Manajemen Mutu Usaha Kecil Menengah Agribisnis Jeruk Keprok Garut 1
2
2
Gabriella Susilowati , MH. Bintoro dan Fransiska R. Zakaria Abstract
This research is aimed to study the application of citrus variety Keprok Garut SME agriculture business quality management, prospect of SME agriculture business of citrus Keprok Garut to produce the competitive citrus Keprok Garut. Research method which is used for data collecting are questionaires and photos documentation. The election of subdistrict location sample used sampling area method. In this method, the member of sample determined by disproportionate stratified random sampling. The respondents are farmer, seed grower, pesticed entrepreneur, fertilizer enterpreneur, district government officer, subdistrict government officer and consumer. Data analysis is done by descriptive analysis with tables and graph/histogram form. Result of this research based on criteria unfair, good enough, good and very good indicated that the application of citrus variety Keprok Garut SME agriculture business quality management in term of requirement of seedling, plant disease control, requirement harvesting and post harvest handling are good until very good. The result of other requirement, plant cultivation which is consist of plant cultivation preparation, fertilization, cutting and off season technology are unfair and good enough. Based on those indicators results, the whole result of this research is good. Therefore, prospect of SME agriculture business on citrus variety Keprok Garut is needed to be developed further, especially seed grower business, on farm business, supply of fertilizer and pesticide business. Data analysis has shown that B/C ratio of on farm agribusiness equal to 2,16 and break event point period happened after 5 years. At the moment, SME agriculture business citrus variety Keprok Garut still can not compete at domestic market, moreoever to export due to low production and product quality. Product quality of citrus variety Keprok Garut grade A and Grade B are only 65% from all production and the production time is only 2 months (June-July). In order to produce competitive citrus at domestic and international market the procese policy to handle SME agriculture business citrus variety Keprok Garut is needed. Those policies are : increasing production of citrus Keprok Garut seed; investment on farming, fertilizer and pesticide supply, packing and marketing. Intensive guidance is also needed by SME agriculture citrus Keprok Garut, especially on collecting data and research plant productivity age.
PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada saat ini dunia seperti dusun global, dengan batas-batas geografis maupun negara yang sudah tidak nyata, telah mengakibatkan konsumen semakin terdidik, banyak menuntut dan memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang semakin kuat (Chandra, dkk, 2004). Terdidiknya konsumen menyebabkan tingginya tuntutan, yaitu konsumen menghendaki produk bermutu tinggi, harga wajar (fair price), penyerahan produk cepat (fast delivery) dan tanggapan segera (quick response), serta layanan khusus (special services). Berkaitan dengan liberalisasi perdagangan dunia, diperkirakan sektor pertanian Indonesia saat ini dan pada masa yang akan datang menghadapi tantangan besar, berupa semakin kuatnya persaingan antar negara produsen komoditas komersial. Tanpa usaha-usaha yang lebih keras dan terprogram, produsen komoditas pertanian Indonesia pada suatu saat akan kalah bersaing dengan produsen luar negeri yang memasukkan produk pertanian negaranya ke Indonesia, padahal pasar dalam negeri masih potensial (Said dan Intan, 2001). 2. Permasalahan Salah satu jenis buah-buahan produk dalam adalah Jeruk Keprok Garut (citrus nobilis var. chrysocarpa) cukup prospektif untuk bersaing di pasar global. Jeruk Keprok Garut memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, peluang pasar masih terbuka luas, serta mampu bersaing dengan produk sejenis yang nama dagangnya dikenal sebagai Jeruk Medan dan Jeruk Pontianak untuk jenis jeruk dalam negeri dan Jeruk Mandarin, serta Jeruk New Zealand untuk 1 2
Alumni PS MPI, SPs IPB Staf pengajar PS MPI, SPs IPB
30 a
jenis jeruk impor (Anonim, 2002 ). Peluang pasar Jeruk Keprok Garut adalah mengisi kebutuhan konsumen menuju standar konsumsi sehat sebesar 6,4 kg jeruk/kapita/tahun (Rans, 2004). Pada tahun 2002 tingkat konsumsi jeruk penduduk Indonesia baru sebesar 4,45 kg/kapita/ b tahun (Anonim, 2003 ), sedangkan konsumsi buah-buahan Indonesia sebesar 39 kg/kapita/ b tahun (Anonim, 2003 ), masih belum memenuhi standar sehat yang ditetapkan WHO sebesar 65 kg buah/kapita/tahun. Diperlukan 1,4 juta ton jeruk per tahun bagi 216.415.000 penduduk b Indonesia pada tahun 2004 (Anonim, 2003 ) agar tersedia jeruk untuk dikonsumsi pada tingkat ideal, padahal berdasarkan data pada Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (Anonim, a 2003 ), produksi jeruk tahun 2002 hanya 968.132 ton dan produktivitas 20 ton/ha, sehingga masih diperlukan penambahan areal 19.200 ha kebun jeruk untuk mencapai produksi 1,4 juta ton tersebut. Untuk itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut menetapkan program rehabilitasi jeruk Keprok Garut agar kembali ke masa kejayaannya dengan jumlah pertanaman 1,3 juta pohon pada areal seluas 2.600 hektar dan saat itu mampu menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp. 13 milyar. Dalam penerapan manajemen mutu pada usaha kecil menengah agribisnis jeruk Keprok Garut dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana mengidentifikasi telah diterapkannya manajemen mutu di tingkat usaha kecil menengah (UKM) agribisnis jeruk Keprok Garut ? b. Hal apakah yang membuat UKM agribisnis jeruk Keprok Garut masih layak diusahakan dan memiliki daya saing ? 3. Tujuan a. b. c.
Mengkaji penerapan manajemen mutu oleh UKM agribisnis jeruk Keprok Garut. Mengkaji prospek UKM agribisnis jeruk Keprok Garut. Mengkaji kemampuan UKMK agribisnis jeruk memproduksi jeruk Keprok Garut mampu bersaing di negeri sendiri dan sebagai komoditi ekspor.
yang
METODOLOGI 1. Lokasi Kajian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. 2. Metode Kerja Metode pengumpulan data yang digunakan pada kajian ini adalah penggunaan kuesioner dan metode dokumenter berupa foto-foto. Penarikan contoh wilayah secara purposif, dengan pertimbangan untuk memperoleh contoh berupa produk jeruk Keprok Garut segar sesuai mutunya, yang diperoleh dari Kecamatan Samarang dan Kecamatan Cisurupan. Contoh responden konsumen dipilih secara penarikan contoh aksidental, yaitu pemilihan yang dipilih dari orang-orang yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti. Pengumpulan data menggunakan metode kuesioner dan dokumenter. Kuesioner ditujukan kepada empat jenis responden, yang merupakan para pelaku UKM agribisnis jeruk Keprok Garut, yaitu petani, penangkar bibit, pengusaha pupuk, pengusaha pestisida, pedagang dan konsumen. Untuk mengetahui prospek UKM agribisnis jeruk Keprok Garut dari sisi konsumen, digunakan responden konsumen dan dari sisi kebijakan pemerintah, digunakan responden petugas/aparat Dinas Pertanian tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Pengumpulan data sekunder untuk mendukung analisis dilakukan ke Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Garut dan situs internet terbaru yang tersedia. Jenis data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik adalah data konsumsi buah penduduk Indonesia dan jumlah penduduk Indonesia. Data dan informasi dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura meliputi penemuan bibit jeruk bebas penyakit, profil daerah Kabupaten Garut, pedoman pembibitan jeruk bebas penyakit, lokasi sumber pembibitan jeruk Keprok Garut dan kemampuan produksi bibit jeruk Keprok Garut, serta pedoman budidaya jeruk Keprok Garut. Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Garut yang dikumpulkan dan digunakan adalah lokasi pembibitan jeruk Keprok Garut, jumlah dan lokasi penangkar bibit jeruk Keprok Garut dan keragaman tanaman jeruk Keprok Garut.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
31 Data yang digunakan pada kuesioner penelitian ini adalah campuran data kualitatif dan kuantitatif (data kontinum dari jenis data ratio). Data kualitatif berupa kata, kalimat dan gambar; sedangkan data kuantitatif berupa angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keragaan Tanaman Keragaan tanaman jeruk Siam/Keprok dari tahun 1995-2003 dapat dilihat pada Tabel 1. Produksi jeruk Siam/Keprok mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, termasuk jumlah tanaman yang dihasilkan. Hasil per pohon menunjukkan data berfluktuasi, artinya stabilitas produksi per pohon tidak terjaga, yang terkait dengan perawatan/pemupukan yang dilakukan petani. Tabel 1. Keragaan tanaman jeruk di Kabupaten Garut Tambah Tanam Tanaman Menghasilkan Hasil per Pohon Produksi (ton) (pohon) (pohon) (kg) 1995 79.519 157.443 6.109 39,13 1996 169.887 218.448 8.988 41,14 1997 156.217 388.393 16.638 42,84 1998 107.751 740.742 32.697 44,14 1999 67.240 504.269 23.998 47,59 2000 TA 590.145 26.755 45,38 2001 TA TA 15.835 TA 2002 47.129 400.836 18.342 45,76 2003* 75.142 214.851 9.951 43,92 Keterangan : *angka sementara TA : tidak ada data Sumber data : Data 1995-1999 bersumber : http://www.garutonline.8k.com/komoditas/jeruk.htm (12 Juli 2004) Data 2000-2002 bersumber : BPS (Data Produksi Hortikultura per Kabupaten, tidak dipublikasikan) Data 2003 bersumber : RKSP Dinas Pertanian Kab. Garut (tidak dipublikasikan) Tahun
Sistem pendataan kedua jenis jeruk tidak terpisah sejak di tingkat kecamatan, sehingga rekapitulasi data kabupaten, data propinsi dan data nasional data jenis jeruk Keprok Garut secara tersendiri tidak tersedia. Berdasarkan observasi di lapangan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Garut maupun Mantri Tani Kecamatan, populasi jeruk Keprok Garut sekitar 15% dari seluruh tanaman jeruk. Jumlah tanaman jeruk yang menghasilkan pada tahun 2003 di Kecamatan Samarang dan Cisurupan sebanyak 12.869 pohon. Menurut informasi aparat pertanian di tingkat kecamatan dan kabupaten, populasi tanaman jeruk Keprok Garut sekitar 15% dari seluruh pertanaman jeruk di Kabupaten Garut, sehingga jumlah tanaman jeruk Keprok Garut yang dihasilkan pada dua kecamatan contoh sebanyak 1.930 pohon. Menurut informasi petugas pertanian, rataan petani hanya memiliki sekitar 200 pohon jeruk, sehingga seluruh pertanaman jeruk Keprok Garut yang telah menghasilkan tersebut diperkirakan dimiliki oleh 10 orang petani, maka yang dijadikan contoh 5 orang petani yang dipilih secara acak. 2. Profil Petani Responden Petani jeruk Keprok Garut pada umumnya tidak secara khusus menanam jeruk Keprok Garut, tetapi populasi tanaman jeruk terbanyak adalah varietas jeruk Siam atau jeruk Konde, karena jeruk Keprok Garut satu tahun lebih lama berproduksinya dibandingkan jeruk Siam dan berbuah hanya satu musim per tahun. Sedangkan jeruk Siam 2-3 musim per tahun, tergantung perawatan. Keunggulan jeruk Keprok Garut adalah 2-3 kali lebih mahal daripada jeruk Siam. Pada umumnya status kebun jeruk adalah milik petani secara perorangan dalam skala kecil-kecil, dan khusus di sebagian kecamatan sentra petani sudah membentuk kelompok tani. Kecamatan sentra jeruk Keprok Garut adalah Kecamatan Samarang dan Cisurupan, namun kelompok tani yang terbentuk baru di Kecamatan Samarang, yaitu kelompok tani Karyatani di Desa Cinta Karya, Sukatani di Desa Cintasih, Rancabeet II di Desa Sukaras dan Intan Komara
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
32 di Desa Cinta Rakyat. Di dua kecamatan sentra, kelompok pemasaran jeruk belum terbentuk c (Anonim, 2003 ). Profil petani responden adalah 20% diantaranya lulus S-1, 40% tidak tamat SMP dan 40% lainnya lulus SD, tetapi seluruh responden telah memahami pentingnya menggunakan bibit jeruk bebas penyakit. Hal itu berkaitan dengan pengalaman buruk petani di masa lalu tentang penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD). Seluruh responden petani jeruk Keprok Garut telah berpengalaman bertani jeruk Keprok Garut secara turun temurun, dengan lama waktu bertani kurang dari 7 tahun (40% responden), 20% responden bertani selama 10 tahun dan 40% responden bertani selama lebih dari 27 tahun. Usia responden antara 43-47 tahun (40%) dan 57-60 tahun (60%), sedangkan luas pemilikan lahan jeruk Keprok Garut : < 0,30 ha (60% responden), 1,1 ha (20% responden) dan 8,5 ha (20% responden). Teknik budidaya jeruk Keprok Garut yang dianalisis meliputi : pembibitan, persiapan tanam (pembuatan lubang tanam), pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama penyakit, pengaturan buah dan pemanenan. 3. Penerapan Manajemen Mutu Penerapan manajemen mutu oleh UKM agribisnis jeruk Keprok Garut pada kajian ini digolongkan menjadi empat skala kriteria, yaitu baik sekali, baik, cukup baik dan kurang baik, sesuai skala Likert (Riduwan, 2003). Penerapan manajemen mutu disebut baik sekali, apabila teknologi yang dianjurkan telah dilaksanakan oleh sedikitnya 81-100% responden, baik apabila dilaksanakan oleh 61-80% responden, cukup baik apabila dilaksanakan oleh 41-60% responden dan disebut kurang baik apabila hanya dilakukan oleh 0-40% responden. Manajemen mutu pada tahap pembibitan berarti pekerjaan-pekerjaan pembuatan dan penyediaan bibit yang memenuhi anjuran pemerintah yaitu memenuhi kriteria enam tepat, yang terdiri atas (1) tepat jumlah, (2) tepat harga, (3) tepat mutu, (4) tepat waktu, (5) tepat tempat dan (6) tepat jenis. Sebagai ilustrasi, persiapan tanam diperlukan agar dihasilkan buah jeruk Keprok Garut dengan mutu yang baik, berupa pembuatan lubang tanam satu bulan sebelum tanam dengan ukuran 60cm x 60cm x 40cm atau 100cm x 100cm x 100cm apabila dilahan yang keras b seperti tanah padas (Anonim, 2003 ). Pada kajian ini tidak ditemukan penanaman jeruk Keprok Garut di tanah padas. Hal lainnya, seluruh responden petani tidak melakukan pemangkasan bentuk pada saat tanaman berumur 3-4 tahun yang berguna untuk mempertahankan tinggi pohon. Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman masih di pembibitan. Pemangkasan setelah panen bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru tidak dilakukan oleh seluruh responden, dan begitu pula dengan pemangkasan berat yang dianjurkan tiap 3-5 tahun sekali untuk meremajakan tanaman. Dari kajian didapatkan 20% responden telah melakukan penjarangan buah (Tabel 2), sehingga dikatakan penerapan manajemen mutu pada tahap tersebut kurang baik. Kajian tentang mutu buah yang dihasilkan, meliputi 15% kelas A, 50% kelas B, 15% kelas C dan 20% kelas D, memperjelas hubungan penjarangan buah terhadap mutu hasilnya, yaitu banyak yang berukuran kecil-kecil dan warna kulit buahnya tidak seragam, karena buah berhimpit-himpitan di pohon. Tabel 2. Kegiatan pemangkasan yang dilakukan responden Jenis pemangkasan Pemangkasan bentuk Pemangkasan pemeliharaan Penjarangan buah
Responden yang melakukan 60% 60% 20%
Di Indonesia, jeruk Keprok disebut bermutu apabila memenuhi standar yang telah b ditetapkan oleh Departemen Pertanian RI NO. SP-140-1981 (Anonim, 2003 ), yang dikelompokkan menjadi dua kelompok menjadi dua kelompok mutu, yaitu mutu I dan mutu II (Tabel 3). Standar mutu tersebut meliputi : syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan jeruk Keprok. Pada umumnya, pertanaman jeruk Keprok Garut milik responden kondisinya tidak dibersihkan dari gulma, tetapi tidak ada pertanaman jeruk Keprok Garut milik responden yang terkena penyakit CVPD. Namun demikian, penerapan cara-cara budidaya tanaman sehat yang meliputi : terpenuhinya persyaratan tumbuh (suhu, curah hujan, angin, ketinggian tempat, tanah/lahan bebas sumber inokulum), pengaturan jarak tanam, penggunaan bibit sehat bebas penyakit dan pengamatan terhadap gejala tanaman terserang telah dilakukan.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
33 Tabel 3. Karakteristik, syarat mutu dan cara pengujian jerik keprok No.
Karakteristik
Syarat
1. 2.
Kesamaan sifat varietas Tingkat ketuaan
3. 4.
Kekerasan Ukuran
Mutu I Seragam Tua, tapi tidak terlalu matang Keras Seragam
Mutu II Seragam Tua, tapi tidak terlalu matang Cukup keras Kurang
5. 6
Kotoran % kerusakan maks
Bebas 5
Bebas 10
7
% busuk maks
1
2
Cara Pengujian Organoleptik Organoleptik Organoleptik SP-SMP-3091981 Organoleptik SP-SMP-3091981 SP-SMP-2091981
b
Sumber : Anonim, 2003 . Permasalahan yang dihadapi petani dalam memenuhi kebutuhannya terhadap pestisida adalah : (1) waktu tersedianya pestisida tidak sesuai dengan kebutuhan pengendalian hama/ penyakit jeruk oleh petani, (2) preferensi konsumen hanya terhadap merk yang sudah biasa dipakai petani, (3) harga pestisida relatif mahal. Di beberapa jenis pestisida yang disediakan oleh responden, diantaranya Cermeron ½ 1 dan Celecron ½ 1 yang tidak terdaftar dalam buku Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan, serta tidak diketahui jenis bahan aktifnya. Salah satu penerapan teknologi yang menarik untuk dicermati adalah 20% responden telah melakukan teknologi pembungaan diluar musim, dengan cara menoreh batang tanaman menggunakan pisau sedalam setengah sentimeter memanjang ke bawah, tetapi cara tersebut berbeda dengan yang dianjurkan yang biasanya dilakukan dengan teknik pengeringan dan pengairan, teknik penggelangan atau pencekikan batang yang diikuti penyemprotan KNO 3 , b teknik pemberian kultar atau zat pengatur tumbuh dan penyemprotan KNO 3 (Anonim, 2003 ). Penerapan manajemen mutu pada tahap teknologi pembungaan di luar musim telah dilakukan petani, tetapi kriterianya kurang baik, karena hanya dilakukan oleh 20% responden dan bukan merupakan teknologi yang dianjurkan. UKM agribisnis jeruk Keprok Garut yang bergerak pada usaha perdagangan/pemasaran memegang peranan sangat penting pada tahap pra panen, panen maupun pasca panen. Pedagang jeruk Keprok Garut telah melakukan transaksi pembelian buah jeruk Keprok Garut sejak buah masih di pohon. Transaksi pembelian dilakukan pada saat buah sebesar kelereng yang akan dipanen 7-8 bulan kemudian. Pembelian dengan cara seperti itu disebut dengan sistem ijon, yang disetujui petani bukan atas dasar paksaan pedagang, tetapi karena sebagian besar petani merasa tertolong mendapatkan uang pembelian pada saat diperlukan. Sebagian besar petani telah memahami kriteria buah siap dipanen maupun cara panen yang baik, yaitu buah dipanen pada umur 6-8 bulan sejak bunga mekar (baik sekali), tetapi warna kulit buah yang berubah menjadi hijau kekuning-kuningan sebagai tanda buah siap dipanen baru dipahami oleh 60% responden (cukup baik). Cara panen yang baik dengan penggunaan alat panen belum dipahami oleh petani (kurang baik), sedangkan cara meletakkan buah yang dipanen secara hati-hati di wadahnya dan tidak dengan menjatuhkannya dari pohon sudah dipahami oleh 80% responden (kriteria baik). Penempatan buah yang dipanen diletakkan di tempat yang teduh telah dipahami oleh seluruh responden (kriteria baik sekali). Kegiatan pasca panen yang telah dilakukan pedagang baru sebatas penyortiran dan pengkelasan, yaitu : a. Penyortiran awal untuk memisahkan buah dari potongan tangkai, daun atau kotoran lain seperti kerikil, batu atau tanah yang mungkin tercampur selama proses pemanenan. b. Penyortiran untuk memisahkan jeruk yang tidak dapat dijual karena cacat, jelek bentuknya, rusak atau busuk. c. Pengelompokkan secara manual terhadap buah yang telah disortir, berdasarkan ukuran, bentuk dan keseragamann warna, menghasilkan : kelas A (4-5 buah per kg), kelas B (6-8 buah per kg), kelas C (9-10 buah per kg) dan kelas D (11-20 buah per kg). Pada umumnya, hasil pengelompokkan buah jeruk Keprok Garut yang dibeli pedagang terdiri atas kelas A 15%, kelas B 50%, kelas C 15% dan kelas D 20% dari total buah jeruk Keprok Garut. Atribut mutu buah jeruk Keprok Garut yang dipahami oleh pedagang adalah ukuran buah dan kesegaran buah (tidak busuk/rusak). Untuk itu, perlu disosialisasikan kepada
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
34 pedagang tentang cara pengemasan disertai pelabelan yang dikaitkan dengan tujuan perluasan pemasaran. Kegiatan pasca panen yang lain berupa pematangan belum dipahami pedagang, a sehingga tidak dilakukan. Pematangan dapat dilakukan dengan cara berikut (Anonim, 2003 ) : a. Diperam dalam ruangan penyimpanan sementara. b. Dilakukan aplikasi estilen pada konsentrasi rendah (500 ppm). c. Cara aplikasi etilen dengan perendaman/pencelupan atau penyemprotan pada suhu kamar dengan kelembaban 90-95%. Kegiatan pasca panen yang dapat meningkatkan nilai produk, misal pencucian dengan air dan sedikit deterjen/sabun dan pembilasan dengan air belum dilakukan oleh pedagang. Kegiatan pasca panen dapat memperpanjang umur simpan buah segar seperti pemberian lapisan lilin berupa emulsi parafin atau carnauba wax dengan cara direndam atau disemprotkan, belum dilakukan oleh pedagang. Demikian pula pencegahan penyakit/pembusukan selama pasca panen, penyimpanan, transportasi dengan penambahan fungisida selama perendaman, pelapisan lilin dan pengemasan juga belum dilakukan oleh pedagang. Cara memperpanjang umur simpan buah dengan pendinginan pada suhu kamar atau pada o ruangan berpendingin bersuhu 4-8 C, dengan pengaturan kelembagan (RH) 85-90% atau dengan mengatur kadar O 2 10% dan CO 2 5% dalam ruangan pendingin juga tidak dilakukan oleh pedagang karena belum dipahami. Penyuluhan penggunaan cara tersebut lebih tepat dilakukan terhadap pedagang yang menguasai sejumlah besar modal. Terbatasnya kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh pedagang disebabkan oleh dua hal : pertama mengetahui mengenai hal tersebut belum dimiliki pedagang, kedua buah jeruk Keprok Garut selalu terjual seluruhnya sebelum daya simpan di suhu kamar terlewati (kurang 2 minggu atau 7-10 hari), maka pedagang menganggap perlu menyortir buah jeruk yang dijualnya apabila mulai ada yang membusuk (kurang 5%). Buah yang dikhawatirkan tidak laku terjual pada saat buah akan mulai membusuk, oleh pedagang dijual dengan harga di bawah standar. Hasil kajian menunjukkan bahwa buah jeruk Keprok Garut yang sudah dipanen oleh pedagang ditampung di peti kayu dengan bobot bersih 45-55 kg, sehingga terlalu besar dibandingkan yang dipersyaratkan (30 kg). Anjuran bobot bersih peti penampung sebesar 30 kg adalah mencegah kerusakan buah selama pengangkutan akibat tumpukan terlalu berat dan a berdesak-desakan (Anonim, 2003 ). Bobot peti kemasan jeruk maksimal sebesar 30 kg sesuai dengan standar mutu jeruk Keprok yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian RI No. SP140-1981. Hal lainnya, pedagang mencampur semua kelas yang ada dalam satu peti kemas. Pengelompokkan buah dilakukan pedagang terhadap buah yang akan dijualnya secara eceran atau kepada pedagang pengecer lain. Penerapan aspek-aspek manajemen mutu oleh pelaku UKM agribisnis jeruk Keprok Garut secara ringkas dirangkum pada Tabel 4. Ukuran buah jeruk Keprok Garut akan menghasilkan tingkat harga berbeda, namun pada waktu pedagang membeli buah di kebun petani, penggolongan kelas buah jeruk Keprok Garut didasarkan ukuran/beratnya tidak diterapkan oleh pedagang, tetapi buah dibeli dengan harga sama (harga rata-rata). Perbedaan harga berdasarkan ukuran buah jeruk Keprok Garut diterapkan pedagang pada saat menjual ke konsumen, meliputi perdagangan di kecamatan penghasil jeruk Keprok Garut, di pasar kabupaten Garut, di lingkungan perkantoran, maupun apabila ada order khusus melalui pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Garut yang bisa mencapai konsumen Jakarta. Pada saat kajian dilakukan, buah jeruk Keprok Garut kelas A di tingkat konsumen harganya sekitar Rp. 10.000 - 12.000 per kg, kelas B sekitar Rp. 6.000 - 8.000 per kg, kelas C sekitar Rp. 4.000 - 6.000 per kg dan kelas D sekitar RP. 3.000 - 4.000 per kg, namun dari hasil pengumpulan data dan kuesioner kepada petani diketahui bahwa pedagang membeli buah jeruk Keprok Garut senilai Rp. 3.000 – 4.000 per kg, sedangkan menurut aparat Dinas Pertanian Kabupaten Garut petani harga yang diterima petani adalah setengah dari harga di tingkat konsumen. Harga jual yang diterima pedagang untuk kelas A menguntungkan, kelas B kadang-kadang tidak menguntungkan, kelas C kurang menguntungkan dan kelas D tidak menguntungkan. Preferensi konsumen terhadap kelas jeruk Keprok Garut berbeda-beda, yaitu untuk kelas A dan B cepat sekali laku dan habis, kelas C dan D lakunya lebih lama sampai ada yang mengalami pembusukan/layu sekitar 1-20%.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
35 Tabel 4. Penerapan manajemen mutu pada aspek teknik pemeliharaan/budidaya No. 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
Diterapkan Ya/tidak Kriteria
Indikator manajemen mutu Pembibitan : a. Tepat jumlah b. Tepat harga c. Tepat mutu d. Tepat waktu e. Tepat tempat f. Tepat jenis Persiapan tanam : a. Pembuatan lubang tanam : - waktu - ukuran b. Pengaturan populasi tanaman per hektar c. Pengaturan jarak tanam d. Pola tanam e. Konservasi lahan Pemupukan : a. Pupuk organik b. Pupuk anorganik c. Ketersediaan pupuk d. Harga pupuk e. Waktu penyediaan pupuk Pemangkasan : a. Pemangkasan bentuk b. Pemangkasan pemeliharaan c. Penjarangan buah Pengendalian hama penyakit : a. Pengamatan rutin b. Ketersediaan pestisida c. Harga pestisida d. Waktu penyediaan pestisida Pembungaan di luar musim Perlakuan panen : a. Tidak merusak pohon b. Memanen buah yang cukup umur : - umur 6-8 bulan - warna kulit buah kuning kehijauan c. Menggunakan alat panen d. Cara penempatan buah hati-hati e. Cara penempatan wadah di tempat teduh Perlakuan pasca panen : a. Penyortiran : - penyortiran awal dari daun - menyortir buah cacat, jelek, rusak dan busuk b. Pengkelasan c. Pematangan buah d. Peningkatan nilai produk dengan pencucian o e. Pendinginan pada suhu 4-8 C Pengemasan : a. Muatan per peti kemasan 30 kg b. Memperpanjang umur simpan buah c. Pencegahan penyakit/pembusukan selama pengemasan
Tidak Ya Ya Ya Ya Ya
Baik sekali Baik Baik sekali Baik sekali Baik
Ya Ya Ya Ya ya
Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Tumpang sari Baik
Ya Ya -
Cukup baik Kurang baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
Ya Ya Ya
Cukup baik Cukup baik Kurang baik
Ya Ya
Baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik
Ya
Baik
Ya Ya Ya Ya Ya
Baik sekali Baik sekali Kurang baik Baik Baik sekali
Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak
-
Tidak Tidak Tidak
-
Konsumen jeruk Keprok Garut berdasarkan pengamatan pedagang ternyata bukan hanya berasal dari kecamatan penghasil jeruk Keprok Garut, namun meluas hingga masyarakat seluruh Kabupaten Garut, seluruh Propinsi Jawa Barat bahkan telah meluas hingga ke Jakarta.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
36 Seluruh responden merupakan konsumen jeruk yang sangat fanatik, terbukti bila menginginkan mengkonsumsi jeruk, akan pergi ke berbagai pasar, sampai menemukan jeruk. Sebanyak 20% responden diantaranya tidak harus mengkonsumsi jeruk keprok, yaitu mengkonsumsi jeruk siam dan 80% responden lainnya lebih suka jeruk keprok, serta tidak memilih jeruk siam atau jeruk lainnya. Konsumen yang menyukai hanya jenis jeruk Keprok Garut sebanyak 80% dan 20% lainnya tidak berkeratan mengkonsumsi jeruk keprok yang lain. Konsumen menyukai jeruk Keprok Garut dengan alasan berbeda-beda, tetapi seluruhnya menyukai karena rasanya, aroma, harga sesuai daya beli, penampilan, yaitu warna, bentuk dan kesegaran, serta tempat penjualan (Tabel 5). Tabel 5. Alasan preferensi konsumen terhadap jeruk Keprok Garut Alasan preferensi konsumen terhadap jeruk Keprok Garut Harga seusai daya beli Rasa Penampilan : warna, bentuk dan kesegaran Aroma Gengsi Tempat penjualan
Persentase responden (%) 40 100 30 60 0 20
4. Analisis Usahatani Biaya usahatani jeruk Keprok Garut terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap berupa sewa lahan, yang pada saat penelitian Rp. 8.500.000 per hektar. Biaya tidak tetap digolongkan menjadi tiga macam, yaitu peralatan (pembelian peralatan dan pemeliharaan), biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Nilai inflasi diperhitungkan 5% per tahun terhadap tahun sebelumnya. Volume pemupukan, pengendalian hama penyakit dan tenaga kerja dianggap sama setiap tahunnya. Nisbah B/C akan terjadi dengan asumsi produksi dimulai pada tahun ke-3 sebesar 15 kg/pohon dengan tingkat harga produsen Rp. 6.615 per kg, selanjutnya pada tahun ke-4 produksi meningkat menjadi 40 kg/pohon, dengan tingkat harga produsen Rp. 946 per kg dan seterusnya mencapai puncak produksi pada tahun ke-9 dan menurun pada tahun ke-12 – 15 tinggal 15 kg/pohon dan tingkat harga produsen Rp. 11.880 kg/pohon. Usahatani jeruk Keprok Garut untuk skala 500 pohon setara dengan 1 hektar, yang pada saat penelitian memerlukan biaya Rp. 23.196.000 pada tahun I dan Rp. 21.507.250 pada tahun II. Selama tiga tahun pertama usahatani, tanaman jeruk belum mendatangkan penghasilan, sebaliknya membutuhkan biaya terus menerus. Nisbah keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan (benefit cost ratio atau B/C ratio) untuk usahatani jeruk Keprok Garut cukup baik, yaitu pada tahun ke-3 sebesar 1,44, meningkat sampai tahun ke-8 sebesar 4,45 dan berfluktuasi pada tahun ke-15 menjadi 0,76.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Pada umumnya, kriteria yang berhasil dicapai oleh UKM agribisnis jeruk Keprok Garut adalah antara baik dan baik sekali. Aspek manajemen mutu yang mencapai kriteria antara baik dan baik sekali adalah tahap pembibitan dan pengendalian hama penyakit. Tahap pemanenan sebenarnya telah dipahami secara baik hingga baik sekali, tetapi salah satu titik kritis pemanenan adalah penggunaan alat panen, penerapannya kurang baik. Aspek budidaya lain adalah persiapan tanam, pemupukan, pemangkasan pohon, penjarangan buah dan pembungaan di luar musim, penerapannya masih kurang baik atau cukup baik. b. Prospek UKM agribisnis jeruk Keprok Garut sangat baik dan perlu dikembangkan, terutama penangkaran bibit, perdagangan pupuk, perdagangan pestisida dan usaha tani. Usahatani jeruk Keprok Garut sangat menguntungkan, ditunjukkan oleh B/C 2,16 dan PBP 5 tahun. c. UKM agribisnis jeruk Keprok Garut sulit menghasilkan jeruk yang mampu bersaing dengan jeruk sejenis, baik dari dalam maupun ekspor.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006
37 2. Saran a. Diperlukan penambahan produksi mata tempel jeruk Keprok Garut dari tingkat yang sekarang (150.000 mata tempel). b. Diperlukan penyuluhan intensif kepada petani pada tahap pemeliharaan tanaman, pasca panen, pengemasan dan pemasaran. c. Praktek ijon perlu dihilangkan, melalui pembentukan asosiasi pemasaran jeruk, penyediaan skim kredit perbankan berbunga lunak (< 5% per tahun) dan sosialisasi/ penyuluhan tentang peluang penghasilan yang hilang akibat sistem ijon. d. Agar jeruk Keprok Garut yang dihasilkan dapat bersaing dengan jeruk sejenis di dalam negeri maupun internasional, maka mutu jeruk harus ditingkatkan (kelas A dan B), jumlah produksi ditingkatkan, masa panen diperpanjang dengan teknologi pembungaan dan pembuahan di luar musim (Juni-Juli).
DAFTAR PUSTAKA a
Anonim. 2003 . Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Garut. Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Garut. b
______. 2003 . Pedoman Pengembangan Agribisnis Jeruk. Direktorat Tanaman Buah, Jakarta. c
______. 2003 . Profil Produksi Jeruk. Direktorat Tanaman Buah, Jakarta. ______.2004. http://www.garutonline.8k.com/komoditas/jeruk.htm, 12 Juli 2004. Chandra, G, F. Tjiptono dan Y. Chandra. 2004. Pemasaran Global : Internasionalisasi dan Internetisasi. Penerbit Andi, Yogyakarta. Rans. 2004. http://www/warintek.progressio.or.id/buah/jeruk/htm. 12 Juli 2004. Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Alfabeta, Bandung. Said, G. dan A.H. Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sugiyono. 2004. Statistik Non Parametris untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Jurnal Industri Kecil Menengah (MPI) Vol. 1 No. 1 Februari 2006