Foto ©WCS
Marine Protected Areas Governance edisi #7, 2014
Capaian MPAG Oktober-Desember 2014
KOMPONEN 1 Pembentukan Sistem KKP Nasional
Penguatan Kelembagaan Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Kolaboratif Kemen KP pada bulan Oktober mengadakan sebuah lokakarya tentang Kajian Pengelolaan Kolaboratif.Selain dihadiri staf Kemen KP, Kegiatan ini juga diikuti oleh anggota konsorsium MPAG. Lokakarya tersebut merekomendasikan diadakannya sebuah pertemuan khusus yang spesifik membahas draft peraturanmenteri (permen) tentang pegelolaan kolaboratif di bulan Desember 2013. Maka sebagai tindak lanjut dari rekomendasi tersebut, diadakanlah sebuah lokakarya tentang Permen Pengelolaan Kolaboratif pada 12 Desember di Jakarta. Selain dihadiri oleh Kemen KP dan konsorsium MPAG, pertemuan kali ini juga dikuti oleh perwakilan perguruan tinggi. Hasil lokakarya ini adalah draft kedua Permen Pengelolaan Kolaboratif yang akan didiskusikan secara internal terlebih dahulu oleh Kemen KP sebelum dibicarakan dengan stakeholder yang lebih luas.
Pengembangan Peraturan Menteri tentang KKP Pada periode ini, pengembangan tiga Permen terkait KKP terus dilakukan, yaitu Permen tentang: 1) Jejaring KKP; 2) Pemanfaatan KKP untuk Perikanan Tangkap dan Budidaya; dan 3) Pemanfaatan KKP untuk Pendidikan dan Penilitian. Permen lainnya, yaitu tentang Pemanfaatan KKP untuk Wisata Bahari akan dilanjutkan di kwartal berikut. Untuk menanggapi komentar yang diberikan Biro Hukum Kemen KP tentang draft akhir Permen Jejaring KKP, pada 13 Desember 2013 Kelompok Kerja (Pokja) yang beranggotakan perwakilan dari KKJI dan konsorsium MPAG mengadakan pertemuan yang menghasilkan beberapa revisi serta jawaban atas pertanyaan Biro Hukum. Hasil lain dari pertemuan ini adalah digesernya target tenggat penerbitan Permen ini menjadi kuartal pertama 2014. Biro Hukum Kemen KP mereviu draft akhir Permen yang dikembangkan oleh Pokja ini.Kemudian berdasarkan reviu tersebut, pada 17 November 2013 Pokja mengadakan pertemuan untuk merevisi draft Permen terkait. Draft Permen tentang Pemanfaatan KKP untuk Pendidikan dan Penelitian mulai disusun oleh Pokja pada bulan Juni dan difinalisasi pada bulan September 2013. KKJI akan mengirim draft ini ke Bagian Hukum Direktorat Jenderal KP3K untuk dievaluasi dan kemudian diteruskan ke Biro Hukum Kemen KP untuk direviu dan ditentukan apakah tiga kebijakan lainnya (yaitu: Pemanfaatan KKP untuk WisataBahari; Perikanan; dan Pendidikan serta Penelitian) dapat disatukan.
Foto ©MPAG Foto © CI
2
Foto ©MPAG
Untuk menindak lanjuti lokakarya yang dihadiri para stakeholder di bulan Februari 2013 yang menelurkan opsi cluster untuk kegiatan-kegiatan jejaring KKP, konten profil dokumen, dan ketersediaan data serta informasi, Pokja yang beranggotakan KKJI dan konsorsium MPAG mengadakan serangkaian pertemuan di bulan November dan Desember 2013. Pertemuan-pertemuan itu menghasilkan draft akhir dari dua buku tentang Profil Jejaring dan Strategi KKP. Selain kedua buku itu, sebuah buku lainnya yaitu tentang Status KKP di Indonesia juga disusun oleh Pokja. Foto ©MPAG
E-KKP3K Sebagai kelanjutan dari pertemuan di bulan Agustus 2013, Pokja yang beranggotakan perwakilan konsorsium MPAG dan KKJI melakukan serangkaian pertemuan di Bulan Oktober dan November dan menghasilkan draft final Panduan Teknis E-KKP3K, yang menjadi pedoman operasional bagi mereka yang terlibat dalam pengelolaan KKP. Buku Panduan Teknis ini ditulis dengan bahasa yang praktis dan dibagi per-topik, yaitu: Monitoring Biofisik, Monitoring Sosial Ekonomi Budaya, Kelembagaan dan Sumberdaya Manusia KKP, Pendanaan KKP, Infratsruktur KKP, Identifikasi dan Pembentukan KKP, serta Perencanaan dan Zonasi KKP.
Kemudian pada 17 Desember 2013, KKJI menyelenggarakan sebuah event bertajuk Penganugerahan E-KKP3.Event ini merupakan sebuah program apresiasi yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang memiliki KKP atas komitmen mereka mendukung upaya-upaya pengelolaan KKP.Sejumlah kepala daerah dinobatkan sebagai penerima anugerah tersebut.
3
Salah satu lokasi kerja MPAG, yaitu KKP Nusa Penida, dinobatkan sebagai salah satu peraih penghargaan ini untuk kategori “KKP Percontohan”.Selain itu, TWP Anambas dan Raja Ampat juga mendapat penghargaan untuk kategori “Komimen Pemerintah dalam Memajukan KKP”. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dengan didampingi oleh Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Amerika Serikat.MPAG berperan aktif dalam kegiatan ini dengan memberikan dukungan teknis dan sumberdaya yang diperlukan.
Edisi #7, 2013 –
Foto © CI
Peningkatan Kapasitas SDM KP Pengembangan Pelatihan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) MPAG mendukung BPSDM mengembangkan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) sekaligus pelatihan-pelatihan yang terkait standar-standar tersebut.Hal ini dilakukan guna memastikanbahwa pelatihan yang terakreditasi ini benar-benar memenuhi persyaratan minimal yang ditentukan Kemen KP dan dibangun berdasarkan kompetensi yang diperlukan.SK3 pertama tentang MPA 101 dan Perencanaan Pengelolaan KKP telah diterbitkan dan secara resmi diluncurkan pada 3 Juli 2013.
Pelatihan KKP
BPSDM saat ini tengah mengembangkan dua modul pelatihan lainnya, yaituPerikanan Berkelanjutan di KKP danMonitoring dan Evaluasi KKP. Dukungan bagi kedua SK3 ini akan dilanjutkan di 2014 melalui: 1) lokakarya di bulan Februari; Pra-konvensi di bulan Maret; 3)kajian oleh Biro Hukum Kemen KP di bulan April; dan 4) Adopsi formal di bulan Mei. Draft SK3 untuk Monitoring dan Evaluasi telah digunakan sebagai rujukan oleh BPSDM dan tim CTC/MPAG untuk mengembangkan kurikulum dan modul pelatihan tentang Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Monitoring Persepsi Stakeholder. Tim peningkatan kapasitas CI/MPAG terlibat akktif dalam keseluruhan proses ini.
Foto ©WCS
Edisi #7, 2013 –
4
Pelatihan tentang Pariwisata Berkelanjutan di KKP Di bulan November 2013, dengan dukungan MPAG dan NOAA,BPSDM mengadakan pelatihan tentang Pariwisata Berkelanjutan di KKP bagi para pengelola KKP. Pelatihan ini adalah pelatihan nasional kedua yang dilaksanakan dengan modul yang sama, setelah sebelumnya diadakan di Bitung pada bulan Agustus 2013. Pelatihan tersebut diikuti oleh 25 peserta dari KKJI, BKKPN Kupang, Loka KKPN Pekanbaru, Loka KKPN Laut Sawu, DKP Pesisir Selatan (Sumatera Barat), DKP Kaur, DKP Tapanuli Tengah, BP3 Medan, Taman Wisata Perairan Pulau Pieh, CI Indonesia, BPSPL Padang dan BPSPL Medan.
Website Data dan Informasi KKJI
Website Data dan Informasi SDI
Pengelolaan DSS Website Data dan Informasi KKJI MPAG melanjutkan dukungannya melalui kerjasama erat dengan KKJI dalam mengembangkan sebuah database dan website tentang konservasi laut sebagai sebuah portal bagi database konservasi laut di Indonesia. Website ini (http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id) dibuat dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) dan per 22 Januari 2014 telah dikunjungi sebanyak 918.407 kali. Jumlah pengunjung ini membuktikan bahwa website menjadi sumber informasi penting tentang konservasi kelautan di Indonesia. Dukungan lain yang diberikan MPAG adalah penerjemahan artikel yang dimuat di websiteini, dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Upaya ini bertujuan agar konten webdata dan informasi KKJI dapat menjangkau audiens yang lebih luas.
Website EAFM –SDI MPAG mendukung pengembangan, penyempurnaan, dan pemeliharaan website SDI dan pengintegrasian website EAFM ke website SDI.Untuk itu, MPAG menugaskan seorang konsultan untuk bekerja sama dengan staf SDI mengawal website ini. Website EAFM, berlamat di http://www.eafm-infonesia.net, telah diperbarui dan secara resmi diluncurkan pada 17 Oktober 2013.
Bimtek Bertempat di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat, pada tanggal 11 November 2013, Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI) melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi Calon Redaktur Website Data dan Informasi Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan SDM calon pengelola website KKJI.Adapun peserta Bimtek berasal dari Pusat (Dit KKJI) dan UPT KP3K (BPSPL Pontianak, BPSPL Padang, BPSPL Bali, dan LKKPN Serang). Dalam sambutan pembukaannya, Kepala Seksi Data dan Informasi R. Drajat Subagio menyampaikan bahwa untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang terdapat dalam website, perlu adanya redaktur yang melakukan penyuntingan. Selain itu, semakin banyak kontributor yang mengirimkan tulisannya ke website ini, maka website tersebut akan semakin banyak dikunjungi. Selanjutnya pemberian materi tentang tugas dan fungsi Redaktur disampaikan oleh Secondee dari MPAG (TNC). Seorang tenaga ahli MPAG/TNC lainnya memberikan penjelasan tentang Teknis Analisa Data.Sementara seorang staf komunikasi MPAG memberi materi tentang penulisan artikel pada media website.“Semua pihak harus terlibat dan berkontribusi sehingga data dan informasi website KKJI selalu terbarui.”
Foto © CI
“
Untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang terdapat dalam website, perlu adanya redaktur yang melakukan penyuntingan
5
Edisi #7, 2013 –
”
Meningkatkan Kapasitas untuk Menggunakan Pendekatan Indikator EAFM Sebuah pelatihan awal untuk assessor indikator EAFM di tingkat Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) diadakan di Bogor dengan dukungan dari PKSPL dan Direktorat SDI. Pelatihan ini dihadiri oleh 33 peserta dari berbagai perguruan tinggi (UNHALU, UNPATTI, UNHAS, UNRAM, UNMUL, UNRI, UNSYIAH, STPL-Palu, STP-Jakarta, POLITANI-Kupang), BPSDM KP, SDI DJPT-KKP, and Dinas Perikanan di WPP 571, 713 dan 714. Merujuk pada lesson learned yang ada, para peserta belajar mengembangkan modul pelatihan Kinerja EAFM bagi para assessor. Foto © WCS
EAFM Setelah dilakukannya assessment atas WPP 713, 714 dan 571, sebuah konsultasi nasional tentang hasil assessment tersebut dilakukan pada 18-19 November dengan mengundang para assessor dari WPP 571 (PKSPL-IPB, UNRI, UNSYIAH); WPP 713 (UNHAS, UNRAM, UNMUL, STPL-Palu, POLITANI-Kupang, UKAW), WPP 714 (UNHALU, UNPATTI, STPLPalu, POLITANI-Kupang, UKAW) dan panel pakar Pokja EAFM dengan SDIDJPT-Kemen KP, dan Dinas Perikanan di WPP 571, 713 dan 714. Lokakarya ini menghasilkan saran untuk mengubah sistem skoring yang saat ini tengah direvisi. Selain itu, para peserta juga membuat draft rekomendasi kebijakan dan mengkonsultasikannya di Bogor pada 20 November 2013. Beberapa masukan yang dicatat dijadikan bahan untuk merevisi draft tersebut. Dokumen ini akan difinalisasi pada akhir Januari 2014. Pokja SK3 tentang EAFM beranggotakan para perwakilan dari BPSDM KP, SDI, PKSPL IPB dan MPAG dan diketuai oleh Dr. Luky Adrianto dari PKSPL IPB. Beberapa pertemuan diadakan untuk mengembangkan peta kurikulum kompetensi. Kurikulum ini akan selesai pada pertengahan 2014.
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan itu, pusat pembelajaran dan informasi EAFM saat ini tengah dikembangkan di UNMUL, UNHAS, UNHALU, UNRAM, UKAW dan STPL-Palu. Pusat-pusat ini diawaki oleh para peneliti aktif di perguruan tinggi terkait yang berspesialisasi dalam ilmu perikanan dan pengelolaan perikanan.
Tenaga ahli MPAG yang ditugaskan ke Kemen KP secara aktif terlibat dalam serangkaian diskusi tentang pengembangan dua Peraturan Menteri dan empat draft Peraturan Menteri. Atas permintaan KKJI, salah satu tenaga ahli MPAG terlibat dalam finalisasi draft Peta Jalan Aquatic Species dan pedoman untuk mendukung pengelolaan Napoleon Wrasse di lapangan. Tenaga ahli yang bertugas membantu Direktorat SDI merupakan bagian dari Pokja penyusunan Draft Rencana Pengelolaan WPP 718. MPAG mendukung upaya ini dengan mengirimkan Monitoring and Evaluation Coordinator-nya ke pelatihan tiga minggu di CRC-URI bersama dengan 11 staf Kemen KP. Para peserta pelatihan ini kemudian ditunjuk menjadi anggota Pokja melalui SK Menteri KP dan melanjutkan pekerjaannya menyusun draft Rencana Pengelolaan WPP 718. Di bidang DSS, tenaga ahli MPAG memegang peran penting dalam memberikan dukungan teknis kepada staf KKJI. Ia pun memberikan dukungan teknis kepada unit Kemen KP di daerah yang berkontribusi data ke DSS, guna memastikan bahwa pengelolaan DSS mematuhi SOP yang telah disepakati.
Pendanaan Berkelanjutan untuk KKP Pada periode kali ini, Pendanaan Berkelanjutan tidak banyak menglMI kemajuan berarti. KegiTn terakhir yang dilakukan adalah berupa sarapan bersama pejabat senior Kemen KP yaitu Dirjen KP3K dan Sekjen Kemen KP. Pertemuan tersebut menyepakati agar inisiatif Pendanaan Berkelanjutan ini dibawa ke Menteri KP. Juga disepakati untuk berkonsutasi dengan Kementerian Keuangan dan BAppenas tentang persyaratan teknis pembentukan Dana Perwalian (Trust Fund).
Pertemuan SK3-SKKNI EAFM keempat diadakan pada 11 Desember 2013 untuk mendiskuskan level perencanaan dan assessment yang diperlukan.
Foto © WCS
Edisi #7, 2013 –
Penugasan Tenaga Ahli ke Kemen KP
6
Selain itu, MPAG juga diminta untuk mendukung BKKPN Kupang dalam pengembangan SOP, sebagai bagian dari upaya memperkuat pengelolaan delapan KKP yang berada di bawah kewenangannya. MPAG merespon permintaan ini dengan memobilisasi seorang konsultan berpengalaman ke Kupang selama tiga bulan. Draft SOP-SOP tersebut disusun bersama dengan staf BKKPN Kupang dengan mengadopsi SOP yang dimiliki LSM dan organisasi lainnya. Draft SOP ini telah diujicobakan dan sudah siap diimplementasikan di tahun anggaran ini.
KOMPONEN 2 Memajukan Pengelolaan KKP Terpilih
KKP Raja Ampat Rencana Pengelolaan Raja Ampat
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Selama Oktober-Desember 2013, dokumen Rencana Pengelolaan Raja Ampat difinalisasi.Dokumen tersebut adalah versi revisi dari dokumen yang sebelumnya diserahkan di tahun 2012, dengan beberapa perubahan, termasuk bertambahnya luasan KKP untuk Selat Dampier dan Misool dan sebuah keputusan baru tentang Pengelolaan Kolaboratif di KKP Kawe. Sebagaimana didorong MPAG, Pemda Raja Ampat menerbitkan sebuah SK Bupati tentang Perluasan KKP Raja Ampat di Misool dan Selat Dampier.
Setelah dilakukannya evaluasi BLUD pada bulan Juni 2013 yang menyimpulkan bahwa UPTD Raja Ampat telah memenuhi syarat untuk dikembangkan secara bertahap menjadi BLUD, langkah berikutnya adalah merampungkan dokumen rencana bisnis dan merespon permintaan Bupati untuk membentuk UPTD sebagai sebuah BLUD. Dokumen-dokumen pendukung, termasuk Rencana Bisnis, Standar Pelayanan Minimal, dan Rencana Kerja Tahunan sedang disusun. Untuk mendukung operasional dan program UPTD, Pemda Raja Ampat melalui DKP telah menganggarkan dana sebesar Rp. 1.075.000.000 untuk program penegakan hukum dan Rp. 500.000.000 untuk operasional UPTD.
Struktur Pengelolaan KKP Raja Ampat
Pengembangan dan Pengelolaan Pariwisata
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Pungutan Masuk Wisatawan
Dengan adanya beberapa perubahan terkait pengelolaan KKP, dimana sudah diputuskan untuk memasukkan Kawekedalam struktur UPTD Raja Ampat, draf amandemen Peraturan Bupati (Perbup) nomor 7 tentang UPTD telah diserahkan. Prinsip amandemen ini utamanya adalah untuk memasukkan KKP Kawe kedalam struktur UPTD dan membentuk UPTD sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk Pengelolaan Jejaring KKP Raja Ampat.
Dengan dibentuknya UPTD Raja Ampat sebagai lembaga pengelola KKP Raja Ampat, Pokja Pendanaan Berkelanjutan untuk Raja Ampat mengusulkan agar sistem pungutan masuk yang ditetapkan pada tahun 2008 juga dikelola oleh UPTD. Sebuah pertemuan koordinasi diadakan untuk mendiskusikan perubahanperubahan dalam pengelolaan sistem pungutan wisata, dari Dinas Pariwisata ke UPTD-BLUD.Parlemen Raja Ampat, Pemda Raja Ampat, Dinas Kelautan Perikanan dan Dinas Pariwisata menghadiri pertemuan tersebut.Pertemuan in menghasilkan beberapa keputusan, termasuk diperlukannya sebuah kajian sebelum diterbitkannya Perbup nomor 63, 64 dan 65 tentang Sistem Pungutan Wisata Raja Ampat.
7
Rencana Pengembangan Wisata Raja Ampat MPAG berkomitmen memberikan dukungan kepada pengembangan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang saat ini tengah disusun oleh Dinas Pariwisata Raja Ampat. Sebuah tim konsultasi sudah dibentuk dan sejumlah konsultasi yang melibatkan stakeholder sudah dilakukan. Konsultasi publik pertama tentang RIPPDA akan diadakan di bulan Januari 2014.
Foto © CI
Edisi #7, 2013 –
Jejaring KKP Bali Pengembangan Jejaring KKP Bali Untuk mempercepat proses pembentukan KKP di tingkat kabupaten/kota melalui Jejaring KKP Bali, MPAG telah membangun komunikasi dan koordinasi yang ekstensif dengan perwakilan kunci dari berbagai tingkatan pemerintah daerah guna memfasilitasi langkah-langkah yang diperlukan. Di bulan Oktober 2013, bersama dengan Dinas Kelautan, Perikanan dan Kehutanan (DKPK) Kabupaten Jembrana, serangkaian kegiatan terkait proses pencadangan KKP telah dilakukan.Selama dua hari berturut-turut konsultasi publik tersebut diadakan di Desa Perancak dan Melaya. Di hari ketiga, sebuah tim beranggotakan CI Indonesia, DKPK sebagai fasilitator, dan pejabat setempat melakukan outer boundary check atas KKP yang berdampingan dengan desa-desa tadi.Pada bulan Desember 2013, sebuah draft SK Bupati tentang Pencadangan KKP di Kabupaten Jembrana difinalisasi dan saat ini tengah dalam proses akhir legalisasi. Kemudian di bulan Oktober 2013, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Buleleng, dengan dukungan MPAG, mengadakan konsultasi publik di Balai Desa Penuktukan dan Pacung tentang zonasi KKP di Sembilan desa di wilayah kecamatan Tejakula. Di awal November, di kecamatan yang sama, sebuah kegiatan serupa diadakan, hanya saja kali ini skalanya lebih kecil.
MPAG dan Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Bali mengadakan lokakarya tentang Jejaring KKP Bali pada 3 Desember 2013. Agenda utama kegiatan ini adalah memfinasilasi draft Blueprint Jejaring KKP Bali. Satu sesi dikhususkan untuk mendiskusikan tiga aspek utama dari Jejaring KKP Bali, yaitu: 1) Operasional; 2) Integrasi Jejaring tersebut ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2018; dan 3) Integrasi Jejaring ke dalam Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Lokakarya Jejaring KKP Bali dihadiri oleh 79 peserta dari Pokja Jejaring KKP Bali, LSM, industri wisata, akademisi, media, dan pemangku kepentingan lainnya. Selain mendapatkan masukanuntuk Blueprint Jejaring KKP Bali, lokakarya ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk merevisi SK Gubernur agar dapat lebih merepresentasikan keanggotaan dalam Pokja Jejaring KKP Bali.Dengan difinalisasinya dokumen Blueprint dan SK Gubernur tersebut, diharapkan Blueprint dapat secara resmi diluncurkan di awal tahun 2014.
Ilustrasi © Donald Bason
Edisi #7, 2013 –
8
Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Bali (RZWP3K) Melalui Konsorsium Mitra Bahari Bali, salah satu anggota PokjaRZWP3K Bali, MPAG berkontribusi pada sosialisasi ke berbagai pemangku kepentingan di Bali pada awal 2013. Selama proses ini, berbagai upaya dilakukan untuk memasukkan Jejaring KKP Bali sebagai sebuah bagian yang terintegrasi dari pengembangan RZWP3K. Di bulan November 2013, Pokja ini menyelesaikan draft final RZWP3K Pronvinsi Bali. Salah satu poin penting dari dokumen itu adalah bahwa dokumen tersebut secara tegas mengakomodasi dan selaras dengan proses pembentukan KKP yang tengah berlangsung di seluruh Bali.
Foto © MPAG
Penjangkaun dan Pendidikan MPAG telah membangun kemitraan lokal yang strategis dengan Sloka Institute, khususnya dalam hal citizen journalism.www. nyegaragunung.net khusus dibuat untuk mengkomunikasikan semua upaya terkait pembentukan KKP dan Jejaring KKP Bali. Melalui website bergaya blog ini, para pengunjung dapat menulis/melaporkan semua kemajuan terkait pembentukan KKP dan Jejaring KKP Bali sebagai citizen journalist.Websiteini juga terhubung dengan beberapa media sosial seperti Facebook (Nyegaragunung) dan Twitter (@nyegaragunung). Pada bulan Januari 2014, Sloka Institute dan CI Indonesia akan mengadakan pelatihan bagi anggota Pokja Jejaring KKP Bali dalam rangka serah-terima pengelolaan alat komunikasi ini kepada Pokja Jejaring KKP Bali. Melalui kerja sama dengan MPAG, Sloka Institute mengadakan dua kelas penulisan berbasis kelautan yang dilakukan di Tulamben, Kabupaten Karangasem dan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Di Tulamben pada bulan November, 10 peserta dari kawasan ini mengikuti kelas penulisan satu hari.Di Nusa Penida, 10 peserta dari berbagai wilayah di Bali turut andil dalam kelas penulisan/pelaporan selama dua hari di bulan Desember 2013. Semua peserta diharapkan menjadi relawan/kontributorbagi website Jejaring KKP Bali (www.nyegaragunung.net).Beberapa hasil karya mereka telah dipublikasikan melalui website ini.
Pada akhir 2013, Jejaring Sunda Kecil dan Maluku (SUKMA) dan Yayasan Wisnu mengadakan pelatihan tentang pemetaan partisipatif di desa Perancak, Kabupaten Jembrana. Tujuan pelatihan ini adalah untuk menghasilkan sumberdaya manusia, khususnya anak muda, yang memahami isu-isu kelautan, dan sekaligus untuk mendukung proses konsultasi publik untuk pengembangan KKP Perancak sebagai bagian dari strategi adaptasi perubahan iklim. Sebuah kelas penulisan yang difasilitasi oleh Sloka Institute juga dimasukkan ke dalam agenda pelatihan. Diikuti oleh 15 peserta berusia 18-26 tahun dari berbagai wilayah pesisir Bali, salah satu tujuan pelatihan lima hari ini adalah untuk mengembangkan dan menyiapkan kapasitas sumberdaya manusia menuju pembentukan KKP di setiap kabupaten/kota. Salah satu tujuan strategis lainnya adalah untuk menghubungkan pembentukan KKP dengan Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT), sebuah program yang diprakarsai Kemen KP.
Ilustrasi © Donald Bason
9
Edisi #7, 2013 –
Taman Nasional Laut Sawu
Program Corporate Social Responsibility (CSR)
TWP Anambas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Pada kuartal pertama di tahun ketiga implementasinya, MPAG memfasilitasi dua kegiatan kunci di Taman Nasional Laut Sawu.Yang pertama adalah pertemuan konsolidasi Dewan Konservasi Perairan Nusa Tenggara Timur yang dipimpin oleh Wakil Gubernur NTT.Yang kedua adalah bantuan teknis bagi pembentukan KKP. Pertemuan konsolidasi Dewan Konservasi Perairan tersebut diadakan di Bali. Pada pertemuan ini para anggota dewan menanyakan beberapa isu penting terkait proses pembentukan TNL Sawu. Pada kesempatan in Wagub NTT juga menunjukkan komitmennya dengan mengalokasikan pendanaan yang signifikan dari anggaran provinsi untuk operasional dan implementasi berbagai kegiatan yang diperlukan oleh Dewan tersebut. Kegiatan kedua berkaitan dengan dukungan teknis bagi pembentukan KKP di Laut sawu.MPAG memfasilitasi advis teknis, khususnya dalam penyediaan layanan GIS untuk menghasilkan beberapa opsi bagi peta zonasi yang diminta Kemen KP.Pembentukan KKP di Laut Sawu diharapakan terjadi di bulan Januari atau Februari 2014.
TWP Anambas merupakan habitat penting bagi penyu laut. Untuk meningkatan perlindungan penyu, sebuah pertemuan stakeholder diadakan pada 1 Oktober 2013 dan diketuai oleh Kepala LOKA KKPN Pekanbaru. Pertemuan ini dihadiri oleh empat pemilik lahan, lembaga pemerintah (Dinas Pariwisata, dan Dinas Perhubungan), Sektor Swasta yang diwakili Premier Oil, LSM lokal, GBRAK dan CI Indonesia. Hasil pertemuan ini adalah: 1) sebuah studi komparatif akan dilakukan untuk mempelajari konservasi penyu di Kawasan Konservasi Penyu di Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat; 2) Pemerintah daerah akan memberikan dukungan bagi pengelolaan kawasan konservasi penyu; 3) CI akan mendukung upaya peningkatan kapasitas; 4) para pemilik lahan sepakat untuk membentuk sebuah badan pengelola konservasi penyu di pualu Durai melalui Dokumen Kesepahaman yang ditandatangani semua peserta pertemuan. Kemudian, Satker TWP Kepulauan Anambas dan MPAG melakukan pertemuan pada 21 Oktober 2013 untuk mendiskusikan rencana pengembangan struktur pengelolaan kawasan konservasi penyu di pulau Durai, dan juga isu-isu sosial ekonomi terkait lainnya.
Foto © CI
Edisi #7, 2013 –
10
Tim SKK Migas, bersama denganprogram CSR dari tiga perusahaan, yaitu Conoco Philips, Star Energy dan Premier Oil, melakukan perjalanan untuk melihat program-program CSR yang diimplementasikan di wikayah ini. Program CSR Premier Oil diantaranya adalah: Konservasi Mangrove, khususnya replantasi 5000 pohon mangrove di desa Temburun. Program CSR Star Energy meliputi Pembuatan Keramba Ikan di desa Tebang, Ekonomi Pedesaan, dan Squid Aggregation Devicedi desa Tiangau. Sementara Conoco Philips belum memulai program CSR-nya. Sebuah TV media juga diundang mengikuti perjalanan ini. Sesudah perjalanan lapangan tersebut, LKKPN Pekanbaru mengadakan sebuah pertemuan koordinasi untuk mengintegrasikan program CSR di Anambas. Pertemuan ini dihadiri oleh Loka KKPN Pekanbaru, SKK Migas, MPAG/ CI dan sejumlah perusahaan, seperti PT Telkom, Pertamina, PT Pegadaian, PT Jamsostek, PT Askes, PT ASDP, PT Angkasa Pura, Conoco Philips dan Star Energy. Hasil pertemuan ini adalah sebuah rekomendasi untuk diadakannya pertemuan tingkat lebih tinggi yang diikuti oleh Kemen KP dan perwakilan dari masing-masing perusahaan dan program CSR untuk mengintegrasikan dukungan bagi pengelolaan TWP Anambas. Komitmen para pemangku kepentingan untuk mendukung pengelolaan TWP Anambas diformalkan di Jakarta pada 17 Desember 2013 dengan ditandatanganinya sebuah Nota Kesepahaman antara Kemen KP, SKK Migas, Kemen BUMN, dan CI Indonesia.
Taman Nasional Wakatobi
Sebuah pelatihan kelompok Ekowisata diadakan pada 16 November di desa Liya Togo. Kegiatan peningkatan kapasitas ini diikuti oleh lima peserta. Evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa masyarakat lokal belum sepenuhnya menguasai beberapa obyek wisata di desa mereka. Pelatihan tentang Pengembangan Produk Ekowisata tahap 2 diadakan di Wangi-wangi pada 29-30 Oktober dan difasilitasi oleh Tim Indecon sebagai narasumber.Pelatihan ini dihadiri oleh 38 peserta dari Dinas Pariwisata Wakatobi; perwakilan dari empat kelompok ekowisata, perwakilan dari agen perjalanan, dll. MPAG juga memfasilitasi masyarakat dalam Peningakatan Paket Ekowisata di desa Liya Togo pada 3 November 2013. Kegiatan ini diadakan sebagai tindak lanjut dari Pelatihan yang diadakan pada 29-30 Oktober.Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar perjalanan dan kegiatan yang cocok untuk pasar wisata di Wakatobi.
Wangi-wangi Selatan. Dengar pendapat ini bertujuan menjaring input dari SKPD dan masyarakat untuk bahan penyusunan draft Rencana Pengelolaan Pariwisata yang dikembangkan Indecon. Dengar pendapat ini juga merekomendasikan sebuah pertemuan tindak lanjut guna mendiskusikan matriks Rencana Program Lima Tahun. Pada 21-22 Desember 2013, MPAG mengadakan Lokakarya Finalisasi Rencana Pengelolaan Pariwisata di resor Bajo. Lokakarya ini dihadiri oleh Sekda Wakatobi, Kepada Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Bappeda, BLH, Tokoh Syara, pemuka masyarakat, Operator Selam, pengusaha hotel, Island Forum, dan para ahli dari Indecon. Para peserta mengkaji matriks program lima tahun untuk pengembangan pariwisata dan menandatangani sebuah kesepakatan untuk mengadopsi modul Rencana Pengelolaan Pariwisata yang terakhir.
Pada 26 November, dengar-pendapat SKPD tentang draft Rencana Pengelolaan Pariwisata diadakan di resort Bajo—
Foto © WCS
11
Edisi #7, 2013 –
TWP Gili Matra Pelatihan tentang Efektivitas KKP Sebagai bagian dari peningkatan kapasitas TWP Gili Matra, sebuah pelatihan bagi pemangku kepentingan tentang Efektivitas KKP diadakan pada 24-27 September 2013 di hotel Grand Legi Mataram. Pelatihan ini diikuti oleh 20 peserta dari Unit Pengelola TWP Gili Matra, Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi NTB, Bappeda kabupaten Lombok Utara, Dinas Pariwisata Lombok Utara, Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Utara, Dinas Lingkungan Lombok Utara, Desa Gili Indah, Dusun Gili air, Dusun Gili Meno, Dusun Gili Trawangan, dan Gili Ecotrust. Di samping itu, untuk meningkatkan pengetahuan para pemangku kepentingan, sebuah pelatihan tentang coral bleaching dilakukan pada 21 Oktober di Gili Trawangan.Pelatihan ini merupakan bagian dari program Reef Check Foundation dan diikuti oleh 25 peserta.
Analisis tentang Daya Dukung Wisata TWP Gili Matra
Analisis tentang Mekanisme Pendanaan Berkelanjutan
Selama Oktober sampai desember 2013, MPAG memfinalisasi sebuah analisis tentang Tourism Carrying Capacity TWP Gili Matra. Studi tersebut menunjukan untuk selam di Gili Matra berdasarkan data tahun 2012 adalah 173.544 penyelam atau sama dengan 57.848 penyelam, yang juga sama dengan 505.680 pengunjung setiap tahunnya. Jumlah penyelam berfluktuasi tergantung kondisi sumber daya, ketersediaan infrastruktur dan fasilitas, kualitas layanan penyedia jasa wisata dan variabel lainnya. Kajian ini juga menunjukan bahwa tekanan terhadap lingkungan yang diberikan kegiatan selan harus dengan mengalihkan sejumlah penyelam dari lokasi yang paling sering dikunjungi ke lokasi lain yang kurang sering dikunjungi.
Selama Oktober - Desember 2013, MPAG telah memfinalisasi analisis tentang mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk TWP Gili Matra. Pengembangan strategi Pendanaan berkelanjutan dalam kajian ini juga didesain hanya untuk biaya selam dan snorkeling. Mekanisme penggalangan dana dilakukan melalui pemungutan biaya oleh operator pariwisata. Oleh karena itu, hal yang pertama dilakukan adalah mengkonfirmasi apakah di sana ada asosiasi operator pariwisata. Jika asosiasi semacam itu memang sudah ada, anggota-anggotanya tinggal menyepakati jumlah pungutan terkait. Kemudian hasil pungutan itu ditransfer ke rekening bank asosiasi yang dikelola oleh seorang koordinator. Pengembangan mekanisme pungutan selam di Gili Matra akan mengikuti mekanisme yang sudah dikembangkan oleh Gili EcoTrust di Gili Trawangan. Saat ini penyedia jasa selam di Gili Air dan Gili Meno belum memberlakukan pungutan selam. Sementara mekanisme penggalangan dana melalui pungutan snorkeling sudah dilakukan dengan pengembangan asosiasi operator snorkeling.
Yang juga penting adalah pembatasan kuota jumlah penyelam setiap tahunnya, dan membaginya secara adil ke semua operator selam. Pembagian kuota semacam ini juga dapat dilakukan secara proposional berdasarkan kinerja tahunan masing-masing operator selam di tahun sebelumnya.
Foto © WCS
Pengumpulan Limbah Setiap Jumat
Edisi #7, 2013 –
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya penguatan forum manajemen kolaboratif, khususnya d tingkat desa. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat akan pengelolaan limbah di Gili Air. Pada Oktober dan Desember 2013, kegiatan ini diadakan setiap hari Jumat dan melibatkan 70 peserta dari WCS, Unit Pengelola TWP Gili Matra, Dusun Gili air, kelompok masyarakat Gili Cares, Ocean 5, Manta Dive, masyarakat lokal, dan siswa sekolah dasar.
12
KKP Berau
KKP Nusa Penida
MPAG melaksanakan kegiatan untuk mendukung DKP Berau dan mitra kunci lainnya untuk meng-update dan menganalisis profil biologi dan sosio ekonomi Berau, dan memasukkan temuan-temuan terkait ke dalam Rencana Pengelolaan Taman Pesisir Derawan. Termasuk didalamnya adalah:
Peningkatan kapasitas bagi Unit Pengelola KKP Nusa Penida dan stakeholder terkait tentang monitoring persepsi telah dilakukan.Hasilnya akan digunakan sebagai masukan bagi penyusunan rencana kerja tahunan dan rencana pengelolaan lima tahunan. Protokol monitoring persepsi Nusa Penida sudah tersedia dan telah diimplementasikan. Laporan tentang monitoring persepsi ini tengah dalam proses penulisan.
•
•
•
Mengadakan pertemuan kunci di Kecamatan Maratua untuk mendapatkan dukungan kat bagi masyarakat KKP Berau. Melaksanakan pengumpulan data di Siginding dan Labuan Cermin sebagai bahan pengembangan rencana pengelolaan Taman Pesisir Derawan. Melakukan revisi atas rincian zonasil Karang Muara—Maratua, dan mengkonsultasikan hasilnya dengan perwakilan masyarakat.
Hasil dari zonasi rinci ini telah dipresentasikan ke lembaga pemerintah terkait dan mendapat persetujuan mereka.
Unit Pengelola Nusa Penida secara rutin melakukan patroli gabungan dan monitoring pemanfaatan sumber daya dan laporan-laporan terkait kedua kegiatan ini sudah tersedia. Semua dokumen dan data yang dipersyaratkan bagi diterbitkannya SK Menteri telah diserahkan ke Kemen KP dan saat ini tengah dipertimbangkan. Saat ini juga, draft SK Menteri tersebut sedang diproses, sementara rencana sistem zonasi dan pengelolaan sudah final dan sudah disetujui melalui SK Bupati. Tingkat pengelolaan KKP Nusa Penida terus membaik dan monitoring atas tingkat efektivitas pengelolaan KKP Nusa Penida dengan alat E-KKP3K oleh Kemen KP menunjukkan bahwa KKP Nusa Penida berada di tingkat kuning 100% dan Hijau 80%. Tahun lalu KKP ini masih 100% merah dan 75% kuning.Atas prestasi ini, KKP Nusa Penida dianugerahi E-KKP3K Award dari Kemen KP untuk kategori “KKP Percontohan”.
KKP Maluku Tenggara (Kei Kecil) MPAG terus mendukung finalisasi rencana pengelolaan dan zonasi serta assessment indikaor biofisik.Desain zonasi dilakukan dengan Marxan dan di cek silang dengan studi kelayakan untuk desain KKP yang dipimpin oleh UNPATTI. Enam scenario Marxan sudah dihasilkan dan didistribusikan ke Pokja KKP Kei. Keputusan akhir tentang desain KKP ini tertunda oleh Pemilihan Bupati. Diskusi tentang desain KKP didominasi oleh diskusi tentang No Take Zone. Setelah draft zonasi ini rampung, konsultasi publik akan dilakukan, sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya SK Bupati untuk Tim Teknis. Konsultasi publik tersebut melibatkan pemda setempat, masyarakat lokal, sektor publik dan perguruan tinggi. Survey SPAG yang sebelumnya sudah direncanakan terpaksa dibatalkan karena cuaca tidak memungkinkan di minggu kedua dan ketiga desember 2013.Tim SPAG ini beranggotakan perwakilan dari WWF-Indonesia dan Dinas Perikanan setempat. Di samping itu, MPAG juga mendukung Pokja Perencanaan Pesisir pada 18 Desember 2013. Para perwakilan dari Direktorat Tata Ruang spasial, Dinas Perencanaan Tata Ruang Kabupaten, dan stakeholder lainnya sepakat untuk mengembangkan Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kei. Rencana zonasi pesisir akan diintegrasikan dengan rencana zonasi pulau-pulau Kecil Kei.
Ilustrasi © Donald Bason
13
Edisi #7, 2013 –
RAGAM
Perubahan UU Pengelolaan Pesisir oleh : Rony Megawanto
Foto © TNC
Di penghujung tahun 2013 lalu, DPR RI mengesahkan RUU Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang tersebut selanjutnya menjadi UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Setidaknya terdapat dua hal penting dalam UU perubahan ini, yaitu tentang pengganti HP-3 dan Kawasan Konservasi Laut. Hal yang mendasari dilakukannya perubahan terhadap UU 27/2007 adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal-pasal terkait HP-3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir). HP-3 menurut UU ini adalah adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. UU ini juga menjelaskan bahwa HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan.
Dengan sifat hak tersebut, mengacu pada putusan MK, pemberian HP3 kepada pihak swasta dinilai sebagai pengalihan tanggung jawab penguasaan negara atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil kepada pihak swasta. Meskipun UU No. 27/2007 mengakomodasi masyarakat adat untuk bisa memperoleh HP3, namun MK menilai bahwa masyarakat adat tidak akan mampu memenuhi persyaratan untuk perolehan HP3 dan tidak akan mampu bersaing dengan pelaku usaha/ pemilik modal. Dengan ketidakmampuan tersebut, masyarakat adat akan kehilangan hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Kondisi ini yang dianggap bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (ayat 2); Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3).
Dokumen ini terwujud berkat dukungan dari rakyat Amerika melalui the United States Agency for International Development (USAID). Isi dokumen ini merupakan tanggung jawab MPAG dan tidak serta-merta mencerminkan pandangan USAID maupun Pemerintah Amerika Serikat.
Edisi #7, 2013 –
14
Dengan mengacu pada pasal 33 UUD 1945 tersebut, peraturan perundangan lain yang terkait dengan hak pengelolaan telah berubah menjadi mekanisme perijinan, seperti dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) pada UU sebelumnya telah berubah menjadi mekanisme perizinan, seperti Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan, Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan, dan izin lainnya. Berdasarkan putusan MK tersebut, maka terminologi “hak” HP-3 dalam Perubahan UU 27/2007 diganti dengan “izin lokasi” dan “izin pengelolaan”. Izin pengelolaan dalam hal ini diwajibkan untuk kegiatan produksi garam, biofarmakologi laut, bioteknologi laut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata bahari, pemasangan pipa dan kabel bawah laut, dan/atau pengangkatan benda muatan kapal tenggelam. Namun perlu digarisbawahi bahwa terdapat pengecualian bagi masyarakat hukum adat terhadap kewajiban ini. Hal inilah yang membedakan dengan HP-3 pada UU lama sebelum perubahan, dimana masyarakat adat dan korporasi dipersaingkan untuk memperoleh HP-3. Persaingan tersebut dianggap tidak sehat sebab korporasi memiliki modal yang jauh lebih besar ketimbang masyarakat adat.
Selain HP-3, hal yang paling menonjol dari UU baru ini adalah pengalihan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut yang selama ini dikelola oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pasal 78A menyebutkan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri. Menteri yang dimaksud dalam UU ini tentunya menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan alias Menteri Kelautan dan Perikanan.
Namun demikian, proses pengalihan ini tidaklah mudah mengingat besarnya perbedaan struktural antara Kemenhut dan KKP dalam pengelolaan kawasan konservasi. Studi yang dilakukan oleh Halim (2012) yang didukung oleh MPAG mengidentifikasi beberapa perbedaan tersebut, yaitu:
Penjelasan pasal 78A bahkan menjelaskan secara lebih detail bahwa yang dimaksud dengan ”kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil” termasuk Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam bentuk Taman Nasional/Taman Nasional Laut, Suaka Margasatwa Laut, Suaka Alam Laut, Taman Wisata Laut, dan Cagar Alam Laut, antara lain: Taman Nasional (Laut) Kepulauan Seribu, Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, Taman Nasional (Laut) Bunaken, Taman Nasional (Laut) Kepulauan Wakatobi, Taman Nasional (Laut) Taka Bonerate, Taman Nasional Teluk Cenderawasih, dan Taman Nasional Kepulauan Togean. Hal ini berarti negara telah memutuskan bahwa kawasan konservasi laut tersebut mesti dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
b. Jabatan fungsional. Kemenhut telah
a. Jabatan struktural. Kepala Balai Besar
Taman Nasional Teluk Cendrawasih adalah jabatan eselon II dan 6 Kepala Balai Taman Nasional lainnya adalah jabatan eselon III. Sementara KKP memiliki Kepala BKKPN-Kupang dengan jabatan eselon III dan Loka KKPN-Pekanbaru dengan jabatan eselon IV.
memiliki tiga jenis jabatan fungsional untuk mendukung pengelolaan taman nasional lengkap dengan jenjang jabatan, pangkat/golongan, dan jumlah angka kredit, yaitu PEH (Pengendali Ekosistem Hutan), Penyuluh Kehutanan, dan Polhut (Polisi Kehutanan). Sementara pengelolaan kawasan konservasi oleh KKP belum didukung oleh kelompok jabatan fungsional.
d. Jumlah SDM. Total personil Kemenhut untuk
pengelolaan 7 Taman Nasional tahun 2012 sekitar 600 orang, sementara KKP memiliki 100 orang untuk mengelola 10 kawasan.
e. Anggaran. Total anggaran Kemenhut untuk
pengelolaan 7 Taman Nasional tahun 2012 sekitar 78 milyar rupiah, sementara anggaran KKP untuk mengelola 10 kawasan di tahun yang sama sekitar 20 milyar rupiah.
f. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kemenhut memiliki kewenangan dalam melakukan 2 jenis pungutan PNBP di Taman Nasional, yaitu penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam dan penerimaan dari pungutan masuk. KKP sendiri hingga saat ini belum diberi mandat untuk melakukan pungutan PNBP di kawasan konservasi. Dengan perbedaan yang cukup signifikan tersebut diatas, dapat dibayangkan tantangan dan pekerjaan rumah yang perlu dipersiapkan untuk proses pengalihan tersebut. Diperlukan kerjasama dan persiapan yang matang antara dua kementerian untuk memastikan proses pengalihan ini dapat berjalan lancar. Semoga!
c. Pengelolaan wilayah kerja. Di Kemenhut, setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) mengelola satu kawasan, sementara di KKP setiap UPT mengelola lebih dari satu kawasan seperti BKKPN-Kupang yang mengelola 8 kawasan dan Loka KKPN-Pekanbaru yang mengelola 2 kawasan.
Ilustrasi © Donald Bason
15
Edisi #7, 2013 –
Marine Protected Areas Governance (MPAG) adalah program bantuan USAID yang bertujuan mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) seluas 20 juta hektar pada tahun 2020, serta mengelolanya secara efektif dan berkelanjutan. Program MPAG merupakan implementasi dukungan pemerintah Amerika Serikat dalam rangka United States Coral Triangle Initiative (USCTI). Dalam konteks nasional, program MPAG mendukung Goal 3 National Plan of Action (NPOA) Indonesia, yaitu: Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Terbentuk dan Terkelola Secara Efektif. MPAG merupakan bagian dari Marine Resources Program (MRP) dan kelanjutan dari program Coral Triangle Support Partnership (CTSP) Indonesia. Program ini dirancang bersama direktorat terkait di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pemerintah daerah untuk memastikan bahwa dukungan MPAG selaras dengan kebijakan pemerintah. Program kegiatan MPAG juga diimplementasikan melalui konsorsium LSM, yang terdiri atas Conservation International (CI), Coral Triangle Center (CTC), The Nature Conservancy (TNC), Wildlife Conservation Society (WCS), dan WWF Indonesia.
INFORMASI
Edisi #7, 2013 –
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: Marine Protected Areas Governance (MPAG) Jl. Ciragil 2 no.8 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12180 Tel : (021) 739 3030 Email :
[email protected]
16