eJournal Ilmu Hubungan Internasional 2014, 2(2) : 509-522 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2014
MANAJEMEN KONFLIK FILIPINA-MALAYSIA DALAM MENANGANI SENGKETA WILAYAH SABAH (KESULTANAN SULU) Ade Agnieska Yonita1 0902045092 Abstract: Dispute of Sabah region emerged because of the smuggled action that done by the Sulu militant considered as the Kingdom Sulu of Sultanate. These militants came into Sabah region with the purpose to take the region that has been fought by Sulu and Malaysia. The Sabah region is part of Malaysia sovereignity, but according to Sulu opinion Sabah region was their ancestor’s land since ages ago. Overlapping claim has began since years ago and all efforts to minimalize conflict met some dententioned and caused the conflict became latent conflict. Today, some actions emerged from the Sulu of Sultanate has been trying to attack trough smuggling. This action was response by Philippine and Malaysia to handle the conflict. The conflict management efforts done for the sake of bilateral relations of the two countries and to minimalize any unnecessary actions that can trigger the open conflict. The result showed that the efforts established from both party to minimalize conflict from escalate to the next phase, which is from stable peace, confrontation to crisis with failure risked. This caused by the process that has been done and resulted in failure that is why the conflict cannot be resolved until today. Keywords : Sabah Dispute, Malaysia-Sulu of Sultanate, Sabah’s Conflict Management Pendahuluan Klaim wilayah secara sepihak yang dilakukan oleh berbagai negara menjadi isu internasional yang sangat menarik. Persengketaan atas dasar wilayah sering terjadi diantara negara-negara yang memiliki kedekatan secara territorial. Diantaranya adalah permasalahan persengketaan wilayah yang memperebutkan tanah Sabah oleh Malaysia dan Kesultanan Sulu yang merupakan warga negara Filipina. Secara geografis letak wilayah Malaysia berbatasan langsung dengan wilayah Kalimantan dan Filipina. Letak sebelah Timur berbatasan dengan Filipina dan Selatan berbatasaan dengan pulau Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan pulau Borneo.(Mangandalaran, Syahbuddin 1996) Diantara perbatasan Malaysia 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
dan Filipina terhubung wilayah Sabah yang berada di bagian Utara Kalimantan yang mana wilayah ini sebagai pemicu ketegangan antara Malaysia dan Kesultanan Sulu yang sebagai warga Filipina. Filipina atas dasar sejarah yang terdahulu, mengklaim bahwa wilayah yang dipersengketakan saat ini yaitu khususnya wilayah yang mencakupi hingga wilayah Sabah adalah sah kepemilikkannya. Atas dasar sejarah itulah adanya klaim menjadi dasar kuat mereka untuk melakukan penyusupan ke dalam wilayah Sabah, Malaysia untuk merebut kembali tanah bekas leluhur mereka. Malaysia yang mengetahui akan alasan tersebut sangat tidak setuju. Malaysia menganggap bahwa wilayah Sabah adalah sangat jelas masuk kedalam federasi Malaysia. Upaya penyusupan yang dilakukan masyarakat kesultanan Sulu yang mengaku sebagai pejuang/millitan Sulu tersebut membuat Malaysia marah dan tidak tinggal diam. Serangan demi serangan terus dilakukan untuk mendorong mundur pasukan militan Sulu agar keluar dari perbatasan wilayah Sabah. Adanya konflik yang terjadi saat ini, khususnya konflik Sabah membuat hubungan diantara keduanya sedikit menegang. Muncul sikap saling curiga terkait hal yang terjadi pada konflik ini. Malaysia mengklaim wilayah Sabah adalah bagian dari negara Malaysia, hal ini juga diperkuat dengan dasar negara mereka yang menjelaskan bahwa Sabah dan Sarawak juga termasuk kedalam wilayah bagian Malaysia sejak Malaysia merdeka pada tahun 1963. Wilayah Sabah yang setelah jajahan koloni Inggris menjadi dasar yang kuat bagi Malaysia menganggap bahwa Sabah adalah bagian negaranya. Tidak hanya itu, berdasarkan Protocol Madrid 1885 wilayah Sabah yang dahulunya juga sebagai jajahan bangsa Spanyol telah menjadi sebagian dari wilayah yang dikelola oleh perusahaan yang bernama British North Borneo Company. Kerangka Dasar Konsep 1. Konsep The Conflict of Tree Pohon konflik merupakan metode yang baik jika menyangkut kelompok atau kolektif daripada kasus individual. Pohon konflik digunakan oleh kelompok yang mengadaptasi fungsinya untuk digunakan dalam analisis konflik. Dalam setiap konflik, banyak opini yang mempertanyakan beberapa pertanyaan seperti masalah utama, akar penyebab, efek yang diakibatkan dari masalah tersebut dan isu yang paling penting yang harus didiskusikan.
510
Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani Sengketa wilayah Sabah (Ade Agnieska Yonita)
Gambar 1.2 The Conflict of Tree
EFEK
PENYEBAB
MASALAH UTAMA
Sumber : Fisher, S., et al. 2000. Working With Conflict, London: Zed Books,p. 29 Pohon konflik menawarkan metode untuk sebuah kelompok atau komunitas untuk mengidentifikasi isu-isu penting dan mengelompokkan hal-hal tersebut menajdi 3 kategori, yaitu : masalah utama, penyebab, dan efek. Pohon Konflik adalah alat yang menggunakan pohon konflik untuk mengkategorikan isu-isu kunci daripada konflik. Tujuannya adalah : a. Untuk menstimulasi sebuah kelompok untuk menyepakati permasalahan utama. b. Untuk mendampingi kelompok/tim untuk membuat keputusan mengenai prioritas dan menjelaskan isu-isu konflik. c. Untuk menghubungkan penyebab dan efek terhadap satu sama lain dan fokus dalam organisasi. Pohon konflik harus digunakan yaitu disaat kelompok menghadapi kesulitan dalam menyepakati masalah utama. (Anglican Peace and Justice Network Workshop on Conflict Transformation and Peace-building ) 2. Konsep Manajemen Konflik Manajemen Konflik dapat dilihat sebagai bagian dari proses yang memastikan bahwa manusia hidup secara damai dalam kehidupan yang teratur. Manajemen konflik merupakan salah satu jalan untuk mendamaikan pihak yang berkonflik, sebelum, selama atau setelah suatu konflik terjadi dan sebagai upaya mengontrol sumber-sumber konflik agar tidak menjadi konflik yang terbuka. Tujuan
511
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
manajemen konflik ialah memelihara agar konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan. Selanjutnya, manajemen konflik berguna dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik tetap baik. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menganalisa suatu konflik dapat digambarkan dengan kurva lonceng yang disebut dengan The Life Cycle Of International Conflict Management / skema dalam manajemen konflik internasional. (Chester A. Crocker at all, 2001: xxvii) Gambar 1.1. The Life Cycle of International Conflict Manajement
Sumber : Adaptasi dari Figure 1 dalam Chester A. Crocker, Osler Hampson, dan Pamela Aall, Turbulent Peace: The Challenges of Managing International Conflict (Washington, D.C.: United States Institute of Peace Press, 2001), xxviii Dalam gambar kurva lonceng merepresentasikan bentuk ideal dari pola suatu konflik yang menunjukkan bagaimana suatu konflik meningkat hingga mencapai dampak kekerasan dan kemudian mengalami penurunan ketegangan hingga mencapai pendekatan kembali dan rekonsiliasi. Kurva tersebut juga mengidentifikasi tipe-tipe dalam teknik manajemen konflik yang mungkin efektif pada titik tertentu dalam tahapan konflik. Lebih jauh lagi pada bagian bawah kurva, sebelum adanya kekerasan dan kekuatan militer digunakan atau setelah perjanjian dicapai, pendekatan-pendekatan yang menekankan pada peningkatan kapasitas untuk menangani sengketa secara damai, pembentukan lembaga,
512
Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani Sengketa wilayah Sabah (Ade Agnieska Yonita)
pemerintahan yang baik, transparansi, penegakan hukum, penemuana fakta-fakta, pendidikan, pelatihan pelaksana dan bantuan pembangunan- mungkin tidak hanya sesuai tetapi penting sebagai bentuk pencegahan konflik atau konsolidasi perdamaian. Pada titik yang paling tinggi di kurva, terjadi kekerasan atau penggunaan kekuatan militer, pihak yang bersengketa cenderung akan menggunakan pendekatan atau respon yang memiliki pengaruh kuat seperti mediasi, sanksi politik dan ekonomi serta pendekatan militer dalam upaya perdamaian (Ibid). Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptis analitik, Penulis dalam proposal penelitiannya menggunakan jenis penelitian Deskriptif-Analitis yaitu penelitian yang berupaya untuk menjelaskan Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani sengketa wilayah Sabah. Data yang disajikan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dari literature seperti buku, jurnal dan juga situs-situs dari internet. Tekhnik analisa data yang digunakan adalah data kualitatif. Pembahasan A. Tahap pra konflik/Keadaan Stabil Masing-masing negara memiliki pendapat tersendiri mengenai peta wilayah atau garis perbatasan dari wilayah yang dipersengketakan. Pengklaiman yang diutarakan secara sepihak memicu konfrontasi tersendiri dari beberapa pihak, terutama pihak yang bersengketa. Keinginan memiliki akan wilayah yang dinilai berkompeten bagi keuntungan tersendiri menjadi hal yang dipertimbangkan. Berawal dari hubungan Malaysia-Filipina Pada masa pemerintahan Diosdado Macapagal masing-masing pihak berargumen bahwa sengketa Sabah adalah klaim dari masing-masing pihak yang menyatakan kepemilikkan atas hak tersendiri. Kesultanan Sulu mengklaim Sabah adalah miliknya, karena dilihat dari sejarah yang telah ada bahwa cakupan atas kekuasaan kerajaan Sulu adalah mencakup kedalam wilayah sabah. Pada tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis yang telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepemimpinan Islam dari Malaka. Selama pemerintahannya Sultan Brunei memperluas pengaruhnya hingga ke utara Sulu mencapai sebelah Selatan dan Barat Borneo. Kekuasaan Sultan Brunei yang mencakup wilayah yang cukup luas hingga tepi-tepi perbatasan Kalimantan dan selatan Filipina. Pada masa pemerintahannya, Sultan Brunei mendapat permasalahan yang ditimbulkan dari dalam wilayahnya sendiri yaitu upaya pemberontakkan oleh masyarakatnya. Pemberontakkan yang cukup besar dan perintahan sultan Brunei cukup kewalahan sehingga beliau meminta pertolongan secara resmi kepada Sultan Sulu untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan ini. Tawaran tersebut tidak hanya sekedar tawaran membantu tetapi dengan tawaran jika pihak Sulu berhasil melawan para pemberontak tersebut maka hadiah yang sangat besar akan diberikan. Hadiah tersebut berupa otoritas
513
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
wilayah yang mencakupi Sabah yang saat ini berada ditanah Malaysia. Seperti gayung bersambut akhirnya Sulu dapat meredamkan permasalalahan pemberontakkan dan sesuai apa yang dijanjikan akhirnya Sultan Sulu mendapat otoritas wilayah yang pernah dijanjikan Sultan Brunei. Pasca penyerahan wilayah dari Sultan Brunei wilayah Sabah yang menjadi milik Sulu terdapat banyak perselisihan mengenai fakta-fakta yang ada pada masa sejarah terdahulu. Pihak Sulu yang berdasarkan asumsi mereka dan Malaysia berdasarkan persepsi mereka pula. Sulu jelas-jelas menguatkan pendapatnya bahwa apapun yang terjadi Sabah adalah milik mereka dan tanah leluhur yang mereka kuasai terdahulu adalah tanah yang sudah menjadi wilayah kepemilikkan hingga anak cucu mereka. Pasca adanya kolonialisasi Inggris dan Spanyol timbul berbagai perbedaan persepsi mengenai wilayah Sabah. Kerajaan Inggris memberi status Piagam Kerajaan untuk Sabah. Tapi belakangan Spanyol yang menjajah Sulu, dan Belanda yang sedang menjajah sebagian besar Kalimantan memprotes. Pada 30 Maret 1963, Inggris mengklarifikasinya dengan menyatakan “Kedaulatan tetap pada Sultan Sulu” dan perusahaan Dent itu hanya otoritas pengelola. Pembayaran akan sewa tersebut hingga saat ini terus berlangsung, sejak Sabah dikelola Inggris yang digunakan sebagai akses wilayah perdagangan hingga kemerdekaan Malaysia terbentuk. Hingga sampai tahun 2005 pembayaran masih tetap dilakukan oleh Malaysia kepada pewaris Kesultanan Sulu. Namun paska tahun 2005 pembayaran akan sewa tersebut terjadi pemberhentian secara sepihak. Adanya pemberhentian tersebut karena pihak pembayar yaitu Malaysia menganggap sudah selesai dalam hal pembayaran dan dinilai cukup sebagai beli tanah. Adanya persepsi tersebut membuat pihak Kesultanan tidak terima karena menganggap bahwa uang yang selama ini diterima dan dibayarkan adalah hanya sebagai uang sewa bukan sebagai uang untuk pembayaran beli. B. Tahap Konfrontasi Berawal pada tahun 1950 , Kongres Diosadado Macapagal , bersama-sama dengan anggota Kongres menyerukan pemerintah Filipina untuk secara resmi mengajukan klaim ke Sabah. Dorongan klaim yang serius dari pihak Sulu juga dilakukan yaitu pihak Sulu mengirimkan surat seruan kepada Presiden Macapagal untuk mengambil mengklaim wilayah Sabah yang masuk kedalam Federasi Malaysia. Surat tersebut mendapat respon yang positif dari presiden dan aksi presiden Macapagal sangat positif bagi Sulu karena adanya upaya mengklaim kembali Sabah dari Malaysia. dan Upaya yang dilakukan Presiden macapagal ini terus dilakukan pada masa nya dan berlarut-larut tanpa suatu keputusan yang jelas hingga masa jabatannya berakhir. Presiden juga mengatakan bahwa Sabah adalah memang milik Filipina dan itu harus diperjuangkan demi kedaulatan negara. Sikap ini bentuk prioritas dan perhatian kepada masyarakatnya dan sekaligus memperjuangkan hak-hak kedaulatan negara mereka khususnya diwilayah perbatasan.
514
Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani Sengketa wilayah Sabah (Ade Agnieska Yonita)
Pasca pergantian pemerintahan dari Presiden sebelumnya yaitu Diosdado Macapagal ke Presiden Ferdinan Marcos respon mengenai Sabah sangat minim sekali. Terlihat pada sikap dan pembicaraannya yang lebih mengarah kepada sikap kurang peduli. Bentuk sikap dan aksi tersebut terlihat pada pengakuannya setelah Ia menjabat sebagai Presiden membuat pengakuan tentang Malaysia yang berkuasa di wilayah yang dipersengketakan tersebut. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Sabah adalah jelas milik Malaysia bukan milik Filipina seperti yang diklaim pihak Sulu. Perkataan Presiden Marcos menegaskan bahwa Ia memilih untuk tidak mengejar klaim dan memusatkan perhatiannya pada persatuan negara-negara ASEAN. Presiden Marcos membangun hubungan diplomatik dengan Malaysia sebagai perwujudan dari ASEAN. Usaha pembangunan hubungan secara baik terus dilakukan dan tiba pada saatnya hubungan tersebut memburuk dengan sendirinya. Hal ini ditandai pada bulan Maret 1968, diakibatkan suatu krisis yang dikenal dengan Corregidor Affair. Krisis ini terjadi karena adanya laporan dari salah satu surat kabar di Manila yang menyebutkan bahwa Filipina menjadi pulau Corregidor sebagai tempat latihan bagi satuan tempur khusus Muslim. Malaysia menuduh bahwa satuan khusus yang dilatih di Pulau Corregidor itu disiapkan untuk melakukan infiltrasi ke Sabah, Malaysia. Laporan dibuat berdasarkan keterangan dari salah satu seorang personel satuan khusus Filipina yang berhasil meloloskan diri dari pulau itu. Hal ini telah membuat Malaysia dan Filipina saling tuduh, dan bukan itu saja, kedua negara kemudian memutuskan hubungan diplomatik akhir tahun 1968. Semula Filipina berupaya mengungkap masalah Sabah ke dalam agenda Asean, tetapi Malaysia bersikap menolak. Atas permintaan kedua negara, Presiden Soeharto mengatur pertemuan antara Menteri Luar Negeri Malaysia dengan Menteri Luar Negeri Filipina di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Malaysia-Filipina setuju untuk menyelesaikan krisis di luar kerangka ASEAN. Hubungan diplomatik antara kedua negara dibuka kembali pada akhir pertemuan tahunan ke-3 Menteri Luar Negeri ASEAN di Cameron Highland, Malaysia, Desember 1969. (Muslim Moro Filipina Tragedi Jadibah di Corregidor 1968, Skripsi) Selama konflik Corregidor terjadi ternyata Presiden Marcos membuat undangundang mengenai batas maritime kelautan dan perbatasan yang dikenal sebagai Filipina Republic Act 1968 menjelaskan bahwa batas kedaulatan wilayah maritime perbatasan mencakup Sabah, Malaysia. Dan pengakuan mengenai kedaulatan secara resmi kenegaraan, bahwa Sulu memiliki kedaulatan di wilayah Filipina juga dijelaskan dengan membuat memorandum yang disebut Memorandum Republict Act 5446 yang berisi Sulu memiliki otoritas wilayah di wilayah Jolo, Filipina. Pada tahun 1977, Presiden Marcos dalam pertemuannya di ASEAN Summit dengan berbagai negara ASEAN mengungkapkan penarikkan klaim Sabah ke Filipina. Hal ini berarti Filipina sudah melepaskan klaim yang selama ini sulit dan menimbulkan perselisihan. Presiden mengungkapkan alasannya pada pertemuan ASEAN Summit yang diadakan di Kuala Lumpur tersebut bahwa demi menciptakan hubungan ketertiban, keamanan, dan keadilan
515
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
di sesama anggota ASEAN, republik Filipina telah mengambil langkah pasti untuk menghilangkan klaim republik Filipina atas Sabah. Akhirnya pada tahun 1989, pemerintah Filipina kembali membangun hubungan yang harmonis dengan Malaysia baik hubungan ekonomi dan pertahanan dan keamanan. Pada tahun yang sama di tahun 1989, pemerintah Filipina membuat keputusan yang membuat Sulu kecewa, yaitu pencabutan secara sepihak mengenai hak kekuasaan wilayah Sabah atas nama Sultan Sulu. Namun pernyataan tersebut ditolak oleh pihak Sulu yang mana Sulu menganggap bahwa pencabutan otoritas wilayah tersebut tidak sah karena hak otoritas tidak sah karena otoritas tunggal untuk membuat atau untuk menjatuhkan klaim adalah hanya Sultan Sulu atau Sultan Jamalul Kiram III. Ditahun 2008, yaitu pada masa pemerintahan Gloria Macapaghal Arroyo yaitu anak dari mantan Presiden Diosdado Macapaghal menghidupkan klaim kembali mengenai Sabah. Hal ini diperbincangkan dengan pihak Sulu bersamaan dengan berlangsungnya konflik Moro. Hal ini cukup berkaitan yang mana sebagian besar pihak pejuang Moro mendukung penuh pengklaiman wilayah Sabah yang ada di Malaysia. Mendengar adanya kesempatan untuk mengklaim kembali wilayah yang selama ini dipermasalahkan membuat Sulu berinisiatif membuat surat pengajuan secara resmi pengklaiman kembali wilayah Sabah ke Malaysia. Surat tersebut dikirim langsung ke kantor Kepresidenan dengan harapan adanya usaha yang maksimal oleh Presiden Arroyo mengingat Beliau adalah anak dari Presiden Diosdado sehingga adanya harapan yang sangat banyak untuk mengusahakan merebut kembali wilayah Sabah sangat besar. Hingga surat tersebut sampai ke Presiden Arroyo dan benar mendapat respon awal yang baik yaitu dengan kecakapan dari Beliau yang membuat sebuah kebijakan dan agenda dalam menjalankan kepemimpinannya yaitu mensejahterakan masyarakatnya. Dengan cara memperjuangkan hak-hak atas wilayah yang menjadi tempat tinggal masyarakatnya. Kebijakan tersebut berisi warga apapun yang menjadi wilayah kepemilikkan Sabah baik dari kepemilikkan akan sejarah terdahulu maupun wilayah kedaulatan negara adalah berhak untuk diperjuangkan demi menjaga kedaulatan negara. Selain itu bentuk usaha lainnya adalah disela-sela pertemuan sesama anggota ASEAN juga berupaya untuk membicarakan mengenai sengketa laten ini dan berupaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Namun kembali lagi adanya usaha tersebut sangat minim kesempatan untuk dibahas secara maksimal, manakala pada saat yang sama konflik Moro-Mindano yang menyerang Filipina lebih mengkhawatirkan konfliknya yang pada saat itu menjadi perhatian oleh dunia Internasional. Konflik tersebut menjadi prioritas utama pemerintah Filipina dan tanpa diduga permasalahan Sulu-Sabah ini menjadi terbengkalai. Sebelum mengakhiri jabatannya sebagai Presiden Filipina, Presiden Arroyo membuat mandat yang diberikan langsung kepada calon presiden yang akan
516
Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani Sengketa wilayah Sabah (Ade Agnieska Yonita)
menggantikannya untuk selanjutnya. Yaitu berupaya pengupayaan kembali hakhak proioritas masyarakatnya yaitu masyarakat Sulu mengenai hak kepemilikkan wilayah Sabah. Berupa surat kepresidenan yang diberikan kepada Presiden baru yaitu Beniqno Aquino. Hingga saat ini di masa jabatannya sebagai Presiden Filipina, Presiden Beniqno tidak mengacuhkan dan juga tidak memaksimalkan klaim Sulu tersebut sehingga statusnya hingga saat ini masih menggantung.
C. Tahap Krisis Dalam tahapan ini bentuk tindakan atau reaksi yang menimbulkan ketegangan dan kekerasan yang terjadi secara intensif antara pihak yang berkonflik mulai muncul. Sikap yang ditunjukkan masing-masing pihak yang memulai memanas situasinya dan mulai diluar batas kendali. Biasanya dilakukan oleh satu pihak yang memicu adanya tindakan balasan yang ditimbulkan akibat dari tindakan tersebut. Konflik Sabah yang dipicu pada permasalahan dimasa lalu ini menimbulkan aksi yang cukup mengkhawatirkan beberapa pihak. Pada akhir tahun 2012, sudah mulai muncul gejala-gejala pemberontakkan yang berupa seruan sepihak dari Sultan Sulu. Seruan yang tidak mendapat tanggapan positif tersebut berubah menjadi aksi yang membahayakan. Kekacauan terjadi di perbatasan Sabah, Malaysia yang ditandai adanya keributan yang terjadi. Diawali dengan Penyusupan yang dilakukan oleh pihak Sulu atau orang-orang yang mengaku sebagai pejuang Sulu demi merebut Sabah. Situasi yang mencekam terjadi pada awal tahun 2013 di bagian wilayah Sabah. Situasi ini berada tepat diwilayah Sabah bagian Malaysia di sisi bagian Timur wilayah Sabah. Sekelompok orang sekitar 100-400 orang, beberapa dari mereka bersenjata, tiba dengan perahu di Tanduo, Lahad Datu, Sabah dari pulau Simunul, Tawi-Tawi Filipina Selatan pada tanggal 11 Februari 2013. Kelompok ini, yang menyebut diri mereka Pasukan Keamanan Kerajaan Kesultanan Sulu dan Borneo Utara yang dikirim oleh Jamalul Kiram III, salah satu pemimpin tahta Kerajaan yang di sebut dengan Kesultanan Sulu. Kiram menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menegaskan klaim teritorial mereka yang belum terselesaikan di timur Sabah (bekas Borneo Utara).( Sultanate of Sulu wants Sabah returned to Phl) Pasca pencerobohan itu dilakukan, muncul tindakan dari Malaysia yang mana pasukan keamanan Malaysia telah mengepung desa Tanduo di Lahad Datu di mana kelompok itu berkumpul. (PH calls for peacefull solution to borneo standoff) Dipicu oleh permasalahan di masa lalu. Pasca perang Dunia II gejala konflik yang terjadi sudah mulai muncul, namun masih dalam tahap saling curiga oleh masing– masing pihak yang bersengketa. Namun berjalan seiringnya waktu konflik ini bergulir menjadi konflik yang memanas antara Malaysia dengan warga filipina kesultanan Sulu. Masing–masing pihak mengklaim atas wilayah Sabah yang saat ini menjadi wilayah kedudukan kesultanan Sulu yang terletak di Malaysia. Menurut sejarah, wilayah yang dipersengketakan saat ini berada di bawah kekuasaan kesultanan Sulu yang berasal dari Filipina walaupun letak wilayahnya
517
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
berada di wilayah Sabah, Malaysia. (Sejarah: sultan brunei hadiahkan sabah ke kesultanan sulu) Tahun 2013, para pejuang dan pengikut kesultanan Sulu yang sebagai tentara Kesultanan Sulu (Royal Sulu Army) berangkat menuju Sabah masuk melalui wilayah perbatasan dan melakukan kontak senjata dengan tentara Malaysia. Pejuang Sulu berhasil menduduki dan menyebar hampir diseluruh penjuru wilayah Sabah untuk memerangi tentara Malaysia yang berjaga–jaga di wilayah Sabah. Sekitar 200 orang dari kesultanan Sulu mendatangi wilayah Sabah untuk ikut mempertahankan dan memperjuangkan wilayah mereka. (Malaysia Kills 13 Filipino Fighters in Sabah) Dalam aksinya, para prajurit Sulu memasuki wilayah dan melakukan kontak senjata dengan para militer Malaysia. Hal ini yang menimbulkan kemarahan bagi Malaysia dan jika aksi ini tidak segera dihentikan maka para militer Malaysia akan menambah pasukan untuk berjaga lebih ketat lagi. Terbukti pada tanggal 4 maret 2013 terjadi kontak senjata yang menewaskan masing–masing pihak yaitu sebanyak 8 tentara Malaysia tewas dan 32 prajurit sulu tewas.(Phillipines) Pemerintah Malaysia menganggap aksi ini adalah suatu tindakan pihak Kesultanan Sulu yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan Malaysia. Melihat semakin bertambahnya korban luka–luka hingga tewas dalam konflik ini, semakin memperkeruh keadaan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman satu sama lain. Pemerintah Malaysia tetap bersikeras jika kesultanan Sulu tidak menyerah tanpa syarat maka Malaysia akan mengancam untuk memerangi Kesultanan Sulu dan pengikutnya. Malaysia mengancam akan mengirim pasukan yang lebih banyak dan melakukan invasi militer secara besar– besaran. Hal ini dikarenakan para prajurit Sulu tidak mau meletakkan senjata mereka hingga tidak menginginkan pergi dari wilayah Sabah tanpa syarat. Konflik oleh kalangan militer Malaysia dan militan Sulu atau tentara royal Sulu dinilai sebagai operasi tindakan pemberontakkan besar selama ini didalam negeri Malaysia. Walaupun jumlah sedikit, tetapi militan serta pengalaman bertempur para pasukan royal sulu cukup diperhitungkan oleh pihak keamanan Malaysia. Anggota militan ini adalah yang mengaku atau menyebut diri mereka sebagai royaliter/pendukung Sultan Sulu yang sebagian dari mereka merupakan pejuang MNLF (Moro National Liberation Front) yang dikenal sebagai pasukan pemberontakkan Islam terbesar di Filipina yang cukup ditakuti oleh sebagian rakyat Filipina karena merupakan orang-orang terlatih khususnya dalam bersenjata. Pihak kesultanan Sulu sudah menawarkan genjatan senjata demi menekan korban namun mendapat penolakkan dari pemerintah Malaysia. Pihak Malaysia mengungkapkan bahwa genjatan senjata akan dilakukan jika klaim para militant Sulu meletakkan senjata mereka atau dalam artian menyerah tanpa syarat. Malaysia dengan tegas tidak ingin memberikan ruang gerak kepada penyusup. Pasukan yang dinamakan General Operations Force semacam brimob yang ada di Malaysia dikerahkan untuk menduduki wilayah di perbatasan Malaysia Sabah
518
Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani Sengketa wilayah Sabah (Ade Agnieska Yonita)
tersebut. ATM (Angkatan Tentara Malaysia) juga mengirimkan kekuatan terkait mereka yang tergabung dalam VAT69 (Very Able Trap 69). Bahkan F18 milik militer Malaysia terlihat melepaskan bom kearah pertahanan pejuang Sulu dengan tujuan mengusir secara paksa para militant agar pergi dan tidak menyerang para militer Malaysia yang jelas-jelas dapat menimbulkan korban tewas dari pihak militer Malaysia maupun militan Sulu. Adanya tindakan penyusupan yang dilakukan pihak Sulu sebagai bentuk kekecewaan yang dialami oleh Kesultanan Sulu. Pernah ada tindakan pengupayaan pihak Kesultanan kepada pemerintah Filipina dengan mengirimkan surat permohonan agar sengketa Sabah ini diberikan solusi sebelum terjadinya tindakan penyusupan yang dilakukan oleh para pasukan militannya. Namun pemerintah Filipina hingga saat ini belum merespon pengajuan nasib yang dilakukan oleh Sultan sulu mengenai kepemilikkan sengketa yang dengan tujuan berupaya keras merebut kembali tanah klaim mereka dari pemerintah Malaysia. Adanya sikap penundaan yang hingga saat ini dilakukan oleh pemerintah Filipina dan belum mendapat respon/tindakan langsung ada kaitannya dengan 2 faktor yaitu : 1) Baru-baru ini Malaysia sebagai fasilitator perjanjian perdamaian pada bulan November antar pemerintah dan pemberontak Moro Muslim di Mindanao. 2) Setiap upaya yang dirasakan untuk mengejar klaim Filipina atas wilayah tersebut berdampak negatif pada kondisi keamanan Sabah yang mengancam sekitar 200.000 warga Filipina Pemerintah Filipina menganggap adanya kekacauan yang terjadi dipicu oleh serangan para pengikut Kesultanan Sulu sebagai krisis yang muncul di dalam negeri sendiri dan sangat mengkhawatirkan. Ketakutan akan munculnya pemberontakkan warga muslim di Filipina seperti konflik moro adalah menjadi suatu hal yang sangat dihindari kejadiannya. Pemerintah Filipina berusaha menjaga keamanan negaranya dengan tidak membiarkan para pengikut Sulu ini mengancam stabilitas keamanan Filipina. Pemerintah Filipina berusaha menjaga Kesultanan Sulu dan pengikutnya sebagai warga negaranya dan berusaha menjaga hubungan baik dengan Malaysia. Mengingat bahwa hal ini sudah mengancam hubungan bilateral diantara keduanya dan mengancam keamanan warga di wilayah Sabah itu sendiri. Tindakan yang dilakukan Malaysia pun juga sangat mengkhawatirkan oleh beberapa negara didunia. Melihat kasus ini menewaskan korban hingga ratusan warga sipil Sulu hingga militer Malaysia. Malaysia bersikap keras bahwa wilayah Sabah adalah miliknya yang berpegang pada Protocol Madrid setelah kolonialisasi Inggris. Malaysia menganggap bahwa Kesultanan Sulu dan pengikutnya yang menyerang para militer Malaysia adalah suatu tindakan yang tidak bisa dibiarkan, dan jika tidak dihadapi dan diberhentikan dengan cepat mungkin akan berakibat panjang kedepannya. Malaysia sudah mengancam Kesultanan Sulu dan pemerintah Filipina, jika tidak menarik pasukannya maka akan timbul banyak korban yang tewas karena
519
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
serangan senjata yang digunakan oleh militer Malaysia. (Siregar Hasrul Sani, “Kesultanan Sulu Antara Sabah dan Filipina)
Gambar Bagan 2.2 Upaya Manajemen Konflik yang dibangun
Aksi penyusupan, kontak senjata militan Sulu dan militer Malaysia, serangan senjata Malaysia melalui peralatan canggih yang dimiliki oleh Militer Malaysia ke para penyusup.
Gencatan senjata Pecahnya kekerasan
Krisis Sikap penolakkan yang ditunjukkan dari masing-masing pihak. Beradu argumentasi mengenai klaim Sabah dan saling klaim yang berasal dari Sulu dan Pemerintah Malaysia.
Kewenangan akan kepemilikkan wilayah berdasarkan sejarah dan memiliki persepsi yang berbeda. Muncul kesenjangan oleh masing-masing pihak yang berkonflik dan mulai mengacuhkan data-data dari pihak lawan. Klaim dari masingmasing pihak menunjukkan gejala penolakkan yang diisyaratkan oleh asumsi yang digambarkan oleh peta wilayah masing-masing.
Konfrontasi
Ketegangan
Keadaan stabil Sumber: Penulis mengolah dari berbagai sumber
520
Manajemen Konflik Filipina-Malaysia dalam menangani Sengketa wilayah Sabah (Ade Agnieska Yonita)
Kesimpulan Konflik Sengketa wilayah Sabah antara Kesultanan Sulu dan pemerintah Malaysia disebabkan oleh perbedaan persepsi atas kepemilikkan wilayah Sabah pada masa sejarah terdahulu serta perbedaan persepsi dari kesepakatan yang masing-masing pihak buat dalam perjanjian, sehingga mnculnya masalah kalim masing-masing pihak yang mengakibatkan aksi dari pihak Sulu yang mencoba untuk melakukan pemberontakkan dengan cara menyusup memasuki wilayah Sabah sebagai tindakan ingin merebut kembali wilayah leluhur mereka. Aksi para penyusup mendapat respon negative dari pemerintah Malaysia dan bereaksi melawan para militan dengan serangan militer. Namun kemudian muncul berbagai upaya yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam rangka upaya manajemen konflik yang dibangun pihak Filipina sebagai bentuk meminimalisir keadaan yang mulai meningkat. Upaya tersebut berupa aksi yang ditunjukkan oleh para pemimpin Filipina yang berusaha melakukan negosiasi dalam bentuk mengajukan klaim ke Malaysia. Mengadakan pertemuan dan pembicaraan secara bilateral, hingga membuat aturan yang mewajibkan masyarakat Filipina berupaya juga untuk dapat mengklaim wilayah Sabah sebagai bagian dari Filipina. Pemimpin Filipina berupaya untuk bernegosiasi dalam berbagai cara, namun upaya tersebut mengalami kegagalan dari berbagai proses yang terjadi proses pembangunan manajemen konflik hingga saat ini konflik tidak pernah selesai dan menjadi konflik laten. Saran 1) Permasalahan sengketa Sabah sebaiknya harus menjadi pembahasan kedua disetiap pertemuan bilateral antara Malaysia-Filipina terkait pembahasan mengenai perdamaian konflik Moro. Dikarenakan ada keterkaitannya maka jika tidak di atasi dari sekarang dapat memicu kekacauan situasi yang lebih parah lagi mengingat sebagian warga Sulu adalah kelompok dari masyrakat muslim Mindanao yang pastinya ada keterkaitan mengenai pembelaan sesama muslim. Rasa solidaritas akan muncul ketika satu kelompok mengalami masalah. Hal ini akan menjadi pemicu kekerasan yangmembawa dua aktor konflik yang baru dan berdampak pemberontakkan masyarakat besar-besaran. 2) Kedua aktor konflik harus mengurangi aktifitas militer disekitar wilayah sengketa sehingga tidak menimbulkan sikap curiga dan ancaman pada masingmasing pihak. 3) Membawa permasalahan sengketa ini ke dalam Mahkamah Internasional untuk kejelasan kepemilikan wilayah. Hal ini perlu dilakukan guna meminimalisir korban dan terjadinya perang terbuka. Referensi Buku : Chester A. Crocker, Fen Oslet Hampson, dan Pamela Aall, 2001, Turbulent Peace: The Chalanges of Managing International Conflict, Washington, D.C.:The United States Institute of Peace, hal.xxvii-xxviii
521
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : 509-522
K.J. Holsti terj oleh M. Tahir Azhary , 1988, “Politik Internasional Kerangka Untuk Analisis”, Bandung, PT Refika Aditama. May rudy, T., 2001, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung. Syahbuddin Mangandaralam. 1988. Mengenal Dari Dekat Filipina Tanah Air Patriot Pujangga Jose Rizal. Penerbit Remadja Karya. Bandung.
Budiarti, Nissa. 2009, Muslim Moro Filipina Tragedi Jadibah di Corregidor 1968, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Situs Internet BRITISH NORTH BORNEO TREATIES http://www.lawnet.sabah.gov.my/Lawnet/SabahLaws/Treaties/Protocol%28Madrid%29.p df
Malaysia https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/fields/2028.html#my Malaysia Kills 13 Filipino Fighters in Sabah http://www.globalsecurity.org/military/library/news/2013/03/mil-130306-voa03.htm
Sejarah: sultan brunei hadiahkan sabah ke kesultanan sulu http://tvonenews.tv/arsip/view/67719/2013/03/06/sejarah_sultan_brunei_h adiahkan_sabah_ke_kesultanan_sulu.tvOne Short History of the Sulu Sultanate http://sovereignsulu.webs.com/Short%20History-Sulu%20Sultanate.pdf Siregar Hasrul Sani, “Kesultanan Sulu Antara Sabah dan Filipina”, http://www.sagangonline.com/baca/Artikel/113/kesultanan-sulu-antarasabahfilipina Sengketa atas wilayah Sabah muncul kembali http://www.asiapacific.ca/thenationalconversationonasia/blog/conflictsabah-and-southeast-asias-inherent-transnationalism The National Conversation in Asia “The Conflict in Sabah and Southeast Asia’s Inherent Transnationalism”, http://www.asiapacific.ca/thenationalconversationonasia/blog/conflict-sabah-andsoutheast-asias-inherent-transnationalism
522