MATERI KONGRES IX ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN
BUKITTINGGI, 27 – 29 NOVEMBER 2014
0
DAFTAR ISI
Rancangan Jadwal Acara Kongres IX …………………………………………………………………. 2 – 4 Draf Tata Tertib Kongres IX ………………………………………………………………………………… 5 – 17 Draf AD/ART AJI ………………………………………………………………………………………………… 18 – 37 Draf Peraturan Organisasi …………………………………………………………………………………. 38 – 48 Draf Kode Etik …………………………………………………………………………………………………… 49 – 53 Draf Kode Perilaku ……………………………………………………………………………………………. 54 – 55 Draf GBHP ………………………………………………………………………………………………………… 56 – 57 Draf Resolusi ……………………………………………………………………………………………………. 58 – 60
1
RANCANGAN JADWAL ACARA Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen dan Seminar Nasional “Peluang Kewirausahaan Bidang Media Bagi Jurnalis”
Location Venue
: Bukittinggi : Hotel The Hills – Seminar Hotel Grand Rocky – Kongres
Rabu, 26 November 2014 13.00—18.00
Registrasi dan check in Venue : Lobby Hotel Grand Rocky
19.00– 22.00
Welcome dinner Venue : Istana Bung Hatta, The Hills
Kamis, 27 November 2014 07.00—08.45
Breakfast
08.45 – 09.00
Registrasi
09.00—09.15
Pembukaan Seminar dan Kongres IX AJI Oleh Ketua Umum AJI Venue : The Hills
09.15 – 11.15
Seminar Sesi I “ Venue : The Hills
11.15—11.30
Coffee break Venue : The Hills
11.30—13.30
Seminar Sesi II Venue : The Hills
13.30—14.30
Lunch
14.30—15.00
Breaking:
15.00 – 18.00
Sidang Pleno Venue : The Hills Pemilihan Pimpinan Sidang Penetapan AJI Kota Baru Penetapan Agenda dan Tata Tertib Kongres
• • • 18.00 – 19.00
Break/Ishoma 2
19.00 – 22.00
Lanjutan Sidang Pleno Tata Tertib Kongres Venue : The Hills
Jumat, 28 November 2014 07.00—08.45
Breakfast
08.45—09.00
Registrasi Kongres Venue : Grand Rocky Hotel
09.00—12.00
Sidang Pleno Venue : Grand Rocky Hotel Laporan Pertanggungjawaban Laporan Keuangan Pandangan BPO dan BPK Pandangan dan Penyikapan AJI Kota terhadap LPJ Penetapan demisioner pengurus AJI Indonesia 2011-2014
• • • • • 12.00—13.30
Lunch / Ishoma Venue : Hotel Grand Rocky
13.30—14.00
Sidang Pleno: Pembagian Komisi Venue : Hotel Grand Rocky
14.00—18.00 Sidang Komisi Venue 1: AD/ART dan Peraturan Organisasi Venue 2: Kode Etik dan Kode Perilaku Venue 3: GBHP dan Resolusi 18.00—19.00
Dinner
19.00 – 22.00 Lanjutan Sidang Komisi Venue 1: AD/ARTdan Peraturan Organisasi Venue 2: Kode Etik dan Kode Perilaku Venue 3: GBHP dan Resolusi
Sabtu, 29 November 2014 07.00—08.45 Breakfast 08.45—09.00
Registrasi Venue: Hotel Grand Rocky
09.00—10.00
Sidang Pleno hasil sidang komisi AD/ART Venue: Hotel Grand Rocky
10.00—11.00
Sidang Pleno hasil sidang komisi Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan Organisasi Venue: Hotel Grand Rocky 3
11.00—12.00
Sidang Pleno hasil sidang komisi GBHP dan Resolusi Venue: Hotel Grand Rocky
12.00—13.00
Lunch Venue: Hotel Grand Rocky
13.00—15.30
Sidang Pleno Venue: Grand Rocky Hotel Pemilihan BPO, BPK, dan Majelis Etik Pemilihan Ketua dan Sekjen
• • 15.30—16.00
Penutupan Venue: Grand Rocky Hotel
16.30—17.00
Konferensi Pers Venue: Grand Rocky Hotel
Minggu, 30 November 2014 07.00—08.45
Breakfast
07.00—12.00
Check out time
*******
4
DRAF TATA TERTIB SIDANG KONGRES AJI
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Kongres Kongres merupakan kekuasaan tertinggi organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diselenggarakan tiga tahun sekali
Pasal 2 Kedudukan dan Kewenangan Kongres (Mengacu pada pasal 28 AD ART) Kongres mempunyai tugas dan wewenang untuk: 1) Kongres menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Pokok-pokok Program Kerja selama tiga tahun; 2) Kongres memilih dan menetapkan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal; 3) Kongres mengusulkan nama-nama anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi yang akan ditetapkan oleh Ketua Umum; 4) Menyusun dan menetapkan Tata Tertib Kongres; 5) Memilih dan menetapkan Pimpinan Sidang Kongres; 6) Meminta dan menilai Laporan Pertanggungjawaban Ketua dan Sekretaris Jenderal; 7) Meminta dan mendengarkan Laporan Pemeriksaan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan; 8) Membuat keputusan-keputusan yang tidak dapat dibatalkan oleh kekuasaan organisasi lainnya;
BAB II PESERTA, DELEGASI DAN SUARA Pasal 3 Peserta 1. Peserta Kongres terdiri atas Anggota AJI, Delegasi AJI Kota, Pengurus AJI Indonesia, Badan Pengawas Keuangan, Majelis Etik, dan Badan Pertimbangan Organisasi; 2. Peserta Kongres harus terdaftar di panitia kongres.
Pasal 4 Delegasi 1) Delegasi AJI Kota adalah Ketua AJI Kota dan atau orang yang dipilih dalam Rapat Khusus AJI Kota yang mengundang seluruh anggota AJI Kota; 5
2) Jumlah delegasi setiap AJI Kota maksimal sama dengan Hak Suara yang dipunyai oleh AJI Kota yang bersangkutan; 3) Nama-nama Delegasi AJI Kota diserahkan kepada panitia kongres.
Pasal 5 Jumlah Hak Suara Jumlah Hak Suara yang dimiliki setiap AJI Kota ditentukan sesuai ketentuan AD ART
Pasal 6 Hak Peserta 1) Peserta kongres mempunyai hak bicara, yaitu hak mengajukan usul secara lisan maupun tulisan. Termasuk ke dalam hak bicara ini adalah hak untuk melakukan interupsi terhadap pembicaraan yang tengah berlangsung dalam persidangan; 2) Peserta kongres mempunyai hak untuk menyatakan pendapat, baik lisan maupun tertulis, dalam forum-forum kongres; 3) Hanya delegasi AJI Kota yang mempunyai hak suara, yaitu hak untuk ikut mengambil keputusan melalui pemungutan suara.
Pasal 7 Kewajiban Peserta 1) Peserta kongres wajib menjaga ketertiban dan kelancaran kongres. 2) Peserta kongres wajib memperkenalkan dirinya sebelum menggunakan hak bicara. 3) Peserta kongres wajib menaati mekanisme persidangan yang telah disepakati. 4) Delegasi wajib menunjukkan identitas kedelegasiaannya sebelum menggunakan hak suara. Pasal 8 Peninjau Peninjau adalah pihak-pihak yang diundang oleh panitia, tidak mempunyai hak bicara dan hak suara;
BAB III KUORUM DAN PERSIDANGAN Pasal 9 Kuorum Kongres 1) Kongres dinyatakan sah apabila dihadiri oleh separuh lebih satu jumlah delegasi AJI Kota 2) Apabila pada waktu lima belas menit terhitung dari jadwal dimulainya kongres, kuorum belum dipenuhi, maka kongres dinyatakah sah, berdasarkan peserta dan delegasi yang hadir.
Pasal 10 6
Jenis-Jenis Sidang 1) Kongres terdiri atas Sidang Pleno dan Sidang Komisi. Sidang pleno diikuti oleh seluruh peserta kongres, sedangkan sidang-sidang komisi diikuti oleh masing-masing anggota sidang komisi yang jumlahnya diatur secara demokratis oleh Pimpinan Sidang dan Panitia. 2) Sidang pleno adalah forum bagi pengesahan keputusan-keputusan kongres. Sedangkan sidang komisi adalah forum bagi pembahasan materi-materi yang akan diputuskan dalam sidang pleno. 3) Hasil-hasil sidang-sidang komisi belum merupakan keputusan final, sehingga masih mungkin untuk dibahas dalam sidang pleno.
Pasal 11 Materi Sidang Pleno Materi sidang pleno terdiri atas: 1) Penetapan Agenda Kongres (Keputusan); 2) Penetapan Tata Tertib Kongres (Keputusan); 3) Pemilihan dan penetapan Pimpinan Kongres (Keputusan); 4) Pengesahan AJI Kota (Ketetapan) 5) Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal; 6) Penyampaian Laporan Pemeriksaan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan; 7) Penyampaian Pemandangan Umum AJI Kota atas LPJ Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 8) Penetapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga(Ketetapan); 9) Penetapan Pokok-pokok Program Kerja (Ketetapan); 10) Penetapan penilaian atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Ketetapan); 11) Penetapan status demisioner (Ketetapan); 12) Pemilihan dan penetapan Badan Pengawas Keuangan (Ketetapan); 13) Pengusulan calon Anggota Majelis Kode Etik (Ketetapan); 14) Pengusulan calon Anggota Badan pertimbangan organisasi (Ketetapan); 15) Pemilihan dan penetapan Ketua Umum dan Sekretaris Jendera (Ketetapan)l; 16) Penetapan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kongres (Ketetapan)
Pasal 12 Materi Sidang Komisi 1) Sidang Komisi terdiri atas Sidang Komisi A, Sidang Komisi B, dan Sidang Komisi C. 2) Sidang Komisi A bertugas membahas; a) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan menyiapkan Rancangan Ketetapan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan organisasi AJI; 3) Sidang Komisi B bertugas perubahan kode etik, kode perilaku 4) Sidang Komisi C bertugas membahas GBHP dan penyikapan AJI terhadap masalah-masalah eksternal dan mengeluarkan resolusi tentang : 1. Kebebasan Pers dan kebebasan berekspresi 2. Profesionalisme jurnalis dan perusahaan media 3. Kesejahteraan jurnalis dan pekerja media, perusahaan media
7
5) Karena adanya keterkaitan materi-materi persidangan antar-komisi, maka Pimpinan Sidang berkewajiban untuk menjembatani sidang-sidang antar-komisi tersebut. 6). Apabila diperlukan, dua komisi bisa melakukan Sidang Gabungan guna membahas masalahmasalah yang saling berkaitan.
Pasal 13 Pembagian Komisi 1) Setiap unsur peserta kongres, sebisa mungkin dibagi secara merata ke dalam tiga komisi. 2) AJI Kota yang tidak bisa menempatkan delegasi pada setiap komisi, maka delegasi tersebut mendapatkan hak untuk mengikuti pembahasan yang dilakukan di satu komisi yang tidak ada anggota dari delegasi AJI Kota tersebut; 3) Teknis pengaturan pembagian anggota komisi diatur oleh Pimpinan Sidang dan Panitia.
BAB IV PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 14 Pengambilan Keputusan 1) Pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasar mufakat; 2) Tata cara pemungutan suara secara mufakat: a) Pimpinan sidang menanyakan kepada peserta sidang apakah semua peserta sepakat; b) Pimpinan sidang mengulangi pertanyaan kepada peserta sidang apakah semua peserta sepakat 3) Pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasar suara terbanyak. 4) Pemungutan suara bisa dilangsungkan secara terbuka atau tertutup, sesuai dengan materi dan kesepakatan sidang. 5) Pemungutan suara terhadap masalah-masalah yang dianggap penting, seperti penilaian terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, pemilihan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, dan lain-lain dapat dilakukan secara tertutup.
BAB V PIMPINAN SIDANG Pasal 15 Pimpinan Sidang Sementara 1) Sebelum pimpinan sidang tetap terpilih, persidangan dipimpin oleh pimpinan sidang sementara 2) Pimpinan sidang sementara terdiri dari dua orang yang ditunjuk oleh pengurus AJI Indonesia 3) Pimpinan sidang sementara bertugas memimpin sidang pemilihan dan penetapan pimpinan sidang tetap kongres
Pasal 16
8
Tugas Pimpinan Sidang 1) Pimpinan Sidang bertugas menjaga ketertiban dan kelancaran agar persidangan berhasil mencapai tujuannya. 2) Pimpinan Sidang bertugas mengatur jalannya pembicaraan dalam forum persidangan, sehingga pembahasan materi-materi persidangan bisa terarah dan tidak bertele-tele. 3) Pimpinan Sidang bertugas membacakan rumusan-rumusan ketetapan dan keputusan, sebelum ketetapkan dan keputusan itu disahkan. 4) Dalam menjalankan tugasnya, Pimpinan Sidang dibantu oleh tenaga notulen yang diambil dari unsur Panitia Pelaksana.
Pasal 17 Kewenangan Pimpinan Sidang 1) Pimpinan Sidang mempunyai kewenangan untuk menegur dan menghentikan pembicaraan peserta, bila pembicaraan itu sudah keluar dari konteks masalah. 2) Pimpinan Sidang tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan pernyataan kepada publik yang mengatasnamakan kongres.
Pasal 18 Pemilihan Pimpinan Sidang 1) Pimpinan Sidang terdiri atas ketua, wakil ketua dan sekretaris. 2) Setiap peserta berhak mengajukan satu nama calon pimpinan sidang yang disampaikan secara terbuka. 3) Bila jumlah calon pimpinan sidang yang diajukan lebih dari tiga orang, maka dilakukan pemungutan suara yang dilakukan secara terbuka. 4) Tiga suara terbanyak dengan sendirinya terpilih menjadi pimpinan sidang. Suara terbanyak pertama menjadi Ketua, suara terbanyak kedua menjadi wakil ketua, suara terbanyak ketiga menjadi sekretaris.
Pasal 19 Pimpinan Sidang Komisi 1) Agenda pertama sidang komisi adalah memilih dan mengangkat pimpinan sidang komisi. Persidangan ini dipimpin oleh Pimpinan Sidang (Pleno), dengan pembagian tugas sebagai berikut: Ketua memimpin Sidang Komisi A, Wakil Ketua memimpin Sidang Komisi B dan dan Sekretaris memimpin sidang Komisi C. 2) Tata cara pemilihan pimpinan sidang komisi mengikuti tata cara pemilihan pimpinan sidang pleno.
BAB VI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, ANGGARAN RUMAH TANGGA,
9
Pasal 20 Dasar Perubahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Anggaran Dasar dan Pasal 40 Anggaran Rumah Tangga yang berlaku.
Pasal 21 Draft dan Rancangan 1) Draft Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dipersiapkan oleh Panitia Pengarah 2) Draft yang sudah dikirimkan ke peserta tersebut menjadi pegangan anggota Komisi A dalam melakukan pembahasan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, 3) Hasil pembahasan Komisi A terhadap Draft Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Aturan Pokok Organisasi adalah Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga yang akan diajukan ke Sidang Pleno
Pasal 22
Rumusan Rancangan 1) Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi yang dihasilkan oleh Komisi A sudah merupakan rancangan yang final dan disepakati seluruh anggota komisi. 2) Apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dikompromikan di kalangan anggota Komisi A terhadap rumusan materi tertentu dalam Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, maka perbedaan-perbedaan itu disusun dalam bentuk alternatif-alternatif rumusan, sehingga ketika disampaikan di Sidang Pleno, anggota Sidang Pleno mempunyai kemudahan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif-alternatif rumusan tersebut, atau mereka menyampaikan alternatif rumusan baru yang lebih bisa diterima oleh peserta Sidang Pleno.
Pasal 23 Penyampaian di Sidang Pleno 1) Komisi A menunjuk dua atau tiga juru bicara untuk menyampaikan Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga 2) Juru Bicara Komisi A harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan tentang materi Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi
Pasal 24
Pemutusan dan Pengesahan 1) Karena menyangkut sendi-sendi dasar organisasi, pemutusan terhadap Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga sebisa mungkin dilakukan secara mufakat. 2) Apabila terdapat perbedaan di kalangan peserta Sidang Pleno, Pimpinan Sidang Pleno berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut hingga terjadi kesepakatan. 3) Apabila Pimpinan Sidang Pleno gagal mengusahakan kesepakatan di antara peserta sidang, maka keputusan dilakukan melalui pemungutan suara secara terbuka. 10
4) Apabila semua materi Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi sudah diputuskan, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan Ketetapan Kongres tentang Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi
Pasal 25 Perubahan Kode Etik 1) Komisi B dapat melakukan peninjauan terhadap kode etik. 2) Apabila Komisi B menginginkan agar kode etik diperbarui dan atau diperjelas, maka Komisi harus merumuskan rekomendasi mengenai hal tersebut. 3) Rekomendasi Komisi B akan diajukan ke Sidang Pleno untuk dimintakan sebagai keputusan kongres Catatan: pasal berikutnya untuk satu komisi lain mengikuti
BAB VII PENYIKAPAN AJI TERHADAP MASALAH EKSTERNAL
Pasal 26 Draft dan Rancangan 1) Draft penyikapan AJI terhadap masalah eksternal dalam bentuk resolusi dipersiapkan oleh Panitia Pengarah 2) Draft yang sudah dikirimkan ke peserta tersebut menjadi pegangan anggota Komisi C dalam melakukan pembahasan penyikapan AJI terhadap masalah eksternal 3) Hasil pembahasan Komisi C atas penyikapan AJI terhadap masalah eksternal yang akan diajukan ke Sidang Pleno Pasal 27
Rumusan Rancangan 1) Rancangan resolusi yang dihasilkan oleh Komisi C sudah merupakan rancangan yang disepakati seluruh anggota komisi dan dibawa ke rapat pleno. 2) Apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dikompromikan di rapat Komisi B terhadap rumusan rancangan resolusi maka perbedaan-perbedaan itu disusun dalam bentuk alternatif-alternatif rumusan, untuk diusulkan di rapat Pleno.
Pasal 28 Penyampaian di Sidang Pleno 1) Komisi C menunjuk dua atau tiga juru bicara untuk menyampaikan rancangan resolusi di hadapan Sidang Pleno 2) Juru Bicara Komisi C harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan tentang materi Rancangan resolusi yang disampaikan oleh peserta Sidang Pleno.
11
Pasal 29 Pemutusan dan Pengesahan 1) Karena menyangkut sendi-sendi dasar organisasi, pemutusan terhadap rancangan resolusi sedapat mungkin dilakukan secara mufakat. 2) Apabila terdapat perbedaan di kalangan peserta Sidang Pleno, Pimpinan Sidang Pleno berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut hingga terjadi kesepakatan. 3) Apabila Pimpinan Sidang Pleno gagal mengusahakan kesepakatan di antara peserta sidang, maka keputusan dilakukan melalui pemungutan suara secara terbuka. 4) Apabila semua materi Rancangan resolusi sudah diputuskan, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan Ketetapan Kongres tentang resolusi AJI terhadap masalah-masalah eksternal
BAB VIII POKOK-POKOK PROGRAM KERJA Pasal 30 Draf dan Rancangan 1) Draft Pokok-pokok Program Kerja dipersiapkan oleh Panitia Pengarah. 2) Draft yang sudah dikirimkan ke peserta tersebut menjadi pegangan anggota Komisi C dalam melakukan pembahasan Pokok-pokok Program Kerja. 3) Hasil pembahasan Komisi C terhadap Draf Pokok-pokok Program Kerja adalah Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno.
Pasal 31
Rumusan Rancangan 1) Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno sudah merupakan rancangan final dan disepakati seluruh anggota Komisi C. 2) Apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dikompromikan di kalangan anggota Komisi C terhadap rumusan materi tertentu dalam Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno, maka perbedaan-perbedaan itu disusun dalam bentuk alternatif-alternatif rumusan, sehingga ketika disampaikan di Sidang Pleno, anggota Sidang Pleno mempunyai kemudahan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif-alternatif rumusan tersebut, atau mereka menyampaikan alternatif rumusan baru yang lebih bisa diterima oleh peserta Sidang Pleno.
Pasal 32 Penyampaian di Sidang Pleno 1) Komisi C menunjuk dua atau tiga juru bicara untuk menyampaikan Rancangan Pokok-pokok Program Kerja. 2) Juru Bicara Komisi C harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan tentang materi 3) Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno.
12
Pasal 33 Pemutusan dan Pengesahan 1) Karena menyangkut masa depan organisasi, pemutusan terhadap Rancangan Pokok-pokok program kerja sebisa mungkin dilakukan secara mufakat. 2) Apabila terdapat perbedaan di kalangan peserta Sidang Pleno, Pimpinan Sidang Pleno berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut hingga terjadi kesepakatan. 3) Apabila Pimpinan Sidang Pleno gagal mengusahakan kesepakatan di antara peserta sidang, maka keputusan dilakukan melalui pemungutan suara secara terbuka. 4) Apabila semua materi Rancangan Pokok-pokok Program Kerja sudah diputuskan, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan berlakunya Pokok-pokok Program Kerja.
BAB IX LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KETUA UMUM DAN SEKRETARIS JENDERAL
Pasal 34 Pengertian Laporan Pertanggungjawaban 1) Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan sekretaris Jenderal adalah naskah laporan tentang pelaksanaan Pokok-pokok Program Kerja, kegiatan operasional, dan laporan keuangan yang dibuat oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 2) Dalam menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal didampingi oleh Koordinator-Koordinator Divisi 3) Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal akan diikuti oleh pemandangan umum AJI Kota.
Pasal 35
Tata Cara Penyampaian 1) Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, serta Laporan Pemeriksaan Keuangan Badan Pengawas Keuangan disampaikan dalam Sidang Pleno, secara berurutan. 2) Pimpinan sidang mengatur waktu dan teknis penyampaian.
Pasal 36 Pembahasan dan Evaluasi 1) Pemandangan umum, evaluasi dan pembahasan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dilakukan dalam sidang pleno 2) Dalam pembahasan dan evaluasi, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal yang dibantu oleh Pengurus AJI Indonesia lainnya, harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan, komentar dan kritik yang diajukan dalam sidang pleno 13
Pasal 37 Penilaian dan Penyikapan 1) Setelah pembahasan dan evaluasi terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, pleno menyusun Rancangan Ketetapan Penilaian dan Penyikapan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 2) Terdapat dua bentuk penilaian dan penyikapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, yaitu menerima atau menolak; 3) Dalam Rancangan Penilaian dan Penyikapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, dirumuskan secara jelas, diterima atau ditolaknya Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal
Pasal 38 Penetapan 1) Apabila peserta Sidang Pleno tidak sepakat untuk menerima atau menolak Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, maka pengambilan keputusan dilakukan lewat pemungutan suara secara tertutup. 2) Setelah keputusan diambil, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan Ketetapan Penilaian dan Penyikapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
BAB X PEMILIHAN KETUA UMUM DAN SEKRETARIS JENDERAL Pasal 39
Persyaratan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 1) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dipilih di antara Anggota yang memiliki komitmen, dedikasi, dan loyalitasnya kepada organisasi sudah teruji, serta menjalankan profesi jurnalis. 2) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal bukan pengurus organisasi jurnalis lain yang ada di Indonesia. 3) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal bukan pengurus partai politik dan atau organisasi massa yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dari partai politik. 4) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal tidak bekerja pada usaha media yang menjadi milik partai politik dan atau organisasi massa. 5) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal hadir dalam kongres.
Pasal 40
Pencalonan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 14
1) Setiap peserta kongres berhak mengajukan satu nama bakal calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Bakal Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 2) Setiap orang yang namanya tercantum dalam Daftar Bakal Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dimintai kesediaannya untuk dicalonkan. 3) Mereka yang menyatakan bersedia dicalonkan menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal namanya dicatat dalam Daftar Nama Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
Pasal 41
Pemilihan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 1) Apabila hanya terdapat satu Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, maka akan langsung disahkan di sidang pleno. 2) Apabila terdapat lebih dari satu nama calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, maka dilakukan pemilihan ketua umum dan sekretaris jenderal dengan pemungutan suara secara tertutup. 3) Sebelum pemilihan dilakukan, masing-masing Calon diminta untuk menyampaikan visi dan misi menjalankan program kerja AJI yang merujuk pada pokok-pokok program kerja AJI. 4) Calon ketua Umum dan sekretaris jenderal yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal AJI Indonesia periode berikutnya
BAB XI PEMILIHAN BADAN PENGAWAS KEUANGAN Pasal 42 Persyaratan Anggota Badan Pengawas Keuangan (1) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan dipilih di antara Anggota yang komitmen, dedikasi, dan loyalitasnya kepada organisasi sudah teruji, serta aktif menjalankan profesi jurnalis. (2) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan bukan pengurus organisasi jurnalis lain yang ada di Indonesia. (3) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan bukan pengurus partai politik dan atau organisasi massa. (4) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan tidak bekerja pada usaha media yang menjadi milik partai politik dan atau organisasi massa. (5) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan hadir dalam kongres.
Pasal 43 Pemilihan Anggota Badan Pengawas Keuangan (1) Setiap peserta kongres berhak mengajukan satu nama bakal calon Anggota Badan Pengawas Keuangan untuk dicatat dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan . (2) Setiap orang yang namanya tercantum dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan dimintai kesediaannya untuk dicalonkan. 15
(3) Mereka yang menyatakan bersedia dicalonkan menjadi Anggota Badan Pengawas Keuangan namanya dicatat dalam Daftar Nama Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan (4) Apabila hanya terdapat tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan, maka ketiganya diminta untuk menyampaikan visi kepemimpinannya, dan setelah itu ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Keuangan periode berikutnya. (5) Apabila terdapat lebih dari tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan, maka dilakukan pemilihan secara tertutup, dan tiga peraih suara terbanyak ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Keuangan periode berikutnya.
BAB XII PEMILIHAN MAJELIS ETIK DAN BADAN PERTIMBANGAN Pasal 44 Persyaratan 1) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi mempunyai dedikasi dan integritas dalam menegakkan prinsip-prinsip hukum dan kebebasan pers. 2) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi mengetahui dan memahami prinsip-prinsip jurnalistik. 3) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi setuju dengan nilai-nilai perjuangan AJI. 4) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi bersedia menjalankan tugas-tugas dan kewajiban anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi AJI sebagaimana digariskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 45 Pengusulan Calon Majelis Etik dan Badan Pertimbangan 1) Kongres mengajukan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) nama calon anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi untuk diusulkan kepada Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Selanjutnya Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal akan memilih 5 sampai 7 nama calon untuk diangkat sebagai Anggota Majelis Etik AJI dan Badan pertimbangan organisasi Indonesia periode berikutnya 2) Setiap peserta kongres berhak mencalonkan nama anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi. Apabila jumlah calon lebih dari 13 maka harus dibatasi menjadi hanya 13 nama. Cara pengurangan nama calon dilakukan dengan pembicaraan terbuka. 3) Nama-nama calon selanjutnya akan disahkan sebagai usulan kongres oleh Pimpinan Sidang. Pasal 46 Pemilihan Anggota Badan Pengawas organisasi 1. Setiap peserta kongres berhak mengajukan satu nama bakal calon Anggota Badan Pengawas organisasi untuk dicatat dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi . 2. Setiap orang yang namanya tercantum dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi dimintai kesediaannya untuk dicalonkan. 3. Mereka yang menyatakan bersedia dicalonkan menjadi Anggota Badan Pengawas Organisasi namanya dicatat dalam Daftar Nama Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi 16
4. Apabila hanya terdapat tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi, maka ketiganya diminta untuk menyampaikan visi kepemimpinannya, dan setelah itu ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Organisasi periode berikutnya. 5. Apabila terdapat lebih dari tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi, maka dilakukan pemilihan secara tertutup, dan tiga peraih suara terbanyak ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Organisasi periode berikutnya.
BAB XIII PERATURAN PERALIHAN Pasal 47
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga 1) Apabila terjadi Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga selama masa kongres, maka semua ketentuan Tata Tertib Kongres yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga baru tersebut, dinyatakan tidak berlaku. 2) Selanjutnya ketentuan tentang jalannya kongres menyesuaikan diri dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga baru, dan dalam hal ini Pimpinan Sidang mengambil prakarsa untuk membuat ketentuan baru yang seiring dan sejalan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga baru tersebut.
Pasal 48 Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Tertib Kongres ini akan ditentukan oleh Pimpinan Sidang atas persetujuan peserta kongres.
-- // --
17
DRAF PERUBAHAN ANGGARAN DASAR ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN BAB I NAMA, BENTUK DAN LAMBANG Pasal 1 Organisasi ini bernama Aliansi Jurnalis Independen, disingkat AJI. Pasal 2 AJI berbentuk perkumpulan. Pasal 3 AJI berlambangkan burung merpati dan pena dengan warna dasar ungu tua, yang dikombinasikan dengan tulisan Aliansi Jurnalis Independen-AJI. BAB II PENDIRIAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 4 AJI didirikan oleh 58 jurnalis dan kolumnis melalui Deklarasi Sirnagalih pada 7 Agustus 1994 di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Indonesia, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.1 Pasal 5 Pengurus nasional AJI berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. BAB III ASAS DAN PEDOMAN2 Pasal 6 Organisasi AJI berasaskan3 kebebasan, demokrasi, kesetaraan, dan keberagaman. Pasal 7
1
Memperjelas lokasi, ditambahkan “Jawa Barat, Indonesia” AZAS digantikan ASAS, sesuai dengan KBBI 3 Idem no 1 2
18
AJI berpedoman pada semangat Deklarasi Sirnagalih 7 Agustus 1994 BAB IV4 VISI DAN MISI Pasal 8 Visi AJI Terwujudnya pers bebas, profesional, dan sejahtera, yang menjunjung tinggi demokrasi Pasal 9 Misi AJI 1. Memperjuangkan kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi. 2. Meningkatkan profesionalisme jurnalis. 3. Memperjuangkan kesejahteraan pekerja media. 4. Mengembangkan demokrasi dan keberagaman. 5. Memperjuangkan isu perempuan dan kelompok minoritas melalui media. 6. Memperjuangkan hak jurnalis dan pekerja pers perempuan. 7. Terlibat dalam pemberantasan korupsi, ketidakadilan, dan kemiskinan. Pasal 10 Untuk mewujudkan visi dan misinya, AJI: a. Menggalang solidaritas di kalangan komunitas pers dan masyarakat sipil lainnya, di tingkat nasional dan internasional. b. Meningkatkan profesionalisme jurnalis dan menegakkan etika profesi. c. Berperan aktif dalam upaya pengembangan usaha pers yang sehat, demi tercapainya kesejahteraan pekerja pers. d. Bekerjasama dengan pihak lain memerangi korupsi, ketidakadilan, dan kemiskinan, serta menjamin tersedianya akses informasi bagi masyarakat. BAB V PRINSIP ORGANISASI Pasal 11 Organisasi AJI dijalankan dengan prinsip-prinsip: a. Independen; b. Demokratis; c. Transparan; 4
Bab IV yang sebelumnya berisi Kode Etik ditukar dengan Visi-Misi. Visi-Misi secara filsafati merupakan rujukan kode etik. Pertukaran posisi ini tentu diikuti dengan isi-isi pasal di dalamnya. Bab V berisi Prinsip. Baru setelah itu Bab VI berisi Kode Etik.
19
d. Akuntabel; dan e. Partisipatif. BAB VI KODE ETIK DAN KODE PERILAKU5 Pasal 12 1. AJI memiliki Kode Etik dan Kode Perilaku yang disahkan oleh Kongres AJI. 2. AJI mengakui Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.
BAB VII RUANG LINGKUP ORGANISASI Pasal 13 a. Pengurus Nasional AJI adalahpucuk kepemimpinan organisasi AJI dan berkedudukan di ibukota Negara, selanjutnya disebut AJI Indonesia.6 b. AJI memiliki cabang yang disebut AJI Kota dan AJI Kotapersiapan. c. AJI Kota adalah cabang AJI di tingkat kota yang memiliki otonomidalam memilih pengurus, mengelola keuangan, dan menjalankan program. d. AJI Kota Persiapan adalah calon AJI Kota yang pendiriannya dipersiapkan olehAJI Indonesia. e. AJI Kota dapat membentuk AJI Biro yang berdiri di lingkungan satu perusahaan atau beberapa perusahaan yang berada di satu kawasan tertentu.7 Pasal 14 a. AJI Indonesia wajib menyampaikan setiap kebijakan organisasi kepada seluruhAJI Kota paling sedikit satu tahun sekali. b. AJI Kota dan organisasi di bawahnya beserta anggotanya mematuhi dan mengikuti garis kebijakan AJI Indonesia. c. AJI Kota wajib menyampaikan laporan tertulis tentang perkembangan organisasisecara reguler kepada Pengurus Nasional AJI paling sedikit satu tahun sekali. BAB VIII
5
“Kode Perilaku” ditambahkan. Nanti Kode Perilaku seperti halnya Kode Etik akan diaturlebih lanjut dalam dokumen tersendiri. Penjabaran lebih lanjut Kode Etik dan Kode Perilaku akan diperjelas di Anggaran Rumah Tangga. 6 Istilah “Pengurus Pusat” digantikan dengan istilah “Pengurus Nasional” untuk mencerminkan tidak ada dikotomi “pusat-daerah”. AJI dipimpin secara nasional. Istilah “induk organisasi” juga dihilangkan karena berimplikasi ada “anak organisasi” padahal tidak ada. 7 Di beberapa kota, kebutuhan AJI Biro sudah pada tahap vital bagi organisasi, terutama untuk meningkatkan partisipasi anggota dalam berorganisasi.
20
ANGGOTA DAN ANGGOTA KEHORMATAN Pasal 15 Keanggotaan AJI terbuka pada setiap individu profesional dan independen yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan jurnalisme baik di media massa cetak, radio, televisi, atau Internet. Pasal 16 Hak-hak anggota adalah: a. Hak partisipasi yaitu hak untuk ikut serta dalam kegiatan yang diselenggarakanoleh organisasi; b. Hak bicara yaitu hak untuk mengajukan saran dan kritik baik secara lisan maupun tulisan; c. Hak membela diri jika dikenai sanksi organisasi; d. Hak memilih dan dipilih menjadi pengurus; dan e. Hak mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang diselenggarakan AJI. Pasal 17 Kewajiban anggota adalah: a. Menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan aturan organisasi lainya. b. Menjaga nama baik AJI. c. Mematuhi Kode Etik dan Kode Perilaku AJI. d. Melaksanakan aturan organisasi. e. Membayar iuran anggota. Pasal 18 Anggota yang melanggar Kewajiban Anggota dapat dikenai sanksi organisasi berupa teguran, peringatan, hinggapemecatan. Pasal 19 1. Pengurus AJI berhak merekomendasikan seorang individu yang memiliki jasa atau sumbangsih bagi jurnalisme dan/ atau AJI menjadi Anggota Kehormatan. 2. Anggota Kehormatan tak memiliki Hak Memilih.
BAB IX STRUKTUR ORGANISASI Pasal 20 1. Struktur organisasi AJI terdiri dari Pengurus Nasional AJI dan Pengurus AJI Kota. 2. Pengurus Nasional AJI dipimpin oleh Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum. 3. Pengurus AJI Kota dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua. 21
Pasal 21 Ketua Umum Pengurus Nasional AJI, Wakil Ketua Umum Pengurus Nasional AJI, Ketua Pengurus AJI Kota dan Wakil Ketua Pengurus AJI Kota hanya dapat menduduki posisi yang sama maksimum dua periode. BAB X KELENGKAPAN ORGANISASI Pasal 22 Kelengkapan organisasi AJI terdiri dari Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO), Majelis Etik, dan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Pasal 23 Majelis Pertimbangan Organisasi dibentuk untuk memberikan masukan dan pertimbangan bagi kemajuan organisasi. Pasal 24 Majelis Etik dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kode Etik. Pasal 25 Badan Pengawas Keuangan dibentuk untuk melakukan pengawasan atas pengumpulan dan pengelolaan keuangan organisasi serta aset organisasi. BAB XI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ORGANISASI Pasal 26 1. Forum pengambilan keputusan tertinggi organisasi di tingkat nasional adalah Kongres AJI yang diselenggarakan setiap tiga tahun. 2. Kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat kota adalah Konferensi AJI Kota yangdiselenggarakan setiap tiga tahun. 3. Dalam situasi darurat, dapat dilakukan: a. Kongres Luar Biasa atas usulan tertulis dua pertiga AJI Kota b. Konferensi AJI Kota Luar Biasa atas usulan tertulis dua pertiga anggota AJI Kota. Pasal 27 Kongres
22
a. Kongres menetapkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Kode Perilaku, Peraturan Organisasi, dan Pokok-pokok Program Kerja selama tiga tahun. b. Kongres memilih dan menetapkan pasangan Ketua Umum dan WakilKetuaUmum. c. Kongres menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Ketua Umum danWakilKetuaUmum. d. Kongres memilih dan menetapkan anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Nasional danBadan Pengawas Keuangan Nasional. e. Kongres mengusulkan nama-nama anggota Majelis Etik untuk ditetapkan olehKetua Umum. f. Kongres menetapkan Anggota kehormatan atas usul Pengurus Nasional AJI dan atauAJI Kota. g. Kongres dapat membuat badan otonom atau komite untuk melaksanakan hal-halyang bersifat khusus h. Kongres menetapkan resolusi organisasi yang dianggap perlu sesuai Anggaran Dasardan Anggaran Rumah Tangga. i. Kongres mengesahkan AJI Kota baru. Pasal 28 Konferensi AJI Kota a. Konferensi AJI Kota memilih dan menetapkan pasangan Ketua dan WakilKetuaAJI Kota. b. Konferensi AJI Kota menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Ketua dan Sekretaris AJIKota. c. Konferensi AJI Kota memilih dan menetapkan anggota Majelis Pertimbangan Organisasi AJI Kota dan Badan Pengawas Keuangan AJI Kota. d. Konferensi AJI Kota menetapkan Peraturan AJI Kota. e. Konferensi AJI Kota menetapkan Pokok-Pokok Program Kerja AJI Kota. f. Konferensi AJI Kota mengusulkan nama-nama calon anggota Majelis Etik untuk ditetapkan olehKetua AJI Kota. g. Pengambilan keputusan dalam Konferensi AJI Kota diambil melalui mufakatatau suara terbanyak. h. Konferensi AJI Kota dianggap sah apabila dihadiri perwakilan Pengurus Nasional AJI. BAB XII KEUANGAN DAN ASET Pasal 29 Dana dan aset organisasi diperoleh dari: a. Uang pendaftaran anggota; b. Iuran anggota; c. Sumbangan anggota; d. Hibah dan sumbangan dari pihak luar yang tidak mengikat; dan 23
e. Usaha organisasi yang sah.
Pasal 30 Pengelolaan dan pemeliharaan dana dan aset organisasi dilakukan oleh Pengurus Nasional AJI dan Pengurus AJI Kota. BAB XIII PEMBUBARAN ORGANISASI Pasal 31 a. Pembubaran AJI hanya bisa dilakukan melalui Kongres atas usulan sedikitnya dua pertiga AJI Kota serta disetujui sedikitnya dua pertiga suara yang hadir di Kongres. b. Apabila AJI dinyatakan bubar, maka Kongres berkewajiban membentuk tim likuidasiuntuk menyelesaikan utang-piutang organisasi dan menyerahkan sisa kekayaan AJIkepada badan-badan sosial. BAB XIV PERUBAHAN DAN ATURAN TAMBAHAN Pasal 35 Perubahan Anggaran Dasar ini hanya dapat dilakukan dan ditetapkan oleh Kongres.
24
DRAF PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN Bab I Anggota dan Anggota Kehormatan Pasal 1 1. Anggota AJI adalah jurnalis profesional danindependen yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan kegiatan jurnalisme di media massa cetak, radio, televisi, dan Internet. 2. Kegiatan jurnalisme adalah proses pembuatan beritahinggapenyebarluasannya kepada publik. 3. Profesi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2) adalah, namun tidak terbatas pada: a. Reporter; b. Editor/ redaktur; c. Produser siaran berita; d. Pembaca berita di televisi dan radio; e. Jangkar berita (news anchor); f. Periset berita; g. Kolumnis; h. Videojournalist; i. Pewarta foto; j. Juru kamera; k. Ilustrator berita; l. Karikaturis; m. Perancang grafis berita; n. Pengecek fakta; o. Kurator berita; p. Penulis cuplikan berita di televisi dan jejaring sosial; q. Editor foto berita; r. Editor video berita; dan s. Jurnalis-blogger. Pasal 2 Syarat menjadi anggota AJI: 1. Jurnalis Indonesia yang bekerja di Indonesia maupun di luar Indonesia. 2. Jurnalis yang bekerja, baik terikat maupun tidak terikat, pada usaha media massa cetak, radio, televisi dan Internet. 3. Jurnalis yang memiliki atau terlibat dalam pembuatan sejumlah karya jurnalistik yang dipublikasikan secara teratur dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir. 4. Tidak bekerja pada bidang yang bertentangan dengan martabat sebagai jurnalis atau pun AD/ART, Deklarasi Sirnagalih, Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan Organisasi. 25
5. 6. 7. 8.
Mendapat rekomendasimenjadi anggota dari 5 (lima) anggota AJI. Bukan anggota organisasi profesi sejenis yang diakui Dewan Pers. Bukan pengurus partai politik. Bukan anggota dan/ atau pengurus organisasi kemasyarakatan yangbertentangan dengan AD/ART AJI, Deklarasi Sirnagalih, Kode Etik, Kode Perilaku, dan Peraturan Organisasi AJI. Pasal 3
Untuk menjadi anggota AJI, calon anggota AJIharus: a. Mendaftarkan diri secara tertulis kepada Pengurus AJI. b. Menyertakan contoh karya jurnalistik. c. Membayar biaya pendaftaran Rp100.000,- (seratusribu ribu rupiah). Pasal 4 Kepindahan Tempat Bekerja Anggota a. Anggota AJI yang pindah kerja ke kota lain secara permanen minimal lebih dari 1 (satu) tahun, status keanggotaannya berpindah ke AJI kota terdekat di kota tujuan. b. Pengurus AJI Kota yang anggotanya pindah sebagai mana dimaksud dalam ayat (a) wajib memberitahukan secara tertulis kepindahan anggotanya kepada pengurus AJI Kota tujuan selambat-lambatnya tiga bulan sejak kepindahannya. Pasal 5 Keanggotaan berhenti karena: a. Meninggal dunia. b. Mengundurkan diri. c. Berhenti dari profesi jurnalis. d. Tidak menjalankan kerjajurnalistik selama satu tahun, kecuali yang mendapatkan penugasan menjadi anggota Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Komisi Informasi Publik. e. Dipecat dari keanggotaan. Pasal 6 Pemecatan terhadap anggota dapat dilakukan apabila : a. Melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, dan/ atau Kode Perilaku. b. Melakukan perbuatan yang mencemarkan, merugikan atau merendahkan namabaik, serta harkat martabat jurnalis dan organisasi. c. Menyalahgunakan nama organisasi untuk kepentingan pribadi d. Tidak memenuhi kewajiban organisasi dan telah mendapatkan peringatan kerasdari pengurus AJI Kota. Pasal 7 Jenis Pelanggaran Organisasi dan Sanksi 26
a. Pelanggaran aturan organisasi terdiri dari pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. b. Pengaturan penjatuhan sanksi terhadap anggota AJI diatur dalam Peraturan Organisasi. Pasal 8 Mekanisme pemberian sanksi: a. Anggota yang melakukan pelanggaran berat dapat dikenai sanksi pemecatan oleh pengurus AJI Kota. b. Untuk pelanggaran ringan, pengurus AJI Kota dapat mengeluarkan teguran hingga Surat Peringatan pertama. c. Aturan lebih lanjut mengenai pelanggaran dan pemecatan anggota akan diaturdalam peraturan organisasi secara terpisah. d. Anggota yang mendapatkan sanksi pemecatan dapat mengajukan banding ke Majelis Etik Nasional. e. AJI Indonesia dapat mengambil alih penanganan kasus etik yang tidakdiselesaikan di tingkat AJI Kota. Pasal 9 Rehabilitasi Terhadap anggota yang bandingnya diterima oleh Majelis Etik Nasional, pengurusAJI wajib merehabilitasi status keanggotaannya. Pasal 10 Anggota kehormatan 1. Status anggota kehormatan dapat diberikan kepada orang-orang yang berjasa bagi kebebasan pers dan penegakan demokrasi. 2. Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus AJI dan ditetapkan dalam KongresAJI. BAB II KONGRES Pasal 11 Pelaksanaan a. Kongres merupakan kekuasaan tertinggi organisasi AJI dan diselenggarakan setiap tiga tahun. b. Materi-materi kongres disiapkan oleh Pengurus AJI Indonesia. c. Kepanitiaan, lokasi dan anggaran kongres ditetapkan oleh Pengurus AJI Indonesia, selambat-lambatnya enam bulan sebelum pelaksanaan kongres. d. Kongres memilih Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum. 27
Pasal 12 Persyaratan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum 1) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum dipilih di antara Anggota yang komitmen, dedikasi, dan loyalitasnya kepada organisasi sudah terujiserta aktif menjalankan profesi jurnalis. 2) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum bukan pengurus organisasi jurnalis lain yang ada di Indonesia. 3) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umumbukan pengurus partai politik dan atau organisasi massa. 4) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum tidak bekerja pada usahamedia yang menjadi milik partai politik dan/ atau organisasi kemasyarakatan. 5) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum hadir dalam kongres. Pasal 13 Tata tertib Kongres a. Peserta Kongres terdiri atas delegasi AJI Kota, Pengurus AJI Indonesia, BadanPengawas Keuangan, Majelis Pertimbangan Organisasi, Majelis Etik, danPeninjau yang diundang panitia atau mendaftarkan diri. b. Peserta Kongres harus sudah menerima bahan-bahan kongres yang terdiri dari Laporan Pertanggungjawaban, draf Tata Tertib, draf AD/ ART, draf Kode Etik, Draf Kode Perilaku dan usulan pokok-pokokprogram kerja paling lambat satu bulan sebelum kongres dilaksanakan. c. Kongres dinyatakan sah, apabila dihadiri oleh lebih dari separuh delegasi AJI Kota. d. Delegasi AJI Kota memiliki hak suara, hak bicara, hak dipilih, dan memilih. e. Jumlah suara yang dimiliki setiap delegasi AJI Kota ditentukan sebagai berikut : AJI Kota yang mempunyai 15 anggota, mendapatkan 2 suara AJI Kota yang mempunyai 16 – 19 anggota, mendapatkan 3 suara AJI Kota yang mempunyai 20 – 23 anggota, mendapatkan 4 suara AJI Kota yang mempunyai 24 – 29 anggota, mendapatkan 5 suara AJI Kota yang mempunyai 30 – 37 anggota, mendapatkan 6 suara AJI Kota yang mempunyai 38 – 46 anggota, mendapatkan 7 suara AJI Kota yang mempunyai 47 – 57 anggota, mendapatkan 8 suara AJI Kota yang mempunyai 58 – 72 anggota, mendapatkan 9 suara AJI Kota yang mempunyai 73 – 89 anggota, mendapatkan 10 suara AJI Kota yang mempunyai 90 - 112 anggota, mendapatkan 11 suara AJI Kota yang mempunyai 113 –140 anggota,mendapatkan 12 suara AJI Kota yang mempunyai 141 – 175 anggota, mendapatan 13 suara Aji Kota yang mempunyai 176 -218 anggota, mendapatkan 14 suara AJI Kota yang mempunyai 219 –273 anggota, mendapatkan 15 suara. AJI Kota yang mempunyai 274 – 341 anggota, mendapatkan 16 suara. AJI Kota yang mempunyai 342 – 426 anggota, mendapatkan 17 suara. AJI Kota yang mempunyai 427 – 533 anggota, mendapatkan 18 suara. 28
AJI Kota yang mempunyai 534 – 666 anggota, mendapatkan 19 suara. AJI Kota yang mempunyai 667 – 833 anggota, mendapatkan 20 suara. Selanjutnya perhitungan suara dihitung dengan rumus: N + (N x 25%), di mana Nadalah batas akhir jumlah anggota. f. Keputusan dilakukan dengan mufakat dan atau suara terbanyak melalui pemungutan suara. g. Peraturan kongres lainnya dibuat oleh panitia kongres dengan persetujuan peserta kongres. Pasal 14 Kongres Luar Biasa 1. Kongres Luar Biasa dapat dilakukan apabila Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum AJI melanggar AD/ART dan atau tidak dapat menjalankan tugasorganisasi. 2. Kongres Luar Biasa dilakukan atas usul sedikitnya dua pertiga AJI Kota. BAB III PENGURUS NASIONAL Pasal 15 1. Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum sudah membentuk kepengurusan selambat-lambatnya satu bulan setelah Kongres dengan diinformasikan secara tertulis ke AJI-AJI Kota. 2. PengurusAJI Indonesia wajib mengadakan Rakernas selambat-lambatnya 3 bulansetelah kongres, dan menyampaikan hasilnya kepada seluruh AJI Kota. 3. Pengurus tidak diperkenankan menjadi pengurus dan atau anggota organisasiprofesi sejenis, partai politik serta organisasi lain yang bertentangan denganprinsip-prinsip AJI. Pasal 16 1. Pengurus Nasional AJI terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, KoordinatorWilayah, ketua-ketuaBidang dan anggota-anggota Bidang. 2. KoordinatorWilayah terbagi atas KoordinatorWilayah I Sumatera; KoordinatorWilayah II Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah; KoordinatorWilayah III Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur; KoordinatorWilayah IV Sulawesi, Malukudan Maluku Utara; KoordinatorWilayah V Papuadan Papua Barat; dan KoordinatorWilayah VI Bali dan Nusa Tenggara. 3. Bidang-bidang setidaknya terdiri dari Bidang Ketenagakerjaan;Bidang Advokasi; BidangPengembanganProfesi;BidangPerempuandanAnak; Bidang Data dan Informasi; Bidang Penyiaran; Bidang Internet; dan Bidang Usaha dan Dana. 4. Pengurus Nasional AJI juga dapat membuat panitia, komite atau badan pekerja ad hoc untuk menangani satu isu atau masalah tertentu. 29
Pasal 17 Pelimpahan Wewenang Dalam hal Ketua Umum dan/ atau Wakil Ketua Umum berhalangan tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, rapat pengurus AJI Indonesia dapat menunjuk pejabat sementara Ketua Umum dan/ atau Wakil Ketua Umum dengan meminta pertimbangan Majelis Pertimbangan Organisasi yang berlaku sampai kongres berikutnya. Pasal 18 Tugas dan Kewajiban 1. Pengurus Nasional AJI wajib melaksanakan Pokok-pokok ProgramKerja dan hasil-hasil kongres lainnya. 2. Ketua Umum dan Wakil Ketua UmumAJI berhak mewakili Organisasi dalam berhubungan denganpihak luar. 3. Pengurus AJI berhak mengangkatdanmemberhentikanDirekturEksekutifAJI. 4. Pengurus AJI menyusun dan menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan. 5. Pengurus AJI dapat membuat peraturan organisasi di bawah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Ketetapan Kongres. 6. Pengurus Nasional AJI wajib menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis terhadap anggota AJI secara berkala. 7. Pengurus Nasional AJI menyelenggarakan Sekolah AJI. 8. Pengurus Nasional AJI dapat membekukan Pengurus AJI Kota dan Pengurus AJI Kota Persiapan yang tidak aktif selama 1 (satu) tahun atau melanggar AD/ ART, Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan Organisasi. BAB IV AJI KOTA Pasal 19 1. AJI Kota bisa dibentuk apabila memiliki sedikitnya 15 anggota AJI. 2. Pengesahan AJI Kota yang baru ditetapkan dalam Kongres. Pasal 20 AJI Kota memiliki otonomi dalam hal: a. penerimaan anggota; b. Pemilihan pengurus dan perangkat organisasi lainnya; c. Pembuatan dan pelaksanaan program; d. Pencarian sumber dana untuk pelaksanaan program; dan e. Pemberian sanksi pada anggota. Pasal 21 30
Konferensi AJI Kota 1. Konferensi AJI Kota merupakan kekuasaan tertinggi AJI Kota dan diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. 2. Konferensi AJI Kota mengundang seluruh anggota sebagai peserta dan perwakilan pengurus AJI Indonesia. 3. Konferensi AJI Kota dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk oleh Pengurus AJIKota. 4. Pengambilan keputusan dalam Konferensi AJI Kota dilakukan berdasar mufakat dan atau suara terbanyak melalui pemungutan suara. 5. Draf materi dan tata tertib konferensi dibuat oleh pengurus AJI Kota atau tim yangdibentuknya. 6. Konferensi memilih Ketua dan Sekretaris AJI Kota. Pasal 22 1. Ketua dan Sekretaris AJI Kota harus melengkapi susunan Pengurus AJI Kota selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Konferensi Kota dan diumumkan kepada anggota. 2. Ketua dan Sekretaris AJI Kota harus membentuk sekurang-kurangnya BidangKetenagakerjaan;Bidang Advokasi;Bidang Etikdan Profesi; Bidang Komunikasi dan Data; dan Bidang Usaha. 3. Pengurus AJI Kota bertugas dan berkewajiban melaksanakan PokokpokokProgram Kerja hasil-hasil konferensi AJI Kota. Pasal 23 Dalam hal Ketua dan/ atau Sekretaris AJI Kota berhalangan tetap 3 (tiga) bulan, Pengurus AJI Kota mengangkat pejabat sementara Ketua dan/ atau Sekretaris AJI Kota dan diberitahukan kepada AJI Indonesia. BAB V AJI KOTA PERSIAPAN Pasal 24 1. AJI Kota Persiapan dibentuk jika minimal terdapat 10 (sepuluh)anggotaatas rekomendasi AJI Kota terdekat melalui penetapan oleh AJI Indonesia. 2. Apabila AJI kota terdekat tidak dapat memberikan rekomendasi pembentukan AJI Kota Persiapan maka Pengurus Nasional AJIberhak melakukan langkahlangkah yang dianggap perlu.
BAB VI AJI BIRO Pasal 25 31
1. AJI Biro dibentuk oleh AJI Kota jika minimal terdapat 10 (sepuluh) anggota di suatu perusahaan atau beberapa perusahaan yang berada di satu kawasan tertentu; 2. AJI Biro berada di bawah AJI Kota. 3. AJI Biro dipimpin oleh seorang Koordinator Biro yang diangkat oleh Pengurus AJI Kota. BAB VII MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI (MPO) Pasal 26 1. Majelis Pertimbangan Organisasi terdiri dari 5 (lima) orang berdasarkan kompetensiyang berkaitan dengan bidang media cetak, bidang media penyiaran, bidang media Internet, bidang pengembangan organisasi, danbidang strategi pengembangan program yang dipilih oleh Kongres AJI. 2. Masa jabatan keanggotaan Majelis Pertimbangan Organisasi mengikuti masa waktuKongres AJI. Pasal 27 Fungsi MPO Majelis Pertimbangan Organisasi aktif memberikan pertimbangan kebijakankebijakanorganisasi, termasuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh Ketua Umum danWakil Ketua Umum. Pasal 28 Sidang MPO 1. Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi dilaksanakan sekurang-kurangnya setahunsekali, yang anggaran dan penyelenggaraannya disiapkan oleh pengurus AJI,bersamaan dengan penyelenggaraan Rakernas. 2. Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris yangdipilih dari dan oleh anggota. 3. Hasil-hasil dan rekomendasi Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi disampaikankepada pengurus AJI yang berkewajiban menginformasikan secara tertulis kepadapengurus AJI kota. BAB VIII MAJELIS ETIK Pasal 29 1. Majelis Etik terdiri dari Majelis Etik AJI Indonesia dan Majelis Etik AJI Kota.
32
2. Majelis Etik AJI Indonesia terdiri lima orang anggota yangditetapkan oleh Ketua Umum berdasarkan daftar calon yang diusulkan oleh Kongresuntuk masa kerja tiga tahun. 3. Majelis Etik AJI Kota terdiri tiga orang anggota yang ditetapkan oleh Ketua AJI Kota berdasarkan daftar calon yang diusulkan oleh Konferensi AJI Kota untuk masa kerja tiga tahun. 4. Jika anggota Majelis Etik berhalangan tetap maka Ketua Umum atau Ketua AJI Kota menunjukpenggantinya untuk masa jabatan yang tersisa berdasarkan daftar calon yangdiusulkan di kongres. 5. Majelis Etik dipimpin oleh ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Majelis. 6. Dalam hal Majelis Etik berhalangan tetap atau dianggap melakukan pelanggaranorganisasi maka, pengurus menunjuk penggantinya untuk masa jabatan yangtersisa berdasarkan daftar calonnya yang di usulkan di kongres atau konferensi. Pasal 30 Tugas 1. Majelis Etik bertugas melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku Anggota AJI. 2. Majelis Etik berkewajiban melaksanakan pemeriksaan dan penelitian yang berkaitdengan masalah pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku yang dilakukan oleh anggota. 3. Majelis Etik mempunyai kewajiban: a. Memanggil anggota yang diduga telah melakukan pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku; b. Memberikan putusan benar tidaknya telah terjadi pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku; dan c. Memberikan rekomendasi kepada pengurus untuk menjatuhkan sanksi ataurehabilitasi nama baik. 4. Majelis Etik dapat memberikan usul, masukan dan pertimbangan dalam penyusunanatau perubahan Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku. 5. Majelisetikmelakukanevaluasikaryajurnalistikanggotapaling sedikitsetahunsekali. Pasal 31 Wewenang 1. Majelis Etik AJI Kota berwenang menangani kasus dugaan pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku yang dilakukan seorang atau beberapa orang anggota yang terdaftar sebagai anggota di AJI Kota bersangkutan. 2. Majelis Etik AJI Indonesia berhak mengambil alih penanganan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan seorang atau beberapa anggota di sebuah AJI Kota.
Pasal 32 33
Majelis Etik mendapat fasilitas dan bantuan administrasi dari AJI dan AJI Kota dalam menjalankan tugas-tugasnya. Pasal 33 Dalam hal seorang anggota yang diputuskan Majelis Etik AJI Kota melanggar kode etik, maka anggota tersebut berhak meminta banding ke Majelis Etik AJI Indonesia. BAB IX BADAN PENGAWAS KEUANGAN Pasal 34 1. Badan Pengawas Keuangan terdiri atas seorang koordinator dan dua orang anggota. 2. Koordinator dan Anggota Badan Pengawas Keuangan dipilih dan ditetapkan olehKongres. 3. Dalam hal koordinator dan atau anggota Badan Pengawas Keuangan berhalangantetap, maka Pengurus AJI menetapkan penggantinya berdasarkan urutan namaberikutnya seperti yang diusulkan dalam kongres. Pasal 35 Wewenang 1. Badan Pengawas Keuangan memeriksa keuangan organisasi dalam satu periodekepengurusan dan hasil pemeriksaannya dilaporkan pada kongres. 2. Badan Pengawas Keuangan memberikan saran dan rekomendasi terhadap masalah pengelolaan dan pencarian aset dan dana organisasi. 3. Badan Pengawas Keuangan berhak menyetujui atau tidak menyetujui laporankeuangan pengurus, serta dapat memberikan pendapatnya secara tertulis. 4. Badan Pengawas Keuangan mendapat anggaran dan bantuan administrasi dari AJI Indonesia. BAB X RAPAT-RAPAT Pasal 36 Rapat dalam Organisasi AJI: a. Rapat Pengurus b. Sidang Badan Pertimbangan Organisasi c. Rapat Badan Pengawas Keuangan d. Rapat Majelis Etik.
34
Pasal 37 Rapat Pengurus AJI: a. Rapat Kerja Nasional b. Rapat Pleno Pengurus c. Rapat Harian d. RapatBidang e. Rapat Kepanitiaan atau Tim. Pasal 38 Pengaturan dan wewenang masing-masing rapat diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi. BAB XI UJI KOMPETENSI JURNALIS Pasal 39 1. AJI Indonesia wajib menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) secara berkala. 2. Materi Uji Kompetensi Jurnalis disiapkan oleh AJI Indonesia. 3. Penguji Uji Kompetensi Jurnalis ditetapkan oleh AJI Indonesia. BAB XII KEUANGAN Pasal 39 1. Uang pendaftaran calon anggota adalah Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). 2. Uang pendaftaran tersebut diperuntukkan separuh untuk kas AJI Kota dan separuh lagi untuk kas AJI Indonesia. Pasal 40 1. Iuran anggota per bulan Rp20.000,- (dua puluh ribu rupiah) atau per tahun Rp200.000,- (dua ratus ribu rupiah). 2. Iuran anggota ditarik secara nasional yang diupayakan dengan sistem elektronik. 3. AJI Indonesia kemudian membagi separuh iuran anggota tersebut kepada AJI-AJI kota berdasarkan jumlah anggota. Pasal 41 1. Pengurus AJI Indonesia bertanggung jawab menguatkan kapasitas AJI Kotadalam mencari sumber dana untuk mendorong kemajuan AJI Kota.
35
2. Pengurus AJI Indonesia wajib mengusahakan dana bagi programprogramnasional sebagaimana ditentukan dalam Rencana Kegiatan dan AnggaranTahunan. 3. Tata cara penyaluran dana yang diusahakan oleh Pengurus AJI Indonesia dantata cara pelaporan penggunaan dana tersebut dalam ayat (1) dan (2),ditentukan dalam aturan organisasi tersendiri. Pasal 42 1. Pengurus AJI Indonesia dan AJI Kota dibenarkan untuk mencari dana yangsah dari sumber-sumber yang tidak mengikat dan tidak bertentangan denganAnggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 2. Pencarian danaoleh AJI Kota diluarwilayahnyadikoordinasikan dengan AJIIndonesia. Pasal 43 Kriteria sumber dana yang diperbolehkan: 1. Tidak mengurangi independensi AJI. 2. Sumber dana perorangan yang tidak sedang dan terindikasi terlibat kasus pidana. 3. Sumber dana lembaga tidak sedang dan terindikasi terlibat kejahatan ekonomi,lingkungan, HAM korupsi dan ketenagakerjaan. 4. AJI tidak menerima dana dari APBN maupun APBD. Kriteria lebih lanjut ditetapkandalam peraturan Organisasi. BAB XIII TRANSPARANSI dan AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA Pasal 44 1. Pengawasan atas pengelolaan penggunaan dana dilakukan oleh Badan PengawasKeuangan. 2. Pengurus AJI Indonesia wajib membuat laporan keuangan terbuka yang disetujui danditandatangani oleh Badan Pengawas Keuangan, dan dinformasikan kepadaPengurus AJI Kota satu tahun sekali. 3. Pengurus AJI Kota wajib mebuat laporan keuangan terbuka yang disetujui danditandatangani oleh Badan Pengawas Keuangan, dan dinformasikan kepadaanggota AJI Kota dengan tembusan Pengurus AJI Indonesia satu tahun sekali. 4. Dalam hal laporan keuangan yang tidak disetujui, Badan Pengawas Keuangandapat memberikan laporan dan atau pendapatnya secara tertulis yangdiinformasikan bersama-sama dengan laporan keuangan pengurus dimaksud. 5. Badan Pengawas Keuangan dapat meminta keterangan dan penjelasan kepadaPengurus berkenaan dengan masalah dana organisasi.
36
BAB XIV PEMBEKUAN PENGURUS DAN ATAU ORGANISASI AJI KOTA Pasal 45 1. Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum dapat memutuskan pembekuan sementarasuatu kepengurusan AJI Kota, apabila kepengurusan AJI Kota terbukti melanggarAnggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan atau tidak mampu menjalankan seluruh fungsi organisasi. 2. Pengurus AJI Indonesia dapat mengangkat pelaksana tugas Ketua AJI Kota yangbertugas mempersiapan Konferensi Kota Luar Biasa selambatlambatnya dua bulansetelah pembekuan. 3. Pembekuan sementara organisasi AJI Kota harus disampaikan dandipertanggungjawabkan kepada Kongres. BAB XV PERUBAHAN DAN ATURAN TAMBAHAN Pasal 46 Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan dan ditetapkan oleh Kongres. Pasal 47 Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan hal-hal yang belumdiatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur dalam peraturan organisasi danperaturan lainnya.
37
Draf
KITAB PERATURAN ORGANISASI ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN Menimbang: a. Bahwa dengan berkembangnya organisasi Aliansi Jurnalis Independen maka makin diperlukan rambu-rambu dalam berorganisasi sehingga tetap berada di jalur yang sesuai dengan visi, misi dan prinsip organisasi. b. Bahwa dengan perkembangan organisasi Aliansi Jurnalis Independen juga diikuti dengan bertambahnya anggota, maka perlu diatur sejumlah aturanaturan yang mengikat anggota sehingga tetap menjaga marwah organisasi. c. Bahwa dengan dua kebutuhan di atas (a dan b), maka diperlukan Kitab Peraturan Organisasi yang mengikat organisasi, pengurus organisasi dan anggota organisasi. Mengingat: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers; Anggaran Dasar Aliansi Jurnalis Independen; Anggaran Rumah Tangga Aliansi Jurnalis Independen; Kode Etik Anggota Aliansi Jurnalis Independen; Kode Perilaku Anggota Aliansi Jurnalis Independen.
Memutuskan: Menerapkan Kitab Peraturan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen.
BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang disebut dengan: 1. Jurnalis adalah orang yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan kegiatan jurnalisme di media massa cetak, radio, televisi, dan/ atau Internet. 2. Organisasi adalah Aliansi Jurnalis Independen atau disingkat AJI. 3. Pengurus Nasional adalah Pengurus Nasional Aliansi Jurnalis Independen yang berkedudukan di Jakarta. 4. Pengurus AJI Kota adalah pengurus cabang AJI di sebuah kota atau daerah.
38
5. Majelis Etik AJI Indonesia adalah majelis etik yang dibentuk Pengurus Nasional AJI. 6. Majelis Etik AJI Kota adalah majelis etik yang dibentuk Pengurus AJI Kota. 7. Pembekalan adalah kegiatan menerangkan dan menjelaskan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik Jurnalistik, Kode Perilaku Anggota AJI dan Peraturan Organisasi kepada anggota baru.
BAB II Anggota Pasal 2 Syarat Menjadi Anggota 1. Jurnalis Indonesia yang bekerja di Indonesia maupun di luar Indonesia; 2. Jurnalis profesional dan independen yang bekerja, baik terikat maupun tidak terikat, di bidang yang berkaitan dengan kegiatan jurnalisme di media massa cetak, radio, televisi, dan/ atau Internet; 3. Jurnalis yang memiliki atau terlibat dalam pembuatan sejumlah karya jurnalistik yang dipublikasikan secara teratur dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir; 4. Tidak bekerja pada bidang yang bertentangan dengan martabat sebagai jurnalis atau pun AD/ ART, Deklarasi Sirnagalih, Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan Organisasi; 5. Mendapat rekomendasi menjadi anggota dari 5 (lima) anggota AJI; 6. Bukan anggota organisasi profesi sejenis yang diakui Dewan Pers; 7. Bukan pengurus partai politik; dan 8. Bukan anggota dan/ atau pengurus organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan AD/ ART AJI, Deklarasi Sirnagalih, Kode Etik, Kode Perilaku, dan Peraturan Organisasi AJI. Pasal 3 Pendaftaran Calon Anggota 1. 2. 3. 4. 5.
Mengajukan surat permohonan secara tertulis kepada AJI Kota; Mengisi formulir Pendaftaran Anggota Baru yang disediakan pengurus; Melampirkan 1 (satu) salinan identitas kependudukan (KTP atau Paspor); Melampirkan 2 (dua) lembar pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6; Melampirkan lima bukti karya jurnalistik terakhir berupa: a. Kliping berita untuk media cetak; b. Rekaman audio untuk media radio; c. Rekaman audio-visual untuk media televisi; atau d. Tautan di Internet untuk media Internet; 6. Menandatangani Surat Pernyataan sedia mentaati Kode Etik dan Kode Perilaku Anggota AJI; 7. Melampirkan 5 (lima) rekomendasi Anggota AJI; dan 39
8. Membayar uang pendaftaran Rp100.000,- (seratus ribu rupiah); Pasal 4 Penerimaan Calon Anggota 1. Rapat Pengurus AJI Kota berwenang memutuskan menerima atau tidak menerima calon anggota sebagai anggota. 2. Untuk setiap calon anggota yang diterima menjadi anggota, Pengurus AJI Kota mengeluarkan Surat Keputusan menyatakan mengangkat sebagai anggota. 3. Untuk setiap calon anggota yang diterima menjadi anggota, wajib membayar iuran anggota untuk satu tahun ke muka. 4. Pengurus AJI Kota wajib melakukan Pembekalan kepada anggota yang baru diterima selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pengurus memutuskan menerima. 5. Pengurus AJI Kota mengirimkan salinan digital data diri, identitas kependudukan, foto, separuh dari uang pendaftaran calon anggota, dan iuran anggota selama tahun dari calon anggota yang diterima menjadi anggota ke Pengurus Nasional, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diangkat menjadi anggota. 6. Pengurus Nasional wajib mengeluarkan kartu anggota AJI yang berlaku untuk masa 3 (tiga) tahun untuk anggota yang baru diangkat setelah ayat (5) di atas terpenuhi.
Pasal 5 Kewajiban Anggota 1. Anggota wajib menaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi; 2. Anggota wajib menaati Kode Etik dan Kode Perilaku Anggota AJI; dan 3. Anggota wajib membayar iuran anggota. Pasal 6 Hak Anggota Hak anggota meliputi: a. Hak partisipasi yaitu hak untuk ikut serta dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi; b. Hak bicara yaitu hak untuk mengajukan saran dan kritik baik secara lisan maupun tulisan; c. Hak membela diri jika dibawa ke Majelis Etik karena dugaan pelanggaran Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Kode Perilaku dan/ atau Peraturan Organisasi; d. Hak memilih dan dipilih menjadi pengurus; dan e. Hak mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang diselenggarakan AJI. Pasal 7 40
Keanggotaan berhenti karena: f. Meninggal dunia. g. Mengundurkan diri. h. Berhenti dari profesi jurnalis. i. Tidak menjalankan profesi jurnalistik selama satu tahun, kecuali yang mendapatkan penugasan menjadi anggota Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, atau Komisi Informasi Publik. j. Dipecat dari keanggotaan. k. Tidak membayar iuran anggota selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. Pasal 8 Penugasan Anggota 1. Untuk mengawal perjuangan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, demokratisasi regulasi atas media, mencegah intervensi media dari kepentingan pemiliknya, serta akses publik atas informasi, AJI dapat menugaskan anggotanya untuk menempati atau menjadi anggota lembagalembaga negara tertentu. 2. Lembaga-lembaga negara tertentu yang dimaksud adalah Dewan Pers; Komisi Penyiaran Indonesia baik yang nasional atau daerah; dan Komisi Informasi baik yang nasional atau daerah. 3. Syarat-syarat Anggota AJI yang akan ditugaskan dalam lembaga negara tersebut sebagai berikut: a. Memiliki kapasitas; b. Memiliki integritas; c. Tidak memiliki konflik kepentingan; d. Menandatangani pakta integritas yang berisi kesediaan memperjuangkan visi, misi dan prinsip AJI; e. Bersedia sewaktu-waktu dipanggil pengurus AJI untuk dimintai laporan hasil kerja, pendapat, keterangan atau kesaksian; atau berdiskusi mengenai tantangan yang dihadapi. f. Bersedia terlibat dalam program pengembangan kapasitas anggota AJI, advokasi, dan lain sebagainya, baik sebagai pemateri diskusi maupun pelatih; g. Bersedia memberikan data tertulis, dokumen, buku-buku, dan lain sebagainya untuk bahan kajian AJI, data base, atau perpustakaan organisasi. h. Bersedia menyumbangkan setidaknya 2,5 persen dari total gaji setiap bulan yang didapatkan dari lembaga negara tertentu di mana anggota AJI bertugas untuk kas organisasi. i. Bersedia melaporkan hasil kerja selama kepengurusan selambatlambatnya 1 (satu) bulan sebelum masa kepengurusan berakhir. 4. Jika terdapat lebih dari satu anggota yang memenuhi syarat, AJI dapat memberikan lebih dari satu rekomendasi kepada para calon yang akan mendaftarkan diri pada lembaga negara tertentu tersebut. BAB III KERJASAMA DENGAN ORGANISASI LAIN 41
Pasal 9 1. AJI bekerjasama dengan perorangan, organisasi, korporasi, lembaga negara, atau lembaga pemerintah berdasarkan asas independensi, demokrasi, kebebasan, kesetaraan dan keberagaman. 2. AJI tidak bekerja sama dengan perorangan, organisasi, atau korporasi yang terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan yang terjadi dalam 18 (delapan belas) tahun terakhir yang ditandai dengan penyelidikan polisi, penyidikan jaksa dan/ atau disebut dalam persidangan. 3. AJI tidak bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara, lembaga pemerintahan atau pemerintah yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau dana nonbujeter, kecuali yang bergerak di bidang yang sesuai dengan visi dan misi AJI yaitu: a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD); c. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); d. Dewan Pers; e. Komisi Informasi; f. Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM); g. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); h. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU); i. Komisi Penyiaran Indonesia; j. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); k. Komisi Yudisial; l. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK); m. Mahkamah Konstitusi; n. Ombudsman; dan o. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 4. AJI membuka kerjasama dengan perorangan, organisasi, korporasi, lembaga negara, atau lembaga pemerintah sepanjang tidak mengurangi independensi AJI yang berarti: a. tidak mengikat AJI untuk melakukan tindakan, program kerja, atau pernyataan yang bertentangan dengan nilai- nilai Deklarasi Sirnagalih dan AD/ ART AJI dan AJI; dan b. tidak mengikat AJI untuk melakukan kegiatan dengan dana yang bersumber dari para pihak yang berpotensi berbenturan kepentingan dengan AJI dan/ atau bertentangan dengan AD/ ART AJI. Pasal 10
42
1. Pengurus Nasional AJI wajib membuat daftar perorangan, organisasi atau korporasi yang terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan yang terjadi dalam 18 (delapan belas) tahun terakhir. 2. Anggota AJI wajib melaporkan kepada pengurus jika menemukan bukti atau fakta bahwa perorangan, organisasi atau korporasi yang bekerjasama dengan AJI, terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan yang terjadi dalam 18 (delapan belas) tahun terakhir. 3. Pengurus AJI wajib menindaklanjuti dan memverifikasi temuan bukti atau fakta bahwa perorangan, organisasi atau korporasi yang bekerjasama dengan AJI, terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan yang terjadi dalam 18 (delapan belas) tahun terakhir, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah laporan diterima dari anggota AJI atau pihak lain. 4. Pengurus AJI wajib membatalkan kerjasama dengan perorangan, organisasi atau korporasi yang bekerjasama dengan AJI terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan yang terjadi dalam 18 (delapan belas) tahun terakhir. BAB IV PENDANAAN Pasal 11 1. Pengurus AJI wajib mengusahakan dana kegiatan bagi AJI Kota maupun untuk pembiayaan program-program nasionalnya. 2. Dana kegiatan berasal dari sumber dana internal AJI dan sumber eksternal AJI. 3. Pengurus AJI dibenarkan untuk mencari dana yang sah dari sumber-sumber yang tidak mengikat dan yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan Pasal 9 di atas. 4. Pengurus AJI Kota dibenarkan mencari dana yang sah dari sumber-sumber lain di dalam negeri untuk program-program non-nasional. 5. Wilayah pencarian dana AJI Kota adalah lingkup sendiri untuk kegiatan dengan tema lokal. 6. AJI Kota boleh mencari sumber dana yang tidak sedang digarap Pengurus Nasional AJI. 7. Apabila AJI Kota mendapatkan sumberdana yang mengharuskan keterlibatan AJI Kota lain, maka harus dikonsultasikan kepada Pengurus Nasional AJI. 8. Pencarian dana dari luar tidak dimaksudkan untuk memperkaya diri/ organisasi, tapi sekadar memenuhi kekurangan dana kegiatan. 9. Sumber dana internal AJI diutamakan dibanding sumberdana eksternal. Pasal 12 43
Sumber keuangan terdiri dari: 1. Sumber keuangan internal, yakni: a. Iuran anggota; b. Sumbangan anggota; dan c. Usaha yang dijalankan organisasi. 2. Sumber keuangan eksternal, yakni: a. Sumbangan atau Hibah, yaitu pemberian berupa uang atau barang yang tidak mengikat dan tidak menyebabkan organisasi melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam hubungannya dengan pemberi sumbangan atau hibah; b. Bantuan Program, yaitu program bantuan yang menyertakan adanya hak dan kewajiban organisasi dalam hubungannya dengan pemberi bantuan. Pasal 13 Ketentuan Sumber Dana 1. Sumbangan atau hibah yang tidak mengikat pada prinsipnya dibolehkan apabila tidak mempengaruhi independensi AJI, pemberi tidak sedang dalam kasus pidana, pemberi tidak terlibat kejahatan ekonomi, pemberi tidak terlibat perusakan lingkungan, pemberi tidak mengekseploitasi dan atau menyengsarakan kehidupan rakyat, pemberi bukan kekuatan asing yang berniat mencari dukungan atas langkah-langkah internasionalnya yang terbukti melanggar hak asasi manusia. 2. Bantuan program prinsipnya sebagai berikut: a. Tidak mempengaruhi independensi AJI; b. Tidak bertentangan dengan visi dan misi AJI; c. Pemberi bantuan program tidak sedang dalam kasus pidana; d. Pemberi bantuan program tidak terlibat kejahatan ekonomi; e. Pemberi bantuan program tidak terlibat perusakan lingkungan; f. Pemberi bantuan program tidak sedang dalam sorotan negatif publik; g. Pemberi bantuan program tidak mengeksploitasi dan atau menyengsarakan rakyat; h. Pemberi bantuan program bukan kekuatan asing yang berniat mencari dukungan atas langkah-langkah internasionalnya yang terbukti melanggar hak asasi manusia; 3. Pengurus dapat meminta pendapat Majelis Etik untuk menilai boleh atau tidaknya sumber dana. Pasal 14 Transparansi Keuangan Organisasi 1. Pengurus AJI wajib melakukan transparansi keuangan. 2. Pengawasan keuangan AJI dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) dengan kewajiban membuat laporan berkala yang bersifat terbuka yang disetujui dan ditandatangani oleh BPK diinformasikan kepada Pengurus AJI Kota.
44
3. BPK dapat meminta keterangan dan penjelasan kepada pengurus berkenaan dengan masalah keuangan organisasi. 4. Bila perlu, Pengurus Nasional AJI bisa meminta auditor publik untuk melakukan audit keuangan organisasi AJI. 5. Pengawasan keuangan AJI Kota dilakukan oleh BPK AJI Kota dengan kewajiban membuat laporan berkala yang bersifat terbuka yang disetujui dan ditandatangani oleh BPK AJI Kota, diinformasikan kepada anggota AJI Kota. 6. BPK AJI Kota dapat meminta keterangan dan penjelasan kepada Pengurus AJI Kota berkenaan dengan masalah dana dan organisasi. 7. Pengurus AJI Kota berkewajiban memberikan laporan keuangan tahunan, dan laporan keuangan penggunaan bantuan program kepada Pengurus AJI. 8. Pengurus AJI dapat memberikan pendapat dan atau masukan atas laporan keuangan AJI Kota. Pasal 15 Pendirian Usaha 1. Pengurus Nasional AJI mendorong pendirian koperasi atau credit union yang berbasiskan anggota AJI dengan syarat: a. Pengurus Nasional AJI ex-officio menjadi Pengawas Koperasi atau Credit Union; b. Koperasi atau credit union sehari-hari dijalankan oleh pekerja profesional dengan manajemen yang transparan dan baik; c. Usaha koperasi atau credit union tidak mengganggu jalannya organisasi dan tidak bertentangan dengan AD/ ART, visi, misi, prinsip dan kode etik AJI. 2. Pengurus Nasional AJI mendorong pendirian perseroan terbatas (PT) dengan AJI sebagai pemegang saham mayoritas, dengan syarat: a. PT bergerak di bidang usaha yang tidak mengganggu jalannya organisasi dan tidak bertentangan dengan AD/ ART, visi, misi, prinsip dan kode etik AJI; b. PT dijalankan oleh pekerja profesional dengan manajemen yang baik dan transparan; BAB V PENEGAKAN KODE ETIK DAN KODE PERILAKU Pasal 16 1. Kode Etik dan Kode Perilaku adalah Kode Etik dan Kode Perilaku yang ditetapkan dalam Kongres AJI. 2. Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku dilaksanakan oleh AJI Indonesia dan AJI kota. 3. Pemberian sanksi terhadap anggota dilakukan setelah pengurus mendapatkan rekomendasi Majelis Etik. Pasal 17 45
1. Mekanisme penegakan etik dan kode perilaku anggota bersifat terbuka dan partisipatoris. Setiap anggota punya kewajiban yang sama untuk menegakkan aturan organisasi. 2. Penegakan etik dan kode perilaku anggota bisa dilakukan dengan cara menerima pengaduan dari anggota AJI atau masyarakat atas adanya perilaku menyimpang anggota AJI. 3. Laporan bisa disampaikan secara tertulis, baik melalui pos atau surat elektronik. 4. Laporan merupakan bukti permulaan yang harus ditindaklanjuti dengan proses verifikasi 5. Proses verifikasi harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah adanya pengaduan. Hasil verifikasi harus dibahas dalam forum rapat pengurus AJI Kota/ AJI Indonesia. Pengurus AJI harus memutuskan dalam kurun waktu paling lambat 30 hari, apakah pengaduan itu dianggap layak atau tidak untuk diteruskan penanganannya kepada Majelis Etik. 6. AJI wajib merahasiakan identitas pemberi laporan untuk melindungi narasumber. Pasal 18 Prosedur penanganan dugaan pelanggaran kode etik dan/ atau kode perilaku adalah: a. Pengurus AJI Kota memberikan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan/ atau kode perilaku kepada Majelis Etik AJI Kota; b. Majelis Etik AJI Kota wajib menangani laporan dugaan pelanggaran kode etik dan/ atau kode perilaku paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah laporan diterima; c. Majelis Etik AJI Kota berhak meminta Pengurus AJI Kota mencari atau mengumpulkan laporan atau bukti serta memanggil saksi-saksi yang diperlukan dalam waktu 1 (satu) bulan; d. Setelah butir (c) dilakukan, Majelis Etik AJI Kota menggelar pertemuan dengan mengundang anggota yang diduga melanggar kode etik dan/ atau kode perilaku selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah butir (c) dilakukan. e. Bila anggota yang bersangkutan tidak hadir tanpa alasan jelas pada pertemuan yang dimaksud pada butir (b), maka Majelis Etik AJI Kota dapat mengeluarkan Surat Panggilan Kedua mencakup peringatan selambatlambatnya 14 (empat belas) hari setelah keluarnya Surat Panggilan Pertama; f. Bila anggota yang bersangkutan tetap tidak hadir memenuhi Surat Panggilan Kedua, maka Majelis Etik AJI Kota dapat mengeluarkan Surat Panggilan Ketiga mencakup Peringatan Keras selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah Surat Peringatan Kedua dikeluarkan. g. Bila anggota yang bersangkutan tetap tidak hadir memenuhi Panggilan Ketiga, maka Majelis Etik AJI Kota merekomendasikan kepada pengurus AJI Kota untuk memberikan sanksi, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah Surat Panggilan Ketiga dikeluarkan. h. Selambat-lambatnya, 1 (satu) bulan setelah menerima rekomendasi Majelis Etik AJI Kota, Pengurus AJI Kota mengeluarkan putusan atas dugaan pelanggaran kode etik dan/ atau kode perilaku. 46
Pasal 19 1. Pemberian sanksi merujuk pada Anggaran Dasar Anggaran/Rumah Tangga (AD/RT). 2. Anggota AJI yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik AJI dikenai sanksi mulai dari peringatan, peringatan keras, skorsing, sampai pemecatan permanen. 3. Jenis sanksi mempertimbangkan berat ringan pelanggaran yang dilakukan anggota. 4. Sanksi atau keputusan lainnya dikeluarkan paling lambat 30 hari setelah ada rekomendasi dari Majelis Etik. Pasal 20 Prosedur Banding adalah sebagai berikut: 1. Anggota AJI yang menerima sanksi dari AJI Kota, berhak mengajukan keberatan secara tertulis, yang disertai dengan alasan keberatan dan beberapa bukti pendukung lainnya, kepada Majelis Etik AJI Indonesia melalui Pengurus Nasional AJI; 2. Anggota AJI yang keberatan atas sanksi dari AJI kota, harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Majelis Etik AJI Indonesia paling lambat 60 hari setelah sanksi diterima; 3. Majelis Etik AJI Indonesia wajib memutuskan upaya banding yang diajukan anggota paling lambat 60 hari setelah banding disampaikan; 4. Jika upaya banding atas sanksi itu tetap tidak memuaskan, upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah dengan mengajukan keberatan dalam forum kongres yang paling dekat waktunya; 5. Upaya banding melalui kongres harus disampaikan secara tertulis kepada pengurus AJI Indonesia, dengan menyertakan alasan keberatan serta buktibukti pendukungnya. Upaya banding diajukan paling lambat dua minggu sebelum pelaksanaan kongres; dan 6. Keputusan yang dihasilkan dalam forum kongres merupakan keputusan final dan mengikat. 7. Apabila keberatan atau bandingnya diterima, maka keanggotaannya harus segera direhabilitasi. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 Dengan berlakunya Kitab Peraturan Organisasi ini, maka semua peraturan organisasi yang sudah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Kitab Peraturan Organisasi ini. Pasal 22
47
Segala hal yang belum diatur oleh Kitab Peraturan Organisasi ini dapat diatur dengan Peraturan Pengurus Nasional AJI yang wajib dibahas di Kongres AJI terdekat sebagai masukan untuk merevisi Kitab Peraturan Organisasi. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Kitab Peraturan Organisasi ini hanya bisa diubah atau dihapuskan dalam Kongres AJI. Pasal 24 Kitab Peraturan Organisasi ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
48
DRAF KODE ETIK AJI Aliansi Jurnalis Independen percaya bahwa kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Dalam menegakkan kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik atas informasi, anggota AJI memegang teguh Kode Etik sebagai berikut : 1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar Penafsiran : Informasi yang benar adalah informasi yang telah melewati verifikasi sesuai standar jurnalistik .
2. Jurnalis selalu menguji informasi dan hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. Penafsiran : Cukup Jelas.
3. Jurnalis tidak mencampuradukkan fakta dan opini Penafsiran : Cukup Jelas.
4. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik. Penafsiran : Informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik ialah segala bentuk informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan prespektif hak asasi manusia
5. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang tidak memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. Penafsiran : Cukup Jelas.
49
6. Jurnalis mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan, pemberitaan serta kritik dan komentar. Penafsiran : Cukup jelas
7. Jurnalis menolak segala bentuk campur tangan pihak manapun yang menghambat kebebasan pers dan independensi ruang berita. Penafsiran : Cukup Jelas.
8. Jurnalis menghindari konflik kepentingan. Jika konflik kepentingan tak bisa dihindari, maka jurnalis menyatakannya secara terbuka kepada publik Penafsiran Konflik kepentingan adalah suatu keadaan yang bisa mengaburkan sikap jurnalis atau media dari misinya untuk menyampaikan berita yang akurat dan tanpa bias. Menyatakan secara terbuka adalah menjelaskan posisi jurnalis dalam konflik kepentingan pada karya jurnalistiknya
9. Jurnalis dilarang menerima sogokan. Penafsiran : Yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan fasilitas lainnya, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam kerja jurnalistik. Jurnalis tidak menerima fasilitas peliputan dari pihak lain kecuali hal itu merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh informasi yang penting bagi publik. Rekomendasi : perlu diperjelas dalam kode perilaku
10. Jurnalis menggunakan cara yang etis dan profesional untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen. penafsiran Cara-cara etis dan profesional antara lain menunjukkan identitas kepada narasumber; tidak menyuap; dan tidak merekayasa pengambilan gambar, 50
foto, dan suara. Penggunaan cara-cara tertentu, seperti teknik penyamaran, hanya bisa digunakan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
11. Jurnalis segera memperbaiki, meralat, atau mencabut berita yang diketahuinya keliru atau tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada publik. Penafsiran : Keharusan mencabut berita berlaku untuk berita yang secara substansial salah, misalnya berita bohong atau berita fiktif. Keharusan meralat berlaku untuk berita yang sebagian faktanya mengandung kekeliruan. Untuk media televisi dan radio mengacu pada P3SPS.
12. Jurnalis melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran : Proporsional adalah pemberian ralat pemberitaan yang seimbang pada kesempatan pertama kekeliruan itu diketahui. Untuk media cetak penempatan ralat diletakkan sesuai regulasi dewan pers. Untuk media elektronik sesuai regulasi KPI. Pada media siber dilakukan pada updating berita yang sama.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi. Penafsiran : Cukup jelas
14. Jurnalis dilarang menjiplak. Penafsiran Cukup jelas
15. Jurnalis tidak menyembunyikan praktik-praktik tidak etis yang terjadi di kalangan jurnalis dan media. Penafsiran Cukup jelas
51
16. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, orang berkebutuhan khusus atau latar belakang sosial lainnya. Penafsiran ; Istilah kebencian mengacu pada ungkapan tidak senang (verbal dan non verbal) yang bersifat memusuhi, merendahkan, dan menghina yang ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu.
17. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberikan informasi latar belakang, off the record, dan embargo. Penafsiran : Cukup jelas
18. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku serta korban tindak pidana di bawah umur. Penafsiran : Ketentuan penggunaan narasumber yang meminta dirahasiakan (anonim): •
Berupaya mengidentifikasi narasumber, karena publik berhak mengetahui sebanyak-banyaknya informasi tentang ketepercayaan narasumber.
•
Selalu menguji motif narasumber sebelum menyepakati keanoniman.
•
Menyebutkan alasan keanoniman kepada publik.
•
Memegang teguh kesepakatan keanoniman.
•
Yang dimaksud anak di bawah umur mengacu pada UU Perlindungan Anak. Yang dimaksud narasumber konfidensial adalah:
•
orang-orang yang terancam keamanannya apabila identitasnya dibuka. Identitas yang harus dirahasiakan adalah segala informasi yang bisa membuat seseorang dikenali jati dirinya seperti nama, alamat, orang tua, nama sekolah, dan nama tempat kerja.
19. Jurnalis menghormati privasi, kecuali untuk kepentingan publik. 52
Penafsiran : Privasi adalah segala segi kehidupan pribadi seseorang dan keluarganya. Pengabaian atas privasi hanya bisa dibenarkan bila ada kepentingan publik yang dipertaruhkan, seperti untuk membongkar korupsi atau mencegah perilaku yang membahayakan kepentingan umum. Jurnalis mengakui bahwa orang biasa memiliki hak lebih besar untuk merahasiakan privasinya daripada pejabat atau tokoh publik.
20. Jurnalis dilarang menyajikan berita atau karya jurnalistik dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisikpsikologisdanseksua. Penafsiran Kekerasan psikologis adalah sebuah tindakan verbal maupun non verbal yang mengakibatkan trauma.
21. Jurnalis tidak beritikad buruk, menghindari fitnah, dan pencemaran nama baik. Penafsiran : Tidak beritikad buruk artinya tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain. Dalam proses kerja jurnalistik, hal itu antara lain berupa kesengajaan tidak melakukan verifikasi dan konfirmasi.
53
Draf Kode Perilaku Anggota AJI Kode etik jurnalistik yang berlaku saat ini, dinilai masih memiliki banyak kekurangan untuk menjadi panduan bagi para jurnalis dalam menjalankan tugas. Banyak kasus etik profesi yang dihadapi jurnalis, tidak masuk dalam kode etik. Seperti pemberian fasilitas dari nara sumber, pembelian saham, penggunaan social media bagi jurnalis dan lainnya. Masih dibutuhkan panduan yang lebih detil untuk memandu jurnalis professional, yaitu dengan kode perilaku. Berikut usulan kode perilaku Anggota AJI 1. Setiap anggota AJI secara aktif menjaga independensi ruang redaksi dan pembuatan karya jurnalistik yang dihasilkan dari pengaruh pihak lain, sebagai bagian dari upaya menjaga kebebasan pers dan kebebasan berekspresi serta pemenuhan hak publik untuk memperoleh informasi. 2. Setiap anggota AJI memastikan informasi dalam karya jurnalistik yang dibuatnya adalah informasi yang akurat, adil dan berimbang, dengan memberi kesempatan semua pihak dalam porsi yang sama, dengan pilihan kata dan sudut berita yang adil dan berada di atas semua pihak. 3. Setiap anggota AJI melayani hak jawab dan koreksi pada kekeliruan pemberitaan dengan berprinsip keadilan dengan memberikan porsi yang sama seperti porsi pemberitaan sebelumnya. 4. Setiap anggota AJI membedakan dengan tegas informasi yang bersifat fakta kejadian dan hasil peliputan dan opini pribadinya, serta tidak mencampuradukkan keduanya dalam sebuah karya jurnalistik. 5. Setiap anggota AJI menggunakan seluruh daya dan upaya dalam memperoleh informasi dengan jujur dan terbuka, kecuali proses pencarian informasi investigasi yang dilakukan untuk hal-hal menyangkut kepentingan publik dan tidak bisa didapatkan secara mudah. 6. Setiap anggota AJI tidak memberikan uang, barang maupun fasilitas lain, kepada seseorang dalam menjalankan tugas jurnalistik, kecuali cara tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk mendapatkan informasi dalam menjalankan tugas jurnalistik (setelah semua cara yang etis sudah ditempuh). 7. Setiap anggota AJI tidak memberitakan hal-hal menyangkut kehidupan pribadi seseorang, termasuk mengeksploitasi kesedihan dan penderitaan, kecuali hal-hal itu dinilai secara mendalam memiliki hubungan dengan kepentingan publik. 8. Setiap anggota AJI melindungi identitas narasumber yang memberikan keterangan, opini dan data-data yang dimilikinya secara rahasia, sebagai upaya penghormatan kepada narasumber dan jaminan keselamatan serta pemenuhan haknya sebagai sumber anonim. 9. Setiap anggota AJI tidak memberitakan hal-hal yang menyebabkan munculnya rasa benci dan diskrimminasi pada jenis kelamin, ras, keyakinan, agama, warga kulit, status hukum, difabelitas, status perkawinan atau orientasi seksual.
54
10. Tidak menghasilkan bahan cenderung menyebabkan kebencian atau diskriminasi atas dasar usia, jenis kelamin, ras, warna kulit, keyakinan, status hukum, kecacatan, status perkawinan seseorang, atau orientasi seksual. 11. Setiap anggota AJI menolak upaya dan pengaruh dari pihak lain yang berusaha untuk menghalanginya memberitakan sebuah informasi yang berhubungan dengan kepentingan publik, atau berusaha mengubahnya sebagai upaya untuk menghalangi publik memperoleh informasi yang benar. 12. Setiap anggota AJI tidak menggunakan informasi dan pengaruhnya sebagai jurnalis untuk mendapatkan keuntungan pribadi, seperti menerima pemberian uang, barang maupun fasilitas dari narasumber atau pihak-pihak lain yang terkait dengan pemberitaan, sehingga mempengaruhi tugas utamanya memberikan informasi yang benar kepada publik. Kecuali, cara itu adalah cara satu-satunya yang dilakukan untuk mendapatkan informasi, dan kemudian melaporkannya kepada kantor redaksi atau kantor organisasi untuk kemudian mengembalikan pemberian kepada pihak yang memberi. 13. Setiap anggota AJI tidak melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah yang dibiayai oleh APBN, APBD, atau dana nonbujeter, kecuali kerjasama dengan lembaga-lembaga tertentu yang memiliki visi dan misi yang sama dengan AJI. Nama lembaga tersebut akan diverifikasi sebelumnya oleh AJI. 14. Setiap anggota AJI tidak menerima sponsor kegiatan dari pihak swasta atau perorangan yang terlibat kejahatan ekonomi, HAM, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan. Nama lembaga tersebut akan diverifikasi sebelumnya oleh AJI. 15. Setiap anggota AJI tidak mencampuradukkan fakta, opini dan informasi produk komersial dalam sebuah berita, hingga seolah-olah sebuah berita, tanpa memberikan penjelasan tentang hal yang sesungguhnya merupakan iklan. 16. Setiap anggota AJI tidak diperkenankan menjadi pengurus partai politik atau tim sukses untuk pemilihan anggota legislatif, kepala daerah, hingga pemilihan presiden dan menjadi pegawai negeri sipil atau anggota TNI dan Polisi. Bila ada anggota AJI yang menjadi pengurus partai politik atau tim sukses untuk pemilihan anggota legislatif, kepala daerah, hingga pemilihan presiden dan menjadi pegawai negeri sipil atau anggota TNI dan Polisi, maka yang bersangkutan wajib mengundurkan diri. 17. Setiap anggota AJI menghormati hak anak-anak dengan tidak melakukan eksploitasi anak-anak yang bermasalah. Bila diperlukan untuk mewawancarai anak-anak untuk diberitakan, haruslah melalui izin dari orang tua atau wali atau orang dan kelompok yang bertanggung jawab atas anak tersebut. 18. Setiap anggota AJI tidak mengambil dan menggunakan karya milik orang lain dan mengakuinnya sebagai karya miliknya.
55
Draft Usulan Garis-Garis Besar Haluan Program Aliansi Jurnalis Independen 2014-2017 Profesionalisme Jurnalis 1. Meningkatkan dan memperkuat independensi ruang redaksi 2. Meningkatkan standar etika dan integritas jurnalis 3. Meningkatkan kualitas pendidikan jurnalistik 4. Meningkatkan pemahaman jurnalis terhadap isu tematik dan aktual. 5. Menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis 6. Menyiapkan jurnalis untuk menghadapi era media baru dan konvergensi media. Kesejahteraan Jurnalis 1. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan pekerja media 2. Membangun kesadaran kalangan media untuk memenuhi hak-hak jurnalis perempuan 3. Membangun kesadaran yang lebih merata di kalangan pekernma media untuk memperjuangkan kesejahteraan melalui serikat pekerja. 4. Mendukung penguatan FSPMI 5. Mendorong hubungan kerja yang lebih baik antara koresponden dan perusahaan media. 6. Memastikan jurnalis mendapat perlindungan kesehatan hingga jaminan hari tua. Kemerdekaan Pers 1. Memperjuangkan dan melindungi kemerdekaan pers 2. Menguatkan hukum dan regulasi untuk melindungi kebebasan pers 3. Meningkatkan kesadaran media dalam melindungi jurnalisnya dari jeratan hukum dan ancaman kekerasan. 4. Mendorong penghapusan regulasi yang menghambat kebebasan pers. Penguatan Organisasi 1. Menempatkan iuran anggota sebagai tulang punggung organisasi 2. Memperkuat posisi tawar AJI terhadap pemilik media dan negara 3. Memaksimalkan peran AJI dalam proses pembuatan kebijakan strategis, baik di tingkat lokal maupun nasional. 4. Memperkuat sistem komunikasi AJI Indonesia – AJI Kota 5. Meningkatkan perencanaan strategis, sistem evaluasi program yang lebih kuat, dan penekanan yang lebih besar terhadap pengawasan dari dampak yang ditimbulkan setiap aktivitas AJI. 6. Meningkatkan kapasitas AJI Kota dalam menyusun program, mencari pendanaan dan mengembangkan jaringan, termasuk menetapkan kriteria sumber dana yang sesuai dengan AD/ ART. 7. Meningkatkan peran strategis AJI secara regional dan internasional. 8. Menambah jumlah anggota dan jumlah AJI Kota . 56
9. Meningkatkan kualitas rekrutmen anggota, termasuk rencana induk proses rekrutmen. 10. Meningkatkan kuantitas dan kualitas anggota perempuan. 11. Merintis dan membuat sistem pengelolaan dana abadi AJI untuk organisasi. 12. Membuat terbitan berkala untuk media komunikasi anggota AJI.
57
RANCANGAN RESOLUSI KONGRES Aliansi Jurnalis Independen (AJI) "Jurnalis Sejahtera dan Pers Profesional" Pengantar Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-9 di Bukittinggi, November 2014, telah mengeluarkan 10 poin resolusi hasil dari Kongres AJI terbaru. RESOLUSI
AJI memandang perjuangan atas kesejahteraan jurnalis sebagai hal yang tetap relevan terhadap upaya menegakkan profesionalisme pers. Iklim kebebasan pers dan industrialisasi media belum sepenuhnya berimbas pada nasib jurnalis, yang merupakan subyek paling penting dalam industri pers. Realita hubungan industrial antara jurnalis dan perusahaan di Indonesia menjadi alasan bagi AJI untuk terus mendorong terwujudnya jurnalis yang sejahtera. Soal Kesejahteraan dan Jaminan Sosial menjadi perhatian utama AJI sejak tiga tahun terakhir. Bahkan AJI telah menjalin kerjasama dengan Jamsostek (sekarang BPJS Ketenagakerjaan) sebagai upaya mendorong anggota bergabung dengan para jurnalis mengikuti program jaminan sosial. Jurnalis kini berada sekaligus dalam sistem yakni sistem jaminan sosial nasional serta sistem ketenagakerjaan. Adapun soal pengupahan AJI terus mendesak perusahaan pers mengikuti standar upah layak jurnalis di masing-masing daerah. Perusahaan pers yang memerkerjakan buruh tidak tetap (kotributor, freelance, stringer) agar menerapkan skema kontrak kerja dengan kompensasi yang layak. •
Menolak Impunitas dan Ancaman Terhadap Pers
AJI menolak praktik impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Oleh sebab itu AJI mendesak agar rezim Presiden Joko Widodo mengusut kasus pembunuhan terhadap wartawan harian Bernas, Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang meninggal di Yogyakarta, 16 Agustus 1996 (pada usia 32 tahun). Soal Kasus Udin, AJI menolak untuk melupakan. Demi melawan praktik impunitas, AJI menolak anggapan bahwa per 16 Agustus 2014 yakni memasuki 18 tahun, kasus pembunuhan Udin telah kedaluarsa. Ancaman terhadap kemerdekaan pers bukan hanya datang dari lingkungan di luar pers. Untuk pertama kali dalam sejarah AJI, lembaga ini menyatakan pada peringatan HUT ke-20 AJI bahwa beberapa penanggung jawab media lembaga penyiaran di Indonesia sebagai musuh kebebasan pers. Hal ini menjadi catatan penting, sekaligus pengingat pada publik dan insan pers. Oleh sebab itu, UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) agar tetap menjadi acuan bagi penegakan hukum soal ancaman terhadap kebebasan pers.
58
•
Komoditas Media dan Perempuan
AJI mendorong agar pers menjadikan isu mengenai perempuan yang bisa mendorong kemandirian perempuan ketimbang hanya menjadikan perempuan sebagai komoditi pemberitaan. Menjadikan perempuan sekadar bahan isu-isu sensasional kriminalitas maupun kasus korupsi tak boleh luput dari kritik AJI. Sementara perlindungan terhadap identitas perempuan korban kejahatan susila perlu selalu didengungkan. Hal ini mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 5 : Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila. Penafsirannya, ”Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak”. AJI juga mengingatkan bahwa wartawan dan media harus bisa membedakan antara wilayah publik dan privat dalam pemberitaan kasus kejahatan terhadap perempuan baik perempuan sebagai korban maupun pelaku. •
Jurnalis Independen Menolak Suap
AJI mengapresiasi kepala daerah, kepala instansi maupun perusahaan swasta yang menyatakan menghapus anggaran amplop bagi wartawan. Kabar penghapusan anggaran amplop untuk wartawan di salah satu provinsi menjadi angin segar bagi upaya mendorong pers yang independen, bebas dari suap. AJI mengingatkan segenap jurnalis agar tetap independen tak tergoda suap. Realita ada praktik suap dengan beragam bentuk dan dalih pemberiaan juga harus dicermati dan ditolak. •
Media dan Internet
Kemajuan teknologi dan internet diikuti oleh berkembangnya industri media televisi dan online. Perusahaan pers pun menuntut kecepatan bagi jurnalis dalam pelaporan. Potensi kesalahan kian menganga didorong praktik berebut cepat ini. AJI mengingatkan jurnalis dan perusahaan pers agar tetap berpegang pada kode etik jurnalistik yang sudah diakui oleh Dewan Pers. Ada pula pedoman pemberitaan media siber serta yang terbaru, adalah kode perilaku yang disahkan di Kongres ke-9 AJI di Bukittinggi. Oleh sebab itu Kongres AJI menyampaikan beberapa poin sikap sebagai resolusi organisasi ini : 1. Mendesak perusahaan pers menerapkan standar pengupahan yang layak bagi jurnalis pekerja baik mereka yang berstatus karyawan maupun kontributor. Terkait skema upah terhadap kontributor, AJI juga mendesak perusahaan pers menerapkan skema kontrak yang jelas dan tidak merugikan jurnalis. 2. Mendesak perusahaan media dan negara menjamin semua jurnalis terlindungi oleh sistem jaminan sosial. Bagi perusahaan yang telah menyediakan sistem jaminan sosial bagi jurnalis, agar tetap memberikan sistem jaminan yang bermutu selain sistem jaminan sosial nasional. 3. Menyerukan pengurus AJI di daerah-daerah terdapat anggota AJI agar mengawasi dan mengingatkan tentang standar pengupahan yang layak. 59
4. Mendesak Pemerintahan baru Joko Widodo - Jusuf Kalla membuka kembali kasus pembunuhan terhadap jurnalis Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang tak terungkap hingga 18 tahun berlalu. 5. Mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusut pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan sudut pandang UU tahun 1999 tentang Pers. 6. Mengingatkan para jurnalis dan perusahaan pers tak mengabaikan kode etik jurnalistik serta memiliki sensitifitas terutama tentang pemberitaan perempuan dan anak. 7. Menyerukan jurnalis agar tetap menjaga independensi di tengah menjalankan tugas-tugas jurnalistik dengan menolak suap, apapun bentuknya. 8. Menyerukan perusahaan dan instansi pemerintah menghapus anggaran suap untuk jurnalis. 9. Mengapresiasi pemerintah daerah dan lembaga swasta yang telah menghapus anggaran suap untuk wartawan. 10. Mengingatkan jurnalis untuk memegang teguh kode etik jurnalistik serta mengacu pada kode perilaku jurnalis yang telah ditetapkan dalam Kongres AJI ke-9 di Bukittinggi.
Bukittinggi, .. November 2014
60