Mahasiswa UNAIR Raih Tiga Medali Perak di Olimpiade Matematika dan IPA UNAIR NEWS – Putra putri terbaik Universitas Airlangga terus mengukir prestasi. Kali ini, nama UNAIR diharumkan oleh ketiga mahasiswa yang menyabet medali perak pada ajang ajang Olimpiade Nasional – Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Perguruan Tinggi (ON-MIPA PT) tahun 2016. Ajang ON-MIPA PT itu diselenggarakan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, pada tanggal 23 – 26 Mei 2016. Pada ajang tersebut, sebanyak enam mahasiswa mewakili UNAIR dalam kompetisi ON-MIPA PT. Keenam mahasiswa itu adalah Dinni Royana (Fakultas Kedokteran/2013), Kharis Lazuardi (FK/2013), Winanda Denis Kurniawan (FK/2013), Miftau Rahman Taufik (FK/2013), Pandit Bagus (FK/2015), dan Riyan Iman Marsetyo (Fakultas Kedokteran Gigi/2014). Dari keenam mahasiswa itu, tiga diantaranya meraih medali perak. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Kharis (peraih perak bidang Biologi), Denis (peraih perak bidang Biologi), dan Miftau (peraih perak bidang Kimia). Denis, salah satu peserta olimpiade bidang Kimia, mengatakan bahwa dirinya senang dan bangga untuk mengikuti event sampai ke tingkat nasional. Pasalnya, ia telah mengikuti kompetisi semacam ini sejak ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Dalam sesi pengerjaan soal, ia mengerjakan 10 soal Biologi dalam waktu 40 jam. Berhasil lolos ke tingkat nasional bukan tak menjadi tantangan sendiri bagi Denis. “Susah banget karena saya bukan berasal dari program studi Biologi murni. Jadi, saya harus mengulang banyak lagi materi. Saya mendapat jatah pembinaan selama 70 jam dari dosen-dosen Biologi FST (Fakultas Sains dan Teknologi),” tutur mahasiswa FK UNAIR tahun angkatan
2013. Atas prestasi yang berhasil diraih itu, tiga orang perwakilan tim ON-MIPA diterima oleh Wakil Rektor III UNAIR Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, M.Si., Ph.D, Direktur Kemaahasiswaan UNAIR Dr. Hadi Subhan, S.H., M.H., C.N, dan beberapa tim pendamping kemahasiswaan UNAIR. Peserta ON-MIPA tingkat nasional itu diterima di Ruang Wakil Rektor III, Kantor Manajemen UNAIR, Senin (30/5). Dalam sambutannya, Prof. Amin mengucapkan selamat kepada tim ON-MIPA UNAIR yang meraih tiga medali perak pada bidang studi Biologi. “Ini merupakan hal yang luar biasa karena menjaga kontinuitas bukan hal yang mudah. Mempertahankan itu tidak lebih mudah daripada meraih,” tutur Wakil Rektor III UNAIR. Selanjutnya, Prof. Amin akan berkoordinasi dengan Wakil Rektor I Prof. Djoko Santoso, dr., Sp-PD., K-GH., FINASIM, untuk memaksimalkan potensi prestasi yang dapat dikembangkan oleh sivitas akademika UNAIR. Ada tiga hal utama yang akan dikembangkan oleh pimpinan UNAIR agar prestasi bisa diraih dan ditingkatkan secara kontinu. Pertama, pencarian bibit ke siswa-siswa sekolah menengah atas yang memenangkan olimpiade baik di tingkat nasional maupun internasional. Kedua, alokasi pendanaan kepada mahasiswa peserta dan dosen pendamping yang berhasil mengharumkan nama UNAIR ke kompetisi tingkat nasional maupun internasional. Ketiga, wacana pelembagaan latihan olimpiade kepada mahasiswa sejak semester satu. ON-MIPA merupakan ajang kompetisi mahasiswa di bidang sains (matematika, fisika, kimia, dan biologi) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), Kemenristekdikti. Pada tahun-tahun sebelumnya, ON-MIPA hanya boleh diikuti oleh mahasiswa asal FMIPA ataupun Fakultas Sains dan Teknologi. Pada tahun ini, Dikti membuka kesempatan bagi fakultas lain untuk mengikuti ajang ON-MIPA. (*)
Penulis: Defrina Sukma S.
Ide Menarik dari Kampus Unggulan Negeri Kanguru UNAIR NEWS – Kampus tua yang kaya dengan nilai historis menarik untuk diceritakan. Termasuk keberadaan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan Universitas of Western Australia (UWA). Sebagai kampus tua yang sama-sama telah berumur lebih dari seabad ini, kedua kampus tersebut menyimpan pesona tersendiri. Baru-baru ini, Wakil Dekan III FK UNAIR Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., MS., Sp.MK(K) bersama Ketua Unit International Office and Partnership (IOP) FK UNAIR Linda Dewanti, dr., MKes., MHSc., Ph.D berkesempatan berkunjung ke Universitas of Western Australia. Selama di sana, mereka berkeliling ke sejumlah tempat penting. Menariknya, ada banyak fasilitas akadamik dan penunjang aktivitas belajar di sana yang dapat diadaptasi di UNAIR. Kesemuanya mereka abadikan dalam sebuah catatan perjalanan. Berikut cerita pengalaman Prof. Mertaniasih dan dokter Linda selengkapnya: Cerita dari Universitas Australia Barat (UWA) Sebagaimana kampus lainnya, Universitas Airlangga dipandang sebagai mitra yang potensial bagi Universitas Australia Barat (UWA). Dalam kesempatan khusus, UWA mengundang delegasi FK UNAIR sebagai perwakilan delegasi dari Indonesia bersama sepuluh delegasi lainnya dari Inggris, Jerman, Spanyol, Brazil, Jepang untuk berkunjung dan bergabung dalam
‘partnersday program’ di UWA, Perth, Australia. Kedatangan kami di UWA rupanya bebarengan dengan perayaan O’Day Festival. Yakni sebuah event seperti pesta selamat datang terbesar yang diselenggarakan oleh sebuah perkumpulan untuk mahasiswa baru. Ada satu tempat berkumpulnya klub dari berbagai fakultas dan berbagai komunitas. Di sana, mereka menyediakan informasi dan pameran seputar program kegiatan yang bisa diikuti oleh mahasiswa. Acara tersebut memang diperuntukkan bagi para mahasiswa baru sebelum memulai kuliah semester pertama. Para mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya, bahasa dan ras dapat menikmati acara pameran yang dikemas menarik diiringi penampilan grup musik, wisata kuliner, dan bagi-bagi hadiah. Berkeliling menikmati sekitaran kampus UWA memberikan keasyikan tersendiri. Dalam sejarahnya, kampus tua yang berdiri sejak tahun 1911 itu memiliki pesona bangunan klasik. UWA memelihara bangunan kuno dengan ukiran arsitektur yang eksotis. Ruang terbuka UWA ditumbuhi banyak pepohonan rindang sehingga tercipta suasana sejuk. Pemandangan elok kian lengkap karena mereka juga memelihara binatang khas seperti burung merak di salah satu bangunan, dan angsa di kolam depan utama gedung kampus. Konsep lingkungan asri yang dipertahankan di UWA membawa keuntungan dari segala aspek. Meskipun UWA terletak di daerah pinggiran kota Perth, hal itu justru menguntungkan bagi para mahasiswa yang mendambakan suasana belajar yang tenang, nyaman, serta jauh dari keramaian. Bayangkan betapa menyenangkannya belajar sembari menikmati semilir sejuknya angin perbukitan, kicauan burung, serta sejuknya pemandangan hijau di sekitar. Fasilitas umum terbaik Dalam perkembangannya, UWA memiliki sembilan fakultas, termasuk fakultas kedokteran. Sekadar informasi, UWA merupakan
perguruan tinggi pertama di Australia Barat dan menduduki peringkat perguruan tinggi top 100 dunia. Pencapaian tersebut tak lepas dari kualitas berbagai aspek pendukung. Seperti penyediaan fasilitas dan akomodasi yang dirancang agar dapat menunjang segala keperluan mahasiswa dan para tamu. Dan tampaknya, UWA telah menyediakan berbagai fasilitas tersebut secara memadai. Di gerbang utama UWA, para pengunjung UWA akan menemukan mesin ‘Help Point’ yang terhubung dengan pusat informasi. Dengan mesin itu, para tamu dapat bertanya dan memperoleh informasi secara langsung melalui ‘Help Point’. Di setiap perempatan atau persimpangan jalan, ada banyak rambu dan peta untuk menuju setiap bangunan, departemen bahkan fakultas. Ruang terbuka kampus juga begitu luas. Hijau, nyaman dan bersih sehingga semua orang merasa nyaman berada disana. Di pintu masuk perpustakaan, ada pusat informasi dengan tanda ‘ASK’ untuk menyambut setiap orang yang membutuhkan informasi. Di dekat pintu keluar, ada kotak khusus untuk pengembalian buku yang dianggap sebagai ‘Koleksi buku yang paling dicari’ untuk menghindari salah taruh buku. Perpustakaan itu menerapkan “mobile shelving” (rak bergerak) yang berarti semua rak buku bisa dipindahkan dengan mudah sehingga lebih banyak rak bisa disimpan. Dengan demikian, maka pemanfaatan area ruangan perpustakaan jadi lebih efisien. ‘Parents room’ juga tersedia di perpustakaan. Selain kenyamanan di area perpus, kantin di sana juga menawarkan kenyamanan serupa. Dengan area bangunan yang cukup luas, kantin di sana menyediakan bermacam menu yang menggugah selera, pelayanan mandiri, dan menerapkan sistem satu harga untuk semua menu makanan. Fasilitas menyenangkan semacam itu menjadikan kantin sebagai tempat favorit berkumpul para mahasiswa sambil bersantap siang. Sekeliling kantin juga didesain meriah. Disekelilingnya dipasang banyak bendera dari
negara-negara mitra atau asal negara dari setiap mahasiswa UWA. UWA juga menyediakan tiga jenis asrama untuk mahasiswanya. Mulai dari asrama yang paling sederhana hingga mewah dengan kapasitas hingga 500 mahasiswa. Asrama berlokasi di kampus dan dilengkapi dengan fasilitas hiburan sepeti biliar, games, dan tenis meja. Ada pula fasilitas olahraga yang disediakan oleh UWA. Di seberang kampus, berdiri sebuah hotel kampus yang menyediakan akomodasi untuk para tamu universitas dan keluarga mahasiswa. Staf hotel UWA adalah para mahasiswa UWA yang sedang bekerja paruh waktu. Di UWA juga terdapat banyak tempat-tempat lainnya yang menarik, seperti museum seni, gedung teater, fasilitas olahraga, pojok alumni, dan social groups. Alumni dan pendonor yang berjasa cukup dihargai. Nama mereka dicatat di dalam ataupun di luar bangunan kampus. Termasuk tiga peraih nobel Laureate seperti Professor Barry Marshall di bidang Fisiologi (tahun raih 2015), Professor Brian Schmidt di bidang Fisika (2011), dan Robin Warrem di bidang Kedokteran (2005). Satu lagi yang menarik. Keberadaan bangunan kampus yang klasik di sana juga dikelola dan dibuka untuk umum. Oleh karenanya unit bisnis UWA menyediakan paket pernikahan bagi masyarakat umum. Gedung klasik yang telah berusia ratusan tahun ini memang tampak begitu menarik. Koridor gedung dikelilingi pilar tinggi nan menjulang menjadikannya sebagai lokasi favorit pemotretan acara pernikahan. Karena keindahan bangunan tersebut, menjadikan kampus UWA sebagai tempat paling terkenal sebagai tempat penyelenggarakaan pernikahan di Perth. (*) Penulis: Sefya Hayu, Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., MS., Sp.MK(K) dan Linda Dewanti, dr., MKes., MHSc., Ph.D. Editor: Defrina Sukma S
Kuliah Inspiratif, Hadirkan Dokter Inspiratif Berjiwa Kewirausahaan UNAIR NEWS – Ada banyak pilihan dalam hidup, termasuk menentukan jalan masa depan. Kenyataannya, sebagian orang beranggapan, profesi tak melulu harus linier dengan latar akademik. Ada yang memilih sukses dengan pekerjaan yang selaras dengan keilmuannya, namun tak sedikit pula yang berani menjajal peruntungan di bidang lainnya. Seperti halnya cerita pengalaman tiga orang dokter yang hadir dalam acara kuliah inspiratif Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga kali ini. Ketiga sosok sivitas kedokteran yang hadir itu adalah Wakil Dekan II FK UNAIR Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG, pengusaha dan dokter muda Luqman Hakim Andira, S.Ked, dan Ketua BEM FK UNAIR periode sebelumnya Miftahurahman Taufiq. Di depan puluhan mahasiswa, ketiganya berbagi pengalaman sukses tentang rangkap peran sebagai dokter sekaligus seorang wirausaha. Jauh sebelum meretas kesuksesan seperti sekarang ini, Prof. Budi sudah merasakan banyak asam garam kehidupan. Masa kuliah bukanlah waktu bersantai baginya. Tanpa mengesampingkan kewajiban sebagai mahasiswa kedokteran kala itu, Prof. Budi ternyata juga nyambi berwirausaha. Saat itu, Prof. Budi menekuni usaha jualan pakaian. Saking niatnya, Prof. Budi berjualan pakaian dari Surabaya ke Banyuwangi. Aktivitas itu dilakoninya pada malam hari dengan mengendarai mobil angkut. Keesokan paginya, Prof. Budi kembali menyibukkan diri dengan kuliah kedokteran.
Salah seorang audiens bertanya,”Apa ndak capek, Prof? Malam kulakan (jualan) kemudian harus dibawa ke luar kota, sementara paginya harus kembali kuliah.” Prof. Budi menjawab,”Kalau mau sukses, ya, harus mau capek.” Kesuksesan memang tidak bisa diperoleh dengan cara instan. Prof. Budi saat muda sudah menjajal banyak usaha. Jatuh bangun tetap ia jalani. Berkat usaha keras, kini Wadek II FK UNAIR itu telah menjadi pakar obstetri dan ginekologi sekaligus sukses dengan sejumlah bisnis rumah sakit ibu dan anak di Surabaya. Menurut Prof. Budi, dokter juga bisa mengembangkan potensi lain dalam dirinya. Jika seorang dokter menyadari jiwa kewirausahaan tertanam dalam dirinya, tak ada salahnya untuk dikembangkan. “Asahlah jiwa sosial, salah satunya dengan berwirasusaha,” pesannya. Lain Prof. Budi, lain pula dengan Lukman. Dokter muda alumni FK UNAIR tahun 2015 ini punya sebuah usaha yang terbilang unik. Namanya ‘Dokter Pentol’. Lukman menjalani usaha itu bersama beberapa teman sejawatnya. Usaha ‘Dokter Pentol’ bermula ketika Lukman masih menjalani pendidikan sebagai dokter muda. Ia terinspirasi ketika melihat teman-teman seangkatannya yang selalu disibukkan dengan aktivitas dan tugas jaga di rumah sakit dari pagi sampai malam. Melihat kondisi itu, Lukman berinisiatif membuat kudapan berupa bakso yang dikemas secara instan untuk dijual ke teman-temannya. Tujuannya, tak lain hanya untuk membantu kawan-kawannya mendapatkan camilan yang bergizi dan mengenyangkan di selasela kesibukan. Untuk menjalankan bisnisnya, Lukman daging sapi dan bahan lainnya ke Sebelum ke kampus, mereka mengolah untuk kemudian dijual. Meskipun baru
dan tim harus berbelanja pasar ketika pagi buta. daging itu menjadi bakso skala kecil, usaha mereka
cukup membantu. Paling tidak, Lukman sudah mampu membaca dan memanfaatkan peluang usaha dari situasi kesehariannya. Ketua BEM FK UNAIR Rachmat Agung Widodo mengungkapkan, acara kuliah inspiratif ini menjadi salah satu agenda kegiatan baru pada kepengurusannya kali ini. Harapannya, mahasiswa bisa mendapatkan wawasan dan inspirasi dari cerita-cerita rekan sejawatnya. Melalui kuliah inspiratif, panitia akan menghadirkan sejumlah sosok yang dianggap luar biasa dari kalangan alumni FK UNAIR. (*) Penulis: Sefya Hayu I. Editor: Defrina Sukma S.
Akses Pintu Masuk FK UNAIR Dikembalikan ke Era Peninggalan Belanda UNAIR NEWS – Tata letak pelayanan di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga di kampus A Jl. Prof. Dr. Moestopo Surabaya, sejak awal Mei 2016 lalu berubah. Pintu masuk ke ruang dekanat, ke Bagian Keuangan dan bagian lain yang bertempat di gedung utama peninggalan NIAS (Nederlands Indische Artsen School) tidak lagi dituju dari lorong belakang tetapi dari lorong teras depan. Intinya pintu masuk ke FK UNAIR ini akan dikembalikan seperti di era NIAS dulu. ”Nanti secara bertahap sesuai dukungan dananya, kami akan memfungsikan kembali pintu-pintu masuk dari teras depan, jadi tidak lagi dari belakang. Ini ada maknanya bahwa masuk FK UNAIR harus melalui pintu depan, bukan pintu belakang. Mengerti kan filosofinya. Selain itu untuk memperkuat status
gedung FK UNAIR sebagai Cagar Budaya Kota Surabaya, jadi sedapat mungkin dikembalikan pada posisi aslinya,” kata Dekan FK UNAIR Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U., kepada UNAIR News, Selasa (17/5). Diyakini tak terlalu sulit untuk mengembalikan akses masuk ke beberapa bagian pelayanan di FK UNAIR kearah lorong teras depan, sebab pintu dan jendela peninggalan NIAS itu masih kuat dan utuh, sehingga tinggal membuka kembali dan menyesuaikan tata-letak perabotnya di bagian dalam. Pekerjaan yang butuh waktu dan dukungan dana, mungkin memindahkan mesin air condition (AC) yang selama ini dipasang di bagian atas lorong teras depan untuk dipindah ke lorong teras belakang. ”Jaman
dulu
mahasiswa
kalau
berurusan
dengan
bagian
administrasi atau keuangan, misalnya bayar SPP, ya lewat jendela berjeruji besi ini,” tambah Guru Besar Ilmu Urologi FK UNAIR ini sambil menunjuk sebuah jendela tua berukuran besar yang menyatu dengan ruang Wakil Dekan II. Ia tidak tahu persis sejak kepemimpinan siapa yang memindahkan akses masuk ke ruang pimpinan dan bagian lain ini dari depan (era NIAS) ke lorong belakang. Ketika Prof. Soetojo menjabat Wakil Dekan III tahun 2006-2010, bahkan di era kepemimpinan FK sebelumnya, akses pintu masuk sudah melalui lorong belakang. Hingga berita ini diunggah, diakui belum semua ruangan di gedung utama FK UNAIR ini dikembalikan akses masukkan seperti era NIAS. Untuk itu akan dilaksanakan bertahap. Yang pasti, akses pintu masuk dari teras belakang (yang selama ini sebagai akses utama) tidak ditutup semua, hal ini untuk akses pegawai jika ada keperluan lain ke bagian belakang. Misalnya ke kamar mandi/toilet, ke mushala, ke tempat parkir, dsb. Dalam upaya memindah arah pintu masuk ini, lanjut Prof. Soetoyo, tidak terlalu memerlukan referensi melalui foto lama yang menunjukkan denah ruang di era NIAS. Baginya, berdasarkan cerita beberapa Guru Besar/dosen senior yang pernah mengalami
pada saat itu, sudah cukup sebagai acuan. Satu lagi yang kedepan akan diperhatikan yaitu pertamanan di depan pintu-pintu akses pimpinan FK ini akan dibenahi menjadi lebih baik. Tujuannya untuk menyesuaikan dengan keadaan dan membuat suasana menjadi lebih asri. ”Karena ini bagian depan gedung FK UNAIR maka nanti juga harus ditata yang sebaik dan seasri mungkin, termasuk dua rumpun tanaman hias pisang kipas disisi kanan dan kiri patung Garuda Muka FK UNAIR itu harus dibenahi dan dirawat menjadi lebih baik,” demikian Prof. Soetojo. (*) Penulis : Bambang Bes
Ketahui Cara dan Waktu yang Tepat Berolahraga UNAIR NEWS – Olahraga adalah bagian dari kebutuhan hidup. Dengan berolahraga, kebugaran, kesehatan, dan bentuk tubuh akan terjaga. Namun, barangkali belum banyak orang yang mengetahui cara dan waktu yang tepat dalam berolahraga. Jangan khawatir UNAIR NEWS akan memberikan tips berolahraga yang sehat yang disampaikan oleh dr. Irfiansyah, M.Si, selaku staf pengajar pada Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universsitas Airlangga. Simak tipsnya berikut ini: 1. Hindari olahraga pada malam hari Kesibukan atau tuntutan gaya hidup pada masyarakat jaman modern tak bisa dipungkiri. Akibat kesibukan, ada sebagian orang yang baru sempat melakukan olahraga pada malam hari. Padahal, waktu yang tepat untuk berolahraga adalah pagi hari
karena oksigen masih banyak untuk dihirup. Sedangkan, pada sore hari, polutan sudah menumpuk di udara. Selain itu, tiap individu manusia memiliki irama sirkadian atau jam biologis yang berkaitan dengan sekresi hormon-hormon di dalam tubuh. Hormon melatonin adalah hormon yang berfungsi sebagai antioksidan dan mengontrol tidur. Sekresi hormon melatonin akan berlangsung mulai pukul sembilan malam. Sehingga, manusia harus berhenti beraktivitas berat termasuk berolahraga 2 – 3 jam sebelum jarum jam menunjukkan pukul 9 malam. Apabila jadwal pagi hari memang cukup padat, dr. Irfinsyah mengatakan, olahraga pada malam hari sesekali boleh dilakukan. 2. Atur frekuensi dan intensitas Olahraga memang dibutuhkan tubuh, namun memforsir tubuh dengan waktu olahraga yang cukup lama juga tidak baik. Pengajar Ilmu Faal itu mengatakan, berolahraga demi menjaga kesehatan tubuh berpedoman pada empat prinsip, yaitu FITT (frequency, intensity, time, type). Seseorang dianjurkan untuk berolahraga dengan teratur dan terukur setidaknya tiga kali dalam seminggu. “Jadi, ada jeda waktu antara olahraga dan istirahat, baik itu untuk olahraga kardiovaskuler, atau olahraga angkat beban. Pada olahraga angkat beban, otot akan tumbuh pada saat tubuh beristirahat,” tutur dr. Irfinsyah. Perhatikan pula dari aspek intensitas. Berolahragalah secara sub-maksimal. Usai berolahraga, biasanya orang akan menghitung denyut nadi sebagai patokan. Batas sub-maksimal adalah 65 – 85% dari hasil perhitungan rumus. Rumus yang digunakan adalah 220 dikurangi usia. Contohnya, remaja berusia 20 tahun, maka batas maksimal denyut nadinya adalah 200 kali per menit. Maka rentang ideal denyut nadi sub-maksimal remaja tersebut adalah 130 – 160 denyut per menit.
3. Pilih jenis olahraga sesuai kesukaan Pilihlah jenis olahraga yang bisa membuat Anda merasa senang ketika melakukan. “Percuma kalau olahraga tapi malah bikin stress,” tutur dr. Irfinsyah. Penulis: Akhmad Janni Editor: Defrina Sukma S
FK UNAIR Anugerahi Visiting Professor kepada Pakar Preeklampsia Dunia UNAIR NEWS – Pengakuan atas kontribusi positif seseorang perlu diwujudkan sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan. Kali ini, sivitas Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga kembali mewujudkan apresiasiasinya kepada seorang tokoh guru besar bidang Obstetri dan Ginekologi yang tak lain adalah seorang pakar preeklampsia dunia. Acara penganugerahan visiting professor kali ini diberikan kepada Prof. Gustaaf Albert Dekker, MD., PhD., FDCOG., FRANZCOG dari The University of Adelaide, Australia, di Aula FKUA,( 17/5). Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor III UNAIR Prof. Ir. Amin Alamsjah, M.Si., Ph.D, Dekan FK UNAIR Prof. Soetojo, dr., Sp.U (K), jajaran dekanat FK UNAIR, Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR – RSUD Dr. Soetomo, serta sivitas akademika FK UNAIR. Dekan FK UNAIR Prof. Soetojo mengungkapkan, kegiatan penganugerahan gelar profesor tamu FK UNAIR kepada sejumlah pakar kesehatan sudah berlangsung beberapa kali sejak tahun
2007. Dari 29 departemen di FK UNAIR, sebagian diantaranya sudah mewujudkan hal itu. “Kami berharap, acara ini akan menginspirasi departemen lainnya untuk menggelar acara serupa,” ungkap Prof. Soetojo. Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR – RSUD Dr. Soetomo Dr. dr. Hendy Hendarto, Sp.OG (K) mengungkapkan, Prof. Dekker selama ini memberikan banyak kontribusi positif khususnya pada bidang keilmuan obstetri dan ginekologi. Dr. Hendy mengungkapkan, semangat Prof. Dekker tidak hanya ditunjukkan dalam lingkup kerjasama akademika, melainkan pada bidang pengabdian masyarakat. “Beliau antuasias menjadi konsultan dan terjun langsung melihat bagaimana program Penanggulangan Kematian Ibu dan Bayi (PENAKIB) yang menjadi pilot project Departemen Obstetri dan Ginekologi di wilayah Mulyorejo dan Madura,” tutur dr. Hendy.
Prof. Dekker ketika berfose bersama Dekan dan Wakil Dekan FK UNAIR. (Foto: UNAIR NEWS)
Kerjasama berlangsung lama Prof. Dekker kelahiran 7 Agustus 1955 itu mengungkapkan rasa bahagia dan sempat merasa deg-degan saat dilantik menjadi profesor tamu di FK UNAIR. “Saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari kolaborasi kerjasama antara dua universitas. Kerjasama ini saya rasa bisa memberikan manfaat bagi mahasiswa maupun civitas akademika,” tutur Prof. Dekker yang menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Our Medical Student in Surabaya and Adelaide, and The Future of Our Specialty” pada acara yang sama. Prof. Dekker adalah seorang Direktur Klinis pada Divisi Anak dan perempuan Kantor Pelayanan Kesehatan Adelaide Utara (RS Lyell McEwin dan Modbury) sekaligus Guru Besar bidang Obstetri dan Ginekologi Universitas Adelaide. Ia menempuh pendidikan dokter di Universitas Leiden pada tahun 1978 dan memperoleh gelar cumlaude. Gelar profesor tamu ini merupakan wujud kerjasama antara FK UNAIR dengan Universitas Adelaide yang telah berlangsung sejak 14 tahun lalu. Kerjasama pada Divisi Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR ini diprakarsai oleh Prof. Dr. H. Erry Gumilar D, dr., Sp.OG(K) bersama Prof Dekker. Kedekatan personal keduanya sudah terbangun jauh sebelum nota kesepahaman disepakati. Awalnya, Prof. Dekker diundang sebagai pembicara dalam sebuah acara divisi Fetomaternal. Seiring berjalannya waktu, ia mulai membimbing beberapa staf dosen jenjang pendidikan doktoral, dan mengajar para mahasiswa dokter spesialis. Prof. Dekker dikenal cukup aktif membuat rambu-rambu pembelajaran, dan buku panduan untuk mahasiswa. Setelah dilantik menjadi profesor tamu FK UNAIR, Prof. Dekker berencana kembali melanjutkan penelitiannya tentang kasus preeklapmsia bersama rekan peneliti lainnya. Kali ini, ia akan memprioritaskan penelitian tentang hubungan preeklampsia
dengan biaya hidup rendah pada perempuan muda. Sebelumnya, bersama dengan rekan peneliti FK UNAIR, Prof. Dekker telah mempublikasikan lebih dari 90 naskah penelitian. (*) Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S.
Dua Pelajar 14 dan 15 Tahun Ini Lolos SNMPTN di UNAIR UNAIR NEWS – Sepekan yang lalu, ribuan pelajar dari seluruh penjuru tanah air sudah dapat melihat hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ratusan PTN yang tersebar di seluruh Indonesia pun siap menyambut genarasi penerus bangsa tersebut. Sebagai bagian dari salah satu PTN di Indonesia, UNAIR sendiri pada tahun ini menerima sebanyak 2.098 calon mahasiswa baru pada jalur SNMPTN. Dari jumlah 2.098 calon mahasiswa tersebut, ada dua calon mahasiswa yang terbilang ‘unik’. Pasalnya, kedua calon mahasiswa tersebut masih berusia 14 dan 15 tahun. Keduanya ialah Syarifah Salsabila (14) yang diterima pada program studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST), dan Rania Tasya Ifadha (15) yang diterima pada program studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR. Syarifah merupakan lulusan Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah Surabaya, lahir pada 30 Juli 2001. Sedangkan Rania adalah lulusan dari SMAN 3 Semarang yang lahir pada 17 Februari 2001. Keduanya terhitung sebagai calon mahasiswa termuda UNAIR dari jalur SNMPTN tahun 2016 ini. “Keduanya lulus SMA dalam usia 14 dan 15 tahun. Ini pasti anak
yang cemerlang secara akademik,” tutur Rektor UNAIR, Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA pada Senin, (16/5). Sementara itu, ada 8 calon mahasiswa lain yang diterima pada jalur serupa dan masih berusia 16 tahun. ke-8 calon mahasiswa tersebut diterima pada Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH). Pada jalur SNMPTN ini, sebagian besar calon mahasiswa merupakan warga Surabaya. Dari total calon mahasiswa yang diterima, sejumlah 37% atau setara 782 calon mahasiswa berasal dari SMA di wilayah Surabaya. Jumlah sisanya berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur, maupun berbagai kota di Indonesia. Prof Nasih juga mengatakan bahwa prosentase siswa dari Madrasah Aliyah (MA) yang diterima juga lebih banyak jika dibanding siswa dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). “Prosentase siswa dari MA lebih tinggi dari pada SMK. Sejumlah 113 peserta yang lolos SNMPTN di UNAIR merupakan siswa dari MA. Menurut saya itu luar biasa. Diantara mereka saya yakin ada yang hafidz quran,” ujar Prof Nasih. Tahun
ini,
melalui
jalur
SNMPTN,
Pendidikan
Dokter
FK
menduduki peringkat pertama sebagai prodi yang paling banyak diminati. Dari 1895 pendaftar, ada 1312 peserta yang menempatkan Pendidikan Dokter sebagai pilihan pertama. Dari keseluruhan jumlah tersebut, FK hanya mengambil 75 calon mahasiswa. Selanjutnya, prodi Manajemen FEB menjadi pilihan terbanyak kedua, dan disusul prodi Akuntansi menempati peminat terbanyak ketiga. Sejumlah 2098 calon mahasiswa tersebut belum tercatat sebagai mahasiswa UNAIR sebelum mereka melakukan pendaftaran ulang pada 31 Mei nanti. Waktu pendaftaran ulang akan bersamaan dengan seleksi jalur SBMPTN, sehingga calon mahasiswa yang bersangkutan harus memilih antara melakukan daftar ulang, atau
mengikuti seleksi SBMPTN. “Jika tanggal 31 Mei nanti mereka tidak datang, atau mereka ikut tes lain, mereka akan gugur. Dan itu akan mempengaruhi persepsi kita terhadap sekolah yang bersangkutan,” ujar Prof Nasih. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan
Rania Tasya Ifadha, Mahasiswa Termuda FK UNAIR Jalur SNMPTN 2016 UNAIR NEWS – Rania Tasya Ifadha, atau yang lebih akrab disapa Iren, menjadi sosok yang istimewa diantara kawan-kawannya yang diterima di Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Airlangga. Lulusan SMAN 3 Semarang yang lahir pada 17 Februari 2001 ini, menjadi calon mahasiswa termuda FK UNAIR melalui jalur SNMPTN 2016, dengan usia 15 tahun. “Mulai usia 2 tahun, saya sudah disekolahkan di PAUD. Usia 3 tahun saya masuk TK selama 2 tahun. Usia 5 tahun saya sudah masuk SD dan lulus pada usia 11 tahun,” ujar Iren bercerita tentang pendidikannya sejak PAUD hingga SD. Iren mengatakan bahwa pada saat menempuh pendidikan di bangku SMP dan SMA, ia mengambil program percepatan atau akselerasi, sehingga di usia 15 tahun ia sudah lulus SMA. Iren yang diterima pada program studi Pendidikan Dokter UNAIR mengatakan bahwa ia memang memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Ditanya mengenai manajemen waktunya ketika belajar, ia mengaku
harus pandai mengatur waktu
antara belajar dan istirahat.
“Pada intinya saya menempatkan porsi waktu untuk belajar dan istirahat sesuai dengan yang saya butuhkan. Jika waktunya belajar, semaksimal mungkin saya manfaatkan untuk itu. Jika waktunya istirahat, ya, benar-benar untuk refreshing. Sehingga ketika kembali belajar bisa fokus kembali,” kata anak pertama dari dua bersaudara ini. Iren menekankan bahwa yang paling penting dalam setiap proses yang ia lalui adalah dorongan dari diri sendiri untuk meraih cita-cita yang sudah diinginkan sejak kecil. Sampai saat ini, ia tetap mengikuti bimbingan belajar meskipun ia telah diterima di FK UNAIR. “Saya masih les di bimbingan belajar. Karena dulu sebelum Ujian Nasional sudah mendaftar. Alhamdulillah, ternyata saya lolos SNMPTN. Ini hanya untuk mengisi waktu luang saja,” ujar Iren. Putri
dari
pasangan
Suhartini
dan
Hasanudin
ini
aktif
mengikuti ekstrakurikuler Forum Diskusi dan English Club semasa SMA. Suhartini, sang ibu, mengaku sangat mendukung Iren sehingga bisa mengantarkan putrinya hingga menempuh studi di perguruan tinggi, dengan waktu yang relatif cepat. “Ayahnya adalah pelaut. Kalau cuti mengajar di kampus Akademi Maritim Nasional Indonesia (AMNI). Kami mendukung dengan memfasilitasi kebutuhan sekolahnya, mendukung cita-citanya menjadi dokter karena ingin membantu sesama dan berjiwa sosial,” kata Suhartini yang bekerja sebagai perias pengantin. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Nuri Hermawan
Tunda Kelulusan demi Mawapres Nasional
Jadi
UNAIR NEWS – Menjadi mahasiswa berprestasi (mawapres) tingkat universitas merupakan kebanggaan tersendiri bagi Amal Arifi Hidayat. Amal ditetapkan sebagai mawapres pada bulan Oktober tahun 2015 lalu dengan IPK 3.64. Pada awal bulan Juni tahun 2016, Amal akan berlaga di ajang mawapres tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti).
Direktorat
Jenderal
Amal tak hanya sekali menjajal ajang mawapres di UNAIR. Mahasiswa program studi S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, UNAIR itu pernah mengikuti mawapres pada semester tiga dan berhasil menjadi juara I tingkat fakultas. Pada semester lima, ia dinobatkan menjadi juara II mawapres tingkat universitas. Pada semester tujuh, ia berhasil meraih juara I mawapres tingkat UNAIR dan akan mengikuti kompetisi mawapres tingkat nasional. Meski sudah berkali-kali mengikuti ajang mawapres di kampus, ia mengaku tak pernah terobsesi dengan predikat bergengsi mahasiswa UNAIR itu. Namun, ketika ia berhasil menjadi mawapres, bagi Amal, merupakan sebuah pengalaman yang tak ternilai. “Menurut saya, mawapres bukan seperti ajang kompetisikompetisi lainnya. Mawapres merupakan bentuk apresiasi dan bonus karena dalam proses seleksi harus mempertimbangkan prestasi-prestasi lain yang pernah diraih. Menjadi mawapres bukanlah suatu obsesi, tapi ini merupakan pengalaman yang tak ternilai. Saya ingin membuat UNAIR jadi lebih maju dan bisa menginspirasi banyak orang,” tutur Amal.
Kini, Amal sedang mempersiapkan diri dan karya ilmiah untuk menghadapi mawapres dari kampus-kampus lain. Tema karya ilmiah yang ditetapkan oleh Dikti dalam ajang mawapres tahun 2016 ini adalah ‘Inovasi untuk Daya Saing Bangsa’. Amal memiliki gagasan untuk membuat sejenis kuman yang bisa menyerang kumankuman tubuh yang resisten terhadap antibiotik. Menurut pengalaman akademis dan kerja Amal di bidang kesehatan, tak sedikit pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo berada dalam keadaan kebal terhadap antibiotik. Hal ini menyulitkan tenaga medis dalam memberikan perawatan yang optimal terhadap pasien, mengingat perkembangan penemuan antibiotik berjalan lebih lambat daripada perkembangan kuman yang mengalami resistensi. Bila ini terus terjadi, kondisi demikian akan berimbas pada produktivitas masyarakat dan perekonomian negara. “Ada sebuah bakteri, sebut saja dengan nama bakteri zombie. Bakteri ini bisa memakan bakteri-bakteri lain. Saya memaksimalkan kemampuan bakteri ini dengan mengubah komponen genetiknya sehingga bakteri itu bisa melawan bakteri-bakteri yang resisten,” ujar lelaki kelahiran 26 Desember 1996. Selain mempersiapkan karya tulis, ia juga sedang membuat sebuah video klip yang menggambarkan tentang gagasan yang ia tuangkan dalam karya tulis. Jadi dokter Tak sedikit anak kecil yang menjawab ingin jadi dokter ketika ditanya soal cita-cita. Begitu pula Amal. Ketika ia ditanya, Amal memang bercita-cita menjadi dokter sejak menjalani studi di bangku sekolah dasar. Bagi Amal, profesi dokter ibarat menyelam sambil minum air. “Kalau pas TK (taman kanak-kanak) dulu saya ingin menjadi astronot, tapi kan nggak kesampaian karena susah. Hahaha. Saya memang memiliki passion di bidang kesehatan. Profesi dokter ini juga mengharuskan kita untuk menolong orang,” tutur Amal
yang ingin menjadi dokter spesialis penyakit dalam. Saat ini, Amal menjalani kesibukan sebagai dokter muda yang sedang melakukan praktik di RSDS. Meski demikian, ia belum menyandang gelar wisudawan sarjana kedokteran sebagaimana lazimnya. Amal mengatakan bahwa ia harus menunda waktu kelulusannya agar bisa membawa nama harum UNAIR di kancah mawapres nasional. Selamat berjuang, Amal! (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan
Usung Topik MiRNA, Mahasiswa FKUA Raih Prestasi di Lomba Poster Ilmiah UNAIR NEWS – Makin maju teknologi di bidang kedokteran, makin kompleks pula efek samping yang dihasilkan ragam terapi pengobatan. Kondisi ini berseberangan dengan harapan banyak orang. Yakni, kesembuhan total tanpa efek samping berkepanjangan. Untuk memenuhi keinginan tersebut, inovasi teknologi kedokteran terus dilaksanakan. Salah satu yang sedang dikembangkan di berbagai negara adalah metode terapi gen atau Micro RNA (disingkat MiRNA). Walau metode itu masih terbilang awam di Indonesia, sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FKUA) justru menjadikannya inspirasi berkreasi. Mereka menggagas inovasi pengobatan menggunakan terapi gen dan
mengaplikasikannya pada sejumlah kasus di Indonesia. Ide itu mereka tuangkan pula dalam bentuk poster ilmiah. Baru-baru ini, karya mereka berhasil menyabet sejumlah tropi dari beberapa ajang ilmiah berskala nasional. Contohnya, yang diraih oleh Maria Arni Stella dan Rizqy Rahmatyah. Mereka menjuarai Scientific Poster Competition di ajang Hipotalamus Competition 2016. Ajang kompetisi ilmiah tahunan ini diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Dua sekawan ini menawarkan gagasan tentang alternatif pengobatan menggunakan metode genetik berupa MiRNA 34a untuk penderita kanker paru. Tepatnya, dalam bentuk terapi inhalasi atau terapi hirup melalui nanobubble chitosan. Sejauh ini, metode terapi penderita kanker paru umumnya melalui kemoterapi. Dalam prosesnya, bahan kimia dimasukkan melalui pembuluh darah. Ada pula terapi menggunakan radiologi. Pancaran sinar gelombang tertentu diarahkan ke titik tertentu untuk merusak sel kanker. Sayang, dua cara tersebut berpotensi menyebabkan efek samping yang sistemik. Antara lain, mual, muntah, kerontokan rambut, hingga kerusakan sel normal. Kondisi ini kerap membuat pasien merasa tidak nyaman. Akibatnya, penderita memilih putus obat dan berhenti melakukan terapi. Ringankan beban pengidap kanker Untuk meminimalkan efek samping terapi, Maria dan Rizqy memodifikasi metode terapi gen. Yakni, dengan menggabungkan mikroRNA 34a dengan nanobubble chitosan. Chitosan merupakan sebuah polisakarida yang dapat dimodifikasi dalam bentuk nanobubble. Dalam hal ini, nanobubble chitosan dimodifikasi agar bekerja lebih spesifik ke kanker sel paru. Maria menjelaskan, terapi genetik ini menggunakan MiRNA 34a yang dimasukkan ke bubble berukuran nano. Selanjutnya, bubble berukuran nano tersebut dimasukan ke tubuh secara inhalasi
atau dihirup langsung oleh penderita. Harapannya, setelah rutin terapi dengan cara ini, sel kanker ditekan pertumbuhannya hanya di area yang rusak. Sehingga, tidak menjalar ke bagian tubuh yang lain. “Karena sifatnya pengobatan biomolekuler, targetnya lebih spesifik. Efek sampingnya minim. MiRNA ini banyak sekali macamnya dan sedang dikembangkan untuk berbagai macam penyakit seperti jantung koroner , diabetes, kanker,virus, penyakit autoimun, dan sebagainya” jelas Maria. Seperti karakternya, secara spesifik metode Micro-RNA mampu mengaktifkan kematian sel yang berkelainan, serta mampu menekan pertumbuhan sel kanker. Tentu saja, dalam penyusunan gagasan tersebut, mereka berpedoman pada literatur dan hasil penelitian yang sudah banyak dilakukan di luar negeri. Di Indonesia, metode terapi gen belum banyak digunakan. Sementara di luar negeri, sudah gencar dilakukan penelitian dan uji klinis. Maria mengaku ingin melakukan pendalaman lebih lanjut tentang hal tersebut. (*) Penulis: Sefya Editor: Rio F. Rachman