Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007: 85 - 93
School Readiness (Kesiapan Sekolah) Moersintowarti B.Narendra, Moerhadi D Devisi Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial, bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Airlangga RS Dr. Soetomo Surabaya
Abstrak. School readiness (kesiapan sekolah) adalah developmental status yang perlu diperhatikan pada usia 6 tahun pertama. Karena pada masa tersebut dasar dari banyak pengetahuan dan ketrampilan anak diletakkan untuk mencapai keberhasilan kemampuan di sekolah sampai pada masa dewasa. Definisi kesiapan untuk belajar pada anak meliputi 5 bidang kompetensi yaitu kesehatan fisik dan perkembangan motorik, kesehatan emosional dan pendekatan positif terhadap pengalaman yang baru, pengetahuan dan kompetensi sosial, ketrampilan berbahasa, dan yang kelima adalah ketrampilan pengetahuan umum dan kognitif. Diskripsi masalah pada kesiapan sekolah umumnya berkaitan dengan kriteria yang ditetapkan sebagai peraturan seleksi untuk masuk sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Sedangkan dalam proses perkembangan anak terdapat windows of opportunity yang waktunya spesifik, kapan seorang anak akan siap berkembang mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi dengan stimulasi dari lingkungannya. Dengan adanya program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia yang diperkuat dengan Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak. dalam makalah ini akan dibahas kemungkinan adanya titik terang dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan kesiapan untuk ke sekolah. Kata kunci: school readiness, early child development, PAUD, Hak Anak
K
esiapan sekolah atau School Readiness merupakan status perkembangan anak, yaitu milestones tumbuh kembang anak pada usia dini pada tahap mana anak sudah siap untuk mengikuti perubahan /transisi kegiatan dari rumah ke sekolah.1 Definisi dan pengertian School Readiness yang dikembangkan secara luas oleh National Education Goals Panel dan dipublikasi oleh SECPTAN (State Early Childhood Politechnical Assistance Network) tahun 2004, meliputi 5 dimensi yaitu. 2 Alamat korespondensi: Prof. Dr. Moersintowati B Narendra, SpA(K). Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-TDC UNAIR RS Dr. Soetomo Surabaya. Jl Prof. Dr. Moestopo 6-8. Surabaya, 60132. 40061/3916.
1). 2). 3). 4). 5).
Kesehatan fisik dan perkembangan motorik Perkembangan sosial dan emosional Perkembangan bahasa Pendekatan untuk belajar Kognitif dan pengetahuan umum Kesehatan fisik dan perkembangan motorik lebih diutamakan daripada ada tidaknya penyakit berat atau kondisi yang kronik. Serta menekankan pada kecukupan tingkat enerji dan kekebalan terhadap infeksi. Anak yang sering tidak masuk sekolah karena sakit pada usia dini kemungkinan tidak dapat mempelajari dasardasar pendidikan yang seharusnya. Perkembangan motorik dapat dilihat pada ketrampilan motorik kasar seperti berlari atau memanjat, hal ini akan memudahkan anak untuk mengikuti permainan dan kegiatan di saat istirahat. Sedangkan ketrampilan
85
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
motorik halus adalah kemampuan memegang pinsil dan membuka halaman buku. Kematangan emosional seorang anak meliputi kemampuan untuk dengan segera memperhatikan, misalnya tidak berbicara dengan teman di sebelahnya saat pengajaran berjalan, tetap mengikuti latihan yang berulang yang mungkin membosankan, dan tidak menangis setiap mengalami kegagalan. Rasa percaya diri, rasa ingin tahu yang sehat, suka mencoba pengalaman yang baru dan mempunyai beberapa kemampuan berfikir dahulu sebelum melakukan, merupakan aset penting untuk anak dalam memulai sekolah. Perkembangan sosial meliputi ketrampilan yang kita pelajari untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Pengetahuan tentang perilaku yang bisa diterima atau budi pekerti yang baik, menghargai orang lain, kemampuan mengontrol diri, bekerja sama dengan orang lain dan berkomunikasi dengan cara yang bisa diterima akan membantu anak dalam proses integrasi dikelas dan menjadi bagian dari kelompoknya. Pada awal masuk sekolah terdapat dua aspek ketrampilan dalam berbahasa yaitu memahami apa yang dikatakan orang lain, dan berkomunikasi secara verbal dengan cara yang dimengerti oleh orang lain. Pengetahuan umum sama pentingnya dengan ketrampilan kognitif, misalnya kemampuan mengatur, menganalisis, mengingat dan menceriterakan informasi tertentu. Setelah dewasa perkembangan akan maju melalui tahap-tahap yang berurutan untuk setiap kemampuan (domain), dimulai saat hari pertama anak dibuahi. Setiap tahap dibangun atas dasar kemampuan yang dipelajari pada tahap sebelumnya. Kemampuan tidak bersifat eksklusif karena perkembangan pada satu kemampuan akan mempengaruhi lainnya.2,3
Masalah pendidikan dan kesiapan belajar pada anak Adanya kriteria ketrampilan yang dipersyaratkan untuk kesiapan masuk sekolah merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian secara serius. Salah satu contoh daftar ketrampilan yang dipersyaratkan untuk masuk taman kanak-kanak dan kelas satu sekolah dasar, tertera pada Tabel 1.3 Anak yang belum siap untuk sekolah mungkin tidak dapat mencapai kebanyakan dari ketrampilan yang tertera pada tabel 1.3 86
Menurut Glascoe Frances, ketrampilan bahasa merupakan kemampuan prasekolah yang terpenting. Berbicara, mendengarkan, mengekspolorasi, menyanyi, bermain dan membaca dengan anak.4 Orang tua perlu membantu mempersiapkan anaknya mempelajari konsep kata-kata seperti sebelum, berikut, di atas, di bawah, di tengah, ke depan, pertama, terakhir dan lain-lain. Pengalaman tentang kata-kata tersebut memberikan pengertian anak tentang arti kegiatan fisilk misalnya merangkak di bawah meja, di atas kursi, dan lain sebagainya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menilai kesiapan akademik. a. Tidak didapatkannya pengalaman stimulasi atau tidak adanya kesempatan, misalnya pada keluarga miskin, kekerasan, dan stres kemungkinan tidak mendapatkan pengalaman yang menunjang ketrampilan akademik sejak dini. Anak-anak yang tidak mempunyai buku, alat alat tulis menulis dan permainan edukatif di rumahnya dan di tempat penitipan anak, tidak akan memperoleh dasar-dasar pra akademik. Lebih lagi anak-anak yang orang tuanya mempunyai harapan yang kurang terhadap kapasitas belajar mereka tidak akan didorong untuk mengadakan eksplorasi alat yang di punyainya. b. Ketidakmampuan kognitif khusus. Adanya kekurangan pada kemampuan kognitif dan kemampuan belajar. Anak-anak mungkin Tabel 1. School readiness skills Kindergarten Knows color names Identifies some uppercase letters Identifies numbers 1-10 Writes first name legibly Copies two-part figures Can count items one by one Plays cooperatively First grade Knows address and birthdate Recognizes all letters (upper – and lowercase) Knows the sounds made by some letters (“buh” for B, etc,) Reads a few simple words Understands concepts of “more” and “less” Can engage in projects with another child Understands jokes (Dikutip dari : Palfrey J.S., Behavioral and Developmental Pediatrics,1995)
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
terlambat dalam kemampuan berbahasa (ekspresif dan atau reseptif ), bermasalah dalam hal integrasi penglihatan dan motoriknya, kesukaran mengingat, atau yang berkaitan dengan perhatian untuk tetap menguasai hal-hal yang dini diberikan. Masalah pada gerakan motorik mulut, dan motorik halus dan kasar akan menghambat anak untuk dapat mengekspresikan apa yang diketahuinya. c. Masalah sosioemosional. Sebagian anak-anak yang belum siap untuk memasuki sekolah tradisional karena masalah emosional. Keterbatasan toleransi anak untuk mengikuti aturan sekolah selama sehari, berbaris duduk di meja kecil, mendengarkan guru, dan berbagi dengan teman lainnya, dan bergilir. Ketidakmampuan untuk menjalani tugas-tugas demikian mungkin berakar dari masalah dalam keluarga, mengalami stres pasca trauma, dan faktor risiko lainnya. d. Imaturitas Kasus yang umumnya dihadapi oleh para dokter anak saat masuk sekolah adalah imaturitas atau ketidakmatangan anak. Pihak sekolah atau keluarga mengkhawatirkan anak berperilaku lebih muda dari usianya, dan belum siap masuk dalam kelompok. Sebenarnya hanya sedikit yang masuk dalam kategori ini. Dokter perlu memperhatikan secara cermat perilaku anak yang masih mengisap ibu jari, atau tergantung pada selimut/ binatang permainannya, mengikuti orang tuanya, perlu menyingkirkan alasan mengapa anak-anak masih berperilaku demikian terlebih dahulu sebelum memasukkan ke dalam kategori imaturitas. Anak sulung seringkali ingin dekat dengan rumahnya, atau iri terhadap adiknya yang lebih mendapat perhatian orang tuanya, atau anak bungsu yang selalu dianggap kecil oleh orang tuanya yang kesepian. e. Malu Anak yang masih malu mungkin akan dianggap imatur, mereka membutuhkan sedikit intervensi untuk mengatasi masa transisi dengan lancar kesekolah. Diperlukan undangan ke sekolah untuk menyadarkan para guru tentang temperamen anak dan pentingnya tim yang mendukung masa transisinya. f. School Refusal (menolak sekolah) 5 Tidak mau sekolah atau school refusal didefinisikan
sebagai persistently missing school despite being physically able to attend and having access to school. Menurut Bostic dan Egan (2002)5 sekitar 1% 3% anak usia sekolah menolak untuk hadir di sekolah setiap tahun ajaran, dan sekitar 8% semua murid akan menolak beberapa hal dalam masa sekolahnya. Angka tertinggi pada usia 7, 11, dan 14 tahun sesuai dengan tingkat SD, Sekolah Menengah Pertama, dan Atas. Terdapat 3 pola berbeda yang muncul dari multifaktor yang berpengaruh. 1. Anak ingin bersekolah akan tetapi tidak berhasil mengikuti sepenuhnya karena cemas untuk berpisah dengan keluarganya, takut sekolah (school phobia), depresi atau ada penyakit dalam keluarganya. 2. Anak memang ingin tetap di rumah untuk menghindari sekolah karena lingkungan sekolah yang tidak aman, mata pelajaran dan gangguan lainnya. 3. Anak lebih tertarik pada kegiatan lain yang lebih menarik ( gangguan konduksi, substance abuse). Peran dokter (primary care physician) sangat penting dalam menetapkan apa yang menyebabkan sekolah kurang menarik dan lebih senang tinggal di rumah.
Windows of opportunity pada perkembangan anak 6 Dalam pembangunan perkembangan anak terdapat waktu-waktu khusus yang disebut windows of opportunity pada saat perkembangan anak siap untuk menerima ketrampilan yang cepat yang diberikan oleh rangsangan yang tepat dan kaya dari lingkungannya (orang tua, saudara, pengasuh, orang dewasa lain atau teman sebaya) Dunia internasional mengakui pentingnya memperhatikan windows of opportunity yang terjadi untuk perkembangan syaraf dan ketrampilan anak, bukan untuk proses yang tergantung pada pengalaman unik seseorang, misalnya ingatan tentang kejadian – kejadian khusus. Pengertian tentang periode ini akan sangat menunjang pnggunaan intervensi pengayaan dini pada anak (Gambar 1). Sebagai contoh kemampuan mengontrol emosi yang berkembang sejak lahir hingga usia 2 tahun, anak dibantu dalam hal ini oleh orang dewasa secara konsisten menghibur dan membantu belajar sehingga anak 87
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Binocular vision Emotion control Habitual ways of responding Peer social skill Language Cognitive skill
}
Symbol Relative quantity 0
1
2
3
4
5
6
7
age (years) Critical period Critical period wanes Adapted from Doherty,1997 Source: M.McCain and F. Mustard, Reversing the real brain drain: Early years study, Ontario, April 1999, p.31
Gambar 1. Windows of opportunity perkembangan anak pada usia 0 - 7 tahun (Dikutip dari: The world’s chidren 2001, Source : M.McCain and F. Mustard, Reversing the real brain drain : Early years study, Ontario, April 1999, p.31, adapted from Doherty,1997)
mampu menenangkan diri dalam keadaan tertekan. Dengan mempunyai kemampuan mengontrol emosi pada saat mengalami kegagalan atau frustrasi akan memudahkan penilaian pengalaman di sekolah. Begitu pula perkembangan kemampuan bersosialisasi dengan kelompok sebaya yang berkembang sejak usia 3 tahun berlangsung hingga usia 6-7 tahun. Anak-anak yang tidak berkembang kemampuan sosialnya yang kemudian membutuhkan interaksi positif pada awal sekolah dasar, pada observasi didapatkan perilaku yang konsisten menyebabkan mereka ditolak oleh teman sebayanya. Contoh lain adalah kemampuan menunjukkan sesuatu dalam bentuk simbol merupakan persyaratan penting untuk kemampuan membaca, menulis, dan berhitung di kemudian hari. Pada sekitar usia 18 bulan perkembangan seorang anak akan mulai berubah dari obyek dan kegiatan yang riil menjadi lebih memperhatikan obyek pengganti dan bermain peran, dan berimajinasi. Misalnya sebuah kotak diibaratkan sebagai mobil dan anak akan mengeluarkan suara seperti mobil dan sebagainya. Window of opportunity untuk perkembangan berfikir simbolik ini berlangsung mulai 18 bulan hingga usia 5 tahun.
88
Situasi Pendidikan Anak di Indonesia (Program Nasional Bayi Anak Indonesia 2015)7 Pendidikan anak usia dini Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah diatur Pendidikan Anak Usia Dini. Bab I, pasal 1, butir 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Selanjutnya pasal 28 mencantumkan. (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. (4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Mengenai pendidikan prasekolah Depdiknas dan Depsos selaku instansi resmi pemerintah telah mengeluarkan panduan yang cukup jelas mengenai cara-cara penyelenggaraan pendidikan prasekolah, baik di Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, maupun Taman Kanak-kanak. Perlu adanya upaya untuk meluruskan penyalahartian dari pendidikan prasekolah, sering dianggap sebagai pendidikan sebelum sekolah. Padahal sebenarnya belum merupakan pendidikan sekolah itu sendiri, akan tetapi merupakan arena bagi persiapan anak guna mengikuti pendidikan sekolah dasar nantinya. Jadi bukan merupakan upaya percepatan pendidikan dasar itu sendiri.8 Dalam Pasal 1 PP No.27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah disebutkan bahwa “ Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan dijalur pendidikan sekolah atau jalur pendidikan luar sekolah.” Pendidikan prasekolah bukan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah dasar, juga ditegaskan kembali dalam pasal 2 PP No.27 tahun 1990 tersebut yang menyatakan bahwa “Pendidikan Prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.“8 Jalur pendidikan sekolah adalah TK (Taman Kanak-kanak), sementara jalur pendidikan luar sekolah adalah Kelompok Bermain atau Play group, Kebun Kanak-kanak, Taman Penitipan Anak (TPA), dan semacamnya. Akhir-akhir ini mulai didengungkan tentang metode home schooling yang lebih feksibel pengaturan waktu dan tempatnya. Pada Tabel 2, 3, dan 4 berikut ditampilkan beberapa data nasional yang tercantum dalam buku PNBAI (Program Nasional Bagi Anak Indonesia) 2015, yang mungkin dapat ditelaah sebagai kondisi saat ini tentang pendidikan usia dini di Indonesia. Walaupun belum dapat memberikan gambaran tentang kesiapan sekolah bagi anak di Indonesia.7
Berdasarkan data tersebut, angka partisipasi usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan pendidikan masih rendah serta mutu layanan yang rendah disebabkan adanya berbagai permasalahan dan tantangan. a. Jumlah lembaga layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini masih terbatas. Pada umumnya lembaga layanan tersebut berada di kota besar, sedangkan sasaran layanan hampir enampuluh persen berada di daerah pedesaan. b. Tingkat kesadaran orang tua dan masyarakat tentang pentingnya pemberian pendidikan dan perawatan kepada anak sejak usia dini masih rendah. c. Tingkat sosial-ekonomi masyarakat/orang tua rendah. Sejak terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan hingga saat ini, menyebabkan orang tua tidak mampu membiayai pendidikan dan perawatan anaknya. d. Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemberian perawatan dan pendidikan kepada anak sejak usia dini masih kurang. e. Belum ada program layanan terpadu yang dapat memberikan layanan seutuhnya bagi anak usia dini, mencakup layanan pendidikan, kesehatan, perawatan, dan gizi. f. Dukungan pemerintah terbatas dalam pemerataan lembaga, instansi dan organisasi yang terkait dalam pembinaan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini.
Penerapan hak anak dan undang-undang perlindungan anak dalam pendidikan Pendekatan pendidikan berbasis hak azasi manusia didasarkan atas kesepakatan akan standar Internasional yang menjamin bahwa setiap anak akan memperoleh pendidikan dasar dengan kualitas baik. Kualitas pendidikan adalah child centred yang menyiapkan anak untuk menghadapi tantangan yang dihadapi dalam kehidupan dan membantu anak mencapai potensi mereka sepenuhnya. Pendekatan pendidikan yang berbasis hak anak meliputi aspek-aspek berikut ini (Theis Joachim ).9 • Free access to education for all children • Equal and inclusive education • Effective and relevant learning • Gender sensitive • Supportive, nurturing, safe and healthy learning environment. 89
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Tabel 2. Jumlah Anak Usia 0-6 tahun yang Memperoleh Layanan Pendidikan (Tahun 2001) Jumlah No
Propinsi anak
Jumlah anak yang memperoleh layanan pendidikan melalui SD
BKB
TK
RA
KB
Jumlah
TPA
layani
0-6 th 1 Jabar & Banten 2 Jawa Timur
5.648.080 3.900.814
498.777 338.815
629.333 602.600
159.682 15.798 480 560.668 123.891 19.453
1.704 1.305.774 2.584 1.648.011
3 Jawa Tengah
3.634.847
420.648
408.183
299.539 125.070
336
4 Sumatra Utara
1.683.083
171.163
212.401
35.511
10.814 400
3.816
434.105
2.058
Ter
1.255.834
23% 42% 35%
5 Aceh
566.553
45.798
163.905
20.301
4.500 251
1.219
235.974
26% 42%
6 Yogyakarta
273.825
33.744
47.484
62.722
7.051 264
324
151.589
55%
91.562
28.633
52.011
156
187.521
18%
57.322
22.539
43.679
132
132.182
21%
7 Sulawesi Selatan 8 Sumatra Barat 9 Jakarta
1.064.517 618.885
12.359
2.800
8.174 336
929.633
121.131
47.690
95.495
228
281.712
10 Lampung
30%
916.436
105.516
22.859
44.419
1.847 560
140
175.341
11 Kalimantan Timur
19%
351.630
44.056
38.621
25.137
2.083 140
120
110.157
31%
347.750 369.157
46.554 42.903
30.750 25.937
31.536 41.958
954 400 1.750 160
120 720
110.314 113.428
78.886
21.495
42.664
4.460
720
149.265
31% 22%
322.608
35.881
26.278
14.167
2.775 130
59
79.290
25%
201.598
25.411
35.306
8.383
1.880 144
65
71.189
35%
388.438
45.047
11.197
19 Sumsel & Babel
320.756 982.503
32.965 120.718
15.020 32.351
42.971 21.103
20 Irian laya (Papua)
360.416
37.472
6.239
17.134
21 Sulawesi Tenggara
278.367
34.112
29.624
23 Kalimantan Barat
235.447 527.733
25.067 64.095
24 N TT
660.615
40.568
25 NTB
564.943
26 Maluku & Malut
354.577
12 Sulut & Gorontalo 13 Bali 14 Riau 15 Jambi 16 Bengkulu 17 Kalimantan Selatan 18 Sulawesi Tengah
22 Kalimantan Tengah
Jumlah/Total
669.552
26.172.763
31.536
14.744
12.640
2.424
1.040
1.160
3.683 450 11.937 1.672
100 120 1.091
113,115 73.341 199.305
32%
29% 23% 20%
540 120
64.594
18%
13.062
3.065 144 1.893 750
79.561
29%
3.946 22.941
13.846 14.353
2.861 260 1.823 313
120 444
46.100 103.969
20%
15.277
22.704
1.485 320
120
80.474
20% 12%
45.578
12.271
27.611
260
180
37.473
13.325
7.530
280
30
85.900 59.195
15% 17%
15.308 7.347.240
28%
*) 557
2.641.262 2.526.205 1.749.722 378.094 36.649
Dikutip dari PNBAI 2015 (2004), Sumber: BKB (BKKBN,00/01), TK (Depdiknas,01/02), RA (Depag,2000) TPA (Depdiknas 2002), Keterangan: KB: Kelompok Bermain, TPA: Taman Penitipan Anak, TK: Taman Kanak-kanak, RA: Raudhatul Athfal.
• •
Participation. Main stakeholders and their responsibilities Kekuatan hukum di Indonesia dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mendesak suatu 90
action konkrit untuk menerapkannya di bidang pendidikan. Pada Bab III tentang Hak dan Kewajiban Anak, pasal 9 disebutkan.10 1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
Tabel 3. Jumlah Lembaga Layaanan Usia 0-6 tahun (tahun 2001) No
Jumlah lembaga layanan
Jumlah
Propinsi
anak
BKB
TK
RA
KB
1 Jabar & Banten 2 Jawa Timur
5.648.080 3.900.814
60.927 58.339
4.288 12.151
1.221 3.924
20 546
3 Lawa Tengah
3.634.847
39.517
10.810
3.447
4 Sumatra Utara
433
Jumlah TPA
Rasio Layanan
142 43
66.598 75.003
1:85 1:52
18
21
53.813
1:67
121
65
66
21.248
1.683.083
20.563
5 Aceh
566.553
15.868
740
221
15
30
16.874
1:79 1:33
6 Yogyakarta
273.825
4.597
1.841
854
26
14
7.332
1:37
1.064.517
2.868
1.274
242
102
269
4.755
1:223
8 Sumatra Barat
618.885
2.182
1.175
221
14
11
3.603
1:171
9 Jakarta
6.686 3.466
1:139
7 Sulawesi Selatan
929.633
4.617
1.574
375
101
19
10 Lampung
916.436
2.213
1.105
135
7
6
1 1 Kalimantan Timur
351.630
382
417
30
41
3
12 Sulut & Gorontalo
347.750
2.977
1.236
20
12
1
4.246
1:82
873
1:264 1:402
13 Bali
369.157
2.511
752
43
8
3
3.317
1:111
14 Riau
669.552
2.081
836
45
24
967
3.953
15 Jambi
322.608
2.544
354
61
14
3
2.976
1:169 1:109
16 Bengkulu
201.598
3.418
229
33
13
4
3.697
1:54
245
29
100
5.148
1:75 1:147 1:247
17 Kalimantan Selatan
388.438
3.739
1.035
18 Sulawesi Tengah
320.756
1.454
704
*
17
1
2.176
19 Sumsel & Babel
982.503
3.132
645
14
3.962
360.416
604
317
132 *
39
20 Irian Jaya (Papua)
29
26
21 Sulawesi Tenggara
278.367
2.772
384
23
22
1
976
1:369
3.202
1:87
4
1.605
1:147
26
37
2.693
1:196
37
35
1
1:306
*
9
17
17
3 *
2.161 1.839 1.554
1:228
11.56
1.256
303.736
1:86
22 Kalimantan Tengah
235.447
1.084
456
54
7
23 Kalimantan Barat
527.733
2.221
350
59
24 NTT
660.615
1.479
609
25 NTB
564.943
1.188
26 Maluku & Malut
354.577
1.290
639 230
Jumlah/Total
26.172.763
244.567
44.564
1.789
1:307
Tabel 4. Proporsi Anak Laki-laki dan Perempuan di TK & RA Jenis kelamin
Kota (%)
Desa(%)
Kota dan Desa(%)
14.1 14,6 14,4
11,2 11,9 11,0
11,7 13,0 12,4
Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan Dikutip dari PNBAI 2015 (2004) Sumber : statistik pendidikan/susenas 2000
91
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan tingkat kecerdasan sesuai minat dan bakatnya. 2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. Setiap anak berhak mendapat kesempatan untuk mengenyam dan menikmati pendidikan sejak usia dini (suasana kondusif sejak dalam kandungan), tetapi bagaimana kenyataannya saat ini ? Kerjasama lintas sektoral dengan koordinasi Depdiknas, Depsos, Depkes, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat akan sangat berarti dalam menerapkan Hak Anak di Indonesia. Diperlukan suatu good political will yang transparan, bersih, dan ikhlas dalam arti yang sebenarnya untuk mencapai tujuan mulia ini. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan dilaksanakan pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam undang undang tersebut bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 butir 14).11
direkomendasikan dilakukan di daerah-daerah secara multisenter. Kemudian dari hasil studi dapat dibahas dalam suatu forum nasional untuk menentukan garis merah langkah langkah konkrit menetapkan school readiness setiap anak dengan batasan umur yang lebih fleksibel. Tidak kalah pentingnya dalam mencegah adanya tanda-tanda school refusal, para dokter perlu kemampuan dalam menentukan faktor penyebab yang ada pada anak atau lingkungan sekolah sehingga school readiness dapat dicapai secara lancar.
Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada dr. Ahmad Suryawan Sp.A, dr. Irwanto Sp.A., dan anakku Ayu Mayliawati S.Sos. atas kerja sama yang baik, telah membantu mempersiapkan materi dan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan karya tulis ini.
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
Rekomendasi peran dokter anak dalam penentuan school readiness Dalam pendekatan Pediatri Sosial setiap Dokter Spesialis Anak berkewajiban untuk berperan serta meningkatkan sumber daya manusia selama proses tumbuh kembang anak berlangsung hingga dewasa untuk mencapai kualitas optimal sesuai potensi setiap anak. Dengan terbentuknya Pos PAUD di berbagai daerah mengundang partisipasi para pemerhati tumbuh kembang anak dalam pemantauan, advokasi serta evaluasi yang cermat agar tidak menyimpang dari tujuan utamanya. Studi ilmiah tentang variasi school readiness di Indonesia berdasarkan tolok ukur yang tersebut sangat 92
5.
6. 7.
8.
http://www.schoolfile.com/cap_start/childdevelpo.htm: School readiness-more about early child development/ readiness to learn. Diakses pada 17/01/2007. State Early Childhood Policy Technical Assistance Network 2004 CFPF : http//www.finebynine.org/pub.html. Diakses pada 17/01/2007. Palfrey Judith, S. School readiness, behavioural and developmental pediatrics A handbook for Primary Care Physician, Parker S, Zuckerman B, penyunting. London, 1995. Glascoe FP. Getting ready for kindergarten : start now!! Parent Teacher Association www.pta.org/, Connect for Kids www.connectforkids.org/National, Association for Education of Young Children www.naeyc.org.2005. Bostic JQ, Harwood ES. School refusal in child and adolescent mental health. Kaye D, penyunting. Philadelphia Lippincott Williams & Wilkins, 2002. h. 318-25. Unicef: The state of The World Children 2001.p 12. Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015 : Program nasional bagi anak Indonesia (PNBAI) 2015. Buku II Naskah Akademis, Jakarta, Juni 2004. h.75-7. Edelman BM, Pengantar Seto Mulyadi dalam Start Smart: the parents complete guide to preschool education. Panduan Lengkap memilih pendidikan Prasekolah Balita Anda. Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Bandung, Kaifa 2001.
Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007
9.
Joachim T. Right based approach to education in promoting right-based approaches, experiences and ideas from Asia and the Pacific. Save the Children, Sweden, 2004. 10. Kementerian Pemberdayaan Perempuan R.I., dan Departemen Sosial R.I., Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dicetak dengan bantuan UNICEF. Jakarta, November 2003. 11. Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini: Pedoman Teknis Penyelenggaraan POS PAUD, 2006.
93