Jurnal Ilmiah ESAI Volume 9, No.2, Juli 2015 ISSN No. 1978-6034
Lying Hen Business Analysis in Adiluwih Subdistrict of Pringsewu Analisis Usaha Peternakan Ayam Petelur di Kecamatan Adiluwih, Pringsewu
Fitriani 1) 1)
Staf Pengajar pada Program Studi Agribisnis Jurusan Ekonomi dan Bisnis Politeknik Negeri Lampung
Abstract The situation of cost production and price are influenced by the success of lying hen business. This study conducted to analyze the cost of production, revenue, and income at small scale lying hen business in Adiluwih Subdistrict of Pringsewu. Ten small scale lying hen businesses at Adiluwih Sub district were taken as the respondents of study. The cost and revenue analysis, as well as the R/C and B/C ratio were applied to solve the problem. Based on the fact revealed, the lying hen at productive phase was profitable. The benefit was bigger than the cost (B/C= 0,198). The net income per month was higher than the minimum regional wage. It reaches almost IDR 5 million per month. It means that lying hen business could be the main household income. The challenge was the cash flow management to minimize the risk. The cash out flows for feed were unstable, too high and need huge fund. The cash-in flows were also not secure as it depends on the price and trader payment. The ability of risk management was a key to guarantee the success of lying hen business in the future. Key words: lying hen, production cost, revenue, income
kondisi konsumsi per kapita masyarakat
Pendahuluan Konsumsi protein rata-rata per
terhadap sumber protein hewani tahun
kapita penduduk Indonesia berdasarkan
2011
hasil Susenas (2012) baru mencapai 52,44
sumber
gr/kapita/tahun. Kondisi ini masih berada
konsumsi pangan (Tabel 1). Hal ini karena
di bawah standar konsumsi protein yang
telur menjadi bahan pangan sumber energi
ditetapkan
dan
oleh
Widyakarya
sebesar 57 gr/kapita/tahun.
(2012) Sumber
hingga
2013,
protein
protein
terjangkau
yang
yang oleh
telur
merupakan
penting
sangat semua
dalam
mungkin kalangan
pangan yang sangat penting berkontribusi
masyarakat. Selain juga faktor fluktuasi
terhadap pemenuhan energi dan protein
harga daging yang tidak stabil dan makin
dari hewani adalah: daging, telur dan ikan,
tak terjangkau oleh masyarakat yang tidak
serta susu.
mampu.
Berdasarkan perkembangan
Tabel 1. Konsumsi rata-rata minggunan pangan hewani masyarakat, 2011-2013 2011 Konsumsi gr/kap/mgg TW1 Telur 199 Daging Ayam 83 Daging Sapi/Kerbau 9 Sumber: BPS Indonesia, 2014 Produksi
telur
juga
2012 TW3 182 83 11
TW1 178 76 7
menunjukkan
perkembangan yang cukup baik.
2013 TW3 185 88 8
TW1 169 78 5
TW3 169 75 6
masih belum dapat diperhitungkan karena
Pada
kapasitasnya
yang
sangat
kecil.
tahun 2014, produksi telur di Propinsi
Perkembangan produksi daging telur, dan
Lampung mencapai 62.952 ton, sedikit
susu dari tahun 2005—2014 dapat dilihat
lebih tinggi dari produksi daging sebesar
pada Gambar 1.
62.524 ton. Sementara produksi susu
80000 70000 60000 50000 40000
Daging (ton)
30000
Telur (ton)
20000
Susu (.000 liter)
10000 0 2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
Tahun
Gambar 1. Perkembangan produksi daging, telur dan susu Sumber : BPS Lampung, 2014 Pada tahun 2014, populasi ayam
kuratif
dilakukan
oleh
yang
petelur di Propinsi Lampung mencapai
berkepentingan
lebih dari 5 juta ekor, meskipun wilayah
masalah
pengembangan usaha peternakan ayam
kapasitas produksi ayam petelur tetap
petelur di Lampung dari tahun 2005-2014
terjaga.
tercatat
masih
menghadapi
untuk
pihak
penyakit
mengendalikan
tersebut
sehingga
masalah
Kabupaten Pringsewu merupakan
serangan virus flu burung (BPS Lampung,
salah satu wilayah yang mengembangkan
2014).
agribisnis ayam petelur sebagai salah satu
Berbagai upaya preventif dan
andalan sumber pendapatan masyarakat.
harga pakan bias berdasarkan kepentingan
Sebagian besar usaha peternakan
industri.
petelur
ayam
skala kecil dengan kapasitas
Kondisi lini subsektor input
tersebut di atas menyebabkan pasokan
kurang dari 20.000 menghadapi masalah
pakan menjadi
yang cukup kompleks.
dalam
tinggi
menjadi
Produksi biaya
mencapai
yang berarti
keberhasilan
usaha
utama
usaha
produksi ayam petelur.
skala
kecil.
pada sisi hilir pemasaran telur, peternak
Komponen pakan konsentrat merupakan
seringkali terikat untuk menjualnya melalui
bahan impor, seperti jagung dan tepung
broker. Peternak berada pada posisi sebagai
ikan. Pasokan impor jagung untuk industri
penerima harga, sehingga harga ditentukan
pakan di Lampung mencapai 24% dari total
oleh broker. Peternak menghadapi kondisi
kebutuhan (Restiana, dkk., 2010). Trend
sistem
global pengembangan bahan bakar nabati
(Santosa, dkk., 2005).
(biofuel) juga membuat pasokan jagung di
komoditas yang efisien akan memberikan
pasar dunia terganggu. Apalagi, sejak nilai
bagian/share margin pemasaran yang adil
tukar rupiah terus melemah dalam 4 tahun
bagi produsen (> 60%) (Agus, 2002;
terakhir dengan kurs di atas Rp 10.000,-
Azzaino, 1982; Hasyim, 2000; Mulyana,
menyebabkan biaya pakan melonjak tinggi.
2002; dan Mardianto, 2005).
peternakan
kendala
hambatan
ayam petelur
Fitriani, dkk (2012)
petelur didominasi oleh biaya pembelian Apabila pakan dibuat
oleh peternak sendiri komponen biaya pakan mencapai 70% (Sudaryani dan Santosa, 2000).
Produksi dengan biaya
pakan tinggi menyebabkan usaha ayam ras petelur sulit berkembang.
Kondisi ini
berpengaruh terhadap kepastian usaha di
Menurut Sinurat (1999) peternakan petelur
tidak
efisien
Sistem pemasaran
Kondisi ini menyebabkan peternak menerima
harga
menguntungkan rendahnya
jual
yang
tidak
dan bermuara
pada
tingkat
pendapatan
kesejahteraan peternak. berdampak
pada
peternakan.
Oleh
dan
Lebih lanjut akan
kelangsungan karena
itu,
usaha perlu
dilakukan penelitian tentang analisis usaha peternakan
ayam
petelur
skala
kecil.
Penelitian ini bertujuan melakukan analisis
masa yang akan datang.
ayam
yang
itu,
mencatat bahwa
kebutuhan rata-rata biaya produksi ayam
pakan (82,04%).
pemasaran
Sementara
masih
menguntungkan,
walaupun rentan terhadap perubahan harga
usaha peternakan di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Metode Penelitian
input. Selain juga terbatasnya produsen
Penelitian dilakukan di Kecamatan
pakan ternak di Propinsi Lampung yang
Adiluwih Kabupaten Pringsewu pada bulan
dapat
April—November 2013. Pengambilan data
menyebabkan
asimetri
informasi
primer
dari
kuesioner.
responden
menggunakan
Responden adalah peternak
(80%)
dan
Dengan
pendidikan
tingkat
(20%).
pemahaman
yang
yang aktif pada situasi tahun 2012-2013
cukup
sebanyak 10 orang. Analisis data dilakukan
persoalan
dengan menggunakan formulasi teori biaya,
pemasaran, dan penyusunan kelayakan
penerimaan, dan keuntungan (pendapatan).
usaha
Keuntungan
pendanaan. Persoalan
adalah
selisih
antara
memadai
tinggi
dalam menyampaikan
pengelolaan
sebagai
prasyarat
strategi
pengajuan
mendasar
yang
penerimaan dengan total biaya. Penerimaan
perlu
atau Total revenue (TR) adalah hasil kali
menurut peternak adalah: jenis pakan yang
antara produksi yang dihasilkan dengan
berbeda-beda pada fase pertumbuhan ayam
harga jual produk.
(30%),
Sedangkan total cost
segera
input,
mendapatkan pemecahan
konsentrat
mahal
(30%),
(TC) adalah penjumlahan antara Total fixed
keterbatasan dana untuk menyiapkan stok
cost dengan total variable cost. Jadi secara
pakan (20), variasi kualitas jagung dan
matematis keuntungan dapat ditulis sebagai
dedak yang tinggi (10%), dan peralatan
berikut (Soekartawi, 1997):
penggilingan yang tidak memadai (10%).
= Q . P – (TFC + TVC)
Analisis perhitungan penerimaan peternak dilakukan dengan menggunakan
Keterangan:
: Keuntungan
asumsi kondisi hen day rata-rata sebesar
Q
: Produksi (quantity)
75%. Rata-rata jumlah ayam fase produktif
P
: Harga jual produk (Price )
yang dikelola peternak
TFC
: Total fixed cost
ekor. Berdasarkan basis tersebut, produksi
TVC
: Total variable cost
harian ayam mencapai 1.045 butir atau
sebanyak 1.400
setara 65 kg.hari-1.
Selanjutnya
R/C dan B/C rasio digunakan untuk
diperhitungkan produksi telur per bulan
mengetahui setiap rupiah yang dikeluarkan
mencapai 1.698 kg, dan produksi selama
mendapatkan keuntungan. R/C rasio adalah
aktif menjadi 30.559 kg.
perbandingan antara total revenue dengan total cost,
sedangkan B/C rasio adalah
perbandingan
antara
keuntungan
atau
benefit dengan total cost.
Harga jual telur rata-rata pada tahun 2013 yang tercatat oleh peternak sebesar Rp 15.000,-.kg-1.
Selama ini,
peternak sebagian besar (80%) menjual telur kepada pedagang pengumpul besar
Hasil dan Pembahasan
kecamatan.
Analisis biaya petelur Tingkat
usaha
sebagian
adalah menengah
besar
ternak
pendidikan
ayam
peternak atas
Saat ini pedagang pengumpul
besar di Kecamatan Adiluwih sekaligus juga menjadi pemasok pasar telur
di
wilayah Kec. Adiluwih, Kec. Kalirejo,
dan Kec. Negeri Katon. Pada kondisi ini,
pedagang.
saluran pemasaran telur yang terjadi adalah:
untuk memiliki posisi tawar yang seimbang
Peternak - Pedagang Kecamatan - Pedagang
dengan
Pasar
harga
Kecamatan - Pengecer
kecamatan - konsumen. pemasaran harga
yang
Dengan saluran
lebih
yang terbentuk
peternak
pasar
luas
tersebut,
pada
tingkat
Peternak berkepentingan
pedagang yang
supaya
terbentu
penentuan
tidak merugikan
peternak. Oleh karena itu, sesama peternak perlu selalu berbagi Berdasarkan
diskusi
yang
terjadi,
lebih sering ditentukan oleh
peternak
pedagang kecamatan, sehingga menjadi
langkah
yang
terjadi
harga yang sepihak dengan cara: (1) saling
margin
memberikan informasi harga harian sesama
rendah,
pendistribusian pemasaran
karena biaya
pada
dan
lembaga
pemasaran
lanjutannya.
perlu
informasi harga.
untuk
peternak
melakukan
beberapa
menghindari
penentuan
melalui
media
handphone;
Peternak berbagi informasi
Sementara
itu, hanya sebagian
sebagai
landasan
harga pos
harga jual kepada
kecil produksi telur peternak (20%) dibeli
pedagang, sehingga dapat meminimalkan
oleh pedagang kecil tingkat desa. Saluran
variasi perbedaan harga antar peternak. (2)
pemasaran
Berdasarkan informasi harga pos tersebut,
telur
yang
terjadi
adalah:
Peternak - Pedagang Desa (toko/warung) -
peternak
konsumen. Peternak dapat berlaku sebagai
seimbang dengan pedagang, sehingga harga
penentu harga dan pedagang desa sebagai
ditentukan setelah proses negosiasi/tawar
penerima harga.
Harga yang disepakati
menawar
mencapai
dapat lebih tinggi dibandingkan apabila
Peternak
juga
telur
pembayaran yang lebih menguntungkan,
dijual
pada
pedagang besar
kecamatan.
memiliki
posisi
tawar
yang
kesepakatan.
(3)
dapat menentukan jenis
yaitu secara tunai, mengingat pembayaran
Harga jual telur bervariasi pada
tunai menjadi kunci lancarnya arus kas
tingkat level pelaku pasar menyebabkan
masuk peternak. Arus kas masuk menjadi
peternak
berkepentingan
penting
memperoleh
informasi
harga
untuk terbaru
setiap harinya. Sedikitnya pelaku (pembeli)
dalam
kebutuhan
dan
upaya stok
pemenuhan pakan
secara
berkelanjutan dalam jangka panjang.
telur yang dihadapi peternak menyebabkan
Pada
kondisi
harga
rata-rata
mereka menghadapi pasar Monopsoni /
tersebut, maka penerimaan usaha yang
Oligopsoni. Kondisi Monopsoni/Oligopsoni
diterima
pembelian
458,384,063 selama fase produktif 18
telur
yang
terjadi
dapat
peternak
mencapai
Rp.
menimbulkan ekses penentuan harga yang
bulan.
tidak
petelur yang sudah tidak aktif diafkir untuk
berimbang
antara
peternak
dan
Selain menghasilkan telur, ayam
dijual sebagai ayam pedaging dengan harga
1,340,000. Secara keseluruhan, penerimaan
rata-rata
peternak mencapai Rp 501,514,063 selama
Rp
30.000,-/ekor,
sehingga
diperoleh penerimaan dari penjualan ayam
satu periode produksi (18 buan).
afkir sebesar Rp 41,790,000,-. Selain itu,
Berdasarkan
penerimaan
dari
limbah kotoran ayam juga dijual sebagai
penjualan telur dan produk sampingan,
pupuk kandang bagi masyarakat petani di
maka dapat diketahui besarnya pendapatan
sekitar wilayah tersebut dengan harga rata-
peternak,
rata Rp 5.000.karung-1. Penerimaan dari
82,819,063.periode-1 (Tabel 2).
penjualan
kotoran
ayam
sebesar
yaitu
mencapai
Rp
Rp
Tabel 2. Penerimaan usaha ternak ayam petelur fase produktif Penerimaan Telur Henday rata-rata 75% Asumsi tidak produktif 5% Produksi 18 bln Ayam afkir mortalitas 5% Pupuk kandang (krg) Penerimaan Total
ekor 1,393
butir 1,045 27,164 488,943
Kg 65 1,698 30,559 1,393 268
Rp/kg 15,000 15,000 15,000 30,000 5,000
Jumlah (Rp) 979,453 25,465,781 458,384,063 41,790,000 1,340,000 501,514,063
Sementara itu, biaya input produksi
dan dedak, mineral, vitamin/suplemen, dan
yang dikeluarkan meliputi: biaya pullet,
peti kemasan. Rincian biaya dapat dilihat
pakan yang terdiri dari konsentrat, jagung,
pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya produksi usaha peternakan ayam petelur fase produksi Biaya Produksi Ayam Petelur Biaya Pullet (ekor) Biaya Pakan Ayam Produktif/bulan Konsentrat (Kg) Jagung (kg) Dedak (kg) Mineral (kg) Obat-obatan dan vitamin (total) Peti Biaya Variabel selama 18 bln Biaya Tetap TK Listrik Penyusutan Biaya Tetap Total periode 18 bulan Biaya Total
Satuan 1,400
Harga/satuan (Rp) 30,000
1,400 2,100 700 2 1,400 25
7,600 3,500 2,500 10,000
12 12 12
700,000 250,000 499,167 1,449,167
5,000
Jumlah (Rp) 42,000,000 19,760,000 10,640,000 7,350,000 1,750,000 20,000 3,500,000 125,000 401,305,000 8,400,000 3,000,000 5,990,000 17,390,000 418,695,000
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa
ketersediaan pakan.
Kondisi supplier
biaya total usaha peternakan ayam petelur
tunggal tanpa pesaing yang masuk di
untuk populasi 1.400 ekor, dengan masa
wilayah
produksi 18 bulan mencapai 418,695,000,
monopoli usaha. Namun karena supplier
yang terdiri dari biaya variabel sebesar
adalah juga merupakan peternak yang
401,305,000
(96%) dan biaya tetap
tergabung dalam kelompok paguyuban
sebesar. 17,390,000. Biaya Pullet di awal
arisan peternak maka hal tersebut dapat
usaha memerlukan 10,5% dari toral biaya
dihindari.
variabel usaha peternak ayam petelur.
dengan
Biaya produksi variabel yang paling tinggi
peternak, namun belum secara formal
adalah pakan mencapai 88,6% dari total
teregistrasi sebagai kelompok peternak.
biaya variabel.
Selain itu, peternak juga dapat melakukan
Komponen biaya pakan
secara dominan 54%nya adalah konsentrat. Kondisi menyulitkan
tersebut
cukup
peternak.
Peternak
tersebut
dapat
menimbulkan
Paguyuban arisan bulanan keanggotaan
sebanyak
21
cross chek informasi harga pakan dari supplier pakan di tempat lain. Salah
satu
upaya
menghadapi persoalan penyediaan pakan
mengatasi
yang cukup memakan dana.
Diperlukan
yang dihadapi peternak adalah dengan
dana yang cukup besar untuk menyiapkan
menggunakan dana pihak ketiga. Saat ini,
kebutuhan
di Kecamatan
pakan
ayam
petelur
per
persoalan
dalam
kebutuhan
Adiluwih
dana
telah tersedia
minggunya. Peternak rata-rata menyiapkan
institusi jasa keuangan perbankan dan
dana sebesar Rp 4.935.000,- atau sekitar Rp
lembaga keuangan,
5 juta per minggu untuk pakan.
Fakta
BRI dan Lembaga BMT Assifa, selain juga
peternak
koperasi pertanian. Kec. Adiluwih hanya
menghadapi kebutuhan dana yang cepat
berjarak 15 km dari Ibu Kota Kab.
untuk menghindari persediaan pakan supaya
Pringsewu
jangan sampai stock out yang dapat
keuangan yang lengkap.
menyebabkan produksi telur berhenti, ayam
peserta (20%) telah menggunakan jasa
stress, dan dapat menimbulkan kematian.
lembaga keuangan dalam pengembangan
Upaya
usaha peternakannya.
ini menunjukkan
negosiasi
bahwa
tempo
pembayaran
yaitu Kantor Capem
yang memiliki institusi jasa
Sebagian
dengan supplier pakan selalu dilakukan.
peternak
Saat ini, supplier pakan tunggal beralamat
pengajuan
kredit usaha
di Desa Sri Rejeki Kec. Negeri Katon.
keuangan,
meskipun
Hubungan
terlalu rumit.
baik
dan komunikasi
yang
(60%)
Sebagian kecil
besar
memahami persyaratan ke lembaga
menurut
mereka
Sementara, baru sebagian
intensif antara peternak dan supplier pakan
kecil peternak (20%)
menjadi kunci kontinuitas pasokan dan
pemahaman
yang
memadai
memiliki tentang
pembuatan proposal kelayakan usaha.
dilihat analisis pendapatan usaha peternakan
Selanjutnya pada Tabel 4 dapat
ayam petelur sebagai berikut:
Tabel 4. Pendapatan usaha peternakan ayam petelur fase produktif Uraian Penerimaan Total Biaya Total Pendapatan R/C rasio B/C rasio
(Rp) 501,514,063 418,695,000 82,819,063 1.198 0.198
Pendapatan bersih usaha ayam
Kesimpulan
petelur selama fase produktif membukukan Berdasarkan
pendapatan bersih sebesar Rp 82.819.000,atau
setara
Rp
4.600.000,-.bulan-1.
Perhitungan B/C rasio menghasilkan nilai sebesar 0,198, artinya setiap Rp 1,- dari biaya produksi yang dikeluarkan peternak, maka akan diperoleh manfaat/keuntungan sebesar
Rp
0,198,-.
Kondisi
ini
menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam petelur menguntungkan bagi peternak sebagai
sumber
rumahtangganya.
pendapatan
Pendapatan per bulan
usaha ayam petelur relatif tinggi, bila dibandingkan
dengan
besaran
upah
minimum propinsi (UMP) Lampung pada tahun
2013
yang
hanya
sebesar
Rp 1.150.000,- (BPS Propinsi Lampung, 2014).
dilakukan,
pembahasan
diketahui
bahwa
yang usaha
peternakan ayam petelur fase produktif sangat menguntungkan.
Manfaat yang
diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (B/C= 0,198).
Pendapatan
bersih per bulannya juga sangat memadai sebagai
sumber
pendapatan
keluarga.
Peternak ditantang untuk proaktif dalam pengelolaan cash out flows dana untuk kebutuhan pakan yang sangat besar dalam tempo yang cepat. Pada sisi lain, cash in flows
hasil
penjualan
telur
sangat
tergantung pada pembeli kecamatan. Jenis pembayaran input dan output tersebut menjadi kunci lancarnya usaha peternakan ayam petelur di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka Agus. 2002. Integrasi Pasar Dalam Sistem Pemasaran Cabai Merah di Propinsi Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. UPPM Politeknik Negeri Lampung. Volume V No. 1 Januari 2005. Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Diktat. IPB. Bogor Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2014. Lampung Dalam Angka. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung. BPS Indonesia. 2014. Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia. Jakarta. 26 hal Fitriani, Hanung Ismono, dan Novi Rosanti. 2012. Produksi dan tataniaga telur di Propinsi Lampung. J.Esai. Vol. 6. No. 1 Januari 2012. Hasyim, Ali Ibrahim. 2000. Struktur dan Keterkaitan Pasar Lada Dunia: Suatu Kajian Empiris. Sosio Ekonomika. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Volume 6 No. 2. Mardianto, Sudi, dkk. 2005. Dinamika Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 2. Mulyana, Tatang. 2002. Efisiensi Harga Dalam Sistem Pemasaran Cabai Merah di Propinsi Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. UPPM Politeknik Negeri Lampung. Volume V No. 1 Januari 2005. Mulyono, Ali Mursyid Wahyu, Ahimsa Kandi Sariri, dan Engkus Ainul Yakin. 2011. Penggantian sebagian jagung menggunakan onggok dan onggok-terfermentasi terhadap
kecernaan nutrienayam petelur. Seminar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tahun 2011. LPPM Univet Bantara Sukoharjo. Restiana, Hanung Ismono, dan Hurip Santosa. 2011. Tataniaga jagung di Propinsi Lampung. J.Esai, Vol.5 No.1 Januari 2011. Santosa, Mukhson, SJ, H. Setiyawan dan B.Suryanto. 2005. Analisis efisiensi pemasaran telur ayam ras di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Bahan seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Sinurat, A.P. 1999. Penggunaan bahan pakan lolal dalam pembuatan ransum ayam buras. J. Wartazoa, Vol. 9, No 1. Tahun 1999. Soekartawi. 1997. Agribisnis. Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 205 hlm. Tugiyanti, E dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapat ransum dengan penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolate produser antihistamin. J. Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 No. 2, 2012. Sentralternak.com. 2012. Manajemen pengelolaan pakan. www.sentralternak.com. Diunduh 15 April 2013.