MANAJEMEN PEMBINAAN UKS GUNA MENGHADAPI PERILAKU PESERTA DIDIK DALAM MENGKONSUMSI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH Oleh : Wisnu Wardhono
ABSTRAK Penelitian ini mengangkat permasalahan manajemen pembinaan UKS guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi PJAS, ditinjau dari penerapan perencanaan, implementasi, pengawasan, gambaran peran serta masyarakat, serta faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara sistimatis tentang fakta dan karakteristik dari responden mengenai masalah yang sedang di teliti. Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya UKS di sekolah karena adanya kebutuhan kesehatan. Determinan dalam manajemen pembinaan UKS guna menghadapi perilaku siswa dalam mengkonsumsi PJAS tersebut perlu ditingkatkan melalui peran aktif semua pihak di dalam masalah kesehatan siswa, sehingga faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya tersediakan, demikian pula faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, serta faktor pendorong terjadinya perilaku. Perencanaan kegiatan pembinaan yang disusun secara terprogram dengan mengacu pada trias UKS. Hambatan pembinaan antara lain kemampuan dari para promotor yang terlibat masih rendah, kemampuan sasaran yang rendah dalam menangkap pesan, masih kurangnya komitmen serta dukungan dari pemerintah, masalah pendanaan dan koordinasi, tenaga profesional kesehatan, prasarana dan sarana penunjang proses belajar mengajar dalam pendidikan kesehatan serta masih terbatasnya sarana komunikasi dan edukasi sebagai bahan atau media sosialisasi pembinaan ditingkat sekolah. Kata kunci : Manajemen Pembinaan, UKS, PJAS, Perilaku
A. PENDAHULUAN Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia., baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), serta aspek moralitas (iman dan ketaqwaan). Demikian pula dalam amanat undang–undang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mengingat pendidikan dan kesehatan merupakan hal yang penting dan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat
mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. Oleh karena itu usaha kesehatan sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas, menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. Peningkatan derajat kesehatan berarti peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan berarti meningkatnya sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat meningkatkan aset bangsa yang berarti investasi bagi bangsa ini yang pada akhirnya bangsa menjadi bangsa yang maju dan mandiri . Berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri Nomor 1/U/SKB/2003 – 1067/Menkes/SKB/VII/2003-MA/230A/2003 Nomor 26 tahun 2003, tentang pembinaan dan pengembangan UKS. Satu hal penting menyangkut keberadaan UKS adalah upaya meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik. Titik beratnya terletak pada upaya meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar serta menciptakan lingkungan yang sehat, agar anak memperoleh kesempatan untuk tumbuh, berkembang dan dapat belajar secara produktif. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Munculnya
sebagai penyakit
yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10), ternyata umumnya berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, salah satunya adalah perilaku konsumsi pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Dalam implementasinya di lapangan pembinaan UKS masih banyak mengalami hambatan-hanbatan, salah satunya adalah masih belum kuatnya komitmen di antara stakeholder di kabupaten/kota, serta masih lemahnya koordinasi di antara tim pembina (TP) UKS di kabupaten/kota. Padahal UKS merupakan salah satu program yang telah ditetapkan standar pelayanan minimalnya, melalui Kepmenkes No. 1457 Tahun 2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota. Ini berarti UKS merupakan program yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. Pembinaan dan pengembangan UKS yang harus dilakukan terhadap peserta didik diantaranya adalah mengenai keamanan PJAS.
Cahyono B., dikutip dari www.bappenas.go.id, (2010): “berdasarkan pengujian pada minuman jajanan anak sekolah di 27 propinsi ditemukan hanya sekitar 18,2% contoh yang memenuhi persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP), terutama untuk zat pewarna, pengawet dan pemanis yang digunakan sebanyak 25,5% contoh minuman mengandung sakarin dan 70,6% mengandung siklamat”. Rendahnya pengetahuan serta ketidaktahuan peserta didik dan produsen mengenai keamanan pangan ini menyebabkan beberapa kejadian luar biasa (KLB) keracunan PJAS masih sering terjadi. Data kejadian luar biasa keracunan pangan yang dihimpun oleh Direktorat Survei dan Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) Badan POM RI menyebutkan bahwa pada tahun 2007 terdapat 28 KLB keracunan pangan (16%) yang terjadi di lingkungan sekolah dengan korban 3894 siswa dan korban yang sakit 1336 siswa. Pangan jajanan berkontribusi sebesar 28.57% sebagai pangan penyebab KLB keracunan pangan di lingkungan sekolah dan siswa sekolah dasar (SD) yang merupakan kelompok yang paling sering (67%) mengalami keracunan. (InfoPOM, 2008). Sakit yang diakibatkan pangan jajanan anak sekolah ini sering disebut dengan istilah penyakit bawaan makanan (Foodborne diseases). Grafik di bawah ini menunjukkan persentase sumber keracunan makanan di Indonesia dari tahun 1997 - 2000 Tidak diketahui 17% Industri 6%
Catering 42%
PJAS 23% Keluarga 12%
GRAFIK : PROSENTASE SUMBER KERACUNAN MAKANAN di Indonesia 1997 – 2000 (Sumber PPM & PL, 2002. 1)
Menurut Judarwanto (2006) menjelaskan bahwa efek reaksi yang menyimpang dari makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autisme. Dalam jangka pendek, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada
makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no. 22/Menkes/Per/IX/1998. Oleh sebab itu upaya kesehatan sekolah selayaknya dijalankan dengan sepenuh hati dan terprogram. Program pendidikan dan kesehatan dikombinasikan untuk menumbuhkan perilaku kesehatan sebagai faktor utama untuk kehidupan. Sekolah yang berwawasan kesehatan, bukan hanya sebagai tempat kegiatan belajar, tetapi juga sebagai sarana untuk pembentukan perilaku hidup sehat (Notoatmodjo 2005). Berbagai terobosan dan kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan ini menjadi tanggung jawab semua pihak.
Keterpaduan upaya memperbaiki tingkat kesehatan
masyarakat di satu sisi dan aspek pendidikannya di sisi lain, sebetulnya sudah tercakup pada entitas yang disebut usaha kesehatan sekolah. Dalam institusi inilah sesungguhnya bisa dilihat bagaimana komitmen seluruh pihak terkait untuk bersungguh-sungguh meningkatkan derajat pendidikan sekaligus kesehatan peserta didik. Menurut Rosmilawati (2006) “pada tingkat mikro sebagian besar sekolah terutama sekolah dasar tidak memiliki kelembagaan UKS yang jelas. Kepala sekolah hanya menunjuk dan memberikan tanggungjawab kepada salah seorang guru, kendala sekolah mendapatkan tenaga profesional kesehatan adalah masalah kepegawaian”. Perencanaan usaha kesehatan sekolah yang menyangkut masalah komsumsi pangan jajanan anak sekolahan menjadi sangat penting mengingat dalam perencanaan diharapkan semua pemikiran yang logis dan rasional berdasarkan data atau informasi sebagai dasar kegiatan atau aktifitas UKS, manajemen, maupun individu tercurah dalam upaya meningkatkan kewaspadaan terhadap PJAS. Dalam prosedur perencanaan UKS yang tepat diharapkan dapat menghasilkan identifikasi akan kesalahan-kesalahan penyesuaian yang telah dilakukan maupun kekurangan-kekurangan atau hal-hal lain yang mungkin menjadi penyebabnya, sehingga dapat diukur sampai sejauh mana hasil kinerja sekolah tersebut dapat memenuhi tujuan UKS. Pendanaan UKS dengan idealisme program di atas dirasakan masih dianggap berat sehingga kegiatan pembinaan dan pengembangan menjadi sulit, karena beban pendanaan hampir semua dibebankan pada sekolah semata, sehingga perlu adanya kebijakan khusus dari pemerintah. Dukungan aktif dari masyarakat yakni orang tua dan publik umum wajib
diupayakan. Mengingat besarnya peranan usaha kesehatan sekolah dalam membawa misi kesehatan masyarakat. Dalam tingkat pencapaiannya pembinaan usaha kesehatan sekolah di sekolah dasar guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi pangan jajanan anak sekolah, dapat dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Agar pelaksanaan program ini berjalan dengan baik, maka fungsi pengawasan terhadap apa yang telah dilakukan menjadi sangat penting, mengingat dalam fungsi ini proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Tolak ukur pengawasan adalah rencana, oleh karenanya dikatakan bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Dengan pelaksanaan fungsi pengawasan diharapkan tujuan pembinaan usaha kesehatan sekolah di sekolah dasar guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi pangan jajanan anak sekolah dapat dicapai. Pembinaan dan pengembangan UKS di kota Bandung masih sangat lemah. Menurut Sofian Y. (2009) komitmen pemerintah kabupaten/kota terhadap pembinaan UKS sangat kurang, walaupun pemerintah kabupaten/kota menyatakan dukungannya terhadap pembinaan UKS di daerahnya masing-masing. "Namun pada kenyataannya, banyak program pembinaan UKS di kabupaten/kota stagnan, baik kuantitas maupun kualitas”. Menurut (Badan POM, 2006) “beberapa temuan di kota Bandung ternyata masih ditemukan pangan jajanan anak sekolah mengandung bahan tambahan pangan berbahaya, seperti formalin, boraks, sakarin, natrium siklamat, asam benzoat dan pewarna sintetis”. sebanyak 30% Zat ini terkandung di dalam makanan usaha rumahan seperti bakso, mie, kerupuk, saos, dan sirup. Selanjutnya menurut Pikiran Rakyat (2004) “Sedikitnya 250 siswa sekolah dasar dari empat sekolah, yaitu SD Garuda 3, 4, 5, dan SD Dadali 1, mengalami keracunan setelah meminum susu kemasan. Peristiwa bermula dari pemberian susu kemasan secara gratis, dalam rangka promosi. Demikian pula menurut Pikiran Rakyat, (2006) “puluhan siswa Sekolah Dasar Tagog Apu 1 dan Sekolah Dasar Tagog Apu 2 di Jln. Raya Purwakarta Kel. Tagog Apu Kec. Padalarang Kab. Bandung mengalami keracunan”. Manajemen pembinaan UKS guna menghadapi perilaku siswa dalam mengkonsumsi PJAS, sangat penting diteliti untuk membantu merefleksikan diri agar dapat melihat
kekurangan-kekurangan yang ada pada pembinaan tersebut dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang dialami. Sehingga dapat mempermudah pencapaian tujuan instruksional yang ingin dicapai. yaitu meningkatnya aspek kognitif yaitu meningkatnya aspek pengetahuan, afektif yaitu perubahan sikap/perilaku dan pandangan karena hatinya tergerak, dan konatif yaitu perubahan perilaku atau tindakan, yang pada akhirnya kesehatan peserta didik meningkat. B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Usaha Kesehatan Sekolah Dalam melaksanakan program UKS, sekolah, mengacu pada UU No.23 tahun 1992, UU No.20 tahun 2003 serta SKB empat menteri. Tujuan UKS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan derajat kesehatan
peserta didik maupun warga belajar serta menciptakan
lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Usaha kesehatan sekolah yang berfungsi sebagai saluran utama pembinaan kesehatan peserta didik, terasa sangat kurang dalam pelaksanannya. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya sekolah yang belum sungguh-sungguh melaksanakan usaha kesehatan sekolah secara terencana, terpadu dan terarah. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan, masih banyak sekolah ditingkat dasar yang belum mampu mengorganisasi usaha kesehatan sekolah dengan baik, belum adanya kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait misal Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Nasional, orang tua siswa dan pihak lain. Sehingga terkesan bahwa kesehatan anak didik adalah tangung jawab orang tua semata. Oleh sebab itu kerjasama antara tenaga profesional di bidang pendidikan dan tenaga kesehatan di lapangan dalam mensosialisasikan kegiatan UKS dan melakukan pembinaan perilaku kesehatan perlu ditingkatkan, agar usaha kesehatan sekolah lebih memberikan hasil yang lebih baik. Demikian pula menyangkut dengan diseminasi imformasi kesehatan terkait keamanan PJAS yang dilakukan secara rutin di sekolah akan memberikan daya ungkit yang lebih baik dalam pembinaan UKS. Dengan meningkatnya pengetahuan siswa diharapkan dapat berpengaruh pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga dapat mengurangi terjadinya perilaku beresiko yang terjadi pada peserta didik. Mengingat pendidikan akan menjadi stimulan bagi
anak untuk mengunakan pengetahuan dan keterampilannya tentang kesehatan agar tetap sehat dengan cara selalu menghindarkan diri dari keadaan yang membahayakan bagi dirinya dan selalu mengembangkan kebiasan-kebiasaan hidup sehat. Menurut Depkes RI, (1994) Kesehatan merupakan unsur-unsur yang sangat penting bagi anak didik di sekolah, maka kesehatan harus mendapatkan perhatian yang sungguhsungguh mengingat siswa sekolah terutama sekolah dasar merupakan tonggak keberhasilan pendidikan selanjutnya. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap/perilaku dan kemampuan serta memberi pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah, Menurut Entjang I. (2000) bahwa dasar titik tolak mengapa usaha kesehatan sekolah perlu dijalankan adalah : Golongan masyarakat usia sekolah (6 – 16 tahun merupakan bagian yang besar dari penduduk Indonesia, kurang dari lebih 29% diperkirakan 50 % dari jumlah tersebut adalah anak-anak sekolah). Masyarakat sekolah terdiri atas guru, murid serta orang tua murid merupakan masyarakat yang paling peka (sensitif terhadap pengaruh moderenisasi dan tersebar merata diseluruh Indonesia). Anak-anak dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan sehingga masih dibina dan dibimbing. Pendidikan kesehatan melalui sekolah ternyata paling efektif diantara usaha-usaha yang ada untuk mencapai kebiasaan hidup sehat dari masyarakat pada umumnya, karena masyarakat sekolah prosentasenya tinggi, terorganisir sehingga mudah dicapai, peka terhadap pendidikan dan pembaharuan dapat menyebarkan modernisasi. 2. Sikap/Perilaku Anak Memilih PJAS Berdasarkan hasil temuan penelitian, perilaku peserta didik yang pernah mendapat pembinaan kesehatan sekolah guna menghadapi peserta didik dalam mengkonsumsi PJAS, dalam mengkonsumsi PJAS menunjukkan perilaku yang baik terutama kelas 4, kelas 5, dan kelas 6, hal ini ditunjukkan dengan terjadinya perubahan sikap dan perilaku peserta didik antara lain peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang didapat. Peserta didik cukup paham akibat negatif yang akan menimpa seseorang apabila mengkonsumsi PJAS sembarangan, terutama PJAS yang mengandung Formalin, Boraks, Rhodamin B, dan methanyl yellow. Selain itu siswa juga mempunyai pengetahuan mengenai jajanan yang aman, antara lain
tips memilih pangan
a. Beli makanan jajanan di tempat yang bersih dan terlindung dari sinar matahari, debu, hujan, angin, dan asap kendaraan bermotor atau tercemar. b. Hindari makanan yang dijual di tempat terbuka dan tanpa penutup atau tanpa kemasan. c. Amati warnanya. Jika warna makanan atau minuman terlalu mencolok atau terlalu cerah (berpendar), besar kemungkinan pangan tersebut mengandung pewarna sintetis. d. Jangan membeli makanan yang dibungkus dengan kertas bekas atau kertas Koran (kertas koran mengandung timbal/Pb yang berbahaya bagi kesehatan) dan plastik berwarna hitam/merah. e. Jangan membeli jajanan yang digoreng dengan memakai minyak jelantah (minyak yang sudah berwarna hitam karena dipakai berulang-ulang) karena dapat mengganggu kesehatan. Berhasil tidaknya kegiatan UKS terkait dengan Keamanan Pangan Jajanan anak sekolahan, banyak tergantung pada cara dan metode promosi yang diberikan. Kegiatan pembinaan melalui pendidikan tidak seharusnya hanya merupakan kegiatan menjejalkan ilmu pengetahuan, melainkan juga harus berupa pembinaan yang mengajarkan perilaku yang tepat dan sikap pikiran yang benar, dapat mengarahkan perkembangan emosional, moral, semangat dan pikiran yang sehat, memupuk karakter yang sehat. Oleh sebab itu proses pembinaan
ini diperlukan pula integrasi pembinaan yang tepat dari keluarga,
sekolah, orang tua, para guru dan para senior, namun acapkali permasalahan justru timbul pada mata rantai yang saling berhubungan ini, sering kali terdapat penyimpangan lepasnya mata rantai, sehingga penyimpangan pandangan dan perilaku pada sang anak tidak bisa dikoreksi tepat pada waktunya. Dengan demikian pembinaan sikap pikiran dan perilaku yang tepat terhadap manusia, peristiwa dan benda-benda, akan membantu mengembangkan karakter yang baik pada masa yang akan datang. Orang tua, para guru dan para senior hendaknya berperan aktif dengan sungguh-sungguh, bagaimana menjadi teladan dan memberikan bantuan. Adapun secara khusus, pembinaan usaha kesehatan sekolah diharapkan dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik (siswa) melalui penyelenggaraan program bimbingan, pembelajaran, dan pelatihan, agar peserta didik dapat mewujudkan kualitas kesehatan. Menurut Sudjana (2001) dampak yang diharapkan dari pelaksanaan Pembinaan UKS guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi PJAS :
Siswa peserta pembinaan menjadi mau, tahu, dan mampu untuk menyampaikan kembali pengetahuan tentang apa yang dipelajari kepada teman sebayanya. Siswa peserta pembinaan menjadi tahu bahaya makan PJAS sembarangan atau dampak dari perilaku yang tak baik dalam mengkonsumsi PJAS. Siswa peserta pembinaan lebih terbuka berbicara dengan guru, orang tua siswa peserta pembinaan dan teman sebaya siswa peserta pembinaan tentang pengetahuannya. Siswa peserta pembinaan memiliki pengetahuan , sehingga muncul kesadarannya akan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat. Dari pernyataan
mengenai dampak di atas mengandung makna bahwa pada
hakekatnya dampak yang diharapkan pada kegiatan pembinaan merupakan upaya untuk adanya perubahan sikap dan perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik dan positif. Dengan adanya pembinaan UKS
guna menghadapi perilaku peserta didik dalam
mengkonsumsi PJAS peserta didik menjadi paham akan pentingnya keamanan pangan, cara memilih PJAS yang sehat, partisipatif, dan terbuka dalam menyampaikan apa yang didapat baik kepada orang tuanya maupun kepada teman sebayanya dan secara keseluruhan sudah mencerminkan sikap dan perilaku yang sehat dan bertanggung jawab. Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat keberhasilan program UKS dapat dilihat dari peserta didik dan dari lingkungan sekolah itu sendiri. Dari peserta didik dapat dilihat keadaan-keadaan bahwa peserta didik berprilaku sehat, tidak sakit-sakitan, bebas dari penyakit menular dan narkoba, serta absensi sakit menurun. Disamping itu juga pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sesuai dengan golongan usia dan telah mendapatkan imunisasi ulangan. Keberhasilan program juga dapat dilihat dari lingkungan sekolah yang sehat dimana semua ruangan dan kamar mandi, jamban, serta pekarangan bersih dari sampah, air comberan dan sumber air bersih terlindung dari pencemaran Untuk mengukur Indikator, perilaku , pengetahuan, sikap dan praktek yang telah diterima oleh peserta didik setelah mengikuti pembinaan, dilakukan dengan cara : untuk memperolah data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan dengan wawancara secara mendalam. Sedangkan untuk memperoleh data perilaku dan paktek yang paling akurat adalah melalui observasi dan pengamatan. 3. Manajemen Pembinaan UKS Guna Menghadapi Perilaku Konsumsi PJAS Sejalah dengan perkembangan manusia pengertian manajemen terus berkembang James A.F. Stoner (1996) mengemukakan manajemen adalah “Proses merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalkan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan sumbet-sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditentukan”. Demikian pula dalam pembinaan UKS guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi PJAS, manajemen sangat dibutuhkan alasannya adalah : Pertama manajemen diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, kedua manajemen diperlukan untuk menghimpun sumber daya yang dimiliki organisasi, ketiga manajemen diperlukan dalam pembinaan UKS guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi PJAS yaitu untuk mencapai efektifitas dan efesien, seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2000) : Rangkaian berbagai kegiatan yang telah ditetapkan dan dimiliki, hubungan saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya dan dilaksanakan oleh orangorang, lembaga atau bagian-bagiannya yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut Manajamen pembinaan kesehatan sekolah selayaknya dijalankan dengan sepenuh hati dan terprogram, dimana program pendidikan dan kesehatan dikombinasikan untuk menumbuhkan perilaku kesehatan sebagai faktor utama untuk kehidupan. Sekolah yang berwawasan kesehatan, bukan hanya sebagai tempat kegiatan belajar, tetapi juga sebagai sarana untuk pembentukan perilaku hidup sehat. Berdasarkan temuan, pada umumnya pembinaan perilaku konsumsi PJAS dan pendidikan kesehatan di sekolah melalui penyajian dan penanaman kebiasaan. Cara penyajian pendidikan lebih menekankan peran aktif peserta didik melalui kegiatan ceramah, diskusi, demonstrasi, pembimbingan, permainan, dan media informasi. Cara penanaman kebiasaan dilakukan melalui penugasan untuk melakukan cara hidup sehat sehari-hari dan pengamatan terus menerus oleh guru pembina dan kepala sekolah. Kebiasaan pemilihan makanan jajanan pada anak SD merupakan hasil perubahan dan terus-menerus menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan tingkat budaya tersebut salah satu faktor yang mempengaruhi sikap/perilaku pemilihan makanan jajanan adalah sikap dalam pemilihan makanan. Komponen-komponen sikap, Menurut struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu: (1) Komponen kognitif , kepercayaan anak mengenai apa yang berlaku apa yang benar bagi objek sikap. (2)
Komponen afektif, menyangkut masalah emosional subyektif anak terhadap suatu obyek sikap. (3) Komponen perilaku, kecenderungan perilaku yang ada di dalam diri anak berkaitan dengan objek yang dihadapinya. Sedangkan faktor yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkembangan kebiasaan anak adalah sekolah. Menurut Festinger (1997) dalam teori distonasi kognitif dijelaskan : Bahwa elemen-elemen kognitif individu berada dalam keadaan seimbang. Jika individu dihadapkan pada sesuatu yang baru (Informasi, lingkungan, peristiwa), maka keseimbangan kognitif terganggu. Individu akan berusaha mengembalikan keseimbangan kognitifnya melalui proses rasionalisasi yang akan diikuti perubahan sikap dan praktek. Rogers & Schoemaker (1971) dalam teori inovasi mengemukakan perubahan perilaku melalui proses Awareness, Interest, Evaluating, Trial, Adaptation (AIETA), yang kemudian dimodifikasi kembali menjadi; Knowledge, Persuasion, Dicision, Confirmation ( KPDC ). Sedangkan menurut Bandura, dkk. (1959) dalam teori belajar sosial mengemukakan bahwa perubahan perilaku terjadi karena ingin meniru (identifikasi) orang yang disenangi, orang penting atau figur, idola dan belajar dari pengalaman orang lain. Dalam teori perlembangan, mengemukakan bahwa perubahan perilaku manusia terjadi sesuai tahap-tahap perkembangannya. Pada tahap kehidupannya mulai bayi sampai tua manusia memiliki kebutuhan status, peran dan fungsi yang berheda. Perilaku manusia akan disesuaikan dengan peran dan fungsinya pada setiap tahap. Selanjutnya dijelaskan menurut Bandura, dkk. (1959) Respon terhadap stimulus ada dua macam yaitu : bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlibat oleh orang lain. (Berfikir tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan). Oleh sebah itu perilaku rnereka ini masih terselubung (cover behavior). (2) bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. perilaku mereka sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut cover behavior. a.
Perencanaan Pembinaan UKS Perencanan kegiatan UKS di sekolah meliputi perencanaan kegiatan yang disusun
secara terprogram dan perencanaan kegiatan yang sifatnya insidentil. Perencanaan kegiatan UKS disusun secara terprogram dengan mengacu pada trias UKS sedangkan perencanaan kegiatan yang sifatnya insidentil disusun dengan mensinkronkan beberapa kegiatan yang ada di sekolah, puskesmas dan tim pembina UKS kecamatan serta stakeholder yang terkait
sehingga waktu pelaksanaan kegiatannya bisa diatur dengan menyesuaikan kegiatan yang lainnya. Berdasarkan temuan di lapangan masih banyak sekolah, dalam menyusun perencanaan kegiatan UKS nya seadanya dan terkesan hanya untuk memenuhi syarat saja. Perencanaan tidak dibuat secara transparan, akuntable, partisipatif dan aspiratif. padahal berbagai pihak yang berkepentingan dengan pendidikan dan kesehatan, sekolah harus melaksanakan UKS sesuai kebijakan yang telah ditetapkan. Selain itu, sebelum disahkan menjadi dokumen resmi, perencanaan perlu dipublikasikan terlebih dahulu ke masyarakat untuk memperoleh masukan, kepedulian dan dukungan masyarakat dalam mengimplementasikan program. Perncanaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara gabungan/ kombinasi model partisipatori dan sistem yang lain sehingga perencanaan ini akan efektif apabila memiliki materi, waktu, berorientasi pada tuntutan masa depat organisasi yang jelas, ada pertimbangan internal dan eksternal, memiliki tahapan-tahapan secara sistematis dan mampu melaksanakan. Konsep perencanaan dapat dilihat secara siklus atau roda yang berputar secara beraturan, dapat juga diterapkan dalam perencanaan Pembinaan UKS.
Gambar 2. Siklus Rencana 1) Perencanaan Program Kerja Pendidikan kesehatan adalah proses melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu. kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dalam prosesnya terjadi pengaruh timbal balik antara tiga faktor yaitu input (sasaran didik), proses (metode dan tehnik belajar, alat bantu dan materi pelajaran) serta output (hasil belajar berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari peningkatan subjek belajar).
Pembinaan dan pengembangan UKS dilakukan secara terpadu, intensif dan berkesinambungan agar diperoleh hasil yang optimal. Adanya surat keputus bersama dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengoptimalkan UKS dengan melaksanakan Trias UKS dengan baik 2) Perencanaan Sarana dan Prasarana Perencanaan sarana dan prasarana pada umumnya dilakukan sekolah dengan dikoordinir oleh kepala sekolah dan wakilnya, rencana yang tersusun beserta program perencanaan dimasukkan dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS), dalam melakukan pengadaan sarana dan prasarana didasarkan atas kebutuhan yang sebelumnya telah disusun dengan waktu yang telah ditetapkan. Landasan hukum dikeluarkannya standar sarana dan prasarana yaitu berdasarkan: Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab XII Pasal 45 tentang sarana dan prasarana pendidikan berbunyi : (a) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. (b) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (c) Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Perkembangan yang semakin cepat ini harus direspon oleh Pemerintah, masyarakat dan pihak sekolah sebagai salah satu standar upaya pemenuhan 8 standar nasional pendidikan, salah satunya adalah pemenuhan standar sarana prasarana pendukung proses belajar mengajar, baik sarana akademik maupun non akademik yang berkualitas. 3) Anggaran/Pendanaan Dalam pengelolaan usaha kesehatan sekolah, manajemen menetapkan tujuan dan sasaran, dan kemudian membuat rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dampak keuangan yang diperkirakan akan terjadi sebagai akibat dari rencana kerja tersebut, disusun dan dievaluasi melalui proses penyusunan anggaran. Karena suatu anggaran merupakan hasil kerja (output), maka anggaran dituangkan dalam suatu naskah tulisan yang disusun secara teratur dan sistematis. Secara lebih
terperinci Munandar ( 2001) menjelaskan proses kegiatan yang tercakup dalam anggaran sebagai berikut : Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk menyusun anggaran, pengelolaan dan penganalisaan data dan informasi tersebut untuk mengadakan taksiran dalam rangka menyusun anggaran serta meyajikannya secara teratur dan sistematis, pengkoordinasian pelaksanaan anggaran, pengumpulan data dan informasi untuk keperluan pengawasan kerja, pengolahan dan penganalisaan data tersebut untuk mengadakan interpretasi dan memperoleh kesimpulan dalam rangka mengadakan penilaian terhadap kerja yang telah dilaksanakan” Perencanaan Anggaran Belanja sekolah untuk alokasi UKS merupakan salah satu program yang yang wajib dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimalnya, melalui Kepmenkes No. 1457 Tahun 2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota. Ini berarti UKS merupakan program yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. Ini juga berarti bahwa pemerintah daerah wajib menyiapkan anggaran untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam standar pelayanan minimal secara nasional. b. Pengorganisasian Berdasarkan surat keputusan bersama empat menteri struktur organisasi usaha kesehatan sekolah telah ditetapkan. Penentu kebijakan pada level sekolah adalah kepala sekolah. Penentu kebijakan/pimpinan disekolah diharapkan untuk proaktif melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang Pembinaan UKS di sekolah serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah) terhadap kebijakan Pembinaan UKS disekolah. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan. Demikian juga pimpinan sekolah mengajak bicara/berdialog guru, komite sekolah dan tim pelaksana atau Pembina UKS untuk membahas rencana kebijakan tentang penerapan pembinaan UKS di sekolah. Usaha kesehatan sekolah di tingkat sekolah merupakan wilayah kerja dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Dari tingkat pelaksanaan UKS di sekolah-sekolah hingga tingkat pusat, diperlukan organisasi yang baik. Untuk memperlancar usaha pembinaan dan pengembangan, serta mencegah terjadinya tumpang tindih dari berbagai kegiatan UKS sebaiknya diwujudkan dalam satu wadah atau badan. Dengan demikian kerjasama lintas sektoral dari berbagai instansi yang berkepentingan mutlak diperlukan.
Terkait dengan Pembinaan UKS, maka Kerangka kerjasama pengorganisasian sistem kerja operasional pembinaan UKS harus dipahami sebaik-baiknya. Berdasarkan temuan di lapangan, tidak sedikit sekolah atau guru yang beranggapan bahwa UKS merupakan tugas dari petugas kesehatan saja atau sebaliknya petugas kesehatan menganggap UKS merupakan tanggung jawab jajaran pendidikan sekolah atau guru semata. Usaha Kesehatan Sekolah di tingkat sekolah merupakan wilayah kerja dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Dari tingkat pelaksanaan UKS di sekolah-sekolah hingga tingkat pusat, diperlukan organisasi yang baik. Untuk memperlancar usaha pembinaan dan pengembangan, serta mencegah terjadinya tumpang tindih dari berbagai kegiatan UKS sebaiknya diwujudkan dalam satu wadah atau badan. Dengan demikian kerjasama lintas sektoral dari berbagai instansi yang berkepentingan mutlak diperlukan. c. Implementasi Berdasarkan temuan penelitian hasil wawancara dengan beberapa informan yaitu kepala sekolah, pembina UKS, guru , wali murid, siswa, pedagang kaki lima, dan petugas kantin serta penelusuran dokumen, bahwa pelaksanaan program kerja UKS di sekolah terlihat dari telah dilaksanakannya kegiatan. Kegiatan pendidikan kesehatan yang telah dilaksanakan sangat bervariasi antara lain : kerja bakti, lomba kelas sehat, lomba makanan sehat, penyuluhan keamanan PJAS, penyuluhan kesehatan, pelatihan PHBS, pelatihan sosialisasi UKS, dokter kecil, gosok gigi masal, piket sekolah dan lomba sekolah sehat. Kegiatan pelayanan kesehatan yang sudah dilaksanakan meliputi pengukuran TB, pengukuran BB, menggosok gigi, mencuci tangan, pemeriksaan golongan darah, Imunisasi Masal, lomba sekolah berwawasan lingkungan. Sedangkan kegiatan bina lingkungan sehat meliputi kegiatan bina lingkungan fisik, pengelolaan sampah, kebun sekolah, pengenalan aquatik, dan pembinaan pedagang kaki lima dan kantin sekolah yang menjual PJAS. Berdasarkan penelusuran dokumen ada beberapa sekolah melakukan kerjasama dengan instansi lain seperti puskesmas, perguruan tinggi, dinas kesehatan dan BPOM. Kerjasam tersebut umumnya bersifat insidentil dan tidak ada perencanaan sebelumnya, hal ini ditandai dengan tidak adanya dokumen kerjasama (MoU) antara sekolah dengan instansi tersebut. Kebijakan Departemen Pendidikan dalam peningkatan implementasi pembinaan program UKS di sekolah, Pertama melalui pengembangan kurikulum terintegrasi yang
meliputi mensinergikan kurikulum pendidikan kesehatan dengan kurikulum lainnya, Kedua pengembangan sarana dan prasarana Ketiga mengembangkan program sekolah Sehat dengan cara mengikutsertakan lomba sekolah sehat, mengadakan kader dokter kecil, PMR,
menyelenggarakan pendidikan kesehatan terpadu, memelihara lingkungan
kehidupan sekolah sehat, melakukan penelitian dan pengembangan sekolah sehat, memberikan bantuan pembinaan bagi sekolah yang berprestasi tingkat provinsi dan tingkat nasional, melakukan evaluasi dan supervisi pembinaan UKS di sekolah bersama TP UKS (Tim Pembina UKS), meningkatkan profesionalitas ketenagaan, yaitu dengan menambah guru yang ditatar UKS di sekolah dengan bekerja sama dengan TP UKS. d. Pengawasan Kegiatan pengawasan di sekolah pada umumnya dilakukan oleh pengawasan internal yaitu penilaian yang objektif dan sistematis oleh kepala sekolah. Pengawasan internal menekankan pada evaluasi kegiatan, juga mengidentifikasi sekaligus merekomendasi masalah inefisiensi maupun potensi kegagalan sistem dan program. Pengawasan internal akan menjauhkannya dari bentuk penyimpangan, dan menuntunnya untuk berlaku konsisten dalam menjalankan program kerja UKS. Dalam aktivitas pendidikan kesehatan, pengawasan secara internal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengawasi kegiatan yang diselenggarakan oleh setiap individu pelaksana kegiatan. Pengendalian dan pengawasan diperlukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah digariskan atau ditetapkan. Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang penting dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine whether actual operation are consistent with plans”. Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan dimana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Pengawasan bisa dilakukan oleh pihak intern maupun dari pihak ekstern. Pihak pengawas
intern sekolah adalah kepala sekolah, guru pembina UKS sedangkan dari pihak ekstern misalnya dari, Puskesmas, TP UKS, BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan PJAS sekolah, puskesmas, maupun Badan POM tidak dapat berperan sebagai single player, sehingga diperlukan dukungan, kerjasama, dan kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan secara terpadu, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Untuk itu telah disusun rencana aksi nasional gerakan menuju pangan jajanan anak sekolah yang aman, bermutu dan bergizi, antara lain meliputi (1) promosi keamanan pangan melalui komunikasi, penyebaran informasi dan edukasi bagi komunitas sekolah termasuk guru, murid, orang tua murid, pengelola kantin sekolah, dan penjaja PJAS; (2) peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengolahan dan penyajian PJAS yang benar; (3) peningkatan pengawasan keamanan pangan yang dilaksanakan secara mandiri oleh komunitas sekolah; (4) pemberdayaan masyarakat termasuk dalam penerapan sanksi sosial (social enforcement). 4. Faktor Pendukung Menurut Green (1980) penyebab mengapa seseorang melakukan/mendukung perilaku tertentu, yaitu: Faktor pemungkin ( predisposing factor), Faktor-faktor pemudah (reinforcing factor), (enabling factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan (health education) dan faktor kebijakan (policy), peraturan (regulation) serta organisasi (organization). Semua faktor-faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi kesehatan Dukungan pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, pimpinan dan rekan kerja. Johnson and Johnson berpendapat bahwa dukungan adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap manusia. Dukungan juga dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu. Temuan di lapangan dukungan yang diberikan dalam pengelolaan program usaha kesehatan sekolah masih dari intern sekolah seperti dukungan dari kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, dan orang tua. Dukungan dari eksternal (lintas sektoral) masih sedikit,
kalaupun ada sifatnya insidentil dan tidak masuk dalam perencanaan sekolah, biasanya sekolah hanya menyesuaikan dengan program instansi yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah, seharusnya prinsip pengelolaan yang digunakan diantaranya mengikutsertakan peran serta aktif masyarakat sekolah, kegiatan yang terintegrasi, melaksanakan rujukan serta kerjasama. Demikian pula kerjasama tim di tingkat Puskesmas dan instansi lainnya sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah, kerjasama ini terdiri dari beberapa program yang terlibat didalamnya diantaranya dokter, perawat komunitas, petugas gigi, ahli gizi, petugas sanitasi, petugas posyandu dan tenaga kesehatan lainnya yang dikoordinir oleh Kepala Puskesmas (Zein, 2008). 5. Hambatan Pembinaan UKS Dalam pelaksanaan Pembinaan UKS di sekolah dasar,
masih banyak hambatan
sehingga penyelenggaraan belum dikatakan maksimal, masalah yang paling lazim terjadi ketika dilakukan penerapan manajemen dalam pengembangan program usaha kesehatan sekolah adalah kemampuan dari para promotor yang terlibat untuk menerapkan fungsifungsi manajemen secara konsisten ke dalam keseluruhan proses. Selain itu kemampuan sasaran yang rendah dalam menangkap pesan yang dikirimkan pada proses komunikasi akan menghambat pelaksanaan program dari tahap yang satu ke tahap selanjutnya. Pada kegiatan pembinaan secara langsung mengalami adanya keterbatasan dalam kegiatan operasionalnya sebagai suatu sumber daya yang terbatas atau dapat disebut dengan kendala. Sedangkan menurut Gunadi (2004) “constraint adalah segala hal dalam kegiatan yang membatasinya untuk mencapai tujuannya. Adapun kendala yang timbul dapat terletak pada kapasitas sarana prasarana dan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Ketepatan waktu dan kualitas pembinaan yang dilakukan dapat juga menjadi kendala, sehingga seringkali target pembinaan kurang dapat tercapai”. Untuk mengantisipasi dua hambatan utama tersebut dapat dilakukan upaya-upaya pengggalangan komitmen di antara pelaksana program untuk konsisten menerapkan fungsi-fungsi manajemen namun tetap menjaga fleksibilitasnya, pilih metode dan saluran komunikasi yang tepat dan dianggap dapat menjangkau sasaran secara efektif.
C. KESIMPULAN Manajemen pembinaan usaha kesehatan sekolah di tingkat SD masih dianggap kurang terutama yang berkaitan dengan pembinaan guna menghadapi perilaku peserta didik dalam mengkonsumsi PJAS antara lain, promotor yang menguasai keamanan pangan, sarana prasarana yang dimiliki, pendanaan, kerjasama dengan pihak lain. Sasaran upaya kesehatan ditinjau dari cakupan ( coverage ) sekolah, serta masih adanya persepsi serta pemahaman yang salah terkait usaha kesehatan sekolah. Sehingga determinan dalam manajemen pembinaan UKS guna menghadapi perilaku siswa dalam mengkonsumsi PJAS tersebut perlu ditingkatkan melalui peran aktif semua pihak di dalam masalah kesehatan siswa, sehingga faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya tersediakan, demikian pula faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, serta faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Perencanaan kegiatan pembinaan mengidentifikasikan sasaran pembinaan, kebutuhan pembinaan sampai desain program pembinaan. Penyusunan desain program pembinaan, merupakan bagian dari rancangan pola pembelajaran berdasarkan hasil kegiatan identifikasi kebutuhan yang merupakan bagian dari strategi pelaksanaan program pembinaan yang merupakan acuan untuk mencapai tujuan pembinaan yang telah ditentukan. Pelaksanaan kegiatan pembinaan UKS dilakukan dengan berbagai kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang dirancang untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan melalui diseminasi informasi usaha kesehatan sekolah, antara lain dengan penyuluhan, pelatihan, aktivitas kader kesehatan sekolah, pengawasan kantin sekolah, pelatihan dan penyuluhan keamanan PJAS untuk pedagang kaki lima yang mangkal di sekitar sekolah pengelola kantin sekolah dan lain-lain. Pengawasan
dalam kegiatan pembinaan UKS dilakukan dalam berbagai tinjauan
mencakup evaluasi terhadap segala input untuk mendukung terlaksananya kegiatan. Pengawasan terhadap
proses pembinaan,
Seberapa banyak orang yang memiliki
komitmen tinggi untuk melakukan kegiatan pembinaan, teori dan konsep dalam pemberian promosi kesehatan, dimana kegiatan promosi kesehatan dan dilakukan dan sasarannya,
serta media dalam pemberian pembinaan. Dari pengawasan ini diketahui sejauhmana keberhasilan dan kendala dalam suatu kegiatan pembinaan. Evaluasi terhadap hasil dari suatu kegiatan lebih dipusatkan pada pengamatan pada objek kegiatan, dan dilakukan untuk mengetahui seberapa berhasilkah kegiatan pembinaan terhadap pengetahuan, tingkah laku, serta sikap siswa dalam memilih dan mengkonsumsi PJAS yang sehat. Evaluasi hasil juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengetahui seberapa jauh tujuan diadakannnya kegiatan pembinaan dapat tercapai. Hambatan pada kegiatan pembinaan UKS antara lain: kemampuan dari para promotor yang terlibat masih rendah, kemampuan sasaran yang rendah dalam menangkap pesan yang dikirimkan pada proses komunikasi, masih kurangnya komitmen serta dukungan dari pemerintah kabupaten/kota terhadap pembinaan UKS, masalah pendanaan dan koordinasi. Tenaga profesional kesehatan, prasarana dan sarana penunjang proses belajar mengajar dalam pendidikan kesehatan dan terbatasnya sarana komunikasi dan edukasi sebagai bahan atau media sosialisasi program. D. DAFTAR PUSTAKA Azwar. S. 2004.Teori Sikap Manusia & Pengukurannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Badan POM RI, 2006. Laporan Lokakarya Jejaring Intelejen Pangan , Keamanan Pangan, Pekanbaru, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, Baliwati Y. F. Khomsan A., Dwiriani C. M. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta. Penebar Swadaya. Bandura dkk. 1959. Adolescent Aggression: A Study of The Influence of Child-Training Practices and Family Interrelationships. New York , Ronald Press Co. Dede Suryadi, 2008 , Menanti Komitmen Revitalisasi UKS. Bandung Pikiran Rakyat Online. Departemen Kesehatan, R.I. (1994) Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kesehatan.: Jakarta Yayasan Bakti Sejahtera Korpri Unit Depkes. Entjang, I., dr (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti. Festinger 1957. A Theory of Cognitive Dissonance.Stanford . Stanford. California University Press,
Green, L, (1991) Health Promotion Planning and Education and Environtment Approach, University of British Colombia . Institue of Health Promotion Research Heri K. 2005, Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah di SDN Sekota Pekalongan, Universitas, Unnes Hidayati, L., Dasuki, S., Prasetyaningrum, J., Hanwar, D. 2007. Pengembangan Model Suplementasi Fe dan Zn dalam Bentuk Permen pada Anak Sekolah Dasar yang Anemia. Surakarta. dipublikasikan. UMS. http://bappenas.go.id/get-file-server/node/2912/,2010. Food Safety Implementasi Quality System Industri Pangan di Era Pasar Bebas http://ikhsanh911.blogspot.com./ Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Dasar/ http://Deptan.go.id, 2004/ Keracunan Makanan, Produsen Akan Dikenai Sanksi http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/08/pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html. Diakses Tanggal 10 Oktober 2009 http://qultummedia.com/Kabar-Qultum/Review-Buku/cerdas-dalam-memilih-jajananuntuk-anak.html InfoPOM, 2008. Buletin Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta Badan POM RI. Louis E. Boone, David L. Kurtz – 1984, Principles of Management, Random House, Canada, Business Division Mangunhardjana, 1986. Pembinaan Arti dan Metodenya, Yogyakarta , Kanisius, Munandar, 2001. Penganggaran Perusahaan. Fakultas Ekonomi. Yogyakarta. UGM. Murniarti, 2008. Manajemen Stratejik, Bandung . Citapustaka Media Perintis Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan. Jakarta. EGC. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta, Jakarta Rosmilawati 2006 ,http://www.radarbanjarmasin.com /berita/ index asp? Berita= Opini&id=55925. Mengoptimalkan Usaha Kesehatan Sekolah Rogers E M & Schoemaker F F. 1971 Communication of innovations: a crosscultural approach. New York: Free Press.
Robbins, 1997. The new Science Of Personal Achievment Un Limited Power, USA. Free Press. Stoner Jame AF. 1996. Manajemen. Terjemahan alexander Sindoro, Jakarta . Prenhallindo, Poernomo S., Suharto dan Siswanto M., 1978, Usaha Kesehatan Sekolah, Jakarta Departemen Kesehatan RI, Patton & alkin, 1987. Development evaluation Applaiying Complexity Concepts to Enhance Innovation, New York, Henderson & Pat- ton, WHO/ICD/SEAMEO. 1999, Persyaratan Utama Keamanan Makanan Jajanan Kaki Lima. (Terjemahan). SEAMEO TROPMED RCCN , UI. WHO. 2000. Foodborne Disease: a Focus For Health Education. Geneva World Health Organization,. Winiati dkk, 2005, Penyuluhan Keamanan Pangan di Sekolah. , Jakarta , Badan POM RI Wagner dan Hollenbeck 2010, Organization Behavior Securing Competitive adventage. New York , Library of Congress cataloging in Publication Data. Yulianingsih, P. 2009, Hubungan Pengetahuan Gizi dengan sikap Anak Sekolah Dasar dalam Memilih Makanan jajanan, Surakarta, Universitas Muhamadyah. Zein, U. (2008). Usaha Kesehatan Sekolah. Diambil tanggal 28 Maret 2009 dari http://www.google.com/search?q=usaha-kesehatan-sekolah/