PENGARUH RESIDU FOSFOR DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP pH H2O, KTK, Al-DD DAN PRODUKSI KACANG HIJAU SETELAH DUA KALI PERTANAMAN PADI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Mahyuddin Dalimunthe dan Firman Tanjung Staf Pengajar Jurusan Ilmu Tanah FP-UISU ABSTRAK Pupuk P yang diberikan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama pada tanah sawah tidak semua diserap oleh tanaman. Dari aplikasi pupuk fosfat secara empiris diketahui kurang dari 10 % yang diserap tanaman sedangkan sisanya (90 %) terfiksasi oleh mineral liat, oksida-oksida besi (hematit, gutit) dan oksida-oksida Al (gibsit, buhmit) sehingga terjadi pelonggokan P. Penambahan bahan organik (pupuk kandang) dapat meningkatkan efisiensi penyerapan unsur fosfor. Selama proses dekomposisi bahan organik (pupuk kandang) akan menghasilkan asam-asam sitrat, oksalat, humaik, fulfit, dan lain-lain, yang dapat meningkatkan kelarutan fosfat (P) di dalam tanah. Hal ini akan meningkatkan efisiensi serapan P oleh tanaman. Di samping itu pupuk kandang dapat meningkatkan agregasi tanah sehingga tanah menjadi gembur. Kata kunci: Residu fosfor, Bahan organik, Produksi
PENDAHULUAN Lahan sawah tadah hujan mencakup kurang lebih dari 37 juta ha yang diperkirakan 1/3 dari total areal pertanaman padi di dunia (IRRI, 1997). Pada lahan sawah tadah hujan kecenderungan tanah terus menerus dalam keadaan aerob. Sebagian besar lahan sawah tadah hujan berada pada daerah dengan curah hujan terbatas, yang hanya mempunyai 3 – 4 bulan basah. Luas lahan sawah tadah hujan di Indonesia sekitar 2.165 juta ha (BPS, 1991). Kabupaten Langkat memiliki lahan sawah tadah hujan yang terluas di Sumatera Utara yaitu seluas kurang lebih 42.000 ha (BPS, 2002). Pola tanam berbasis padi, baik pola tanam padi – padi, padi – palawija, ataupun padi – padi – palawija, adalah pola tanam yang umum dipraktikkan masyarakat tani di daerah tropika. Jumlah dan lama curah hujan secara normal menentukan jumlah pertanaman yang mungkin dilakukan. Fosfor adalah hara yang tidak mobil, sebagian besar P terikat oleh partikel tanah dan sebagian organik dan hanya sedikit sekali dalam bentuk tersedia dalam larutan tanah. Serapan P oleh tanaman hanya 90
dapat melalui intersepsi akar dan difusi dalam jarak pendek (< 0.02 cm), sehingga efisiensi pupuk P umumnya sangat rendah, sekitar 10 % (Barber, 1976). Sebagian besar pupuk P yang tidak terserap oleh tanaman, tidak hilang tercuci, tetapi menjadi “non labile P”, yang tidak tersedia bagi tanaman, terfiksasi sebagai Al-P dan Fe-P pada tanah masam (pH < 5.5) dan sebagai Ca-P pada tanah alakalis (pH > 6.5 ) (Sri Adiningsih J., 1987). Bahan organik dapat mempengaruhi ketersedian fosfat, karena bahan organik di samping menambah fosfat juga dapat membantu melarutkan fosfat dan menekan proses penyerapannya. Penyerapan proses dapat terjadi dekomposisi bahan organik menghasilkan asam organik dan CO2 (Nurhayati, dkk., 1986). Tanaman pangan yang cocok untuk daerah kering memang tidak banyak jenisnya. Apalagi tanaman kacangkacangan yang kesohor berpotensi sebagai sumber protein. Bila dilihat dari kehidupannya, ternyata kacang hijau merupakan tanaman alternatif untuk daerah kering. Pada umumnya tanaman kacang hijau digunakan sebagai tanaman rotasi karena pada dasarnya tanaman kacang hijau mempunyai umur yang
Pengaruh Residu Fosfor dan Bahan Organik terhadap pH H2O, KTK, AI-DD dan Produksi Kacang Hijau Setelah Dua Kali Pertanaman Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan (Mahyuddin Dalimunthe dan Firman Tanjung)
pendek dan cocok ditanam dengan cara tumpang gilir (Soeprapto, 1993). Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh residu fosfor dan bahan organik terhadap sifat kimia tanah dan produksi tanaman kacang hijau setelah pertanaman dua kali padi pada lahan sawah tadah hujan, sedang hipotesis yang diajukan adalah adanya pengaruh residu fosfor dan bahan organik terhadap sifat kimia tanah dan produksi tanaman kacang hijau setelah pertanaman dua kali padi pada lahan sawah tadah hujan.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Dusun III, Desa Suka Makmur, Kec. Binjai, Kab. Langkat, Sumatera Utara. Pada ketinggian sekitar 30 m dpl dengan curah hujan 1500 mm/thn. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Maret s.d. juni 2005. Bahan digunakan pada penelitian antara lain benih kacang hijau varietas murai, pupuk urea, dan KCl sebagai pupuk dasar, pestisida. Alat yang digunakan antara lain cangkul, jenset, sprayer, termometer, tali plastik, ajir, kayu mal, meteran, dan alat tulisnya. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Randomized Complete Block Design) Faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan seperti halnya percobaan dua kali pertanaman padi sebelumnya. Tidak ada perlakuan pada percobaan ketiga ini karena tujuannya adalah untuk mempelajari pengaruh residu perlakuan yang telah diberikan pada dua kali pertanaman padi sebelumnya. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengapuran karena pH dalam keadaan netral yaitu 5.5 – 6. Percobaan diatur berdasarkan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Randomized Complete Block Design) Faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Untuk dua kali pertanaman padi sebelumnya telah digunakan faktor pertama adalah pemupukan fosfor (SP-36) dengan empat tingkat dosis, yaitu: Fosfor (Po) = 0 kg P2O5/ha, Fosfor (P1) = 30 kg 60 kg P2O5/ha, P2O5/ha, Fosfor (P2) = Fosfor (P3) = 90 kg P2O5/ha.
Sebagai catatan bahwa rekomendasi umum untuk lahan sawah berstatus P rendah adalah 45 kg P2O5/ha. Faktor kedua adalah pemberian bahan organik (pupuk kandang) dengan tiga dosis yaitu: bahan organik (O0) = 0 ton bahan organik/ha, bahan organik (O1) = 3 ton bahan organik/ha, bahan organik (O2) = 6 ton bahan organik/ha.
Sebagai catatan bahwa, rekomendasi umum bahan organik khususnya pupuk kandang sapi untuk lahan sawah berstatus bahan organik rendah adalah 3 ton bahan organik/ha. Kombinasi perlakuan yaitu: PoO o
P1O 0
P2O 0
P3O 0
PoO 1
P1O 1
P2O 1
P3O 1
PoO 2
P1O 2
P2O 2
P3O 2
Model Linier yang diasumsikan untuk Rancangan Acak Kelompok Faktorial adalah sebagai berikut: Yijk = μ + ρk + αI + βj + (αβ)ij + Σijk di mana: Yijk : Nilai pengamatan pada satuan yang memperoleh taraf perlakuan ke- i dari pupuk SP-36, taraf ke-j dari faktor dari pupuk kandang sapi, dan ulangan ke-k. i : 1, 2, 3, 4 (residu pupuk Sp-36) j : 1, 2, 3 (residu pupuk kandang sapi) k : 1, 2, 3 (block) μ : Nilai tengah umum : pengaruh ulangan (Blok) ke-k ρk : pengaruh residu pupuk sp-36 taraf αi ke-i βj : pengaruh residu pupuk sp-36 taraf ke-j (αβ)ij : pengaruh interaksi dari taraf ke-i dari faktor residu pupuk sp-36, dan faktor ke-j dari faktor residu pupuk kandang sapi Σijk : Pengaruh galat pada satuan percobaan memperoleh perlakuan taraf ke-i dari faktor residu pupuk sp-36, taraf ke-j dari faktor residu pupuk kandang sapi, dan ulanngan ke-k. Steel and Torrie (1980) dan Gomez and Gomez (1983).
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006: 89 – 98
91
Untuk penelitian ini hanya melihat dan mengevaluasi pemanfaatan residu hara dari dua perlakuan sebelumnya (fosfor dan bahan organik pupuk kandang sapi)
terhdap perubahan sifat kimia tanah dan produksi tanaman kacang hijau.
Tabel 1. Dua Belas Kombinasi Fosfor dan Bahan Organik Pukan Sapi pada Penelitian Ini Sebelumnya (Aplikasi Tanggal 3 Juli 2004 dan 9 November 2004) No. Perlakuan
Kode Perlakuan
Dosis Fosfor (kg P2O5/ha)
Dosis Bahan Organik (kg/ha)
T1
P0O0
0
0
T2
P0O1
0
3000
T3
P0O2
0
6000
T4
P1O0
30
0
T5
P1O1
30
3000
T6
P1O2
30
6000
T7
P2O0
60
0
T8
P2O1
60
3000
T9
P2O2
60
6000
T10
P3O0
90
0
T11
P3O1
90
3000
T12
P3O2
90
6000
PELAKSANAAN PENELITIAN Setelah tanaman padi dipanen, lahan dipersiapkan seara ‘minimum tillage’ (pengelolaan minimum) yaitu dengan mencangkul pada kedalaman sekitar 15 cm dan memotong batang-batang padi dan dengan memasukkannya ke dalam tanah untuk membiarkan aerasi tanah secara baik. Benih kacang hijau ditanam dngan jumlah dua biji per lubang tanam pada bedengan-bedengan kecil dengan jarak antar-baris adalah 50 cm dan dengan jarak tanam dalam barisan adalah 10 cm. Bedengan dibangun di mana benih-benih akan ditempatkan secara merata dan ditutup dengan lapisan tipis tanah. Pemupukan yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tanaman di mana pemupukan ini sebagai pupuk dasar berupa urea dengan dosis 60 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Pupuk urea diberikan dua tahap yaitu pada saat tanam dengan dosis 35 kg/ha, pemberiannya bersamaan dengan pupuk KCl, sedangkan 25 kg/ha lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 HST. 92
Setelah 7 hari tanam, bibit kacang hijau dijarangkan untuk memperoleh 600 tanaman per 30 m2. Pengelolaan air adalah sangat penting dalam pertanaman kacang hijau karena kacang hijau sangat sensitif terhadap kelebihan air. Pengelolaan air juga sangat penting selama masa perkecambahan dan pada masa pembentuksn bunga, dan masa pengisian polong. Dengan demikian, pengairan diberikan sekitar 7 hari sebelum mulai masa pembungaan (30 – 40 hari setelah tanam) dan selama pengisian polong. Seluruh plot percobaan disiangi karena terdapat gulma. Penyiangan dilakukan empat kali sebelum panen (15, 30, 45, dan 60 HST) dan gulma dicabut dari dalam plot secara keseluruhan. Perlindungan tanaman secara lengkap dari serangan hama maupun penyakit juga dilakukan yaitu dengan pengamatan hama dan penyakit pada setiap hari dan penyemprotan terhadap serangan hama lalat bibit (Agromyza phaseoli), ulat grayak (Spodoptera litura) dan kepik hijau (Nezara viridula). Pestisida yang digunakan untuk membasmi hama adalah Decis 2.5 EC. Penyemprotan dilakukan pada sore hari dengan dosis 1 ml/l. Plastik pagar untuk
Pengaruh Residu Fosfor dan Bahan Organik terhadap pH H2O, KTK, AI-DD dan Produksi Kacang Hijau Setelah Dua Kali Pertanaman Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan (Mahyuddin Dalimunthe dan Firman Tanjung)
menghindari serangan tikus maupun hamahama lainnya seperti belalang dibuatkan di sekeliling areal percobaan. Tanaman kacang hijau dipanen tiga kali pemanenan hal ini dimaksud agar untuk melihat produksi maksimal yang dapat diproduksi oleh tanaman kacang hijau. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 55 HST, 66 HST dan 84 HST. Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil polong yang telah matang berwarna hitam pada tanaman kacang hijau. Pada tanaman kacang masih terdapat polong yang berwarna hijau, polong tersebut dipanen pada berikutnya. Setiap panen diambil sampel untuk parameter produksi dan panen terakhir adalah tanaman yang berada pada areal sampel indeks panen (1 m x 1 m) tersebut diambil brangkasan tanamannya. Peubah yang Diukur Analisis Awal Sifat Tanah Sifat tanah awal untuk percobaan ketiga ini merupakan analisis tanah akhir bagi percobaan kedua (setelah panen percobaan). Setelah panen percobaan kedua, lima sub-contoh tanah untuk setiap plot diambil pada kedalaman 0 – 20 cm untuk dijadikan satu contoh tanah komposit (36 contoh tanah secara keseluruhan). Contoh tanah komposit dari lima subcontoh dalam masing-masing unit
percobaan secara random diambil setelah panen percobaan kedua pada kedalaman 0 – 20 cm untuk selanjutnya dianalisis sifat-sifat tanah sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya pada percobaan pertama dan kedua. Parameter fisika tanah dan kimia tanah yang diukur serta metode yang digunakan disajikan pada Tabel 3. Analisis Akhir Sifat Tanah Contoh tanah komposit dari lima subcontoh tanah dari masing-masing unit percobaan secara random diambil setelah panen pada kedalaman 0 – 20 cm untuk selanjutnya dianalisis sifat-sifat tanah sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya pada percobaan pertama dan kedua. Parameter kimia yang diukur terlihat pada Tabel 3. Pengambilan contoh tanah untuk seterusnya dilakukan analisis sifat fisik dan kimia tanahnya dilakukan dengan interval 7 hari sekali sejak umur 20 HST selama masa pertumbuhan kacang hijau yaitu pada umur 20 HST, 27 HST, 34 HST, 41 HST, 48 HST, 55 HST. Fase-fase ini adalah sama halnya dengan pengukuran laju pertumbuhan tanaman selama masa pertumbuhan tanaman tersebut. Untuk analisis akhir penelitian setelah panen ketiga, di mana panen ketiga tanaman tersebut berumur 84 HST.
Tabel 2. Parameter Sifat Tanah yang Akan Dianalisis dan Metode Analisis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Retensi-P P-tersedia P- potensial C-organik KTK Bulk density Kapasitas lapang pH (H2O) Kemasaman dapat ditukar (Al-dd)
Metode Metode Balckmore Metode Bray No.1 Ekstraksi dengan HCl 25 % Metode Kurmis Metode Ammonium Acetate Metode Core Metode Alrich pH meter Metode Titrasi
Tabel 3. Parameter Sifat Kimia Tanah yang Akan Dianalisis No 1 2 3
Parameter KTK pH (H2O) Kemasaman dapat ditukar (Al-dd)
Tabel 4.
Metode Metode Ammonium Acetate pH meter Metode Titrasi
Tabel ANNOVA dari RCBD
Sumber Keragaman Blok (ulangan) Perlakuan Fosfor (P)
Derajat Bebas
Jumlah Kwadrat
Kwadrat Tengah
FHitung
Ftabel padaα = 0.5
3 –1 = 2 (4 x 3) – 1 =11 4–1=3
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006: 89 – 98
93
Bahan Organik (O) PxO Galat Total
3–1=2 (4 –1) x (3-1)= 6 (3-1) x (12-1) = 22 (4 x 3 x 3) – 1 = 35 Bobot kering biji
Analisis Produksi Tanaman Hasil dan Komponen Hasil • Jumlah Polong/m2 Jumlah polong dihitung per m2 dalam setiap plot. Luas areal sampling setiap plot adalah 1m2. • Panjang Polong Panjang polong diukur dengan random terseleksi sebanyak 60 polong masingmasing plot. • Jumlah Biji per Polong Jumlah biji per polong diukur dengan random terseleksi dari 100 polong dari masing – masing plot. • Berat 100 Biji Berat 100 biji diperoleh dari biji secara random terseleksi pada 12 % kadar air. Kadar air diukur dengan menggunakan alat uji kelembaban elektronik (moisture tester). • Indeks Panen Dari setiap luasan 1 m2, sampling tanaman dipanen dan dikeringkan. Hasil biologinya diukur dalam kg/ha. Indeks panen ini diperoleh dengan membagikan hasil terhadap hasil biologinya yang dikalikan dengan 100.
94
HI =
x 100 % Bobot Kering Biji + Berat Kering Brangkasan
•
Hasil Biji Dari setiap plot, dengan tiga kali pemanenan dikumpulkan untuk catatan hasil. Luasan area samling untuk hasil biji terdiri dari 4 m2. Setelah pengupasan polong, biji-biji ditimbang dan disajikan dalam kg/ha pada kondisi kadar air 12 %.
Analisis Statistik Data yang dikumpulkan dan di analisis secara statistik. Analisis perbedaan (ANNOVA) digunakan untuk menguji perbedaan pengaruh perlakuan berdasarkan RCBD sesuai prosedur yang dikemukakan oleh Steel dan Torrie (1980) dan Gomez dan Gomez (1983). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Produksi Tanaman Pengaruh fosfor dan pupuk kandang sapi terhadap produksi tanaman kacang hijau terdapat pada Tabel 5 di bawah ini.
Pengaruh Residu Fosfor dan Bahan Organik terhadap pH H2O, KTK, AI-DD dan Produksi Kacang Hijau Setelah Dua Kali Pertanaman Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan (Mahyuddin Dalimunthe dan Firman Tanjung)
Tabel 5.
Rataan Jumlah Polong/m2; Panjang Polong; Jumlah Bji per Polong; Berat 100 Biji; Indeks Panen dan Hasil Biji pada Perlakuan Fosfor dan Pupuk Kandang Sapi P e rla k u a n
J u m la h P o lo n g per m 2 (p o lo n g )
(c m )
4 3 1 .1 1 4 2 9 .0 0 4 3 6 .6 7 4 2 7 .0 0
8 .7 4 8 .5 7 8 .6 5 8 .8 1
Pupuk K andang Sapi 3 6 9 .5 8 b O0 4 2 1 .5 0 a b O1 5 0 1 .7 5 a O2 In te ra k si P 0O 0 O1 O2 P 1O 0 O1 O2 P 2O 0 O1 O2 P 3O 0 O1 O2
F o sfo r P0 P1 P2 P3
3 9 5 .3 3 4 5 9 .6 7 4 3 8 .3 3 3 6 2 .0 0 4 3 8 .6 7 4 8 6 .3 3 3 7 1 .3 3 4 1 3 .0 0 5 2 5 .6 7 3 4 9 .6 7 3 7 4 .6 7 5 5 6 .6 7
P a n ja n g P o lo n g
J u m la h B iji p er P o lo n g (b iji)
B e ra t 100 B iji (g)
In d e k s Panen
H a sil B iji
9 .9 6 9 .7 2 9 .6 8 9 .7 4
7 .4 2 7 .5 3 7 .4 0 7 .4 5
0 .6 0 0 .5 6 0 .5 6 0 .5 8
6 7 6 .4 1 6 1 1 .4 3 6 7 3 .0 9 6 8 6 .6 5
8 .6 0 8 .6 0 8 .8 9
9 .5 7 b 9 .6 4 b 1 0 .1 2 a
7 .4 0 7 .4 6 7 .3 6
0 .5 4 0 .5 7 0 .6 1
5 4 1 .6 1 c 6 5 0 .6 7 b 7 9 3 .4 0 a
8 .7 7 8 .8 3 8 .6 4 8 .5 0 8 .5 1 8 .7 0 8 .4 7 8 .4 8 8 .9 9 8 .6 4 8 .5 7 9 .2 2
9 .9 4 9 .9 6 9 .9 7 9 .6 4 9 .6 3 9 .8 9 9 .3 4 9 .5 1 1 0 .2 0 9 .3 5 9 .4 5 1 0 .4 4
7 .4 2 7 .2 9 7 .0 1 7 .7 6 7 .2 4 7 .6 0 7 .3 6 7 .6 9 7 .1 6 7 .0 7 7 .6 1 7 .6 8
0 .5 9 0 .6 0 0 .5 9 0 .5 3 0 .5 4 0 .6 1 0 .4 9 0 .5 8 0 .6 0 .5 3 0 .5 7 0 .6 4
6 4 4 .8 6 7 4 1 .1 4 6 4 3 .2 2 5 3 8 .3 0 5 9 2 .2 7 7 0 3 .7 3 4 7 7 .8 4 6 6 6 .8 9 8 7 4 .5 2 5 0 5 .4 6 6 0 2 .3 6 9 5 2 .1 4
(k g /h a )
Jumlah Polong/m2 Pada Tabel 5 hasil analisis menunjukkan bahwa residu pupuk kandang sapi berpengaruh nyata, tetapi residu fosfor dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong/m2 terbanyak pada perlakuan P2 (60 kg P2O5/ha) yaitu 436.67 polong, yang diikuti oleh perlakuan P0 (0 kg P2O5/ha), perlakuan P1 (30 kg P2O5/ha) dan perlakuan P3 (90 kg P2O5/ha). Residu pupuk kandang sapi menghasilkan jumlah polong/m2 terbanyak diperoleh pada perlakuan O2 (6000 kg/ha) yaitu 501.75 polong, yang berbeda nyata terhadap pada perlakuan O0 (0 kg/ha), tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan O1 (3000 kg/ha). Hubungan jumlah polong/m2 tanaman kacang hijau dengan residu pupuk kandang sapi adalah linier dengan persamaan Y = 385.56 + 15.23 O, r = 0.99.
Jumlah Polong/m (polong)
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.
520
455
390
325 0
3000
6000
Dosis Pupuk Kandang Sapi (kg/ha)
Gambar 1. Hubungan Jumlah polong/m2 Tanaman Kacang Hijau dengan Dosis residu pupuk kandang sapi (kg/ha) Meskipun fosfor tidak nyata terhadap jumlah polong/m2 ada kecenderungan menunjukkan fosfor yang lebih tinggi dosisnya pada 60 kg/ha dapat memperbanyak polong tanaman, karena menurut Marsono dan Sigit (2001) fosfor merupakan unsur yang penting dalam pembentukan bunga dan biji. Pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan jumlah polong, semakin meningkat dosis pupuk maka jumlah polong semakin meningkat, hal ini karena
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006: 89 – 98
95
Panjang Polong (cm) Pada Tabel 5 hasil analisis menunjukkan bahwa dosis fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang polong kacang hijau, namun ada kecenderungan bahwa dosis fosfor menghasilkan polong terpanjang (90 diperoleh pada perlakuan P3 kg/ha) yaitu 8.81 cm, yang diikuti oleh perlakuan P0 (0 kg/ha), perlakuan P2 (60 kg/ha) dan perlakuan P1 (30 kg/ha). Sedangkan dosis pupuk kandang sapi menghasilkan polong terpanjang diperoleh (6000 kg/ha) yaitu pada perlakuan O2 8.89 cm, yang diikuti oleh perlakuan O1 (3000 kg/ha) dan perlakuan O0 (0 kg/ha). Kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang polong, karena diduga panjang polong dipengaruhi oleh sifat genetis tanaman. Menurut Nyakpa, dkk. (1988) respons tanaman terhadap pemupukan dipengaruhi oleh varietas yang digunakan. Jumlah Biji per Polong (Biji) Pada Tabel 5 hasil analisis menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang sapi berpengaruh nyata, tetapi dosis fosfor dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah biji per polong kacang hijau. Dosis fosfor menghasilkan jumlah biji per polong terbanyak diperoleh pada perlakuan P0 (0 kg P2O5/ha) yaitu 9.96 biji, yang diikuti oleh perlakuan P3 (90 kg P2O5/ha), perlakuan P1 (30 kg P2O5/ha) dan perlakuan P2 (60 kg P2O5/ha). Dosis pupuk kandang sapi menghasilkan jumlah biji per polong terbanyak diperoleh pada perlakuan O2 (6000 kg/ha) yaitu 10.12 biji, yang berbeda (0 kg/ha) nyata terhadap perlakuan O0 dan perlakuan O1 (3000 kg/ha). Hubungan jumlah biji per polong kacang hijau dengan dosis pupuk kandang sapi adalah linier (Gambar 2). 96
Jumlah Biji per Polong (biji)
pupuk kandang sapi memberikan pengaruh yang baik bagi tanah, sehingga selanjutnya mempengaruhi pembentukan biji pada tanaman. Pupuk kandang sapi memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2003).
10.2
9.9
Y= 9.502 + 0.0009 O
9.6
r = 0.84
9.3 0
3000
6000
Dosis Pupuk Kandang Sapi (kg/ha)
Gambar 2. Hubungan Jumlah Biji per Polong Kacang Hijau (biji) dengan Dosis Kandang Sapi (kg/ha) Pemberian fosfor cenderung meningkatkan jumlah biji per polong, karena pembentukan membutuhkan unsurunsur makro, terutama P yang berperan dalam pembentukan lemak (Agustina, 2000). Pemberian pupuk kandang sapi nyata meningkatkan jumlah biji per polong, dengan semakin bannyak pupuk kandang sapi maka semakin banyak jumlah biji per polong. Hal ini karena pupuk kandang sapi selain memperbaiki sifat fisik tanah juga memberikan sumbangan unsur hara P yang dapat digunakan tanaman untuk membentuk biji (Rinsema, 1988). Berat 100 Biji (g) Pada Tabel 5 hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap berat 100 biji kacang hijau, namun ada kecenderungan bahwa dosis fosfor menghasilkan berat 100 biji terberat diperoleh pada perlakuan P1 (0 kg/ha) yaitu 7.53 g, yang diikuti oleh perlakuan P3 (90 kg/ha), perlakuan P2 (60 kg/ha) dan perlakuan P0 (0 kg/ha). Sedangkan dosis pupuk kandang sapi menghasilkan berat 100 biji terberat diperoleh pada perlakuan (3000 kg/ha) yaitu 7.46 g, yang O1 diikuti oleh perlakuan O0 (0 kg/ha) dan perlakuan O2 (6000 kg/ha). Berat 100 biji menunjukkan kualitas biji, yang dipengaruhi varietas di samping berat 100 biji juga dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam berfotosintesis (Setyati, 1983).
Pengaruh Residu Fosfor dan Bahan Organik terhadap pH H2O, KTK, AI-DD dan Produksi Kacang Hijau Setelah Dua Kali Pertanaman Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan (Mahyuddin Dalimunthe dan Firman Tanjung)
Hasil Biji (kg/ha) Pada Tabel 5 hasil analisis menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang sapi berpengaruh nyata, dosis fosfor dan interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap hasil biji kacang hijau. Dosis fosfor pada hasil biji kacang hijau terberat diperoleh pada perlakuan P3 (90 kg P2O5/ha) yaitu 686.65 kg/ha, yang diikuti oleh perlakuan P0 (0 kg P2O5/ha), perlakuan (60 kg P2O5/ha) dan perlakuan P1 (30 P2 kg P2O5/ha). Dosis pupuk kandang sapi menghasilkan hasil biji kacang hijau terberat diperoleh pada perlakuan O2 (6000 kg/ha) yaitu 793.40 kg/ha, yang berbeda nyata terhadap perlakuan O0 (0 kg/ha) dan perlakuan O1 (3000 kg/ha). Hubungan hasil biji kacang hijau dengan dosis pupuk kandang sapi adalah linier dengan persamaan Y = 536.00 + 0.042 O, r = 0.99 (Gambar 3).
805 Hasil Biji (kg/ha)
Indeks Panen Pada Tabel 5 hasil analisis menunjukkan bahwa dosis fosfor dan pupuk kandang sapi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap indeks panen kacang hijau, namun ada kecenderungan bahwa dosis fosfor pada indeks panen terbesar diperoleh pada perlakuan P0 (0 kg/ha) yaitu 0.60, yang diikuti oleh perlakuan P3 (90 kg/ha), perlakuan P2 (60 kg/ha) dan (30 kg/ha). Sedangkan perlakuan P1 dosis pupuk kandang sapi pada indeks panen terbesar diperoleh pada perlakuan O2 (6000 kg/ha) yaitu 0.61, yang diikuti oleh perlakuan O1 (3000 kg/ha) dan perlakuan O0 (0 kg/ha). Indeks panen menunjukkan persentase bahan yang digunakan untuk biji dibandingkan dengan berat kering tanaman. Menurut Gardner, dkk. (1991) indeks panen berkisar antara 0.4 – 0.6.
695
Y= 536.00 + 0.042 O
585
r = 0.99
475 0
3000
6000
Dosis Pupuk Kandang Sapi (kg/ha)
Gambar 3. Hubungan Hasil Biji Kacang Hijau (kg/ha) dengan Dosis Pupuk Kandang Sapi (kg/ha) Dengan semakin meningkat dosis pupuk kandang maka hasil semakin meningkat, hal ini berkaitan dengan jumlah polong dan jumlah biji per polong. Semakin meningkat jumlah biji/polong maka hasil juga akan meningkat. Hal ini karena bahan organik secara kimia meningkatkan kapaitas tukar kation dan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara dan meningkatkan efisiensi penyerapan P (Endang dan Sisniyati, 1999). Hal ini sesuai dengan Rosmarkam dan Yuwono (2003) yang menyatakan bahwa bahan organik membuat tanah menjadi gembur, akibat dari aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Bahan organik merupakan bahan bagi mikroorganisme tanah, sehingga dengan pemberian bahan organik menyebabkan mikroorganisme meningkat jumlah dan aktivitasnya. Analisis Tanah Rataan analisis tanah pH-H2O; KTK dan kemasaman tanah (Al-dd) sebagai hasil perlakuan fosfor dan pupuk kandang sapi terdapat pada Tabel 6 di bawah ini.
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006: 89 – 98
97
Tabel 6. Rataan Analisis pH-H2O; KTK dan Kemasaman Tanah (Al-dd) pada Perlakuan Fosfor dan Pupuk Kandang Sapi pada Akhir Penelitian
Perlakuan
pH-H2O
Fosfor P0 P1 P2 P3
5.80 5.89 5.71 5.75
23.82 25.58 24.33 23.01
0.05 0.05 0.05 0.05
Pupuk Kandang Sapi O0 5.78 O1 5.80 O2 5.79
23.55 24.08 24.92
0.05 0.05 0.05
Interaksi P0O0 O1 O2 P1O0 O1 O2 P2O0 O1 O2 P3O0 O1 O2
23.75 22.23 25.48 24.46 26.39 25.88 22.84 25.27 24.87 23.16 22.43 23.45
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
5.53 5.85 6.01 5.92 5.82 5.92 5.79 5.82 5.53 5.86 5.71 5.69
KTK (me/100 g)
Kemasaman Tanah (Al-dd) (me/100 g)
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DMRT.
pH-H2O Pada Tabel 6 hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis fosfor dan pupuk kandang sapi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap analisis pH-H2O tanah, namun ada kecenderungan bahwa pH-H2O terbesar diperoleh pada perlakuan P1 (30 kg/ha) yaitu 5.89, yang diikuti oleh perlakuan P0 (0 kg/ha), perlakuan P3 (90 kg/ha) dan perlakuan P2 (60 kg/ha). Untuk perlakuan pupuk kandang pHH2O terbesar pada perlakuan O1 (3000 kg/ha) yaitu 5.80, yang diikuti oleh perlakuan O2 (6000 kg/ha) dan perlakuan O0 (0 kg/ha). pH tanah tidak dipengaruhi kedua perlakuan, karena pH tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti curah hujan. Menurut Soepardi (1983) curah hujan yang tinggi dapat menurunkan pH tanah, karena tercucinya basa-basa. ¾
KTK (me/100 g) Pada Tabel 6 hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis fosfor dan pupuk kandang sapi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap analisis KTK tanah, namun ada kecenderungan bahwa KTK terbesar diperoleh pada perlakuan P1 (30 kg/ha) yaitu 25.58 me/100 g yang diikuti oleh perlakuan P2 (60 kg/ha), perlakuan P0 (0 kg/ha) dan perlakuan P3 (90 kg/ha). Untuk perlakuan pupuk kandang sapi KTK terbesar diperoleh pada perlakuan O2 (6000 kg/ha) yaitu 24.92 me/100 g yang diikuti oleh perlakuan O1 (3000 kg/ha) dan perlakuan O0 (0 kg/ha). Dari data di atas menunjukkan bahwa dengan pemberian fosfor dan bahan organik serta interaksi keduanya tidak dapat meningkatkan KTK tanah. KTK menunjukkan kemampuan tanah dalam mempertukarkan kation. Pemberian P tidak
98
Pengaruh Residu Fosfor dan Bahan Organik terhadap pH H2O, KTK, AI-DD dan Produksi Kacang Hijau Setelah Dua Kali Pertanaman Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan (Mahyuddin Dalimunthe dan Firman Tanjung)
¾
dapat mempengaruhi KTK dan Yuwono, 2003).
(Rosmarkam
Kemasaman Tanah (Al-dd) (me/100 g) Pada Tabel 6 hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis fosfor dan pupuk kandang sapi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap analisis kemasaman tanah (Al-dd), namun ada kecenderungan bahwa kemasaman tanah (Al-dd) menghasilkan sama besar diperoleh pada semua perlakuan baik perlakuan P0 (0 kg/ha), perlakuan P1 (30 kg/ha), perlakuan P2 (60 kg/ha) dan perlakuan P3 (90 kg/ha). yaitu 0.05 me/100 g, begitu juga untuk perlakuan pupuk kandang sapi mempunyai nilai yang sama besar. Hal ini diduga karena pupuk kandang sapi merupakan residu sehingga pengaruhnya terhadap musim tanam III sudah tidak nyata. ¾
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan berpengaruh nyata • Fosfor tidak terhadap sifat kimia tanah dan produksi kacang hijau. • Residu pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap jumlah polong/m2, jumlah biji/polong dan hasil biji, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap indeks panen dan berat 100 biji serta sifat kimia tanah. • Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah dan produksi kacang hijau. Saran • Perlu dilakukan penambahan bahan organik ke dalam tanah untuk usaha peningkatan ketersediaan residu fosfor bekas pertanaman padi.
BPS, 2002. Sumatera Utara dalam Angka Sumatera Utara in Figures 2002. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Hal. 25 – 50. IRRI, 1997. Rice Almanac, 2nd edition. International Reice Research Institute. Manila. Marsono dan P. Sigit., 2001. Pupuk Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. Nurhayati Hakim, M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. S. Nugrho, M. R. Saul, M. A. Diaha, Go Ban Hong dan H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Ilmu Tanah. BKSPTN/USAID (University of Kentucky) W. U. A. E. Hal. 144 – 145. Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis, M. A. Pulung, A. G. Amrah, A. Munawar, Go Ban Hong, dan Nurhayati Hakim, 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Rinsema, F. W., 1988. Pupuk dan Pemupukan. Angkasa Bandung. Rosmarkam A. dan Yuwono N. Y., 2003. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta. Setyati, S. S., 1983. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Soepardi, G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah IPB. Bogor. Soeprapto, 1998. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, S. J., 1987. Penelitian Pemupukan pada Tanaman Pangan di Lahan Kering Masam. Pros. Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Fospat. Cipanas. P. 285 – 305. Agustina, L, 2000. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta Jakarta. JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006: 89 – 98
99