ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH BESAR DAN TOMAT PADA GAPOKTAN SUMBER KATON, KECAMATAN ADILUWIH, KABUPATEN PRINGSEWU, LAMPUNG
FUAD MAULVI AHMAD
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015
Fuad Maulvi Ahmad NIM H3412401
1
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK FUAD MAULVI AHMAD. Analisis Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat pada Gapoktan Sumber Katon, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA. Usahatani cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton menggunakan data produksi pada musim tanam Oktober 2013 – Maret 2014. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja usahatani cabai merah besar dan tomat dengan menggunakan analisis struktur biaya, analisis pendapatan dan R/C rasio, usahatani mana yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan lebih efisien. Analisis struktur biaya mengenalisis input-input yang digunakan dan biaya-biaya yang beruhubungan dengan kegiata usahatani, dan analisis pendapatan dihitung dengan menggunakan ukuran penampilan usahatani seperti return to total capital, return to farm equity capital, dan return to family labour. Dari hasil peneltian menunjukkan bahwa usahatani cabai merah besar lebih menguntungkan dan lebih efisien dari pada usahatani tomat. Usahatani tomat menghasilkan nilai rata-rata pendapatan total yang negatif, akan tetapi memiliki nilai positif pada pendapatan terhadap biaya tunai sehingga menghasilkan R/C rasio lebih dari 1. Oleh karena itu usahatani tomat masih dapat dijalankan dengan memperbaiki cara pengelolaan biaya-biaya input dengan lebih efektifdanefisien. Kata kunci: cabai merah besar, tomat, pendapatan usahatani, efisiensi
ABSTRACT FUAD MAULVI AHMAD. Farming Analysis of the Big Red Chili and Tomato on Gapoktan Sumber Katon, District Adiluwih, Pringsewu Regency, Lampung. Guided by NETTI TINAPRILLA. Red chilli and tomato farm in the village of Srikaton using production data to the planting season in October 2013 - March 2014. This study aimed to compare the performance of farming red chilli and tomato using cost structure analysis, analysis of revenue and R / C ratio, which is more profitable farming economically and more efficiently. Analyze the cost structure analysis inputs used and the costs associated with farming activities, and be calculated the revenue analysis by using the size of farm performance such as return to total capital, return to farm equity capital, and returns to family labor. From the research findings indicate that red chili farming more profitable and more efficient than the tomato farm. Tomato farm produce average value of total revenue negative, but have a positive value on earnings to cash expenses so that the value of R / C ratio of more than 1. Therefore farming tomatoes can still be run by improving the way the management of input costs with more effective and efficient Keywords:red chili, tomato, revenue, efficiency
2
ANALISIS USAHATANI CABAI MERAH BESAR DAN TOMATPADA GAPOKTAN SUMBER KATON, KECAMATAN ADILUWIH, KABUPATEN PRINGSEWU, LAMPUNG
FUAD MAULVI AHMAD
Skripsi sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar SarjanaEkonomi pada DepartemenAgribisnis
DEPAREMENAGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
4
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah kekeringan, dengan judul Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir.Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS yang telah berkenan menjadi penguji dan memberikan saran pada ujian akhir skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Tri Wahyuningsih, AMdselaku orang tua sekaligus THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian) pada Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan di Kecamatan Adiluwih, danseluruh petani di Desa Srikaton yang telah bersedia dilakukan wawancara selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya. Saya ucapkan terimakasih juga kepada rekanrekan yang telah membantu memberikan masukan dalam proses penyelesaian penelitian ini, serta seluruh sahabat-sahabat Alih Jenis Agribisnis terutama Angkatan 3. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015 Fuad Maulvi Ahmad
5
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Struktur Biaya Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Pendapatan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Efisiensi Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritik Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum dan Kondisi Geografis Desa Srikaton Keadaan Penduduk Fasilitas Pendukung Karakteristik Petani Responden Keragaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat di Desa Srikaton Alur Pemasaran Cabai Merah Besar dan Tomat HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Analisis Struktur Biaya Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Analisis Pendapatan Atas Biaya Total Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Analisis Pendapatan Atas Biaya Tunai Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Analisi Penampilan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
v v 1 1 3 5 6 6 6 6 7 8 8 9 9 12 13 13 13 14 14 18 18 18 20 20 24 33 34 34 36 36 41 42 43 46 46 47 47
6
DAFTAR TABEL 1 Produksi Sayuran di Indonesia Berdasarkan Komoditas Periode 20092010 2 Perkembangan HarjJga rata-rata cabai merah besar dan tomat periode 2008-2012 3 Pengelompokan dan perhitungan komponen biaya tunai dan non tunai 4 Perhitungan penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat 5 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasrakan mata pencaharian 6 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia 7 Fasilitas pendukung usahatani di Desa Srikaton 8 Jumlah petani berdasarkan pengalaman petani 9 Jumlah petani berdasarkan sumber modal 10 Umur benih siap pidah tanam berdasarkan media tanam di Desa Srikaton 11 Rata-rata produksi cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton 12 Penerimaan rata-rata usahatani cabai merah besar dan tomat 13 Rata-rata biaya usahatani cabai merah besar dan tomat per periode tanam per hektar 14 Pendapatan atas biaya total usahatani cabai merah besar dan tomat 15 Pendapatan atas biaya tunai usahatani cabai merah besar dan tomat 16 Penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat
1 3 16 17 19 19 20 22 24 27 35 36 37 41 42 43
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka operasional 2 Sebaran usia petani responden 3 Jumlah petani berdasarkan luasan lahan 4 Guludan untuk penanaman setelah semai 5 Benih cabai merah besar berumur sekitar 2 minggu 6 Kurva hasil panen rata-rata cabai merah besar dan tomat tiap petikan 7 Hasil panen (a) cabai merah besar dan (b) tomat 8 Alur/ rantai pemasaran cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton
13 21 23 27 28 32 33 34
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam mendukung keberlangsungan sektor-sektor non pertanian yaitu dalam memenuhi kebutuhan pangan dan industri. Sektor pertanian menjadi tumpuan untuk menghasilkan produk usahatani yang berkualitas dan berkelanjutan. Untuk itu , pembangunan sector pertanian penting diarahkan dalam peningkatan produksi secara efisien pada subsistem usahatani dan penguatan kesinergisan peran subsistem hulu dan sub sistem hilir dengan usahatani tersebut. Pengembangan pada masing-masing sektor pertanian perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu sektor pertanian yang penting dilakukan pengembangan yaitu hortikultura. Sektor hortikultura memiliki peranan dan kontribusi yang penting dalam pertanian karena merupakan sektor yang menjadi penghasil kebutuhan pangan pelengkap di masyarakat. Hortikultura mencakup tanaman obat/ biofarmaka, tanaman hias, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia disamping konsumsi komoditas tanaman pangan. Produksi sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi sayuran di Indonesia berdasarkan komoditas periode 2009-2013 (ton) Komoditas
2009 2010 Bawang merah 965 164 1 048 934 Kentang 1 176 304 1 060 805 Kubis 1 358 113 1 385 044 Cabai 1 378 727 1 328 864 Petsai/sawi 562 838 583 770 Wortel 358 014 403 827 Bawang Putih 15 419 12 295 Daun Bawang 549 365 541 374 Kembang Kol 96 038 101 205 Lobak 29 759 32 381 Kacang Panjang 483 793 489 449 Tomat 853 061 891 616 Terong 451 564 482 305 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2009-2013
Tahun 2011 893 124 955 488 1 363 741 1 483 079 580 969 526 917 14 749 526 774 113 491 27 279 458 307 954 046 519 481
2012 964 221 1 094 240 1 450 046 1 656 615 594 934 465 534 17 638 596 824 135 837 39 054 455 615 893 504 518 827
2013 1 010 773 1 124 282 1 480 625 1 726 382 635 728 512 112 15 766 579 973 151 288 32 372 450 859 992 780 545 646
Hasil produksi terbesar komoditas sayuran pada Tabel 1 secara berturutturut yaitu cabai, kubis, kentang, dan bawang merah dan keempat komoditas tersebut produksinya meningkat ditiap tahunnya mulai tahun 2011 hingga 2013. Suatu komoditas yang produksinya semakin meningkat dapat diindikasikan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap komoditas tersebut juga meningkat. Kebutuhan yang meningkat terhadap suatu produk karena telah dirasakan manfaatnya baik dipengaruhi selera, kebutuhan keluarga, dan pola hidup. Sayuran merupakan sumber karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan serat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Salah satu manfaat sssayuran adalah sebagai antioksidan. Seperti yang disebutkan dalam Manfaat (2014), sayuran memiliki
berlimpah antioksidan yang berguna untuk mencegah pertumbuhan kanker. Antioksidan akan meningkatkan kekebalan tubuh. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang memiliki potensi pengembangan sayuran. Luas areal yang baik untuk pertanian adalah sekitar 2.424.665 ha atau sekitar 68,5 persen dari luas seluruh daerah. Pada tahun 2013, produksi sayuran sebesar 275 054 ton dengan luasan panen sebesar 64 898 Ha (BPS 2013). Total produksi sayuran tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal tetapi didistribusikan ke beberapa provinsi lainnnya seperti Banten dan DKI Jakarta. Karena potensi wilayah pertanian yang cukup luas, maka setiap kabupaten/ kota di Propinsi Lampung mampu menghasilkan sayuran dengan mengembangkan potensi komoditas kabupten/ kota masing-masing. Salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang mengusahakan sayuran adalah Kabupaten Pringsewu. Jumlah produksi sayuran di Kabupaten Pringsewu pada tahun 2013 sebesar 2 137 ton. Jumlah produksi tersebut terdiri dari berbagai komoditas seperti bawang merah, cabe, kentang, kubis, wortel, petsai, dan sayuran lainnya. Keberlangsungan produksi sayuran dan pertanian secara umum di Pringsewu ditunjang dari keberminatan masyarakat untuk ikut serta dalam mengembangkan pertanian. Tercatat pada Sensus Pertanian 2013, jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) sebanyak 54 877 rumah tangga artinya sebagian besar pendapatan bersumber dari sektor pertanian. Kecamatan yang mempunyai RTP terbesar di Kabupaten Pringsewu yaitu Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Adiluwih. Salah satu kecamatan yang memfokuskan pengembangan sayuran di Kabupaten Pringsewu adalah Kecamatan Adiluwih. Komoditas yang banyak dibudidayakan oleh petani di Kecamatan Adiluwih terutama di Desa Srikaton yaitu cabai merah besar dan tomat. Tanaman cabai merah besar dan tomat ini menjadi komoditas primadona masyarakat sehingga selalu di tanam setiap tahun diwaktu musim penghujan. Rata-rata luasan lahan yang digunakan petani untuk mengusahakan cabai merah besar dan tomat yaitu petani-petani kecil dengan luasan lahan yaitu 1/8 hektar – ¼ hektar, meskipun ada juga yang memiliki luasan lahan yang ≥ 0,5 hektar. Sama halnya dengan komoditas sayuran lainnya, penggunaan input akan sangat mempengaruhi hasil produksi yang akan diperoleh petani dalam mengusahakan cabai merah besar dan tomat. Kendala input baik harga yang semakin meningkat, kebutuhan input yang semakin banyak, ataupun penggunaan input yang berlebihan. Harga input produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan kapur pertanian terus menerus meningkat sehingga akan menjadi beban biaya yang semakin besar. Kebutuhan input yang semakin banyak akan terjadi jika lahan yang digunakan semakin luas. Petani akan menambah input pupuk, kapur pertanian, tenaga kerja, dan lain-lain yang juga menyebabkan semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani. Penggunaan input yang berlebihan sering terjadi pada usahatani cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton. Hal ini bisanya disebabkan rasa ketidakpuasan petani dalam melakukan kegiatan pemeliharaan. Misalnya pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Dikarenakan petani menginginkan tanamannya tumbuh subur secara cepat, terkadang petani tidak memperhatikan anjuran dosis baik dari kemasan obat ataupun dari penyuluh pertanian sehingga dapat menyebabkan tanaman layu dan mati. Disamping petani mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pupuk, petani juga mendapatkan kerugian dari tanaman yang mati.
Dengan demikian, melihat perilaku petani dalam berusahatani cabai merah besar dan tomat sangat beragam, menarik untuk dipelajari mengenai struktur biaya usahatani, pendapatan yang diperoleh petani, dan efisiensi usahatani cabai merah besar dan tomat yang dilakukan petani anggota Gapoktan Sumber Katon di Desa Srikaton.
Perumusan Masalah Gapoktan Sumber Katon yang ada di Desa Srikaton secara konsisten telah melakukan usahatani sayuran selama kurang lebih 15 tahun. Komoditas sayuran yang mayoritas dibudidayakan meliputi cabai merah besar dan tomat. Alasan petani membudidayakan sayuran antara lain teknik budidaya yang cukup mudah, luasan lahan terbatas, mudah untuk dilakukan diversifikasi, merupakan kebutuhan pokok masyarakat, dan ekspektasi harga yang cukup tinggi. Desa Srikaton mempunyai lahan ladang seluas 270 Ha dan perkebunan seluas 80 Ha yang berpotensi dilakukan pengembangan usahatani sayuran terutama cabai merah besar dan tomat. Cabai merah besar dan tomat merupakan dua komoditas yang sering ditanam bersama dalam satu periode tanam. Alasan petani sering menanam komoditas tersebut dalam satu periode tanam antara lain kemiripan dari karakteristik tanaman, hasil penerimaan tomat digunakan untuk mensubsidi biaya operasional cabai merah besar, dan sebagian petani menggunakan tanaman tomat sebagai tanaman pengendali organisme pengganggu bagi cabai merah besar. Akan tetapi secara umum petani tertarik dengan harga jual cabai merah besar dan tomat yang cukup tinggi. Perkembangan harga cabai merah besar dan tomat menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian periode 2008 – 2012 di Provinsi Lampung berdasarkan harga konsumen pedesaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perkembangan harga rata-rata cabai merah besar dan tomat periode 20082012 Harga rata-rata cabai merah besar Harga rata-rata tomat per Tahun per kg kg 2008 16 775 3 517 2009 15 538 4 187 2010 21 959 5 883 2011 27 268 5 865 2012 34 253 5 491 Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2013
Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan harga cabai merah besar dmemiliki data tren harga yang naik hingga mencapai Rp 34 253 per kg pada tahun 2012. Sama halnya pada tomat, tren harga tomat juga mengalami kenaikkan, hanya ditahun 2012 produksi tomat menurun. Kenaikkan harga kedua komoditas tersebut cukup stabil sehingga dapat memberikan gambaran kepada petani bahwa usahatani cabai merah besar dan tomat prospektif dan dapat dijalankan.
Dalam melakukan kegiatan usahatani cabai merah besar dan tomat, selain memperhatikan fluktuasi harga yang menggiurkan tetapi juga harus mempertimbangkan beberapa kendala yang sering dihadapi petani dalam budidaya yaitu petani dihadapkan pada harga input-input produksi yang semakin mahal, semakin banyak serta resistennya organisme pengganggu tanaman (OPT), dan penggunaan input yang berlebihan. Input-input produksi biasanya terjadi kenaikkan harga di awal periode tanam. Beberapa input produksi yang sering terjadi kenaikkan antara lain benih, pupuk kandang, pupuk kimia, kapur pertanian, dan obat-obatan. Benih cabai merah besar dan tomat yang biasa dibudidayakan petani di Desa Srikaton berasal dari PT Panah Merah. Pada tahun 2013, harga benih cabai merah besar berkisar antara Rp 100 000 – Rp 110 000 per pack dan benih tomat berkisar antara Rp 160 000-Rp 170 000 per pack. Pada tahun 2014, harga benih naik menjadi Rp 115 000-125 000 per pack untuk benih cabai dan Rp 170 000-Rp 190 000 untuk benih tomat. Meskipun kenaikkan harga benih relatif kecil, akan tetapi benih menjadi semakin mahal dari tahun ke tahun. Input selanjutnya adalah pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan petani biasanya dibeli dari agen pupuk, jarang petani yang menggunakan pupuk dari limbah ternak sendiri. Harga pupuk kadang dari tahun 2013 ke 2014 naik sebesar Rp 1 000 per karung. Harga pupuk kandang per karung biasanya Rp 8 500 menjadi Rp 9 000. Sama halnya dengan harga benih, meskipun pupuk kandang kenaikkannya relatif kecil, akan tetapi jumlah yang dibutuhkan petani untuk memupuk lahannya cukup banyak sehingga biaya yang dibutuhkan juga besar. Sebagai contoh petani membutuhkan pupuk sebanyak 1 ton untuk luasan lahan 2 500 m2. Apabila harga pupuk kandang naik Rp 1 000 per karung dengan bobot rata-rata per karung yaitu 25 kg pupuk, maka petani harus mengeluarkan tambahan biaya sebanyak Rp 1 000 per karung dikalikan 40 karung yaitu Rp 40 000. Artinya beban biaya tersebut jika digunakan untuk membeli pupuk kadang kembali, petani memperoleh sekitar 4 karung pupuk kadang. Oleh karena itu meskipun kenaikkan harga input secara perlahan-lahan, akan tetapi secara sadar petani akan dibebani oleh biaya tambahan untuk membeli input-input tersebut. Kendala kedua adalah organisme penganggu tanaman (OPT). OPT yang sering menyerang tanaman cabai merah besar dan tomat antara lain tungau, kutu kebul, bercak daun, krepek (serangan cendawan), dan busuk buah. Dalam melakukan penanggulangan baik kegiatan pencegahan maupun pengobatan tanaman, petani perlu melakukan pergiliran pestisida yang digunakan meskipun menggunakan obat yang fungsinya sama. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup OPT dan meminimalkan resistensi OPT terhadap pestisida. Sebagai contoh pengendalian hama menggunakan insektisida. Menurut Moekasan et al (2014) serangga pada umumnya memiliki siklus hidup selama kurang lebih 3 minggu sehingga satu jenis insektisida digunakan paling lama 3 minggu. Apabila ada serangga yang lolos dari perlakuan insektisida maka akan menurunkan generasi yang resisten terhadap insektisida tersebut. Oleh karena itu, kegiatan pergiliran pestisida ini akan membutuhkan banyak jenis-jenis pestisida yang berimplikasi pada kebutuhan biaya yang semakin besar. Terlebih jika OPT telah menjadi resisten, maka membutuhkan pestisida yang mempunyai cara kerja berbeda. Kendala ke tiga adalah penggunaan input yang berlebihan. Penggunaan input yang berlebihan biasanya terjadi pada penggunaan benih, pestisida, dan tenaga kerja. Pada luasan lahan 2 500 m2 benih yang dibutuhkan sebanyak 2 pack
(per pack 1 750 butir benih). Akan tetapi petani melakukan penyemaian benih sebanyak 3 pack dengan alasan untuk melakukan penggantian tanaman seandainya ada yang mati. Kemudian penggunaan pestisida yang juga berlebihan. Ketika OPT telah melewati masa siklus hidup dan lolos dari aplikasi pestisida, sedangkan petani masih menggunakan jenis pestisida yang sama untuk OPT yang sama, akan mengakibatkan tingkat resisten yang tinggi sehingga membutuhkan pestisida yang lainnya untuk perlakuan pengobatan. Maka petani akan mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk perlakuan pengobatan. Kemudian yang ketiga adalah penggunaan tenaga kerja yang berlebihan. Biasanya kegiatab yang banyak menggunakan tenaga kerja adalah kegiatan panen. Pertimbangan petani dalam mengalokasikan tenaga kerja untuk panen adalah waktu panen. Petani ingin cepat selesai untuk kegiatan panennya sehingga lebih cepat untuk dijual. Pada dasarnya hal ini logis untuk meminimalkan kerusakan buah setelah panen. Akan tetapi jika petani tidak memperhatikan produktivitas tenaga kerja per satuan waktu, maka petani akan terbebani dengan biaya upah pekerja yang besar, sehingga akan memberikan dampak terhadap pengeluaran total petani yang semakin besar. Oleh karena itu, akumulasi biaya akibat harga-harga input yang semakin meningkat dan penanggulangan OPT yang juga membutuhkan biaya yang semakin besar maka akan membuat biaya total juga semakin besar. Dengan demikian yang menjadi hal menarik adalah apakah sebenarnya usahatani cabai merah besar dan tomat masih layak dijalankan jika harga input-input yang meningkat berbanding lurus dengan peningkatan harga jual produk ?. Apakah dengan kondisi yang sekarang membuat petani ragu untuk menjalankan usahatani cabai merah besar dan tomat ? sehingga yang menjadi pertanyaan dalam perumusan masalah pada penelitian ini adalah 1. Bagaimana struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat pada Gapoktan Sumber Katon ? 2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon ? 3. Bagaimana perbandingan R/C rasio usahatani cabai merah besar dan tomat yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon ?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat pada Gapoktan Sumber Katon 2. Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat yang diperoleh petani pada Gapoktan Sumber Katon 3. Menganalisis efisiensi usahatani cabai merah besar dan tomat pada Gapoktan Sumber Katon
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi: 1. Petani Penelitian ini dapat menjadi informasi kepada petani dalam meningkatkan kinerja pada usahatani cabai, tomat, dan terong pada Gapoktan Sumber Katon di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. 2. Instansi Penyuluh Pertanian Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk dapat mendukung, memperbaiki, dan mengembangkan usahatani sayuran di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis usahatani cabai merah besar dan tomat yang berasal dari petani sayuran di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil observasi lapang dan wawancara dengan pihak petani. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data produksi pada musim tanam bulan Oktober 2013 - Maret 2014. Komoditas sayuran yang akan dikaji yaitu cabai merah besar dan tomat. Penlitian ini membandingkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani dalam mengusahakan cabai merah besar dan tomat. Penelitian ini memiliki keterbatasan bahwa perbandingan pendapatan dan R/C rasio disesuaikan berdasarkan lama periode tanam masing-masing komoditas, tidak dikonversikan ke dalam satuan periode tanam yang sama. Periode tanam cabai merah besar yaitu 6 bulan, sedangkan tomat selama 4 bulan.
TINJAUAN PUSTAKA Penerimaan Usahatani Cabai dan Tomat Pada peneltian Siregar (2011) menyatakan bahwa usahatani cabai merah keriting di daerah Ciawi memperoleh penerimaan sebesar Rp 146 537 533 dengan rata-rata produktivitas sebesar 8 374 kg per Ha dan harga rata-rata yang diperoleh yaitu Rp 17 500 per kg pada bulan Januari hingga bulan Juni 2011. Pada penelitian Fazlurrahman (2012) menyebutkan bahwa produktivitas cabai rawit merah di Desa Cigedug sebesar 19 979.34 kg dengan harga jual yang telah disepakati oleh pihak kemitraannya sebesar Rp 10 000 per kg, sehingga diperoleh penerimaan rata-rata sebesar Rp 199 793 382.5. Sedangkan pada penelitian Agung et al (1999) mnyebutkan bahwa produktivitas cabai merah besar di Desa Parean Tengah sebesar 11 929 kg per Ha dan harga rata-rata sebesar Rp 8 383/ kg sehingga didpatkan penerimaan sebesar Rp 99 997 214. Dari ketiga penelitian tersebut, ternyata harga cabai merah bervariasi tergantung jenis cabai merah itu sendiri dan daerah. Harga cabai tidak dapat dipastikan akan naik ataupun turun setiap tahunnya, karena penentu harga adalah pasar dimana semakin banyaknya volume cabai merah yang ada di pasaran maka harga cabai akan cenderung menurun atau rendah dan sebaliknya. Akan tetapi untuk menjaga kestabilan harga ditingkat petani, maka solusinya adalah melakukan kemitraan sehingga petani dapat melakukan tawar menawar harga sampai terjadi kesepakatan yang tidak merugikan petani. Pada penelitian Lisanti (2014) membandingkan penerimaan usahatani tomat yang menggunakan SOP (Standar Operational Prosedure) dengan yang tidak menggunakan SOP. Usahatani tomat dengan menggunakan SOP memperoleh penerimaan sebesar Rp 9 638 408.53 dan sebesar Rp 8 366 495.24 pada usahatani tomat yang tidak menggunakan SOP. Harga jual rata-rata yang digunakan dalam perhitungan penerimaan menggunakan tingkat harga yang sama yaitu sebesar Rp 3 966.67. Hasil produksi usahatani tomat dengan SOP ternyata lebih besar yaitu 2 429.85 kg dan non SOP sebesar 2 294.29 kg. Lain halnya dengan penelitian Sujana (2010) mengenai perbandingan pendapatan usahatani tomat apel yang bergabung dalam kelompok tani (poktan) dan tidak bergabung dalam kelompok tani., Produktivitas tomat apel per hektar per periode tanam pada petani yang tergabung dalam poktan sebesar 46 704.37 kg, sedangkan yang tidak tergabung poktan sebesar 45 270.65 kg. Sehingga penerimaan yang diperoleh anggota poktan sebesar Rp 93 408 741 sedangkan penerimaan yang diperoleh petani tomat non poktan adalah Rp 90.541.310. Dalam penelitian tersebut, indikasi adanya perbedaan hasil produktivitas yaitu penggunaan pestisida dan pupuk kandang. Penggunaan pestisida yang berlebihan dan pupuk kandang yang terlalu sedikit dapat menyebabkan penurunan produktivitas tomat. Kedua gejala tersebut dilakuka oleh petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani sehingga produktivitasnya lebih rendah dari petani yang menjadi anggota kelompok tani.
Struktur Biaya Usahatani Cabai dan Tomat Penelitian Fazluraahman (2012) membandingkan biaya usahatani cabai rawit merah petani yang melakukan kemitraan dan non kemitraan. Baik petani mitra maupun non mitra, memperoleh biaya tunai terbesar yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga akan tetapi persentasenya lebih besar petani mitra yaitu 43.47 persen sedangkan petani non mitra sebesar 32.99 persen. Biaya total tunai yang digunakan oleh petani mitra sebesar Rp 68 681 023.27 per hektar sedangkan petani non mitra sebesar Rp 18 370 111.55 per hektar. Dengan demikian dapat disimpulkan biaya tunai pengadaan input produksi lebih kecil petani non mitra. Sama halnya dengan penelitian Siregar (2011), biaya tunai terbesar pada usahaatani cabai merah keriting adalah biaya tenaga kerja luar keluarga yaitu dengan porsi sebesar 50.69 persen dari total biaya sebesar Rp 59 673 680, artinya lebih dari setengah biaya total dipergunakan untuk membiayai tenaga kerja. Lisanti (2014) menyebutkan bahwa total biaya usahatani tomat petani non SOP lebih besar dari petani SOP yaitu sebesar Rp 6 122 539.05 dan petani SOP sebesar Rp 5 974 048.68. Hal ini menggambarkan bahwa penggunaan input produksi sesuai standar budidaya yang baik lebih dapat menghemat biaya. Pada penelitian Sujana (2010), diperoleh biaya usahatani tomat terbesar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga baik pada petani yang tergabung dalam kelompok tani maupun yang tidak tergabung. Persentase biaya tenaga kerja tersebut sebesar 23.63 persen pada petani poktan dan sebesar 28.99 persen pada petani non poktan. Sedangkan biaya terkecil adalah biaya pengadaan karung kemas yaitu 0.04 persen pada petani poktan dan 0.05 persen pada petani non poktan. Total biaya yang dikeluarkan petani poktan per periode tanam per hektar lebih kecil dari petani non poktan yaitu sebesar Rp 65 079 497, sedangkan petani non poktan sebesar Rp 69 776 249. Meskipun selisih dari total biaya petani poktan dan non poktan tidak terlalu besar, akan tetapi petani poktan dapat menggunakan input-input produksi dengan biaya yang lebih sedikit. Pendapatan Usahatani Cabai dan Tomat Hasil penelitian Siregar (2011) diperoleh pendapatan atas biaya tunai pada usahatani cabai keriting sebesar Rp 91 135 995 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 86 863 853. Pada penelitian Putri (2014) mengenai analisis usahatani cabai kopay, pendapatan dibedakan berdasarkan status kepemilikan lahan. Didapatkan pendapatan atas biaya tunai pada lahan milik sendiri yaitu Rp 107 616 200, pada lahan sewa sebesar Rp 99 576 815.8, dan pada lahan bagi hasil sebesar Rp 9 586 329.18. Sedangkan pendapatan atas biaya total yang diperoleh sebesar Rp 102 458 097.63 pada lahan milik sendiri, sebesar Rp 96 002 046.57 pada lahan sewa, dan sebesar Rp 4 840 131.38 pada lahan bagi hasil. Dengan demikian dari kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan atas biaya tunai akan selalu lebih besar daripada pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai tidak memperhitungkan biaya non tunai sehingga besaran nilainya lebih kecil dari biaya total. Sama halnya dengan usahatani cabai, pada usahatani tomat, pendapatan terhadap biaya tunai akan selalu lebih besar dari pendapatan atas biaya total. Dapat dibuktikan dalam penelitian Lisanti (2014) yang membedakan pendapatan berdasarkan penggunaan SOP. Didapatkan pendapatan terhadap biaya tunai pada
petani SOP sebesar Rp 4 234 804 dan sebesar Rp 3 122 518.59 pada petani non SOP. Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 384 671.86 pada petani SOP dan sebesar Rp 2 223 333.86 pada petani non SOP. Begitu pula pada penelitian Sujana (2010) yang membedakan pendapatan berdasarkan ketergabungan petani kepada kelompok tani. Pendapatan atas biaya tunai pada petani anggota kelompok tani adalah sebesar Rp 39.933.696 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 28.329.244. Sedangkan untuk petani non kelompok tani pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 31.418.945 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 20.765.060. Secara umum, perbandingan pendapatan baik terhadap biaya tunai maupun biaya total terhadap dua atau lebih kelompok kategori sangat memperhatikan besarnya biaya. Jika biaya yang dikeluarkan semaki besar, maka pendapatan yang diperoleh akan semakin kecil jika tidak diimbangi dengan penerimaan yang semakin besar.
Efisiensi Usahatani Cabai dan Tomat Efisiensi usahatani diukur dari besarnya nilai rasio antara penerimaan dengan biaya. Pada penelitian cabai rawit merah oleh Fazlurrahman (2012) diperoleh R/C rasio terhadap biaya tunai petani non mitra sebesar 3.11 dan sedangkan pada petani mitra sebesar 4.48. R/C rasio terhadap biaya total diperoleh sebesar 2.43 pada petani non mitra dan 3.69 pada petani mitra. Dari nilai R/C rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai rawit merah dengan menggunakan pola kemitraan lebih efisien dari pada usahatani yang dijalankan tanpa kemitraan baik dilihat dari R/C rasio terhadap biaya tunai maupun terhadap biaya total. Sama halnya dengan penelitian Siregar (2011) yang menyatakan bahwa usahatani cabai merah keriting yang dilakukan pada kecamatan Ciawi adalah efisien baik terhadap biaya tunai maupun terhadap biaya total karena nilainya melebihi 1. Nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani cabai merah keriting sebesar 2.65 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 2.46. Pada analisis usahatani tomat di dalam Lisanti (2014) diperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1.83 pada usahatani SOP dan 1.6 pada usahatani non SOP. Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani SOP sebesar 1.57 dan pada petani non SOP sebesar 1.36. Dilihat dari nilai R/C rasio tersebut, maka petani yang menggunakan SOP dapat disimpulkan lebih efisien daripada non SOP. Dengan demikian, penggunaan SOP sangat berpengaruh terhadap biaya penggunaan input-input produksi. Pada penelitian Efendi (2014) mengenai pengaruh penerapan program OVOP (one Village One Product) terhadap keuntungan usahatani tomat didapatkan nilai R/C rasio terhadap biaya tunai sebesar 1.63 pada petani OVOP dan sebesar 1.26 pada petani non OVOP. Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani OVOP sebesar 1.45 dan 1.13 pada petani non OVOP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan program OVOP memicu petani untuk menghasilkan tomat yang berkualitas dengan penggunaan input yang lebih efektif sehingga berimplikasi pada usahatani yang semakin efisien.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritik Konsep Usahatani Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaikbaiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input. Bachtiar Rifai (1980) di dalam Sukisti (2010) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang baik yang terikat genelogis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Definisi usahatani dapat disimpulkan ilmu yang mempelajari pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya berupa alam, tenaga kerja dan modal yang dilakukan oleh seseorang dengan orientasi untuk mendapatkan benefit dari pengelolaan tersebut. Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu usahatani subsisten bertujuan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dari segi petani, pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat mencapai tujuan sebaik-baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukarankesukaran lain yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya. Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan penyiangan. Pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai macam sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja (Aulia, 2008). Brown (1979) di dalam Aulia (2008) mengemukakan bahwa setiap usahatani membutuhkan input untuk menghasilkan output, sehingga produksi yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Pendapatan ini dianggap sebagai balas jasa untuk faktor-faktor produksi yang digunakan. Konsep Pendapatan Penerimaan usahatani merupakan jumlah produk (volume produk) yang dihasilkan dari usahatani dikalikan dengan tingkat harga produk tersebut. Menurut Hernanto (1991) di dalam Idani (2012), penerimaan usahatani merupakan penerimaan dari semua sumber usahatani. Penerimaan ini terdiri dari jumlah
penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan produk yang dikonsumsi rumah tangga. Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima (Ekaningtias, 2011). Menurut Soekartawi (2004) di dalam Ladiku (2014) pendapatan dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Pendapatan Kotor (Penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani, dan disimpan digudang pada akhir tahun. 2. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan dan pupuk yang digunakan oleh usahatani. Menurut Soekartawi et al 1986 ada beberapa ukuran dalam menilai penampilan usahatani yaitu: 1. Pendapatan bersih usahatani (net farm income). Merupakan selisih antata pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total. Pendapatan bersiih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. 2. Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Perhitungan penghasilan ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dikurangkan dengan bunga yang dibayarkan terhadap modal pinjaman. 3. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital). Dihitung dengan mnegurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk ukuran ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya biasanya dinyatakan dalam persen terhadap seluruh modal. 4. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital). Diperoleh dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini biasanya juga dinyatakan dalam bentuk persen. 5. Imabalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour). Dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan terhadap setiap orang. Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja luar usahatani. Bentuk dan jumlah pendapatan yang diperoleh petani memiliki manfaat yang sama, yakni untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagai pembentukan modal usahatani yang akan digunakan untuk mengembangkan usahatani. Dengan demikian, jumlah pendapatan yang diperoleh petani dapat menentukan tingkat hidup petani (Idani, 2012). Apabila pendapatan yang diperoleh seorang petani semakin besar, maka menggambarkan usahatani yang dijalankan semakin baik dan semakin besar pula nilai pembentukan modal yang akan digunakan kembali untuk pengembangan usahatani.
Konsep Struktur Biaya Usahatani Biaya merupakan sejumlah uang yang diperhitungkan dalam menjalankan suatu kegiatan bisnis. Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak ataupun sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak bergantung padabesar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya biaya tetap antara lain pajak, sewa tanah, alat pertanian, iuran irigasi dan listrik. Biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biasanya komponen yang termasuk biaya variabel adalah sarana produksi. Jika biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan maka akan didapatkan biaya total. Biaya dalam usahatani juga biasa disebut pengeluaran. Soekartawi et al 1989 menyebutkan bahwa pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai (non tunai). Jadi, nilai barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau kredit, maka nilai barang tersebut termasuk pengeluaran tunai. Sedangkan nilai barang atau jasa yang tidak dibayarkan atau hibah seperti penyusutan nilai barang, tenaga kerja dalam kelauarga, dan penggunaan lahan maka nilai tersbut tetap diperhitungkan ke dalam pengeluaran tidak tunai. Biaya tunai usahatani misalnya biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat-alat pertanian dan biaya sewa lahan (Soekartawi et al 2011 di dalam Idani 2012). Efisiensi Usahatani Nilai R/C ratio dapat menunjukan ukuran efisiensi suatu usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Nilai R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani (Idani, 2012). Apabila nilai R/C ratio > 1, maka menggambarkan penerimaan yang semakin besar dengan penggunaan biaya yang semakin efisien. Nilai R/C rasio = 0, menggambarkan penerimaan dan biaya terjadi impas, sehingga usahatani tidak memperoleh pendapatan. Jika nilai R/C rasio < 1, maka menggambarkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, artinya usahatani tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan. Secara kurva, nilai R (revenue) harus berada lebih tinggi daripada nilai C (cost)/total biaya, sehingga usahatani yang dijalankan dapat dikatakan efisien. Apabila nilai R berada dibawah kurva C, maka dapat dikatakan usahataninya belum efisien. Kerangka Pemikiran Operasional Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan dan dikembangkan di Desa Srikaton. Kegiatan usahatani sayuran sudah dijalankan sekitar 5 tahun. Alasan petani membudidayakan sayuran antara lain teknik budidaya yang cukup mudah, luasan lahan terbatas, mudah untuk dilakukan
diversifikasi, dan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Sayuran yang lebih banyak diusahakan yaitu cabe besar, tomat, dan terong. Pada penelitian ini akan digunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan usahatani sayuran yang dilakukan pada masing-masing petani yang meliputi identifikasi input-input produksi, lalu dilakukan analisis struktur biaya untuk mengidentifikasi dan menghitung biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani sayuran. Kemudian melakukan analisis pendapatan usahatani untuk menghitung pendapatan yang diperoleh petani dan efisiensi usahatani menggunakan R/C rasio. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat gambar kerangka pemikiran operasional berikut.
Usahatani sayuran (cabai dan tomat) di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung
Analisis struktur biaya
Analisis Pendapatan Usahatani
1. Return to total capital 2. Return to farm equity capital 3. Return to family labour
Kesimpulan dan evaluasi
Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka Operasional
Analisis Efisiensi Usahatani
R/C rasio
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu penghasil sayuran yang potensial dan berkelanjutan di Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pengambilan data akan dilakukan bulan Desember 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung (observasi) dan wawancara dengan petani. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Data primer yang akan digunakan meliputi data karakteristik petani dan usahatani sayuran. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber referensi yang berhubungan dengan topik penelitian dan diperoleh melalui beberapa instansi, antara lain Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Hortikultura, Badan Penyuluh Pertanian, dan internet. Penentuan responden dilakukan dengan metode sensus yaitu peneliti melakuakan penyelidikan untuk memperoleh data yang faktual pada responden yang mengusahakan cabai merah besar dan tomat. Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 19 petani dari jumlah 68 petani sayuran dan dari 625 petani pada Gapoktan Sumber Katon, dengan kriteria responden yaitu petani yang melakukan penanaman cabai merah besar dan tomat pada musim tanam Oktober 2013 dan Oktober 2014, luasan lahan minimal 1/8 Ha, dan telah melakukan usahatani cabai merah besar dan tomat minimal 5 kali musim panen. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan penulis disesuaikan dengan metode pengumpulan data menurut Soekartawi et al 1986 yaitu pengamatan langsung, wawancara dengan responden, dan catatan yang dimiliki responden. Pengamatan langsung merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Pengamatan langsung yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu megamati organisme pengganggu tanaman, kegiatan budidaya seperti proses pemeliharaan tanaman (pengendalian organisme pengganggu tanaman dan wiwil pada tanaman tomat), dan penaksiran produktivitas. Metode wawancara dengan responden merupakan penggalian informasi dengan tanya jawab kepada responden baik secara tatap muka langsung maupun menggunakan media elektronik seperti handphone. Wawancara dilakukan dengan mendatangi responden satu per satu dirumah ataupun di lahan usahatani mereka. Tujuan mendatangi petani satu per satu yaitu agar informasi yang diinginkan lebih akurat dan sesuai pengalaman atau pengetahuan petani (tidak dipengaruhi orang lain). Metode pengumpulan data yang ke tiga adalah menggali informasi dari catatan yang dibuat responden. Catatan yang telah dibuat oleh responden sangat berharga guna mengetahui data yang mudah terlupakan seperti data panen, data
harga, dan data rincian biaya penggunaan saprodi. Akan tetapi metode ini tidak dapat dilakukan pada semua responden karena tidak semua responden melakukan pencatatan secara disiplin dan rinci. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode yang digunakan dalam analisis data yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik petani, dan semua informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek usahatani sayuran. Analisis kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengolahan data dengan menggunakan gambar dan tabulasi. Analisis kuantitatif yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis struktur biaya usahatani, dan analisis R/C rasio. Pengolahan dan analisis data yang telah diperoleh dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel. Analisis Penerimaan Penerimaan merupakan total produk yang dihasilkan dikalikan harga per satuan produk. Perhitungan penerimaan usahatani tidak selalu menggunakan tingkat harga yang sama untuk satu produk yang dihasilkan karena harga produk tersebut berubah-ubah sesuai permintaan konsumen dan ketersediaannya di pasar.. Pada perhitungan penerimaan untuk komoditas cabai merah besar dan tomat, penerimaan dihitung secara parsial yaitu setiap kegiatan hasil petikan dengan tingkat harga yang berbeda-beda, sehingga penerimaan total (total revenue) merupakan penjumlahan dari penerimaan per petikan panen. Rata-rata panen yang dilakukan pada usahatani cabai merah besar sebanyak 16 kali petikan dan 13 kali petikan pada usahatani tomat. Secara matematis, rumus menghitung penerimaan sebagai berikut: TRcabai = TR1 + TR2 + TR3 + . . . + TR16 = (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + (P3 x Q3) + . . . + (P16 x Q16) TRtomat = TR1 + TR2 + TR3 + . . . + TR13 = (P1 x Q1) + (P2 x Q2) + (P3 x Q3) + . . . + (P13 x Q13) Keterangan: TR (total revenue) P Q
= penerimaan total = harga jual produk (Rp) = jumlah output produksi (kg)
Analisis Struktur Biaya Analisis struktur biaya pada penelitian ini akan membahas biaya tunai dan biaya non tunai yang berkaitan dengan pengadaan input-input produksi. Komponen biaya tunai dan non tunai pada usahatani cabai merah besar dan usahatani tomat relatif sama tapi secara jumlah berbeda. Pengelompokan komponen biaya tunai dan non tunai berdasarkan cara pembayaran pengadaan input produksi (seperti yang telah dijelaskan pada kerangka teori struktur biaya sebelumnya). Input-input yang termasuk dalam biaya tunai pada penelitian ini yaitu benih, polibag semai, pupuk, kapur pertanian, pestisida (fungisida, insektisida, dan herbisida), mulsa, ajir (turus bambu),
tali rafia, tali bendeng, plastik tandon air, bahan bakar, karung atau peti kemas, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), dan biaya lain-lain (iuran desa dan PBB). Sedangkan komponen biaya non tunai meliputi biaya penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), karung bekas, dan sewa lahan. Sistematika perhitungan biaya tunai dan non tunai dapat dilihat pada Tabel 3 beriku Tabel 1 Pengelompokan dan perhitungan komponen biaya tunai dan non tunai No. Jenis Biaya Nilai (Rp) Persentase (%) 1 Biaya tunai - Benih xxx - Polibag semai xxx - Pupuk xxx - Kapur pertanian xxx - Pestisida xxx - Mulsa xxx - Ajir/turus bambu xxx - Tali rafia xxx - Tali bendeng xxx - Plastik tandon air xxx - Bahan bakar xxx - Karung/peti kemas xxx - TKLK xxx - Biaya lain-lain xxx Sub total xxx 2 Biaya non tunai - Penyusutan xxx - TKDK xxx - Karung bekas xxx - Sewa lahan xxx Sub total xxx Total biaya (1+2) xxx
Nilai investasi suatu barang/peralatan yang digunakan dalam usahatani perlu diperhitungkan nilai pemakaiannya pada tiap tahunnya atau diproporsikan pada tiap periode tanam. Nilai investasi tersebut dimasukkan ke dalam biaya penyusutan. Biaya penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus, yaitu nilai beli produk dikurangi estimasi nilai sisa kemudian dibagi dengan kisaran umur ekonomis barang/peralatan tersebut. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Penyusutan = Dalam menghitung biaya usahatani yang lebih dari satu tanaman, jumlah input yang dipakai tidak diketahui persis untuk tanaman apa sehingga jumlah fisik input menjadi tidak penting tetapi harus dicari besar rupiah yang dikeluarkan untuk tanaman tersebut (Soekartawi 1995). Seperti halnya dengan nilai penyusutan untuk barang/peralatan yang difungsikan untuk satu tanaman, maka harus dilakukan perhitungan secara proporsional berdasarkan nilai waktu dari
penggunaan barang tersebut per masing-masing tanaman. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Biaya proporsional =
Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani digunakan untuk melihat penggunaan faktor-faktor produksi, pengalokasian modal, dan kinerja pengelolaan. Menurut Sokartawi et al (1986) di dalam Idani (2012), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dirumuskan dengan: π = TR – TC Dimana: π = Pendapatan usahatani, TR = Total penerimaan, TC = Total biaya Metode perhitungan pendapatan usahatani dan ukuran penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada uraian berikut ini. Tabel 2 Perhitungan penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat No 1 2 3
Komponen
Total Penerimaan Kotor (Gross Return) Biaya Tunai Biaya Non Tunai/diperhitungkan Penyusutan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Total biaya non tunai (tanpa TKDK) 4 Total Pengeluaran Usahatani/total farm expenses 5 Pendapatan Bersih Usahatani/net farm income 6 Bunga Modal Pinjaman 7 Bunga Modal Sendiri 8 Penghasilan Bersih Usahatani/net farm earning 9 Pendapatan Luar Usahatani 10 Penghasilan Keluarga/family earning 11 Return to Total Capital 12 Return to Farm Equity Capital 13 Return to Family Labour Sumber: Soekartawi et al 1986
Perhitungan Jumlah Produksi (kg) x harga Biaya Saprodi + TKLK Penyusutan + TKDK + sewa lahan
2+3 1–4 % bunga pinajam x modal pinjaman % bunga deposito x total total biaya 5–6 Pendapatan sampingan 8+9 5 – TKDK 8 – TKDK 8 – bunga modal petani
Analisis Efisiensi Analisis efisiensi pada penelitian ini menggunakan rasio penerimaan atas biaya atau biasa disebut R/C rasio (return cost ratio). Seperti yang telah disebutkan dalam kerangka teori di atas, R/C rasio = 1 artinya ushatani yang dijalankan tidak untung dan tidak rugi. Apabila usahatani ingin di nilai menguntungkan, maka harus dapat mencapai R/C rasio lebih besar dari 1. R/C rasio akan dihitung berdasarkan biaya total dan biaya tunai. R/C rasio terhadap biaya total merupakan rasio penerimaan terhadap biaya total, sedangkan R/C rasio terhadap biaya tunai merupakan rasio penerimaan terhadap biaya tunai. Secara matematis, R/C rasio dapa ditulis sebagai berikut:
R/C rasio terhadap biaya total = penerimaan total/biaya total R/C rasio terhadap biaya tunai = penerimaan total/biaya tunai Keterangan: Biaya total Biaya tunai
= biaya tunai + non tunai = biaya total - biaya non tunai
1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum dan Kondisi Geografis Desa Srikaton Desa Srikaton merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Propinsi Lampung. Awalnya Desa Srikaton termasuk wilayah Desa Adiluwih kemudian dilakukan pemekaran pada tahun 2012. Tujuan pemekaran adalah untuk lebih memudahkan mengelola potensi wilayah baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusianya dalam upaya mempercepat pengembangan wilayah yang meliputi beberapa sektor seperti pertanian, peternakan, dan perkebunan serta memudahkan untuk mengawal program-program pemerintah terutama sektor pertanian secara lebih baik. Desa Srikaton terdiri dari 11 Rukun Tetangga (RT), 4 Rukun Warga (RW), dan 4 Dusun. Berdasarkan letak geografisnya, Desa Srikaton berada pada batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Margorejo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tunggul Pawenang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Enggalrejo, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Adiluwih. Desa Srikaton memiliki wilayah seluas 465 Ha yaitu 25 Ha merupakan tanah sawah, 90 Ha tanah pekarangan, 270 Ha tanah perladangan, dan 80 Ha perkebunan rakyat. Oleh karena Desa Srikaton didominasi tanah perladangan, maka desa ini memiliki potensi pengembangan sektor pertanian yang cukup besar. Aksesbilitas di Desa Srikaton cukup mudah dan relatif dekat dengan pusat-pusat pemerintahan. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan sejauh 1 km, jarak dari ibukota Kabupaten sejauh 20 km, jarak dari ibukota propinsi sejauh 60 km, dan jarak dari ibukota negara sejauh 250 km. Hal ini memudahkan para perangkat Desa melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan juga pemerintah daerah dapat memantau perkembangan (mengontrol) program-program yang telah di-breakdown ke Desa Srikaton Desa Srikaton berada pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut dengan rata-rata curah hujan pada 10 tahun terakhir yaitu 1.053,11 mm per tahun, jumlah bulan basah 3 bulan, jumlah bulan lembab 4 bulan, dan bulan kering 5 bulan. Suhu udara pada daerah ini berkisar 28-30 0C. Karakteristik tanah yaitu memiliki kandungan pH yang asam berkisar antara 4,5-5,5; dengan kemiringan tanahnya 15% datar, 70% bergelombang, 15% miring. Jenis tanah di Desa Srikaton secara umum podsolid merah kuning yaitu tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah serta tingkat kesuburan yang relatif rendah. Keadaan Penduduk Penduduk di Desa Srikaton mayoritas bermatapencaharian sebagai petani dan sangat menitikberatkan kemajuan perekonomian mereka dari hasil pertanian. Pertanian di Desa Srikaton sudah dirasa masyarakat sebagai bidang usaha yang menjadi sebuah budaya atau kebiasaan yang harus dilakukan setiap tahunnya, terutama dalam mengusahakan tanaman sayuran. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 1 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian Jumlah orang (jiwa) Persentase (%) Petani 832 28.49 Buruh tani 120 4.11 Buruh sawit 45 1.54 PNS 93 3.18 Pengrajin 14 0.48 Pedagang 74 2.53 Peternak 25 0.86 Bengkel 3 0.10 Lain-lain 1 714 58.70 Total 2 920 100 Sumber: Data Monografi Desa Srikaton 2014
Penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 28.49 persen atau 832 jiwa, penduduk yang bermata pencaharian diluar petani rata-rata dibawah 5 persen, sedangkan mata pencaharian lain-lain sebanyak 58,7 persen merupakan gabungan dari penduduk yang belum bekerja (masih anak-anak yang masih mengenyam pendidikan), manula, ibu rumah tangga, pengangguran, dan pekerjaan lainnya. Kegiatan pertanian menyebabkan pembangunan infrastruktur pedesaan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan bercocok tani masyarakat, seperti saluran irigasi, perbaikan jalan dikawasan perkebunan dan sawah, pembangunan jembatan, dan balai pelayanan masyarakat. Oleh karena lingkungan pertanian membutuhkan kondisi cuaca yang bersih, maka para penduduk berupaya meningkatkan kelestarian lingkungan mereka, salah satunya adalah dengan menanam pohon mahoni di rumah mereka masing-masing. Jumlah penduduk di Desa Srikaton pada akhir 2014 sebanyak 2 920 jiwa dimana jumlah penduduk laki-laki 50.82 persen atau sebanyak 1 484 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 49,18 persen atau sebanyak 1 436 jiwa. Agama Islam merupakan agama mayoritas penduduk Srikaton dengan penganut sebanyak 2 862 jiwa atau 98.01 persen dari total seluruh penduduk dan sisanya sebanyak 58 jiwa atau 1.99% menganut agama Katolik. Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 2 Jumlah penduduk di Desa Srikaton berdasarkan usia Jumlah orang Golongan Usia Persentase (%) (jiwa) 0-12 bulan 20 0,68 >1 - <5 tahun 181 6,20 ≥5 - <7 tahun 282 9,66 216 ≥7 - ≤15 tahun 7,40 >15 - 56 tahun 1 951 66,82 >56 tahun 270 9,25 Total 2 920 100 Sumber : Data Monografi Desa Srikaton 2014
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa populasi terbanyak adalah pada usia di atas 15 tahun sampai 56 tahun atau berada pada usia produktif yaitu sebanyak 66.82 %; sedangkan populasi terendah adalah populasi bayi berusia 0-12 bulan
sebanyak 0.68 persen. Melihat besarnya usia produktif yang ada di Desa Srikaton, maka diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja di Desa Srikaton dan meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan, tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam penanaman konsep pardigma pembangunan pertanian yang lebiih efektif dan efisien yang ditunjang oleh teknologi pertanian yang selalu dinamis (berkembang). Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Srikaton sebagai berikut lulusan SD/sederajat sebanyak 710 jiwa, SMP/sederajat 681 jiwa, SMA/sederajat 493 jiwa, Diploma (DI – DIII) 29 jiwa, Sarjana (S1 – S3) 10 jiwa, pondok pesantren 16 jiwa, pendidikan keagamaan 31 jiwa, kursus keterampilan 12 jiwa, masih sekolah wajib 9 tahun (usia 7-15 tahun) 491 jiwa, dan penduduk yang buta huruf 1 jiwa. Dengan demikian, jumlah penduduk yang berpendidikan wajib 9 tahun dan di atas 9 tahun sebanyak 1 174 jiwa artinya penduduk relatif mampu berfikir, menerima dan ikut serta dalam menjalankan konsep-konsep paradigma pembangunan pertanian.
Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung merupakan layanan jasa pendukung yang dibutuhkan dan diharapkan mampu mendorong keberhasilan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani. Fasilitas pendukung dapat berupa jasa penyedia sarana produksi pertanian (saprotan), simpan pinjam, jasa penyedia modal, dan jasa layanan masyarakat. Fasilitas pendukung dapaat dilihat pada Tabel 7. Tabel 3 Fasilitas pendukung usahatani di Desa Srikaton Jenis Fasilitas Jumlah (unit) Koperasi Simpan Pinjam 1 Kios Saprotan 2 Pos Kamling 19 Balai Pelayanan Masyarakat 2 Sumber : Data Monografi Desa Srikaton 2014
Karakteristik Petani Responden Petani yang dijadikan responden merupakan petani yang mengusahakan sayuran yaitu cabai merah besar dan tomat. Keseluruhan petani responden merupakan petani yang tergabung dalam kelompok tani dan merupakan anggota aktif di Desa Srikaton. Jumlah kelompok tani pada Gapoktan Sumer Katon di Desa Srikaton sebanyak 16 kelompok tani dengan jumlah total anggota sebanyak 625 petani. Petani yang menjadi responden merupakan petani yang melakukan penanaman cabai merah besar dan tomat pada periode tanam Oktober 2013 dan Oktober 2014. Jumlah petani yang menanam cabai merah besar dan tomat dari 625 petani hanya 19 orang petani. Dengan demikian 19 orang petani tersebut dijadikan responden. Karakteristik petani sayuran di Desa Srikaton yang dijadikan responden dalam penelitian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jenis pekerjaan, luas lahan pertanian, kepemilikan lahan pertanian, dan sumber modal usahatani.
Jenis Kelamin dan Usia Petani Petani cabai, tomat, dan terong pada penelitian ini seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Tidak ada satu orangpun yang berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar kegiatan usahatani dilakukan oleh laki-laki karena secara umum kegiatan usahatani membutuhkan tenaga yang relatif besar sehingga hanya sebagian kecil kegiatan yang melibatkan tenaga kerja perempuan dan kepemilikan lahan usahatani seluruhnya merupakan milik tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja perempuan biasanya diikutsertakan pada kegiatan perawatan tanaman (seperti pemupukan lanjutan, wiwil pada komoditas tomat, dan melakukan kontrol pada tanaman) dan panen. Usia petani responden di bagi ke dalam tiga kategori yaitu petani berusia lebih kecil atau sama dengan 35 tahun (≤35 tahun), petani berusia lebih besar dari 35 tahun sampai lebih kecil atau sama dengan 50 tahun (>35 tahun - ≤50 tahun), dan lebih besar dari 50 tahun (>50 tahun). Sebaran usia petani responden dapat dilihat pada Gambar 2. >50 tahun
≤ 35 tahun
>35 tahun-≤ 50 tahun
Gambar 1 Sebaran usia petani responden Berdasarkan diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa petani responden sebagian besar berusia ≤35 tahun yaitu sebanyak 3 orang atau 16 persen, kemudian dibawahnya petani berusia >35 tahun - ≤50 tahun sebanyak 15 orang atau 79 persen, dan kategori petani yang memiliki jumlah paling sedikit adalah berusia >50 tahun sebanyak 1 orang atau 5 persen. Dari sebaran petani responden di dapat bahwa petani yang memiliki usia paling muda adalah 29 tahun, sedangkan yang berusia paling tua adalah 53 tahun. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Bertani Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola berfikir petani dalam mengelola dan mendesain usahataninya guna mewujudkan ekspektasi pendapatan yang mereka inginkan. Tingkat pendidikan menjadi salah satu modal yang penting bagi petani dalam keberhasilan usahataninya meskipun tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap kegiatan usahatani. Tidak dapat dipastikan bahwa petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan serta merta mampu berhasil mengelola usahataninya dengan baik. Banyak petani yang berpendidikan rendah dapat sukses berusahatani, akan tetapi tidak sedikit juga petani sukses yang mempunyai pendidikan yang tinggi. Tingkat pendidikan akan sangat cocok sekali jika dikomparasikan dengan pengalaman bertani seorang petani. Pemikiran yang cerdas dikombinasikan
dengan skil yang mumpuni, akan memperbesar peluang berhasilnya usahatani. Pengalaman bertani secara otomatis menambah pengetahuan petani. Petani di Desa Srikaton selain mempunyai pengalaman otodidak yang cukup banyak tentang ilmu bertani terutama sayuran, petani memperoleh tambahan ilmu-ilmu baru dari pembimbingan/pelatihan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dan perusahaan pertanian. Pembimbingan biasanya dilakukan ketika ada programprogram baru dari pemerintah, promosi produk baru dari perusahaan pertanian, evaluasi kinerja usahatani, dan teknologi terbaru. Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani digolongkan dalam tiga kelompok yaitu pemula (≤10 tahun), madya (>10 tahun - ≤ 20 tahun), dan mahir (> 20 tahun). Kelompok petani yang memiliki jumlah paling banyak berdasarkan pengalaman bertani adalah kelompok madya yang berjumlah 10 orang atau 52.63 persen; kemudian mahir berjumlah 5 orang atau 26.32 persen; dan sisanya adalah pemula berjumlah 4 orang atau 21.05 persen. Petani responden di Desa Srikaton memiliki pengalaman bertani paling sedikit yaitu 9 tahun dan paling lama 30 tahun. Hal ini dapat menggambarkan bahwa petani secara konsisten mau dan mampu belajar dengan pengalaman mereka guna memperoleh kunci keberhasilan dalam berusahatani sayuran. Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani dilihat pada Tabel 8. Tabel 4 Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani Jumlah Persentase Kategori Pengalaman Bertani petani (orang) (%) ≤ 10 tahun 4 21.05 >10 tahun - ≤20 tahun 10 52.63 >20 tahun 5 26.32 Total 19 100 Luas Lahan Lahan merupakan bagian dari modal utama dalam melakukan usahatani. Luasan lahan menggambarkan seberapa luas suatu lahan pertanian yang dikelola petani untuk melakukan kegiatan usahataninya baik itu lahan sewa ataupun lahan milik sendiri. Luas lahan erat hubungannya dengan skala usahatani yang dijalankan petani. Pada umumnya, semakin luas lahan yang digunakan maka akan lebih banyak populasi tanaman yang diusahakan sehingga mempengaruhi jumlah produksi usahatani. Luas lahan juga mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan petani, contohnya kebutuhan biaya untuk pengolahan lahan, pengapuran lahan, untuk melakukan pemupukan dasar, biaya benih, dan lain-lain. Luasan lahan juga mempengaruhi keputusan petani untuk menanam menggunakan monokultur ataupun polikultur. Di Desa Srikaton, petani yang mengusahakan komoditas sayuran umumnya melakukan teknik polikultur yaitu tumpangsari dan diversifikasi. Hal ini bertujuan untuk pengoptimalan kegunaan lahan yang mereka miliki, memperkecil risiko tanam, dan meningkatkan pendapatan usahataninya. Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden berbeda-beda sehingga untuk memudahkan mengidentifikasinya, perlu dilakukan pengelompokan. Luas lahan petani responden dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu lahan sempit (≤ 0.35 Ha), lahan menengah (> 0.35 - ≤ 0.5 Ha) dan lahan luas (> 0.5 Ha). Jumlah petani berdasarkan luasan lahan dapat dilihat pada Gambar 5.
Petani lahan luas
Petani lahan sempit
Petani lahan menengah Gambar 2 Jumlah petani berdasarkan luasan lahan Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa petani sayuran di Desa Srikaton yang memiliki lahan sempit lebih banyak dari pada petani lahan luas. Jumlah petani yang memiliki lahan sempit yaitu 3 orang atau 16 persen, petani lahan menengah sebanyak 11 orang atau 58persen, dan petani yang memiliki lahan luas sebanyak 5 orang atau 26 persen. Luas lahan terkecil yang diusahakan petani responden yaitu 0.25 Ha atau 2 500 m2 sebanyak 2 orang, sedangkan lahan terluasnya adalah 1 Ha atau 10 000 m2 sebanyak 1 orang. Kepemilikan lahan Kepemilikan lahan dapat mempengaruhi biaya usahatani. Baik petani yang memiliki lahan sendiri maupun petani yang melakukan sewa lahan, perlu mengeluarkan biaya lahan meskipun nilai biaya keduanya tidak sama. Petani yang memiliki lahan sendiri harus membayar pajak wajib setiap tahunnya, sedangkan petani yang melakukan sewa lahan harus membayar uang sewa baik setiap musim atau setiap tahun ataupun dalam periode tertentu. Status kepemilikan lahan 30 petani responden adalah lahan milik sendiri. Jarang petani melakukan sewa lahan untuk menanam sayuran, kecuali jika petani ingin menambah skala usahanya atau meningkatkan intensitas tanamnya dalam satu tahun. Sumber Modal Usahatani Sumber modal usahatani disini berkaitan dengan sumber modal berupa uang. Pada usahatani sayuran yang sudah dijalankan cukup lama oleh petani yang sudah berpengalaman, sumber modal berkaitan dengan pembentukan modal petani dari usahatani yang telah dijalankan sebelumnya. Banyaknya modal yang terbentuk dipengaruhi oleh kebutuhan rumah tangga petani. Meskipun nilai pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani sayuran cukup besar, tidak serta merta petani langsung mengalokasikan modal untuk musim tanam selanjutnya. Faktanya, sebagian petani masih melakukan pinjaman modal, baik petani lahan luas maupun petani dengan lahan yang sempit. Kemapanan modal petani akan sulit terbentuk jika pengelolaan pendapatan rumah tangga petani belum mampu dikelola dengan baik. Iklim pengusahaan pertanian komoditas sayuran di Desa Srikaton kental sekali dengan nuansa spekulasi. Hal ini terjadi hampir semua petani yang mengusahakan sayuran. Petani yang memutuskan untuk menanam sayuran telah siap dengan segala risiko ketidakpastian yang sewaktu-waktu bisa merugikan petani. Misalnya sebagian besar komoditas sayuran yang sering dikonsumsi
masyarakat atau telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat mengalami fluktuasi harga yang relatif sangat dinamis sehingga petani tidak dapat memastikan berapa pendapatan yang akan mereka peroleh pada musim tertentu. Akan tetapi berdasarkan pengalaman yang mereka punya dan belajar dari pengalaman petani lainnya, para petani masih menaruh harapan sewaktu-waktu harga sayuran yang mereka usahakan relatif tinggi dengan hasil panen yang cukup baik pula. Oleh karena itu, besar sekali tekad petani untuk merealisasikan harapannya sehingga cukup sering sebagian petani meminjam uang atau mencari bantuan modal di lembaga-lembaga keuangan, organisasi petani, perusahaan pertanian, atau bantuan pemerintah seperti Bank, BMT, Kelompk Tani, PUAP, dan PTPN. Disamping itu, lembaga keuangan membuka akses pinjaman dengan persyaratan yang lebih mudah sehingga petani mau melakukan pinjaman. Jumlah petani responden berdasarkan sumber permodalan yang mereka gunakan, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 5 Jumlah petani responden berdasarkan sumber modal Kategori Sumber Jumlah petani (orang) Persentase (%) Modal Pinjam 9 47.37 Mandiri 10 52.63 Total 19 100 Pada Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah petani yang melakukan pinjaman modal sama dengan jumlah petani yang menggunakan modal mandiri. Petani yang menggunakan modal pinjaman dari Bank sebanyak 2 orang, BMT sebanyak 2 orang, Kelompok Tani saja sebanyak 1 orang, pinjaman dari PTPN sebanyak 2 orang, Bank dan dana PUAP sebanyak 1 orang, Bank dan BMT sebanyak 1 orang.
Keragaan Usahatani Cabai merah besar Besar dan Tomat di Desa Srikaton Komoditas cabai dan tomat menjadi komoditas prioritas untuk dibudidayakan di Desa Srikaton sepanjang tahun, baik pada musim penghujan maupun musim kemarau. Budaya menanam sayuran yang telah diturunkan oleh orang tua mereka menjadi sesuatu yang bukan hanya diorientasikan menjadi komoditas komersial, akan tetapi sudah menjadi bagian dari hidup mereka yang senantiasa harus dilakukan. Lahan yang subur dan iklim yang mendukung, menjadi potensi yang sangat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap anggota keluarga petani memiliki kemampuan turunan untuk bercocok tanam yang sudah diajarkan sejak kecil. Dengan pengalaman bercocok tani sayuran yang cukup lama, maka petani juga memperoleh gambaran tentang komditas sayuran yang sangat prospektif dan dapat dengan baik dikembangkan seperti cabai dan tomat. Cabai merah besar dan tomat merupakan komoditas yang teknik budidayanya relatif sama, baik dari awal pengolahan lahan sampai kegiatan panen, hanya umur tanamannya yang berbeda. Hal menarik yang harus dipahami oleh setiap petani yaitu hampir setiap komoditas sayuran yang telah komersial mempunyai harga yang sangat fluktuatif, tidak terkecuali cabai dan tomat. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa petani akan selalu menghadapi risiko ketiakpastian jika dia memutuskan untuk menanam cabai dan tomat. Akan tetapi, petani berani bertaruh antara pengalaman yang mereka punya dengan risiko kerugian yang kemungkinan mereka dapatkan. Dikarenakan pertanian sudah menjadi pekerjaan utama yang membudaya, maka untuk mempercepat peningkatan pendapatan petani, mereka gigih untuk terus membudidayakan dan mengembangkan cabai dan tomat. Meskipun mayoritas petani mahir di segala kegiatan budidaya cabai merah besar dan tomat, mereka masih membutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga. Upah pekerja rata-rata yang berlaku di Desa Srikaton saat ini yaitu Rp 50 000.00 per HOK Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan tahap awal dalam setiap kegiatan budidaya sayuran. Persiapan lahan yaitu kegiatan mengelola lahan sedemikian rupa sehingga layak dan siap untuk menjadi media tanam. Baik atau tidaknya perkembangan tanaman pada tanam nantinya, ditentukan oleh treathment petani dalam persiapan lahan. Di dalam persiapan lahan, ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan yaitu pengolahan tanah, pengapuran, pemupukan dasar, pembuatan guludan, dan pemasangan mulsa. a. Pengolahan tanah Kegiatan pengolahan tanah di Desa Srikaton umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin yaitu traktor, ada juga yang menggunakan bantuan hewan ternak seperti sapi. Tujuan dari pengolahan tanah antara lain untuk menekan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanah (Prabaningrum et al 2014), membantu masuknya oksigen ke dalam tanah, dan membantu mempercepat racun yang merugikan tanaman untuk menguap. Pengolahan tanah dilakukan 3-4 minggu sebelum dilakukan penanaman dan biasanya masa pengolahan tanah bersamaan dengan penyemaian benih agar pada saat benih sudah berusia siap tanam, maka lahan sudah dapat digunakan. Pengolahan tanah membutuhkan waktu rata-rata sekitar 3 jam untuk lahan seluas 2 500 m2. Sistem upah pada pengolahan tanah yaitu sistem borongan dengan nilai upah sebesar Rp 125 000.00 – Rp 130 000.00 per 2 500 m2. Rata-rata penggunaan tenaga kerja per Ha per musim tanam sebanyak 4.5 HOK untuk usahatani cabai merah besar dan 2.78 HOK untuk usahatani tomat. b. Pengapuran Pengapuran biasanya dilakukan pada lahan yang cukup asam, atau memiliki nilai pH < 6 (Purbaningrum et al 2014). Nilai pH tanah di Desa Srikaton berkisar antara 4.5 – 5.5 sehingga memerlukan treathment pengapuran. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur dolomit atau biasa disebut kapur pertanian. Metode pengapuran yang diterapkan oleh petani ada dua metode, yaitu pengapuran setelah pengolahan tanah dan pengapuran bersamaan dengan pembuatan guludan. Pengapuran setelah pengolahan tanah ditabur merata pada lahan yang akan digunakan, sedangkan pengapuran bersamaan dengan pembuatan guludan yaitu kapur hanya ditaburkan pada sejumlah guludan yang telah dibuat. Guludan yang telah ditaburi kapur, kemudian ditambah pupuk dasar dan ditimbun dengan tanah diatasnya. Dosis rata-rata kapur yang diberikan petani per hektar adalah 28 sak
atau 1,4 ton untuk tanaman cabai, sedangkan 12 sak atau 0.6 ton untuk tanaman tomat. Dalam hal ini, petani sangat memberikan perhatian yang lebih untuk tanaman cabai dibandingkan tomat. Petani percaya bahwa perlakuan yang baik dengan biaya yang cukup tinggi, akan memberikan hasil produksi yang sebanding. Oleh karena itu, melihat harga cabai yang sering berfluktuasi dan tidak jarang meningkat cukup tinggi, maka petani berani berekspektasi cukup besar yang diimplementasikan pada perlakuan khusus terhadap cabai. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata yaitu 3.47 HOK untuk cabai merah besar dan 1.05 HOK untuk tanaman tomat. c. Pemupukan Dasar, Pembuatan Guludan, dan Pemasangan mulsa Tanah yang akan digunakan untuk media tanam pada umumnya dilakukan pemupukan dasar. Jenis pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik meliputi pupuk kandang dan pupuk bermerk Petroganik, sedangkan pupuk anorganiknya yaitu pupuk SP-36. Kebutuhan rata-rata pupuk dasar cabai merah besar per hektar yaitu 11.86 ton pupuk kandang, 0.66 ton pupuk petroganik, dan 0.54 ton pupuk SP-36. kebutuhan pupuk dasar pada tomat yaitu 4.6 ton pupuk kandang dan 0.14 pupuk SP-36. Pada tanaman tomat tidak diberikan pupuk petroganik.Waktu pemberian pupuk dasar bersamaan dengan pengapuran dan pembuatan guludan. Tanah yang sudah diberikan pupuk dasar dan kapur, dibiarkan kurang lebih selama 2 minggu. Hal ini dimaksudkan agar pupuk tersebut dapat terurai dan terserap merata pada tanah. Pemupukan dasar membutuhkan tenaga kerja 10.46 HOK untuk cabai merah besar dan 6.54 HOK untuk tomat. Pembuatan guludan dilakukan secara manual menggunakan cangkul setelah atau bersamaan dengan kegiatan pengapuran dan pemupukan dasar. Ukuran dimensi guludan yang dibut petani berbeda-beda, tergantung selera petani tetapi sesuai ukuran mulsa yang digunakan. Cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton pada umumnya dalam satu guludan dibuat dua baris tanaman. Ukuran dimensi guludan dan jumlah guludan disesuaikan dengan bentuk dan ukuran lahan. Lebar guludan biasanya petani menggunakan ukuran 100-110 cm, tinggi guludan 20-25 cm, sedangkan panjang guludan disesuaikan dengan kondisi lahan. Petani juga mengatur jarak antar guludan (parit) untuk mengatur tingkat kerapatan populasi tanaman disamping mereka mengatur jarak antar tanaman. Lebar parit yang biasa dibuat petani berkisar antara 40-60 cm. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk pembuatan guludan per satuan hektar yaitu 27.42 HOK untuk cabai merah besar dan 12.33 HOK untuk tomat. Pemasangan mulsa dilakukan ketika guludan sudah siap. Pemasangan mulsa pada guludan dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan OPT, mengatur populasi tanam, dan memudahkan petani dalam melakukan perawatan tanaman. Ukuran mulsa yang digunakan petani berbeda-beda disesuaikan dengan dimensi guludan dan jarak tanam. Ukuran mulsa yang biasa digunakan petani yaitu 100 m x 640 m dan 120 m x 530 m. Mulsa yang telah dipasang pada guludan, kemudian dilakukan pelubangan menggunakan kaleng bekas yang dipanaskan. Diameter lubang pada mulsa berkisar 10 – 15 cm. Pelubangan mulsa mengatur jarak tanam tanaman yaitu jarak vertikal berkisar 55-60 cm dan jarak horizontalnya berkisar 55-75 cm. Pemasangan mulsa biasanya menggunakan pasang bergilir yaitu petani secara gotong royong membantu petani lain kemudian bergilir dari satu petani ke
petani lainnya. Rata-rata penggunaan tenaga kerja yaitu 21.67 HOK untuk cabai merah besar dan 15.23 HOK untuk tomat. Pembuatan guludan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 3 Guludan untuk penanaman setelah semai Penyemaian Benih Kegiatan awal dari penyemaian benih yaitu pemilihan benih. Benih yang dipilih merupakan varietas yang memiliki ketahanan yang baik terhadap serangan OPT, mampu mengahasilkan produksi tinggi (produktivitas tinggi), dan harus sesuai kebutuhan pasar (diminati konsumen). Varietas cabai merah besar yang sering dibudidayakan oleh petani yaitu Lado F1 dan Servo F1, sedangkan varietas tomat yang digunakan yaitu Timoti F1 dan Servo F1. Media penyemaian benih yang telah dilakukan petani di Desa Srikaton ada dua, yaitu guludan semai dan media polibag. Guludan semai dibuat disekitar lahan tanam dengan ukuran 3 x 1 x 0.1 m yang disekelilingnya diberi penyangga dari bambu. Penyangga dari bambu tersebut berfungsi sebagai tempat untuk memasang waring pelindung benih (pelindung yang terbuat dari jaring-jaring plastik seperti karung). Benih ditanam secara merata dan diatur jarak tanamnya satu per satu, sama halnya dengan media tanam menggunakan polibag. Media guludan dan polibag mempengaruhi umur benih siap tanam pada lahan. Berikut tabel umur benih pindah tanam berdasarkan media tanam yang digunakan. Tabel 6 Umur benih siap pindah tanam berdasarkan media tanam di Desa Srikaton Umur benih siap pindah tanam (hari) No. Komoditas Media guludan Media polibag 1 Cabai merah besar 25 – 30 20 – 25 2 Tomat 14 – 20 15 – 17 Dari tabel di atas, media polibag umumnya dapat lebih mempercepat pertumbuhan benih sehingga lebih cepat pula dipindahtanamkan. Akan tetapi, menurut sebagian petani kekurangan menggunakan polibag adalah benih memiliki ketahanan yang cukup rentan ketika dipindahtanamkan sehingga cukup banyak yang layu dan harus diganti dengan benih yang baru, dan menggunakan polibag akan mengeluarkan biaya lebih untuk penyediaan polibag. Sedangkan menggunakan media guludan, meskipun waktu yang dibutuhkan untuk benih siap ditanam lebih lama tetapi benih tersebut lebih tahan dengan media tanam. Indikasinya adalah benih dengan media guludan sudah terbiasa dengan kondisi tanah yang relatif sama dengan kondisi tanah untuk media tanam. Oleh sebab itu, lebih banyak petani yang menggunakan media guludan sebagai media semai
disamping baik untuk ketahanan benih dan lebih menghemat biaya. Kegiatan penyemaian rata-rata menggunakan tenaga kerja per hektar 13.68 HOK pada tanaman cabai dan 9.6 HOK pada tanaman tomat. Berikut gambar penyemaian benih cabai.
Gambar 4 Benih cabai merah besar berumur sekitar 2 minggu Penanaman Petani melakukan penanaman pada waktu sore hari sekitar pukul 14.30 – 17.30 WIB. Hal ini dimaksudkan agar meminimalkan risiko atau menhindari terjadinya kematian yang diakibatkan suhu tanah yang tinggi. Akan tetapi jika media semai yang digunakan adalah polibag, petani dapat melakukan penanaman mulai dari pagi sampai sore. Penanaman juga dipengaruhi oleh musim. Ketika musim hujan tidak kunjung datang, petani harus menunda masa tanam. Di Desa Srikaton, petani biasa menanam cabai merah besar dan tomat pada musim hujan (bulan Oktober). Untuk itu, agar petani dapat memperoleh masa panen sesuai yang direncanakan, maka petani tetap melakukan penanaman dengan mengeluarkan biaya yang lebih banyak (biaya bahan bakar, biaya tenga kerja, dll) untuk penyiraman. Penggunaan tenaga kerja rata-rata untuk penanaman per hektar membutuhkan 18.3 HOK untuk tanaman cabai dan 10.51 HOK untuk tanaman tomat. Pemeliharaan Baik atau tidaknya hasil panen yang akan diperoleh petani bergantung pada baik atau tidaknya pemeliharaan tanaman yang mereka lakukan. Pemeliharaan meliputi kegiatan pemasangan ajir, wiwil (pemangkasan tunas dan daun), pemupukan lanjutan, pengendalian OPT, dan penyiraman. Dalam fase pemeliharaan, petani harus tahu dan peka terhadap kondisi tanaman sehingga dapat memberikan perlakuan yang sesuai kebutuhan tanaman. a. Pemasangan ajir (turus bambu/bambu penyangga) Pemasangan ajir dilakukan ketika tanaman berumur 1-2 minggu setelah tanam. Tujuan pemasangan ajir adalah untuk menyangga tanaman agar batang utama tanaman tetap tegak dan menyangga ranting tanaman agar tidak roboh pada waktu berbuah. Ajir terbuat dari batang bambu. Ajir ditancapkan di lubang tanam pada mulsa agak condong dan bersilangan dengan ajir lainnnya. Kemudian dari guludan bagian depan sampai ujung guludan, ajir yang telah dipasang diikat dan dihubungkan dengan tali bendeng supaya ajir lebih kuat. Batang dan ranting tanaman diikat pada ajir menggunakan tali rafia. Pengikatan tali dilakukan secara
berkala ketika tanaman bertambah tinggi dan ranting semakin banyak, serta pada waktu tanaman sudah mulai berbuah lebat. Kebutuhan ajir rata-rata per ¼ hektar yaitu 3 700 – 4 000 batang ajir. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada kegiatan pemasangan ajir yaitu 13.84 HOK untuk tanaman cabai merah besar dan 9.94 HOK untuk tanaman tomat. b. Wiwil (pemangkasan tunas dan daun) Wiwil hanya dilakukan pada tanaman tomat. Petani tidak melakukan wiwil pada tanaman cabai karena setiap tunas yang tumbuh pada tanaman cabai berpotensi membentuk percabangan yang dapat menghasilkan buah. Pada tanaman tomat, tidak semua percabangan menghasilkan buah sehingga untuk merangsang tanaman tomat lebih cepat berbunga maka dilakukan wiwil. Kegiatan wiwil rata-rata dilakukan 3-4 kali selama satu musim ketika tanaman mulai berumur 3-4 minggu. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan wiwil per hektar yaitu 15.23 HOK. c. Pemupukan lanjutan Pemupukan lanjutan yang dilakukan petani ada 2 jenis yaitu pupuk untuk kesuburan tanaman dan pupuk untuk kesuburan tanah. Pupuk untuk kesuburan tanaman dibedakan menjadi dua yaitu pupuk daun dan pupuk buah. Pemupukan lanjutan bertujuan memberikan tambahan pupuk yang mengandung unsur nitrogen dan fosfat, baik yang berasal dari pupuk tunggal seperti urea dan ZA maupun pupuk yang banyak kandungannya seperti NPK (NPK 15:15:15 dan NPK 16:16:16). Pemupukan lanjutan juga bertujuan untuk memperbarui kandungan unsur nitrogen dan fosfat di dalam tanah yang telah terjadi pencucian akibat terkena air hujan. Petani di Desa Srikaton biasa menggunakan pupu NPK dibandingkan pupuk tunggal. Pemupukan lanjutan dilakukan ketika tanaman sudah berumur sekitar 2 minggu. Pemberian pupuk harus sesuai dengan dosis yang sudah direkomendasikan oleh para penyuluh pertanian maupun petunjuk pemakaian pupuk. Pemberian pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan kondisi tanah telalu panas dan tanaman menjadi layu bahkan dapat mati. Sebaliknya jika pemberian pupuk yang terlalu sedikit, maka pertumbuhan tanaman menjadi relatif terhambat. Pemberian pupuk biasanya dicampur dengan menggunakan air. Cara pemnerian pupuk yang dicampur dengan air disebut kocor. Petani menghaluskan pupuk yang berbentuk butiran dengan cara menggerusnya, tentunya dengan menggunakan dosis yang sesuai. Pupuk yang sudah halus kemudian dimasukkan kedalam drum berkapasitas 200 L dan diaduk hingga homogen. Kemudian petani menyiramkan pupuk pada lubang polibag menggunakan gayung secara merata. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan per hektar yaitu 46.21 HOK untuk tanaman cabai merah besar dan 28.53 HOK untuk tanaman tomat. d. Pengendalian OPT Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi kegiatan pecegahan dan pengobatan. Pengendalian OPT dibagi dalam dua kegiatan yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada tanaman agar resiten terhadap OPT, sedangkan pengobatan bertujuan untuk menekan dan membasmi OPT pada tanaman. Pengendalian OPT umumnya
dilakukan dengan penyemprotan menggunakan handsprayer, meskipun masih ada yang membersihkan rumput dengan cangkul atau dicabut. Baik pencegahan dan pengobatan, jenis obat-obatan yang digunakan sama yaitu herbisida, fungisida, dan insektisida. Karena obat-obatan yang digunakan merupakan obat-obatan kimia, maka harus sesuai dengan dosis yang disarankan penyuluh pertanian atau yang tertera pada kemasan. Hal ini dilakukan agar residu obat yang terkandung dalam tanaman sedikit dan buah yang dihasilkan juga sedikit mengandung residu sehingga tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Pengendalian OPT perlu dilakukan pergiliran pemberian obat-obatan dengan tujuan supaya OPT tidak kebal/resisten terhadap obat yang sama. Pengendalian gulma rumput rata-rata dilakukan sebanyak 3-4 kali per musim, sedangkan untuk pengendalian serangan hama dan penyakit dilakukan sampai masa panen tiba, pada saat masa panen pengendalian OPT dihentikan. Penggunaan handsprayer dalam pegendalian OPT harus sangat hati-hati dan sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Handsprayer untuk pengendalian gulma harus berbeda dengan handsprayer yang digunakan untuk pemupukan buah/daun dan pengendalian hama dan penyakit. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya layu atau kematian tanaman akibat pemakaian handsprayer yang sama. Herbisida mempunyai sifat sistemik untuk mematikan tanaman sehingga dalam jangka waktu yang relatif lama (2-5 hari) obat masih menempel pada gulma yang jika bekas herbisida tercampur dalam tanki yang akan digunakan untuk penyemprotan hama dan penyakit, maka dapat mematikan tanaman pula. Sedangkan penyemprotan pupuk daun/buah dapat menggunakan handsprayer yang sama dengan penyemprotan hama dan penyakit, karena sifatnya tidak mematikan tanaman, hanya hama dan penyakitnya saja. Intensitas pengendalian OPT disesuaikan dengan banyaknya dan lama waktunya OPT menyerang tanaman dan juga cuaca. Apabila sering turun hujan, maka obatobatan yang telah diberikan dapat terjadi pencucian. Oleh karena itu petani mencampurkan perekat obat agar obat melekat pada tanaman. Tanaman akan mulai dilakukan penyemprotan obat pengendalian OPT ketika berumur kisaran 23 minggu. Pengendalian OPT harus menggunakan perlengkapan pengaman (seperti masker, sarung tangan, baju lengan panjang, sepatu boot, dll) agar obat-obatan tersebut tidak terhirup dan terserap ke pori-pori tubuh. Setelah melakukan pengendalian OPT, tangan dan bagian tubuh yang terkena obat harus segera dibersihkan menggunakan sabun. Hal yang dikhawatirkan ketika menggunakan obat-obatan yang sistemik seperti fungisida dan herbisida, tidak dengan perlengkapan yang cukup dan penanganan pasca pengendalian OPT tidak baik maka dapat menyebabkan petani keracunan. Hama dan penyakit yang biasa menyerang cabai merah besar dan tomat antara lain tungau, kutu kebul, trip, virus bule, keriting daun, virus bercak daun, kutu daun, dan ulat buah. Penggunaan ratarata tenaga kerja untuk pengendalian OPT per hektar yaitu 41.23 HOK pada tanaman cabai merah besar dan 25.84 HOK pada tanaman tomat. e.
Penyiraman Penyiraman dilakukan ketika tidak turun hujan cukup lama (minimal 4-7 hari). Tanaman yang cukup intensif dilakukan penyiraman ketika berumur 1-15 hari dengan frekuensi penyiraman yaitu 2 kali sehari (pagi dan sore). Sumber
pengairan/irigasi di Desa Srikaton pada umumnya masih sedikit dengan kapasitas pengairan terbatas dan jarak dari lahan cukup jauh karena sumber air berada di sekitar lahan persawahan. Alterrnatifnya, petani membuat lubang penampungan air didekat lahan usahataninya. Petani harus bekerja dua kali untuk mengalirkan air dari sumber air ke lahan menggunakan pompa air dan selang yang cukup panjang. Metode penyiraman yang dilakukan petani ada dua cara, yaitu menyiram tanaman satu per satu pada lubang mulsa dan mengairi parit (jarak antar guludan) sampai lahan cukup terendam secara merata. Beberapa petani yang sudah cukup mapan permodalan usahataninya, membuat sumur bor di lahan masing-masing atau membuat satu sumur air bor untuk digunakan bersama. Akan tetapi masih sedikit petani yang melakukan cara tersebut. Petani akan berhenti melakukan penyiraman ketika sudah waktu panen. Apabila sepanjang musim tanam terjadi hujan, petani tidak pernah melakukan penyiraman. Kebutuhan rata-rata tenaga kerja untuk kegiatan penyiraman per satuan hektar yaitu 34.8 HOK untuk tanaman cabai merah besar dan 10.79 HOK untuk tanaman tomat. Panen Panen merupakan masa yang ditunggu petani untuk memetik hasil pemeliharaan yang mereka lakukan. Tanaman cabai merah besar dan tomat berbeda masa panennya. Waktu panen cabai merah besar memerlukan waktu sekitar 75 hari setelah tanam (HST) dan tomat membutuhkan waktu sekitar 60 HST. Cabai merah besar dan tomat dipanen 3-5 hari sekali. Masa panen tomat lebih singkat dari pada cabai merah besar yaitu 1.5 – 2 bulan sedangkan cabai merah besar selama 2.5 – 3 bulan. Pemetikan cabai merah dan tomat mayoritas dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Waktu pemetikan biasa dilakukan pada pagi hari (pukul 07.30 WIB). Petani melakukan panen disesuaikan dengan sifat produk yang mudah rusak dan waktu tutup harga pada pedagang pengumpul kecil. Biasanya waktu tutup harga sekitar pukul 16.00-17.00 WIB. Oleh karena itu, petani harus selesai panen sebelum waktu tersebut. Waktu tutup harga yaitu batas waktu harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul pada satu hari. Dikarenakan harga cepat berubah, terutama untuk cabai merah besar, maka disepakati ada waktu tutup harga. Panen membutuhkan tenaga kerja rata-rata per hektar yaitu 274.02 HOK untuk cabai merah besar dan 89.07 HOK untuk tomat. Panen merupakan bagian dari kegiatan produksi yang membutuhkan tenaga kerja paling banyak karena volume panen relatif banyak dan panen dilakukan secara parsial (panen sebagian). Rata-rata frekuensi panen yang dilakukan petani pada usahatai cabai merah besar besar yaitu 16 kali petik, sedangkan pada usahatani tomat 13 kali petik. Hasil panen rata-rata cabai merah besar dan tomat pada tiap petikan dapat dilihat pada Gambar 7.
Cabai merah
Jumlah rata-rata petikan (kg)
Tomat
500 436 417 420
450 400 364
350
396
335
318
332
319
300
302
250 200
254 247
190
166
150
314
252
243
232
151 167
133
100 50 0 1
2
95
82
77 38
28 14
189
3
52 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Gambar 5 Kurva hasil panen rata-rata cabai merah besar dan tomat tiap petikan Pada kurva di atas dapat dilihat bahwa baik cabai merah besar maupun tomat memiliki hasil produksi tiap petikan mengalami produksi yang semakin meningkat, produksi maksimal, dan produksi yang semakin menurun. Pada usahatani cabai merah besar, hasil panen meningkat secara terus menerus dari petikan ke-1 sampai petikan ke-8 yaitu dari 14 kg (petikan 1) hingga 318 kg (petikan 9), kemudian mengalami penurunan pada petikan ke-9 sebanyak 4 kg. Titik puncak produksi berada pada petikan ke-10 yaitu sebesar 335 kg artinya cabai merah besar telah mencapai peningkatan produksi yang maksimal ketika hasil produksinya sebesar 335 kg. Pada petikan 12 hasil panen mengalami peningkatan kembali, akan tetapi tidak signifikan yaitu sebesar 8 kg, kemudian hasil panen tersebut menurun secara terus-menerus sampai petikan ke-16. Pada usahatani tomat, hasil panen mengalami peningkatan secara kontinu sampai petikan ke-9, dan pada panen ke-9 inilah tomat mengalami produksi maksimal yaitu sebesar 436 kg. Kemudian hasil panen mengalami penurunan secara bertahap sampai panen ke-13. Dengan demikian, usahatani cabai merah besar besar dan tomat memiliki fase produksi maksimal kemudian fase produksi menurun sehingga petani melakukan rotasi tanam dengan tanaman yang lain untuk menghemat biaya perawatan. Karakteristik tanaman cabai merah besar besar dan tanaman tomat berbeda pada masa tanaman berbuah. Pada tanaman tomat, daun-daunan dan ranting mulai latu dan lama kelamaan akan mengering sehingga setelah selesai masa panen, tanaman akan mati. Lain halnya dengan cabai merah besar besar, tanaman cabai merah besar besar di Desa Srikaton masih akan terus dapat berbunga kembali sampai umur tanaman 10 bulan. Akan tetapi, petani akan mengganti tanaman cabai dengan tanaman lainnya pada umur 6 bulan. Disamping produksinya menurun dan untuk menghemat biaya pemeliharaan, petani bertujuan untuk memotong siklus hidup penyakit “krepek” (kering buah). Penyakit krepek mulai muncul pada pertengahan masa panen dimana sebagian buah belum menjadi merah. Menurut Moekasan et al 2014, penyakit kering buah dapat diakibatkan oleh cendawan Colletotricum sp. dan Gloeosporum spp yang
ditandai dengan gejala bercak cokelat kehitaman pada permukaan buah, lalu bercak menjadi lunak. Serangan yang berat menyebabkan seluruh permuakaan buah keriput dan mengering dan warna kulit buah seperti jerami padi. Oleh karena itu, untuk mencegah penyebaran penyakit krepek tersebut, petani melakukan rotasi pada tanaman cabai merah besar besar ketika rata-rata umur tanaman 6 bulan dan telah mengalami penurunan produksi secara terus menerus. Hasil panen dilakukan pengemasan menggunakan karung atau terkadang menggunakan wadah kotak kayu untuk tomat. Dalam pengemasan hasil panen, petani harus hati-hati melakukan pengemasan baik pengemasan menggunakan karung ataupun kotak kayu. Terlebih pada hasil panen tomat yang buahnya sangat rentan sekali terhadap tekanan. Jika karung atau kotak kayu diisi terlalu padat, maka akan merusak hasil panen. Hasil panen yang telah dikemas dilakukan penimbangan oleh pengumpul kemudian disepakati harga jualnya. Pedagang pengumpul membebankan potongan bobot panen sebagai risiko pengiriman panen dengan potongan sebesar 1 kg untuk cabai merah besar dan 2 kg untuk tomat. Kagiatan pemanenan cabai merah besar dan tomat dapat dilihat pada Gambar 7.
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil panen (a) cabai merah besar dan (b) tomat
Alur Pemasaran Cabai Merah Besar dan Tomat Pemasaran produk pertanian sangat membutuhkan integrasi dengan berbagai pihak sehingga terbentuk rantai pemasaran, baik yang sifatnya kontrak, kemitraan, maupun tidak terikat kontrak/kemitraan sama sekali. Alur pemasaran yang bervarisasi di Desa Srikaton biasanya alur pemasaran komoditas hortikultura terutama sayuran. Secara umum, lembaga pemasaran yang terlibat dalam alur/rantai pemasaran sayuran antara lain petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar (pengumpul kota), dan pedagang pengecer. Beberapa pasar tujua pemasaran antara lain Pasar Adiluwih (pasar di kota), Pasar Pringsewu (pasar ibukota kabupaten), Pasar Tanjung Karang dan Pasar Bandar Lampung (pasar di ibukota propinsi), dan pasar luar propisi seperti Jambi dan Palembang. Alur/rantai pemasaran sayuran dapat dilihat pada Gambar 8.
Pedagang Pengecer Konsumen Petani Pedagang Pengumpul Desa
Pedagang Pengumpul Kota/Kabupaten
Gambar 7 Alur/rantai pemasaran cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Usahatani Cabai merah besar dan Tomat di Desa Srikaton Produksi merupakan kegiatan menghasilkan suatu produk dengan penggunaan sejumlah input yang tujuan memaksimumkan penerimaan dengan mengalokasikan biaya secara efisien. Cara pengelolaan input sangat penting guna mendapatkan hasil produksi yang direncakan atau ditargetkan. Hasil produksi merupakan implikasi dari kombinasi input yang digunakan. Produksi dalam jumlah atau volume yang besar tidak selalu karena menggunakan input dalam jumlah yang besar. Petani yang menggunakan lahan luas, belum dapat dipastikan akan meperoleh hasil panen yang berbanding lurus dengan luasan lahan. Lahan hanya menjadi salah satu modal awal petani dalam menyiapkan kegiatan usahatani sehingga tidak menjadi jaminan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap produksi. Petani akan dihadapkan pada pertimbangan pengguanaan input lainnya yang harus dikombinasikan dan dikelola secara baik. Oleh karena itu, cara pengelolaan petanilah yang akan membedakan besarnya produksi yang dihasilkan. Produksi cabai merah besar dan tomat yang dibandingkan sudah dikonversikan dalam luasan per hektar, dikarenakan luasan lahan yang dimiliki oleh petani berbeda-beda sehingga harus dikonversikan dalam satuan yang sama. Hasil produksi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 1 Rata-rata produksi cabai merah besar dan tomat di Desa Srikaton Luas Lahan (m2) Petani
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 Rata-rata
Cabai 5 000 2 500 3 750 5 000 2 500 3 125 2 500 1 875 1 875 3 750 3 750 2 500 2 500 2 500 2 500 2 500 6 250 2 500 3 750 3 191
Tomat 5 000 1 250 1 250 1 250 2 500 1 250 1 250 625 625 2 500 1 250 1 250 1 250 1 250 1 250 625 1 250 1 250 1 875 1 513
Usahatani Cabai merah besar Jumlah produksi per Produktivitas periode per Ha tanam (Kg) 4 049 8 098 2 000 8 000 4 000 10 667 8 512 17 023 1 708 6 832 2 760 8 832 4 815 19 260 2 000 10 667 1 250 6 667 2 795 7 453 2 000 5 333 2 645 10 580 1 775 7 100 2 000 8 000 1 486 5 944 2 480 9 920 5 447 8 715 2 318 9 272 3 275 8 733 3 016.54 9 321
Usahatani Tomat Jumlah produksi per Produktivitas periode per Ha tanam (Kg) 21 000 42 000 2 000 16 000 5 000 40 000 995 7 960 1 000 4 000 5 000 40 000 4 000 32 000 4 000 64 000 1 100 17 600 10 457 41 828 2 900 23 200 1 140 9 120 2 675 21 400 1 000 8 000 1 548 12 384 1 000 16 000 5 000 40 000 2 000 16 000 3 270 17 440 3 951.84 24 681
Pada Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas tomat yaitu 24 681 kg per Ha sedangkan produktivitas rata-rata cabai merah besar 3 016.54 per Ha. Produktivitas artinya sejumlah input yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output. Berdasarkan data produktivitas cabai merah besar dan tomat dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura tahun 2013, produktivitas rata-rata cabai merah besar yaitu 8.16 ton per hektar, sedangkan produktivitas rata-rata tomat yaitu 16.61 ton per hektar. Jika dibandingkan dengan data standar produktivitas dari BPS dan Dirjen Hortikultura, produktivitas usahatani cabai merah besar dan tomat yang dihasilkan petani di Desa Srikaton di atas standar rata-rata sehingga dapat dikatakan bahwa produktivitas lahan di Desa Srikaton relatif tinggi. Petani yang memiliki produktivitas tertinggi pada usahatani cabai merah besar adalah petani 7 dengan luasan lahan 2 500 m2. Pada usahatani tomat, petani yang memiliki produktivitas tertinggi adalah petani 8 yang memiliki luasan lahan 625 m2 dengan produktivitas sebesar 64 000 kg per Ha. Hasil produksi ini merupakan produksi yang besar jika dibandingkan dengan hasil produksi yang dihasilkan petani dengan lahan terluas yaitu petani 1 dengan luasan lahan 5 000 m2. Oleh karena itu penting bagi petani untuk tidak terfokus pada perluasan lahan guna meningkatkan produksi tetapi bagaimana petani mampu mengoptimalkan lahan yang mereka punya untuk meningkatkan produktivitas. Produktivitas yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya dapat berubah pada musim berikutnya dikarenakan hasil produksi komoditas yang sangat dipengaruhi oleh alam ini, belum dapat dijadikan standar produksi, karena hanya satu periode musim tanam saja. Akan tetapi apabila diperoleh hasil produksi selama kurun waktu tertentu dengan kondisi panen yang relatif stabil, maka produktivitas rata-ratanya dapat dijadikan standar produksi. Produktivitas yang rendah dapat diakibatkan oleh hasil produksi yang gagal, bisa terjadi karena serangan OPT ataupun benih yang digunakan tidak mampu memberikan hasil produksi secara optimal. Oleh karen itu, biasanya untuk menetapkan standar porduktivitas per luasan lahan, digunakan hasil produksi yang tinggi. Penerimaan Usahatani Cabai Merah Besar dan Tomat Penerimaan merupakan hasil perkalian dari harga cabai merah besar atau tomat per satuan dengan volume hasil panen. Perhitungan penerimaan usahatani cabai merah besar dan tomat disesuaikan berdasarkan jumlah panen tiap petikan dan harga yang berlaku pada tiap petikan. Cara panen kedua komoditas tersebut adalah panen parsial atau panen sebagian dimana hasil panen tiap petikan berbeda-beda. Perhitungan panen tidak dapat dilakukan hanya dengan satu tingkat harga saja yang dikalikan dengan total panen dalam satu periode tanam. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab panen, rata-rata jumlah petikan cabai merah besar sebanyak 16 kali petikan dan tomat sebanyak 13 kali petikan. Oleh karena harga jual produk ditentukan oleh pasar (petani sebagai price taker atau pengambil harga), petani tidak dapat menentukan harga secara sendirisendiri, sehingga penerimaan total petani juga tidak dapat diprediksi karena harga dan hasil panen relatif dinamis. Pada penelitian ini tidak dipaparkan fluktuasi penerimaan yang diterima petani pada usahatani cabai merah besar dan tomat dikarenakan informasi harga dan jumlah panen yang diperoleh setiap petani tidak
secara spesifik pada tiap petikan sehingga digunakan pendekatan perhitungan ratarata penerimaan menggunakan harga rata-rata dan produktivitas rata-rata. Penerimaan usahatani cabai merah besar dan usahatani tomat dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 2 Penerimaan rata-rata usahatani cabai merah besar dan usahatani tomat No 1 2
Komoditas Cabai merah besar Tomat
Harga Rata-rata (Rp/kg) 17 722.19 2 200.11
Produktivitas ratarata per hektar (kg) 9 321 24 681
Penerimaan rata-rata (Rp) 165 185 204 54 299 994.1
Data harga dan produktivitas yang diperoleh pada tabel di atas merupakan data pada periode tanam bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014. Oleh karena itu, penerimaan rata-rata dan produktivitas rata-rata dapat berubah pada periode tanam selanjutnya. Analisis Struktur Biaya Usahatani Cabai merah besar dan Tomat Di Desa Srikaton Biaya usahatani cabai merah besar dan tomat berkaitan dengan sejumlah faktor produksi yang digunakan. Faktor produksi juga biasa disebut input produksi. Menurut Soekartawi (1991) faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Oleh karena itu, penggunaan input produksi harus efektif dan efisien sehingga biaya dapat lebih dihemat. Perhitungan biaya berdasarkan luasan lahan 10 000 m2 (1 hektar) dan satu musim tanam yang dibedakan berdasarkan biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai pada usahatani cabai merah besar dan tomat meliputi biaya benih, polibag semai, kapur, pupuk, pestisida, mulsa, ajir, tali rafia, tali bendeng, plastik tandon, bensin, gas, tenaga kerja luar keluarga (TKLK)dan biaya lain-lain (iuran desa, PBB, dll). Sedangkan komponen biaya non tunai yaitu biaya penyusutan, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan biaya sewa tandon air. Kebutuhan biaya tunai maupun non tunai sangat dipengaruhi oleh luasan lahan. Semakin luas lahan yang diusahakan, maka estimasi biaya yang akan dikeluarkan juga semakin besar. Besarnya biaya dapat diminimalkan, tergantung bagaimana cara pengelolaan petani terhadap usahataninya. Jika petani tidak menyesuaikan dengan standar input yang digunakan per luasan lahan, maka dapat dipastikan biaya yang dikeluarkan petani relatif besar. Berikut ini tabel perbandingan biaya tunai cabai merah besar dan tomat.
Tabel 3 Rata-rata biaya usahatani cabai merah besar dan tomat per periode tanam per hektar di Desa Srikaton No 1 2 3
4 5
6 7 8 9 10 11 12 12 14 15 16 17 18
Uraian Benih Polibag semai Pupuk Pupuk Kandang Pupuk NPK Ponscha Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCl Pupuk NPK Mutiara Pupuk Petroganik Pupuk Daun Pupuk Buah Sum total (3) Kapur pertanian Pestisida Fungisida Insektisida/herbisida Sub total (5) Mulsa Ajir Tali rafia Tali bendeng Plastik tandon air Bensin/Gas TKLK Karung/kotak baru Biaya Lainnya (iuran desa, PBB, dll) Total biaya tunai Penyusutan/MT TKDK Karung bekas pupuk Sewa Lahan Total biaya non tunai Biaya total
Biaya Usahatani (Rp/Ha) Usahatani Cabai merah besar Usahatani Tomat Persentase Nilai Persentase Nilai (Rp/Ha) (%) (Rp/Ha) (%) 2 028 866 3.2 2 539 130 4.4 112 165 0.2 146 087 0.3 4 272 165 725 361 14 845 1 285 361 49 485 3 628 866 349 691 471 340 222 021 11 019 134 706 804
6.7 1.1 0.0 2.0 0.1 5.7 0.5 0.7 0.3 17.2 1.1
3 440 000 699 130 0 741 739 0 1 561 739.1 0 110 435 208 348 6 761 391 648 696
6.0 1.2 0 1.3 0 2.7 0 0.2 0.4 11.8 1.1
1 829 196 6 999 752.6 8 828 948 4 247 835.1 5 260 206.2 104 907.2 237 525.8 148 552.6 449 567.0 16 241 437.4 401 671.7
2.9 11.0 13.8 6.6 8.2 0.2 0.4 0.2 0.7 25.4 0.6
1 568 261 4 477 739 6 046 000 3 896 522 5 426 087 250 087 321 739 475 130 698 174 13 919 905 493 896
2.7 7.8 10.6 6.8 9.5 0.4 0.6 0.8 1.2 24.3 0.9
281 171.1
0.4
187 447
0.3
50 068 792 966 716.9 9 862 739.3 6 872.9 3 000 000.0 13 836 329.1 63 905 120.6
78.3 1.5 15.4 0.01 4.69 21.7 100
41 810 291 1 029 162.6 12 313 540.4 140 723.0 2 000 000.0 15 483 426.0 57 293 717.0
73.0 1.8 21.5 0.2 3.49 27.0 100
Dari Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa komponen biaya yang memiliki persentase terbesar adalah persentase biaya tenaga kerja yaitu 30.8 persen atau senilai Rp 26 104 176.7 untuk usahatani cabai merah besar dan 41.3 persen atau senilai Rp 26 233 444.9 untuk usahatani tomat. Biaya tenaga kerja usahatani tomat lebih besar daripada usahatani cabai merah besar meskipun nilainya relatif sama. Usahatani tomat cukup banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) artinya petani lebih memberdayakan anggota keluarganya dalam kegiatan produksi. Kadang-kadang TKDK kurang memperhatikan waktu kerja (toleransi terhadap waktu kerja cukup tinggi) sehingga waktu kerja kurang efektif dan berimbas pada biaya waktu yang tinggi. Biaya TKDK yang tinggi juga disebabkan oleh penggunaan TKDK terbesar pada saat panen untuk usahatani tomat, sedangkan pada usahatani cabai merah besar lebih memberdayakan TKLK.
Petani lebih memberdayakan TKDK bertujuan untuk menghemat biaya dan dipengaruhi luasan lahan tanam yang relatif sempit untuk usahatani tersebut. Pada mulanya petani menanam tomat untuk meminimkan risiko produksi pada satu musim tanam, akan tetapi beberapa petani mengatakan bahwa usahatani tomat dimaksudkan antara lain untuk mewadahi hama dan penyakit supaya tidak menyerang tanaman cabai merah besar dan mensubsidi penerimaan dari panen tomat untuk biaya produksi cabai merah besar. Tenaga kerja menjadi salah satu modal utama petani dalam usahatani baik dalam manejemen usahatani (berkaitan dengan perencanaan dan pengambilan keputusan) dan pelaku kegiatan produksi. Oleh karena itu, petani perlu memperhatikan secara baik pengalokasian tenaga kerja yang lebih hemat biaya dan waktu sehingga membantu petani dalam mewujudkan produktivitas kerja yang lebih tinggi. Komponen usahatani yang mempunyai persentase terbesar kedua yaitu biaya pupuk. Total biaya pupuk untuk usahatani cabai merah besar yaitu Rp 11 019 134 atau 17.2 persen, sedangkan usahatani tomat sebesar Rp 6 761 391 atau 11.8 persen. Biaya pupuk dipengaruhi oleh lahan dan populasi tanaman. Dalam hal ini, pupuk dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kegunaan yaitu pupuk untuk persiapan lahan dan pemeliharaan. Pupuk yang digunakan untuk persiapan lahan yaitu pupuk kandang, pupuk petroganik, dan pupuk SP-36 (pupuk fosfat). Sedangkan pupuk yang digunakan untuk pemeliharaan yaitu pupuk buah, pupuk daun, dan pupuk NPK. Pupuk NPK yang digunakan ada 2 jenis yaitu pupuk ponska dengan komposisi N15:P15:K15 dan pupuk mutiara dengan komposisi N16:P16:K16. Ari dari komposisi pupuk tersebut yaitu dalam setiap 100 kg pupuk NPK ponska maka di dalamnya terkandung 15 kg unsur nitrogen, 15 kg unsur fosfor, dan 15 kg unsur kalium. Penggolongan pupuk berdasarkan kegunaan di dasarkan pada fungsi komposisi atau kandungan mineral yang ada pada pupuk. Pupuk dasar pada umumnya mempunyai kegunaan antara lain memperbaiki struktur dan tata udara tanah sehingga penyerapan unsur hara oleh akar tanaman menjadi lebih baik, meningkatkan daya sangga air tanah dan unsur hara, mempercepat pertumbuhan jaringan tanaman, memacu pertumbuhan dan pembentukan sistem perakaran, dan dapat memperbaiki struktur tanah supaya mudah ditembus akar tanaman. Sedangkan kegunaan pupuk untuk perawatan mempunyai fungsi antara lain untuk menjaga agar tanaman tetap hijau dan segar, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit, dan memperbesar ukuran buah. Pupuk menjadi bagian dari sarana produksi yang sangat vital karena mengandung unsur atau mineral yang dibutuhkan sebagai nutrisi bagi pertumbuhan tanaman. Biaya pupuk usahatani cabai lebih besar dari tomat dikarenakan petani memberikan perhatian yang lebih pada cabai merah besar. Apapun diperjuangkan petani untuk kesuburan tanaman cabai merah besar. Hal ini disebabkan harga cabai merah besar lebih tinggi dari harga tomat dan kenaikan harganya juga jauh lebih tinggi dari pada tomat sehingga petani mengusakan supaya hasil produksinya baik dengan volume yang besar pada saat harga cabai merah besar tinggi. Biaya obat-obatan atau pestisida merupakan komponen biaya terbesar ketiga. Biaya pestisida untuk usahatani cabai merah besar per hektar yaitu Rp 8 828 948.6 atau 13.9 % dan usahatani tomat sebesar Rp 6 046 000 atau 10.6%. Sama halnya dengan pupuk, petani juga memberikan perhatian yang lebih pada tanaman cabai
merah besar dalam hal pengendalian OPT. Oleh sebabnya penggunaan pestisida untuk tanaman cabai juga cukup banyak dan beragam. Hal ini disebabkan OPT yang biasa menyerang tanaman cabai merah besar juga cukup banyak. Hama dan penyakit tanaman di kawasan pertanian sayuran di Desa Srikaton telah mengalami peningkatan resistensi terhadap obat kimia dan populasinya semakin meningkat. Pemicu kondisi tersebut antara lain: 1. Penggunaan obat-obatan yang sama untuk jenis OPT yang sama dalam rentang waktu yang cukup lama. 2. Kurangnya perotasian tanaman sehingga tanah kurang mampu menguraikan zat-zat racun yang memicu bakteri atau virus yang berasal dari tanah. 3. Musim tanam jagung bersamaan dengan musim tanam sayuran. Menurut sebagian petani, tanaman jagung merupakan inang yang cocok untuk perkembangbiakan hama tanaman cabai merah besar dan tomat seperti kutu daun, trip, dan kutu kebul sehingga perkembangbiakannya sangat cepat. Perlakuan petani dalam pengendalian OPT menggunakan pestisida hanya menurunkan jumlah populasi OPT tidak memutus rantai perkembangbiakan OPT. Oleh karena itu meskipun petani telah memberantas hampir keseluruhan OPT yang menyerang tanaman cabai merah besar dan tomat, masih ada OPT yang lainnya yang siap menyerang di tanaman jagung. Maka, sebaiknya penanaman jagung dilakukan setelah musim tanam cabai dan tomat selesai 4. Penggunaan pupuk kandang yang menggunakan campuran serbuk kayu yang didatangkan dari luar daerah. Pupuk kandang tersebut digunakan dalam jumlah yang besar karena harganya lebih murah daripada pupuk kandang campuran sekam yang berasal dari lokal (dari Desa Srikaton). Seiring berjalannya waktu, tanah yang digunakan petani menjadi semakin gembur (seperti ada udara di dalam tanah). Beberapa petani yang mengalami hal demikian, tanamannya mudah terjadi layu (leles) pada pangkal batang, akar menjadi tidak kuat, dan mengakibatkan kematian. Indikasi petani adalah campuran serbuk kayu yang belum terurai dan bertambah semakin banyak, menyebabkan terbentuknya lingkungan baru bagi OPT sehingga populasinya semakin potensial untuk meningkat. Beberapa kondisi di atas menggerakkan petani untuk menggunakan pestisida semakin banyak dengan jenis yang berbeda untuk penyakit yang sama. Pengguanaan obat-obatan yang berbeda untuk satu jenis OPT yang sama, dapat dibuktikan mampu menekan pertumbuhan OPT. Oleh sebab itu, kebutuhan pestisida untuk tanaman semakin tinggi dan berimplikasi pada biaya pestisida yang semakin tinggi. Peralatan penunjang kegiatan usahatani yang masuk ke dalam biaya tunai seperti mulsa, ajir, tali rafia, karung/kotak, dan tali bendeng jika ditotal mempunyai persentase 16.3% pada usahatani cabai merah besar dan 18.8% pada usahatani tomat dari biaya total masing-masing usahatani. Artinya biaya peralatan tersebut masih relatif kecil akan tetapi secara fungsi sangat penting untuk menunjang keberhasilan usahatani. Melihat nilai persentase biaya peralatan penunjang usahatani cabai merah besar dan tomat yang tidak terlalu berbeda jauh sehingga dalam satuan hektar besarnya biaya relatif sama. Selain peralatan penunjang, usahatani cabai merah besar dan tomat membutuhkan bahan bakar seperti bensin dan gas. Bensin sangat umum digunakan petani sebagai bahan
bakar pompa air dan kendaraan untuk mengangkut hasil panenan. Sedangkan gas, yang menggunakan hanya satu orang petani untuk pompa air. Pompa air petani tersebut dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat diganti menggunakan bahan bakar gas. Petani mengatakan bahwa penggunaan bahan bakar gas sedikit menghemat biaya. Lama waktu penggunaan pompa air menggunakan bensin 3 liter seharga Rp 6 500 /liter sama dengan lama waktu penggunaan gas 3 kg seharga Rp 16 000. Petani dapat menghemat biaya bahan bakar sebesar Rp 3 500. Komponen biaya terendah adalah biaya non tunai untuk pengadaan karung pengemasan hasil panen pada usahatani cabai merah besar yaitu 0.01% atau 6 873. Pengadaan karung disini ada yang masuk ke dalam biaya tunai dan ada yang masuk ke dalam biaya non tunai. Petani yang mengeluarkan biaya untuk membeli karung, maka karung tersebut masuk ke dalam biaya tunai, sebaliknya jika karung yang digunakan tidak menjadi beban biaya petani maka masuk ke dalam biaya non tunai. Karung yang masuk biaya non tunai merupakan karung bekas pupuk kandang ataupun pupuk kimia. Dikarenakan jumlah karung bekas tersebut cukup banyak dan masiih layak digunakan, maka petani lebih baik memanfaatkannya untuk wadah pengemasan. Sama halnya dengan usahatani tomat, karung yang digunakan sebagian petani merupakan karung bekas pupuk sehingga juga lebih menghemat biaya pengemasan. Nilai penggunaan lahan dihitung sebagai sewa lahan dalam biaya non tunai yang disesuaikan dengan nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Srikaton. Nilai lahan dimasukkan sebagai sewa lahan karena mempertimbangkan nilai waktu pemakaian dari lahan selama kegiatan usahatani. Sewa lahan per 2 500 m2 sebesar Rp 1 500 000 per tahun. Oleh karena itu, nilai sewa dilakukan perhitungan secara proporsional dengan mempertimbangkan ukuran lahan dan lama waktu penggunaan dalam satu musim. Biaya sewa lahan untuk usahatani cabai merah besar adalah Rp 3 000 000 atau 4.69% dan usahatani tomat sebesar Rp 2 000 000 atau 3.49%. Selain sewa lahan, biaya non tunai usahatani yaitu biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Biaya TKDK sudah dibahas sebelumnya dalam kebutuhan biaya tenaga kerja total. Biaya penyusutan merupakan nilai guna waktu dari suatu barang yang bertujuan untuk reinfestasi dari barang tersebut. Perhitungan biaya penyusutan dihitung dalam waktu satu tahu. Dikarenakan cabai merah besar dan tomat mempunyai masa tanam yang krang dari satu tahun, maka biaya penyusutan dikonversikan berdasarkan lama musim tanam masing-masing. Pada kondisi usahatani dengan diversifikasi tanam, biaya penyusutan dihitung menggunakan proporsi waktu pemakaian menggunakan perhitungan joint cost. Joint cost merupakan nilai dari suatu barang yang kemudian dibagi secara proporsional akibat penggunaan barang secara bersama untuk lebih dari satu kegiatan usahatani. Pertimbangan untuk memproporsionalkan nilai barang, digunakan banyaknya waktu pemakaian per musim. Biaya penyusutan dalam hektar untuk usahatani tomat lebih besar daripada usahatani cabai merah besar yaitu Rp 1 029 162.6 lebih besar dari Rp 966 716.9.
Analisis Pendapatan Atas Biaya Total Usahatani Cabai merah besar dan Usahatani Tomat Dalam analisis usahatani yang petaninya hanya mengandalkan perolehan pendapatan dari hasil usahataninya saja, maka pendapatan akan ditentukan oleh besarkan kapasitas produksi yang dihasilkan, besarnya harga jual per satuan produk, dan besarnya biaya produksi. Berdasarkan hasil analisis struktur biaya yang dibahas sebelumnya, usatani cabai merah besar memiliki biaya total yang lebih besar dari pada usahatani tomat. Akan tetapi biaya yang besar belum tentu akan memperoleh pendapatan total yang lebih rendah. Pendapatan terhadap biaya total merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total biaya. Total biaya sendiri merupakan penjumlahan dari total biaya tunai dan non tunai. Oleh karena itu besarnya total biaya tidak hanya dipengaruhi biaya tunai saja, akan tetapi biaya non tunai juga. Oleh karena itu dalam perhitungan pendapatan terhadap biaya total usahatani komponen biaya non tunai harus diuraikan dan diperhitungkan secara benar sehingga diharapkan pendapatan terhadap biaya total dapat mencerminkan kinerja usahatani secara keseluruhan. Rata-rata pendapatan atas biaya total petani dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4 Rata-rata pendapatan atas biaya total usahatani cabai merah besar dan tomat No
Usahatani
Luas lahan rata-rata
Cabai merah besar 2 Tomat Sumber: Data Primer 2014 1
Total penerimaan
Total Biaya
Pendapatan atas biaya total
R/c
3 191
165 185 204
63 905 120.6
101 280 083.5
2.58
1 513
54 299 994.1
57 293 717.0
-2 993 723.0
0.95
Pada tabel di atas, nilai rata-rata pendapatan atas biaya total untuk usahatani tomat bernilai negatif. Hal ini dikarenakan nilai rata-rata total biaya lebih besar dari nilai total penerimaan rata-rata. Pada usahatani tomat, terdapat 63.16% atau 12 orang dari total petani memperoleh pendapatan atas biaya total bernilai lebih kecil dari total biaya (rugi). Hal ini disebabkan oleh kondisi harga jual yang cukup rendah yang dialami petani oleh sebagian besar petani akibat melimpahnya hasil panen di pasaran sehingga harga tomat rendah. Sedangkan pada usahatani cabai merah besar, tidak ada petani yang memperoleh pendapatan atas biaya total yang bernilai negatif. Usahatani cabai merah besar besar memperoleh nilai pendapatan atas biaya total yang lebih besar dari usahatani tomat yaitu sebesar Rp 101 280 083.5, sedangkan usahatani tomat sebesar -Rp 2 993 723.0. R/C rasio usahatani cabai merah besar sebesar 2.58 artinya setiap 1 juta rupiah yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar 2.58 juta rupiah, sedangkan pada usahatani tomat R/C rasio sebesar 0.95 artinya setiap 1 juta rupiah biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan penerimaan sebesar 0.95 juta rupiah. Petani akan mendapatkan kerugian sebesar Rp 50 000.00 jika mengeluarkan modal sebesar 1 juta rupiah. Karena usahatani yang efisien adalah usahatani yang mempunyai R/C rasio di atas 1, maka usahatani tomat berdasarkan perhitungan R/C rasio terhadap biaya total dapat disimpulkan tidak efisien, sedangkan cabai merah besar efisien.
Analisis Pendapatan Atas Biaya Tunai Usahatani Cabai merah besar dan Tomat Pendapatan atas biaya tunai merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan dengan total biaya tunai. Pendapatan atas biaya tunai dihitung untuk melihat seberapa besar pendapatan yang diperoleh petani apabila biaya non tunai tidak diperhitungkan. Perhitungan pendapatan atas biaya tunai dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 5 Pendapatan atas biaya tunai usahatani cabai merah besar dan usahatani tomat No
1 2
Usahatani Cabai merah besar Tomat
Luas lahan rata-rata
Total penerimaan
Total Biaya tunai
Pendapatan atas biaya tunai
R/C
3 191
165 185 204
50 068 791.5
115 116 412.6
3.3
1 513
54 299 994.1
41 810 291.1
12 489 703.0
1.3
Berdasarkan tabel di atas, nilai masing-masing pendapatan atas biaya tunai adalah positif sehingga masih memberikan keuntungan positif bagi petani. Pada usahatani cabai, dengan rata-rata penerimaan total sebesar Rp 165 185 204 dan total biaya tunai rata-rata sebesar Rp 50 068 791.5 diperoleh rata-rata pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 115 116 412.6 dengan nilai R/C rasio sebesar 3.3. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar 1 juta rupiah, maka akan diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar 3.3 juta rupiah. Dari 19 orang petani dalam usahatani cabai merah besar besar, semua petani memperoleh pendapatan atas biaya tunai bernilai positif (untung). Pada usahatani tomat rata-rata penerimaan total sebesar Rp 54 299 994.1 dan total biaya tunai rata-rata sebesar Rp 41 810 291.1 diperoleh rata-rata pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 12 489 703 dengan nilai R/C rasio sebesar 1.3. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar 1 juta rupiah, maka akan diperoleh pendapatana atas biaya tunai sebesar 1.3 juta rupiah. Meskipun rata-rata pendapatan atas biaya tunai petani menghasilkan nilai positif, akan tetapi ada 8 petani yang memperoleh nilai negatif. Hal ini membuktikan bahwa pada tiap petani tersebut biaya tunai mereka lebih besar daripada penerimaan total yang mereka peroleh. Akan tetapi baik usahatani cabai merah besar dan tomat memiliki R/C rasio rata-rata labih dari 1, artinya usahatani dapat dilanjutkan. Dalam hal ini, jika petani tidak memperhitungkan biaya-biaya non tunai maka akan diperoleh nilai R/C rasio di atas 1. Biaya non tunai pada usahatani tomat ternyata mempunyai persentase yang cukup besar terhadap biaya total, yaitu sebesar 27% (lihat Tabel 11). Karena nilainya lebih dari seperempat bagian dari biaya total, ketika biaya non tunai ini tidak diperhitungkan, maka akan sangat berpengaruh pada tingkat efisiensi usahatani. Baik R/C rasio pendapatan terhadap biaya total ataupun biaya tunai, menggambarkan efisiensi dari usahatani. Nilai R/C yang lebih besar dari 1 menggambarkan usahatani yang semakin efisien sehingga dapat dijalankan kembali pada musim berikutnya. Jika petani ingin menanam secara monokultur, maka petani lebih baik menanam cabai merah besar.
Analisis Penampilan Usahatani Cabai merah besar dan Usahatani Tomat di Desa Srikaton Analisis penampilan usahatani meliputi perhitungan pendapatan bersih usahatani, penghasilan bersih usahatani, pedapatan luar usahatani, penghasilan keluarga (family earning), return to capital (pengembalian atas seluruh modal), return to farm equity capital (pengembalian atas modal sendri), dan return to family labour (pengembalian atas tenaga kerja keluarga) yang mempertimbangkan bunga modal pinjaman dan bunga modal sendiri. Bunga pinjaman dipertimbangan berdasarkan besarnya suku bunga yang berlaku pada lembaga keuangan tertentu dan jenis pinjaman petani. Sedangkan bunga modal sendiri dipertimbangkan dari bunga deposito. Biaya dibedakan menjadi biaya tunai dan non tunai. Untuk penerimaan kotor terdiri dari penerimaan tunai saja, karena tidak ada petani yang memperoleh penerimaan kotor non tunai. Analisis perhitungan perbandingan penampilan usahatani cabai merah besar dan tomat berdasarkan modal pinjaman dan modal sendiri dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 6 Penampilan usahatani cabai merah besar besar dan tomat Cabai No
Komponen
1
Total Penerimaan Kotor (Gross Return)
2
Biaya Tunai
3
Biaya Non Tunai/diperhitungkan Penyusutan TKDK Karung bekas pupuk Sewa Lahan Total biaya non tunai (tanpa TKDK)
Nilai (Rp/Ha)
Tomat %
Nilai (Rp/Ha)
110 542 798
25 750 513
50 668 816
20 326 132
966 717
488 056
9 862 739
5 839 411
6 873
66 735
3 000 000
948 454
%
3 973 590
1 503 245
4
Total Pengeluaran Usahatani/total farm expenses (2+3)
54 642 406
21 829 377
5
Pendapatan Bersih Usahatani/net farm income (1-4)
55 900 392
6
Bunga Modal Pinjaman (1.89 %)
7
Bunga Modal Sendiri
2 282 893
531 474
8
Penghasilan Bersih Usahatani/net farm earning (5-6)
54 911 537
3 022 651
9
Pendapatan Luar Usahatani
10 292 784
6 861 856
10
Penghasilan Keluarga/family earning (8+9)
65 204 320
9 884 506
11
Return to Total Capital (5-TKDK)
46 037 653
84
-8 392 405
-38
12
Return to Farm Equity Capital (8-TKDK)
45 048 798
82
-9 290 890
-43
13
Return to Family Labour (8-bunga modal petani)
52 628 644
51
988 855
3 921 136
15
898 485
2 491 176
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa penerimaan kotor usahatani cabai merah besar besar cukup tinggi jika dibandingkan dengan modal yang digunakan petani. Sedangkan pada usahatani tomat, penerimaan kotor yang diperoleh tidak terlalu besar akan tetapi masih menguntungkan. Penerimaan kotor usahatani cabai merah besar sangat besar sekali selisihnya jika dibandingkan dengan penerimaan kotor usahatani tomat. Penerimaan kotor usahatani cabai merah besar berdasarkan modal pinjaman memiliki nilai 4.29 kali dari usahatani tomat yaitu sebesar Rp 110 542 784 untuk usahatani cabai merah besar dan sebesar Rp 25 750 513 untuk
usahatani tomat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat harga pada masingmasing komoditas disamping hasil produksi masing-masing komoditas. Rata-rata harga cabai pada musim tanam Oktober 2013 sampai Maret 2014 adalah Rp 17 722.19 per kg, sedangkan tomat seharga Rp 2 200.11 per kg. Besar harga kedua komoditas sangat jauh berbeda sehingga berimplikasi pada penerimaan yang juga jauh berbeda. Biaya dibedakan berdasarkan biaya tunai dan non tunai, sedangkan total pengeluaran usahatani (total farm expenses) merupakan total semua biaya/ keluaran dari semua nilai masukan yang digunakan dalam kegiatan usahatani kecuali biaya TKDK, perhitungan mudahnya yaitu biaya tunai ditambah dengan biaya non tunai (tanpa biaya TKDK). Biaya TKDK tidak dimasukkan dalam perhitungan pengeluaran usahatani karena akan diperhitungkan tersendiri untuk dalam perhitungan balas jasa atau imbalan terhadap TKDK (return to family labour). Total pengeluaran usahatani cabai merah besar sebesar Rp 54 642 406. Sedangkan pada usahatani tomat, besarnya total pengeluaran yaitu sebesar Rp 21 829 377. Total pengeluaran usahatani cabai merah besar besar 2.5 kali dari total pengeluaran usahatani tomat, artinya dalam luasan lahan 1 hektar, usahatani cabai merah besar besar membutuhkan biaya 2.5 kali lebih besar daripada usahatani tomat. Pendapatan bersih (net farm income) merupakan hasil pengurangan dari total penerimaan dengan total pengeluaran. Pendapatan bersih merupakan imbalan bagi petani terhadap penggunaan seluruh faktor produksi. Persentase kontribusi pendapatan bersih terhadap penerimaan kotor usahatani cabai merah besar yaitu 51%, sedangkan pada usahatani tomat sebesar 15%. Pendapatan bersih usahatani cabai merah besar besar memberikan kontribusi di atas 50% dari penerimaan kotor artinya lebih dari separuh nilai penerimaan kotor merupakan pendapatan bersih. Lain halnya dengan usahatani tomat, kontribusi pendapatan bersihnya hanya 1/6 dari penerimaan kotor sehingga dapat dikatakan nilainya relatif kecil. Semakin besar pendapatan bersih usahatani, maka dapat dikatakan kinerja usahatani tersebut semakin baik. Sumber modal juga berpengaruh terhadap penghasilan bersih usahatani (net farm earning) karena menentukan besarnya nilai bunga. Nilai bunga dihitung berdasarkan persentase bunga dikalikan total pengeluaran. Persentase bunga ditentukan berdasarkan sumber modal pinjaman. Persentase bunga modal pinjaman berbeda-beda tiap petani tergantung pada jenis pinjaman dan lembaga keuangan pemberi modal (Bank, BMT, dll). Rata-rata persen bunga modal pinjaman usahatani cabai merah besar dan tomat sama besar yaitu 1.89% (persen bunga telah dikonversikan pada lama waktu per musim pada setiap usahatani). Penghasilan bersih merupakan hasil pengurangan dari pendapatan bersih dikurangi nilai bunga pinjaman. Soekartawi et al 1986 menyebutkan bahwa ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai di dalam usahatani. Penghasilan bersih usahatani cabai merah besar besar yang diperoleh sebesar Rp 54 911 537 dan usahatani tomat sebesar Rp 3 022 651. Semakin besar penghasilan bersih, maka seluruh sumberdaya keluarga yang digunakan akan memperoleh imbalan yang semakin besar.
Rata-rata imbalan bagi total modal (return to total capital) merupakan pengurangan dari pendapatan bersih terhadap nilai tenaga kerja keluarga per petani mengusahakan cabai merah besar besar adalah Rp 46 037 653 dengan ratarata modal sebesar Rp 51 303 269. Petani memperoleh imbalan bagi total modal sebesar 0.84 kali dari modal petani atau rata-rata petani memperoleh imbalan 84 %. Artinya setiap 1 juta rupiah modal yang digunakan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 840 000. Sedangkan rata-rata imbalan bagi total modal per petani mengusahakan tomat adalah -Rp 8 392 405, dengan rata-rata modal sebesar Rp 21 829 377. Petani memperoleh imbalan bagi modal sebesar -0.38 kali dari modal petani atau rata-rata petani memperoleh imbalan -38%. Artinya setiap 1 juta rupiah modal yang digunakan untuk usahatani tomat maka petani akan mendapatkan kerugian sebesar Rp 380 000. Semakin besar tenaga kerja dalam keluarga yang dilibatkan dalam mengelola usahatani, maka akan semakin kecil imbalan bagi total modal yang diperoleh petani. Penggunaan tenaga kerja keluarga yang semakin banyak dapat diindikasikan bahwa usahatani tersebut masih mempunyai skala usaha relatif kecil yang dalam hal ini berhubungan erat dengan luasan lahan. Luasan lahan mempengaruhi keterjangkauan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh petani, sehingga semakin luas lahan yang digunakan maka kecenderungan petani memberdayakan tenaga kerja lebih banyak. Rata-rata luasan lahan yang dimiliki petani dan digunakan untuk usahatani tomat yaitu 1 513 m2. Luasan lahan tersebut relatif sempit sehingga petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dibuktikan pada Tabel 10 sebelumnya dengan melihat persentase nilai TKDK yaitu sebesar 21.5% dari biaya total. Nilai TKDK tersebut hampir ¼ dari total pengeluaran sehingga sangat mempengaruhi besarnya nilai imbalan bagi total modal. Rata-rata imbalan bagi modal petani (return to farm equity capital) diperoleh dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Imbalan bagi modal petani juga diperoleh hasil yang menguntungkan untuk usahatani cabai merah besar besar yaitu sebesar 82% dan usahatani tomat sebesar -43%, artinya Jika modal yang digunakan sebesar 1 juta rupiah, maka petani memperoleh keuntungan sebesar Rp 820 000 untuk usahatani cabai merah besar besar, sedangkan jika modal sebesar 1 juta dialokasikan untuk usahatani tomat maka akan didapatkan kerugian sebesar Rp 430 000. Persentase imbalan bagi modal petani dibandingkan dengan persentase bunga deposito pada bank. Apabila persen imbalan bagi modal petani lebih besar dari bunga deposito, maka usahatani dikatakan menguntungkan dan sebaliknya. Bunga deposito yang berlaku di Desa Srikaton mengacu pada bunga deposito Bank BRI yang telah dirata-rata kapada seluruh petani yaitu sebesar 4.08 % untuk usahatani cabai merah besar besar, sedangkan usahatani tomat sebesar 2.72%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai merah besar menguntungkan karena lebih besar dari bunga deposito, sedangkan usahatani tomat tidak menguntungkan karena persentase nilainya lebih kecil dari bunga deposito. Rata-rata imbalan bagi tenaga kerja keluarga (return to family labour) merupakan hasil dari penghasilan bersih usahatani dikurangi dengan bunga modal petani. Bunga modal petani disesuaikan dengan bunga deposito. Bunga deposito yang digunakan memiliki jatuh tempo 6 bulan (disesuaikan dengan lama musim tanam). Nilai imbalan bagi tenaga kerja keluarga yang diperoleh pada usahatani cabai merah besar besar sebesar Rp 52 628 644 per usahatani atau Rp 266 805 per
HOK TKDK per Ha dan pada usahatani tomat sebesar Rp 2 491 176 per usahatani atau Rp 10 116 per HOK TKDK per Ha. Total HOK TKDK untuk usahatani cabai erah besar yaitu 197.3 HOK dan 246.3 HOK untuk usahatani tomat. Nilai imbalan bagi tenaga kerja keluarga per HOK pada usahatani cabai merah besar besar jauh lebih besar dari pada upah per HOK yang berlaku di Desa Srikaton yaitu Rp 50 000 per HOK, sedangkan pada usahatani tomat lebih kecil dari upah per HOK di Desa Srikaton. Hal ini menunjukkan bahwan usahatani cabai merah besar besar secara ekonomis menguntungkan karena imbalan petani atas kepemilikan lahannya mampu memberikan imbalan yang tinggi bagi faktor produksi tenaga kerja dalam keluarga yang telah dipergunakan dalam menjalankan usahataninya. Sedangkan pada usahatani tomat menunjukkan bahwa secara ekonomis tidak menguntungkan karena imbalan petani atas kepemilikan lahannya tidak mampu memberikan imbalan yang sesuai bagi faktor produksi tenaga kerja dalam keluarga yang telah dipergunakan dalam menjalankan usahataninya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tetang perbandingan pendapatan usahatani cabai merah besar dan tomat, maka simpulan yang diperoleh yaitu: 1. Berdasarkan analisis struktur biaya usahatani cabai merah besar dan tomat, Biaya terbesar yang digunakan dalam usahatani cabai merah besar dan tomat adalah biaya tenaga kerja yaitu 30.8 persen atau senilai Rp 26 104 176.7 untuk usahatani cabai merah besar dan 41.3 persen atau senilai Rp 26 233 444.9 untuk usahatani tomat. 2. Dengan melihat nilai R/C rasio usahatani cabai merah besar dan tomat baik terhadap biaya tunai maupun terhadap biaya total, maka usahatani yang lebih efisien adalah usahatani cabai merah besar. 3. Dengan mempertimbangkan pendapatan yang diukur pada penampilan penampilan usahatani (return to capital, return to farm equity capital, dan return to labour) yang diperoleh pada masing-masing usahatani, maka usahatani cabai merah besar lebih menguntungkan secara ekonomi daripada usahatani tomat pada saat musim tanam periode Oktober 2013 – Maret 2014 di Desa Srikaton.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang diberikan penulis yaitu 1. Sebaiknya petani memilih menanam cabai jika bermaksud untuk berusahatani secara monokultur, tetapi apabila petani tetap ingin menanam dua komoditas, maka petani disarankan untuk menggunakan lahannya dengan proporsi lahan yang lebih besar adalah cabai merah besar. 2. Petani sebaiknya melakukan rutinitas pencatatan secara baik dan benar guna menjadi evaluasi petani yang berkaitan dengan input-input yang digunakan dan kebutuhan biaya usahatani cabai merah besar dan tomat sehingga kinerja usahataninya menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia AN. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani Vanili pada Ketinggian Lahan 350-800 M Dpl di Kabupaten Tasikmalaya (Studi Kasus: Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura. 2013. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Hortikultura di Indonesia. Jakarta (ID).
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2014. Produksi Sayuran di Indonesia, 1997-2013 [internet]. Jakarta (ID): DKI Jakarta [diunduh 2014 Desember 3]. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=55¬ab=70. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 2014. Lampung Dalam Angka 2014 [internet]. Bandar Lampung (ID): Lampung [diunduh 2014 Desember 2]. http://lampung.bps.go.id/publikasi/buku/2014/9_lda2014_/index.html. Efendi S. 2014. Pengaruh Program OVOP Terhadap Keuntungan Usahatani Tomat di Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hanafie R. 2010. Pengantar Ilmu Pertanian. Rosalina Fiva, editor. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Idani FR. 2012. Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ladiku SR. 2014. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Cabai di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo [tesis]. Gorontalo (ID): Universitas Negeri Gorontalo. Lipsey RG, Peter OS, Douglas DP, Paul NC. 1993. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Ke-10, Jilid I. Jaka W dan Kirbandoko, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Microeconomics. Harper Collins Publishers. Ed ke-10. Manfaat Sayuran. 2014. http://www.tipscaramanfaat.com/manfaat-sayuran171.html [diunduh 2014 Nopember 3]. Prabaningrum L, Moekasan TK, Adiyoga W, dan Putter H. Panduan Praktis Budidaya Tomat Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian. 2013. Statistik Harga Komoditas Pertanian Tahun 2013. Jakarta (ID). Putri O. 2014. Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang dalam Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siregar FM. 2008. Analisis Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung Kalimancur” Desa Tugug Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Pr. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, dan Hardaker JB. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pnegembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI Pr. Sukisti. 2010. Usahatani Padi Dengan Sistem Tanam Pindah (Tapin) dan Sistem Tabur Benih Langsung (Tabela) di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Yogyakarta [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta. Sujana W. 2010. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi yang Mempengaruhi Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Waridin. 2007. Analisis Keefisienan Usahatani Jahe (Studi Kasus di Kecamatan Ampel, Boyolali). J Pembangunan Pedesaan. Vol. 7(1), April - Juli 2007: 19-25. ISSN 1411-9250.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 September 1992 di Pringsewu, Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Erwan Prajonggo dan Ibu Tri Wahyuningsih. Pendidikan formal penulis pada Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Gadingrejo (2007-2009), dan pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Program Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam organisasi. Penulis menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) SMA Negeri 1 Gadingrejo (20072009), anggota Karya Ilmiah Remaja SMA Negeri 1 Gadingrejo (2007-2008), Sekretaris Forum Rohis Direkotrat Program Diploma IPB (2009-2010), General Manager Forum Rohis Program Diploma IPB (2010-2011), Koordinator Departemen Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif Forum Mahasiswa Alih Jenis Agribisnis (2012-2013), dan Sekretaris KAMUS (Keluarga Muslim Ekstensi) IPB (2013-2014).