HASIL KONGRES IX ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN
Bukittinggi, 27 – 29 November 2014
Keputusan Kongres Nomor: 01/Kongres-IX/AJI/2014 tentang Pemilihan Pimpinan Sidang Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen Menimbang: Bahwa demi efisiensi dan efektivitas Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen, perlu ditunjuk pimpinan sidang yang mengatur persidangan-persidangan dalam kongres; Mengingat: a) Pasal 22 Anggaran Dasar; b) Pasal 14 Anggaran Rumah Tangga.
MEMUTUSKAN Menetapkan: Pimpinan Sidang Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen: 1. Aryo Wisanggeni (Ketua) 2. Jupriadi Asmaradhana (Wakil Ketua) 3. Sofiardi Bachyul (Sekretaris)
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 27 November 2014
Pimpinan Sidang Sementara
(Aryo Wisanggeni)
(Andhika D. Khagen)
Ketetapan Kongres Nomor: 02/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Pengesahan AJI Kota Purwokerto Menimbang: Bahwa demi memenuhi permintaan dari rekan jurnalis di Kota Purwokerto untuk memfasilitasi mereka agar dapat menjadi wartawan yang profesional. Mengingat: a) Pasal 13 Anggaran Dasar; b) Pasal 9 Anggaran Rumah Tangga. Memperhatikan: Persyaratan administratif dan jumlah anggota yang telah memenuhi syarat pendirian organisasi
MEMUTUSKAN Menetapkan: Persiapan AJI Kota Purwokerto yang berstatus persiapan menjadi AJI Kota Purwokerto.
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 27 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Ketetapan Kongres Nomor: 03/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Pengesahan AJI Kota Langsa Menimbang: Bahwa demi memenuhi permintaan dari rekan jurnalis di Kota Langsa untuk memfasilitasi mereka agar dapat menjadi wartawan yang profesional. Mengingat: a) Pasal 13 Anggaran Dasar; b) Pasal 9 Anggaran Rumah Tangga. Memperhatikan: Persyaratan administratif dan jumlah anggota yang telah memenuhi syarat pendirian organisasi
MEMUTUSKAN Menetapkan: Persiapan AJI Kota Langsa yang berstatus persiapan menjadi AJI Kota Langsa
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 27 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Ketetapan Kongres Nomor: 04/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Pengesahan AJI Kota Bengkulu Menimbang: Bahwa demi memenuhi permintaan dari rekan jurnalis di Kota Bengkulu untuk memfasilitasi mereka agar dapat menjadi wartawan yang profesional. Mengingat: a) Pasal 13 Anggaran Dasar; b) Pasal 9 Anggaran Rumah Tangga. Memperhatikan: Persyaratan administratif dan jumlah anggota yang telah memenuhi syarat pendirian organisasi
MEMUTUSKAN Menetapkan: Persiapan AJI Kota Bengkulu yang berstatus persiapan menjadi AJI Kota Bengkulu.
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 27 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Keputusan Kongres Nomor: 05/Kongres-IX/AJI/2014 tentang Tata Tertib Sidang Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen Menimbang: Bahwa demi efisiensi dan efektivitas Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen, perlu disusun sebuah tata tertib yang mengatur persidangan-persidangan dalam kongres; Mengingat: a) Pasal 19 Anggaran Dasar; b) Pasal 18 Anggaran Rumah Tangga. Memperhatikan: Bahwa Panitia Pengarah telah merancang Tata Tertib Sidang, dan rancangan tersebut selanjutnya dijadikan bahan pegangan bagi peserta kongres untuk menyusun Tata Tertib Kongres.
MEMUTUSKAN Menetapkan: Tata Tertib Sidang pada Kongres IX Aliansi Jurnalis Independen, sebagaimana terlampir.
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 27 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
TATA TERTIB SIDANG KONGRES AJI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Kongres Kongres merupakan kekuasaan tertinggi organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diselenggarakan tiga tahun sekali
Pasal 2 Kedudukan dan Kewenangan Kongres (Mengacu pada pasal 28 AD ART) Kongres mempunyai tugas dan wewenang untuk: 1) Kongres menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Pokok-pokok Program Kerja selama tiga tahun; 2) Kongres memilih dan menetapkan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal; 3) Kongres mengusulkan nama-nama anggota Majelis Etik, Badan Pengawas Keuangan, dan Badan pertimbangan organisasi yang akan diusulkan dan/atau ditetapkan oleh Peserta Kongres; 4) Menyusun dan menetapkan Tata Tertib Kongres; 5) Memilih dan menetapkan Pimpinan Sidang Kongres; 6) Meminta dan menilai Laporan Pertanggungjawaban Ketua dan Sekretaris Jenderal; 7) Meminta dan mendengarkan Laporan Pemeriksaan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan; 8) Membuat keputusan-keputusan yang tidak dapat dibatalkan oleh kekuasaan organisasi lainnya;
BAB II
PESERTA, DELEGASI DAN SUARA Pasal 3 Peserta 1. Peserta Kongres terdiri atas Anggota AJI, Delegasi AJI Kota, Pengurus AJI Indonesia, Badan Pengawas Keuangan, Majelis Etik, dan Badan Pertimbangan Organisasi; 2. Peserta Kongres harus terdaftar di panitia kongres.
Pasal 4 Delegasi 1) Delegasi AJI Kota adalah Ketua AJI Kota dan atau orang yang dipilih dalam Rapat Khusus AJI Kota yang mengundang seluruh anggota AJI Kota; 2) Jumlah delegasi setiap AJI Kota maksimal sama dengan Hak Suara yang dipunyai oleh AJI Kota yang bersangkutan;
3) Nama-nama Delegasi AJI Kota diserahkan kepada panitia kongres.
Pasal 5 Jumlah Hak Suara Jumlah Hak Suara yang dimiliki setiap AJI Kota ditentukan sesuai ketentuan AD ART.
Pasal 6 Hak Peserta 1) Peserta kongres mempunyai hak bicara, yaitu hak mengajukan usul secara lisan maupun tulisan. Termasuk ke dalam hak bicara ini adalah hak untuk melakukan interupsi terhadap pembicaraan yang tengah berlangsung dalam persidangan; 2) Peserta kongres mempunyai hak untuk menyatakan pendapat, baik lisan maupun tertulis, dalam forum-forum kongres; 3) Hanya delegasi AJI Kota yang mempunyai hak suara, yaitu hak untuk ikut mengambil keputusan melalui pemungutan suara.
Pasal 7 Kewajiban Peserta 1) Peserta kongres wajib menjaga ketertiban dan kelancaran kongres. 2) Peserta kongres wajib memperkenalkan dirinya sebelum menggunakan hak bicara. 3) Peserta kongres wajib menaati mekanisme persidangan yang telah disepakati. 4) Delegasi wajib menunjukkan identitas kedelegasiaannya sebelum menggunakan hak suara.
Pasal 8 Peninjau Peninjau adalah pihak-pihak yang diundang oleh panitia, tidak mempunyai hak bicara dan hak suara;
BAB III KUORUM DAN PERSIDANGAN Pasal 9 Kuorum Kongres 1) Kongres dinyatakan sah apabila dihadiri oleh separuh lebih satu jumlah delegasi AJI Kota 2) Apabila pada waktu lima belas menit terhitung dari jadwal dimulainya kongres, kuorum belum dipenuhi, maka kongres dinyatakah sah, berdasarkan peserta dan delegasi yang hadir.
Pasal 10 Jenis-Jenis Sidang 1) Kongres terdiri atas Sidang Pleno dan Sidang Komisi. Sidang pleno diikuti oleh seluruh peserta kongres, sedangkan sidang-sidang komisi diikuti oleh masing-masing anggota sidang komisi yang jumlahnya diatur secara demokratis oleh Pimpinan Sidang dan Panitia. 2) Sidang pleno adalah forum bagi pengesahan keputusan-keputusan kongres. Sedangkan sidang komisi adalah forum bagi pembahasan materi-materi yang akan diputuskan dalam sidang pleno. 3) Hasil-hasil sidang-sidang komisi belum merupakan keputusan final, sehingga masih mungkin untuk dibahas sidang pleno.
Pasal 11 Materi Sidang Pleno Materi sidang pleno terdiri atas: 1) Penetapan Agenda Kongres (Keputusan); 2) Penetapan Tata Tertib Kongres (Keputusan); 3) Pemilihan dan penetapan Pimpinan Kongres (Keputusan); 4) Pengesahan AJI Kota (Ketetapan) 5) Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal; 6) Penyampaian Laporan Pemeriksaan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan; 7) Penyampaian Pemandangan Umum AJI Kota atas LPJ Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 8) Penetapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga(Ketetapan); 9) Penetapan Pokok-pokok Program Kerja (Ketetapan); 10) Penetapan penilaian atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Ketetapan); 11) Penetapan status demisioner (Ketetapan); 12) Pemilihan dan penetapan Badan Pengawas Keuangan (Ketetapan); 13) Pengusulan calon Anggota Majelis Kode Etik (Ketetapan); 14) Pengusulan calon Anggota Badan pertimbangan organisasi (Ketetapan); 15) Pemilihan dan penetapan Ketua Umum dan Sekretaris Jendera (Ketetapan)l; 16) Penetapan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kongres (Ketetapan)
Pasal 12 Materi Sidang Komisi 1) Sidang Komisi terdiri atas Sidang Komisi A, Sidang Komisi B, dan Sidang Komisi C. 2) Sidang Komisi A bertugas membahas; a) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan menyiapkan Rancangan Ketetapan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan peraturan organisasi AJI; 3) Sidang Komisi B bertugas perubahan kode etik, kode perilaku 4) Sidang Komisi C bertugas membahas GBHP dan penyikapan AJI terhadap masalah-masalah eksternal dan mengeluarkan resolusi tentang : 1. Kebebasan Pers dan kebebasan berekspresi 2. Profesionalisme jurnalis dan perusahaan media
3. Kesejahteraan jurnalis dan pekerja media, perusahaan media 5) Karena adanya keterkaitan materi-materi persidangan antar-komisi, maka Pimpinan Sidang berkewajiban untuk menjembatani sidang-sidang antar-komisi tersebut. 6). Apabila diperlukan, dua komisi bisa melakukan Sidang Gabungan guna membahas masalahmasalah yang saling berkaitan.
Pasal 13 Pembagian Komisi 1) Setiap unsur peserta kongres, sebisa mungkin dibagi secara merata ke dalam tiga komisi. 2) AJI Kota yang tidak bisa menempatkan delegasi pada setiap komisi, maka delegasi tersebut mendapatkan hak untuk mengikuti pembahasan yang dilakukan di satu komisi yang tidak ada anggota dari delegasi AJI Kota tersebut; 3) Teknis pengaturan pembagian anggota komisi diatur oleh Pimpinan Sidang dan Panitia.
BAB IV PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 14 Pengambilan Keputusan 1) Pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasar mufakat; 2) Tata cara pemungutan suara secara mufakat: a) Pimpinan sidang menanyakan kepada peserta sidang apakah semua peserta sepakat; b) Pimpinan sidang mengulangi pertanyaan kepada peserta sidang apakah semua peserta sepakat 3) Apabila tidak tecapai mufakat, pengambilan keputusan bisa dilakukan berdasar suara terbanyak. 4) Pemungutan suara bisa dilangsungkan secara terbuka atau tertutup, sesuai dengan materi dan kesepakatan sidang.
BAB V PIMPINAN SIDANG Pasal 15 Pimpinan Sidang Sementara 1) Sebelum pimpinan sidang tetap terpilih, persidangan dipimpin oleh pimpinan sidang sementara 2) Pimpinan sidang sementara terdiri dari dua orang yang ditunjuk oleh pengurus AJI Indonesia
3) Pimpinan sidang sementara bertugas memimpin sidang pemilihan dan penetapan pimpinan sidang tetap kongres
Pasal 16 Tugas Pimpinan Sidang 1) Pimpinan Sidang bertugas menjaga ketertiban dan kelancaran agar persidangan berhasil mencapai tujuannya. 2) Pimpinan Sidang bertugas mengatur jalannya pembicaraan dalam forum persidangan, sehingga pembahasan materi-materi persidangan bisa terarah dan tidak bertele-tele. 3) Pimpinan Sidang bertugas membacakan rumusan-rumusan ketetapan dan keputusan, sebelum ketetapkan dan keputusan itu disahkan. 4) Dalam menjalankan tugasnya, Pimpinan Sidang dibantu oleh tenaga notulen yang diambil dari unsur Panitia Pelaksana.
Pasal 17 Kewenangan Pimpinan Sidang 1) Pimpinan Sidang mempunyai kewenangan untuk menegur dan menghentikan pembicaraan peserta, bila pembicaraan itu sudah keluar dari konteks masalah. 2) Pimpinan Sidang tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan pernyataan kepada publik yang mengatasnamakan kongres.
Pasal 18 Pemilihan Pimpinan Sidang 1) Pimpinan Sidang terdiri atas ketua, wakil ketua dan sekretaris. 2) Setiap peserta berhak mengajukan satu nama calon pimpinan sidang yang disampaikan secara terbuka. 3) Bila jumlah calon pimpinan sidang yang diajukan lebih dari tiga orang, maka dilakukan pemungutan suara yang dilakukan secara terbuka. 4) Tiga suara terbanyak dengan sendirinya terpilih menjadi pimpinan sidang. Suara terbanyak pertama menjadi Ketua, suara terbanyak kedua menjadi wakil ketua, suara terbanyak ketiga menjadi sekretaris.
Pasal 19 Pimpinan Sidang Komisi 1) Agenda pertama sidang komisi adalah memilih dan mengangkat pimpinan sidang komisi. Persidangan ini dipimpin oleh Pimpinan Sidang (Pleno), dengan pembagian tugas sebagai berikut: Ketua memimpin Sidang Komisi A, Wakil Ketua memimpin Sidang Komisi B dan Sekretaris memimpin sidang Komisi C. 2) Tata cara pemilihan pimpinan sidang komisi mengikuti tata cara pemilihan pimpinan sidang pleno.
BAB VI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, ANGGARAN RUMAH TANGGA, Pasal 20 Dasar Perubahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Anggaran Dasar dan Pasal 40 Anggaran Rumah Tangga yang berlaku.
Pasal 21 Draf dan Rancangan 1) Draft Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dipersiapkan oleh Panitia Pengarah. 2) Draft yang sudah dikirimkan ke peserta tersebut menjadi pegangan anggota Komisi A dalam melakukan pembahasan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 3) Hasil pembahasan Komisi A terhadap Draft Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Aturan Pokok Organisasi adalah Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga yang akan diajukan ke Sidang Pleno. Pasal 22 Rumusan Rancangan
1) Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi yang dihasilkan oleh Komisi A sudah merupakan rancangan yang final dan disepakati seluruh anggota komisi. 2) Apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dikompromikan di kalangan anggota Komisi A terhadap rumusan materi tertentu dalam Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, maka perbedaan-perbedaan itu disusun dalam bentuk alternatif-alternatif rumusan, sehingga ketika disampaikan di Sidang Pleno, anggota Sidang Pleno mempunyai kemudahan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif-alternatif rumusan tersebut, atau mereka menyampaikan alternatif rumusan baru yang lebih bisa diterima oleh peserta Sidang Pleno.
Pasal 23 Penyampaian di Sidang Pleno
1) Komisi A menunjuk dua atau tiga juru bicara untuk menyampaikan Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga. 2) Juru Bicara Komisi A harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan tentang materi Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi.
Pasal 24
Pemutusan dan Pengesahan
1) Karena menyangkut sendi-sendi dasar organisasi, pemutusan terhadap Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga sebisa mungkin dilakukan secara mufakat. 2) Apabila terdapat perbedaan di kalangan peserta Sidang Pleno, Pimpinan Sidang Pleno berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut hingga terjadi kesepakatan. 3) Apabila Pimpinan Sidang Pleno gagal mengusahakan kesepakatan di antara peserta sidang, maka keputusan dilakukan melalui pemungutan suara secara terbuka. 4) Apabila semua materi Rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi sudah diputuskan, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan Ketetapan Kongres tentang Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi.
Pasal 25 Perubahan Kode Etik
1) Komisi B dapat melakukan peninjauan terhadap kode etik. 2) Apabila Komisi B menginginkan agar kode etik diperbarui dan atau diperjelas, maka Komisi harus merumuskan rekomendasi mengenai hal tersebut. 3) Rekomendasi Komisi B akan diajukan ke Sidang Pleno untuk dimintakan sebagai keputusan kongres Catatan: pasal berikutnya untuk satu komisi lain mengikuti
BAB VII PENYIKAPAN AJI TERHADAP MASALAH EKSTERNAL Pasal 26 Draft dan Rancangan 1) Draft penyikapan AJI terhadap masalah eksternal dalam bentuk resolusi dipersiapkan oleh Panitia Pengarah. 2) Draft yang sudah dikirimkan ke peserta tersebut menjadi pegangan anggota Komisi C dalam melakukan pembahasan penyikapan AJI terhadap masalah eksternal. 3) Hasil pembahasan Komisi C atas penyikapan AJI terhadap masalah eksternal yang akan diajukan ke Sidang Pleno.
Pasal 27
Rumusan Rancangan
1) Rancangan resolusi yang dihasilkan oleh Komisi C sudah merupakan rancangan yang disepakati seluruh anggota komisi dan dibawa ke rapat pleno. 2) Apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dikompromikan di rapat Komisi B terhadap rumusan rancangan resolusi maka perbedaan-perbedaan itu disusun dalam bentuk alternatif-alternatif rumusan, untuk diusulkan di rapat Pleno.
Pasal 28 Penyampaian di Sidang Pleno
1) Komisi C menunjuk dua atau tiga juru bicara untuk menyampaikan rancangan resolusi di hadapan Sidang Pleno. 2) Juru Bicara Komisi C harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan tentang materi Rancangan resolusi yang disampaikan oleh peserta Sidang Pleno. Pasal 29 Pemutusan dan Pengesahan 1) Karena menyangkut sendi-sendi dasar organisasi, pemutusan terhadap rancangan resolusi sedapat mungkin dilakukan secara mufakat. 2) Apabila terdapat perbedaan di kalangan peserta Sidang Pleno, Pimpinan Sidang Pleno berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut hingga terjadi kesepakatan. 3) Apabila Pimpinan Sidang Pleno gagal mengusahakan kesepakatan di antara peserta sidang, maka keputusan dilakukan melalui pemungutan suara secara terbuka. 4) Apabila semua materi Rancangan resolusi sudah diputuskan, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan Ketetapan Kongres tentang resolusi AJI terhadap masalah-masalah eksternal
BAB VIII
POKOK-POKOK PROGRAM KERJA Pasal 30 Draf dan Rancangan 1) Draft Pokok-pokok Program Kerja dipersiapkan oleh Panitia Pengarah. 2) Draft yang sudah dikirimkan ke peserta tersebut menjadi pegangan anggota Komisi C dalam melakukan pembahasan Pokok-pokok Program Kerja.
3) Hasil pembahasan Komisi C terhadap Draf Pokok-pokok Program Kerja adalah Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno. Pasal 31
Rumusan Rancangan
1) Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno sudah merupakan rancangan final dan disepakati seluruh anggota Komisi C. 2) Apabila terdapat perbedaan-perbedaan yang tidak bisa dikompromikan di kalangan anggota Komisi C terhadap rumusan materi tertentu dalam Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno, maka perbedaan-perbedaan itu disusun dalam bentuk alternatif-alternatif rumusan, sehingga ketika disampaikan di Sidang Pleno, anggota Sidang Pleno mempunyai kemudahan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif-alternatif rumusan tersebut, atau mereka menyampaikan alternatif rumusan baru yang lebih bisa diterima oleh peserta Sidang Pleno.
Pasal 32 Penyampaian di Sidang Pleno
1) Komisi C menunjuk dua atau tiga juru bicara untuk menyampaikan Rancangan Pokok-pokok Program Kerja. 2) Juru Bicara Komisi C harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan tentang materi 3) Rancangan Pokok-pokok Program Kerja yang akan diajukan ke Sidang Pleno. Pasal 33 Pemutusan dan Pengesahan 1) Karena menyangkut masa depan organisasi, pemutusan terhadap Rancangan Pokok-pokok program kerja sebisa mungkin dilakukan secara mufakat. 2) Apabila terdapat perbedaan di kalangan peserta Sidang Pleno, Pimpinan Sidang Pleno berusaha mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut hingga terjadi kesepakatan. 3) Apabila Pimpinan Sidang Pleno gagal mengusahakan kesepakatan di antara peserta sidang, maka keputusan dilakukan melalui pemungutan suara secara terbuka. 4) Apabila semua materi Rancangan Pokok-pokok Program Kerja sudah diputuskan, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan berlakunya Pokok-pokok Program Kerja.
BAB IX LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KETUA UMUM DAN SEKRETARIS JENDERAL Pasal 34 Pengertian Laporan Pertanggungjawaban 1) Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan sekretaris Jenderal adalah naskah laporan tentang pelaksanaan Pokok-pokok Program Kerja, kegiatan operasional, dan laporan keuangan yang dibuat oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 2) Dalam menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal didampingi oleh Koordinator-Koordinator Divisi. 3) Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal akan diikuti oleh pemandangan umum AJI Kota. Pasal 35
Tata Cara Penyampaian
1) Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, serta Laporan Pemeriksaan Keuangan Badan Pengawas Keuangan disampaikan dalam Sidang Pleno, secara berurutan. 2) Pimpinan sidang mengatur waktu dan teknis penyampaian.
Pasal 36 Pembahasan dan Evaluasi 1) Pemandangan umum, evaluasi dan pembahasan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dilakukan dalam sidang pleno 2) Dalam pembahasan dan evaluasi, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal yang dibantu oleh Pengurus AJI Indonesia lainnya, harus menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan, komentar dan kritik yang diajukan dalam sidang pleno
Pasal 37 Penilaian dan Penyikapan 1) Setelah pembahasan dan evaluasi terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, pleno menyusun Rancangan Ketetapan Penilaian dan Penyikapan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 2) Terdapat dua bentuk penilaian dan penyikapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, yaitu menerima atau menolak;
3) Dalam Rancangan Penilaian dan Penyikapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, dirumuskan secara jelas, diterima atau ditolaknya Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal
Pasal 38 Penetapan 1) Apabila peserta Sidang Pleno tidak sepakat untuk menerima atau menolak Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, maka pengambilan keputusan dilakukan lewat pemungutan suara secara tertutup. 2) Setelah keputusan diambil, Pimpinan Sidang membacakan dan mengesahkan Ketetapan Penilaian dan Penyikapan atas Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
BAB X PEMILIHAN KETUA UMUM DAN SEKRETARIS JENDERAL Pasal 39 Persyaratan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 1) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dipilih di antara Anggota yang memiliki komitmen, dedikasi, dan loyalitasnya kepada organisasi sudah teruji, serta menjalankan profesi jurnalis. 2) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal bukan pengurus organisasi jurnalis lain yang ada di Indonesia. 3) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal bukan pengurus partai politik dan atau organisasi massa yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dari partai politik. 4) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal tidak bekerja pada usaha media yang menjadi milik partai politik dan atau organisasi massa. 5) Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal hadir dalam kongres.
Pasal 40 Pencalonan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 1) Setiap peserta kongres berhak mengajukan satu nama bakal calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Bakal Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 2) Setiap orang yang namanya tercantum dalam Daftar Bakal Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dimintai kesediaannya untuk dicalonkan. 3) Mereka yang menyatakan bersedia dicalonkan menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal namanya dicatat dalam Daftar Nama Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
Pasal 41 Pemilihan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 1) Apabila hanya terdapat satu Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, maka akan langsung disahkan di sidang pleno. 2) Apabila terdapat lebih dari satu nama calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, maka dilakukan pemilihan ketua umum dan sekretaris jenderal dengan pemungutan suara secara tertutup. 3) Sebelum pemilihan dilakukan, masing-masing Calon diminta untuk menyampaikan visi dan misi menjalankan program kerja AJI yang merujuk pada pokok-pokok program kerja AJI serta dialog dengan peserta kongres. 4) Calon ketua Umum dan sekretaris jenderal yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal AJI Indonesia periode berikutnya
BAB XI PEMILIHAN BADAN PENGAWAS KEUANGAN Pasal 42 Persyaratan Anggota Badan Pengawas Keuangan (1) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan dipilih di antara Anggota yang komitmen, dedikasi, dan loyalitasnya kepada organisasi sudah teruji, serta aktif menjalankan profesi jurnalis. (2) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan bukan pengurus organisasi jurnalis lain yang ada di Indonesia. (3) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan bukan pengurus partai politik dan atau organisasi massa. (4) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan tidak bekerja pada usaha media yang menjadi milik partai politik dan atau organisasi massa. (5) Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan hadir dalam kongres.
Pasal 43 Pemilihan Anggota Badan Pengawas Keuangan (1) Setiap peserta kongres berhak mengajukan satu nama bakal calon Anggota Badan Pengawas Keuangan untuk dicatat dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan . (2) Setiap orang yang namanya tercantum dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan dimintai kesediaannya untuk dicalonkan. (3) Mereka yang menyatakan bersedia dicalonkan menjadi Anggota Badan Pengawas Keuangan namanya dicatat dalam Daftar Nama Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan. (4) Apabila hanya terdapat tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan, maka ketiganya diminta untuk menyampaikan visi kepemimpinannya, dan setelah itu ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Keuangan periode berikutnya.
(5) Apabila terdapat lebih dari tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Keuangan, maka dilakukan pemilihan secara tertutup, dan tiga peraih suara terbanyak ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Keuangan periode berikutnya.
BAB XII PEMILIHAN MAJELIS ETIK DAN BADAN PERTIMBANGAN Pasal 44 Persyaratan 1) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi mempunyai dedikasi dan integritas dalam menegakkan prinsip-prinsip hukum dan kebebasan pers. 2) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi mengetahui dan memahami prinsip-prinsip jurnalistik. 3) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi setuju dengan nilai-nilai perjuangan AJI. 4) Calon Anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi bersedia menjalankan tugastugas dan kewajiban anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi AJI sebagaimana digariskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pasal 45 Pengusulan Calon Majelis Etik dan Badan Pertimbangan 1) Kongres mengajukan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) nama calon anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi untuk diusulkan kepada Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Selanjutnya Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal akan memilih 5 sampai 7 nama calon untuk diangkat sebagai Anggota Majelis Etik AJI dan Badan pertimbangan organisasi Indonesia periode berikutnya 2) Setiap peserta kongres berhak mencalonkan nama anggota Majelis Etik dan Badan pertimbangan organisasi. Apabila jumlah calon lebih dari 13 maka harus dibatasi menjadi hanya 13 nama. Cara pengurangan nama calon dilakukan dengan pembicaraan terbuka. 3) Nama-nama calon selanjutnya akan disahkan sebagai usulan kongres oleh Pimpinan Sidang.
Pasal 46 Pemilihan Anggota Badan Pengawas organisasi 1. Setiap peserta kongres berhak mengajukan satu nama bakal calon Anggota Badan Pengawas organisasi untuk dicatat dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi . 2. Setiap orang yang namanya tercantum dalam Daftar Bakal Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi dimintai kesediaannya untuk dicalonkan. 3. Mereka yang menyatakan bersedia dicalonkan menjadi Anggota Badan Pengawas Organisasi namanya dicatat dalam Daftar Nama Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi
4. Apabila hanya terdapat tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi, maka ketiganya diminta untuk menyampaikan visi kepemimpinannya, dan setelah itu ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Organisasi periode berikutnya. 5. Apabila terdapat lebih dari tiga nama Calon Anggota Badan Pengawas Organisasi, maka dilakukan pemilihan secara tertutup, dan tiga peraih suara terbanyak ditetapkan oleh Pimpinan Sidang sebagai Anggota Badan Pengawas Organisasi periode berikutnya.
BAB XIII PERATURAN PERALIHAN Pasal 47 Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga 1) Apabila terjadi Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga selama masa kongres, maka semua ketentuan Tata Tertib Kongres yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga baru tersebut, dinyatakan tidak berlaku. 2) Selanjutnya ketentuan tentang jalannya kongres menyesuaikan diri dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga baru, dan dalam hal ini Pimpinan Sidang mengambil prakarsa untuk membuat ketentuan baru yang seiring dan sejalan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga baru tersebut. Pasal 48 Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Tertib Kongres ini akan ditentukan oleh Pimpinan Sidang atas persetujuan peserta kongres.
Ketetapan Kongres Nomor 06/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Penyikapan Terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pengurus AJI Periode 2011 – 2014
Menimbang: a) Bahwa kinerja Pengurus AJI Periode 2011 – 2014 perlu dievaluasi, sehingga pengurus periode berikutnya bisa mengambil pelajaran dari kegagalan dan keberhasilan kepengurusan tersebut; b) Bahwa Pengurus AJI Periode 2011 – 2014 telah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban secara lisan dan tertulis kepada peserta kongres dan menjawab semua kritik, saran dan komentar peserta di hadapan kongres; Mengingat: a) Pasal 31-37 Tata Tertib Sidang; b) Pasal 19 Anggaran Dasar; c) Pasal 18 Anggaran Rumah Tangga;
MEMUTUSKAN Menetapkan: a. Menerima Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal AJI Periode 2011 – 2014; b. Dengan menerima Laporan Pertanggungjawaban ini, maka Pengurus AJI Periode 2011 – 2014 dinyatakan demisioner;
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 28 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Ketetapan Kongres Nomor 07/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Aliansi Jurnalis Independen Menimbang: a. Bahwa situasi dimana Aliansi Jurnalis Independen lahir dan tumbuh telah berubah secara signifikan sehingga mempengaruhi perkembangan organisasi ini; b. Bahwa perkembangan Aliansi Jurnalis Independen membutuhkan kerangka konstitusional yang lebih akomodatif yang sesuai dengan tuntutan zaman; c. Bahwa Panitia Pengarah Kongres telah merancang Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Aliansi Jurnalis Independen, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pegangan untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Aliansi Jurnalis Independen; Mengingat: a. Pasal 19 Anggaran Dasar; b. Pasal 28-29 Anggaran Dasar; c. Pasal 41-42 Anggaran Rumah Tangga MEMUTUSKAN Menetapkan: a) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Aliansi Jurnalis Independen b) Naskah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Aliansi Jurnalis Independen yang telah dirubah adalah sebagaimana terlampir dalam ketetapan ini. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 29 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
ANGGARAN DASAR ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN BAB I NAMA, BENTUK DAN LAMBANG Pasal 1 Organisasi ini bernama Aliansi Jurnalis Independen, disingkat AJI. Pasal 2 AJI berbentuk perkumpulan. Pasal 3 AJI berlambangkan burung merpati dan pena dengan warna dasar ungu tua, yang dikombinasikan dengan tulisan Aliansi Jurnalis Independen-AJI. BAB II PENDIRIAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 4 AJI didirikan oleh 58 jurnalis dan kolumnis melalui Deklarasi Sirnagalih pada 7 Agustus 1994 di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Pasal 5 Pengurus nasional AJI berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. BAB III ASAS, WATAK DAN PEDOMAN Pasal 6 Organisasi AJI berasaskan kebebasan, demokrasi, kesetaraan, dan keberagaman. Pasal 7 Organisasi AJI berwatak serikat pekerja. Pasal 8 AJI berpedoman pada semangat Deklarasi Sirnagalih 7 Agustus 1994.
BAB IV VISI DAN MISI Pasal 9 Visi AJI Terwujudnya pers bebas, profesional, dan sejahtera, yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Pasal 10 Misi AJI 1. Memperjuangkan kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi. 2. Meningkatkan profesionalisme jurnalis. 3. Memperjuangkan kesejahteraan pekerja pers. 4. Mengembangkan demokrasi dan keberagaman. 5. Memperjuangkan isu perempuan dan kelompok marjinal. 6. Memperjuangkan hak jurnalis dan pekerja pers perempuan. 7. Terlibat dalam pemberantasan korupsi, ketidakadilan, dan kemiskinan.
BAB V PRINSIP ORGANISASI Pasal 11 Organisasi AJI dijalankan dengan prinsip-prinsip: a. Independen; b. Demokratis; c. Transparan; d. Akuntabel; dan e. Partisipatif. BAB VI KODE ETIK DAN KODE PERILAKU Pasal 12 1. AJI memiliki Kode Etik dan Kode Perilaku yang disahkan oleh Kongres AJI. 2. AJI mengakui Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.
BAB VII JENJANG PERATURAN ORGANISASI Pasal 13 Peraturan organisasi secara berurutan meliputi: 1. Peraturan di tingkat AJI Indonesia a. AD dan ART. b. Peraturan organisasi. c. Keputusan Ketua Umum AJI. 2. Peraturan di tingkat AJI Kota a. AD dan ART. b. Peraturan AJI Kota. c. Keputusan Ketua AJI Kota. BAB VIII RUANG LINGKUP ORGANISASI Pasal 14 a. Pengurus Nasional AJI adalah pucuk kepemimpinan organisasi AJI dan berkedudukan di ibukota Negara, selanjutnya disebut AJI Indonesia. b. AJI memiliki cabang yang disebut AJI Kota dan AJI Kota persiapan. c. AJI Kota adalah cabang AJI di tingkat kota yang memiliki otonomi dalam memilih pengurus, mengelola keuangan, dan menjalankan program. d. AJI Kota Persiapan adalah calon AJI Kota. e. AJI Kota dapat membentuk AJI Biro yang berdiri di lingkungan satu perusahaan atau beberapa perusahaan yang berada di satu kawasan tertentu. BAB IX ANGGOTA DAN ANGGOTA KEHORMATAN Pasal 15 Keanggotaan AJI Terbuka pada setiap individu profesional dan independen yang secara teratur melakukan kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data dan grafik maupun bentuk lainnya dengan mengunakan media cetak, media elektronik, media internet, dan segala saluran yang tersedia sesuai dengan prinsip dan etika jurnalisme. Pasal 16 Hak-hak anggota adalah: a. Hak partisipasi yaitu hak untuk ikut serta dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisi; b. Hak bicara yaitu hak untuk mengajukan saran dan kritik baik secara lisan
maupun tulisan; c. Hak membela diri jika dikenai sanksi organisasi; d. Hak memilih dan dipilih. e. Hak mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang diselenggarakan AJI. Pasal 17 Kewajiban anggota adalah: a. Menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan aturan organisasi lainya. b. Menjaga nama baik AJI. c. Mematuhi Kode Etik dan Kode Perilaku AJI. d. Melaksanakan aturan organisasi. e. Membayar iuran anggota. Pasal 18 Anggota yang melanggar Kewajiban Anggota dapat dikenai sanksi organisasi berupa teguran, peringatan, hingga pemecatan. Pasal 19 1. Pengurus AJI berhak merekomendasikan seorang individu yang memiliki jasa atau sumbangsih bagi jurnalisme dan/ atau AJI menjadi Anggota Kehormatan. 2. Anggota Kehormatan tidak memiliki hak memilih dan dipilih. BAB X STRUKTUR ORGANISASI Pasal 20 1. Struktur organisasi AJI terdiri dari Pengurus Nasional AJI dan Pengurus AJI Kota. 2. Pengurus Nasional AJI dipimpin oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. 3. Pengurus AJI Kota dipimpin oleh Ketua dan sekretaris. Pasal 21 Ketua Umum Pengurus Nasional AJI, Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional AJI, Ketua Pengurus AJI Kota dan Sekretaris Pengurus AJI Kota hanya dapat menduduki posisi yang sama maksimum dua periode. BAB XI KELENGKAPAN ORGANISASI Pasal 22
Kelengkapan organisasi AJI terdiri dari Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO), Majelis Etik, dan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Pasal 23 Majelis Pertimbangan Organisasi dibentuk untuk memberikan masukan dan pertimbangan bagi kemajuan organisasi. Pasal 24 Majelis Etik dibentuk untuk melakukan penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku.
Pasal 25 Badan Pengawas Keuangan dibentuk untuk melakukan pengawasan atas pengumpulan dan pengelolaan keuangan organisasi serta aset organisasi. BAB XII PENGAMBILAN KEPUTUSAN ORGANISASI Pasal 26 1. Forum pengambilan keputusan tertinggi organisasi di tingkat nasional adalah Kongres AJI yang diselenggarakan setiap tiga tahun. 2. Kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat kota adalah Konferensi AJI Kota yang diselenggarakan setiap tiga tahun. 3. Dalam situasi darurat, dapat dilakukan: a. Kongres Luar Biasa atas usulan tertulis dua pertiga AJI Kota b. Konferensi AJI Kota Luar Biasa atas usulan tertulis dua pertiga anggota AJI Kota. Pasal 27 Kongres a. Kongres menetapkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Kode Perilaku, Peraturan Organisasi, dan Pokok-pokok Program Kerja selama tiga tahun. b. Kongres memilih dan menetapkan pasangan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. c. Kongres menerima atau menolak laporan pertanggung jawaban Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. d. Kongres memilih dan menetapkan anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Nasional dan Badan Pengawas Keuangan Nasional.
e. Kongres mengusulkan nama-nama calon anggota Majelis Etik Nasional. f. Kongres menetapkan Anggota kehormatan atas usul Pengurus Nasional AJI dan atau AJI Kota. g. Kongres dapat membuat badan otonom atau komite untuk melaksanakan halhal yang bersifat khusus. h. Kongres menetapkan resolusi organisasi yang dianggap perlu sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. i. Kongres mengesahkan AJI Kota baru. Pasal 28 Konferensi AJI Kota a. Konferensi AJI Kota memilih dan menetapkan Ketua dan Sekretaris AJI Kota. b. Konferensi AJI Kota menerima atau menolak laporan pertanggung jawaban Ketua dan Sekretaris AJI Kota. c. Konferensi AJI Kota memilih dan menetapkan anggota Majelis Pertimbangan Organisasi AJI Kota dan Badan Pengawas Keuangan AJI Kota. d. Konferensi AJI Kota menetapkan Peraturan AJI Kota. e. Konferensi AJI Kota menetapkan Pokok-Pokok Program Kerja AJI Kota. f. Konferensi AJI Kota dapat mengusulkan nama-nama calon anggota Majelis Etik untuk ditetapkan oleh Ketua dan Sekretaris AJI Kota. g. Pengambilan keputusan dalam Konferensi AJI Kota diambil melalui mufakat atau suara terbanyak. h. Konferensi AJI Kota dianggap sah apabila dihadiri perwakilan Pengurus Nasional AJI. BAB XIII KEUANGAN DAN ASET Pasal 29 Dana dan aset organisasi diperoleh dari: a. Uang pendaftaran anggota; b. Iuran anggota; c. Sumbangan anggota; d. Hibah dan sumbangan dari pihak luar yang tidak mengikat; dan e. Usaha organisasi yang sah. Pasal 30 Pengelolaan dan pemeliharaan dana dan aset organisasi dilakukan oleh Pengurus Nasional AJI dan Pengurus AJI Kota. BAB XIV PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 31 a. Pembubaran AJI hanya bisa dilakukan melalui Kongres atas usulan sedikitnya dua pertiga AJI Kota serta disetujui sedikitnya dua pertiga suara yang hadir di Kongres. b. Apabila AJI dinyatakan bubar, maka Kongres berkewajiban membentuk tim likuidasi untuk menyelesaikan utang-piutang organisasi dan menyerahkan sisa kekayaan AJI kepada badan-badan sosial. BAB XV PERUBAHAN DAN ATURAN TAMBAHAN Pasal 32 Perubahan Anggaran Dasar ini hanya dapat dilakukan dan ditetapkan oleh Kongres.
ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN BAB I ANGGOTA DAN ANGGOTA KEHORMATAN Pasal 1 1. Keanggotaan AJI terbuka pada setiap individu profesional dan independen yang secara teratur melakukan kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data dan grafik maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, media internet, dan segala saluran yang tersedia sesuai dengan prinsip dan etika jurnalisme. 2. Profesi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah: a. Reporter, pewarta foto, video journalist, juru kamera; b. Editor/ redaktur, kurator berita, produser siaran berita, editor foto berita, editor video berita; c. Periset berita; d. Kolumnis; e. Ilustrator berita; f. Karikaturis; g. Perancang grafis berita;
h. i. j. k. l.
Pengecek fakta; Penulis cuplikan berita di televisi dan jejaring sosial; Pembaca berita di televisi dan radio; Jangkar berita (news anchor); dan Jurnalis warga. Pasal 2
Syarat menjadi anggota AJI: 1. Warga Negara Indonesia 2. Melakukan kegiatan jurnalistik 3. Menyerahkan 3 karya jurnalistik yang diproduksi dalam setahun terakhir yang dipublikasikan di media berbadan hukum atau menyerahkan 12 karya jurnalistik bagi jurnalis warga dalam setahun terakhir. 4. Tidak bekerja dan atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Deklarasi Sirnagalih, Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan Organisasi. 5. Mendapat rekomendasi dari 3 (tiga) anggota AJI. 6. Bukan anggota organisasi profesi sejenis yang diakui Dewan Pers. 7. Bukan anggota partai politik. 8. Bagi WNI yang tinggal di negara lain, maka pendaftarannya sesuai dengan tempat penerbitan paspor.
Pasal 3 Untuk menjadi anggota AJI, calon anggota AJI harus: a. Mendaftarkan diri secara tertulis kepada Pengurus AJI Kota. b. Menyertakan contoh karya jurnalistik sebagaimana dimaksud di pasal 2. c. Membayar biaya pendaftaran yang besarannya ditentukan oleh AJI Kota. Pasal 4 Kepindahan Tempat Bekerja Anggota a. Anggota AJI yang pindah domisili ke kota lain secara permanen minimal lebih dari 1 (satu) tahun, status keanggotaannya berpindah ke AJI kota terdekat di kota tujuan. b. Pengurus AJI Kota yang anggotanya pindah sebagai mana dimaksud dalam ayat (a) wajib memberitahukan secara tertulis kepindahan anggotanya kepada pengurus AJI Kota tujuan selambat-lambatnya satu bulan sejak kepindahannya. Pasal 5 Keanggotaan berhenti karena: a. Meninggal dunia.
b. Mengundurkan diri. c. Berhenti dari profesi jurnalis. d. Tidak menjalankan kerja jurnalistik selama satu tahun, kecuali yang mendapatkan penugasan menjadi anggota Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Komisi Informasi Publik. e. Dipecat dari keanggotaan. Pasal 6 Pemecatan terhadap anggota dapat dilakukan apabila: a. Melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, dan/ atau Kode Perilaku. b. Tidak membayar iuran anggota 3 (tiga) tahun berturut-turut. c. Menyalahgunakan nama organisasi untuk kepentingan pribadi. Pasal 7 Jenis Pelanggaran Organisasi dan Sanksi a. Pelanggaran aturan organisasi terdiri dari pelanggaran berat dan pelanggaran ringan sesuai dengan keputusan majelis etik. b. Pengaturan penjatuhan sanksi terhadap anggota AJI diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 8 1. Kode Etik dan Kode Perilaku adalah Kode Etik dan Kode Perilaku yang ditetapkan dalam Kongres AJI. 2. Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku dilaksanakan oleh majelis etik dan pengurus. 3. Pemberian sanksi terhadap anggota dilakukan setelah pengurus mendapatkan keputusan Majelis Etik. 4. Keputusan Majelis Etik bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan pengurus. Pasal 9 1. Mekanisme penegakan etik dan kode perilaku anggota bersifat terbuka dan partisipatoris. Setiap anggota punya kewajiban yang sama untuk menegakkan aturan organisasi. 2. Penegakan etik dan kode perilaku anggota bisa dilakukan dengan cara menerima pengaduan dari anggota AJI atau masyarakat atas adanya dugaan perilaku menyimpang anggota AJI.
3. Pengaduan bisa disampaikan secara lisan dan atau tertulis, baik melalui pos atau surat elektronik kepada majelis etik atau pengurus. Dalam hal pengaduan disampaikan kepada pengurus, pengurus wajib meneruskan ke majelis etik. 4. Pengaduan merupakan bukti permulaan yang harus ditindaklanjuti dengan verifikasi yang dilakukan oleh majelis etik atau anggota yang ditunjuk majelis etik. 5. Majelis etik harus memutuskan apakah pengaduan dianggap layak atau tidak, paling lambat 30 hari setelah adanya pengaduan. 6. Identitas pelapor jika diperlukan dapat dirahasiakan. Pasal 10 Prosedur penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/ atau Kode Perilaku adalah: a. Majelis Etik menggelar pertemuan dengan mengundang anggota yang diduga melanggar kode etik dan/ atau kode perilaku selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah pengaduan dinyatakan layak disidangkan. b. Bila anggota yang bersangkutan tidak memenuhi pemanggilan pertama, maka Majelis Etik langsung mengeluarkan Surat Panggilan Kedua untuk menghadiri sidang selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah jadwal sidang pertama. c. Bila anggota yang bersangkutan tetap tidak hadir memenuhi Surat Panggilan Kedua, maka Majelis Etik dapat mengeluarkan Surat Panggilan Ketiga untuk menghadiri sidang selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah jadwal sidang kedua. d. Bila anggota yang bersangkutan tetap tidak hadir memenuhi Panggilan Ketiga, maka Majelis Etik mengeluarkan keputusan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah jadwal sidang ketiga. e. Pengurus AJI Kota melaksanakan keputusan majelis etik selambat-lambatnya tujuh hari setelah putusan majelis etik diterima. Pasal 11 Anggota AJI yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik AJI dikenai sanksi mulai dari peringatan, peringatan keras, skorsing, sampai pemecatan permanen. Pasal 12 Prosedur Banding adalah sebagai berikut: 1. Anggota AJI yang menerima sanksi dari Majelis Etik, berhak mengajukan keberatan secara tertulis, yang disertai dengan alasan keberatan dan beberapa bukti pendukung lainnya, kepada Majelis Etik AJI Indonesia. 2. Anggota AJI yang keberatan atas sanksi dari Majelis Etik, harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Majelis Etik AJI Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari setelah sanksi diterima; 3. Majelis Etik AJI Indonesia wajib menggelar sidang dengan menghadirkan pemohon banding dan menerbitkan putusan selambat - lambatnya 14 (empat belas) hari setelah banding disampaikan;
4. Bila pemohon tidak menghadiri sidang banding yang sudah dijadwalkan majelis etik permohonan banding dianggap tidak ada. Pasal 13 Rehabilitasi Terhadap anggota yang bandingnya diterima oleh Majelis Etik Nasional, pengurus AJI wajib merehabilitasi status keanggotaannya. Pasal 14 Anggota Kehormatan 1. Status anggota kehormatan dapat diberikan kepada orang-orang yang berjasa bagi kebebasan pers dan penegakan demokrasi. 2. Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus AJI dan ditetapkan dalam Kongres AJI. BAB II KONGRES Pasal 15 a. Kongres merupakan kekuasaan tertinggi organisasi AJI dan diselenggarakan setiap tiga tahun. b. Materi-materi kongres disiapkan oleh Pengurus AJI Indonesia. c. Kepanitiaan, lokasi dan anggaran kongres ditetapkan oleh Pengurus AJI Indonesia, selambat-lambatnya enam bulan sebelum pelaksanaan kongres. d. Kongres memilih Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
Pasal 16 Persyaratan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal 1) Pasangan Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dipilih di antara Anggota yang komitmen, dedikasi, dan loyalitasnya kepada organisasi sudah teruji serta aktif menjadi jurnalis. 2) Pasangan Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal hadir dalam kongres. 3) Pasangan Calon Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dicalonkan minimal satu AJI Kota. Pasal 17 Tata Tertib Kongres
a. Peserta Kongres terdiri atas anggota AJI, delegasi AJI Kota, Pengurus AJI Indonesia, Badan Pengawas Keuangan, Majelis Pertimbangan Organisasi, dan Majelis Etik. b. AJI Kota harus sudah menerima bahan-bahan kongres yang terdiri dari Laporan Pertanggungjawaban, draf Tata Tertib, draf AD/ ART, draf Kode Etik, Draf Kode Perilaku dan usulan pokok-pokok program kerja paling lambat satu bulan sebelum kongres dilaksanakan. c. Kongres dinyatakan sah, apabila dihadiri oleh lebih dari separuh delegasi AJI Kota. d. Delegasi AJI Kota memiliki hak memilih. e. Anggota AJI yang menghadiri kongres memiliki hak bicara dan hak dipilih. f. Jumlah suara yang dimiliki setiap delegasi AJI Kota ditentukan sebagai berikut : AJI Kota yang mempunyai 15 anggota, mendapatkan 2 suara AJI Kota yang mempunyai 16 – 19 anggota, mendapatkan 3 suara AJI Kota yang mempunyai 20 – 23 anggota, mendapatkan 4 suara AJI Kota yang mempunyai 24 – 29 anggota, mendapatkan 5 suara AJI Kota yang mempunyai 30 – 37 anggota, mendapatkan 6 suara AJI Kota yang mempunyai 38 – 46 anggota, mendapatkan 7 suara AJI Kota yang mempunyai 47 – 57 anggota, mendapatkan 8 suara AJI Kota yang mempunyai 58 – 72 anggota, mendapatkan 9 suara AJI Kota yang mempunyai 73 – 89 anggota, mendapatkan 10 suara AJI Kota yang mempunyai 90 - 112 anggota, mendapatkan 11 suara AJI Kota yang mempunyai 113 –140 anggota,mendapatkan 12 suara AJI Kota yang mempunyai 141 – 175 anggota, mendapatan 13 suara Aji Kota yang mempunyai 176 - 218 anggota, mendapatkan 14 suara AJI Kota yang mempunyai 219 –273 anggota, mendapatkan 15 suara. AJI Kota yang mempunyai 274 – 341 anggota, mendapatkan 16 suara. AJI Kota yang mempunyai 342 – 426 anggota, mendapatkan 17 suara. AJI Kota yang mempunyai 427 – 533 anggota, mendapatkan 18 suara. AJI Kota yang mempunyai 534 – 666 anggota, mendapatkan 19 suara. AJI Kota yang mempunyai 667 – 833 anggota, mendapatkan 20 suara. Selanjutnya perhitungan suara dihitung dengan rumus: N + (N x 25%), di mana N adalah batas akhir jumlah anggota. g. Keputusan dilakukan dengan mufakat dan atau suara terbanyak melalui pemungutan suara. h. Peraturan kongres lainnya dibuat oleh panitia kongres dengan persetujuan peserta kongres. Pasal 18 Kongres Luar Biasa 1. Kongres Luar Biasa dapat dilakukan apabila Ketua Umum dan atau Sekretaris Jenderal melanggar AD/ART dan atau tidak dapat menjalankan tugas organisasi. 2. Kongres Luar Biasa dilakukan atas usul sedikitnya dua pertiga AJI Kota. BAB III PENGURUS NASIONAL
Pasal 19 1. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal sudah membentuk kepengurusan selambat-lambatnya satu bulan setelah Kongres dengan diinformasikan secara tertulis ke AJI-AJI Kota. 2. Pengurus AJI Indonesia wajib mengadakan Rakernas selambat-lambatnya 3 bulan setelah kongres, dan menyampaikan hasilnya kepada seluruh AJI Kota. 3. Pengurus tidak diperkenankan menjadi pengurus dan atau anggota organisasi profesi sejenis, partai politik serta organisasi lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip AJI. Pasal 20 1. Pengurus Nasional AJI terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Koordinator Wilayah, ketua-ketua Bidang dan anggota-anggota Bidang. 2. Koordinator Wilayah terbagi atas Koordinator Wilayah I Sumatera; Koordinator Wilayah II Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah; Koordinator Wilayah III Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur; Koordinator Wilayah IV Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara; Koordinator Wilayah V Papua dan Papua Barat; dan Koordinator Wilayah VI Bali dan Nusa Tenggara. 3. Bidang-bidang setidaknya terdiri dari Bidang Ketenagakerjaan; Bidang Advokasi; Bidang Pendidikan; Bidang Perempuan dan Anak; Bidang Data dan Informasi; Bidang Penyiaran; Bidang Internet; Bidang Usaha dan Dana; dan Bidang Organisasi. 4. Pengurus Nasional AJI juga dapat membuat panitia, komite atau badan pekerja ad hoc untuk menangani satu isu atau masalah tertentu.
Pasal 21 Pelimpahan Wewenang Dalam hal Ketua Umum dan/ atau Sekretaris Jenderal berhalangan tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, rapat pengurus AJI Indonesia dapat menunjuk pejabat sementara Ketua Umum dan/ atau Sekretaris Jenderal dengan meminta pertimbangan Majelis Pertimbangan Organisasi yang berlaku sampai kongres berikutnya. Pasal 22 Tugas dan Kewajiban
1. Pengurus Nasional AJI wajib melaksanakan Pokok-pokok Program Kerja dan hasil-hasil kongres lainnya. 2. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal berhak mewakili Organisasi dalam berhubungan dengan pihak luar. 3. Pengurus AJI berhak mengangkat dan memberhentikan Direktur Eksekutif AJI. 4. Pengurus AJI menyusun dan menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan. 5. Pengurus AJI dapat membuat peraturan organisasi di bawah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Ketetapan Kongres. 6. Pengurus Nasional AJI wajib menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis terhadap anggota AJI secara berkala. 7. Pengurus Nasional AJI menyelenggarakan Sekolah AJI. 8. Pengurus Nasional AJI dapat membekukan Pengurus AJI Kota dan Pengurus AJI Kota Persiapan yang tidak aktif selama 1 (satu) tahun atau melanggar AD/ ART, Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan Organisasi. BAB IV AJI KOTA Pasal 23 1. AJI Kota bisa dibentuk apabila memiliki sedikitnya 15 anggota AJI. 2. Pengesahan AJI Kota yang baru ditetapkan dalam Kongres. Pasal 24 AJI Kota memiliki otonomi dalam hal: a. penerimaan anggota; b. Pemilihan pengurus dan perangkat organisasi lainnya; c. Pembuatan dan pelaksanaan program; d. Pencarian sumber dana untuk pelaksanaan program; dan e. Menjalankan putusan majelis etik dalam hal pemberian sanksi pada anggota.
Pasal 25 Konferensi AJI Kota 1. Konferensi AJI Kota merupakan kekuasaan tertinggi AJI Kota dan diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. 2. Konferensi AJI Kota mengundang seluruh anggota sebagai peserta dan perwakilan pengurus AJI Indonesia.
3. Konferensi AJI Kota dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk oleh Pengurus AJI Kota. 4. Pengambilan keputusan dalam Konferensi AJI Kota dilakukan berdasar mufakat dan atau suara terbanyak melalui pemungutan suara. 5. Draf materi dan tata tertib konferensi dibuat oleh pengurus AJI Kota atau tim yang dibentuknya. 6. Konferensi memilih Ketua dan Sekretaris AJI Kota. Pasal 26 1. Ketua dan Sekretaris AJI Kota harus melengkapi susunan Pengurus AJI Kota selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Konferensi Kota dan diumumkan kepada anggota. 2. Ketua dan Sekretaris AJI Kota harus membentuk sekurang-kurangnya Bidang Ketenagakerjaan; Bidang Advokasi; Bidang Pendidikan; Bidang Perempuan; Bidang Komunikasi dan Data; Bidang Usaha; dan Bidang Organisasi. 3. Jika dipandang perlu, AJI Kota dapat menggabungkan bidang-bidang seperti ayat 2 tanpa mengurangi nomenklatur dan penanganan fungsinya. 4. Pengurus AJI Kota bertugas dan berkewajiban melaksanakan Pokok-pokok Program Kerja hasil-hasil konferensi AJI Kota. Pasal 27 Dalam hal Ketua dan/ atau Sekretaris AJI Kota berhalangan tetap 3 (tiga) bulan, Pengurus AJI Kota mengangkat pejabat sementara Ketua dan/ atau Sekretaris AJI Kota dan diberitahukan kepada AJI Indonesia. BAB V AJI BIRO dan AJI KOTA PERSIAPAN Pasal 28 1. AJI Biro dapat dibentuk oleh AJI Kota jika minimal terdapat 10 (sepuluh) anggota di suatu perusahaan. 2. AJI Biro dapat dibentuk oleh AJI Kota jika minimal terdapat 5 (lima) anggota dari beberapa perusahaan yang berada di satu kawasan atau kota tertentu yang tidak memiliki AJI Kota; Pasal 29 1. AJI Kota Persiapan dibentuk jika AJI Biro sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat 2 memiliki minimal 10 (sepuluh) anggota. 2. AJI Kota Persiapan ditetapkan oleh AJI Indonesia atas rekomendasi AJI Kota induk biro.
3. Untuk memenuhi syarat pembentukan AJI Kota sebagaimana dimaksud pasal 23. Anggota AJI Kota Persiapan mencari calon anggota untuk didaftarkan di AJI Kota induk biro. BAB VI MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI (MPO) Pasal 30 1. Majelis Pertimbangan Organisasi terdiri dari 5 (lima) orang berdasarkan kompetensi yang berkaitan dengan bidang media cetak, bidang media penyiaran, bidang media Internet, bidang pengembangan organisasi, dan bidang strategi pengembangan program yang dipilih oleh Kongres AJI. 2. Masa jabatan keanggotaan Majelis Pertimbangan Organisasi mengikuti masa waktu Kongres AJI. Pasal 31 Fungsi Majelis Pertimbangan Organisasi aktif memberikan pertimbangan kebijakan-kebijakan organisasi, termasuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Pasal 32 Sidang 1. Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi dilaksanakan sekurang-kurangnya setahun sekali, yang anggaran dan penyelenggaraannya disiapkan oleh pengurus AJI, bersamaan dengan penyelenggaraan Rakernas. 2. Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota. 3. Rekomendasi Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi disampaikan kepada pengurus AJI yang berkewajiban menginformasikan secara tertulis kepada pengurus AJI kota. BAB VII MAJELIS ETIK Pasal 33 1. Majelis Etik terdiri dari Majelis Etik AJI Indonesia dan Majelis Etik AJI Kota. 2. Majelis Etik AJI Indonesia terdiri dari lima orang anggota yang ditetapkan oleh Ketua Umum berdasarkan daftar calon yang diusulkan oleh Kongres untuk masa kerja tiga tahun.
3. Majelis Etik AJI Kota terdiri dari tiga orang anggota yang ditetapkan oleh Ketua AJI Kota berdasarkan daftar calon yang diusulkan oleh Konferensi AJI Kota untuk masa kerja tiga tahun. 4. Penanganan pengaduan dugaan pelanggaran etik anggota AJI Kota yang tidak memiliki majelis etik AJI Kota dilakukan oleh majelis etik ad hoc yang dibentuk Majelis Etik AJI Indonesia. 5. Jika anggota Majelis Etik berhalangan tetap maka Ketua Umum atau Ketua AJI Kota menunjuk penggantinya untuk masa jabatan yang tersisa berdasarkan daftar calon yang diusulkan di kongres. 6. Majelis Etik dipimpin oleh ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Majelis. 7. Dalam hal Majelis Etik berhalangan tetap atau dianggap melakukan pelanggaran organisasi maka, pengurus menunjuk penggantinya untuk masa jabatan yang tersisa berdasarkan daftar calonnya yang di usulkan di kongres atau konferensi. Pasal 34 Tugas 1. Majelis Etik bertugas melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku Anggota AJI. 2. Majelis Etik berkewajiban melaksanakan pemeriksaan dan penelitian yang berkait dengan masalah pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku yang dilakukan oleh anggota. 3. Majelis Etik mempunyai kewajiban: a. Memanggil anggota yang diduga telah melakukan pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku; b. Memberikan putusan benar tidaknya telah terjadi pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku; dan c. Memberikan rekomendasi kepada pengurus untuk menjatuhkan sanksi atau rehabilitasi nama baik. 4. Majelis Etik dapat memberikan usul, masukan dan pertimbangan dalam penyusunan atau perubahan Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku. Pasal 35 Wewenang 1. Majelis Etik AJI Kota berwenang menangani kasus dugaan pelanggaran Kode Etik jurnalistik dan/ atau Kode Perilaku yang dilakukan anggota AJI Kota bersangkutan. 2. Majelis Etik AJI Indonesia berwenang mengambil alih penanganan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan sejumlah anggota dari dua atau lebih AJI Kota. 3. Majelis Etik AJI Indonesia berwenang mengambil alih pengaduan dugaan pelanggaran etik yang tidak ditangani majelis etik kota hingga batas waktu sebagaimana diatur pasal 10 ART.
4. Penanganan dugaan pelanggaran etik sebagaimana dimaksud ayat 2 dan 3 ditangani majelis etik ad hoc yang dibentuk oleh majelis etik AJI Indonesia. Pasal 36 Majelis Etik mendapat fasilitas dan bantuan administrasi dari AJI dan AJI Kota dalam menjalankan tugas-tugasnya. BAB VIII BADAN PENGAWAS KEUANGAN Pasal 37 1. Badan Pengawas Keuangan terdiri atas seorang koordinator dan dua orang anggota. 2. Koordinator dan Anggota Badan Pengawas Keuangan dipilih dan ditetapkan oleh Kongres. 3. Dalam hal koordinator dan atau anggota Badan Pengawas Keuangan berhalangan tetap, maka Pengurus AJI menetapkan penggantinya berdasarkan urutan nama berikutnya seperti yang diusulkan dalam kongres. 4. Badan Pengawas Keuangan mendapat anggaran dan bantuan administrasi dari AJI Indonesia. Pasal 38 Wewenang 1. Badan Pengawas Keuangan memeriksa keuangan organisasi setahun sekali dalam satu periode kepengurusan dan hasil pemeriksaannya dilaporkan pada kongres. 2. Badan Pengawas Keuangan memberikan saran dan rekomendasi terhadap masalah pengelolaan dan pencarian aset dan dana organisasi. 3. Badan Pengawas Keuangan berhak menyetujui atau tidak menyetujui laporan keuangan pengurus, serta dapat memberikan pendapatnya secara tertulis. BAB IX RAPAT-RAPAT Pasal 39 Rapat dalam Organisasi AJI: a. Rapat Pengurus b. Sidang Majelis Pertimbangan Organisasi c. Rapat Badan Pengawas Keuangan d. Rapat Majelis Etik. Pasal 40
Rapat Pengurus AJI: a. Rapat Kerja Nasional b. Rapat Pleno Pengurus c. Rapat Harian d. Rapat Bidang e. Rapat Kepanitiaan atau Tim. Pasal 41 Pengaturan dan wewenang masing-masing rapat diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi. BAB X UJI KOMPETENSI JURNALIS Pasal 42 1. AJI Indonesia wajib menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) secara berkala. 2. Materi Uji Kompetensi Jurnalis disiapkan oleh AJI Indonesia. 3. Penguji Uji Kompetensi Jurnalis ditetapkan oleh AJI Indonesia. BAB XI KEUANGAN Pasal 43 1. Uang pendaftaran calon anggota disesuaikan dengan keputusan masing-masing AJI Kota. 2. Uang pendaftaran diserahkan setelah calon anggota diterima menjadi anggota AJI. 3. Uang pendaftaran tersebut diperuntukkan 75% (tujuh lima persen) untuk kas AJI Kota dan 25% (dua puluh lima persen) untuk kas AJI Indonesia.
Pasal 44 1. Iuran anggota per bulan minimal Rp20.000,- (dua puluh ribu rupiah) atau per tahun minimal Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). 2. Iuran anggota ditarik secara nasional. 3. AJI Indonesia kemudian membagi 75% (tujuh puluh lima persen) iuran anggota tersebut kepada AJI-AJI Kota berdasarkan jumlah iuran yang terkumpul. Pasal 45
1. Pengurus AJI Indonesia bertanggung jawab menguatkan kapasitas AJI Kota dalam mencari sumber dana untuk mendorong kemajuan AJI Kota. 2. Pengurus AJI Indonesia wajib mengusahakan dana bagi program-program nasional sebagaimana ditentukan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan. 3. Tata cara penyaluran dana yang diusahakan oleh Pengurus AJI Indonesia dantata cara pelaporan penggunaan dana tersebut dalam ayat (1) dan (2), ditentukan dalam aturan organisasi tersendiri. Pasal 46 1. Pengurus AJI Indonesia dan AJI Kota dibenarkan untuk mencari dana yang sah dari sumber-sumber yang tidak mengikat dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 2. Pencarian dana oleh AJI Kota di luar wilayahnya dikoordinasikan dengan AJI Indonesia. 3. Pengurus AJI Indonesia dan AJI Kota harus mendorong kemandirian dan mengurangi ketergantungan pada lembaga donor. Pasal 47 Kriteria sumber dana yang diperbolehkan: 1. Tidak mengurangi independensi AJI. 2. Sumber dana perorangan yang tidak sedang dan terindikasi terlibat kasus pidana. 3. Sumber dana lembaga tidak sedang dan terindikasi terlibat kejahatan ekonomi, lingkungan, HAM, korupsi dan ketenagakerjaan. 4. AJI tidak menerima dana dari APBN maupun APBD. Kriteria lebih lanjut ditetapkan dalam peraturan Organisasi. Pasal 48 1. Majelis etik bersama Pengurus AJI wajib membuat daftar perorangan, organisasi atau korporasi yang terlibat kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan. 2. Anggota AJI wajib melaporkan kepada Majelis Etik bersama Pengurus AJI jika menemukan bukti dan/atau fakta bahwa perorangan, organisasi atau korporasi yang termasuk dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 bekerjasama dengan AJI. 3. Majelis etik bersama Pengurus AJI wajib menindaklanjuti dan memverifikasi laporan sebagaimana dimaksud ayat 2, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah laporan diterima dari anggota AJI atau pihak lain. 4. Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud ayat 3 terbukti, Pengurus AJI wajib membatalkan kerjasama dengan perorangan, organisasi atau korporasi terkait.
5. Setiap perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh AJI Indonesia dan atau AJI Kota dengan perorangan, organisasi atau korporasi harus mencantumkan klausul sebagaimana yang dimaksud dengan ayat 4. BAB XII TRANSPARANSI dan AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA Pasal 49 1. Pengawasan atas pengelolaan penggunaan dana dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan. 2. Pengurus AJI Indonesia wajib membuat laporan keuangan terbuka yang disetujui dan ditandatangani oleh Badan Pengawas Keuangan, dan dinformasikan kepada Pengurus AJI Kota satu tahun sekali. 3. Pengurus AJI Kota wajib mebuat laporan keuangan terbuka yang disetujui dan ditandatangani oleh Badan Pengawas Keuangan, dan dinformasikan kepada anggota AJI Kota dengan tembusan Pengurus AJI Indonesia satu tahun sekali. 4. Dalam hal laporan keuangan yang tidak disetujui, Badan Pengawas Keuangan dapat memberikan laporan dan atau pendapatnya secara tertulis yang diinformasikan bersama-sama dengan laporan keuangan pengurus dimaksud. 5. Badan Pengawas Keuangan dapat meminta keterangan dan penjelasan kepada Pengurus berkenaan dengan masalah dana organisasi. 6. Pengurus Nasional AJI wajib menunjuk auditor publik untuk melakukan audit keuangan organisasi AJI per periode kepengurusan. 7. Pengawasan keuangan AJI Kota dilakukan oleh BPK AJI Kota dengan kewajiban membuat laporan berkala yang bersifat terbuka yang disetujui dan ditandatangani oleh BPK AJI Kota, diinformasikan kepada anggota AJI Kota. 8. BPK AJI Kota dapat meminta keterangan dan penjelasan kepada Pengurus AJI Kota berkenaan dengan masalah dana dan organisasi. 9. Pengurus AJI dapat memberikan pendapat dan atau masukan atas laporan keuangan AJI Kota. BAB XIII PEMBEKUAN PENGURUS DAN ATAU ORGANISASI AJI KOTA Pasal 50 1. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dapat memutuskan pembekuan sementara suatu kepengurusan AJI Kota, apabila kepengurusan AJI Kota terbukti melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan/atau tidak mampu menjalankan fungsi organisasi selama dua tahun. 2. Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah mendengar pertimbangan BPO dan/atau Majelis Etik. 3. Pengurus AJI Indonesia dapat mengangkat pelaksana tugas Ketua AJI Kota yang bertugas mempersiapan Konferensi Kota Luar Biasa selambat-lambatnya dua bulan setelah pembekuan.
4. Pembekuan sementara organisasi AJI Kota harus disampaikan dan dipertanggungjawabkan kepada Kongres. BAB XIV PERUBAHAN DAN ATURAN TAMBAHAN Pasal 51 Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan dan ditetapkan oleh Kongres. Pasal 52 Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur dalam peraturan organisasi dan peraturan lainnya.
Ketetapan Kongres
Nomor 08/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Peraturan Organisasi tentang Penugasan Anggota, Kerjasama, Pendanaan, dan Pendirian Usaha Aliansi Jurnalis Independen Menimbang: a. Bahwa situasi dimana Aliansi Jurnalis Independen lahir dan tumbuh telah berubah secara signifikan sehingga mempengaruhi perkembangan organisasi ini; b. Bahwa perkembangan Aliansi Jurnalis Independen membutuhkan kerangka konstitusional yang lebih akomodatif yang sesuai dengan tuntutan zaman; c. Bahwa Panitia Pengarah Kongres telah merancang Peraturan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pegangan untuk melakukan perubahan Peraturan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen; Mengingat: a. Pasal 13 Anggaran Dasar; b. Pasal 27 Anggaran Dasar; c. Pasal 7 Anggaran Rumah Tangga MEMUTUSKAN Menetapkan: a) Perubahan Peraturan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen b) Naskah Peraturan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen yang telah diubah adalah sebagaimana terlampir dalam ketetapan ini. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 29 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
PERATURAN ORGANISASI TENTANG PENUGASAN ANGGOTA, KERJASAMA, PENDANAAN, DAN PENDIRIAN USAHA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN BAB I Pasal 1 Penugasan Anggota 1. Untuk mengawal perjuangan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, demokratisasi regulasi atas media, mencegah intervensi media dari kepentingan pemiliknya, serta akses publik atas informasi, AJI dapat menugaskan anggotanya untuk menempati atau menjadi anggota lembaga-lembaga negara tertentu. 2. Lembaga-lembaga negara tertentu yang dimaksud adalah Dewan Pers; Komisi Penyiaran Indonesia baik yang nasional atau daerah; dan Komisi Informasi baik yang nasional atau daerah. 3. Syarat-syarat Anggota AJI yang akan ditugaskan dalam lembaga negara tersebut sebagai berikut: a. Memiliki kapasitas; b. Memiliki integritas; c. Tidak memiliki konflik kepentingan; d. Menandatangani pakta integritas yang berisi kesediaan memperjuangkan visi, misi dan prinsip AJI; e. Bersedia sewaktu-waktu dipanggil pengurus AJI untuk dimintai laporan hasil kerja, pendapat, keterangan atau kesaksian; atau berdiskusi mengenai tantangan yang dihadapi. f. Bersedia terlibat dalam program pengembangan kapasitas anggota AJI, advokasi, dan lain sebagainya, baik sebagai pemateri diskusi maupun pelatih; g. Bersedia memberikan data tertulis, dokumen, buku-buku, dan lain sebagainya untuk bahan kajian AJI, data base, atau perpustakaan organisasi. h. Bersedia melaporkan hasil kerja selama kepengurusan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum masa kepengurusan berakhir. 4. Penugasan anggota sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2 dituangkan dalam surat keputusan dan surat rekomendasi AJI Indonesia dan/atau AJI Kota. 5. Jika terdapat lebih dari satu anggota yang memenuhi syarat, AJI Indonesia dan/atau AJI Kota dapat memberikan lebih dari satu surat keputusan dan surat rekomendasi kepada para calon yang akan mendaftarkan diri pada lembaga negara tertentu tersebut.
BAB II KERJASAMA DENGAN ORGANISASI LAIN Pasal 2 1. AJI bekerjasama dengan perorangan, organisasi, korporasi, lembaga negara, atau lembaga pemerintah berdasarkan asas independensi, demokrasi, kebebasan, kesetaraan dan keberagaman. 2. AJI tidak bekerja sama dengan perorangan, organisasi, atau korporasi yang terlibat atau bertanggung jawab atas kejahatan ekonomi, hak asasi manusia, korupsi, lingkungan dan ketenagakerjaan yang ditandai dengan penyelidikan polisi, penyidikan jaksa dan/ atau disebut dalam persidangan. 3. AJI tidak bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara, lembaga pemerintahan atau pemerintah yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau dana non bujeter, kecuali yang bergerak di bidang yang sesuai dengan visi dan misi AJI yaitu: a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD); c. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS); d. Dewan Pers; e. Komisi Informasi; f. Komisi Nasional Perempuan; g. Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM); h. Komisi Pelayanan Publik (KPP); i. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); j. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA); k. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU); l. Komisi Penyiaran Indonesia; m. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); n. Komisi Yudisial; o. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK); p. Mahkamah Konstitusi; q. Ombudsman; r. Palang Merah Indonesia (PMI); dan s. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 4. Bentuk kerjasama dengan lembaga sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 pasal ini sebatas program dan AJI tidak ikut mengelola keuangan dari kerjasama tersebut.
5. AJI membuka kerjasama dengan perorangan, organisasi, korporasi, sepanjang tidak mengurangi independensi AJI yang berarti : a. tidak mengikat AJI untuk melakukan tindakan, program kerja, atau pernyataan yang bertentangan dengan nilai- nilai Deklarasi Sirnagalih, AD/ ART AJI dan peraturan organisasi; dan b. tidak mengikat AJI untuk melakukan kegiatan dengan dana yang bersumber dari para pihak yang berpotensi berbenturan kepentingan dengan AJI dan/ atau bertentangan dengan AD/ ART AJI.
BAB III PENDANAAN Pasal 3 1. Pengurus AJI mengusahakan dana kegiatan bagi AJI Kota maupun untuk pembiayaan program-program nasionalnya. 2. Dana kegiatan berasal dari sumber dana internal AJI dan sumber eksternal AJI. 3. Wilayah pencarian dana AJI Kota adalah lingkup sendiri untuk kegiatan dengan tema lokal. 4. AJI Kota boleh mencari sumber dana yang tidak sedang digarap Pengurus Nasional AJI. 5. Apabila AJI Kota mendapatkan sumber dana yang mengharuskan keterlibatan AJI Kota lain, maka harus dikonsultasikan kepada Pengurus Nasional AJI dan berkoordinasi dengan AJI Kota setempat. 6. Sumber dana internal AJI diutamakan dibanding sumber dana eksternal. Pasal 4 Sumber keuangan terdiri dari: 1. Sumber keuangan internal, yakni: a. Iuran anggota; b. Sumbangan anggota; dan c. Usaha yang dijalankan organisasi. 2. Sumber keuangan eksternal, yakni: a. Sumbangan atau Hibah, yaitu pemberian berupa uang atau barang yang tidak mengikat dan tidak menyebabkan organisasi melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam hubungannya dengan pemberi sumbangan atau hibah; b. Bantuan Program, yaitu program bantuan yang menyertakan adanya hak dan kewajiban organisasi dalam hubungannya dengan pemberi bantuan.
BAB IV Pendirian Usaha Pasal 5 1. Pengurus Nasional AJI mendorong pendirian koperasi atau credit union yang berbasiskan anggota AJI dengan syarat: a. Pengurus Nasional AJI ex-officio menjadi Pengawas Koperasi atau Credit Union; b. Koperasi atau credit union sehari-hari dijalankan oleh pekerja profesional dengan manajemen yang transparan dan baik; c. Usaha koperasi atau credit union tidak mengganggu jalannya organisasi dan tidak bertentangan dengan AD/ ART, visi, misi, prinsip dan kode etik AJI. 2. Pengurus Nasional AJI mendorong pendirian perseroan terbatas (PT) dengan AJI sebagai pemegang saham mayoritas, dengan syarat: a. PT bergerak di bidang usaha yang tidak mengganggu jalannya organisasi dan tidak bertentangan dengan AD/ ART, visi, misi, prinsip dan kode etik AJI; b. PT dijalankan oleh pekerja profesional dengan manajemen yang baik dan transparan.
Ketetapan Kongres Nomor 09/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Kode Etik Anggota AJI Periode 2014 – 2017 Menimbang: a) Bahwa Aliansi Jurnalis Independen sebagai organisasi profesi jurnalis perlu membuat peraturan dalam berorganisasi; b) Bahwa Peraturan tersebut akan menjadi panduan bagi Anggota Aliansi Jurnalis Independen; Mengingat: a) Hasil Sidang Komisi B Kongres IX AJI; b) Hasil Sidang Pleno Kongres IX AJI;
MEMUTUSKAN Menetapkan: Peraturan Organisasi Tentang Penegakan Kode Etik Anggota AJI sebagaimana terlampir;
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 29 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
KODE ETIK AJI Aliansi Jurnalis Independen percaya bahwa kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Dalam menegakkan kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik atas informasi, anggota AJI wajib mematuhi Kode Etik sebagai berikut : 1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Penafsiran: Informasi yang benar adalah informasi hasil verifikasi sesuai standar jurnalistik. 2. Jurnalis selalu menguji informasi dan hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. Penafsiran: Cukup jelas. 3. Jurnalis tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Penafsiran: Fakta dan opini merujuk pada definisi di Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik. Penafsiran: Informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik ialah segala bentuk informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. 5. Jurnalis memberikan tempat bagi pihak yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka. Penafsiran: Cukup jelas dan tertuang dalam Kode Perilaku. 6. Jurnalis mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan, pemberitaan serta kritik dan komentar. Penafsiran: Cukup jelas.
7. Jurnalis menolak segala bentuk campur tangan pihak manapun yang menghambat kebebasan pers dan independensi ruang berita. Penafsiran: Cukup jelas. 8. Jurnalis menghindari konflik kepentingan. Penafsiran: Konflik kepentingan adalah suatu keadaan yang bisa mengaburkan sikap jurnalis atau media dari misinya untuk menyampaikan berita yang akurat dan tanpa bias. 9. Jurnalis menolak segala bentuk suap. Penafsiran: Suap adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan fasilitas lainnya. 10. Jurnalis menggunakan cara yang etis dan profesional untuk memperoleh berita, gambar, dan dokumen. Penafsiran: Cara-cara etis dan profesional antara lain menunjukkan identitas kepada narasumber; tidak menyuap; dan tidak merekayasa pengambilan gambar, foto, dan suara. Penggunaan cara-cara tertentu, seperti teknik penyamaran, hanya bisa digunakan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. 11. Jurnalis segera meralat atau mencabut berita yang diketahuinya keliru atau tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada publik. Penafsiran: Keharusan mencabut berita berlaku untuk berita yang secara substansial salah. Keharusan meralat berlaku untuk berita yang sebagian faktanya mengandung kekeliruan. Media televisi dan radio mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan media online mengacu pada Pedoman Pemberitaan Media Siber. 12. Jurnalis melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi secara proporsional. Penafsiran: Proporsional adalah pemuatan Hak Jawab dan Hak Koreksi yang seimbang pada kesempatan pertama kekeliruan itu diketahui. Untuk media cetak penempatan ralat diletakkan minimal sesuai regulasi Dewan Pers. Untuk media elektronik minimal sesuai regulasi Komisi Peyiaran Indonesia (KPI). Pada media siber dilakukan pada keterkinian berita yang sama.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi. Penafsiran: Cukup jelas 14. Jurnalis tidak menjiplak. Penafsiran: Cukup jelas 15. Jurnalis menolak praktik-praktik pelanggaran etika oleh jurnalis lainnya. Penafsiran: Cukup jelas 16. Jurnalis menolak kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, orang berkebutuhan khusus atau latar belakang sosial lainnya. Penafsiran: Istilah kebencian mengacu pada ungkapan tidak senang (verbal dan nonverbal) yang bersifat memusuhi, merendahkan, dan menghina yang ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu. 17. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberikan informasi latar belakang, off the record, dan embargo. Penafsiran: Cukup jelas. 18. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku serta korban tindak pidana di bawah umur. Penafsiran: Ketentuan penggunaan narasumber yang meminta dirahasiakan (anonim): • Berupaya mengidentifikasi narasumber, karena publik berhak mengetahui sebanyak-banyaknya informasi tentang ketepercayaan narasumber. • Selalu menguji motif narasumber sebelum menyepakati keanoniman. • Menyebutkan alasan keanoniman kepada publik. • Memegang teguh kesepakatan keanoniman. • Yang dimaksud anak di bawah umur mengacu pada UU Perlindungan Anak. Yang dimaksud narasumber konfidensial adalah: • Orang-orang yang terancam keamanannya secara fisik dan psikologis apabila identitasnya dibuka. Identitas yang harus dirahasiakan adalah segala informasi
yang bisa membuat seseorang dikenali jati dirinya seperti nama, alamat, orang tua, nama sekolah, dan nama tempat kerja. 19. Jurnalis menghormati privasi, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran: Privasi adalah segala segi kehidupan pribadi seseorang dan keluarganya. Pengabaian atas privasi hanya bisa dibenarkan bila ada kepentingan publik yang dipertaruhkan, seperti untuk membongkar korupsi atau mencegah perilaku yang membahayakan kepentingan umum. Jurnalis mengakui bahwa orang biasa memiliki hak lebih besar untuk merahasiakan privasinya daripada pejabat atau tokoh publik. 20. Jurnalis tidak menyajikan berita atau karya jurnalistik dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan psikologis serta kejahatan seksual. Penafsiran: Kekerasan psikologis adalah sebuah tindakan verbal maupun nonverbal yang mengakibatkan trauma. 21. Jurnalis menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, tidak beritikad buruk, menghindari fitnah, pencemaran nama dan pembunuhan karakter. Penafsiran: Tidak beritikad buruk artinya tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain. Dalam proses kerja jurnalistik, hal itu antara lain berupa kesengajaan tidak melakukan verifikasi dan konfirmasi.
Ketetapan Kongres Nomor 10/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Kode Perilaku Anggota AJI Periode 2014 – 2017 Menimbang: c) Bahwa Aliansi Jurnalis Independen sebagai organisasi profesi jurnalis perlu membuat peraturan dalam berorganisasi; d) Bahwa Peraturan tersebut akan menjadi panduan bagi Anggota Aliansi Jurnalis Independen; Mengingat: c) Hasil Sidang Komisi B Kongres IX AJI; d) Hasil Sidang Pleno Kongres IX AJI;
MEMUTUSKAN Menetapkan: Rekomendasi Peraturan Organisasi Tentang Penegakan Kode Perilaku Anggota AJI sebagaimana terlampir;
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 29 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Kode Perilaku Jurnalis Anggota AJI Kode perilaku merupakan turunan Kode Etik Jurnalis AJI yang bersifat operasional dan menjadi pedoman yang wajib dipatuhi dalam menjalankan tugas jurnalistik. Kode Perilaku AJI disusun berdasarkan prinsip-prinsip jurnalisme universal. Kode Perilaku ini terdiri dari: 1. Penyajian fakta • Akurasi • Akuntabilitas • Cek dan ricek • Verifikasi • Penjiplakan • Hak jawab & embargo 2. Independensi • Newsroom • Hubungan dengan narasumber • Uang, fasilitas, gratifikasi • Kerjasampingan • Menggunakan hak politik • Conflict of interest 3. Mengurangi dampak yang berbahaya • Narasumber anonym 4. Imparsialitas 5. Fairness (jujur & adil) 6. Social media 7. Pornografi 8. Isu diskriminatif • Gender • Anak • berkebutuhan khusus • hak-hak minoritas (HIV, etnis, LGBT) • cacat status perkawinan 9. Liputan tematik • Terorisme
• • •
Pemilihan umum Konflik (agama, etnis, dll) bencana
Rekomendasi : Komisi B memandang dan menyimpulkan bahwa untuk penyusunan kode perilaku yang komprehensif, rigid, valid dan aplikatif sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalisme universal dan kode etik jurnalistik (AJI), dibutuhkan waktu yang panjang, kehati-hatian dan kecermatan serta pelibatan tim khusus yang terdiri dari perwakilan majelis etik, praktisi/profesional dan para ahli. karena itu komisi B memutuskan untuk menyusun prinsip-prinsip yang harus ada di dalam kode perilaku yang perlu dijabarkan oleh sebuah tim khusus. Adapun prinsip-prinsip ini dapat dilihat pada daftar prinsip-prinsip kode perilaku yang telah kami rumuskan. Oleh karena itu komisi B merekomendasikan kepada pengurus AJI Indonesia terpilih untuk membentuk tim penyusun kode perilaku Anggota AJI.
Ketetapan Kongres
Nomor 11/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Garis Besar Haluan Program Periode 2014 – 2017 Menimbang: e) Bahwa Aliansi Jurnalis Independen sebagai organisasi memerlukan arahan yang kongkrit dalam menjalankan aktivitas keorganisasiannya. f) Bahwa Pokok-pokok Program Kerja Periode 2014 – 2017 disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan organisasi. g) Bahwa Panitia Pengarah telah merancang Garis Besar Haluan Program Kerja Periode 2014 – 2017 yang bisa dijadikan sebagai bahan pegangan untuk penyusunan Pokokpokok Program. Mengingat: e) Hasil Sidang Komisi C Kongres IX AJI; f) Hasil Sidang Pleno Kongres IX AJI;
MEMUTUSKAN Menetapkan: Garis Besar Haluan Program Kerja Aliansi Jurnalis Independen Periode 2014 – 2017 untuk dilaksanakan oleh pengurus, sebagaimana terlampir.
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 29 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Garis-Garis Besar Haluan Program Aliansi Jurnalis Independen 2014-2017 Profesionalisme Jurnalis 1. Meningkatkan dan memperkuat independensi jurnalis dan ruang redaksi. 2. Meningkatkan standar etika dan integritas jurnalis. 3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan jurnalistik. 4. Meningkatkan pemahaman jurnalis terhadap isu tematik dan aktual. 5. Menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis. 6. Menyiapkan jurnalis untuk menghadapi era media baru dan konvergensi media. Kesejahteraan Jurnalis 1. Memperjuangkan dan mewujudkan kesejahteraan jurnalis sebagai pekerja media. 2. Membangun kesadaran kalangan media untuk memenuhi hak-hak jurnalis perempuan. 3. Membangun kesadaran yang lebih merata di kalangan pekerja media untuk memperjuangkan kesejahteraan melalui serikat pekerja. 4. Mendukung penguatan Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI). 5. Memperjelas hubungan kerja antara koresponden dengan perusahaan media sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 6. Memastikan jurnalis mendapat jaminan kesehatan, keselamatan kerja dan jaminan hari tua. 7. Mendorong kewirausahaan di bidang media bagi jurnalis. 8. Mengusahakan revisi standar perusahaan pers yang dikeluarkan Dewan Pers. 9. Mengusahakan atau mendorong adanya upah sektoral bagi jurnalis. Kemerdekaan Pers 1. Memperjuangkan dan melindungi kemerdekaan pers. 2. Menguatkan hukum dan regulasi untuk melindungi kebebasan pers. 3. Mendesak perusahaan media untuk melindungi jurnalisnya dari jeratan hukum dan ancaman kekerasan. 4. Mendorong penghapusan regulasi yang menghambat kebebasan pers. 5. Membangun media literasi bagi masyarakat tentang jurnalisme warga. 6. Memastikan penegak hukum khususnya kepolisian menggunakan UU Pers dan nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepala Kepolisian RI dalam menyelesaikan perkara hukum dan kekerasan terhadap jurnalis. Penguatan Organisasi 1. Menempatkan iuran anggota sebagai tulang punggung organisasi. 2. Memperkuat posisi tawar AJI terhadap pemilik media dan negara.
3. Memaksimalkan peran AJI dalam proses pembuatan kebijakan strategis terkait profesi jurnalis, baik di tingkat lokal maupun nasional. 4. Memperkuat sistem komunikasi AJI Indonesia – AJI Kota. 5. Meningkatkan perencanaan strategis, sistem evaluasi program yang lebih kuat, dan penekanan yang lebih besar terhadap pengawasan dari dampak yang ditimbulkan setiap aktivitas AJI. 6. Meningkatkan kapasitas AJI Kota dalam menyusun program, mencari pendanaan dan mengembangkan jaringan, termasuk menetapkan kriteria sumber dana yang sesuai dengan AD/ART. 7. Meningkatkan peran strategis AJI secara nasional, regional dan internasional. 8. Menambah jumlah anggota dan jumlah AJI Kota. 9. Meningkatkan kualitas rekrutmen anggota, termasuk rencana induk proses rekrutmen. 10. Meningkatkan kuantitas dan kualitas anggota perempuan. 11. Merintis dan membuat sistem pengelolaan dana abadi AJI untuk organisasi. 12. Membuat terbitan berkala untuk media komunikasi anggota AJI. 13. Memfasilitasi program-program yang berkelanjutan di AJI Kota. 14. Mendorong AJI Kota memiliki sekretariat representatif. 15. Mengembangkan sistem informasi terbuka yang mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik.
Ketetapan Kongres Nomor 12/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Resolusi Organisasi AJI Periode 2014 – 2017 Menimbang: h) Bahwa Aliansi Jurnalis Independen sebagai organisasi profesi jurnalis perlu membuat peraturan dalam berorganisasi; i) Bahwa Peraturan tersebut akan menjadi panduan bagi Anggota Aliansi Jurnalis Independen; Mengingat: g) Hasil Sidang Komisi C Kongres IX AJI; h) Hasil Sidang Pleno Kongres IX AJI;
MEMUTUSKAN Menetapkan: Resolusi dan Peraturan Organisasi AJI sebagaimana terlampir;
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 29 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
RESOLUSI KONGRES Aliansi Jurnalis Independen (AJI) "Jurnalis Sejahtera dan Pers Profesional" Pengantar Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-9 di Bukittinggi, November 2014, telah mengeluarkan 12 poin resolusi baru. Resolusi
AJI memandang perjuangan atas kesejahteraan jurnalis sebagai hal yang tetap relevan terhadap upaya menegakkan profesionalisme pers. Iklim kebebasan pers dan industrialisasi media belum sepenuhnya berimbas pada nasib jurnalis, yang merupakan subjek paling penting dalam industri pers. Realitas hubungan industrial antara jurnalis dan perusahaan di Indonesia menjadi alasan bagi AJI untuk terus mendorong terwujudnya jurnalis yang sejahtera. AJI mendesak perusahaan media atau perusahaan pers untuk mematuhi Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai kewajiban perusahaan memberikan perlindungan sosial. Adapun soal pengupahan AJI terus mendesak perusahaan pers mengikuti standar upah layak jurnalis di masing-masing daerah. Perusahaan pers yang memperkerjakan jurnalis tidak tetap (koresponden, kontributor, freelance, stringer) agar menerapkan skema kontrak kerja sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang mengacu kerja waktu tertentu dengan kompensasi yang layak, serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undangundang ketenagakerjaan. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial. •
Menolak Impunitas dan Ancaman Terhadap Pers
AJI menolak praktik impunitas untuk pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Oleh sebab itu AJI mendesak rezim Presiden Joko Widodo mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap wartawan harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin yang meninggal di Yogyakarta, 16 Agustus 1996 (pada usia 32 tahun). Juga untuk 7 kasus lainnya yang saat ini belum tuntas. Soal Kasus Udin, AJI menolak untuk melupakan. Demi melawan praktik impunitas, AJI menolak anggapan bahwa per 16 Agustus 2014 yakni memasuki 18 tahun, kasus pembunuhan Udin telah kedaluwarsa. AJI meminta kepada Presiden RI untuk menetapkan tanggal 16 Agustus sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis di Indonesia.
Ancaman terhadap kemerdekaan pers bukan hanya datang dari lingkungan di luar pers. Untuk pertama kali dalam sejarah AJI, lembaga ini menyatakan pada peringatan HUT ke-20 AJI bahwa beberapa penanggung jawab media lembaga penyiaran di Indonesia sebagai musuh kebebasan pers. Hal ini menjadi catatan penting, sekaligus pengingat pada publik dan insan pers. Oleh sebab itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) agar tetap menjadi acuan bagi penegakan hukum soal ancaman terhadap kebebasan pers. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi. •
Komoditas Media dan Perempuan
AJI mendorong agar pers menjadikan isu mengenai perempuan yang bisa mendorong kemandirian perempuan ketimbang hanya menjadikan perempuan sebagai komoditi pemberitaan. Menjadikan perempuan sekadar bahan isu-isu sensasional kriminalitas maupun kasus korupsi tak boleh luput dari kritik AJI. Sementara perlindungan terhadap identitas perempuan korban kejahatan asusila perlu selalu didengungkan. Hal ini mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 5 : Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila. Penafsirannya, ”Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak”. AJI juga mengingatkan bahwa wartawan dan media harus bisa membedakan antara wilayah publik dan privat dalam pemberitaan kasus kejahatan terhadap perempuan baik perempuan sebagai korban maupun pelaku. •
Jurnalis Independen Menolak Suap
AJI mengapresiasi kepala daerah, kepala instansi maupun perusahaan swasta yang menyatakan menghapus anggaran amplop bagi wartawan. Kabar penghapusan anggaran amplop untuk wartawan di Propinsi Jawa Tengah menjadi angin segar bagi upaya mendorong pers yang independen, bebas dari suap. AJI mengingatkan segenap jurnalis agar tetap independen tak tergoda suap. Realita ada praktik suap dengan beragam bentuk dan dalih pemberiaan juga harus dicermati dan ditolak. •
Media dan Internet
Kemajuan teknologi dan internet diikuti oleh berkembangnya industri media televisi dan online. Perusahaan pers pun menuntut kecepatan bagi jurnalis dalam pelaporan. Potensi kesalahan kian menganga didorong praktik berebut cepat ini. AJI mengingatkan jurnalis dan perusahaan pers agar tetap berpegang pada kode etik jurnalistik yang sudah diakui oleh Dewan Pers. Ada pula pedoman pemberitaan media siber serta yang terbaru, adalah kode perilaku yang disahkan di Kongres ke-9 AJI di Bukittinggi. Oleh sebab itu Kongres AJI menyampaikan beberapa poin sikap sebagai resolusi organisasi ini:
1. Mendesak perusahaan pers menerapkan standar pengupahan yang layak bagi jurnalis baik mereka yang berstatus karyawan maupun kontributor. Terkait skema upah terhadap kontributor, AJI juga mendesak perusahaan pers menerapkan skema kontrak yang jelas, tidak merugikan jurnalis serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan. 2. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial. Bagi perusahaan yang telah menyediakan sistem jaminan sosial bagi jurnalis, agar tetap memberikan sistem jaminan yang bermutu selain sistem jaminan sosial nasional. 3. Menyerukan pengurus AJI di daerah-daerah terhadap anggota AJI agar mengawasi dan mengingatkan tentang standar pengupahan yang layak. 4. Mendesak Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus pembunuhan terhadap jurnalis Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang tak terungkap hingga 18 tahun berlalu dan kematian 7 jurnalis lainnya yaitu Naimullah, Agus Mulyawan, M. Jamaluddin, Ersa Siregar, Herliyanto, Ardiansyah Matra’is Wibisono dan Alfred Mirulewan. 5. Mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusut pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan sudut pandang UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. 6. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi. 7. Mengingatkan para jurnalis dan perusahaan pers tak mengabaikan kode etik jurnalistik serta memiliki sensitifitas terutama tentang pemberitaan perempuan dan anak. 8. Menyerukan jurnalis agar tetap menjaga independensi di tengah menjalankan tugas-tugas jurnalistik dengan menolak suap, apapun bentuknya. 9. Menyerukan perusahaan dan instansi pemerintah menghapus anggaran untuk jurnalis dalam bentuk apapun. 10. Mengingatkan jurnalis untuk teguh mematuhi kode etik jurnalistik 11. Mendesak pemerintah mencabut semua UU yang mengancam kebebasan berekspresi
Bukittinggi, November 2014
Ketetapan Kongres Nomor 13/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Penetapan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal AJI Periode 2014 – 2017 Menimbang: a) Bahwa masa depan kepengurusan Pengurus AJI Periode 2011 – 2014 telah berakhir, dan karena itu perlu segera ditetapkan kepengurusan yang baru; b) Bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga menetapkan bahwa kepemimpinan AJI Periode 2014 – 2017 berbentuk Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal; c) Bahwa kongres telah memilih dan menetapkan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal secara demokratis; Mengingat: a) Pasal 42-44 Tata Tertib Sidang; b) Pasal 19 Anggaran Dasar; c) Pasal 12, 19-21 Anggaran Rumah Tangga;
MEMUTUSKAN Menetapkan: a) Ketua Umum AJI adalah Suwarjono. b) Sekretaris Jenderal AJI adalah Arfi Bambani Amri.
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 30 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Ketetapan Kongres Nomor 14/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Penetapan Anggota Badan Pengawas Keuangan Periode 2014 – 2017 Menimbang: a) Bahwa Keuangan organisasi membutuhkan pengawasan; b) Bahwa untuk mengantisipasi hal-hal yang dilarang oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, maka Badan Pengawas Keuangan perlu segera ditetapkan, menyusul terbentuknya kepengurusan AJI Periode 2014 – 2017; c) Bahwa kongres telah secara demokratis memilih dan menetapkan Badan Pengawas Keuangan; Mengingat: a) Pasal 45 – 46 Tata Tertib Sidang; b) Pasal 22 ayat 2 Anggaran Dasar; c) Pasal 24 – 25 Anggaran Rumah Tangga.
MEMUTUSKAN Menetapkan: Badan Pengawas Keuangan Periode 2014 – 2017 adalah: 1. M. Faried Cahyono 2. Andono Wibisono 3. Sunarti Sain
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 30 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Ketetapan Kongres Nomor 15/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Penetapan Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Periode 2014 – 2017 Menimbang: a) Bahwa organisasi membutuhkan pertimbangan; b) Bahwa untuk mengantisipasi hal-hal yang dilarang oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, maka Majelis Pertimbangan Organisasi perlu segera ditetapkan, menyusul terbentuknya kepengurusan AJI Periode 2014 – 2017; c) Bahwa kongres telah secara demokratis memilih dan menetapkan Majelis Pertimbangan Organisasi; Mengingat: a) Pasal 22 Anggaran Dasar; b) Pasal 21 – 23 Anggaran Rumah Tangga.
MEMUTUSKAN Menetapkan: Majelis Pertimbangan Organisasi Periode 2014 – 2017 adalah: 1. Nurdin Hasan 2. Dhandy Dwi Laksono 3. Oyos Saroso 4. Adi Nugroho 5. Bambang Muryanto
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 30 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)
Ketetapan Kongres Nomor 16/Kongres-IX/AJI/2014 Tentang Calon Anggota Majelis Etik Periode 2014 – 2017 Kongres menetapkan .. nama Calon Anggota Majelis Etik dan merekomendasikan kepada pengurus terpilih periode 2014 – 2017 untuk memilih 5 orang Calon Anggota Majelis Etik sebagaimana yang tercantum di bawah ini untuk diangkat menjadi Anggota Majelis Etik, Periode 2014 –2017 : 1. Ati Nurbaiti 2. Farid Gaban 3. Insany Syahbarwati 4. Willy Pramudya 5. Didik Supriyanto 6. Masduki 7. Eko Maryadi 8. Abdul Latief Apriaman 9. Ahmad Taufik 10. Nursyawal 11. Nezar Patria 12. Syofiardi Bachyul
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, Bukittinggi, 30 November 2014
Pimpinan Sidang
(Aryo Wisanggeni)
(Jupriadi Asmaradhana)
(Syofiardi Bachyul Jb)