MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK PEMICUAN METODE INTERMITENT ENERGIZATION PADA RAWMILL ELECTROSTATIC PRECIPITATOR PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. PLANT 9 Hardian Yanuar W¹, Karnoto, ST, MT² Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH Tembalang, Semarang Abstrak: Pada proses pembuatan semen, salah satu proses penting yang dilakukan adalah penggilingan bahan baku di rawmill. Pada proses penggilingan bahan baku ini, raw meal yang telah halus dihisap dari proses grinding menggunakan udara bertekanan, dipisahkan bahan baku yang telah halus. Dan limbah gas yang dihasilkan dihisap menggunakan fan, menuju ke electrostatic precipitator untuk kembali disaring debunya sebelum dilepaskan ke udara bebas. Pada laporan kerja praktek ini dibahas mengenai alat penyaring debu, yaitu electrostatic precipitator, dan simulasi suplai dayanya. Kata kunci : Electrostatic precipitator,rawmill, ,intermitent energization
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang PT. Indocement, Tbk. merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri semen. Semen yang dihasilkan di PT. Indocement, Tbk. merupakan semen PCC, dan PT. Indocement, Tbk. adalah satu-satunya industry semen yang memproduksi semen putih di Indonesia. Pada proses pembuatan semen, proses pengolahan bahan baku memiliki peran sangat penting karena mempengaruhi kualitas dan karakteristik hasil akhir produksi. Pada proses pengolahan baku ini salah satunya adalah rawmill yang bertugas menghalusakan dan menyeragamkan bahan baku dimana limbah keluarannya berupa gas yang mengandung partikel debu, yang harus disaring terlebih dahulu partikel debunya sebelum dibuang ke udara bebas. Proses penyaringan ini dilakukan oleh electrostatic precipitator.Jadi, electrostatic precipitator memiliki peran sangat penting sebagai ujung tombak proses penanganan limbah keluaran rawmill. Tujuan Makalah kerja praktek ini bertujuan untuk mengetahui secara umum proses pembuatan semen, serta pembahasan mengenai electrostatic precipitator pada unit rawmil. Batasan Masalah Dalam laporan kerja praktek ini membahas hal-hal yang bersifat umum tentang penggunaan electrostatic precipitator untuk penyaringan debu pada rawmill di plant 9 PT. Indocement, Tbk. Cirebon.
¹Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Undip ²Dosen Jurusan Teknik Elektro Undip
DASAR TEORI Langkah-langkah Proses Pembuatan Semen Secara garis besar proses pembuatan semen di PT. Indocement Tunggal Prakarsa dibagi dalam beberapa tahap : 1. Penambangan dan Penyediaan Bahan Baku (Unit Mining) Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur (lime stone), sedangkan tanah liat (clay), pasir silica, pasir besi dan gypsum sebagai bahan aditif. 2. Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Unit Raw Mill) Tahapan ini terdiri dari : a. Pengeringan bahan aditif Bahan aditif dari masing-masing storage diambil untuk kemudian diumpankan ke dalam rotary dryer untuk dikeringkan. Media pemanasnya adalah gas panas yang berasal dari Reinforced Suspention Preheater (RSP). Proses pengeringan berlangsung hingga didapatkan kondisi material memiliki kandungan air kurang lebih 1%. b. Penggilingan bahan baku High lime, low lime, aditif dan pasir besi diumpankan ke dalam alat penggiling (raw mill). Di dalam alat ini, material digiling dengan menggunakan bola-bola baja dengan ukuran tertentu sambil diputar. Proses ini menggunakan gas panas dari stabilizer yang diambil dari RSP sehingga dalam proses ini berlangsung pula proses pengeringan. c. Pencampuran bahan baku
1
Raw meal di homogenisasi dengan proses aerasi di dalam Homogenizing Silo (HS). 3. Pembakaran Raw Meal dan Pendinginan Clinker (Unit Burning) Proses pembakaran raw meal dalam pembuatan semen merupakan tahap yang paling penting karena pada tahap inilah terbentuk mineral-mineral yang diperlukan dalam semen. Proses pembakaran di preheater (proses prekalsinasi) dan proses pembakaran di kiln menjadi klinker. Klinker yang keluar dari kiln dan masuk ke dalam cooler sudah terbentuk padatan dan bersuhu kurang lebih 1000 – 1200C. Klinker yang masih panas ini perlu didinginkan karena : a. klinker yang panas sulit diangkut b. klinker panas mempunyai pengaruh negatif pada proses penggilingan c. udara panas hasil pendinginan klinker dapat dimanfaatkan, sehingga dapat menurunkan biaya produksi d. pendinginan yang tepat akan meningkatkan kualitas semen
Conveyor dan Bucket Elevator. Dari bucket elevator, semen dilewatkan ke vibrating screen untuk memisahkan material asing yang terdapat didalam semen. Lalu semen dimasukkan ke dalam feed bin dan dikeluarkan melalui mesin pengepakan. Dari mesin pengepakan, semen yang sudah dikemas diangkut dengan belt conveyor menuju ke dua buah bag loader untuk dimuat ke atas truk dan siap untuk dipasarkan. ELECTROSTATIC PRECIPITATOR Pada laporan kerja praktek ini, dibahas mengenai electrostatic precipitator yang terletak di unit rawmill plant 9 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. ESP rawmill ini bertugas mengolah limbah gas keluaran dari grinding mill, sebelum dikeluarkan ke udara bebas. Grinding mill sendiri berfungsi menghancurkan (menghaluskan) limestone sebelum masuk ke homogenizing silo. Prinsip Kerja
Gambar 2 Peletakan electrostatic precipitator
Gambar 1 Alur produksi
4. Penggilingan Akhir (Unit finish Mill) Proses penggilingan klinker bertujuan untuk mencampur dan menggiling klinker dengan gypsum sampai tingkat kehalusan tertentu sehingga terbentuk produk semen. Material digiling di dalam cement mill. Material yang keluar dari cement mill dibawa oleh ATC (Air Truck Conveyor) kemudian dipusingkan kedalam Air Separator. Dalam air separator terjadi dua gaya yaitu gaya sentrifugal dan gravitasi sehingga produk yang halus masuk ke siklon dan produk yang masih kasar masuk kembali ke cement mill sebagai tailing. 5. Pengantongan Semen (Unit Packing) Semen disimpan dalam cement silo. Semen dari silo dibawa ke bagian pengepakan (packing) dengan menggunakan air sliding
Prinsip kerja electrostatic precipitator didasarkan atas partikel bermuatan listrik yang dilewatkan dalam satu medan elektrostatik, Sistem filter ini terdiri dari dua buah elektroda yaitu elektroda pelepasan (discharge electrode atau emiting) yang berupa kawat baja (steel wire) dan elektroda pengumpul (collecting electrode) yang berupa plat baja (steel plate). Discharge electrode / emitting bermuatan negatif (—) berfungsi menghasilkan elektron bebas yang digunakan untuk memberikan muatan (charging) pada partikel debu, Collecting electrode berfungsi untuk menarik partikel bermuatan sehingga partikel debu dalam gas akan terakumulasi pada platnya. Dengan tegangan yang cukup besar diantara kedua elektroda, maka disekitar emitting electrode timbul korona. Elektron-elektron ini akan mengionisasi gas di sekitarnya sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif dari gas. Karena pengaruh medan yang kuat maka ion— ion positif bergerak menuju emitting electrode.
2
Dalam perjalanan ion negatif ke collecting electrode jika bertemu dengan partikel debu, maka ion tersebut akan melepaskan muatannya ke partikel tesebut sehingga muatan akan berpartikel negatif. Ion partikel ini kemudian tertarik ke collecting electrode. Pada electrode ini ion partikel ditangkap dan dinetralisir, disamping sebagian kecil partikel debu dimuati oleh ion positif sehingga partikel ini bermuatan positif yang kemudian bergerak menuju emiting electrode. Discharge electrode berada ditengah-tengah antara collecting plate dan dipasang secara berselang seling, Debu yang terbawa bersama gas dilewatkan melalui elektroda-elektroda tersebut dimana debu akan diberi muatan oleh discharge electrode. Kemudian debu yang bermuatan akan tertarik oleh collecting plate sedikit demi sedikit.
Gambar 3 proses terjadinya korona Material yang diberi muatan negatif akan menempel pada collecting plate sebagai efek medan elektrostatis yang ada secara simultan antara discharge electrode dan collecting plate. Debu yang menempel pada collecting plate secara periodik dilepas dengan cara pemukulan menggunakan Rapper dengan berat 8.2 kg dan di setting selama 3 detik, sehingga debu tersebut jatuh dan ditampung ke dalam Hopper yang kemudian dikirim ke proses berikutnya melalui Belt Conveyor, sedangkan debu yang tidak tertangkap karena faktor tertentu akan dihisap melalui Chimney.
Gambar 4 Prinsip Penangkapan Debu oleh EP
Spesifikasi Rawmill ESP: Tipe : Steel Casing, Outdoor type Volume gas : 9800 m3 /menit pada 135C Kandungan debu keluaran : 0,08 g/Nm3 Faktor yang mempengaruhi Penangkapan Debu 1. Resistivitas partikel Resistivitas partikel atau debu mempunyai peranan penting dalam proses penangkapan debu dan besamya resistivity ini tergantung pada sifat-sifat dari debu tersebut, efesiensi EP yang tinggi dapat dicapai jika resistivitas paitikel/debu berada diantara 10 – 1010 Ω per cm. 2. Ukuran Partikel Dalam perjalanan ion gas menuju elektroda positif (collecting plate) akan bertemu dan menabrak partikel debu yang kemudian ion melepas muatannya ke partikel,dalam hal ini makin besar ukuran partikel debu makin besar kemungkinan ion gas menabraknya makin besar muatan yang dimilikinya. Suatu saat partikel ini akan mengalami kejenuhan sehingga ion lain yang mendekat akan menolaknya. Dengan demikian makin besar ukuran partikel muatannya akan lebih besar sehingga akan mendapat kecepatan yang besar untuk bergerak ke elektroda yang positif (collecting plate) dengan kata lain makin besar diameter partikel kecepatan untuk menuju elektroda positif juga makin besar, ini berlaku untuk partikel yang berukuran lebih dari 1 mikrometer. 3. Pengaruh Temperatur Jika temperatur naik maka sifat elektris dari gas akan terganggu, tegangan flash over maksimum akan turun sehingga tegangan operasi akan diturunkan. Konsekuensinya kuat medan listrik akan ikut turun dan daya penangkapan debu akan turun. Dari sini akan dapat diketahui, disamping menaikan resistivitas dari partikel maka temperatur tinggi maka akan menurunkan efesiensi dari EP dari segi melemahnya kekuatan penangkapan debu/partikel.
4. Pengaruh Spark Spark dapat timbul jika lapisan debu pada permukaan collecting electrode terlalu tebal, ini diakibatkan oleh: a. Resistivitas dari partikel debu terlalu tinggi b. Rapper bekerja tidak sempurna
3
Ada tiga fenomena yang dapat terjadi pada lapisan debu di collecting electrode akibat medan magnet yang timbul: a. Efek medan normal Medan ini mempertahankan debu yang menempel pada collecting electrode b. Efek medan yang sangat kuat Bila resistivitas partikel sangat besar maka medan yang terjadi pada lapisan debu akan lebih besar dari gaya normal untuk mempertahankan debu pada collecting electrode, menyebabkan pembersihan electrode akan terganggu. c. Efek back ionization Kuat medan yang besar pada lapisan debu dapat menimbulkan back ionization atau spark.
akan menurun. Untuk meningkatkan efisiensi, pada saat trouble atau overhaul dilakukan pengecekan dan pemeliharaan pada bagianbagian dalam dari EP. Komponen penyusun Electrostatic Precipitator 1. Peralatan tegangan tinggi
Gambar 6 Peralatan tegangan tinggi pada ESP
Gambar 5 pengaruh tegangan terhadap efek korona
Efisiensi Electrostatic precipitator (ESP) didesain untuk menangkap debu dengan efisiensi berkisar 90 - 95% sehingga tidak mengganggu lingkungan di sekitar pabrik. Efisiensi dari EP dapat dinyatakan dengan: 𝜂 =1−𝑒
−
Peralatan ini berfungsi menyuplai dan mengontrol kekuatan medan magnet listrik yang dibangkitkan diantara kedua elektroda. Hal ini dilakukan dengan menggunakan satu set peralatan tegangan tinggi yang terdiri atas tiga bagian: trafo tegangan tinggi, penyearah tegangan tinggi, dan peralatan kontrol serta pengukuran. Sistem kelistrikan menjaga tegangan pada level tertinggi tanpa menyebabkan spark yang berlebihan diantara discharge electrode dan collection plate. Keseluruhan peralatan ini biasa disebut ―Transformer Rectifier Set‖ (T-R Set) 2. Rapper
𝐴 ×𝑊 𝑉
Dengan 𝑒 menyatakan bilangan napier, 𝐴 adalah luas permukaan plate (m2), 𝑉 adalah laju aliran gas bekas (output m3/s) sedangkan 𝑊 menyatakan kecepatan hanyut (m/s) yang dinyatakan dengan persamaan: 𝑊=
𝐴 × 𝐸𝑜 × 𝐸𝑝 2 × 3.14 × 𝑄
Dimana, 𝐴 menyatakan jari-jari partikel, 𝐸𝑜 adalah kuat medan listrik permukaan, 𝐸𝑝 adalah kuat medan presipisasi dan 𝑄 menyatakan nilai resistansi dari gas. Efisiensi EP dipengaruhi oleh dust resistivity, makin tinggi dust resistivity makin sedikit dust yang terionisasi sehingga efisiensi
Gambar 7 sistem rapping pada collection electrode metode hammer and anvil
Debu yang telah terakumulasi pada discharge electrode dibuang dengan menggunakan mekanisme rapping. Deposit debu biasanya dapat dilepaskan dari elektroda menggunakan impuls mekanik atau getaran yang diaplikasikan pada elektroda. Sistem rapping didesain sedemikian sehingga intensitas dan
4
frekwensi rapping dapat diatur untuk kondisi operasi yang bervariasi. Setelah setting kondisi operasi didapatkan, maka sistem rapping ini harus dapat bekerja secara kontinyu dalam jangka waktu yang panjang. 5. Hopper discharge
Sistem Kelistrikan Precipitator
pada
Electrostatic
Sistem kelistrikan pada EP menggunakan tegangan DC dimana sisi primernya sebesar 415 Volt dua fasa dan sisi sekundernya merupakan penyearah gelombang penuh menghasilkan tegangan sebesar 60-100 kV (dc), arus primer biasanya berkisar 50-100 A dan arus sekunder berkisar dari 300 sampai 1200 mA. Untuk mengontrol berapa banyak tegangan yang dipakai oleh precipitator, back-to-back SCR dipasangkan pada line supply T/R set. Satu SCR mengontrol setengah gelombang positif (180°) dan yang lain (reverse SCR) mengontrol setengah gelombang negatif. Saklar pengontrol tegangan SCR ini melewati SCR driver (SDl36) untuk mengontrol tegangan pada precipitator, seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 8 Komponen penyusun hopper
Proses pengeluaran debu dari dalam hopper dilakukan dengan screw conveyor yang depasang pada bagian dasar hopper. Screwing conveyor menggunakan as berputar yang pada permukaan terdapat alur seperti pada sekrup untuk mendorong dan mengeluarkan debu. Debu yang keluar dari EP akan dikumpulkan dalam sebuah terminal pengumpulan dan secara berkala terminal ini dikosongkan. 6. Shell Shell adalah bagian terluar dari EP yang bertugas melindungi dan menopang komponenkompnen lain dalam sebuah struktur yang kokoh dan sekaligus untuk menjaga letak dan konfigurasi elektrode melalui electrode frame yang terhubung dengan shell. Shell ini sangat penting karena pada aliran gas panas, komponen dalam sebuah EP dapat memuai dan mengakibatkan perubahan dimensi yang signifikan. Bila terjadi pemanasan yang terlalu tinggi pada sebuah EP maka dapat pula terjadi sambungan logam yang ada akan terlepas dan merusak EP.
Gambar 10 Precipitator power supply
SCR yang lain memindahkan aliran listrik ke tegangan 415 VAC gelombang penuh, menahan sampai SCR menjadi reverse bias. Hal ini terjadi ketika bentuk gelombang memotong titik nol (zero crossing point). Gambar di bawah menunjukan tegangan primer ketika SCR mengalirkan arus listrik pada sudut 90° dan menghasilkan tegangan sekunder serta bentuk gelombang arus
Gambar 11 Primary V, Secondary I, Secondary V waveform
Gambar 9 skematik shell sebuah ESP
Waktu setting kerja SCR dinamakan sudut picu. SCR yang dipicu pada sudut pemicuan 0°, maka arus tidak akan dihantarkan. Pada sudut
5
pemicuan SCR 180°, maka arus akan dihantarkan untuk setengah siklus fasa, kedua SCR seharusnya disulut pada sudut kawat yang sama untuk mencegah kejenuhan dari T/R set. Kita dapat mengasumsikan hubungan sudut kawat dan arus sekunder seperti gambar dibawah ini:
Kekurangannya dibandingkan sistem traditional DC yaitu: 1. Untuk debu dengan nilai resistansi tinggi, sistem ini kurang efektif 2. Dibutuhkan sistem kontrol yang lebih rumit 3. Kehandalan sistem secara keseluruhan lebih rendah 4. Diperlukan kalibrasi ulang untuk jenis debu yang berbeda Untuk menyimulasikan sistem pemicuan thyristor pada electrostatic precipitator, digunakan software PSIM dengan rangkaian sbb:
Gambar 12 Hubungan sudut picu dan arus sekunder yang dihasilkan
Pengontrolan dapat juga dilakukan seberapa sering SCR dipicu. Jika sekali tiap gelombang (20 ms untuk sistem 50 Hz) dinamakan Continous Energisation, jika tidak disulut pada tiap gelombang dinamakan Intermitent Energisation. Gambar 14 rangkaian simulasi pada PSIM Misal untuk nilai koefisien D=3 dengan sudut picuan 180 °, maka didapatkan output keluaran sbb:
Gambar 13 Continuous dan intermittent energisation
Intermittent Energisation Adalah sebuah metode pengontrolan picuan untuk suplai daya electrostatic precipitator, dimana tidak di setiap siklus dilakukan picuan untuk mengkonduksikan switching device (dalam hal ini SCR).
Gambar Vprimer transformator pada D=3, sudut picu 180°
Jumlah siklus ON dan OFF ditentukan dengan mengatur nilai koefisien D, yang dihitung sbb: 𝐷=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑎𝑙𝑓 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑎𝑙𝑓 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑐𝑢
Jadi misal untuk pemicuan satu half cycles setiap empat half cycles, didapat nilai koefisien D = 4 Kelebihan sistem intermittent energization: 1. Lebih hemat daya, karena dilakukan pencacahan input daya yang masuk ke plant ESP 2. Lebih fleksibel, karena dapat diatur besarnya tegangan puncak maksimum 3. Dapat diatur nilai koefisien D nya sesuai nilai resistansi partikel debu
Gambar VESP pada D=3, sudut picu 180 ° Maka akan didapat nilai2 parameter hasil simulasi sbb: No 1. 2. 3. 4.
Parameter Vmax Vmin Vavg Vrms
Nilai Simulasi 1.43759 x 105 1.43737 x 105 1.43738 x 105 1.43748 x 105
6
Untuk koefisien D =4 sudut picuan 180 °, didapat:
No 1. 2. 3. 4.
Parameter Vmax Vmin Vavg Vrms
Nilai Simulasi 1.43757 x 105 1.31422 x 105 1.37556 x 105 1.37602 x 105
Hasil akhir dapat dirangkum sbb: No
Gambar Vprimer transformator pada D=4, sudut picu 180 °
Gambar VESP pada D=4, sudut picu 180 °
Parameter Vmax Vmin Vavg Vrms
Nilai Simulasi 1.43757 x 105 1.3383 x 105 1.38788 x 105 1.37602 x 105
Sedangkan untuk koefisien D = 5 sudut picuan 180 °, outputnya sbb:
DC=3
DC=4
DC=5
1.
Vmax
143.757
143.757
143.757
2.
Vmin
136.288
133.830
131.422
3.
Vavg
140.056
138.788
137.556
4.
Vrms
140.072
138.818
137.602
5.
Win
720.796
709.988
697.702
Dengan cara yang sama, dicari juga nilai parameter keluaran dengan variasi koefisien DC pada nilai alpha yang berbeda. Didapatkan hasil sbb: No
No 1. 2. 3. 4.
α = 180°
Parameter
α = 90°
Parameter DC=3
DC=4
DC=5
1.
Vmax
143.671
143.708
143.712
2.
Vmin
82.944
131.072
133.514
3.
Vavg
110.911
137.229
138.556
4.
Vrms
112.221
137.348
138.587
5.
Win
531.504
775.552
788.302
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik karakteristik sbb: Pengaruh nilai D terhadap Vmax 143.708
Gambar Vprimer transformator pada D=5, sudut picu 180 °
143.712
143.671
DC=3
DC=4
DC=5
Gambar grafik pengaruh nilai D terhadap Vmax pada sudut pemicuan = 180°
Gambar VESP pada D=5, sudut picu 180 °
7
6. Daya yang dibutuhkan untuk pemicuan intermitent energisation sudut α=180° berbanding terbalik dengan nilai D. 7. Daya yang dibutuhkan untuk pemicuan intermitent energisation sudut α=90° berbanding lurus dengan nilai D.
Pengaruh D terhadap besar Win 1.000.000
Win
800.000
alpha =180 alpha =90
600.000 400.000 200.000 0
DC=3
DC=4
DC=5
Gambar pengaruh nilai koefien D terhadap besar Win Dari kedua grafik diatas, dapat disimpulkan beberapa karakteristik dasar pemicuan intermitent energisation sbb: 1. Pada pemicuan thyristor sudut picuan 180°, nilai koefisien D tidak mempengaruhi besarnya peak voltage yang dicapai. 2. Pada pemicuan thyristor sudut picu 90°, semakin besar koefisien D menghasilkan nilai peak voltage yang lebih tinggi. 3. Daya yang dibutuhkan untuk pemicuan intermitent energisation sudut α=180° berbanding terbalik dengan nilai D. 4. Daya yang dibutuhkan untuk pemicuan intermitent energisation sudut α=90° berbanding lurus dengan nilai D.
Saran Beberapa hal yang dapat diperhatikan diantaranya adalah : 1. Perlu adanya kalibrasi ulang setting pemicuan ESP untuk mendapatkan efiensi maksimum pada jenis debu aktual yang dilewatkan. 2. Penguasaan teknik perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) mutlak diperlukan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. 3. Perlu adanya tenaga khusus yang mempunyai tugas sebagai pembimbing kerja praktek.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Parker, Ken. 2007. Electrical Operation of Electrostatic
II.
PENUTUP
Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Bahan yangdigunakan untuk pembuatan semen adalah limestone, clay, pasir sillika, pasir besi, dan gypsum dengan komposisi tertentu. Bahan-bahan ini harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh unit laboratorium. 2. Electrostatic Precipitator adalah salah satu alat yang digunakan untuk menyaring debu sebelum limbah gas dikeluarkan ke udara bebas 3. Dengan sistem intermittent energization, dapat diatur karakteristik tegangan tinggi yang dihasilkan sesuai dengan jenis debu yang dilewatkan. 4. Pada pemicuan thyristor sudut picuan 180°, nilai koefisien D tidak mempengaruhi besarnya peak voltage yang dicapai. 5. Pada pemicuan thyristor sudut picu 90°, semakin besar koefisien D menghasilkan nilai peak voltage yang lebih tinggi.
Precipitator.
London:
The
Institution of Engineering and Technology. [2]
Parker,
K.
R.
Electrostatic
(Ed.).
1997.
Precipitation.
Applied London:
Chapman & Hall. [3]
Cooper and Alley. 2002. Air Pollution Control –a Design Approach (3rd edition). Waveland Press.
8
BIOGRAFI Hardian Yanuar Wibowo (L2F006046) Dilahirkan di Purworejo, 1 Januari 1989, menempuh pendidikan di SDN Purworejo 1, SLTPN 2 Purworejo, SMAN 1 Purworejo, dan saat ini sedang melanjutkan studi S1 di jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang angkatan 2006 dengan konsentrasi Teknik Energi Listrik.
Mengetahui dan Mengesahkan, Pembimbing
Ir. Karnoto, ST, MT NIP. 196907091997021001 Tanggal : Juni 2010 l 2010
9