MDVI
Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; 84 - 90
Laporan Kasus
SCLEROMYXEDEMA Sulistyaningsih, Nisa Mayasari, Suci Widhiati*, Endra Yustin* Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Gadjah Mada/RSUD dr. Sardjito, Yogyakarta *FK Universitas Sebelas Maret Surakarta/RSUD dr. Moewardi, Surakarta
ABSTRAK Scleromyxedema adalah bentuk generalisata dan sklerodermoid liken miksedematosa dan merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Sampai saat ini baru dilaporkan 114 kasus di dunia, angka kejadiannya di Indonesia masih belum diketahui dan di RS Dr. Moewardi Surakarta merupakan kasus yang pertama kali dijumpai. Dilaporkan satu kasus pasien laki-laki berusia 46 tahun dengan keluhan wajah dan tubuh terasa menebal dan kaku sejak 5 tahun yang lalu serta tidak dapat berkeringat. Lesi awal berupa papul berwarna kehitaman, berkilat dan waxy semakin lama, bertambah banyak dan sebagian menyatu membentuk plak, disertai kulit yang semakin menebal dan mengeras. Hasil pemeriksaan histopato logis dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) pad a lapisan epidermis tampak ortokeratosis dengan hipermelanosis pada stratum basal, pada dermis tampak edema kolagen dengan pola melingkar, infiltrat sel radang perivaskular dan periapendikular, peningkatan fibroblas, kolagen dan musin dan tidak tampak folikel pilosebaseus. Pewarnaan dengan alcian blue menunjukkan deposisi musin pada bagian atas dan tengah retikular dermis. Diagnosis scleromyxedema pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, d an g amb aran histop ato logis. Tata lak sana scleromyxedema sa mpa i saat ini masih merupakan kendala dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Pada kasus ini diberikan kortikosteroid sistemik dan topikal. Setelah diterapi selama 3 bulan terjadi perbaikan klinis yang cukup bermakna.(MDVI 2015; 42/2:84 - 90) Kata kunci: scleromyxedema, liken miksedematosa, alcian blue, deposit musin
ABSTRACT
Korespondensi : Jl. Kol. Sutarto No.132, Surakarta Telp. (0271) 663144, 661095 Email:
[email protected]
84
Scleromyxedema is a generalized form of lichen myxedematosus and is very rare. There are 114 cases reported in the world until now, the number of events in Indonesia is still unknown and in Dr. Moewardi Hospital Surakarta is the first case encountered. We reported a case of 46 year old man with complain of thickened and stiffness in facial and body area since 5 years ago and he can not sweat. The initial lesion began as hiperpigmented papules, shiny and waxy, increased in size and partially confluent to form plaque, with the skin thickened and hardened. The result of histopathological examination with haematoxylin-eosin (HE) staining appear orthokeratosis with hipermelanosis in basal stratum, the collagen edema with a circular pattern in the dermis, perivascular and periappendicular infiltrates of inflammatory cells, increased fibroblast, collagen and mucin, and not shown pilosebaseus follicles. With alcianblue staining showed mucin deposition in the upper and mid-reticular dermis. Diagnosis of scleromyxedema in this patient was based on patient history, clinical and histopathological examination. The treatment of scleromyxedema is still problem with varying degrees of success. In this case, systemic and topical corticosteroid were given. After treatment for 3 months there has been a significant clinical improvement.(MDVI 2015; 42/2:84 - 90) Key words : scleromyxedema, lichen myxedematosus, alcian blue, mucin deposition
Sulistyaningsih, dkk
Scleromyxedema
PENDAHULUAN Scleromyxedema adalah suatu penyakit kulit kronik progresif dengan penyebab yang tidak diketahui berupa gangguan jaringan konektif yang jarang terjadi. Sampai saat ini baru dilaporkan 114 kasus scleromyxedema di dunia dan angka kejadiannya di Indonesia belum diketahui. 1 Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Moewardi Surakarta merupakan kasus yang pertama kali dijumpai. Scleromyxedema merupakan bentuk generalisata liken miksedematosa (LM) atau musinosis papular yang disebut juga “liken miksedematosa generalisata”.1,3 Berdasarkan klinikopatologi Rangioletti mengklasifikasikan LM menjadi tiga tipe, yaitu generalisata, lokalisata, dan atipikal atau jenis intermediate. LM yang terlokalisata memiliki keterlibatan kulit (kutan) yang terbatas dan jinak, sedangkan LM generalisata memperlihatkan keterlibatan kutan yang berbeda-beda. 1 Scleromyxedema ditandai dengan papul likenoid multipel berukuran 2-4 mm. 4 Kriteria diagnosis scleromyxedema adalah: (1) erupsi papular dan sklerodermoid generalisata, (2) deposit musin, proliferasi fibroblas dan fibrosis, (3) gamopati monoklonal, dan (4) tidak terdapat penyakit tiroid. Scleromyxedema dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, awitan antara usia 30 – 50 tahun.1,5 Sebagian besar pasien dengan scleromyxedema memiliki gamopati monoklonal (paraproteinemia), umumnya immunoglobulin (Ig G tipe κ). Paraproteinemia sedikit ditemukan pada jenis lokalisata. Tampak produksi asam hialuronat yang berlebih dan proliferasi fibroblas.2 Telah dilaporkan perbaikan lesi setelah pemberian terapi dengan melfalan atau siklofosfamid, maupun kombinasi dengan prednison. Terapi pilihan lainnya adalah imunoglobulin intravena, talidomid, antiinterferonα, retinoid, psoralen dengan sinar ultraviolet, radiasi sinar el ekt r on , pl a sm a pa resi s da n fot opa r esi s ekstrakorporeal. 2,6 Dilaporkan satu kasus LM yang jarang terjadi, yakni
scleromyxedema pada seorang laki-laki yang telah berlangsung selama 5 tahun. Diskusi ditekankan pada masalah penegakan diagnosis dan tatalaksanaan.
LAPORAN KASUS Seorang laki-laki berusia 46 tahun pekerjaan sebagai penggergaji kayu tripleks selama 15 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan wajah dan seluruh tubuh terasa menebal dan kaku. Sejak 5 tahun yang lalu muncul benjolan kecil multipel berwarna kehitaman di daerah wajah dan telinga disertai kulit yang terasa menebal dan menghitam, pasien juga mengeluh tidak berkeringat. Sejak lima bulan yang lalu pasien mengalami kulit seluruh tubuh termaksud wajah bertambah hitam, tebal dan kaku, terutama saat digerakkan. Pasien telah berobat ke Puskesmas dan praktik dokter, namun tidak mengalami perbaikan, sehingga pasien berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pasien memiliki riwayat mengidap tuberkulosis paru 5 tahun yang lalu, dan telah mendapatkan terapi antituberkulosis (OAT) serta dinyatakan sembuh. Selama minum OAT pasien tidak mengalami keluhan apapun pada kulitnya. Keluhan pada kulit muncul sekitar 6 bulan setelah pasien menyelesaikan pengobatan OAT.Tidak dijumpai gejala gangguan tiroid, misalnya keringat berlebih, berat badan menurun, gemetaran, gelisah maupun mudah lelah. Pada pemeriksaan fisis dan pemeriksaan kelenjar tiroid tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan dermatologikus pada regio inguinalis, retroaurikular bilateral, dan leher bilateral tampak papul likenoid multipel dengan ukuran bervariasi (2-4 mm), konfluens, tersusun linier, teraba licin menyerupai lilin (waxy), sebagian membentuk plak likenoid (gambar AF dan K). Kulit tampak gelap dengan permukaan berkilap dan pada perabaan terdapat penebalan dan kaku, namun hal ini tidak menyebabkan gangguan pergerakan atau range of motion (ROM). Tidak tampak pertumbuhan rambut pada badan maupun ekstremitas.
Gambar 1. Lesi pada daerah wajah yang menyebar hampir ke seluruh bagian tubuh
A
B
C
85
MDVI
Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; 84 - 90
D
E
F
H
G
K
I
L
J
M
Keterangan Gambar A-F dan K: Pada regio fasialis, retroaurikularis bilateral, leher dan inguinalis bilateral tampak papul likenoid multipel dengan ukuran bervariasi (0,5 – 2 mm), konfluen, tersusun linier dan teraba licin menyerupai lilin (waxy) sebagian membentuk plak likenoid. Kulit normal (bebas lesi) hanya tampak pada bahu atas, sternum dan inguinalis (tanda panah)
Pemeriksaan laboratorium darah rutin pada tanggal 28 Agustus 2012 menunjukkan nilai hemoglobin 13,4 g/dl (N:1417,5 g/dl) dan trombosit 471.000/uL (N:150-450.103/uL). Pada pemeriksaan hitung jenis didapatkan penurunan limfosit 18,40% (N:22,00-44,00%). Pemeriksaan kimia darah dan fungsi tiroid menunjukkan hasil normal. Pada pemeriksaan urinalisa urin didapatkan proteinuria (1+) dan reduksi urin yang positif (1+),
86
serta leukosituria dan hematuria mikroskopik (1+). Pemeriksaan urin bence-jones menunjukkan hasil negatif (normal). Pada pemeriksaan imunoserologi tidak menunjukkan tanda-tanda gamopati monoklonal. Hasil pemeriksaan histopatologis dari lesi di daerah bahu kanan pada tanggal 29 Agustus 2012, didapatkan hasil sesuai dengan scleromyxedema.
Sulistyaningsih, dkk
Scleromyxedema
B
A
C
Perbesaran 10x10 (A dan B)
Perbesaran 10x20
Gambar 2. Gambaran histopatologi scleromyxedema Keterangan gambar A-C (Pewarnaan HE) : Epidermis: ortokeratosis dengan hipermelanosis pada stratum basal Dermis: tampak edema kolagen dengan pola melingkar, infiltrat sel radang perivaskular dan periapendikular, peningkatan fibroblas, kolagen dan musin dan tidak tampak adanya folikel pilosebaseus
D
E Perbesaran 10x10
F Perbesaran 10x20
Perbesaran 10x40
Keterangan gambar D-F (Pewarnaan Alcian Blue) : Dermis: tampak deposisi musin pada upper dan midreticular dermis.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pada pasien ini adalah scleromyxedema. Terapi sistemik yang diberikan pada pasien adalah tablet metil prednisolon 24 mg/hari selama 7 hari, selanjutnya dosis diturunkan menjadi 16 mg/hari, 12 mg/ hari, dan 8 mg/hari(masing-masing selama 1 bulan). Untuk terapi topikal diberikan campuran krim klobetasol propionat 0,05% dan krim urea 10% dioleskan dua kali sehari pada daerah badan dan ekstremitas, serta krim mometason foroat 0,1% pada daerah wajah, dua kali sehari. Tampak perbaikan klinis yakni kulit tidak tampak gelap atau lebih cerah, hilangnya papul likenoid, kulit teraba supel dan tidak tebal, serta sudah tampak adanya pertumbuhan rambut di badan dan ekstremitas.
PEMBAHASAN Liken miksedematosa (LM) atau scleromyxedema adalah suatu musinosis kutan idiopatik. Musinosis kutan merupakan gangguan heterogen dengan ditemukannya musin abnormal di kulit. Musin merupakan substansi gelatin amorf dan komponen dari beberapa organ manusia.6,7 Musinosis kutan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: 1). Musinosis kutan primer dengan gambaran histologi utama endapan atau deposit musin sehingga menimbulkan lesi klinis yang khas; 2). Musinosis sekunder, yang merupakan gangguan terkait dengan deposit musin secara histologis, musin hanya merupakan temuan tambahan.6,7
87
MDVI
Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; 84 - 90
Manifestasi klinis scleromyxedemaberupa papul dan plak likenoid disertai dengan penebalan kulit yang melibatkan hampir seluruh tubuh. Tempat predileksi meliputi wajah, leher, tangan, lengan bawah dan tubuh bagian atas.
A
Keterlibatan regio glabela dapat memberikan gambaran facies bovine atau leonina.8-10 Lesi individual dan plak dapat menghambat gambaran eritematosa maupun hiperpigmentasi. Pada sebagian besar kasus dapat
C
B
D
E
G
H
F
I
Gambar 3. Pemantauan tiga bulan setelah terapi Keterangan gambar A-H :
88
Setelah diterapi 3 bulan kulit tampak lebih cerah, hilangnya papul likenoid, kulit teraba supel dan tidak tebal, serta mulai tampak adanya pertumbuhan rambut di badan dan ekstremitas.
Sulistyaningsih, dkk
melibatkan wajah, sehingga mengakibatkan deformitas yang bermakna. Pada sebagian kecil dapat mengenai ekstremitas dan batang tubuh, sehingga mengakibatkan penurunan fleksibilitas dan range of motion dari area yang terlibat.2,11,12 Hal tersebut sesuai dengan lesi kulit yang terjadi pada pasien ini, yaitu didapatkan gambaran facies leonina disertai dengan papul dan plak likenoid serta penebalan kulit yang melibatkan hampir seluruh tubuh. Penebalan dan pengerasan kulit pada scleromyxedema diakibatkan adanya endapan asam glikosaminoglikan atau musin di dalam dermis (scleroderma like lesions).4 Penyebab abnormalitas produksi musinosis oleh fibroblas hingga saat ini masih belum diketahui.6 Namun, terdapat beberapa teori yang menyatakan bahwa pada scleromyxedema ditemukan peningkatan kadar imunoglobulin serum monoklonal dan poliklonal atau antibodi yang beredar pada musinosis kutan. Serum tersebut mengandung beberapa sitokin di antaranya interleukin-1, tumor necrosis factor dan transforming growth factor β, yang diketahui berperan dalam merangsang sintesis glikosaminoglikan atau produksi musin pada kulit.6,7,11 Patogenesis scleromyxedema sampai saat ini masih belum diketahui, belum ada literatur yang menyatakan hubungan antara pemakaian obat-obatan misalnya antituberkulosis dengan terjadinya penyakit ini. Pada scleromyxedema biasanya ditemukan gamopati monoklonal atau paraproteinemia terutama tipe IgG lambda, meskipun pada sebagian kecil pasien memiliki profil imunoglobulin normal.3,6,13 Peran gamopati monoklonal sampai saat ini masih diperdebatkan. Kadar paraprotein sejauh ini tidak berkorelasi dengan perbaikan atau perkembangan penyakit. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya faktor patogen lain yang beredar selain paraprotein.3,14 Pada kasus ini dari hasil pemeriksaan imunoserologi serum tidak ditemukan gamopati monoklonal atau paraproteinemia. Gambaran histopatologis scleromyxedema yang paling tepat adalah musinosis. Selain itu, terdapat deposit musin pada bagian atas dan pertengahan dermis, ditandai pula adanya proliferasi fibroblas yang tersusun tak beraturan dan peningkatan deposit kolagen. Epidermis dapat normal atau menipis akibat tekanan musin dan fibrosis yang mendasarinya, terdapat infiltrat limfositik superfisial dan perivaskular serta infiltrat plasmaselular, folikel rambut dan kelenjar keringat dapat menjadi atrofi,12 Musin epitelial dan musin dermal mengandung asam glikosaminoglikan dan dapat diwarnai dengan alcian blue pada pH 2,5.6,9 Hal ini sesuai dengan gambaran histopatologis dengan pewarnaan HE dan alcian-blue pada kasus ini, yang menunjukkan endapan musin dermal, serta keluhan pasien berupa tidak adanya rambut dan tidak dapat berkeringat akibat atrofi folikel rambut dan kelenjar keringat. Diagnosis banding scleromyxedema adalah scleroderma dan scleredema. Kehadiran papul yang tersusun linear, merupakan tanda klinis utama yang sangat
Scleromyxedema
membantu untuk membedakan dengan scleroderma. 6 Demikian pula hasil pemeriksaan histopatologis mendukung diagnosis scleromyxedema, sehingga diagnosis banding scleroderma dan sclerederma pada kasus ini dapat disingkirkan. Pada waktu lalu, melphalan digunakan terapi pilihan pada scleromyxedema dengan target diskrasia sel plasma. Bahan alkilasi tersebut dapat mengakibatkan beberapa perbaikan klinis, tetapi juga mengakibatkan 30% kematian sekunder karena menginduksi keganasan hematologi dan komplikasi septik. Agen kemoterapi lainnya juga telah dicoba (seperti siklofosfamid, metotreksat, klorambusil, 2klorodesoksiadenosin), namun tanpa hasil yang lebih baik dan memiliki efek samping serupa.3,15,16 Kortikosteroid sistemik juga sering digunakan, dengan hasil yang terbatas atau baik, tetapi hanya sementara. Penggunaan kortikosteroid topikal dan intralesi telah menunjukkan keberhasilan, mekipun terbatas.17,18 Rayson dkk. melaporkan satu kasus yang memberikan respons terhadap pemberian prednison pada tahun 1999 begitu pula Horn dkk. melaporkan satu kasus yang berespons terhadap pemberian deksametason dosis tinggi pada tahun 2004.19 Deksametason memiliki target terapi terhadap produksi paraprotein dan hiperaktif fibroblas dengan efek imunosupresif dan antifibroblas.20 Scleromyxedema merupakan salah satu penyakit yang langka, maka sampai saat ini masih belum terdapat standar terapi untuk penatalaksanaan scleromyxedema. 17 Pada kasus ini selain diberikan terapi sistemik berupa tablet metil prednisolon, diberikan juga terapi topikal sebagai terapi tambahan, yakni kombinasi krim klobetasol propionate 0,05% dengan krim urea 10% untuk memberikan efek pelembab (moisturizer) dan mengurangi kekakuan pada kulit di daerah badan dan ekstremitas, serta diberikan krim mometason furoat untuk wajah. Dalam waktu 3 bulan terapi, klinis menunjukkan hasil yang bermakna berupa berkurangnya papul dan plak likenoid, kulit menjadi tampak lebih cerah, hilangnya rasa kaku dan penebalan kulit, terdapat pertumbuhan rambut di daerah badan dan ekstremitas, serta pasien sudah dapat berkeringat kembali.
KESIMPULAN Dilaporkan satu kasus scleromyxedema pada laki-laki berusia 46 tahun yang telah berlangsung selama 5 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diberikan terapi kortikosteroid sistemik dan topikal. Setelah 3 bulan menjalani pengobatan telah terjadi perbaikan lesi yang cukup bermakna.
89
MDVI
DAFTAR PUSTAKA 1. Serdar ZA, Altunay IK, Yasar SP, Erfan GT, Gunes P. Generalized popular and sclerodermoid eruption: Scleromyxedema. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2010;76:592-6. 2. Weenig HR, Pittelkow RM. Scleredema and Scleromyxedema. Dalam: Freedberg IM, Elsesn AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz S, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGrawHill Companies; 2008.h.1562-6. 3. Binita MP, Nandakumar G, Thomas Daisy. Suspected cardiac toxicity to intravenous immunoglobulin used for treatment of scleromyxedema. Indian J Dermatol Venereol Leprol.2008;74:248-50. 4. Wojas A, Blaszczyk M, Grifiska M, Jabloriska S. Tumorous variant of scleromyxedema. Successful therapy with intravenous immunoglobulins. JEAD and Venereol. 2005;19:462-5. 5. Rampino M, Garibaldi E, Ragona R, Ricardi U. Scleromyxedema: treatment of widespread cutaneous involvement by total skin electron-beam therapy. Inter J of Dermatol. 2007;46:864-7. 6. Rongioletti F, Rebora A. Mucinosis. Dalam: Bolognia LJ, Jorizzo LJ, Rapini PR, penyunting. Dermatology. Edisi ke-2. New York: Mosby Elsivier; 2008.h.611-21. 7. Rongioletti F, Rebora Alfredo. Cutaneous Mucinosis: Microscopic Criteria for Diagnosis. Am J of Dermatophatol. 2001;23: 257-67. 8. Birgit A, Neudecker, Stern R, Mark AL, Steinberg S. Scleromyxedema-like lesions of patient in renal failure contain hyaluronan: a possible pathophysiological mechanism. J Cutan Pathol. 2005;32:612-5. 9. Rangioletti F, Cozzani E, Parodi A. Scleromyxedema with an interstitial granulomatous-like pattern: a rare histologic variant mimicking granuloma annulare. J Cutan Pathol. 2009;37:1084-7.
90
Vol. 42 No. 2 Tahun 2015; 84 - 90
10. Dicken H, Charles. Lichen Myxedematosus. J Am Acad Dermatol. 2010;44:273-81. 11. Fudman JE, Golbus J, Ike WR. Scleromyxedema with systemic involvement mimics rheumatic diseases. J Arthritis and Rheumatism. 1996; 29: 913-7. 12. Cutaneous mucinosis. Dalam: Weedon D, penyunting. Weedon's Skin Pathology. Edisi ke-3. New York: Churchil Livingstone Elsivier; 2010.h.355-60. 13. Kucher C, Pasha T, Elenitsas R. Histophatologic Comparison of nephrogenic fibrosing dermopathy and scleromyxedema. J Cutan Pathol. 2005;32:484-90. 14. Alfadley A, Hoqail Al Ibrahim, Eisa AA. Scleromyxedema: Possible association with seminoma. J Am Acad Dermatol. 2000;42:875-8. 15. Generalized popular thickening of the skin. Dalam: Creamer D, Anthony, Vivier, penyunting. 50 Cases in dermatological medicine. London: Taylor and Francis Group; 2005.h.41-7. 16. Kuldeep CM, Mittal AK, Gupta LK, Paliwal VK, Sharma P. Successful treatment of scleromyxedema with dexamethasone cyclophosphamide pulse therapy. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2005;71: 44-6. 17. Chiun LY, Ching His, Jui-lung. Scleromyxedema: An experience using treatment with systemic, corticosteroid and review of the published work. J Dermatol. 2006;3:207-10. 18. Laimer M, Namberger K, Massone C, Koller J, Emberger M, Pleyer L, Hinther H, Greil L. Vincristine, Idarubicin, Dexamethasone and Thalidomide in Scleromyxoedema. J CompAct Dermatol-Veneorol. 2009;89:631-5. 19. Ataergin S, Arpaci F, Demiriz M, Ozet A. Transient Efficacy of Double High-Dose Chemotherapy and Autologous Peripheral Stem Cell Transplantation, Immunoglobulin, Thalidomide, and Bertezomib in The Treatment of Scleromyxedema. Am J Clin Dermatol. 2008;9: 271-3. 20. Lila I, Carolina DT, Rojas R, Altes A, Blesa R, Gallardo E. Steady remission of scleromyxedema 3 years after autologous stem cell transplantation: an in vivo an in vitro study. Am J Society of Hematol. 2006; 108: 773-4.