Jurnal Agrotekno Majalah Ilmiah Fakultas Teknologi Pertanian Volume 17, Nomor 2, Agustus 2015 ISSN: 2088-6497
Daftar Isi Rahmat Fadhil Mustaqimah Bambang Sukarno Putra Syafriandi Andriani Lubis Al-Qudri Muntaha Fikri
1-7
Evaluasi kinerja gerobak sorong bermesin untuk pengangkutan tandan buah segar kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) Performance evaluation of motorized wheelbarrow to transport fresh fruits bunch of palm oil (Elaeis guineensis Jacq.)
NM. Indri Hapsari A. IDP.Kartika P. AAI. Sri Wiadnyani IW. Rai Widarta
8-11
Kajian nilai gizi minuman tradisional Bali Study of nutritional value of traditional Balinese drinks
Raida Agustina Bambang Sukarno Putra Edy Setiawan
12-20
Kajian pengeringan cabe merah (Capsicum annum L) tanpa blansir dan blansir menggunakan alat pengering surya tipe efek rumah kaca dengan penambahan kipas (blade fan) Study drying of unblanched and blanched red chili (Capsicum annum L) using solar dryer with blade fan
I Putu Gede Budisanjaya Ni Nyoman Sulastri I Wayan Tika Sumiyati I Putu Agus Sumi Antara
21-27
Otomatisasi irigasi terputus berdasarkan konduktivitas elektrik tanah Intermittent Irrigation Automation Based On Soil Electrical Conductivity
Gede Arda P.K.Diah Kencana
28-34
Pemodelan konsentrasi gas pada pengemasan tertutup jamur tiram (Pleurotus ostreatus ) segar Gases concentration modeling of closed packaging of fresh Oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus )
Dewi Sri Jayanti Mustafril Risky Munandar
35-44
Pengembangan model intersepsi pada pohon jati (Tectona grandis) dan pohon pinus (Casuarina cunninghamiana) Model development interception of teak tree (Tectona grandis) and pine tree (Casuarina cunninghamiana)
Mega Ayu Yusuf Ni Luh Sri Suryaningsih
45-50
Pengolahan air permukaan tercemar menggunakan mikroorganisme dari limbah Rumah Potong Hewan (RPH) Polluted surface water treatment using microorganism from abattoir waste
I Made Sugitha, Deprilia Eka Dewata Ni Nyoman Puspawati
51-55
Preservation of ribbon fish (trichiurus lepturus) using lactic acid bacteria cultured isolated from wild horse milk
Ni Luh Yulianti I Made Anom S. Wijaya Yohanes Setiyo
56-64
Studi Komparasi Pengeringan rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan metode dan tebal lapisan yang berbeda Comparison study of sea weed drying using different methods and thickness
IDP Kartika P Ni Made Indri Hapsari A
65-69
Penentuan nilai indeks glikemiks roti bun yang diolah dari tepung suweg (Amorphophallus campanulatus BI) Determination of the Glycemic index of Bread Bun made from Suweg (Amorphophallus campanulatus BI) Flour
i | Agrotekno Vol. 17, No. 2, Agustus 2015
SUSUNAN REDAKSI
PENGANTAR REDAKSI
Pelindung Dr. Ir. I Dewa Gde Mayun Permana, MS.
Perkembangan ilmu teknologi pertanian dewasa ini sudah sangat berkembang dikarenakan berbagai aspek kehidupan membutuhkan sentuhan teknologi termasuk dalam pemenuhan terhadap kebutuhan pangan. Oleh karena itu, ilmu teknologi pertanian sudah mengembangkan dirinya ke arah yang tidak terpikirkan sebelumnya. Teknologi informasi, robotika bahkan teknologi nano pun tidak melepaskan dirinya dalam berkontribusi memajukan teknologi pertanian. Kedepan tantangan yang dihadapi manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan pangan akan bisa dijawab oleh interkoneksi antara berbagai sub teknologi yang secara konsisten menuju pada efektivitas dan efesiensi yang lebih baik. Untuk itu, kami redaksi sangat membuka diri untuk menyebarluaskan segala hasil penelitian terkait dengan teknologi pertanian, sehingga hasil penelitian semakin dekat dengan para pembaca yang pada akhirnya mampu berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan pertanian dalam arti luas. Mari jadikan jurnal ini sebagai media berbagi dan menyebarkan ilmu yang berguna bagi masyarakat. Redaksi
Penanggung Jawab Dr. Ir. Ida Bagus Putu Gunadnya, MS. Pemimpin Redaksi I Putu Suparthana, SP., M.Arg.,PhD Penelaah Prof. Dr. Ir. I Ketut Suter, MS. Prof. Dr. Ir. Made Sugitha, M.Sc. Prof. Dr. Ing. Ir. Made Merta, DAA. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP. Prof. Ir. I Made Supartha Utama, MS.,PhD. Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT. Prof. Ir. Nyoman Semadi Antara, MP.,PhD. Prof. Dr. Ir. G.P. Ganda Putra, MP. Prof. Dr. Ir. Bambang Atmadi H., MP. Prof. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc. PhD. Redaksi Pelaksana Gede Arda, STP.,M.Sc. Wayan Gede Sedana Yoga, STP., M.Agb Produksi dan Distribusi Ni Nyoman Marheni, S.Sos I Kadek Adiguna, SE Ni Kadek Pindari, S.Kom
ii | Agrotekno Vol. 17, No. 2, Agustus 2015
Jurnal Agrotekno Volume 17, No 2, Agustus 2015 ISSN 2088-6497
Kajian pengeringan cabe merah (Capsicum annum L) tanpa blansir dan blansir menggunakan alat pengering surya tipe efek rumah kaca dengan penambahan kipas (blade fan) Study drying of unblanched and blanched red chili (Capsicum annum L) using solar dryer with blade fan Raida Agustina1, Bambang Sukarno Putra1, Edy Setiawan1 1)
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
INFO ARTIKEL: diterima 6 Agustus 2015;disetujui 30 Agustus 2015
Abstract Red chili (Capsicum annum L) is a vegetable that is perishable, so that the necessary treatment to maintain the quality of red chili. Red chili can be dried to produce processed product such as dried red chili. Blanching process needs to be done to accelerate the process of drying red chili. In this research, the solar dryer was modified by adding a blade fan which aims to maximize the air circulation inside the drying chamber. The observed parameters are the distribution of temperature, relative humidity, decreased water content and drying rate. The addition of blade fan caused the air velocity in the solar dryer was more stable compared to the speed of the air in the environment and the heat transfer is progressing well also. Total period of time required to achieve a moisture content of 11% which is 36 hours for non-blanched red chili and 27 hours for blanched red chili. Blanching treatment can cause the air in the chili matrix exit and the water movement is not obstructed therefore the drying process be fast. Moreover, the temperature in the drying chamber was higher than the ambient temperature, while the relative humidity in the dryer was lower than in the environment. As a result, it caused rapid drying process. Red chili initial moisture content is 85%. Final moisture content of unblanched red chili is 10.71% and blanched red chili is 10.11% that is below the maximum water content of dried red chili SNI is 11%. Keywords: red chili, solar dryer, blanching
Abstrak Cabai merah (Capsicum Annum L) adalah sayuran yang tidak tahan lama atau cepat busuk, sehingga diperlukan penanganan untuk mempertahankan mutu cabai merah. Salah satu cara penanganan pascapanen cabai merah adalah mengolah cabai merah menjadi cabai merah kering. Sebelum dikeringkan dilakukan proses blansir dengan tujuan untuk mempercepat proses pengeringan cabai merah. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pengering surya dengan menambahkan kipas Blade Fan yang bertujuan untuk memaksimalkan sirkulasi udara didalam ruang pengering. Parameter yang dikaji adalah distribusi temperatur, kelembaban relatif, penurunan kadar air dan laju pengeringan. Dengan penambahan kipas Blade Fan, kecepatan udara di dalam pengering surya lebih stabil bila dibandingkan dengan kecepatan udara di lingkungan juga perpindahan panas berlangsung dengan baik. Total waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air 11% yaitu 36 jam untuk cabai merah tanpa blansir dan 27 jam untuk cabai merah blansir. Perlakuan blansir dapat menyebabkan udara dalam jaringan keluar dan pergerakan air tidak terhambat sehingga proses pengeringan menjadi cepat. Temperatur di dalam ruang pengering lebih tinggi dari pada temperatur lingkungan, sedangkan kelembaban relatif di dalam pengering lebih rendah dibandingkan dengan di lingkungan. Hal ini menyebabkan proses pengeringan berlangsung cepat. Nilai iradiasi surya yang didapat berfluktuasi. Iradiasi tertinggi mencapai 714,29 W/m2. Kadar air awal cabai merah yaitu 85 %. Kadar air akhir pengeringan cabai merah tanpa blansir yaitu 10,71% dan pengeringan cabai merah blansir yaitu 10,11% sudah dibawah kadar air maksimal cabai merah kering SNI yaitu 11%.
Kata kunci : Cabai merah, pengering surya, blansir PENDAHULUAN Cabai merah merupakan salah satu produk pertanian unggulan yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Di pasar Internasional setiap tahunnya diperdagangkan sekitar 30.000-40.000 ton cabai merah (Saptoningsih, 2011). Lebih lanjut disebutkan bahwa cabai merah pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi yaitu sekitar 70-95%, tetapi rendah dalam kadar lemak dan protein. Hal inilah yang Korespondensi penulis: hp. +62 81377229231 e-mail:
[email protected]
menyebabkan cabai merah tidak tahan lama atau cepat busuk, dan kebusukan tersebut juga disebabkan karena penurunan gizi, susut bobot, kerusakan dan penurunan sifat fisik. Untuk mempertahankan kualitas cabai merah agar selalu ada sepanjang tahun maka harus dilakukan penanganan pascapanen dan pengolahan hasil. Salah satu cara penanganan pascapanen cabai merah adalah mengolah cabai merah menjadi cabai merah bubuk. Bagi masyarakat Aceh cabai merah bubuk ini sering digunakan sebagai bumbu masakan. 10
Agustina dkk/Kajian pengeringan… Untuk mendapatkan bubuk cabai merah yang berkualitas maka harus dilakukan proses pengeringan cabai merah terlebih dahulu. Secara umum pengeringan cabai merah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu alami dan pengering buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung sedangkan pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering surya tipe Efek Rumah Kaca (ERK), agar proses pengeringan dapat berjalan sempurna maka perlu ditambah kipas Blade Fan, yaitu kipas tanpa balingbaling fungsi kipas disini ialah untuk mempermudah proses penyaluran sirkulasi uap panas di dalam alat pengering agar panas yang terperangkap di dalamnya dapat terdistribusikan secara merata sehingga akan mempercepat proses pengeringan dengan mensirkulasikan udara jenuh dari dalam ruang pengering. Cabai merah kering jika disimpan dalam jangka waktu yang lama maka akan cepat mengalami perubahan warna, untuk mempercepat proses pengeringan dan mempertahankan warna merah pada cabai merah kering maka harus dilakukan proses blansir sebelum cabai merah tersebut dikeringkan. Proses blansir ini merupakan proses pemanasan bahan pangan menggunakan uap air dengan suhu tinggi dalam jangka waktu yang singkat. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji proses pengeringan cabai merah tanpa blansir dan blansir dengan menggunakan alat pengering surya tipe Efek Rumah Kaca (ERK) dengan penambahan kipas (Blade Fan).
ISSN 2088-6497
penambahan kipas (Blade Fan), Termometer, Anemometer, Solarimeter, Humiditymeter, Ttimbangan digital. Bahan yang digunakan adalah cabai merah keriting varietas TM 999 dengan umur panen 85 hst yang berasal dari perkebunan cabai Kampoeng Baroh, Montasik, Kabupaten Aceh Besar. Prosedur Penelitian Pada tahap persiapan bahan yang dikeringkan, cabai bermutu baik disortasi dari cabai yang afkir kemudian bahan dibagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk direndam ke dalam air panas (blansir) selama 10 menit, serta satu bagian lagi tanpa perlakuan (tanpa blansir). Kemudian dilakukan pengukuran KA awal. Sebelum dijemur, untuk setiap perlakuan, cabai ditimbang dan diletakkan di masing-masing rak, untuk rak 1 sebanyak 500 gram, rak 2 sebanyak 1000 gram, dan rak 3 sebanyak 1500 gram. Perbedaan jumlah bahan ini karena disesuaikan dengan luas permukaan alas pengering disetiap raknya. Selanjutnya diletakkan pada rak pengering untuk dilakukan proses pengeringan. Proses pengeringan dapat dihentikan apabila kadar air cabai merah telah mencapai kadar air maksimal yaitu 11% (SNI, 1994). Proses pengeringan ini menggunakan pengering surya yang telah dimodifikasi dengan penambahan kipas angin (Blade Fan). Pada proses pengeringan dilakukan analisis terhadap, distribusi temperatur dalam alat pengering, distribusi kelembaban relatif, analisis kecepatan udara dan iradiasi surya. Setelah cabai merah kering, kemudian dilakukan analisis pengukuran laju penurunan kadar air terhadap penurunan berat, laju pengeringan dan lama proses pengeringan. Setelah dilakukan semua analisis, kemudian cabai merah ditimbang untuk mendapatkan berat akhir. Pengering surya tipe Efek Rumah Kaca (ERK) serta kipas angin (Blade Fan) dapat dilihat pada Gambar 1. Analisa Data Distribusi temperaturPengukuran temperatur dilakukan selama proses pengeringan dari jam 08.00 – 17.00 WIB dalam rentang waktu 30 menit dan dilakukan pada tiap-tiap rak pengering dengan menggunakan Termometer bola kering skala 1000C. Titik-titik pengukuran adalah di tempat masuknya udara (Tkipas), di turbin ventilator (Tventilasi), di ruang pengering (Trak), suhu lingkungan (Tlingkungan).
Gambar 1. Alat Pengering Surya Efek Rumah Kaca (ERK) dengan penambahan kipas METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) dengan 11-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
Distribusi kelembaban relative Kelembaban relatif (RH) adalah banyaknya kandungan uap air di udara yang biasanya dinyatakan dalam ukuran %. Pengukuran RH dilakukan dalam interval waktu setiap 30 menit. Posisi pengukuran RH dilakukan di ruang pengering dan lingkungan Pengukuran RH dilakukan dengan menggunakan alat Humiditymeter.
Agustina dkk/Kajian pengeringan…
ISSN 2088-6497
Laju Pengeringan Laju pengeringan dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : ( )− Lpi = − ( ) Di mana : KA = kadar air basis kering (%bk) Lpi = laju pengeringan (%bk/ 30 menit) t i
dengan
= waktu pengeringan (30 menit) = data ke i ( i= 1.2.3...i) HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cabai merah yang tidak mengalami perlakuan blansir membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama yaitu 4 hari untuk mencapai kadar air 11% dibandingkan dengan cabai merah yang diblansir dalam air panas dengan suhu 90oC selama 10 menit yang hanya membutuhkan waktu 3 hari pengeringan untuk mencapai kadar air 11%. Total waktu waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air 11% yaitu 36 jam untuk cabai merah tanpa blansir dan 27 jam untuk cabai merah yang diblansir. Hal ini disebabkan karena blansir dapat menyebabkan udara dalam jaringan keluar dan pergerakan air tidak terhambat sehingga mempercepat proses pengeringan. Distribusi Temperatur Temperatur ruang pengering selama proses pengeringan berlangsung mengalami fluktuasi, ini disebabkan oleh cuaca yang berubah ubah, juga dikarenakan terdapat ventilasi di atas alat pengering, konveksi suhu dari luar ke dalam pengering dan
iradiasi surya yang tinggi pada siang hari juga menjadi salah satu faktor yang menjadikan temperatur di ruang pengering berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (2004), menjelaskan bahwa selama siang hari sampai dengan pukul ± 15.00 WIB lebih banyak energi yang diterima bumi daripada yang diradiasikan matahari. Pada malam hari energi bumi hilang terus menerus melalui radiasi bumi yang mengakibatkan pendinginan dari permukaan dan penurunan temperatur. Semakin tinggi iradiasi surya maka suhu udara akan semakin tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan temperatur tertinggi pada saat proses pengeringan cabai merah tanpa blansir terdapat dalam ruang pengering pada rak 2 mencapai 55 0C, hal ini dikarenakan iradiasi surya pada saat itu sangat tinggi yaitu mencapai 714,29 W/m2, dan temperatur tertinggi saat proses pengeringan cabai merah blansir juga terdapat dalam ruang pengering pada rak 2 mencapai 54 0C, hal ini dikarenakan iradiasi surya pada saat itu mencapai mencapai 691,43 W/m2. Distribusi Kelembaban Relatif (RH) Kelembaban udara sangat berperan penting dalam proses pengeringan. Karena kelembaban udara menunjukkan kandungan uap air yang ada di udara. Semakin tinggi kandungan uap air dalam udara, akan makin memperlambat proses pengeringan.. Pengukuran nilai Kelembaban Relatif (RH) pada hari pertama pengeringan menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan RH dihari pengeringan selanjutnya. Hal ini disebabkan karena kadar air di dalam cabai merah masih sangat tinggi yaitu 85%.
55 52
Temperatur oC
49 46 43 40 37 34 31 28 8.30 9.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 15.30 16.30
8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
8.30 9.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 15.30 16.30
8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
25
Waktu T. Lingkungan
T. ventilasi
T. Rak1
T. Rak2
T. Rak3
Gambar 2. Grafik distribusi temperatur hari ke 1 sampai 4)
12-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
T. Kipas
Agustina dkk/Kajian pengeringan…
ISSN 2088-6497
55 52 49
Suhu oC
46 43 40 37 34 31 28 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
8.30 9.30 10.30 11.30 12.30 13.30 14.30 15.30 16.30
8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
25
Waktu T. Lingkungan
T. ventilasi
T. Rak1
T. Rak2
T. Rak3
T. Kipas
Gambar 3. Grafik distribusi temperatur hari ke 1 sampai 3 pada cabai merah blansir Selama proses pengeringan berlangsung baik itu saat pengeringan cabai merah tanpa blansir dan cabai merah blansir RH terendah terdapat pada kipas yaitu 32% dan 37%, sedangkan RH terendah pada ruang pengering terdapat pada rak 1 saat proses pengeringan cabai merah tanpa blansir yaitu 40%, dan pada rak 2 saat proses pengeringan cabai merah blansir yaitu 44% dikarenakan suhu tertinggi selama proses pengeringan terdapat pada rak 2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thahir (1988) yang menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur maka kelembaban relatif (RH) akan semakin rendah.
85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
RH (%)
Prinsip ini sesuai dengan pernyataan Taib (1988) bahwa RH adalah daya tampung uap air yang dikeluarkan, apabila RH rendah maka nilai tampung uap air yang dikeluarkan oleh bahan akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya apabila RH tinggi maka nilai tampung uap air yang dikeluarkan oleh bahan menjadi rendah, sehingga semakin rendah RH maka akan semakin bagus untuk proses pengeringan. Perbedaan ini diakibatkan karena alat pengering berbentuk limas, sehingga luas permukaan alas pengering menjadi berbeda disetiap raknya. Tingginya uap air di udara membuat RH juga meningkat, karena RH adalah besarnya kandungan uap air di dalam udara.
Waktu RH. Lingkungan
RH. ventilasi
RH. Rak1
RH. Rak2
RH. Rak3
RH. Kipas
Gambar 4. Grafik kelembaban relatif hari ke 1 sampai 4 (cabai merah tanpa blansir)
13-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
ISSN 2088-6497
RH. Lingkungan
RH. ventilasi
RH. Rak1
RH. Rak2
RH. Rak3
Waktu
17.00
16.00
15.00
14.00
13.00
12.00
11.00
9.00
10.00
8.00
17.00
16.00
15.00
14.00
13.00
12.00
11.00
10.00
9.00
8.00
17.00
16.00
15.00
14.00
13.00
12.00
11.00
9.00
10.00
80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 8.00
RH (%)
Agustina dkk/Kajian pengeringan…
RH. Kipas
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00
Penurunan Kadar Air (%)
Gambar 5. Grafik kelembaban relatif hari ke 1 sampai 3 (cabai merah blansir)
Non blanching
Blanching
Waktu
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00
Penurunan Kadar Air (%)
Gambar 10. Penurunan kadar air hari ke 1 sampai 4 pada rak1
Non blanching
Blanching
Waktu
Gambar 11. Penurunan kadar air hari ke 1 sampai 4 pada rak 2 Laju Penurunan Kadar Air Laju penurunan kadar air merupakan banyaknya kandungan air yang keluar dari bahan persatuan waktu. Semakin tinggi penguapan kadar air bahan maka akan semakin tinggi tingkat penurunan kadar air. Pengukuran laju penurunan kadar air dilakukan 14-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
selama 9 jam perhari. Tujuan penting dari pengering ini adalah untuk menghasilkan cabai merah yang bermutu baik. Kadar air awal cabai merah tanpa blansir adalah sebesar 85% bb sedangkan kadar air awal cabai merah blansir adalah 84% bb. Kadar air akhir cabai merah pada ruang pengering diperoleh
Agustina dkk/Kajian pengeringan…
ISSN 2088-6497
mencapai 11%.Bahan yang dikeringkan dengan mengguna-kan alat pengering lebih cepat mencapai kadar air akhir yang diinginkan dari pada dengan menggunakan media terpal. Sesuai dengan pernyataan Desroseir (1998) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan yang digunakan untuk mengeringkan suatu bahan, maka air yang menguap dari bahan akan semakin banyak. Menurut Winarno (1984) dalam Taib dkk. (1988) yang menyatakan bahwa kandungan air pada bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, maka sebagian air pada bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.
Non blanching
Blanching
17.00
15.30
14.00
12.30
11.00
9.30
8.00
16.30
15.00
13.30
12.00
10.30
9.00
16.00
14.30
13.00
11.30
8.30
10.00
17.00
15.30
14.00
12.30
9.30
11.00
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 8.00
Penurunan Kadar Air (%)
tidak seragam, kadar air akhir yang diinginkan ialah 11%. Kadar air akhir yang dihasilkan pada penelitian dengan menggunakan cabai merah tanpa blansir selama 4 hari ialah di rak 1 (10,71%) hari ke 4 pukul 10.30 WIB, rak 2 (12,79%) hari ke 4 pukul 17.00 WIB, rak 3 (17,88%) hari ke 4 pukul 17.00 WIB. Pada pengeringan menggunakan cabai merah yang telah diblansir tingkat penurunan kadar air menjadi lebih cepat, hal ini disebabkan karena blansir dapat menyebabkan udara dalam jaringan keluar dan pergerakan air tidak terhambat sehingga proses pengeringan menjadi cepat. Kadar air yang dihasilkan selama 3 hari pengeringan ialah pada rak 1 (10,11%) hari ke 3 pukul 14.00 WIB, rak 2 (15,79%) hari ke 3 pukul 17.00 WIB, rak 3 (16,08%) hari ke 3 pukul 17.00 WIB. Penelitian dihentikan karena kadar air cabai merah di salah satu rak pada penelitian ini sudah
Waktu
Gambar 12. Penurunan kadar air hari ke 1 sampai 4 pada rak 3 Laju Pengeringan Laju pengeringan menunjukkan bahwa banyaknya air yang dikeluarkan per satuan waktu. Dalam proses pengeringan, laju penguapan air ini sangat dipengaruhi oleh suhu, RH dan kecepatan udara pengering. Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering yang digunakan maka semakin tinggi pula laju udara pengeringnya. Laju pengeringan pada hari pertama proses pengeringan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan laju pengeringan dihari pengeringan berikutnya. Baik itu pada proses pengeringan cabai merah tanpa blansir maupun pada proses pengeringan cabai merah blansir. Hal ini disebabkan oleh kondisi cabai merah yang basah dan mengandung banyak air sehingga proses penguapan air lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Yani (2009) yang menyatakan bahwa laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan
15-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
kadar air selama proses pengeringan, jumlah air semakin lama akan semakin berkurang. Pada pengeringan cabai merah, nilai laju pengeringannya berbeda-beda antara tiap rak, perbedaan dari laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15 dibawah ini. Pada pengeringan cabai merah tanpa blansir laju pengeringan tertinggi terdapat pada rak 3 yaitu (2,49 %bk/30menit), pada rak 2 laju pengeringan tertinggi yaitu (1,33 %bk/30menit), pada rak 1 laju pengeringan tertinggi yaitu (1,16 %bk/30menit). Sedangkan pada pengeringan cabai merah blansir laju pengeringan tertinggi terdapat pada rak 3 yaitu (2,49 %bk/30menit), pada rak 2 laju pengeringan tertinggi yaitu (1,38 %bk/30menit), pada rak 1 laju pengeringan tertinggi yaitu (0,93 %bk/30menit).
ISSN 2088-6497
1.30 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 8.00 9.00 10.00 11.00
Laju pengeringan %bk/30 menit
Agustina dkk/Kajian pengeringan…
Non Blanching
Waktu
Blanching
Gambar 13. Laju pengeringan hari ke 1 sampai 4 pada rak 1 1.60
1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 15.30
17.00 17.00
14.00
12.30
11.00
9.30
8.00
16.30
15.00
13.30
12.00
15.30
Non blanching
10.30
9.00
16.00
14.30
13.00
11.30
10.00
8.30
17.00
15.30
14.00
12.30
11.00
9.30
0.00 8.00
Laju pengeringan %bk/ 30 menit
1.40
Waktu
Blanching
Non blanching
Blanching
Gambar 15. Laju pengeringan hari ke 1 sampai 4 pada rak 3 16-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
14.00
12.30
11.00
9.30
8.00
16.30
15.00
13.30
12.00
10.30
9.00
16.00
14.30
13.00
11.30
10.00
8.30
17.00
15.30
14.00
12.30
11.00
9.30
2.80 2.60 2.40 2.20 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 8.00
Laju pengeringan %bk/ 30 menit
Gambar 14. Laju pengeringan hari ke 1 sampai 4 pada rak 2
Waktu
Agustina dkk/Kajian pengeringan… Laju pengeringan yang tinggi diperoleh karena nilai suhu dan kelembaban relatif yang tertentu jika kecepatan aliran udara pada permukaan bahan cukup besar sehingga mekanisme perpindahan panas dari udara ke bahan berlangsung baik, selain untuk menjaga agar kelembaban relatif pada lapisan udara di permukaan bahan tetap rendah. Perpindahan panas pada penelitian berlangsung dengan baik dikarenakan adanya penambahan kipas Blade Fan pada alat pengering surya tipe efek rumah kaca ini. Kipas ini adalah kipas tanpa baling-baling yang dibuat oleh James Dyson yang diluncurkan pada Oktober 2009. Cara kerja dari kipas angin tanpa baling-baling ini adalah udara didorong kedalam mesin selinder oleh sebuah motor kecil dengan daya seperti kipas pendororng yang menggunakan cara kerja teknologi untuk mesin jet yaitu teknologi kombinasi pengisi turbo dengan mesin jet. Kemudian udara untuk menghembus kedalam cincin yang biasa di sebut “Blade” yang berfungsi untuk menyalurkan udara dari selinder. Setelah udara keluar dari celah cincin “Blade”, udara berhembus ke tiap sudut cincin, yang bentuknya mengambil model sayap pesawat terbang (Dyson dan Gammack, 2009). Adapun keuntungan menggunakan kipas model Blade Fan ini adalah : 1. Karena tidak ada bagian yang berputar kencang (yang dapat berbahaya jika disentuh), maka tidak perlu ada kawat pelindung. 2. Tidak perlu seringsering dibersihkan karena tidak ada balingbalingnya 3. Pengatur kekencangan bisa menggunakan dimmer (seperti saklar putar pengatur terang/redupnya lampu) (Dyson dan Gammack, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya : 1. Total waktu waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air 11% yaitu 36 jam untuk cabai merah tanpa blansir dan 27 jam untuk cabai merah blansir. Perlakuan blansir dapat menyebabkan udara dalam jaringan keluar dan pergerakan air tidak terhambat sehingga proses pengeringan menjadi cepat. 2. Temperatur di dalam ruang pengering lebih tinggi dari pada temperatur lingkungan, sedangkan kelembaban relatif di dalam pengering lebih rendah dibandingkan dengan di lingkungan. Hal ini menyebabkan proses pengeringan berlangsung cepat 3. Dengan penambahan kipas Blade Fan, kecepatan udara di dalam pengering surya lebih stabil bila dibandingkan dengan kecepatan udara di lingkungan. 17-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
ISSN 2088-6497
4. Nilai iradiasi surya yang didapat berfluktuasi. Iradiasi tertinggi mencapai 714,29W/m2 5. Kadar air awal cabai merah yaitu 85 %. Kadar air akhir yang diperoleh pada pengeringan cabai merah tanpa blansir yaitu sebesar 10,71% dan pada pengeringan cabai merah blansir yaitu sebesar 10,11% sudah dibawah kadar air maksimal cabai merah kering yang ditetapkan oleh SNI yaitu 11%. 6. Perpindahan panas pada penelitian berlangsung dengan baik dikarenakan adanya penambahan kipas Blade Fan pada alat pengering. Saran Sebaiknya pada penelitian selanjutnya, diperhatikan tingkat kerapatan bahan saat pengeringan diseragamkan, dan sebaiknya melakukan uji kadar vitamin C dan uji organoleptik bau dan rasa terhadap cabai merah kering. Daftar pustaka Desrosier, W.N. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh M. Muldjoharjo. UI-Press. Jakarta Dyson, J. and P.D.Gammack. 2009. United States Design Patent No US D605,748S. http://www.scribd.com/doc/112692229/PKM P-Kipas-Angin-Tanpa-Baling-baling-DenganSistem-on-Off-Otomatis-Universitas-JemberKhodimul-Istiqlal-Dkk. [30 September 2013]. Kartasapoetra, A.G. 2004. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta Ramelan, A.H, Nur Her Riyadi Parnanto, Kawiji. 1996. Fisika Pertanian. Universitas Sebelas Maret Press. Saptoningsih. 2011. Mempertahankan Warna Cabai Merah Bubuk. http://www.bbpplembang.info. [ 2 September 2015]. Sitepu, T. 2012. Pengujian Mesin Pengering Kakao Energi Surya. Jurnal Dinamis,Volume II, No.10. Medan Standar Nasional Indonesia (SNI). 1994. Syarat Mutu Cabai Kering SNI No. 01.3389-1994. Dewan Standar Indonesia, Jakarta. Taib, G., S, Gumbira., W, Sutedja. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta Thahir, R. 1988. Teknologi Pasca Panen Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta
Agustina dkk/Kajian pengeringan… Yani, E. 2009. Analisis Efisiensi Pengeringan Ikan Nila Pada Pengering Surya Aktif Tidak Langsung. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas. Padang. 2 : 26-33
18-18 | Jurnal Agrotekno Vol. 17, No. 2 Agustus 2015
ISSN 2088-6497