TRADISI SEBAMBANGAN DALAM ADAT LAMPUNG MENURUT HU.KUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI KELURAHAN SINAR WAYA KECAMATAN ADILUWIH KABIJPATEN PRINGSEWU LAMPUNG
Skripsi Diajnkan Kepada Faknltas Syariah dan Hnknm Untnk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjaua Syariah (S. Sy)
-----.. Ulll Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Oleh: SUHENDRA 108043100013 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TRADISI SEBAMBANGAN DALAM ADAT LAMPUNG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI KELURAHAN SINAR WAYA KECAMATAN ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh: SUHENDRA
108043100013
Dibawah Bimbingan
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi
yang
berjudul
TRADISI
SEBAMBANGAN
DALAM
ADAT
LAMPUNG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Di KELURAHAN SINAR WAYA KECAMATAN ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG telah di ajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum.
Jakarta 08 Mei 2014 Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
___ /
Dt. Phil. JM Muslimin MA NIP. 196808121999031014
P ANITIA UJIAN MUNAQASYAH Ketu a
: Dr. H. Muhammad Taufiki, S.Ag., M.Ag J\!IP. 196511191998031002
Sekretaris
: Fahrni Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si J\!IP. 197412132003121002
Pembimbing
: Fahrni Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si J\!IP. 197412132003121002
Penguji I
: Prof. Dr. H. Yunasril Ali, MA J\!IP. 150223823
Penguji II
: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 19640412 199403 1 004
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 Mei 2014
~~¥!hi( .,•;;
Suhendra
ABSTARK
Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt, sebagai jalan untuk makhluknya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya. Nikah menurut bahasa, al-jam 'u dan al-dham 'u yang artinya kumpuL Makua nikah (zawaj) bisa diartikan aqdu altazwij yang artinya akad nikah, juga bisa diartikan wath 'u al-zuajah bermakna menyutubuhi istri. Adapun menurut syarak, nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lain dan membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera, para ahli fikih berkata, zawaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan didalarnnya mengandung kata inkah atau tazwaj. Sementara itu dalam masyarakat Sinar Waya, terdapat pernikahan dengan adat Sebambangan, adat sebambangan dilakukan dengan cara membawa lari si gadis (muli) oleh bujang (meghanai) kerumalmya dengan sembunyi-sembunyi untuk di bawa ketempat pihak laki-laki. Kemudian setelah pihak laki-laki tersebut membawa sang gadis kernmahnya, pihak laki-laki harus memberi kabar kerumah pihak sang gadis dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh adat. Dari penjelasan tersebut maka ha! yang menjadi problematika adalah ketika sang bujang membawa lari si gadis ke rumahnya, kemudian dibawa lari oleh sang bujang ke tempat sanak saudaranya. Dengan adanya hal ini dikhawatirkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti melakukan perbuatan zina, karene mereka melakukan pelarian hanya berdua untuk menuju ketempat pihak keluarga si bujang. Penelitian ini ialal1 penelitian lapangan yang dilakukan di Sinar Waya, pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi, kemudian menganalisis data yang telah ada, adapun alas an penyusun memilih lokasi di kelural1an Sinar Waya km·ena masyarakat di Sinar Waya tersebut sampai saat ini masih mempe1iahm1kan budaya khas Lmnpung, untuk menganalisis kasus ym1g terjadi di Sinar Waya serta menentukan sal1 atau tidaknya perkawinan yang menggunakan adat Sebambangan, maka peneliti menggunakan pendekatan normatifterhadap al-Qur'an, Hadis, dan kaidah fiqhiyah. Berdasarkan hasil analisis hukum Islam terhadap data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa adat sebambangan, adalah salah satu adat yang dilakukan sebelum melangsungkan pemikahm1, adat sebambangan, sesuai dengan ketentuan hukum Islam, karena perkawinan yang melalui adat sebambangan hukunmya sah menurut hukum Islmn karena sudah memenuhi syarat dan kriteria perkawinan menurut hukum Islmn, undang-undang, dan Kompilasi Hukum Islmn yang berlaku di Indonesia dengan kata lain hukum adat sebambangan adalah boleh (mubah).
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil 'alamin,
puji
dan
syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan taufiknya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir dalam menempuh stndi di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sa!awat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjunagn kita Nabi Muhammad SAW yang berhasil menyampai risalahnya kepada umat manusia di seluruh dunia, pendobrak revolusi akbar dalam peradaban sosial kehidupan kita yang kita harapkan syafaatnya kelak di akhirat. Selanjutnya dalam proses penyusunan skripsi ini, penyusun tidak berdiri sendiri. Dalam arti, penyusunan banyak mendapatkan kontribusi dari pihak-pihak lain. Untuk itn, penyuun menghatnrkan ribuan terima kasih kepada: 1. Dr. Phil. JM Muslimin, M.A selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. I-I. Muhammmad Taufiki, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pebandingan dan Mazhab Hukum 3. Fahrni Muhammad Ahmadi, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, sekaligus sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah memberikan banyak masukan dan arahan kepada penulis serta ikhlas meluangkan waktunya untnk
membimbing serta memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islan1 Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas bagi penulis untuk mengadakan studi kepustakaan. 5. Para dosen Fakultas Syaria'ah dan Hukum, para Guru. Asatidz yang telah mendidik penulis baik secara langsung atau tidak, telah membantu pemahaman penulis dalam menyelesaikan sekripsi ini. 6. H. Azhar Dalom selaku kepala adat Pekon Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten
Pringsewu
yang
telah
mengizinkan penulis
melakukan penelitian dan memberi kemudahan bagi penulis untuk mendapatkan informasi mengenai data dalam penulisan skripsi ini. 7. Kepada orang tua penulis, ayahanda H. Azhar Dalom dan ibunda Hj. Siti Azna yang telah melahirkan dan membesarkan ananda. Tiada kata yang dapat ku ucapkan selain ucapan terima kasih yang tak terbatas untuk semua pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Karena ku yakin kasih sayang, cinta suci, dan pengorbanan kalian takkan tertandingi adanya, oleh karena itu aku akan selalu berusaha membuat kalian tersenyum bangga. Ucapan ribuan terima kasih atas do'a-nya tak henti-hentinya penulis lantunkan di setiap do' a.
8. Kakak-kakak ku tercinta Hendra Hastuti, Muhammad Herliyan, Maria Novita, dan Reni Anggraini yang selalu memberikan dukungan dan motivasinya, serta semua keluarga besarku, terima kasih atas do'a-nya. 9. Asep Muhdiar, sujatmiko, Anam, Humaidi, Jainuri, Fatul, Sapta, Rngki, Abdurralunan (BL), Ade Septiawan, Hanafi yang selalu membuat penulis menjadi tennotivasi dan tak mau kalah dengan mimpi-mimpi indabnya yang setinggi langit. Semoga Allah SWT mengizinkan semua mimpimimpi kita menjadi nyata sahabat. 10. My best Friends, Asma Hadi, Riadi, Hasan Aziz, Fauzan, dan Humaidah yang selalu ada disaat penulis membutuhkan bantuannya serta selalu memberikan masnkan kepada penulis dalam membuat skripsi ini. 11. Semua teman-teman Perbandingan Mazhab dan Hukum angkatan 2008 atas kebersamaan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-nya. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama, serta bemilai ibadah di hadapan Allah SWT. Amin.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
DAFTARISI
ABSTRAK ........................................................................................................ . KATA PENGANTAR.......................................................................................
n
DAFTARISI .....................................................................................................
v
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................
1
B. Batasan dan Rumusan masalah ............................................
4
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...........................
5
D. Review Studi Terdahulu.......................................................
5
E. Metode Penelitian.................................................................
8
F. Sistematika Penulisan... ........ .... ... .. ....... .. ....... .. ........ ... ....... ... 13 BAB II
KAJIAN TEORI PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM, KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN HUKUM POSITIF
A. Pernikahan Dal am Islam ............ .. ... ... .. .. .. .. .. .. ... ... .. ... .. ... ... ... 15 B. Perkawinan Menurut KHI .................................................... 20 C. Perkawinan Dalam UUNomor 1Tahun1974 ..................... 21 D. Tindak Pidana Penculikan Dan Modusnya .......................... 27 BAB III
TATACARA MEMINANG PERNIKAHAN MENURUT ADAT LAMPUNG
A. Perkawinan Dalam Adat Lampung ...................................... 30 B. Pengertian dan Tata cara Adat Sebambangan ...................... 34
BAB IV
ANALISIS TENTANG ADAT SEBAMBANGAN
A. Pengertian dan hal-hal yang diatur dalam Sebambangan .. .. 51 B. Adat Sebambangan dalam Pandangan Hukum Islam ......... 54 C. Adat Sebambangan dalam pandangan Hukum Positif (UU No. 01Tahun1974 dan KUHP Pasal 328). ................. 61
BABV
PENUTUP A. Kesimpulan .... ... ..... ... ............ .. .. ... .. .. ... .. ... ... ... ... .. ... .... .. ........ 63
B. Saran-Saran.......................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 66 LAMP IRAN
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu ketentuan Allah SWT yang umum berlaku pada semua mahluk baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Allah SWT tidak menjadikan manusia itu seperti mahluk lainnya, hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarki, dan tidak ada suatu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah SWT menciptakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan saling merestui, dengan tata cara pernikahan. Perkawinan merupakan suatu cara yang ditetapkan oleh Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak, dan menjaga kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan 1• Islam telah menetapkan tata cara dan aturan pernikahan beserta halhal yang terkaitan didalamnya, bukan hanya itu agama Islam juga telah meletakkan dasar-dasar pergaulan hidup dan hubungan suatu keluarga yang terbentuk akibat dari pernikahan itu sendiri. Perkawinan akan terbentuk akibat dari pernikahan itu sendiri. Perkawinan akan semakin penting eksistensinya, ketika dilihat dari aspek hukum, termasuk di dalarnnya adalah hukum Islam, perkawinan dipandang sebagai perbuatan (peristiwa) hukum (rechts feit) yaitu:
2
"Perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat hukum", karena hukum mempunyai kekuatan yang mengikat bagi subjek hukum atau karena subjek hukum itu terikat oleh kekuatan hukum. Oleh karena itu hendaknya sebagai umat Islam dan warga negara Indonesia mentaati hukum Islam dan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. 2 Dengan demikian, perkawinan dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria dan wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada Allah SWT. Islam menjelaskan aturan perkawinan, namun aturan perkawinan yang berlaku di masyarakat tidak lepas dari pengarnh budaya dan lingkungan di mana masyarakat itu berada, dan yang paling dominan adalah dipengaruhi oleh adat istiadat dan budaya di mana masyarakat tersebut berdomisili. Sebagai mana yang te1iera dalam Al-Qur'an (QS. Al-Hujuratl/49: 13), manusia diciptakan Allah sang Maha Pencipta secara berpasang-pasangan juga tidak sama, baik dalam iman, warna kulit dan yang lebih kongkrit lagi mengenai suku dan bangsa. Indah sekali gambaran kejadian hamba disebut manusia. Berawal dari Adam kemudian diciptakan pasangannya yaitu hawa, berlanjut dengan adanya keturunan, dan semua itu bertujuan hanya untuk bertaqwa kepada Allah SWT. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah
mawadah warahmah, sedangkan pembentukan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah haruslah berdasarkan dengan Al-Qur'an dan Al-Sunnah.
')
-- .
3
Akan tetapi sifat manusia selalu diliputi dengan emosi karna hal-hal yang tidak berkenaan dihatinya sehingga ia berbuat nekad dalam menentukan sikap pribadinya. Seperti ha! yang terjadi pada perkawinan lari yang banyak terjadi akibat suatu dorongan yang biasanya bersumber pada keluarga itu sebdiri. Pada umumnya yang dimaksud dengan perkawin lari adalah bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan orang tua, tetapi berdasarkan, kemauan sepihak atau kemauan kedua belah pihak yang bersangkutan. 3 Meskipun demikian kawin lari dalam pernikahan adat Lampung kadangkala dij adikan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pernikahan dalam adat sebagian masyarakat Lampung yang dikenal dengan istilah sebambangan. Berdasarkan dari realitas yang ada, bahwa adat sebambangan adalah sebuah sistem perkawinan yang ada dalam masyarakat Lampung, bagi yang beragama Islam tentu saja ingin mengetahui bagaimana kepastian hukum Islam terhadap beberapa perkawinan adat masyarakat yang berkembang pada saat ini. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul: "Tradisi Sebambangan Dalam Adat Lampung Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih KaJmpaten Pringsewu Lampung". Dalam
skripsi ini membahas bagaimana praktek dan tata cara pelaksanaan adat sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu Lampung. Serta bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum
4
positifterhadap adat sebambangan yang terjadi di Desa Sinar waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung.
B. Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasanbatasan dari masalah penelitian yang akan di teliti, batasan masalah ini berguna untuk identifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup penelitian. 4 Pembatasan ini sengaja dilakukan untuk menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang akan di teliti. 2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan di kaji dalam skripsi
1m
sebagai
berikut: 1. Bagaimana
praktek
dan
tat a
cara
pelaksanaan
adat sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung? 2. Bagaimana Pandangan hukum Islam dan hukum positif mengenai adat Sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung?
5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian I. Tujuan penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut a. Untuk
mendeskripsikan
praktek
dan
tata
earn
pelaksanaan
adat Sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung. ·b. Untuk menjelaskan Pandangan hukum Islam dan hukum positif mengenai adat Sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung.
2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penyusunan skripsi ini adalah: a. Sebagai bahan kajian dan penelitian lebih lanjut dalam rangka memperkaya hasanah ilmu pengetahuan hukum Islam dan hukum posisf. b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat Lampung pada khususnya dan masyarakat muslim umumnya. c. sebagai bahan aplikasi khususnya para akademisi yang mempunyai ketertarikan dalam bidang studi hukum perkawinan.
D. Review Studi Terdahulu
Hukum adat merupakan aturan kebiasaan manus1a dalam hidup bermasyarakat. Sejak manusia di turunkan di muka bumi, maka yang
6
Adapun
proses
perkawinan
yang
di
laksanakan
dalam
adat sebambangan merupakan salah satu cara yang di
perkawinan
laksanakan di
Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung. Tata cara adat sebambangan dilaksanakan berdasarkan hukum adat yang berlaku di daerah tersebut. Dari hasil penelusuran terhadap literatur yang ada, yang membahas tentang perkawinan adat, baik secara umum maupun secara khusus yang penulis ketahui adalah:
Skripsi Novendri Eka Saputra, Mahasisiwa di Fakultas Syari'ah dan Hukum pada Tahun 2009 yang berjudul "Sebambangan Dalam Pernikahan
Adat Lampung Timur Ditinjau Dari Hukum Islam". Skripsi ini hanya membahas gambaran umum tentang sebambangan ditinjau dari hukum Islam. Firdaus Adat Sebambangan Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus
Di Kelurahan Kata Baru Kecamatan Banding Agung Kabupaten Oku Sumatra Selatan) Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa perkawinan adat sebambangan merupakan perbuatan melakukan pelanggaran hukum adat yang berlaku di daerah setempat, dan adat sebambangan dilakukan apabila ada suatu problem dalam hubungan antara pemuda dilakukan apabila ada suatu problem
No
I
Nama
Judul Skripsi
Pembahasan
Novendri
Sebambangan
Eka Saputra
Pernikahan Adat Lampung membahas
Dalam Skripsi
Timur Ditinjau Dari Hukum
um um
1111
hanya gambaran tentang
7
ditinjau
sebambangan
Islam
dari hukum Islam.
Fi rd a us
Ada/ Sebambangan Ditinjau Dal am
skripsi
m1
Dari Hukum Islam (Stu di disimpulkan
bahwa
Kasus Di Kelurahan Kata perkawinan
ad at
Baru Kecamatan Banding sebambangan Agung
Kabupaten
Sumatra Se/a/an)
Oku merupakan
perbuatan
melakukan pelanggaran hukum adat yang berlaku di daerah setempat, dan
2
adat
sebambangan
dilakukan
apabila
suatu
problem
ada
dalam
hubungan antara pemuda dan pemudi, salah satu faktornya adalah pihak perempuan sudah hamil terlebih kemudian
dahulu, untuk
menghindari persyaratan ad at
Dalam buku Hilman Hadi Kusuma yang berjudul Pengantar I/mu
Hukum Ada! Indonesia dijelaskan bahwa perkawinan adat sebambangan
8
menggunakan tengepik yang seharusnya dalam prosesi adat sebambangan tersebut harus menggunakan tengepik, karena tengepik merupakan salah satu syarat dalam pelaksanaan perkawinan sebambangan di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung5 . Kesimpulan dari telaah pustaka tersebut adalah, adat sebambangan yang terjadi di masyarakat Sinarwaya sangat berbeda dengan literatur yang sudah ada, karena wilayah penelitian yang berbeda dan adatnya tentu berbeda pula, kemudian inti dari skripsi yang ada di atas tidak menggunakan tatanan upacara adat secara resmi dalam melaksanakan adat sebambangan maupun kawin lari, berbeda pada adat sebambangan yang berlangsung di dalam masyarakat Sinar Waya, sebambangan yang terjadi di masyarakat Sinar Waya, menggunakan syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam melaksanakan sebambangan seperti adanya penggunaan tata cara adat, salah satunya
menggunakan penyerahan badik yang dililit kain putih, tengepik dan tokoh adat atau penyimbang yang berperan aktif dalam pelaksanaan adat sebambangan. Hal yang paling membedakan antara skripsi di atas, dengan
skripsi yang dibahas pada analisis hukum Islam terhadap perwalian dan walimah dalam adat sebambangan.
E. Metode Penelitian Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dengan maksud untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai
9
serentetan peristiwa dan dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Penelitian merupakan suatu proses dari kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menganalisis suatu masalah peristiwa, Untuk memperoleh kajian yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Penelitian berarti pencarian teori, pengujian teori, atau pemecahan masalah. Artinya bahwa masalah itu telah ada dan telah diketahui bahwa pemecahan masalah tersebut sangat diperlukan. Masalah itu bakanlah suatu yang biasa dalam arti bahwa pemecahannya bias didapakan langsung. 6 Sedangkan menurut Rianto Adi, metode penelitian merupakan ilmu mengenai jenjang-jenjang yang harus dilalui dalam suatu proses penelitian, yakni ilmu yang membahas metode ilmiah dalam mencari, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Pengetahuan diartikan sebagai kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggnaan panca indra. Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian dan menghilangkan prasangka sebagai akibat ketidak pastian. 7 Adapun H. Adari Nawawi berpendapat bahwa cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah adalah melalui metode penelitian (penyelidikan). Cara tersebut memungkinkan ditemukannya kebenaran yang obyektif karena dibentengi dengan fakta-fakta sebagai bukti tentang adanya sesuatu dan mengapa adanya demikian atau sebab adanya demikian. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bal1wa ilmu yang memperbincangkan tengtang metode-metode ilmiah dalam 6
Consuelo G. Sevilla dan kawan-kawan, pnerjemah Alimuddin Tuwu. Pengantar Metode Penelitian. (Universitas Indonesia Jakarta, 1993). h. 2.
10
menggali kebenaran pengetahuan disebut metode penelitin atau metodelogi research.
Ilmu tersebut mencari cara-cara untuk mengungkapkan dan
menerangkan gejala-gejala alam baik yang nampak atau dapat disentuh dengan panca indera maupun yang tidak. 8
Maka metode penelitian yang
digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: I. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research),
yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara terjun langsung ke daerah objek penelitian, untuk mengetahui hubungan adat sebambangan
di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung, Januari sampai dengan Maret 2014. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah perspektif analitik yaitu penelitian yang bersifat dan bertujuan untuk memaparkan fenomena adat sebambangan yang terjadi pada masyarakat di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Lampung tahun 2014 dan kemudian
dianalisis menurut hukum Islam. 3. Pengumpulan data a. Observasi Sebagai metode ilmiah observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas praktek yang diteliti. Penulis menggunakan observasi langsung ke subjek penelitian. Di sini
11
penyusun mengamati fakta yang ada di lapangan, khususnya yang berhubungan dengan perkawinan adat sebambangan di Keluraban Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Pringsewu Lampung tahun 2014. b. Interview Interview adalah metode pengumpulan data atau infonnasi dengan cara tanya jawab sepihak, dike1jakan secara sistemik dan berdasarkan pada tujuan penyelidikan. Dalam interview ini, penulis mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan melalui interview guide (pedoman wawancara). Untuk mendapatkan data penyusun melakukan wawancara, Wawancara atau interview,
yaitu cara memperoleh data tentang adat sebambangan
dengan wawancara bebas, dan terdapat informan yang penulis wawancarai diantaranya adalah para pelaku adat sebambangan tersebut dan ketua adat, tokoh masyarakat. Hal ini digunakan untuk mendapatkan bukti yang kuat sebagai pendukung argumentasi.
c. Dokumentasi Dokumentasi adalab pengumpulan data-data dan bahan-bahan berupa dokumen. Data-data tersebut dapat berupa letak geografis, kondisi masyarakat adat di Sinar waya maupun kondisi adat budayanya Serta hal-hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
12
4. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yaitu pendekatan masalah dengan menilai realita yang terjadi dalam masyarakat. Apakah ketentnan tersebut sesuai atau tidak dengan hukum Islam ( 'urf). Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap adat sebambangan tersebut jika memperhatikan nash yang ada. Serta melihat
dan meneliti apakah sesuatu itu sesuai atau tidak dengan syari 'at Islam. Dalam hal ini apakah adat sebambangan mendatangkan banyak implikasi positif atau implikasi negatif dalam hal pelaksanaanya, sehingga sangat ditaati dalam adat masyarakat di Kelurahan Sinar Waya
Kecmnatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung. 5. Teknik Analisis Data Untuk
memperoleh
data-data
yang
dibutuhkan
penulis
menggunakan metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis yaitu metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala suatu masyarakat tertentu.Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisa data-data yang diperoleh dan faktor-faktor yang mernpakan pendnkung dan relevm1 terhadap objek yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan dm·i hal yang dijadikan objek penelitian. Data yang
diklarifikasikm1 maupun
yang
dianalisa
untuk
mempermudah dan menghadapkan pada pemecahan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tehnik analisis secm·a kualitatif.
analisis
kualitatif
1rn
digunakan
untuk
menemukan,
13
mengidentifikasi, dan menganalisa secara signifikan dan relevansi antara teks atau dokumen dengan data yang di peroleh.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulism1 penelitian ini, sama halnya dengan sistematika penulisan pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar, daftar isi, dan dibagi menjadi 5 bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB!
Mernpakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan mnum tentang, khitbahdan atau tata cara pernikahan dalam Islam, yaitu menurut pandangan empat mazhab fiqh, Mazhab Syafi'i, Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki dan Mazhab Hambali, perkawinan menurnt Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974. Bab kedua ini merupakan uraian awal yang bertujum1 untuk menunjukkan ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat khususnya dalam hal perkawinan menurut hukum Islam secara ideal.
BAB III
Menjelaskan tentang keadaan monografi, geografi dan keadaan masyarakat yang ada di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih
Kabupaten
Pringsewu
Lmnpung,
kemudian
memaparkan pengertian adat sebambangan, serta faktor-faktor
14
sebambangan. ha! ini dijelaskan untuk mengetahui dengan jelas
bagaimana lokasi penelitian, dan menjelaskan bagaimana adat sebambangan menurut masyarakat setempat.
BAB IV
Bab
1m
membahas
sebambangan tentang
dan
mendeskripsikan
analisis
adat
faktor-faktor terjadinya dalam adat
sebambangan, serta analisis hukum Islam. Dimana analisa
pertama meliputi perizinan yang diberikan oleh orang tua atau wali dari pihak perempuan dalam kaitannya dengan pelaksanaan perkawinan, dan analisis terhadap biaya walimah yang terlampau besar dalam pelaksanaan walimah yang memberatkan dalam perkawinan, kemudian analisis yang kedua meliputi Analisis Pada Pelaksanaan Adat Sebambangan. BABY
Bab ini memuat tentang penutup, kesimpulan, dan saran dari keseluruhan skripsi beserta berbagai lampiran-lampiran.
BAB II KAJIAN TEORI PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM, KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN HUKUM POSITIF
A. Pernikahan Dalam Islam
Penikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluknya baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan untuk makhluknya agar berkembang biak dan melestarikal1
hidupnya. Nikah
menurut bahasa al jam 'u dan al-dham 'u yang artinya kumpul. Malena nikah (zawaj) bisa diartikan aqdu a/-tazwij yang artinya akad nikah, juga bisa diartikan wath 'u al-zuajah bermakna menyutubuhi istri. 1 Menurut syar'i, nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lain dan rnembentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Para ahli fikih berkata, zawaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan didalamnya mengandung kata inkah atau tazwaj. 2 Menurut Wahbah al-Zuhaili adalah akad yang telah ditetapkan oleh syar'i
agar
seorang
laki-laki
dapat
rnengambil
manfaat
untuk
melakukan istimta' dengan seorang wanita atau sebaliknya. Menurut mazhab
1
2
Syakh Hasan Ayyub, Fikih Ke/uarga, Pustaka Al-kausar, Jakarta, 2006. h. 3. TllilK
A
"T'!L-~-!
-"---
'°"'-'-- •
r.
1
•
,...,.,,,
,,
16
Hanafiah, nikah akad yang memberi faedah untuk melakukan mut'ah yang secara sengaja, artinya kehalalan seorang laki-laki untuk beristimta' dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi sahnya pemikahan tersebut secara syar'i.
3
Menurut mazhab Hanabilah nikah adalah akad yang menggunakan lafaz inkah yang bermakna tazwij dengan maksud mengambil manfaat untuk bersenang-senang. 4 Al-Malibar mendefinisikan perkawinan sebagai akad yang mengandung kebolehan ibahat melakukan persetubuhan yang menggunakan kata nikah atau tazwij5. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya alahwal al-syakhsiyyah, mendefinisikan nikah sebagai akad yang menimbulkan
akibat hukum berupa halalnya melakukan pesetubuhan antara laki-laki dan perempuan, dan saling tolong menolong
serta menimbulkan hak dan
kewajiban diantara keduanya. 6 Hukum pemikahan dalam Islam terkadang bisa meJ\iadi sunah atau makruh, terkadang bisa menjadi wajib atau terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saj a, bahkan dalam kondisi te1ientu yang hukmnnya bisa menjadi makruh dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan. Semua akan
3
sangat tergantung dari permasalahan kondisi
dan situasi
Wahbah al-Zuhaili. Al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu, juz VII. Damsyiq Dar al-Fikr, 1989.
h.29. 4
Abdurahman al-Jaziri. Kitab 'Ala madzhib al-arba'ah. Juz IV. Dar Ihya al-Turas alArabi, 1989. h.3. 5
Muhammad Syata' al-Dimyati, !'anal al-Tha/ibin, juz III. Dar lhya al-Kutub alArabiyah. h. 256.
17
seseorang. Dibawah
terdapat 5 hukum nikah yang dapat berubah-ubah
m1
yaitu: 7 1. Pemikahan yang hukumnya Wajib Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang melakukan pemikahan tersebut telah berkeinginan untuk menikah, telah mampu dalam ha! kesiapanjasmani, rohani, mental, maupun meteri, dan ia khawatir akan berbuat zina jika ia tidak segera menikah. Maka wajib baginya untuk segera menikah. 2. Pernikahan yang hukumnya Sunnah Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pemikahan tersebut mampu menikah dalam ha! kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteril dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW: ...
i:_;. J
J
,,
,...
/
,...
/
,.,
'~11'.''1'
;;:.__T'-',
J-
t; :if' .0!1 J~~ Ju :Ju ;~ J.1
,
,.. 0
/.
'
y(':.11 ~
0
"'
/
,., ,,,
"' ,..
o....
"'
,.. ,.,
0
J
,.,
'-'ll'··1~t.;,''j'l•:;~ci1'(''.,'~1
~ J ~ ~
,
· I'"""''"';:"
CJ ...
........ ,...
~
,.. ,...
~LJ..I .~b,. J ~ ~~ i~~ ~:1:; /
/
t
,..
(_b:' . :! tJ;;
/
Artinya: Dari Ibnu Mas 'ud, ia berkata : Rasulul/ah SAW bersabda, "Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangandan lebih dapat menjaga kemaluan.Danbarangsiapa yang belu m mampu, maka hendaklah ia berpuasa,karena berpuasa itu baginya (men jadi) pengekang syahwat". (Muttafaqun Alaih). 8
7
Asrorun ni'am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Graha Paramuda, Jakarta, Juli 2008. h. 6.
18
Dalam hadist lain Nabi SAW bersabda:
\j
o;
0
,,,
"'
/
o"'
~
01:
o .. ~J
0
\-:~~
o_ \
o•
.:j
0
~J
• Y.Jj'J t.? ~,.. U"""' r v·~ ~ .... - ,, - J ,.. ,, ,, ...... ,, ,.. ,,, .... L ..'..W ~ '.I '.,, '.._(''.'!; J' \_ b 015' '.,, , ''j\ r if J c:~ r if J .... "' " ,., ,,,
. ,..rL:a.J . . ,. \j
~--::,..
\o J
/
0
. r (~ ~\ 7Gf ;j :.;_ t.: J~ ~:?=-1) ,_b,.-? ~ r~I /
~
/
Artinya.· Dari Aisyah berkata bahwa Rasulul/ah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sal/ama Bersabda: Menikah adalah sunnah-Ku, barang siapa tidak mengamalkan sunnah-Ku berarti bukan dari go/ongan-Ku. Hendaklah ka/ian menikah sungguh dengan }um/ah kalian aku berbanyak-banyakan wnat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan perisai. (HR. Jbnu Majah). 9
Sedangkan yang tidak·sampai diwajibkan untuk menikah adalab mereka yang sudab mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT. Bila ia menikab, tentu ia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, ia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam. 3. Pemikahan yang hukumnya Haram Secara normal, ada dua ha! utanm yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama tidak man1pu memberi nafkab dan
19
yang kedua tidak mampu melakukan hubungan seksual, kecuali apabila dia telah berterus terang sebelumnya, dan calon istrinya itu mengetabui dan menerima keadaannya. Selain dua ha! di atas, masih ada lagi sebabsebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Di sisi lain ada pula pernikaban yang haram hukumnya, seperti pernikahan yang tidak memenuhi rukun dan syarat, yaitu menikah tanpa wali
atau
tan pa
saksi dan menikah
dengan
niat
untuk
mentalak, serta menikah dengan niat untuk menyakiti sang istri. Sehingga nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan istilah kawin kontrak/nikab siri. 4. Pernikahan yang hukumnya Makruh Hukum menikab akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikaban tersebut belum mampu dalam salah satu ha! jasmani, rohani, mental maupun materil dalam menafkahi keluarganya kelak. 5. Pernikahan yang hukumnya Mubah Hukum ini berlaku untuk orang yang berada pada posisi tengahtengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah. Maka hukum menikah baginya
itu
menjadi
mubab.
Diperbolehkan
menikab
dan
juga
diperbolehkan tidak untuk menikah.
B. Perkawinan Menurut KHI
Istilab perkawinan sebagai istilah Indonesia untuk pernikahan melalui
20
Mengenai pengertian perkawinan yang dalam hal ini digunakan dalam konteks dasar-dasar perkawinan, dirumuskan sedikit berbeda dengan apa yang disepakati dalam undang-undang No. 1 Tahun I 974. Dalam pasal 2 kompilasi disebutkan bahwa perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsakon ghalidhan mentaati perintah Allah SWT dan melaksakannya merupakan ibadah. Kemudian pasal 3 menyebutkan perkawinan
bertujuan
untuk
mewujudkan
kehidupan
rumah
tangga
yang sakinah, mawaddah, warahmah. 10 Dalam
Kompilasi
Hukum
Islam
Pasal
2 menyatakan bahwa
perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan gha/idhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan disebut juga "nikah" yaitu melaksanakan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dan seorang wanita, untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan sadar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak, serta
untuk
mewujudkan
suatu
kebahagiaan
hidup
berkeluarga
yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentranmn dengan cara-cara yang diri dhai All ah S WT. 11
C. Perkawinan Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974
Menurut KUH Perdata, pekawinan ialah persetujuan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang secara hukum untuk hidup bersama dalam 10
1992. h.67.
Abdurrahman, Kompi/asi Hukum Islam Di Indonesia. Akademika Pressindo. Jakarta,
21
jangka waktu yang cukup lama. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa: "Perkawinan adalah ikatan labir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Dengan demikian, pemikahan ad al ah suatu akad yang secara keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau lanvij dan merupakan seremonial yang sakral. 12 Sedangkan pada pasal l UU No. 1 1974, merumuskan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga (rnmab tangga) yang babagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maba Esa. Menyebut perkawinan sebagai akad tanpa
menjelaskan
maknanya,
apalagi
dalam
arii aqad
yang
kuat
atau mitsaqan ghalidhan sebenarnya memerlukan penjelasan, apakah sama, lebih luas, atau lebih sempit dari ikatan lahir batin. penyebutan antara seorang pria dan seorang wanita, pada masa kini mengandung makna yang cukup penting, sehubungan dengan banyaknya orang yang melakukan operasi ganti kelamin, sehingga mereka melangsungkan perkawinan dengan setatus yang baru, begitu juga penyebutan sebagai suami dan istri. 13 Berdasar·kan data Kemenkes Chili, dari total 17 juta penduduk Chili, jumlab warga transgender mencapai 4.000 orang. Dari data sebelumnya didapatkan satu dalam 30.000 pria dan satu dalarn 100 wanita. Dalam pasal 1
12
])
Ibid. h.55.
..
-•
22
Undang-Undang No.
1 Tahun 1974, mempunyai arti tersendiri bila
dihadapkan dengan perkawinan untuk sementara waktu (nikah mut'ah) Nikah Mut'ah ialah perkawin anantara seorang laki-laki dengan perempuan, dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Maka dapat menimbulkan pertanyaan,
apakah dengan
tidak
dicantumkannya kata tersebut Kompilasi Hukum Islam dapat menerima adanya nikah mut'ah. 14 Pada era globalisasi ini, banyak orang berpendapat bahwa kebahagiaan suatu perkawinan terletak pada hubungan biologis antara pria dan wanita yang didasari degan faktor cinta, tanpa ikatan perkawinan. Kenyataan yang telah dipraktekkan masyarakat barat itu telah melanda masyarakat dunia, termasuk di Indonesia yang mencoba gaya hidup baru (new life style) untuk mencari kebahagiaan yang sesuai dengan modernisasi. Mereka tidak menginginkan perkawinan yang terikat dengan tradisi dan agama, tetapi kebebasan dengan klaim sebagai hak-hak individu. Maka mereka menempuh sex bebas Akibatnya norma-norma agama dan kesusilaan tidak lagi diperdulikan, maka perselingkuhan meningkat dan angka perceraian semakin tinggi. Bermunculan perilaku-perilaku negatif yang merusak generasi bangsa di kalangan remaja saat ini yaitu maraknya VCD porno yang dijual bebas dipasaran. Mahasiswa pornografi antara 22,22% dari 94 siswa menyatakan promiskuitas sebagai pengalaman, dan 22,22% mengatakan pergaulan bebas sebagai tuntutan
23
kemajuan zaman, hal ini menunjukkan bahwa faktor terbesar yang menyebabkan siswa untuk bergaul bebas sebagai pengalaman dan kemajuan tuntutan usia. Sementara itu, alasan mereka menonton VCD porno adalah 25% dari 48 siswa merasa penasaran, 16,67% menganggap VCD porno sebagai pengalaman, 12,50% karena ajakan teman. Hal ini menunjukkan bahwa faktor terbesar yang menyebabkan remaja suka menonton VCD porno keluar dari kondisi curiosity Social yang meningkatkan kemungkinan seorang remaja bebas untuk menonton VCD porno.
Sementara VCD porno dapat
menyebabkan kecanduan remaja (ingin menonton lagi) dan kecenderungan untuk memperaktikkan apa yang dilihat. akibat seringnya menonton vcd porno maka sex bebas marak dilakukan para remaja dan akibatnya, berdasarkan hasil survey Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mengungkapkan
bahwa 62,7 % remaja SMP/SMA mengaku sudah tidak
perawan atau pernah melakukan hubungan seks pranikah. Yang lebih mencengangkan lagi adalah bahwa 21,2 % dari siswl-siswi tersebut mengaku pernah melakukan aborsi secara ilegal. Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyatakan di Indonesia diperkirakan terdapat 2,5 juta kasus aborsi setiap tahu1111ya. Itu artinya diperkirakan ada 6.944 s/d 7.000 wanita melakukan praktik aborsi dalam setiap harinya. Selain iitu dampak yang terjadi pada perilaku sek bebas yaitu PMS (penyakit menular seksual) yang banyak terjadi di Indonesia seperti HIV dan AIDS (Acquired lmmuno Deficiency syndrome) pada bulan oktober sampai dengan Desember
2013 jumlah infeksi HIV barn yang dilaporkan sebanyak 8.624 kasus Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun
24
tahun (5,3%). Dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2013 jumlah AIDS yang dilaporkan baru sebanyak 2.845 orang. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (34,2%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (29%), 40-49 tahun (10,8%), 15-19 (3,3%), dan 50-59 tahun (3,3%). 15 Demikian akibat dari bebasnya hubungan pria dan wanita tanpa ikatan perkawinan
yang
dunia. Perkawinan
sah
yang
mengandung
tengah aspek
melanda akibat
bangsa-bangsa
hukum
di
melangsungkan
perkawinan ialah salaing mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan atau maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.
16
Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam, yang perlu diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia melaksanakan tugasnya mengabdi pada Tuhan. Adapun prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam yaitu: 1. Memenuhi dan melaksakan perintah agama. Melaksanakan perkawinan itu pada hakekatnya merupakan pelaksanaan dari ajaran agama, agama mengatur perkawinan itu, memberi batasan rukun dan syarat-syarat yang perlu dipenuhi, apabila rukun dan syarat-syarat tidak dipenuhi, maka batal atau fasid perkawinannya, demikian pula agama memberi ketentuan lain di
15
www.transjender.kemenkeschili.com di unggah 26, mei, 2012.
25
samping rukun dan syarat, seperti harus adanya maharat/maskawin dalam perkawinan danjuga harus adanya kemampuan. 2. Kerelaan dan persetujuan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
pihak
yang
akan
melangsungkan
perkawinan yaitu
dengan
kerelaan calon istri dan calon suami atau persetujuan mereka. Untuk kesempurnaan itulah perlu adanya khitbah atau peminangan yang merupakan suatu langkah sebelum mereka melangsungkan perkawinan, sehingga semua pihak dapat mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan. Kerelaan dari calon suami dan wali jelas dapat dilihat dan didengar dari tindakan dan ucapannya, sedangkan kerelaan dari calon istri, mengingat wanita mempunyai expresi kejiwaan yang berbeda dengan pria, dapat dilihat dari sikapnya, misalnya diam dan tersenyum, tidak memberikan reaksi penolakan, dipandang sebagai izin kerelaan. 3. Perkawinan untuk selamanya Tujuan perkawinan antara lain untuk dapat berketurunan dan untuk ketenangan, ketentraman, dan cinta se1ia kasih sayang. Kesemuanya ini dapat diciptakan dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Itulah prinsip perkawinan dalam Islam yang harus atas dasar kerelaan hati dan sebelumnya yang bersangkutan telah melihat terlebuh dadulu sehingga nantinya tidak menyesal setelah melangsungkan perkawinan, sebab dengan melihat terlebih dahulu akan dapat mengekalkan persetujuan antara suami dan istri.
26
4. Monogami dan Poligami Monogami artinya seseorang kawin dengan satu isteri, sedangkan Poligami artinya seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri. Sebaliknya seorang wanita yang mempunyai lebih dari sati suan1i disebut poliandri. Islam membolehkan kawin poligami, tetapi membatasi jumlahnya tidak lebih dari empat dan dengan syarat harus berlaku adil. Kalu sekiranya khawatir tidak bisa berlaku adil, maka cukup dengan satu istri saja, yang disebut monogami, sebenamya berlaku adil itu sangat berat sampai manusia hampir-hampir tidak dapat melakukannya, karenanya kebolehan poligami dalam islam hendaknya dipahami bukan kebolehannya yang bebas untuk setiap orang yang menghendakinya, melainkan hanya sebagai jalan keluar saja, disamping itu Islam tidak menutup rapat manusia untuk melakukan poligami, apabila diperlukan secara sah dan bertanggung jawab, bukan sembunyi-sembunyi, seperti memelihara gundik dan memenuhi kebutuhan biologis dengan wanita tuna susila. 5. Suami sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga dalam hukum Islam, tidak selamanya wanita dan pria mempunyai hak dan kewajiban yang sama, jika seorang wanita dan pria telah melakukan perkawinan, maka masing-masing membawa hak dan kewajibannya sebagai mukallaf, tetapi dalam perkawinan merelakm1 sebagian haknya dan menanggung kewajiban baru, disamping mendapatkan hak-hak yang baru dari masing-masing pihak. Masing-masing harus merelakan hak, seperti hak kebebasan, seperti sebelum berumah tangga, masing-masing
27
mendapat warisan satu dari yang lainnya bila salah satu meninggal dunia. Demikian juga masing-masing menanggung kewajiban barn seperti, suami wajib melindungi istri dan anak-anaknya, suami wajib memberi nafkah, istri wajib melayani keperluan suami sesuai dengan ketentuan yang ada. 17
D. Tindak Pidana Penculikan Dan Modusnya 1. Pasal 328 KUHP tentang penculikan. "Barang siapa membawa perg1
seseorang dari tempat kediamarmya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum dibawah
kekuasaannya
atau
kekuasaan
orang
lain,
atau
untuk
menempatkan dia dalam keadaan sengsar·a, diancarn karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun" 18 . Menyatakan bahwa Penculikan merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidak adilan, perarnpasan hak dan kebebasan kemerdekaan hidup telah ditetapkan sanksi hukumnya. 2. Unsur-unsur yang Terkandung Dalam Pasal 328 KUHP a. Unsur-unsur objektif Unsur objektif adalah unsur tindak pidana yang menunjuk kepada keadaan lahir perbuatan tersebut. Dalam pasal ini, unsur-unsur objektif adalah sebagai berikut:
17
Zakiah Daradjad. I/mu Fiqh. Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam Departemen Agama. l 984/1985. h.69.
28
UIN SYAl11r 1) Membawa pergi seseorang dari kediamannya sebetulnya bisa saja
tidak merupakan perbuatan atau tindakan melanggar hukum selama tindakan tersebut dilakukan dengan unsur yang baik, sepe11i menyelamatkan seseorang dari bahaya bencana alam, tentu saja hal tersebut tidak termasuk ke dalam tindakan pidana. Tetapi jika tindakan tersebut disertai niat untuk merampas kebabasan atau kemerdekaan si korban, maka hal itulah yang dimaksud ke dalam delik yang terdapat dalam pasal ini. 2) Membawa pergi seseorang dari tempat tinggalnya sementara pada unsure yang ke dua ini, si penculik merampas hak kemerdekaan si korban yang sedang berada pada tempat kediaman sementaranya. Hal ini bahkan bukan hanya bisa terjadi dalam tempat kediaman sementara, bahkan saat korban berada di luar tempat tinggalnya pun hal ini bisa terjadi. b. Unsur-unsur subjektif Unsur subjektif adalah unsur tindak pidana yang menunjukkan adanya niatan si pelaku tindak pidana untuk berbuat kriminal. Unsur subjektif ini terletak pada hati sanubari pelaku delik. Dalam pasal ini, unsur-unsur subjektif adalah sebagai berikut: I) Dendan Maksud Dalam konteks ini, si pelaku delik dalam melaksanakan tindakan terlarangnya di sertai dengan kesengajaan. Atau dengan kata lain, si pelaku tindak pidana melakukan penculikan tersebut
29
hati untuk bertindak apa yang di perbuatnya itu, yaitu penculikan (perampasan kemerdekaan). 2) Melawan Hukum Sebenamya unsur ini adalah kunci bahwa si pelaku penculikan dinyatakan bersalah. Sebab dengan unsur melawan hukumlah
tindakan
pelaku
delik
1m
dibatalkkan
perampasan kemerdekaan. Dan sekaligus unsur
1111
sebagai
menyatakan
bahwa tindakan ini merupakan penculikan. Dari uraian unsur-unsur yang terkandung dalam pasal 328 KUHP di atas dapat kita ketahui bahwa tindak pidana yang dipaparkan dalam pasal ini sangat berkaitan erat dengan faktor niatan atau kesengajaan. Hal ini sangat terlihat jelas bila kita lihat pada unsur subjektifnya. Dimana si pelaku melakukan tindakan pidana dengan unsur kesengajaan yang nyata dengan cara melawan hukum. Bagi yang melanggar pasal ini, maka pelaku penculikan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun penjara.
BAB III TATACARA MEMINANG PERNIKAHAN MENURUT ADATLAMPUNG
A. Perkawinan Dalam Adat Lampnng Akad perkawinan dalam adat Lampung. Syarat perkawinan dalam adat
Lampung
tidak
memandang
suku
atau
bangsa,
tetapi
selalu
mementingkan agama. Biasanya jika laki-laki bukan beragama Islam tidak akan diizinkan oleh keluarga gadis. Perceraian dibolehkan jika amat terpaksa, tetapi diusahakan sebisa mungkin, bila masih bisa berdamai tidak akan terjadi percerayan. beberapa macam perkawinan adat Lampung di pandang dari bentuk perkawinan dan di lihat dari pihak suami atau isteri: I. Dipandang dari pihak suami/laki-laki. a. Ngakuk yaitu seorang laki-laki mengambil isteri dibawa ke rumahnya (keluarganya dan berdiam di rumah suaminya), maka isteri dan anakanalrnya akan menjadi kelompok pihak laki-laki termasuk adat istiadat, kewarisan dan keturunan. b. Semanda yaitu istilah yang dipahami dalam adat Lampung yang berarti suami tinggal dirumah isteri, maka suami akan menjadi kelompok perempuan begitu juga keturunan dan kewarisannya. 2. Dipandang dari pihak isteri/perempuan. a. Ngakuk yaitu seorang gadis mengambil suami dibawa ke rumahnya ''--'·-----~ .. - rion 1'Prcl;om
rlimmah isterinva), maka suami mengikuti
31
isteri begitu juga adat istiadat, kewarisan, dan anak-anaknya akan menjadi
kelompok
pihak
isteri,
dalan1
ha!
m1
suami
dinamakan semanda. b. Nyakak yaitu seorang perempuan diambil oleh laki-laki sebagai isteri, maka isteri tersebut masuk di kelompok suami, begitu juaga adat istiadat,
keturunan,
dan
kewarisan,
dalam
ha!
m1
suami
dissebut ngakuk. Masyarakat Lampung dibedakan menjadi dua dari yang beradat yaitu masyarakat Adat Lampung saibatin dan masyarakat adat Lampung pepadun. Masyarakat adat Lampung saibatin yaitu: yang bisa menjadi kepala adat hanya yang mempunya garis keturunan sedangkan masyarakat adat pepadun yaitu: yang bisa menjadi kepala adat mereka mempunyai harta (gelar kesultanan bisa dibeli). Kedua adat tersebut sama-sama memiliki tradisi, kebudayaan, serta adat yang sangat kuat. Dalam suatu adatnya mempunyai perbedaan yaitu adanya tata cara dan aturan adat yang tidak sama, masingmasing mempunyai tradisi yang berbeda-beda 1. I. Masyarakat adat Lampung Saibatin Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cennin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di
32
Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga di namakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat. 2. Masyarakat beradat Pepadun terdiri dari: a. Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat:
Kotabumi,
Seputih Timur,
Sukadana,
Labuhan
Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi. b. Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga. c. Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung. d. WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami wilayah adat: Negeri
Besar, Pakuan Ratu,
Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui. e. Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi, Indor Gajah, Perja, Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan
33
Bagi masyarakat adat Lampung, agama Islam adalah satu-satunya agama yang dapat di terima di tengah-tengah pergaulan masyarakat adatnya. Bagi mereka yang tidak beragama Islam berarti keluar dari kewargaan adat Lampung. Begitu juga halnya dalan1 perkawinan. Perkawinan dalan1 masyarakat adat Lampung yang di pengaruhi dari masuknya agama Islam di daerah Lampung, salah satunya pengaruh Islam tentang tata cara perkawinan yang dilaksanakan dengan memenuhi semua kewajiban yang diatur dalam agama Islam, dimana untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan di tentukan dengan ijab qabul antara mempelai pria dan wali mempelai wanita. Perkawinan
adalah
tahap
terakhir
bagi
pergaulan
bujang dan gadis, seseorang yang meskipun masih muda jika berkeluarga artinya sudah menginjak umur dewasa, bagi laki-laki di namakan khagah (baligh), dan bagi perempuan dinamakan babbai, sedangkan yang belum berkeluarga meskipun sudah dewasa tergolong bujang gadis, bujang di namakan mekhanai dan gadis di namakan muli (bujang gadis sama dengan muli mekhanai). Perkawinan selalu dengan peminangan (bukhasan), dalan1 bukhasan biasanya diawali kesepakatan dan persetujuan bujang gadis itu
sendiri, kedua belah pihak di beri kebebasan untuk mencari jodoh yang mereka idanlkan, tetapi kadang-kadang orang tua dan keluarga dari kedua belah pihak ikut campur dalam urusan mencari jodoh (bukhasan). Ini dapat di mengerti guna untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan bila
34
akan terjadi perceraian jika tidak sejodoh, atau tidak cocok dengan keluarga kedua belah pihak. Untuk menghindari paksaan-paksaan dari orang tua kedua belah pihak, terjadilah hubungan-hubungan pertunangan secara rahasia, tetapi jika pertunangan disetujui oleh orang tua kedua belah pihak maka diadakan perembukan (bermuayawarah) untuk diadakan peresmian (nikah) secara
terang-terangan. Jika bujang dan gadis tersebut tidak mempunyai jalan untuk mengundurkan diri dari perkawinan yang mengaturnya tersebut, maka si gadis boleh dilarikan oleh bujang dan dibawa kerumah kepala adat yang telah ditentukan dan dinamakan "ngebambang".
B. Pengertian dan Tata cara Adat Sebambangan
I. Pengertian adat sebambangan Sebambangan dalam adat Lampung adalah bentuk perkawinan
dengan cara melarikan si gadis dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi untuk di bawa ke tempat pihak laki-laki, kemudian setelah pihak laki-laki tersebut membawa si gadis ke rumalmya pihak laki-laki tersebut hams memberi kabar kepada pihak keluarga si gadis dengan ketentuan yang telah di tentukan oleh adat. 2 Menurut bapak H. Azhar Dalom gelar Sampurna Jaya, salah satu tokoh adat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung, yang di maksud dengan adat sebambangan adalah pihak bujang
35
membawa lari si gadis dari rumahnya secara sembunyi-sembunyi untuk di bawa kerumah keluarganya, kemudian sebelum gadis dibawa lari si gadis terlebih dahulu meninggalkan ngepik (meninggalkan surat) yakni berupa surat pemberi tahuan bahwasannya si gadis telah selarian dengan bujang yang ia cintai dan bersepakat untuk menikah dengan si bujang tersebut, serta meninggalkan sejumlah uang yang di minta oleh si gadis dari bujang itu tadi yang dinamakan uangjujur. 3 Pada umumnya yang di maksud sebambangan adalah bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan orang tua, tetapi atas kemauan ke dua belah pihak yang bersangkutan. 4 Meskipun demikian sebambangan dalam pernikahan adat Lampung kadang kala di jadikan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pernikahan dalam adat sebagian masyarakat Lampung. 2. Tata cara dalam Adat Sebambangan Tata
cara
dan
upacara
perkawinan
adat Lampung pada
dasarnyajika perkawinan jujur atau terang-terangan maka pelaksanaannya dapat menggunakan cara Hibal Serba, Bwnbang Aji, intar padang, Intar Manom, dan Sebambangan, Tata cara dan upacara adat ini dapat dilakukan apabila tercapai kesepakatan antara pihak kerabat pria dan pihak kerabat wanita, baik dikarnakan berlakunya rasan sanak.5, maupun karna rasan tuha6 , 3
Hasil Wawancara langsung dengan bapak H. Azhar Dalom gelar Sampuma Jaya. Tokoh adat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung. Pada hari minggu 8 maret 2014 4
Surion Usman Adji, Kmvin Lari dan Kmvin Antar Agama, (Yogyakarta, liberty, 1989), h. 83
5 R::i.::.::in _c:;::i:n::ik v::iitn hnhnno::in ::int::ir::i o::irlic:: rl::in hni::ino ::it::in r::ilnn c::11::imi i<:.tPri
36
jadi baik terjadinya perundingan antara orang tua setelah terjadi selarian 7, maupun
terjadinya
perundingan
dikarenakan
adanya
pemmangan.
Dalam rasan tuha ada kemungkinan antara orang tua telah mengikat perjanjian terhadap ank-anak mereka ketika mereka masih bayi, dengan cara pertukaran popok bayi (ampin). Pihak pria telah lama sudah banyak memberikan tanda
mau kepada pihak gadis
sejak sigadis masih
kecil,
dan berlaku juga terhadap anak gad is yang tel ah meningkat dewasa, yang dimulai dengan cara penjajakan atau telah mempunyai tanda pengikat, dan telah menentukan waktu kapan mereka akan menikah. Pada lingkungan masyarakat adat Lampm1g apabila antara pihak kerabat pria dan kerabat wanita terwujud pembicaraan-pembicaraan tidak resmi dan menghasilkan kesepakatan baik mengenai persyaratan adat, maka akan dipersiapkan benda atau uang dalam rangka upacara adat perkawinan yang akan dilaksanakan. Tata cara dan upacara adat yang dapat dilakukan menurut kemampuan dan kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu sebagai berikut. a. Hibal Serba.
Upacara adat perkawinan Hibal Serba hams dimulai dengan acara "pineng"
(meminang) dan "nunang"
(bertunangan)
serta
"nyaman
dudul" (memberi dodo!) oleh pihak pria. Upacara adat ini diadakan ditempat pihak wanitadan pihak pria yang biasanya diteruskan dengan upacara "cakak pepadun" (naikjabatan), untuk menetapkan kedudukan
37
martabat mempelai dan anggota kerabat lainnya, Dalam hubungan hukum adat selanjutnya, pelaksanaan upacara disebutdengan "begawi cakak
pepadun" dan "hibal pak likur" yaitu jujur 24 rial atau uang kesepakatan yang harus dibayar kepada calon isteri dan menyembelih kerbau serta memakai pakaian dan perlengkapan adat secara lengkap. Menjelang saat-saat perkawinan baik ditempat pna .maupun ditempat wanita, tempat upacara yang berada di "sesat" (balai adat) sudah harus disiapkan. Semua alat perlengkapan adat seperti, "gunih minyak",
"kuto maro", "burung merak" 8, "pasebanpermainan" 9, "lunjuk balak", "patcah aji'', "kilas mider'', "kayu ara", "talo balak" (arag-aragan), dan "rato balak" telah disiapkan para anggotaprowatin (pemangku adat). Pemangku adat bermusyawarah mengatur persiapan-persiapan dan tata cara upacara adat yang harus dilakaukan selanjutnya, antara lain terhadap para pemuka-pemuka adat dari pihak mempelai wanita dalam acara "ngatak daw" (mengantar uang jttjur biaya adat), demikian pula yang dilakukan para pemuka adat di tempat mempelai wanita,terutama menyiapkan barang-barang "sesan" yang akan dibawa oleh mempelai wanita dengan pengangkutannya. Barang-barang tersebut antara lain terdiri dari alat perlengkapan tidur lengkap dengan lemari pakaian, meja, kursi perabot rumah tangga, barang-barang pecah belah, alat-alat dapur, pakaian serta perhiasan emas.
8
merak
Burung merak yaitu dekorasi yang diletakkan pada pelaminan yang menyerupai burung
38
Barang tersebut meliputi hak milik atau barang yang sudah ada, yang baru, dan semua pemberian anggota kerabat atau kenalan. Beberapa malam sebelum mempelai wanita dilepas dan diantar kepergiannya ketempat
pria,
dirumah mempelai
wanita diadakan
pe1temuan muli
kekhanai (muda mudi) dibawah p1mpman "kepala mekhanai" (kepala bujang) dan "kepala muli" (kepala gadis). Acara berlaku "cas muas" (mulai sore sampai dengan pagi hari ). Demikian pula keadaanya di tempat pria, pada hari yang telah ditentukan. Setelah para pemuka adat mengambil keputusan tentang "gawi adat" maka dilakukan upacara pengambilan mempelai wanita dari rumah kediaman atau balai adatnya untuk dibawa ketempat mempelai pria. Sebelum upacara pengambilan, kedua mempelai dirumah masing-masing telah berpakaian adat lengkap. Mempelai pria memakai, sarung, bidak10, sabuk, sekelang, selappai pinang (selendang), sabik inukh, sabik rial, gelang burung, kopiah mas, kekep
Jung
sarat,
keris,
buah
manggus, sedangkan
mempelai
wanita berpakaian tapis balak, rambai ringgit, bungo serati, bubbet ringgit, sabik inukh, selappai pinangll, selappai serasah, gelang melayu, gelang mekkah, gelang ruwi, gelang kanou, gelang burung, siger, kipas, . 12 buaI1 manggzs .
10
11
Bidak yaitu hiasan yang dipakai pada pegantin
Tapis balak yaitu tapis besar atau kain besar yang dipakai untuk 1nempelai wanita
bagian bawah
39
Rombungan mempelai pria yang akan pergi mengambil mempelai wanita yaitu terdiri dari anggota "penyimbang bilik" (kepala adat setempat), orang tua pria dan wanita, anggota kelama (kerabat ibu), adik wari (saudara-saudara ayah), mirzil (saudara-saudara wanita dari pihak
ayah yang telah bersuami), mengian (suaminya), dan menulung (anak-anak muda
bujang
gadis
dari
mirul),
selanjutnya rombongan
pergi
dengan menggunakan iringan tabuhan tala. Mempelai pria berjalan diapit oleh para pengiyan (pengawal) dan beberapa pemuda yang memegang payung adat yang berwarna putih, jika duduk diatas "rata" (tandu) pengantin pengawal be1jalan bersama dan menghampiri tempat kediaman mempelai wanita, tetapi jika didalam mobil, karna rumah pengantin lakilaki dan perempuan berjauhan maka payung adat dimekarkan setelah dekat tempat kediaman mempelai wanita. Barisan pengawal yang mengiringi yaitu dengan bersenjata tombak, pedang, dan keris, berjalan dengan menari-nari dan sesekali melakukan pencak silat mengadu senjata. Diantaranya ada yang memegang ayam jantan dari pihak pria untuk diadu dengan ayam jantan pihak wanita. Setelah sampai ditempat kediaman mempelai wanita, petasan dinyalakan sebanyak tujuh kali tembakan oleh pengawal pihak wanita, yang kemudian dibalas oleh pengawal pihak pria juga dengan menyalakan petasan sebanyak tujuh kali. Kemudian kedua pengawal berhadapan bersilat lidah dan bersilat tenaga, dan pengawal pihak wanita mundur kearah "sanggar" yang di pertahankannya, tabuhan talapun bertalu-talu, kemudian mempelai pria
40
menghunus
pedang
kearah
menUJU
sanggar,
lalu sanggar
diputuskan atau dipecahkan (ngerabung sanggar). Walaupun sanggar telah pecah atau jatuh, nampaknya belum juga dari pihak pengawal wanita belum juga mau memberi izin masuk kepintu gerbang sebelum mengadu ayam jantan milik mempelai wanita dan mempelai pria hingga bersalang beberapa
menit.
Akhimya
pihak
gerbang dibuka oleh rombongan pihak
wanita mempelai
mengalah, dan pintu wanita,
kemudian
menerima salam dan bersama-sama menuju ke balai adat, lalu mempelai pria dipersilahkan berjalan diatas lembaran kain putih (titiankuya) menuju tempat mempelai wanita. Para pemuka adat dari pihak pria duduk behadapan dengan para pemuka adat dari pihak mempelai wanita. Pada saat itulah musyawarah adat dimulai, dimana pihak pria menyerahkan "serah" (uang jujur),
"siger" (mahkota), "anggar atau kanduk liling", barang-barang tua, serta biaya-biaya adat sepe1ii "gelang sila" (uang sidang), yang kesemuanya itu ditempatkan pada nampan kuningan besar. Selesai musyawarah adat, maka semua prowatin (pemuka adat) dan para undangan dipersilahkan untuk makan. Setelah selesai makan dan beristirahat sejenak, maka "pematu" atau "penglaku" (pengantar acara adat) mengumumkan semua keputusan musyawarah adat, yang dimasa sekarang dituangkan dalam bentuk tertulis. Didalam surat keputusan itu dinyatakan tentang kedudukan mempelai dan
"adekinai" (gelar) mempelai serta panggilan adok terhadap mereka, biayabiaya adat, barang sesan (bawaan) mempelai wanita, yang semuanya
41
disahkan dan ditanda tangani oleh para pemuka adat (prowatin) yang hadir. Selesai
acara
tersebut
sampailah
pada
acara
"ngebekas"
(penyerahan calon pengantin wanita), dimana kepala adat mempelai wanita menyerahkan mempelai wanita kepada kepala adat mempelai pria. Maka dilepaskan kepergian mempelai wanita dengan do'a restu kaum kerabat yang bercucuran air mata. Kedua mempelai dipersilahkan naik kendaraan (sekarang mobil), dan tembakan senjata api 13 meletus lagi tujuh kali maka berangkatlah rombongan mempelai ketempat kediaman pria dengan iringan kendaraan yang membawa barang-barang sesan, tabuhan tala berbunyi disepanjang jalan sampai tempat pria. Pada tempat kediaman pria rombongan disambut lagi oleh para kepala adat dari pihak pria, letusan petasan dan tabuh tala dibunyikan, pada sore harinya dengan dihadiri oleh kerabat terdekat pihak pria dan wanita dilaksanakan akad nikah antara mempelai pria dengan wali mempelai wanita, pada malam harinya diadakan tari menari adat (cangget),
tari
bujang gadis (igelmulimekhanai),
tari
ketangkasan
(tigeltari), tari sebabayan (tari antar besan), dan acara ngediu (seni suara klasik) antara muda mudi sahut menyahut. Keesokan harinya dilaksanakan acara "turun mandi" atau "turunduwai" dan cakak pepadun. Untuk acara turun mandi mempelai diantar beramai-ramai menuju tepian sungai untuk membersihkan diri (mengambil air wudhu), kemudian kembali lagi memakai pakaian adat lengkap. Sementara itu dibalai adat dilakukan tarian
42
"cangget ngekuwuk turun mandi" untuk menyongsong acara turun mandi. Setelah selesai mempelai berpakaian adat lengkap, maka mempelai pria yang menyandang keris dan pedang berjalan dari rumahnya diiringi beberapa pemuka adat menuju bangunan "lunjuk" (bangunan yang sengaja didirikan untuk upacara adat besar). Mempelai wanita diangkat dengan "pangga" (talam kuningan besar) oleh beberapa orang dari rumah menuju lunjuk, kedua mempelai beserta para anggota kerabat yang akan diresmikan yang juga berpakaian adat dalan1 upacara pembersihan diri ini didudukkan ditempat yang sudah disediakan, acara ini diiringi dengan suara letusan petasan dan tabuhan tala. Adapun tahapan-tahapan Hibal Serba. I) Tahapan Pertama. Hal-ha! yang harus dibawa pihak laki-laki adalah: a) Pakaian lengkap untuk pengantin yang terdiri dari: baju, kain, selendang, saputangan, sepatu, sandal, cermin, perlengkapan berhias, dan payung. b) Dau seribu seratus yang terdiri atas: dodo! 100 loyang, kue JOO nampan, sirih 100 penginangan, rokok 100 bungkus dan lain-lain. c) Hal-ha! yang dibicarakan dalam hibal adalah: d) Dau pembuka kato adalah uang denda atas pembukaan kata diberikan kepada pekhwatin yang memulai acara hibal. e) Dau pemahau adalah uang denda yang akan diberikan kepada
pekhwatin yang menyatakan bahwa calon mempelai wanita kelak
43
f) Dau pega/ang silo adalah uang denda yang akan diberikan kepada
seluruh peserta musyawarah sesuai dengan tingkatan. g) Penyerahan uang jujur yang besarnya disesuaikan dengan kedudukan keluarga dalam adat. uang jujur digunakan untuk membeli barang -barang kebutuhan rumah tangga baru, yang akan dibawa bersama dengan dibawaanya mempelai wanita ketempat mempelai laki-laki. 2) Tahapan Kedua a) Pembukaan Tahapan ini diawali dengan penjemputan calon mempelai wanita oleh rombongan pihak laki-laki diiringi dengan tetabuhan talo (musik tala). Setelah sampai dikediaman calon mempelai pria
langsung
menempati
tempat yang telah disediakan untuk
melaksanakan akad nikah secara Islam yang didahului dengan membaca Al-Qur'an oleh calon pengantin. Setelah selesai acara akad nikah maka dilakukan acara sabaian yakni menurut istilah adat Lampung acara pengakuan bahwa telah menjadi besan. Diakhiri dengan acara suap-suapan atau musek. b) Inti Kedua mempelai diarak menuju tempat resepsi pernikahan dengan menaiki kendaraan burung garuda yang sekarang telah diganti dengan mobil yang dihiasi burung garuda sebagai lambang kebesaran. Arak-arakan ini diawali dengan tari pencak dan tabuh
45
Dalam bentuknya yang asli upacara bumbang aji ini berlaku denga acara lamaran dan pembayaran uang jujur sereh sebesar 12 rial, jadi tidak sebesat 24 rial seperti dalam acara lamaran Hibal Serba, begitu pula perundingan mengenai acara dan upacara perkawinan antara pemuka adat kerabat pria dan pemuka adat kerabat wanita dilakukannya hanya dianjung, yaitu di serambi sesat. Pengambilan mempelai wanita oleh mempelai pria tidak melakukan acara Ngerabung Sanggar, atau Nettek
Appeng (memotong perisai), dan keberangkatan mempelai dari rumah wanita keruamah pria di payungi dengan payung adat berwarna kuning tanpa memakai rata (kendaraan), tidak seperti dalam upacara Hibal Serba yang memakai rata dan kain putih. c. Tar Padang Upacara adat perkawinan Tar Padang yang juga disebut Intar
Padang (dilepas dengan terang) atau lapah dawah (berjalan siang), dimasa lampau dilakukan oleh kerabat penyimbang suku dengan nilai 8 atau 6 rial. Perundingan antara pemuka adat kerabat pria dan wanita cukup dilakukan dirumah mempelai wanita. Mempelai pria yang datang mengambil mempelai wanita berpakaian jas hitam, kain songket dan ikat kepala, sedangkan mempelai wanita yang berangkat dari rumahnya berpakaian baju kurung atau kebaya beludru hitam bertatah benag emas dengan kudung hitam bersulam benag emas. Untuk menjamu rombongan mempelai pria dan para undangan pihak krabat wanita hanya memotong beberapa ayam, setalah penyelesaian uang jujur dan uang-uang adat
46
wanita dan mempelai pria tidak diiringi dengan seni tabuhan tala oleh anggota kerabat menuju rumah mempelai pria tanpa kendaraan berjalan kaki dengan payung berwarna merah, barang-barang sesan sekedamya dibawa serata. Jika mempelai berjalan malam memakai penerangan lampu yang bercahaya terang (petromak), sesampainya dirumah pria mempelai diterima dengan sederhana dan segera dinikahkan yang dihadiri oleh anggota kerabat kedua pihak, setelah akad nikah jika pihak kerabat pria menghendaki dilaksanakan upacara adat mepadun dan turun duwai dapat saja dilaksanakan atas persetujuan dan kemupakatan kerabat pria prowatin adat ditempat kerabat pria bersangkutan. d. Cakak Manuk Perkawinan denga acara Cakak Manuk (ayam naik) adalah perkawinan yang didahului dengan cara lamaran dan perundingan secara diam-dian1 antara pihak pria dan pihak wanita tanpa dicampuri oleh tuatua penyimbang. Keluarga pihak mempelai wanita melepas keberangkatan anak wanitanya diambil oleh pihak pria dengan jamuan hidangan minum kopi, mempelai pria tidak perlu untuk datang menyongsong kerumah pihak wanita, oleh karna si wanita diambil oleh beberapa wanita dari kerabat pria pada waktu malam hari, dalam perjalanan ini mempelai wanita hanya berpakaian kebaya berkerudung biasa saja tidak dihias-hias dengan perlengkapan pakaian adat. Anggota kerapat terbanyak dan para tetangga barn akan talm keesokan harinya bahwa mempelai wanita sudah ada. Beberapa hari kemudian kedua mempelai baru dinikahkan dan iika
47
kerabat pna mampu dalam ha! ini dapat juga mereka meningkatkan upacara perkawinan ini ke upacara mepadun atau turun duwai, jika tidak mampu maka setelah acara akad nikah secara agama Islam yang dihadiri oleh para anggota kerabat terdekat kedua pihak, maka upacara sederhana ini diakhiri dengan makan bersama diantara kerabat besan, sedangkan antara kedua mempelai juga dilakukan acara mosok (disuapin) makanan oleh para anggota kerabat kedua pihak, terutama kaum wanitanya, hanya sifatnya lebih sedrhana daripada dalam acara tar padang. e. Sebambangan Sebambangan atau belarian bujang gadis
untuk mengikat
perkawinan berdasarkan kehendak bujang gadis itu sendiri atau karena aka! tipu (melarikan "ngebambang") dengan kekerasan sebenamya merupakan perbuatan yang melanggar adat dan berakibat dikenakan hukuman (denda). Tata cara belarian yang sudah berlaku, Penyelesaian akibat sebambangan inilah bukan lagi dengan acara lamaran tetapi dengan permintaan maaf yang dalam istilah adat Lampung dinamakan ngantak pengundur senatou dari pihak pria kepada pihak wanita, dimana pihak
wanita sudah tidak ada kekuatan lagi untuk memaksakan dipenuhinya permintaanjlljur (uang adat). Sebambangan juga bisa dilaksanakan upacara adat hibal serba atau bumbang aji atas pennintaan pihak wanita dengan jalan sigadis ditarik
kembali kerumah pihak wanita dimulikon (digadiskan) asal saja pihak kerabat pria menyutujui, jika tidak setuju maka semua upacara adat
48
diselenggarakan atas persiapan dan tanggung jawab kerabat pria sendiri, sedangkan orang tua mempelai wanita hanya memberikan surat wali nikah untuk pelaksanaan nikah kedua mempelai itu saja. Kegagalan perundingan antara pihak pria dan pihak wanita seringkali terj adi dikamakan permintaan pihak wanita terlalu tinggi, yang kadang-kadang mencapai jumlah satu juta rupiah sehingga pihak pria tidak dapat memenuhinya. Jika orang tua/kerabat wanita bersedia menerima kenyataan ini dengan baik terhadap kerabat pria, maka ketika upacara "cuwak mengan" (panggilan makan bersarna) ditempat kerabat pria, pihak kerabat wanita akan datang beramai-ramai dengan membawa barang-barang seserahan.orang tua pihak laki-laki tidak hadir dalam upacara cuwak mangan ini tapi diwakili oleh saudara laki-laki yang lain. Bagi pihak pria yang penting dilakukan sebelmn akad nikah ialah mengantarkan mempelai pria kepihak kerabat wanita untuk melakukan "sujucf', memberi salam, memperkenalkan diri, dan menyungkemi mertuanya, jika acara sujud tidak sempurna dilakukan sebelum nikah, maka hams diulangi pada sesudh nikah.
C. Peraturan Ngebambang
Ngebambang adalah adat melarikan gadis yang telah diatur oleh hukum adat guna menghindari kemungkinan-kemungkinan dari paksaan orang tua kepada anaknya dalam mencari atau memilih jodoh. Aturan-aturan dalam Ngebambang I. Gadis dilarikan oleh bujang meskipun dalam satu kan1pung atau dekat
49
biasanya dibantu oleh beberapa orang dari keluarga si bujang dengan secara rahasia, sedang perempuan jika jaraknya jauh atau berbeda kampung biasanya membawa kawan gadis yang dinamakan (penaku) untuk menculik pasangan tersebut. 2. Ketika gadis itu akan pergi hams meninggalkan uang yang diberikan oleh si bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis dinamakan
pangluakhan (pengeluaran), dan meninggalkan surat sebagai isyarat bahwa si gadis telah pergi nyakak (dilarikan oleh si bujang ). 3. Sesampainya gadis dirumah kepala adat kelompok bujang, pihak keluarga bujang melakukan pemberitahuan, sambil membawa uang sebesar beberapa rupiah kepada kepala adat pihak perempuan, yang dinamakan
penekhangan (penerangan). 4. Jika gadis sudah berada dirumah kepala adat kelompok bujang, maka gadis tersebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga si gadis atau untuk diambil kembali. Jika terjadi pengambilan kembali sebenarnya telah melanggar adat. Lama gadis (penganten) berdiam dirumah kepala adat si bujang, biasanya menurut hitungan ganjil, yaitu antara, 1, 3, 5, atau 7, hari (malam). 5. Biasanya keluarga si gadis menurut adat akan mencari anak gadisnya, (meskipun
sudah
tahu)
ketempat
dimana
bnnyi
surat
anaknya
menunjukkan ia nyakak (dilarikan bujang), ini dinamakan Nyussui Luut (mencari jejak). Hal itu dilakukan dalan1 jangka waktu paling lama 7 malan1 Gika tempat si gadis dan si bujang berjauhan).
50
6. Jika dalam tempo 7 malam keluarga si gadis tidak mencari anaknya (nyusul luut), maka keluarga bujanglah yang datang kerumah si gadis menerangkan kesalahan-kesalan karena melarikan anaknya, biasanya keluarga si gadis akan menuntut denda atas pelarian anaknya (permintaan denda tersebut sebagai istilah atau basa basi belaka, karena denda tersebut akhirnya akan kembali juga kepada kedua mempelai, baik digunakan untuk hajatan manjau pedom (pesta penerimaan tamu dari pihak si bujang Jepas perkawinan) maupun digunakan untuk pembalian alat-alat rnmah tangga sebagai banatok (penarok alat rumah tangga). 7. Jika perundingan antara kedua keluarga pihak bujang dan pihak si gadis telah cukup maka keduanya bersepakat untuk menentukan waktu perkawinan (aqad pernikahan). 16
BAB IV ANALISIS TENTANG ADAT SEBAMBANGAN
A. Pengertian dan hal-hal yang diatur dalam Sebambangan I. Pengertian Sebambangan
Sebambangan dalam adat Lampung adalah bentuk perkawinan
yang diawali dengan membawa lari si gadis (muli) oleh bujang (meghanai) kerumahnya dengan sembunyi-sembunyi untuk di bawa ketempat pihak laki-laki. Kemudian setelah pihak laki-laki tersebut membawa sang gadis kerumahnya, pihak laki-laki harus memberi kabar kerumah pihak sang gadis dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh adat.
1
Menurut bapak H. Azhar Dalom gelar Sampurna Jaya, salah satu tokoh adat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung, yang di maksud dengan adat sebambangan adalah pihak bujang membawa lari si gadis dari rumalmya secara sembunyi-sembunyi untuk di bawa kerumah keluarganya, kemudian sebelum gadis dibawa lari si gadis terlebih dahulu meninggalkan ngepik (meninggalkan suran) yakni berupa surat pemberi tahuan bahwasannya si gadis telah selarian dengan bujang yang ia cintai dan bersepakat untuk menikah dengan si bujang tersebut, se1ia meninggalkan sejumlah uang yang di minta oleh si gadis dari bujang itu tadi yang dinamakan uangjzljur. 2 1
Hilman Hadikusuma, Adat Jstiadat Daerah lampung, (departemen pendidikan dan kebudayaan, Kanwil Dekdikbud Propinsi Lampung. 1985/1986), h. 23
52
Pada umumnya yang dimaksud dengan perkawinan adat sebambangan adalah bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas persetujuan orang tua, tetapi berdasarkan atas kemauan kedua belah pihak yang bersangkutan. Meskipun demikian adat sebambangan dalam pemikahan adat Lampung kadang kala menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pemikahan bagi mayoritas masyarakat adat Lampung. Hal ini terjadi karena hubungan antara keduanya tidak mendapat restu dari orang tua gadis atau untuk menghindari uang jujur. Dalam pelaksanaan sebambangan ini mereka ditemani minimal satu orang dewasa utuk
rnenghindari fitnah. Sebambangan rnerniliki dua kemungkinan yakni gadis dilarikan tapa sepengetalman gadis itu sendiri, atau mereka berdua telah sepakat untuk rnelakukanya. Jika tanpa sepengetalmanya, biasanya gadis dilarikan dengan tipu daya, sehingga dia tidak bisa memberi pesan pada orang tua. Jika mereka berdua telah merencanakan bersama-sarna maka gadis biasanya rnernberi pesan pada orang tua dengan cara menuliskan sepucuk surat bahwa dia rnelakukan seban1bangan dengan pemuda pilihanya. Setelah si bujang dan gadis sampai kerurnah bujang rnaka pihak keluarga bujang berkewajiban rnernberi tahu kepada keluarga dan pekhwatin pihak gadis bahwa telah te1jadi sebambangan. 2. Peraturan adat Ngebambang Hal-ha! yang diatur dalarn adat ngebambang adalal1 sebagai berikut: a. Gadis dilarikan oleh bujang (meskipun dalam satu kampung atau dekat rumahnya) ke rumah Kepala Adat si bujang. Dalam melarikan itu si
53
dengan secara rahasia, sedang perempuan jika jaraknya jauh (keluar kampung) biasanya membawa kawan gadis yang dinarnakan "Penakau". b. Ketika gadis itu akan pergi, harus meninggalkan uang yang diberi oleh si bujang tersebut sebanyak yang diminta oleh si gadis yang dinamakan "Pangluakhan" (pengeluaran), dan meninggalkan surat sebagai isyarat bahwa si gadis telah pergi "Nyakak" (dilarikan oleh si bujang). c. Sesarnpainya gadis di rumah Kepala Adat kelompok bujang, pihak keluarga bujang melakuakn pemberitahuan, sambil membawa uang sebesar beberapa rupiah kepada Kepala Adat pihak perempuan yang dinarnakan "U ang Penekhangan". d. Jika gadis sudah berada di rumah Kepala Adat kelompok bujang, maka gadis tesebut diberi perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga si gadis atau untuk diambil kembali. Jika terjadi pengambilan kembali sebenarnya telah melanggar adat. Lama gadis itu berdiarn dirumah Kepala Adat si bujang, biasanya menurut hitungan hari ganjil, yaitu 1, 3, 5, atau 7 hari (malam). e. Biasanya keluarga si gadis menurut adat akan mencari anak gadisnya (meskipw1 sudah talm) ketempat di mana bunyi surat anaknya menunjukkan ia dilarikan bujang, ini dinamakan "Nyussui Luut" (mencari jejak). Hal itu dilakukan dalam jangka paling lama 7 malam Uika tempat si gadis dan si bujang berjauhan).
f. Jika dalan1 tempo 7 malam keluarga si gadis tidak mencari anaknya (nyussul luut), maka keluarga bujanglah yang datang ke rumah si gadis
55
Dalam perkawinan juga terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila akan dilangsungkannya perkawinan. Rukun nikah terdiri atas: I. Adanya calon pengantin lelaki (Suami). 2. Adanya calon pengantin perempuan (Isteri). 3. Wali. 4. Dua orang saksi lelaki. 5. Ijab dan kabul (akad nikah). Syarat-syarat nikah terdiri atas: 1. Islam.
2. Lelaki yang tertentu. 3. Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri. 4. Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut. 5. Bukan dalam ihram haji atau umrah. 6. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan. 7. Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa. 8. Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri. Apabila kita melihat tujuan dari perkawinan menurut KHI adalah membentuk keluarga yang Sakinah, Mawadah, Warrahmah. Hal ini harus berdasarkan dengan Al-Qur'an dan Al-Sunnah, karena KHI berasal dari kitabkitab fikih, dan fikih adalah produk interpretasi atas kedua sumber hukum Islam tersebut. Kaidah yang telah di tetapkan oleh Islam tersebut sering kali berbeda dalam wilayah nyata di masyarakat. sifat manusia yang selalu di liputi
56
nekat dalam menentukan sikap pribadinya, meskipun harus menentang atau berbeda dengan norma dan aturan agama. Begitu juga halnya dalam perkawinan, perkawinan dalam masyarakat adat Lampung yang dipengaruhi dari masuknya agama Islam di daerah Lampung. Salah satunya pengaruh Islam tentang tata cara perkawinan yang di laksanakan dengan memenuhi semua kewajiban yang di atur dalam agama Islam. Dimana untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan di tentukan dengan ijab Kabul antara mempelai pria dan wali mempelai wanita. 3 Seperti yang terjadi pada adat sebambangan yang ada di Sinarwaya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung. Sebambangan terjadi - akibat suatu dorongan yang bersumber pada keluarga itu sendiri, baik itu karena ketidakmauan orang tua untuk memberikan izin ataupun karena tingginya biaya pernikahan dalam adat. Pada awalnya adat sebambangan te1jadi karena tidak ada restu dari kedua orang tua, terutama dari pihak gadis. Orang tua dari pihak gadis menyetujui pernikahan tersebut, kemudian telah kita ketahui terlebih dahulu bahwa mayoritas masyarakat adat Lampung beraganm Islam dan dari keseluruhan tata cara dan aturan dalam adat sebambangan sudah sesuai dengan hukum Islam.
Tata cara dan aturan yang pertama sangat penting dalam pelaksanaan adat sebambangan yaitu terlebih dalmlu harus adanya kesepakatan antara bujang dan gadis untuk melakukan adat sebambangan, kemudian sebelum gadis meninggalkan rumahnya dia di haruskan meninggalakan "ngepik" (surat
57
peninggalan) beserta uang jujur (uang ini diminta oleh gadis untuk keluarga yang ditinggalkannya). Dalam ha! ini, penulis melihat bahwa aturan sebambangan yang telah mengalami proses tranformasi tersebut sama sekali
tidak bertentangan dengan aturan dan norma pemikahan dalam Islam, karena jika dilihat dari syarat dan rukun perkawinan (dalan1 Islam) juga telah terpenuhi dalam adat tersebut. Hanya saja, dalam prakteknya banyak pemudapemudi yang tidak memahami ha! tersebut bahkan orang-orang selain masyarakat adat Lampung juga memahami jika orang Lampung hendak menikah harus melarikan sang gadis terlebih dahulu dan terkadang itu semua menimbulkan pandangan yang negatif terhadap masyarakat ad at Lampung. Pemahaman yang salah ini diperparah oleh beberapa pihak yang sengaja memanfaatkan adat ini untuk membenarkan tindakan kekerasan. Menculik atau memaksa perempuan agar ia mau dinikahi oleh laki-laki tersebut. Tindakan ini dilakukan dengan bersembunyi di balik hukum adat, agar tindakannya bisa dianggap benar sekalipun perempuan itu tidak menyukai laki-laki tersebut. Ketika bingkai adat digunakan oleh laki-laki (meskipun dengan cara praktek yang sama sekali berbeda dengan seharusnya) perempuan itu tidak menolak, karena takut akan dituduh melanggar hukum adat seperti yang sudah diketahui, unsur fiil pasenggiri (harga diri dan kehormatan dalam adat), dalam jiwa orang-orang Lampung yang begitu kental, seberapapun mahamya keluarga
perempuan
baik
orang
tua, kemaman (keluarga
dari
pihak
ayah), kelamo (keluarga dari pihak ibu), mehani (kakak tertua dari gadis), dan
58
dan mengusahakan segalanya agar berjalan dengan baik. Jika tidak, maka nama dan harga diri mereka akan tercemar di kalangan masyarakat adat Lampung. Menurut penulis perbuatan seperti diatas tidak dapat dibenarkan, karena esensi sebenamya dalam sebambangan adalah harus ada persetujuan terlebih dahulu diantara kedua belah pihak dalan1 hal ini adalah bujang dan gadis, dan dalam pelaksaam1ya sebelum gadis dibawa kerumah pihak bujang, gadis terlebih dahulu meninggalkan surat (ngepik) dan uang jujur. Cara-cara lama sebambangan seperti yang telah dijelaskan di atas lebih dianggap kuno dan tidak praktis lagi kemudian ditinggalkan, tetapi prinsip-prinsip serta aturan dari tradisi semestinya tetap harus di pertalrnnkan dan tidak boleh ditinggalkan meskipun dalam beberapa kasus, ada beberapa pihak yang mencoba menghilangkan atau sebenamya benar-benar tidak mengetalrni tata cara dan aturan yang sebenamya dalam aturan ad at sebambangan, dan j ika dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh adat, maka ini telah menjadi pelanggaran hukum adat. Pada prinsip hukum adat, setiap pemikalmn hams berdasarkan atas persetujuan dari kedua belah pihak, begitu pihak pria rnaupun pihak wanita. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang No I tahun 1974 pasa 6 ayat l, tentang syarat sail perkawinan yang berbunyi, "perkawinan harus berdasarkan perseetujuan dari kedua calon mempelai". Selain yang tertera dalam peraturan perundang-undangan di atas, keputusan seorang perernpnan untuk rnenyetujui atau rnenolak perkawinan tersebut rnenentukan pula status sahnya suatu akad
59
sebagian ulama seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Ibnu Abi Laila, yang membataskan pemaksaan tersebut hanya terbatas pada wewenang ayah, tidak yang lainnya. Sementara Abu Hanifah, Tsauri, Auza'i, dan Abu Tsaur serta jama'ah tidak memperbolehkan sama sekali pemaksaan terhadap seorang gadis (yang telah baligh), karna keridaannya harus diakui. 4 Sementara penulis sendiri menulis beberapa pendapat-pendapat di atas juga sependapat dengan peraturan perundang-undangan, yaitu bahwa syarat sahnya pemikahan adalah izin atau rihda dari kedua belah pihak, dan pernikahan tidak dapat dilangsungkan apabila salah satu pihak dari kedua cal on mempelai tersebut tidak menyetujui adanya pernikahan tersebut. Melihat persetujuan dari kedua belah pihak dan pemaksaan hanya boleh dilakukan oleh ayah (dalam sebagian pendapat), maka semestinya dalam sebambangan tidak boleh ada unsur pemaksaan kehendak dalam bentuk
tindakan kekerasan (menculik atau memaksa) gadis untuk menikah dengan si bujang tersebut, dan apabila ini terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan bujang tersebut telah melanggar esensi sebambangan itu sendiri dan sangat bertentangan dengan ajaran hukum Islam, adat dan juga pemndangundanagn. Perbuatan seperti itu menurut hukum Islam tidak dapat dibenarkan, Allah SWT memerintahkan kepada para pemuda untuk memperlakukan kaum wanita dengan cara sebaik-baiknya. Kemudian dalam aturan selanjutnya setelah wanita itu berada dipihak keluarga selama tiga hari dan maksimal satu minggu, kemudian orang yang
60
dituakan dari pihak keluarga bujang datang kerumah pihak keluarga gadis untuk bertemu dan brunding nagttak salah (mengakui kesalahan), dan ditengahi oleh penyimbang pekhwatin adat (pemuka adat) didaerah tempat pihak keluarga wanita itu berdomisili. Kemudian setelah diterima, maka terjadi
pertemuan
antara sabai (calon
besan)
untuk
menentukan hari
pernikahan kedua calon mempelai. Pertemuan itu biasanya ada permintaan dari paman-paman, kakak-kaka, dari pihak gadis untuk meminta tambahan dari uang jujur (uang yang harus di bayar oleh pria atas permintaan si gadis) itu tadi, setelah itu ditentukan hari dan tanggal pernikahan. Disini dapat kita lihat bahwa dalam aturan sebambangan dalam menyelesaikan persoalan atau masalah harus berdasarkan musyawarah atau perundingan dan tidak dibenarkan dengan jalan kekerasan. Sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw dan agama Islam, Nabi mencontohkan kepada umatnya, dalam menyelesaikan setiap permasalahan atau konflik selalu dengan jalan perundingan. Kemudian setelah hari pernikahan selesai ditentukan, akad nikah dalam adat sebambangan menggunakan akad nikah secara Islam dengan syarat dan rukun yang semuanya terpenuhi sesuai dengan syari'at Islam. Secara keseluruhan aturan dalam adat sebambangan itu sesuai dengan syari' at agama Islam, apabila ada salah satu unsur dari tata cara dan aturan sebambangan tidak dipenuhi, misalnya tidak adanya kesepakatan terlebih dahulu antara bujang dan gadis, kemudian bujang menggunakan tindakan kekerasan (menculik atau memaksa) gadis untuk menikah dengan si bujang dan jika ha! tersebut terjadi, maka akan dilakukan ha! seperti yang telah di
61
C. Adat Sebambangan dalam pandangan Hukum Positif (UU No. 01 Tahun
1974 dan KUHP Pasal 328).
Apabila sebambangan dilihat dalam pandangan hukum positif, seperti Undang-Undang No. 01 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 menyatakan bahwa, "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ..
.
(rwnah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa ". Dalam Undang-Undang No I tahun 1974 pasal 6 ayat I, tentang syarat sahnya perkawinan yang berbunyi, "perkawinan harus didasarkan atas persetujuan dari kedua calon mempelai", dan pasal 17 ayat 2, dijelaskan bahwasannya pernikahan tidak dapat dilangsungkan apabila ada salah satu pihak yang tidak setuju, jadi dapat disimpulkan bahwasannya perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila ada salah satu pihak tidak sepakat akan pernikahan tersebut. Kemudian didalam pasal 2 menyatakan perkawinan yang sah ialah apabila sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian, apabila melihat adat perkawinan sebambangan, baik sah atau tidaknya suatu perkawinan, maupun tata cara pelaksanaan perkawinan
sebambangan tidak bertentangan dengan asas dan aturan perkawinan didalam UU No. 1 tahun 1974. Sedangkan Pasal 328 KUHP tentang penculikan.
"Barang siapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum dibawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain,
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian-uraian
yang telah
dikaji
tentang
fenomena
adat
sebambangan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
I. Adat sebambangan adalah
suatu
cara
yang
digunakan
oleh
masyarakat Sinar Waya kecamatan Adiluwih kabupaten Pringsewu Lampung untuk menuju ke pernikahan. Pada adat sebambangan ini tidak menggunakan pertunangan atau Jamaran terlebih dahulu, tetapi dengan cara pihak calon mempelai pria membawa lari calon mempelai wanita dari rumalmya. Sementara itu calon pengantin wanita yang melakukan selarian hams meninggalkan tanda kepergianya berupa surat dan sejumlah uang, dan pergi ketempat pemuka adat, kemudian pihak bujang mengadakan pertemuan
kerabat,
dan
mengirim
utusan
untuk
menyampaikan
permohonan maaf dan memohon penyelesaian yang baik dari pihak kerabat wru1ita, lalu diadakan perundingan dengan mengikuti tata-tertib adat selarian setempat dan perundingan tersebut disebut juga ngatak pengunduran senjata.
2. Dalam dengan
kasus
adat sebambangan ada
beberapa
ha!
yang
sejalan
norma hukum Islrun dan hukum positif, yaitu masalah perizinan
dan tidak hadirnya orang tua wali dalam pelaksanaan akad nikal1, yang mengakibatkan wali nasab ad/a/ (wali yang enggan untuk menikallkan) ha!
64
tetap memenuhi kriteria hukum Islam. Selain itu, pada tahap pelaksanaan adat sebambangan tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam. Jika dilihat dari kacamata 'urf, maka adat sebambangan merupakan adat yang sahih. Adapun UU No. 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa: "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (mmah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang secara keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij dan merupakan seremonial yang sakral. Yang di maksud ikatan lahir batin di sini adalah ikatan itu tidak cukup hanya hanya dengan ikatan lahir saja atau batin saja, tetapi keduanya harus saling mengisi dan tidak dapat di pisahkan atau terpadu dengan erat. Ikatan lahir batin merupakan suatu ikatan yang dapat di lihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suam1 isteri. Pasal 6 ayat I, tentang syarat sahnya perkawinan yang berbunyi, "perkawinan harus di dasarkan atas persetujuan dari kedua calon mempelai", dan pasal 17 ayat 2, di jelaskan bahwasannya pernikahan tidak dapat dilangsungkan apabila ada salah satu pihak yang tidak setuju, jadi dapat di simpulkan bahwasannya perkawinan tidak dapat di langsungkan apabila ada salah satu pihak tidak sepakat akan pernikahan tersebut. Begitupun dalam pasal 328 KUHP tentang penculikan, sebambangan tidak termasuk dalam delik penculikan, karna
sebamban~an
terjadi atas
DAFT AR PUSTAKA
Al-Qur' anulkarim Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. (Akademika Pressindo. Jakarta, 1992). Abu Zahrah, Muhammad. Al-Ahwal al-Syakhsiyyah Qohirah. (Dar al-Fikr alArabi. 1957). Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Edisi 1. Jakai1a. Granit. 2004. Adji, Sution Usman. Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, (Yogyakarta, liberty, 1989). Asqalani, lbnu Hajar. Bub;gul Maram Min Adillatul Ahakam Amin Summa, MuhaJ11mad. Hukum Keluarga Islam di Negara Muslim, (Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2005) Ayyub, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga. (Pustaka Al-kautsar. Jakarta. 2006). Daradjad, Zakiah. Ilmu Fiqh. (Direktorat Jendral Pembinaan AgaJ11a Islam Departemen AgaJ11a. 1984/1985). Dimyati, Syata'. Muhammad. Anal al-Thalibin, juz III. (Dar Ihya al-Kutub alArabiyah). Ghazali, Rahman. Fiqh Munakahat, (Jakarta. Kencana, 2003) Hadikusuma, Hilman. Pengantar Hukum Adat. (Citra Aditia Bakti, Bandung, 1990). Han1zah, Andi. KUHP&KUHAP. (PT Rineka Cipta, Jakarta, 2007). Hasan Ayyub, Syakh. Fikih Keluarga. (Pustaka Al-kausar, Jakarta, 2006). Hilman Hadi Kusuma. Adat Istiadat Daerah Lampung (LaI11pung departemen pendidikan dan kebudayaan, Kanwil Depdikbud Provinsi Lampung, 1986). Jaziri, Abdurahman. Kitab 'ala madzhib al-arba 'ah. Juz IV. (Dar Ihya al-Turas al-Arabi, 1989).
67
Kaelani HD. Sejarah Ringkas Perkembangan Hukum Ada! Bandakh Lima Kecamatan Cukuh Balak Lampung. (Midada Rahma Perss, Jakarta. 2008). Kusuma, Hilman Hadi. Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandar: Lampung CV, Mandan). Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Graha Ilmu. (Yogyakarta 2011). Mulya, Orisza Sativa Elastyska Sultan Tirta. Mendalami Sastra dan Kebudayaan. (Daffis Pustaka Abadi, Bandar Lampung, Cet ke 3. 2013). Nawawi, Hadari. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press. (Y ogyakarta 2007). Saleh, Hassan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. (Raja Grafindo Persada, Kelapa Gading Permai, Jakarta 14-februari-2008). Sevilla, Consuelo G. dan kawan-kawan, pnerjemah Alimuddin Tuwu. Pengantar Metode Penelitian. (Universitas Indonesia Jakarta, 1993). Sholeh, Asrorun ni'am. Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga. (Graha Paramuda, Jakarta, Juli 2008). Soekanto, Soe1jono. Hukum Adat Indonesia, cet-II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983). Sohari Sahrani, dan Tihami. Fikih Munakalwt. Raja Grafindo Persada, (Kelapa Gading Pennai, Jakarta, 2009). Snma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004). Sumiati,
Hukum Perkawinan Islam (Y ogyakarta. Liberty, 1986)
dan
Undang-Undang
Perkawinan,
Thalib. Liku-liku Perkawinan (Yogyakarta: PD. Hidayat, 1986). Umar, Nasarudin. Fikih Wanita Untuk Semua, (Jakarta. Serambi Ilnrn Semesta, 2010) www.transjender.kemenkeschili.com (di unggah 26, mei, 2012). Yasin, Nur. Hukum Perkawinan Islam Sasak. (UIN Malang Press. Maret, 2008).