MAKALAH KARAKTERISTIK PEMUDA PERKOTAAN
Disusun oleh: Pusat Kajian Kepemudaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIVERSITAS ONDONESIA
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Pada milenium ke-3, globalisasi merupakan sebuah isu yang diterima di kalangan manapun. Globalisasi mengandung pengertian the intensivicationof worldwide social realtions which link distant localities in a such a way that local happenings are shaped by events occuring many miles away and vice versa (Anthony Giddens,1990). Globalisasi merupakan intensifikasi hubungan sosial di seluruh dunia yang menghubungkan daerah yang jauh dalam sedemikian rupa sehingga kejadian lokal dibentuk oleh peristiwa yang terjadi bermil-mil jauhnya dan sebaliknya. Dari pengertian tersebut, contoh kasus nyata dari globalisasi adalah perbincangan pertandingan sepakbola antara klub-klub eropa menjadi sebuah perbincangan sehari-hari di kalangan pemuda di Indonesia. Globalisasi ketika terjadi akan menimbulkan pengaruh yang tidak sedikit, dalam pengertian diatas jelas bahwa kejadian yang terjadi di daerah yang jauh dapat mempengaruhi lingkungan setempat. Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengatakan bahwa kemajuan ICT (Information Communication Technology) merupakan sarana yang sering digunakan untuk menebar pengaruh antarbangsa-bangsa dunia.1 Efek globalisasi dapat ditemukan di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lingkungan. Di bidang politik contohnya adalah penerapan sistem demokrasi one man – one vote yang sudah mendunia, di bidang ekonomi seperti alur ekspor impor yang melintas di berbagai negara, di bidang sosial seperti media sosial yang sudah menjadi sarana interaksi sosial di berbagai negara, di bidang budaya seperti gaya hidup barat yang menjadi tren di dunia, dan masih banyak contoh kasus lainnya. Untuk bidang sosial dan budaya, globalisasi juga menyebabkan urbanisasi. Hal tersebut dikemukakan oleh Jo Santoso yang mengatakan bahwa globalisasi ialah 1
Tifatul: Globalisasi Sebabkan Identitas Bangsa Melemah diunduh dari http://edukasi.kompas.com/read/2010/03/31/14140712/Tifatul.Globalisasi.Sebabkan.Identitas.Bangsa.Me lemah
urbanisasi.2 Jo Santoso menambahkan untuk kasus negara berkembang, globalisasi diikuti dengan urbanisasi dikarenakan globalisasi terjadi di sentra-sentra urban, berbeda dengan negara-negara maju yang mayoritas masyarakatnya merupakan masyarakat urban. Selain globalisasi, urbanisasi juga merupakan isu yang populer di dunia. Menurut Data United Nations sebagaimana dikutip Saefuloh pada 1800 terdapat 3 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan, pada 1900 hampir 14 persen daerah perkotaan telah memiliki penduduk 1 juta, dan pada 1950 penduduk dunia 30 persennya bertempat tinggal di perkotaan. Bahkan jumlah kota dengan penduduk di atas satu juta penduduk telah tumbuh sampai 83 kota.3 Dalam gambar 1 menggambarkan grafik populasi urban (urban population) dan populasi desa (rural population), dimana digambarkan proyeksi setelah tahun 2010 jumlah populasi kota akan lebih banyak dari jumlah populasi desa.
Untuk kasus Indonesia pada tahun 2025 diproyeksikan lebih dari setengah populasi Indonesia merupakan populasi kota, menurut data yang dikeluarkan oleh BAPPENAS pada tahun 2025 lebih dari setengah dari jumlah provinsi di Indonesia 2
Santoso, Jo. Menyiasi kota tanpa warga. 2006. Jakarta: Penerbit KPG dan Centropolis Saefuloh, Ahmad Asep. Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI.
3
memiliki penduduk perkotaan di atas 50 persen. Empat Provinsi dengan Persentase penduduk perkotaan tertinggi yaitu D.K.I. Jakarta, D.I. Yogyakarta, Banten dan Jawa Barat (Tabel 1). Tabel 1 Proyeksi Jumlah Penduduk Perkotaan menurut Provinsi di Indonesia 2000-2025
Sumber : BAPPENAS, 2010 Permasalahan penduduk yang perkotaan yang akan melebihi di atas 50% pada tahun 2025 di seluruh Indonesia diikuti dengan jumlah pemuda yang mayoritas tinggal di perkotaan. Dari sisi wilayah tempat tinggal, pemuda Indonesia yang bertempat tinggal di perkotaan berjumlah 51 persen atau sekitar 31.654.800 jiwa4. Dengan kata lain pemuda Indonesia mayoritas bertempat tinggal di perkotaan. (Tabel 2) Angka jumlah pemuda yang tinggal di perkotaan diproyeksikan akan meningkat mengingat jumlah penduduk pemuda (15-29 tahun) diperkirakan juga akan meningkat di masa-masa mendatang. Pada tahun 2015 diperkirakan jumlah penduduk pemuda (15-
4
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI “Grand Design dan Proyeksi Rencana Aktifitas Nasional dan Rencana Aktifitas Daerah Kepemudaan Tingkat Nasional dan Provinsi Tahun 2013”.”
29 tahun) meningkat menjadi 65,785 juta jiwa. Dimana rata-rata pertambahan penduduk per tahunnya sekitar 1 persen.5 Tabel 2 Tempat tinggal penduduk di Indonesia yang berumur 15-29 tahun Total Karakteristik
n
Tempat tinggal • Perkotaan • Perdesaan
31,654,800 30,262,370
%
51.1 48.9
Sumber : Lembaga Demografi FE-UI, 2012
Rumusan Masalah Pemuda merupakan generasi yang dinilai sebagai generasi yang memegang peranan dalam berbagai perubahan (Tiaar, 2008). Dalam perubahan-perubahan di Dunia, generasi pemuda memegang peranan penting yaitu dalam Revolusi Pemuda pada tahun 1960 di Prancis yang menolak adanya kolonialisme, Revolusi mahasiswa di Amerika yang menentang politik kolonialisme Amerika dalam perang Vietnam. Di dalam negeri, pemuda juga mempunyai peran vital dalam perubahan. Sejak Sumpah Pemuda hingga Reformasi, Pemuda merupakan aktor utama dalam perubahan tersebut. Secara definisi Pemuda menurut UU Kepemudaan No. 40/2009 pasal 1 ayat 1 Pemuda adalah mereka yang berumur antara 16-30 tahun. Namun pandangan mengenai umur pemuda sangat beragam, PBB mengategorikan pemuda berumur antara 16-30 tahun, Thailand mengategorikan pemuda berumur sampai dengan 25 tahun, di India sampai dengan 30 tahun. (Najib, 2012). Kota Jakarta merupakan salah satu Kota yang penduduk berusia muda-nya cukup tinggi, untuk kelompok umur 15-29 tahun Jumlah Penduduk Kota Jakarta mencapai 30,92% atau berjumlah 2.971.125 (Gambar 1). Sebagai generasi pembuat perubahan, pemuda Kota Jakarta dihadapi oleh berbagai permasalahan di Ibu Kota yang harus diseleasikan, salah satunya adalah kemiskinan. Tahun 2007 sampai dengan 2011 5
ibid
D.K.I. Jakarta masih jauh tertinggal dari daerah lain dalam hal penurunan angka kemiskinan. Untuk tingkat kemiskinan absolut dimana ukuran seorang dinyatakan miskin jika pengeluaran kurang dari Rp. 355.480/bulan mencapai sekitar 3,75%. Sedangkan
untuk
kemiskinan
relatif
dimana
pengukuran
dihitung
dengan
membandingkan pendapatan seseorang dengan rata-rata pendapatan seluruh masyarakat, jumlah angka kemiskinan relatif Kota Jakarta adalah sebesar 41,31% yang merupakan angka kemiskinan relatif tertinggi di Indonesia.6 Gambar 2 Penduduk Kota Jakarta menurut Kelompok Umur 2.10% 1.43% 0.86% 0.43% 0.21% 0.08% 0.03% 4.59%
3.26%
0-4 5-9
8.64%
5.86%
0.01%
8.08%
10-14 15-19
7.20%
7.26%
8.49%
8.71%
20-24 25-29 30-34
10.52%
10.33% 11.92%
35-39 40-44 45-49
Sumber : BPS, 2010. Untuk melakukan perubahan tersebut , Pemuda Jakarta dipertemukan dengan berbagai hambatan. Salah satunya adalah individualistis penduduk perkotaan , Bintarto mengatakan, bahwa kesibukan setiap warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatian terhadap sesamanya. Perilaku individualis banyak didapati pada sikap dan perilaku masyarakat kota. Hal ini bisa dilihat dari beberapa contoh:7
6
Ukuran Kemiskinan dan Masalah Sosial di Jakarta diunduh dari http://www.tempo.co/read/kolom/2012/07/05/615/Ukuran-Kemiskinan-dan-Masalah-Sosial-di-Jakarta7 Sumardjito. 2012. MAKALAH PERMASALAHAN PERKOTAAN DAN KECENDERUNGAN PERILAKU INDIVIDUALIS PENDUDUKNYA. Yogyakarta: FPTK IKIP
1.
Kurang akrabnya antartetangga pada suatu kompleks perumahan atau perkampungan, karena masing-masing orang telah sibuk dengan urusannya sendiri.
2.
Masing-masing tetangga merasa tidak perlu menyapa apabila bertemu di jalan, karena merasa tetangga tersebut adalah orang asing bagi orang tersebut. Kemungkinan lain dan kondisi tersebut adalah tidak terpikirkannya orang tersebut untuk menyapa, karena pikirannya memang sudah dipenuhi dengan berbagai kesibukan kerja hari itu.
3.
Kurangnya tenggang rasa dalam bersikap dan berbuat. Individualis merupakan salah satu faktor penyebab tingginya angka kemiskinan
di Kota Jakarta. Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dalam pernyataannya, Wakil Gubernur mengemukakan masalah di Jakarta adalah kurangnya kepedulian sosial, warga jakarta tahu adanya kemiskinan yang tinggi namun tidak ada usaha yang lebih dalam menyelesaikannya.8 Selain isu eksternal, Pemuda juga diikuti dengan permasalahan pemuda itu sendiri. Banyak pemuda yang terkena kasus narkoba, seks bebas, hingga kekerasan. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan bahwa sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 ada 139 kasus tawuran pelajar, 12 di antaranya menyebabkan kematian, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 128 kasus.9 Untuk itu Pembangunan Karakter Pemuda dinilai penting mengingat output PJPM (Program Jangka Panjang dan Menengah) Kepemudaan untuk Jangka Pendek (Tahun 2009-2014) salah satunya adalah penurunan kelaparan dan kemiskinan.10. Untuk mencapai program pembangunan karakter pemuda diperlukan gambaran mengenai kepemudaan itu sendiri untuk itu makalah ini bertujuan untuk menggambarkan karakter pemuda perkotaan mengambil tempat di Kota Jakarta.
8
Basuki: Masalah Jakarta Itu soal Kepedulian Sosial diunduh dari http://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/17/2305284/Basuki.Masalah.Jakarta.Itu.soal.Kepedulian.So sial 9 Refleksi Sumpah Pemuda: Rekonsiliasi Nasional diunduh dari http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/12/10/24/mce67n-refleksi-sumpah-pemudarekonsiliasi-nasional 10 PJPM Kepemudaan Jangka Pendek, 2009-2014, Kementerian Pemuda dan Olahraga
Tujuan Penulisan Dari rumusan masalah tersebut makalah ini bertujuan: 1. Menggambarkan karakteristik pemuda kota Jakarta. 2. Menggambarkan permasalahan pemuda yang ada di Kota Jakarta.
Kerangka Penulisan Dalam latar belakang permasalahan dan rumusan masalah dijelaskan bahwa isu globalisasi secara tidak langsung dapat mempengaruhi laju urbanisasi. Kemudian urbanisasi menjadi sebuah isu yang mempengaruhi pemudaan mengingat dari data BPS jumlah pemuda mayoritas bertempat tinggal di perkotaan yaitu berjumlah 51 persen. Masalah perkotaan menjadi sebuah pekerjaan bagi Pemuda yang berperan sebagai pembuat perubahan. Namun, pemuda dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dihadapi oleh permasalahan internal yang dialami pemuda yaitu kasus narkoba, seks bebas, hingga kekerasan. Dari ringkasan permasalahan dan rumusan masalah tersebut dibuatlah kerangka penulisan yang bertujuan untuk menggambarkan penulisan dalam gambar sehingga dapat mudah dipahami. Kerangka tersebut digambarkan pada gambar 3. Gambar 3 Kerangka Penulisan Globalisasi
Urbanisasi
Permasalahan Pemuda Perkotaan
Permasalahan Pemuda Perkotaan
Karakter Pemuda
Perkotaan
Solusi
Perkotaan Sumber : Diolah Penulis
Dari kerangka tersebut yang perlu digarisbawahi adalah penulisan makalah ini tidak bertujuan untuk memberikan solusi melainkan untuk memberi gambaran mengenai karakteristik pemuda kota Jakarta. Karakteristik tersebut bermanfaat sebagai input dalam kebijakan yang akan diambil oleh beberapa stakeholder baik pemerintah pusat, pemerintah daerah ataupun non-government organization (NGO). Data Sekunder Data sekunder yang diambil dalam penulisan makalah ini diambil dari berbagai sumber adapun data sekunder yang diambil dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu: 1. Data Kependudukan 2. Media Massa 3. Laporan Kepolisian 4. Polling Data Kependudukan Dalam makalah ini demografi atau data kependudukan digunakan untuk menganalisis gambaran umum mengenai pemuda perkotaan. Pemuda menurut UU Nomor 40 tahun 2009 adalah seseorang yang berusia 16-30 tahun, sehingga data mengenai kependudukan Jakarta diperlukan untuk menunjang penulisan makalah ini. Data kependudukan yang penulis ambil adalah data kependudukan dari sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Adapun data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut. 1.
Data jumlah dan distribusi penduduk kota Jakarta menurut kelompok umur dan jenis kelamin;
2.
Data penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Status Perkawinan di Kota Jakarta;
3.
Data Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Jakarta;
4.
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Kegiatan Seminggu yang Lalu; dan
5.
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Lapangan Pekerjaan Utama
Media Massa Data dalam media massa diperlukan untuk menggambarkan sedikit mengenai permasalahan-permasalahan pemuda yang ada di kota Jakarta. Data tersebut diperlukan untuk mengelompokkan permasalahan-permasalahan pemuda yang ada di kota Jakarta. Pengelompokkan permasalahan tersebut dibagi menjadi permasalahan kekerasan, permasalahan narkoba, permasalahan pergaulan bebas, dan permasalahan pendidikan yang dialami pemuda kota Jakarta.
Laporan Kepolisian Laporan kepolisian untuk menunjang data dari permasalahan yang dialami pemuda di Kota Jakarta, adapun data yang penulis sajikan dalam makalah ini adalah mengenai
jumlah
kekerasaan
yang
melibatkan
pemuda.
Kekerasan
tersebut
dikelompokkan menjadi dua yaitu unjuk rasa yang berujung anarkis yang umumnya dilakukan oleh mahasiswa dan tawuran antar pelajar. Data yang penulis sajikan didapat dari Polisi Daerah Metro Jaya.
Polling Data dari polling berupa kuesioner yang dibagikan merupakan kunci dalam menggambarkan pemuda di kota Jakarta. Kuesioner disebar ke beberapa institusi pendidikan yang ada di Kota Jakarta. Jumlah responden dalam polling yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sebanyak 1100 responden. Adapun pertanyaan yang diajukan
dalam
kuesioner
tersebut
adalah
mengenai
kewirausahaan, globalisasi, dan responsible consumer.
nasionalisme
pemuda,
Lingkup Penulisan Penulisan akan terfokus menjadi tiga lingkungan yaitu profil kepemudaan, profil lingkungan meso, dan profil lingkungan makro (Gambar 4). Adapun penjelasan mengenai ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 4 Batasan Penulisan 3. Profil Lingkungan Makro 2. Profil Lingkungan Meso
1.Profil Kepemudaan
Sumber : diolah penulis 1. Profil Kepemudaan Pada bagian profil kepemudaan akan menjabarkan mengenai lingkup mikro pemuda itu sendiri yang diambil dari data hasil polling, artikel media massa, data kepolisian dan data kependudukan. Pada bagian ini fokus penjabaran pemuda dideskripsikan sebagai berikut. -
Gambaran
ekonomi
:
Serapan
lapangan
kerja,
kegiatan
utama,
kewirausahaan pemuda kota Jakarta, dan responsible consumer. -
Gambaran sosial : Status perkawinan, kekerasan pemuda, globalisasi.
-
Gambaran politik : Keterlibatan dengan organisasi masyarakat/partai politik, tingkat nasionalisme.
2. Profil Lingkungan Meso Untuk lingkungan meso, penulisan menggambarkan agen-agen sosial yang berinteraksi langsung dengan pemuda yaitu seperti institusi keluarga, institusi pendidikan dari sekolah hingga perguruan tinggi ataupun agen sosial yang lain seperti lingkungan pertemanan. Pada lingkungan ini akan menjabarkan data mengenai keluarga di kota jakarta, data mengenai institusi pendidikan dan juga pergaulan pemuda seperti toko kelontong, mall dan sebagainya.
3. Profil Lingkungan Makro Profil lingkungan makro menggambarkan gambaran makro yang berdampak terhadap kepemudaan. Gambaran yang disajikan adalah Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product (GDP) Kota Jakarta beserta pertumbuhannya yang dikaitkan dengan pola konsumsi, juga akan disajikan keterlibatan pemuda dalam pemilihan umum dan peran media massa terhadap pemuda.
Kerangka Teori Kepemudaan Banyak yang memiliki peran dalam perjalanan sejarah bangsa. Salah satu yang paling sentral tentulah pemuda. Sejarah politik Indonesia membuktikan, bahwa pemuda menempati posisi dan memiliki peran sentral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, bahkan sampai dengan berbagai inovasi untuk kemajuan bangsa saat ini11. Pemuda sebagai garda terdepan dalam proses perjuangan, pembaruan dan pembangunan bangsa, diharapkan mampu mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah di raih bangsa dan negara ini. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa
11
Kepustakaan Populer Gramedia, 2010. Sukarno: Paradoks Revolusi Indonesia. Jakarta, Kepustakaan Populer
Gramedia dan Majalah Tempo.
momentum dalam sejarah NKRI dimana dalam setiap kejadian seperti Boedi Oetomo, Taman Siswa, Sumpah Pemuda, Proklamasi Bangsa Indonesia, dan terbentuknya Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus peran pemuda jelas sangatlah sentral baik sebagai
pioneer,
perintis,
ataupun
pendobrak.
Nama-nama
seperti
Wahidin
Soedirohoesodo, Soetomo, Gunawan dan Tjipto Manggunkoesomo, Soekarno, Hatta, syarir,dan masih banyak lagi adalah nama-nama yang menceritakan kegigihan para pemuda dalam mengantarkan NKRI mencapai puncak titik kulminasi. Secara umum pemuda (youth) dipahami sebagai sebuah periode transisi dari kanak-kanak kepada usia dewasa; suatu keadaan, tahapan, atau kualitas orang muda yang diasosiasikan dengan generasi muda (fresh); dengan kata lain, individu belum dewasa dan masih berada dalam masa pembangunan tahap awal12. USAID mendefinisikan pemuda sebagai kelompok umur yang berada dalam periode pertumbuhan ciri biologis, fisikal, kognitif, dan sosial dari dunia kanak-kanak menuju dunia orang dewasa 13. Dilihat dari perspektif sosiologis, pemuda adalah suatu kategori sosial yang menandai sebuah proses transisi dari masa kanak-kanak kepada masa dewasa. Masyarakat tidak lagi menganggap mereka sebagai anak-anak, tetapi pada saat yang sama mereka juga belum dianggap memenuhi status, fungsi, dan peran sebagai orang dewasa. Sikap mereka masih didefinisikan oleh peran yang diharapkan (manifest) dan tidak diharapkan (latent), boleh dan tidak boleh dilakukan berdasarkan status mereka dalam struktur masyarakat (Marshall: 1998)14.
12
Barry, Monica. 2005. Youth Policy and Social Inclusion, Critical debate with Young People, Routlegde, London. 13 Corsaro, William. A. 1997. Teh Sociology of Childhood. California, Pine Forge Press. 14 Marshall, Gordon. (1998). Oxford Dictionary of Sociology. New York: Oxford University Press.
Dalam stuktur kependudukan, WHO menggolongkan usia 10–24 tahun sebagai kelompok umur pemuda (World Health Organization, 1989)15. Sedikit berbeda dari itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melihat pemuda sebagai individu yang berusia antara 15 sampai 24 tahun (United Nations, 1999). Sedangkan Undang-Undang (UU) Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 menyatakan bahwa pemuda adalah kelompok umur yang sedang memasuki periode penting dalam pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun16. Jika UU Kepemudaan tersebut dijadikan acuan, kelompok umur pemuda mendominasi komposisi struktur kependudukan global, yakni mencapai 45% dari total penduduk dunia (United Nations: 2008). Di Indonesia jumlah kelompok usia ini juga melebihi 25% dari total penduduk Indonesia (Sensus Penduduk: 2011). Dengan mempertimbangkan unsur kuantitatif pemuda yang begitu dominan, jelas bahwa mereka merupakan variabel penting yang menyimpan kekuatan dan potensi untuk mengembangkan arah negara dan menjadi tonggak penentu kebangunan peradaban masa depan. Potensi tersebut, misalnya, sering diasosiakan dengan karakter pemuda sebagai: (i) kelompok umur yang selalu ingin memberontak terhadap kemapanan. Hal ini karena usia muda adalah tahapan umur pencarian identitas diri, adanya keinginan untuk diakui dan mendapatkan perhatian sehingga mendorong mereka berbuat sesuatu yang ”hebat dan beda”, (ii) kelompok umur yang pekerja keras dan pantang menyerah yang kemudian mendorong pemuda untuk bersikap revolusioner. Dalam kaitan ini kerap muncul anggapan bahwa pemuda itu tidak berpikir panjang dan
15 16
Diakses dari : http://www.who.int/research/en/ pada 7 Oktober 2013 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
rentan terhadap konflik; dan (iii) kelompok umur orang yang selalu optimis17. Karakter ini sangat menunjang sifat kerja keras dan pantang menyerah dan secara langsung potensi ini mendorong pemuda untuk selalu bersemangat dan terus berusaha mencapai cita-citanya. Pembangunan Karakter Pemuda Secara konseptual karakter merupakan ranah studi antropologi dan psikologi. Perbedaannya adalah pada studi psikologi karakter dipandang sebagai individu, mempelajari apa yang memancar dari dalam atau jiwa seseorang yang diperlihatkan dalam kehidupan sosialnya. Sedangkan studi Antropologi lebih menekankan karakter dilihat dari sekumpulan orang atau komunitas.18 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia telah membuat Program dan kegiatan kepemudaan dalam koordinasi Kementerian Pemuda dan Olahraga di Indonesia yang terbagi atas (LAKIP Kemenpora Tahun 2012): a.
Bidang sumber daya dalam usia aktif (16-30 tahun) dan pembibitan pemuda
b.
Bidang Character building.
c.
Bidang organisasi kepemudaan yang mencangkup jumlah OKP di Indonesia
d.
Bidang kepanduan yang mencangkup jumlah dan jenjang pramuka se-Indonesia
e.
Bidang kewirausahaan
f.
Bidang kepeloporan
Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc mengemukakan model pengembangan
karakter
pemuda
yang berlandaskan empat pilar antara lain
kebangsaan, kewirausahaan, responsible consumer, dan globalisasi dan diplomasi19. Empat pilar tersebut berdasarkan sejarah kepeloporan pemuda di Indonesia. Kepeloporan dalam pilar nasionalisme telah dimulai dengan adanya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908, sumpah pemuda tahun 1928, Tritura pada tahun 1966, peristiwa Malari tahun 1974, peristiwa Talang Sari tahun 1989 dan gerakan reformasi 17
Skelton, Tracey, Gill Valentine. 1998. Cold Places, Geography of Youth Cultures. Routledge. New York. 18 Zuhdi, 2008 19 Laksmono, Prof. Bambang Shergi. 2011. Pidato peluncuran Pusat Kajian Kepemudaan FISIP UI. Depok.
tahun 1998. Sementara itu, kepeloporan dalam pilar kewirausahaan dimulai pasca kemerdekaan dimana intesitasnya mulai tinggi ketika muncul UU Penanaman Modal Asing dan puncaknya pada peristiwa Malari tahun 1974. Setelah itu, generasi pemuda modern mulai banyak melakukan kegiatan wirausaha dalam menghadapi modal asing dan banyak dilakukan oleh pemuda Jakarta. Kepeloporan pemuda dalam pilar diplomasi juga dilaksanakan pasca kemerdekaan dan diinspirasi oleh keberhasilan Konferensi Meja Bundar Tahun 1949. Begitu juga dengan Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 dan Gerakan Non Blok tahun 1961. Berdirinya ASEAN dan munculnya Adam Malik sebagai diplomat ulung telah
menginspirasi
kepeloporan diplomasi oleh pemuda Jakarta. Responsible
consumer atau tanggung jawab terhadap penggunaan produk menjadi trend baru pemuda di Indonesia. Fenomena ini muncul setelah masuknya era komputerisasi dan informasi pada tahun 1980an.
Sistem Sosial Perilaku sesorang tidak semata-mata dipengaruhi oleh sistem kerpibadian saja. Perilaku sosial (social action) sebagaimana dalam teori sibernetika Talcott Parsons, perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh sistem sosial dan sistem budaya di mana individu tersebut berada.20 Parsons berpendapat, sistem sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai sub sistem sosial yang saling mengalami ketergantungan dan keterkaitan. Parsonn lebih dalam membagi sistem sosial menjadi empat sub-sistem yang dikenal dengan singkatan AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, Latent pattern maintanance).21 Adapun keempat subsistem tersebut harus berjalan sedemikian rupa agar sistem sosial bertahan. Adaptation atau adaptasi merupakan tingkatan penyesuaian dimana sistem sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi, tahap 20
AF, Ahmad Gaus. 2009. Sang Pelintas Baras : Biografi Djohan Effendi. Jakarta:ICRP. Tumtavitikul, Surachai. 2013. Talcott Parsons’ AGIL Schema –based System Identification of Administrative Problems of North-East Vocational Education In Thailand. International Journal of Business and Information
21
adaptasi terjadi pada saat seseorang berada di keluarga. Goal attainment, pada tahap ini tujuan individu harus menyesuaikan dengan tujuan sosialyang lebih besar agar tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan lingkungan sosial, tahap ini terjadi ketika seseorang masuk ke institusi pendidikan.22 Kemudian setelah individu telah melewati institusi pendidikan, individu dihadapi dengan bertemunya dengan relasi sosial yang nantinya akan menciptakan solidaritas sosial dari unsur-unsur sosial yang telah menyeseuaikan diri, fase ini dinamakan Parsons sebagai Integration.23 Kemudian dari integrasi tersebut barulah melebur menjadi sistem nilai budaya atau norma yang disepakati oleh seluruh masyarakat, fase ini dinamakan Latent Pattern Maintanance yang nantinya juga akan mempengaruhi pada tahap adaptation.24 Gambar 5 AGIL Subsistem oleh Parsons
Sumber : Nasikun, 2012 Urbanisasi Urbanisasi memiliki bebera pengertian dari berbagai sudut pandang. Dalam ilmu demografi, urbanisasi berarti pertambahan persentase jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan terhadap jumlah penduduk nasional. Sedangkan seorang geograf De Brujine menjelaskan terdapat setidaknya tujuh pengertian urbanisasi yaitu:
22
1.
Pertumbuhan persentase penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan.
2.
Berpindahnya penduduk ke kota – kota dari pedesaan.
3.
Bertambahnya penduduk bermatapencaharian non agraris di pedesaan.
Nasikun, DR. 2012. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : Rajawali Press. Ibid. 24 Ibid. 23
4.
Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota.
5.
Mekarnya atau meluasnya struktur artefaktial-morfologis suatu kota di kawasan sekelilingnya.
6.
Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota ke pedesaan.
7.
Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan kultural kota ke pedesaan, atau meluasnya nilai-nilai dan norma-norma kekotaan ke kawasan luarnya.
Permukiman kota cenderung tumbuh terus, baik dalam hal luasnya maupun jumlahnya; bersama itu sudah semstinya bahwa proposi penduduk dunia kita yang tinggal di kota kecil maupun kota besar meningkat. Pertambahan proporsi tersebut juga disebut sebagai urbanisasi. Menurut Whyne terdapat faktor-faktor yang dapat mendorong urbanisasi, yaitu: 1.
Kemajuan di bidang pertanian. Adanya mekanisasi di bidang pertanian mendorong dua hal; pertama tersedotnya sebagian tenaga kerja agraris ke kota untuk menjadi buruh; kedua, bertambahya hasil pertanian untuk menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya dari pertanian.
2.
Industrialisasi. Karena industri-industri bergantung kepada bahan mentah dan sumber tenaga (misalnya batubara di abad yang lalu), maka pabrikpabriknya didirikan di lokasi di sekitarnya; ini demi murahnya pengelolaan. Sekaligus diperlukan tenaga buruh yang banyak, mereka bawa dan bekerja di situ; akhirnya lahir kota yang baru.
3.
Potensi pasar. Berkembangnya industri ringan melahirkan kota-kota yang menawarkan diri sebagai pasaran hasil diteruskan kepada kawasan pedesaan. Kota-kota perdagangan tersebut lalu menarik pekerja-pekerja baru dari pedesaan dengan begitu kota bertambah besar.
4.
Peningkatan kegiatan pelayanan. Industri tersier dan kuarter tumbuh dan meningkatkan perdagangan, taraf hidup dan memacu munculnya organisasi ekonomi dan sosial. Berbagai jenis jasa tumbuh di perkotaan; hiburan, catering, tata usaha perkantoran dan sebagainya.
5.
Kemajuan transportasi. Bersama kemajuan komunikasi ini mendorong majunya mobilitas penduduk, khususnya dari pedesaan ke kota-kota di dekatnya.
6.
Tarikan sosial dan kultural. Di kota banyak hal yang menarik, seperti museum, bioskop dan tempat rekreasi.
7.
Kemajuan pendidikan. Tak hanya sekolah-sekolah yang menarik kaum muda untuk pindah ke kota. Juga media komunikasi massal yang berpusat di kota seperti surat kabar dan siaran radio makin menyadarkan masyarakat pedesaan akan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk sukses dalam usaha.
8.
Pertumbuhan penduduk alami. Di samping penduduk kota bertambah oleh masuknya urbanisasi, angka kelahiran di kota lebih tinggi dibanding pedesaan; ini akibat kesehatan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Analisis Kerawanan (Vulnerabilty Analysis). Dalam kajian intelejen menurut Prunckun, kerawanan merupakan kelemahan dari seorang aset yang dapat dieksploitasi dari agen lainnya. Kerawanan diukur Prunckun dengan tiga faktor yaitu attractiveness of the target, ease of attack,dan impact. Ketiga faktor tersebut digambarkan Prunckun yang dapat dilihat pada gambar 6 Gambar 6 Analisis Kerawanan Attractiveness
Ease of Attack
Vulnerability
Impact
Sumber: Prunckun, 2010
Untuk mengukur attractiveness, analis harus mengukur dan mencari tahu pertanyaan mengenai: • • •
Apakah target mudah dikenal? Apakah target adalah subjek dari atensi media? Apakah target mempunyai nilai simbolis seperti historis, kultural, religius atau lainnya?
Kemudian untuk mengoperasionalisasikan ease of attack, analis harus mendapat jawaban dari pentanyaan mengenai: • •
Seberapa sulit agen penghambat dalam memprediksi waktu puncak keramaian di lokasi? Apakah ada pemeriksaan keamanan di lokasi?
Lalu yang terakhir untuk mengoperasionalisasikan impact, pertanyaan yang harus dijawab adalah • •
Pengelompokkan kunjungan pengunjung ke lokasi (seminggu sekali, sehari sekali, dan sebagainya). Dampak finansial dari serangan yang dilakukan.
II. Pembahasan Profil Jakarta Kota Jakarta merupakan kota metropolitan hal ini sesuai dengan klasifikasi kota menurut hierarki besarannya menurut NUDS (National Urban Development Strategy),(1985) dapat diamati melalui jumlah penduduk yang tinggal dan beraktivitas dikawasan tersebut, yang menurut sumber tersebut bisa dibagi dalam 5 tingkatan: 1.
Kota Metropolitan, penduduk> 1.000.000
2.
Kota Besar, penduduk 500.000 – 1.000.000
3.
Kota Menengah, penduduk 100.000 – 500.000
4.
Kota Kecil A, penduduk 50.000 – 100.000
5.
Kota Kecil B, penduduk 20.000 – 50.000 Dari penggolongan kota di atas, kota Jakarta merupakan dapat dikategorikan
sebagai kota Metropolitan dimana jumlah penduduk kota Jakarta adalah sebesar 9.607.787 jiwa. Selain Kota metropolitan, Kota Jakarta merupakan salah satu kota terpadat di Indonesia. Dengan kepadatan penduduk yang mencapai 14.469jiwa/km2
25
praktis membuat Kota Jakarta menjadi kota terpadat di Indonesia. Sejumlah pengamat perkotaan menyatakan DKI Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk 14.469 jiwa per kilometer persegi akan mempermudah penggerusan ruang terbuka hijau (RTH) yang diikuti dengan penurunan kualitas hidup masyarakat dan munculnya masalah sosial.26 Potret mengenai padatnya perkotaan di Jakarta dapat dilihat pada gambar 2.1. Masalah yang diakibatkan oleh padatnya penduduk salah satunya adalah masalah kemiskinan. Tahun 2007 sampai dengan 2011 D.K.I. Jakarta masih jauh tertinggal dari daerah lain dalam hal penurunan angka kemiskinan. Untuk tingkat kemiskinan absolut dimana ukuran seorang dinyatakan miskin jika pengeluaran kurang dari Rp. 355.480/bulan mencapai sekitar 3,75%. Sedangkan untuk kemiskinan relatif dimana pengukuran dihitung dengan membandingkan pendapatan seseorang dengan rata-rata pendapatan seluruh masyarakat, jumlah angka kemiskinan relatif Kota Jakarta
25
Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2010 Dampak Kepadatan Penduduk Ibukota diunduh dari http://www.metrotvnews.com/foto/detail/2013/09/26/5/7738/Dampak-Kepadatan-Penduduk-Ibukota
26
adalah sebesar 41,31% yang merupakan angka kemiskinan relatif tertinggi di Indonesia.27 Gambar 2.1 Foto kepadatan Kota Jakarta di kawasan Mangga Dua
Sumber: Metrotvnews.com Selain kemiskinan permasalahan yang ditimbulkan oleh padatnya penduduk adalah ruang terbuka hijau (RTH). Pakar Tata Kota Nirwono Joga, mengatakan "Dari tahun 2000 Jakarta punya RTH sekira sembilan persen, hingga 2012 ini menjadi 9,8 persen. Jadi, bisa dibilang dalam kurun waktu lebih dari satu dekade penambahan RTH di Jakarta tidak sampai satu persen." Hal tersebut merupakan salah satu penyebab permasalahan di kota Jakarta yang lainnya yaitu banjir.28 Untuk permasalahan banjir, setiap tahun Kota Jakarta dilanda banjir di beberapa titik. pala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugruho, memperkirakan hujan deras melanda Jakarta setidaknya ada 62 titik daerah rawan banjir.Daerah itu di antaranya adalah Kapuk Kamal, Tegal Alur, Kapuk Muara Teluk Gong, Kapuk Kedaung, Cengkareng, Rawa Buaya, Kembangan, Green Garden, Pesing, dan Komplek IKPN Bintaro.Juga Pondok Pinang, Cirendau, Pluit, Kerendeng Duri Utara, Tomang Rawa Kepa, Jati Pulo, Jati Pingir, Teluk Betung; KB Kacang; Bundaran Hotel Indonesia, Pejompongan, Kebalen Mampang Prapatan, Petogogan, Pondok Karya, Darma Jaya, Pulo Raya, Setia Budi 27
Ukuran Kemiskinan dan Masalah Sosial di Jakarta diunduh dari http://www.tempo.co/read/kolom/2012/07/05/615/Ukuran-Kemiskinan-dan-Masalah-Sosial-di-Jakarta28 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Baru 9,8% diunduh dari http://property.okezone.com/read/2012/10/31/471/711743/redirect
Barat, Pinangsia, Mangga Besar, Mangga Dua, Karang Anyar, Pademangan Barat, Pademangan Timur, Kali Pasar Kwitang, dan Matraman Dalam.29 Melihat permasalahan yang ada dan belum kunjung selesai Kota Jakarta dinilai perlu menyelesaikan permasalahan yang ada mengingat Kota Jakarta adalah barometer segala pengukuran di Indonesia dikarenakan selain sebagai Ibu Kota, Kota Jakarta juga merupakan kota internasional dan pusat peradaban perekonomian di Indonesia.
Profil Pemuda Jakarta Penggambaran Karakter Pemuda Perkotaan Kota Jakarta diperlukan sebagai Input dalam proses kebijakan kepemudaan. Karakter Pemuda Perkotaan yang digambarkan menyesuaikan pembangunan karakter pemuda yang dikemukakan oleh Prof. DR. Bambang Shergi Laksmono melalui empat pilarnya yaitu nasionalisme, kewirausahaan, diplomasi, dan responsible comsumer.
Gambar 2.2 Pendidikan Terakhir Penduduk Kota Jakarta Berusia 15-29 Tahun Tidak Terjawab S2/S3 Diploma IV/Universitas Diploma III Diploma I/II SM Kejuruan SLTA/MA/Sederajat SLTP/MTs/Sederajat SD/MI/Sederajat Tidak/Belum Tamat SD Tidak/Belum Pernah Sekolah
854 8,938 207,317 94,271 27,739 206,210 1,204,409 746,845 289,202 32,605 7,132
Sumber: BPS, 2010
Mengenai gambaran umur pemuda Kota Jakarta, dalam bidang pendidikan (Gambar 2.2) mayoritas penduduk kota Jakarta yang berusia 15-29 Tahun merupakan 29
Ini Titik-titik Banjir di diunduh dari http://www.tempo.co/read/news/2013/01/16/083454673/Ini-Titiktitik-Banjir-di-Jakarta
lulusan SLTA/MA/sederajat yakni sebanyak 1.204.409 jiwa (42,63%), diikuti oleh lulusan
SLTP/Mts/sederajat
sebanyak
764.845jiwa
(26,43%)
dan
lulusan
SD/MI/sederajat sebanyak 289.202 jiwa (10,24%). Gambar 2.3 Pemuda Jakarta berdasarkan status perkawinan Kelompok Umur Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Status Cerai Mati Perkawinan Tidak Ditanyakan Jumlah
15-19 20-24 25-29 Jumlah 679.052 583.297 372.012 1.634.361 132.592 415.596 752.160 1.300.348 849 5.156 12.787 18.792 157 1.000 2.930 4.087 3.164
5.350
5.023
13.537
815.814 1.010.399 1.144.912 2.971.125
Sumber: diolah penulis, BPS 2010. Kemudian mengenai status perkawinan pada gambar 2.3, pemuda Jakarta didominasi oleh pemuda yang belum kawin yaitu sebesar 1.634.361 jiwa yang persebarannya dominan ada berada di usia 15-19 yakni sebesar 679.052. Untuk pemuda yang sudah kawin juga cukup tinggi dimanan persebarannya dominan berada di usia 2529 tahun. Gambar 2.4 Kegiatan Seminggu yang Lalu Penduduk Kota Jakarta Usia 15-29 tahun.
Tidak Ditanyakan
13,537
Bukan Angkatan Kerja Bersedia bekerja apabila ada yang menyediakan Mencari pekerjaan
1,024,331
161,324
124,462
Bekerja
Sumber: BPS,2010
1,647,471
Dalam ranah ekonomi dapat dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5. Untuk kegiatan seminggu yang lalu digambarkan pada gambar 2.4 dimana mayoritas pemuda Jakarta sudah merupakan angkatan kerja yaitu sebesar 1.647.471 jiwa. Namun bukan angkatan kerja di pemuda Jakarta juga cukup tinggi yaitu sebesar 1.024.331 jiwa. Pemuda yang mencari pekerjaan sebesar 124.462 jiwa. Untuk gambar 2.5 dari angkatan kerja tersebut diklasifikasikan lapangan usaha pemuda yang merupakan angkatan pekerja dimana lapangan usaha didominasi oleh usaha perdagangan sebanyak 395.438 jiwa (24,00%), diikuti oleh usaha industri pengolahan yaitu sebesar 333.864 jiwa (20,27%). Hal ini menjadi wajar karena pemuda Jakarta merupakan pemuda perkotaan.
Gambar 2.5 Tabel lapangan usaha yang diikuti oleh Pemuda Jakarta Kelompok Umur 15-19 20-24 25-29 Jumlah Presentase Pertanian Tanaman 68 235 425 Padi dan Palawija 728 0,04% Hortikultura 177 506 951 1.634 0,10% Perkebunan 43 216 505 764 0,05% Perikanan 656 1.728 2.638 5.022 0,30% Peternakan 263 365 493 1.121 0,07% Kehutanan 28 142 255 425 0,03% Pertambangan dan 271 1.921 4.078 Penggalian 6.270 0,38% Industri Pengolahan 50.814 132.346 150.704 333.864 20,27% Listrik dan Gas 754 4.058 6.927 11.739 0,71% Konstruksi/Bangunan 4.181 16.754 30.428 51.363 3,12% Lapangan Perdagangan 52.894 156.359 186.185 395.438 24,00% Usaha Hotel dan Rumah 18.594 49.029 52.310 Makan 119.933 7,28% Transportasi dan 5.121 25.286 47.100 Pergudangan 77.507 4,70% Informasi dan 3.257 17.072 28.993 Komunikasi 49.322 2,99% Keuangan dan 3.242 28.712 53.133 Asuransi 85.087 5,16% Jasa Pendidikan 1.494 11.722 24.266 37.482 2,28% Jasa Kesehatan 2.222 13.633 20.660 36.515 2,22% Jasa Kemasyarakatan 91.774 132.549 152.559 376.882 22,88% Lainnya 5.610 20.634 30.131 56.375 3,42% Jumlah 241.463 613.267 792.741 1.647.471 100,00% Sumber : Diolah penulis, BPS 2010.
Gambaran Nasionalisme Pemuda Kota Jakarta Mengenai gambaran pilar kepemudaan Pemuda Kota Jakarta makalah ini mengambil penelitian oleh Pusat Kajian Kepemudaan FISIP UI pada tahun 2013 mengenai gambaran pemuda mengenai pilar kepemudaan yang dikemukakan oleh Prof. DR. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc. Untuk kategori Nasionalisme penelitian tersebut mengambil 1100 sample pemuda yang diambil melalui institusi pendidikan yaitu kampus dan sekolah. Terdapat 3 indikator untuk mengukur nasionalisme terhadap pemuda yaitu kebanggan menjadi bagian dari Bangsa, kesukaan terhadap produk dalam negeri dan pendapat mengenai pentingnya nasionalisme. Untuk kategori kebanggan menjadi bagian dari Bangsa dapat dilihat pada Gambar 2.6 dimana dari 1100 responden sebanyak 546 responden (49,64%) menjawab sangat bangga, 518 responden (47,09%) menjawab bangga. Sedangkan 23 (2,09%) responden menjawab tidak bangga dan 13 (1,18%) responden menjawab sangat tidak bangga. Gambar 2.6 Grafik kebanggan menjadi bagian dari Bangsa Tidak Bangga 2.09%
Sangat Tidak Bangga 1.18% Sangat Bangga 49.64%
Bangga 47.09%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013. Kategori mengenai kesukaan responden terhadap produk dalam negeri dapat dilihat pada gambar 2.7 dimana sebanyak 190 (17,27%) responden menjawab sangat
suka dan 800 responden menjawab menyukai produk dalam negeri. 102 (9,27%) menjawab tidak suka dan 8 (0,73%) responden menjawab sangat tidak suka produk dalam negeri. Gambar 2.7 Kesukaan terhadap produk dalam Negeri Sangat Tidak Suka 0.73% Sangat Suka 17.27%
Tidak Suka 9.27%
Suka 72.73%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013. Kategori mengenai pentingnya nasionalisme digambarkan pada gambar 2.8 Sebanyak 697 (63,36%) responden menjawab sangat penting dan 384 responden menjawab penting atau sebesar 34,19%. Sedangkan sebanyak 19 responden menjawab tidak penting dan tidak ada responden yang menjawab sangat tidak penting. Gambar 2.8 Tingkat kepentingan Nasionalisme menurut Pemuda Kota Jakarta Pen[ ng 34.91 %
Tidak Pen[ ng 1.73% Sanga t Pen[ ng 63.36
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013.
Gambaran Kewirausahaan Pemuda Kota Jakarta Pilar kewirausahaan diukur dengan tingkat keseringan pemuda dalam melihat peluang usaha dan tingkat partisipasi pemuda dalam berdagang. Untuk variabel tingkat keseringan pemuda dalam melihat peluang usaha dapat dilihat pada gambar 2.9 Sebanyak 216 responden menjawab sangat sering (19,64%) dan 719 (65,36%) responden menjawab sering melihat peluang usaha. Kemudian sebanyak 158 (14,36%) responden menjawab tidak pernah dan 7 responden menjawab sangat tidak pernah. Kemudian variabel kedua mengenai kewirausahaan diukur melalui tingkat partisipasi pemuda Kota Jakarta dalam berdagang, hal tersebut digambarkan pada gambar 2.10. Sebanyak 89 responden (8,09%) menjawab sangat sering dan 538 responden (48,19%) menjawab sering berdagang. Untuk yang tidak pernah dan tidak pernah sama sekali masing-masing dijawab oleh 419 (38,09%) dan 54 (4,91%) responden. Gambar 2.9 Tingkat intensitas Pemuda Jakarta melihat peluang usaha Sangat Tidak Pernah 0.64%
Tidak Sangat Pernah Sering 14.36% 19.64%
Sering 65.36%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013.
Gambar 2.10 Tingkat intensitas Pemuda Jakarta terlibat dalam berdagang Tidak Pernah Sama Sekali 5%
Sangat Sering 8%
Tidak Pernah 38% Sering 49%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013. Gambaran Globalisasi dan Diplomasi Pemuda Kota Jakarta Untuk pilar globalisasi dan diplomasi gambaran diambil dengan dua pertanyaan yaitu tentang pengetahuan tantangan global yang akan dihadapi dan rasa khawatir mengenai tantangan global tersebut. Untuk pengetahuan pemuda Kota Jakarta mengenai tantangan global dapat dilihat di gambar 2.11 Sebanyak 174 (18,82%) responden menjawab sangat tahu dan 669 (60,82%) responden menjawab tahu mengenai tantangan global. Sedangkan 228 responden (20,73%) menjawab tidak tahu dan 29 (2,84%) responden menjawab sangat tidak tahu.
Gambar 2.11 Pengetahuan tentang tantangan global yang akan dihadapi
Tidak Tahu 20.73%
Sangat Tidak Tahu 2.64%
Sangat Tahu 15.82%
Tahu 60.82%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013. Kategori kedua diukur dengan pertanyaan rasa kekhawatiran mengenai tantangan global yang dihadapi. Jawaban responden mengenai hal tersebut dapat dilihat di gambar 2.12. Sebanyak 382 (34,73%) merasa sangat khawatir dan 619 (56,27%) merasa khawatir akan tantangan global yang akan dihadapi pemuda kota Jakarta. Sedangkan yang menjawab tidak khawatir sebanyak 89 (8,09%) dan 10 responden menjawab sangat tidak khawatir. Gambar 2.12 Tingkat kekhawatiran Pemuda terhadap tantangan global. Sangat Tidak Tidak Khawa[r Khawa[r 8.09% 0.91%
Khawa[r 56.27%
Sangat Khawa[r 34.73%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013.
Gambaran Pemuda Kota Jakarta mengenai konsep Responsible Consumer Untuk responsible consumer, polling diukur melalui tingkat kepentingan pemuda memiliki barang elektronik pada kehidupan sehari-hari; alasan pemuda menggunakan barang elektronik; pemakaian produk luar negeri; dan pendapat mengenai kualitas produk dalam negeri yang digambarkan pada gambar 2. 13, 2.14, 2.15, dan 2.16 Gambar 2.13 Tingkat kepentingan terhadap barang elektronik pada kehidupan sehari-hari Tidak Pen[ng 0.64%
Sangat Tidak Pen[ng 0.18%
Pen[ng 40.91%
Sangat Pen[ng 58.27%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013. Mengenai Tingkat kepentingan terhadap barang elektronik disaijakan pada Gambar 2.13 dimana sebanyak 641 responden (58,27%) menjawab sangat penting, 450 responden menjawab penting (40,91%). Kemudian 7 responden menjawab tidak penting dan 0,18% menjawab sangat tidak penting. Kemudian variabel kedua diukur dengan pertanyaan alasan menggunakan produk elektronik yang disajikan pada gambar 2.14. menjawab
mempermudah
pekerjaan,
209
Sebanyak 690 responden
responden
menjawab
mengikuti
perkembangan zaman. Kemudian 94 responden menjawab karena pergaulan dan sisanya sebanyak 107 responden menjawab alasan lain.
Gambar 2.14 Alasan menggunakan produk elektronik Pergaulan Lainnya /Gaya 9.73% Hidup 8.55%
Mengiku[ Perkemba ngan Zaman 19.00%
Memper mudah Pekerjaan 62.73%
Sumber : Poling Wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013. Variabel ketiga dengan pertanyaan polling pemakaian produk Luar Negeri yang disajikan pada gambar 2.15. Dimana 1002 responden menjawab ya dan hanya 98 responden menjawab tidak memakai produk luar negeri. Gambar 2.15 Pemakaian produk Luar Negeri Tidak 8.91%
Ya 91.09%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013.
Gambar 2.16 Kualitas produk dalam negeri menurut Pemuda Jakarta Tidak Bagus 10.18%
Sangat Bagus 16.00%
Sangat Tidak Bagus 0.45%
Bagus 73.36%
Sumber : Polling wawasan ke-Jakartaan, Permasalahan Jakarta khususnya Pemuda dan Harapan Pemuda, 2013.
Variabel terakhir dengan mengukur kualitas produk dalam negeri menurut Pemuda Jakarta digambarkan pada gambar 2.16. Sebanyak 807 responden menjawab bagus, 176 responden menjawab sangat bagus. Kemdian sebanyak 112 responden menjawab tidak bagus dan 5 responden menjawab sangat tidak bagus.
Pemuda Jakarta dan Kekerasan Untuk fenomena kekerasan yang dilakukan pemuda, makalah ini mengambil data dari Polri Daerah Metro Jaya. Data tersebut disajikan pada gambar 2.17 dan 2.18. Dimana kekerasan dibagi menjadi dua yaitu kekerasan unjuk rasa dan tawuran pelajar. Untuk kekerasan unjuk rasa dari gambar 2.17 terdapat 18 kasus di tahun 2012 yang melibatkan 2650 orang dan menelan korban 2 orang dan diamankan sebanyak 94 orang. Sedangkan untuk tahun 2013 kasus kekerasan unjuk rasa terjadi sebanyak 28 kasus yang melibatkan 4801 orang dan 100 orang telah diamankan polisi setempat. Kemudian untuk kekerasan tawuran yang melibatkan pelajar digambarkan pada gambar 2.18. Untuk tahun 2012 total kasus tawuran pelajar sebanyak 21 yang mengakibatkan 8 korban meninggal dunia, 6 korban luka berat dan 1 korban luka
ringan. Sedangkan untuk tahun 2013 terjadi kasus sebanyak 17 dengan 4 korban meninggal dunia, 10 korban luka berat, dan 5 korban luka ringan. Gambar 2.17 Data kekerasan unjuk rasa No.
Unjuk Rasa
2012
2013 (Jan-Sep)
1.
Total Kasus
18
28
2.
Jumlah Mahasiswa
2650
4801
3.
Korban
2
-
4.
Diamankan
94
100
Sumber : Bidang Humas, Polda Metro Jaya
Gambar 2.18 Data kekerasan tawuran pelajar No.
Tawuran Pelajar
2012
2013 (Jan-Sep)
1.
Total Kasus
21
17
2.
Korban Meninggal Dunia
8
4
Luka Berat
6
10
Luka Ringan
1
5
Sumber : Bidang Humas, Polda Metro Jaya
Gambaran Lingkungan Meso Jakarta Institusi Keluarga Jumlah Keluarga di Provinsi D.K.I. Jakarta adalah sebanyak 2.508.869 keluarga dengan rata – rata penduduk per rumah tangga adalah sebanyak 3-4 orang (Gambar 2. 19). Persebaran keluarga terbanyak di Jakarta Timur dengan jumlah keluarga sebanyak 690.608 keluarga (27,53%). Kemudian diikuti oleh Jakarta Barat sebanyak 608.342 keluarga dan Jakarta Selatan dengan 532.887 keluarga. Gambar 2.19 Tabel Jumlah Keluarga/Rumah Tangga dan rata-rata Penduduk per rumah tangga Rumahtangga No
Kab/Kota Jumlah
1.
KEPULAUAN SERIBU
2.
%
Rata rata Penduduk per Rumah tangga
4,870
0.19
4.33
JAKARTA TIMUR
690,608
27.53
3.90
3.
JAKARTA SELATAN
532,887
21.24
3.87
4.
JAKARTA PUSAT
234,980
9.37
3.83
5.
JAKARTA UTARA
437,182
17.43
3.76
6.
JAKARTA BARAT
608,342
24.25
3.75
2,508,869
100.00
3.83
TOTAL PROVINSI DKI JAKARTA
Sumber : BPS Jakarta, 2010. Institusi Sekolah Jumlah Institusi sekolah untuk Kota Jakarta disajikan pada gambar 2.20. Dimana jumlah sekolah di tingkat SMA, MI, SMK dan sederajatnya terjadi kenaikan dan penurunan dari 5 tahun belakangan walaupun tidak signifikan. Jumlah institusi sekolah untuk tingkat SMA, MI, SMK dan sederajatnya sampai dengan tahun 2011 adalah sebanyak 1147 institusi sekolah.
Gambar 2.20 Tabel jumlah institusi SMA, MI, SMK dan sederajatnya 2007-2011 di Kota Jakarta Tahun
Jumlah Institusi
2007
1145
2008
1149
2009
1122
2010
1108
2011
1147
Sumber: Diolah penulis, BPS Jakarta 2012. Sebelum dihapuskannya RSBI oleh keputusan Mahkamah Konstitusi, jumlah RSBI untuk institusi SMA adalah 10 sekolah. Adapun jumlah institusi SMA di kota Jakarta adalah sebanyak 117 SMA.
Pergaulan Pemuda Jakarta Pergaulan perkotaan identik dengan konsumsi kebutuhan sekunder dan tersier. Sehingga akan menjadi wajar jika banyak mall-mall yang ada di Jakarta. Planolog Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mal yang ada di Jakarta sudah melebihi batas ideal. Hal ini membuat Jakarta menjadi kota dengan mal terbanyak di dunia. Jumlahnya pusat belanja yang ada di Jakarta mencapai 170 lebih dan telah melebihi batas ideal dari jumlah penduduknya.30 Selain Mall, toko-toko kelontong yang dijadikan tempat berkumpulnya pemuda juga menjadi tempat pergaulan di kota Jakarta. Dari studi lapangan yang dilakukan penulis dari 5 institusi pendidikan jarak antara sekolah dengan toko-toko kelontong tersebut kurang dari 2km. Setelah pulang sekolah ataupun kuliah, toko-toko tersebut langsung dikunjungi oleh siswa/mahasiswa setempat.
30
Jakarta, Kota dengan Mal Terbanyak di Dunia diunduh dari http://metro.news.viva.co.id/news/read/165684-jumlah-mal-di-jakarta-sudah-tak-ideal
Gambar 2.21 Gambaran Pergaulan Pemuda di Mall dan toko Kelontong
Sumber : diolah penulis
Gambaran Makro Pemuda Kota Jakarta Gambar 2.22 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Jakarta TAHUN 2011
SEKTOR
RUPIAH (JUTA)
2010 %
RUPIAH (JUTA)
2009 %
RUPIAH (JUTA)
2008 %
RUPIAH (JUTA)
2006 %
RUPIAH (JUTA)
%
PERTANIAN
306.661
0,07
304.274
0,08
301.754
0,08
300.720
0,09
294
0,09
PERTAMBANGAN
1.032.115
0,24
950.016
0,24
936.029
0,25
937.999
0,27
933
0,3
INDUSTRI PENGOLAHAN
62.044.551
14,7
60.567.510
15,31
58.447.652
15,73
58.367.314
16,5
53.647
17,15
LISTRIK DAN AIR BERSIH
2.691.351
0,64
2.588.998
0,65
2.450.865
0,66
2.343.587
0,66
2.076
0,66
BANGUNAN
44.375.449
10,51
41.143.270
10,4
38.422.395
10,34
36.178.854
10,23
31.166
9,97
PERDAGANGAN, HOTEL, RESTORAN
92.324.503
21,87
85.980.580
21,73
80.154.121
21,58
77.064.386
21,79
67.598
21,61
ANGKUTAN/KOMUNIKASI
53.271.793
12,62
46.776.560
11,82
40.769.712
10,98
35.258.578
9,97
26.636
8,52
BANK/KEU/PERUM
116.889.924
27,69
111.279.950
28,13
106.788.434
28,75
102.707.651
29,04
94.342
30,17
JASA
49.226.224
11,66
46.042.416
11,64
43.198.538
11,63
40.564.301
11,47
36.059
11,53
422.162.571
100
395.633.574
100
371.469.500
100
353.723.390
100
TOTAL LAJU PERTUMBUHAN
7
7
5
312.752
6
Laju pertumbuhan ekonomi regional kota Jakarta berkisar antara 5 – 7%, untuk tahun 2006-2008 sebesar 6 %, 2008-2009 sebesar 5 %, 2009-2010 sebesar 7% dan untuk tahun 2010-2011 sebesar 7%. Komposisi tertinggi untuk PDRB kota Jakarta berada di sektor bank, keuangan, dan perumahan sebesar 116,889 triliun Rupiah (27,69%) pada tahun 2011. Diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 92,32 triliun rupiah (21,87). Sektor yang cukup pesat peningkatannya adalah sektor angkutan dan komunikasi dengan margin peningkatan sekitar 5-7 triliun setiap tahunnya. Mengenai partisipasi politik, jumlah organisasi kepemudaan yang tercatat di Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta adalah sebanyak 140 organisasi31. Dengan hal tersebut berarti persentase jumlah OKP dengan jumlah pemuda DKI Jakarta adalah sebanyak 140 dibagi dengan 2.971.125 yakni sebesar 0,005 % atau 1 organisasi kepemudaan mewakili 21.222 pemuda.
31
Dinas Olahraga dan Pemuda DKI jakarta, http://disordadki.net
100 -
Analisa Karakteristik Pemuda Kota Jakarta Dari data yang diperoleh mengenai profil kepemudaan, gambaran meso dan makro kepemudaan ditemukan data-data menarik jika dikaitkan dengan konsep yang ada. Mengenai globalisasi Giddens beranggapan bahwa Globalisasi diartikan sebagai bentuk intensifikasi relasi-relasi sosial dunia yang menghubungkan lokalitas yang berjauhan sedemikian rupa sehingga peristiwa-peristiwa lokal dipengaruhi begitupun sebaliknya.32 Dari gambaran mengenai profil kepemudaan ditemukan bahwa nasionalisme pemuda Jakarta dapat dinyatakan cukup baik melihat hasil polling yang disajikan. Namun hal tersebut belum tentu berlaku dalam lingkungan Meso dan Makro pemuda. Untuk lingkungan meso sebagai contoh, pedagang kaki lima mungkin bukan menjadi pilihan bagi mayoritas pemuda dalam berbelanja. Untuk lingkungan makro di Jakarta hal tersebut juga belum dapat dikatakan nasionalisme sudah tinggi di level makro, sebagai contoh kasus adalah beberapa tahun belakangan banyak nama-nama tempat baru di Jakarta yang dinamakan dengan tempat asing seperti Sudirman Central Business District, Sampoerna Strategic Square, Kuningan City, dan sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan konsep yang dikemukakan Parsons mengenai struktural fungsional. Dalam hal ini pemuda mayoritas masih berada di tahapan Goal Atteinment dimana nilai-nilai individu masih diasupi oleh institusi pendidikan sehingga menjadi wajar ketika hasil polling menunjukkan tingkat nasionalisasme pemuda tinggi. Namun ketika pada tahapan Integration ditambah dengan tuntutan Latent Pattern Maintainance pada kasus kota Jakarta sangat mengamini konsep globalisasi, Nasionalisme akan menjadi nilai yang mungkin akan hanya bertahan pada tahapan Goal Atteinment namun akan bias ketika masuk tahapan Integration. Mengenai globalisasi menjadi konsep yang disepakati penulis menjadi nilai Latent Pattern Maintainance Kota Jakarta hal tersebut dapat terlihat dari Profil Meso dan Makro Pemuda Kota Jakarta. Untuk kasus meso dilihat dari makin banyaknya mallmall yang ada di Jakarta. Sedangkan dalam lingkup makro hal tersebut dilihat dari peningkatan yang tajam untuk PDRB di sektor Transportasi dan Komunikasi. Selain
32
Bay, Hedwig Hegar. 2012. Demografi Bonus, Persimpangan Pra Lepas Landas atau Pendadakan Strategis?
dari Profil Meso dan Makro, globalisasi juga sudah tampak di Profil Kepemudaan Jakarta dimana 91% pemuda Jakarta telah memakai produk buatan luar negeri. Mengenai konsep urbanisasi dikaitkan dengan Profil Kota Jakarta, urbanisasi sedikit mengambil peran terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di Kota Jakarta. Urbanisasi mengakibatkan kepadatan penduduk yang terus meningkat yang kemudian
akan
menimbulkan
permasalahan
baru
yaitu
banjir,
kemacetan,
pengangguran, kemiskinan, perumahan liar, dan sebagainya. Menurut Pacione terdapat karakteristik urbanisasi di negara berkembang yaitu, migrasi terjadi secara besarbesaran, industrialisasi tertinggal jauh dari urbanisasi, timbulnya wilayah kumuh. Mengenai analisa kerawanan, kerawanan pemuda di Jakarta menurut penyusun tingkat kerawanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut. No.
Variabel Penyusun Kerawanan
Pemuda Jakarta
1
Attractiveness
Pola konsumsi yang tinggi di bidang komunikasi.
2
Ease of Attack
Institusi Meso dan Makro yang lemah.
3
Impact
Meningkatnya konsumtif di pemuda.
budaya kalangan
Rekomendasi Kebijakan Globalisasi sudah menjadi sebuah nilai yang diakui oleh mayoritas pemuda Jakarta (Laten Patern Maintainance). Sehingga institusi meso dan makro perlu diperkuat dalam pengembangan karakter pemuda, tidak hanya sekolah, institusi keluarga pun perlu diberikan kewajiban penuh dalam pembentukan nilai-nilai yang ada dalam pemuda. Untuk level makro kebijakan-kebijakan pemerintah provinsi seperti rencana pengadaan jam malam untuk remaja perlu dikaji ulang, karena hal tersebut jika tidak didukung dari peran institusi meso (sekolah dan keluarga) akan menjadi sia-sia dan hanya membuat pemuda tersebut tertekan.
Kemudian perlunya pengendalian media massa yang sudah dilindungi UU Kebebasan pers sebaiknya perlu dikaji ulang. Karena dengan adanya globalisasi media massa menjadi agen sosial yang sangat berpengaruh dalam mempengaruhi tingkah laku atau nilai dalam suatu individu. Dengan adanya kebebasan pers menyebabkan informasi yang diterima oleh seseorang/pemuda sangat banyak /overloaded sehingga hal ini yang menyebabkan seseorang pemuda kehilangan jari-dirinya.
III. PENUTUP
Kesimpulan Profil Pemuda Perkotaan Jakarta dapat diklasifikasikan dalam lingkup Profil Kepemudaan (Mikro), Profil Meso Pemuda, Profil Makro Pemuda. Untuk lingkungan mikro yang digambarkan dalam lingkungan mikro nasionalisme pemuda masih dapat dikatakan tinggi, namun efek globalisasi dapat ditemukan dimana pemuda sudah menggunakan produk luar negeri sebanyak 91 persen, mengenai kekerasan angka kekerasan untuk unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa mengalami kenaikan di Tahun 2013 sedangkan untuk tawuran pelajar mengalami penurunan pada tahun 2013. Untuk lingkungan meso, institusi keluarga menggambarkan bahwa jumlah keluarga di Kota Jakarta adalah 2.508.690 keluarga pada tahun 2010 dimana rata-rata anggota keluarga sebanyak 3-4 orang. Untuk institusi sekolah sendiri jumlah sekolah sudah mencapai angka 1147 institusi untuk tingkatan SMA/MI/SMK dan sederajatnya. Sejak digugatnya RSBI dan diputuskan oleh MK, Sekolah RSBI tidak ada lagi pada tahun 2013, namun pada tahun 2010 terdapat 10 SMA dari 117 yang mengategorikan sekolahnya sebagai RSBI. Terkait pergaulan Pemuda sangat dibayangi iklim konsumtif dimana jumlah mall yang ada di Jakarta sebanyak 170 mall, terbanyak di dunia. Terkait lingkungan makro, PDRB terbesar kota Jakarta mengalami pertumbuhan sekitar 5-7% dari 2007-2011. Untuk sektor industri yang mengalami kenaikan pesat adalah Industri Komunikasi dimana rata-rata pertumbuhannya adalah 7% setiap tahun, tertinggi diantara industri lainnya. Sedangkan dalam ranah politik organisasi pemuda masih sedikit jumlahnya, hanya sekitar 140 organisasi yang terdaftar di Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta, dengan angka tersebut 1organisasi mewakili 22.210 pemuda. Saran Gambaran profil kepemudaan ini harus ditindaklanjuti dengan kebijakankebijakan pemerintah yang sesuai dengan gambaran profil kepemudaan ini. Profil Kepemudaan ini yang digambarkan dengan karakteristik pemuda perkotaan bukan
hanya menjadi bahan acuan Kementerian Pemuda dan Olahraga saja tetapi juga dapat bermanfaat untuk berbagai instansi terutama dinas-dinas yang ada di Kota Jakarta.