PAPUA DAN INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI:
Marjinalisasi dan Afirmasi Oleh: Simon P. Morin
Seminar Akhir Tahun Tim Kajian Papua P2 Politik LIPI dan Jaringan Damai Papua (JDP) ”Integrasi Sosial Ekonomi, Sosial Budaya dan Sosial Politik Papua ke Indonesia: Tinjauan Akademik” Auditorium LIPI, Lantai 2 | Kamis, 18 Desember 2014
PAPUA DI ERA KOLONIAL 1602 - 1945 y Merupakan bagian dari kerajaan dagang VOC dan
wilayah Hindia Belanda yang tidak diperhatikan sama sekali karena tidak menguntungkan secara ekonomis baik bagi VOC maupun pemerintah kolonial; y Jumlah penduduknya sedikit, masih pada tahap perkembangan pra-moderen dan tidak bersahabat; y Kemajuan sosial di Papua adalah hasil pekerjaan misi Kristen (1855) di bagian utara dan misi Katolik di bagian selatan Papua (1905) di Merauke; y Tidak ada kemajuan ekonomi (Papua – Bumi yang dilupakan – Het vergeten aarde)
PAPUA DI ERA KOLONIAL 1945 – 1963 (lanjutan) 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka tanpa Papua; y Belanda mendorong Papua ke arah berbeda (right of self-determination); y Sejumlah kemajuan diperkenalkan di kota kota pantai (pendidikan, kesehatan dan pembangunan infra-struktur terbatas); y 70% penduduk asli masih terisolir di Pegunungan Tengah dan baru mulai disentuh oleh misi Kristen dan Katolik pada awal tahun 1950-an; y
PAPUA DI ERA KOLONIAL (lanjutan) 1945 - 1963 y Perdagangan dikuasai sejumlah pedagang
Tionghoa; y Ekonomi Papua bergantung dari import; y Pekerjaan kontraktor ditangani Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah dan sejumlah kontraktor Belanda; y Penduduk asli baru diperkenalkan kepada tahapan mengumpul hasil bumi seperti pala, kulit kayu masohi, getah damar, kopra, teripang, kulit buaya dll. dan transaksi dengan pedagang Tionghoa sebagian besar dilakukan dengan barter untuk kebutuhan sehari-hari;
PAPUA DI ERA KOLONIAL (lanjutan) 1945 - 1963 y Penduduk asli Papua belum mengenal
ketrampilan berusaha; y Terdapat dualisme ekonomi – tradisional vs moderen/pasar tanpa saling mengintervensi wilayah masing-masing; y Pasar tradisional di kota kota diadakan seminggu sekali pada hari Sabtu dan hanya untuk masyarakat lokal; y Pada pertengahan tahun 1950-an Belanda memperkenalkan tanaman kakao di Yapen (Serui) dan Genyem (Jayapura) sebagai komoditi perkebunan untuk tujuan eksport dan tanaman tebu di Merauke.
PAPUA DI ERA KOLONIAL (lanjutan) 1945 - 1963 y Kepentingan dan kebutuhan ekonomi penduduk
asli dan kepentingan dan kebutuhan ekonomi orang Belanda (19.000 orang) tidak sama; y Orang Belanda tidak berkepentingan menguasai tanah atau peluang ekonomi yang ditekuni penduduk asli Papua; y Tercipta suatu pola hubungan yang tidak membuat penduduk asli terdesak; y Semua kebutuhan berupa sandang pangan tersedia serta pelayanan pendidikan dan kesehatan di berikan dengan cuma-cuma.
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 - sekarang y Tanggal 1 Mei 1963 Papua secara de facto dikembalikan ke
y
y y
y
Indonesia berdasarkan New York Agreement 15 Agustus 1962. Masa bulan madu di bawah Presiden Soekarno berlangsung dua tahun (1963 – 1965) membuat penduduk asli Papua tidak menyadari akan datangnya masa-masa sulit; Ratusan putera/puteri Papua dikirim ke Pulau Jawa mengikuti berbagai pendidikan dan latihan; Diterapkan karantina politik membatasi penduduk dari daerah lain masuk ke Papua sehingga menciptakan rasa aman dan nyaman semu bagi penduduk asli; Dibentuk Sekretariat Koordinator Irian Barat untuk menangani masalah-masalah Papua secara khusus;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Tahun
1965 terjadi peralihan rezim dan Papua memasuki era baru di bawah Presiden Soeharto; y Upaya memenangkan Pepera tahun 1969 dilakukan dengan pendekatan keamanan dan operasi militer yang menyebabkan jatuhnya korban di kalangan penduduk asli; y Pengalaman manis di era Soekarno di ganti dengan masa penderitaan yang tak terbayangkan sebelumnya;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Pepera terlaksana pada tahun 1969 dan
Papua secara de facto dan de jure menjadi bagian dari Indonesia; y Pendekatan keamanan berkelanjutan sehingga rakyat Papua tidak memiliki masa yang normal untuk berbenah diri; y Pada tahun 1970 pemerintah melaksanakan Pembangunan Nasional secara terencana melalui Repelita; y Politik karantina dicabut dan Papua menjadi daerah terbuka;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Kebutuhan pembangunan yang terus meningkat
menarik migran yang mempunyai berbagai skill dari seluruh pelosok Indonesia ke Papua; y Pemerintah juga menyelenggarakan program transmigrasi untuk menanambah jumlah penduduk dengan alasan agar terjadi transfer of knowledge dan tumbuhnya pusat-pusat produksi yang menggairahkan ekonomi daerah; y Terjadi arus masuk penduduk dari luar yang deras dan terjadi semacam “silent take over” atas berbagai peluang ekonomi yang tercipta;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Penduduk asli Papua yang tidak memiliki
ketrampilan berusaha mulai tersisih karena tidak siap untuk mengambil manfaat dari pembangunan yang berlangsung di daerahnya; y Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan pendekatan politik dan keamanan yang begitu dominan dan tidak ada usaha yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk melindungi dan memperkuat penduduk asli di bidang ekonomi;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Seluruh lapisan dunia usaha mulai dari
kontraktor dan distributor besar dan menengah serta usaha kecil di pasar-pasar dikuasai para migran yang memang sudah siap dari daerah asal; y Penduduk asli hanya penjual pinang dan bahan makanan lokal di emper-emper pasar; y Proses marjinalisasi ini terus berlangsung di era Orde Baru selama 30 tahun sehingga menciptakan rasa kecewa dan sakit hati yang mendalam di kalangan penduduk asli Papua;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA
1963 – sekarang (lanjutan) y Pada tahun 1998 tiba masa reformasi ditandai
dengan lengsernya Jenderal Soeharto ; y Penduduk asli Papua bangkit dan menyatakan ketidakpuasannya yang diekspresikan dengan cara menuntut pemisahan diri; y MPR-RI melalui TAP MPR No.IV tahun 1999 membuka ruang untuk pemberian status otonomi khusus dan lahirlah Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang diharapkan menjadi platform untuk perbaikan kondisi dan posisi rakyat Papua yang termarjinalisasi dalam berbagai bidang khususnya bidang ekonomi;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Ternyata niat baik dari undang-undang tersebut
dalam implementasinya tidak menyentuh akar permasalahannya; y Ada tambahan dana yang luar biasa melalu OTSUS namun akar permasalahan tetap tidak terselesaikan karena dana tersebut tetap jatuh ke tangan para pengusaha yang bukan penduduk asli dan mengalir keluar Papua; y Ketidak puasan penduduk asli terus berlanjut dan bahkan UU OTSUS pernah diusulkan dua kali melalui Majelis Rakyat Papua untuk dikembalikan kepada pemerintah;
PAPUA DI ERA INTEGRASI DENGAN INDONESIA 1963 – sekarang (lanjutan) y Pertanyaan yang timbul: Apa yang salah dengan OTSUS? y OTSUS tidak didukung dengan aturan-aturan untuk
mengimplementasikannya sesuai semangat yang terkadung di dalamnya yaitu afirmasi kepada penduduk asli Papua; y Banyak pejabat pemerintah baik di pusat maupun daerah tidak tahu atau tidak mau tahu menahu tentang implementasi OTSUS; y Otsus hanya dianggap sebagai kebijakasanaan untuk menambah aliran dana dari pusat ke Papua dan ada proyek-proyek baru; y Tidak ada upaya-upaya yang sungguh baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk membuat OTSUS menjadi kebijaksanaan yang berhasil mensejahterakan penduduk asli Papua;
KESIMPULAN y Penduduk asli Papua memang tidak siap secara kultural
dan teknis untuk menghadapi masa depan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya; y Sejarah penjajahan yang panjang mengabaikan mereka dalam pusaran perobahan dunia sehingga mereka mengalami apa yang disebut filsuf Inggris Whitehead “a penalty of being late”hukum keterlambatan. y Proses integrasi yang menimbulkan banyak masalah lebih banyak didekati dari sisi keamanan dan politik sehingga mengabaikan pendekatan ekonomi yang mestinya dapat menyelesaikan persoalan politik. y Kedepan dibutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk mengevaluasi kegagalan yang ada dan merumuskan kebijakan ekonomi yang dapat memampukan orang asli Papua membangun masa depannya dengan lebih baik.
PENUTUP y Demikianlah beberapa catatan dari saya pada
acara refleksi tahunan LIPI tentang Papua. Jakarta, 18 Desember 2014 Simon Patrice Morin