Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Syafrudin Ilyas
KULTUR EMBRIO SEBAGAI EMBRYO RESQUE PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) (Embryo Culture as the Embryo Rescue for Soybean [Glycine max L. Merril])
Syafrudin Ilyas Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan
Abstract The research was conducted at the Research and Technology Laboratory. Faculty of Agriculture, North Sumatera University Medan, from June 2005 to September 2005. The aim of the research was to know the effect of plant growth regulator auxin and cytokinin on the soybean embryo culture as the embryo rescue. Completely Randomize Design was used with 2 factors (variety and plant growth regulator). Result showed that the variety and plant growth regulator affected: shoot length, number of leaves, number of root, root length, root volume, time of callus produced, callus weight. Keywords: Embryo culture, Soybean
A. PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai sumber protein nabati. Permintaan dan kebutuhan masyarakat akan kedelai terus meningkat, sedangkan produksi dalam negeri belum mencukupi, untuk mengatasinya pemerintah masih mengimpor. Impor ini ternyata terus-menerus mengalami peningkatan (Manwan dan Sumarno, 1991). Hal ini disebabkan produktivitas kedelai yang masih rendah sehingga harus dilakukan perbaikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti: protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Gunawan, 1987). Perbanyakan kedelai secara vegetatif dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan, diantaranya melalui kultur embrio. Hasil penelitian Pardal dkk (1994) kultur embrio merupakan salah satu teknik kultur yang dapat digunakan untuk mengatasi adanya persilangan kerabat jauh, menguji viabilitas benih untuk mengatasi ’hambatan dalam perkecambahan benih dan memperpendek
siklus pemuliaan tanaman dengan dormansi biji yang lama. Zat pengatur tumbuh merupakan komponen penting dari medium kultur jaringan karena merupakan faktor menentukan arah perkembangan eksplan. Tujuan utama penggunaan zat pengatur tumbuh pada kedelai adalah mengusahakan terbentuknya tanaman yang produktif. Ini berarti bahwa zat pengatur tumbuh tersebut harus mampu mengeliminasi hambatan yang ada pada tanaman itu sendiri, diantaranya adalah mengurangi keguguran bunga dan polong, mengurangi aborsi ovule dan biji pada polong yang sudah jadi, meningkatkan buku-buku subur dan memperpendek tanaman (Manurung, 1985). Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang mempunyai sifat khas yaitu mendorong pemanjangan sel pucuk. Walaupun dapat juga mempengaruhi proses lain (Kusumo, 1990). Sitokinin termasuk zat pengatur tumbuh yang dapat menyebabkan pembelahan sel tumbuhan. Sitokinin terutama sangat berpengaruh pada pembelahan sel pada jaringan yang ditumbuhkan di dalam media buatan (George dan Sherrington, 1984).
44
Syafrudin Ilyas
Usaha perbaikan produktivitas telah dilakukan secara konvensional, tetapi cara tersebut masih sulit diperoleh hasil persilangan kerabat jauh. Hal ini disebabkan seringnya tanaman hasil persilangan yang steril dan polong hasil persilangan gugur. Oleh karena itu perlu dilakukan terobosan baru yaitu melalui teknik kultur jaringan. Penggunaan teknik kultur jaringan diharapkan lebih menguntungkan karena mempunyai sejumlah kelebihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin pada kultur embrio sebagai embryo resque pada tanaman kedelai. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memecahkan masalah utama dalam pemuliaan tanaman kedelai yaitu sering terjadi aborsi pada embrio akibat persilangan kerabat jauh. B. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU selama 4 bulan yang dimulai pada bulan Juni 2005 – September 2005. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu: jenis varietas (V) terdiri dari 23 varietas yaitu: V1= NS-1, V2=Amerikana, V3= Lumajang Bewo, V4= Taichung-4, V5 = Petek, V6 =Willis, V7=Galunggung, V8= Ringgit, V9= Tidar, V10= Sumbing, V11= Cikurai, V12= Orba, V13= Lubuk Pakam, V14= Kipas Putih,
45
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 V15= Tambora, V16= Malabar , V17= Lokon, V18= AGS-66, V19= Kerabat Liar Glycine tomentella, V20= Hasil persilangan baru I, V21= Hasil persilangan baru II, V22= Hasil persilangan baru III, V23= Hasil persilangan baru IV. Faktor kedua yaitu zat pengatur tumbuh, terdiri dari 5 taraf yaitu: Z0= kontrol, Z1= auksin 2,4-D 10 ppm, Z2= auksin NAA 10 ppm,Z3= sitokinin BAP 10 ppm, Z4= sitokinin kinetin 10 ppm. Parameter tumbuh yang diamati meliputi: persentase terkontaminasi, persentase tumbuh, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, volume akar, saat muncul kalus, berat kalus, warna kalus. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data memperlihatkan bahwa penggunaan beberapa jenis varietas secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap: tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar, volume akar, saat munculnya kalus, dan berat kalus; tetapi memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap: persentase terkontaminasi, persentase tumbuh, dan jumlah akar. Penggunaan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang nyata terhadap: tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, volume akar, saat munculnya kalus, dan berat kalus; tetapi memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata terhadap: persentase terkontaminasi, dan persentase tumbuh. Interaksi kedua perlakuan menunjukkan perbedaan dan pengaruh yang tidak nyata terhadap seluruh parameter pengamatan.
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Syafrudin Ilyas
2.50
2.21
2.09
2.11
2.27 2.25 2.29
2.10 2.05 2.11 2.05
2.00
1.86
2.17
2.01
2.29 2.30
2.33
2.10
2.12 2.08 2.13 1.82
1.78
1.59
1.50 1.00 0.50 0.00 V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
V8
V9
V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20 V21 V22 V23
Gambar 1. Histogram Hubungan Antara Perlakuan Varietas dengan Tinggi Tunas 2.50
Tinggi Tunas (cm)
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pe n gatu r Tu m bu h
Gambar 2. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Tinggi Tunas
2.50 Jumlah Daun (helai)
2.00 1.50 1.00 0.50
V 23
V 21
V 19
V 17
V 15
V 13
V 11
V 9
V 7
V 5
V 3
V 1
0.00
Vari e tas
Gambar 3. Histogram Hubungan Antara Perlakuan Varietas dengan Jumlah Daun 1.80 1.60 Jumlah Daun (helai)
1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pe ngatur Tumbuh
Gambar 4. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Jumlah Daun
46
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Syafrudin Ilyas
2.50
Jumlah Akar (helai)
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pe ngatur Tumbuh
Gambar 5. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Jumlah Akar
P a n ja n g A k a r ( c m )
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50
3
5
7
9
1
3
V1
V1
V1
V1
V2
V2
1 V1
V9
V7
V5
V3
V1
0.00
Varietas
Gambar 6.
Histogram Hubungan Antara Perlakuan Varietas dengan Panjang Akar 2.10 2.05
Panjang Akar (cm)
2.00 1.95 1.90 1.85 1.80 1.75 1.70 1.65 1.60 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pengatur Tumbuh
Gambar 7. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Panjang Akar
47
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Syafrudin Ilyas
1.40
V o lu m e A k a r (m l)
1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20
3
5
7
9
1
3
V1
V1
V1
V1
V2
V2
1 V1
V9
V7
V5
V3
V1
0.00
Varietas
Gambar 8.
Histogram Hubungan Antara Perlakuan Varietas dengan Volume Akar 1.20
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pe ngatur Tumbuh
Gambar 9. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Volume Akar
2.50 Saat Muncul Kalus (mst)
2.00 1.50 1.00 0.50
23 V
21 V
19 V
17 V
15 V
13 V
11 V
9 V
7 V
5 V
3 V
1
0.00 V
Volume Akar (ml)
1.00
Varie tas
Gambar 10. Histogram Hubungan Antara Perlakuan Varietas dengan Saat Muncul Kalus
48
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Syafrudin Ilyas
2.50
Saat Muncul Kalus (mst)
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pe ngatur Tumbuh
Gambar 11. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Saat Muncul Kalus 1.60 Berat Kalus (gram)
1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20
23 V
21 V
19
17
V
V
V
15
13 V
11 V
9 V
V
7
5 V
3 V
V
1
0.00
Varie tas
Gambar 12.
Histogram Hubungan Antara Perlakuan Varietas dengan Berat Kalus 1.80 1.60 Berat Kalus (gram)
1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 Z0
Z1
Z2
Z3
Z4
Zat Pe ngatur Tumbuh
Gambar 13. Histogram Hubungan Antara Perlakuan ZPT dengan Berat Kalus
49
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005
Syafrudin Ilyas
Tabel 1. Sebaran Warna Kalus No.
Varietas
1.
NS-1
2.
Amerikana
3.
Lumajang Bewok
4.
Taichung-4
5.
Petek
6.
Willis
7.
Galunggung
8.
Ringgit
9.
Tidar
10.
Sumbing
11.
Cikuray
12.
Orba
13.
Lubuk Pakam
14.
Kipas Putih
15.
Tambora
16.
Malabar
17.
Lokon
18.
AGS-66
19.
Glycine tomentella
20.
Hasil Persilangan 1
21.
Hasil Persilangan 2
22.
Hasil Persilangan 3
23.
Hasil Persilangan 4
Warna Kalus Putih Kehijauan Hijau Kekuningan Putih Kekuningan Kuning Kecoklatan Hijau Kekuningan Putih Kekuningan Putih Kehijauan Kuning Kecoklatan Putih Kekuningan Hijau Kekuningan Putih Kekuningan Putih Kehijauan Kuning Kecoklatan Hijau Kekuningan Hijau Kekuningan Putih Kekuningan Kuning Kecoklatan Kuning Kecoklatan Putih Kekuningan Putih Kehijauan Putih Kekuningan Hijau Kekuningan Putih Kekuningan
Pengaruh Genotip terhadap Kultur Embrio Kedelai Pada parameter tinggi tunas dan panjang akar terlihat perlakuan V19 (Glycine tomentella) menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Varietas ini merupakan kerabat liar daripada tanaman kedelai yang memiliki struktur dan pola pertumbuhan yang jauh lebih besar dari tanaman kedelai umumnya. Pada parameter jumlah daun, perlakuan V2 (varietas Amerikana) menghasilkan jumlah
daun tertinggi dibandingkan varietas lainnya, diduga varietas ini memiliki respons yang lebih baik. Pada parameter volume akar, terlihat perlakuan V17 (varietas Lokon) menghasilkan volume akar tertinggi. Pada parameter saat muncul kalus terlihat perlakuan V13 (varietas Lubuk Pakam) menghasilkan saat muncul kalus tercepat. Pada parameter berat kalus terlihat perlakuan V20 (varietas hasil persilangan I) menghasilkan berat kalus tertinggi. Pada parameter volume akar, terlihat perlakuan V17 (varietas Lokon) menghasilkan volume akar tertinggi. Dari semua uraian di atas terlihat bahwa setiap varietas unggul pada parameter tertentu, yang berarti bahwa setiap varietas memiliki respons yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat George dan Sherrington (1984) bahwa setiap bahan tanaman membutuhkah persyaratan tumbuh yang berbeda. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Kultur Embrio Kedelai Penggunaan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang nyata terhadap: tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, volume akar, saat munculnya kalus, dan berat kalus; tetapi memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata terhadap: persentase terkontaminasi, dan persentase tumbuh. Pada parameter tinggi tunas terlihat perlakuan Z2 (NAA) menghasilkan tinggi tunas tertinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat George dan Sherrrington (1984) bahwa pengaruh auksin NAA adalah menghasilkan pemanjangan sel. Pada parameter jumlah daun terlihat perlakuan Z3 (BAP) menghasilkan jumlah daun tertinggi. Sesuai dengan pendapat George dan Sherrington (1984) bahwa sitokinin terutama BAP cenderung untuk menghasilkan jumlah daun lebih banyak pada kultur jaringan. Pada parameter jumlah akar terlihat perlakuan Z4 (Kinetin) menghasilkan jumlah akar tertinggi. George dan Sherrington (1984) berpendapat bahwa sitokinin Kinetin cenderung menghasilkan jumlah akar lebih banyak pada kultur jaringan. Pada parameter volume akar dan saat muncul kalus terlihat perlakuan Z0 menghasilkan volume akar tertinggi. Diduga hal ini akibat tidak ada zat pengatur tumbuh yang diberikan eksplan aktif
50
Syafrudin Ilyas
bermetabolisme. Kandungan hormon di dalam eksplan juga turut berperan dalam pertumbuhan. Pada parameter berat kalus, perlakuan Z2 yaitu NAA menghasilkan berat kalus tertinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat George dan Sherrington (1984) bahwa auksin cenderung untuk meningkatkan pemanjangan sel dan pembentukan kalus. D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perlakuan varietas memberi perbedaan yang nyata terhadap parameter: tinggi tunas (V19), jumlah daun (V2), panjang akar (V19), volume akar (V17), saat muncul akar (V13), dan berat kalus (V20). zat pengatur tumbuh 2. Perlakuan memberi pengaruh yang nyata terhadap parameter: tinggi tunas (Z2), jumlah daun (Z3), panjang akar (Z2), jumlah akar (Z4), volume akar (Z0), saat muncul kalus (Z0), dan berat kalus (Z2). Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang beragam. E. DAFTAR PUSTAKA George, E.F. and P.D. Sherrington, 1984, Plant Propagation by Tissue Culture, Exegetics Ltd, London. Gunawan, L.W., 1987, Teknik Kultur Jaringan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
51
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Hidajat, O.C., 1985, Morfologi Tanaman Kedelai dalam Somaatmadja dkk. Kedelai, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Kusumo, S., 1990, Zat Pengatur Tumbuh Tanaman, C.V. Yasaguna, Bogor. Manurung, S.O., 1985, Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh pada Kedelai, Badan Penelitian Tanaman Pangan Bogor, Bogor. Manwan, I, dan Sumarno, 1991, Kebijakan Penelitian bagi Pengembangan Produksi Kedelai. Seminar dan Workshop Pengembangan Produksi Kedelai Puslitbang Tanaman dan PAU Bioteknologi IPB, Bogor. Nugroho, A. dan H. Sugito, 1996, Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan, Penebar Swadaya, Jakarta. Pardal, S.J., G.A. Wattimena, M.F. Masyudi dan S. Harran, 1994, Pengaruh Umur Embrio dan Genotipe terhadap Kultur Embrio Muda Kedelai, Zuriat, Jurnal Komunikasi Pemuliaan Indonesia, Bandung. Tisserat, B., 1985, Embryogenesis, Organogenesis and Plant Regeneration In R.A. Dixon (Ed.) Plant Cell Culture, A Practical Approach, London. Widarto, L., 1996, Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambung, Okulasi dan Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta.