POLICY BRIEF: PETA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA
© Andie Wibianto/MPAG
Peta kawasan Konservasi Perairan Indonesia Dalam penyiapan Surat Keputusan (SK) Kawasan Konservasi Perairan, selain menyiapkan surat keputusan yang ditandatangai oleh pejabat yang berwenang, perlu juga disiapkan Peta Wilayah yang menjadi Kawasan Konservasi Perairan dalam bentuk lampiran yang tidak terpisahkan dengan surat keputusan. Peta wilayah kawasan konservasi yang dipersiapkan oleh masing-masing institusi ternyata sering bermasalah, dalam artian tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Ada beberapa aspek yang sering mengakibatkan munculnya permasalahan ini antara lain: 1) Penentuan titik digitasi yang berbeda 2) Perbedaan pengambilan peta dasar 3) Titik koordinat kawasan hanya ada 1 atau 2 titik, yang mengakibatkan luas kawasan tidak dapat diukur. 4) Bentuk kawasan tidak sesuai dengan koordinat dalam SK. 5) Terjadinya selisih luas kawasan dengan luasan dalam peta yang terdapat dalam SK; plus atau minus. 6) Telah ada luas kawasan tetapi tidak didukung dengan peta yang standard. 7) Perbedaan rujukan; apa ke BIG atau Dishidros 8) Pengecekan lapangan (ground check) kurang baik 9) Kurangnya pemahaman SDM konsultan pelaksana yang menyiapkan peta kawasan. 10) Peta kawasan konservasi dibuat secara tergesa-gesa sehingga tidak memenuhi criteria yang standard.
1
Permasalahan ini dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar sebagai beriku: Pertama, aspek teknis; permasalahan yang bersifat teknis muncul dilapangan karena kurangnya pemahaman konsultan atau staf pelaksana dilapangan yang membuat peta Kawasan Konservasi. Kedua, aspek perencanaan; dimana peta kawasan konservasi yang menjadi lampiran dalam SK tidak disiapkan dengan cara yang terencanan. Hal ini terjadi karena pejabat yang berwenang belum memiliki pemahaman yang memadai tentang perencanaan kawasan konservasi. Kemungkinan lain adalah pembuatan peta kawasan dilakukan dalam kondisi yang tergesa-gesa. Ketiga, aspek monitoring kegiatan; tidak dapat dipungkiri bahwa sering terjadi kekeliruan dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, yang menyebabkan dibutuhkan monitoring. Permasalahan yang sering terjadi dilapangan akan dapat diantisipasi jika dilakukan monitoring dalam jangka waktu tertentu, sehingga penyimpangan yang terjadi dilapangan dapat diantisipasi.
2
Akibat yang ditimbulkan Adanya kesalahan dalam pembuatan peta wilayah kawasan konservasi, menyebabkan sulitnya untuk menetapkan luasan kawasan konservasi. Ketidak jelasan luasan kawasan ini menimbulkan pertanyaan “Benarkah luasan kawasan konservasi yang telah di umumkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan?”. Ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan menganggap luasan kawasan konservasi sebagai suatu target pencapaian yang penting, maka kejelasan luasan kawasan konservasi menjadi suatu hal yang utama. Karena aspek luasan kawasan menjadi prioritas penting dibawah direktorat KKJI, maka kesadaran semua Subdit yang berada dibawah KKJI dalam menangani permasalahan ini akan menjadi penting pula. Solusi yang perlu dipertimbangkan:
3
1.
Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam tentang permasalahan yang terjadi
dilapangan,
sehingga
mendapatkan
gambaran
yang
lebih
komprehensif tentang peta permasalahan sebenarnya. 2.
Penyiapan langkah-langkah solusi penyelesaian masalah dengan melibatkan seluruh pihak yang terlibat baik internal maupun external.
3.
Tersosialisasikannya pedoman pembuatan peta kawasan konservasi pada pihak-pihak yang menyiapkan peta kawasan.
4.
Perlu adanya kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten kota dengan BIG; dalam penyiapan peta kawasan konservasi.
5.
Dirjen KP3K atau Direktur KKJI perlu memberikan surat yang memberikan informasi bahwa peta wilayah kawasan konservasi di wilayah tertentu belum sesuai dengan kondisi luasan kawasan yang riil dilapangan.
4