PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 – 13 Oktober 2011
MAKALAH
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia Oleh: Zainal Abidin Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) www.elsam.or.id
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU HUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI ATAU MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
Zainal Z i l Abidi Abidin Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) www elsam or id www.elsam.or.id Disampaikan pada Pelatihan Dasar HAM Bagi Para Dosen Pengajar Hukum dan HAM yang diselenggaran oleh Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) dan Norwegian Centre for Human Rights (NCHR) Surabaya 12 Oktober 2011 Surabaya,
Sejarah
Deklarasi Universal HAM menyatakan: “tidak tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan y martabatnya”. International Covenant on Civil and Political Rights menyatakan: “tidak seorangpun dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau yang g keji, j tidak manusiawi atau merendahkan martabat. hukuman y Pada khususnya tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas”. K Kemudian, di b berdasarkan d k R Resolusi l iM Majelis j li U Umum PBB ttanggall 10 Desember 1984 ditetapkan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia). Saat ini 149 negara telah menjadi negara pihak.
Muatan Konvensi
Landasan Konvensi :
Prinsip-prinsip dalam Piagam PBB, pengakuan atas hak yang sama dan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dari umat manusia i merupakan k llandasan d kkebebasan, b b kkeadilan dil dan perdamaian dunia; Hak-hak tersebut melekat p pada manusia sebagai g p pribadi; Kewajiban negara-negara untuk memajukan penghormatan dan pentaatan yang universal terhadap hak asasi dan kebebasan dasar manusia. Tidak seorangpun menjadi sasaran penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, a us a , atau merendahkan e e da a martabat a tabat manusia; a us a; Untuk menjadikan lebih efektif perjuangan menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan diseluruh dunia.
Pengertian Penyiksaan
Pengetian Penyiksaan: “setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik j jasmani i maupun rohani, h i yang d dengan sengaja j dil dilakukan k k pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan atau dari, dengan persetujuan, atau sepengatahuan pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari,, melekat,, atau tambahan dari sanksi yang y g resmi”.
Muatan Konvensi – Negara Pihak
Harus mengambil langkah langkah-langkah langkah legislatif legislatif, administratif administratif, hukum hukum, atau lainnya untuk mencegah penyiksaan diwilayah hukumnya; Tidak ada pengecualian apapun, baik dalam keadaan perang atau ancaman perang, perang atau ketidakstabilan politik politik, atau keadaan darurat lainnya dapat digunakan alasan untuk pembenaran penyiksaan; Perintah atasan atau penguasa tidak boleh menjadi alasan penyiksaan; Tidak ada negara pihak yang boleh mengusir, mengembalikan atau mengekstradisi seseorang ke negara lain bila ada alasan kuat bahwa orang itu akan mengalami penyiksaan; Apabila ada alasan-alasan semacam itu, harus ada pertimbangan semua hal yang berkaitan, apabila mungkin terdapat pola tetap pelanggaran p gg yyang g besar,, mencolok,, atau massal terhadap p pelanggaran HAM yang berat.
Muatan Konvensi – Negara Pihak
Memastikan setiap tindakan penyiksaan adalah tindak pidana (kejahatan), termasuk percobaan melakukan penyiksaan, oleh siapa saja yang membantu dan turut serta; t Mengatur bahwa tindak pidana itu dihukum setimpal dengan sifat kejahatannya; Jika ada tindakan penyiksaan, harus melakukan penahanan terhadap pelaku dan melakukan tindakan h k hukum lainnya; l i melakukan l k k penyelidikan lidik awal,l d dan melakukan proses pengadilan dengan menjamin adanya y p peradilan yyang g adil p pada setiap pp prosesnya; y ; Negara pihak harus memberikan bantuan untuk memberikan semua bukti untuk proses perkara, dan saling memberikan bantuan hukum yang mungkin;
Muatan Konvensi – Negara Pihak
Menjamin pendidikan dan informasi mengenai larangan terhadap penyiksaan seluruhnya dimasukkan dalam pelatihan bagi aparat penegak hukum sipil/militer, dan pihak lain yang relevan; Mencantumkan larangan penyiksaan dalam peraturan atau instruksi yang dikeluarkan sehubungan dengan tugas dan fungsi terhadap orang orang-orang/penegak orang/penegak hukum dan pihak berwenang lain yang relevan; Mengawasi secara sistemik peraturan-peraturan tentang i t interogasi, i metode, t d kkebiasaan bi d dan peraturan t melakukan l k k penahanan serta perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan, dipenjara untuk mencegah penyiksaan; M j i agar iinstansi-instansi Menjamin t ii t i yang b berwenang melakukan l k k penyelidikan dengan cepat dan adil, jika ada alasan kuat telah terjadi tindakan penyiksaan;
Muatan Konvensi – Negara Pihak
Menjamin M j i agar setiap ti orang yang menyatakan t k telah disiksa mempunyai hak untuk mengadu, g kasusnya y diperiksa p dengan g segera g dan tidak agar memihak. Ada langkah-langkah untuk melindungi pengadu dan saksi-saksi dari perlakukan buruk atau intimidasi akibat dari pengaduan atau kesaksian yang diberikan; Menjamin dalam sistem hukumnya agar korban memperoleh ganti kerugian dan kompensasi yang layak, termasuk rehabilitasi. Jika korban meninggal dunia dunia, ahli warisnya mendapatkan kompensasi;
Muatan Konvensi – Komite
Dibentuk Komite Menentang Penyiksaan untuk melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan, yang terdiri dari 10 pakar bermoral tinggi dan diakui k kemampuannya, dan d b bertugas t d dalam l kkapasitas it pribadinya. Pemilihan anggota komite; dipilih oleh negara pihak pihak, diajukan oleh negara pihak, melalui pemungutan rahasia. Di ilih untuk Dipilih t k jabatan j b t selama l 4 tahun, t h dan d dapat d t dipilih di ilih kembali. Komite memilih pejabat-pejabatnya pejabat pejabatnya untuk masa 2 tahun dan dapat dipilih kembali dan menetapkan tertib organisasinya sendiri.
Muatan Konvensi – Negara Pihak
Negara pihak harus menyerahkan kepada Komite melalui Sekjen PBB, laporan awal (initial report) tentang tindakan yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan Konvensi ini, setelah itu p p pelengkap g p setiap p 4 tahun sekali (p (periodic melakukan laporan report), dan laporan lain yang diminta Komite. Sekjen PBB meneruskan laporan kepada semua negara pihak. Setiap laporan harus dipertimbangkan oleh Komite yang dapat memberikan komentar umum atas laporan tersebut dan meneruskan ke negara bersangkutan. Negara dapat memberikan tanggapan. Jika Komite mendapat informasi adanya penyiksaan yang sedang dilakukan secara sistemtik di suatu negara, Komite dapat mengundang negara untuk bekerja sama memeriksa kebenaran informasi untuk keperluan observasi atas kebenaran informasi tersebut. Komite juga dapat melakukan penyelidikan rahasia dan hasilnya dilaporkan kepada Komite.
Mekanisme Perlindungan – P l Pelaporan N Negara Pih Pihak k
Pelaporan P l oleh l h negara memuat: t d dalam l b bagian i umumnya, informasi dasar dan menguraikan konteks dalam hal mana pelarangan penyiksaan dijamin, menunjukkan status konvensi dalam hukum domestik,, dan termasuk menguraikan g struktur organisasi negara tentang kekuasaan yudikatif, legislatif dan yudikatif dan tanggung j jawab b mereka. k Bagian kedua memuat informasi dasar terperinci pasall d demii pasall mengenaii pelaksanaan l k kewajiban yang diatur dalam Konvensi.
Mekanisme Perlindungan – Mekanisme T Tematik tik PBB: PBB Pelapor P l kh khusus
Mekanisme tematik PBB terdiri dari sejumlah pelapor khusus (special rappourteurs), perwakilan (representatives), pakar independen (independent experts), atau kelompok kerja (working groups) groups), yang biasanya dibentuk untuk menangani pelangaran HAM secara spesifik yang terjadi. Mandat dari pelapor khusus tindak penyiksaan berdasarkan DUHAM ICCPR DUHAM, ICCPR, dan Kovensi Menentang Penyiksaan Penyiksaan, yang menegaskan jaminan hak untuk tidak mengalami penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat martabat. Kegiatan seorang pelapor khusus biasanya; 1) penelitian, 2) menerima pengaduan, 3) komunikasi dengan pemerintah suatu negara negara, 4) laporan tahunan ke Komisi HAM PBB PBB, 5) kunjungan ke negara-negara, 6) sidang tahunan.
Mekanisme Perlindungan – P Prosedur d P Pengaduan d IIndividual di id l
Berdasarkan pasal 22 Konvensi; Negara pihak menyatakan mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas pengaduan individu. Seorang individu dapat melakukan pengaduan dengan menyatakan menjadi korban pelanggaran yang dilakukan oleh negara pihak. Komite tidak akan menerima laporan yang tidak jelas identitas pengirim atau merupakan penyalahgunaan hak ini ini. Komite membawa laporan pengaduan ini untuk mendapatkan perhatian negara pihak, negara harus memberikan penjelasan j l ttertulis t li untuk t k menjelaskan j l k permasalahan l h d dan langkah perbaikan, yang mungkin telah dilakukan oleh negara itu.
Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukuman Lain Yang g Kejam, j , Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (0PCAT)
Tujuan : Menetapkan sistem kunjungan berkala yang dilakukan badan-badan internasional dan nasional yang independen ketempat-tempat dimana orang-orang tercabut kebebasannya dalam rangka mencegah terjadinya kebebasannya, penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat; Sub komite pencegahan penyiksaan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat dibentuk dan melaksanakan tugas berdasarkan protokol ini, melaksanakan tugasnya berdasarkan kerangka kerja Piagam PBB dan didasari oleh tujuan-tujuan darn prinsip-prinsip yang ada, berpegang pada prinsip kerahasiaan, adil, tidak memihak, universal dan obyektif.
OPCAT – NEGARA PIHAK
Setiap negara harus membentuk membentuk, menunjuk atau melanjutkan pada tingkat domestik satu atau beberapa badan-badan pencegahan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat (mekanisme pencegahan nasional). Setiap negara harus mengijinkan kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat penahanan, yang harus diupayakan unutk memperkuat, dan jika dipandang perlu perlindungan bagi orang-orang tersebut dari penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Mekanisme Pencegahan Nasional : paling lama setelah 1 tahun setelah berlakunya protokol ini atau setalah ratifikasi/aksesi, setiap negara pihak har s men harus menunjuk/membentuk, nj k/membent k sat satu ata atau beberapa mekanisme nasional pencegahan penyiksaan di level dalam negeri. Negara pihak menjamin independensi fungsional dari mekanismemekanisme pencegahan nasional sebagaimana juga independensi personel-personelnya, juga bertanggungjawab menyediakan sumbersumber daya yang diperlukan agar fungsi mekanisme-mekanisme pencegahan nasional dapat berjalan.
Konteks Indonesia
Jaminan Hak untuk bebas dari Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia sudah cukup banyak. J i Jaminan ttersebut b t terdapat t d t dalam d l K Konstitusi tit i yakni k i UU 1945 1945, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan sejumlah UU Sektoral lainnya, maupun Peraturan yang lebih rendah lainnya. lainnya Indonesia telah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights dengan UU No. 12 Tahun 2005. Indonesia telah meratifikasi Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment dengan UU No. 5 tahun 1989.
Larangan Penyiksaan
UUD 1945 : P Pasall 28I ayatt (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, .... adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
UU No. 39/1999 : “Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat hebat, baik jasmani jasmani, maupun rohani rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang did didasarkan k pada d setiap ti b bentuk t k di diskriminasi, ki i i apabila bil rasa sakit kit atau t penderitaan d it ttersebut b t ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat politik.” “Hak untuk hidup hidup, hak untuk tidak disiksa, disiksa hak kebebasan pribadi pribadi, pikiran dan hati nurani nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yyang g tidak dapat p dikurangi g dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.” (pasal 4)
Implementasi Paska Ratifikasi K Konvensi i
Telah banyak regulasi (UU atau regulasi yang lebih rendah) memasukkan Konvensi sebagai instrumen yang diperhatikan untuk mencegah terjadinya penyiksaan. T d Terdapat t sejumlah j l h pelatihan l tih b bagii penegak kh hukum k d dan pejabat yang relevan tentang pencegahan penyiksaan dan perlakukan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia manusia. Sejumlah putusan pengadilan merujuk pada dan meggunakan Konvensi sebagai landasan pertimbangan. Terdapat mekanisme pengaduan dan konsep pemulihan terhadap korban penyiksaan, misalnya melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kekurangan
Kejahatan Penyiksaan sebagaimana maksud dari Konvensi belum masuk dalam KUHP, sehingga kasus-kasus penyiksaan sering diperiksa dan diadili dengan dengan delik penganiayaan khususnya yang dilakukan oleh penegak penganiayaan, hukum. Namun, telah ada upaya menjadikan kejahatan penyiksaan dengan dimasukkannya delik penyiksaan berdasakan Konvensi dalam RUU KUHAP KUHAP. Indonesia belum meratifikasi OPCAT, sehingga belum ada upaya yang sistematis untuk melakukan pemantauan ke tempat-tempat penahanan dalam rangka pencegahan penyiksaan, Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia. Pemerintah telah memasukkan rencana ratifikasi OPCAT ini dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) periode 2011-2014.
Kasus-Kasus Kasus Kasus Penyiksaan
Sejumlah kasus penyiksaan masih terjadi terjadi. Contoh Kasman Noho Noho, tahanan Pencurian Sepeda Motor dipaku tangannya oleh N, yang merupakan Anggota Polres Kota Gorontalo. Kedua tangannya dipaku di atas meja serta dipukul dengan kayu hingga bengkak di kaki, kepala, dan punggung. Survey LBH Jakarta tentang tahun 2005 dan 2008, disebutkan, responden yang menyatakan telah mendapat kekerasan dari aparat kepolisian mencapai 70 persen sampai 80 persen.
Sebagai gambaran, gambaran pada survei 2005 2005, sebanyak 491 (74 (74,4 4 persen) dari 639 responden menyatakan telah mendapat kekerasan dari polisi. Sebanyak 30 responden (4,5 persen) menyatakan pernah mendapat kekerasan sipir, 6 responden (0,9 persen) mendapat kekerasan dari TNI, dan 4 responden (0,6 persen)) mendapat p p kekerasan dari p penyidik y p pegawai g negeri g sipil p ((PPNS). ) Pada survei 2008, disebutkan juga bahwa sebanyak 83,65 persen dari 367 responden atau 307 responden menyatakan saat berada di tingkat kepolisian, baik saat penangkapan maupun pemeriksaan, mengalami kekerasan.
Sejumlah kasus lainnya juga terjadi, diantaranya di Papua dan Atambua NTT. Di Atambua, salah seorang korban meninggal.
Sumber :
D kl Deklarasi iU Universal i l HAM HAM;
International Covenant on Civil and Political Rights;
Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment;
Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (0PCAT);
UUD 1945;
UU No. N 39 Tahun T h 1999 ttentang t H Hak k asasii M Manusia; i
UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment;
UU No. No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;
Agung Yudhawiranata, LLM., Konvensi Anti Penyiksaan, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara XI Tahun 2007, ELSAM, 2007. Dapat dilihat di www.elsam.or.id
Sejumlah Dokumen dan Peraturan PerUUan lainnya;
http://www2.ohchr.org/english/bodies/cat/
http://www.tempo.co/hg/hukum/2010/12/29/brk,20101229-302512,id.html
http://www.bantuanhukum.or.id/index.php/id/berita/lbh-di-media/300-penyiksaan-kepolisianhttp://www bantuanhukum or id/index php/id/berita/lbh di media/300 penyiksaan kepolisian konvensi-pbb-menentang-penyiksaan-kekerasan