Marine Protected Areas Governance edisi #8, 2014
Capaian MPAG Januari - Maret 2014
PENGANTAR MPAGNews edisi ke-8 ini secara singkat menjabarkan sejumlah capaian selama periode Januari-Maret 2014. Hasil mengesankan yang patut dicatat dalam Komponen 1 di antaranya adalah jumlah pengunjung situs web Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI) yang hingga Maret 2014 sudah mencapai lebih dari satu juta. Status terkini tingkat efektivitas pengelolaan kawasan-kawasan konservasi perairan (KKP) di Indonesia yang disimpan dalam basis data Direktorat KKJI pun dapat dilihat di situs web ini (silakan kunjungi http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/ status-ekkp3k-2013). Yang tidak kalah pentingnya adalah diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan tentang Jejaring Kawasan Konservasi Perairan No. 13/ PERMEN-KP/2014 pada tanggal 19 Maret 2014. Permen ini adalah buah dari kolaborasi yang baik antara pemerintah dan MPAG beserta para mitranya yang dimulai sejak tahun 2012. Sejak 2012, MPAG memberikan dukungan teknis melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) dalam rangka penyelesaian Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) 718, yang meliputi Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur. Pada tanggal 18 Februari 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) meluncurkan dokumen ini bersamaan dengan peluncuran indikator EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management/ Pendekatan Ekosistem bagi Pengelolaan Perikanan). Sementara dalam Komponen 2, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan Taman Nasional Laut Sawu melalui Keputusan Menteri (Kepmen) No. 5/KEPMENKP/2014. Kepmen tentang KKP Nusa Penida juga sudah ditandatangani (No. 24/KEPMEN-KP/2014). Diterbitkannya keputusan ini menandakan bahwa efektivitas pengelolaan KKP Nusa Penida sudah hijau sepenuhnya (100%). Untuk membantu pemerintah mencapai target terkelolanya KKP secara efektif di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), MPAG akan menugaskan tenaga ahli penuh waktu untuk melakukan pendampingan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa, dan Sumbawa Barat guna menaikkan status efektivitas pengelolaan KKP mereka. Sementara itu, untuk mencapai target luasan KKP, cara yang sama – yaitu menugaskan tenaga ahli penuh waktu –juga diterapkan MPAG di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan membentuk kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) Provinsi, yang kawasannya melintasi tiga kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kota Kendari. Satu kabupaten yang akan membentuk KKP-nya sendiri, yaitu Kabupaten Muna, juga dibantu dengan cara ini.
RAGAM
Pendanaan Berkelanjut Pengelolaan Kawasan K oleh: Rony Megawanto Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) membutuhkan dana yang cukup besar dan sumber dana yang berkelanjutan. Rata-rata biaya yang dibutuhkan sebanyak 7,75 dolar AS per hektare atau untuk 20 juta hektare, dibutuhkan 1,5 triliun rupiah per tahun (Balmford dkk. 2007). Kelompok Kerja Pendanaan Berkelanjutan yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K) memperkirakan kebutuhan biaya untuk pengelolaan KKP seluas 15,7 juta hektare pada waktu ini mencapai 225 miliar rupiah per tahun. Sementara ketersediaan anggaran dari APBN, APBD, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai pelaksana program donor hanya sekitar 75 miliar rupiah per tahun. Artinya, terdapat kekurangan anggaran sebesar 150 miliar per tahunnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendanaan berkelanjutan bagi pengelolaan KKP di Indonesia masih perlu dibangun agar jumlah dan ketersediaan dana yang memadai dalam jangka panjang dapat dipastikan.
Pembangunan pendanaan berkelanjutan setidaknya menyangkut dua hal, yaitu mekanisme pendanaan (financing mechanism) dan institusi pendanaan (financing vehicle). Keduanya perlu dibangun pada tingkat nasional dan pada tingkat kawasan oleh pemerintah daerah. Demikian pula keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, baik di antara satuan kerja pemerintah, swasta maupun pihak lain, merupakan keharusan sebagai bagian dari pengelolaan kolaboratif suatu kawasan. Pada tingkat nasional, perlu dirancang dan dibakukan sebuah mekanisme yang memungkinkan para pemangku kepentingan berkontribusi untuk mencukupi biaya pengelolaan suatu kawasan. Salah satu gagasan yang dapat ditindaklanjuti adalah pelibatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), melalui kontraktor bagi hasil yang beroperasi di seluruh Indonesia, terutama yang berdekatan dengan kawasan konservasi. Dalam setiap blok migas (minyak atau gas bumi) yang dikelola, terdapat anggaran untuk program pengembangan masyarakat dan Program Penunjang Operasi. Kedua program tersebut dapat diusulkan oleh pengelola kawasan konservasi dan kontraktor migas kepada SKK Migas berdasarkan Rencana Pengelolaan yang sudah disusun. Melalui mekanisme ini, biaya pengelolaan ditanggung sebagian oleh SKK Migas dan kontraktornya dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari Rencana Pengelolaan. Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Anambas sudah memulai mekanisme ini melalui ’pernyataan bersama’ untuk mendukung percepatan implementasi rencana pengelolaan dan zonasi KKPN Anambas yang ditandatangani oleh SKK Migas, Direktur KKJI, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau, Bupati dan Ketua DPRD Kepulauan Anambas, dan Conservation International (CI). Pada tingkat nasional, upaya ini perlu diperluas sehingga mencakup seluruh blok migas yang bersinggungan dengan KKP. Pelibatan SKK Migas dan kontraktor migas melalui perjanjian kerja sama perlu
2
tan bagi Konservasi Perairan dilembagakan untuk dijadikan model bagi pelibatan pihak lain seperti perusahaan wisata, perikanan, dan lainnya guna memenuhi kebutuhan biaya pengelolaan KKP terkait. Pada tingkat daerah, mekanisme pendanaan yang perlu dibangunadalah koordinasi perencanaan anggaran kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk mencukupi biaya pengelolaan. Misalnya untuk kebutuhan infrastruktur kawasan, perlu dianggarkan pada Dinas Pekerjaan Umum. Demikian juga komponen pemanfaatan untuk wisata, dapat dianggarkan pada Dinas Pariwisata. Komponen lain seperti pemberdayaan masyarakat pesisir dapat dianggarkan pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dan seterusnya. Dengan kata lain, pengelolaan kawasan bukan hanya menjadi tanggung jawab anggaran Dinas Kelautan dan Perikanan, melainkan juga tanggung jawab semua SKPD dan pemangku kepentingan terkait. Untuk merealisasikan hal ini, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mengoordinasikan dan memastikan sinkronisasi penganggaran oleh SKPD lain yang terkait selain Dinas Kelautan dan Perikanan. Potensi pendanaan lainnya adalah pemanfaatan kawasan untuk industri wisata. Pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah (Pemda) dapat menjadi sumber dana pengelolaan melalui mekanisme penganggaran daerah. Mekanisme pengalokasian pendapatan dari sektor wisata, yang umumnya dikelola oleh Dinas Pariwisata untuk pendanaan pengelolaan kawasan, masih perlu dipastikan melalui penerbitan peraturan daerah (Perda). Untuk institusi pendanaan, pada waktu ini peraturan perundangundangan menyediakan dua wahana lain yang dapat digunakan, yaitu Lembaga Wali Amanat (Trust Fund) dan Badan Layanan Umum (BLU). Lembaga Wali Amanat (LWA) diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian. Perpres ini menjelaskan bahwa LWA adalah organisasi yang dibentuk oleh kementerian/lembaga untuk mengelola Dana Perwalian sesuai dengan kewenangan yang disepakati dalam Perjanjian Hibah. Dana Perwalian yang dimaksud adalah dana hibah yang diberikan oleh satu atau beberapa pemberi hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. LWA terdiri atas Majelis Wali Amanat (MWA) yang diketuai oleh pemerintah dan Pengelola Dana Amanat (PDA). MWA dalam hal ini dipersamakan dengan Satuan Kerja (Satker) yang bertindak sebagai pengarah program dan untuk menetapkan PDA. PDA sendiri mempunyai tugas utama untuk menangani administrasi dan keuangan Dana Perwalian sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan administrasi dan keuangan yang disepakati dalam Perjanjian Hibah. Kriteria penting dalam pembentukan LWA adalah komitmen awal dari pemberi hibah dalam pembentukannya. Dalam pelaksanaannya, LWA dapat menyalurkan dana yang diterima untuk kegiatan yang diusulkan oleh unitkerja kementerian/lembaga, Pemda, LSM, dan masyarakat.
Foto © Marthen Welly/CTC
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa semata-mata mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa BLU merupakan paradigma baru dalam pengelolaan keuangan sektor publik, yaitu dengan mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government), dimanapelayanan kepada masyarakat dikelola secara bisnis agar lebih efisien dan efektif. Melalui BLU, pengelola dapat mempekerjakan staf, bukan hanya mereka yang Pegawai Negeri Sipil (PNS), melainkan juga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, melalui BLU ini, bantuan dari pihak lain dapat dikelola secara langsung. Dengan karakteristik pelayanan tersebut, maka pengelolaan KKP memenuhi syarat substantif untuk menggunakan pola pengelolaan keuangan BLU sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLU Daerah (BLUD). Persyaratan substantif adalah pelayanan umum untuk menghasilkan barang/jasa semipublik (quasipublic goods). Persyaratan lain untuk menerapkan BLUD adalah persyaratan teknis dan administratif. Persyaratan teknis terpenuhi apabila kinerja pelayanan layak dikelola dan kinerja keuangannya sehat sedangkan persyaratan administratif mencakup dokumen pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat, pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar pelayanan minimal, laporan keuangan pokok atau prakiraan/ proyeksi laporan keuangan, dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Saat ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat adalah Pemkab yang dianggap paling serius mengarahkan pengelolaan kawasan konservasi menggunakan pola BLUD disamping KKPD Sumbawa yang merencanakan pembentukannya pada tahun 2016. Untuk lebih meningkatkan pemahaman tentang pelaksanaan pola pengelolaan BLUD, Pemkab Raja Ampat bahkan telah melakukan studi banding ke Kebun Binatang Ragunan yang merupakan Taman Margasatwa ex-situ yang dikelola dengan pola BLUD oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Semoga pengembangan mekanisme pendanaan dan kelembagaan dapat diwujudkan untuk memberikan energi baru bagi pembangunan pendanaan berkelanjutan bagi KKP di Indonesia.
Pada tingkat daerah, unit pengelola kawasan yang berbentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dapat mengadopsi sistem Badan Layanan Umum (BLU). Dasar hukum BLU adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menurut Undang-Undang ini, BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
Edisi #8, 2014 –
3
KOMPONEN 1 Pembentukan Sistem KKP Nasional
“
Foto © Dissy Ekapramudita/CI
MPAG juga membantu penyusunan RPP 718 sebagai prioritas Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). RPP ini oleh DPJT dijadikan RPP pilot.
sa
Penguatan Kelembagaan
Pengembangan Peraturan Menteri tentang KKP
Dukungan diberikan kepada Kelompok Kerja (Pokja) Nasional EAFM dalam mengintegrasikan aspek-aspek konservasi ke dalam pengelolaan perikanan. MPAG melanjutkan dukungannya kepada pemerintah melalui pemberian bantuan teknis kepada Direktorat Sumberdaya Ikan (SDI) dengan menempatkan seorang tenaga ahli yang bertugas mendampingi direktorat tersebut dalam menyempurnakan dan memfinalisasiRPP 718 melalui serangkaian lokakarya dan konsultasi publik.
Melanjutkan dukungan yang diberikan pada triwulan terakhir 2013, MPAG membantu penyusunan beberapa Permen. Permen tentang Jejaring KKP telah diterbitkan (Permen 12/2014). Adapun draf tiga Permen lainnya, yaitu tentang 1) Pemanfaatan KKP untuk Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya, 2) Pemanfaatan KKP untuk Pendidikan dan Penelitian, dan 3) Pengelolaan Bersama KKP sementara ini sedang dikaji oleh Biro Hukum Kemen KP. Disamping itu, MPAG juga mendukung penulisan profil dan strategi Jejaring KKP Nasional serta 7 (tujuh) buku suplemen yang menjabarkan E-KKP3K secara lebih teknis untuk menjadi panduan bagi pengelola KKP. Sekarang ini, suplemen-suplemen tersebut sedang dalam tahap penyelesaian untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang bergerak dalam pengelolaan kawasan dapat dengan mudah memahaminya.
Berikutnya adalah penyelesaian penyusunan naskah akademis pada Februari 2014 yang menghasilkan Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap tentang Indikator EAFM (No. 18/KEP. DJPT/2014). Keputusan ini menandai diadopsinya prinsip-prinsip EAFM oleh pemerintah.
Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia
Berkenaan dengan WPP 571, MPAG mendukung penyempurnaan dan penyelesaian Rencana Aksi Strategis Bay of Bengal Large Marine Ecosystem (BOBLME). Dukungan ini mencakup penyusunan draf rencana kerja BOBLME tahun 2014.
Dalam bidang ini, MPAG mendukung Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BPSDM) Kemen KP dalam menyusun Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) serta pelatihanpelatihannya guna memastikan bahwa pelatihan terakreditasi yang dilaksanakan oleh Pusat Pelatihan (Puslat) BPSDM memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Kemen KP. Sebagaimana diberitakan pada MPAGNews#5, SK3 pertama tentang Perencanaan Pengelolaan KKP sudah diresmikan oleh Menteri KP pada tanggal 3 Juli 2013.
MPAG juga membantu penyusunan RPP-WPP (Rencana Pengelolaan Perikanan-Wilayah Pengelolaan Perikanan) 718 sebagai prioritas Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). RPP ini oleh DPJT dijadikan sebagai RPP perintis. Berdasarkan RPP ini, lainnya akan dikaji dan disempurnakan. RPP yang mengintegrasikan konsep EAFM ke dalam pengelolaan perikanan ini sudah secara resmi diterbitkan oleh Menteri KP pada tanggal 18 Februari 2014.
4
Pada waktu ini, BPSDM Kemen KP sedang menyusun dua SK3 tentang Perikanan Berkelanjutan di KKP dan Monitoring dan Evaluasi KKP. Terkait dengan pekerjaan ini, pada paruh pertama 2014, sedang dilakukan lokakarya dan prakonvensi. Pada paruh berikutnya, akan dilakukan kajian oleh Biro Hukum Kemen KP dan adopsi secara resminya pada bulan Mei. SK3 tentang Penegakan Hukum, Pengelolaan Pariwisata, dan Pelibatan Masyarakat akan diselesaikan pada tahun ini sehingga tujuh dari 14 kompetensi yang dibutuhkan dapat disediakan.
4
Dukungan untuk Proses Pengambilan Keputusan (DSS) MPAG melanjutkan dukungannya kepada KKJI dalam mengembangkan sebuah database konservasi kelautan Indonesia dan website yang menjadi portal data dan informasi tersebut. Seorang tenaga ahli penuh waktu ditempatkan di KKJI untuk mengawal pekerjaan ini sekaligus melakukan transfer pengetahuan kepada staf KKJI terkait.
Foto © Dissy Ekapramudita/CI
Hingga bulan Maret 2014, website yang beralamat di http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id ini telah dikunjungi 1.042.815 kali. Angka ini menunjukkan bahwa website tersebut telah menjadi sumber penting bagi mereka yang membutuhkan data dan informasi tentang KKP dan konservasi kelautan di Indonesia. Untuk melengkapi data konservasi kelautan yang dikelola KKJI, pada tanggal 27 Maret 2014 di Bogor dibahas suatu mekanisme untuk mengumpulkan berbagai data relevan yang dimiliki mitra pemerintah seperti data dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya melalui “data sharing agreement” yang implementasinya direncanakan selesai pada tahun anggaran 2014. Upaya sejenis juga dilakukan MPAG di Direktorat Sumberdaya Ikan (SDI) yang terus mengembangkan website EAFM. Berbagai berita tentang kegiatan perikanan selalu dimutakhirkan, setidaknya setiap dua minggu sekali, oleh Kelompok Kerja (Pokja) Nasional 2. PKSPKL-IPB akan mengembangkan sebuah software sebagai tindak lanjut revisi terbaru dari Modul Penilaian Indikator EAFM. Website EAFM ini dapat diakses di http://eafmindonesia.net. Dalam waktu dekat, wesbsite EAFM ini akan diintegrasikan ke dalam website SDI (http://www.sdi.kkp.go.id/).
Foto © Asril Djunaedi/CI
Pendanaan Berkelanjutan untuk KKP Pendanaan yang berkesinambungan merupakan bagian dari pengelolaan KKP yang efektif. Pokja Dana Perwalian untuk Pendanaan Berkelanjutan KKP mengadakan pertemuan di Bogor pada tanggal 27 Maret 2014, yang menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1) Kementerian Keuangan akan memimpin proses sehingga konsep pendanaan berkelanjutan yang disusun oleh Pokja disetujui; 2) Direktur KKJI akan melakukan konsultasi teknis kepada Kementerian Keuangan; 3) Direktorat KKJI mengundang donor potensial untuk mempromosikan skema dana perwalian; dan 4) Materi komunikasi yang dibuat oleh MPAG dimanfaatkan untuk mempromosikan dana perwalian.
Dukungan terhadap database dan website EAFM ini merupakan bagian dari dukungan MPAG untuk mengintegrasikan aspek-aspek konservasi ke dalam upaya pengelolaan perikanan.
Foto © Bibi/WCS
Edisi #8, 2014 –
5
KOMPONEN 2
Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan KKP
Foto © Sterling Zumbrunn/CI
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Raja Ampat Rencana Pengelolaan Raja Ampat sudah diselesaikan dan tinggal menunggu pengesahan. Rencana tersebut sebenarnya sudah diserahkan pada tahun 2012, tetapi masih perlu direvisi, khususnya disebabkan oleh bertambahnya luas Selat Dampier dan Misool, serta adanya keputusan baru tentang pengelolaan kolaboratif di KKP Kawe. MPAG mendorong Pemkab Raja Ampat untuk mengeluarkan Keputusan Bupati tentang perluasan batas KKP di Misool dan Selat Dampier, yang tentunya akan mempengaruhi peta rencana pengelolaan KKP tersebut. Studi banding oleh tim dari Kabupaten Raja Ampat tentang implementasi BLUD dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Dinas Pariwisata, UPTD, dan konsultan Pemda. Tim ini mempelajari sistem pungutan masuk di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. Disamping itu, Sekda dan UPTD mengajukan
Foto © Sterling Zumbrunn/CI
6
Jejaring KKP Bali
petisi kepada Bupati Raja Ampat agar UPTD tersebut mengadopsi sistem BLUD. Dalam hal pengembangan dan pengelolaan pariwisata di Kabupaten Raja Ampat, MPAG mendukung Dinas Pariwisata setempat dalam penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA). Untuk itu, sebuah tim konsultasi pun dibentuk dan sejumlah konsultasi yang diikuti oleh pemangku kepentingan di kabupaten ini diadakan pada bulan Januari 2014.
Setelah berproses selama tiga tahun, cetak biru Jejaring KKP Bali diharapkan diselesaikan pada triwulan kedua 2014. Ada dua kabupaten yang menjadi lokasi kerja utama MPAG, yakni Buleleng dan Badung. Di Kabupaten Buleleng, penyusunan rencana zonasi KKP kabupaten tersebut sedang dilakukan. Konsultasi publik juga sudah dilaksanakan pada bulan Februari 2014. Upaya lain adalah meningkatkan partisipasi kelompok-kelompok nelayan dan mendorong disusunnya landasan hukum bagi Rencana Zonasi Wilayah Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang telah dua tahun terakhir ini terhenti. Adapun di Kabupaten Badung, tidak banyak perkembangan yang terjadi karena Teluk Benoa sekarang ini sedang dikaji sehingga Pemkab Badung baru akan menyelesaikan RZWP3K mereka pada tahun ini.
Taman Wisata Perairan (TWP) Anambas Pada tanggal 18-19 Februari 2014, Loka KKPN dan Biro Hukum Kemen KP mengundang Direktorat KKJI, Ditjen KP3K, dan MPAG untuk menelaah rencana pengelolaan dan zonasi TWP Anambas. Pertemuan itu menghasilkan draf akhir dokumen pengelolaan dan zonasi. Sekarang, dokumen tersebut dalam proses legalisasi di Biro Hukum Kemen KP. Berkenaan dengan organisasi pengelola kawasan, BLUD dianggap sebagai badan yang tepat. Meskipun ia merupakan bagian dari pemerintah, organisasi jenis ini dapat beroperasi secara independen, khususnya dalam hal pengelolaan keuangan. Sebagai kelanjutan dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) oleh para pemangku kepentingan dan penyusunan peta jalan (roadmap) bagi pembentukan BLUD Anambas, sebuah tim yang beranggotakan perwakilan SKK Migas dan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari tiga perusahaan (Conoco Philips, Star Energy, dan Premier Oil) melakukan kunjungan lapangan untuk melihat langsung lokasi dilaksanakannya program CSR. Program CSR Premier Oil antara lain berupa pelestarian mangrove, yang salah satunya melalui penanaman 5.000 batang mangrove di Desa Temburun. Program CSR Star Energy mendukung pembuatan keramba ikan di Desa Tebang. Sementara Conoco Philips berfokus pada program pengembangan masyarakat. MPAG memberikan rekomendasi mengenai perikanan berkelanjutan dan pengelolaan KKP untuk programprogram CSR ini.
Foto © Marthen Welly/CTC
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Natuna Pembentukan KKPD Natuna dimulai dengan identifikasi. Pertemuan seluruh pemangku kepentingan pada tanggal 25 Februari 2014 membicarakan pelaksanaan Program Penilaian Cepat Natuna (Natuna Marine Rapid Assessment Program, MRAP). Dalam paparannya pada pertemuan tersebut, MPAG menjelaskan tentang garis besar aspek perencanaan dan penganggaran dan perlunya dukungan para mitra.
Taman Nasional (TN) Laut Sawu
Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan Taman Nasional Laut Sawu melalui Kepmen No. 5/KEPMEN-KP/2014. Luas kawasan ini berkurang menjadi 3,35 juta hektare dari yang diusulkan sebelumnya seluas 3,5 juta hektare. Pengurangan luasan ini bertujuan agar dua kabupaten yang berada di dalam kawasan konservasi tersebut (Sabu Raijua dan Rote Ndao) dapat mengelola sendiri kawasan pesisir dan lautnya. MPAG turut menyosialisasikan penetapan ini bersama dengan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Direktorat KKJI, Dewan Konservasi Kelautan Provinsi NTT, LSM setempat, dan mitra lainnya di Provinsi NTT. Lebih lanjut, Pemprov NTT dan BKKPN Kupang menyelaraskan anggaran mereka guna memastikan implementasi pengelolaan konservasi yang efektif di NTT. Pemprov NTT berkomitmen untuk mengalokasikan dana sebesar satu miliar rupiah untuk mendukung kegiatan yang terkait dengan konservasi kelautan pada tahun 2014. MPAG dan mitra kerjanya (BKKPN dan LSM Sanggar Suara Perempuan) memberikan pelatihan tentang konservasi laut dan perlindungan penyu di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tanggal 26-28 Februari 2014. Kegiatan yang diikuti oleh 33 orang peserta dari berbagai kelompok masyarakat, remaja, guru, pemerintah desa, dan masyarakat umum ini merupakan bagian dari kegiatan penyadartahuan (awareness) akan perlunya konservasi. Foto © Marthen Welly/CTC
Edisi #8, 2014 –
7
Foto © Handoko Adi Susanto/MPAG
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Berau
Pada tahun 2013, Pemkab Berau mengeluarkan Keputusan Bupati tentang Taman Pesisir Kepulauan Derawan. Pada tahun ini, MPAG mendukung Pemkab merevisi Keputusan tersebut agar memasukkan koordinat batas KKP dan mempertimbangkan masukan dari warga Kecamatan Maratua mengenai zona pemanfaatan terbatas. Bersama mitranya dari Universitas Mulawarman, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Berau, dan pemuka masyarakat, MPAG memfasilitasi proses penampungan saran warga tersebut. Kini, Keputusan Bupati tersebut sudah resmi direvisi (No. 202/2014) dengan mengakomodasi masukan dari penduduk Kecamatan Maratua serta menyebutkan koordinat batas kawasan.
Foto © Handoko Adi Susanto/MPAG
8
Sehubungan dengan penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi yang dipersyaratkan, DKP dan masyarakat pesisir sudah menyepakati rencana zonasi terperinci. Sekarang, rencana tersebut sedang disusun oleh Universitas Mulawarman dan diharapkan akan selesai pada pertengahan tahun 2014.
Foto © Juergen Freund/WWF
Taman Nasional Wakatobi Di kawasan ini, MPAG memperkuat forum masyarakat setempat dan mengaitkannya dengan forum pemangku kepentingan melalui lokakarya tentang pengelolaan kearifan lokal di Desa Kulati, Tomia. Lokakarya ini difasilitasi oleh Komunto bekerjasama dengan pemerintah desa. Tercatat sedikitnya 36 orang mengikuti lokakarya ini. Mereka mengidentifikasi pertanian, perikanan, dan kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar bagi pengembangan upaya wisata di Kulati.
Foto © Juergen Freund/WWF
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kei Kecil MPAG melanjutkan dukungannya dalam penyelesaian Rencana Zonasi dan Pengelolaan serta penilaian indikator biofisik di Kei Kecil Barat. Diskusi awal dengan Dinas Perencanaan Tata Ruang dan Satgas Zonasi Kei telah dilakukan dan mereka setuju untuk melanjutkan dukungannya terhadap RZWP3K berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Perencanaan Tata Ruang untuk Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Disamping itu, MPAG juga memfasilitasi lokakarya tentang Petunjuk Teknis RZWP3K di Ambon. Hasil penting dari lokakarya ini adalah dibentuknya tim Satuan Tugas (Satgas) pada tingkat provinsi (Maluku) dan MPAG merupakan bagian dari tim ini.
Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra Pengembangan mekanisme koordinasi tingkat desa menjadi salah satu pekerjaan utama MPAG di kawasan ini. Langkah ini merupakan awal dari pengembangan mekanisme koordinasi antarpemangku kepentingan untuk penyusunan peraturan desa. Pertemuan pada tanggal 3 Maret 2014 berupaya menjadi awal implementasi sistem zonasi tingkat desa. Pertemuan yang diikuti oleh 38 orang peserta dari desa sekitar, penyedia jasa wisata, nelayan, dan pemuka masyarakat tersebut menyepakati disusunnya peraturan sistem zonasi. MPAG juga mendorong para perwakilan desa untuk mengembangkan peraturan desa lainnya, misalnya peraturan tentang keamanan dan sosial. Pada tanggal 7 Maret 2014, MPAG mendukung pelatihan tentang manajemen keuangan di Desa Gili Indah. Sasaran dari pelatihan ini adalah terbentuknya sebuah koperasi sebagai insentif bagi nelayan setempat. Sedikitnya 25 orang mengikuti pelatihan ini. MPAG bersama dengan unit pengelola TWP Gili Matra dan LSM internasional Rare bahu-membahu berpartisipasi meningkatkan pengetahuan dan kapasitas peserta tentang mekanisme koperasi dan sistem pengelolaan keuangan.
Foto © WCS
Foto © Marthen Welly/CTC
Edisi #8, 2014 –
9
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Nusa Penida Bekerja sama dengan Satgas KKP Nusa Penida, MPAG memfasilitasi pelatihan tentang Efektivitas Pengelolaan KKP. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menilai tingkat efektivitas pengelolaan KKP Nusa Penida dengan menggunakan alat ukur E-KKP3K yang dikembangkan oleh Kemen KP dan MPAG. Saat ini pengelolaan kawasan yang berada dalam wilayah kabupaten Klungkung ini berstatus “hijau” 71%. Penetapan KKPD oleh Menteri KP akan diumumkan kepada para pemangku kepentingan pada Festival Nusa Penida, Juni 2014. Dengan diterbitkannya SK Penetapan ini, KKPD Nusa Penida sudah mencapai status pengelolaan “hijau” 100%.
MPAG juga mendukung pelaksanaan patroli bulanan yang dilakukan bersama dengan unit pengelola KKP Nusa Penida. Selain itu, MPAG juga mendukung penerapan sistem pungutan masuk bagi wisatawan ke kawasan ini. Masih ada beberapa hal yang perlu diperjelas sebelum mekanisme pungutan ini diterapkan. Satgas KKP Nusa Penida mengadakan pertemuan dengan Bupati Klungkung guna membahas berbagai program beserta kendalanya, termasuk rencana mendirikan kantor baru bagi unit pengelola KKP ini, pengadaan perahu cepat untuk patroli, dukungan anggaran, dan penerapan pungutan masuk ke kawasan berdasarkan Perda No. 3/2013. Satgas ini berhasil mendapatkan dukungan dari Kemen KP untuk mendirikan kantornya melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK). Kantor ini diharapkan siap pakai pada bulan November 2014. Foto © Arief Firdaus/MPAG
Foto © Des Syafrizal/CI
10
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Banda
KKPD Banda adalah salah satu kawasan yang pencadangannya mendapat dukungan dari MPAG pada tahun ini. Masyarakat Pulau Hatta setuju untuk membentuk KKP yang akan dikelola secara swadaya. Untuk itu, anggota kelompok masyarakat konservasi ditugaskan untuk membuat rancangan peraturan adat terkait. Proses pemetaan partisipatif juga sudah dimulai untuk menentukan batas luar kawasan konservasi ini. Pemetaan ini juga bermanfaat bagi penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi.
Foto © Juergen Freund/WWF
Di Pulau Rhun, MPAG melakukan sosialisasi tentang prinsip-prinsip dasar pembentukan KKP yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat. Kegiatan ini disambut baik oleh masyarakat setempat dan selanjutnya MPAG akan terus memfasilitasi konsultasi masyarakat dalam upaya pembentukan KKP mereka. MPAG juga mendukung penyusunan Perda Maluku Tengah tentang Rencana Tata Ruang Pesisir. Perencanaan ini menerapkan pendekatan dari bawah (bottom-up), yaitu rencana tata ruang kabupaten yang mengakomodasi masukan dari masyarakat.
Foto © Sterling Zumbrunn/CI
Foto © Juergen Freund/WWF
Edisi #8, 2014 –
11
Marine Protected Areas Governance (MPAG) adalah program bantuan USAID yang bertujuan mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) seluas 20 juta hektar pada tahun 2020, serta mengelolanya secara efektif dan berkelanjutan. Program MPAG merupakan implementasi dukungan pemerintah Amerika Serikat dalam rangka United States Coral Triangle Initiative (USCTI). Dalam konteks nasional, program MPAG mendukung Goal 3 National Plan of Action (NPOA) Indonesia, yaitu: Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Terbentuk dan Terkelola Secara Efektif. MPAG merupakan bagian dari Marine Resources Program (MRP) dan kelanjutan dari program Coral Triangle Support Partnership (CTSP) Indonesia. Program ini dirancang bersama direktorat terkait di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pemerintah daerah untuk memastikan bahwa dukungan MPAG selaras dengan kebijakan pemerintah. Program kegiatan MPAG juga diimplementasikan melalui konsorsium LSM, yang terdiri atas Conservation International (CI), Coral Triangle Center (CTC), The Nature Conservancy (TNC), Wildlife Conservation Society (WCS), dan WWF Indonesia.
INFORMASI 12
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: Marine Protected Areas Governance (MPAG) Jl. Ciragil 2 no.8 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12180 Tel : (021) 2932 9420 Email :
[email protected]