MAKALAH CLINICAL SCIENCE SESSION TERAPI GANGGUAN BIPOLAR Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa
Oleh: Mona Tania Pahdariesa Adinda Leonisti Rikza Anaupal
(4151121504) (4151121505) (4151121506)
Dosen Pembimbing: Kabul Budiarto., dr., SpKJ (K)
RUMAH SAKIT DUSTIRA/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, berkah, dan karunia-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan clinical science session untuk memenuhi tugas Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa dengan judul “Penanganan Gangguan Bipolar”. Proses penyusunan tugas ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang paling dalam, penyusun mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter/dosen Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa yang telah memberikan bimbingan, serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini sehingga dapat selesai tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam bentuk tata bahasa, ejaan, penyusunan, maupun dari segi materi. Oleh karena itu penyusun terbuka terhadap saran dan kritik konstruktif agar penyusunan tugas yang akan datang lebih baik. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.
Cimahi,
ii
Agustus 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1 1.1 Latar Belakang..............................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2 2.1 Definisi Gangguan Bipolar...........................................................................2 2.2 Etiologi Gangguan Bipolar...........................................................................2 2.3Manifestasi Klinik Gangguan Bipolar...........................................................3 2.4 Pengelolaan Death on Arrival....................................................................... 2.5 Terapi Gangguan Bipolar.......................................................................... DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gangguan (afektif) bipolar merupakan gangguan yang tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).PPDGJ Gangguan bipolar merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang penting, akhir-akhir ini diperkirakan prevalensi gangguan bipolar I sebesar 1% dan gangguan bipolar II sebesar 1,1% dari populasi. Angka kejadian gangguan bipolar pada laki-laki dan perempuan adalah sama. Gangguan bipolar biasanya muncul pada di bawah usia 20 tahun. Gangguan bipolar dapat mengakibatkan masalah, yaitu merusak kehidupan, menggangu kualitas hidup, merusak hubungan, mengganggu sosialisasi, serta bisa mengarahkan pemakaian alkohol dan penyalahgunaan zat. Pengobatan menjadi salah satu aspek yang penting dalam penatalaksanaan gangguan bipolar. Pemahaman yang baik mengenai terapi gangguan bipolar akan membantu dalam kesembuhan pasien, sehingga berdasarkan latar belakang di atas, penyusun tertarik untuk membahas terapi gangguan bipolar. 3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Gangguan Bipolar Menurut ”Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Text
Revision” edisi yang ke empat (DSM IV) gangguan bipolar ialah gangguan gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit satu episode manik, hipomanik, atau campuran yang biasanya disertai dengan adanya riwayat episode depresi mayor.
2.2
Etiologi Gangguan Bipolar Terdapat beberapa penyebab terjadinya bipolar, yaitu genetik, lingkungan, dan
neurobiologik. Selama lebih dua dekade penelitian berusaha untuk mengidentifikasi bahwa diantaranya gen-gen yang berhubungan dengan fungsi neurotransmiter seperti dopamin ( DRD IV dan SLC 683), serotonin (SLC 6A4bdan TPH2), dan glutamat (DAOA dan DTNBP1), dan lainnya yang (BDNF, DISC1, dan NRG1) berhubungan dengan perjalanan penyakit gangguan bipolar. Penelitian menunjukan bahwa peristiwa psikososial dapat berkontribusi langsung atau melalui interaksi dengan genetik menyebabkan gangguan bipolar. Kraepelin berpendapat bahwa episode pertama dari gangguan bipolar depresi atau mania sangat berhubungan dekat dengan stressor psikososial.
5
2.3
Manifestasi Klinik Gangguan Bipolar 1. Episode Manik 1) Terjadi perubahan afek yang harus disertai dengan penambahan energi, sehingga terjadi aktifitas berlebih yang dapat berlangsung paling sedikit selama 1 minggu dan hampir setiap hari. 2) Selama periode gangguan afek dan penambahan energi sebanyak tiga atau lebih dari gejala berikut: a. Grandiositas/ percaya diri berlebihan b. Berkurang kebutuhan tidur c. Cepat dan banyaknya pembicaraan d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba e. Perhatian mudah teralihkan f. Peningkatan aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan/sekolah) g. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang)
6
3) Gangguan mood cukup berat yang menyebabkan rusaknya hubungan social atau pekerjaan atau perlu dirawat di rumah sakit untuk membahayakan diri sendiri atau orang lain. 4) Episode tidak diakibatkan oleh perubahan fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat, terapi, atau pengobatan lain) 2. Episode Hipomanik 1) Terjadi perubahan afek yang harus disertai dengan penambahan energi, sehingga terjadi aktifitas berlebih yang dapat berlangsung paling sedikit selama 4 hari 2) Selama masa gangguan afek . disertai dengan penambahan energi, sehingga terjadi aktifitas berlebih diikuti oleh tiga atau empat gejala berikut: a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri b. Berkurangnya kebutuhan tidur c. Meningkatnya pembicaraan d. Lompat gagasan atau pikiran berlomba e. Perhatian mudah teralih f. Meningkatnya aktivitas atau agitasi psikomotor g. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang)
7
3) Episode berhubungan dengan perubahan pada fungsi yang tidak khas dari individu ketika tidak ada gejala. 4) Gangguan afek dan perubahan fungsi diketahui orang lain. 5) Episode tidak cukup berat untuk menyebabkan gangguan dalam hubungan social dan okupasi. 6) Episode tidak diakibatkan oleh perubahan fisiologis dari suatu zat (penyalahgunaan obat, terapi, atau pengobatan lain).
3. Episode Depresi Mayor 1) Penderita mengalami lebih dari 5 gejala atau tanda yaitu: a. Mood depresi atau hilangnya minat atau rasa senang b. Kehilanngan minat dalam mengerjakan aktvitas sehari-hari c. Penurunan atau kenaikan nafsu makan d. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari e. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari f. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari g. Perasaan tidak berguna atau perasaan bersalah h. Sulit berkonsentrasi
8
i. Adanya pikiran atau tindakan bunuh diri 2) Gejala dapat menyebablan distress atau gangguan dalam hubungan sosial, okupasional 3) Episode ini tidak dikibatkan oleh efek psikologis atau kondisi medis lainnya. 2.4
Diagnosis Gangguan Bipolar 1. Gangguan Bipolar I 2. Gangguan Bipolar II 3. Gangguan Siklotimic 4. Gangguan Bipolar Akibat Penggunaan Zat 5. Gangguan Bipolar dan … yang Diakibatkan Kondisi Medis Lainnya 6. Gangguan Bipolar Spesifik Lainnya yang Berhubungan 7. Gangguan Bipolar yang Tidak Spesifik dan yang Berhubungan
2.5
Terapi Gangguan Bipolar
2.5.1 Terapi Farmakologis Terapi farmakologis pada gangguan bipolar dapat menggunakan obat-obat sebagai berikut: 1. Lithium Sejak tahun 1970 Food and Drug Administration (FDA) lithium digunakan untuk mengatasi mania akut, menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar.
9
Indikasi pemberian lithium adalah mengatasi episode mania. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat. Lithium juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania. Mekanisme kerja lithium dalam mengatasi mania belum diketahui secara pasti, namun diduga ion lithium menimbulkan efek menstabilkan mood dengan menghambat inositol monophosphatase (IMPase) dengan subsitusi satu dari dua ion magnesium pada sisi aktif IMPase. IMPase merupakan enzim yang diyakini sebagai penyebab beberapa gangguan bipolar. Pendapat lain mengatakan bahwa efek antimania lithium disebabkan oleh kemampuannya mengurangi dopamine receptor supersensitivity
dengan
meningkatkan
cholinergic-muscarinic
activity
dan
menghambat Cyclic AMP. Selama penggunan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur, karena dosis terapeutik berdekatan dengan dosis toksik. Gejala efek samping dini (kadar serum lithium 0,8-1,2 mEq/L) diantaranya yaitu mulut kering, haus, gejala GIT (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poliuri, tremor halus (fine tremor lebih nyata pada pasien usia lanjut dan penggunaaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan). Efek samping lain yang tidak berhubungan dengan dosis adalah adalah hipotiroidism, diabetes insipidus nefrogenik, kehilangan Ca tulang, penambahan berat badan, ruam kulit, leukositosis. Gejala intoksikasi bisa muncul jika kadar serum lithium > 1,5 mEq/L diantaranya yaitu gejala dini berupa muntah, diare, tremor kasar, mengantuk,
10
konsentrasi pikiran turun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, dan gaya berjalan tidak stabil. Gejala intoksikasi lithium yang berat dapat menimbulkan penurunan kesadaran (dapat sampai koma dengan hipertoni otot dan kedutan, oliguria, kejangkejang). Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium diantaranya adalah demam (berkeringat berlebihan), diet rendah garam (pasien dengan hipertensi), diare dan muntah-muntah, diet untuk menurunkan berat badan serta pemakaian bersama diuretika, antiemetika dan NSAID. Penggunaan diuretik bersama lithium harus dilakukan hati-hati. Hal ini dikarenakan diuretik yang menginduksi pengeluaran natrium, bisa mengurangi klirens renal lithium yang akan menyebabkan kadar lithium serum meningkat dan risiko toksisitas juga meningkat. Begitu juga pada pemberian bersamaan dengan beberapa obat lain seperti NSAID dan ACE inhibitor. Penggunaan haloperidol dengan lithium dapat memberikan efek neurotoksis bertambah (dyskinesia, ataxia), tetapi efek neurotoksis tidak tampak pada penggunaan kombinasi lithium dengan haloperidol dosis rendah (kurang dari 20 mg/hari). Keadaan yang sama untuk lithium dan carbamazepine. Penggunaan aspirin dan paracetamol tidak ada interaksi dengan lithium. Penggunaan lithium pada anak usia dibawah 12 tahun sebaiknya tidak dilakukan mengingat data keamanan dan keefektifan dari obat ini pada populasi ini belum ada.
11
Pada
gangguan
afektif
bipolar
dengan
serangan-serangan
episodik
mania/depresi lithium carbonate sebagai obat profilakasis terhadap serangan sindrom mania/depresi, dapat mengurangi frekuensi, berat, dan lamanya suatu kekambuhan. Biasanya preparat lithium carbonate dimulai dengan dosis 250-500 mg/hari, diberikan 1-2 kali sehari, dinaikkan 250 mg/hari setiap minggu, diukur serum lithium setiap minggu sampai diketahui kadar serum lithium berefek klinis terapeutik (0,8-1,2 mEq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal berkisar 1000-1500 mg/hari. Dipertahankan sekitar 2-3 bulan, kemudian diturunkan menjadi “dosis maintanace”, konsentrasi serum lithium yang dianjurkan untuk mencegah kekambuhan (profilaksis) berkisar antara 0,5-0,8 mEq/L, ini sama efektifnya bahkan lebih efektif dari kadar 0,8-1,2 mEq/L. Untuk mengurangi efek samping pada saluran cerna (mula, muntah, diare) obat lithium carbonate dapat diberikan setelah makan. Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan sindrom mania/depresi. Penggunaan jangka panjang ini sebaiknya dalam dosis minimum dengan kadar serum lithium terendah yang masih efektif untuk terapi profilaksis (kadar serum lithium diukur setiap hari). 2. Valproat Valproat (depakene) juga disebut asam valproat karena obat ini dengan cepat diubah menjadi bentuk asam di dalam lambung. Terdapat beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian asam valproat, yaitu epilepsi, gangguan bipolar, gangguan skizoafektif, gangguan mental lain
12
(gangguan depresif berat, gangguan panik, gangguan stres pasca trauma, gangguan bulimia nervosa, putus alkohol, dan hipnotik atau ansiolitik dan gangguan eksplosif intermiten). Pemberian valproat per oral cepat diabsorsi dan kadar maksimal serum tercapai setelah 1 sampai 3 jam, masa paruh 8-10 jam kadar dalam darah stabil setelah 48 jam terapi. Penggunaannya obat ini masih terbatas. Perlu dilakukan uji darah komplit dan pemeriksaan faal hepar sebelum mengonsumsi asam valproat. Bentuk sediaan asam valproat yaitu kapsul 250 mg dan bentuk sirup 250 per 5 ml. Dosis hari pertama yang diberikan adalah 250 mg diberikan bersama makanan. Dosis dapat dinaikkan sampai 250 mg per oral 3 kali per hari selama 3 sampai 6 hari. Kadar plasma teraputik untuk mengendalikan kejang adalah 50 dan 100 mg per ml bila obat ditoleransi dengan baik. Dosis anak yang disarankan berkisar antara 20-30 mg per KgBB per hari. Efek samping pada penggunaan asam valproat adalah mual, muntah, diare, anoreksia, trombositopenia, peningkatan enzim liver, sedasi, tremor, peningkatan dan penurunan berat badan. Toksisitas asam valproat menimbulkan gangguan saluran cerna (anoreksia, mual, dan muntah), sistem saraf pusat (ataksia dan tremor, menghilang dengan penurunan dosis), hati (peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan dapat terjadi nekrosis hati), ruam kulit dan allopesia. 3. Karbamazepin
13
Karbamazepin dapat digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia, bangkitan parsial kompleks, bangkitan tonik-klonik (antikonvulsan) dan sebagai mood modulator. Karbamazepin juga dapat digunakan sebagai antimania akut dan terapi profilaksis. Karbamazepin sering digunakan sebagai terapi alternatif pengganti lithium walaupun efeknya tidak sekuat lithium. Indikasi penggunaan terapeutik penggunaan karbamazepin adalah epilepsi, gangguan bipolar (mania, depresi), skizofrenia dan gangguan skizoafektif, gangguan depresif, gangguan pengendalian impuls. Mekanisme kerja karbamazepin belum diketahui dengan pasti, namun efek sampingnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lithium. Pemberian karbamazepin biasanya dimulai dengan dosis 200-400 mg per hari dalam 3 atau 4 dosis dan ditingkatkan menjadi 800-1000 mg per hari pada akhir minggu pertama pengobatan. Bila kemajuan terapi tidak tercapai pada akhir minggu ke-2 pengobatan dan pasien tidak mempunyai efek intoleransi obat maka dosis karbamazepin dapat ditingkatkan sampai 1600 mg per hari. Sumber lain menyebutkan dosis Anjuran untuk karbamazepin adalah 400-600 mg per hari 2-3 kali pemberian. Dosis untuk anak di bawah 6 tahun adalah 100 mg per hari, anak usia 6-12 tahun adalah 2 kali 100 mg per hari. Dosis awal untuk dewasa 2 kali 200 mg hari pertama, selanjutnya dosis ditingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 8001200 mg per hari untuk dewasa dan 20-30 mg perKgBB untuk anak. Dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan. Efek samping yang umum adalah pusing, ataksia, sedasi,
14
disartria, diplopia, nausea, leukopeni. Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama monoamin oksidase inhibitor (MOAI) dan penggunaan MOAI harus dihentikan sekurangkurangnya dua minggu sebelum terapi karbamzepin dimulai. 4. Haloperidol Haloperidol adalah turunan butiropenon yang mempunyai aktivitas sebagai antipsikotik dan efektif untuk pengelolaan hiperaktivitas, agitasi dan mania. Haloperidol memperlihatkan efek antipsikotik yang kuat dan efektif untuk mania dan skizofrenia. Indikasi penggunaan haloperidol adalah psikosis akut dan kronis, halusinasi pada skizofrenia, kelainan sikap dan tingkah laku pada anak. Haloperidol akan cepat diserap pada saluran cerna, kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak obat diminum, kemudian akan menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan dieksresikan melalui empedu. Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal. Efek Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding klorpromazin (CPZ). Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang rangsang konvulsif. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin. Haloperidol memberikan efek terhadap sistem saraf otonom, namun lebih kecil daripada antipsikotik lain.
15
Sediaan haloperidol terdapat dalam bentuk tablet : 0,5 mg, 1,5 mg dan 5 mg, serta dalam bentuk likuor (injeksi) : 2 mg/ml dan 5 mg/ml. Besarnya dosis tergantung kepada umur, keadaan fisik dan derajat kehebatan gejalanya. Untuk dewasa dan anakanak di atas 12 tahun yaitu dosis awal bila gejala sedang : 0,5 mg – 2 mg pemberian 2-3 kali per hari. Dosis awal bila gejala berat : 3 mg – 5 mg pemberian 2-3 kali per hari. Untuk anak 3 -12 tahun : 0,05 mg – 0,15 mg per KgBB per hari terbagi dalam 23 dosis pemberian. Selanjutnya dosis secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan dan toleransi tubuh. Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden tinggi yakni sebanyak 80%.. Efek samping ekstrapiramidal yang timbul adalah gejala parkinsonisme, akatisia, distonia juga bisa terjadi opistotonus dan okulogirik krisis. Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reverse keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Efek samping yang bisa ditimbulkan oleh haloperidol adalah tardif diskinesia. Gejala ini muncul pada pasien dengan terapi jangka panjang atau muncul setelah terapi dihentikan. Risiko lebih besar terjadi pada orang tua, pada terapi dosis tinggi. Gambaran klinis yang terjadi adalah gerakan involunter dan berirama, pergerakan lidah, wajah, rahang atau mulut. Kadang-kadang bisa muncul gerakan involunter pada kaki. Pemberian haloperidol dengan lithium akan mengurangi metabolisme masingmasing obat, sehingga konsentrasi plasma kedua obat tidak akan meningkat. Pemberian haloperidol bersama dengan methyldopa akan menimbulkan efek aditif hipotensif.
16
5. Lamotigrin Lamotrigin merupakan obat pertama yang diberikan oleh FDA untuk pengobatan profilaksis jangka panjang pada gangguan bipolar
a. Farmakokinetik Lamotrigine dapat diabsorpsi dengan cepat dan sempurna di usus. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncaknya 2,5 jam setelah dikonsumsi secara oral. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi maksimal dihambat oleh makanan namun tidak menurunkan jumlah obat yang diabsorpsi. Sekitar 55% berikatan dengan protein. Metabolisme lamotrigine di hepar oleh UDP-glucoronyl transferase. b. Farmakodinamik Lamotrigine dapat menghambat voltage gate sodium channel dan menghambat pengeluarag glutamat dimana glutamat ini adalah asam amino yang memegang peranan pada kejang epilepsi. c. Indikasi Terapeutik -
Epilepsi Dewasa : Lamotrigine merupakan indikasi untuk terapi adjuvan dan
monoterapi epilepsi parsial maupun generalisata termasuk kejang tonik klonik, dan kejang yang berhubungan dengan Lennox-Gastaut Syndrome Anak : Lamotrigine indikasi untuk terapi adjuvan epilepsi epilepsi parsial maupun generalisata termasuk kejang tonik klonik, dan kejang yang berhubungan
17
dengan Lennox-Gastaut Syndrome. -
Gangguan Bipolar Lamictal diberikan untuk mencegah episode mood terutama episode depresif
pada pasien gangguan bipolar. d. Efek samping - Skin Rash Beberapa penelitian melaporkan bahwa skin rash terjadi terutama pada 8 minggu pertama setelah terapi inisiasi lamotrigine. - Gejala Klinis Semakin Memburuk Dan Risiko Bunuh Diri Sekitar 50% pasien gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri paling tidak sekali dalam hidupnya dan gejala depresif semakin memburuk. e. Interaksi Obat Lamotrigine apabila digunakan bersama valproat dapat menurunkan konsentrasi valproat hingga 25%. Kombinasi lamotrigine dengan antikonvulsan lain dapat memiliki efek yang kompleks terhadap waktu puncak konsentrasi di plasma dan waktu parah dari lamotrigine. f. Dosis Obat
Minggu 1&2 Minggu 3&4 Minggu 5
Lamotrigine dgn valproat (mg/day) 12,5 25 50
Lamotrigine dgn Carbamazepine (mg/day) 50 100 200
Lamotrigine dgn neither (mg/day) 25 50 100
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Yatham LN, Malhi GS. Bipolar disorder. United States: Oxfords University Press, 2011. 2. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri. Jilid Dua. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010. 3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th ed. Arlington: American Psychiatric Association; 2000. 4. MIMS. Official Drug Reference for Indonesia Medical Profession, volume 7, 2006. 5. Essensial Drug in Psychiatry Division of Mental Health. World Health Organization. Geneva. 1993. 6. Sadock, BJ. Pocket Hand book of psychiatric Drug Treatment. Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins, PA. USA, 2001. 7. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Obat Antimania. (Available on-line with updates at http://www.scribd.com/doc/121478453/ANTIMANIA): 1-18. 2009 [diunduh 27 Agustus 2013].
30