Administrasi Lingkungan
Analisis Kebijakan Pertambangan Timah Lepas Pantai dengan Kapal Isap Terhadap Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Bangka Abstrak Sumber hayati laut merupakan sumber kehidupan yang perlu dilestarikan. Seluruh kandungan yang ada di dalamnya baik sumber daya terperbaharui maupun sumber daya tak terperbaharui merupakan kekayaan alam yang dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia tidak terkecuali timah sebagai sumberdaya tak terperbaharui. Kebijakan eksploitasi sumber timah di laut harus memperhatikan kelestarian lingkungan agar ekosistem laut tetap terjaga. Beraras dari konsep Pembangunan Berkelanjutan atau disebut dengan sustainability, tulisan ini berupaya untuk memaparkan praktik-praktik kegiatan penambangan timah di laut dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah setempat. Data dan informasi yang digunakan diperoleh melalui studi literatur. Ada beberapa daerah di Indonesia yang terkenal dengan kekayaan timah dan berbagai aktivitas pertambangan timah, salah satunya adalah Pulau Bangka. Namun yang terjadi saat ini, kegiatan pertambangan timah di Pulau Bangka sudah mulai merambah ke laut dengan penggunaan kapal isap. Kondisi ini sudah mulai memunculkan konsekuensi yang memprihatinkan bagi kelestarian kehidupan laut. Kegiatan pertambangan timah laut sudah mulai merusak sendi-sendi keindahan ekosistem laut yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan. Hal ini dapat dikaji dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan kegiatan pertambangan timah di laut dan kelestarian sumber hayati laut. Kata kunci : sustainability, AMDAL, kebijakan, timah, kapal isap
I.
Pendahuluan
Sumber hayati laut merupakan sumber yang semakin penting dalam masalah pangan. Lebih jauh, sumber hayati laut tidak hanya berkaitan dengan masalah pangan tetapi juga pariwisata sebagai suatu wujud kekayaan alam yang dapat mendatangkan manfaat. Dalam hubungan ini harus benar-benar diperhatikan aspek kebijakan maupun aspek pemanfaatannya. Segala sesuatu menyangkut seluruh segi dari marine culture yang selain ikan juga meliputi kekayaan akan biota-biota laut lainnya1. Selain itu, keindahan ekosistem laut, juga merupakan hal menarik yang perlu dijaga dan dilestarikan sebagai daya tarik laut indonesia dari sisi pariwisata. Namun demikian, nampaknya hal ini sudah mulai terabaikan mengingat banyaknya aktivitas-aktivitas manusia yang dapat menggangu ekosistem laut dan dalam jangka panjang akan merusak kehidupan laut secara permanen. Ada berbagai aktivitas manusia yang dapat menimbulkan kerusakan bagi ekosistem laut. Salah satu aktivitas manusia tersebut adalah kegiatan pertambangan di lepas pantai. Kegiatan pertambangan lepas pantai yang tidak terkendali diprediksi dapat merusak ekosistem laut apabila tidak dibarengi dengan analisis mengenai dampak lingkungan sebelum dilaksanakannya kegiatan pertambangan tersebut, dengan kata lain, analisis mengenai dampak lingkungan seharusnya sudah ada saat perencanaan kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan lepas pantai yang ada di Indonesia salah satunya adalah kegiatan pertambangan timah. Kegiatan pertambangan timah lepas pantai terjadi di berbagai perairan di Indonesia yang memiliki potensi sumber timah. Pulau Bangka dan Blilitung merupakan salah satu daerah yang selalu aktif dalam melakukan kegiatan pertambangan timah. Tidak dipungkiri, pulau Bangka dan Bilitung merupakan salah satu daerah penghasil 1
Zen MT. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: PT Gramedia, 1980, hlm. 89
Administrasi Lingkungan
timah terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, banyak aktivitas pertambangan timah di Pulau Bangka dan Bilitung baik di darat maupun di laut. Timah telah ditambang di bumi Pulau Bangka lebih dari 300 tahun yang lalu. Berawal dari daratan kini penambangan timah mulai beralih ke laut Pulau Bangka. Di Pulau Belitung, timah sudah ditambang di laut sekitar 30-an tahun yang lalu. Kini penambangan mulai ekstensif dan menuju intensif (semi intensif) dilakukan di laut Pulau Bangka. Sejak Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (otonomi daerah) dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 146/MPP/Kep/4/1999 mengenai pencabutan timah sebagai komoditas strategis, pertambangan timah inkonvensional (TI) menjarah daratan Pulau Bangka. Saat ini, TI Apung dan modivikasinya mulai marak memenuhi lautan Pulau Bangka. Jumlah Kapal isap di laut terus bertambah yang sebelumnya dikuasai oleh kapal keruk2. Penambangan timah di darat yang sudah terjadi beratus-ratus tahun membuat lokasi sumber timah di darat semakin berkurang. Semakin susahnya mendapatkan lokasi yang kaya kandungan timah di daratan Pulau Bangka, menyebabkan hasil pertambangan timah di darat terus merosot dan biaya operasional yang semakin tinggi. Kondisi ini membuat masyarakat dan perusahaan penambang timah mengalihkan prioritas pertambangan ke laut Pulau Bangka. Komoditi Pertambangan timah di laut adalah TI Apung, Kapal Isap dan kapal Keruk . Dari ketiga komoditi tersebut, kapal isap yang dianggap paling efektif dan efisien dalam melakukan penambangan timah di laut. Kapal isap memiliki mobilitas yang tinggi, proses kerja yang efektif dan hasil penambangan yang cukup menjanjikan. Selain itu dari segi harga, Kapal isap memiliki harga yang lebih terjangkau bagi perusahaan-perusahaan swasta. Hal ini menyebabkan jumlah kapal isap di laut Pulau Bangka bertambah drastis dalam waktu singkat. Jumlah kapal Isap terus bertambah marak pada tahun 2008. Perusahaan timah swasta yang memiliki leburan timah (smelter) selain PT Timah Tbk mulai aktif mendatangkan kapal isap. PT Timah Tbk juga terus membeli dan merakit kapal isap untuk meningkatkan produksinya. PT Timah Tbk mulai bermitra dengan mendatangkan kapal isap dan hingga saat ini sudah lebih dari 50 kapal isap yang dimiliki bersama mitranya. Hal yang turut mendukung kondisi ini adalah Izin penambangan timah lepas pantai yang terus bermunculan. Surat Keputusan (SK) dari kepala daerah untuk Izin Usaha Penambangan (IUP) di laut dengan mengoperasikan kapal isap terus bermunculan. Namun ternyata, hal ini tidak berbanding lurus dengan pengawasan. Pengawasan penambangan timah di laut masih sangat minim. Berdasarkan pantauan satelit yang dimiliki Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), 100% kapal isap yang beroperasi di perairan Bangka Belitung beroperasi diluar wilayah yang sudah ditentukan3. Kondisi tidak atau belum teratur dan tegasnya peraturan-peraturan pemerintah daerah mengenai penambangan timah lepas pantai ini ternyata dimanfaatkan juga oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Bukan hal yang mengejutkan lagi, apabila semakin banyak SK IUP lepas pantai dengan mengoperasikan kapal isap “bekas” dari Thailand dan terus bermunculan di daerah Kepulauan Bangka & Belitung. Penambangan timah di lepas pantai dengan kapal isap merupakan hal yang baru di Pulau Bangka. Sebelumnya, Pulau Bangka tidak mengenal “kapal isap” ini sebagai komoditi 2
“Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Bangka Akibat penambangan Timah lepas Pantai (Kapal Isap).” Style sheet. http://www.ubb.ac.id diunduh pada 20 Februari 2012 3 “Kerusakan di Bangka Belitung Mengkhawatirkan.” (22/Jan/2011) http://cetak.bangkapos.com/etalase/read/37063.html diunduh pada 21 Februari 2012
2
Administrasi Lingkungan
penambangan timah. Kapal Isap datang dari negara lain yaitu Thailand.. Hampir semua kapal isap yang beroperasi di Pulau Bangka adalah kapal isap yang didatangkan oleh perusahaan timah swasta dari Thailand. Hal ini dikarenakan, kapal isap-kapal isap tersebut sudah tidak beroperasi di wilayah perairan Thailand karena beberapa tahun yang lalu, ada daerah-daerah di Thailand yang dilakukan penambangan total (total mining). Deposit bahan tambang dilokasi tersebut ditambang dengan intensif hingga benar-benar tidak potensial lagi untuk ditambang sehingga diperkirakan tidak akan dilakukan lagi penambangan di masa yang akan datang di lokasi tersebut. Setelah penambangan intensif itu selesai dilakukan beberapa tahun yang lalu dan program reklamasi dan rehabilitasi mulai dan sedang berjalan, kapal isap-kapal isap ini mengganggur. Melihat peluang penambangan timah di Pulau Bangka, kapal isapkapal isap itu dibeli oleh pengusaha-pengusaha timah untuk melakukan penambangan di laut Pulau Bangka. Kapal isap-kapal isap yang didatangkan dari Thailand, sebagian besar adalah kapal isap bekas yang beroperasi beberapa tahun yang lalu dengan hampir tidak ada perubahan teknologi. Kondisi kapal isap yang bekas ini semakin mempermudah pengusaha timah untuk membeli karena harganya lebih murah dibandingkan harus merancang dengan teknologi pembuangan tailing yang jauh lebih ramah lingkungan. Kemudahan pengusaha untuk membeli dan mendatangkan kapal isap-kapal isap ini akan semakin menambah jumlah kapal isap yang melakukan penambangan timah di perairan Pulau Bangka. Selain itu, Kapal isap memang merupakan komoditas penambang timah lepas pantai yang paling efektif dalam mendapatkan hasil tambang timah sehingga menjadi pilihan para pengusaha timah untuk meraup keuntungan dari hasil penambangan timah di perairan Pulau Bangka. * Aktivitas pertambangan timah di perairan Pulau Bangka sudah mulai memperlihatkan terjadinya pencemaran air laut akibat sedimentasi yang ditimbulkan oleh aktifitas kapal isapkapal isap penambang timah. Selain air laut yang keruh, sedimentasi tersebut juga merusak kondisi terumbu karang dan mengganggu kehidupan biota laut. Di sisi lain, air merupakan sumber daya alam untuk memenuhi hajad hidup orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya dengan tetap dilakukan pengendalian pencemaran air (Subagyo, 2002:47)4. Laut dan seluruh ekosistem yang ada di dalamnya merupakan kekayaan alam yang perlu di jaga. Pemanfaatan sumber daya alam yang ada harus memperhatikan kebutuhan generasi yang akan datang. Penggunaan alih-alih pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatan pertumbuhan ekonomi daerah melalui penambangan timah lepas pantai ini ternyata memberikan dampak negatif yang lebih besar daripada dampak positifnya. Hal yang perlu diingat adalah dalam pemanfaatan setiap sumber daya alam, terjadi suatu proses yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun negatif. Sebaliknya, kualitas lingkungan juga akan menentukan kelangsungan suatu usaha atau kegiatan. Artinya lingkungan yang rusak dapat menyebabkan suatu usaha tidak dapat beroperasi 5. Kerusakan lingkungan di wilayah perairan Pulau Bangka sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan. Secara umum diakibatkan dari aktivitas penambangan, terutama di daerahdaerah yang banyak memiliki potensi galian timah. Menurut Kabid Pengawasan dan pengendalian Pencemaran Bapedalda Bangka Barat, Yudi Hermanto, sejak lahir Undang4 5
Subagyo, Joko. Hukum Lingkungan: Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm.47 Manik ES, Karden. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 48
3
Administrasi Lingkungan
undang nomor 04 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, peluang untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan (ekonomi, sosial, budaya) masyarakat Bangka Belitung mulai terbuka. Dengan dalih pembangunan dan mengejar pertumbuhan ekonomi daerah meliputi pendapatan daerah,yang menjadi sektor ekstraktif yaitu eksploitasi pertambangan timah secara terbuka. Fenomena tambang rakyat di Bangka Belitung seolah menjadi pembenar dalam upaya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Padahal jika ditelaah lebih dalam justru warga masyarakat Bangka Belitung yang menjadi korban karena telah dipersiapkan menjadi kambing hitam dalam menjawab kerusakan ekologi kepulauan Bangka Belitung 6. Hal ini dikarenakan mayoritas kapal isap-kapal isap yang beroperasi melakukan penambangan secara besar-besaran adalah milik perusahaan-perusahaan tambang swasta bukan masyarakat. Kerusakan-kerusakan ekosistem laut itu sudah mulai dirasakan dibeberapa pulau di Kepulauan Bangka misalnya di Pulau Pemuja Perairan Penganak, Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat. Perairan penganak terkenal sebagai kawasan penambangan timah laut, dapat dikatakan demikian karena perairan ini beroperasi 25 kapal isap. Selain itu beroperasi ratusan Tambang Inkonvensional Apung (TI Apung). Kawasan perairan ini memang terdapat wilayah usaha penambangan (WUP) PT Timah Tbk dan sejak AMDAL terpadu tahun 2009, banyak kapal isap milik mitra PT Timah Tbk datang berbondongbondong dari Thailand7. Pulau pemuja dikelilingi oleh ekosistem terumbu karang. Ketika dilakukan pengecekan oleh tim eksplorasi terumbu karang hasilnya sangat mengecewakan, tutupan karang hidup di sebelah selatan pulau hanya 14,54 % dengan tutupan karang mati akibat ditutupi sediment 72,39 %, sisanya adalah tutupan alga. Sebenarnya terumbu karang di seputaran pulau tersebut sangat indah dengan keanekaragaman jenis karang yang cukup tinggi. Namun ternyata tren penambangan timah laut yang sedang marak di Pulau Bangka menyebabkan ekosistem terumbu karang tidak mampu diselamatkan8. Disekitar Pulau Pemuja pun banyak tedapat hamparan karang yang nasibnya lebih tragis. Terumbu karang telah ditutupi sediment dengan parah dan telah ditumbuhi oleh makroalga dan corallite alga (CA). Masa pemulihan terumbu karang yang rusak oleh sedimentasi tak dapat diprediksi. Kerusakan oleh sedimentasi telah mengubah tipe subtrat yang sebelumnya pasir dan batuan karang menjadi lumpur berdebu yang halus dan gampang melayang oleh arus. Substrat ini menutup karang yang akhirnya mati dan ditumbuhi makroalga. Pemulihan karang akan sulit terjadi karena laju pertumbuhan alga jauh lebih cepat daripada laju pertumbuhan karang. Padahal dari aspek lingkungan, terumbu karang merupakan kekayaan laut yang sangat tinggi nilainya khususnya dalam sektor pariwisata. Terumbu karang juga berfungsi sebagai habitat berbagai jenis ikan hias dan biota perairan lainnya, pemecah gelombang laut, dan memperlambat arus laut 9. Nasib yang sama terjadi pada terumbu karang di Desa Teluk Limau. Ketika tim eklsplorasi terumbu karang Universitas Bangka Belitung melakukan penelitian bulan Juni 2009, kondisi terumbu karang masih relatif baik dan bagus. Masih terdapat pula terumbu karang dengan keanekaragaman jenis yang tinggi dan terdapat pula vegetasi lamun lengkap 6
“Kerusakan di Bangka Belitung Mengkhawatirkan.” (22/Jan/2011) http://cetak.bangkapos.com/etalase/read/37063.html diunduh pada 21 Februari 2012 7 “Terumbu Karang Pulau Pemuja Perairan Penganak, Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat.” Style Sheet. http://www.ubb.ac.id diunduh pada 20 Februari 2012 8 Ibid. 9 Manik ES, Karden. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan, 2003, hlm.62
4
Administrasi Lingkungan
dengan biota-biota khasnya yang masih alami, sehingga kawasan ini dinyatakan oleh para peneliti sebagai kawasan yang sangat baik dijadikan sebagai daerah penelitian pesisir dan berpotensi sebagai daerah pariwisata. Kondisi berbeda ditemui ketika pengecekan dilakukan kembali pada bulan Desember 2009. Tim eksplorasi terumbu karang menemukan ekosistem terumbu karang yang indah dan dipenuhi oleh ikan-ikan yang beraneka warna dan rupa telah rata tertutup oleh pasir. Kondisi ini menunjukan begitu rapuhnya terumbu karang terhadap kerusakan. Dalam hitungan bulan, ekosistem terumbu karang yang sebelumnya begitu sehat dan cantik dengan sekejap berubah menjadi hamparan alga dan karang tertimbun pasir dan lumpur akibat sisa buangan penambangan timah di laut. Pembuangan tailing kapal isap menghasilkan sedimentasi yang sangat tinggi dengan kapasitas rata-rata sekitar 500m3/jam, karenanya, air laut akan menjadi keruh dan lumpur terbawa arus hingga jauh ke perairan lain disekitarnya10. II.
Kerangka Teori
Kegiatan penambangan timah perlu memperhitungkan dampak negatif dan harus diupayakan untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Bentuk pembangunan yang diwujudkan melalui kegiatan penambangan timah tersebut harus berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan itu. Melalui pembangunan yang berwawasan lingkungan, pembangunan dapat berkelanjutan11. Menurut WCED (1987) dalam Dougal, White, Franke Sustainability atau pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka 12. Hal ini mengidentifikasikan adanya sinergi antara pembangunan ekonomi, keadilan sosial dan lingkungan. Pengertian lain menyebutkan bahwa Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai sebuah investasi organisasi dalam sistem kehidupan, yang diproyeksikan untuk dapat hidup terus menerus yang didasarkan pada penyediaan kualitas hidup untuk semua individu dan memelihara ekosistem alam. Pembangunan berkelanjutan dalam bentuk yang paling sederhana didiskripsikan sebagai suatu karakteristik dari proses atau bagian yang dapat dipelihara pada tingkatan yang pasti secara tidak terbatas 13. Pembangunan berkelanjutan mengandung arti, lingkungan dapat mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisnya sumberdaya yang menjadi modal pembangunan. Modal itu sebagian berupa modal buatan manusia, seperti ilmu dan teknologi, pabrik dan parsarana pembangunan. Sebagian lagi modal berupa sumber daya alam, baik yang terperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui14. Timah termasuk dalam sumber daya yang tidak terperbaharui, sehingga harus dikendalikan dan diawasi penggunaannya. Jelaslah, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pembangunan ini harus berwawasan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah syarat yang harus dipenuhi agar pembangunan dapat berkelanjutan. 10
Terumbu Karang Desa Teluk Limau Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat.” Style Sheet. http://www.ubb.ac.id diunduh pada 20 Februari 2012 11 Soemarwoto, Otto. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001, hlm. 7 12 Forbes Mc Dougal,Peter White, Marina Franke & Peter Hindle. Integrated Solid Waste Management: A Life Cycle Inventory. USA: Blackwell Science, 2001, hlm. 167 13 Franchetti J, Matthew. A System Approach Solid Waste : Analysis & Minimization. New York: Mc Graw Hill, 2009, hlm. 165 14 Soemarwoto, Otto. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001, hlm. 14-15
5
Administrasi Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau biasa disebut dengan AMDAL, merupakan salah satu alat dalam upaya dapat dilakukannya pembangunan berwawasan lingkungan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk mencegah terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan oleh suatu rencana usaha atau kegiatan. AMDAL merupakan alat atau instrumen bagi pengelolaan lingkungan hidup, baik bagi pemrakarsa sebagai pengelolaan lingkungan hidup, instansi terkait sebagai pengawas atau pemantau, maupun bagi masyarakat sebagai penerima dampak apabila tejadi pencemaran atau kerusakan lingkungan (Manik, 2003: 192-193)15. Pemerintah juga telah emmbentuk undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diterbitkannya peraturan-peraturan pendukungnya. Berdasarkan undang-undang tersebut setiap rencana suatu usaha atau kegiatan yang diperkirakan berdampak negatif penting, wajib dilengkapi studi kelayakan lingkungan. Penerapan studi kelayakan lingkungan merupakan wujud dan penopang konsep pembangunan berwawasan lingkungan yang telah dicanangkan di Indonesia.16 III.
Pembahasan dan Analisis
Semakin tingginya kuantitas kerusakan lingkungan yang terjadi di laut Bangka bukan sepenuhnya kesalahan pelaku pertambangan, tetapi lebih kepada pihak yang melakukan pengawasan serta pihak yang terkait dalam pembentukan suatu kebijakan yang berhubungan dengan lingkungan hidup terutama dalam hal ini adalah kebijakan mengenai kegiatan pertambangan. Pemerintah daerah tentunya harus ikut bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan sebagai pihak yang telah memberikan izin dan pihak yang melakukan pengawasan. Dengan demikian, kasus kerusakan lingkungan ini dapat ditinjau dari segi kebijakan publik pemerintah daerah mengenai pengelolaan sumber daya alam dan kebijakan mengenai lingkungan hidup. Menurut Thomas R Dye (2011:1), kebijakan publik merupakan apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan17. Tentunya kebijakan publik tersebut juga harus memperhatikan faktor-faktor lain yang terlibat di dalamnya. Surat Keputusan (SK) Kepala daerah mengenai Izin Usaha Penambangan (IUP) di laut Bangka dengan mengoperasikan kapal isap merupakan wujud dari kebijakan pemerintah daerah mengenai pengelolaan sumber daya alam. Dengan dalih meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah, semakin banyak SK IUP yang bermunculan. Kondisi ini yang semakin memperparah kerusakan ekosistem laut di pulau Bangka. Dengan kata lain,dari kebijakan tersebut tidak terlihat adanya upaya dari pemerintah daerah Bangka untuk tetap menjaga kelestarian laut Bangka dalam jangka panjang, dan tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan dalam jangka panjang. Dalam hal ini aspek-aspek kebijakan penambangan dalam memanfaatkan potensi galian timah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Bangka kurang memperhatikan segala sesuatu yang menyangkut seluruh segi dari marine culture. Fokus tujuan pemerintah daerah hanya untuk menggali potensi timah yang ada di laut Bangka tanpa melihat dari aspek lain diantaranya kekayaan biota-biota laut yang juga dapat digali dan dikembangkan di Laut Pulau Bangka. 15
Manik ES, Karden. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 192-193 Ibid, hlm. 191 17 Thomas R Dye, Understanding Public Policy.Thirteen edition ( Singapore: Longman,2011), hlm. 1 16
6
Administrasi Lingkungan
Kebijakan pertambangan di Bangka tidak mendukung perlindungan dan pelestarian lingkungan, padahal dengan kebijakan yang tepat banyak potensi yang bisa digali , tidak hanya hasil timah yang merupakan sumber daya tak terperbaharui tetapi ada potensi lain yang dapat dimanfaatkan dan digali potensinya untuk jangka panjang karena dapat diperbaharui. Misalnya budidaya ikan laut untuk mendukung masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan, hal ini bisa mendukung pembangunan ekonomi melalui peningkatan pendapatan secara berkelanjutan. Selain itu peningkatan budidaya ikan dapat menjadi ciri khas daerah Bangka sebagai salah satu penghasil ikan tebaik, karena didukung potensi laut yang memadai untuk pengembangan tersebut. Budidaya ikan laut yang mampu dikembangkan juga dapat mendukung peningkatan produksi ekspor ikan lokal dan mengatasi masalah pangan. Potensi lain yaitu pada budidaya terumbu karang. Bukan hal yang meragukan lagi, keindahan terumbu karang telah memberikan daya tarik tersendiri terhadap keindahan bawah laut, didukung dengan kondisi kepulauan yang menarik. Hal ini sangat menguntungkan apabila budidaya terumbu karang dapat dikembangkan dan dijaga sebagai daya tarik pariwisata. Kebijakan seperti itu nantinya akan memberikan manfaat bagi Pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta mendukung pembangunan di segi lain di daerah kepulauan Bangka. Kondisi pariwisata yang menarik juga dapat meningkatkan investasi di sektor pariwisata. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Bangka berupa SK IUP bukan merupakan kebijakan yang berwawasan lingkungan. Pendapat ini didasarkan pada tidak dipertimbangkannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan alat untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pemanfaatan timah di laut yang sejauh ini semakin tidak terkendali didukung dengan banyaknya SK IUP yang bermunculan, akan memberikan dampak negatif dalam jangka panjang terhadap lingkungan. Rusaknya terumbu karang akan mengurangi produksi ikan di laut, merusak keindahan terumbu karang, dampak lebih jauh mengurangi pendapatan nelayan dan merusak potensi pariwisata bawah laut. Kondisi ini dapat menurunkan PAD dan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Kegiatan penambangan timah di Perairan Bangka kurang memperhatikan perencanaan awal bahkan hingga pengoperasiannya. Tidak ada perencanaan awal dari pemerintah daerah dalam menyusun strategi pemanfaatan galian timah di laut pulau Bangka tanpa harus mengganggu ekosistem laut. Pengoperasian kegiatan penambangan timah di laut dilakukan oleh masyarakat maupun perusahaan timah karena potensi timah di darat sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditambang. Dengan demikian kegiatan tersebut tidak diawali dengan perencanaan oleh pemerintah daerah mengenai pengelolaan serta peraturan-peraturan yang tepat sebagai pedoman pelaksanaan pertambangan timah di laut. Hal tersebut yang sekaligus mendorong makin maraknya kegiatan penambangan timah di laut. Padahal perencanaan awal kegiatan merupakan tahap penting yang perlu disusun agar pemerintah tahu bagaimana dampak keberlanjutannya serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak penambang agar tetap ikut dalam pengendalian dan menjaga pelestarian lingkungan hidup. Proses pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah mengenai kegiatan penambangan di laut, tidak merujuk pada kajian AMDAL mengenai dampak yang besar dan penting serta kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Padahal tujuan dari AMDAL adalah untuk mencegah terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan oleh suatu rencana atau kegiatan. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah Pulau Bangka dalam penambangan timah di laut ini dinilai kurang tepat. Akibat kegiatan penambangan 7
Administrasi Lingkungan
timah di laut yang mulai mencemari bahkan merusak ekosistem laut dan keindahan laut merupakan dampak dari tidak adanya perencanaan pengelolaan lingkungan hidup dan tidak merujuk pada kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Ditinjau dari teori Sustainability atau pembangunan berkelanjutan, jelas sekali bahwa kebijakan kegiatan penambangan timah lepas pantai di Pulau Bangka tidak menerapkan indikator-indikator dalam pembangunan berkelanjutan. Kegiatan penambangan timah di pulau Bangka hanya mengusahakan dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengusahakan dipenuhinya kebutuhan masa depan. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa tidak ada sinergi antara pembangunan ekonomi, keadilan sosial dan lingkungan. Pertama dari segi ekonomi. Dalam jangka panjang perekonomian akan terganggu karena masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan tidak dapat melaut lagi. Hal ini disebabkan potensi hasil laut terutama ikan, sudah tidak memungkinkan lagi dijadikan sebagai tumpuan untuk memperoleh penghasilan. Disamping itu, potensi pariwisata secara terus-menerus berkurang disebabkan potensi keindahan bawah laut yaitu terumbu karang dan biota-biota lainnya sudah rusak akibat sedimentasi yang ditimbulkan karena pembuangan tailing oleh kegiatan penambangan timah di laut. Berkurangnya potensi pariwisata laut akan berdampak pula pada berkurangnya sumber pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata. Eksploitasi timah di laut yang tidak terkendali dengan dalih meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tidak dapat bertahan lama. Timah merupakan sumber daya alam tak terperbaharui , sehingga tidak dapat diharapkan mampu bertahan sebagai sumber pendapatan dalam jangka panjang hingga waktu yang tidak terbatas apabila penggunaannya semakin tidak terkendali. Masyarakat yang berprofesi sebagai penambang pun dapat dipastikan akan kehilangan pekerjaan sehingga akan menambah angka pengagguran dan menjadi beban pemerintah daerah. Dari segi keadilan sosial. Kegiatan pertambangan yang tidak dikendalikan dengan baik oleh pemerintah daerah menunjukan kurang adanya nilai-nilai keadilan sosial, karena kegiatan pertambangan dapat dirasakan keuntungannya yang besar hanya oleh sebagian masyarakat bahkan hanya dapat dirasakan oleh pengusaha-pengusahah timah besar yang beroperasi. Keuntungan dari penambangan timah tidak dirasakan langsung oleh masyarakat daerah bahkan dengan adanya kegiatan penambangan tersebut, masyarakatlah yang nantinya paling merasakan dampak dari rusaknya lingkungan mereka. Dapat dimungkinkan juga akan menimbulkan konflik antara nelayan dengan penambang, dan juga antara penambang atau perusahaan pertambangan dengan pengusaha yang mengembangkan kawasan wisata bahari di Pulau Bangka. Konflik tersebut akan muncul seiring dengan banyaknya kebijakan SK IUP yang dikeluarkan oleh pemerintah karena jelas tidak mempertimbangkan nilai-nilai keadilan sosial. Menurut data laporan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), sudah ada penolakan terhadap aktivitas pertambangan kapal isap di Desa Kelabat dan Desa Teluk Limau Kecamatan Parittiga Bangka Barat. Konflik tersebut terjadi antara warga yang pro kapal isap dan warga yang kontra kapal isap. Warga kontra kapal isap menuntut Pemerintah Daerah Bangka Barat mencabut izin dan memerintahkan kapal isap untuk tidak beroperasi di perairan wilayah tersebut, namun ternyata tidak ada kejelasan kebijakan yang diambil. Mereka merasa ada penjarahan terhadap kawasan tangkap nelayan18. Polemik yang ada dikarenakan 18
Teddy Malaka,”Pertambangan Munculkan Konflik”. (31 Desember 2011) http://bangkapos.com diunduh 21 Februari 2012
8
Administrasi Lingkungan
pemerintah daerah yang menerbitkan izin lebih mementingkan keinginan pengusaha daripada kepentingan masyarakat daerah. Pemerintah daerah kurang tegas dalam menerapkan kebijakan atau menentukan kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat daerah. Dalam era otonomi daerah masyarakat memiliki hak untuk ikut menentukan keberlangsungan kehidupan mereka karena yang paling merasakan diimplementasikannya kebijakan adalah masyarakat. Pemerintah daerah kurang tanggap untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Pemerintah daerah harus segera menetapkan kebijakan yang dapat menengahi konflik tersebut, jangan sampai masyarakat menajdi korban akibat kepentingan pihak-pihak tertentu. Lingkungan mereka adalah tempat hidup mereka, mencari penghasilan untuk menopang hidup, sehingga pemerintah bertanggungjawab untuk mensejahterakan mereka, mendengarkan keinginan dan kepentingan mereka sebagai masyarakat tradisional yang merupakan bagian dari alam sekitarnya. Dari segi lingkungan. Dalam kegiatan penambangan timah di laut Bangka ini, jelas yang menjadi sorotan utama adalah konsekuensi terhadap lingkungan karena kegiatan ini melibatkan lingkungan secara langsung. Awalnya lingkungan yang kaya akan potensi timah tidak menunjukan kerusakan yang signifikan, namun sejak diketahui bahwa potensi timah di Pulau Bangka sangat potensial untuk digali, maka kegiatan penambangan timah mulai memikat berbagai perusahaan-perusahaan pertambangan. Kegiatan pertambangan pun semakin banyak, bahkan kegiatan tersebut sudah membuat kerusakan di darat pulau Bangka dan kini merambah di laut. Rusaknya wilayah daratan Pulau Bangka akibat galian timah dan sudah tidak berpotensi lagi untuk ditambang mengindikasikan bahwa kegiatan penambangan timah di laut Pulau Bangka tidak menutup kemungkinan akan menyusul kerusakan lingkungan seperti yang terjadi di darat hingga tidak dapat dieksplor lagi. Tidak dapat dipungkiri, apapun bentuk pembangunan melalui pemanfaatan sumber daya akan menimbulkan perubahan di lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dalam pertambangan timah di lepas pantai Pulau Bangka ini, dampak negatifnya yang lebih dirasakan karena dampak tersebut juga mengganggu sendisendi kehidupan yang lain seperti terjarahnya kawasan nelayan dan rusaknya kawasan pariwisata. Terumbu karang yang sebenarnya sangat cantik dan alami ini tertutup sediment kemudian ditumbuhi alga. Bahkan ada karang terlihat tertimbun tanah akibat sedimentasi yang sangat parah. Sediment tersebut akibat aktivitas kapal isap yang mengaduk pasir di laut untuk mendapatkan bijih-bijih timah sebanyak-banyaknya. Kurangnya peraturan yang tegas dan kontrol yang kuat dari Pemerintah Daerah Pulau Bangka dalam menerbitkan SK IUP dinilai kurang melihat sendi-sendi dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan berkelanjutan, mengandung arti bahwa lingkungan dapat mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisnya sumber daya yang menjadi modal dalam pembangunan. Modal yang dimaksud dalam kasus ini adalah modal sumber daya alam yang tak terperbaharui yaitu timah. Timah yang tergolong sebagai sumberdaya tak terperbaharui hendaknya dalam pemanfaatannya harus benar-benar memperhatikan sendi-sendi dalam pembangunan berkelanjutan. Namun demikian yang terjadi di Pulau Bangka malah sebaliknya. Sumber daya timah di eksplore secara besarbesaran saat ini tanpa melihat kebutuhan pembangunan di masa akan datang. Jika kandungan timah di laut sudah tidak dapat digali lagi seperti kondisi galian timah di darat pulau Bangka saat ini, maka sumber daya yang dimiliki Pulau Bangka untuk mendukung pembangunan akan berkurang. Posisi yang sangat menetukan dalam hal ini adalah mengenai kebijakan Pemerintah Daerah. Dalam era otonomi daerah, masing-masing pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan sendiri berkaitan dengan kepentingannya masing-masing, 9
Administrasi Lingkungan
karena daerah yang dinilai paling mengetahui apa yang dibutuhkan oleh daerahnya. Kebijakan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah tentunya juga berhubungan dengan kepentingan masyarakat daerah. Setelah digulirkannya otonomi daerah, masing-masing memiliki tanggungjawab untuk dapat lebih mandiri, memenuhi kebutuhan daerah dengan memanfaatkan serta mengembangkan potensi daerah yang dimiliki. Demikian pula dengan Pemerintah Daerah Pulau Bangka. Kebijakan mengenai pengelolaan sumber daya alam daerah merupakan kewenangan pemerintah daerah Pulau Bangka. Namun yang perlu dikaji adalah, latar belakang dari dibuatnya kebijakan penerbitan SK IUP tersebut. Pemerintah Pulau Bangka dinilai belum mempertimbangkan dan memperhitungkan konsekuensi kegiatan pertambangan timah di laut sebelum pengeluaran SK IUP tersebut. Pertama mengenai apa konsekuensi dari dibuatnya kebijakan tersebut. Terutama kebijakan tersebut berkaitan dengan lingkungan hidup yang juga mempengaruhi hajat hidup orang banyak yaitu masyarakat Pulau Bangka. Sejauh ini semakin banyaknya SK IUP yang bermunculan karena ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab atau dengan kata lain adanya unsur kolusi dan nepotisme didalamnya, belum dianggap sebagai masalah yang serius bagi pemerintah daerah. Dapat dilihat hingga saat ini pun masih banyak kegiatan-kegiatan penambangan timah lepas pantai masih beroperasi dan jumlahnya semakin banyak. Walaupun kegiatan tersebut secara nyata sudah menimbulkan pencemaran air laut dan kerusakan ekosistem laut, pemerintah daerah belum mengeluarkan kebijakan yang secara ketat mengatur dan mengendalikan kegiatan pertambangan tersebut. Penertiban terhadap para oknum yang tidak bertanggungjawab juga sejauh ini belum dilakukan melalui penegakan hukum yang jelas. Pengawasan terhadap kegiatan pertambangan pun hingga saat ini juga belum terlihat ada peningkatan yang signifikan. Mudahnya mengurus izin untuk mendatangkan kapal isap sebagai komoditi pertambangan timah lepas pantai di Pulau Bangka, semakin memberikan peluang besar bagi perusahaan pertambangan untuk menambah jumlah kapal-kapal mereka. Pemerintah daerah tidak melakukan pengecekan terhadap kondisi kapal isap-kapal isap tersebut sebelumnya. Padahal, keberadaan kapal isap – kapal isap ini juga paling efektif dalam menyebabkan kerusakan ekosistem vital di laut. Sedimentasi dari aktivitas penambangan kapal isap telah menimbulkan kerusakan parah pada ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang merupakan penyangga sektor perikanan dan pariwisata bahari yang merupakan sektor harapan dan pengembangan pasca timah. Ditambah lagi kondisinya yang bekas dengan teknologi lama yang tidak ramah lingkungan. Semakin banyaknya kapal isap yang beroperasi di perairan Pulau Bangka dapat dipastikan akan semakin mempercepat rusaknya ekosistem laut. Dalam pembangunan berkelanjutan, ada sebuah investasi organisasi dalam sistem kehidupan, yang diproyeksikan dapat hidup terus menerus yang didasarkan pada penyediaan kualitas hidup untuk semua individu dan memelihara ekosistem. Kondisi yang terjadi di pulau Bangka tidak demikian. Investasi pemerintah daerah untuk mengeksplor sumber timah sebagai sumber pendapatan daerah diprediksi potensial hingga tahun 2025, namun tidak menutup kemungkinan tidak mampu bertahan hingga tahun tersebut karena semakin bertambahnya aktifitas pertambangan timah dengan kapal isap di Pulau Bangka. Kondisi ini menunjukan tidak adanya penyediaan kualitas lingkungan hidup untuk semua individu dan tidak ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam upaya memelihara ekosistem laut.
10
Administrasi Lingkungan
Dalam kegiatan pertambangan, biasanya sudah ada dokumen lingkungan dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) yang harus dipatuhi oleh perusahaan pertambangan. Misalnya untuk kegiatan penambangan dengan batas ketentuan kedalaman tertentu, tetapi ternyata ditambang melebihi ketentuan19. Kondisi ini menunjukan bahwa kegiatan pertambangan timah di laut Pulau Bangka memang belum diimbangi dengan pengawasan yang ketat oleh pemerintah daerah. Pengawasan terhadap kegiatan pertambangan timah di laut menjadi tugas dan tanggungjawab bagi pemerintah daerah yang penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan, kelestarian lingkungan berperan penting untuk mendukung keberlangsungan kehidupan masyarakat daerah setempat. Kebijakan pemerintah daerah pulau Bangka dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan timah di laut, tidak disertai dengan prinsip total mining, yang artinya setelah ditambang ada keharusan untuk langsung direklamasi, namun kenyataan yang terjadi, setelah ditambang langsung ditinggalkan20. Reklamasi lingkungan pasca pertambangan timah di laut, membutuhkan waktu yang sangat lama serta menelan biaya yang tidak sedikit. Hal ini akan semakin memperbesar beban keuangan daerah untuk menganggarkan dana dalam rangka reklamasi ekosistem laut. Selain itu, lamanya waktu yang dibutuhkan tersebut akan mengganggu aktivitas lain yang juga dilakukan dan bergantung pada sumber laut yaitu aktivitas perikanan dan pariwisata. Pemerintah daerah juga belum menetapkan kebijakan dan hukum yang jelas yang mengikat para pengusaha tambang yang memiliki andil besar dalam kerusakan lingkungan untuk melakukan reklamasi ekosistem laut. Kondisi yang kontras juga terjadi di wilayah perairan Pulau Bangka. Sejak AMDAL terpadu tahun 2009, banyak kapal isap milik mitra PT Timah Tbk datang berbondongbondong dari Thailand. Hal tersebut tidak dijadikan dasar bagi pemerintah daerah untuk lebih menertibkan lagi keberadaan kapal isap. Diterbitkannya AMDAL tersebut, sebenarnya dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan kajian dan lebih selektif lagi sebelum diterbitkannya SK IUP. Selain itu, dalam penerbitan izin penambangan, pemerintah daerah tidak mengacu pada UU no.23 tahun 1997. Setiap kegiatan pertambangan timah di perairan Pulau Bangka tidak disertai dengan pelaksanaan kewajiban untuk studi kelayakan lingkungan sehingga SK IUP mudah diterbitkan. Sudah jelas bahwa keberadaan kapal isap ini memiliki dampak negatif yang penting untuk dipertimbangkan dan dalam UU tersebut telah dijelaskan bahwa setiap rencana suatu usaha atau kegiatan yang diperkirakan berdampak negatif penting, wajib dilengkapi dengan studi kelayakan lingkungan. IV.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kegiatan pertambangan timah di laut Pulau Bangka, tidak dibarengi dengan kebijakan pemerintah daerah setempat yang memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan prasyarat terlaksananya pembangunan berkelanjutan atau sustainability. Kegiatan pertambangan timah laut yang sedang marak dengan memanfaatkan kapal isap semakin memberikan konsekuensi yang negatif bagi kehidupan laut. Dalam jangka panjang kerusakan tersebut akan mengganggu kegiatan-kegitan lain yang sumber utamanya adalah sumber hayati laut yaitu sektor perikanan dan sektor pariwisata. Semakin banyaknya SK IUP yang diterbitkan pemerintah daerah merupakan wujud kebijakan pemerintah yang tidak merujuk pada AMDAL sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut. Penerbitan kebijakan tersebut juga tidak diawali 19 20
Ibid. Ibid.
11
Administrasi Lingkungan
dengan studi kelayakan lingkungan sesuai yang dijelaskan dalam UU No.23 tahun1997. Lemahnya pengawasan terhadap kegiatan penambangan timah di laut turut menjadi penyebab makin maraknya penambangan timah di laut dengan kapal isap yang juga mempercepat kerusakan ekosistem laut yang vital. Kebijakan pemerintah daerah setempat terkait dengan pertambangan perlu dikaji ulang dan memperhatikan aspek-aspek dalam pembanguan berkelanjutan dan juga memperhatikan instrumen dalam pengendalian dampak lingkungan sehingga kualitas lingkungan tetap terjaga. Peningkatan pengawasan perlu dilaksanakan agar dapat mengendalikan kegiatan pertambangan timah di laut. Pemerintah daerah setempat perlu memformulasi kebijakan yang tepat, mencakup analisis mengenai dampak lingkungan dan menerapkan sesuai dengan aturan yang ditetapkan disertai dengan pengawasan yang ketat. Pemerintah daerah juga wajib melaksanakan studi kelayakan lingkungan terhadap kegiatan pertambangan timah yang mendatangkan kapal isap-kapal isap, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini perlu diupayakan sungguh-sungguh agar Pulau Bangka tidak kehilangan kekayaan hayati lautnya yang sangat berpotensi untuk dieksplor lagi demi kebutuhan pembangunan daerah dan masyarakat jangka panjang.
12