Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter MARCHING BAND SEBAGAI PENDIDIKAN BERKARAKTER: SEBUAH SOLUSI KOMPREHENSIF PENDIDIKAN NONFORMAL BAGI REMAJA MARKO S HERMAWAN Victoria University of Wellington, New Zealand
PENDAHULUAN Remaja merupakan masa transisi dari usia anak menjadi seorang dewasa. Perkembangan fisik dan mental seorang remaja sangatlah rentan terhadap hal-hal yang berada di lingkungan sekitarnya, baik positif maupun negatif. Peningkatan hormonal secara biologis sangat mempengaruhi perkembangan dan karakter seorang remaja yang mengalami perubahan karakter seperti keingintahuan yang tinggi, tingkat emosi dan energi yang besar, serta sosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar. Pada kenyataannya, perkembangan yang tidak diimbangi dengan informasi dan pergaulan yang positif dapat menyebabkan remaja dapat terjerumus dalam hal-hal negatif dan merugikan remaja itu sendiri. Pendidikan yang berkarakter serta pengenalan dan apresiasi akan kesenian merupakan salah satu unsur penting dalam peningkatan berbudaya dalam masyarakat Indonesia, terutama dalam kualitas seni pada masa-masa sekolah. Oleh karena itu, pendidikan olahraga dan seni merupakan pendidikan yang perlu diperhatikan, baik pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan non-formal diluar sekolah seperti ekstra-kurikuler dan kegiatan kesenian dan olahraga lainnya. Saat ini, pendidikan seni di sekolah di Indonesia merupakan permasalahan umum, dikarenakan kurikulum yang menitikberatkan pada kemampuan teknikal yang kuat mengakibatkan pendidikan seni kurang mendapat perhatian yang serius. Padahal sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki keragaman seni dan budaya yang majemuk dan perlu diapresiasi berbagai kalangan, termasuk siswa sekolah. Karya ilmiah ini bertujuan mencari solusi yang dapat menjembatani antara pendidikan remaja dalam sekolah dan kesenjangan pendidikan seni dan olahraga non-formal. KONDISI INDONESIA SAAT INI a. Problematika Manusia Indonesia Mengikuti perkembangan politik di Indonesia, dimana slogan yang cukup terkenal dari presiden Joko Widodo adalah “Revolusi Mental”, problematika mentalistas manusia Indonesia secara umum dipandang perlu oleh presiden sebagai prioritas utama dalam membenahi kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti dikutip oleh presiden Joko Widodo, beliau mengambil kutipan sastrawan Mochtar Lubis, yang menyebutkan bahwa manusia Indonesia memiliki 6 ciri khas (Sholeh, 2014): 1. Munafik atau hipokrit 2. Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya 3. Bersikap dan berperilaku feodal 4. Percaya takhayul 5. Artistik berbakat seni 6. Lemah watak atau karakternya Keenam sifat umum manusia Indonesia mempunyai konotasi negatif terhadap pembangunan karakter Indonesia. Namun program “Revolusi Mental” yang dicanangkan pemerintahan Jokowi hendaknya dapat mengakomodir kekurangan karakter yang dikemukakan diatas, dan program-program pembenahan karakter bangsa hendaknya mempunyai hasil yang konkrit, terutama ditujukan kepada 1
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter remaja Indonesia. Hal lain yang menarik adalah karakter’ artistik berbakat seni’, yang dapat dikatakan sebagai nilai plus manusia Indonesia, dapat secara dini dikembangkan di sekolah-sekolah dan institusi, yaitu dengan menumbuhkan sesi kesenian dan ketrampilan seni. Ini dimaksudkan agar karakter mental dan seni yang rata-rata dimiliki oleh sebagian masyarakat, terutama remaja Indonesia dapat disalurkan ke dalam kegiatan positif. b. Kasus Kekerasan dan Tawuran Pelajar “Tawuran terjadi karena tidak ada tempat bagi mereka menyalurkan kreativitas di luar sekolah – M. Sobari, Budayawan (VivaNews, 2012)”
Berbagai sumber yang cukup memilukan menggambarkan potret kekerasan dan tawuran pelajar yang justru semakin meningkat. Tabel dibawah ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan mengenai tingkat kriminalitas jenis ini. Menurut data tersebut, angka pada tahun 2011 meningkat lebih dari 100% dibandingkan tahun 2010, sedangkan tahun 2012 antara bulan Januari sampai Juni, angka tawuran telah mencapai 139 kasus di Indonesia. Di Jabodetabek sendiri, rata-rata tawuran pelajar berkisar diantara 90 sampai 100 kejadian, yang berarti kontribusi kekerasan mencapai lebih dari 50% secara keseluruhan. Menurut Anjari (2012), tawuran pelajar berawal dari tingkat agresivitas yang tinggi, yang disinyalir berawal dari keluarga yang tidak harmonis dan ketidakharmonisan lingkungan sekitar. Tingkat agresivitas yang tidak tersalurkan secara positif inilah yang menjadi penyebab utama mengapa tawuran antar sekolah terjadi di berbagai daerah. Sebagai remaja yang mempunyai karakteristik menjadi identitas diri dan taraf emosi yang tinggi, sebaiknya disalurkan kepada kegiatan positif yang membutuhkan energi yang cukup besar. Marching band sebagai salah satu kegiatan yang membutuhkan kemampuan fisik dan tingkat kedisiplinan yang tinggi dapat menjadi solusi atas permasalahan ini.
600 500 400 300
200 100 0
2010
2011
2012*
Indonesia
128
339
139
Jabodetabek
102
96
103
Meninggal
17
82
17
Figure 1. Data Tawuran Pelajar, dari berbagai sumber (*Jan-Jun 2012)
c. Problematika Pendidikan Musik Pendidikan musik di Indonesia bisa dapat dikatakan tertinggal dari Negara-negara asia tenggara lainnya, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Berbagai permasalahan mengenai penerapan seni dalam pendidikan di Indonesia sering kali terjadi di sekolah-sekolah yang mempunyai sumber daya pengajar seni yang terbatas. Mack (2007) mengatakan bahwa banyak sekali kasus dimana pelajaran music diajarkan oleh guru matematika, karena sang pengajar menyukai musik dan nyanyi. Hal ini 2
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter juga dikarenakan tidak adanya guru music yang tersedia di sekolah-sekolah. Dalam argumentasinya, Mack (2007) juga mengatakan bahwa pendidikan musik hanya berbasis pada menyanyikan lagu-lagu nasionalis serta pembelajaran musik secara teoritis, tanpa didampingi praktek bermusik secara komprehensif. Alasan lainnya menurut Mack adalah padatnya kurikulum sekolah yang mengutamakan teknologi dan industri, membuat pendidikan seni mendapat porsi yang sedikit. Padahal pendidikan seni merupakan satu-satunya pendidikan yang mengutamakan kreativitas berpikir (creative thinking) dan peningkatan kemampuan berseni. Disamping itu, pendidikan seni merupakan sarana apresiasi bukan hanya pada seni, tetapi juga apresiasi terhadap social kemasyarakatan, yang sangat dibutuhkan oleh Negara ini. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri terhadap tingkat apresiasi musik secara khusus dan seni secara umum, sebagai sarana meningkatkan kemampuan kreativitas manusia Indonesia seutuhnya. Kecenderungan seperti ini dapat membuat kualitas sumber daya manusia Indonesia terhadap kesenian menjadi berkurang, dalam arti sensitivitas dan penghargaan terhadap kesenian, terutama seni tradisional Indonesia.
MARCHING BAND SEBAGAI SOLUSI PENDIDIKAN BERKARAKTER NON-FORMAL Sebagai langkah konkrit atas permasalahan diatas, karya tulis ini mengusulkan agar pemerintah dapat menunjang aktifitas Marching Band sebagai perpaduan antara unsur kedisiplinan dan seni. Secara umum, Marching band adalah perpaduan musik, baris-berbaris, gerak tari dan irama. Walaupun berbau militer dari segi baris-berbaris, namun kebanyakan dari tema pagelarannya sudah menjurus pertunjukan seni. Perkembangan marching band di Indonesia selama 10 tahun terakhir sudah mulai meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah unit di seluruh Indonesia. Trend akan adanya kegiatan positif di sekolah dan lingkungan masyarakat mendorong berbagai pihak untuk mendirikan organisasi marching band, yang nantinya akan menampung anak muda dalam berkarya di bidang seni. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi di Indonesia adalah kurangnya metode pelatihan musik yang efektif dalam mengajarkan music kepada anak didiknya, sehingga perlu diadakan penelitian untuk memperoleh data yang jelas, hal-hal apa saja yang diperlukan oleh sebuah unit dalam mengembangan kegiatan marching band ini. Sebagai salah satu Genre dalam dunia musik, ada kalanya para pengarang lagu dan koreografi marching band membutuhkan ide dan ciptaan original. Ide tersebut akan tertuang dalam lagu-lagu dan didukung oleh koreografi dan visual yang tematis dan beraneka ragam. Seperti halnya sebuah pementasan seni di atas panggung, maka pertunjukan marching band di Indonesia telah mengadopsi konsep panggung yang diaplikasikan di lapangan, dimana banyak tema broadway yang dipakai di marching band. Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa, terbentang dari sumatera sampai papua. Karakteristik unik dari setiap daerah ini, termasuk didalamnya kebudayaan dan kesenian tradisional, dapat menjadi tema musical yang menarik untuk dipadukan ke dalam musik dalam marching band. Baik musik, gerak tari dan budaya Indonesia dapat menjadi sumber inspirasi dalam pembuatan tema dalam marching band. Penelitian yang dilakukan Zdzinski (2004) meyebutkan Marching Band berkontribusi positif terhadap peningkatan musikal, sosial dan personal seseorang. Dibawah ini adalah diagram keragaman fungsi dan manfaat Marching Band dari berbagai disiplin ilmu.
3
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter
Fungsi Kedisiplinan •Fisik & Mental •Etos Kerja
Marching Band Fungsi Sosial
Fungsi Seni
•Manajemen organisasi •Kerjasama Tim •Saling menghargai
•Musik •Tari dan Gerak •Koreografi •Apresiasi Seni
Figure 2. Manfaat Marching Band dari berbagai Ilmu
1. Fungsi Kedisiplinan Marching band berawal dari kegiatan baris-berbaris militer yang terdiri dari tentara-tentara, memainkan alat musik tiup (brass dan woodwinds) dan pukul (percussion) untuk mengiringi sebuah parade. Aturan baris-berbaris secara militer membutuhkan tingkat kedisiplinan yang tinggi, sehingga marching band dapat meningkatkan kedisiplinan individu. Budaya marching band ini dipakai oleh sekolah-sekolah di Amerika untuk meningkatkan motivasi, rasa tanggung jawab dan kedisiplinan siswa sekolah (Rogers, 1985). Disamping itu, Zdzinski (2004) meneliti 171 responden tentang kontribusi marching band terhadap kualitas hidup seseorang, berkesimpulan bahwa manfaat utama yang didapat setelah mengikuti kegiatan Marching Band adalah etos kerja yang tinggi (14.62%), kedisiplinan diri (13.45%) dan akuntabilitas diri (10.53%). Sehingga bisa disimpulkan bahwa Marching Band dapat membentuk karakter manusia yang bertanggung jawab. Kegiatan marching band ini juga berfungsi sebagai penyaluran agretivitas dan emosi remaja secara positif, agar energi tersebut dipakai untuk mempelajari disiplin bermain musik dalam Marching Band. Erdmann, Graham, Radlo, and Knepler (2003) meneliti tentang energi seseorang yang dibutuhkan dalam bermain Marching Band, dan menyimpulkan bahwa kegiatan yang menguras tenaga ini sangat cocok diterapkan pada remaja karena berpotensi menyerap fisik yang sesuai dengan tenaga seorang remaja.\ Apabila dikaitkan dengan 6 ciri manusia Indonesia oleh Muchtar Lubis, kegiatan marching band di lingkungan sekolah dan komunitas merupakan solusi konkrit untuk memperbaiki dua karakter negatif, yaitu ‘Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya’ dan ‘lemah watak dan karakter’. Fungsi kedisiplinan dapat merubah perilaku tersebut dengan melatih remaja untuk bersifat mandiri, tepat waktu, dan disiplin dalam berlatih. Kedisiplinan tersebut bukan hanya bersifat kemiliteran semata, namun dapat berupa kedisiplinan dalam memainkan 4
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter musik secara bersama-sama dan melatih bekerja sama antar sesama pemain dalam bermusik dan melakukan koreografi dengan rapi. Hermawan (2013) mengatakan bahwa untuk mengikuti sebuah pertandingan berskala nasional, sebuah marching band membutuhkan waktu latihan antara 6 sampai 9 bulan persiapan. Waktu latihan ini dapat meningkatkan kemampuan disiplin diri serta mengurangi kegiatan lain yang tidak berguna. 2. Fungsi Kesenian Di Indonesia, ada kalanya Marching Band dikategorikan dan dipersepsikan sebagai aktifitas olahraga fisik. Namun secara fungsi dan manfaat, Marching Band modern sudah dikolaborasikan antara kegiatan, fisik (baris-berbaris membentuk konfigurasi), bermain musik orkestratif, dan gerak tari dan olah tubuh. Marching Band secara umum sudah bertransformasi dari kegiatan parade jalan untuk mengiringi baris-berbaris militer, manjadi suatu pertunjukan musik dan gerak dalam lapangan (Kirnadi, 2004). Mills (1988) berpendapat bahwa Marching Band harus memiliki 10 dimensi manfaat, 4 diantaranya berdimensi kesenian antara lain pertunjukan musikal (musical performance), musik yang berestetika (musical aesthetics), pencapaian musikal (musical achievement), pengembangan musik (musical development). Manfaat tersebut seyogyanya dapat menjembatani kekurangan pendidikan musik pada pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia. Selain manfaat secara musikalitas, Marching Band juga berkaitan erat dengan seni tari kontemporer dan tradisional. Gerak olah tubuh yang diperagakan oleh colorguard menambah citra seni dalam marching band, mentransformasikan keindahan visual yang disesuaikan dengan ritme lagu yang dimainkan. Fungsi gerak disini tidak terbatas pada gerakan bendara, namun dipadukan dengan dasardasar olah tubuh ballet dan tari kontemporer maupun tradisional Indonesia.
Figure 3. Marching Band sebagai perpaduan seni dan disiplin
3. Fungsi Sosial Kontribusi lain adalah bahwa Marching Band dapat meningkatkan kemampuan sosial dan individual seseorang. Mills (1988) mengatakan bahwa manfaat Marching Band secara sosial adalah peningkatan hubungan sosial (social enrichment), pencapaian tim (group accomplishment), identitas institusi (school identity), peningkatan diri (self5
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter improvement),peningkatan interpersonal skills, and rekreasi. Ia menambahkan bahwa remaja yang aktif dalam kegiatan Marching Band dapat meningkatkan kemampuan sosial kemasyarakatan ketimbang mereka yang tidak mengikuti organisasi ini. Hermawan (2010) menambahkan pula bahwa marching band dapat meningkatkan kemampuan berorganisasi dan manajemen antar anggota, antara lain kepemimpinan, manajemen waktu, rekrutmen anggota, manajemen musik dan pelatihan. Fungsi sosial ini juga dapat menjembatani karakter manusia Indonesia yang bersifat hipokrit, kurang bertanggung jawab dan berkarakter lemah. Kerjasama tim dan kesetiakawanan dalam berlatih marching band hendaknya dapat mengurangi sifat negatif tersebut dimana remaja diajarkan untuk bersosialisasi dengan rekan lainnya.
LANGKAH STRATEGIS Dalam rangka perwujudan masyarakat Indonesia yang berkepribadian dan berkarakter positif, Marching Band dapat menjadi salah satu solusi terhadap kondisi remaja Indonesia yang diliputi oleh kekerasan fisik dan tindakan negatif lainnya. Kekurangan pendidik seni merupakan salah satu kendala yang ada saat ini, sehingga solusi yang memungkinkan adalah melakukan kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara-negara yang memiliki standar pendidikan seni yang mapan, antara lain Amerika Serikat, Selandia Baru dan Inggris. Usulan kerjasama dalam pendidikan karakter dan seni ini seyogyanya dapat menjembatani pendidikan musik formal maupun non-formal di Indonesia. Kegiatan Marching Band di Amerika diwadahi oleh beberapa organisasi nirlaba (non-profit organisation) seperti Drum Corps International atau disingkat DCI. Organisasi ini bertugas mewadahi unit-unit Drum Corps di Amerika Serikat dan Internasional dan menyelenggarakan kompetisi bergengsi setiap tahunnya. Selain kompetisi, DCI juga mempunyai divisi pendidikan untuk memberikan pelatihan dan klinik secara domestik maupun internasional. Salah satu unit, yaitu The Blue Devils, pernah memberikan coaching clinic di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2011 kepada unit-unit Marching Band se-Asia Tenggara.
Figure 4. Coaching Clinic oleh The Blue Devils di KL, Malaysia
Kolaborasi antara unit-unit Marching Band di Indonesia dan negara lain merupakan salah satu langkah konkrit yang dapat didukung oleh pemerintah Indonesia, dalam rangka peningkatan kemampuan bermusik dan seni bagi sekolah-sekolah, baik yang belum maupun yang sudah mempunyai unit marching band. Dua perspektif dibawah ini menggambarkan keuntungan dalam kolaborasi antar unit Marching Band Indonesia dengan negara mitra pendidikan musik: 6
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter
a. Perspektif Indonesia. Marching Band di Indoneisa dapat memperoleh manfaat antara lain: 1. Peningkatan metode pembelajaran musik, baik di dalam kelas maupun di lapangan. Dengan didatangkannya pelatih dan pendidik dari unit Marching Band luar, unit Marching Band di Indonesia dapat belajar bagaimana membuat system pengajaran musik yang sesuai standard internasional serta terstruktur, sesuai dengan tingkat kemampuan musik di Indonesia. Indonesia membutuhkan metode pembelajaran musik yang efektif dan komprehensif serta dapat diaplikasikan ke dalam pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan musik non-formal seperti di kegiatan Marching Band. 2. Dengan diperkenalkannya metode efektif belajar musik, kualitas pendidikan seni, baik di kota besar maupun kota-kota kecil dapat ditingkatkan. Banyak dari unit-unit Marching Band di daerah kekurangan informasi dan edukasi mengenai Marching Band, sehingga kerjasama tersebut sangat diperlukan untuk peningkatan kemampuan bermain musik. 3. Kerjasama ini tidak hanya berfokus pada peningkatan seni musik, tetapi juga peningkatan seni tari dan gerak, yang mana pendidikan seni tari kontemporer telah dikembangkan oleh sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Pendidikan seni visual dan koreografi sangat dibutuhkan oleh sebuah marching band, dimana mereka telah mengembangan pendidikan mengenai dasar-dasar tari, ballet dan seni pertunjukan. KESIMPULAN Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga diharapkan dapat mendukung terselenggaranya pendidikan music yang berkarakter serta dapat menunjang pendidikan formal dalam sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai pendidikan non-formal, Marching Band memberikan solusi alternatif dalam berkreatifitas seni dan olahraga yang tidak bias ditawarkan oleh kurikulum sekolah yang ada sekarang. Marching Band adalah sebuah organisasi multi-disiplin berbasis apresiasi music dan gerak, yang dapat membantu membentuk karakter positif seorang remaja. Pengenalan ilmu musik, pengalaman berorganisasi, pengenalan kedisiplinan dan akuntabilitas diri, dan sarana bersosialisasi dan rekreasi merupakan beberapa manfaat riil yang dapat dirasakan seorang anggota Marching Band selama beraktifitas, maupun setelah bekerja di dunia nyata. Marching Band juga dapat menyatukan semua kalangan muda, unsur latar belakang seseorang, agama, dan etnis untuk bersama-sama menciptakan suasana sportif dan berseni, berkompetisi di jalan yang sehat dan positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan marching band yang diadakan di sekolah-sekolah untuk kalangan remaja dapat berkontribusi positif sebagai wadah penyaluran bakat seni dan kreatifitas anak Indonesia. Semoga apa yang dicita-citakan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk memperbaiki karakter bangsa bersama “Revolusi Mental” dapat dimanifestasikan dengan kegiatan marching band ini.
7
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter Bibliografi Anjari, W. (2012). TAWURAN PELAJAR DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGIS, HUKUM PIDANA, DAN PENDIDIKAN. MAJALAH ILMIAH WIDYA, 29(324). Erdmann, L. D., Graham, R. E., Radlo, S. J., & Knepler, P. L. (2003). Adolescents' Energy Cost In Marching Band. Perceptual and motor skills, 97(2), 639-646. Hermawan, M. (2010). Interaksi multi disiplin ilmu dalam sebuah organisasi; Studi kasus organisasi Marching Band. Jurnal Universitas Paramadina, Conference edition(1), 34-40. Hermawan, M. (2013). Factors Affecting Marching Band Competition Result: An Empirical Study of Indonesian Marching Band Activity. Malaysian Music Journal, 2(1). Kirnadi. (2004). Pengetahuan Dasar Marching Band (Vol. 1). Jakarta: Citra Intirama. Mack, D. (2007). Art (Music) Education in Indonesia: A Great Potential but a Dilemmatic Situation. Educationist, I(2), 62-74. Mills, D. L. (1988). The meaning of the high school band experience and its relationship to band activities. (Unpublished Doctor of Philosophy Dissertation), University of Miami. Rogers, G. L. (1985). Attitudes of high school band directors and principals toward marching band contests. Journal of Research in Music Education, 33(4), 259-267. Sholeh, M. (2014, 19 August 2014). Jokowi beberkan 6 ciri manusia Indonesia versi Mochtar Lubis. Merdeka. Retrieved from http://www.merdeka.com/peristiwa/jokowi-beberkan-6-cirimanusia-indonesia-versi-mochtar-lubis.html Zdzinski, S. F. (2004). Contributions of Drum Corps Participation to the Quality of Life of Drum Corps Alumni. Bulletin of the Council for Research in Music Education, 46-57.
8