdaftar di PPK tersebut. Pembayaran tersebut mencakup biaya paket tertentu dan dalam
- Pengeluaran diatur secara artifisial, bukan melalui kekuatan pasar.
- Cost-shifting/ pengalihan biaya dimungkinakn jika anggaran global mencakup layanan terbatas; PPK dapat merujuk pasien ke tempat lain untuk mengurangi pengeluaran dari anggaran global.
+ Adanya fleksibikitas penggunaan sumber daya
+Semakin banyak layanan yang dimasukkan dalam paket maka lingkup
8
- Jika rasionalisasi terjadi, kasus yang lebih kompleks akan dirujuk ke tempat lain. + Penyesuaian casemix dalam formula global berhubungan dengan kompleksitas kasus yang ditangani; penyesuaian lain dapat digunakan untuk populasi khusus.
- Penyedia layanan kesehatan dapat mengesampingkan kualitas dalam rangka menekan biaya - Rasionalisasi dapat dilakukan jika kapitasi
terdaftar pada satu penyedia layanan dan
Pembayar = rendah
Pembayar = Rendah
Metode pembayaran
Unit pembayaran
Prospektif atau retrospektif
Deskripsi
Efisiensi
Kualitas dan ekuitas
Manajemen dan sistem informasi
periode tertentu.
pengalihan biayanya juga semakin sempit
terlalu rendah
mengutamakan untuk menggunakan penyedia layanan tersebut
Pembayaran dilakukan langsug kepada PPK. Dalam beberapa kasus, PPK memilih membeli layanan yang tidak dapat diberikan (atau memilih untuk tidak memberikan layanan tersebut) dari penyedia lainnya.
+ Sumber daya terkait erat dengan besarnya populasi yang dilayani dan berbagai kebutuhan kesehatan mereka
- Kapitasi juga dapat mendorong penyedia layanan untuk menarik pasien yang lebih sehat - Pilihan pasien atas penyedia layanan pada umumnya dibatasi + Pihak yang menyesuaikan/ adjusters dapat menyesuaikan pembayarannya ke kelompok populasi khusus pada formula kapitasi
Pembayaran menurut kasus/Casebased payment
Per kasus atau episode
Prospektif
Pembayaran tetap yang mencakup semua layanan untuk kasus atau penyakit yang bersifat spesifik. Sistem pengelompokkan pasien (contonya Kelompok Diagnosis terkait atau
- Ada kecenderungan bagi rumah sakit untuk + Adanya fleksibilitas penggunaan sumber daya ketika meningkatnya jumlah kasus (dengan cara menambah pendaftaran atau penghitungan ganda untuk pendaftaran kasus) yang dilakukan untuk
9
+ Pembayaran menurut kasus memiliki kaitan erat dengan kompleksitas kasusnya .
Risiko finansial
Perlu adanya manajemen penggunaan dan program jaminan atas kualitas guna mencegah kurangnya layanan yang diberikan. Bila pembayarannya mencakup layanan primer dan sekunder, maka para penyedia layanan pada berbagai tingkatan sistem harus bekerjasama dalam suatu ikatan kontrak antara satu sama lain .
PPK perlu memiliki kemampuan untuk mencatat dan membuat tagihan sesuai dengan kasusnya, biasanya disertai dengan sejumlah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai karakteristik pasien, diagnosis dan prosedurnya .
Ppk = Menengah Pembayar = Menengah
Metode pembayaran
Unit pembayaran
Prospektif atau retrospektif
Deskripsi
Efisiensi
DRG) mengelompokkan pasien menurut diagnosis dan prosedur utama yang dilakukan
menambah pendapatan
Kualitas dan ekuitas
Manajemen dan sistem informasi
+ Biaya per diem memungkinkan pasien untuk rawat inap lebih lama untuk kasuskasus yang berat .
Perlu mengumpulkan data untuk jumlah hari pasien dirawat di semua bagian rumah sakit dan memastikan bahwa semua biaya sudah dimasukkan.
+ Pembayaran terkait erat dengan intensitas layanan kesehatan yang dibutuhkan
PPK harus mencatat dan membuat tagihan untuk setiap transaksi layanan medis yang dilakukan .
Risiko finansial
+ Sistem pengelompokan pasien dapat digunakan untuk memantau kinerja
.
Per diem
Biaya layanan/Feefor-service
DIberikan per hari kepada berbagai bagian yang ada di rumah sakit
Per unit layanan
Prospektif
Retrospektif
Paling sering diterapkan kepada pasien rawat inap, meskipun untuk kelompok pasien rawat jalanjuga masih disusun . Pembayaran agregat yang mencakup semua pengeluaran yang terjadi dalam satu hari rawat inap .
Biaya terpisah untuk item layanan yang berbedamisalnya konsultasi obat, dan beberapa tes.
+ Adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya - Adanya kecenderungan bagi pihak rumah sakit untuk menambah jumlah hari rawat inap Agar dapat menambah pendapatan + Adanya fleksibilitas dalam penggunaan sumber daya - Adanya kecenderungan bagi PPK untukmeningkatkan jumlah layanan yang diberikan untuk meningkatkan pendapatan
10
- Terdapat kecenderungan untuk memberikan pelayanan kesehatan melebihi kebutuhan yang sebenarnya atau
Ppk = Rendah Pembayar = Tinggi
Ppk= Rendah Pembayar = tinggi
Metode pembayaran
Unit pembayaran
Prospektif atau retrospektif
Deskripsi
Efisiensi
Kualitas dan ekuitas
Manajemen dan sistem informasi
Risiko finansial
memberikan pelayanan atau intervensi yang kurang perlu.
Diadaptasi dari: Partnership for Health Reform, Policy Primer, Alternative Provider Payment Methods: Incentives for Improving Health Care Delivery.
11
Pentingnya Konteks Anda sudah melihat pada tabel di atas bahwa masing-masing metode pembayaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang harus anda ingat bahwa setiap pelaku (Pasien, PPK, Pembayar) akan mencoba untuk ‘mengunakan’ sistem yang paling menguntungkan bagi mereka. Pertanyaannya bukanlah apakah hal tersebut dapat terjadi? Namun sejauh mana hal tersebut dapat dilakukan? Bisa saja PPK mengadopsi strategi yang akan meminimalkan dampak positif yang diinginkan dari adanya perubahan metode pembayaran dan justru mengakibatkan dampak negatif yang lebih tinggi (misalnya yang berkaitan dengan efisiensi dan keadilan) dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal tersebut bisa terjadi karena konteks di mana sistem pembayaran tersebut difungsikan. Bagan 1 berikut ini menyajikan gambaran tentang apa yang kita pahami sebagai konteks dan bagaimana dimensi yang berbeda yakni Kondisi Dasar, Struktur Pasar, dan Kebijakan Publik saling terkait satu sama lain, yang berakibat pada munculnya Perilaku tertentu dari PPK yang utamanya dalam hal Kinerja tertentu dalam sistem pelayanan kesehatan.
12
Kondisi Dasar Sisi Penyedia Layanan Infrastruktur fisik untuk layanan kesehatan Teknonlogi –ketersediaan data Tenaga terampil yang dimiliki maupun serikat pekerja Lokasi geografis, akses Infrastruktur air bersih dan sanitasi Kerangka hukum: sertifikasi, akreditasi
Sisi Permintaan Layanan Angka pertumbuhan penduduk Perubahan pola epidemiologi Elastisitas harga, kemauan dan kemampuan membayar Lokasi geografis dan kunjungan ke fasilitas kesehatan-jalur informasi Pola konsumsi
Struktur Pasar Jumlah supplier layanan kesehatan dan lokasi konsumen Perbedaan Produk, Perbedaan Kualitas Layanan Di Fasilitas Kesehatan Publik Dan Swasta Karakteristik Sektor Swasta: Asuransi Kesehatan vs Pasar Parsial/Atomistic market; LSM Hambatan masuk (hukum, kendala terkait skala layanan, dll) Struktur Biaya Integrasi Vertikal Maupun Horisontal Antar PPK
Kebijakan Publik Pajak dan Subsidi Pemberian Informasi Standar Kualitas Kendali atas Harga Peraturan dan antipakat/antitrust
Tindakan Perilaku Pengaturan Harga dan Kualitas: Kompetisi vs Kolusi Strategi Produk dan Iklan; Yang menjadi Keistimewaan Penyedia Layanan Kesehatan Investasi Yang Ditanamkan Atau Subkontrak; Perubahan Integrasi Vertikal maupun Horisontal Penyebaran Risiko vs Penyerapan Risiko Di Dalam Lingkaran PPK Skimming dan Creaming; PemilihanYang Merugikan Pihak Lain Riset Dan Inovasi Bahaya Moral Taktik Hukum
Kinerja
Efisiensi Produksi dan Alokasi Sumber Daya Efektivitas Biaya Keadilan Dalam Pemberian Layanan Kesehatan
Bagan 1. Aspek Yang Mempengaruhi Kinerja
Sumber: Partnership for Health Reform, Daniel Marceira, Provider Payment Mechanisms in Health Care: Incentives, Outcomes, and Organizational Impact in Developing countries. August 1998.
13
Kapitasi Metode pembayaran per kapita: Adalah sebuah metode pembayaran di muka di mana semua penyedia layanan yang ada dalam sistem pembayaran tersebut dibayar, dengan jumlah yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk memberikan beberapa layanan tertentu untuk tiap individu yang terdaftar pada satu penyedia layanan dalam periode waktu tertentu. Saat ini banyak Negara yang tengah mempertimbangkan untuk menerapkan sistem pembayaran kapitasi Kapitasi mewakili sejumlah uang yang tetap/ fixuntuk tiap pasien dalam periode waktu tertentu (satu tahun/satu bulan), yang dibayarkan dimuka kepada dokter yang menangani untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Umumnya, tiap dokter bertanggung jawab untuk suatu area geografis tertentu. Standar internasional untuk jumlah populasi yang masuk dalam jangkauan layanan seorang dokter adalah 1.500 sampai 2000 orang. Namun, tentu saja hal ini tergantung pada ketersediaan penyedia layanan kesehatan yang bervariasi di tiap negara maupun di tiap daerah (misal pedesaan dan perkotaan) dalam satu negara Di sebagian besar negara yang menerapkan sistem kapitasi, pasien memiliki kebebasan untuk memilih dokter. Mereka harus mendaftar untuk suatu periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) pada satu penyedia layanan kesehatan, tetapi jika dikehendaki mereka juga boleh mengubah PPK nya secara berkala. Intinya adalah perlu adanya suatu kompetisi di antara para penyedia layanan kesehatan agar para pasien mau mendaftarkan diri dalam layanan mereka. Namun, jika jumlah PPK tidak mencukupi (misalnya di daerah pedesaan), maka kompetisinya tidak akan terjadi. Dengan demikian, dampak positif dari pembayaran kapitasi (peningkatan kualitas layanan yang diberikan) tidak dapat dirasakan Ada beberapa alasan yang kuat untuk dapat mengatur jumlah penerima manfaat yang terdaftar pada satu PPK. Tentu saja tujuan dari PPK adalah untuk mendaftarkan pasien sebanyak mungkin ke dalam layanan mereka. Namun apabila sudah melebihi jumlah tertentu akan mengakibatkan tidak maksimalnya layanan kesehatan yang diberikan karena banyaknya jumlah pasien yang datang untuk berobat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan dengan mengurangi jumlah pembayaran kapitasi bila sudah melebihi jumlah yang menjadi batasan jumlah penerima manfaat/beneficiaries
Menghitung Kapitasi Jumlah kapitasi rata-rata per pasien dapat dihitung dengan sederhana menggunakan rumus berikut:
Pengalaman di tingkat internasional menunjukkan bahwa banyak negara telah beralih dari ‘suatu sistem penghitungan kapitasi sederhana’ ke sistem yang lebih canggih di mana jumlah kapitasinya bervariasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan faktor-faktor lain seperti jarak geografis antara layanan dengan pihak penerima manfaat. Dapat dipahami bahwa terdapat nilai kapitasi tetap yang diberikan 14
untuk semua penerima manfaat yang memunculkan suatu kecenderungan bagi para dokter untuk memilih ‘risiko yang baik’ dalam proses pendaftaran pasien atau penerima manfaat. Hal ini terjadi apabila seorang Dokter Praktik menawarkan layanannya di tempat-tempat di mana banyak orang muda dan sehat serta menghindari tempat yang mungkin dapat menarik perhatian orang yang memerlukan layanan medis yang lebih banyak. Sudah banyak yang mengetahui bahwa ada hubungan langsung antara umur dan kebutuhan (serta pengeluaran) untuk layanan kesehatan. Fakta ini dapat diperhitungkan dengan menerapkan rasio kapitasi relatif untuk kelompok umur yang berbeda. Prosesnya sangat sederhana terutama jika struktur usia pasien yang didaftarkan sudah diketahui. Berikut ini adalah tabel yang memaparkan contoh kelompok usia dan rasio kapitasi relatifnya. Tabel 2. Kelompok usia dan rasio kapitasi relatifnya
AG1 AG2
Kelompok Usia (KU) 0–1 2–7
Rasio kapitasi relatif (RX) 3.00 1.90
8 – 20
0.88
21– 50
0.84
51 – 65
1.40
66 – 75
2.20
> 75
3.00
AG3 AG4 AG5 AG6 AG7
Kita sumsikan bahwa rata-rata angka kapitasi (X) pada sistem ini adalah 1 Dolar US per tahun. Jika salah satunya menerapkan rasio kapitasi relatif seperti di atas maka artinya dokter akan menerima sebesar 3 Dolar US untuk setiap pasien yang terdaftar selama satu tahun dan untuk lebih dari 75 tahun lagi. Untuk pasien yang berumur 2 sampai 7 tahun maka dokter tersebut akan menerima 1,90 dolar US, dan seterusnya. Dengan menggunakan rumus di bawah ini kita dapat menghitung jumlah total kapitasi (C) yang harus dibayarkan: C
= NAG1*RXAG1*X + NAG2*RXAG2*X + ….. + NAG7*RXAG7*X = NAG1*3.00
*1 + NAG2*1.90*1
+ ….. + NAG7*3.00*1
Sekarang kita hanya perlu memasukkan jumlah pasien pada tiap-tiap kelompok usia (NAGx) untuk mengetahui jumlah total kapitasinya
15
Cara lain untuk untuk mendapatkan hasil lebih detil kita juga bisa mengelompokkan antara penerima manfaat yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini sangat masuk akal untuk diterapkan terutama untuk penerima manfaat yang masuk dalam kelompok usia subur.
Kapitasi di Indonesia – PT. ASKES Sebagai negara yang masih berkembang, sistem kesehatan di negeri Indonesia juga masih dalam proses penyempurnaan. Kita masih mencari mekanisme pembayaran yang paling sesuai dan mampu meyakinkan para pemangku kepentingan untuk dapat diterapkan di negeri ini. Tentu saja tidak ada satu sistem yang sempurna. Namun sementara dalam proses untuk menemukan sistem yang baik, Indonesia telah menggunakan beberapa mekanisme pembayaran sesuai dengan pihak pembayar dan layanan yang diberikan. Dalam bagian ini penulis mencoba untuk mendeskirpsikan sistem pembayaran yang digunakan oleh perusahaan asuransi terbesar milik pemerintah yaitu PT. Askes Indonesia di tingkat primer. PT. Askes mencakup asuransi untuk semua PNS berikut keluarga inti serta beberapa asuransi kesehatan berbasis masyarakat. Askes mengklaim sebagai spesialis asuransi kesehatan di Indonesia yang khusus menangani dan bekerja untuk asuransi kesehatan dan bukan untuk jenis asuransi lainnya. PT. Askes menerapkan mekanisme pembayaran yang berbeda-beda bagi penyedia layanan kesehatan primer, sekunder/tersier. Sistem kapitasi digunakan untuk membiayai tindakan yang diberikan di pusat layanan kesehatan primer. Tingkat kapitasi per orang ditentukan secara prospektif oleh Kementerian Kesehatan. Dana dibayarkan di muka tiap bulannya kepada para penyedia layanan kesehatan sebelum mereka memberikan layanan kesehatan. Ada dua jenis penyedia layanan kesehatan primer di Indonesia yaitu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) milik pemerintah dan Dokter Praktik yang masingmasing dikontrak oleh perusahaan asuransi (PT. Askes). Meskipun keduanya dibayarkan dengan menggunakan sistem kapitasi, namun jumlah pembayaran kapitasi untuk kedua penyedia layanan kesehatan ini berbeda. Tingkat kapitasi untuk Puskesmas sepenuhnya ditentukan oleh Kemenkes, sehingga penyedia layanan kesehatan dibayar secara tetap. Saat ini jumlah kapitasi yang dibayarkan ke puskesmas adalah sebesar Rp 2.000/orang. Sementara itu, dokter praktik memperoleh tiga kali lebih besar yaitu Rp. 5.500/orang. Logika yang digunakan atas perbedaan tersebut adalah bahwa Puskesmas dikelola oleh pemerintah sehingga memperoleh subsidi untuk biaya operasionalnya, untuk itu Puskesmas tidak berorientasi untuk memperoleh keuntungan. Dokter Praktik dikategorikan sebagai sektor swasta dan memerlukan dana yang lebih besar untuk membiayai layanan yang diberikan. Total Rp. 5.500 di atas adalah Rp. 2.000 untuk layanan dan Rp. 3.500 untuk biaya obat. Askes telah mengontrak Dokter Praktik selama 3 tahun. Program ini dimulai dengan tujuan untuk meningkatan angka kepuasan konsumen. Pasien yang terdaftar sebagai peserta asuransi telah lama mengeluhkan tentang buruknya layanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas. Orang-orang yang bekerja di Puskesmas tidak mendapatkan insentif untuk memberikan layanan berkualitas dikarenakan gaji mereka yang terlampau sedikit. Bahkan meskipun mereka digaji lebih tinggi mereka akan tetap 16
kurang termotivasi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik karena mereka dibayar berdasarkan jasa dan bukan karena kinerja. Di sisi lain, puskesmas juga mengeluhkan tentang rendahnya tingkat otonomi puskesmas untuk menggunakan dana. Askes membayarkan kapitasi kepada Dinas Kesehatan setempat dan tidak langsung diberikan kepada penyedia layanan kesehatan. Hal ini menimbulkan keterlibatan politik dalam penggunaan dana tersebut dan menimbulkan permasalahan. Dengan mengucurkan dana langsung ke puskesmas tampaknya memang merupakan ide yang bagus dan akan memberikan otonomi yang lebih besar kepada puskesmas untuk mengalokasikan dan menggunakan anggarannya. Namun,peraturan di tingkat nasional masih menjadi kendala untuk menerapkan metode ini. Program kerja sama dengan Dokter Praktik terbilang sukses dan meningatkan tingkat kepuasan masyarakat di tingkat puskesmas. Bila puskesmas buka pada pukul 08.00 sampai pukul 13.00, maka Dokter Praktik bekerja setelah jam kerja yaitu pukul 17.00 sore sampai pukul 21.00 malam. Hal ini memberikan fleksibilitas kepada pasien yang berobat ke Dokter Praktik karena sebagian besar peserta asuransi bekerja dari pukul 07.00 pagi sampai pukul 14.00 siang. Dokter praktik juga dipilih karena mereka cenderung memberikan layanan yang berkualitas dan personal dibanding puskesmas. Kompetisi antar Dokter Praktik di satu wilayah tertentu turut memberikan insentif agar memberikan pelayanan yang lebih baik. Guna mencegah timbulnya permasalahan administrasi, Askes menerapkan minimal layanan selama 3 bulan di satu penyedia jasa. Jadi, jika pasien sudah mendaftar di satu penyedia layanan kesehatan, maka mereka akan terikat dengan layanan di tempat mereka terdaftar tersebut. Dan jika ingin memperoleh keuntungan dari asuransinya mereka harus tetap mengakses layanan di penyedia layanan tersebut, meskipun jika pelayanannya kurang memuaskan. Selama tiga tahun program ini dijalankan, lebih banyak orang mendaftarkan diri pada layanan Dokter Praktik, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Program yang sukses bukan berarti tanpa kelemahan. Kompetisi dan layanan yang lebih berkualitas hanya ada di wilayah perkotaan. Masyarakat di pedesaan tidak memiliki banyak pilihan untuk memilih penyedia layanan dan terpaksa harus bertahan dengan pilihan penyedia layanan dan fasilitas kesehatan yang kurang memadai. Hal ini berdampak pada tingginya angka rujukan ke rumah sakit yang menyebabkan turunnya efisiensi manajemen keuangan. Dengan demikian pihak asuransi harus melakukan pembayaran yang tidak perlu seperti membayar biaya layanan kesehatan di tingkat sekunder yang seharusnya bisa dilakukan di tingkat primer. Alih-alih menciptakan suasana kompetitif antara Dokter Praktik dan Puskesmas, tingginya biaya yang dibayarkan kepada Dokter Praktik justru menurunkan motivasi puskesmas untuk memberikan layanan yang lebih berkualitas. Dari sudut pandang keuangan, besarnya penggantian biaya yang diberikan kepada Dokter Praktik juga mengakibatkan tingginya biaya untuk efisiensi layanan yang masih belum dapat diukur. Tantangan sistem kapitasi yang diterapkan adalah belum membedakannya tingkat kapitasi antara kelompok umur dan jenis kelamin. Sistem ini hendaknya memiliki faktor penyesuai/ adjustment factor
17
dalam membayarkan tingkat kapitasinya karena risiko antara kelompok umur dan jenis kelamin memiliki tingkatan yang berbeda pula dalam layanan kesehatan.
Pengenalan Sistem Pembayaran Kapitasi Di Pusat Kesehatan Masyarakat di Serbia Pendahuluan Republik Serbia merupakan negara yang terkurung daratan/landlocked di bagian selatan kawasan Eropa Timur. Negara ini berbatasan dengan Hongaria di sebelah utara; Romania dan Bulgaria di sebela timur, Albania dan Republik Mecedonia di sebelah selatan, serta Montenegro, Kroasia dan Bosnia-Herzegovina di sebelah barat. Nama Ibu kotanya adalah Belgrade. Batas-batas untuk negara ini baru dibentuk setelah berakhirnya Perang Dunia II ketika Serbia menjadi salah satu anggota unit federasi dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia. Serbia merdeka lagi pada tahun 2006, setelah Montenegro melepaskan diri persatuan yang dibentuk setelah terpecahnya Yugoslavia pada tahun 90-an. Total populasi di Serbia adalah sekitar 7,5 juta orang, Negara ini menghadapi berbagai permasalahan yang umum terjadi di negara yang mengalami masa transisi yaitu: pengurangan anggaran negara untuk layanan kesehatan, meningkatnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya jumlah penyakit menular dan penyakit tidak menular; serta kelemahan struktural yang berkaitan dengan pemberian layanan di tingkat primer, sekunder maupun tersier. Mengapa Pembayaran Kapitasi Diperkenalkan? Asuransi Kesehatan di Republik Serbia dibentuk menurut prinsip dan karakteristik model Jerman (Bismarck) yang mewajibkan adanya asuransi kesehatan. Menurut hukum yang berlaku, semua pegawai, pensiunan, pemilik/pendiri suatu perusahaan, pengangguran, petani, pendeta dan pegawai gereja beserta keluarga harus memiliki asuransi. Salah satu dari permasalahan sistem ini adalah terlalu banyak orang yang memiliki hak atas layanan kesehatan namun tidak diwajibkan untuk membayar kontribusi atau premi. Pihak
yang
terdaftar
dalam
asuransi
berhak
untuk
mendapatkan berbagai layanan preventif, diagnosis, dan kuratif. Namun, dana yang ada tidak cukup dan sistem Sumber: http://www.maps-of-the-world.com kesehatan umumnya sangat tidak efisien untuk memastikan Copyright 2002-2005, Maps-Of-TheWorld.com bahwa pasien memang menerima layanan yang menjadi hak mereka secara memadai dan dengan kualitas yang baik. Hal inilah yang mendorong keputusan negara ini untuk memperkenalkan sistem pembayaran kapitasi untuk layanan kesehatan yang diberikan di pusat kesehatan masyarakat. Bagan 2. Peta Serbia dan Montenegro
18
Tujuan dari pengenalan sistem kapitasi di Serbia adalah untuk 1. Meningkatkan efisiensi pendanaan publik bagi pusat kesehatan pasyarakat memberikan insentif guna meningkatkan kinerja meningkatkan efektivitas alokatif di antara pusat kesehatan masyarakat 2. Meningkatkan kualitas pusat kesehatan masyarakat 3. Mempertahankan stabilitas sektor kesehatan 4. Meningkatkan kesamaan akses ke pusat kesehatan masyarakat
Berikut ini adalah gambaran mengenai bagaimana Serbia memperkenalkan sistem pembayaran kapitasi. Memantau Dampak Dalam rangka mengukur pencapaian tujuan di atas, sejumlah indikator koheren dan prosedur pemantauan (monitoring) dibuat untuk fasilitas kesehatan yang renumerasinya sudah diberikan melalui mekanisme baru maupun di fasilitas kesehatan yang renumerasinya masih diberikan melalui mekanisme lama. Peningkatan kinerja dapat diukur secara kasar dengan menghitung jumlah prosedur yang dihasilkan, jumlah kunjungan dan jumlah rujukan. Efektivitas alokatif dapat dinilai dengan cara melihat hubungan antara biaya pemberian layanan dengan pendapatan sektor publik di pusat kesehatan masyarakat. Serangkaian indikator sederhana diperlukan untuk memonitor kualitas layanan kesehatan; namun hal ini perlu dipertimbangkan bahwa kualitas layanan kesehatan merupakan istilah yang lebih kompleks dan mekanisme remunerasimya hanyalah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kualitas layanan kesehatan. Lebih mudah untuk memonitor dan mengevaluasi stablitas keuangan pembeli dari sektor publik (Dana Asuransi Kesehatan) dan penyedia layanan di pusat kesehatan masyarakat. Data dapat diperoleh dari sistem akuntansi standar namun harus diperhatikan adanya hutang yang tidak tampak dan nantinya akan mengakibatkan adanya remunerasi yang tidak seimbang (seperti tidak menghiraukan perawatan dll). Keadilan/ equity akses ke pusat kesehatan masyarakat dapat diukur menurut volume dan biaya pengguna (baik formal maupun informal) dan dengan mendistribusikan penggunaan layanan pusat kesehatan masyarakat di semua wilayah dan ke semua kelompok sosial. Tiga Fase Penerapan Sistem Remunerasi Yang Baru Seluruh proses pengenalan mekanisme penggantian uang yang baru di Serbia dibagi menjadi tiga fasse utama yaitu: Fase konsep Fase pengumpulan data dan kalkulasi Fase pelaksanaan 19
Selama fase konsep, dilakukan penilaian terhadap berbagai pilihan untuk sistem penggantian biaya yang baru dan karakteristik kualitatif dasar untuk sistem yang baru juga disusun. Fase konsep ini memberikan kerangka bagi fase pengumpulan data dan kalkulasi. Rentang dan sumber data yang diperlukan untuk semua tarif (harga) yang berkaitan dengan sistem penggantian biaya yang baru harus ditentukan, datadata harus dikumpulkan dan dinilai, semua kalkulasi juga harus dilakukan. Fase pelaksanaan dibentuk dari kedua fase sebelumnya dan semua prosedur pelaksanaan yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran yang baru ini disusun dan didukung dengan peraturan yang ada dalam buku, format dan instruksi. Pelatihan bagi semua peserta juga telah diberikan. Selain itu diperlukan kampanye penyebaran informasi bagi masyarakat. Fase Konsep Tujuan dari fase ini adalah untuk merancang semua karakteristik kualitatif dari mekanisme penggantian biaya. Data yang tersedia harus digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan bagi pilihan yang lain, pada fase ini pertanyaan di bawah ini harus dijawab:
Di tingkatan layanan kesehatan yang mana suatu mekanisme penggantian biaya yang baru ini dapat diterapkan? Apakah struktur PPK memungkinkan adanya kompetisi untuk mendorong efisiensi? Mekanisme Remunerasi seperti apa yang harus dijalankan untuk masing-masing tim medis? Spesalisasi medis apa saja yang tercakup dalam mekanisme penggantian biaya yang baru? Layanan apa saja yang termasuk dalam mekanisme penggantian biaya yang baru? Layanan apa saja yang harus diklaim secara terpisah? Dari beberapa cara penggantian biaya yang berbeda tersebut apa yang menjadi kesamaan dalam mekanisme penggantian biaya? Penyesuai risiko (risk adjusters) apa saja yang harus digunakan?
Fase Pengumpulan Data dan Kalkulasi I Sebagai dasar dari semua kalkulasi yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya, maka biaya aktual/ actual cost yang diperlukan untuk memberikan layanan kesehatan harus ditentukan. Informasi mengenai semua biaya harus dikumpulkan. Tabel 3. Jenis biaya yang diperhitungkan dalam pengumpulan data
Biaya tetap (non-recurrent cost) Biaya rutin (recurrent cost) Biaya personil
Biaya gedung, peralatan media, peralatan kantor, komputer/sistem TI Biaya perawatan(gedung, alat), barang kantor, barang habis pakai, Transportasi, komunikasi, utilitas, layanan Gaji personil medis dan non medis (termasuk pajak dan kontribusi sosial), biaya pelatihan, biaya literatur profesional
20
Cara termudah untuk memperoleh angka kapitasi adalah dengan menambahkan biaya tersebut lalu membaginya sesuai jumlah populasi yang dilayani. Namun, perlu diingat bahwa sebagian besar biaya internal merupakan biaya tetap atau semi tetap serta biaya lainnya sangat bergantung pada jumlah pasien dan dalam lingkup pemikiran yang lebih luas sesuai dengan besarnya populasi yang dilayani. Biasanya solusinya adalah dengan kombinasi dari pendanaan anggaran untuk membayar biaya yang tetap dan semi tetap, serta pendanaan kapitasi untuk membayar pengeluaran lainnya (yang merupakan pilihan yang dipilih oleh Serbia). Namun untuk tujuan praktis kita akan mengasumsikan bahwa semua biaya diganti menurut pembayaran kapitasi. Permasalahan kedua berasal dari fakta bahwa penyedia jasa kesehatan primer bervariasi besarnya dan hasilnya memiliki rata-rata biaya yang berbeda. untuk itu perlu penyesuaian data agar praktik-praktik medis yang bervariasi besarnya ini dapat tercakup semua. Solusinya adalah dengan melakukan kalkulasi berdasarkan ‘tim medis’ yang terdiri dari dokter, perawat dan karyawan pendukung. Tim medis di pusat kesehatan masyarakat berkisar antara 5 sampai 148 tim medis, dengan rata-rata jumlahnya 22 tim. Total biaya untuk biaya non-rutin, rutin dan personil untuk tiap tim medis adalah 3.200.000 Dinars (atau sekitar 55.000USD). Kita harus ingat bahwa karena ini nantinya akan dibagi dengan koefisien risiko untuk memperoleh angka kapitasi aktual. Fase Pengumpulan Data dan Kalkulasi II Di Serbia berbagai studi dilakukan untuk menentukan penyesuai risiko (Risk Adjusters) yang diperlukan untuk sistem kapitasi. Akhirnya diputuskan untuk menggunakan usia sebagai penyesuai risiko namun bisa juga untuk menggunakan factor lain seperti jenis kelamin. Koefisien dihitung berdasarkan rerata penggunaan layanan sesuai kelompik usia, Data ini tersedia di Sistem Informasi Manajemen Kesehatan. Diasumsikan bahwa penggunaan ini dapat dipakai sebagai indikator proxy untuk biaya (perbedaan) aktual untuk layanan medis sesuai kelompok usia. Sebagai tambahan rata-rata populasi yang dilayani untuk tindakan pemberian layanan kesehatan primer juga turut dinilai. Studi di kota Kraljevo, menunjukkan bahwa: Tabel 4. Risk adjuster berdasarkan kelompok umur
Usia 1
0-14 1.56
15-49 0.85
50-64 1.40
65+ 2.24
Sum -
1.400
1.156
441
403
3.400
2.142
451
619
988
-
Penyesuai Risiko/ Risk adjuster (R)
Jumlah populasi yang dilayani untuk rata-rata tiap tim medis (N) Koefisien Usia (R*N)
Berdasarkan informasi tersebut, dan menurut biaya dari PPK maka bisa dilakukan kalkulasi nilai kapitasinya. Rumusnya sederhana saja: 1
Nilai risiko dapat diperoleh dari
⁄
21
= 941 Dinar (sekitar 16 USD) Sekarang kita hanya perlu mengalikan nilai Dasar Kapitasi dengan penyesuai risiko (R) untuk mendapatkan hasil kapitasi aktual . Tabel 5. Nilai kapitasi berdasrkan risiko umur
Usia 0-14 1.468 Nilai kapitasi disesuaikan dengan risiko (dalam Dinar)
15-49 800
50-64 1.317
65+ 2.107
Tampak bahwa tingkat kapitasi berdasarkan asumsi bahwa semua biaya yang dikeluarkan PPK di pusat kesehatan masyarakat diganti sesuai dengan pembayaran kapitasi. Pada kenyataannya nilai kapitasi di Serbia akan rendah. Setiap PPK akan menerima pendapatan melalui penganggaran (untuk biaya tetap) dan menggunakan fee-for-service (misal untuk kegiatan promosi kesehatan dan kegiatan pencegahan penyakit) Fase Pelaksanaan Sebelumnya telah dijelaskan tentang fase disain dalam rangka menyusun sistem pembayaran kapitasi di Serbia, demikian juga untuk pengumpulan data dan kalkulasi yang telah dilakukan. Sekarang kita sudah sampai pada proses yang sebenarnya dalam menerapkan sistem yang baru ini. Aspek yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut: Periode Transisi: Pada umumnya tidak mungkin untuk mengganti satu sistem lama dengan yang baru dalam satu hari. Awalnya dimulai di sejumlah institusi dengan skala kecil dan terus berkembang. Untuk itu diperlukan rencana yang detil tentang bagaimana agar sistem yang lama dan yang baru dapat berjalan paralel pada masa transisi. Kontrak: Kontrak antara PPK dengan pihak asuransi kesehatan harus disesuaikan dengan mekanis pembayaran yang baru. Kontrak tersebut hendaknya mencakup peraturan spesifik tentang tanggung jawab PPK (proses pendaftaran pasien, jenis pelayanan yang diberikan, standar kualitas, peraturan rujukan dari pusat kesehatan primer, dll) Prosedur: Asuransi kesehatan harus menyusun mekanisme internal (peraturan dan prosedur) tentang bagaimana proses klaim bagi PPK dan bagaimana menilai tingkat akurasi dari klaim tersebut. Sistem Teknologi Infomrasi: Sistem IT yang baru diperlukan untuk mengatur sistem pembayaran kapitasi asuransi kesehatan dan PPK. 22
Pelatihan PPK: Perubahan bagi pihak PPK akan cukup ekstensif karena mereka akan menanggung risiko keuangan yang lebih besar dibandingkan dengan sistem yang didanai dari anggaran biaya untuk layanan/fee-for-service. PPK harus mengetahui risiko-risikonya dan mereka juga harus mengetahui kewajiban baru mereka terhadap pihak asuransi kesehatan dan para klien. Pendaftaran peserta asuransi: Seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya bahwa dampak positif dari sistem pembayaran kapitasi dapat dirasakan secara maksimal bila peserta asuransi memiliki beberapa pilihan penyedia layanan kesehatan. Hal ini berarti bahwa peserta asuransi secara aktif perlu mendaftarkan diri pada satu penyedia jasa (biasanya terdapat pilihan untuk berpindah dari datu PPK ke PPK lain setelah periode waktu tertentu). Sebagai bagian dari proses pengenalan terhadap sistem pembayaran kapitasi maka perlu untuk mengatur pendaftaran peserta asuransi tersebut. Aspek utamanya adalah adanya kampanye informasi bagi seluruh peserta asuransi (yakni seluruh masyarakat) guna mengedukasi masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sesuai dengan sistem yang baru, Tiap aspek yang disebutkan di atas perlu dipertimbangkan dengan seksama agar dapat mencapai tujuan secara keseluruhan dalam pengenalan sistem kapitasi yang baik. Dari sudut pandang metodologi, sistem pembayaran kapitasi tampaknya memang sederhana dan mudah untuk dipahami tetapi pelaksanaan sebenarnya melewati proses yang cukup kompleks. Akan tetapi, jika pelaksanaannya didukung dengan dasar konsep yang kuat maka hasil positif pasti dapat diraih dengan mengubah struktur insentif PPK di pusat kesehatan masyarakat.
Voucher – Pembiayaan Dari Sisi Permintaan Voucher merupakan mekanisme pembayaran alternatif untuk penyedia layanan kesehatan yang bisa digunakan untuk mensubsidi jenis layanan tertentu dan juga memberikan insentif bagi PPK guna meningkatkan kualitas layanan mereka. Dalam sistem voucher kelompok masyarakat tertentu (biasanya masyarakat miskin/kelompok masyarakat dengan tingkat kerentanan tinggi) akan menerima voucher yang menyatakan bahwa mereka dapat memperoleh sejumlah layanan kesehatan dari PPK tertentu. Ketika memperoleh layanan ini pasien tidak perlu membayar dan hanya perlu memberikan voucher. PPK kemudian akan diganti biayanya oleh lembaga (misal LSM) yang mengatur sistem voucher tersebut. Satu perbedaan penting antara konsep ini dengan penggunaan voucher untuk sektor pendidikan, yang merupakan awal mula diterapkannya sistem ini. Untuk sektor kesehatan, voucher ini bisa dipakai dan digunakan untuk membatasi rangkaian layanan agar perawatan yang diberikan efektif dan tepat biaya. Dalam sektor pendidikan salah satu pembenarannya adalah untuk mengurangi keseragaman di tiap sekolah dan meningkatkan kebijaksanaan para penyedia layanan. Sudut pandang yang digunakan di sektor pendidikan adalah bahwa para murid dan orang tuanya merupakan juri terbaik terhadap kualitas pendidikan yang mereka terima. Sedangkan untuk sektor kesehatan informasi yang asimetris dapat berarti bahwa pasien tidak harus menjadi juri atas kualitas teknis dari perawatan yang diberikan meskipun pasien tersebut merupakan subyek dari kualitas layanan yang diberikan. Perbedaan mendasar antara voucher pendidikan dan kesehatan ini menggambarkan pokok penting lainnya yaitu, bahwa voucher merupakan alat yang sangat fleksibel dan kegagalan maupun kesuksesannya tergantung pada 23
faktor konteks (Kondisi Dasar, Struktur Pasar dan Kebijakan Publik)serta berbagai permasalahan yang akan ditangani sebagai kekuatan dan kelemahan inheren.
Voucher Sebagai Subsidi Untuk Masyarakat Yang Kurang Mampudan/atau Kelompok Berisiko Tinggi/Rentan Voucher memungkinkan kita untuk berfokus pada subsidi rakyat yang ditujukan kepada kelompok tertentu seperti misalnya masyarakat yang kurang mampu dan/atau masyarakat yang lebih membutuhkan. Dengan mentargetkan subsidi kepada kelompok yang kurang mampu juga dapat meningkatkan efisiensi alokasi di mana berbagai permasalahan kesehatan dipusatkan pada kelompok ini, dan terutama karena intervensi kesehatan yang efektif sering kali kurang dimanfaatkan oleh kelompok tersebut dengan berbagai alasan yang mendasarinya Kemampuan voucher ini untuk memberikan dampak positif bergantung pada (a) voucher yang didistribusikan kepada kelompok yang kurang mampu (dan tidak diberikan kepada masyarakat yang lebih mampu) serta (b) tingkat penggunaan voucher tersebut oleh kelompok target. Tidak satupun dari kondisi di atas yang mudah untuk dicapai. Untuk memulainya perlu dilakukan identifikasi yang reliabel untuk menetukan kelompok yang kurang mampu dan/atau berisiko tinggi, hal ini tidak mudah untuk dilakukan dan terdapat sejumlah diskusi tentang pelaksanaanya di berbagai literatur. Penargetan Geografis mungkin merupakan salah satu cara yang paling sederhana untuk menjangkau kelompok rentan tersebut, namun yang perlu selalu diingat bahwa pasti ada warga yang relatif lebih mampu yang tinggal di daerah yang mayoritas ditinggali warga kurang mampu. Dan begitu pula sebaliknya bahwa ada warga kurang mampu yang tinggal di wilayah yang mayoritas warganya kaya. Beberapa orang yang kurang mampu bahkan mungkin tidak memiliki rumah yang tetap. Cara-cara untuk menentukan kelompok kurang mampu dapat lebih akurat tapi juga cenderung untuk menghabiskan biaya yang lebih banyak. Alternatif yang ketiga adalah dengan memberikan tanggung jawab untuk mengidentifikasi kelompok yang kurang mampu kepada organisasi lain seperti organisasi amal, pekerja sosial, organisasi keagamaan yang dikenal bekerja berdampingan dengan kelompok masyarakat tertentu. Untuk alternatif yang ketiga ini, kita dapat menambah tingkat akurasi penargetan secara bertahap dengan cara menambah variasi jumlah voucher yang didistribusikan kepada setiap organisasi (atau bahkan kepada tiap individu dalam organisasi) sesuai dengan indikator tertentu yang dicatat pada saat penukaran voucher. Bahkan jika voucher tersebut berhasil didistibusikan kepada kelompok target hal ini bukanlah jaminan bahwa voucher tersebut akan digunakan. Subsidi yang diberikan tidak dapat mewakili jumlah insentif yang diperlukan, kendala sosial atas penggunaan layanan yang diberikan bisa saja muncul atau kendala dari biaya transportnya yang dapat mempengaruhi penukaran voucher. Masyarakat juga bisa jadi tidak mempercayai bahwa subsidi yang diberikan tersebut sungguh-sungguh memberikan layanan bersubsidi. Bilamana penyalahgunaan terus dilakukan maka pemegang voucher tersebut, bisa jadi memperjualbelikan voucher yang dimilikinya kepada orang yang lebih mampu. Meski terdapat beberapa 24
kemungkinan bahaya, pengalaman yang ada menunjukkan bahwa dengan rancangan yang teliti dalam hal strategi distribusi dan keuntungan yang akan diperoleh, dapat membuat sejumlah masyarakat tidak mampu setidaknya menggunakan voucher yang mereka miliki. Terlepas dari apakah proporsi masyarakat yang dilayani cukup tinggi untuk dapat mencapai traget program, tiap skema harus dievealuasi secara individual. Tabel 6. Potensi kelebihan dari skema voucher
Potensi kelebihan Dalam hal: Dengan cara: - Mendistribusikan voucher kepada kelompok masyarakat miskin Keadilan - Menghapus biaya dan hambatan kualitas untuk meningkatkan peyerapan - Tender yang kompetitif Efisiensi - Produktivitas berdasarkan remunerasi (mengganti sumber daya publik, menghindari PPK yang tidak efisien) - Menggunakan pihak ketiga untuk mendistribusikan voucher - Menggunakan struktur institusional yang sudah ada dan lebih banyak melibatkan sector swasta - Pemantauan dan penilaian program yang dilakukan dalam waktu tertentu Efektivitas - Mengundang PPK yang memberikan layanan berkualitas untuk mengikuti tender (misal sector swasta) - Memupuk kompetisi untuk klien - Memasukkan spesifikasi kualitas dan pelatihan wajib dalam kontrak PPK - Mentargetkan - Akreditasi kualitas bagi PPK - Mengalokasi sumber daya hanya dengan bukti/intervesi efektivitas biaya - Pemantauan dan Penilaian dalam waktu tertentu Kepuasan - Kompetisi PPK yang terjadi untuk kepuasan pasien pasien - Memungkinkan beberapa PPK untuk ambil bagian (termasuk sector swasta) - Menghapus hambatan biaya Sumber: Anna Gorter et al. Competitive Voucher Schemes for Health, Background Paper Instituto CentroAmericano de la Salud ICAS August 2003 Tabel 7. Kelemahan yang mungkin terjadi untuk skema voucher
Potensi Kelemahan Kerugian Sebab: untuk: - Mensubsidi peserta yang sudah ada untuk layanan swasta Keadilan - Voucher yang seharusnya ditujukan kepada kelompok yang kurang mampu mungkin disalahgunakan dan diberikan pada yang lebih mampu - Terjadinya pemilihan yang salah Efisiensi - PPK berkompetisi untuk kualitas subyektif dan bukan harganya - Kurangnya komitmen politik mengakibaktan bangkrutnya sector publik yang tidak efisien. - Terlalu banyak potensi monopoli - Layanan terfragmentasi - Pembuatan skema yang rumit dan perlu waktu untuk dikembangkan dan memerlukan biaya tinggi - Biaya administrasi dan sistem monitoring yang tinggi
25
Efektivitas
- Kurangnya pendanaan dari layanan sektor publik - Kurangnya kendali atas PPK dan sulitnya memonitor kualitas teknis - PPK mempertaruhkan kualitas dengan menurunkan harga dan meningkatkan keuntungan
Kepuasan Pasien
- PPK sector public mungkin akan gulung tikar dan sector swasta menjadi tidak aksesibel - Penerima voucher kurang memiliki informasi yang reliabel - Voucher tersebut dapat memberikan stigma kepada pemegannya Sumber: Anna Gorter et al. Competitive Voucher Schemes for Health, Background Paper Instituto CentroAmericano de la Salud ICAS August 2003
Studi kasus di Kenya Berikut ini adalah contoh dari Kenya mengenai cara penggunaan voucher yang dapat membantu mencapaian Tujuan Pembangunan Milenium/MDGs: Voucher yang diberikan untuk menekan angka kematian ibu di Kenya Satu dari delapan anak dalam lima tahun pertama sesudah kelahiran meninggal di Kenya, ini merupakan salah satu angka kematian tertinggi di seluruh dunia. Kematian ibu di negara ini juga sama tingginya yaitu lebih 400 ibu meninggal dalam tiap 100.000 kehamilan dan persalinan (dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara maju seperti Denmark, Jepang dan Jerman yang hanya 5 per 100.000 persalinan). Faktor utama yang mendasari adalah tingginya hambatan akses yang bersifat finansial maupun nonfinansial terhadap layanan kesehatan berkualitas. Pasien umumnya membayar layanan kesehatan dari kantong mereka sendiri dan sering kali menerima pelayanan yang tidak sesuai standar karena banyaknya kekurangan dalam sistem pelayanan kesehatan di Kenya. Kelahiran seorang anak atau bila anak mengalami penyakit yang serius dapat dengan mudah menyebabkan pasien membayar biaya kesehatan di luar kemampuan mereka. Hal ini semain menambah kemiskinan dan ketidakmampuan karena kurangnya aset. Organisasi Pembangunan Pemerintah Jerman mendukung proyek ini dengan tujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan untuk kehamilan dan persalinan. Voucher dijual dengan harga yang sudah disubsidi dan ditargetkan untuk kelompok kurang mampu. Voucher tersebut kemudian dapat digunakan untuk mendapatkan layanan khusus dari PPK yang sudah tersertifikasi. Voucher tersebut mencakup jenis layanan persalinan berkualitas, layanan KB jangka panjang dan perawatan bagi korban yang megalami kekerasan seksual. Ide yang mendasari konsep voucher ini adalah untuk mendukung pembentukan sistematis atas layanan kesehatan yang berkualitas yang searah dengan pencapaian MDG. Sejak diterapkannya program ini, sebanyak 50.000 ibu membeli voucher tersebut guna mengakses layanan persalinan yang berkualitas dan sekitar 2.300 anak lahir setiap bulannya dengan skema ini. Program ini secara langsung membantu mengurangi angka kematian ibu. Sekitar 350 perempuan (dan laki-laki) menggunakan layanan bersubsidi untuk KB jangka panjang di PPK yang terakreditasi dan angka tersebut masih terus meningkat. Layanan KB tersebut juga mengurangi risiko HIV/AIDS. Penggunaan voucher ini meningkatkan jumlah insentif bagi penyedia layanan kesehatan untuk memberikan pelayanan yang efektif dan terarah, karena keuntungannya berbanding lurus dengan 26
jumlah voucher yang ditukarkan. Seiring dengan berjalannya waktu sistem ini terus diperbaiki dan layanan yang berkualitas kepada masyarakat kurang mampu masih terus ditawarkan. Pengenalan elemen kompetisi terhadap para PPK dan penerapan proses akreditasi secara bertahap meningkatkan standar pelayanan dan konsep remunerasi untuk mencapai dampak sistem yang diharapkan. Dengan berfokus pada kelompok target, peningkatan kualitas dan pendanaan yang berkelanjutan dapat dipertahankan untuk perencanaan menuju sistem asuransi kesehatan yang menyeluruh di Kenya
Kelompok Diagnosis Terkait/Diagnosis Related Groups Pembentukan Kelompok Diagnosis-related groups (DRG) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengelompokkan kasuskasus yang ada di rumah sait. Dapat dikatakan bahwa sistem DRG merupakan ‘produk’ yang diterima pasien. Tiap kelompok kasus memiliki karakterisitik yang mirip menurut standar konsumsi sumber daya. Standar konsumsi sumber daya merupakan jumlah rata-rata dari sumber daya yang digunakan untuk memberikan perawatan menurut jenis kondisinya. Yang dimaksud sumber daya termasuk semua yang digunakan rumah sakit untuk merawat dan melayani pasien seperti makanan, perban, obat, sinar rontgen, pembedahan, jam kerja perawat dan semua hal lain yang diperlukan. Seperti yang dapat anda Veriabel yang mempengaruhi DRG (hal. lihat pada grafik di bawah ini terdapat dua 25) faktor yang mempengaruhi DRG yaitu: variabel pasien dan variabel yang berkaitan dengan organisasi dan manajemen rumah sakit. Variabel Pasien
Varibel Keputusan Medis dan Manajemen
Diagnosis utama, Jenis Kelamin, Usia, Diagnosis lainnya, Tingkat Parahnya Pasien
Penggabungan dan intensitas prosedur, teknologi dan penggunaan sumber daya
Kelompok Pasien dengan tingkat konsumsi sumber daya yang sama = DRG
Bagan 3. Variabel yang mempengaruhi pembentukan kelompok DRG
27
Penentuan Harga Untuk Layanan Medis Besarnya biaya yang dibebankan untuk tiap DRG, adalah berdasarkan jumlah normal sumber daya yang digunakan untuk tiap kasus. Seperti yang anda duga sebelumnya penggunaan sumber daya normal lebih besar untuk transplantasi ginjal daripada operasi usus buntu. Besarnya biaya ini kemudian dikalikan dengan harga dasar (base rate). Harga dasar biasanya mempertimbangkan faktor biaya yang ada diluar kendali rumah sakit misalnya rumah sakit pendidikan yang biasanya memiliki harga dasar yang lebih tinggi dari pada yang non-pendidikan; sedangkan untuk rumah sakit di daerah perkotaan kemungkinan memiliki harga dasar yang tinggi juga untuk membayar gaji staf dan sewa gedung Determinan Biaya Rumah Sakit
Variabel rumah sakit
Variable keputusan medis dan manajemen
Diagnosis utama, Jenis Kelamin, Usia, Diagnosis lainnya, Tingkat Parahnya Pasien
Penggantian biaya DRG
Penggabungan dan intensitas prosedur, teknologi dan penggunaan sumber daya
=
Variabel struktural tingkat rumah sakit/daerah/nasional
Misalnya: ukuran, status pengajaran, urbanitas, tingkat gaji
Harga dasar
x
Besaran biaya
+ Faktor penyesuai/ adjustment factors
Bagan 4. Determinan pembentuk biaya DRG
Tantangan Ide yang mendasari sistem pembayaran sesuai DRG adalah untuk memberikan insentif kinerja yang efektif bagi rumah sakit: jika rumah sakit dapat mengaturnya dengan baik dan dapat memulangkan 28
pasien dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit maka biayanya pun menjadi lebih rendah, namun rumah sakit akan tetap menerima oenggantian biaya menurut DRG secara penuh. Hal ini berarti bahwa dengan sistem DRG, rumah sakit yang efisien akan lebih banyak memperoleh keuntungan. Di sisi lain rumah sakit bisa saja mencoba untuk bermain-main dengan sistem DRG untuk meningkatkan keuntungan mereka. Ada yang berpendapat bahwa usaha-usaha ini akan memberikan pengaruh yang negatif kepada pasien (misal memulangkan pasien terlalu cepat), sementara ada juga yang berpendapat bahwa ini ‘hanyalah’ untuk memberikan biaya tambahan bagi pihak asuransi kesehatan (hal ini sering disebut ‘upcoding’ yaitu misalnya dengan mendeskripsikan kasus agar tampak lebih parah dari yang sebenarnya untuk mendapatkan kelompok yang lebih banyak memberikan keuntungan). Tantangan lain adalah kompleksitas pengenalan sistem DRG. Studi yang mendalam sangat diperlukan untuk mendeskripsikan kelompok yang sejenis dan sejumlah besaran biaya, sebagai tambahan, sistem TI yang lebih canggih juga diperlukan untuk pengodean kasus. Sistem TI ini biasanya disebut ‘groupers’. Dan yang terakhir: staf di rumah sakit dan asuransi kesehatan harus dilatih untuk mengoperasikan sistem yang begitu kompleks. Karena alasan tersebut pengenalan sistem DRG biasanya memerlukan waktu beberapa tahun. Hal ini bisa dimulai dengan beberapa rumah sakit dan dan DRG yang kemudian dikembangkan dan disempurnakan secara bertahap.
29