MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK DESAIN SISTEM KONTROL PESAWAT UDARA MATRA LONGITUDINAL DENGAN METODE POLE PLACEMENT (TRACKING PROBLEM) Aditya Eka Mulyono1, Sumardi2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia ABSTRAK Perkembangan teknologi penerbangan semakin pesat di dunia sekarang ini membuatnya memiliki banyak kebutuhan yang hanya bisa di selesaikan oleh disiplin ilmu lain salah satunya kontrol. Salah satu kebutuhan pada teknologi penerbangan adalah membuat pesawat yang bisa terbang sesuai dengan keinginan dengan respon yang baik. Kebutuhan tersebut bisa diselesaikan dengan berbagai macam metode kontrol, salah satunya pole placement. Dalam laporan ini akan dibahas cara mendesain sistem kontrol dengan metode pole placement untuk membuat sudut pitch bisa sesuai keinginan melalui aktuator elevator. Desain akan dilakukan berdasarkan kondisi pesawat yang dibatasi yaitu pesawat Cessna Ce500 โCitationโ yang terbang pada ketinggian 3000 meter dan kecepatan 59,9 m/s. tahapan desain dengan pole placement serta simulasinya juga akan ditampilkan. Setelah dianalisa, sistem tidak memiliki integrator dalam. Parameter kontroller yang didapat setelah melewati tahapan desain dengan metode pole placement untuk sistem ini adalah k1, k2, k3, k4, dan ki masing-masing 0.1872,0.141, -0.4811, -0.9387, dan -0.1836. setelah diberi kontroller, keluaran sistem sudah bisa dibuat mengikuti referensi dan mencapai steady state setelah detik ke 7. Kata kunci: Pesawat terbang, kontrol, Pole Placement. .
matra longitudinal dan membahas metode pole placement sebagai metode untuk mendesain sistem kontrol. Penulis tidak membahas masalah instrumentasi komponen sistem kontrol pesawat dan penurunan persamaan state space untuk pesawat matra longitudinal.
I.PENDAHULUAN Beberapa puluh tahun belakangan, semenjak Wright bersaudara menerbangkan pesawat terbangnya untuk pertama kali, teknologi penerbangan di dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu meliputi perkembangan benda-benda terbang yang bukan hanya pesawat udara berawak tetapi juga pesawat udara tak berawak (Pesawat Udara Nir Awak/ PUNA). Perkembangan teknologi penerbangan juga memicu berkembangnya teknologi kontrol di dunia karena untuk membuat pesawat supaya bisa terbang dibutuhkan sistem kontrol yang mantap. Pole Placement adalah salah satu metode kontrol yang bisa dipakai untuk memindahkan akar-akar persamaan karakteristik agar sesuai dengan keinginan pendesain sistem tersebut. Akar-akar persamaan karakteristik sendiri berpengaruh pada respon sistem terhadap ganguan maupun kemampuannya mengikuti referensi. Kerja praktek ini bertujuan untuk mempelajari prinsip kerja gerakan pesawat udara matra longitudinal terutama PUNA serta cara mendesain sistem kontrolnya dengan metode pole placement. Dalam makalah kerja praktek ini, penulis membatasi kajian mengenai masalah yang dibahas yakni membahas mode gerak pesawat khususnya
II. DASAR TEORI A. PESAWAT TERBANG Pesawat terbang adalah suatu kendaraan yang mampu terbang di atmsofer atau udara. Suatu pesawat dapat terbang dapat di kategorikan menjadi dua menurut beratnya terhadap udara, yang pertama lebih ringan terhadap udara (Aerostat) dan yang kedua lebih berat dari udara (Aerodin).berikuty sedikit penjelasannya: 1.Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara (Aerostat) adalah pesawat yang prinsip kerjanya memanfaatkan gaya apung untuk terbang di udara, Contohnya balon gas. 2.Pesawat terbang yang lebih berat dari udara (Aerodin) adalah pesawat yang prinsip kerjanya memanfaatkan gaya dorong keatas akibat pergerakan udara (Aerodinamika) pada sayapnya untuk
1. Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP 2. Dosen Jurusan Teknik Elektro UNDIP 1
terbang di helikopter.
udara,
contohnya
UAVdan
persamaan state space matra longitudinal seperti berikut ini: Persamaan state nya: ๐ฅ๐ข ๐ข ๐ง๐ข ๐ผ = 0 ๐ ๐๐ข ๐
๏ท
Dinamika Terbang Untuk dapat mendesain sistem kontrol pada suatu pesawat diperlukan suatu informasi tentang model matematika dari dinamika terbang pesawat karena penentuan parameter-parameter untuk desain sistem kontrol suatu sistem didapatkan berdasarkan model matematika sistem tersebut. Secara umum Area pergerakan pesawat di udara memiliki 6 derajat kebebasan ( 6 DoF / Degree of Freeedom) yang terbagi menjadi dua yaitu tiga gerakan translasi dan tiga gerakan rotasi. Gambar berikut dapat lebih memperjelas 6 DoF tadi:
๐ฅ๐ผ ๐ง๐ผ 0 ๐๐ผ
๐ฅ๐ ๐ง๐ 0 ๐๐
๐ฅ๐ ๐ง๐ 1 ๐๐
๐ฅ๐ฟ ๐ ๐ข ๐ง๐ฟ ๐ ๐ผ + 0 ๐ ๐๐ฟ ๐ ๐
Persamaan output nya: ๐๐ข ๐ข๐ 0 ๐ผ๐ฃ = ๐๐ 0 โ 0
0 0 ๐๐ผ ๐๐ 0 ๐๐๐ โ1 1
0 ๐๐ 0 0
๐ข ๐ผ ๐ ๐
๐ฅ๐ฟ ๐ ๐ง๐ฟ ๐ 0 ๐๐ฟ ๐
๐ฟ๐ (3) ๐ฟ๐
(4)
Dimana : ๐ข = simpangan kecepatan arah x (m/s) ฮฑ = simpangan sudut serang, yaitu sudut bentukan antara arah angin (rad) ฮธ = simpangan sudut pitch (rad) q = simpangan kecepatan sudut ฮธ (rad/s) ฮดe = variabel kendali terhadap elevator (rad) ฮดT = variabel kendali terhadap Thrust (rad) ๐ขi = simpangan kecepatan terbang terukur arah xs (m/s) ฮฑv = simpangan sudut serang terukur oleh ฮฑ dan ฮฒ vane (rad) ฮธm = simpangan sudut pitch terukur dari INS (rad) h = simpangan kecepatan vertical terukur oleh sistem pitot tube (m/s)
Gambar 1. Enam DoF [1]
X, Y, Z adalah pergerakan secara translatif sedangkan ฯ, ฮธ, ฯ adalah pergerakan secara rotatif. 6 gerakan tadi juga dapat diklasifikasikan menjadi dua lagi menurut modus terbangnya yaitu modus longitudinal dan lateral. Gambar berikut dapat memperjelas klasifikasi antara modus longitudinal dan lateral-direksional:
Dalam makalah kerja praktek ini hanya akan dibahas state space modus longitudinal dengan input saluran elevetor dan keluaran yang diamati adalah sudut pitch.
B. METODE KONTROL Secara umum permasalahan kontrol yang ada di dunia sekarang ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu masalah regulator dan masalah tracking problem. Masalah regulator adalah permasalahan kontrol yang berhubungan dengan gangguan yang intinya adalah membuat sistem tahan gangguan sedangkan tracking problem adalah permasalahan yang berhubungan dengan kemampuan suatu sistem agar dapat membuat keluarannya sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu dari sekian banyak metode kontrol yang ada Metode Kontrol yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah pole placement untuk memecahkan masalah tracking problem. Pole placement (penempatan akar-akar) adalah salah satu metode kontrol yang digunakan untuk menempatkan akar-akar persamaan karakteristik sehingga sesuai dengan keinginan. Agar akar-akar persamaan karakteristik bisa ditempatkan sesuai dengan
Gambar 2. modus longitudinal (kiri) dan modus lateral-direksional (kanan) [1]
Pesawat dapat terbang karena adanya jumlahan gaya dan jumlahan momen yang bekerja padanya, atau secara matematis: ๐น = ๐๐ (1) ๐ = ๐ผ๐ผ (2) Dimana : F = gaya (N) M = momen gaya (Nm) m = massa (Kg) I= momen inersia (Kg m2) ๐ = percepatan (m/s2) ๐ผ = percepatan sudut (rad/ s2)
Setelah melalui penurunan yang panjang dari said[1], maka dua persamaan gerak pesawat menjadi
2
keinginan dengan cara memilih gain yang tepat terlebih dahulu sistem harus di pastikan terkontrol (controllable). ๏ท Keterkontrolan (Controlability) Sistem dikatakan terkontrol jika semua state pada sistem dapat di bawa ke keadaan yang diinginkan dengan menggunakan sinyal kontrol dalam rentang waktu tertentu atau secara singkat sistem dikatakan terkontrol jika sinyal kontrol dapat mengontrol state sistem. Secara numeris masalah keterkontrolan (controllability) dapat di pecahkan dengan melihat rank dari matriks : P = [B AB A2B โฆ. An-1B] (5) Dimana P adalah matriks keterkontrolan dan n adalah orde sistem. Jika rank matriks tersebut penuh maka sistem dikatakan terkontrol. Cara mengecek kepenuhan rank matriks bisa dengan cara melihat determinan dari P, jika det(P)โ 0 maka rank sistem penuh dan sistem dikatakan terkontrol(controllable), jika det(P)=0 maka rank sistem tidak penuh dan sistem tidak terkontrol (uncontrollable).
Desain tracking problem harus membuat sistem menjadi stabil sehingga ๐(โ), ๐(โ) dan ๐ข โ mendekati nilai konstan maka, ๐ = 0 sehingga ๐ฆ โ = ๐. Pada keaadaan steady state persamaan (3.27) menjadi : ๐(โ) ๐ฉ ๐จ 0 ๐(โ) = โ ๐ข(โ) + ๐ช 0 ๐(โ) 0 ๐ (โ) 0 ๐(โ) (11) 1 Karena r (t) adalah sinyal step maka r(โ)=r(t)=r yang bernilai konstan. Mengurangkan persamaan (10) dengan (11) Maka akan didapat: ๐(๐ก) โ ๐(โ) ๐จ 0 ๐ ๐ก โ๐(โ) = โ ๐ช 0 ๐ ๐ก โ ๐(โ) ๐ ๐ก โ ๐ (โ) ๐ฉ [๐ข ๐ โ ๐ข(โ)] (12) 0 Anggaplah bahwa : ๐ ๐ก โ ๐ โ = ๐๐ (๐ก) ๐ ๐ก โ ๐ โ = ๐๐ (๐ก) ๐ข ๐ก โ ๐ข โ = ๐ข๐ ๐ก
๏ท
Pole Placement (Tracking Problem) tracking problem adalah permasalahan kontrol yang berhubungan dengan kemampuan suatu sistem agar dapat membuat keluarannya sesuai dengan yang diinginkan. Berikut ini skema kontrol tracking problem:
Maka persamaan (12) bisa di tulis kembali menjadi : ๐๐ (๐ก) ๐ฉ ๐จ 0 ๐๐ (๐ก) = โ ๐ข ๐ก (13) ๐ (๐ก) ๐ช 0 ๐ 0 ๐ ๐๐ (๐ก) Dimana ๐ข๐ ๐ก = ๐๐ ๐๐ (๐ก) โ ๐๐๐ (๐ก)
(14)
Definisikan error state augmented ๐ ๐ก maka ๐(๐ก) = Gambar 3. Skema kontrol tracking problem
Persamaan (13) menjadi ๐ = ๐จ๐ + ๐ฉ ๐ข ๐ Dimana ๐ฉ ๐จ 0 ๐จ= dan ๐ฉ = ๐ช 0 0
Anggap plantnya adalah persamaan state space :
๐ = ๐จ๐ + ๐ฉ๐ ๐ = ๐ช๐ ๐ข = ๐๐ ๐ โ ๐๐ ๐ = ๐ โ ๐ฆ = ๐ โ ๐ช๐
๐๐ (๐ก) ๐๐ (๐ก)
(6) (7) (8) (9)
Dimana :
๐ฑ = state plant u = sinyal kontrol y = sinyal output ฮพ = output integrator r = sinyal referensi ๐,B,C = matriks konstanta
(15)
(16)
Dan persamaan (14) menjadi : ๐ข๐ = โ๐๐
(17)
Dimana ๐ = ๐ โ๐๐
(18)
Sehingga persamaan (16) menjadi : ๐ = (๐จ โ ๐ฉ๐)๐ (19) Nilai ๐ dicari dengan metode pole placement.
Dengan mempertimbangkan ๐ sebagai salah satu statenya, maka : ๐ ๐ฉ ๐จ 0 ๐ 0 = โ ๐ข+ ๐ (10) ๐ ๐ช 0 ๐ 0 1
3
๐=
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. PENGECEKAN KETERKONTROLAN
0 0.009 1.0241 โ1.4241 โ0.1096 โ7.8864 22.6711 โ37.8018 0 โ8.2444 16.021 โ17.3871 โ0.2783 โ0.5408 โ0.5869 โ0.1625 = 24.6139
Sistem yang di kontrol adalah pesawat Cessna Ce500 โCitationโ. Persamaan state space nya di ambil dari Mahasti[2]. Persamaan state space berikut adalah state Space Cessna matra longitudinal channel input simpangan elevator dan output sudut pitch pada kondisi terbang dengan ketinggian 3000 meter dan kecepatan 59,9 m/s : Persamaan state: ๐ = ๐จ๐ + ๐ฉ๐
Karena ๐ โ 0 maka sistem dikatakan terkontrol yang artinya state-state pada sistem tersebut dapat dikendalikan oleh sinyal kontrol yang masuk ke sistem.
B. DESAIN KONTROLER
๐ข ๐ผ = ๐ ๐ ๐ข โ0.039 0.0824 โ0.203 0 โ0.399 โ0.9065 0 28.694 ๐ผ + 0 0 0 29.624 ๐ ๐ 0.009 โ0.0573 0 1.92 0 28.694 ๐ฟ 29.624 ๐ 1.920
Dengan menggunakan persamaanpersamaan dari dasar teori maka persamaan state augmented nya: ๐ ๐ฉ ๐จ 0 ๐ 0 = โ ๐ข+ ๐ ๐ ๐ช 0 ๐ 0 1 ๐ข ๐ผ ๐ = ๐ ๐ โ0.039 0.0824 โ0.203 0 0 ๐ข โ0.399 โ0.9065 0 28.694 0 ๐ผ 0 0 0 29.624 0 ๐ 0.009 โ0.0573 0 1.92 0 ๐ 0 0 1 0 0 ๐ 0 0 28.694 0 โ 29.624 ๐ฟ๐ + 0 ๐ 1.920 0 0 1
Persamaan Output: ๐ฆ = ๐ช๐ ๐ข ๐ผ ๐ = 0 0 1 0 ๐ ๐ Sesuai tahapan maka di cek terlebih dahulu keterkontrolan sistem tersebut, maka matriks keterkontrolan = P = [B AB A2B A3B]
Merujuk dari persamaan (16) dan (17) error state augmented ๐ adalah: ๐ = ๐จ๐ + ๐ฉ(โ๐๐)
Berdasarkan persamaan state space nilai A dan B:
โ0.039 0.0824 โ0.203 0 โ0.399 โ0.9065 0 28.694 A= 0 0 0 29.624 0.009 โ0.0573 0 1.92 0 28.694 B= 29.624 1.920
Dimana:
dan
๐จ= โ0.039 0.0824 โ0.203 0 0 โ0.399 โ0.9065 0 28.694 0 0 0 0 29.624 0 0.009 โ0.0573 0 1.92 0 0 0 1 0 0 0 28.694 dan ๐ฉ = 29.624 1.920 0 ๐ = ๐ โ๐๐ = [๐1 ๐2 ๐3 ๐4 โ ๐๐ ]
Sehingga: 0 0.009 1.0241 โ1.4241 โ0.1096 โ7.8864 22.6711 โ37.8018 P= 0 โ8.2444 16.021 โ17.3871 โ0.2783 โ0.5408 โ0.5869 โ0.1625 Kemudian rank P dicek dengan melihat determinan dari P, maka:
Sehingga : ๐ = ๐จ๐ + ๐ฉ(โ๐๐) ๐ = (๐จ โ ๐ฉ๐)๐ Dengan metode Pole Placement di dapatkan:
4
๐ = ๐ โ๐๐ ๐ = ๐1 ๐2 ๐3 ๐4 = [โ0.1872 0.141 โ0.4811 โ0.9387]
sinyal kontrol yang cukup untuk membuat keluaran sesuai dengan referensi. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dengan metode Pole Placement respon sistem sudah cukup bagus, baik terhadap gangguan maupun referensi. 2. Dengan metode ini sistem yang dikontrol bisa dalam bentuk SISO atau pun MIMO. 3. Melalui metode ini, desain bisa dilakukan secara intuitif dan interaktif, namun agak sulit untuk menentukan desain sistem berdasarkan spesifikasi respon yang diinginkan misalnya seperti rise time, maximum overshoot, atau efisiensi energinya. 4. Parameter kontroller yang didapat setelah melewati tahapan desain dengan metode pole placement untuk sistem ini adalah k1, k2, k3, k4, dan ki masing-masing -0.1872, 0.141, 0.4811, -0.9387, dan -0.1836. 5. Output sistem yaitu sudut pitch yang sebelum diberi kontroller belum bisa mengikuti keluaran, sudah bisa dibuat mengikuti keluaran dan mencapai steady state setelah detik ke 7.
Dan: ๐๐ = โ0.1836
C. SIMULASI Setelah mendapatkan nilai ๐ maka nilai tersebut dimasukan dalam simulasi dengan diagram blok seperti berikut:
Gambar 4. Diagram blok simulasi perbandingan antara sistem sesudah dan sebelum dikontrol
Sehingga hasilnya menjadi:
B. SARAN 1. Simulasi bisa dilakukan secara lebih realistis yaitu dengan lebih memanfaatkan software simulasinya serta ikut mempertimbangkan noise serta berbagai macam keterbatasan fisik dari sistem tersebut. 2. Dapat dicoba mendesain dengan metode kontrol yang lain, misalnya optimal dan robust jika menginginkan respon yang lebih baik dan digabungkan dengan metode kontrol yang adaptif agar dapat dipakai di segala kondisi. 3. Hendaknya setelah sistem berhasil di simulasikan secara lebih baik, maka di harapkan metode kontrol tersebut dianalisa di sistem digital agar bisa ditanam di mikrokontroller.
Gambar 5. Perbandingan respon antara sistem sesudah dan sebelum dikontrol
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa state ๐ (sudut pitch) yang kali ini berlaku sebagai keluaran sesudah dan sebelum dikontrol sangat jauh berbeda. Sebelum dikontrol, ๐ mengalami osilasi dan lama sekali teredam serta tidak bisa mengikuti referensi yang diinginkan, namun setelah dikontrol respon ๐ bisa segera mengikuti referensi dan mencapai steady state setelah detik ke 7. Penyebab dari tidak bisanya output mengikuti keluaran saat sistem sebelum dikontrol adalah karena tidak adanya integrator dalam serta tidak adanya kontroler yang bisa mengoreksi kesalahan antara referensi dan output, sedangkan setelah dikontrol output bisa segera mengikuti referensi yang diingikan karena di dalam kontroller disisipkan integrator untuk mengantikan ketidak adaan integrator dalam pada plant. Integrator yang disispkan di kontroller berfungsi sebagai penjumlah seluruh error stady state sehingga jumlahan tersebut bisa menghasilkan
5
V. DAFTAR PUSTAKA
[14] ---
[1] Jenie, Said D., Kendali Terbang 1,2, dan 3, Institut teknologi Bandung, Bandung, 2006. [2] Mahasti, Katia Mayang, Laporan Kerja Praktek: Permodelan Matematika dan Program Kestabilan Dinamik Pesawat Udara Matra Longitudinal, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2006. [3] Blakelock, John H., Automatic Control of Aircraft and Missiles, John Wiley & Sons, USA, 1991. [4] McLean, Donald, Automatic Flight Control Systems, Prentice Hall, London , 1990. [5] Ogata, Katsuhiko, Modern Control Engineering,-4th edition, Prentice Hall, New Jersey, 2002. [6] Tewari, Ashish, Modern Control Design With MATLAB and SIMULINK. John Wiley & Sons, USA, 2002. [7] Karris, Steven T., Signal and Systems with MATLABยฎ Computing and Simulink Modeling ยฎ fourth edition, Orchard Publications, USA, 2008. [8] Sumardi, Bahan Ajar Sistem Kontrol Multivariabel, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2005.
,http://allaboutfunandinfo.blogspot. com/2009/11/uav-unmannedaerial-vehicle.html, juli 2012.
BIODATA
Aditya Eka Mulyono. (L2F009092), lahir di Jakarta, 10 Agustus 1991. Telah menempuh pendidikan di TK Esti Annisa Tangerang, SD N Kampung Bambu 1 Tangerang, SMP N 13 Tangerang, dan SMA N 5 Tangerang. Saat ini sedang menempuh pendidikan S-1 Jurusan Teknik Elektro Konsentrasi Kontrol dan Instrumentasi di Universitas Diponegoro Semarang. Menyetujui Dosen Pembimbing
[9] ---,
Sumardi, S.T., M.T. NIP 19681111199412101
http://hassanwirajuda58.blogspot.com/20 12_01_01_archive.html , juli 2012. [10] --,https://www.facebook.com/pages/Persat uan-UAVIndonesia/ 116713778341928, juli 2012. [11] --,http://garudamiliter.blogspot.com/2012/ 04/perkembangan-uav-diindonesia.html, juli 2012. [12] ---, http://id.wikipedia.org/wiki/Pesawat_terb ang, juli 2012. [13] ---,
http://en.wikipedia.org/wiki,
juli
2012.
6