ISSN 1410-3680 305/AU2/P2MBI/08/2010
Majalah Ilmiah
Pengkajian Industri Volume 4 Nomor 2 : Agustus 2010
Topik Industri Transportasi
Diterbitkan oleh : Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun & Rekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta
MI.PI
Vol.4
No.2
Hal.103 - 182
Jakarta, Agustus 2010
ISSN1410-3680
ISSN 1410-3680 Terakreditasi No. 305/AU2/P2MBI/08/2010
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri Volume 4 Nomor 2 : Agustus 2010 Majalah Ilmiah Pengkajian Industri adalah wadah informasi bidang Pengkajian Industri berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah terkait dalam bidang industri. Terbit pertama kali pada tahun 1996 frekuensi terbit tiga kali setahun pada bulan April, Agustus dan Desember
Penanggung Jawab : Pusat Teknologi Industri Proses Pusat Teknologi Industri Mesin dan Alat Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan Unit Pelaksana Teknis Balai Pengkajian Dan Penelitian Hidrodinamika Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Aero Gas Dan Getaran Balai Mesin Perkakas, Teknik Produksi Dan Otomasi Balai Thermodinamika, Motor Dan Propulsi Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur Balai Pengkajian Dinamika Pantai
Ketua Dewan Redaksi : Dr.Ir.Abdul Ghofar, M.Eng (Teknik Kimia) Anggota : Prof.Ir.Djoko Wahyu Karmiadji, MSME, Ph.D., APU (Teknik Mesin) Dr.Ir.H.Haryanto (Teknik Perkapalan), M.Eng., Dr.Ir.Sudirman Habibie, M.Sc.(Kimia Tekstil) Dr.Ir. Buana Ma’ruf, M.Sc.(Teknik Perkapalan), MM., Dr.Machfud Alhuda, M.Eng.(Teknik Elektro) Dr. Ir.Amin Suhadi (Metalurgie & Material), M.Eng. Dr. Rahman Hidayat, M.Eng, (Teknik Sipil) Ir. Rizqon Fajar, M.Sc.(Teknologi Bahan Bakar & Pelumas), Ir.Wibawa Purabaya,(Mekanik/Aerodinamik) Redaksi Pelaksana : Ir.Achmad Mulyana, MT (Ketua), Ir.Iwan Setyadi, MT, Drs. Mahendra Anggravidya, MSi Drs. Mohammad Dahsyat, MM, Ir.Soegeng Hardjono, MSc Drs.Syafril Karana, BE. Ir.Akhmad Rifai, Ir.Bambang Hartono, Ir.Martini Rahayu, Ir.Murni Asti
Alamat Redaksi/Penerbit : Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa Gedung II BPPT Lantai 9, Jl.M.H.Thamrin 8, Jakarta 10340 Telepon : (021)316.9320, 9305, Fax.(021)316.9309 E-mail :
[email protected]
M..P.I. Vol.4.No.2., Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada para pakar yang telah diundang sebagai Mitra Bestari / Penelaah oleh Majalah Pengakajian Industri dalam Volume 4.No.2. Tahun 2010. Berikut ini daftar nama pakar yang berpartisipasi :
Nama
Alamat / Instansi
Budiarto, Prof.Riset, MSc., Ir., APU (Bid.Teknik Kimia dan Material)
PPEN, Badan Tenaga Atom, Jl.Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710
I Nyoman Jujur, Dr., MEng., Ir. (Bid.Teknik Mesin)
P3 Teknologi Material, BPPT, Ged.2 BPPT Lt.22 , Jl.M.H.Thamrin No 8, Jakarta 10340
I Ketut Aria Pria Utama, Prof., Ir.,MSc. PhD (Bid.Teknik Perkapalan)
Guru Besar Pada Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111
M.S.Boedoyo, Prof.Riset, MEng., Ir., APU (Bid.Energi dan Teknik Mesin)
Tim Perencanaan Energi , BPPT, Ged.2 BPPT Lt.20 , Jl.M.H.Thamrin No 8, Jakarta 10340
Paul Indiyono, Prof., Ir.,MSc. PhD (Bid.Teknik Perkapalan)
Guru Besar Pada Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111
Sulistijono, Prof.Dr.Ir. DEA (Bid.Teknik Material Desain)
Fakultas Teknologi Industri, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya
ISSN 1410-3680
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
Kata Pengantar Perkembangan Teknologi dibidang Sarana Transportasi baik laut maupun darat merupakan produk hasil penelitian yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut, Majalah Pengkajian Industri Vol.4, No.2, Agustus 2010 ini, berusaha menyajikan beberapa hasil penelitian dari para peneliti dan perekayasa yang bergerak dibidang Teknologi Sarana Transportasi Laut maupun Darat. Dibidang Teknologi Sarana Transportasi Laut, majalah MPI kali ini menampilkan beberapa hasil penelitian pengaruh jarak antara sisi lambung kapal katamaran dan rasio lebar/panjang kapal katamaran terhadap tahanan kapal dibawah topik ”Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi Slenderbody Method”, serta kajian proses pembangunan kapal SEP-Hull dalam topik ”Teknologi Pembangunan Skala Komersiil Kapal SEPHull Berbahan Fiberglass, pengaruh kondisi eksisting gelombang perairan antar pulau di Indonesia terhadap tinggi haluan kapal yang diuraikan dalam topik ”Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo”. Sedangkan dibidang Teknologi Sarana Transportasi Darat, edisi majalah MPI kali ini menampilkan beberapa hasil penelitian diantaranya adalah permasalahan kekuatan struktur chassis truk akibat pengaruh beban muat kendaraan, kondisi jalan yang tidak rata, lintasan yang berkelok dan naik turun dibawah topik penelitian ”Uji Kekuatan Chassis Truk Pada Berbagai Kondisi Jalan” , kebutuhan desain ruang penumpang yang nyaman pada angkutan umum untuk roda tiga diuraikan dalam topik ”Perancangan Kabin Pengemudi Kendaraan ARjUNA (Angkutan Ramping juga Unik, Nyaman, dam Aman) Dengan Pendekatan Konsep Ergonomi”, pengaruh efisiensi daya/ torsi mesin akibat faktor kelelahan katup pegas dalam topik ”Analisis Fatik Terhadap Perubahan Konstanta Pegas Katup Motor Bensin 1500 cc”, pengaruh beban dinamis seperti getaran dan tegangan tarik yang berlebih mengakibatkan deformasi dan keretakan pada olipe-ring dalam topik ”Fenomena Fatigue Penyebab Kerusakan Oil-Tube Pada Mesin Diesel Kendaraan”, perlunya pembangunan industri otomotif nasional yang terarah beserta komponennya yang diuraikan dibawah topik ”Road Map Industri Otomatif Indonesia”, serta manfaat dan permasalahan BBG nasional dalam topik ”Intensifikasi Pemanfaatan BBG untuk Transportasi”. Akhirnya redaksi selalu berusaha meningkatkan mutu artikel dan memperbaiki penampilan Majalah Pengkajian Industri dengan selalu menghargai kritik dan saran yang membangun. Semoga majalah ini bermanfaat.
Redaksi
ISSN 1410-3680
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
Majalah Pengkajian Industri •
Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi ‘Slenderbody Method’, Andi Jamaluddin, I Ketut Aria Pria Utama dan M.Arief Hamdani
103 - 112
•
Kajian Teknologi Pembangunan Skala Komersil Kapal SEP-Hull Berbahan Fiberglass, Buana Ma’ruf, dan Andi Jamaluddin
113 - 122
•
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, Soegeng Hardjono
123 - 134
•
Uji Kekuatan Chasis Truk Pada Berbagai Kondisi Jalan, Abdul Rachman Kusasi
135 - 142
•
Perancangan Kabin Pengemudi Kendaraan ARJUNA (Angkutan Ramping Juga Unik, Nyaman dan Aman) Dengan Pendekatan Konsep Ergonomi, Ziarini Z. Karmiadji dan Djoko W. Karmiadji
143 - 150
•
Analisis Fatik Terhadap Perubahan Konstanta Pegas Katup Motor Bensin 1500 cc, Moch. Yunus & Djoko W. Karmiadji
151 - 156
•
Fenomena Fatigue Penyebab Kerusakan Oil-Tube Pada Mesin Diesel Kendaraan, Eka Febriyanti
157 - 164
•
Road Map Industri Otomotif Indonesia, Irwan Ibrahim
165 - 172
•
Intensifikasi Pemanfaatan BBG Untuk Transportasi, Ihsan Mahyudin dan Irwan Ibrahim
173 – 18
ISSN 1410-3680
Abstrak M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
KAJIAN INTERFERENSI KOEFISIEN HAMBATAN PADA LAMBUNG KAPAL KATAMARAN MELALUI KOMPUTASI ’SLENDERBODY METHOD’ Andi Jamaluddin a, I Ketut Aria Pria Utama b & M.Arief Hamdani c Abstrak Kapal cepat katamaran untuk beberapa aplikasi transportasi telah berkembang dengan pesat. Makalah ini memaparkan kajian interferensi komponen hambatan akibat perubahan jarak antara lambung katamaran. Katamaran atau lambung kapal ganda dapat berbentuk dua lambung yang simetris dan tidak simetris (setengah dari potongan memanjang lambung simetris). Metode slenderbody didalam program ‘Hullspeed- Maxsurf’ digunakan untuk menghitung komponen hambatan. Metode ini mengasumsikan bahwa rasio antara lebar dan panjang adalah sangat kecil. Pengaruh interferensi komponen hambatan terhadap jarak antara kedua lambung katamaran dijelaskan dan didiskusikan dengan beberapa data penelitian yang telah dipublikasikan. Kata kunci : Interferensi, koefisien hambatan, kapal Katamaran, slenderbody method
TEKNOLOGI PEMBANGUNAN SKALA KOMERSIL KAPAL SEP-HULL BERBAHAN FIBERGLASS Buana Ma’ruf a dan Andi Jamaluddin b Abstrak Setelah menilai proses pembangunan Pengaruh Perencanaan Permukaan Hull (September-Hull) 8 meter terbuat dari Fiberglass Reinforced Plastik (FRP), ditemukan bahwa, beberapa perbaikan dan pengembangan teknologi semacam ini diperlukan jika kapal akan dibangun di galangan kapal komersial nasional berdasarkan pada aturan klasifikasi BKI. Makalah ini menjelaskan tiga aspek pengembangan potensi, termasuk: desain dan spesifikasi, bahan, dan proses produksi. Aspek-aspek tersebut dinilai berdasarkan hasil survei lapangan di galangan prototipe dan lainnya fiberglass galangan kapal, dan hasil pengujian spesimen laminasi fiberglass. Kata kunci : Teknologi pembangunan, SEP-Hull, fiberglass,
ISSN 1410-3680
Abstrak M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
KAJIAN TINGGI HALUAN KAPAL PELAYARAN DALAM NEGERI TIPE GENERAL CARGO Soegeng Hardjono
Abstrak Tinggi haluan kapal merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan tinggi garis muat kapal seperti yang disaratkan oleh peraturan internasional dalam International Load Line Convention’ 66 (ILLC’66) bersama amandemennya. Disisi lain, peraturan penentuan garis muat Indonesia tidak mempertimbangkan faktor tinggi haluan. Hal ini dikarenakan peraturan dalam negeri secara historis mengadop peraturan pemerintah Jepang, dimana peraturan garis muat Jepang hanya berfungsi mengatur tinggi garis muat kapal-kapal yang beroperasi diwilayah pantai perairan air tenang Jepang dengan ketinggian gelombang maksimum 1.5 m. Di Indonesia, kapal-kapal tipe general cargo dioperasikan diwilayah perairan yang berbeda yaitu perairan antar pulau dengan ketinggian gelombang maksimum 3 m. Setelah melalui uji hidrodinamik pada kapal barang tipe general cargo panjang 50 m dengan skala model dilaboratorium hidrodinamika diperoleh hasil bahwa kapal yang beroperasi diperairan antar pulau Indonesia harus mempunyai tinggi haluan minimum ± 255 mm yang berarti mempunyai nilai rasio tinggi haluan terhadap basic freeboard pada kisaran 6.4. Nilai tinggi haluan tersebut relatif sama dengan hasil yang diperoleh melalui perhitungan berdasarkan ILLC’66 yaitu sekitar 252 mm. Sehingga penentuan tinggi haluan kapal dalam negeri bisa menggunakan peraturan ILLC’66. Kata kunci: Tinggi haluan, garis muat, uji hidrodinamik, peraturan.
UJI KEKUATAN CHASSIS TRUK PADA BERBAGAI KONDISI JALAN. Abdul Rachman Kusasi Abstrak Paper ini membahas tentang pengujian kekuatan dari suatu chasis atau struktur kendaraan truk yang diuji dengan dioperasikan pada tipikal jalanjalan yang dipilih. Kondisi jalan-jalan berkerikil ini adalah lurus-rata, berkelok, dan naik-turun sepanjang 12 km. Pengukuran regangan yang terjadi dilakukan selama truk bergerak, cara pengukuran adalah dengan mamasang 8 set strain gauges di- lokasi kritis dari chasis kendaraan ini, seperti terlihat pada Gambar 3. Inspeksi sebelum dan sesudah pengujian dilakukan dengan teknik Dye penetrant dan Magnetic particle. Hasil pengukuran regangan maksimum yang terjadi selama bergerak pada jalan-jalan tersebut adalah sebesar 619 µstrain atau bila dikonversikan menjadi tegangan nilainya menjadi 130 MPa lebih kecil dari pada 240 MPa (tegangan luluh) bahan dasar chasis), sehingga kekuatan chasis truk masih memenuhi syarat dalam mendukung beban operasinya. Kata kunci :
Chassis, trucks, road condition
ISSN 1410-3680
Abstrak M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
PERANCANGAN KABIN PENGEMUDI KENDARAAN ARJUNA (ANGKUTAN RAMPING JUGA UNIK, NYAMAN, DAN AMAN) DENGAN PENDEKATAN KONSEP ERGONOMI Ziarini Z. Karmiadji a dan Djoko W. Karmiadji b Abstrak Dengan berpegangan pada prinsip dan kaedah-kaedah ilmu ergonomi, peneliti melakukan perancangan kabin pengemudi kendaraan A.R.j.U.N.A (Angkutan Ramping juga Unik Nyaman dan Aman) dengan pendekatan antropometri. Sebanyak 30 kuesioner disebar kepada para pengemudi ojek di 5 wilayah berbeda, yakni Cibubur, Depok, Serpong, BSD, dan Tangerang. Selain mengumpulkan data kepuasan para pengemudi ojek terhadap kondisi kendaraan roda dua yang ada dan saran mereka terhadap inovasi baru, data antropometri tubuh masing-masing responden diukur. Setelah berbagai pengujian data dan sketsa, hasilnya adalah sebuah kendaraan ramping berdimensi panjang 2366 mm, lebar 800 mm, dan tinggi 1690 mm. Dimensidimensi utama dari kabin pengemudi adalah jarak dari dudukan kursi ke atap kendaraan sebesar 1000 mm, jarak antara dashboard ke sandaran kursi sebesar 860 mm, dan jarak dari titik atas pedal kaki ke ujung bawah kemudi sebesar 460 mm. Kabin ini juga diberi beberapa sentuhan inovasi tambahan berupa bentuk jok dengan sandaran, peletakan mesin di bawah jok pengemudi, sabuk pengaman, setir kemudi bulat, dan sistem gas serta rem dengan pedal kaki. Diharapkan inovasi ini mampu menjadi terobosan baru bagi produk otomotif nasional. Kata kunci : Kabin pengemudi, ARjuNA, ergonomi
ANALISIS FATIK TERHADAP PERUBAHAN KONSTANTA PEGAS KATUP MOTOR BENSIN 1500 CC Moch. Yunus a dan Djoko W. Karmiadji b Abstrak Salah satu komponen yang dapat mempengaruhi terjadinya penurunan daya atau torsi yang dihasilkan oleh proses pembakaran bahan bakar pada motor bensin empat langkah adalah lemahnya pegas katup yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan penutupan katup-katup pada saat proses pembakaran bahan bakar. Lemahnya pegas katup ini ditunjukan dengan menurunnya nilai konstanta pegas. Pada penelitian ini dilakukan terhadap pegas katup motor bensin empat langkah 1500 CC yang berdasarkan pengujian statis mempunyai nilai konstanta pegas 36,44 N/mm. Setelah pegas tersebut dilakukan uji lelah/uji dinamis dengan pembebanan sebesar 5190,312137 N - 6228,37456 N terhadap variasi variabel bebasnya temperatur 2000C – 2400C, langkah tekan 5 mm – 6 mm, dan waktu 11 jam – 12 jam secara teknis mengalami penurunan nilai rata-rata konstanta pegasnya sebesar 5,6676 %. Jika dianalisa berdasarkan pengaruh variabel bebasnya penurunan nilai konstanta pegas yang terbesar adalah 7,65699 % terjadi pada temperatur 2400C, langkah tekan 6 mm, dan waktu uji lelah 11 jam. Kata kunci : Analisis fatik, pegas katup, motor bensin
ISSN 1410-3680
Abstrak M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
FENOMENA FATIGUE PENYEBAB KERUSAKAN OIL-TUBE PADA MESIN DIESEL KENDARAAN Eka Febriyanti Abstrak Oil tube merupakan komponen penting pada mesin diesel, apabila komponen ini rusak maka seluruh kinerja dari sistem permesinan tidak dapat beroperasi. Pada penelitian ini oil tube mengalami kerusakan selama mesin diesel beroperasi. Detail analisis dari permukaan yang rusak menunjukkan bahwa kerusakan oil tube pada mesin diesel disebabkan oleh stres nominal tinggi / beban tarik tinggi dalam siklus rendah. Kerusakan pada oil tube diawali dengan adanya deformasi dari olipe ring pada oil tube. Pengencangan olipe ring yang berlebih dan berulang terus-menerus diduga menyebabkan terjadinya deformasi pada olipe ring. Deformasi pada permukaan olipe ring bertindak sebagai penyebab timbulnya tegangan. Dengan adanya getaran dan tegangan tarik sisa, retak fatigue terbentuk dan merambat sampai material tidak mampu lagi menahan beban yang mengakibatkan patah akhir. Kata Kunci : Fatigue,Oil-tube, Mesin Diesel
ROAD MAP INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA Irwan Ibrahim Abstrak Produk otomotif berupa kendaraan bermotor dapat diproduksi di dalam negeri atau diimpor. Peluang untuk membangun industri otomotif sebetulnya cukup tersedia. Persoalannya industri otomotif yang bagaimana yang tepat dikembangkan. Diperlukan roadmap industri otomotif yang dijadikan acuan pembangunan industri tersebut secara bertahap. Roadmap memberikan gambaran tentang sosok industri otomotif yang dituju. Tulisan ini mengkaji ketersediaan roadmap industri otomotif dari tahun 1980an hingga sekarang. Tidak ditemukan roadmap industri otomotif yang jadi pegangan nasional. Kalaupun ada, lebih bersifat parsial. Diperkirakan agen tunggal pemegang merek memilikinya, tetapi hanya untuk kepentingan mereka di Indonesia. Kegagalan peluncuran mobil nasional antara lain disebabkan ketiadaan roadmap yang diakui dan diacu pihak yang terlibat. Industri komponen otomotif pun seharusnya berjalan sesuai roadmap yang mendukung industri otomotif nasional. Kata kunci: roadmap, otomotif, industri kendaraan bemotor
ISSN 1410-3680
Abstrak M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010 __________________________________________________________________________________________________
INTENSIFIKASI PEMANFAATAN BBG UNTUK TRANSPORTASI Ihsan Mahyudin adan Irwan Ibrahim b Abstrak Adanya sumber gas alam yang cukup, berkurangnya cadangan minyak, dan rendahnya kualitas udara di kota-kota besar mendorong pemakaian bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan bermotor. Kampanye penggunaan BBG bagi taxi dan bus diadakan di Jakarta tahun 1986. Hal serupa dilakukan di Surabaya, Semarang melalui program langit biru tahun 1996. Namun pemakaian BBG tidak berlanjut, bensin dan solar kembali digunakan. Tulisan ini meneropong akar masalah diskontinuitas pemakaian BBG. Ditemukan bahwa penyebab utamanya: SPBG terbatas, suplai dan kualitas BBG tidak stabil, kebijakan harga tidak kondusif, insentif untuk peralatan BBG kurang. Intensifikasi pemakaian BBG harus memperhatikan kesiapan SPBG, pasokan BBG, dan insentif. Prioritas pemakaian pertama untuk taxi, bus umum karena jarak tempuhnya per hari tinggi. Konsisten kebijakan pemerintah perlu dijaga, diikuti dengan koordinasi yang baik semua lembaga terkait. Kata Kunci: BBG, transportasi, SPBG, intensifikasi, angkutan umum
ISSN 1410-3680
Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi ‘Slenderbody Method’, (Andi Jamaluddin, I Ketut Aria Pria Utama dan M.Arief Hamdani) _________________________________________________________________________________________________
KAJIAN INTERFERENSI KOEFISIEN HAMBATAN PADA LAMBUNG KAPAL KATAMARAN MELALUI KOMPUTASI ’SLENDERBODY METHOD’ Andi Jamaluddin a, I Ketut Aria Pria Utama b dan M.Arief Hamdani c a
a
Peneliti, UPT. Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT, Mahasiswa Program S-3, Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Jl. Hidrodinamika Kompleks ITS Sukolilo- Surabaya; Tel. 031-5948060 F.031-5948066Kota E-mail : a
[email protected] b
c
Professor, Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Mahasiswa Program S-1, Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 60111 ... E-mail: b
[email protected], c
[email protected]
Abstrak Kapal cepat katamaran untuk beberapa aplikasi transportasi telah berkembang dengan pesat. Makalah ini memaparkan kajian interferensi komponen hambatan akibat perubahan jarak antara lambung katamaran. Katamaran atau lambung kapal ganda dapat berbentuk dua lambung yang simetris dan tidak simetris (setengah dari potongan memanjang lambung simetris). Metode slenderbody didalam program ‘Hullspeed- Maxsurf’ digunakan untuk menghitung komponen hambatan. Metode ini mengasumsikan bahwa rasio antara lebar dan panjang adalah sangat kecil. Pengaruh interferensi komponen hambatan terhadap jarak antara kedua lambung katamaran dijelaskan dan didiskusikan dengan beberapa data penelitian yang telah dipublikasikan. Kata kunci : Interferensi, koefisien hambatan, kapal Katamaran, slenderbody method Abstract The past decade has witnessed a rapid growth of interest in the development of fast catamaran for various applications. The paper describes the study of interference resistance components on demihull separation. Catamarans or twin-hull vessels may be formed either by connecting two symmetrical demihulls or by splitting a mono hull into two halves to form two asymmetric demihulls. The slenderbody method in Hull Speed- Maxsurf Program was used for predicting the resistance components. The method assumes that the ship’s beam is small compared to its length. Effect of resistance interference components on catamaran hull separations are explained and discussed with some work from other published data, which shows good agreement. Keywords : Interference, the drag coefficient, catamarans, slenderbody method Diterima (received) : 15 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 14 Juli 2010, Disetujui (accepted) : 30 Juli 2010
ISSN 1410-3680
103
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 103 - 112 __________________________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN Penelitian tentang hambatan dan propulsi pada lambung kapal katamaran atau twin hull belakangan ini mengalami peningkatan seiring pesatnya pembangunan kapal katamaran untuk berbagai aplikasi antara lain ferry, fishing boat, research vessel15). Suatu hal yang membuat kapal katamaran menjadi populer dan sukses digunakan karena tersedianya area geladak (deck area) yang lebih luas dan tingkat stabilitas yang lebih nyaman dan aman2). Disamping itu katamaran dengan bentuk badan yang langsing (slender) dapat memperkecil timbulnya sibakan air (wave wash) dibanding kapal monohull11). Salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada kapal katamaran adalah keakurasian dalam mengestimasi hambatan pada tahapan awal proses desain, dimana hambatan kapal merupakan aspek yang sangat penting diketahui untuk menghitung daya mesin suatu kapal. Hambatan lambung kapal katamaran masih terus dibahas dan didiskusikan dalam forum ilmiah karena komponen hambatannya lebih kompleks dibanding kapal monohull (satu lambung), yang mana disebabkan rumitnya efek interferensi viskos dan gelombang yang terjadi akibat adanya efek interaksi di antara kedua lambung kapal Interferensi aliran yang katamaran4). ditimbulkan oleh kedua lambung kapal tersebut menjadi fenomena yang kompleks dan fenomena tersebut hingga saat ini masih merupakan kajian yang menarik bagi para peneliti bidang multihulls (katamaran dan trimaran), khususnya dalam rangka memperkaya dan memperkuat data base untuk tujuan saintifik. Untuk mengetahui fenomena interferensi hambatan pada lambung katamaran, maka dilakukan perhitungan dan komputasi berdasarkan ‘slender body method’ dengan menggunakan program ‘Hullspeed-Maxsurf’. Disamping itu juga dibahas perihal karakteristik gelombang (wave pattern) yang ditimbulkan oleh gerakan laju lambung kapal melalui program ‘Shipflow’ yang terdapat pada program Maxsurf tersebut16). Beberapa seri komputasi yang dilakukan terhadap demihull dan lambung katamaran baik untuk lambung yang simetris maupun yang tak simetris pada beberapa variasi bilangan Froude.
104
BAHAN DAN METODE Slenderbody Method Dan Wave Pattern Slender body method diaplikasikan untuk perhitungan hambatan lambung kapal monohull dan multihull, dengan mengasumsikan lambung kapal berbentuk simetris dan pipih dimana rasio antara panjang dan lebar kapal yang besar (L/V1/3 >4.0). Pada program ‘Hullspeed-Maxsurf’, metode Slender Body didasarkan pada dengan penelitian para pakar6),15), menggunakan dasar pendekatan Michell8) untuk menghitung hambatan gelombang dengan bilangan Froude <1.0. Michell8) mengekspresikan hambatan gelombang dari dinding tipis samping lambung kapal sebagai :
dimana
V adalah kecepatan kapal, ρ density air, υ= g/V2, g gravitasi, f(x, z) setengah dari lebar kapal, x koordinat memanjang (+ kedepan), z koordinat vertikal (dari permukaan air, + keatas), λ bidang basah kapal dibawah permukaan. Metode tersebut menghitung energy wave pattern di permukaan air sebagai akibat gerak laju kapal, yang disebut hambatan gelombang. Dalam menghitung total hambatan, program ini menambahkan komponen hambatan viskos dengan menggunakan metode perhitungan koefisien hambatan gesek dan spesifikasi form factor tertentu. Perhitungan hambatan gesek umumnya menggunakan garis korelasi ITTC1957 yang diperlihatkan pada persamaan berikut : CF =
0.075
(log 10(Re ) − 2 )2
(3)
Pada komputasi ini, juga dapat dilakukan kajian karakteristik gelombang (wave pattern) di sekitar lambung kapal pada permukaan air melalui sub-program ’ShipFlow-CFD’. Gambar 1 memperlihatkan flow chart komputasi pada program ‘HullspeedMaxsurf’.
ISSN 1410-3680
Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi ‘Slenderbody Method’, (Andi Jamaluddin, I Ketut Aria Pria Utama dan M.Arief Hamdani) _________________________________________________________________________________________________
Komponen Koefisien Interaksi Hambatan Pada Lambung Katamaran Hambatan kapal katamaran diasumsikan sebagai penjumlahan dari beberapa komponen yang saling tidak bergantung agar memudahkan dalam pemecahan masalah hambatan kapal dan pengaruh jarak antara lambung (hull separation). Pembagian komponen hambatan, secara skematik, diperlihatkan pada diagram dibawah ini. Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Komputasi Hambatan Pada Program Maxsurf Program Ship Flow mengaplikasikan 3 (tiga) metode utama yang terdiri atas bagian (zona) tertentu: Zona 1: Potential flow method. Zona 2: Boundary layer method. Zona 3: Navier–Stokes method.
Gambar 3. Diagram Komponen Hambatan Kapal7) Pada bagian ini diuraikan komponen koefisien interaksi hambatan pada demihull (catamaran) adalah sebagai berikut :
(CT )CAT = (1 + φ k )σ CF + τ CW Gambar 2. Distribusi Zona Dalam Perhitungan Aliran Fluida Pada SHIPFLOW 9) Metode potential flow digunakan untuk menganalisis aliran fluida pada bidang permukaan bebas pada zona-1, lihat Gambar 2. Di zona ini aliran fluida mengalir secara kontinyu dari depan kapal (bow) dan menerus ke buritan kapal (stern). Daerah permukaan bebas yang menggambarkan lapisan batas tipis di sepanjang lambung kapal didefinisikan sebagai zona-2. Teori boundary layer digunakan untuk menghitung karakteristik fluida di zona-2. Daerah sisa permukaan bebas sepenuhnya turbulent dan terjadi wake, didefinisikan sebagai zona-3 dan memanjang jauh kebelakang dari titik peralihan, biasanya di amidships. Teori Navier–Stokes diaplikasikan di zona ini untuk menghitung energi dan hambatan yang terjadi.
(4)
dimana: ∅ Faktor interferensi hambatan bentuk (form), yang diakibatkan oleh perubahan tekanan yang terjadi antara dua lambung. σ Faktor interferensi hambatan gesek (friction), yang diakibatkan oleh terjadinya penambahan kecepatan aliran diantara dua lambung. τ Faktor interferensi hambatan gelombang (wave), yang diakibatkan oleh pertemuan dua moda gelombang (dari haluan) diantara kedua lambung. Diketahui bahwa faktor interferensi Ø dan σ sangat rumit dan kompleks dalam pemecahannya, maka diperkenalkan faktor β 5),16) untuk mengkombinasikan faktor interfensi Ø dan σ ke dalam interferensi hambatan viskos untuk tujuan praktis, menjadi:
(CT )CAT = (1 + β k ) C F + τ CW
(5)
Persamaan diatas diaplikasikan secara luas untuk perhitungan hambatan lambung ISSN 1410-3680
105
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 103 - 112 __________________________________________________________________________________________________
katamaran hingga saat ini, termasuk dalam aplikasi software program ‘HullspeedMaxsurf’, ‘NavCad’ dan lain-lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komputasi ‘Slenderbody Method’ Untuk memudahkan pemecahan interferensi komponen hambatan, maka dalam simulasi perhitungan dibagi menjadi 2 bagian: a) Perhitungan komponen hambatan pada demihull, dengan menggunakan form factor (1+k) b) Perhitungan komponen hambatan lambung katamaran, baik untuk lambung yang simetris maupun lambung tak simetris, dengan menggunakan form factor (1+βk). Perhitungan Komponen Hambatan pada Demihull (monohull) Gambar 4 dan 5 memperlihatkan hasil perhitungan komponen koefisien hambatan dengan menggunakan metode Holtrop & Mennen3), dimana nilai form factor-nya (1+k)= 1.21.
Komponen Koefisien Hambatan Lambung Asymetrical Demihull. Hasil diatas memperlihatkan bahwa form factor (1+k) pada hambatan viskos tidak bergantung pada kecepatan9). Bentuk lambung yang pipih, hambatan viskos (yang didominasi hambatan gesek) bertambah seiring dengan dengan bertambahnya panjang lambung kapal12). Dengan pertambahan panjang atau luas bidang basah maka gaya gesek permukaanpun akan bertambah. Sedangkan untuk hambatan gelombang, umumnya, menjadi kecil dengan pertambahan panjang lambung kapal (untuk displasemen yang tetap), Perhitungan Komponen Hambatan pada Lambung Catamaran Pada metode ‘slender hull’, Form factor untuk lambung katamaran dihitung berdasarkan metode form factor8),13),14): (1+βk) = 3.03 (L/V1/3) -0.04
(6)
Nilai form factor untuk karakteristik geometri demihull yang diamati adalah (1+βk) = 1.38. Bentuk geometri lambung katamaran yang simetris (Symetrical Catamaran) dan tak simetris (Asymetrical Catamaran) disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 6. Tabel 1. Ukuran dan Rasio Geometri Lambung Katamaran
Gambar 4. Komponen Koefisien Hambatan Lambung Symetrical Demihull
Gambar 5. 106
Catamaran Hull Form
Cb
Symetrical Demihull
0.57
Asymetrical Demihull
0.60
1/3
L/B
B/T
7.16
10.73
1.58
7.16
20.62
0.54
L/V
Sarat (T) dan lebar (B) lambung symetrical dan asymterical catamaran adalah tidak sama, tetapi kedua lambung tersebut memiliki displasemen (∆) yang sama.
Gambar 6a. Symetrical Catamaran ISSN 1410-3680
Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi ‘Slenderbody Method’, (Andi Jamaluddin, I Ketut Aria Pria Utama dan M.Arief Hamdani) _________________________________________________________________________________________________
Gambar 6b. Asymetrical Catamaran Komponen Hambatan Symetrical Catamaran
pada
Lambung
Gambar 7 memperlihatkan komponen koefisien hambatan (Cw,Cv dan CT) untuk beberapa variasi jarak antara lambung (S/L= 0.2 – 0.6). Koefisien hambatan viskos (Cv) adalah konstan terhadap kecepatan dan fenomena ini juga dinyatakan oleh Insel12) dari hasil analisis interaksi viskos yang menunjukkan bahwa form factor bervariasi terhadap perubahan jarak antara demihull (S/L), tetapi tidak terhadap kecepatan. Sedangkan koefisien hambatan gelomang (Cw) semakin besar dengan bertambah besarnya jarak antara lambung (S/L). Dari dari hasil perhitungan diperoleh besar faktor interferensi hambatan gelombang (τ) adalah 1.15 – 1.58 pada Fn= 0.45- 0.75. Sedangkan pada Fn > 0.8, faktor interferensi hambatan gelombang lebih kecil dan cenderung konstan.
Gambar 7c. Koefisien Hambatan Total (Symetrical Catamaran). Semakin besar perubahan jarak antara lambung maka semakin kecil koefisien hambatan totalnya, dimana tekanan aliran dan elevasi gelombang yang terjadi diantara kedua lambung semakin kecil pula1), 4). Untuk mengetahui lebih detail interaksi gelombang (wave pattern) yang terjadi terhadap perubahan jarak antara lambung kapal, maka dilakukan kajian ketinggian (elevasi) interaksi gelombang pada garis tengah jarak antara lambung disepanjang kapal (longitudinal direction), lihat Gambar 8.
Gambar 8. Koordinat Arah Longitudinal Dan Vertical Yang Diamati.
Gambar 7a. Koefisien Hambatan Gelombang
Hasil simulasi ’wave pattern’ untuk lambung symetrical catamaran dengan variasi jarak antara lambung (S/L=0.2 - 0.6) pada bilangan Froude 0.18, 0.375 dan 0.65 dapat dilihat pada Gambar 9. Pada kecepatan rendah (Fn= 0.18), perubahan elevasi gelombang di antara kedua lambung adalah cukup kecil dan konstan. Sedangkan pada kecepatan yang lebih tinggi (Fn= 0.375 dan Fn= 0.65), terjadi perubahan ketinggian elevasi gelombang (wave making) yang cukup siknifikan, khususnya pada Fn= 0.65.
Gambar 7b. Koefisien Hambatan Gesek ISSN 1410-3680
107
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 103 - 112 __________________________________________________________________________________________________
Gambar 9a. Tinggi Elevasi Gelombang Pada Fn=0.18
Gambar 9b. Tinggi Elevasi Gelombang Pada Fn=0.375
Gambar 9c. Tinggi Elevasi Gelombang (Symetrical Catamaran) Pada Fn= 0.65 Komponen Hambatan Asymetrical Catamaran
pada
Lambung
Komponen koefisien hambatan untuk variasi perubahan jarak antara lambung asymetrical catamaran (S/L) pada variasi bilangan Froude (Fn) dapat dilihat pada Gambar 10. Dari hasil tabulasi Cw pada variasi perubahan jarak antara lambung (S/L= 0.2 – 0.6) diperoleh besar faktor interferensi hambatan gelombang (τ) adalah 1.20 – 1.58 pada Fn= 0.45- 0.75.
108
Gambar 10a. Koefisien Hambatan Gelombang
Gambar 10b. Koefisien Hambatan Gesek
Gambar 10c. Koefisien Hambatan Total (Asymetrical Catamaran). Gambar 11 memperlihatkan perubahan ketinggian elevasi gelombang akibat perubahan jarak antara lambung kapal. Pada kecepatan rendah (Fn= 0.18), perubahan elevasi interaksi gelombang diantara kedua lambung adalah cukup kecil dan konstan. Sedangkan pada kecepatan yang lebih tinggi (Fn= 0.375 dan Fn= 0.65), terjadi perubahan ketinggian elevasi gelombang yang cukup siknifikan.
ISSN 1410-3680
Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi ‘Slenderbody Method’, (Andi Jamaluddin, I Ketut Aria Pria Utama dan M.Arief Hamdani) _________________________________________________________________________________________________
Gambar 11a. Tinggi Elevasi Gelombang Pada Fn=0.18
Nilai form factor diasumsikan konstan terhadap bilangan Froude (Fn) dan jarak antara lambung (S/L), dan nilai tersebut hanya bergantung pada bentuk geometri lambung (L/V1/3). Sedangkan nilai faktor interferensi hambatan gelombang (τ) bervariasi terhadap S/L. Nilai interferensi hambatan gelombang (τ) untuk lambung catamaran (symmetrical dan asymmetrical) terhadap variasi perubahan jarak antara lambung (S/L) dihitung dengan persamaan10).
τ =
[C − (1 + β k )C F ]CAT CWCAT = T CWDEMI [CT − (1 + k )C F ]DEMI
(7)
Tabel 2 memperlihatkan nilai faktor interferensi hambatan gelombang (τ) untuk variasi S/L. Semakin besar perubahan jarak antara
Gambar 11b. Tinggi Elevasi Gelombang Pada Fn=0.375
lambung (S/L) maka semakin kecil faktor interferensi hambatan gelombang (τ) yang terjadi pada lambung katamaran. Gambar 12 memperlihatkan kurva komponen nilai faktor τ yang menunjukkan ’trend’ yang sama untuk kedua lambung symetrical dan asymterical catamaran. Namun demikian, nilai faktor interferensi hambatan gelombang (τ) untuk lambung asymetrical catamaran lebih besar hingga 6% dari pada symetrical catamaran karena lambung asymetrical catamaran memiliki sarat yang lebih besar dari symetrical catamaran walaupun kedua lambung mempunyai displasemen yang sama. Tabel 2. Faktor interferensi hambatan gelombang (τ) S/L
τ Sym
τ Asym
0.2
1.577
1.635
Pembahasan
0.3
1.548
1.582
Dalam perhitungan ‘slender body method’ pada program ‘Hullspeed-Maxsurf’, efek interferensi akibat adanya jarak antara dua lambung (catamaran) terhadap hambatan gesek (friction) dapat diekspresikan dengan modifikasi faktor β pada form factor. Nilai form factor untuk bentuk geometri lambung katamaran yang diamati diperioleh :
0.4
1.371
1.453
0.5
1.236
1.306
0.6
1.152
1.204
Gambar 11c. Tinggi Elevasi Gelombang (Asymetrical Catamaran) Pada Fn= 0.65
Demihull (1+k) Catamaran (1+βk)
ISSN 1410-3680
= 1.21 = 1.38
Nilai τ semakin besar5) dengan bertambahnya bilangan Froude dan memperkenalkan persamaan regresi dari Pham untuk menghitung koefisien hambatan gelombang (CW) terhadap perubahan jarak antara lambung (S/L) untuk semua bilangan Froude (Fn): (8) CW= exp(α)(L/B)β1(B/T)β2CBβ3(S/L) β4 109
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 103 - 112 __________________________________________________________________________________________________
dimana koefisien regresi α, β1, β2, β3, dan β4 diperoleh dari hasil analisis regresi.
Gambar 13b. Nilai CT Dan CW Pada S/L=0.3 Gambar 12. Faktor Interferensi Hambatan Gelombang Pada Lambung Catamaran Perbandingan hasil komputasi ’slender body method’ (theory) dan hasil kajian Molland8) melalui eksperimen dapat dilihat pada Gambar 13. Dari perbandingan hasil tersebut, diperoleh koefisien hambatan gelombang (CW) mendekati sama antara hasil eksperimen dan teori. Sedangkan untuk koefisien hambatan total (CT) memperlihatkan hasil eksperimen lebih besar 25% dari hasil teori pada Fn <0.5. Pada kecepatan yang lebih tinggi, Fn >0.55, selisih koefisien hambatan totalnya lebih kecil. Perbedaan koefisien hambatan total diatas disebabkan karena pada komputasi teori diasumsikan faktor hambatan viskos (1+βk) adalah konstan terhadap Fn dan S/L. Disamping itu keterbatasan teori (slender body) pada beberapa pendekatan empiris yang digunakan, khususnya masalah viscous flow dan efek interaksi aliran air disekitar lambung kapal
Gambar 13a. Nilai CT Dan CW Pada S/L=0.2
110
Gambar 13a. Nilai CT Dan CW Pada S/L=0.4 SIMPULAN • Komponen koefisien hambatan lambung symetrical catamaran adalah lebih kecil dibanding dengan lambung asymetrical catamaran untuk displacement yang sama. • Faktor interferensi hambatan gelombang (τ) bervariasi terhadap S/L, dimana nilai τ semakin kecil dengan membesarnya perubahan jarak antara lambung (S/L). • Perubahan elevasi gelombang (wave patern) diantara kedua lambung katamaran adalah cukup kecil dan cenderung konstan pada kecepatan rendah (Fn= 0.18). Sedangkan pada kecepatan yang lebih tinggi (Fn= 0.375 dan Fn= 0.65), terjadi fluktuasi perubahan ketinggian interaksi gelombang yang cukup siknifikan. • Koefisien hambatan gelombang (CW) dari hasil teori (slender body method) dan eksperimen oleh Molland et al.8) menunjukkan ’trend’ yang sama. ISSN 1410-3680
Kajian Interferensi Koefisien Hambatan Pada Lambung Kapal Katamaran Melalui Komputasi ‘Slenderbody Method’, (Andi Jamaluddin, I Ketut Aria Pria Utama dan M.Arief Hamdani) _________________________________________________________________________________________________
Sedangkan koefisien hambatan total (CT) dari eksperimen lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA 1. Couser, P., An investigation into the performance of high-speed catamarans in calm water and waves, PhD thesis, Department of Ship Science, University of Southampton, 1996. 2. Groleau, S., Revord, J., Robins, T., and Vandedrinck, B., CODAC: Coastal Operation Data Acquisition Catamaran, Naval Architecture Research Group, Ocean Engineering Design, Final Report 2007, Florida Institute of Technology, 2007. 3. Holtrop, J. and Mennen, G.G.J., An Approximate Power Prediction Method,NSMB Paper 689, 1982. 4. Insel, M., An Investigation into the Resistance Components of High Speed Displacement Catamarans, PhD Thesis, Faculty of Engineering and Applied Science, University of Southampton, U.K., 1990. 5. Insel, M., Molland, A.F., An investigation into the resistance components of high speed displacement catamaran, Royal Institution of Naval Architects, Spring Meeting, paper No. 11, 1991. 6. Jamaluddin, A. dan Utama, I.K.A.P, Kajian Komponen Hambatan dan Pengaruh Interferensi antara Lambung Kapal Katamaran, Seminar Nasional: Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan (SENTA2009), ITS- Surabaya,17 Desember 2009. 7. Molland, A.F., A Guide to Ship Design, Construction and Operation, The Maritime Engineering Reference Book, ButterworthHeinemann, Elsevier, 2008. 8. Molland, A.F.,, Wellicome, J.F., and Couser, P.R., Resistance Experiments on a Systematic Series of High Speed Displacement Catamaran Forms: Variations of Length-Displacement Ratio and Breadth-Draugh Ratio, Ship Science Report No.71, University of Southampton, UK., 1994. 9. Sahoo, P.K., Salas, M. and Schwetz, A., Practical evaluation of resistance of highspeed catamaran hull forms – Part I, Ships and Offshore Structures, Vol.2:4, 2007, p.307 – 324. 10. Subramanian, V.A., Dhinesh, G. and Deepti, J.M., Resistance of Optimization of Hard Chine High Speed Catamaran, The Journal of Ocean Technology, Canada’s Arctic. Vol.1, No.1, 2006. ISSN 1410-3680
11.Tuck, E.O., Luzauskas, L. and Scullen, D.C., Sea Wave Pattern Evaluation. Part 1, Report: Primary Code and Test Results (Surface Vessels), Applied Mathematics Department, The University of Adelaide. 30 April 1999. 12.Tuck, E.O., and Lazauskas, L., Unconstrained Ships of Minimum Total Drag, Dept. of Applied Mathematics. The University of Adelaide. South Australia 5005. Australia, 1996. 13.Utama, I.K.A.P., Investigation of the Viscous Resistance Components of Catamaran Forms, PhD Thesis, Faculty of Engineering and Applied Science, University of Southampton, U.K, 1999. 14.Utama, I.K.A.P., and Molland, A.F. Experimental and Numerical Investigations into Catamaran Viscous Resistance, FAST’2001, Southampton, U.K, 2001. 15.Utama, I.K.A.P., Murdijanto, Hairul, Jamaluddin, A., Developmentof Efficient and Environmentally Friendly Vessel Using Multihull Configuration, Wold Ocean Conference (WOC), Manado, May 11-13, 2009. 16.……., Formation Design Systems, User Manual, Hullspeed-Maxsurf, Pty Ltd 1984 – 2006.
RIWAYAT PENULIS Andi Jamaluddin, lahir di Pare-Pare (SulSel) pada 12 Oktober 1961. Menamatkan pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin 1985 dan pendidikan S2 bidang Marine Technology di University of Strathclyde, Glasgow-UK, 1990. Sejak tahun 2009 penulis sedang mengikuti program S3 di ITS bidang teknologi kelautan. Saat ini bekerja sebagai peneliti di UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT, Surabaya. Penulis juga menjadi anggota pada organisasi profesi ilmiah RINA (Royal Institute of Naval Architects, UK). I Ketut Aria Pria Utama, lahir di Denpasar 6 April pada 1967. Menamatkan pendidikan S1 di ITS tahun 1991 dan pendidikan S2 dan S3 bidang Naval Architect di University of Southhampton, UK, tahun 1996 dan 1999. Saat ini bekerja sebagai Guru Besar pada Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya. Penulis juga sekertaris organisasi profesi ilmiah RINA (Royal Institute of Naval Architects) untuk Indonesia. 111
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 103 - 112 __________________________________________________________________________________________________
M.Arief Hamdani, lahir di Pasuruan (Jawa Timur) pada 23 Januari 1988, Mahasiswa Program S-1, Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS,
112
ISSN 1410-3680
Kajian Teknologi Pembangunan Skala Komersil Kapal SEP-Hull Berbahan Fiberglass, (Buana Ma’ruf, dan Andi Jamaluddin)) _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
TEKNOLOGI PEMBANGUNAN SKALA KOMERSIL KAPAL SEP-HULL BERBAHAN FIBERGLASS Buana Ma’ruf a dan Andi Jamaluddin b a, b
b
Peneliti, UPT. Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT Mahasiswa Program S-3, Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS
E-mail: a
[email protected] b
[email protected] Abstrak
Setelah menilai proses pembangunan Pengaruh Perencanaan Permukaan Hull (September-Hull) 8 meter terbuat dari Fiberglass Reinforced Plastik (FRP), ditemukan bahwa, beberapa perbaikan dan pengembangan teknologi semacam ini diperlukan jika kapal akan dibangun di galangan kapal komersial nasional berdasarkan pada aturan klasifikasi BKI. Makalah ini menjelaskan tiga aspek pengembangan potensi, termasuk: desain dan spesifikasi, bahan, dan proses produksi. Aspek-aspek tersebut dinilai berdasarkan hasil survei lapangan di galangan prototipe dan lainnya fiberglass galangan kapal, dan hasil pengujian spesimen laminasi fiberglass. Kata kunci : Teknologi pembangunan, SEP-Hull, fiberglass, Abstract Having assessed the building process of Surface Effect Planning Hull (SEP-Hull) 8 meter made of Fiberglass Reinforced Plastics (FRP), it found that, some improvement and technology development are needed if this kind of vessel will be commercially built in national shipyards based on the classification rules of BKI. This paper describes three potential development aspects, including: design and specifications, material, and production process. These aspects are assessed based on the results of field survey in the prototype shipbuilder and other fiberglass shipyards, and the experiment result of fiberglass lamination speciments. Key words: technology development, SEP-Hull, fiberglass, Diterima (received) : 29 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 19 Juli 2010, Disetujui (accepted) : 30 Juli 2010
PENDAHULUAN Surface Effect Planning Hull (SEP-Hull) Bubble Vessel, yaitu kapal dengan injeksi udara di bagian bawahnya, sehingga mampu berlayar dengan kecepatan tinggi dan dengan konsumsi bahan bakar yang ekonomis. Sesuai konsep desain kapal ini, udara yang mengalir di bawah kapal berfungsi sebagai bantalan. Dengan demikian, gaya gesek yang terjadi pada kapal (skin friction) berkurang3), karena bagian bawah kapal ini tidak secara lansung bersentuhan dengan air.
ISSN 1410-3680
Konsep desain kapal jenis ini merupakan perpaduan antara dua desain kapal cepat, yaitu Air Cushion Vehicle (ACV) dan Surface Effect Ships (SES) 4), 6). Konsep desain ini telah banyak diteliti sejak sekitar tahun 2000, dan kapal ukuran 28 meter telah dibangun di Hongkong, dimana pengujian model-nya dilakukan di laboratotium hidrodinamika UPT.BPPH-BPPT. UPT BPPH kemudian mengembangkan konsep desain ini yang diberi nama Surface Effect Planning Hull (SEP-Hull) Bubble Vessel, ukuran panjang 8 meter dan berbahan fibreglass (Fiberglass Reinforced Plastics).
113
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 113 - 122 __________________________________________________________________________________________________
Pada tahun 2006/2007, model kapal ini telah diuji di laboratorium hidrodinamika UPT BPPH BPPT Surabaya 5). Hasilnya, kapal ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai kapal patroli cepat dan kapal penumpang untuk perairan dangkal, di laut dan di sungai2), 10). Pembuatan prototipe kapal SEPHull berukuran 8 meter telah dibangun pada tahun 2009 di salah satu galangan kapal fiberglass di dalam negeri. Kapal ini dibangun untuk memverifikasi desain kapal dan hasil uji skala model, khususnya mengenai efektifitas bubble system pada kondisi riil di laut. Pembuatan prototipe kapal ini dibangun di galangan yang cukup berpengalaman. Sejalan dengan kegiatan promosi jenis kapal ini kepada calon pengguna, maka diperlukan sebuah engineering standards, sebagai acuan galangan jika kapal jenis ini dibangun secara komersil, antara lain: gambar-gambar konstruksi sesuai rules, proses laminasi fiberglass, standar mutu, dan work breakdown structure disertai standar Untuk galangan bobot pekerjaan11). fiberglass di dalam negeri yang umumnya masih konvensional, hal ini juga diperlukan untuk meningkatkan produktifitasnya, sehingga kelak mampu bersaing di pasar global.
BAHAN DAN METODE Dalam rangka pengembangan teknologi pembangunan kapal berbahan fiberglass, maka dilakukan kajian beberapa aspek seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tinjauan pustaka dan survei lapangan mencakup: tinjauan spesifikasi dan survei proses pembuatan prototipe kapal SEP-Hull
(Gambar 1) di galangan pembangun, survei pembanding di sembilan galangan kapal fiberglass lainnya di berbagai daerah pada tahun 2009 dan 2010. Survei ini dilakukan melalui pengisian kuesioner, diskusi praktisi, dan pengamatan lapangan, untuk mendapatkan data/informasi tentang yard practices.
Gambar 1. Prototipe Kapal SEP-Hull 8 Meter Tinjauan aplikasi rules BKI pada kapal fiberglass dilakukan melalui diskusi teknis dengan pihak PT BKI Pusat (Divisi Lambung dan Material, dan Satuan Litbang) dan diskusi aplikasi rules di lapangan dengan beberapa BKI cabang antara lain di Batam, Balikpapan, dan Cigading. Materi diskusi meliputi: tinjauan kekuatan konstruksi dan pengujian spesimen laminasi fiberglass yang meliputi uji tarik (tensile) dan uji tekuk (bending), guna men-dapatkan informasi tentang standar mutu (rules BKI) tentang kapal fiberglass dan pelaksanaannya di galangan.
Gambar 2. Skema Penelitian 114
ISSN 1410-3680
Kajian Teknologi Pembangunan Skala Komersil Kapal SEP-Hull Berbahan Fiberglass, (Buana Ma’ruf, dan Andi Jamaluddin)) _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Tabel 1 Galangan Kapal Lokasi Survei Nama Perusahaan
Lokasi
CV Fiberglass Perkasa
Banyuwangi
CV Siagan Boat
Makassar
PT Mentari Amlaraja
Jembrana
PT Galangan Teluk Bajau
Samarinda
PT Carita Boat
Bojonegara
PT Proskuneo Shipbuilders
Jakarta
PT Marinatama Gemanusa
Batam
PT Sukses Bahari Nusantara
Tj. Pinang
PT Palindo Shipyard
Tj. Pinang
Tj. Pinang
PT Bio Perkasa
Survei lapangan di beberapa galangan fiberglass di dalam negeri ditunjukkan pada Tabel 1. Survei utama dilakukan di galangan CV Fiberglass Perkasa, Banyuwangi, sebagai galangan pembangun prototipe kapal SEP-Hull 8 meter. Selama pembangunannya tahun 2009 telah dilakukan tiga kali survei, yang difokuskan pada pengamatan pada proses produksi, mulai penyiapan gambar kerja, pembuatan cetakan, laminasi lambung dan bangunan atas hingga pemasangan outfitting dan peralatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Desain Konstruksi Prototipe kapal SEP-Hull terbuat dari bahan fiberglass (FRP), dengan ukuran/datadata pokok sebagai berikut 11): Panjang keseluruhan (LOA) Panjang garis air (LWL) Lebar (B max) Sarat (d) approx DWT Mesin penggerak, outboard Kecepatan dinas Kecepatan maksimum Penumpang Payload (daya angkut) max.
: 8.256 M : 7.446 M : 2.285 M : 0.278 M : 1.8 Ton : 2x85 BHP : 25 Knots : 30 Knots : 9 orang : 700 kg
Perhitungan dan gambar-gambar yang disiapkan untuk pembuatan prototipe kapal tersebut meliputi: lines and body plan, detail general arrangement, longitudinal frame construction, lateral frame construction, sectional frame construction (17 buah).
ISSN 1410-3680
Gambar 3. Disan Kapal SEP-Hull 8 Meter Sesuai rules BKI Volume I Tahun 200912), gambar yang harus dibuat dan disyahkan oleh BKI, meliputi: general arrangement, lines plan, construction profiles (3 bagian), dan frame sections (8 sections), layout kamar mesin disertai data permesinan, sistem perpipaan (bilga, fuel oil, fresh water), dan sistem listrik (one-line diagram). Selain itu, gambar safety plan dan penempatan lampu navigasi disyahkan oleh Pemerintah/Ditkappel. Sesuai hasil kajian dan redesign konstruksi (perhitungan dan gambar ulang), yang dibuat bersama Divisi Lambung BKI dan mengacu pada rules BKI Tahun 199615), maka perlu dilakukan penyempurnaan pada beberapa bagian konstruksi kapal, jika kapal Sep-Hull akan dibangun dalam skala komersil di masa mendatang, antara lain: ¾ Scantling berubah, antara lain: tebal laminasi, dan modulus penampang gading-gading/penegar. ¾ Sistem konstruksi utamanya menggunakan sistem konstruksi melintang (pada desain awalnya tidak jelas). ¾ Secara umum modulus penampang lebih besar dari desain awal, seperti: penumpu tengah, wrang, gading bangunan atas, balok geladak bangunan atas, dll. ¾ Jumlah pembujur pada bangunan atas dan bottom dikurangi dari lima buah menjadi tiga buah, konsekuensinya modulus penampang melintang balok atas dan wrang alas diperbesar. ¾ Jarak gading-gading tetap (yaitu: 500 mm), tetapi modulusnya diperkecil.
115
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 113 - 122 __________________________________________________________________________________________________
Untuk kapal dengan panjang ≤ 65 meter, jumlah sekat minimal tiga buah (untuk mesin di belakang), sesuai Rules BKI Vol II Tahun 200913). Sementara prototipe kapal Sep-Hull memiliki dua sekat. Dengan membandingkan dengan desain awal, hasil redesign yang mengacu pada rules BKI tersebut, mengalami penambahan berat sekitar 100 kg (sekitar 5% lebih berat). Hal ini akan berdampak pada bertambahnya sarat kapal, sehingga sistem pelumasan udara (bubble system) kapal tidak dapat bekerja optimal, kecuali jika jumlah penumpang dikurangi. Bahkan pada seatrial prototipe kapal, sarat kapal aktual lebih besar sekitar 20% dibanding desain awalnya, dan hal ini membuat bubble system kapal tidak dapat bekerja optimal. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk membuat alternatif desain baru dengan ukuran panjang dan lebar kapal yang lebih besar dibandingkan prototipe kapal yang ada, agar sistem pelumasan udara dapat bekerja optimal. Desain kapal sejenis di luar negeri berukuran panjang 15 meter dan 28 meter. Perbandingan ukuran (L: panjang, B: lebar, dan T: sarat) dari ketiga desain kapal yang sudah ada tersebut, seperti pada Gambar 4, dapat digunakan sebagai pembanding pada pembuatan desain baru.
¾
¾ ¾ ¾
Lampu darurat navigasi dan radio, supply power-nya harus terpisah dari suplai utama untuk navigasi. Kemampuan batterai harus dihitung kapasitas dan sistem pengisiannya (charging) harus jelas. Seatrial dalam spesifikasi perlu diperjelas tentang variasi putaran mesin saat uji coba berlayar, pengukuran pemakaian bahan bakar dengan kecepatan tertentu dan harus dilaksanakan percobaan ketahanan mesin dengan waktu tertentu (minimal 2 jam pada kecepatan 100 persen).
Kajian Material Sesuai spesifikasi desainnya, lambung kapal Sep-Hull harus ringan karena kapal jenis ini mensyaratkan rasio berat dan volume yang rendah. Oleh karena itu, bahan fiberglass (FRP) menjadi pilihan, walaupun dari segi kekuatan konstruksinya lebih rendah dibandingkan bahan baja dan aluminium. Perbandingan antara ketiga bahan tersebut ditunjukkan pada Tabel 21). Disamping karena konstruksinya yang ringan, juga murah jika diproduksi secara komersial7). Namun demikian, penggunaan bahan fiberglass dan proses laminasinya perlu mendapat perhatian khusus, karena kapal tipe ini dirancang dengan kecepatan tinggi, sehingga kekuatan konstruksi lambung harus cukup kuat dan memenuhi persyaratan yang diatur dalam rules BKI Tahun 2006 14). Tabel 2. Perbandingan Berat Dan Kekuatan Material
Gambar 4. Perbandingan Ukuran Pokok Kapal Dari hasil kajian terhadap spesifikasi pembangunan prototipe kapal, juga terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan pada pembuatan kapal skala komersil, antara lain: ¾ Jenis mesin penggerak berbahan bakar premium perlu diganti dengan mesin diesel (bahan bakar solar) jika ada, walau saat ini sulit didapatkan mesin diesel 85HP (sesuai spesifikasi Sep-Hull) di pasar. ¾ Untuk jenis kapal patroli/sejenis SepHull harus dilengkapi cadangan kompressor/ generator satu buah. 116
Specific Weight
Tensile Strength
Elastic Modulus
Ton/m3
kN/m2x10
kN/m2x10
FRP
1.5
100
6
Aluminium
2.7
120
70
Steel
7.8
210
200
Bahan FRP yang digunakan untuk lambung, geladak dan bangunan atas, merupakan satu kesatuan laminasi yang utuh dan dicetak dengan sistem “female methode” hand lay-up. Bahan-bahan tersebut adalah standar material kapal fibreglass bersertifikat dengan spesifikasi sebagai berikut 7): ¾ Unsaturated Polyester Resin: Resin type water resistant dengan sertifikat Llyod, terdiri dari BQTN 157, dan Epoxy Resin. ¾ Glass: terdiri dari chopped strand mat (CSM) 300 g/m2 dan 450 g/m2, dan woven roving (WR) 600 g/m2 atau WR 800 g/m2. ISSN 1410-3680
Kajian Teknologi Pembangunan Skala Komersil Kapal SEP-Hull Berbahan Fiberglass, (Buana Ma’ruf, dan Andi Jamaluddin)) _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
¾
Gelcoa t: Tipe tahan cuaca, Yukalac 2141 sebagai outer skin disertai pigmen.
Kapal ini menggunakan konstruksi dasar yang diperkuat dengan penguat memanjang dan melintang (wrang). Secara umum susunan laminasi terdiri dari: outer skin dengan Gelcoat + Mat 300 + Mat 450, dan Inner skin Wovin Roving 80011). Perhitungan modulus penampang penguat tersebut menggunakan rules Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Fiberglass 1996 sebagai referensi. Seperti yang disyaratkan pada rules tersebut, penggunaan bahan fiberglass diatur mulai dari spesifikasi bahan, tempat dan suhu penyimpanan, proses pelapisan laminasi, dan proses pengeringannya. Selain itu, spesimen laminasi tersebut harus diuji untuk menjamin nilai kuat tarik dan kuat lengkung minimal yang disyaratkan terpenuhi. Oleh karena itu, pada riset ini dilakukan pengujian spesimen laminasi prototipe kapal SEP-Hull, sesuai rules BKI14) Rules ini mengacu pada International Standard ISO 14125 dan ISO 527-4, yang meliputi: uji tarik dan uji tekuk. Uji tarik bertujuan untuk menentukan nilai tensile strength, fracture strain dan modulus of elasticity, sedangkan uji tekuk bertujuan untuk menentukan nilai bending strength dan modulus of elasticity. Sesuai rules tersebut, dibuat 6 spesimen uji tarik dan 6 spesimen uji tekuk, dengan desain spesimen pada Gambar 5 dan 6.
susunan lapisan: Gelcoat, Mat 300 (1 lapis), Mat 450 (2 lapis), dan WR 600 (2 lapis). Jenis bahan dan susunan lapisan yang sama juga dibuat di galangan lain sebagai pembanding, kecuali lapisan terakhir memakai WR 800 (2 lapis) dan glass content 40,3%.
Dimensi dan jumlah spesimen: l (panjang total) = 120 mm b (lebar) = 15 mm h (tebal) = 4 mm Gambar 6. Bentuk Dan Ukuran Spesimen Uji Tekuk Sebelum diuji, spesimen dikeringkan dan ditemper selama 16 jam pada temperatur konstan 40oC dengan menggunakan pemanas yang ada di UPT BPPH. Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Material dan Las PT BKI (Persero), Jakarta. Hasil uji tersebut ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hasil Uji Tarik Dan Tekuk Spesimen Dimensi dan jumlah spesimen: L3 (panjang total) = 250 mm = 25 ± 0,5 mm b1 (lebar) h (tebal) = 4 mm LT (panjang end tabs) = 50 mm hT (tebal end tabs) = 1 s/d 3 mm Gambar 5. Bentuk Dan Ukuran Spesimen Uji Tarik Pembuatan spesimen dilakukan dan diawasi langsung di lokasi pembuatan kapal tersebut, dengan bahan dan kondisi proses yang persis sama dengan kapal sebenarnya. Bahan yang digunakan adalah resin Yukalac 157 BQTN, dengan glass content 33,6% dan ISSN 1410-3680
Sesuai rules BKI 2006 14), Nilai kuat tarik dan kuat tekuk minimum yang disyaratkan akan ditentukan sesuai dengan kandungan fiber (fiber content) pada spesimen. Sesuai rules BKI 2006, nilai kuat tarik dan tekuk yang disyaratkan dihitung berdasarkan rumus: Kuat tarik (Rz)= 1278Ф2 - 510Ф+123 [Mpa] ¾ Kuat tekuk (RB) = 502Ф2 + 106,8 [Mpa] dimana Ф= persentase berat fibre content ¾
Hasil pengujian spesimen dari kedua galangan tersebut ditunjukkan pada Tabel 3, dimana hasil uji spesimen dari galangan pembanding memenuhi syarat dan nilainya 117
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 113 - 122 __________________________________________________________________________________________________
syarat minimum, yaitu 143 N/mm2, sedang syarat minimumnya adalah 149 N/mm2 9) .
lebih besar dari nilai hasil uji spesimen dari galangan pembangun prototipe kapal. Bahkan nilai rata-rata kuat tekuk spesimen galangan pembuat prototipe tidak memenuhi
Tabel 3. Nilai Kuat Tarik Dan Kuat Tekuk [N/mm2] Spesimen Gal Pembangun
Spesimen Gal. Pembanding
No. Spesimen
Kuat Tarik
Kuat Tekuk
Kuat Tarik
Kuat Tekuk
1.
85
124
159
234
2.
99
141
175
313
3.
120
155
197
282
4.
126
153
156
288
5.
123
132
184
240
6.
93
154
-
-
Rata2
108
143
174
271
Syarat
83
149
125
188
Dengan hasil tersebut dapat disimpul-kan bahwa, jenis bahan dan susunan lapisan yang digunakan pada prototipe kapal sudah cukup bagus, kecuali pada lapisan terakhir disarankan memakai wovin roving (WR) 800 untuk pembuatan kapal SEP-Hull di masa mendatang (skala komersil). Nilai kuat tarik dan kuat tekuk yang rendah pada spesimen galangan pembangun juga disebabkan proses laminasi yang kurang sempurna.
Kajian Proses Produksi Secara umum proses produksi kapal fiberglas (key processes) terdiri dari: pembuatan gambar kerja, pembuatan cetakan, produksi, finishing, dan seatrial, seperti ditunjukkan pada Gambar 88).
Gambar 8 Proses Pembangunan Kapal Fiberglass Secara rinci, proses produksinya terdiri dari: desain dasar (output: lines plan), mold loft (output: frame dari body plan), 118
pembuatan cetakan, laminasi/cetak lambung (bangunan atas, sekat, pintu, jendela dll), pemasangan konstruksi gading-gading, ISSN 1410-3680
Kajian Teknologi Pembangunan Skala Komersil Kapal SEP-Hull Berbahan Fiberglass, (Buana Ma’ruf, dan Andi Jamaluddin)) _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
interior (lantai, kursi, dll), perlengkapan kapal (railing, bollard, kaca, pintu, fender, ladder), pemasangan instalasi listrik dan ducting, pemasangan plafon dan perlengkapan navigasi, pemasangan mesin utama, finishing, final check, peluncuran (launching), seatrial, dan delivery8). Galangan fiberglass secara ekonomis adalah membangun kapal sekitar 10 hingga 100 unit dengan menggunakan satu buah cetakan (tergantung jenis/kualitas cetakan). Dengan demikian, sejumlah kapal dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dan biaya yang minimal. Sesuai yard practices, strategi mempercepat pembangunan kapal fiberglass adalah dengan cara menambah cetakan dan tenaga kerja8). Pengadaan material dalam jumlah banyak juga dapat menekan biaya per unit kapal.
Gambar 9 Cetakan Prototipe Kapal SEP-Hull Penggunaan beberapa cetakan perlu dipertimbangkan aspek biaya dan waktunya, karena waktu yang diperlukan membuat satu buah cetakan relatif sama dengan membuat satu kapal. Cetakan prototipe kapal Sep-Hull ditunjukkan pada Gambar 9. Dari hasil kajian terhadap spesifikasi pembangunan prototipe kapal, pada dasarnya sudah cukup lengkap, jika dibandingkan dengan beberapa spesifikasi kapal fiberglass yang sedang dibangun di beberapa galangan selama survei. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang penting disempurnakan dan diperhatikan jika kapal jenis Sep-Hull dibangun secara komersial di galangan, antara lain: ¾ Pada Butir 1.511), perlu ditambahkan: (i) galangan pembangun harus terlebih dulu dilakukan workshop approval oleh klas untuk memeriksa fasilitas, peralatan, prosedur dan kompetensi SDM yang dimiliki, (ii) pengujian material (spesimen laminasi lambung kapal), sesuai batasan kuat tarik dan kuat tekuk minimum yang diperkenankan pada rules BKI 2006.
ISSN 1410-3680
Galangan fiberglass disyaratkan harus memiliki ruang laminasi tertutup yang dilengkapi peralatan pemanas, ventilasi untuk sirkulasi udara, alat ukur suhu dan kelembaban udara. ¾ Galangan juga harus memiliki ruang penyimpanan material yang digunakan dalam pembuatan kapal. Dari aspek mutunya, kapal-kapal fiberglass yang selama ini dibangun di galangan dalam negeri umumnya tidak diklaskan (ke BKI atau kelas asing, kecuali jika diminta pihak pemesan kapal. Hasil survei di beberapa galangan diperoleh bahwa hanya ada dua kapal yang sedang dibangun menggunakan klas BKI secara penuh (gambar dan proses produksinya), masingmasing sebuah kapal panjang 42 meter yang dibangun di PT Sukses Bahari Nusantara (Tanjungpinang), dan sebuah kapal 30 meter pesanan Kementerian Perhubungan yang dibangun di PT Carita Boat (Bojonegara). Memang kapal-kapal yang wajib diklaskan hanya yang berukuran ≥ 20 meter, sesuai rules BKI 1996 9). Namun kapal di bawah ukuran tersebut tetap dapat diklaskan BKI jika diminta oleh pemilik kapal atau galangan, seperti kapal-kapal Seatruck ukuran 8-14 meter pesanan perusahaan asing yang dibangun di salah satu galangan di Kalimantan Timur 15). Pemenuhan standar klas pada proses produksinya memang cukup berat bagi sebagian besar galangan, karena menuntut sejumlah persyaratan mulai dari shop approval, proses pekerjaan laminasi, instalasi outfitting dan peralatan hingga pengujian berlayar (seatrial). Hasil pengamatan umum di beberapa galangan menunjukkan, masih banyak ketentuan klas yang belum atau sulit dilaksanakan, khususnya karena kondisi galangannya yang pada umumnya tergolong konvensional. Pembangunan kapal fiberglass di galangan kapal di dalam negeri tidak disertai dengan perencanaan dan pengendalian jadwal produksi yang memadai, sehingga alokasi dan evaluasi sumberdaya sulit dilakukan secara optimal. Jadwal produksi hanya dibuat dalam bentuk bar chart yang sangat sederhana. Walaupun proses produksi kapal fiberglass lebih sederhana dibandingkan dengan kapal baja, proses produksinya tetap perlu dikendalikan, baik dari aspek waktu dan biaya produksinya, maupun standar mutu yang telah ditetapkan. Lama pembangunan kapal fiberglass berbeda-beda di setiap galangan, namun secara umum bervariasi antara 2 hingga 6 ¾
119
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 113 - 122 __________________________________________________________________________________________________
bulan untuk jumlah kapal hingga 10 unit berukuran 7-12 meter. Sebagai gambaran, empat unit kapal patrol panjang 8,5 meter dan lebar 2.2 meter di salah satu galangan dapat diselesaikan dalam waktu 2 bulan/unit di luar cetakan. Pada survei dan diskusi praktisi selama pembangunan prototipe kapal Sep-Hull, telah dilakukan identifikasi key process, dan pengelompokan kegiatan (work breakdown structure), serta penentuan standar bobot masing-masing kegiatan. Hal ini diperlukan sebagai dasar perencanaan jadwal dan perhitungan prosentase kemajuan pekerjaan. Standar bobot per kegiatan didasarkan pada volume pekerjaan atau kebutuhan jam-orang dan biaya di dalam menyelesaikan pekerjaan. Pada pembangunan kapal jenis SepHull, standar uraian pekerjaan dan bobotnya dibagi menjadi enam bagian8), yaitu: ¾ Persiapan (5%), meliputi: (i) penyiapan teknis dan gambar, dan (ii) pengadaan material/bahan. ¾ Pembuatan cetakan (20%), meliputi: (i) pembuatan cetakan lambung, (ii) pembua-tan cetakan bangunan atas, dan (iii) finishing cetakan. ¾ Pekerjaan kasko (50%), meliputi: (i) laminasi lambung, (ii) pemasangan konstruksi lambung, (iii) laminasi bangunan atas, (iv) assembli lambung dan bangunan atas, dan (v) pekerjaan kasko lainnya/fender. ¾ Pekerjaan interior (15%), meliputi: (i) pemasangan lantai dan toilet, (ii) pemasa-ngan railing dan tangki, (iii) pemasangan kaca, pintu, plafon, dan (iv) pemasangan kursi,dan lain-lain. ¾ Pekerjaan permesinan (5%), meliputi: (i) pemasangan setir dan instalasi listrik, dan (ii) pemasangan mesin. ¾ Seatrial dan pengiriman (5%), meliputi: (i) seatrial dan penyempurnaan, dan (ii) pengiriman kapal. Masing-masing uraian pekerjaan di atas diberi bobot dan dijadikan input dalam pembuatan master schedule menggunakan program excel, sehingga kemajuan pekerjaan per minggu dan per unit pekerjaan dapat diketahui dan dibandingkan dengan rencana (dalam bentuk S-Curve). Demikian halnya penggunaan jam-orang per minggu dapat diketahui, sehingga pihak galangan dapat melakukan pengendalian pekerjaan dan jam-orang dengan mudah. Rancangan ini telah diaplikasikan pada pembangunan satu unit prototipe kapal SepHull 8 meter, yang direncanakan selama 17 120
minggu dan sebanyak 5000 jam-orang (JO) sesuai hasil diskusi dengan pihak galangan. Realisasinya 18 minggu dan 5115 JO 14). Dengan membangun beberapa kapal secara seri, komsumsi tersebut menjadi lebih kecil dengan asumsi menggunakan satu cetakan dan beberapa potensi efisiensi lainnya.
SIMPULAN DAN SARANAN Simpulan •
•
•
•
Desain, setelah membandingkan dengan desain awal, hasil redesign yang mengacu pada rules BKI tahun 1996 memberikan penambahan berat sekitar 100 kg (sekitar 5% lebih berat). Hal ini akan berdampak pada bertambahnya sarat kapal, sehingga sistem pelumasan udara (bubble system) kapal tidak dapat bekerja optimal. Material: Hasil uji spesimen laminasi lambung prototipe kapal Sep-Hull menunjuk-kan, nilai kuat lengkung tidak memenuhi nilai minimum yang disyaratkan (sesuai rules BKI 2006). Hal tersebut disebabkan karena penggunaan bahan dan proses laminasi yang tidak sesuai rules BKI 1996, dan penggunaan woven roving (WR) 600 pada lapisan terakhir yang kurang tepat. Proses: Galangan pembangun prototipe kapal Sep-Hull dan galangan-galangan kapal fiberglass di dalam negeri umumnya tidak memiliki sistem manajemen produksi yang terencana, terukur dan terkendali, sehingga sulit untuk mengetahui kondisi kemajuan pekerjaan, dan sulit melakukan pengendalian proses yang berorientasi pada produktivitas. Fasilitas: Galangan fiberglass di dalam negeri umumnya masih sangat konvensional, peralatan-peralatan sederhana dan sumber-daya manusia berkualifikasi rendah. Namun demikian, mereka sudah berpengalaman membangun kapal fiberglass berbagai tipe dan ukuran, serta memiliki potensi untuk berkembang dan menerapkan standar mutu sesuai rules BKI.
Saranan • Beberapa alternatif desain kapal dengan panjang lebih besar perlu dibuat agar bubble system dapat bekerja optimal, dengan tetap mempertimbangkan aspek ISSN 1410-3680
Kajian Teknologi Pembangunan Skala Komersil Kapal SEP-Hull Berbahan Fiberglass, (Buana Ma’ruf, dan Andi Jamaluddin)) _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
•
•
•
•
kelayakan ekonomis pada pengoperasian kapal. Konstruksi memanjang kapal perlu dibuat lebih kuat, sehingga aspek keselamatan kapal tetap terjamin terutama jika kapal melintasi gelombang agak tinggi dengan kecepatan di atas 20 knot. Beberapa bagian konstruksi pada desain awal yang perlu dirubah, antara lain: gading utama diperkecil, pembujur memanjang diperbesar, tebal pelat dasar dai sisi diperbesar, tebal bangunan atas diperkecil, dan wrang dipertinggi. Penggunaan material dan proses laminasi lambung sebisa mungkin mengacu pada rules BKI, dan lapisan akhir sebaiknya menggunakan woven roving (WR) 800, agar kekuatan laminasi tetap terjamin dan memenuhi kuat tarik dan kuat lengkung minimum yang disyaratkan. Manajemen produksi perlu ditunjang dengan sebuah sistem perencanaan dan pengendalian (rendal) yang terukur, dan menjamin kapal dibangun dengan tingkat produktivitas tinggi (waktu yang singkat, biaya yang murah, dan mutu yang sesuai persyaratan).
8. 9.
10.
11. 12.
13.
14.
15. DAFTAR PUSTAKA 1. Coackley, et al., Fishing Boat Construction: 2 Building a Fibreglass Fishing Boat, FAO Fisheries Technical Paper, United Nations, 2003. 2. Dongen K.F van et al., Economic Evaluation of a Stolkraft Design for Prospective Use in Port Philip Bay, Maritime Economic Research Center, Rotterdam, Report No. 45593-6-DR, 1986. 3. Faltinsen O. M., Hydrodynamics of HighSpeed Marine Vehicles, Cambridge University Press, 2005. 4. Faltinsen O.M., Hydrodynamic Aspects of High Speed Vessels, Keynote Lecture, Department of Marine Technology, NTNU, Norway, 2004. 5. Jamaluddin A., et al., Analisa Pengaruh Tahanan Kapal pada Sistim Injeksi Udara dibawah Badan Kapal melalui Eksperimen, Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan- VI, ITS, Surabaya, 2006. 6. Lund J.A., Design and Construction of a Stolkraft High Speed Passenger Ferry, 1988. 7. Ma’ruf, B., Review of the Strengthening the Customs Capability Project of ISSN 1410-3680
Indonesia, Final Report, Islamic Dovelopment Bank, 2004. Ma’ruf, B., et al, Teknologi Pembangunan dan Sertifikasi Kapal Sep-Hull, Laporan Hasil Penelitian, BPPT, Jakarta, 2009. Ma’ruf, B., et al, Modernisasi dan Standarisasi Teknologi Pembangunan Kapal Berbahan Fiberglass, Laporan Pendahuluan, BPPT, Jakarta, 2010. ……, Technology in Australia 1788-1998, Chapter 7, Innovative Small Craft, page 520,http://www.austehc.unimelb.edu.au/ti a/html, diakses 26 Januari 2010 ……, Spesifikasi Teknis Pembangunan Prototipe Kapal Sep-Hull, UPT BPPH, Surabaya, 2009. ……, BKI (2009), Rules for the Classification and Construction of Seagoing Ships Vol I, Biro Klasifikasi Indonesia, Jakarta. ……, BKI, Rules for the Classification and Construction of Seagoing Ships Vol II, Biro Klasifikasi Indonesia, Jakarta, 2009. ……, BKI, Fibreglass Reinforced Plastics Ships, Rules and Regulation for the Classification and Construction of Ships, Biro Klasifikasi Indonesia, Jakarta, 2006. ……, Peraturan untuk Material NonMetal, Biro Klasifikasi Indonesia/BKI, Jakarta, 1996.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan riset penulis tentang kajian modernisasi dan standarisasi teknologi pembangunan kapal SEP-Hull berbahan fiberglass, yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2009 dan 2010. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional, juga kepada BE BPPT dan KRT yang telah memfasilitasi pelaksanaan riset ini, juga tak lupa kepada Direksi PT BKI (Persero) dan para pimpinan galangan kapal lokasi survei, dan tim peneliti serta pihakpihak terkait lainnya, sehingga riset ini berjalan dengan baik.
RIWAYAT PENULIS Buana Ma’ruf, lahir di Selatan) pada 15 Menamatkan pendidikan perkapalan di Universitas
Sidrap (Sulawesi Oktober 1961. S1 bidang teknik Hasanuddin 1986, 121
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 113 - 122 __________________________________________________________________________________________________
S2 bidang Ship Production Technology di University of Strathclyde, Glasgow-UK, 1992, dan S3 bidang Teknologi Kelautan di ITS 2007. Sejak 1986 bekerja di BPPT, dan saat ini sebagai peneliti di UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT, Surabaya. Penulis juga menjadi anggota pada organisasi profesi ilmiah RINA (Royal Institute of Naval Architects, UK). Andi Jamaluddin, lahir di Pare-Pare (Sulawesi Selatan) pada 12 Oktober 1961. Menamatkan pendidikan S1 di Universitas
122
Hasanuddin 1985 dan pendidikan S2 bidang Marine Technology di University of Strathclyde, Glasgow-UK, 1990. Sejak tahun 2009 penulis sedang mengikuti program S3 di ITS bidang teknologi kelautan. Sejak 1986 bekerja di BPPT, dan saat ini sebagai peneliti di UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT, Surabaya. Penulis juga menjadi anggota pada organisasi profesi ilmiah RINA (Royal Institute of Naval Architects, UK).
ISSN 1410-3680
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, (Soegeng Hardjono) __________________________________________________________________________________________________
KAJIAN TINGGI HALUAN KAPAL PELAYARAN DALAM NEGERI TIPE GENERAL CARGO Soegeng Hardjono Peneliti Pada Pusat Teknologi dan Sistem Transporasi Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa-BPPT Gedung II BPPT Lantai 11, Jl.M.H.Thamrin 8, Jakarta 13040 Telp: 3169396, Fax: 03169393 E-mail:
[email protected] Abstrak Tinggi haluan kapal merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan tinggi garis muat kapal seperti yang disaratkan oleh peraturan internasional dalam International Load Line Convention’ 66 (ILLC’66) bersama amandemennya. Disisi lain, peraturan penentuan garis muat Indonesia tidak mempertimbangkan faktor tinggi haluan. Hal ini dikarenakan peraturan dalam negeri secara historis mengadop peraturan pemerintah Jepang, dimana peraturan hanya berfungsi dan berlaku untuk kapal-kapal yang beroperasi diwilayah pantai perairan air tenang seperti halnya perairan pantai di Jepang dengan kondisi tinggi gelombang maksimum 1.5 m. Di Indonesia, kapal-kapal tipe general cargo dioperasikan diwilayah perairan yang berbeda yaitu perairan antar pulau dengan ketinggian gelombang maksimum 3 m. Setelah melalui uji hidrodinamik pada kapal barang tipe general cargo panjang 50 m dengan skala model dilaboratorium hidrodinamika diperoleh hasil bahwa kapal yang beroperasi diperairan antar pulau Indonesia harus mempunyai tinggi haluan minimum ± 255 mm yang berarti mempunyai nilai rasio tinggi haluan terhadap basic freeboard pada kisaran 6.4. Nilai tinggi haluan tersebut relatif sama dengan hasil yang diperoleh melalui perhitungan berdasarkan ILLC’66 yaitu sekitar 252 mm. Sehingga penentuan tinggi haluan kapal dalam negeri bisa menggunakan peraturan ILLC’66. Kata kunci: Tinggi haluan, garis muat, uji hidrodinamik, peraturan. Abstract Bow height of ship is one important factor in determining ship’s load line as required by the International rules known as the International Load Line Convention '66 (ILLC'66) with amendments. However, Indonesian load line rules does not consider bow height factor. This is caused by domestic rules historically adopted from Japan’s rules. Japan load line rules have a function to determine the load line of ships operating in coastal calm water area with a maximum wave height of 1.5 m. In Indonesia, the ships have been operated in inter-islands water which has a different wave condition being higher up to maks.3 m. By conducting hydrodynamic test upon a scale model of general cargo ship having length of 50 m, it has finally been found that her bow height should be at minimum value of 255 mm, meaning that the ratio of bow height to the basic freeboard has a value of around 6.4.This minimum bow height is in fact relatively similar to those obtained through calculations based on ILLC'66 which is about 252 mm. It means that the determination of domestic bow height can use ILLC'66 rules. Keywords: Bow height, load line, hydrodynamic test, rules. Diterima (received) : 21 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 16 Juli 2010, Disetujui (accepted) : 26 Juli 2010
ISSN 1410-3680
123
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 123- 134 __________________________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN Di Indonesia, armada kapal barang tipe general cargo menduduki jumlah terbesar diantara jenis armada lainnya seperti kapal penumpang, tanker, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan sebelumnya jumlah armada kapal barang mendekati 34.7% atau 308 dari total 887 armada kapal barang yang ada dan merupakan kapal barang berukuran relative kecil dengan panjang antara 40 sampai dengan 60 m dan berkapasitas ± 600 grt1). Sehingga armada kapal barang mempunyai peranan yang sangat stategis dalam menunjang lajunya distribusi arus barang antar pulau dan roda perekonomian nasional. Berdasarkan data dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Departemen Perhubungan telah teridentifikasi ± 57% armada kapal barang merupakan kapal-kapal bekas yang diimpor dari negara Jepang(2). Kapal-kapal tersebut didesain untuk berlayar didaerah pantai perairan tenang dengan kondisi tinggi gelombang maksimal 1.5 meter sehingga kapal-kapal tersebut mempunyai draft (sarat kapal) relative lebih dalam. Permasalahan yang timbul saat ini adalah bahwa kapal-kapal tersebut di Indonesia di operasikan diperairan antar pulau di Indonesia dengan karakteristik gelombang yang berbeda hingga ketinggian mencapai maksimum 3 m. Sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap tinggi haluan kapal sebagai daya apung kapal guna mengatasi perbedaan tinggi gelombang yang terjadi. Di Indonesia, perhitungan garis muat kapal-kapal pelayaran dalam negeri diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 3 Tahun 2005 hasil revisi peraturan yang lama yaitu Peraturan Garis Muat Indonesia (PGMI) tahun 1986 dari Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No. PY.66/1/186. Peraturan yang baru maupun yang lama tersebut mengacu pada peraturan negara Jepang yang tidak memperhitungkan tinggi haluan kapal dalam menentukan sarat garis muat sebagai daya apung kapal. Hal ini tentunya akan berpengaruh besar terhadap kondisi keamanan dan keselamatan kapal. Disisi lain peraturan internasional ILLC’66 (International Load Line Convention 1966) bersama amademennya mengatur penentuan tinggi garis muat dari beberapa faktor koreksi salah satu satu diantaranya adalah faktor koreksi untuk tinggi haluan kapal. Untuk itu perlu dilakukan kajian terhadap tinggi haluan kapal-kapal barang pelayaran dalam negeri melalui pengujian hidrodinamik dalam skala model 124
dilaboratorium hidrodinamika. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengidentifikasi tinggi haluan minimum yang sesuai dengan kondisi gelombang di perairan Indonesia.
BAHAN DAN METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode pengumpulan data baik primer maupun sekunder melalui studi literatur dan survei di lapangan. Data tersebut adalah ukuran utama kapal yang akan diuji, rute kapal dan tinggi gelombang di daerah perairan yang dilalui sebagai input data. Kemudian dilakukan pembuatan model kapal dan simulasi gelombang dalam skala model di laboratorium hidrodinamika. Persiapan software dan hardware untuk proses pengujian, serta analisis hasil pengujian dengan metode analisis deskriptif-kwantitatif. Landasan Teori Tujuan utama dari desain garis muat adalah untuk memastikan bahwa kapal selalu memiliki daya apung cadangan dan intact stability yang baik ketika berlayar dilaut. Dibawah ini digambarkan secara garis besar beberapa faktor koreksi yang ada dalam perhitungan penentuan tinggi garis muat baik pada peraturan dalam negeri (Rule BKI) melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM3, 2005 maupun Rule Internasional ILLC’66 yang telah diamandemen seperti diuraikan pada Tabel 1. Tabel 1 Faktor Koreksi Pada Rules BKI dan ILLC’66 Faktor Koreksi
BKI
ILLC’66
Koef.block Cb (Cb=0.68)
√
√
Panj.&Tnggi Bangunan Atas/ Superstrucurs
√
√
Tinggi Side Deck di Midship D (L/D=15)
√
√
Lengkung deck memanjang (sheer)
√
√
Tinggi haluan (Bow height)
X
√
Sebagai informasi tentang faktor koreksi dari Peraturan ILLC’66 dapat ditampilkan seperti dalam Gambar 1;2;3;4; dan 5.
ISSN 1410-3680
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, (Soegeng Hardjono) __________________________________________________________________________________________________
Gambar 1 Koreksi Koef.Block (Cb)
Gambar 5. Koreksi Tinggi Haluan (Bow Height)
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Survei dan Analisis
Gambar 2. Koreksi Superstructures
Gambar 3. Koreksi Tinggi Geladak Cuaca D
Gambar 4. Koreksi Lengkung Geladak (Sheer)
ISSN 1410-3680
Berdasarkan data hasil survei di BKI terungkap bahwa 506 dari total 887 (57%) kapal barang domestik adalah kapal-kapal ex-impor dari Negara asal Jepang (Gambar 6), dan 308 (34.7%) adalah armada kapal barang berukuran kecil dengan panjang antara 40-60 m (Gambar 7) dan populasi yang mendominasi adalah kapal berukuran panjang 50 m.
Gambar 6. Grafik Jmlh Kapal Vs Negara Asal
Gambar7. Grafik Jmlh Kapal Vs Panj.Kapal
125
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 123- 134 __________________________________________________________________________________________________
Survey dilakukan dibeberapa perusahaan pelayaran yang mengoperasikan armada kapal barang dengan ukuran panjang sekitar 50 meter. Survei tersebut bertujuan untuk mengetahui rute yang mereka lalui beserta kondisi tinggi gelombang pada rute tersebut melalui informasi dari BMG sebagai input data. Beberapa perusahaan pelayaran yang disurvei meliputi perusahaan yang berada dibeberapa kota bail didalam maupun luar pulau Jawa. Kota tersebut antara lain kota Semarang, Surabaya dan Pontianak. Rute dan nama pelabuhan yang dilalui ditampilkan dalam Tabel 2. Sedangkan rute intasan kemudian diplot pada peta perairan Indonesia seperti terlihat dalam Gambar 9.
Gambar 8. Grafik Daerah Operasional
Tabel 2 Pelabuhan Asal Dan Tujuan Dari Kapal-Kapal General Cargo Domestic
126
ISSN 1410-3680
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, (Soegeng Hardjono) __________________________________________________________________________________________________
Gambar 9. Rute Pelayaran Kapal Berdasarkan peta rute lintasan tersebut, dapat di formulasikan hubungan antara frekuensi lintasan rute dan daerah operasional melalui grafik seperti yang ditampilkan pada Gambar 8. Dapat dapat disimpulkan bahwa rute lintasan terpadat adalah rute yang melintasi laut Jawa dan disusul oleh selat Karimata. Berdasarkan data gelombang dari BMG (Gambar 10)
maupun Japan Weather Association (JWA) menyatakan bahwa tinggi gelombang perairan di daerah rute pelayaran laut Jawa dan selat Karimata berkisar antara 0 s/d 2,2 m kecuali laut India berkisar 1 s/d 4 m, sedangkan untuk daerah perairan pantai Jepang berkisar dari 0 s/d 1,5 m5) .
Gambar 10. Kondisi Gelombang6) Data tinggi gelombang ini kemudian akan digunakan sebagai input data pada pengujian model. Kapal yang digunakan untuk model pengujian adalah satu dari beberapa kapal hasil survei yang berukuran panjang 50 m (Tabel 3) seperti misal KM.Daristhi. ISSN 1410-3680
Prosedur Pengujian 1). Pembuatan Model Struktur kerangka model dibuat dari kayu lapis, dan lambung (hull) dibuat dari bahan kayu cempaka. Setelah dihaluskan dan 127
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 123- 134 __________________________________________________________________________________________________
didempul kemudian dilapis dengan serat kaca dan kemudian di cat oven untuk tahap finishing nya. Model dibuat dengan skala 1: 20 berdasarkan data ukuran dan lines plan kapal yang diuji serta dilengkapi dengan desain ruddernya.
antara lain longitudinal axis (LCG), vertical axis (KG), jari-jari girasi (kxx, kyy), periode natural gerakan pitching (Tθ ), serta tinggi titik metacenter (KM,GM) dengan menggunakan peralatan ukur swinging table.
2). Pengaturan Titik Berat model Sebelum tahap pengujian, dilakukan pengaturan distribusi posisi titik berat model Tabel 3. Ukuran Utama Kapal (Hasil Survei Lapangan dan BKI)
Secara teoritis periode pitch kapal dapat ditentukan dengan menggunakan formula sebagai berikut :
(1) dimana : Tθ = periode natural gerakan pitch kyy = jari-jari girasi gerakan pitch g = percepatan gravitasi bumi. GM = tinggi metasentra melintang.
dihubungkan dengan peralatan ukur SMART untuk mengukur olah gerak kapal selama pengujian serta dilengkapi dengan wave probe untuk mengukur elevasi gelombang relatif terhadap kapal (relative motion). Secara garis besar peralatan ukur gerakan SMART terdiri atas beberapa potensiometer yang berfungsi mengukur voltase yang terjadi akibat gerakan kapal. Ukuran utama Kapal General Cargo 50 m dan ukuran model dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan gambar body plan kapal dapat dilihat pada Gambar 11.
Hasil pengaturan distribusi titik berat, inertia dan periode pitching model kapal bisa dilihat pada Tabel 4. Setelah pengaturan distribusi berat dan karakteristik lainnya, maka model kapal 128
ISSN 1410-3680
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, (Soegeng Hardjono) __________________________________________________________________________________________________
Tabel 4. Ukuran Utama Kapal Dan Skala Model (1:20)
Gambar 12. Ship Model 4). Simulasi Kondisi Gelombang Simulasi gelombang dilakukan berdasar kan input data gelombang hasil survei. Tinggi gelombang hasil survei dilapangan adalah 2.2 m. Kolam uji dilengkapi dengan alat pembangkit gelombang (wave generator) dan alat peredam gelombang (wave absorber). Tipe gelombang yang digunakan adalah gelombang Irregular (tak beraturan). Dalam mensimulasikan gelombang, wave generator di set sedemikian rupa hingga mencapai bentuk spektrum gelombang yang diinginkan. Gelombang yang dipakai dalam pengujian ini adalah tipe JONSWAP dengan tinggi gelombang significant (H⅓)= 2.2 meter, peak period (Tp)= 7.1 detik , γ=3.3 dan (H⅓)= 1.05 meter, peak period (Tp)= 4.24 detik. Spektrum gelombang tipe JONSWAP diformulasikan sebagai berikut :
Gambar 11. Lines Plan Kapal Barang 50 m
(2) dimana: ω = frekuensi sudut ωP = frekuensi puncak = 2π/TP TP = periode puncak γ = faktor perbesaran puncak = 3.3
3). Penempatan Alat Ukur (wave probe) Penempatan alat ukur (wave probe) ditempatkan pada 3 (tiga) lokasi diantaranya lokasi 1 (A) yaitu pada daerah Fore Peak (FP), lokasi 2 (B) pada frame spacing (PS) 17,5 m dan lokasi 3 (C) terletak pada midship (tengah) kapal (Gambar 12). Alat ini digunakan untuk merekam terjadinya proses deck-wetness yaitu proses naiknya gelombang air laut hingga tepi geladak yang dilalui. Proses ini disebut pula freeboard exceedance yang artinya bahwa relative motion atau relative wave besarnya melebihi freeboard kapal.
Parameter bentuk (tak berdimensi) σa dan σb ditentukan sebagai berikut: σa = 0.07 = 0.09 σb Tinggi gelombang significant didefinisikan sbb:
dimana
mζ 0 merupakan luasan di bawah
kurva spektra gelombang. Sinyal gelombang ISSN 1410-3680
129
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 123- 134 __________________________________________________________________________________________________
irregular terukur terhadap waktu dapat ditampilkan seperti dalam Gambar 13. Tabel 5. Parameter Dan Definisi Pengukuran Besaran
Notasi
Arah
beberapa parameter sinyal yang terukur. Difinisi parameter sinyal tersebut adalah sebagai berikut: 1) Nilai rata-rata: u (MEAN)
Alat Ukur
2) Standar deviasi: σu (ST.DEV)
Positif Speed Vm
maju
Carriage
ζ
Ke atas
Wave probe
Heave
z
ke atas
Smart
Pitch
θ
ke atas
Smart
Fore Peak
RM_A
kebawah
Wave probe
Station17.5
RM_C
kebawah
Wave probe
Station 10
RM_B
kebawah
Wave probe
Model Wave Elevasi Motion
Relative Motion
Signal pengukuran dari gelombang irregular ini tersimpan dalam files, yang kemudian diolah secara terpisah (off-line) untuk didapatkan hasil analisa yang direpresentasikan dalam bentuk Tabel maupun grafik. Parameter dan definisi pengukuran diperlihatkan pada Tabel 5. Hasil pengujian seakeeping dipresentasi kan dalam bentuk Tabel dan kurva dalam satuan unit prototipe, dengan mengacu pada hukum kesamaan Froude number. Hukum ini diaplikasikan untuk mendapatkan nilai prototipe pada skala model 1:10.
3) Nilai significant amplitudo gelombang: A⅓+ Adalah nilai rata-rata dari sepertiga yang tertinggi jumlah seluruh signal. 4) Nilai significant lembah amplitudo gelombang: A ⅓ - , adalah nilai rata-rata dari sepertiga yang tertinggi jumlah seluruh sinyal lembah gelombang. 5) Nilai significant double amplitudo gelombang: 2A ⅓ , adalah nilai ratarata dari sepertiga yang tertinggi jumlah seluruh sinyal (dari lembah ke puncak) gelombang. 6) Nilai Maksimum amplitudo gelombang: A MAX+ , adalah nilai maksimum (tertinggi) dari seluruh sinyal puncak gelombang. 7) Nilai Minimum amplitudo gelombang: A MAX-, adalah nilai minimum (tertinggi) dari seluruh sinyal lembah gelombang. 8) Nilai Maksimum double amplitude gelombang: 2A MAX, adalah nilai maksimum (tertinggi) dari seluruh sinyal lembah ke puncak gelombang. 9) Jumlah osilasi: NO, adalah jumlah osilasi data selama pengujian. Spectral analysis menghasilkan 2 (dua) spectrum gelombang tipe JONSWAP berdasarkan bangkitan dari tingggi gelombang H1=1.05 m dan H2=2.2 m di kolam uji seperti ditampilkan pada Gambar 14 dan Gambar 15. Response Functions
Gambar 13. Signal Gelombang Irregular 4). Pengukuran dan Pengolahan Gelombang Irreguler
Data
Data tersebut diolah menjadi bentuk statistical analysis dan spectral analysis untuk gelombang Irreguler. Hasil pengujian gelombang irreguler ditabulasi dalam statistical analysis dengan 130
Response Amplitude Operators (RAOs) memberikan nilai rasio antara input wave amplitude dan output signal untuk setiap frekwensi gelombang. Hal tersebut dihitung dengan menggunakan spectral densities dari gelombang yang telah dikalibrasi dan output signals:
dimana: ISSN 1410-3680
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, (Soegeng Hardjono) __________________________________________________________________________________________________
Hu = response function of a signal u Ua(ωe) = amplitude of frequency ωe of signal u ζa(ωe) = amplitude of frequency ωe of wave elevation ζ Suu(ωe) = spectral density of signal u Sζζ(ωe) = spectral density of wave elevation ζ
gerakan kapal akan bertambah pula dengan faktor yang sama. 5). Program Pengujian Pengujian model dilakukan dikolam MOB (Manoeuvring Ocean Engineering Basin) dilaksanakan dengan metode semi captive dimana arah gerak model diatur pada posisi sudut 1800 relatif terhadap arah datangnya gelombang (head sea) (Gambar.16). Di gelombang irregular dengan 3 (tiga) variasi kecepatan model V1,V2,dan V3 yaitu 6.1, 7.8, dan 10 knots dan 2 (dua) variasi tinggi gelombang significant H1=1.05 m danH2=2.2 m. sehingga akan membuahkan 6 (enam) kali running test (H1V1, H1V2, H1V3, H2V1, H2V2, H2V2), sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 7.
Gambar 14. Spectrum Gelombang H1
Gambar 16 Uji Model Metode Semi Captive Tabel 7. Program Pengujian Wave Height Significant (H1=1.05m;H2=2.2m) Ship Speed (V1=6.1;V2=7.8;V3=10knots) Test
Peak Period (det)
Heading
H1V1
4.24
Head sea
H1V2
4.24
Head sea
H1V3
4.24
Head sea
H2V1
7.1
Head sea
H2V2
7.1
Head sea
H2V3
7.1
Head sea
Gambar 15. Spectrum Gelombang H2 Nilai RAO diasumsikan bahwa input wave amplitude dan motion amplitude adalah Selalu sama (linear theory). Jika amplitudo gelombang bertambah maka amplitudo ISSN 1410-3680
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengujian 6 (enam) kali running test disajikan dalam bentuk Tabel statistical analysis dan kurva probabilitas deck wetness. Tabel statistical analysis 131
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 123- 134 __________________________________________________________________________________________________
menunjukkan nilai mean, standard deviasi, significant dan maximum amplitude yang diambil sebagai harga dalam mengidentifikasi nilai respon kapal. Dari enam buah Tabel statistical analysis kemudian diplotkan untuk memperoleh 6 (enam) buah grafik probabilitas deckwetness. Sebagai contoh hasil statistical anaysis dari tinggi gelombang H1 dan kecepatan V1 dapat dilihat pada Tabel 8 dan hasil Probabilitas Deck-wetness Exceedance dapat dilihat pada Gambar 17.
Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa double amplitude maksimum pitch motion yang terjadi adalah 2.41m, 1.86m, 1.65m masingmasing untuk kecepatan kapal 6.1 knots, 7.8 knots dan 10 knots untuk kondisi gelombang dengan karakteristik Hs=1.05m, Tp=4.24det, γ=3.3. Adapun untuk untuk kondisi gelombang dengan karakteristik Hs=2.2m, Tp=7.1det, γ=3.3 double amplitude maksimum pitch motion yang terjadi adalah 8.03 deg, 7.87deg, 6.52m. Deck-Wetness
Tabel 8. Statistical Analysis (H1V1)
Deck-Wetness; adalah fenomena naiknya air laut ke atas geladak kapal yang didahului oleh kejadian freeboard exceedance. Freeboard exceedance terjadi bilamana relative motion yang terjadi melebihi freeboard kapal (Lloyd ARJM).
Heave Motion Heave Motion, adalah gerakan vertikal naik dan turunnya badan kapal dimana gerakan ini berkaitan erat dengan pitch motion. Double amplitude maksimum pada heave motion yang terjadi adalah 0.02m masing-masing untuk kecepatan kapal 6.1 knots, 7.8 knots dan 10 knots untuk kondisi gelombang dengan karakteristik Hs=1.05m, Tp=4.24det, γ=3.3. Adapun untuk kondisi gelombang dengan karakteristik Hs=2.2m, Tp=7.1det, γ=3.3 double amplitude maximum pada heave motion yang terjadi adalah 0.41, 0.38m, 0.41m. Disini kriteria untuk gerakan heave ini belum pernah diketemukan dalam literatur. Namun demikian perlu menjadi catatan bahwa umumnya gerakan heave kapal akan sangat besar apabila panjang gelombang lebih besar dari ¾ panjang kapal. Pitch Motion; Pitch Motion, adalah salah satu gerakan yang sangat dominan dimana terjadi anggukan naik dan turunnya haluan maupun buritan kapal. Gerakan tersebut sangat tergantung pada karakteristik gelombang dan kecepatan kapal. 132
Gambar 17. Grafik Probabilitas Deck-wetness Exceedance H1V1 Sebagaimana dijelaskan pada pendahuluan bahwa terdapat 3 lokasi masingmasing pada midship (C), station 17.5 (B) dan depan FP (A) diamati untuk mendapatkan data probabilitas kejadian deck-wetness untuk 2 kondisi freeboard kapal yang berbeda yaitu Fb=0.4m dan Fb=1.3m. Pada kondisi gelombang Hs=1.05m, Tp=4.24detik relative motion maksimum yang terjadi cukup kecil (< 1m). Namun untuk kondisi gelombang Hs=2.2m, Tp=7.1m, relative motion maksimum yang terjadi ± 3.5m.
ISSN 1410-3680
Kajian Tinggi Haluan Kapal Pelayaran Dalam Negeri Tipe General Cargo, (Soegeng Hardjono) __________________________________________________________________________________________________
Gambar 18. Grafik Probability of Deck-wetness Exceedance H1V3
Gambar 19. Grafik Probability of Deck-wetness Exceedance H2V3 Untuk menentukan nilai tinggi haluan, maka terlebih dahulu ditentukan nilai basic freeboard berdasarkan peraturan garis muat Indonesia dari BKI. Nilai basic freeboard tersebut diplotkan pada Grafik probabilitas deck-wetness pada gelombang 1.05 m H1V3 (Gambar 18) untuk memperoleh prosentase probabilitas deck-wetness pada garis kurva A yaitu garis kurva hasil ukur waveprobe pada posisi di FP (haluan). Dengan nilai probabilitas deck-wetness yang sama diplotkan kembali ke grafik probabilitas deck-wetness pada gelombang ISSN 1410-3680
ekstrim 2.2 m H2V3 (Gambar 19), maka akan diperoleh tinggi haluan estimasi yang dicari. Rasio dari tinggi haluan terhadap freeboard basic merupakan faktor koreksi. Tinggi haluan kapal barang yang akan diselidiki dapat ditentukan dengan cara mengalikan faktor rasio terhadap freeboard basic kapal yang akan diselidiki. Percobaan uji model dengan freeboard basic (Fb) = 0.4 m : Berdasarkan Gambar 18 terlihat bahwa untuk kondisi gelombang Hs=1.05 meter dan Tp=4.24 detik, probabilitas kejadian deck- wetness adalah ± 30% untuk kecepatan 10 knots untuk lokasi C=midship dan A=FP dan ± 24% untuk lokas B. Ada pun untuk kondisi gelombang Hs=2.2 meter dan Tp=7.1 detik, probabilitas kejadian pada lokasi C adalah ± 56%, sedangkan pada lokasi A dan B probabilitasnya ± 80%. Percobaan uji model dengan freeboard (Fb) = 1.3 m : Untuk kondisi gelombang Hs=2.2 meter dan Tp=7.1 detik, probabilitas kejadian deck-wetness pada lokasi C±1%) untuk kecepatan (V=10 knots). Adapun pada lokasi A dan lokasi B probabilitasnya ± 72%. Tinggi haluan (Bow height) hasil percobaan model kapal,: Dari kurva probabilitas deck-wetness exceedance H1V3 dengan basic freeboard 0.41 m dan kondisi gelombang significant H1=1.05 m diperoleh probabilitas deck-wetness 30%. Dengan nilai probabilitas deck-wetness 30%, kemudian nilai tersebut diplotkan pada kondisi tinggi gelombang H2 pada kurva H2V3 akan diperoleh tinggi haluan minimum sebesar ± 255 mm. Tinggi haluan (Bow height) hasil perhitungan dengan ILLC’66.: Berdasarkan formula dari peraturan ILLC’66 tentang tinggi haluan minimum untuk Panjang kapal L<250 m, maka Tinggi Haluan min.= 56L (1-L/500)/ (1.36/Cb+0.68). Untuk L=50 m, Cb (Coef.block) = 0.68, maka didapat nilai Tinggi haluan min.= 252 mm.
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data pengujian model kapal General Cargo 50m untuk kondisi gelombang Hs = 1.05 m, Tp = 4.24 det, γ=3.3 dan Hs = 2.2 m, Tp = 7.1 det, γ=3.3, pada sudut heading 180o (head sea) dengan kecepatan kapal 6.1, 7.8 dan 10 knots, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: • Untuk Fb=0.4 m dan tinggi gelombang H1=1.05 m diperoleh Probabilitas deckwetness 30% untuk lokasi A dan C untuk 133
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 123- 134 __________________________________________________________________________________________________
•
•
semua kecepatn, namun untuk H2=2.2 diperoleh probabilitas deck-wetness sebesar 50% pada lokasi C dan 75% pada lokasi A dan B. Pada kondisi gelombang head sea dengan Hs=2.2 meter, Tp=7.1 detik dan freeboard kapal (Fb=1.3m), probabilitas kejadian deck-wetness pada lokasi C kurang dari 1%, untuk seluruh kecepatan kapal yang ditinjau. Adapun untuk lokasi A dan B ± 70%. Besar nilai tinggi haluan (bow height) melalui pengujian model hampir sama dengan nilai hasil perhitungan dengan Peraturan internasional ILLC’66. (ILLC’66 =2.52m dan Uji model =2.55 m pada H2=2.2 m dan V3=10 knots. Nilai rasio tinggi haluan (bow height) terhadap freeboard basic adalah 6.4.
3.
4. 5. 6.
Kecelakaan Kapal Barang Domestik antar Pulau di Indonesia, Warta Penelitian Perhubungan, No. 10/THN.XVII/2005, Badan Litbang Perhubungan, Jakarta, hal 10-21. Journee,J.M.J, Evaluation of Minimum Bow Height and Freeboard Based on Probabilitic Deck-Wetness Considerations, Delft University of Technology, The Netherlands, 2000. Takaki,M., Introduction of Revising Domentic Rule on Load Line in Japanese, Hiroshima University, Japan,2005. ………., Register of Ship, Biro Klasifikasi Indonesia,Jakarta 2008. ........., Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM3 Tahun 2005 tentang Lambung Timbul Kapal, Departemen Perhubungan, Jakarta 2005.
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT PENULIS
1. Hardjono,S., Analisis Spesifikasi Teknis, Rute dan Daerah Pelayaran Kapal Tipe General Cargo di Bawah 1000 Grt berdasarkan Potensi Pasar Domestik, Warta Penelitian No.03/THN.XVII/2005, Badan Litbang Perhubungan, Jakarta, hal 56- 68. 2. Hardjono,S., Kajian Korelasi Tingkat Kepadatan Jalur Pelayaran Terhadap
Soegeng Hardjono, Lahir di Surabaya, 12 Pebruari 1956, S1 Teknik Perkapalan ITS, dan S2 Ship Production Technology, Strathclyde University UK., Peneliti di Direktorat Teknologi dan Sistem Transportasi-BPPT.
134
ISSN 1410-3680
Uji Kekuatan Chasis Truk Pada Berbagai Kondisi Jalan, (Abdul Rachman Kusasi) _________________________________________________________________________________________________
UJI KEKUATAN CHASSIS TRUK PADA BERBAGAI KONDISI JALAN. Abdul Rachman Kusasi Peneliti Pada Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur BPPT Gedung 220 Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang – 15314, Banten Tel. (021)-7560565; Fax. (021)-7560903 E-mail :
[email protected] Abstrak Paper ini membahas tentang pengujian kekuatan suatu chasis atau struktur kendaraan truk yang diuji dengan dioperasikan pada tipikal jalanjalan yang dipilih. Kondisi jalan-jalan berkerikil ini berupa lintasan lurus rata, berkelok, dan naik-turun sepanjang 12 km. Pengukuran regangan yang terjadi dilakukan selama truk bergerak, cara pengukuran adalah dengan mamasang 8 set strain gauges di- lokasi kritis dari chasis kendaraan ini, seperti terlihat pada Gambar 3. Inspeksi sebelum dan sesudah pengujian dilakukan dengan teknik Dye penetrant dan Magnetic particle. Hasil pengukuran regangan maksimum yang terjadi selama bergerak di berbagai jalan tersebut adalah sebesar 619 µstrain atau bila dikonversikan menjadi tegangan dengan nilai mencapai 130 MPa lebih kecil dari pada 240 MPa (tegangan luluh) bahan dasar chassis, sehingga kekuatan chassis truk masih memenuhi syarat dalam mendukung beban operasinya. Kata kunci : Chassis, truk, kondisi jalan Abstract This paper present a strength test on a chassis of truck structure, which was carried out on selected-typical roads. The condition of these gravel roads is straight, winding, up and down of 12 Km long. During the test, the applied strain at the critical parts of the chassis was measured by using strain gauges whose locations are shown in figure 3. Inspection program before and after testing was carried out by using magnetic particle and dye penetrant methods. The inspection results of the maximum applied strains on the track was 619 µ strain, and these values correspond to applied stresses of 130 Mpa. These stresses are still less than 240 MPa (the yield strength of the chassis basic material). Thus, it can be found out that the strength of the chassis is satisfactory. Keywords : Chassis, truck, road condition Diterima (received) : 29 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 19 Juli 2010, Disetujui (accepted) : 30 Juli 2010
PENDAHULUAN Chassis adalah merupakan struktur utama dari sebuah kendaraan. Chassis ini harus tahan dalam menerima beban sendiri dan muatan bayarnya serta mampu beroperasi pada berbagai macam jalan yang akan ditempuhnya.. Truk ini adalah buatan tahun 1992, sehingga perlu diuji kembali kekuatan dan kemampuannya dalam memikul beban operasinya dengan bergerak melewati berbagai lintasan jalan yang dipilih. ISSN 1410-3680
Pengujian simulasi ini dilakukan di PT. Conoco, antara Grissik & Masang, Sungai Lilin, Sumatra Selatan. Besar regangan dan tegangan maksimum yang terjadi saat pengukuran terhadap Chassis tersebut menjadi hal yang penting dalam perhitungan dan penentuan kekuatan maupun durabilitynya. Dengan cara uji ini hasil data dari suatu struktur kendaraan dapat diperoleh dengan cepat. Karena itu cara uji ini lebih disukai untuk dipilih. 135
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 135 - 142 __________________________________________________________________________________________________
BAHAN DAN METODE
¾ ¾
Benda Uji ¾ Satu unit struktur kendaraan buatan ERF Limited, UK, 380 PS (1900 rpm) dan lengkap berikut mesin, sistem transmisi, accessories dan lain-lain. Dengan muatan bayar (pay load) maksimum dalam pengujian ini adalah sebesar 23225 kg. Benda uji (Chassis truk) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Peralatan Uji dan Data Akusisi 1) 8 set strain gauges (SG) 2) 2 units signal contioner KWS 3076, 6 channels 3) PC + ADC (utk. data acquisition) 4) Printer. 5) MPI & Dye Penetrant + Deep Gauge
Jalan kerikil lurus sepanjang 10 km Jalan berbelok dan menanjak /menurun 30 º sepanjang 2 km. Muatan bayar 23.225 kg
B2TKS-BPPT mengembangkan model/ profil pembebanan dari jalan-jalan tersebut dengan mengukur data yang berasal dari sistem pengukur regangan (strain gauges) yang terpasang. Sistem pengukuran yang secara skematis diperlihatkan pada Gambar 2, Sinyal yang berasal dari strain gauge disesuaikan oleh signal conditioner, kemudian dirubah menjadi data dalam bilangan analog oleh AD converter selanjutnya diolah serta ditampilkan oleh PC Computer dalam bentuk grafik dan bias dicetak oleh Printer.
2
1
From Strain gauges 7
8 Depan/Front
Signal Conditioning
AD Converter
Personal Computer
Printer
Gambar 2. Konfigurasi Sistem Pengukuran Gambar 1. Konfigurasi Truk Dan Peletakan Tangki Air (Beban Tiruan) Program Pengujian Untuk mengakses kekuatan struktur Chassis, maka dilaksanakan beberapa aktivitas sebagai berikut : 1) Mengindetifikasi material Chassis dengan menggunakan alat spektrograpi 2) Mengukur regangan dan tegangan dari Chassis pada bagian-bagian yang kritis dengan memakai strain gauges yang lokasinya seperti terlihat pada Gambar 2 3) Memeriksa retak atau cacat chasis dengan metode NDT (MPI & Dye penetrant) Pembebanan uji adalah berupa tangki gandengan yang diisi air penuh dan bergerak melalui lintasan jalan-jalan sepanjang 12 km pada kecepatan 60-70 km/jam. Lokasi jalan ini dipilih oleh pengguna, yaitu Conoco Philips Indonesia Ltd. dan terdiri dari antara lain :
136
Lokasi pemasangan strain gauge adalah titik No.1 & 6 dipasang pada bagian atas kiri (LH) & atas kanan (RH) ke arah belakang (rear), untuk No.( 2 & 3) dan No.(4 & 5) di cross bar kiri dan kanan sedangkan No. (7 & 8) dilekatkan pada bagian atas kanan & bagian atas kiri ke arah depan (front), seperti ditunjukkan di dalam Gambar 3.
Gambar 3. Lokasi Titik Ukur SG.
ISSN 1410-3680
Uji Kekuatan Chasis Truk Pada Berbagai Kondisi Jalan, (Abdul Rachman Kusasi) _________________________________________________________________________________________________
Tabel 1. Hasil Inspeksi Terhadap Chasis
Note:
ND = No Defect ; C = Crack ; P = Porosity (Pitting) ; RO = Rounded Indication ; LI = Linear Indication
ISSN 1410-3680
CI = Crack Indication
137
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 135 - 142 __________________________________________________________________________________________________
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Analisis Komposisi Kimia Bahan Chasis
Masing-masing strain gauge tersebut digunakan untuk mengukur regangan yang terjadi pada titik ukur Chassis truk dan sinyalsinyal diperoleh dikonversikan menjadi bilangan analog oleh ADC yang didisplay pada layar monitor dari PC . 138
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran regangan dilapangan dari ke 8 strain gauges selama pengujian dengan pembebanan melalui sepanjang (track) jalan-jalan yang terpilih tersebut ISSN 1410-3680
Uji Kekuatan Chasis Truk Pada Berbagai Kondisi Jalan, (Abdul Rachman Kusasi) _________________________________________________________________________________________________
disajikan dalam bentuk grafik-grafik mS (micro strain) dan load points dalam waktu, berupa gambar grafik tertentu seperti diperlihatkan dalam Gambar No. 6 (a – g). Nilai regangan (strain) tertinggi yang diperoleh dari seluruh grafik , khususnya grafik No. 6 e adalah 618,77 = 619 mS. Untuk merubah regangan menjadi tegangan adalah dengan penggunaan rumus sebagai berikut2,3) : σ=Exε (1) Dimana : σ : Tegangan (Stress) dalam MPa E : Modulus elastis material dasar baja (steels) dari Chassis MPa. Baja (steels): 2.1 × 105 MPa (N/mm2). ε : Regangan (Strain) dalam microstrain (µs) Perhitungan Tegangan Kalkulasi tegangan maksimum terjadi saat pengujian adalah :
yang
Dari hasil pemeriksaan spectrograpi baja Chassis adalah setara dengan steel SAE J 410 C grade 945 A.6), yang mempunyai tegangan luluh rata-rata, σyield adalah sebesar 480 MPa. Bila diambil faktor keamanan 2, maka tegangan ijin luluhnya, σallow yield adalah sebesar 480/2 = 240 MPa. σmak.oper = 130 ≤ 240 (MPa) Bila diamati pada daerah kritis seperti di daerah sambungan las Chassis dengan suatu pembebanan dinamis, maka diselesaikan dengan menggunakan rumus : (3) σalowdyn = v1 x v2 x σalow(2) = 0.72 x 1 x 240 MPa = 172.8 MPa Dimana : v1 : Faktor pembebanan dinamis, diambil 0.72 v2 : Faktor las (weld class tension – compression dynamic loading), diambil nilai 1 Tegangan maksimum yang terjadi, σmak.oper ≤ σalow dyn 130 MPa ≤ 172.8 MPa
σmak.oper = 2.1 × 105 x 619 = 129.99 ≈ 130 MPa.
Gambar 4. Foto Konfigurasi Rancangan Truk ER
ISSN 1410-3680
139
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 135 - 142 __________________________________________________________________________________________________
Gambar 5. Foto Sebagian Lokasi Penempelan Strain Gauge
140
Gambar 5 a. Bagian Chassis Diantara Ke Dua Roda Belakang
Gambar 5 b. Bagian Chassis Dilihat Dari Belakang
Gambar 5 c. Pemasangan Strain Gauge
Gambar 5 d. Pemasangan Instalsi Ukur Di Dalam Truk
ISSN 1410-3680
Uji Kekuatan Chasis Truk Pada Berbagai Kondisi Jalan, (Abdul Rachman Kusasi) _________________________________________________________________________________________________
Gambar 6 a. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
Gambar 6 d. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
Gambar 6 b. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
Gambar 6 e. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
Gambar 6 c. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
Gambar 6 f. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
ISSN 1410-3680
141
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 135 - 142 __________________________________________________________________________________________________
2. 3. 4.
Gambar 6 g. Grafik Pengukuran SG Pada Chassis Truk SDM 12
5. 6.
Engineering Laboratory, East Kilbride, UK, 1988. Reitor, G. & Hohmann, K., Grundlagen Des Konstruirens, Verlag W. Girardet – Essen, 1988. Shigley, J. & Mischke, C. R., : Mechanical Engineering Design, McGraw Hill International, sixth edition, 2001. …….., Laporan Teknis No. 2007. C. 1503 . , B2TKS BPP Teknologi 05 Nopember 2007. …….., ASM Hand Book, vol. 1, p. 401, …….., V Art 6, & VIII appendix 8 and API Standard, ASME Standard
UCAPAN TERIMA KASIH SIMPULAN •
•
•
Jadi kekuatan Chassis truk ERF-EC 11 SDM 12 dalam mendukung beban maksimum nya saat beroperasi pada track jalan yang dipiilh masih cukup memenuhi syarat dan aman. Disarankan agar setiap 6 bulan dilakukan periksaan ulang terhadap Chassis, khususnya pada daerah-daerah kritis seperti pada sambungan las dan bila terjadi retakan harus di reparasi dan dilas. Sesuai standard procedure ASME V art. 7 and standard acceptance criteria ASME VIII App. 6 & API. Dalam kasus terjadinya korosi, perlu dibersihkan dan diberi pelapis anti korosi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Marsh, K. J, Full Scale Fatigue Test of Components and Structures, National
142
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian/pengujian ini bisa terlaksana dengan baik, terutama kepada rekan-rekan sejawat dari seluruh bidang dan bagian diB2TKS - BPPT serta staf test engineer dari Conoco Philips Indonesia Ltd., Jakarta.
RIWAYAT PENULIS Abdul Rachman Kusasi, lahir di Malang, menyelesaikan pendidikan S-1 pada jurusan mesin dari Fakultas Teknik, jurusan mesin Universitas Brawijaya, Malang, pada tahun 1978. Pendidikan terakhir menamatkan S-2 Materials Science pada Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta pada tahun 1991. Sejak tahun 1980 bekerja sebagai peneliti dalam Bidang Material teknik, Pengujian Komponen dan Struktur pada B2TKS – BPPT.
ISSN 1410-3680
Perancangan Kabin Pengemudi Kendaraan Arjuna (Angkutan Ramping Juga Unik, Nyaman, Dan Aman) Dengan Pendekatan Konsep Ergonomi, (Ziarini Z. Karmiadji dan Djoko W. Karmiadji) ____________________________________________________________________________________________________________
PERANCANGAN KABIN PENGEMUDI KENDARAAN ARJUNA (ANGKUTAN RAMPING JUGA UNIK, NYAMAN, DAN AMAN) DENGAN PENDEKATAN KONSEP ERGONOMI Ziarini Z. Karmiadji a dan Djoko W. Karmiadji b a
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila Srengseng Sawah, Jakarta Selatan E-mail :
[email protected]
b
Peneliti Pada Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur, BPPT Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Tel. (021)-7560539; Fax. (021)-7560538 E-mail :
[email protected] Abstrak
Dengan berpegangan pada prinsip dan kaedah-kaedah ilmu ergonomi, peneliti melakukan perancangan kabin pengemudi kendaraan A.R.j.U.N.A (Angkutan Ramping juga Unik Nyaman dan Aman) dengan pendekatan antropometri. Sebanyak 30 kuesioner disebar kepada para pengemudi ojek di 5 wilayah berbeda, yakni Cibubur, Depok, Serpong, BSD, dan Tangerang. Selain mengumpulkan data kepuasan para pengemudi ojek terhadap kondisi kendaraan roda dua yang ada dan saran mereka terhadap inovasi baru, data antropometri tubuh masing-masing responden diukur. Setelah berbagai pengujian data dan sketsa, hasilnya adalah sebuah kendaraan ramping berdimensi panjang 2366 mm, lebar 800 mm, dan tinggi 1690 mm. Dimensidimensi utama dari kabin pengemudi adalah jarak dari dudukan kursi ke atap kendaraan sebesar 1000 mm, jarak antara dashboard ke sandaran kursi sebesar 860 mm, dan jarak dari titik atas pedal kaki ke ujung bawah kemudi sebesar 460 mm. Kabin ini juga diberi beberapa sentuhan inovasi tambahan berupa bentuk jok dengan sandaran, peletakan mesin di bawah jok pengemudi, sabuk pengaman, setir kemudi bulat, dan sistem gas serta rem dengan pedal kaki. Diharapkan inovasi ini mampu menjadi terobosan baru bagi produk otomotif nasional. Kata kunci : Kabin pengemudi, ARjUNA, ergonomi Abstract By referring to the principles of ergonomics, the researcher uses anthropometric approaches in designing the driver’s cabin dimensions for ARjUNA (Slim, Unique, Comfortable, and Safe Public Vehicle). As many as 30 questionnaires were disseminated to ojek drivers in 5 different areas, i.e. Cibubur, Depok, Serpong, BSD, and Tangerang. Besides, gathering data concerning their satisfaction of the present two-wheel vehicle and their suggestions for the new innovation, anthropometric data of the body dimensions of each driver were measured. After data tests and sketches were done, the result is a slim vehicle with the dimensions of 2366 mm in length, 800 mm in width, and 1690 in height. The main dimensions of the driver’s cabin are the distance from seat to roof being 1000 mm, the horizontal distance from lower edge of steering wheel to seat back being 860 mm, and distance from top of foot pedals to lower edge of the steering wheel being 460 mm. This vehicle is also equipped with new features and innovations, including comfortable bucket seats, position of machine under the driver’s seat, seat-belts, steering wheel, and foot-gas and brakes. This innovation is hoped to be a breakthrough in national automotive products.
ISSN 1410-3680
143
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 143 - 150 __________________________________________________________________________________________________
Keywords : Cab driver, ARjUNA, ergonomics Diterima (received) : 7 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 16 Juli 2010, Disetujui (accepted) : 31 Juli 2010
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Sepeda motor telah menjadi salah satu alternatif transportasi favorit masyarakat. Selain faktor harga beli yang lebih terjangkau dan efisiensi dalam konsumsi bahan bakar lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan roda empat, sepeda motor memiliki kelebihan manuverability, yaitu keluwesan bergerak di ruang terbatas. Namun, sepeda motor memiliki tiga kelemahan yakni merupakan kendaraan labil sehingga gampang celaka, kedua, sangat tergantung pada kondisi cuaca sehingga kemampuannya terganggu, dan terakhir, untuk Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim, bagi penumpang perempuan sebenarnya dilarang karena pengemudi bukan muhrimnya sehingga diperlukan pengojek perempuan, hanya untuk alasan ini. Oleh karena itu, Dirjen Perhubungan Darat menegaskan, sebenarnya pemerintah tidak akan pernah mengizinkan ojek sebagai sarana angkutan umum, kecuali untuk beberapa daerah tertentu yang tidak terjangkau angkutan umum13). Kondisi seperti ini menjadi sebuah alasan jelas bagi pemerintah bersama dengan masyarakat swadaya untuk mengembangkan sebuah kendaraan angkut mini yang aman, nyaman, dan tetap handal ketika digunakan dalam kondisi cuaca apapun. Faktor, keunggulan sepeda motor yang ramping dan mengkonsumsi lebih sedikit ruang gerak, harus menjadi pertimbangan utama dalam mengembangkan kendaraan angkut mini tersebut4). Perbedaan karakteristik tubuh dan kebutuhan khusus masyarakat Indonesia terhadap mobilitas dan transportasi, menyebabkan perlu dikembangkannya kendaraan angkut mini yang sesuai dengan kondisi tersebut. Salah satu pendekatan ilmiah yang dapat digunakan dalam merancang kendaraan angkut mini adalah ilmu Ergonomi, yakni disiplin keilmuan yang memperhatikan aspek-aspek manusia dan lingkungan kerjanya, maupun interaksi antara manusia dengan mesin (man machine interface)3, 11, 12).
Pada penelitian ini, 2 jenis data yang dikumpulkan dan diolah, berikut adalah penjelasan mengenai pengumpulan dan pengolahan data terkait:
144
Data Kuesioner Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh para pengemudi ojek selaku calon pengguna dalam inovasi kendaraan mereka, maka disebarkanlah kuesioner yang terbagi dalam dua kategori pertanyaan, yaitu 1) Kondisi dan Kepuasan terhadap Ojek yang Ada, dan 2) Saran terhadap Inovasi Baru. Setelah perumusan kuesioner awal yang diikuti dengan sebuah pre-test yang dilakukan kepada 5 pengemudi ojek, disebarkanlah kuesioner akhir yang merupakan revisi (kuesioner sebelumnya) kepada 30 responden laki-laki dewasa. Hasil dari kuesioner kemudian diuji dengan macam pengujian, yakni: 1) Uji Validitas Uji validitas dilakukan dengan metode Bivariate Pearson (Korelasi Produk Momen Pearson). Setiap kategori pertanyaan diuji secara terpisah. Dari hasil analisis didapat nilai korelasi antara skor item dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r Tabel, r Tabel dicari pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 30, maka didapat r Tabel sebesar 0,349. Berdasarkan hasil análisis pada kategori “Kondisi dan Kepuasan terhadap Ojek yang Ada”, diperoleh nilai korelasi untuk ítem Lama Penggunaan Motor, Frekuensi Rasa Pegal, dan Frekuensi Pengangkutan Dua Penumpang nilai kurang dari 0,349. Karena koefisien korelasi ketiga ítem tersebut kurang dari nilai r Tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ítem-item tersebut tidak berkorelasi signifikan dengan skor total (dinyatakan tidak valid), sehingga harus dikeluarkan atau diperbaiki. Sedangkan pada ítem-item lainnya lebih dari 0,349 dan dapat disimpulkan bahwa butir instrumen valid. Untuk kategori ISSN 1410-3680
Perancangan Kabin Pengemudi Kendaraan Arjuna (Angkutan Ramping Juga Unik, Nyaman, Dan Aman) Dengan Pendekatan Konsep Ergonomi, (Ziarini Z. Karmiadji dan Djoko W. Karmiadji) ____________________________________________________________________________________________________________
pertanyaan “Saran terhadap Inovasi Baru”, hasil analisisnya menunjukkan nilai korelasi untuk semua ítem lebih besar dari nilai r Tabel yakni 0,349. Maka dapat disimpulkan bahwa ítem-item tersebut telah berkorelasi signifikan dengan skor total dan dapat dinyatakan valid untuk dijadikan butir instrument 2) Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha. Item-item yang diuji hanyalah item yang telah dinyatakan valid melalui uji validitas sebelumnya. Pengujian juga dilakukan terpisah untuk masing-masing kategori. Dengan hanya mengolah item telah lolos uji validitas pada kategori pertama diperoleh nilai Alpha sebesar 0,735. Sedangkan nilai r adalah sebesar 0,349. Karena nilai Alpha lebih besar daripada nilai r kritis, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen penelitian tersebut reliabel. Sedangkan pada kategori pertanyaan kedua, diperoleh nilai Alpha sebesar 0,681. Karena nilai Alpha lebih besar daripada nilai r kritis, maka dapat disimpulkan bahwa butirbutir instrumen penelitian tersebut juga sudah reliabel.
Correction diperoleh hasil tingkat Sig. semua item pengukuran > 0,05; artinya bahwa distribusi semua data adalah normal. Kesimpulan yang sama juga dinyatakan oleh uji Kolmogorov yang kedua yaitu menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test menghasilkan nilai Sig. > 0,05; yang artinya adalah sampling data berasal dari populasi data yang berdistribusi normal. Setelah pengujian dilakukan perhitungan persentil data untuk memperoleh nilai-nilai persentil yang akan digunakan sebagai acuan dimensi perancangan. Nilai persentil utama yang dihitung adalah P5, P50, dan P95. Parameter Kendaraan Pemilihan dan desain fitur inovatif pada kendaaran akan sangat mempengaruhi desain dimensi kabin pengemudi, sehingga setiap komponen utama dari kendaraan harus diperhatikan berbagai dampak pengaruhnya4). Berikut adalah beberapa fitur maupun komponen inovatif pada kendaraan ARjUNA: Jenis, Ukuran dan Letak Mesin Kendaraan
Data Antropometris Pengukuran dimensi tubuh (antropometris) pengemudi ojek dalam kaitannya dengan perncangan kabin pengemudi pada kendaraan baru, dilakukan pada 12 item/dimensi pengukuran, sesuai dengan usulan Martin Helander pada bukunya The Guide to Human Factors and Ergonomics. Hasil pengukuran dari setiap item untuk 30 responden tersebut kemudian dilakukan 2 jenis pengujian, untuk meyakini kevalidan sampling datanya, yakni: 1) Uji Kecukupan Data Hasil uji Kecukupan Data menujukkan bahwa semua item menghasilkan nilai N’ yang lebih kecil dari N (30), sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran sampel pada semua item pengukuran telah mencukupi. 2) Uji Kenormalan Data Uji Kenormalan Data dilakukan dengan menggunakan metode KolmogorovSmirnov, dengan dua pendekatan dalam program SPSS, yakni Parametric Test (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) dan Lilliefors Significance Correction. Dari uji Kolmogorov pertama, yaitu menggunakan Lilliefors Significance ISSN 1410-3680
Dalam penelitian dan perancangan ini, mesin kendaraan yang digunakan adalah mesin motor roda dua Honda Tiger berkapasitas 200 cc. Mesin jenis ini dipilih selain untuk memanfaatkan mesin yang sudah tersedia, namun juga karena kapasitas mesin harus memiliki tarikan yang cukup baik dan kuat, tanpa melupakan faktor keiritan bahan bakar. Kendaraan A.R,j.U.N.A yang diperuntukkan untuk para pengemudi ojek harus dapat diproduksi secara ekonomis dan harus irit dalam konsumsi bahan bakarnya. Oleh sebab itu, dipilih dasar mesin kendaraan roda dua. Dari pengamatan di lapangan, karakteristik masyarakat Indonesia dalam berkendara, cenderung mengangkut beban yang berlebih pada kendaraan mereka, baik berupa orang maupun barang, khususnya pada kendaraan roda dua. Sehingga untuk mengantisipasi hal ini dan mencegah terjadinya kerusakan dini pada kendaraan akibat beban berlebih, maka didesain kendaraan yang memiliki kapasitas mesin yang cukup besar dan kuat dalam mengangkut penumpang maupun barang, tanpa melupakan prinsip efisiensi bahan bakar. 145
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 143 - 150 __________________________________________________________________________________________________
Dengan panjang 410 mm, tinggi 413 mm, dan lebar 310 mm; mesin Honda Tiger memiliki ukuran dan dimensi yang lebih besar dibandingkan motor roda dua jenis bebek pada umumnya. Posisi mesin yang berdiri juga memiliki implikasi tertentu dalam mendesain letak mesin kendaraan. Ukuran mesin demikian sangat menentukan ukuran box mesin yang akan mempengaruhi ukuran jok, karena mesin diletakkan di bawah salah satu jok kendaraan, yaitu antara pengemudi atau penumpang. Mesin kendaraan dipilih untuk diletakkan di bawah jok pengemudi. Jenis dan Ukuran Velg serta Ban Kendaraan A.R.j.U.N.A. memiliki 3 roda agar lebih stabil daripada motor roda dua. Walau basis mesin yang digunakan adalah mesin Honda Tiger, namun jenis velg dan ban yang digunakan, dipilih jenis motor transmisi otomatik seperti Yamaha Mio. Ukuran velg dan ban yang dimiliki oleh motor-motor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan motor kapasitas besar. Ukuran velg yang digunakan adalah 14 inci yang kurang lebih setara dengan 356 mm. Ukuran ban depan dipilih 70/80 yang berarti ketebalan ban pada tampak samping sebesar 70 cm dan ketebalan tampak atas sebesar 80 cm. Sedangkan ukuran ban belakang sebesar 80/90.
pula yang menjawab bodi atap tersebut perlu ditambahkan. Kendaraan A.R.j.U.N.A didesain untuk memiliki bodi atap tambahan, namun desain bodi samping serta atap kendaraan tidak menjadi prioritas dan fokus pada penelitian ini. Penelitian ini hanya sebatas dimensi dari bodi dan atap tersebut sehingga sesuai dengan dimensi tubuh para calon pengguna, khususnya jarak antara dudukan jok sampai dengan atap atau plafón kendaraan. Sabuk Pengaman Kehadiran sabuk pengaman juga menjadi fitur inovatif berikutnya. Selama ini motor roda dua terkenal dengan tingkat kecelakaannya yang tinggi dengan angka fatalitas yang tinggi. Faktor keamanan A.R.j.U.N.A menjadi salah satu pertimbangan penting dalam perancangan, sehingga peneliti memberikan inovasi berupa kehadiran sabuk pengaman pada jok pengemudi. Penambahan sabuk pengaman tentu akan mempengaruhi assembly akhir dari jok kendaraan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan Kendaraan
Jenis Kemudi dan Sistem Gas serta Pengereman Hasil dari kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar responden (17 orang) masih merasa nyaman dengan penarikan gas yang dilakukan oleh tangan, tapi jumlah yang masih cukup signifikan (13 orang) menjawab tertarik dengan gas yang dilakukan oleh kaki. Sebaliknya untuk sistem pengereman, 17 orang menjawab cenderung lebih nyaman dengan pengereman kaki, sedangkan sisanya memilih pengereman tangan. Dalam perancangan ini, peneliti ingin memberikan inovasi berupa sistem gas dan pengereman yang keduanya dilakukan oleh kaki, seperti halnya kendaraan roda empat (mobil). Bodi dan Atap Kendaraan Untuk mengatasi permasalahan ketidakhandalan motor roda dua dalam mengangkut penumpang ketika musim hujan, maka solusi untuk mengatasinya adalah diberikan bodi tambahan berupa atap kendaraan9). Walau sebagian besar responden menjawab tidak perlu adanya bodi tambahan tersebut karena khawatir akan mengganggu kelincahan mereka dalam bergerak, namun tidak sedikit 146
Pokok permasalahan pada penelitian ini adalah Perancangan Kendaraan yang mampu menjawab masalah kenyamanan mobilitas masyarakat tanpa mengabaikan faktor keselamatan serta keamanan berkendara para penggunanya. Kendaraan ini juga harus mampu memenuhi poin-poin berikut1, 2) : 1) Lebih aman dan stabil, dengan konsep kendaraan roda tiga atau lebih. Hal ini dikarenakan motor dua roda terbukti labil dalam berkendara. 2) Handal dalam kondisi cuaca dan jalan apapun 3) Nyaman bagi penumpang perempuan maupun laki-laki. Hal ini mengingat bahwa harus ada pemisah antara pengemudi laki-laki dengan penumpang perempuan yang bukan muhrimnya. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba merancang kabin pengemudi kendaraan angkut mini yang ergonomis dengan menggunakan data antropometri sebagai acuan ukuran untuk mendesain dimensi kendaraan8). Kendaraan ini akan kemudian dinamakan A.R.j.U.N.A (Angkutan Ramping juga Unik Nyaman dan Aman). ISSN 1410-3680
Perancangan Kabin Pengemudi Kendaraan Arjuna (Angkutan Ramping Juga Unik, Nyaman, Dan Aman) Dengan Pendekatan Konsep Ergonomi, (Ziarini Z. Karmiadji dan Djoko W. Karmiadji) ____________________________________________________________________________________________________________
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengembangkan inovasi baru dalam teknologi otomotif Indonesia yang mampu menjadi tranportasi alternatif dalam mendukung mobilitas masyarakat, yaitu berupa kendaraan angkut mini yang tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat pengguna ojek konvensional, khususnya di wilayah perumahan. 2) Menghasilkan rancangan kendaraan angkut mini yang mengacu pada kaedahkaedah ergonomi, yaitu rancangan kendaraan yang disesuaikan dengan data dimensi tubuh atau antropometri manusia sehingga pengguna dapat terhindar dari rasa pegal atau lelah serta dan dari kemungkinan terjadi injury (luka dan celaka) selama berkendara. Demi mencapai tujuan penelitian ini, maka penulis memberikan pembatasan masalah lanjutan sebagai berikut: 1) Perancangan kendaraan angkut mini didasarkan pada konsep kendaraan bermotor 3 (tiga) roda dan dapat menampung 1 (satu) orang pengemudi dan 2 (dua) orang pengguna yang terdiri dari satu orang dewasa dan satu anak kecil; 2) Penelitian difokuskan pada perhitungan dan perancangan dimensi kabin pengemudi kendaraaan berdasarkan aspek dimensi tubuh (antropometri) pengemudi ojek;
3) Data yang dikumpulkan dengan menggunakan cara pengukuran statis; 4) Data difokuskan pada para calon pengemudi kendaraan sehingga kuesioner ditargetkan unuk disebar kepada 30 sampel/responden yang terdiri atas pengemudi ojek7); 5) Pengambilan sampel dilakukan di 5 wilayah, yakni Serpong, Depok, BSD, Cibubur, dan Tangerang dengan fokus pangkalan ojek di dekat area perumahan kelas menengah ke atas. 6) Penelitian tidak membahas usulan bahan dan material kerangka serta material kursi pengemudi; 7) Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner berserta perhitungan statistik penelitian akan diperbantukan dengan program SPSS ver 15.0(11). 8) Pembuatan gambar rancangan kabin dan kendaraan ARjUNA diperbantukan dengan program desain CATIA V5. Perancangan Dimensi Kabin Pengemudi Sesuai dengan hasil literatur “A Guide to Human Factors and Ergonomics” (Panduan Faktor Manusia dan Ergonomi)5), terdapat 10 macam ukuran yang menentukan dimensi kabin sebuah kendaraan, khususnya kabin pengemudinya (lihat Gambar 1. Keterangan gambar dapat dilihat di Tabel 1). Setiap pokok ukuran ditentukan berdasarkan salah satu dimensi tubuh manusia penggunanya.
Gambar 1. Dimensi Antropometris Kabin Pengemudi
ISSN 1410-3680
147
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 143 - 150 __________________________________________________________________________________________________
Berdasarkan literatur diatas, hanya 10 macam dimensi yang menjadi prioritas perancangan kabin penegemudi. Peneliti dalam hal ini menambahkan 1 macam atau jenis dimensi yaitu Jarak Tinggi Sandaran Kursi. Karena calon pengguna kendaraan tersebut beragam dalam dimensi dan ukuran tubuh, seperti memiliki tinggi bahu maupun panjang kaki yang berbeda-beda, maka digunakan tingkat-tingkat persentil tertentu dari hasil perhitungan statistik guna memperoleh angka ukuran yang mendekati tingkat kenyamanan terbaik para penggunanya yang beragam. Kenyamanan dalam konteks antropometri adalah kemampuan manusia (pengguna) dengan dimensi tubuh kecil
menggapai komponen benda atau sistem kerja, sementara yang berdimensi tubuh besar tetap muat di dalam benda atau sistem kerja tersebut. Pengertian ini merupakan motto dari penggunaan desain antropometri, yakni: ¾ Izinkan orang yang kecil untuk dapat menggapai (Let the small person reach), dan ¾ Izinkan orang yang besar untuk dapat muat kedalamnya (Let the big person fit). Berikut adalah daftar dimensi kabin dengan perbandingan dimensi tubuh yang menentukan ukuran-ukurannya beserta tingkat ukuran desain (persentil) yang digunakan (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi Ukuran Dimensi Kabin Pengemudi
Dimensi Kabin
Dimensi Tubuh
Tingkat Ukuran Desain (Persentil) Reach/Fi
Ukuran Dimensi (mm)
1.
Jarak dari dudukan kursi ke atap kendaraan
Tinggi Duduk Tegak (TDT)
P95 (Fit)
1000
2.
Jarak dari titik atas pedal kaki ke ujung bawah kemudi
Tinggi Lutut Duduk (TLD)
P5 (Reach)
460
Jangkauan Tangan ke Depan (JTD)
P5 (Reach)
770
Jarak vertikal dari ujung bawah kemudi ke lantai kendaraan
TLD
P95 (Fit)
530
5.
Jarak antara dashboard ke sandaran kursi
Pantat ke Lutut (PKL) & TLD
P5 (Reach)
860
6.
Jarak dari kemudi ke tuas operasional lainnya
Panjang Telapak Tangan (PTT)
P5 (Reach)
145
7.
Lebar dudukan kursi
Lebar Pinggul (LP)
P95 (Fit)
420
8.
Kedalaman horizontal kursi
Pantat Popliteal (PPO)
P50 (Fit)
430
9.
Lebar sandaran kursi
Siku ke Siku (SKS) & Lebar Bahu (LB)
P5 & P50 (Fit)
420
Tinggi Popliteal (TPO)
P5 (Reach)
430
Tinggi Bahu Duduk (TBD)
P50 (Fit)
560
3.
4.
Jarak horizontal dari ujung bawah kemudi ke sandaran kursi
10. Jarak tinggi dudukan kursi ke lantai 11. Jarak tinggi vertical sandaran kursi
Selanjutnya, setelah pemilihan persentil, dibuatlah sketsa tampak samping (Gambar 2), yang telah mempertimbangkan beberapa faktor berikut: 1) Ukuran diameter ban depan dan belakang, 2) Ukuran dan diameter gear
3) Area atau ruang lokasi gear dan rantai 4) Box mesin kendaraan 5) Jarak antara tanah dengan chassis bawah kendaraan (1/2 diameter ban) Hasil sketsa kendaraan divisualisasikan pada Gambar 3 dengan bantuan software Catia yaitu rendering rancangan kendaraan.
Perancangan Kabin Pengemudi Kendaraan Arjuna (Angkutan Ramping Juga Unik, Nyaman, Dan Aman) Dengan Pendekatan Konsep Ergonomi, (Ziarini Z. Karmiadji dan Djoko W. Karmiadji) ____________________________________________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2. Sketsa Tampak Samping A.R.j.U.N.A
Gambar 3. Sketsa Rendering A.R.j.U.N.A
SIMPULAN •
•
Berdasarkan hasil kuesioner, kendaraan motor roda dua yang kini umum dipakai oleh para tukang ojek, belum dapat secara optimal memenuhi faktor kenyamanan, keselamatan, dan kehandalan dalam berkendara, khususnya dalam mengangkut penumpang umum. Oleh sebab itu, para pengemudi ojek, masih sangat terbuka dengan kehadiran inovasi baru dalam berkendara. Perancangan kendaraan A.R.j.U.N.A. mengikuti hasil dari kuesioner para pengemudi ojek sebagai salah satu calon konsumen kendaraan. Nilai dimensi akhir dari kendaraan A.R.j.U.N.A yang diharapkan mampu menjawab tantangan dan permasalahan dalam kendaraan angkut yang mini dan ramping adalah sebagai berikut: o Panjang Keseluruhan = 2366 mm, o Lebar = 800 mm, o Tinggi = 1690 mm, o Panjang antar Sumbu Roda = 1816 mm o Jarak dari Tanah ke Bodi = 260 mm
ISSN 1410-3680
1. Bosch, 2004, Automotive Handbook, 6th Ed. Warrendale, Pennsylvania: SAEInternational. 2. Braess, Hans-Hermann and Ulrich Seiffert, Handbook of Automotive Engineering, Warrendale, Pennsylvania: SAE-International, 2005. 3. Bridger, R.S, Introduction to Ergonomics. New York: Talyor & Francis Inc., 2003. 4. Foale, Tony, Motorcycle Handling and Chassis Design. Spain: Tony Foale Designs, 2003,. 5. Helander, Martin, A Guide to Human Factors And Ergonomics. Boca Raton, Florida: CRC Press Taylor & Francis Group, 1996. 6. Karmiadji, Djoko, Laporan Akhir Pengembangan Teknologi Frame Sepeda Motor. Serpong: Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur, BPPT, 2005. 7. Neuman, W. Lawrence, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Wisconsin: Pearson Education, 2003. 8. Nurmianto, Eko, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (edisi pertama). Surabaya : Guna Widya, 1996. 9. Panero, Julius and Martin Zelnik, Human Dimension & Interior Design. New York: Whitney Library Of Design, 1979,. 10. Spiegel, Murray R, Statistika (edisi kedua). Jakarta : Erlangga,1994. 11. Sutalaksana, Iftikar Z, Teknik Tata Cara Kerja dan Ergonomi. Bandung:DepartemenTeknik IndustriITB, 1979,. 12. Wignjosoebroto, Sritomo, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta: PT. Candi Mas Metropole, 1995. 13. ........., Ojek Angkutan Umum Ilegal, Kata Dephub¸berita tertanggal 24 Juli 2009, Dephub, www.antaranews.co.id, diakses tanggal 21 Pebruari 2010.
RIWAYAT PENULIS Ziarini Zaki Karmiadji, lahir di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 14 Juli 1986. Penulis memegang dua gelar sarjana, pertama yakni Sarjana Teknik di bidang Teknik Industri dari Universitas Pancasila, dan kedua, yakni Sarjana Sosial di bidang Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia. Saat ini menjadi Direktur Kegiatan Kemahasiswaan di Ikatan Teknik ahli Teknik Otomotif Indonesia. 149
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 143 - 150 __________________________________________________________________________________________________
Penulis juga menjadi pencetus Kompetisi Rekayasa Otomotif Nasional. Djoko W. Karmiadji lahir di Banyuwangi tanggal 10 Februari 1957. Menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gadjah Mada pada tahun 1983. Sebagai peneliti tamu di DFVLR, Cologne, Jerman dari April 1986 - April 1987 dibidang pengujian fatigue material pesawat. Menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 pada
150
tahun 1992 dan 1997 di Mechanical Engineering Department, the University of Alabama, USA. Bekerja sejak tahun 1984 di UPT Laboratorium Uji Konstruksi / B2TKS BPP Teknologi di bidang Pengujian Komponen dan Konstruksi sebagai Ahli Peneliti Utama. Menjadi guru besar di Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Penulis juga menjadi anggota organisasi profesional SAE International dan IATO/SAE Indonesia.
ISSN 1410-3680
Analisis Fatik Terhadap Perubahan Konstanta Pegas Katup Motor Bensin 1500 cc (Moch. Yunus & Djoko W. Karmiadji) _________________________________________________________________________________________________
ANALISIS FATIK TERHADAP PERUBAHAN KONSTANTA PEGAS KATUP MOTOR BENSIN 1500 CC Moch. Yunus a dan Djoko W. Karmiadji b Magister Teknik Mesin, Universitas Pancasila Srengseng Sawah, Jakarta Selatan E-mail :
[email protected] Peneliti Pada Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur, BPPT Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Tel. (021)-7560539; Fax. (021)-7560538 E-mail :
[email protected] Abstrak Salah satu komponen yang dapat mempengaruhi terjadinya penurunan daya atau torsi yang dihasilkan oleh proses pembakaran bahan bakar pada motor bensin empat langkah adalah lemahnya pegas katup yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan penutupan katup-katup pada saat proses pembakaran bahan bakar. Lemahnya pegas katup ini ditunjukan dengan menurunnya nilai konstanta pegas. Pada penelitian ini dilakukan terhadap pegas katup motor bensin empat langkah 1500 CC yang berdasarkan pengujian statis mempunyai nilai konstanta pegas 36,44 N/mm. Setelah pegas tersebut dilakukan uji lelah/uji dinamis dengan pembebanan sebesar 5190,312137 N - 6228,37456 N terhadap variasi variabel bebasnya temperatur 2000C – 2400C, langkah tekan 5 mm – 6 mm, dan waktu 11 jam – 12 jam secara teknis mengalami penurunan nilai rata-rata konstanta pegasnya sebesar 5,6676 %. Jika dianalisa berdasarkan pengaruh variabel bebasnya penurunan nilai konstanta pegas yang terbesar adalah 7,65699 % terjadi pada temperatur 2400C, langkah tekan 6 mm, dan waktu uji lelah 11 jam. Kata kunci : Analisis fatik, pegas katup, motor bensin Abstract A component, that can cause decreasing the power or torsion of combusting process in four stroke fuel engine, is a weak valve spring which decelerates the valve motion during combusting process. The spring weakness is shown by decreasing the value of spring stiffness. The spring valve of 1500 CC four stroke fuel engine is selected in this research which has stiffness of 36.44 N/mm based on static testing. The dynamic loads of this research are based on the variables of temperatures 200oC and 240oC; compression steps 5 mm and 6 mm; test duration 11 hours and 12 hours. The test result shows that the average decreasing value of spring constant is 5.6676 %. The maximum value is 7.65699 % when the test parameters are 240oC of temperature, 6 mm compression, and 11 hours fatigue test duration. Keywords : Fatigue analysis, valve spring, gasoline engine Diterima (received) : 29 Mei 2010, Direvisi (reviewed) : 17 Juni 2010, Disetujui (accepted) : 21 Juli 2010
ISSN 1410-3680
151
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 159 - 164 __________________________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN Sebuah kendaraan bermotor atau otomobil dikatakan mempunyai performa mesin (engine) baik, jika kendaraan tersebut hemat bahan bakar dan menghasilkan daya dan torsi yang optimal sesuai dengan volume dan jumlah silindernya. Pengguna kendaraan bermotor kadang merasa kurang nyaman dengan performa kendaraannya sehingga melakukan usaha-usaha agar performa kendaraanya meningkat. Salah satu usaha untuk peningkatan atau mempertahankan performa mesin adalah dengan melakukan perawatan rutin pada bagian mesin / komponen - komponen kendaraan itu. Kendaraan bermotor akan menurun performa mesinnya jika tidak dilakukan perawatan rutin dan sudah dipakai dalam waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan adanya komponen-komponen mesin yang sudah mulai mengalami fatk yang mengakibatkan aus atau rusak sehingga kerja komponen tersebut kurang maksimal sehingga dapat menimbulkan turunnya performa mesin.
BAHAN DAN METODE Pegas Katup Salah satu komponen yang berpengaruh terhadap turunnya performa mesin adalah pegas-katup, dimana pegas-katup ini merupakan bagian dari mekanis katup yang bertugas mengatur jumlah bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam mesin dan setelah itu dikonversi menjadi torsi atau daya melalui proses pembakaran dengan loncatan bunga api dari busi. Disamping itu pegaskatup juga berfungsi mengatur gas buang hasil pembakaran untuk dibuang sehingga campuran bahan bakar dan udara segar (energi baru) dapat masuk dengan lancar ke dalam mesin.
Gambar 1. Pegas Katup Untuk mengatur energi baru yang akan dibakar dan gas-buang yang dibuang 152
dilakukan oleh katup yang berbeda, yaitu katup-isap dan katup-buang (Gambar 1). Pegas katup digunakan untuk menggerakkan kepala katup agar dapat menutup kembali setelah kepala katup membuka akibat gerakan nok yang diteruskan oleh batang katup dan juga untuk mengencangkan serta merapatkan penutupan katup terhadap dudukannya. Gaya menutup pegas harus dapat menutup kepala katup dengan rapat terhadap dudukannya pada silinder agar tidak terjadi kebocoran kompresi selain itu juga dapat mengatasi kelembaman mekanis katup. Seiring lama waktu dipakainya motor/mesin maka pegas katup akan mengalami penurunan gaya pegasnya.
Gambar 2. Grafik Daya vs. Putaran Berdasarkan hasil penelitian1), bahwa pegas katup akan mengalami penurunan konstanta pegas akibat dari perubahan sifat mekanisnya sehingga akan mempengaruhi daya yang dihasilkan dari proses pembakaran dalam mesin (lihat Gambar 2). Dari Gambar 2 menunjukan bahwa pemasangan shim standar (0,5 mm) pegas katup tidak mampu memberi gaya-tekan yang optimum terhadap proses penutupan katup, sehingga pada proses pembakaran daya yang dihasilkan berkurang. Ternyata pada ketebalan shim 2 mm dapat meningkatkan kemampuan gaya-tekan pegas terhadap proses penutupan katup sehingga daya yang dihasilkan dari proses pembakaran mencapai maksimum pada putaran 2600 rpm. Gangguan yang terjadi apabila gaya pegas katup sudah melemah atau pagas katup patah diantaranya : 1) Pembukaan/penutupan katup terlambat, sehingga akan mempengaruhi tekanan kompresi. 2) Suara mesin kasar 3) Mempercepat terjadinya kerak atau kepala katup terbakar, sehingga akan mempengaruhi ketidak lancaran putaran mesin pada saat kondisi dingin. ISSN 1410-3680
Analisis Fatik Terhadap Perubahan Konstanta Pegas Katup Motor Bensin 1500 cc (Moch. Yunus & Djoko W. Karmiadji) _________________________________________________________________________________________________
Keadaan kerja atau kondisi pembebanan operasi pada pegas, dimana pegas dikenai beban kejut yang besar dan bervariasi, yang harus mampu menahan beban kerja hingga 1.000.000 siklus atau lebih. Kondisi ini diperlukan untuk jangka panjang pada kendaraan bermotor seperti komponen pegas katup pada motor bakar torak (Gambar 3).
¾ Defleksi total (the deflection to solid length) δs3) : δ s = Lf - L s
(4)
dimana : Ls : panjang bebas ¾ Gaya yang diperlukan untuk menekan pegas sampai panjang padat (solid length) Fs1): Fs =
G.d .δ s 8.C 3 .N a
(5)
dimana : G : modulus geser bahan pegas Na : jumlah koil aktif Gambar 3. Free Body Diagram4) Pada Gambar 3 menunjukan pegas koil/ heliks tekan dari kawat bulat yang dibebani dengan gaya aksial F. Jika pegas tersebut dipotong kemudian sebagian dari pegas kita hilangkan dan sebagai gantinya adalah gayadalam (lihat Gambar 3.a). Pada bagian yang terpotong tersebut akan mendesakkan suatu gaya geser langsung F dan suatu puntiran (FD)/2 pada bagian pegas yang tersisa. Sehingga pada pegas tekan tersebut akan terjadi : ¾ Tegangan kombinasi pada kawat pegas1): d ⎞ 8 F .D ⎛ (1) τ maks = 1+ ⎟ 3 ⎜ πd ⎝ 2 D ⎠ ¾ Indeks pegas Indek3): D (2) C= d ¾ Panjang padat (solid length) Ls2) : (3) Ls = d x Nt dimana: Nt : jumlah koil Tabel 1. Effect Of End Treatment4)
ISSN 1410-3680
Pengujian Metode pengujian yang digunakan adalah pengujian sampel pegas katup motor bensin empat langkah 1500 cc yang dilakukan pengujian pembebanan statis untuk menentukan konstanta pegasnya. Setelah itu spesimen pegas tersebut dilakukan pengujian dinamis dengan variabel pembebanan bebasnya ditunjukkan pada Tabel 2. Kemudian dilakukan pengujian pembebanan statis lagi untuk menentukan pengaruh variabel bebas terhadap konstanta pegas. Tabel 2. Faktor Dan Level Level Faktor
Temperatur (A)
Satuan 0
Low (1)
High (2)
C
200
240
Langkah tekan (B)
mm
5
6
Waktu (C)
jam
11
12
Pengujian Statis Pengujian statis dilakukan dengan menggunakan spesimen pegas katup, dimana mesin ujinya menggunakan alat uji jenis Hydraulic Universal Material Tester 50 kN (Gambar 3)
153
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 159 - 164 __________________________________________________________________________________________________
Dimana : 1. Poros penekan 2. Batang engkol 3. Pemanas (heater) 4. Switch temperatur 5. Lampu indikator 6. Pengatur temperatur 7. Switch motor listrik 8. Pengatur jarak langkah ekan 9. Pegas uji 10. Shim
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3. Uji Statis Pengujian Dinamis Pengujian dengan pembebanan dinamis terhadap pegas katup dilakukan dengan cara memvariasikan variabel bebas seperti pada Tabel 2, dimana besarnya pembebanan yang terjadi akibat dari daya motor listrik (sebagai penggerak) yaitu : U=Pxt (6) dimana : U : usaha P : daya motor listrik t : waktu 1 (7) t= f n (8) f = 60 U=Fxs (9) dimana : F : Gaya dinamis s : Langkah tekan Alat yang digunakan untuk melakukan pengujian dinamis dapat dilihat pada Gambar 4.
Analisis Gaya a) Analisis Pembebanan Statis Bahan pegas katup adalah: Vanadiumchrom/spesifikasi yang sama dengan UNS G61500, AISI 6150, ASTM 231-412) Panjang bebas (Lf) : 46,29 mm Diameter koil (D) : 26,05 mm Diameter kawat (d) : 4,21 mm : 6,5 koil Jumlah koil (Nt) Untuk besar beban F = 308,47 N akan terjadi defleksi 7,89 mm (minimum) Untuk besar beban F = 740,09 N akan terjadi defleksi 18,93 mm (maksimum) b) Analisis Pembebanan Dinamis Untuk panjang langkah tekan 5 mm, maka besar gaya dinamisnya sebesar : 5,19 N Untuk panjang langkah tekan 6 mm, maka besar gaya dinamisnya sebesar : 6,23 kN Analisis Pengujian Besarnya nilai konstanta pegas sebelum dilakukan uji dinamis adalah 36,44 N/mm. Setelah pegas dilakukan uji dinamis secara teknis nilai rata-rata konstanta pegasnya mengalami penurunan sebesar 5,67 %. Pengaruh variabel-variabel bebas dengan mengacu tabel 2 dimana mengarah pada nilai konstanta pegas yang dapat dinyatakan kedalam bentuk persamaan regresi hasil dari analisis dapat ditunjukkan seperti tersebut di bawah ini, Y = 96,0263 + 0,2848 A – 2,2523 B – 3,5665 C – 0,0870 AB – 0,0313 AC – 0,0714 BC + 0,0085 ABC
Gambar 4. Alat Uji Dinamis 154
Dari persamaan regresi tersebut dapat dihitung besarnya penurunan konstanta pegasnya yang hasilnya seperti tabel 3. Dari pengujian dinamis yang dilakukan terhadap pegas katup dengan variabel bebas ISSN 1410-3680
Analisis Fatik Terhadap Perubahan Konstanta Pegas Katup Motor Bensin 1500 cc (Moch. Yunus & Djoko W. Karmiadji) _________________________________________________________________________________________________
temperatur, langkah tekan dan waktu ternyata mempengaruhi besarnya konstanta pegas katup. Variabel bebas yang sangat berpengaruh terhadap konstanta pegas adalah pada saat pembebanan dinamis dilakukan dengan temperatur 240oC, langkah
tekan 6 mm, dan waktu 11 jam yang menyebabkan konstanta pegas katup mengalami penurunan sebesar 7,66 %.
Tabel 3. Prosentase Penurunan Ponstanta Pegas Prosentase Penurunan (%)
Temperatur (OC)
Langkah tekan (mm)
Waktu (jam)
Konstanta Pegas (N/mm)
200
5
11
36,2063
0,637806
200
6
11
34,4686
5,406636
200
6
12
34,4137
5,557300
200
5
12
34,5228
5,257890
240
5
11
35,1263
3,601687
240
5
12
33,8908
6,992310
240
6
11
33,6486
7,656990
240
6
12
34,3817
5,645118
Gambar 5. Interaksi BC Pada Temperatur 240oC
SIMPULAN Berdasarkan hasil eksperimen pada pegas katup motor bensin empat langkah 1500 CC dapat disimpulkan sebagai berikut : • Berdasarkan analisis gaya statis secara matematis, untuk defleksi pegas katup 7,89 mm diperlukan gaya sebesar ISSN 1410-3680
•
308,47 N sedangkan untuk defleksi 18,93 mm diperlukan gaya sebesar 740,09 N. Sedangkan pada pengujian dinamis, beban tekan yang diberikan terhadap pegas katup sebesar 5,19 kN pada langkah tekan 5 mm sedangkan untuk
155
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 159 - 164 __________________________________________________________________________________________________
• •
•
langkah tekan 6 mm beban yang diberikan sebesar 6,23 kN. Setelah dilakukan uji statis yang pertama dihasilkan nilai konstanta pegas katup sebesar 36,44 N/mm. Setelah pegas katup tersebut dilakukan uji lelah/uji dinamis, nilai konstanta pegas mengalami penurunan secara teknis sebasar 5,67 %. Interaksi variable-variabel bebas pada pelaksanaan uji lelah/uji dinamis yang sangat berpengaruh terhadap penurunan nilai konstanta pegas adalah pada temperatur 2400C, langkah tekan 6 mm, dan waktu 11 jam yang menghasilkan penurunan sampai 7,66 %.
DAFTAR PUSTAKA 1. Hamrock, B.J., Schmid, S.R., Jacobson, B.O. Fundamentals of Machine Elements, Second edition, Published by McGraw-Hill, 2005 2. Shigley, J.E, Perencanaan Teknik Mesin II, Edisi ke Empat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1984 3. Taufiqurrachman, Pengaruh Variasi Tebal Shim Pegas Katup Terhadap Torsi dan Daya Motor pada Motor Empat Langkah Empat Silinder 1500 cc, 2006, www.indonesiapdf.com/caricari -manfaat %20 pegas.html, 12 november 2009. 4. …….., id.wikipedia.org/wiki/Pegas, akses 04 Januari 2010,
Semarang 1980, strata 1 (S1) Jurusan Teknik Mesin di Universitas Tridinanti Palembang 1994, strata 2 (S2) di Program Magister Teknik Mesin Universitas Pancasila 2010. Bekerja di Politeknik Negeri Sriwijaya sebagai dosen Jurusan Teknik Mesin dari 1983 sampai dengan sekarang, mata kuliah yang diajarkan : Mekanikia Teknik 1&2, Mekanika Fluida, Teknik Perawatan & Perbaikan, Lab. Pneumatik, Lab. Uji Tarik. Sebagai dosen tidak tetap di Jurusan Teknik Pengaturan Udara Politeknik Sekayu, mata kuliah yang diajarkan Mekanika Fluida dan Matematika Terapan. Djoko W. Karmiadji lahir di Banyuwangi tanggal 10 Februari 1957. Menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gadjah Mada pada tahun 1983. Sebagai peneliti tamu di DFVLR, Cologne, Jerman dari April 1986 - April 1987 dibidang pengujian fatigue material pesawat. Menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 pada tahun 1992 dan 1997 di Mechanical Engineering Department, the University of Alabama, USA. Bekerja sejak tahun 1984 di UPT Laboratorium Uji Konstruksi / B2TKS BPP Teknologi di bidang Pengujian Komponen dan Konstruksi sebagai Ahli Peneliti Utama. Menjadi guru besar di Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Penulis juga menjadi anggota organisasi profesional SAE International dan IATO/SAE Indonesia.
RIWAYAT PENULIS Moch. Yunus lahir di Semarang 16 Juni 1957. Menamatkan pendidikan Sarjana Muda Jurusan Teknik Mesin di IKIP Negeri
156
ISSN 1410-3680
Fenomena Fatigue Penyebab Kerusakan Oil-Tube Pada Mesin Diesel Kendaraan, (Eka Febriyanti) _________________________________________________________________________________________________
FENOMENA FATIGUE PENYEBAB KERUSAKAN OIL TUBE PADA MESIN DIESEL KENDARAAN Eka Febriyanti Peneliti Pada Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur, BPPT Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang 15314 Tel. (021)-7560539; Fax. (021)-7560538 E-mail :
[email protected] Abstrak Oil tube merupakan komponen penting pada mesin diesel, apabila komponen ini rusak maka seluruh kinerja dari sistem permesinan tidak dapat beroperasi. Pada penelitian ini oil tube mengalami kerusakan selama mesin diesel beroperasi. Detail analisis dari permukaan yang rusak menunjukkan bahwa kerusakan oil tube pada mesin diesel disebabkan oleh stres nominal tinggi / beban tarik tinggi dalam siklus rendah. Kerusakan pada oil tube diawali dengan adanya deformasi dari olipe ring pada oil tube. Pengencangan olipe ring yang berlebih dan berulang terus-menerus diduga menyebabkan terjadinya deformasi pada olipe ring. Deformasi pada permukaan olipe ring bertindak sebagai penyebab timbulnya tegangan. Dengan adanya getaran dan tegangan tarik sisa, retak fatigue terbentuk dan merambat sampai material tidak mampu lagi menahan beban yang mengakibatkan patah akhir. Kata Kunci : Fatigue,Oil-tube, Mesin Diesel Abstract Oil tube is an important component in diesel engine,if this component failed all of engine system would be shut down. In this research the oil tube failed during diesel engine operation. Detail analysis of the failed surface showed that the failure of oil tube in diesel machine caused by high nominal stress / high tension load in a low cycle. The failure of oil-tube was initiated by deformation of the olipe ring on oil tube. Excessive and repeated tightening is allegedly the caused of the deformation on the olipe-ring. The deformation on olipe ring surface acts as stress raisers. With the presence of vibration and tensile residual stress fatigue crack formed and propagated until material is no longer able to withstand loads that resulted final fracture. Keywords : Fatigue, Oil-tube, Diesel Engine Diterima (received) : 15 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 27 Juni 2010, Disetujui (accepted) : 19 Juli 2010
PENDAHULUAN Oil tube merupakan salah satu komponen yang berperan penting terhadap kinerja dari mesin diesel suatu kendaraan. Apabila terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka mengakibatkan mesin diesel tidak dapat beroperasi. Oil tube digunakan untuk mendistribusikan oli ke seluruh komponen mesin lainnya. Oil tube terdiri atas 3 komponen ISSN 1410-3680
utama yaitu : tube, olipe ring, dan nut sebagai fastener untuk sambungan. Data Teknis Oil tube Panjang tube : 50 cm Diameter material : 1.5 inci Jenis material : baja karbon Waktu operasi : 3 tahun Beban / tekanan operasi: 5-10 bar Temperatur operasi : 85oC 157
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 157 - 164 __________________________________________________________________________________________________
BAHAN DAN METODE Metode penelitian terhadap material oil tube yang mengalami kerusakan adalah sebagai berikut :
(a)
(b)
(c) Gambar 1. Skematik Metode Analisis Penelitian yang difokuskan pada kerusakan material oil tube dari suatu mesin diesel kendaraan bermotor.
Gambar 3. Posisi Bantalan Olipe Ring yang Mengalami Patah
Pengamatan Visual Secara visual, terjadi kerusakan pada mesin diesel akibat patahnya oil tube (Gambar 2). Selain itu, dari Gambar 3 memperlihatkan adanya retak pada daerah olipe ring holder. Pada bantalan olipe ring juga terlihat adanya patah awal dan patah sisa yang membentuk sudut 45o (Gambar 4).
(a)
(b) Gambar 2. Oil tube yang Patah pada Daerah Olipe
158
Gambar 4. Bantalan Permukaan Olipe Ring (a) Patah Awal (b) Patah Sisa Yang Membentuk Sudut 45o ISSN 1410-3680
Fenomena Fatigue Penyebab Kerusakan Oil-Tube Pada Mesin Diesel Kendaraan, (Eka Febriyanti) _________________________________________________________________________________________________
Pengamatan Makro Dari pengamatan secara makro pada permukaan oil tube yang mengalami patah memperlihatkan adanya inisiasi kerusakan pada area takikan. Selain itu, juga terlihat adanya beachmark di patahan awal dan adanya retak yang merambat / berpropagasi secara sejajar ke area radial sebagai indikator dari patah fatigue (Gambar 5). Pada daerah takikan juga memperlihatkan adanya microcrack (Gambar 6).
campuran antara ferrite (terang)-pearlite (gelap) (Gambar 7, 8, 10). Pada sample 2 (unfailure oil-tube), terlihat adanya inklusi (Gambar 8).
Gambar 7. Mikrostruktur Failure Oil Tube (Sample 1) terdiri atas Ferrite (Area Terang)-Pearlite (Area Gelap), Terlihat Secara Jelas Adanya Transgranular Crack (lihat panah merah)
Gambar 5. Permukaan Patah Fatigue Oil-Tube Menunjukkan Adanya Beachmark
Gambar 6. Foto Makro Potongan Memanjang Sample Oil Tube Memperlihatkan Crack pada Daerah Takikan Permukaan patah fatigue oil-tube menghasilkan beachmark di patahan awal dan retak selanjutnya merambat / berpropagasi secara sejajar ke daerah radial sebagai indikator dari patah fatigue (Gambar 5). Selain itu, juga terlihat adanya perambatan patah sisa yang sangat halus dan luas sesuai dengan beban operasi. Pengamatan Mikro Hasil pengamatan secara mikro menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 x, 200 x, dan 500 x menunjukkan bahwa struktur mikro material failure oil tube (sample 1), unfailure oil tube (sample 2), dan unused oil tube (sample 3) terdiri atas ISSN 1410-3680
Gambar 8. Mikrostruktur Material Unfailure Oil Tube (Sample 2) terdiri atas Ferrite (Area Terang) Pearlite (Area Gelap) dan Inklusi
Gambar 9. Takikan yang Disebabkan oleh Olipe Ring, Terlihat Secara Jelas Adanya Crack Akibat Proses Surface Treatment pada Material Olipe Ring Mikrostruktur pada sample 1 (failure oil tube) memperlihatkan adanya crack pada area takikan olipe-ring. Retak merambat 159
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 157 - 164 __________________________________________________________________________________________________
terutama dalam bentuk patahan transgranular (Gambar 7). Sedangkan pada mikrostruktur sample 2 (unfailure oil-tube) terlihat adanya takikan yang diakibatkan oleh olipe ring. Selain itu juga ditemukan adanya retak di permukaan surface treatment olipe-ring (Gambar 9)
Lokasi Pengujian Kekerasan Material Sampel 2 / Unfailure Oil Tube (Tanda X) Tabel 1. Hasil Pengujian Kekerasan Material Sample 1 (Failure Oil Tube) No. 1 2 5 6 7 Average 3 4 Average
Gambar 10. Mikrostruktur Material Unused Oil Tube (Sample 3) terdiri atas Ferrite (Area Terang)Pearlite (Area Gelap) Pengujian Kekerasan Dari hasil pengujian kekerasan pada sampel oiltube dan olipe ring pada ketiga material (failure oil tube / sample 1, unfailure oil tube / sample 2, unused oil tube/ sample 3) menunjukkan bahwa rata-rata nilai kekerasan material oil-tube masing-masing sebesar 145.8 HV, 153.6 HV, dan 111 HV (Tabel 1, 2, dan 3). Sedangkan rata-rata kekerasan olipe-ring pada sample 1 / failure oil-tube dan sampel 2 / unfailure oil-tube masing-masing sebesar 201.5 HV dan 223 HV (Tabel 1 dan Tabel 2).
Hardness Value(HV) Oil Tube 156 169 142 135 127 145.8 Olipe Ring 218 185 201.5
Tabel 2. Hasil Pengujian Kekerasan Material Sample 2 (Unfailure Oil Tube) No. 1 2 5 6 7 Average 3 4 Average
Hardness Value(HV) Oil Tube 163 156 148 178 123 153.6 Olipe Ring 214 232 223
Gambar 11. Lokasi Pengujian Kekerasan Material Sampel 1 / Failure Oil Tube (Tanda X)
Gambar 12. 160
Gambar 13. Lokasi Pengujian Kekerasan Material Sampel 3 / Unused Oil Tube (Tanda X) ISSN 1410-3680
Fenomena Fatigue Penyebab Kerusakan Oil-Tube Pada Mesin Diesel Kendaraan, (Eka Febriyanti) _________________________________________________________________________________________________
Cu
Hardness Value(HV) Oil Tube
1
108
2
118
3
113.3
4
112
5
108
6 Rata-rata
P
0.040
Tabel 6. Komposisi Kimia Material Sampel 3 (Unused Oil Tube)
Tabel 3. Hasil Pengujian Kekerasan Material Sample 3 (Unused Oil Tube) No.
0.21
Sampel 3 (Unused Oil Tube) Unsur
wt %
Unsur
wt %
Fe
98.81
Al
<0.00
C
0.18
V
0.0035
Si
0.38
W
0.064
Mn
0.53
Ti
<0.00
112
Cr
0.044
Nb
<0.00
111
Ni
<0.018
B
0.0002
Mo
<0.0018
S
0.036
Cu
0.023
P
0.041
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komposisi Kimia
Analisis SEM – EDX
Hasil pengujian komposisi kimia material failure oil tube (sample 1), unfailure oil tube (sample 2), dan unused oil tube (sample 3) dapat dilihat pada Tabel 4, 5, dan 61,2).
Hasil analisa SEM pada material olipe ring yang rusak menunjukkan adanya indikasi fatigue berupa beachmark (crack propagation) (Gambar 14). Selain itu, dari hasil pengamatan SEM juga memperlihatkan adanya inklusi (Gambar 14 dan Gambar 16).
Tabel 4. Komposisi Kimia Material Sampel 1 (Failure Oil Tube)
Sampel 1 (Failure Oil Tube) Unsur Fe C Si Mn Cr Ni Mo Cu
wt % 99.08 0.077 0.21 0.49 0.046 <0.018 <0.0018 0.031
Unsur Al V W Ti Nb B S P
wt % <0.00 0.0043 0.067 <0.00 <0.00 0.0001 0.038 0.043
Tabel 5. Komposisi Kimia Material Sampel 2 (Unfailure Oil Tube) Sampel 2 (Unfailure Oil Tube) Unsur Fe C Si Mn Cr Ni Mo
wt % 98.56 0.100 0.17 0.53 0.17 0.14 <0.0018
ISSN 1410-3680
Unsur Al V W Ti Nb B S
wt % <0.00 0.0043 0.058 <0.00 <0.00 0.0001 0.027
Gambar 14. Hasil Fraktografi SEM Material Olipe Ring Memperlihatkan Adanya Beachmark / Crack Propagation (Arah Panah Biru) dan Inklusi (lihat panah) Dari hasil pengujian EDAX pada beach mark, daerah perambatan retak, inklusi 002, dan inklusi 003 mengindikasikan adanya kehadiran unsur / elemen agresif / korosif seperti ion Cl- (Tabel 8) dan ion S2- (Tabel 7 dan Tabel 9). Selain itu, pada hasil pengujian EDAX di inklusi (002 dan 003) juga memperlihatkan sejumlah besar kandungan Fe (Tabel 8 dan Tabel 9). 161
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 157 - 164 __________________________________________________________________________________________________
Tabel 7. Hasil Analisis EDAX Permukaan Olipe-Ring
Benda Uji/Speciment Kode
Unsur/Element
Sampel 1 (Failure Oil Tube)
Gambar 15. Hasil Fraktografi SEM Dari Material Olipe Ring Memperlihatkan Adanya Striasi (lihat panah)
Gambar 16. Hasil Fraktografi SEM Dari Material Olipe Ring Memperlihatkan Adanya Inklusi (panah) dan Striasi (panah)
Hasil Berat (%)
C
17.23
O
13.34
Si
0.59
P
1.55
S
0.51
Ca
1.51
Fe
64.64
Zn
0.62
Total
100
Gambar 18. Hasil Analisis EDAX Inklusi (002)
Gambar 17. Hasil Analisis EDAX Permukaan Olipe-Ring Gambar 19. Hasil Analisis EDAX Inklusi (003) 162
ISSN 1410-3680
Fenomena Fatigue Penyebab Kerusakan Oil-Tube Pada Mesin Diesel Kendaraan, (Eka Febriyanti) _________________________________________________________________________________________________
Tabel 8. Hasil Analisis EDAX (Inklusi 002) Benda Uji/Speciment Kode
Hasil Unsur/Elem ent
Sampel 1 (Failure Oil Tube)
Berat (%)
C
32.50
O
20.70
Mg
0.92
Al
1.09
Si
2.01
P
1.47
Cl
0.25
Ca
1.53
Fe
34.32
Zn
2.43
Mo
2.79
Total
100
Tabel 9. Hasil Analisis EDAX (Inklusi 003) Benda Uji/Speciment Kode Sampel 1 (Failure Oil Tube)
Hasil Unsur/Element
Berat (%)
C
28.00
O
13.74
Al
1.90
Si
0.89
P
0.76
S
0.37
Ca
1.38
Fe
52.40
Zn
0.57
Total
100
Pembahasan Oil tube digunakan untuk mentransportasikan oli ke komponen lainnya dalam mesin diesel. Oil tube sendiri terdiri atas 3 komponen utama yaitu : tube, olipe ISSN 1410-3680
ring, dan nut yang berfungsi sebagai komponen pengencang untuk sambungan. Material yang digunakan untuk oil-tube (sampel 1 / failure oil tube, sample 2 / unfailure oil tube, sampel 3 / unused oil tube) adalah baja karbon yang mempunyai mikrostruktur ferrite (area terang)-pearlite (area gelap). Hasil pemeriksaan metalografi pada sampel 2 (unfailure oil tube) juga memperlihatkan adanya inklusi (Gambar 8). Komposisi kimia dari material sampel 1 (failure oil tube), sampel 2 (unfailure oil tube), sample 3 (unused oil tube) dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6. Hasil pengujian kekerasan memperlihatkan bahwa sample 1 (failure oil tube) dan sample 2 (unfailure oil tube) mempunyai nilai kekerasan (HV) yang lebih tinggi dibandingkan sample 3 (unused oil tube). Sedangkan, olipe ring memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan oil tube. Hal ini disebabkan karena permukaan olipe ring telah mengalami surface treatment. Pada pengoperasian mesin diesel, olipering menjepit oil tube dan selanjutnya dikencangkan oleh nut. Permukaan olipe ring memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan oil-tube sehingga olipe-ring dapat menjepit oil-tube secara tepat / baik. Mekanisme penjepitan dan pengencangan menyebabkan terjadinya beberapa deformasi / penjejakan pada permukaan oil-tube (lihat panah kuning pada Gambar 3 dan Gambar 4). Deformasi pada permukaan olipe ring berperan sebagai takikan dan penyebab timbulnya tegangan. Takikan pasti akan berubah menjadi awal retak (Gambar 6).1) Hasil pemeriksaan mikrostruktur menunjukkan bahwa pada sampel 1 (failure oil tube) ditemukan transgranular crack (Gambar 7). Sedangkan pada sampel 2 (unfailure oil tube) memperlihatkan adanya retak akibat proses surface treatment pada material olipe ring (Gambar 9). Pemeriksaan pada nut yang terdeformasi di sample 1 (failure oil tube) memperlihatkan adanya pengencangan oleh nut yang berlebih (Gambar 3). Keberadaan stress yang diaplikasikan akibat proses pengencangan berlebih dan vibrasi dari mesin diesel berperan sebagai pemicu terjadinya awal retak dan perambatan / propagation dari retak fatigue. Dari hasil pemeriksaan visual, fraktografi, dan SEM-EDAX ditemukan indikasi adanya retak fatigue (Gambar 5, 14, dan 16). Daerah perambatan fatigue terlihat lebih sempit dibandingkan daerah patah akhir (Gambar 5). Jadi, dapat disimpulkan bahwa perambatan retak disebabkan oleh high 163
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 157 - 164 __________________________________________________________________________________________________
tension load / high nominal stress dengan low cycle sehingga perambatan retak sampai patah berlangsung dengan pergerakan yang sangat lambat.2) Tension stress diduga terbentuk akibat dari perilaku elastis dari tube yang bended dipaksa bergabung oleh nut selama proses assembly. Sedangkan pembebanan dinamis disebabkan oleh residual tensile stress dan vibrasi mesin diesel selama pengoperasian. Dari pemeriksaan EDAX terlihat adanya ion Cl- pada permukaan patahan. Namun, serangan korosi tidak muncul karena ketidak tersediaan elektrolit. Adanya retak awal pada olipe ring dan ditambah dengan beban dinamik, maka retak fatigue berpropagasi / merambat sampai material tidak mampu menahan beban dan akhirnya patah (Gambar 2-3)
SIMPULAN •
•
Karakteristik material dari sampel 1 (failure oil tube) dan sampel 2 (unfailure oil tube) sama. Sedangkan, pada sampel 3 (unused oil tube) mempunyai karakteristik material yang berbeda (nilai kekerasan paling rendah diantara 2 sampel lainnya dengan perbedaan sekitar 26 %) Kerusakan oil-tube disebabkan oleh high tension load / high nominal stress dengan low cycle yang mana karakteristik dari daerah fatigue propagation lebih sempit
dibandingkan daerah patah akhir. Kelebihan dan pengencangan yang berulang terus-menerus diduga menjadi penyebab terjadinya deformasi pada olipe ring. Deformasi pada olipe ring berperan sebagai penyebab timbulnya tegangan. Dengan adanya beban dinamik seperti tegangan tarik sisa dan vibrasi menyebabkan retak fatigue merambat / berpropagasi sampai material tidak mampu lagi menahan beban hingga akhirnya patah.
DAFTAR PUSTAKA 1. …….., Failure Analysis and Prevention, Vol 11, Ninth Edition, Metal Handbook of ASM,American Society for Metals, Ohio, 1998. 2. ……..,Fractography, Vol 12, Ninth Edition, Metal Handbook of ASM, American Society for Metals, Ohio, 1998.
RIWAYAT PENULIS Eka Febriyanti, lahir di Jakarta pada tanggal 2 Februari 1986. Menamatkan pendidikan S1 di bidang Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. Saat ini bekerja sebagai staff engineer Kajian Material di B2TKS-BPPT
164
ISSN 1410-3680
Road Map Industri Otomotif Indonesia, (Irwan Ibrahim) _________________________________________________________________________________________________
ROAD MAP INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA Irwan Ibrahim Peneliti Pada Pusat Pengkajian Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, BPPT Ged.2 BBPT LT.10, Jl.M.H.Thamrin 8, Jakarta 10340 Tlp: 021-316 9357; Fax: 021-316 9345 E-mail :
[email protected] Abstrak Produk otomotif berupa kendaraan bermotor dapat diproduksi di dalam negeri atau diimpor. Peluang untuk membangun industri otomotif sebetulnya cukup tersedia. Persoalannya industri otomotif yang bagaimana yang tepat dikembangkan. Diperlukan roadmap industri otomotif yang dijadikan acuan pembangunan industri tersebut secara bertahap. Roadmap memberikan gambaran tentang sosok industri otomotif yang dituju. Tulisan ini mengkaji ketersediaan roadmap industri otomotif dari tahun 1980an hingga sekarang. Tidak ditemukan roadmap industri otomotif yang jadi pegangan nasional. Kalaupun ada, lebih bersifat parsial. Diperkirakan agen tunggal pemegang merek memilikinya, tetapi hanya untuk kepentingan mereka di Indonesia. Kegagalan peluncuran mobil nasional antara lain disebabkan ketiadaan roadmap yang diakui dan diacu pihak yang terlibat. Industri komponen otomotif pun seharusnya berjalan sesuai roadmap yang mendukung industri otomotif nasional. Kata kunci: roadmap, otomotif, industri kendaraan bemotor Abstract Automotive products such as motor vehicles can be produced either locally or simply imported from abroad. Actually domestic automotive industry has the opportunity to develop. The question is what kind of industry to be developed. Roadmap is needed as reference for developing industry in phases. Roadmap describes the structure and configuration of the targeted industry within certain period of year. This paper made assessment on the availability of roadmap of automotive industry from 1980s up to now. In fact there was no roadmap of national level available. It was assumed that each automotive brand agent had one which was more oriented to its busineness interest in Indonesia. Failure of launching of the so called national car was also due to unavailability of roadmap. The existing automotive component industries should also run based on roadmap that support national automotive industry. Keywords: roadmap, automotive, motor vehicle industry Diterima (received) : 15 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 20 Juli2010, Disetujui (accepted) : 31 Juli 2010
PENDAHULUAN Ditinjau dari jumlah penduduk dan geografis, Indonesia membutuhkan produk otomotif yang mencukupi dalam jumlah, jenis dengan masing-masing spesifikasi yang ISSN 1410-3680
sesuai. Kebutuhan tersebut terkait langsung dengan berbagai kegiatan pemerintah dan seluruh masyarakat untuk mengisi pembangunan dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional. Kiranya bisnis dan industri otomotif mempunyai peluang lebih baik 165
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 165 – 172 __________________________________________________________________________________________________
utama Asia. Menurut World Competitiveness Report 2008-2009, kondisi infrastruktur Indonesia menempati peringkat 96 dari 134. Perinciannya adalah, kondisi jalan raya di urutan 105, pelabuhan di 104, bandara 75, dan jalan kereta api 58. Menurut CLSA Asia Pacific Markets 2010, besar investasi untuk sektor ini di Indonesia hanya <1% dari PDB, sementara China 8%, Korea Selatan 2,5%, dan Singapore, Hong Kong, Malaysia, India, Taiwan, Thailand angkanya 3-6%. Produk otomotif yang dimaksud dalam tulisan ini lebih difokuskan terhadap wahana angkutan darat untuk orang maupun barang di luar kereta api. Kereta api sementara dikesampingkan tidak lain karena peran kereta api dalam angkutan darat relatif masih rendah, dan terdapat hanya di pulau Jawa ditambah sedikit saja di Sumatera.
mengingat indikasi pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan. Pertumbuhan perekonomian Indonesia diprediksi akan berlanjut. Posititifnya pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang mendorong nilai ekspor kita. Pada saat yang sama FDI juga menunjukkan kenaikan. Di sisi lain, walau jumlah utang pemerintah secara nominal meningkat dalam beberapa tahun terakhir, persentase utang terhadap PDB mengalami penurunan secara signifikan yaitu dari 83% pada 2001 menjadi sekitar 29% medio tahun 2010. Faktor positif lainnya adalah maraknya pembangunan proyek infrastruktur seperti jalan tol dan kelistrikan. Selesainya proyek jalan tol transJawa dan juga di kota lain luar Jawa akan dapat menurunkan biaya distribusi barang. Rendahnya biaya pengiriman barang pada gilirannya akan mampu menurunkan inflasi dari rata-rata 9% dalam 10 tahun terakhir menjadi 6-7% per tahun dalam lima tahun ke depan. Faktor utama kenaikan inflasi tahun 2010 adalah kenaikan tarif PLN dan jalan tol. Tanpa kenaikan BBM inflasi diperkirakan akan berada di bawah 7%. Faktor utama inflasi lain adalah ketersediaan infrastruktur yang jadi permasalahan serius perekonomian dan penyebab kedua lemahnya daya saing setelah inefisiensi birokrasi. Sampai saat ini investasi infrastruktur kita masih paling rendah diantara 10 negara
BAHAN DAN METODE Kebutuhan Produk Otomotif Statistik dan perkembangan kebutuhan produk otomotif dibagi untuk kendaraan penumpang, bus, truk pengangkut barang perdagangan, hasil hutan, hasil tambang, dan hasil industri.
Tabel 1.3) Persentase Wilayah, Penduduk, Panjang Jalan dan Kendaraan Persentase (%)
Sumatera
Jawa
Bali & NTT
Kalimantan
Sulawesi
Maluku& Papua
Wilayah
20,6
7,2
4,1
32,3
10,8
25,0
Penduduk
21,2
58,6
5,3
5,6
7,3
2,0
Pjg. Jalan
33,8
26,8
9,8
9,1
14,2
6,3
Kendaraan
17,9
65,0
5,9
6,0
4,2
1,0
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa 65% kendaraan bermotor berada di Jawa yang sekaligus memberikan indikasi bahwa kebutuhan kendaraan bermotor juga tertinggi di Jawa. Karena Maluku dan Papua menduduki peringkat terendah, maka dengan sendirinya tingkat kebutuhan kendaraan bermotor Populasi kendaraan bemotor jenis bus yang melayani transportasi kota antar 166
propinsi dari tahun 2005 hingga tahun 2009 mengalami fluktuasi akibat berbagai faktor antara lain saingan dari moda transportasi lain, kondisi infrastruktur. Jumlah bus pada tahun 2009 lebih rendah dibanding tahun 2008, sementara jumlah perusahaan oto bus meningkat. Gejala ini barangkali disebabkan oleh kenaikan harga bus dan biaya perawatan di sana pun kecil saja.
ISSN 1410-3680
Road Map Industri Otomotif Indonesia, (Irwan Ibrahim) _________________________________________________________________________________________________
Tabel 2.3) Angkutan Kota Antar Propinsi
Perusahaan Otobus Jumlah Bus
2005
2006
2007
2008
2009
765
772
790
822
846
19.253
19.197
19.428
19.970
18.911
Tabel 3. Angkutan Pariwisata Tahun 2005 s/d 2009 3)
Perusahaan Otobus Jumlah Bus
2005
2006
2007
2008
2009
495
566
587
651
843
7.288
8.058
8.648
10.667
11.915
Jenis angkutan umum yang menunjukkan kecenderungan positif dari tahun 2005 hingga tahun 2009 adalah bus angkutan untuk pariwisata. Hal ini disebabkan berkembangnya obyek pariwisata di tanah air, bersamaan dengan meningkatnya animo wisata nusantara. Pelayanan angkutan umum untuk antar kota, angkutan dalam kota, pariwisata dan lain sebagainya senantiasa akan mengalami perbaikan sesuai program pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Hal ini sejalan dengan salah satu misi Direktorat Jenderal Angkutan Darat yaitu “mendorong industri transportasi darat yang transparans dan akuntabel”. Untuk angkutan pribadi saat ini pertambahannya seyogianya dihambat sehubungan dengan kemacetan lalulintas di hampir semua kota besar. Kenaikan kebutuhan kendaraan pribadi secara teoritis berhubungan dengan ketersediaan dan kualitas angkutan umum di kota-kota besar. Oleh sebab itu komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan angkutan publik yang nyaman bagi masyarakat sudah merupakan hal yang mutlak perlu. Penekanan jumlah kendaraan pribadi menurunkan polusi sekaligus menghemat konsumsi BBM bersubsidi.
ISSN 1410-3680
Pengadaan untuk Memenuhi Kebutuhan Produk Otomotif Secara umum kebutuhan produk otomotif dipenuhi melalui pembelian produk asal impor atau produk yang diproduksi oleh industri kendaraan bermotor dalam negeri. Produk otomotif sebagian sudah dirakit di dalam negeri dengan kandungan lokal bervariasi. Sedangkan sebagian kebutuhan otomotif tergolong khusus seperti truk pertambangan, truk heavy duty lainnya masih didatangkan dari luar negeri. Ada juga truk bekas yang diperbolehkan masuk Indonesia. Disamping itu, sejak efektifnya kesepakatan WTO yang telah diratifikasi, impor diperkenankan untuk mobil penumpang baik oleh ATPM maupun Importir Umum. Hal ini menimbulkan masalah dalam perumusan kebijakan pembinaan industri kendaraan bermotor dalam negeri. Tidak lain karena konsep industri kendaraan bermotor dalam negeri jangka panjang belum juga ditetapkan. Roadmap Industri Otomotif Pada Tabel 4 berikut ditampilkan gambaran produksi kendaraan bermotor dalam negeri untuk tipe sedan, mini bus/SUV, bus, dan truk/pick-up. Pada penghujung semester 1 tahun 2010 produksi mini bus 1.500 cc 4x2 tetap merajai dengan 33.026 unit di bulan Juni. 167
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 165 – 172 __________________________________________________________________________________________________
kurang menggembirakan. Produksi kendaraan bermotor roda empat pada dua tahun terakhir Repelita III mengalami penurunan sebesar 10,2% pada tahun 1982/83 dan 17,3% pada tahun 1983/84. Dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada awal Repelita III produksi pada tahun 1983/84 adalah 43,4% lebih tinggi. Dilain pihak usaha-usaha untuk memperkuat struktur industri mulai terwujud pada tahun 1983/84. Dalam rangka program penanggalan (deletion program) sedang dibangun pabrik mesin kendaraan bermotor roda empat dengan kapasitas 466.460 ton per tahun yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta. Enam dari tujuh pabrik ini direncanakan berproduksi pada awal tahun 1985.
Ditinjau dari merek, maka Tabel 5. memperlihatkan bahwa ATPM Toyota selalu menduduki peringkat tertinggi dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Produksi paling tinggi dicapai tahun 2008 sebanyak 226.001 unit. Sebagaimana dikemukakan di depan, industri otomotif yang dimaksud dalam tulisan ini difokuskan hanya pada industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Industri kendaraan bermotor di Indonesia ditandai dengan dimulainya kegiatan perakitan mobil pada tahapan sederhana di awal tahun 1980an atau kurun waktu Repelita III yaitu tahun 1979/1980 sampai dengan 1982/1983. Perkembangannya terus berfluktuasi naik-turun mengikuti permintaan pasar yang ketika itu dapat dikatakan baru tumbuh. Industri kendaraan bermotor selama Repelita III mengalami perkembangan yang
Tabel 4. Produksi Kendaraan Bermotor Semester I Tahun 2010 4) Tipe
Volume Engine
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Sedan
1500cc
-
-
-
-
-
-
137
331
412
398
369
398
>3001
9
10
14
21
5
20
1500cc
27968
25635
30131
2889 9
27979
33026
1501-<2500
6618
6573
8229
1050 7
8077
10483
2501-3000
1266
1445
984
1055
707
783
>3001
-
-
-
-
-
-
1500cc
-
-
-
-
-
-
695
331
601
717
676
818
>3001
-
103
-
-
-
-
Bus GVW (G/D)
5-10T
132
156
174
150
186
66
10-24T
116
115
108
166
235
214
>24T
-
-
-
-
-
-
Pickup/ Truk GVW (G/D)
<5T
5468
6157
8472
8502
8659
9916
5-10T
5885
6422
6587
7484
7367
8011
10-24T
526
623
688
555
610
628
>24T
998
879
954
1039
934
1215
1501<3000/2500
4x2
4x4
1501-<3000
168
ISSN 1410-3680
Road Map Industri Otomotif Indonesia, (Irwan Ibrahim) _________________________________________________________________________________________________
Di samping itu juga sedang dibangun pabrik komponen utama kendaraan bermotor roda empat, yaitu poros (propeller shaft) dan gandar belakang (axle), yang ditargetkan selesai pada tahun 1984. Dalam perkembangannya lebih lanjut, industri otomotif di Indonesia hingga sekarang masih dikuasai oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) yang didominasi oleh pihak Jepang. Tampilnya ATPM yang mengatur industri otomotif dalam kenyataannya tentulah lebih berorientasi pada keuntungan perdagangan atau dengan kata lain aspek industri bukan menjadi prioritas pertama. Kesediaan mitra asing membuka industri kendaraan bermotor terutama didasarkan pada potensi pasar
lokal dan sumber tenaga kerja yang relatif murah dibanding luar negeri. Pemerintah memang mencoba melakukan intervensi dengan menerbitkan sejumlah kebijakan peningkatan kandungan lokal. Namun efektivitas pelaksanaannya tidak berjalan baik, sering terjadi inkonsistensi dan diwarnai ketidaktegasan terhadap penyimpangan yang terjadi. Dengan demikian keberpihakan terhadap industri kendaraan bermotor nasional sangat baur. Pihak lokal yang bergabung dengan ATPM justru menunjukkan mentalitas sebagai pedagang ketimbang sikap industriawan yang menuntut pemikiran jauh ke depan.
Tabel 5. Produksi Kendaraan Bemotor Dalam Negeri 4) Tahun 2005 s/d 2009 Berdasar Merek Merek
2005
2006
2007
2008
2009
Toyota
169178
122229
172436
226001
198048
Daihatsu
48729
33065
50369
76244
77053
Mitsubishi
86277
41982
48161
77906
53713
Suzuki
103830
51878
60013
98314
49747
Honda
39597
21034
29465
43672
34461
Nissan
10759
3376
18518
30310
20019
Isuzu
24558
15214
17534
24450
14834
Hino
7229
3231
8192
14350
11635
Mercedes
2229
454
1305
2802
2410
UD Nissan
1926
1638
1861
2250
1080
Hunday
4646
1136
3074
2923
1053
BMW
1084
771
10
852
414
Cherry
-
-
700
554
345
Mazda
121
-
-
-
-
Peugeot
288
-
-
-
-
Chevrolet
259
-
-
-
-
500710
296008
411638
600628
464816
ISSN 1410-3680
169
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 165 – 172 __________________________________________________________________________________________________
Satu ketika di akhir tahun 1970an pemerintah mendorong pengembangan kendaraan bermotor niaga sederhana-KBNS (basic utility vehicles) dan mobil nasional atau mobnas. Berbagai prototip mobil muncul melalui ATPM seperti Toyota Kijang di tahun 1977, diikuti oleh Datsun Sena. Untuk non ATPM, PT Pindad meluncurkan Jeep Banteng, PT IPTN mengembangkan Maleo. Mobnas akhirnya dimenangkan oleh Timor yang berkolaborasi dengan KIA dari Korea Selatan. Bila diingat kejadian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia pernah bermimpi membuat mobil nasional. Sekumpulan idealis yang membawa nama lembaga atau perorangan dan sebenarnya berbungkus bisnis tulen ketika itu ingin mewujudkan cita-cita tersebut. Namun, krisis moneter menghadang. Cita-cita yang dianggap luhur dan meninggikan harkat bangsa itu kandas di tengah jalan. Yang tertinggal kini hanyalah angan-angan. Kegagalan mobnas pun diduga salah satunya karena tidak mendapat dukungan dari para ATPM. Mereka disinyalir sudah keasyikan menjadi pedagang mobil ketimbang pembuat mobil. Sebagai pedagang, perkara rugi laba menjadi prioritas utama sehingga jika sudah untung, buat apa susah-susah lagi. Dalam keadaan seperti yang diuraikan di atas, sukarlah berbicara tentang roadmap industri kendaraan bermotor dalam negeri. Masing-masing ATPM, kalaupun memiliki roadmap dapat dipastikan hanya berupa roadmap industri dalam rangka memenangkan pasar dalam negeri Indonesia yang implementasinya berdasarkan kebijakan global yang dikendalikan dari kantor pusat mereka di luar Indonesia. Tidak ada satupun roadmap industri kendaraan bermotor yang menggambarkan peta jalan proses kemajuan industri kendaraan bermotor lengkap dengan kebutuhan produk, kebutuhan teknologi, dan kebutuhan rancangbangun dan rekayasa, serta pasar yang dituju dikaitkan dengan waktu (tahun). Barangkali mobil Maleo dari PT IPTN atau mobil Perkasa keluaran PT Texmaco mempunyai semacam roadmap yang dimaksud, tetapi keduanya sekarang hanya tinggal sejarah yang mulai dilupakan.
170
HASIL DAN PEMBAHASAN Membangun Komponen
Mobnas
atau
Industri
Jadi dapat dicatat disini bahwa usaha membuat mobnas untuk masa depan masih bersifat coba-coba. Ini sudah terbukti ketika rezim di masa itu ambruk, mobnas pun ikut terkubur. Faktor lain yang mendukung kegagalan mobnas adalah karena tak dilandasi oleh infrastruktur yang mapan. Sejarah kelahirannya pun tak lepas dari rezim yang berkuasa ketika itu. Mobnas ibarat buah yang masak oleh karbit, matang yang dipaksakan. Kini mau dibawa ke mana industri otomotif Indonesia? Sebuah seminar nasional tentang otomotif yang digelar oleh LIPI mencoba menjawab. Seminar ternyata tidak lagi membahas mobnas karena sudah dianggap kadaluarsa, tetapi daya saing industri komponen otomotif yang dikupas. Sisi inilah yang dianggap berpeluang untuk masuk ke pasar lokal dan global. Menurut wakil dari PT General Motor Indonesia (ATPM Chevrolet), kecenderungan yang terjadi saat ini, negara maju telah dan akan terus memfokuskan diri untuk mencari produk apa saja dari negara yang memiliki keunggulan dalam bidang mutu, pelayanan, harga, dan teknologi. Tidak peduli negara mana dan produk apa saja, termasuk otomotif. Salah satu syaratnya agar bisa bersaing adalah menerapkan dengan benar dan sungguh-sungguh persyaratan dunia seperti ISO 9000 dan ISO 14000, di samping komitmen untuk melakukan perubahan menuju kebaikan yang tiada henti. Pembeli akan tetap mencari sumber daya dari pemasok yang memperhatikan kualitas, pelayanan, harga dan teknologi. Peluang ini perlu dimanfaatkan oleh industri yang mempunyai visi dan wawasan ke depan agar produknya bisa dibeli oleh pembeli dan menjaganya agar selalu dibeli selamanya. Sementara itu, menurut dua peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, di sektor komponen dan suku cadang masih tersedia celah yang bisa dimasuki, mengingat untuk sebuah mobil diperlukan banyak komponen. Jika dicermati, peluang yang besar pada industri komponen universal atau komponen yang dapat digunakan berbagai merek dan sekaligus bisa dijual di pasar purna jual karena persaingannya lebih terbuka. Untuk jenis functional parts (berdasarkan model dan merek) dan original equipment manufacturer (komponen khusus yang dibuat ISSN 1410-3680
Road Map Industri Otomotif Indonesia, (Irwan Ibrahim) _________________________________________________________________________________________________
untuk ATPM tertentu dan tak memiliki after market) tidak mudah dimasuki. Permasalahan selanjutnya, bagaimana sektor komponen dan suku cadang bisa memberikan kontribusi dengan melihat berbagai perkembangan yang terjadi. Adanya permintaan terhadap kendaraan bermotor akan memunculkan permintaan terhadap produk tersebut. Dengan kata lain, permintaan yang terjadi merupakan turunan dari permintaan terhadap kendaraan bermotor. Belajar dari Thailand, tampak bahwa keunggulan yang dicapainya berkat kebijakan terpadu yang saling mendukung. Misalnya kebijakan industri yang terfokus serta kemudahan fasilitas perbankan melalui dana bank bunga murah. Indonesia juga harus belajar dari Taiwan dan Cina yang lebih dulu menjadi kuat. Thailand dikatakan memiliki visi yang sangat jelas, yakni akan menjadi ”Detroit di Asia” (sentra otomotif di Amerika Serikat yang terkenal). Sementara itu, Cina sudah menjadi basis ekspor produk otomotif dan komponennya ke Eropa dan Amerika. Industri kendaraan bermotor pasti akan membutuhkan banyak komponen. Pertanyaannya berapa mampukah industri komponen kita bersaing di pasar global? Di bagian lain, peneliti dari Pusat Standar dan Sistem Mutu LIPI, mengatakan industri komponen otomotif lokal akan mendapat persaingan yang tajam dari para produsen komponen Asean, terutama dari Cina, Thailand, Taiwan, dan juga Malaysia, menyusul liberalisasi perdagangan di sektor komponen. Dari segi kualitas, produk komponen mereka sudah memenuhi standar dengan harga bersaing, sekalipun saat bea masuk masih lebih tinggi, yaitu antara 10% hingga 50%. Dengan tarif bea masuk maksimal hanya 5%, mereka akan ekspansi lebih besar lagi. Dari sisi harga, produk mereka akan jauh lebih murah sehingga melindas produk komponen lokal. Bagi industri komponen Indonesia, ini tantangan berat. Harus meningkatkan kualitas produk dan melakukan efisiensi. Di sisi lain, industri hulu sebagai pendukung dari industri komponen di Indonesia belum juga mengalami perubahan yang signifikan. Hingga saat ini, bahan baku untuk membuat komponen sebagian besar masih diimpor sehingga mengakibatkan produk yang dihasilkan relatif lebih mahal dibanding produk dari Thailand. Dari segi kepemilikan, industri komponen PMA unggul dalam teknologi karena mendapat dukungan teknologi dari induknya. ISSN 1410-3680
Industri komponen PMDN dapat menjual sedikit murah sebanding dengan kualitas produk yang dibuat dengan teknologi lebih rendah. Pertanyaan yang muncul kemudian, masih adakah peluang bagi industri komponen kita? Bagaimana road map industri komponen dikaitkan dengan road map industri otomotif? Ini pekerjaan rumah buat semuanya. Road map industri otomotif secara nasional dalam arti sesungguhnya belum ada. Yang ada baru dalam bentuk perencanaan parsial yang dilakukan instansi terkait seperti Kementerian Perindustrian atau dari masing-masing ATPM. Dalam perayaan produksi sejuta unit transmisi otomatis PT Honda Precision Parts Manufacturing, pada tahun 2008 di Karawang, Dirjen. Industri Alat Transportasi dan Telematika Dep. Perindustrian mengatakan bahwa dalam road map industri otomotif, pemerintah menetapkan target mampu memproduksi satu juta mobil pada 2011. Pemerintah menargetkan sebesar 30% dari produksi mobil di dalam negeri akan dipasok ke pasar ekspor. Pada tujuh bulan pertama 2008 ekspor mobil ke berbagai negara telah mencapai 60.000 unit, sehingga diperkirakan ekspor tahun 2009 bisa mencapai di atas 100.000 unit. Untuk mencapai produksi satu juta mobil pada 2011 dan target ekspor tersebut, pemerintah secara konsisten melakukan pembangunan infrastruktur pendukung industri seperti mempercepat pembangunan pembangkit listrik, pelabuhan, pembangunan jalan, dan menyediakan fasilitas lain seperti perpajakan untuk mendukung pertumbuhan industri nasional.
SIMPULAN • • • •
Roadmap industri otomotif belum disusun untuk menjadi acuan pelaku industri terkait. Roadmap yang dibuat oleh ATPM lebih bersifat parsial untuk kepentingan bisnis Industri komponen otomotif juga belum mengacu pada roadmap Roadmap penting dan diperlukan sebagai basis perencanaan menuju industri otomotif yang dituju.
171
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 165 – 172 __________________________________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT PENULIS
1. Frensidy, B., Bertumbuh Dalam Volatilitas Tinggi, Bisnis Indonesia Edisi Minggu, Juli 2010 2. ……, Forum, Sinar Harapan 2003 3. ……, Perhubungan Darat Dalam Angka 2009, Departemen Perhubungan Darat, 2009. 4. ……., Produksi Kendaraan Bermotor Tahun 2005 s/d 2009, Gaikindo 2010 5. ……., www.bappenas.go.id/get-file-server/ node/6823, diakses 9 Pebruari 2010
Irwan Ibrahim, lahir di Padang pada tahun 1951. Menyelesaikan pendidikan di Fisika Teknik ITB (S1), dan Mesin/Manajemen Industri Univ. Indonesia (S2). Dipekerjakan di Kementerian Ristek sebagai Asisten Deputi Sistem Insentif (1999 s/d Juni 2010). Sekarang sebagai Peneliti Madya pada Pusat Teknologi Industri Sistem Transportasi-BPPT.
172
ISSN 1410-3680
Intensifikasi Pemanfaatan BBG Untuk Transportasi, (Ihsan Mahyudin dan Irwan Ibrahim,) _________________________________________________________________________________________________
INTENSIFIKASI PEMANFAATAN BBG UNTUK TRANSPORTASI Ihsan Mahyudin a dan Irwan Ibrahim b a, b
Peneliti Pada Pusat Pengkajian Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, BPPT Ged.2 BBPT LT.10, Jl.M.H.Thamrin 8, Jakarta 10340 Tlp: 021-316 9357; Fax: 021-316 9345 E-mail : a
[email protected] b
[email protected] Abstrak
Adanya sumber gas alam yang cukup, berkurangnya cadangan minyak, dan rendahnya kualitas udara di kota-kota besar mendorong pemakaian bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan bermotor. Kampanye penggunaan BBG bagi taxi dan bus diadakan di Jakarta tahun 1986. Hal serupa dilakukan di Surabaya, Semarang melalui program langit biru tahun 1996. Namun pemakaian BBG tidak berlanjut, bensin dan solar kembali digunakan. Tulisan ini meneropong akar masalah diskontinuitas pemakaian BBG. Ditemukan bahwa penyebab utamanya: SPBG terbatas, suplai dan kualitas BBG tidak stabil, kebijakan harga tidak kondusif, insentif untuk peralatan BBG kurang. Intensifikasi pemakaian BBG harus memperhatikan kesiapan SPBG, pasokan BBG, dan insentif. Prioritas pemakaian pertama untuk taxi, bus umum karena jarak tempuhnya per hari tinggi. Konsisten kebijakan pemerintah perlu dijaga, diikuti dengan koordinasi yang baik semua lembaga terkait. Kata Kunci: BBG, transportasi, SPBG, intensifikasi, angkutan umum Abstract The availability of gas resources, depletion of oil reserve as well as low quality of atmosphere in big cities make the use of CNG possible. The campaign of CNG use on taxi and public buses had been launched in 1986 in Jakarta. Similar trial deployed in Surabaya and Semarang under the Blue Sky Program in 1996. However the use of CNG discontinued, the public transport turned back to gasoline and diesel oil. This paper assessed root problems of such discontinuity. It was found that the main reasons of interruption are: limited number of filling stations, discouraging gas price policy, instable gas supply and quality, unavailability of incentive for instance on the installation of coverter kit. Intensification of CNG use should be conducted by giving special attention to the readiness of enough filling station, single price policy, incentive. First priority should be given to public transport including taxis as they have higher km per day. Government policy on CNG use should be kept consistent. Coordinated effort should be performed by all related institutions. Keywords: CNG, transportation, Gas Filling Station, intensification, public transport Diterima (received) : 25 Juni 2010, Direvisi (reviewed) : 20 Juli 2010, Disetujui (accepted) : 31 Juli 2010
ISSN 1410-3680
173
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 173 - 182 __________________________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang penting untuk mendukung jalannya pembangunan. Sektor ini cukup pesat perkembangannya dan membutuhkan energi yang cukup besar. Sebagian besar kebutuhan energi di sektor transportasi dipenuhi dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM), seperti bensin dan minyak solar (diesel fuel). Krisis energi yang terjadi pada tahun 2004 telah mendorong pemerintah untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar gas (BBG) baik untuk sektor industri maupun untuk sektor transportasi. Menurut perhitungan yang telah dilakukan oleh Tim BBG Nasional akhir Juni 2003, Indonesia memiliki cadangan gas sekitar 168.15 triliun kaki kubik pada tahun 2001. Untuk itu sudah selayaknya bahan bakar gas dijadikan sebagai alternatif energi bagi sektor transportasi. Disamping itu impor BBM semakin meningkat disebabkan oleh terbatasnya cadangan minyak dan meningkatnya konsumsi BBM oleh kendaraan bermotor sehingga menyebabkan tingkat pencemaran udara di kota-kota besar semakin tinggi. Penggunaan gas di sektor transportasi sudah dirintis sejak tahun 1986 yaitu dengan memanfaatkan BBG atau Compressed Natural Gas sebagai pengganti bensin atau minyak solar. Program ini belum dilaksanakan secara nasional, tapi masih dalam bentuk pilot project yang khusus digunakan pada taksi dan mikrolet di DKI Jakarta. Selain BBG, pada tahun 1995 ditetapkan juga pemanfaatan Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk sektor transportasi. Pada tahun 1996 pemerintah melaksanakan Program Langit Biru dalam rangka mengendalikan pencemaran udara, untuk sektor transportasi program ini diimplementasikan dengan melakukan diversifikasi energi yaitu dengan penggunaan BBG dan LPG, serta penggunaan bahan bakar bersih yaitu penggunaan bensin tanpa timbal dan solar yang berkadar sulfur rendah. Pemerintah menyiapkan sarana dan prasarana bagi penggunaan BBG maupun LPG di seluruh Indonesia, khususnya di kota kota besar antara lain untuk 10.000 kendaraan angkutan umum/taksi dan 500 bus (KLH, 2003). Program diversifikasi penggunaan BBG dan LPG untuk sektor transportasi tersebut kurang berhasil karena harga converter kit yang cukup mahal serta pengembangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang kurang memadai. Oleh karena itu perlu upaya penggunaan 174
berbagai opsi dalam mengembangkan penggunaan BBG di sektor transportasi yang berkelanjutan. Sektor transportasi yang menggunakan BBG memungkinkan untuk dikembangkan bila sistem transportasi sudah mapan dan tersedia pasokan gas buminya. Mengingat Jawa merupakan pusat perekonomian dan lebih dari separo penduduk Indonesia tinggal di Jawa maka dapat dipahami bila kebutuhan energi sektor transportasi di Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Jawa selama ini mendapat pasokan gas bumi dari ladang-ladang gas di daerah lepas pantai utara Jawa Barat dan Jawa Timur. Dengan demikian Jawa dapat dikatakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang memungkinkan untuk dikembangkannya penggunaan BBG di sektor transportasi. Faktor lain yang mendorong konversi BBM ke BBG adalah kualitas lingkungan. Pencemaran udara di Indonesia, terutama di kota besar cenderung melampaui Baku Mutu Udara Ambien yang ditetapkan. Khususnya di kota-kota besar sumber pencemar udara disebabkan oleh emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar minyak sehingga menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia. Keadaan ini sudah pada tingkat yang cukup membahayakan. Berkenaan dengan pemanfaatan gas yang belum optimal dan tersedianya jaringan distribusi pipa gas di beberapa kota besar, maka dimungkinkan menggunakan BBG untuk transportasi. Selain itu BBG untuk kendaraan bermotor dapat menanggulangi pencemaran udara lebih baik dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. BBG telah mulai dimanfaatkan dalam skala yang masih kecil, yaitu sekitar 3.500 kendaraan menggunakan BBG dan bahan bakar minyak. Telah tersedia 16 buah SPBG di Jakarta dan sekitarnya (Juni 2008). Harga BBG relatif lebih murah dibanding bahan bakar minyak, tetapi untuk ekstensifikasi penggunaan BBG untuk transportasi, pemerintah harus memberikan subsidi dan insentif yang lebih menarik kepada pemakai BBG. Subsidi tersebut tentunya perlu dihilangkan secara berkala jika pasar sudah menguntungkan. Dengan demikian diharapkan meningkatnya penggunaan BBG pada transportasi akan mereduksi pencemaran udara dari emisi kendaraan. Selain akan mereduksi pencemaran udara, penggunaan BBG secara luas sekaligus akan meringankan biaya kesehatan masyarakat akibat emisi gas buang kendaraan bermotor.
ISSN 1410-3680
Intensifikasi Pemanfaatan BBG Untuk Transportasi, (Ihsan Mahyudin dan Irwan Ibrahim,) _________________________________________________________________________________________________
Dari pengalaman negara lain yang menggunakan bahan bakar gas seperti Jepang, Itali dan Rusia, penggunaan bahan bakar gas mendapat dukungan yang besar dari pemerintah. Disamping itu juga agar program bahan bakar gas dapat sustainable, pemerintah memberikan subsidi melalui harga yang kompetitif dibandingkan bahan bakar minyak. Masih sangat diperlukan berbagai upaya untuk memperkuat komitmen pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mengatasi pencemaran udara di kota-kota besar yang semakin mengkhawatirkan. Kajian yang dilakukan oleh Tim Gas Nasional menyatakan bahwa penggunaan bahan bakar gas dapat dijadikan program prioritas untuk mengatasi pencemaran udara di kotakota besar dengan dukungan pemerintah dan seluruh stakeholders lainnya. Dengan demikian penggunaan BBG untuk transportasi diharapkan dapat pula memberikan kontribusi dalam pencapaian sasaran yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 yang berbunyi: pemerintah mentargetkan bahwa pemanfaatan gas bumi pada tahun 2025 sedikitnya 33% dari total bauran energi (energy mix) nasional.
Pemanfaatan BBG di Kota Besar Dalam pengenalan BBG untuk kendaraan bermotor, selain di Jakarta, Pertamina juga pernah membuka dua SPBG di Cirebon, dua di Medan, dua di Palembang, dan empat SPBG di Surabaya. Pertamina juga menunjuk tiga perusahaan pemasang converter kit sekaligus bengkel BBG di Jakarta, serta satu di Surabaya. Perkembangan implementasi penggunaan BBG di kota-kota tersebut tidak menggembirakan kecuali di Jakarta yang masih terus berupaya menyelesaikan sederetan persoalan yang menghambat kelancaran program BBG. Pemanfaatan Gas di DKI Jakarta Sebagai bagian dari uji coba, pada tahun 1986 penggunaan BBG di Jakarta sudah diberlakukan pada 300 taksi, 40 mikrolet dan 40 bis. Hingga tahun 2000, BBG ternyata cukup berhasil menjadi primadona. Lebih dari 6 ribu kendaraan umum menggunakannya.
ISSN 1410-3680
Sayangnya sampai tahun 2002 pengguna BBG menurun drastis, hanya tinggal 2 ribu kendaraan. Ketika itu BBG sulit didapat, karena jumlah stasiun pengisian terbatas. Selain itu, waktu pengisian hingga tiga kali lipat lebih lama membuat BBG tidak ekonomis. Apalagi, persepsi masyarakat bahwa penggunaan BBG adalah kurang aman dan nyaman masih belum hilang. Saat ini pemanfaatan gas untuk sektor transportasi telah mulai dilakukan kembali di DKI Jakarta melalui penggunaan BBG untuk bus Trans Jakarta dan angkutan umum lainnya terutama bajaj. Jumlah dan potensi angkutan umum berbahan bakar gas di DKI Jakarta digambarkan pada Tabel 1 . Dari Tabel 1 di atas diketahui bahwa angkutan umum yang memakai BBG masih sedikit yaitu 3,5% saja. Pada saat ini terdapat 16 SPBG dengan status 8 beroperasi dan 8 tidak operasi (tarif Rp. 2.562,-/Liter Setara Premium atau LSP). Selain itu ada 1 buah SPBG Liquified Gas for Vehicle atau LGV (tarif Rp. 5000,-/LSP) dan juga beberapa SPBG dalam proses administrasi/pembangunan oleh investor di 3 lokasi Pool Trans Jakarta (Kp. Rambutan, Hek Kramat Jati Jakarta Timur dan Tanah Merdeka Jakarta Utara). Tabel 2 menunjukkan bahwa SPBG yang khusus melayani bus Trans Jakarta terdapat di tiga lokasi yaitu di Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. Rawa Buaya, Jl. Pemuda. Sedangkan SPBG di Jl. Raya Pasar Minggu, dan Jl. Daan Mogot melayani juga kendaraan umum. Dalam rangka pencanangan gerakan pemasyarakatan pemanfatan BBG secara nasional yang ditandai dengan peresmian SPBG tanggal 20 Mei 2006 di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur, Presiden SBY meminta agar secara bertahap taksi, bus, bajaj, dan kendaraan pribadi beralih menggunakan bahan bakar gas. Nilai investasi SPBG Rp 15 miliar. Pencanangan gerakan pemasyarakatan pemanfaatan BBG pada kendaraan bermotor ini diamanahkan dalam Perda. No. 2 Tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara dan Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005. Dasar penerbitan peraturan tersebut antara lain berdasarkan hasil penelitian WHO, bahwa polusi udara di Jakarta 70% bersumber dari gas buang kendaraan bermotor, 20% dari industri, dan 10% dari sumber polusi yang lain.
175
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 173 - 182 __________________________________________________________________________________________________
Tabel 1. Jumlah dan Potensi Angkutan Umum BBG di Jakarta
Jenis Kendaraan
Jml Armada
Sudah BBG
Belum BBG
% BBG
Potensi BBG
Jml Trayek
4.540
-
4.540
0.00
4.540
275
91
72.30
91
7 93
Bus Besar 1.
Bus Besar (Non Busway)
2.
Busway (Kor. 1-7)
Bus Sedang
329
238
4.979
-
4.979
0.00
4.979
36
6.710
0.53
6.710
54
Mobil Kecil 1.
Mikrolet
6.746
2.
KWK
6.238
-
6.238
0.00
6.238
83
1.096
-
1.095
0.00
1.096
20
Taksi
24.256
2.360
21.896
9.73
21.896
-
Bajaj
14.424
400
14.024
2.80
14.024
-
Lain-lain
23.827
-
23.827
0.00
23.827
-
Jumlah
86.435
3.034
83.401
3.50
83.401
Angk Pengganti Bemo (APB)
Hal ini relevan dengan upaya mencapai target pengurangan greenhouse gases atau pengurangan gas rumah kaca sebesar 30% pada tahun 2030 mendatang. Sebagaimana diketahui penyebab utama dari gas rumah kaca yang terjadi di seluruh kota di dunia, termasuk Jakarta adalah peralatan rumah tangga di rumah-rumah, gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan serta transportasi. Transportasi merupakan sektor yang paling banyak menyumbangkan polusi udara. Beberapa tahun terakhir ini faktor penyebab dari peralatan rumah tangga (household) juga mengalami trend peningkatan, kata Gubernur Fauzi Bowo. Pemerintah Provinsi DKI akan mengambil langkah untuk menurunkan polusi udara di sektor transportasi. Salah satu caranya adalah, mendesak pemerintah pusat untuk memberikan harga khusus BBG untuk transportasi publik. Sehingga memungkinkan seluruh jenis transportasi di ibu kota mendukung konversi BBM ke BBG. Hingga saat ini, transportasi di Jakarta belum banyak menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan seperti BBG, dan
176
penggunaan transportasi publik belum maksimal digunakan warga Jakarta. Langkah mendesak yang harus dilakukan Pemprov DKI adalah mendapatkan BBG dengan harga terjangkau untuk sektor transportasi. Selama ini, harga BBG transportasi itu disamakan dengan harga sektor industri yang mendapatkan pendapatan cukup tinggi. Sebenarnya ketika Pertamina memperkenalkan penggunaan BBG untuk kendaraan bermotor di tahun 1986 sudah memperoleh dukungan kebijakan yang menetapkan 20% dari armada taksi harus memakai BBG. Sayangnya setelah 20 tahun berjalan, pengguna bahan bakar gas justru tidak berkembang. Tidak ada upaya sistematis dari pemerintah untuk memopulerkan pemakaian BBG. Bahkan, angkutan umum dan taksi yang memakai BBG terus berkurang. Dari 16 SPBG yang dulu dibangun di Jakarta, jumlahnya juga turun hingga kini tinggal 6 yang beroperasi.
ISSN 1410-3680
Intensifikasi Pemanfaatan BBG Untuk Transportasi, (Ihsan Mahyudin dan Irwan Ibrahim,) _________________________________________________________________________________________________
Tabel 2. Status SPBG Di Jakarta DKI Jakarta (14 SPBG BBG+ 1 Pool)
Milik
Konsumen
Keterangan
Jl. Sumenep, Jakarta Pusat
Pertamina
Kend. Umum
Operasi
Jl. Pemuda, Jakarta Timur (Revitalisasi)
Pertamina
Bus & Kend. Umum
Operasi
Jl. Raya Bekasi, Jakarta Timur
Pertamina
Jl. Raya Bogor, Jakarta Timur (Revitalisasi)
Pertamina
Jl. Ahmad Yani, Jakarta Timur
Swasta
Tidak Operasi
Jl. Boulevard Timur, Jakarta Timur
Pertamina
Tidak Operasi
Jl. Pluit, Jakarta Utara
Pertamina
Jl. Danau Sunter, Jakarta Utara Jl. Kali Deres, Jakarta Barat
Tidak Operasi
Kend. Umum
Kend. Umum
Swasta
Operasi
Operasi Tidak Operasi
Pertamina
Kend. Umum
Operasi
Jl. Daan Mogot, Jakarta Barat
Swasta
Trans Jakarta
Tidak Operasi
Jl. Daan Mogot, (Pool PPD) Jakarta Barat
Swasta
Bus & Kend. Umum
Operasi
Jl. Jl. Warung Buncit, Jakarta Selatan
Pertamina
JL. Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Revitalisasi)
Pertamina
Jl. TebetTimur, Jakarta Selatan
Pertamina
Tidak Operasi Bus & Kend. Umum
Operasi Tidak Operasi
Jl. Perintis Kemerdekaan
Petross
Trans Jakarta
Operasi
Jl. Rawa Buaya
Petross
Trans Jakarta
Operasi
PT Gas Biru milik perusahaan taksi Blue Bird misalnya, sekarang tidak lagi beroperasi, tidak lagi memasang converter kit, dan menutup SPBG miliknya di Mampang Jakarta Selatan karena merugi. Pemerintah provinsi DKI Jakarta mencoba kembali pemasyarakatan BBG, yaitu setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan pemakaian BBG bulan Mei 2006. Usaha ini dimulai dengan penggunaan BBG untuk bus Trans Jakarta, ISSN 1410-3680
yang didukung penunjukan PT Petross Gass sebagai distributor tunggal pemasang converter kit sekaligus pemilik SPBG untuk bus Trans Jakarta dan untuk umum. Jadi ada harapan pemakaian BBG ditingkatkan kembali, bukan hanya untuk bus dan taksi, tetapi juga untuk kendaraan pribadi. Namun, sejauh ini pemerintah sekali lagi belum menunjukkan keseriusan. Pemerintah sendiri tak pernah menunjukkan komitmennya misalnya dengan kewajiban 177
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 173 - 182 __________________________________________________________________________________________________
memakai BBG untuk kendaraan dinas atau kendaraan operasionalnya. Pemanfaatan BBG di Bogor Pemasangan perangkat BBG atau converter kit untuk angkutan kota telah dimulai dengan tahap pertama pada bulan November 2009. Pada tahap pertama telah dipasang 1.001 perangkat BBG untuk angkutan kota secara gratis. Karena jumlah angkutan kota seluruhnya berjumlah 3.413 unit yang melayani 23 trayek, maka di tahap kedua sisanya sebanyak 2.412 unit akan mendapat peralatan serupa. Konversi BBM ke BBG ini merupakan proyek percontohan (pilot project) program nasional dari Kementerian Perhubungan. Kota Bogor merupakan satu dari enam daerah pilihan. Selain ramah lingkungan, penggunaan BBG jauh lebih efisien dibandingkan dengan BBM. Harga BBG hanya Rp 3.500/liter setara premium, sedangkan BBM Rp 4.500/liter. Sementara ini converter kit yang terpasang belum difungsikan karena SPBG belum siap beroperasi. Diharapkan sebelum peringatan kemerdekaan 17 Agustus 2010, SPBG di Terminal Baranangsiang, Kecamatan Bogor Utara sudah beroperasi. Pemanfaatan BBG di Surabaya Tahun 2009 lima stasiun pengisian bahan bakar gas atau SPBG direncanakan bangun di Surabaya. Diharapkan, penyediaan bahan bakar gas mampu meningkatkan pendapatan pengusaha angkutan serta mengurangi tingkat pencemaran udara. Direktur PT Citra Nusantara Gemilang, distributor bahan bakar gas mengungkapkan, pembangunan SPBG direncanakan di lima titik yaitu Kedurus, Karangpilang, Juanda, Rungkut, serta Tambaksari. Saat ini, telah beroperasi dua SPBG yaitu SPBG Margomulyo dan Karangmenjangan. Dari segi investasi, pembangunan SPGB sendiri sepuluh kali lipat lebih mahal dibandingkan pembangunan SPBU. Jika pembukaan SPBU hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 1 miliar per unit, pembangunan SPBG bisa menelan biaya Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar per unit. Penyediaan BBG diharapkan semakin memperingankan biaya operasional kendaraan bermotor. Pada prinsipnya, satu liter BBG memiliki nilai kalor setara dengan satu liter premium. Namun demikian, harga BBG jauh lebih murah yaitu Rp 3.150 per liter 178
dibandingkan premium Rp 4.500 per liter. Dalam sejarah, harga BBG relatif stabil. Saat harga bahan bakar minyak naik, harga BBG tak ikut naik. Pasokan BBG di Surabaya mencapai 1,5 juta hingga 2 juta meter kubik per hari dan baru terpakai 1,2 juta meter kubik untuk industri. Sisanya, 800.000 meter kubik mampu menjalankan sekitar 1.600 kendaaraan per hari di Surabaya Saat ini pemakaian BBG masih didominasi kendaraan angkutan umum karena belum banyak kendaraan pribadi yang dilengkapi perangkat khusus BBG. Karena itu, pangsa pasar utama konsumsi BBG adalah pengusaha angkutan. Di Surabaya, tiga perusahaan layanan taksi telah memakai BBG yaitu taksi Silver, Bosowa, dan Blue Bird. Hasil yang paling terasa dari pemakaian BBG adalah perolehan nilai tambah dari selisih harga BBG dengan premium. Terkait pemakaian BBG, PT Rokan Maju NGV Nusantara menyediakan perangkat converter yang dapat dioperasikan dengan dua energi pilihan, yaitu premium atau BBG. Dengan dana sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta, kendaraan angkutan dapat menghemat biaya pengeluaran karena dilengkapi dengan converter tersebut. PT Zebra Energi bergerak di bidang pengisian BBG untuk taksi Zebra dan PT Surabaya Artautama Bersama yang juga memiliki armada taksi. Di Surabaya terdapat lebih dari 5.000 angkutan kota. Dalam waktu dekat, semua angkutan kota tersebut akan dipasangi paket alat konversi (converter kit dan tabung gas) yang didanai bantuan Bank Dunia. Ketua Organda Kota Surabaya menanggapi positif langkah terobosan teknologi BBG. Meski demikian, mengharapkan biaya investasi awal dari program ini disesuaikan dengan kemampuan ekonomi sopir serta pemilik angkutan. Pemanfaatan BBG di Semarang Program bahan bakar gas telah dicanangkan di Semarang sejak tahun 1996 bersamaan dengan pencanangan Program Langit Biru. Dalam pelaksanaannya program bahan bakar gas tersebut tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya jumlah kendaraan yang menggunakan BBG yang pernah mencapai 6.600 unit pada tahun pertama sejak dicanangkan Program Langit Biru, kemudian menurun menjadi 4.600 pada tahun 2001 dan semakin menurun pada
ISSN 1410-3680
Intensifikasi Pemanfaatan BBG Untuk Transportasi, (Ihsan Mahyudin dan Irwan Ibrahim,) _________________________________________________________________________________________________
tahun–tahun ratusan unit.
berikutnya
sehingga
tinggal
HASIL DAN PEMBAHASAN Hambatan Pemanfaatan BBG Jaringan pipa gas bumi yang ada saat ini belum terintegrasi, sehingga jaringan pipa gas bumi tidak dapat diandalkan untuk transportasi BBG dalam memenuhi kebutuhan BBG di sektor transportasi. Untuk pengembangan sektor transportasi yang menggunakan BBG perlu adanya alternatif moda transportasi BBG, selain menggunakan jaringan pipa. BBG dapat dipasok dari ladang gas marginal ke SPBG dengan menggunakan trailer pengangkut BBG baik dalam bentuk BBG maupun LNG. Pada moda transportasi BBG menggunakan trailer, trailer mengambil BBG dari Mini LNG/BBG plant (sebagai SPBG mother) dan kemudian dibawa ke SPBG daughter untuk melayani kebutuhan kendaraan BBG atau LNG. Berbagai opsi transportasi BBG dengan menggunakan trailer ini masih perlu dianalisis untuk mengetahui tingkat keekonomiannya. Bahan bakar gas, baik LGV/LPG maupun BBG adalah penunjang utama bagi keberhasilan program langit biru yang dicanangkan Pemerintah. Selain lebih efisien dari aspek harga maupun technical engineering, penggunaan bahan bakar gas juga mampu menekan pencemaran udara. Di sisi lain, hal ini telah diatur dalam UU No 30/2007 tentang Energi, Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Namun demikian, apabila kebijakan dalam pemakaian bahan bakar gas ini kurang fokus, maka implementasinya menjadi tidak efektif karena tidak tercapainya equilibrium dalam supply maupun demand sebagai sebuah mekanisme pasar yang sehat. Juga ketika kebijakan turunan seperti penanganan sarana/prasarana kendaraan berbahan bakar gas ini kurang sempurna, sehingga mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti menurunnya kapasitas tenaga kendaraan, boros pemakaian bahan bakar dan bahkan mungkin terjadi ledakan pada tabung gas. Untuk itu, kiranya perlu dilakukan revitalisasi kebijakan dan program implementasi pemanfaatan bahan bakar gas untuk transportasi, guna mencapai target national fuel economy. Pemanfaatan bahan bakar gas untuk transportasi telah dimulai pada tahun 1987 dan semakin gencar setelah dicanangkannya ISSN 1410-3680
Program Langit Biru pada tahun 1996. Apabila pada tahun 1987 total konsumsi bahan bakar gas untuk transportasi mencapai 204 KLSP tahun 1999 setelah dicanangkan Program Langit Biru pemakaian bahan bakar gas ini mencapai puncaknya yaitu 55.637 KLSP, yang terdiri atas 2 jenis gas yaitu BBG dan LPG. Namun kemudian total konsumsi berangsur-angsur menurun. Penurunan diakibatkan kegagalan dalam mempertahankan: (1) harga bahan bakar gas pada level maksimum 55% dari harga bensin, (2) kontinuitas skema kredit pada instalasi conversion kit, (3) meng-up-grade secara periodik teknologi pengisian (fueling technology) berikut memperbanyak SPBG, (4) memperbaiki kualitas bahan bakar gas (terutama water content), (5) ketiadaan fasilitas dan personel yang mampu melakukan regular Inspection/Maintenance, (6) kontinuitas pasokan (volume) tidak memenuhi syarat minimal (2 bar) hingga Juni 2008. Karena keadaan di atas, maka kini pemanfaatan BBG untuk transportasi turun menjadi hanya sekitar 4.854 KLSP (2007). Disayangkan bahwa kebijakan pemanfaatan gas untuk transportasi, ternyata tidak memperoleh political will yang memadai. Peluang ekonomi di atas tidak diambil baik oleh Pemerintah, PGN maupun Pertamina sehingga selain kehilangan peluang benefit untuk ekonomi makro, peluang diversifikasi energi di kala BBM semakin langka. Ketidakjelasan sikap pemerintah juga menimbulkan persoalan bagi para pihak yang telah berkomitmen mendukung program ini misalnya operator angkutan umum (baik itu Trans Jakarta, Mikrolet, Taksi, Bajaj) dan para pemilik kendaraan pribadi, di mana mereka menghadapi kesulitan memperoleh pasokan gas dengan kualitas dan jumlah memadai. Quo vadis pemanfaatan gas untuk transportasi? Intensifikasi Pemanfaatan BBG Total cadangan gas bumi Indonesia adalah sebesar 182,50 Trillion Standard Cubic Feet (TSCF), terdiri atas 94,78 TSCF cadangan terbukti dan 87,73 TSCF cadangan potensial. Dari total cadangan gas bumi tersebut 29,70% berada di Kepulauan Natuna, 23,08% di Sumatera, dan sisanya berada di Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Jawa. Cadangan gas bumi di Jawa sebagian besar berada di Jawa Barat dan Jawa Timur, masing-masing sebesar 6,04 TSCF di Jawa Barat dan 4,46 TSCF di Jawa Timur. Di Jawa Barat, ladang gas bumi sebagian besar 179
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 173 - 182 __________________________________________________________________________________________________
tersebar di lepas pantai utara. Disamping cadangan gas bumi tersebut, terdapat ladang gas bumi marginal yang merupakan sumber gas bumi yang tidak ekonomis bila dieksploitasi dengan teknologi yang ada saat ini. Berdasarkan data dari Pertamina cadangan ladang gas bumi marginal di Pantura mencapai 1.913 Billion Standard Cubic Feet (BSCF). Keengganan untuk memakai BBG ditengarai pada mulanya lebih dikarenakan kurangnya informasi tentang bahan bakar yang hemat, bersih, dan ramah lingkungan itu. Padahal efisiensi atau penghematan dari pemakaian BBG, jauh di atas bahan bakar bensin maupun solar. Kemudian juga disebabkan keharusan memasang perangkat tambahan dan hal yang berkaitan dengan pasokan BBG sendiri. Untuk memasang converter kit, biayanya masih dirasakan relatif mahal. PT Petross Gas sebagai distributor tunggal converter kit yang keagenannya dipegang PT Hyundai Indonesia Motor mematok biaya Rp 11 jutaRp 15 juta untuk pemasangan converter kit, termasuk tabung BBG. Beda harga ditentukan besar kecilnya mesin dan sistem pembakarannya. Sistem karburator lebih murah dibanding injeksi. Tapi jika dikalkulasi, biaya itu akan kembali dalam setahun dalam bentuk penghematan biaya bahan bakar. Misalnya harga converter kit yang dibeli seorang pemakai di PT Gas Biru tahun 2005 sebesar Rp 7.200.000, praktis sudah kembali dalam bentuk penghematan selama pemakaian 8 bulan pertama BBG. Untuk mereka yang berdomisili di sekitar Jakarta, pemakaian BBG sebenarnya merupakan satu pilihan yang menarik. Dibanding bensin atau solar, BBG lebih irit 15-20% karena pembakarannya lebih sempurna. Selain itu, harga BBG per liter yang setara dengan premium hanya Rp 3.000 atau 35% lebih murah dibanding bensin premium. Keuntungan lain adalah suhu mesin relatif lebih dingin sehingga memperpanjang umur mesin. Karburator bersih, dinding dan kepala piston juga bersih dari kotoran dan kerak, akibat pembakaran sempurna. Soal bahaya pemakaian BBG, tidak berbeda dengan pemakaian elpiji di rumahrumah. Banyak orang yang takut memakai BBG untuk mobilnya, tetapi tak keberatan naik taksi yang memakai BBG. Sederetan fakta di atas sebetulnya sudah cukup kuat dijadikan dasar untuk menggalakkan pemakaian BBG di sektor transportasi terutama di kota-kota dimana jumlah kendaraan bermotor yang memadati 180
jalan sudah sangat tinggi. Tetapi pemakaian BBG untuk kendaraan bermotor tidak akan meningkat begitu saja karena penggunaan BBM sejak waktu yang lama sudah dirasakan sebagai hal yang paling praktis, ekonomis, dan nyaman. Oleh sebab itu masih diperlukan intervensi pemerintah antara lain melalui sosialisasi kembali tentang objektif penggunaan BBG, keuntungan pemakaian BBG, tingkat keamanan, serta tentang insentif yang menarik bagi pengguna BBG. Sebagai bentuk nyata dari komitmen dan keseriusan pemerintah, di lapangan harus ditunjukkan dengan langkah konkrit antara lain pembangunan sejumlah SPBG yang tersebar berikut jaminan ketersediaan BBG sepanjang hari. Dalam hal ini pemerintah harus rela maju menanamkan investasi lebih dahulu dari para calon pemakai BBG yang akan memasang converter kit dan membeli tabung BBG. Dengan cara ini masalah ayamtelor dapat diputus. Untuk berinvestasi dalam membangun sistem penyediaan BBG, pemerintah tidak dapat menunggu semua konsumen BBG siap lebih dahulu dengan perangkat BBGnya. Mengingat pemasyarakatan pemakaian BBG untuk transportasi tidak dapat dilaksanakan oleh satu organ pemerintah saja, maka mutlak perlu adanya koordinasi dalam kerjasama antara semua pihak terkait misal di Jakarta: Pemprov DKI Jakarta, PT PGN, PT Pertamina, Kementerian Perhubungan, Tenaga Kerja, ESDM, dan Kantor Menko Perekonomian /Kementerian Keuangan. Akhirnya yang jauh lebih penting lagi adalah konsistensi pemerintah terhadap semua kebijakan terkait dengan pemakaian BBG untuk kendaraan bermotor, termasuk dalam hal ini implementasi dan kontrol terhadap kebijakan tersebut. Lemahnya implementasi di lapangan dapat membahayakan keberlanjutan program BBG di sektor transportasi mengingat pemakaian BBG bukannya tidak mengandung bahaya bagi konsumen pemakai, terutama bagi mereka yang lalai dalam mengikuti inspeksi berkala terhadap perangkat BBG seperti kelayakan teknis dari tabung gas.
SIMPULAN •
Pada tahun 2005 ketika harga BBM meningkat sangat tinggi penggunaan gas bumi untuk mengganti BBM di sektor transportasi mulai dipertimbangkan kembali. Disamping itu Indonesia diperkirakan akan menjadi net importer ISSN 1410-3680
Intensifikasi Pemanfaatan BBG Untuk Transportasi, (Ihsan Mahyudin dan Irwan Ibrahim,) _________________________________________________________________________________________________
•
•
•
•
minyak bumi pada tahun 2010. Oleh karena itu, ketergantungan sektor transportasi terhadap BBM harus mulai dikurangi dan dialihkan ke penggunaan BBG. Dalam kenyataannya penggunaan gas bumi untuk sektor transportasi masih sangat terbatas dan hanya digunakan sebagian di kota-kota besar di Jawa. Penyebabnya mulai dari persoalan pasokan BBG, peralatan tambahan untuk bisa menggunakan BBG, persepsi terhadap faktor keamanan (safety), hingga keraguan terhadap kebijakan pemerintah. Diantara cadangan gas bumi yang ada di Jawa, terdapat ladang gas bumi marginal dengan besar cadangan sebesar 1.913 BSCF. Ladang gas marginal tersebut berada di Jawa Barat sebesar 1.700 BSCF dan sisanya sebesar 213 BSCF berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ladang gas marginal ini akan dapat dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan BBG di sektor transportasi khususnya di Jawa. Kuncinya ada di tangan pemerintah. Bukan hanya sosialisasi tentang pemakaian BBG saja yang dibutuhkan, tapi juga dukungan fasilitas dan regulasi tentang penggunaan dan pengawasan. Kalau saja pemerintah punya komitmen dan program yang jelas, dan dari dulu tidak sekedar mengajak atau menghimbau, tentu kita tak perlu lagi lelah berdebat tentang gas pada waktuwaktu ada kenaikan harga bensin atau solar. Wilayah di Jawa yang berpotensi untuk dikembangkan terkait dengan penggunaan BBG untuk kendaraan bermotor adalah kawasan di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura). Jalur Pantura merupakan jalan darat utama yang cukup padat lalu lintasnya, jalur ini setiap harinya dilalui rata-rata 20.000-70.000 kendaraan. Jalur Pantura juga melewati kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Prioritas intensifikasi pemakaian BBG diarahkan pada angkutan umum karena beberapa alasan. Pertama bahwa angkutan umum di kota besar selalu keluar masuk ke dalam pusat aktivitas masyarakat, kawasan pemukiman padat yang bilamana dibiarkan menggunakan BBM berarti menyebarkan polutan yang meracuni masyarakat. Kedua, angkutan umum menempuh jarak tempuh yang panjang setiap hari karena beroperasi sepanjang hari. Adapun alasan ketiga,
ISSN 1410-3680
•
karena perawatan armada angkutan umum kurang maka kondisi mesinnya juga tidak selalu prima sehingga cenderung menimbulkan emisi gas buang lebih tinggi. Untuk lebih mendorong kendaraan bermotor ke BBG, pemerintah lebih dahulu harus memastikan kesiapan prasarana dan sarana pasokan BBG, kemudahan prosedur instalasi dan inspeksi peralatan BBG. Juga perlu meluncurkan insentif yang menarik seperti memberikan kemudahan dalam perolehan converter kit dan tabung gas melalui pengurangan atau pembebasan pajak. Harga jual gas pun perlu mendapat perhatian, tidak hanya harga yang lebih rendah dibanding BBM tetapi juga seragam.
DAFTAR PUSTAKA 1. Safrudin, A., Quo Vadis Pemanfaatan Gas untuk Transportasi : Pemerintah Setengah Hati, Jakarta, 25 Agustus 2009 2. Sugiyono, A., Rahardjo, Pengembangan Moda Transportasi BBG Untuk Sektor Transportasi Di Pantura, http://sugiyono. 110mb.com/paper/p0701.pdf , diakses 18 Januari 2010 3. Yudho, N.F., Hemat dan Bersih dengan Bahan Bakar Gas, http://www. kompas. com/kompas-cetak/0607/21/Otomotif /2787195.htm, diakses 18 Januari 2010 4. ........, BBG untuk Transportasi Akan Disubsidi, KOMPAS.com, 16 Februari 2010, http : // nasional.kompas.com / read/2010/02/16/16273032/ , diakses 9 Pebruari 2010.
RIWAYAT PENULIS Ihsan Mahyudin, lahir di Padang-Sumatera Barat 13 Februari 1953. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknik Mesin Universitas Indonesia (UI) dengan program studi Teknik Perkapalan, dan S2 Teknik Mesin-UI kekhususan Manajemen Industri. Bekerja di PT (Persero) PAL Indonesia tahun 2002 s/d 2008. Saat ini sebagai Perekayasa Madya Bidang Teknologi Industri dan Sistem Transportasi-BPPT. Terlibat dalam kegiatan FS Industri Komponen Bus Berbahan Bakar BBG. Irwan Ibrahim, lahir di Padang pada tahun 1951. Menyelesaikan pendidikan di Fisika Teknik ITB (S1), dan Mesin/Manajemen 181
M.P.I. Vol.4 No.2. Agustus 2010, 173 - 182 __________________________________________________________________________________________________
Industri Univ. Indonesia (S2). Dipekerjakan di Kementerian Ristek sebagai Asisten Deputi Sistem Insentif (1999 s/d Juni 2010). Sekarang sebagai Peneliti Madya pada
182
Pusat Teknologi Industri Sistem Transportasi BPPT.
ISSN 1410-3680
Aturan Penulisan Naskah MPI _________________________________________________________________________________________________
JUDUL MAKALAH UNTUK MAJALAH PENGKAJIAN INDUSTRI (CENTER, HURUF Arial-14) Sub Judul Ditulis Disini (Dari sini kebawah gunakan Arial12) Nama Penulis (center, dari sini ke bawah Arial 10) Tempat & alamat bekerja, telepon/fax, e-mail. Nabila a, dan Farhan b,c a
Jurusan Teknik Kimia Mesin, Institut Teknologi Kalbar, Jl.Kapuas no.6, Pontianak 78112. E-mail :
[email protected] b c
Laboratorium Teknologi Proses, Deputi Bidang TIRBR, BPPT. Dosen Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Depok, Depok E-mail :
[email protected]
Abstract (Dalam bahasa Indonesia dan Inggris) Disini anda diminta untuk menjelaskan hal yang telah dilakukan, hasil utama dan kesimpulan makalah saudara secara jelas dan singkat dalam bahasa Inggris. Jumlah kata tidak lebih dari 200 kata. (Jarak tulisan kesisi kiri 5 cm dan kesisi kanan 4,5cm, ditulis 1 spasi, italic) Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia & bahasa Inggris. Kata kunci : Zeolit, sedementasi. dekantasi, kalsinasi PENDAHULUAN Format utama terdiri atas 2 kolom. Buka page set-up dan diset : Top 1,1”, bottom 0,8”, inside 1,2”, outside 1”, gutter 0”, header 0,5” dan footer 0,7”. Serta jarak kolom 1 cm. Tulisan dalam Microsoft Word, 1 spasi. Tuliskanlah latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait, yang telah lebih dahulu dipublikasikan. Selain itu jelaskan hal-hal yang spesifik dan khusus dalam penelitian anda. Kutipan dari references atau daftar pustaka dibuat dengan tanda1), dengan 1 menunjukan nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing dan simbol matematika ditulis dengan huruf miring.
Gambar 4. Foto SEM Zeolit ax2 +bx +c = 0
(1)
Catatan : Tabel dan Gambar dapat juga dibuat memenuhi seluruh lebar halaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN BAHAN DAN METODE Tabel, gambar dan rumus dibuat seperti contoh dibawah ini. Tabel 1. Data Analisis XRD Sampel Zeolit 2θ d space (Ǻ) Intensity 846.667 4.10 21.68 1293.330 4.04 22.00 11053.330 5.03 23.02 Sumber Data : Hasil Olahan Data Penelitian
Judul Bab 3 ini dapat dipisahkan menjadi dua judul pasal Hasil Penelitian Percobaan di laboratorium
SIMPULAN Simpulan (conclusion), hasil menyimpulkan berupa pendapat yang diperoleh setelah membahas sesuatu hal. ISSN 1410-3680
Aturan Penulisan Makalah MPI
_______________________________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA Pengacuan pustaka 80% terbitan 10 tahun terakhir dan 80% berasal dari sumber acuan primer (jurnal). 1. 2.
3.
Hens, S., Rosjidi, M., Proses Pemurnian Zeolit Alam, Majalah Pengkajian Industri, , No. 21, 2003, p23. Grobert P.S, W.S. Mortier, E.F. Vamsart and G. Schulz-Ekloff, Studies in Surface Science and Catalysis, Innovation in zeolite materials science, vol.37, Elsevier, Netherland, 2002. ………, http: // www. mathey. ch/ fileadmin / user upload /
ISSN 1410-3680
fichetechnique /EN/CuZn28.pdf, diakses Agustus 2009.
RIWAYAT PENULIS Nama Penulis, lahir di Kota X pada tg-bl-th. Menamatkan pendidikan di Universitas Y dan bidang Z. Saat ini bekerja sebagai Apa di Direktorat Tempat Bekerja, Jakarta. Penulis juga menjadi staf pengajar pada Universitas Abbcc. Penulis juga menjadi anggota pada organisasi profesi ilmiah Apa saja.