MASA DEPAN PENDIDIKAN ANAK INDONESIA; ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN Titiek Rohanah Hidayati (Jurusan Tarbiyah STAIN Jember, Email:
[email protected])
Abstract: Indonesian children are actually the greatest wealth of this nation. The wealth of this nation is not only natural resources that are abundant, but also human resources are intelligent, creative and brilliant to advance a mainstay of this nation. However, in practice, to improve the human resource quality towards a better future still requires maximum effort, because here and there, it still happens inequality for the younger generation; from the student fighting, free sex, to abortion and other such things. At least, this fact is homework for the community to be able to fix the youth and future generations of this nation towards a better direction. Thus, the shadow of the nation's prosperity of Indonesia is not merely an illusion that has no end. But clearly, the orientation of this nation must be returned to the correct tract, as stipulated by the Constitution of 1945. Keywords: Indonesian Children, Poverty, Unemployment
Pendahuluan Pendidikan merupakan jalan yang wajid ditempuh oleh suatu bangsa, agar anak-anak negerinya tidak tertinggal oleh bangsabangsa yang lain. Selain itu, pendidikan selayaknya menjadi ujung tombak dalam membenahi dan memperbaiki kualitas generasi bangsa. Baik dalam aspek intelektualitas, moral, sprituialitas dan sikap yang berkarakter humanisme.1 1
Lihat dan bandingkan dengan A. Malik Fadjar, Pendidikan, Agama, Kebudayaan dan Perdamaian, Malang: UIN Maliki, 2004. Selain itu Al Qur’an menegaskan, “Tahukah
Titiek Rohanah Hidayati Beberapa masalah pendidikan semakin kerap muncul di negeri ini, mulai dari tawuran,2 free seks pelajar dan mahasiswa,3 sampai pada pembunuhan sesame pelajar. Kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Namun yang masih bisa kita lakukan adalah meredesain pendidikan yang menjawab kebutuhan masyarakat. Misalkan pendidikan yang tidak hanya mengedepankan pengetahuan semata, tentunya pendidikan berbasis teladan dan pendidikan yang kental dengan nilai-nilai humanisme.4 Selain tentang fakta perilaku amoral peserta didik, ternyata di wilayah yang lain, anak-anak Indonesia menemukan modelnya sendiri, khusunya mereka yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Sampai tahun 2012 ini, anak-anak putus sekolah dinegeri ini masih cukup tinggi. Misalkan saja, laporan BPS tahun 2011, bahwa di dalam rumah tangga sangat miskin (RTSM) ditemukan anak yang berusia antara 7-17 tahun yang tidak sekolah dan bekerja sebanyak 177.374 anak. Anak usia 13-15 tahun dengan jam kerja di atas 25 jam/ perminggu mencapai 42.408 anak, dan anak usia 16-17 dengan jam kerja di atas 25 jam/ perminggu, mencapai 181.316 anak. Anak tersebut be-
kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orangorang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’, dan enggan menolong dengan barang berguna” (QS. Al Ma’un: 1-6). Ayat ini menegaskan agar kita memiliki kepedulian kepada anak yatim dan agar kita tidak hanya semata-mata beribadah kepada Tuhan, sedang pada saat yang sama, banyak anak miskin dan yatim yang membutuhkan perhatian dari kita semua.. 2 Hasballah M Saad, Perkelahian Pelajar; Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta: Galang Press, 2003. 3 Lihat Moammar Emka, Jakarta Undercover; Sex in the City, Yogyakarta: Galang Press, 2005. Dan Moammar Emka, penulis yang sama, Jakarta Undercover #3; Forbidden City, Jakarta: Gagas Media, 2007. Dan lihat Jawa Pos (10-15 September 2012). 4 Pendidikan yang berbasis humanisme dimaksud, adalah model pendidikan yang sama-sama berupaya menerapkan sikap dan perilaku terpuji antara peserta didik dan pendidik. Dalam rangka mewujudkan pemahaman teoritis dalam bentuk praktek oprasional. Gagasan ini sebagaimana ditulis oleh Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1962, 31-40.
77 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan kerja pada sektor pertanian, perikanan, perdagangan, jasa dan lain sebagainya.5 Menurut data yang dihimpun oleh suara pembaruan.com, data yang cukung mencengangkan, yaitu jumlah anak SD sampai SMA yang putus sekolah pada 2010 mencapai 1,08 juta. Angka itu melonjak lebih dari 30 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 750.000 siswa. Tak hanya itu, masih ada 3,03 juta siswa yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, SMA, dan perguruan tinggi.6 Ada beberapa masalah penting di negeri ini yang cukup pelik, diantaranya pertama, kemiskinan yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada Maret 2011, terdapat 30,02 juta orang miskin atau hanya turun 1 juta orang dibanding tahun sebelumnya. Kedua, minimnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan, terutama pada keluarga miskin. Ketiga, kondisi geografis yang menjadi kendala anak-anak bersekolah. Di kawasan timur Indonesia, ada banyak anak yang harus berjalan berpuluh kilometer atau berperahu mengarungi lautan agar bisa sekolah. Keempat, alokasi anggaran pendidikan yang tak tepat sasaran dan minim pengawasan. Sebagian besar anggaran pendidikan justru lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi.7 Bukan hanya masalah sumber daya manusia yang “kropos”, namun di sisi yang lain kekayaan intelektual bangsa kita telah dijarah Lihat dalam pedoman oprasional pelaksanaan kegiatan pengurangan pekerja anak, Jakarta: Kemenakertrans RI, 2012: 01. Dan lihat dalam pedoman pendampingan bagi pendamping dan tutor pelaksana kegiatan PPA PKH, Jakarta: Kemenakertrans RI, 2012. Sedangkan anak putus sekolah di Jember, angkanya mencapai sekitar 1.500 (seribu lima ratusan anak). Alasan mereka karena bekerja dan kemiskinan. 6 http://www.suarapembaruan.com, diunduh pada 2 Oktober 2012. 7 http://www.suarapembaruan.com. Diunduh pada 2 Oktober 2012. Dibandingkan dengan India sebagai negara jajahan Inggris, ternyata perkembangan pendidikannya jauh lebih mengembirakan, dibanding Indonesia yang pernah di jajah oleh Belanda. Inggris mendidik anak India pada tahun 1880 sampai 6.000 orang dapat mengenyam pendidikan hingga tingkat sarjana, bandingkan dengan Indonesia yang merdeka pada tahun 1945, masih memiliki sarjana 175 orang. Dan terdapat sebuah data yang cukup mengejutkan ketika antara China dan AS terjadi persaingan dingin. Misalkan AS yang setiap tahunnya meluluskan sekitar 150.000 insinyur teknik, sedangkan China meluluskan 600.000 insinyur teknik. 5
|
78
Titiek Rohanah Hidayati oleh Belanda beberapa tahun yang silam.8 Dan menurut catatan Metro TV ada 26.000 naskah akademik milik Indonesia yang ada di perpustakaan Belanda. Anak-anak miskin dan terlantar di Indonesia, masih membutuhkan pertolongan dan uluran tangan dari para dermawan. Yang jelas angka anak putus sekolah pada tahun 2010 mencapai 1,08 juta sama sekali tidak diinginkan oleh rakyat Indonesia. Kondisi di atas ini, jelas tidak diinginkan oleh orang-orang miskin di Indonesia. Apalagi seperti dilaporkan oleh beberapa media, menyebutkan “alokasi anggaran pendidikan yang tak tepat sasaran dan minim pengawasan. Sebagian besar anggaran pendidikan justru lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi”. Alfin Tofler menguraikan potret umat Muslim di Dunia mencapai 1.197.326.000. Tentunya jumlah ini cukup besar, dibandingkan dengan agama-agama lain. Namun, jika kuantitas yang besar ini tidak menghasilkan manusia cakap secara intelektual, moral dan spritual, maka jangan pernah berharap karakter nasionalisme akan melekat dalam diri generasi masa depan, khusunya dalam bingkai Negara Indonesia sebagai muslim terbesar di dunia. Walaupun demikian, terdapat sebuah fakta yang diungkap oleh KH. Afifuddin Muhajir dalam sebuah tulisannya,9 karya tulis yang merupakan bunga rampai dari buku yang berjudul “Fikih Menggugat Pemilihan Langsung”, yang pernah di bedah beberapa tahun yang lalu, oleh Lembaga Kajian Islam Ar-Riayyah, di gedung PCNU 8
9
Data menunjukkan Di tambah dengan fakta buku-buku ilmu pengetahuan yang menyimpan pemikiran para ulama, kini tersimpan di berbagai perpustakaan pada beberapa universitas di Eropa dan AS. Selain itu, ribuan buku hancur dan dihilangkan disungai Tigris dan Euprhat saat emperium Islam hancur. Lebih dari 500.000 judul buku yang tersimpan di perpustakaan Cordoba dan pada umumnya ditulis hanya 1 copy, telah pindah ke tangan para ilmuan di Eropa. Para ilmuan muslim yang kehilangan buku-buku itulah yang kemudian pindah ke wilayah India dan Asia Tenggara dan turut membangun peradaban Islam di wilayah Nusantara, lihat dalam Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa (jilid 1), Yogyakarta: Pesantren Nawesea, 2009, 57. Dan sumber lain head line news, Metro TV, 14/04/2012-jam 17:04. Afifuddin Muhajir, Undang-Undang Pornografi dalam Pandangan Islam, Jember: pena salsabila, 2009, 103.
79 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan Jember, sekilas mengurai tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Study Hukum Universitas Islam Indonesia menyebutkan, sekitar 15 % dari 202 responden remaja berumur 15-25 tahun, sudah melakukan hubungan seks, karena terpengaruh oleh tayangan pornografi dan pornoaksi, meliputi majalah, koran, televisi dan lain sebagainya. Kenyataan ini, perlu sekali mendapatkan tangapan sekaligus upaya pembenahan dari semua elemen bangsa ini. Dalam pandangan penulis, yang paling berperan untuk merubah situasi ini adalah lingkungan kelurga. Sebab, keluarga menjadi sentral berbagai aktivitas yang membenahi dan memperbaiki moral anggota keluarga tersebut.
Hakikat dan Tujuan Pendidikan Maraknya penyalahgunaan narkotika hari ini, tidak hanya dikota-kota besar saja, akan tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah, bawah, sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan narkotika paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap narkotika. Dalam menekan pemberantasan tindak pidana narkotika dan psikotropika, dan efektivitas penegakan hukum, serta pengaplikasian undang-undang nomor 05 Tahun 1997, tentang psikotropika dan undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika, yang dapat memberikan arahan, kepastian dan keadilan hukum dalam menekan peredaran gelap narkoba. Dari deskripsi di atas, maka dapat diuraikan tentang hakikat pendidikan di Indonesia, sebenarnya untuk mendewasakan peserta didik, dalam bahasa pendidikan sering disebut, pendidikan untuk memanusiakan manusia. Hal ini benar dan sedikitpun tidak keliru dalam kacamata pendidikan. Mulai dari sejaka sebelum masehi (SM) hingga masa kini, pelaksanaan pendidikan memang untuk mengangkat harkat, derajat dan kualitas diri menuju kehidupan yang
|
80
Titiek Rohanah Hidayati lebih bermartabat, atau untuk mempertanggung jawabkan diri dihadapan Tuhan yang Maha Esa. Namun, walaupun telah disadari oleh kebanyakan orang, termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi pendidikan. Namun fakta anak-anak yang seharusnya dididik, masih saja banyak yang tidak mendapatkan hak-haknya. Mereka banyak yang bekerja ketika sebagian yang lain sedang menerima pendidikan di sekolah. Dalam perenungan ini, menuruh hemat penulis, ini sebetulnya bentuk kejahatan yang dilakukan oleh penguasa. Sebab, anak-anak itu seharusnya mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan, namun kenyataannya seakan-akan ada pembiaran terhadap anakanak tersebut. Disitulah letak kejahatan yang sebenarnya dalam aspek yang lebih sistematis dan lunak.10 Sedangkan hakikat tujuan pendidikan sebagaimana digambarkan oleh M Ngalim Purwanto adalah sebagai berikut; 1. Anak harus dididik menjadi manusia susila, 2. Anak harus dididik menjadi manusia yang cakap, 3. Anak harus dididik menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air.11 Lebih spesifik kajian pendidikan Islam, menurut Ahmad D Marimba, tujuan pendidikan Islam ada 4. Di antaranya: 1. Mengakhiri usaha, 2. Mengarahkan usaha,
Bandingkan dengan HM Nasruddin Anshory Ch, ‘Bangsa Inlander’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara, Yogyakarta: LKIS, 2008. Dalam penulis yang sama HM Nasruddin Anshory Ch, Bangsa Gagal; Mencari Identitas Kebangsaan, Yogyakarta: LKIS, 2008. 11 M Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, 27-33. Tujuan pendidikan yang dirumuskan M Ngalim Purwanto tersebut lebih nampak bernuansa muatan nasionalisme. Tiga rumusan yang digambarkan di atas, merupakan tujuan pendidikan atau khususnya manusia Indonesia yang kreatif, cakap, terampil, komunikatif dan memiliki life skill yang berguna untuk dirinya pribadi, serta memiliki skill yang dapat dipergunakan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat dan bangsanya. 10
81 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan 3. Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama, 4. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.12 Menurut hemat penulis, kalau anak-anak yang tidak berpendidikan karena alasan bekerja dan tidak memiliki biaya (seperti uraian data di atas) untuk berpendidikan, maka pemerintah, pengusaha dan orang kaya, hakikatnya berhutang kepada mereka (anak tidak bersekolah). Sebab pada hakikatnya, harta yang kita miliki, sebagian terdapat hak-hak mereka, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah. Tentu, bukan hanya dalam pandang agama, dalam pandang sosiaologis-antropolpgis, kita memiliki kewajiban untuk membantu anak-anak yang berada di bawah kemampuan rata-rata tersebut. Maka dalam konteks ini, menurut hemat penulis, kita “berhutang” kepada anak-anak yang akan kita uraikan di bawah ini. Menurut sebuah data yang ditulis oleh TB Rahmat Sentika dalam kesempatan sebuah seminar nasional di Universitas Negeri Jember, ia menyebutkan data 8 Mei 2012, jumlah anak di pemasyarakatan ada 6.271 anak. 57% terkait kasus pencurian, 28% terkait narkoba, sisanya penganiayaan dan pembunuhan.13 Sedangkan penyebab anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), diantaranya; karena faktor kemiskinan, disfungsi keluarga, keanggotaan dalam gang dan pendidikan yang rendah.14 Selain itu, karena faktor sistem sosial atau sistem birokrasi yang belum Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1980, 45-46. Hal ini juga dikutip oleh Hamdani Ihsan dan A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2001. Sedangkan rumusan yang digambarkan oleh Ahmad D Marimba lebih spesifik untuk melahirkan orang-orang yang dapat bertanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungan. Hanya saja, dalam pengertian tujuan pendidikan Islam ini, Ahmad D Marimba membagi pada tujuan sementara dan tujuan akhir. Adapun tujuan akhir pendidikan Islam adalah terwujudnya kepribadian muslim. Yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam. Lihat dalam Hamdani Ihsan dan A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2001, 69. 13 Sentika, “Dedication Pro Humanitate”, Jember: Universitas Negeri Jember, 2012: 03. Makalah seminar nasional. 14 Ibid, 04. 12
|
82
Titiek Rohanah Hidayati sepenuhnya berpihak melayani atau membantu masyarakat lemah dan miskin. Saya melihat, ini adalah satu kesatuan dengan berbagai realitas sosial yang lain. Sedangkan data pada bulan Juli 2010, anak ditahan dan lapas sebanyak 6.273 orang anak. Jumlah narapidana atau tahanan 142.172 orang. Sedangkan kapasitas lapas atau rumah tahanan sebanyak 94.135. Sehingga rumah tahanan dan lapas kelebihan penghuni sebanyak 50%. Data tahun 2002, ada 4.325 anak dirumah tahanan dan penjara di seluruh Indonesia, dan 11.344 anak yang tercatat dalam statistik kriminal kepolisian sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Sedangkan tahun 2005, 3.110 anak Indonesia (95% laki-laki) berada dalam rutan dan lapas, penurunan sebesar 57% dari tahun 1999. 85.59% kasus yang diterima kepolisian diteruskan pada kejaksaan dan sekitar 80% diputuskan masuk penjara oleh pengadilan. Sedangkan dari usia pendidikan, anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) yaitu anak usia SD 30%, SMP 64% dan SMA 6%, dan anak lakilaki lebih besar daripada anak perempuan.15 Anak yang sedang bekerja dan tidak memenuhi tugas berpendidikan, maka hal itu telah merugikan diri sendiri dan bangsanya. Anak yang merupakan simbol sebuah bangsa, selalu menjadi ikon perkembangan bangsa dimasa selanjutnya. Kita saja dapat menilai, jika jutaan anak di neegri ini yang tidak bersekolah hanya karena alas an bekerja, dan sudah berapa SDM yang dikorbankan oleh negeri ini, hanya karena alasan meemnuhi kebutuhan hidupnya. Out Put Pendidikan untuk Bangsa Belajar dari sejarah Negara ini di masa lalu, dana jutaan dolar yang disalurkan CIA kepada Masyumi dan PSI pada pertengahan tahun 1950-an adalah faktor yang mempengaruhi peristiwa-peristiwa 15
Ibid, 05-06. Menurut hemat penulis, fakta-fakta tersebut menjadi sangat menarik jika kita urai pemaparan HM Nasruddin Anshory Ch, Rekonstruksi Kekuasaan; Konsolidasi Semangat Kebangsaan, Yogyakarta: LKIS, 2008. Bandingkan juga dengan tulisannya yang lain HM Nasruddin Anshory Ch, Pendidikan Berwawasan Kebangsaan; Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme, Yogyakarta: LKIS, 2008.
83 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan tahun 1965, ketika bekas anggota PSI yakni Syam Komaruzzaman, yang diduga kuat sebagai otak perencana Gestapu, dan para perwira yang cenderung kepada PSI-terutama Soeharto dan Sarwo Edhi yang terkemuka dalam merencanakan dan melaksanakan respon anti PKI terhadap gestapu.16 Bantuan AS untuk Angkatan Darat (AD) di Indonesia mencapai 39,5 juta dolar dalam empat tahap 1962-1965 dengan puncaknya pada tahun 1962 sebesar 16,3 juta dolar. Mahasiswa Indonesia dirasuki melalui kekuatan-kekuatan Islam transnasional, pendanaan yang sungguh luar biasa, jaringan kaderisasi yang menguat, dan mazhab-mazhab Islam kosmopolitan.17 Perhatikan pemberian beasiswa asing terhadap mahasiswa Indonesia, juga kepada pesantren dan ormas-ormas di Indonesia. Pada abad 16 hingga akhir penjajahan tahun 1945, Islam Indonesia belajar tentang Islam kepada guru Islam, dosen Islam, dan di negara Islam. Setelah itu, bantuan mengucur luar biasa, untuk belajar Islamic Studies ke eropa. Perhatikan dalam Abdurrahman Mas’ud,18 data tentang Indonesia diangkut ke luar negeri melalui kreatifitas anak-anak negeri Indonesia. Melalui Azyumardi Azra, Amin Abdullah, Fauzan Shaleh, Ulil Abshar Abdalla dan sebagainya. Pembacaan lain, adanya konspirasi Eropa dengan gerakan dunia Islam ala Wahhabi, dapat kita lihat dalam buku karya Nur Khalik Ridwan.19 Paling mudah kita pahami, Indonesia merdeka tahun 1945, ternyata masih banyak mengabaikan generasi masa depan negerinya sendiri. UU RI No 04 tahun 1950/ 1954 dan UU RI No 02 tahun 1989 serta UU RI No 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, dalam pembacaan kami, ternyata belum mampu membebaskan negeri ini dari keterasingan si miskin untuk berpendidikan. Peter Dale Scott, Amerika Serikat dan Penggulingan Sukarno 1965-1967, Depok: Vision 03, 2007, 22. 17 Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam, Jakarta: The Wahid Institute, The Maarif Institute dan Yayasan Bhinnika Tunggal Ika, 2009. 18 Abdurrahman Mas’ud, Tradisi Intelektual Pesantren, Yogyakarta: LKIS, 2006. 19 Nur Khalik Ridwan, Doktrin Wahhabi, dan Benih-Benih Radikalisme Islam (jilid I), dan Perselingkuhan Wahhabi, dalam agama, bisnis, dan kekuasaan (jilid II), serta Membedah Ideologi Kekerasan Wahhabi (jilid III), Yogyakarta: Tanah Air, 2009. 16
|
84
Titiek Rohanah Hidayati Sebagian sarjana kita, bangga menjual karyanya ke negara lain, ketimbang negara sendiri, karena alasan di negeri sendiri tidak dihargai dan tidak dapat berkembang dan dengan setumpuk alasan. Sebenarnya alas an semacam itu harus dihilangkan. Sebab jika tidak, maka tidak aka nada yang berkarya untuk negeri ini. Yang diharapkan oleh bangsa ini, kita menjadi sarjana, menjadi master, menjadi doktor menjadi profesor, untuk memajukan peninggalan leluhur pejuang kemerdekaan 1945.20 Kalau IMF, Bank Dunia dan WTO didirikan untuk menolong warga dunia yang lemah dan miskin, seharusnya kepemimpinannya tidak dipegang oleh orang-orang AS dan Eropa. Demikian pula dengan PBB dan lain sebagainya.21 Jika pada zaman revolusi fisik, upaya imperialisme dilakukan melalui penyerbuan fisik, kini upaya tersebut dilakukan melalui infiltrasi modal asing dan penguasaan asset industri.22 Penerapan developmentalisme sebagai kebijakan di negara-negara berkembang menyebabkan perusahaan-perusahaan besar negara kapitalis, memiliki kesempatan mengembangkan usahanya di negara berkembang secara bebas, sehingga muncul MNC dan TNC. Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan Prof. Mukti Ali pernah menyampaikan, keluarga adalah miniatur negara. Jika ingin melihat kualitas sebuah negara dapat dilihat kualitas bangunan keluarga dalam negara tersebut. Jika pembangunan kualitas keluarganya baik, maka efeknya secara besar, negara akan baik, demikian juga seterusnya. Pandangan yang lain sebagaimana ditulis oleh Roqib, ia menguraikan sebagai berikut ini; Keluarga sebagai institusi atau lembaga pendidikan (non formal) ditunjukkan oleh hadist nabi yang menyatakan bahwa keMahfud MD, Gus Dur: Islam, Politik dan Kebangsaan,Yogyakarta: LKIS, 2010. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa (jilid 1), Yogyakarta: Pesantren Nawesea, 2009. 22 Hasyim Wahid, dkk, Telikungan Kapitalisme Global, Yogyakarta: LKIS, 2009. 20 21
85 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan luarga merupakan tempat pendidikan anak paling awal dan memberikan warna dominan bagi anak. Sejak anak dilahirkan, ia menerima bimbingan kebaikan dari keluarga yang memungkinkannya berjalan di jalan keutamaan sekaligus bisa berperilaku di jalan kejelekan sebagai akibat dari pendidikan keluarga yang salah. Kedua orang tuanyalah yang memiliki peran besar untuk mendidiknya agar tetap dalam jalan yang sehat dan benar.23 Sedangkan menurut KH. Abdul Muchith Muzadi, “keluarga atau rumah tangga, mempunyai peran strategis bagi upaya mempersiapkan SDM yang berkualitas”. Ada tiga hal yang cukup berpengaruh dalam pembentukan kualitas SDM generasi masa depan yang berbobot, unggul, cakap, beriman dan bertaqwa. Hal itu di antaranya; 1) individu penghuni rumah tangga, 2) rumah tangga itu sendiri dan 3) lingkungan masyarakat.24 Cakap, berbobot, bukan hanya pada satu segi saja. Tapi cakap, berbobot tersebut dilihat dari berbagai segi. Untuk sampai pada kualitas yang baik, maka harus dilalui jalur pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Dalam bab I ketentuan umum pasal I ayat (1), di jelaskan mengenai arti pendidikan, yaitu: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepri-
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif, Yogyakarta: LKIS, 2011, 123. 24 Abdul Muchith Muzadi, Pendidikan Dalam Keluarga, Jember: Sumam Kalijaga, 1998:11. (terbit hanya untuk kalangan sendiri). Kembali mencermati informasi lokal, menurut salah satu sumber, Kabupaten Jember sendiri kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung mengalami peningkatan secara fluktuatif, tahun 2005 lalu sebanyak 85 kasus, pada tahun 2006 sebanyak 87 kasus, dan tahun 2007 sebanyak 137 kasus. Namun pada tahun 2008 lalu mengalami penurunan menjadi 93 kasus dan tahun 2009 hanya 86 kasus (beritajatim.com/ Selasa, 23 Februari 2010 14:17:46 wib). 23
|
86
Titiek Rohanah Hidayati badian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".25 Menurut hemat penulis, apa yang disampaikan oleh kiai yang mendapat julukan “kamus NU” tersebut, sangat sederhana, namun dampaknya luar biasa. Kiai Muchith menilai, keluarga sebagai markas kehidupan bagi suami, istri dan anak serta para cucu, menjadi ruang yang paling strategis untuk mendidik anggota keluarga agar menjadi lebih baik dan bermartabat. Banyak orang tidak menyadari, bahwa lingkungan keluarga yang merupakan pusat terinti dilaksanakannya pendidikan. Terutama nilai-nilai pendidikan yang sifatnya sederhana, namun dampaknya dalam relasi sosial sangat Nampak. Misalkan, bagaimana bersosialisasi dengan orang lain, melaksanakan tanggung jawab, memenuhi tugas, hak dan kewajiban dan sebagainya. Nah semua itu diajarkan di dalam pendidikan keluarga. Selain itu, pendidikan di dalam keluarga juga mengenal yang namanya system evaluasi kerja. Jika salah satu anggota keluarga keluar dari jalur atau norma-norma kemasyarakatan, maka anggota keluarga dimaksud akan memberikan control terhadap yang bersalah tersebut. oleh karenanya, disinilah letak strategis pendidikan dalam keluarga. Kita dapat membayangkan, seandainya setiap kepala keluarga menilai bahwa lingkungan keluarganya sebagai tempat pendidikan yang sangat baik untuk menyemai generasi bangsa yang lebih baik, maka betapa hebatnya konsep kiai Muchith tersebut. Karena masalah moralitas, kebodohan dan keterbelakangan pada bangsa ini, mampu diselesaikan dari barisan-barisan keluarga sebagai penunggak bangsa.26 25 26
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Lihat Jawa Pos bulan September 2012 beberapa waktu yang lalu, demikian dengan beberapa media televise, melansir berita tentang tauran antar remaja/ peserta didik setingkat SLTA, ternyata perilaku a moral semacam itu, tidak dapat serta merta menyalahkan pihak sekolah dan guru, yang kadang kala selalu dipojokkan sebagai pihak yang kurang berhasil dalam melaksanakan pendidikan. Menurut hemat penulis, pusat terintinya adalah pendidikan keluarga. Jika keluarga mampu membe-
87 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan Keluarga, secara nyata menjadi barisan yang paling terdepan untuk menyelamatkan negeri ini dari berbagai kecelakaan sosial. Pemegang kunci utama dalam kehidupan berbangsa bernegara adalah barisan keluarga. Sementara di dalam keluarga sendiri, pemegang kunci kemenangan dan sekaligus kekalahan adalah suami atau istri. Jika kedua belah pihak berkomitmen untuk memenangkan permainan hidup, maka insyaallah berbagai permainan dalam hidup dapat dikalahkan. Namun sebaliknya, jika kedua belah pihak tidak mampu menjalin kerjasama yang baik, maka sudah jelas kita akan kalah sebelum menghadapi peperangan yang lebih besar. Ada beberapa rumus kemengan dalam hidup ini, yang telah diajarkan oeh para pemenang permainan kehidupan di masala lalu. Yaitu, pertama, membaca Al Qur’an dan mencermati maknanya. Kedua, sholat tahajud beserta dengan dzikirnya. Ketiga, memilih orang-orang sholeh sebagai teman dan kawan. Keempat, memperbanyak dzikir di malam hari, dan kelima, menahan rasa lapar dan selalu berlatih hidup apa adanya, agar dapat merasakan kesusahan yang di alami oleh orang lain.27
rikan penddiikan yang baik, maka hal itu tidak akan terjkadi. Menurut pembacaan penulis, hal itu lebih diakibatkan oleh pendidikan dalam keluarga yang belum terpenuhi dengan baik untuk memperbaiki perilaku peserta didik. Tentunya, banyak pihak abash saja melihat dari berbagai sudut pandang dan kemungkinan. Namun, bagi penulis, hal itu merupakan standar dasar dalam melihat kenakalan remaja yang marak terjadi di negeri ini. Selain itu lihat sebagai perbandingan teori dalam Hasballah M Saad, Perkelahian Pelajar; Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta: Galang Press, 2003. 27 Pandangan-pandangan di atas, merupakan konsepsi yang dibangun oleh tokohtokoh intelektual pesantren pada sekitar 1920-an yang silam. Akan tetapi, pandangan-pandangan tersebut merupakan upaya membukan konsepsi Al Qur’an dan Al Hadist di dalam masyarakat. Sebagimana diuraikan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21 “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepada-Nya dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang yang sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Juga terdapat dalam hadist nabi “ada empat hal yang menjadi bagian dari kebahagiaan seseorang, yaitu: istrinya sholihah (suami sholeh), anak-anaknya baik, kumpulannya baikbaik, rizkinya ada di kotanya (tidak perlu sering berpisah dengan keluarga dalam jangka waktu lama)”.
|
88
Titiek Rohanah Hidayati Intinya, kata kiai Abdul Muchith Muzadi, untuk memperbaiki masalah-masalah sosial pendidikan di negeri ini, khususnya yang berbicara tentang masa depan anak, maka keluargalah sebagai kunci utama dan sasarannya. Karena kelurga itulah sebagai miniatur Negara kecil yang dinahkodai seorang suami. Maka perbaikilah Negara yang kecil-kecil itu terlebih dahulu. Semoga menjadi renungan dan menjadi jalan kemaslahatan anak-anak Indonesia. Pemenang kehidupan adalah orang yang tetap sejuk di tempat yang panas, yang tetap manis ditempat yang begitu pahit, yang tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar, yang tetap tenang di tengah badai yang paling hebat, serta tetap mengandalkan Allah dalam segala urusan. Penutup Setelah membaca fenomina sosial tentang anak di atas, maka untuk para orang tua, hendaknya sadar untuk membimbing putraputrinya pada jalan yang lurus dan benar. Jangan manjakan mereka, oleh karena semuanya hanyalah titipan dan ujian dari Allah SWT., jangan biarkan mereka tidak terarah, karena kelak para orang tua yang akan dimintai pertanggung jawabannya. Anak Indonesia, merupakan aset terbesar dalam menciptakan perubahan menuju arah yang positif oleh negeri ini. Mereka harus didik dengan benar dan baik, untuk melahirkan out put pemimpin bangsa yang berani secara totalitas mengawal dan meembenahi bangsanya. Kita tidak mungkin berharap dari Negara lain utnuk memperbaiki negeri ini. Nah satu-satunya jalan yang harus dilakukan adalah memerbaiki kualitas generasi muda menuju arah yang lebih humanis dan religius. Jangan lepaskan mereka, sehingga perbuatannya tidak terkontrol. Jangan biarkan mereka menjadi asing terhadap dirinya sendiri, sehingga ia akan lupa pada nasab-nya. Jangan biarkan ia lupa akan agamanya, sehingga ateisme akan mengisi kekosongan dalam jiwanya. Jangan biarkan ia lupa kepada Al-Qur’an sebagai teman sejatinya, sehingga minuman keras dan norkoba tidak menghantuinya.
89 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan Jangan biarkan dia tidak berpendidikan, sehingga orang yang usil tidak menjadikannya sebagai budak. Jangan biarkan ia berkawan dengan Syetan, karena ia membawa kepada kegelapan dan jurang yang paling dalam. Anak-anak yang terlibat dalam free seks, tawuran dan semacamnya merupakan anak-anak yang kurang mendapatkan asupan “gizi” moral dalam kehidupan keluarganya. Sehingga, perilaku yang ditimbulkan oleh perbuatan anak menjadi perilaku yang tidak umum dilakukan. Hal ini sebenarnya wajar dalam setiap perkembangan anak, namun menjadi tidak wajar jika sudah melewati batas. Daftar Pustaka Al Qur’an Al Karim Al Ma’un: 1-6 Anshory Ch, HM Nasruddin, ‘Bangsa Inlander’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara, Yogyakarta: LKIS, 2008. _____________, Bangsa Gagal; Mencari Identitas Kebangsaan, Yogyakarta: LKIS, 2008. _____________, Pendidikan Berwawasan Kebangsaan; Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme, Yogyakarta: LKIS, 2008. _____________, Rekonstruksi Kekuasaan; Konsolidasi Semangat Kebangsaan, Yogyakarta: LKIS, 2008. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa (jilid 1), Yogyakarta: Pesantren Nawesea, 2009. Emka, Moammar, Jakarta Undercover #3; Forbidden City, Jakarta: Gagas Media, 2007. _____________, Jakarta Undercover; Sex in the City, Yogyakarta: Galang Press, 2005. Fadjar, A. Malik, Pendidikan, Agama, Kebudayaan dan Perdamaian, Malang: UIN Maliki, 2004.
|
90
Titiek Rohanah Hidayati http://www.suarapembaruan.com. Diunduh pada 2 Oktober 2012. http://www.suarapembaruan.com. Diunduh pada 2 Oktober 2012. Ihsan, Hamdani dan A Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2001. Jawa Pos (10-15 September 2012). Mahfud MD, Islam, Demokrasi dan Gus Dur,Yogyakarta: LKIS, 2010. Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Al Ma’arif, 1962. Mas’ud, Abdurrahman, Tradisi Intelektual Pesantren, Yogyakarta: LKIS, 2006. Noer, Deliar, Islam, Pancasila dan Asas Tunggal, Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983. Pedoman oprasional pelaksanaan kegiatan pengurangan pekerja anak, Jakarta: Kemenakertrans RI, 2012. Pedoman pendampingan bagi pendamping dan tutor pelaksana kegiatan PPA PKH, Jakarta: Kemenakertrans RI, 2012. Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Rosda, 2007. Ridwan, Nur Khalik, Doktrin Wahhabi, dan Benih-Benih Radikalisme Islam (jilid I), Yogyakarta: Tanah Air, 2009. ________________, Membedah Ideologi Kekerasan Wahhabi (jilid III), Yogyakarta: Tanah Air, 2009. ________________, Perselingkuhan Wahhabi, dalam agama, bisnis, dan kekuasaan (jilid II), Yogyakarta: Tanah Air, 2009. Roqib, Moh, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKIS, 2011. Saad, Hasballah M, Perkelahian Pelajar; Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta: Galang Press, 2003.
91 | Volume 5. No. 01. Maret 2013
Masa Depan Pendidikan Anak Indonesia antara Harapan dan Tantangan Sumber lain head line news, Metro TV, 14/04/2012-jam 17:04. Wahid, Abdurrahman, Ilusi Negara Islam, Jakarta: The Wahid Institute, The Maarif Institute dan Yayasan Bhinnika Tunggal Ika, 2009. Wahid, Hasyim dkk, Telikungan Kapitalisme Global, Yogyakarta: LKIS, 2009.
|
92