MDVI
Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 16s – 22s
Artikel Asli PERBANDINGAN TINGKAT IRITASI KULIT AKIBAT PENGGUNAAN DISINFEKTAN TANGAN FORMULA-1 WORLD HEALTH ORGANIZATION (WHO), KOMBINASI ETANOL DENGAN N-PROPANOL DAN CHLORHEXIDINE GLUCONATE PADA PETUGAS KESEHATAN Maria Vianney Sansan, Tejo, B.A., Widhiati,S., Yustin,E., Eko Irawanto, M., Kariosentono,H Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr.Moewardi, Surakarta ABSTRAK Dermatitis tangan merupakan masalah klasik okupasional para petugas kesehatan di berbagai negara, 80% kasus adalah dermatitis kontak iritan (DKI). Faktor risiko utamanya adalah paparan terhadap iritan, seperti air, detergen dan alcohol-based hand rubs (AHRs). Tujuan penelitian ini untuk membandingkan tingkat iritasi kulit akibat penggunaan disinfektan tangan formula-1 WHO, kombinasi etanol dengan n-propanol dan chlorhexidine gluconate (CHG) pada petugas kesehatan. Dermatitis kontak iritan yang ringan diinduksi dengan uji tempel menggunakan sodium lauryl ether sulfate (SLES) 0.5% selama 24 jam pada lengan atas 21 orang subjek, diikuti dengan repeated open application test (ROAT) menggunakan disinfektan tangan formula-1 WHO [80%(v/v) etanol, 1.45%(v/v) gliserol, 0.125%(v/v) H2O2]; kombinasi 45% etanol dan 18% n-propanol (Softa-Man®); CHG 0.5%(w/v) dalam 70%(v/v) etanol (3M Antiseptic®); dan air sebagai kontrol basah. Iritasi pada kulit dianalisa 15 menit setelah aplikasi masing-masing siklus atau 10 kali paparan dari total tiga siklus menggunakan penilaian DKI dari Japanese Society of Contact Dermatitis. Seluruh data dianalisa dengan uji Marginal Homogeneity. Reaksi positif ROAT terhadap disinfektan tangan formula-1 WHO muncul pada 10 subjek (47.62%), kombinasi etanol dan n-propanol 4 subjek (19.05%), CHG 12 subjek (57.14%) dan air 2 subjek (9.52%). Disinfektan tangan formula-1 WHO dan CHG lebih iritatif dibandingkan air (p<0.001), sedangkan kombinasi etanol dan n-propanol tidak berbeda bermakna (p=0.102). Tingkat iritasi kulit akibat penggunaan disinfektan tangan formula-1 WHO dan CHG tidak berbeda bermakna (p=0.050). Tidak terdapat korelasi bermakna antara riwayat atopi dengan tingkat iritasi pada kulit (p=0.863). Disinfektan tangan formula-1 WHO dan CHG lebih iritatif dibandingkan dengan air, sedangkan kombinasi etanol dan n-propanol tidak berbeda bermakna. (MDVI 2013; 40/s:16s – 22s) Kata kunci:
dermatitis kontak iritan, formula-1 WHO, etanol, n-propanol, chlorhexidine gluconate, disinfektan tangan
ABSTRACT
Korespondensi:
Jl. Kol. Sutarto No. 132 - Surakarta Tel. 0271-634848 Email:
[email protected]
16 S
Hand dermatitis is a classic occupational health problem for healthcare workers (HCWs) in many countries, 80% of cases are irritant contact dermatitis (ICD). The most important risk factor`s the exposure to irritants: water, detergents and alcohol-based hand rubs (AHRs). The aim of the study is to compare the skin irritation level of WHO formulation-1, ethanol with npropanol combination and chlorhexidine gluconate (CHG) containing hand disinfectants among HCWs. A low-grade ICD`s induced by 0.5% sodium lauryl ether sulfate (SLES) patch over 24hours on the upper arm of 21subjects, followed by repeated open application test (ROAT) with WHO formulation-1 hand rub [80%(v/v) ethanol, 1.45%(v/v) glycerol, 0.125%(v/v) H2O2]; combination of 45% ethanol and 18% npropanol (Softa-Man®); CHG 0.5%(w/v) in 70%(v/v) ethanol (3M Antiseptic®); and water as wet control. The skin irritation`s examined 15minutes after each cycle of application/10 exposures of total three cycles by ICD score of Japanese Society of Contact Dermatitis. The data`s analyzed using Marginal Homogeneity test. The positive ROAT reaction to WHO formulation-1 was seen in 10 subjects (47.62%), ethanol and npropanol 4subjects (19.05%), CHG 12subjects (57.14%) and water 2subjects (9.52%). WHO formulation-1 and CHG hand disinfectants were more irritative compare to water (p<0.001), while ethanol and n-propanol combination wasn`t significantly different (p=0.102). Irritancy level between WHO formulation-1 and CHG hand disinfectants was not significantly different (p=0.050). No significant correlation between atopy history and skin irritation level of AHRs (p=0.863). WHO formulation-1 and CHG containing hand disinfectants were more irritative compare to water, while ethanol and n-propanol combination was not significantly different. (MDVI 2013; 40/s: 16s – 22s) Key words: irritant contact dermatitis, WHO formulation-1, ethanol, n-propanol, chlorhexidine gluconate, hand disinfectants
M V Sansan dkk.
PENDAHULUAN Dermatitis tangan merupakan masalah klasik okupasional para petugas kesehatan di berbagai negara.1-3 Dermatitis tangan okupasional terjadi pada 17-30% petugas kesehatan dibandingkan dengan masyarakat umum.4,5 Penyakit ini disebabkan terutama oleh dermatitis kontak iritan (DKI) akibat penggunaan produk pembersih tangan yang sering dan berulang, biasanya sabun atau deterjen lainnya.6,7 Penelitian oleh Löffler dkk. alcohol-based hand rubs (AHRs) menyebabkan iritasi kulit minimal dibandingkan dengan mencuci tangan menggunakan detergen/ sabun sehingga lebih disukai dari segi dermatologis.8 Evaluasi AHRs dengan mengukur hidrasi kulit dan penilaian visual menunjukkan iritasi kulit yang lebih rendah dibandingkan detergen atau sabun,9-10 Winnefield dkk. juga mendukung pernyataan tersebut dengan mengevaluasi AHRs secara klinis, serta pengukuran trans epidermal water loss (TEWL).11 Alcohol-based hand rubs dilaporkan lebih unggul dibandingkan mencuci tangan dengan sabun secara umum, karena membutuhkan waktu yang lebih singkat, bekerja lebih cepat, menimbulkan iritasi yang minimal terhadap kulit serta terbukti menurunkan angka infeksi secara bermakna.12 Namun, pada kenyataannya tingkat kepatuhan penggunaan AHRs kurang optimal. Hal ini mungkin disebabkan oleh rasa terbakar dan tidak nyaman pada kulit akibat AHRs.12,13 Setelah menggunakan AHRs, para petugas kesehatan dapat mengalami sensasi terbakar akibat terganggunya sawar kulit oleh pencucian tangan yang sering atau pemakaian sarung tangan secara oklusif.5,12 Kesalahan yang seringkali terjadi pada penggunaan AHRs adalah aplikasi pada kulit yang teriritasi sebelumnya dan pencucian tangan sebelum disinfeksi tangan yang sebenarnya tidak diperlukan, atau setelah disinfeksi tangan, sehingga akan menghilangkan emolien.5 Adanya kondisi pre-iritasi kulit sebelumnya sangat berhubungan dengan kerentanan iritasi oleh alkohol.14,15 Hal ini akan memicu siklus yang tidak berujung karena para petugas kesehatan akan lebih sering mencuci tangan dan mengurangi penggunaan disinfektan tangan.5,12 Pada Guideline for Hand Hygiene in Healthcare Settings of the Centers for Disease Control, dinyatakan bahwa tingkat toleransi kulit terhadap AHRs merupakan masalah potensial: “Walaupun alkohol adalah antiseptik yang paling aman, namun alkohol dapat menyebabkan kekeringan dan iritasi”.16 Ambang batas iritasi pada masing-masing individu sangat bervariasi dan setelah suatu periode waktu, setiap individu dapat mengalami peristiwa hardening atau kehilangan toleransi. Setiap orang dapat mengalami DKI akibat paparan iritan yang sering dan konsentrasi yang cukup tinggi.17 Pencegahan DKI dapat dilakukan dengan memilih disinfektan dengan tingkat iritasi rendah, dan mengandung emolien, serta panduan yang jelas mengenai waktu penggunaan yang
Tingkat iritasi kulit akibat disinfektan tangan
benar dalam praktek sehari-hari.5 Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan perbandingan potensi iritasi dari berbagai AHRs yang digunakan di rumah sakit; disinfektan tangan formula-1 WHO, kombinasi etanol dan n-propanol serta disinfektan yang mengandung chlorhexidine gluconate (CHG).
METODE PENELITIAN Suatu uji klinis buta ganda terkontrol, monosentrik dan prospektif, dilakukan dengan uji tempel sodium lauryl ether sulfate (SLES) untuk menghasilkan kondisi kulit pre-iritasi, dilanjutkan dengan repeated open application test (ROAT) dengan AHRs. Protokol penelitian ini telah disetujui oleh badan komite etik pada tanggal 3 Juni 2013. Subjek penelitian adalah para petugas kesehatan di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi, Surakarta-Indonesia yang secara sukarela mau mengikuti uji klinis. Penelitian dilakukan dengan 21 subjek sehat (13 perempuan, 8 laki-laki, berusia 19-31 tahun). Tiga subjek memiliki riwayat atopi; namun tidak ada yang memiliki eksim pada kulit. Persetujuan tertulis telah ditandatangani oleh seluruh peserta uji klinis. Prosedur Lima area sirkular (d=20mm) pada sisi fleksor lengan atas dipilih sebagai area uji klinis dan ditandai dengan angka 1 sampai dengan 5 dari distal ke proksimal. Kondisi iritasi kulit ringan diinduksi pada area 1 – 4 dengan paparan uji tempel selama 24 jam dengan 0.1ml SLES 0.5% yang baru dibuat (Texapon®, BASF The Chemical Company, Germany) menggunakan γ-Chamber® patch test unit (diameter 10mm; Departemen Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta, Indonesia). Area ke-5, pada ujung proksimal dipaparkan dengan chamber kosong. Seluruh chamber uji tempel dilepas setelah 24 jam. Repeated open application test Setelah chamber uji tempel dilepas, area uji klinis dibiarkan terbuka selama 30 menit sementara subjek berada di laboratorium untuk aklimatisasi. Area kulit 1 sampai 3 dipaparkan dengan bahan uji klinis sebagai berikut: area 1, kombinasi 45% etanol dan 18% n-propanol (Softa-Man®); area 2, CHG 0.5% (w/v) dalam 70%(v/v) etanol (3M Antiseptic®); area 3, disinfektan tangan formula-1 WHO [80% (v/v) etanol, 1.45% (v/v) gliserol, 0.125% (v/v) H2O2]. Area kontrol, no.4 dipaparkan dengan air sebagai kontrol basah dan area 5 adalah chamber kosong (kontrol kering). Bahan uji klinis diaplikasikan pada area 1 sampai 3 menggunakan usapan kapas lidi dengan gesekan ringan, masing-masing area satu per satu, dengan 10 kali usapan. Setiap siklus dilakukan selama 15 menit; 5 menit merupakan
17 S
MDVI
waktu paparan kumulatif dari masing-masing area uji klinis. Setelah tiga siklus paparan, masing-masing area uji klinis mendapatkan paparan kumulatif terhadap bahan uji klinis selama 15 menit. Evaluasi secara visual dilakukan pada seluruh area uji klinis 15 menit setelah akhir dari paparan. Kriteria penilaian klinis mengacu pada angka DKI dari the Japanese Society of Contact Dermatitis: 0: Tidak ada reaksi; 1: eritema sangat ringan; 2: eritema ringan sampai sedang; 3: eritema yang nyata; 4: eritema dengan reaksi papular atau edem, atau edema; 5: eritema dengan vesikel; 6: reaksi korosif.18 Waktu pengukuran sebagai berikut: S0, 30 menit setelah pelepasan chamber uji tempel; S1, S2, S3, 15 menit setelah masing-masing siklus 1 – 3. Selama penelitian, tidak terdapat emolien atau detergen yang diaplikasi pada area lengan atas. Analisis Statistik Data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 for Windows®. Statistik terbatas pada metode non-parametrik, dengan ukuran sampel kecil. Tingkat iritasi kulit pada masing-masing siklus, S1-S3 diurutkan kemudian dibandingkan dengan angka awal, S0. Hasil ROAT positif pada akhir dari ketiga siklus pada seluruh bahan uji klinis juga dibandingkan, kemudian dianalisis menggunakan uji Marginal Homogeneity. Analisia selanjutnya yaitu hubungan antara riwayat atopi dengan iritasi kulit akibat AHRs
Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 16s – 22s
dilakukan menggunakan Spearman`s rank order correlation. Angka signifikansi yang digunakan adalah p<0.05. HASIL Seluruh subjek penelitian menyelesaikan uji ROAT pada area kulit pre-iritasi dengan SLES 0.5%. Reaksi positif ROAT muncul pada aplikasi disinfektan tangan kombinasi etanol dan n-propanol pada 4 subjek (HR1, 19.05%), CHG 12 subjek (HR2, 57.14%), formula-1 WHO 10 subjek (HR3, 47.62%) dan air 2 subjek (kontrol basah, 9.52%) (Diagram 1). Tidak tampak reaksi pada sisi kontrol kering. Disinfektan tangan formula-1 WHO dan CHG lebih iritatif dibandingkan air (p<0.001), sedangkan kombinasi etanol dan n-propanol tidak berbeda bermakna (p=0.102). Tidak tampak reaksi vesikel ataupun korosif pada area uji klinis. Chlorhexidine gluconate menyebabkan angka DKI yang lebih tinggi dibandingkan kedua disinfektan tangan lainnya setelah tiga siklus ROAT (Diagram 2). Tingkat iritasi disinfektan tangan yang mengandung CHG dan formula-1 WHO tidak berbeda bermakna (p=0.050). Tidak terdapat korelasi bermakna antara riwayat atopi dengan tingkat iritasi AHRs (p=0.863) (Tabel 1).
Diagram 1. Hasil reaksi positif dari kombinasi etanol dan n-propanol adalah 19,05%, CHG 57,14%, formula-1 WHO 47,62% dan air (kontrol basah) 9,52%. Disinfektan tangan yang mengandung formula-1 WHO dan CHG lebih iritatif dibanding dengan air (p<0,001), sedangkan kombinasi etanol dan n-propanol tidak berbeda secara bermakna (p=0,012).
18 S
M V Sansan dkk.
Tingkat iritasi kulit akibat disinfektan tangan
Diagram 2. Tingkat iritasi kulit dari disinfektan tangan kombinasi etanol dan n-propanol, CHG dan formula-1 WHO setelah siklus ketiga ROAT. Chlorhexidine gluconate menghasilkan skor DKI yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua disinfektan lainnya. Tingkat iritasi antara disinfektan tangan CHG dan formula-1 WHO tidak berbeda secara bermakna (p=0,050). Tabel 1. Hubungan Riwayat Atopi dengan Tingkat Iritasi Kulit Akibat Alcohol-based Hand Rubs
Riwayat Atopi Spearman's rho Hasil ROAT positif
Riwayat Atopi
Hasil ROAT positif
Correlation Coefficient
1
0,040
Sig. (2-tailed)
.
0,863
N
21
21
Correlation Coefficient
0,040
1
Sig. (2-tailed)
0,863
.
21 N Tidak terdapat korelasi bermakna antara riwayat atopi dengan tingkat iritasi kulit akibat AHRs (p=0,863).
PEMBAHASAN Saat ini, belum ada jenis uji coba penilaian sifat iritasi yang valid untuk mengukur efek alkohol rantai pendek alifatik yang digunakan sebagai disinfektan kulit.14 Uji coba yang dipakai untuk iritasi lemah kumulatif adalah dengan memberikan paparan sesuai kondisi asli penggunaan disinfektan tangan sehari-hari di rumah sakit, yang berulang dan non-oklusif. Lama durasi uji coba seharusnya dilakukan sesingkat mungkin untuk mengurangi bias yang terjadi akibat faktor iritasi sekunder (penggunaan alat-alat rumah tangga, cuaca, dll), dan tidak berkaitan dengan bahan yang diuji. Oleh karena itu, kami
21
melakukan uji coba pada kulit yang sebelumnya teriritasi bahan SLES, sebagai contoh paparan pada kulit yang sebelumnya teriritasi oleh deterjen, sehingga lebih representatif menunjukkan kondisi nyata para pekerja kesehatan dibandingkan dengan kulit yang utuh.19 Sodium Lauryl Sulfate (SLS) adalah contoh iritan yang digunakan untuk menginduksi DKI pada penelitian,20-23 paling banyak digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan kulit pada berbagai individu.22,24,25 SLS akan meningkatkan TEWL dan kemungkinan reaksi eritema pada kulit, memengaruhi susunan lipid interseluler, sehingga mengakibatkan rusaknya sawar kulit.18 Larutan SLS 0.5% dalam air merupakan konsentrasi yang tepat untuk dapat
19 S
MDVI
menginduksi terjadinya DKI.26-28 Pada penelitian ini kami menggunakan SLES untuk menghasilkan kondisi preiritasi karena SLES memiliki sifat iritasi yang jauh lebih ringan dibanding dengan SLS.29 Mekanisme terjadinya DKI yang disebabkan oleh kombinasi paparan iritan, dengan dosis klinis atau subklinis sudah diketahui secara luas. Akhir-akhir ini, pembahasan mengenai mekanisme studi gabungan telah dipublikasikan oleh Kartono dan Maibach.31 Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh aksi langsung agen sitotoksik pada sel epidermis dan dermis. Perubahan pada kulit yang tampak merupakan akibat gangguan pada sawar epidermis, kerusakan sel, TEWL dan inflamasi sekunder akibat penglepasan peptida vasoaktif nonimunologis, dan sitokin proinflamasi.32 Kami menemukan adanya perbedaan bermakna pada tingkat iritasi dari disinfektan tangan CHG dan formula-1 WHO dibandingkan dengan air (p<0,001). CHG adalah antiseptik terbanyak yang dapat menyebabkan terjadinya DKI. Frekuensi terjadinya dermatitis tangan yang terkait dengan CHG berhubungan dengan konsentrasi yang digunakan, produk yang menggunakan CHG 4% menyebabkan dermatitis lebih sering dibandingkan konsentrasi yang lebih rendah.3 Namun rendahnya konsentrasi CHG (0,5%) yang terdapat pada disinfektan tangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbasis etanol 70% (v/v) dan sering menyebabkan iritasi kulit. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi pre-iritasi yang diinduksi oleh SLES, kulit yang rusak akibat paparan deterjen sebelumnya akan lebih rentan terhadap iritasi oleh alkohol dibanding dengan kulit yang normal.33 Hal ini mendukung temuan Lee dan Maibach, bahwa gangguan fungsi sawar kulit yang dipicu oleh iritasi subklinis akibat kontak singkat dengan beberapa bahan iritan, dapat menambah akumulasi DKI yang disebabkan oleh paparan berulang terhadap surfaktan yang lain.34 Mekanisme kerusakan sawar kulit pada petugas kesehatan dirangkum oleh Kownatzki pada tahun 2003. Kerusakan pada sawar lapisan lemak merupakan masalah utama kesehatan kulit dengan risiko yang tergantung pada kebersihan. Perlindungan lapisan lemak mengalami kerusakan melalui tiga cara: ketika struktur lamelar lapisan lemak rusak, lemak interseluler hilang dan saat kulit terhidrasi secara berlebihan. Alkohol antiseptik yang merupakan pelarut organik dapat melarutkan lemak stratum korneum dan merusak perlindungan kulit. Alkohol yang tesisa pada kulit akan menguap meninggalkan lemak pada kulit, namun struktur lemak tersebut tidak tersusun seperti semula sehingga kehilangan fungsi untuk menghalangi penguapan.35 Tingkat iritasi disinfektan tangan antara CHG dan formula-1 WHO tidak berbeda secara bermakna (p=0,050), walaupun formula-1 WHO mengandung 1,45% gliserol. Hal ini berbeda dengan Johnson GA,dkk. yang menyatakan bahwa kejadian eritem dan kulit kering secara bermakna lebih rendah pada penggunaan AHRs yang mengandung emolien dibandingkan tanpa emolien.7 Seperti yang kita
20 S
Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 16s – 22s
ketahui, bahwa dengan menambahkan 1-3% gliserol, humektan, emolien atau agen pelembab lainnya, dapat mengurangi atau menghilangkan efek kering dari alkohol yang berakibat rusaknya perlindungan kulit.36-43 Gliserol telah terbukti dapat meningkatkan kelembaban kulit.44,45 Data terbaru menunjukkan bahwa gliserol adalah penentu utama pengikat air pada stratum korneum.46 Namun ambang batas terjadinya iritasi bervariasi antar individu, dan berbeda dari waktu ke waktu, sehingga seseorang dapat mengalami peristiwa hardening atau hilangnya toleransi.32 Pada penelitian ini tingkat iritasi kulit akibat AHRs kombinasi etanol 45% dan n-propanol 18% tidak berbeda secara bermakna terhadap air (p=0,102). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Kappes dkk. yang menunjukkan bahwa n-propanol tidak meningkatkan iritasi kulit kumulatif bila digunakan setelah SLS.7,31 Tidak didapatkan efek sinergis serta efek tambahan pada deterjen/ propanol dalam penelitian gabungan, tampaknya lebih cenderung terjadi mekanisme saling bertolak belakang dalam interaksi antara SLS dan propanol saat digunakan dalam penelitian secara bersamaan.31 Riwayat dermatitis atopik telah dihubungkan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis kontak iritan karena rendahnya ambang batas iritasi kulit, gangguan fungsi sawar kulit dan lambatnya proses penyembuhan.47 Hal ini terkait dengan penurunan fungsi sawar kulit yang nyata akibat penurunan kerja cornified envelope genes (filaggrin dan loricrin), menurunnya kadar ceramide, peningkatan kadar enzim proteolitik endogen serta penambahan TEWL.48 Namun pada penelitian ini, korelasi antara riwayat atopi dan tingkat iritasi kulit akibat AHRs tidak bermakna (p=0,863). Basketter, dkk. pada penelitian sebelumnya berpendapat bahwa orang dengan riwayat atopi hanya sedikit lebih rentan terhadap iritasi kulit, dan reaksi kulit yang terjadi pada pasien atopi serupa dengan yang terjadi pada pasien non-atopi.28
KESIMPULAN Disinfektan tangan yang mengandung formula-1 WHO dan CHG lebih iritatif dibandingkan dengan air (p<0,001), sedangkan disinfektan tangan kombinasi etanol dan n-propanol tidak berbeda secara bermakna (p=0,102). Pemilihan disinfektan tangan dengan tingkat iritasi yang rendah serta cara penggunaannya yang tepat dapat mencegah terjadinya DKI. Penelitian dengan jumlah subyek yang lebih besar melanjutkan paparan terhadap iritan dalam jangka waktu yang lebih lama perlu dilakukan sebelum rekomendasi dibuat. DAFTAR PUSTAKA 1. Dickel H, Kuss O, Schmidt A, Kretz J, Diepgen TL. Importance of irritant contact dermatitis in occupational skin disease. Am J Clin Dermatol. 2002; 3: 283-9.
M V Sansan dkk.
2. Smit HA, Coenraads PJ. A retrospective cohort study on the incidence of hand dermatitis in nurses. Int Arch Occup Environ Health. 1993; 64: 541-4. 3. Stingeni L, Lapomarda V, Lisi P. Occupational hand dermatitis in hospital environments. Contact Dermatitis. 1995; 33: 172-6. 4. Kampf G, Löffler H. Prevention of irritant contact dermatitis among health care workers by using evidence-based hand hygiene practices: A Review. Industrial Health 2007; 45: 645-52. 5. Kampf G, Löffler H. Dermatological aspects of a successful introduction and continuation of alcohol-based hand rubs for hygienic hand disinfection. J Hosp Infect. 2003; 55: 1-7. 6. Boyce JM, Pittet D. Guideline for hand hygiene in health care settings: Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee and the HICPAC/ SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force. Infect Control Hosp Epidemiol. 2002; 23: 1-40. 7. Johnston GA, English JSC. The alcohol hand rub: a good soap substitute? Br J Dermatol. 2007; 157: 1-3. 8. Löffler H, Kampf G, Schmermund D, Maibach HI. How irritant is alcohol? Br J Dermatol. 2007; 157: 74-81. 9. Boyce J, Kelliher SRN, Vallande NMS. Skin irritation and dryness associated with two hand-hygiene regimens: Soap and water hand washing versus hand antisepsis with an alcoholic gel. Infect Control Hosp Epidemiol. 2000; 21: 442-8. 10. Pedersen LK, Held E, Johansen JD, Agner T. Short-term effects of alcohol-based disinfectant and detergent on skin irritation. Contact Dermatitis. 2005; 52: 82-7. 11. Winnefield M, Richard MA, Drancourt M, Grob JJ. Skin tolerance and effectiveness of two hand decontamination procedures in everyday hospital use. Br J Dermatol. 2000; 143: 546-50. 12. Pittet D. Compliance with hand disinfection and its impact on hospital-acquired infections. J Hosp Infect. 2001; 48(Suppl.A): S40-6. 13. Creedon SA. Healthcare workers hand decontamination practices: compliance with recommended guidelines. J Adv Nurs. 2005; 51: 208-16. 14. Lübbe J, Ruffieux C, Melle GV, Perrenoud D. Irritancy of the skin disinfectant n-propanol. Contact Dermatitis. 2001; 45: 226-31. 15. Lübbe J, Ruffieux C, Perrenoud D. A stinging cause for preventive skin care. Lancet. 2000; 356: 768. 16. Boyce JM, Pittet D. Guideline for hand hygiene in health care settings: Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee and the HICPAC/ SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force. Am J Infect Control. 2002; 30: S1-46. 17. Sasseville D. Occupational contact dermatitis. Dalam: Stellman JM, penyunting. The ILO encyclopedia of occupational health and safety. Edisi ke-4. Geneva: International Labor Office; 1998. h.12.9-13. 18. Wu Yan-yu, Wang Xue-min, Ta Yi-Mei, Cheng Ying, and Liu Na. The effect of damaged skin barrier induced by subclinical irritation on the sequential irritant contact dermatitis. Cutan and Ocul Toxicol. 2011; 30: 263-71. 19. Tupker R, Willis C, Berardesca E, Lee C, Fartasch M, Agner T, dkk. Guidelines on sodium lauryl sulphate (SLS) exposure tests. A report from the standardization group of the European
Tingkat iritasi kulit akibat disinfektan tangan
20.
21. 22. 23. 24.
25.
26. 27. 28. 29. 30.
31.
32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Society of Contact Dermatitis. Contact Dermatitis. 1997; 37: 53-69. Agner T, Serup J. Sodium lauryl sulphate for irritant patch testing-a dose-response study using bioengineering methods for determination of skin irritation. J Invest Dermatol. 1990; 95: 543-7. Effendy I, Maibach H. Surfactants and experimental irritant contact dermatitis. Contact dermatitis. 1995: 33; 217-25. Lee CH, Maibach HI. The sodium lauryl sulfate model: an overview. Contact Dermatitis. 1995; 33: 1-7. Gloor M, Senger B, Langenauer M, Fluhr JW. On the course of the irritant reaction after irritation with sodium lauryl sulphate. Skin Res Technol. 2004; 10: 144-8. Tupker RA, Pinnagoda J, Nater JP. The transient and cumulative effect of sodium lauryl sulphate on the epidermal barrier assessed by transepidermal water loss: interindividual variation. Acta Derm Venereol (Stockh). 1990; 70: 1-5. Brasch J, Becker D, Effendy I. Reproducibility of irritant patch test reactions to sodium lauryl sulfate in a doubleblind placebo-controlled randomized study using clinical scoring: results from a study group of the German Contact Dermatitis Research Group (Deutsche KontakallergicGruppe, DKG). Contact Dermatitis. 1999: 41: 150-5. Wilhelm KP, Surber C, Maibach HI. Effect of sodium lauryl sulfate-induced skin irritation on in-vitro percutaneous absorption of four drugs. J Invest Dermatol. 1991; 96: 963-7. Wilhelm KP, Freitag G, Wolff HH. Surfactant-induced skin irritation and skin repair. J Am Acad Dermatol. 1994; 30: 944-9. Basketter DA, Miettinen J, Lahti A. Acute irritant reactivity to sodium lauryl sulfate in atopics and non-atopics. Contact Dermatitis. 1998; 38: 253-7. Löffler H and Happle R. Profile of irritant patch testing with detergents: sodium lauryl sulfate, sodium laureth sulfate and alkyl polyglucoside. Contact Dermatitis. 2003; 48: 26-32. Wigger-Alberti W, Krebs A, Elsner P. Experimental irritant contact dermatitis due to cumulative epicutaneous exposure to sodium lauryl sulphate and toluene: single and concurrent application. Br J Dermatol. 2000; 143: 551-6. Kartono F, Maibach HI. Irritants in combination with a synergistic or additive effect on the skin response: an overview of tandem irritation studies. Contact Dermatitis. 2006; 54: 303-12. Sasseville D. Occupational contact dermatitis. Allergy, Asthma, and Clinical Immunology. 2008; 4(2): 59-65. Kampf G and Kramer A. Epidemiologic background of hand hygiene and evaluation of the most important agents for scrubs and rubs. Clin Microbiol Rev. 2004; 17(4): 863. Lee CH, Maibach HI. Study of cumulative irritant contact dermatitis in man utilizing open application on subclinically irritated skin. Contact Dermatitis. 1994; 30(5): 271-5 Yamamoto N. Skin irritation caused by alcohol-based hand rubs. Infection Control Updates. 2012; 9: 139-57. Ayliffe GAJ, Babb JR, Quoraishi AHA test for “hygienic” hand disinfection. J Clin Pathol. 1978; 31: 923–8. Gravens DL, Butcher HR, Ballinger WF, Dewar NE. Septisol antiseptic foam for hands of operating room personnel: an effective antibacterial agent. Surgery. 1973; 73: 360–7. Larson EL, Eke PI, Laughon BE. Efficacy of alcohol-based hand rinses under frequent-use conditions. Antimicrob. Agents Chemother. 1986; 30: 542–4.
21 S
MDVI
39. Lowbury EJL, Lilly HA, Ayliffe GAJ. Preoperative disinfections of surgeons’ hands: use of alcoholic solutions and effects of gloves on skin flora. Br Med J. 1974; 4: 369–72. 40. Newman JL, JC Seitz. Intermittent use of an antimicrobial hand gel for reducing soap-induced irritation of health care personnel. Am J Infect Control. 1990; 18: 194–200. 41. Ojaja¨rvi J, Ma¨lela¨ P, Rantasalo I. Failure of hand disinfection with frequent hand washing: a need for prolonged field studies. J Hyg. (London). 1977; 79: 107–19. 42. Rotter ML, Koller W, Neumann R. The influence of cosmetic additives on the acceptability of alcohol-based hand disinfectants. J Hosp Infect. 1991; 18: 57–63. 43. Walter CW. Disinfection of hands. Am J Surg. 1965; 109: 691-3. 44. Li F, Conroy E, Visscher M, Wickett RR. The ability of electrical measurements to predict skin moisturization. I. Effects of NaCl and glycerin on short-term measurements. J Cosmet Sci. 2001; 52: 13-22. 45. Pedersen LK, Jemec GBE. Plasticising effect of water and glycerin on human skin in vivo. J Dermatol Sci. 1999; 19: 48-52.
22 S
Vol. 40 No. Suplemen Tahun 2013: 16s – 22s
46. Hara M, Verkman AS. Glycerol replacement corrects defective skin hydration, elasticity, and barrier function in aquaporin-3-deficient mice. Proc Natl Acad Sci USA. 2003; 100: 7360-5. 47. Amado A, Sood A, Taylor JS. Irritant Contact Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: MacGraw-Hill; 2012. h. 499-506. 48. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic Eczema). Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick`s in General Medicine. Edisi ke-8. New York: MacGraw-Hill; 2012. h. 162-82. 49. Kampf G, Wigger-Alberti W, Schoder V, Wilhelm KP. Emollients in a propanol-based hand rub can significantly decrease irritant contact dermatitis. Contact Dermatitis. 2005; 53: 344-9.