Pembentukan Jamur Shitake (Lentinus edodes) Unggul melalui Variasi Somaklonal Sebagai Alternatif Penciptaan Ketahanan Pangan Nasional dan Pemenuhan Gizi Masyarakat Mahayu Moro Lestari* dan Maria Ulfah*
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendapatkan jenis jamur shitake yang memiliki kandungan senyawa lentinen tinggi dan kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang tinggi pula, 20 Jamur shitake hasil variasi somaklonal mampu berproduksi optimal diantara medium sehingga kebutuhan pasar akan jamur tersebut dapat dipenuhi, 3) Mendapatkan keragaman dalam jumlah besar bibit induk-induk jamur shitake, yang berguna bagi pengembangan berikutnya baik memalalui seleksi atau sistem pemulihan yang lain yang lain seperti rekayasa genetik. Untuk mendapat hasil sesuai dengan tujuan maka dilakukan penelitian dalam dua tahap. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I dan Tahap II, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Jenis jamur shitake yang memiliki kandungan gizi seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang stabil dapat berasal dari somaklonal eksplan pangan bilah, disamping itu serat yang dihasilkan rendah, 2) jamur shitake hasil variasi somaklonal mampu tumbuh optimal di dataran medium yang ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh miselium selain somaklonal eksplan pangka! Bilah dapat dipilih somaklonal eksplan batang bawah dan somaklonal eksplan batang atas, 3) keragaman dalam jumlah besar bibit induk-induk jamur shitake dapat dibuat dari eksplan batang bawah dan eksplan berasal dari ujung bilah yang disinari dengan tanpa disinar gamma dan disinari dengan dosis 0,5 K rad, 1,00 K rad, dan 2,00 K rad. ABSTRACT The reseacher was aimed to: 1)produce shitake mushroom with conten of lentinen, protein, fat charbohydrat and mineral, 2) to get shitake mushroom from somaclonal variation. The process was objected to support mushroom productivity in medium area, 3) to support seedling variability which support shitake breeding or genetic engineering in mushroom. Based on the reseach it can be concluded that: 1) explant from based gills of shitake has high content of protein, fat, stable charbohydrat and low conten from base of fiber, 2) shitake from somaclonal variation can grow optimally in medium area (300-500 m height). It was showed by micellium growth rate. We can choose explan from base stem or upper stem, 3) The bigger variation of mushroom seedling can be made from base stem explant ant tip gills explant without X-rays treatment.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
37
PENDAHULUAN Jamur shitake yang dikenal sebagai rajanya jamur edibel, karena disamping berkhasiat sebagai obat juga kandungan gizinya sangat lengkap, sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif penciptaan ketahanan pangan nasional san pemenuhan gizi masyarakat. Kelebihan jamur shitake dibandingkan dengan jamur yang lain adalah jamur ini mengandung senyawa lentinan yang berfungsi sebagai obat anti tumor, penurunan kolesterol dan pengobatan penyakit diabetes melitus; kelebihan lain dapat dijadikan sebagai lalap, sayur dan olahan, oleh sebab itu harganya mahal yaitu Rp. 2000,-/50 gram. Akhir-akhir ini, seleksi pada tingkay sel dan jaringan untuk memperbaiki tanaman baik dari segi fenotipik maupun dari segi genetik. Sedangkan pada jamur teknik ini masih belum banyak digunakan. Melalui teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang true to type (Vajrabhaya, 1992) karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi fenotipik, baik yang disebabkan karena perubahan genetik maupun epigenetik (variasi somaklonal) perubahan genetik yang terjadi berkaitan dengan mutasi kromosom dan mutasi titik (point mutation). Perubahan epigenetik barkaitan dengan perubahan yang terjadi pada proses metilasi DNA, aktivasi transkripsi, kontrol translasi dan modifikasi pasca translasi (Schaeffer, 1990). Teknik yang paling bnanyak digunakan untuk menghasilkan variasi somaklonal melalui kultur jaringan adalah kultur kalus. Pada kultur kalus, sejumlah tanaman hasil regenerasi dan seleksi invitro akan tumbuh dari regenerasi sel secara tidak langsung (Sutjahjo, 1994). Populasi yang memiliki variasi genetik yang luas sangat pentinguntuk program pemulihan. Dengan adanya variasi genetik yang luas dapat membantu pemulia untuk melakukan seleksi guna peningkatan perbaikan sifat tanaman itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilihat variasi genetik dari
karakter tanaman tersebut jika akan dilakukan seleksi. Varians jamur shitake sendiri tidak begitu luas yang dijumpai di masyarakat mulai dari straim Dongko, Kwangtung dan Hongsin. Tujuan dari penelitian ini antara lai: (1) Mendapatkan jenis jamur shitake yang memiliki kandungan senyawa lentinen tinggi dan kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang tinggi pula, (2) Jamur shitake hasil variasi somaklonal mampu berproduksi optimal didaratan medium sehingga kebutuhan pasar akan jamur tersebut dapat dipenuhi, (3) Mendapatkan keragaman dalam jumlah besar bibit induk-induk jamur shitake yang berguna bagi pengembangan berikutnya baik melalui seleksi atau sitem pemulihan yang lain seperti rekayasa genetik. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di rumah jamur (kombong) Fakultas Pertanian universitas Islam Malang dengan ketinggianj tempat 500 m dpl, suhu ratarata harian 28C. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Oktober 2008. Penelitian dirancang dalam dau tahap. Metode yang digunakan pada semua tahap adalah eksperimen. Secara rinci tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap Pertama Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok berpola Faktorial. Faktor pertama adalah sumber eksplan (E); yang terdiri dari 5 level, meliputi: e1 = eksplan berasal batang bawah, e2 = eksplan berasal dari batang atas, e3 = eksplan berasal dari pangkal bilah, e4 = eksplan berasal dari tengah bilah, dan e5 = eksplan berasal dari ujung bilah. Faktor kedua, dosis sinar gamma (G) dengan lima level yaitu : g1 = 0,00 K rad, g2 = 0,05 K rad, g3 = 1,00 K rad, g4 = 1,50 K rad, dan g5 = 2,00 K rad. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
38
Variabel respon yang diamati: Persentasi eksplan hidup, warna miselium, Diameter miselium (cm), kecepatan membetuk miselium (hari). Data karakter dari variabel respon dianalisi dengan analisi varians (Baihaki, 1982; Gasper, 1991). Untuk melihat respon masing-masing perlakuan digunakan uji F a = 0,01 yang dilanjutkan dengan uji DMRT a = 0,001 (Gasper, 1991). Tahap Kedua Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan variasi somaklonal dari masing-masing eksplan yang telah diidentifikasi (S) yang terdiri : s1 = somaklonal eksplan batang bawah, s2 = somaklonal eksplan batang atas, s3 = somaklonal ekspaln pangkal bilah, s4 = somaklonal eksplan tengah bilah, s5 = somaklonal eksplan ujung bilah. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Variabel pengamatan yang diminati pada penelitia tahap keduan ini meliputi : Efisiensi biokonversi yang meliputi : kandungan lignin, selulosa, dan hemiselulose, Kandungan karbohidrat, kandungan protein, Kandungan lemak, dan kecepatan tumbuh miselium (cm). Datadata pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji F a = 0,00, jika responnya berpengaruh dilanjutkan dengan uji DMRT a = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap I Persentasi Eksplan Hidup Pengamatan eksplan hidup dilakukan setiap hari mulai dari 1 hari. Setelah penyinaran sampai dengan umur dua minggu setelah penyinaran. Sampai umur dua minggu setelah penyinaran diperoleh data bahwa rata-rata eksplan hidup pada setiap kombinasi perlakuan sebesar 80 % Persentase eksplan hidup diperlihatkan pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Rata-rata Eksplan Hidup Pada Berbagai Kombinasi Perlakuan antara berbagai sumber eksplan dan dosis radiasi sinar Gamma sampai umur 2 Minggu Setelah Penyinaran Pengamatan persentasi eksplan hidup dilakukan hanya sampai umur dua minggu setelah penyinaran karena masa kritis eksplan terkontaminasi sekitar dua minggu setelah inikulasi. Bila setelah umur dua minggu eksplan hidup bisa dipastikan eksplan akan terus hidup dan membentuk miselium. Terdapat satu kombinasi perlakuan yang menunjukkan kemampuan hidup mencapai 100 % yaitu terjadi pada eksplan yang yang berasal dari pangkal bilah yang disinari dengan sinar gamma 2 K rad. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi genetis yang berubah akibat adanya pemberian sinar tersebut. Kemampuan ini mengisyaratkan bahwa jamur shitake ini tahan terhadap kontaminasi. Warna Miselium Pengamatan warna eksplan hidup dilakukan setiap hari mulai dari 1 hari setelah penyinaran sampai akhir pengamatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara visual tidak terjadi perbedaan. Keseluruhan miselium yang berwarna putih, baik eksplan yang berasal dari batang maupun bilah, yang disinari dengan berbagaidosis dan yang tidak disinari (control). Sedang eksplan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
39
yang terkontaminasi sampai hitam.
berwarna
coklat
Pengamatan ke:
Perlakuan
e1 e2
Diameter Miselium Dari hasil analisi ragam pengamatan pertama sampai ke lima menunjukkan bahwa macam sumber eksplan maupun dosis radiasi sinar gamma tidak mempengaruhi diameter miselium demikian pula kedua perlakuan tidak menunjukkan interaksi terhadap diameter miselium.
1
e3 e4 e5 e1 e2
2
e3 e4 e5
Kecepatan Memebentuk Miselium Dari hasil analisa ragam (lampiran 1) menunjukkan bawha antara macam sumber eksplan dan dosis radiasi sinar gamma terjadi interaksi yang nyata terhadap kecepatan tumbuh miselium dari pengamatan pertama sampai ke tiga. Panda pengamatan ke empat dan ke lima masingmasing perlakuan yaitu sumber eksplan dan dosis sinar gamma tidak memberikan pengaruh terhadap keceptan tumbuh miselium juga tidak ada pengaruh interaksi. Rata-rata hasil analisis pada pengamatan 1,2 dan 3 disajiakn pada tabel 1, sedangkan pengamatan 4 dan 5 disajikan pada Tabel 2. Tabel 1.
Rata-rata kecepatan membentuk miselium (data hasil transformasi) akibat perlakuan berbagai sumber Eksplan dan Dosis Radiasi Sinar Gamma pada Berbagai Umur Pengamatan Pada Pengamatan 1, 2, dan 3
e1 e2 3
e3 e4 e5
g1
g2
g3
g4
g5
1,46 a A 1,61 b A 2,45 b B 2,11 a AB 2,10 b AB
0,89 a A 0,71 a A 2,13 ab B 2,17 a B 1,18 a A
0,91 b A 1,12 ab A 1,72 a AB 2,35 a B 3,48 c C
1,32 a AB 0,93 ab A 2,53 b D 2,13 a CD 1,68 ab BC
1,29 b A 1,46 b AB 3,43 c D 2,37 a C 2,00 b BC
2,85 a A 2,20 ab A 3,08 ab A 2,56 a A 2,31 b A
2,31 a B 2,05 ab AB 2,87 a B 2,75 a B 1,29 a A
2,47 a A 2,78 b A 2,48 a A 2,98 a A 3,99 c B
2,24 a AB 1,82 a A 2,85 a B 2,75 a B 2,58 b AB
2,77 a A 2,22 ab A 3,75 b B 3,02 a AB 2,73 b A
3,35 a A 4,29 b A 3,84 a A 3,21 a A 2,96 b A
2,70 a BC 2,24 a B 3,76 a C 3,63 a C 0,71 a A
2,72 a A 3,17 ab A 3,24 a A 3,60 a A 4,10 b A
2,90 c A 2,67 a A 3,39 a A 2,96 a A 3,05 b A
3,31 a AB 2,10 a A 3,99 a B 3,05 a AB 2,85 b AB
Keterangan: angka rata-rata yang didampingi huruf kecil yang sam dalam satu baris serta angka rata-rata yang didampingi huruf besar yang sama dalam satu kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam taraf 0,05.
Dari hasil penelitian tahap I pada variabel pengamatan kecepatan membentuk miselium diperoleh hasil bahwa sumber eksplan yang berasal dari batang baik batang bagian bawah (s1) maupun batang bagian atas (s2) yang mengalami radiasi dengan dosis 1 K rad menunjukkan hasil yang terbaik artinya miselium yang terbentuk lebih cepat dri perlakuan yang lainnya. Sedang untuk sumber eksplan dari bilah menunjukkan bahwa bilah bagian pangkal (s3) perlakuan terbaik adalah yang disinari gamma dengan dosis 1,5, K rad, sumber eksplan bagian tengan bilah perlakuan terbaik adalah yang tidak mengalami radiasi (s4), dan bilah bagian ujung (s5) yang terbaik adalah yang disinari dengan dosis 1 K rad. Berdasarkan hasil ini selanjutnya digunakan untuk bahan penelitian tahap II. Tabel 2.
Rata-rata kecepatan membentuk miselium (data hasil transformasi) akibat perlakuan berbagai sumber Eksplan dan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
40
Dosis Radiasi Sinar Gamma pada Berbagai Umur Pengamatan Pada Pengamatan 4 dan 5 Pengamatan Perlakuan ke:
e1 e2 e3 e4 e5
4
Rerata
e1 e2 e3 e4 e5
5
Rerata
g1
g2
g3
g4
g5
Rerata
3,69 3,33 4,11 3,33 3,25 3,54 a 3,98 3,48 3,68 3,64 3,97 3,75 a
3,00 2,90 4,08 4,00 2,04 3,20 a 3,16 3,13 3,25 3,63 3,58 3,35 a
2,96 3,46 3,58 3,88 4,16 3,16 a 3,14 3,61 3,89 3,58 4,07 3,66 a
3,76 3,38 3,53 3,36 3,98 3,60 a 3,85 3,76 3,61 3,92 3,75 3,78 a
3,58 2,63 4,05 3,33 2,89 3,30 a 3,83 2,91 3,73 3,84 3,93 3,65 a
3,40 a 3,14 a 3,87 a 3,58 a 3,26 a 3,59 a 3,38 a 3,63 a 3,72 a 3,86 a
Keterangan: angka rata-rata yang didampingi huruf kecil yang sam dalam satu baris serta angka rata-rata yang didamingi huruf besar yang sama dalam satu kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam taraf 0,05.
Hasil Penelitia Tahap II Kandunga Serat Dari hasil analisi ragam menunjukkan bahwa macam sumber eksplan serta dasis radiasi sinar gamma berpengaruh terhadap kandungan serta yang terdiri dari kandungan lignin, selulose, hemiselulose, protein, korbohidrat, dan lemak. Rata-rata data selengkapnya disajikan pada tabel 3. Tabel 3.
Rata-rata kandungan Serat pada berbagai Sumber Eksplan Hasil radiasi Sinar Gamma Rata-rata kandungan serat
Perlakuan
Lignin
Selulose
Hemi-selulose
S1 = Somaklonal eksplan batang bawah,
33.46 ab
70.49 c
50.80 b
S2 = Somaklonal eksplan batang atas,
41.53 bc
60.57 b
51.53 b
S3 = Somaklonal eksplan pangkal bilah,
28.02 a
65.57 bc
46.49 b
S4 = Somaklonal eksplan tengah bilah,
30.30 a
74.06 c
48.38 b
S5 = Somaklonal eksplan ujung bilah.
45.69 c
45.97 a
28.75 a
Keterangan: angka rata-rata yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam taraf 0,05.
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan serat yang terdiri dari kandungan lignin, selulose, hemiselulose, protein, karbohidrat, dan lemak masingmasing perlakuan berbeda-beda. Kandungan lignin terbaik diperoleh oleh sumber eksplan ujung bilah yang telah diradiasi sinar gamma dengan dosis 1 K rad (s5). Kandungan selulose tertinggi dicapai oleh sumber eksplan bagian tengah bilah yang tidak mengalami radiasi sinar gamma (s4), sedang kandungan hemiselulose terendah diperoleh dari perlakuan sumber eksplan ujung bilah yang telah diberi sinar gamma denga dosis 1 K rad (s5) demikian pula dengan kandungan protein. Kandungan karbohidrat dan lemak tertinggi diperoleh dari perlakuan sumber eksplan pangkal bilah dengan dosis radiasi sinar gamma 1,5 K rad (s3) Kandungan Gizi Berdasarkan hasil analisis ragam ( lampiran 1) bahwa perlakuan somaklonal dari berbagai sumber eksplan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kandungan gizi dari jamur shitake yang meliputi protein, karbohidrat, dan lemak. Tabel 4.
Rata-rata kandungan Gizi Pada berbagai Sumber Eksplan Hasil radiasi Sinar Gamma Rata-rata kandungan serat
Perlakuan
Kand. Protein
Kand. Karbohidrat
Kand. Lemak
S1 = Somaklonal eksplan batang bawah,
18.08 ab
77.90 bc
6.93 a
S2 = Somaklonal eksplan batang atas,
19.45 b
75.98 b
6.85 a
S3 = Somaklonal eksplan pangkal bilah,
19.80 b
82.33 c
9.08 b
S4 = Somaklonal eksplan tengah bilah,
18.00 ab
71.35 a
6.45 b
S5 = Somaklonal eksplan ujung bilah.
17.53 a
79.68 bc
7.70 a
Keterangan: angka rata-rata yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam taraf 0,05.
Dari tabel 4 terlihat bahwa somaklonal eksplan yang berasal dari pangkal bilah yang memiliki kandungan gizi yang baik dibandingkan somaklonal
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
41
yang lain. Sebagai variasi pilihan bila menginginkan kandungan karbohidrat yang tinggi dapat menggunakan eksplan ujung bilah dan eksplan batang bawah, tetapi bila yang diharapkan hanya kandungan protein yang baik, maka semua sumber somaklonal dapat digunakan. 4.2.2. Kecepatan Tumbuh Miselium dan Jumlah Badan Buah Dari hasil analisi ragam menunjukkan bahwa macam sumber eksplan serta dosis radiasi sinar gamma berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan miselium. Sedang terhadap jumlah badan buah yang terbentuk tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Ratarata data selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5.
Rata-rata kecepatan tumbuh miselium dan jumlah Badan Buah Pada Berbagai Sumber Eksplan Hasil Radiasi Sinar Gamma Rata-rata Variabel
Perlakuan S1 = Somaklonal eksplan batang bawah,
Kecep. Tumb. Miselium 40.0 c
Jumlah badan buah 1.50 a
S2 = Somaklonal eksplan batang atas,
36.5 bc
1.75 a
S3 = Somaklonal eksplan pangkal bilah,
40.0 c
2.25 a
S4 = Somaklonal eksplan tengah bilah,
33.3 b
2.50 a
S5 = Somaklonal eksplan ujung bilah.
27.5 a
2.50 a
Keterangan: angka rata-rata yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam taraf 0,05.
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa eksplan yangberasal dari ujung bilah dengan dosis sinar gamma 1 K rad (s5) ternyata menunjukkan kecepatan membentuk miselium yang paling cepat bila dibandingkan dengan perlakuan lain yang merupakan hasil terbaik pada tahap I. Kecepatan membentuk badan buah ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang nyata setelah hasil perlakuan terbaik tahap I dikembangkan lebih lanjut.
Pembahasan Hasil penelitian Tahap I Pengamatan pertama pascaradiasi yang dilakukan adalah terhadap persentase eksplan yang hidup, warna eksplan, diameter miselium dan kecepatan membentuk miselium ( tabel 1 samapai Tabel 4). Pengamatan diameter miselium memberikan gambaran pertumbuhan jamur secara dini. Dari data tersebut terlihat bahwa pertumbuhan miselium jamur shitake yang tidak diradiasi ( kontrol) dan mutan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Tidak adanya perbedaan tersebut diamati sejak hari ketujuh sesudah radiasi (7 HSR) sampai 22 hari sesudah radiasi (22 HSR) dimana pertumbuhan shitake hampir keseluruhan perlakuan telah menutupi seluruh permukaan botol kultur. Hasil pengamatan penelitian tahap I menunjukkan bahwa dari keseluruhan data yang didapat tidak terlihat adanya pengaruh mutasi dengan menggunakan sinar gamma (Cobatt-60) terhadap variabel yang diamati. Eksplan yang hidup rata-rata mencapai 80% dengan warna miselium putih. Diameter miselium tidak berbeda untuk semua perlakuan dari pengamatan pertama sampai pengamatan kelima. Perbedaan hanya terjadi pada variabel kecepatan membentuk miselium dari pengamatan pertama sampai pengamatan ketiga, sedang pengamatan selanjutnya tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan pada saat pengamatan keempat terhadap kecepatan membentuk miselium, hampir seluruh perlakuan sudah membentuk miselium. Mutasi dilakukan dengan penembakan sinar gamma yang berasal dari Co60 terhadap biakan jamur pada medium PDA. Menurut Esser (1971), teknik yang paling menguntungkan dalam melakukan radiasi pada jamur adalah dengan meradiasi biakan jamur pada media agar teknik tersebut lebih efektif dalam menghasilkan mutan dengan frekuensi yang besar. Selain itu, teknik tersebut juga mempercepat berlangsungnya radiasi dan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
42
memudahkan dalam melakukan pengamatan perubahan morfologi pascaradiasi. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap veriabel kecepatan membentuk miselium pada tahap I, selanjutnya dilakukan penelitian tahap II untuk menguji kandungan senyawa metabolit sekundernya. Perlakuan yang diuji adalah s1: yaitu eksplan berasal dari batang bagian bawah radiasi 1 Krad; s2: yaitu eksplan berasal dari batang bagian atas radiasi 1 Krad s3: eksplan berasal dari pangkal bilah dan diradiasi sinar gamma dengan dosis 1,5 K rad; s4: eksplan berasal dari tengah bilah dan tidak diradiasi sinar gamma; dan s5: eksplan berasal dari ujung bilah dan diradiasi sinar gamma dengan dosis 1 Krad. Hasil Penelitian Tahap II Pengamatan hasil penelitian tahap II dilakuka Efisisensi Biokonversi Kandungan serat yang meliputi kandungan lignin, selulose, hemiselulose, protein, karbohidrat, dan lemak, kecepatan tumbuh miselium dan jumlah badan buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan serat yang terdiri dari kandungan lignin, selulose, hemiselulose, protein, karbohidrat dan lemak masingmasing perlakuan berbeda-beda. Kandungan lignin terbaik diperoleh oelh sumber eksplan ujung bilah yang telah diberi sinar gamma dengan dosis 1 K rad (s5). Kandunga selulose tertinggi dicapai oleh sumber eksplan bagian tengah bilah tanpa radiasi sinar gamma (s4), sedang kandungan hemiselulose terndah diperoleh dari perlakuan sumber eksplan ujung bilah yang telah diberi sinar gamma dengan dosis 1 K rad (s5) demikian pula dengan kandungan protein. Kandungan karbohidarat dan lemak tertinggi diperoleh dari perlakuan sumber eksplan pangkal bilah dengan dosis radiasi sinar gamma 1,5 K rad (s3). Hasil penelitian terhadap jamur tiram abu-abu (Pleurotus sajur-caju) radiasi sinar gamma dilakukan pada biakan yang telah menempati kaurang lebi satu
per tiga medium agarnya yaitusekitar 14 hari sesudah inokulasi (HSI). Berdasrkan hasil pengamatan pendahuluan pada kurva pertumbuhan miselia (Djajanegara et al., 2004), fase eksponensial terjadi pada 14 sampai dengan 24 HSI. Pada penelitian pendahuluan tersebut juga didapatkan bahwa seluruh miselia menutupi permukaan cawan petri pada 26 HSI. Sebagaimana jenis jamur lainnya, jamur shitake meiliki tipe pertumbuhn ekstensif selama substrat masih tersedia. Sel-sel hifa pada bagian ujung miselium merupakan sel-sel yang memiliki tingkat metabolisme tinggi. Sel-sel tersebut terdiri atas vesikel yang mensekresikan enzim dan polimer untuk pertumbuhan ujung-ujung hifa. Pada sel-sel tersebut, inti sela melakukan pembelahan yang terusmenerus guna menyediakan inti bagi tiap kompartemen yang baru terbentuk (Alexopoulus et. al., 1996). Diharapkan bahw radiasi dapat menyebabknan efek yang optimum terhadap sel-sel tersebut karena tingginya radiosensitivitas dari sel yang aktif bermetabolisme dan belum terdiferensiasi (Prassad, 1999). Dosis radiasi sinar gamma (Cobalt60) pada 0.75 Kgy pada laju dosis 1,149 Kgy dan di atas 0,75 Kgy pada laju dosis 1,149 Kgy menyebabkan mutasi pada jamur tiram putih, abu-abu dan coklat pada penelitian pendahuluan (Djajanegara et al., 2004). Hasil-hasil ini mendorong diadakannya penelitian lanjutan untuk melihat apakah mutasi berdampak pada kualitas jamur abu-abu (Pleurotus sajurcaju) yaitu kandungan nutrisi, kandungan metabolit sekunder (pleuran, serat, dan lain-lain) atau karakter-karakter lainnya (rasa, daya simpan, dan lain-lain). Biokenvensi adalah proses enzimatik yang dapat merubah suatu senyawa menjadi produk lain yang strukturnya hampir sama, denag demikian melalui teknologi biokonversi diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi suatu bahan pangan, terutama yang kandungan dinding seratnya tinggi, menjadi suatu produk badan buah jamur yang bermutu tinggi,
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
43
karena melalui teknologi tersebut dapat meningkatkan nilai gizi, protein, persentase lignin menurun, tidak menyebabkan polusi dan tidak menghasilkan racun (Sugianto, 2002). Menurut Marison, 1980 dalam Mashadi (2005) serta kasar mengandung selulose, hemiselulose, lignin dan pectin yang tidak larut dalam asam lemak atau larutan alkali. Peningkatan umur tanam menjelang senesen, batang tanaman secara progresif terlignifikasi dengan penggantian pectin dengan deposisi lignin dan hemiselulose dan lamella tengah serta dinding sel sekunder. Residu tanaman yang berupa limbah seperti jerami ampas tebu, dan serbuk gergaji kayu, tersusun atas matrik serta selulose yang terdiri dari lignin dan kopolimer hemiselulose, akibatnya dari sifat residu tanaman tersebut biodegradasinya oleh ketiga polimer tersebut yaitu selulose, lignin dan hemiselulose. Kerusakan substrat dimulai pada saat disekresikannya enzim yang dapat merubah substansi dalam bahan berselulose yang tidak larut menjadi bentuk yang larut. Akibatnya miselium akan terpenetrasi ke dalam dinding sel melalui lubang-lubang kecil yang terbentuk. Lignin dapat didegradasi tanpa terjadinya kehilangan selulose tetapi secara simultan hemiselulose juga akan didegradasikan. Menurut Rayner dan Boddy, 1988 dalam Mashadi (2005) terjadinya degradasi komponen serat dimungkinkan karena pada prinsipnya jamur mampu memproduksi enzim atau zat kimia yang dapat menguraikan selulose, hemiselulose, dan lignin pada sekitar substrat untuk sumber energi. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa radiasi dengan sinar gamma (Cobalt-60) relatif belum menunjukkan adanya mutasi pada jamur shiteke yang terekspresikan pada warna miselium, dan diameter miselium akan tetapi terdapat kemungkinan akan terekspresikan pada kualitas atau
karakteristik lain dari jenis jamur tersebut yaitu kandungan nutrisi, kandungan metabolit sekunder (pleuran, serat, dan lain-lain) atau karakter-karakter lainnya *rasa, daya simpan, dan lain-lain) yang akan dilanjutkan pada penalitian tahun ke dua. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I dan Tahap II, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Jenis jamur shitake yang memiliki kandungan gizi seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang stabil dapat berasal dari somaklonal eksplan pangkal bilah, disamping itu serta yang dihasilkan rendah. 2) Jamur shitake hasil variasi somaklonal mampu tumbuh optimal di dataran medium yang ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh miselium selain somaklonal eksplan pangkal bilah dapat dipilih somaklonal eksplan batang bawah dan somaklonal eksplan batang atas. 3) Keragaman dalam jumlah besar bibit induk-induk jamur shitake dapat dibuat dari eksplkan berasal batang bawah dan eksplan berasal dari ujung bilah yang disinari dengan tanpa disinari gamma dan disinari dengan dosis 0,5 K rad, 1,00 K rad, dan 2,00 K rad.
Saran Pembuatan variasi somaklonal memerlukan biaya yang sangat mahal, maka agar efisien dapat dipilih dosis 0,5 K rad dengan lama penyinaran 15 menit, sedangkan eksplan yang mudah dibuat adalah berasal dari batang bagian bawah.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
44
DAFTAR PUSTAKA Cain, R.B. 1980. The Uptake and Catabolism of Lignin Related Aromatic Compound nad Their Regulation in Microorganisms, CPR Press, Inc. Boca raton, Florida, 21-56. Chang, S.T. 1993, The Biology and Cultivation of Edible Mushroom, Academic Press, New York. Crawford, R.L.., 1981, Lignin Biodegradation and Transformation, John Willey and Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, 88-89, 100-103 Delieu, B. 1983. Biotechnological Protoplasm in Tobacco and Sugarcane. M.C. Grawhill. New York Hadar, Y., Z. Karem and B. Gorodecki, 1983. Biodegradation of Lignocellulosic Agricultural wastesby Pleurotus ostreatus. Journal of Biotech, 30: 133-9. Knapp, J.S., 1985, Biodegradation of Celluloses and Lignins, Pergamaon Press, Oxford. 835 846. Kurtman, J.R. and Zadrazil, 1984, Physiological and Taxonomic Consideration for Cultivation of Pleurotus ostreatus Mushrooms, The Chinese University Press, Hongkong, 299-344. Murdaningsih, H.K., 1995. Keuntungan, Keterbatasan dan Aplikasi variasi Somaklonal dalam Pemulihan Tanaman, Majalah Ilmiah UNPAD 13 (1): 44-51. Rostini, N. 1999. Diklat kuliah Pengantar Bioteknologi dalam
Pemulihan Tanaman, Fak. Pertanian UNPAD, Jatinangor. Schaeffer, 1990, Terminology Associated with Cell, Tissue and Organ Culture, Molecural Biology and Molecular Genetics, In Vitro Cell Dev. Biol. 26:97-101. Sugianto, A. 1999. Rekayasa Limbah Bagas sebagai Alternatif Media Jamur Tiram Putih, Laporan penelitian ARU 1999-2000. Lemlit Universitas Islam Malang. Suhardiman, P., 1998, Budidaya Jamur Shitake, Kanisius, Yogyakarta. Suprapti dan jarwanto, 1989, Pengaruh Berbagai Jenis Limbah untuk Media Jamur Edibel, Prosiding Seminar Bioteknologi Tepat Guna ITB, Bandung. Suriawiria, 2000. Agrobisnis Jamur Kayu Shitake, Kuping dan Tiram, Penebar Swadaya, Jakarta. Sutjahjo, S.H., 1994, Industri Keragaman Somaklonal ke Arah Ketenggangan terhadap Karacunan Aluminium pada Tanaman Jagung, Disertasi Pasca Sarjana IPB. Bogor. 139 hal. Tilman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo,. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar, Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Vajrabhaya, 1992, Mutation Breeding in Plant Tissue Culture, Biotrop, Spec, Publ, 49:133-138.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
45