PEMBERIAN TERAPI BERMAIN CAR TRACK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN SELAMA MENJALANI PERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.F DENGAN TALASEMIA MAYOR DI RUANG MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
LINDA LISTIYAWATI NIM: P11 093
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
PEMBERIAN TERAPI BERMAIN CAR TRACK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN SELAMA MENJALANI PERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.F DENGAN TALASEMIA MAYOR DI RUANG MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
LINDA LISTIYAWATI NIM: P11 093 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN TERAPI BERMAIN CAR TRACK TERHADAP PERAWATAN
TINGKAT PADA
KECEMASAN
ASUHAN
SELAMA
KEPERAWATAN
MENJALANI An.F
DENGAN
TALASEMIA MAYOR DI RUANG MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA“. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program DIII Keperawatan serta pembimbing dalam pemyusunan Karya Tugas Ilmiah yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta serta membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sbar wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................... ..................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ....................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................... .............
v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ......................................................................
5
TINJAUAN TEORI A. Talasemia 1. Definisi ...............................................................................
7
2. Klasifikasi ...........................................................................
8
3. Etiologi .... ...........................................................................
8
4. Manifestasi Klinnis .. ...........................................................
8
5. Patifisiologi ... ......................................................................
9
6. Penatalaksanaan ... ...............................................................
10
7. Komplikasi ..........................................................................
11
8. Pemeriksaan Penunjang .. ....................................................
11
9. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Talasemia Mayor ........
12
B. Kecemasan 1. Definisi ...............................................................................
19
2. Etiologi ...............................................................................
19
3. Derajat Kecemasan .............................................................
20
vii
C. Terapi Bermain 1. Definisi Bermain Bagi Anak ...............................................
22
2. Fungsi Bermain Bagi Anak ................................................
23
3. Karakteristik Permainan Pada Anak Pra Sekolah ...............
23
4. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit .......................................
24
5. Keuntungan Bermain Di Rumah Sakit ...............................
24
BAB III LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ............................................................................
26
B. Pengkajian ..................................................................................
26
C. Perumusan Masalah Keperawatan .............................................
32
D. Perencanaan Keperawatan .........................................................
33
E. Implementasi Keperawatan ........................................................
35
F. Evaluasi Keperawatan ................................................................
38
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V
A. Pengkajian .................................................................................
41
B. Diagnosa ....................................................................................
44
C. Intervensi ...................................................................................
47
D. Implementasi ...............................................................................
50
E. Evaluasi ......................................................................................
53
F. Keterbatasan Penulis .. ................................................................
55
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ....................................................................................
56
B. Saran ..........................................................................................
58
Daftar Pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Jurnal Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Penurunan Kecemasan
Lampiran 2
: Pengkajian Kecemasan Hars Score
Lampiran 3
: Pengkajian Resiko Jatuh Anak-Anak (Skala Humpty Dumpty)
Lampiran 4
: Pengkajian Kecemasan Hars Score
Lampiran 5
: Pengkajian Resiko Jatuh Anak-Anak (Skala Humpty Dumpty)
Lampiran 6
: Berita Acara Pengelolaan Askep Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 7
: Lembar Konsultasi
Lampiran 8
: Log Book
Lampiran 9
: Format Pendelegasian
Lampiran 10 : Asuhan Keperawatan Pada An.F Dengan Talasemia Mayor di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Talasemia
adalah penyakit
bawaan dimana
sistem tubuh
penderitanya tidak mampu memproduksi hemoglobin normal. Hemoglobin abnormal yang dihasilkan mempunyai masa hidup yang pendek dan cepat sekali diurai oleh tubuh, sehingga terjadi anemia (Lyen, 2003). Terdapat tiga bentuk talasemia, yaitu talasemia minor, talasemia mayor, talasemia intermedia. Penderita talasemia minor terjadi heterozigot dengan produksi rantai globin yang kurang, lalu pada talasemia mayor terjadi homozigot dengan tidak adanya rantai β globin, sedangkan pada talasemia intermedia terjadi kombinasi sickle cell dengan talasemia. Semua bentuk talasemia ini menyebabkan
kurangnya
HbA
dan
agrasi
rantai
α.
Agregasi
mengakibatkan berkurangnya lama hidup sel darah merah/ red blood cell (Saputra, 2013). Talasemia adalah suatu kelainan darah yang terdapat di banyak negara di dunia, khususnya pada orang-orang yang berasal dari daerah Laut Tengah, Timur Tengah atau Asia. Kelainan darah ini jarang ditemukan pada orang-orang yang berasal dari Eropa Utara. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, diperkirakan terdapat 7% penduduk dunia yang merupakan carrier talasemia dan sekitar 300.000 – 500.000 bayi lahir dengan kelainan talasemia. Di Indonesia, prevalensi carrier
1
2
talasemia adalah sekitar 3-8%. Apabila presentasi talasemia mencapai 5%, dengan angka 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi baru lahir yang menderita talasemia di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional talasemia adalah 0,1 persen. Penyakit talasemia pada umumnya dapat ditangani dengan tindakan medis dan keperawatan. Dalam penatalaksanaan keperawatan pada asuhan keperawatan talasemia dengan masalah yang sering muncul adalah perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel, intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbang kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan, tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga (Suriadi dan Yulini ,2010: 32). Berdasarkan observasi di RSUD Dr.Moewardi Ruang Melati 2 didapatkan salah satu masalah keperawatan yang sering muncul pada anak adalah kecemasan anak terhadap efek hospitalisasi. Menurut Trismiati (2004) kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan ditandai oleh perasaaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhwatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat. Berdasarkan jurnal Hermiati dan Marita (2013) salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan adalah melalui kegiatan
3
terapi bermain. Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada. Bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkn dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa yang dapat menurunkan stres anak, media yang baik bagi anak untuk belajar berkomunikasi dengan lingkungan, penyesuaian diri terhadap lingkungan, belajar mengenal dunia sekitar kehidupannya, dan penting untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak (Marmi dan Kukuh, 2012). Salah satu fungsi bermain adalah sebagai terapi dimana dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya. Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya
pada
permainannya
(distraksi)
dan
relaksasi
melalui
kesenangannya melakukan permainan. Pemilihan jenis permainan harus disesuaikan dengan usia anak. Usia prasekolah isi permainan yang cocok dilakukan antara lain permainan kompetitif dan kontes fantasi, jenis permainan antara lain membangun (constuction play) misalnya menyusun balok menjadi bentuk rumah, mobil, bangunan gedung, dapat juga dilakukan permainan dengan bermain peran (dramatic play) misalnya
4
bermain sandiwara, rumah-rumahan, boneka (Marmi dan Rahardjo, 2012: 146-147). Tingkat kooperatif anak biasanya dipengaruhi oleh tingkat kecemasan anak terhadap tindakan keperawatan saat sakit. Ketika penulis melakukan studi di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi didapatkan hasil pengamatan terhadap efek hospitalisasi pada anak yang banyak mengalami kecemasan,
sehingga
anak
tidak
kooperatif
terhadap
tindakan
keperawatan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengaplikasikan tindakan terapi bermain kepada anak yang sedang mengalami perawatan di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi, untuk meminimalkan rasa kecemasan anak. Pengaplikasian terapi bermain akan dijadikan Karya Tugas Ilmiah oleh penulis dengan judul “Pemberian Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan Selama Menjalani Perawatan Pada Asuhan Keperawatan Dengan Talasemia Mayor Di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta”.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Melaporkan penerapan terapi bermain pada An.F dengan Talasemia Mayor di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An.F dengan Talasemia Mayor.
5
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An.F dengan Talasemia Mayor. c. Penulis mampu menyusun asuhan keperawatan pada An.F dengan Talasemia Mayor. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An.F dengan Talasemia Mayor. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An.F dengan Talasemia Mayor. f. Penulis mampu menganalisa hasil penerapan terapi bermain pada An.F dengan Talasemia Mayor.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Rumah Sakit. Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada anak dengan Talasemia Mayor. 2. Bagi Perawat. a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien anak dengan Talasemia Mayor. b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada pasien anak dengan Talasemia Mayor.
6
3. Bagi Instansi Akademik. Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang. 4. Bagi Pasien dan Keluarga. Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang cara mengontrol kecemasan anak dengan Talasemia Mayor saat hospitalisasi. 5. Bagi Pembaca. Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara perawatan pasien dengan kecemasan pada anak akibat Talasemia Mayor saat hospitalisasi.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Talasemia 1. Definisi Talasemia adalah sindrom genetik yang terjadi karena penurunan sintesis salah satu rantai dalam HbA (normalnya rantai α2β2). Kelainan klinis disebabkan oleh kadar hemoglobin yang rendah maupun kelebihan rantai yang lain (Arifin, 2013). Talasemia adalah penyakit yang diturunkan yang menyebabkan gangguan pada sistem pembentukan sel darah merah. Gangguan genetik tersebut terjadi akibat dari penurunan laju sintesis rantai globin yang normal yang menyebabkan tidak stabilnya transport oksigen ke dalam jaringan. Sel darah merah sendiri cenderung rapuh dan mudah pecah sehingga menyebabkan anemia (Darmono, 2011: 94). Talasemia merupakan sekelompok gangguan genetik dengan karakteristik proses sintesis yang defektif pada satu atau lebih rantai polipeptida yang diperlukan untuk memproduksi hemoglobin (Kimberly, 2011: 1002). Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya tidak mampu memproduksi hemoglobin normal. Hemoglobin abnormal yang dihasilkan mempunyai masa hidup yang pendek dan cepat sekali diurai oleh tubuh sehingga menyebakan anemia (Lyen dan Zhang,2003).
7
8
2. Klasifikasi Terdapat tiga bentuk talasemia β, yaitu a. Talasemia β minor Penderita talasemia β minor terjadi heterozigot dengan produksi rantai β globin yang kurang b. Talasemia β mayor Talasemia β mayor terjadi homozigot dengan tidak adanya rantai β globin c. Talasemia β intermedia Pada talasemia intermedia terjadi kombinasi sickle cell dengan talasemia. Semua bentuk talasemia ini menyebebkan kurangnya HbA dan agrasi rantai α. Agregasi mengakibatkan berkurangnya lama hidup sel darah merah/ red blood cell (RBC). (Saputra, 2013: 29) 3. Etiologi Menurut Kimberly (2011) dan Suriadi (2010), penyebab utama terjadinya talasemia adalah gangguan resesif autosonal yang diturunkan atau dari faktor genetik. 4. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita talasemia mayor antara lain adalah : a. Lethargi
9
b. Pucat c. Kelemahan d. Anoreksia e. Sesak nafas f. Tebalnya tulang kianial g. Pembesaran limpa h. Menipisnya kartilago i. Disrytmia (Suriadi dan Yuliani, 2010: 29) 5. Patofisiologi Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai ߙ, tetapi rantai β memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidak stabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai α ditemukan pada Talasemia Beta dan kelebihan rantai Beta dan gamma ditemukan pada Thalasemia Alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan
10
beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di luar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator Produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adakuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh (Suriadi dan Yuliani, 2010: 28). 6. Penatalaksanaan Penanganan medis untuk pasien dengan talasemia mayor antara lain: a. Tranfusi darah: dilakukan dengan interval dua atau tiga minggu sekali. b. Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif yang baik bagi pasien talasemia, transplantasi sumsum tulang juga harus ekstra hatihati karena dapat menyebabkan reaksi penolakan tubuh yang akan mengakibatkan komplikasi. (Darmono, 2011: 98) Terapi yang dapat dilakukan pada pasien talasemia antara lain: a. Menghindari makanan yang kaya zat besi. b. Menghindari aktivitas yang melelahkan. c. Suplemen besi dikontraindikasikan untuk semua bentuk talasemia. d. Beri diet yang adekuat dan tingkatkan asupan cairan oral.
11
e. Berikan dukungan emosi untuk membantu pasien dan keluarganya menghadapi proses penyakit kronis kebutuhan akan tranfusi darah seumur hidup. (Kimberly, 2011: 1003) 7. Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul dari talasemia antara lain adalah: a. Kadar besi berlebihan akibat tranfusi sel darah merah b. Fraktur patologis c. Aritmia jantung d. Gagal hati e. Gagal jantung f. Kematian (Kimberly, 2011: 1002) 8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis penyakit Talasemia Mayor antara lain adalah: a. Hitung darah lengkap memperlihatkan penurunan hemoglobin, hematokrit dan MCV. b. Kadar besi serum normal atau mengalami peningkatan. c. Kadar feritin serum normal atau mengalami peningkatan. d. Kapasitas pengikatan - besi total normal. e. Hitung retikulosil normal atau mengalami peningkatan. f. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan penurunan rantai alfa hemoglobin atau beta – hemoglobin. (Kimberly, 2011: 1002-1003)
12
9. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Talasemia Mayor a. Pengkajian Pengkajian adalah suatu proses kontinu yang dilakukan semua fase pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan (Nursalam, 2008:21). 1) Pengkajian Fisik a) Riwayat keperawatan b) Kaji adanya tanda tanda anemia (pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia kronik, nyeri tulang dan dada, menurunnya aktivitas, anorexia), epistaksis berulang. 2) Pengkajian psikososial a) Anak: Usia, tugas perkembangan psikososial (Erikron), kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan. b) Keluarga: respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress. (Suriadi dan Yulini ,2010: 31) b. Diagnosa Keperawatan Tahap diagnosa keperawatan adalah penyebutan sekelompok petunjuk yang didapat selama proses pengkajian (Nursalam, 2008: 21). Pada penyakit talasemia mayor diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain adalah:
13
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel. 2) Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
tidak
seimbang
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen. 3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan. 4) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga. (Suriadi dan Yuliani ,2010: 32) c. Rencana Keperawatan Intervensi/ rencana keperawatan adalah perilaku yang diprogramkan yang sifatnya tersendiri berasal dari strategi yang teridentifikasi dan mengarah pada hasil klien yang dapat diprediksi. Klien dan perawat dilibatkan dalam tindakan, bersama-sama dengan kebutuhan lain untuk mencapai hasil yang diinginkan (Hidayat, 2008: 291). Rencana tindakan keperawatan pada talasemia mayor berdasarka diagnosa keperawatan antara lain adalah: 1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi perubahan perfusi jaringan.
14
Kriteria Hasil : a) Tanda-tanda vital yang normal b) Membran mukosa merah muda c) Haluan urine adekuat Intervensi: a) Memonitor tanda tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa. Rasional: memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. b) Meninggikan posisi kepala di tempat tidur. Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontrak indikasi bila ada hipotensi. c) Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri. Rasional: iskemia selular mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial miokard infark d) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan atau gelisah. Rasional: dapat mengindikasikan gangguan serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12. e) Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin. Rasional: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamana pasien/ kebutuhan rasa hangat harus
15
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas yang berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ). f) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan. Rasional: memaksimalkan transport oksigen ke jaringan. 2) Intoleran aktivitas berhubungan dengan tidak seimbang kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan aktivitas. Kriteria hasil: a) Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari). b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal. Intervensi: a) Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak. Rasional: untuk membantu pemilihan intervensi/ bantuan yang akan dilakukan kepada klien. b) Memonitor tanda tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas dan mencatat adanya respon fisiologi terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat). Rasional: manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen yang adekuat kejaringan.
16
c) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika terjadi gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan. Rasional: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan. d) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak. Rasional: Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap. e) Mengajarkan
kepada
orang
tua
teknik
memberikan
reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah. Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri anak. f) Membuat jadwal aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain. Rasional: meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas smpai normal dan memperbaiki tonus otot/ stamina tanpa kelelahan. 3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi klien terpenuhi. Kriteri hasil: a) BB normal b) Tidak mengalami tanda malutrisi
17
c) Menunjukkan
perilaku,
perubahan
pola
hidup
untuk
meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi: a) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional: mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi. b) Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan. Rasional: memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat. c) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi Rasional: meningkatkan kualitas intake nutrisi. d) Mengevaluasi berat badan anak setiap hari. Rasional: mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi 4) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan koping keluarga lebih efektif. Kriteria hasil: a) Keluarga memahami mengenasi proses penyakit. b) Keluarga memahami mengenai dampak dari penyakit. c) Keluarga mengetahui cara perawatan anak terhadap penyakit.
18
Intervensi: a) Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada. Rasional: memberikan dasar pengetahuan keluarga mengenai penyakit klien, sehingga keluarga lebih paham mengenai proses penyakit yang diderita anak. b) Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak. Rasional:
membantu
anak
untuk
menurunkan
tingkat
kecemasan terhadap penyakit dan perawatan. c) Memberikan
dukungan
kepada
keluarga
untuk
mengembangkan harapan realistis terhadap anak. Rasional: membantu keluarga dan anak dalam menurunkan tinkat kecemasan terhadap penyakit. d) Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumbersumber dimasyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap penyakit. Rasional: membantu keluarga memanfaatkan lingkungan rumah dalam pengobatan klien. (Suriadi dan Yuliani ,2010: 32) d. Perencanaan Permulangan 1) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
19
2) Jelaskan terapi yang diberikan ; dosis, efek samping 3) Jelaskan perawatan yang diperlukan di rumah 4) Tekankan untuk melakukan kontrol ulang sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi dan Yuliani ,2010: 34) B. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. (Herdman, 2012: 445) 2. Etiologi Menurut Nursalam, dkk (2008) dalam Gaghiwu, dkk (2013) penyebab kecemasan pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Perilaku yang ditunjukkan petugas kesehatan (dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya). b. Pengalaman hospitalisasi anak. c. support system atau dukungan keluarga yang mendampingi selama perawatan.
20
3. Derajat Kecemasan Derajat kecemasan pada anak dapat dinilai dengan Hars-score. Tabel 2.1 Derajat Kecemasan NO
KRITERIA
1
Perasaan Cemas: a. Cemas b. Firasat buruk c. Takut akan pikiran d. Mudah tersinggung
2
Ketegangan a. Merasa tegang b. Lesu c. Tidak bisa istirahat tenang d. Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g. Gelisah
3
Ketakutan a. Pada gelap b. Pada orang lain c. Ditinggal sendiri
4
Gangguan tidur a. Sukar tidur b. Terbangun dimalam hari c. Tidur tidak nyenyak d. Bangun dengan lesu e. Banyak mimpi buruk
5
Gangguan kecerdasan a. Sukar konsentrasi b. Daya ingat turun c. Daya ingat buruk
6
Perasaan depresi a. Hilangnya minat b. Sendiri c. Bangun dini hari d. Perasaan berubah-ubah
0
SCORE 1 2 3
4
21
7
Gejala somatis/ fisik (otot) a. Sakit, nyeri otot b. Kaku c. Kedutan otot d. Suara tidak stabil
8
Gejala somatik/ fisik (sensorik) a. Finitus (telinga berdenging) b. Pengelihatan kabur c. Muka merah/ pucat d. Merasa lemas
9
Gejala jantung dan pembuluh darah a. Takikardi (denyut cepat) b. Berdebar-debar c. Nyeri dada d. Denyut nadi mengeras e. Rasa lesu, lemas, seperti akan pingsan
10
Gejala reproduksi a. Rasa tertekan/ sempit didada b. Rasa tercekik c. Sering menarik nafas d. Nafas pendek/ cepat
11
Pencernaan a. Sulit menelan b. Perut melilit c. Gangguan pencernaan sebelum/ sesudah d. Nyeri makan e. Rasa penuh/ kembung f. Mual muntah g. BAB lembek/ konstipasi
12
Gejala onogenital a. Sering BAK b. Tidak dapat menahan kencing
13
Gejala autoimun a. Mulut kering b. Muka merah c. Mudah berkeringat d. Kepala terasa berat
22
14
Tingkah laku a. Gelisah b. Tidak tenang c. Jari gemetar d. Kerut kening e. Muka tegang f. Otot tegang mengeras
Keterangan : Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Nilai 3 Nilai 4
: tidak cemas : Ringan : Sedang : Berat : Berat sekali
Score : 0 < 14 14-20 21-27 42-56 42-56
: tidak ada gejala : tidak ada cemas : kecemasan ringan : kecemasan sedang : kecemasan berat : kecemasan sangat berat (Hawari, 2012)
C. Terapi Bermain 1. Definisi Bermain Bagi Anak Bermain adalah suatu konsep yang sangat penting bagi anak. Konsep pembelajaran pada anak adalah bagaimana mereka bermain. Dengan bermain mereka belajar tentang dunia luar dan lingkungannya dimana mereka berada. Fungsi khusus bermain pada anak mencakup perluasan
ketrampilan
sensorimotor,
kreativitas,
intelektual
dan
perkembangan sosial (Suriadi dan yuliani, 2010: 8). Bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stress anak, media yang baik bagi anak untuk belajar berkomunikasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri terhadap lingkungan, belajar mengenal dunia sekitar kehidupannya, dan penting
23
untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta social anak (Marmi dan Rahardjo, 2011: 136). 2. Fungsi bermain bagi anak Bermain memiliki berbagai fungsi bagi anak, antara lain: a. Membantu perkembangan sensorik dan motorik. b. Membantu perkembangan kognitif. c. Meningkatkan kemampuan sosialisasi anak. d. Meningkatkan kreativitas anak. e. Mempunyai nilai terapeutik anak. f. Mempunyai nilai moral pada anak. (Hidayat, 2008: 36) 3. Karakteristik Permainan Pada Anak Pra Sekolah Karakteristik jenis permainan yang dapat dilakukan pada anak pra sekolah antara lain: a. Permainan imaginative yang dominan. b. Permainan dramatik menonjol. c. Fokus pada pengembangan ketrampilan gerakan halus. d. Senang berlari, melompat atau meloncat. e. Berkhayal dengan kawan bermain. f. Mulai dengan koleksi-koleksi. g. Senang membangun sesuatu misal dari pasir atau adonan. h. Permainan sederhana dan imaginative. Contoh permainan dan aktivitas: a. Buku bacaan.
24
b. Bahan-bahan yang dapat dibuat bangunan atau diciptakannya. c. Bahan-bahan yang dapat diwarnai dan digambar. d. Bahan dari lempung, cat kuku, pasir yang dibuat bangunan atau melihat adonan. e. Memotong, alat pukulan yang lempung. f. Boneka, bahan-bahan mainan seperti: binatang dan lain-lain. g. Mengenakan pakaian. h. Musik yang ada suara lagunya, papan tulis sederhana seperti menulis dipapan magnet, kartu game. i. Video game, TV yang sesuai dengan usia. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 11-12) 4. Prinsip Bermain di Rumah Sakit a. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara singkat dan sederhana. b. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang. c. Kelompok usia yang sebaya. d. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan. e. Melibatkan orang tua atau keluarga. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 13) 5. Keuntungan Bermain di Rumah Sakit Keuntungan bermain bagi anak yang sedang mengalami perawatan dirumah sakit: a. Meningkatkan hubungan perawat dan klien. b. Memulihkan rasa mandiri.
25
c. Dapat mengekspresikan rasa tertekan. d. Permainan terapeutik dapat meningkatkan penguasaan pengalaman terapiutik. e. Permainan kompetisi dapat menurunkan stress. f. Membina tingkah laku positif di rumah sakit. g. Alat komunikasi antara perawat dan klien. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 13)
BAB III LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis membahas tentang pemberian terapi bermain terhadap tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan an.F dengan talasemia mayor di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah dilakukan pada tanggal 10 april 2014 – 11 april 2014. Asuhan keperawatan dilakukan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian 1. Identitas Klien Klien bernama An. F lahir pada tanggal 17 Februari 2008, umur 6 tahun lebih 2 bulan, sekolah dasar kelas 1, An.F tinggal di Sukoharjo. Klien datang ke RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 10 April 2014 dari poli
26
anak dengan diagnosa Talasemia Mayor. Penanggung jawab dari An.F adalah Ny.W usia 39 tahun tinggal di Sukoharjo, Ny.W adalah ibu dari An.F. 2. Riwayat Kesehatan Klien Keluarga mengatakan bahwa selama dirumah anak merasa mudah lelah dan kepala sering terasa pusing, penampilan anak juga terlihat lemah dan pucat. Sebelum dibawa kerumah sakit anak telah dilakukan pemeriksaan kadar Hemoglobin di laboratorium terdekat dari rumah. Hasilnya kadar Hemoglobin anak 7,5 g/dl, yang berarti kadar hemoglobin anak mengalami penurunan. Setelah diketahui kadar hemoglobin anak turun maka orang tua mengajak anak untuk periksa ke poli anak RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Setelah dikaji oleh perawat, ternyata anak memiliki riwayat penyakit Talasemia Mayor dan pernah menjalani perawatan di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta pada awal bulan maret untuk dilakukan tranfusi darah. Sekarang anak masih terlihat pucat, lemas, dan mengeluh pusing. Dan untuk perawatan yang kedua sekarang anak masih terlihat gelisah dan takut terhadap tindakan medis, kontak mata klien dengan perawat juga kurang baik. Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan. Klien adalah anak laki-laki dengan dua bersaudara. Klien memiliki satu saudara berjenis kelamin perempuan. Klien tinggal bersama kedua orang tua. Ayah klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dan berjenis kelamin laki-laki semua. Ibu klien merupakan anak terakhir dari 4
27
bersaudara. Dalam keluarga klien tidak terdapat riwayat penyakit keturunan. a. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2800 gram, kelahiran secara spontan di bidan terdekat. Saat ini anak berusia 6 tahun lebih 2 bulan dengan berat badan 20 kg dan panjang badan 122 cm. Indeks masa tubuh (IMT) adalah 13,44 (kurus). Pertumbuhan dan perkembangan klien berdasar NCHS adalah 1,074 (berdasar berat badan) dan 1,013 (berdasar tinggi badan), hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal dan memiliki gizi yang normal. b. Status Nutrisi dan Cairan Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien sudah cukup terpenuhi, dengan anak makan 3x sehari menggunakan nasi dan lauk namun anak tidak menyukai makan dengan sayuran, tidak ada keluhan mual ataupun muntah setelah anak makan. Anak minum 8-9 gelas perhari, dengan air putih dan susu. Selama sakit anak makan habis satu porsi dan makan sebanyak 3x sehari dengan nasi dan lauk tanpa sayur, anak terkadang merasa mual setelah selesai makan. Anak minum 6-7 gelas perhari dengan air putih dan susu. c. Pola Eliminasi
28
Sebelum masuk rumah sakit anak BAB 1-2 kali sehari dengan konsistensi lunak dan tidak bercampur darah. BAK klien kurang lebih 4-5 kali sehari dengan pancaran kuat, warna kuning jernih dengan bau khas. Selama sakit klien sudah dua hari belum BAB. BAK klien selama sakit 3-4 kali sehari dengan pancaran kuat warna kuning pekat dan bau khas/ amoniak.
d. Pemeriksan Fisik Keadaan umum klien adalah sadar penuh/ composmentis. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil normal dengan TD: 90/60 mmHg, S: 360C, RR: 22x/menit, dan Nadi 86x/menit teraba lemah. Pada pemeriksaan head to toe tidak ditemukan kelainan yang berlebih. Hasil pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesochepal, denyut fontanel teraba, kondisi rambut serta kulit kepala terlihat bersih dan tidak rontok. Sclera mata klien putih, pupil terlihat isokor, serta konjungtiva yang anemis. Kebersihan telinga klien terjaga, letak telinga juga simetris, dan ketajaman pendengaran baik. Hidung klien terletak di tengah wajah/ simetris, septum tidak ada/ bersih. Warna bibir klien terlihat kecoklatan, membrane mukosa juga terlihat lembab. Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada distensi vena leher.
29
Pada pemeriksaan dada, paru-paru klien berbentuk simetris, tidak ada jejas, vocal fremitus antara paru kanan dan kiri sama, saat diperkusi terdengar suara sonor, dan saat diauskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/
vesikuler.
Pada
pemeriksaan
jantung
tidak
terlihat
ictuscordis, namun ictuscordis teraba oleh perawat, saat diperkusi terdengar suara sonor, lalu pada saat auskultasi terdengar suara BJ I dan BJ II murni. Pada pemeriksaan abdomen tidak terlihat jejas pada abdomen anak, namun perut anak terlihat sedikit buncit, bising usus terdengar 12 x/menit, pada kuadran 1 terdengar suara pekak karena terdapat organ hati, kuadran 2 terdengar suara timpani dan terdapat organ lambung, sedangkan pada kuadran 3 dan 4 terdengar suara timpani karena terdapat organ ginjal. Genetalia anak bersih dan berfungsi dengan baik.Anus anak terjaga kebersihannya dan berfungsi dengan baik. Pada Ekstermitas akral teraba sedikit dingin serta tangan kanan klien terpasang infus. Dari semua pengkajian head to toe pada anak maka didapatkan kesimpulan bahwa terdapat kelainan pada saat pemeriksaan konjungtiva yang terlihat anemis serta terdapatnya nyeri tekan abdomen pada kuadran 1 dan 2. Pengkajian
resiko
jatuh
anak
menurut
Humpty
Dumpty
didapatkan score 13 yang berarti masuk dalam resiko tinggi (Lampiran 3). Aktivitas klien sebelum sakit dapat dilakukan secara mandiri. Selama klien sakit aktivitas makan/ minum, mandi, toileting dan
30
berpakaian dibantu oleh keluarga karena keterbatasan gerak dan kelemahan klien. e. Pengkajian Kecemasan Anak Kecemasan anak terhadap tindakan medis dan keperawatan dapat dikaji dengan Hars-Score dengan jumlah score 36 (Lampiran 2), termasuk dalam kecemasan berat. Dengan kecemasan berat, ketegangan berat, ketakutan berat sekali, gangguan tidur sedang, gangguan kecerdasan sedang, perasaan depresi berat, gejala somatic/ fisik (otot) sedang dengan suara tidak stabil, gejala sensorik berat, gejala jantung dan pembuluh darah berat dengan rasa lemas, lesu, berdebar-debar, gejala produksi ringan, pencernaan sedang, onogenital ringan, gejala autoimun berat, dan tingkah laku berat. f. Pemeriksaan Penunjang Sebelum dilakukan tranfusi darah didapatkan kadar hemoglobin klien pada tanggal 10 april 2014 adalah 7,5 g/dl dengan status dibawah normal, nilai normal adalah 11,5- 15,5 g/dl. Setelah dilakukan tranfusi darah jumlah hemoglobin pada tanggal 11 April 2014 meningkat menjadi 12,5 g/dl, leukosit 8,3 x10^3/ul dengan nilai normal 4,0- 11 x10^3/ul, hematocrit 30 % dengan status dibawah normal, nilai normal adalah 35-48%, trombosit 434 x10^3/ul dengan nilai normal 150-450 x10^3/ul, eritrosit 3,07 x10^6/ul dengan status dibawah normal, nilai normal adalah 3,8-5,2 x10^6/ul. g. Terapi Medis
31
Pada pasien talasemia mayor pengobatan yang dilakukan adalah terapi cairan NaCl yang termasuk dalam kandungan cairan dan elektrolit dengan dosis 20 tpm yang berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan cairan elektrolit serta dapat mencegah dehidrasi. Terapi folavit golongan anti anemia dosis 1 x 1 mg dengan fungsi farmakodinamik untuk mencegah terjadinya anemia dan makrositik akibat defisiensi asam folat. Pemberian vitamin E pada golongan vitamin dan mineral dengan dosis 1 x 200 mg yang berfungsi mempertahankan elastisitas kulit. Pemberian vitamin C golongan vitamin dan mineral dengan dosis 1 x 50 mg diberikan untuk penyakit defisiensi zat besi, dan sebagai suplementasi vitamin C. Lalu diberikan parasetamol golongan analgesik non narkotik untuk pencegahan dan mengurangi sakit kepada serta sebagai obat antipiretik. B. Perumusan Masalah Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapatkan hasil bahwa keluarga mengatakan anak mudah lelah dan sering merasa pusing, klien saat ini terlihat lemas dengan TD: 90/ 60 mmHg, RR: 22x/menit, N: 86x/menit dan teraba lemah sehingga didapatkan masalah keperawatan intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik. Keluarga klien mengatakan klien takut dengan tindakan medis ditunjukkan oleh klien dengan gelisah dan takut, kontak mata klien yang kurang baik kepada petugas kesehatan, serta score derajat kecemasan
32
dengan nilai 36 (Lampiran 2) yang menunjukkan derajat kecemasan berat. Dari data tersebut muncul masalah kecemasan yang berhubungan dengan efek hospitalisasi. Berdasarkan pernyataan keluarga bahwa anak lemas dan mudah lelah dan didapatkan resiko jatuh berat dengan score 13 (Lampiran 3), Hb: 7,5 g/dl, lingkungan yang tidak terorganisani, serta keadaan ruangan yang belum dikenal oleh klien maka dapat diambil masalah keperawatan dengan resiko jatuh yang berhubungan dengan penyakit akut: Talasemia Mayor.
C. Perencanaan Keperawatan Pada prioritas diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik klien, maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka aktivitas klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada keluhan setelah aktivitas, akral klien tidak teraba dingin, tidak ada perubahan tanda vital saat klien sakit. Tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil tersebut adalah dengan kaji aktivitas klien saat perawatan dirumah sakit untuk pemilihan intervensi/ bantuan yang akan diberikan pada klien, kaji adanya sesak nafas dan nyeri dada setelah beraktifitas untuk menunjukkan upaya jantung dan paru dalam membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan, ciptakan lingkungan tenang dan aman selama aktivitas klien
33
berguna untuk meningkatkan istirahat klien dan menurunkan kebutuhan oksigenasi tubuh serta menurunkan regangan jantung da paru, selanjutnya kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian asupan gizi yang tinggi energy untuk memberikan asupan gizi yang adekuat pada klien. Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan yang berhubungan dengan efek hospitalisasi pada klien. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam cemas klien hilang dengan kriteria hasil RR normal ( 20-45 x/ menit) nadi normal (90150 x/menit) klien tidak terlihat takut lagi tehadap tindakan keperawatan, kontak mata klien terhadap petugas kesehatan terlihat baik. Tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk mencapai tujuan antara lain adalah dengan kaji perasaan klien berguna untuk memberikan informasi mengenai tingkat kecemasan dan sumber kecemasan pada klien, bantu klien mengenal situasi dan lingkungan rumah sakit supaya anak dan keluarga merasakan nyaman serta dapat mengurangi kecemasan klien, jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap klien untuk meminimalkan rasa curiga dan kekhawatiran klien terhadap tindakan keperawatan, pantau TTV klien untuk mengetahui adanya peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung yang berlebihan, anjurkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi cemas, ajarkan tehnik distraksi (terapi bermain) untuk mengurangi kecemasan klien serta dapat memperluas fokus klien. Diagnosa keperawatan terakhir pada An.F dengan resiko jatuh yang berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Tujuan dan
34
kriteria hasil yang diinginkan perawat adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka tidak akan terjadi resiko jatuh/cidera pada klien dengan kriteria hasil Hemoglobin normal (11,5-15,5 g/dl), skor resiko jatuh turun/ menjadi skala ringan (score 7-11), klien tidak mudah merasa lelah. Tindakan keperawatan yang mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tujuan keperawatan antara lain adalah dengan kaji keadaan umum klien untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan terhadap klien, dampingi klien dalam aktivitas berat untuk mencegah terjadinya resiko jatuh/ cidera pada klien, anjurkan keluarga dan klien untuk membatasi aktivitas klien untuk memberikan keamanan dan membantu mencegah lingkungan yang tidak aman dan melakukan tindakan kewaspadaan, kolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi aktivitas klien untuk memberikan dukungan pada anak serta menurunkan resiko jatuh pada anak. D. Implementasi Keperawatan Setelah dilakukan perencanan keperawatan, selanjutnya perawat melakukan tindakan dan pengelolaan terhadap klien. Tindakan perawat yang dilakukan untuk mengatasi masalah utama dari klien mengenai intoleransi aktifitas klien dilakukan pada jam 13.25 WIB adalah dengan menciptakan lingkungan tenang dan nyaman saat klien beraktifitas dengan membatasi pengunjung serta jam besuk dengan respon keluarga klien mengatakan bersedia untuk membatasi jumlah pengunjung, hasil pengamatan perawat didapatkan anak terlihat nyaman dengan orang tua
35
yang
menunggui.
Pada
jam
13.55
WIB
perawat
memberikan
reinforcement positif terhadap aktivitas klien untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, anak mengatakan perasaannya saat ini lebih nyaman, klien juga terlihat tersenyum kepada perawat. Pada jam 14.20 WIB perawat dan keluarga memberikan makanan bergizi yang tinggi energi yang sudah dikolaborasikan dengan ahli gizi, klien mengatakan bersedia untuk makan dan klien terlihat makan dengan disuapin oleh ibu klien. Tindakan keperawatan untuk masalah utama pada hari kedua tanggal 11 April 2014 dilakukan mulai jam 08.30 dengan mengkaji aktifitas klien, data subyektif didapatkan bahwa klien dan keluarga mengatakan bahwa anak sekarang lebih sering melakukan aktifitas bermain ditempat tidur, data obyektif atau pengamatan dari perawat didapatkan bahwa klien terlihat duduk ditempat tidur terlihat lebih tenang dan nyaman. Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kecemasan klien, perawat melakukan tindakan untuk menurunkan kecemasan dimulai pada tanggal 10 April 2014 jam 13.05 WIB dengan mengkaji tanda-tanda vital klien, diperoleh data subyektif dari keluarga yaitu keluarga mengatakan bersedia anak diukur tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, dan pernafasan anak, hasil dari pengkajian tanda-tanda vital adalah Suhu: 36,60C, Nadi: 88x/ menit teraba cepat, RR: 24x/ menit. Pada jam 13.10 WIB perawat melakukan pengkajian mengenai perasaan klien, data subyektif didapatkan klien mengatakan keadaan klien baik-baik saja dan anak terlihat takut dan tidak kooperatif, kontak mata dengan perawat tidak baik. Pada jam 13.35
36
perawat mengajak anak untuk melakukan tehnik distraksi dengan melakukan terapi bermain, data subyektif yang didapat adalah klien mengatakan bersedia dilakukan terapi bermain bersama perawat, data obyektif perawat melihat anak sedikit takut dan diam, tidak banyak bicara dengan perawat. Pada hari kedua tanggal 11 April 2014 jam 08.20 WIB perawat mengkaji perasaan klien, data subyektif klien mengatakan keadaanya saat ini baik-baik saja, data obyektif didapatkan klien terlihat senang dan tersenyum kepada perawat, ekspresi wajah klien terlihat baik. Pada jam 09.30 WIB perawat memantau tanda-tanda vital klien, data subyektif didapatkan klien mengatakan bersedia untuk diukur tanda-tanda vital meliputi nadi, suhu, dan pernafasan, data obyektif didapatkan klien terlihat kooperatif dan tidak takut terhadap perawat, hasil tanda-tanda vital adalah nadi: 84 x/menit, suhu: 36,4 0C, pernafasan 22 x/menit. Pada jam 09.45 WIB perawat menganjurkan klien melakukan relaksasi nafas dalam saat merasa takut/ cemas. Data subyektif didapatkan klien mengatakan bersedia untuk melakukan nafas dalam untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan klien, data obyektif perawat didapatkan klien lebih rileks dan tenang setelah melakukan nafas dalam. Dalam mengatasi masalah mengenai resiko jatuh pada klien, pada tanggal 10 April 2014 jam 13.45 WIB perawat mendampingi klien dalam aktifitas klien dengan mendampingi klien pergi kekamar mandi, data subyektif ddari klien didapatkan keluarga klien mengatakan bersedia unuk mendampingi aktifitas klien, data subyektif dari perawat didapatkan klien
37
terlihat didampingi ibu saat pergi kekamar mandi. Pada jam 14.10 WIB perawat menganjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas klien, keluarga mengatakan bersedia untuk membatasi aktifitas klien, data perawat didapatkan keluarga terlihat mendampingi aktifitas bermain anak. Pada jam 14.15 WIB perawat mengkolaborasikan dengan keluarga untuk membantu aktifitas klien, data subyektif dari keluarga didapatkan bahwa keluarga mengatakan bersedia untuk membantu aktifitas klien, data yang diperoleh perawat terlihat keluarga mendampingi aktifitas bermain anak. Selanjutnya pada tanggal 11 April 2014 jam 10.05 perawat melakukan pengkajian secara umum kepada klien, data subyektif dari klien didapatkan klien mengatakan keadaannya saat ini baik-baik saja, lalu dari hasil pengamatan perawat klien terlihat tenang dan nyaman, tidak terlihat lemah, dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin: 12,5 g/dl, dengan kesimpulan hasil yang normal. E. Evaluasi Keperawatan Perawat melakukan evaluasi setelah selesai melakukan tindakan implementasi. Evaluasi dilakukan setiap hari selama dua hari pengelolaan terhadap klien pada tanggal 10-11 April 2014. Evaluasi pada diagnosa utama intoleransi aktifitas dilakukan pada hari pertama tanggal 10 April 2014 jam 14.35 WIB dengan data subyektif klien dan keluarga mengatakan klien berani dan bisa melakukan toileting secara mandiri, dari hasil pengamatan didapatkan klien terlihat melakukan toileting dikamar mandi secara mandiri namun tetap dalam pengawasan pearawat/ orang tua.
38
Masalah intoleransi aktivitas klien teratasi sebagian, planning perawat tetap melanjutkan intervensi kaji aktivitas klien saat perawatan di rumah sakit, kaji adanya sesak nafas dan nyeri dada setelah beraktivitas, ciptakan lingkungan tenang dan aman selama aktivitas. Selanjutnya evaluasi pada hari kedua tanggal 11 April 2014 pada jam 11.20 WIB didapatkan data dari keluarga dan klien yang mengatakan bahwa anak tidak mengalami keluhan setelah melakukan aktivitas, dari pengamatan klien didapatkan bahwa klien terlihat tidak mudah lelah dengan tanda-tanda vital, suhu: 36,4 0
C, nadi: 84 x/menit, pernafasan: 22 x/menit. Masalah pada klien sudah
teratasi dan hentikan intervensi. Pada diagnosa kedua yaitu ansietas/ kecemasan dilakukan evaluasi mulai tanggal 10-11 April 2014 jam 14.30 WIB, dengan data subyektif dari klien dan keluarga yang mengatakan bahwa klien merasa lebih nyaman, dari observasi perawat didapatkan data klien terlihat sedang bermain diruang bermain bersama ibu klien, kesimpulan dari tindakan klien pada hari pertama terhadap masalah klien adalah masalah teratasi sebagian, selanjutnya perawat melakukan planning untuk dilakukan tindakan selanjutnya yaitu dengan kaji perasaan klien, jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap klien, anjurkan relaksasi nafas dalam untuk mengurangi cemas, anjurkan tehik distraksi (terapi bermain) untuk mengurangi cemas. Pada tanggal 11 April 2014 jam 11.40 WIB klien dan keluarga mengatakan anak tidak lagi merasa takut saat perawatan dirumah sakit, dari pengamatan perawat klien terlihat terlihat tenang dan
39
kooperatif dalam tindakan keperawatan, jumlah score kecemasan anak adalah 13 (Lampiran 4) yang berarti tidak ada cemas pada anak. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah tentang kecemasan pada klien sudah teratasi dan perawat menghentikan intervensi. Pada diagnosa resiko jatuh perawat melakukan evaluasi dimulai pada tanggal 10 April 2014 jam 14.40 WIB dengan data dari keluarga dan klien mengatakan bahwa klien terkadang mengatakan pada keluarga bahwa klien tidak mengalami jatuh ataupun cidera, dari pengamatan perawat didapatkan data bahwa klien terlihat lemas dan kelelahan setelah beraktivitas. Kesimpulan yang didapat adalah masalah resiko jatuh belum terjadi dan perawat melakukan planning dengan kaji keadaan umum klien, dampingi klien dalam aktivitas berat, anjurkan keluarga dan klien untuk membatasi aktivitas klien, kolaborasikan bersama keluarga untuk memenuhi aktivitas klien. Pada hari kedua dilakukan evaluasi terhadap resiko jatuh pada jam 11.55 WIB, keluarga dan klien mengatakan bahwa klien saat ini merasa lebih baik, klien juga tidak mengalami jatuh ataupun cidera pada tubuh. Hasil pengamatan perawat didapatkan konjungtiva klien tidak terlihat anemis dengan kadar hemoglobin 12,5 g/dl, resiko jatuh menjadi rendah dengan skor 10 (Lampiran 5). Kesimpulan yang dapat diambil perawat adalah masalah sudah teratasi dan menghentikan intervensi.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pemberian terapi bermain car track terhadap penurunan kecemasan selama menjalani perawatan pada An.F dengan talasemia mayor diruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selain itu penulis akan membahas mengenai kesesuaian dan kesenjangan yang terjadi antara teori dan kenyataan pada pasien talasemia mayor yang meliputi dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian adalah suatu proses kontinu yang dilakukan semua fase pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan (Nursalam, 2008: 21). Dalam pengkajian perawat terhadap An.F didapatkan data keluarga mengatakan bahwa selama dirumah anak merasa mudah lelah dan kepala sering terasa pusing, penampilan anak juga terlihat lemah dan pucat. Sebelum dibawa kerumah sakit anak telah dilakukan pemeriksaan kadar Hemoglobin di laboratorium terdekat dari rumah. Hasilnya kadar Hemoglobin anak 7,5 g/dl. Setelah dikaji oleh perawat, ternyata anak memiliki riwayat penyakit Talasemia Mayor dan pernah menjalani perawatan di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta pada awal bulan maret untuk dilakukan tranfusi darah. Sekarang anak masih terlihat pucat, lemas, dan mengeluh pusing. Dan untuk perawatan yang kedua sekarang anak masih terlihat gelisah dan takut terhadap tindakan medis, kontak mata klien dengan perawat juga kurang baik. Menurut 40
41
Hockkenberry & Wilson (2007) dalam Indanah dkk (2010) pada pasien talasemia biasanya mengalami perubahan secara fisik dan psikososial. Perubahan secara fisik antara lain mengalami anemia yang bersifat kronik yang menyebabkan pasien mengalami hypoxia, sakit kepala, irritable, anorexia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktivitas. Sedangkan dengan kadar hemoglobin 7,5 g/dl serta tanda-tanda mudah lelah, lemas, pucat, nyeri pada perut sudah merupakan tanda dari talasemia. Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita talasemia mayor antara lain adalah: pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas, tebalnya tulang kianial, pembesaran limpa, menipisnya kartilago, disrytmia (Suriadi dan Yuliani, 2010: 29). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala talasemia mayor yang dialami An.F. Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obatobatan. Dalam keluarga klien juga tidak terdapat riwayat penyakit keturunan. Padahal penyebab utama penyakit talasemia adalah dari faktor genetik (Suriadi, 2010: 29). Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua yang terbatas, besar kemungkinan dalam keluarga tidak menyadari bahwa terdapat keturunan keluarga yang mengalami talasemia, karena tidak semua penderita talasemia mengalami gangguan ataupun gejala klinis yg signifikan. Menurut Yunanda (2008) hilangnya satu gen (silent carrier) tidak menunjukkan gejala klinis sedangkan hilangnya dua gen hanya memberi gejala klinis ringan atau tidak memberikan gejala klinis yang jelas. Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2800 gram, kelahiran secara spontan di bidan terdekat. Saat ini anak berusia 6 tahun lebih 2 bulan
42
dengan berat badan 20 kg dan panjang badan 122 cm. Indeks masa tubuh (IMT) adalah 13,44 (kurus). Pertumbuhan dan perkembangan klien berdasar NCHS adalah 1,074 (berdasar berat badan) dan 1,013 (berdasar tinggi badan), hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal dan memiliki gizi yang normal. Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien cukup terpenuhi, anak makan 3x sehari dengan nasi dan lauk namun anak tidak menyukai makan dengan sayuran.tidak ada keluhan mual ataupun muntah setelah anak makan. Anak minum 8-9 gelas perhari, dengan air putih dan susu. Selama sakit anak makan habis satu porsi dann makan sebanyak 3x sehari dengan nasi dan lauk tanpa sayur, anak terkadang merasa mual setelah selesai makan. Anak minum 6-7 gelas perhari dengan air putih dan susu. Dari data pengkajian nutrisi terjadi kesenjangan antara gejala talasemia yang menyebutkan bahwa pada penderita talasemia biasanya muncul gejala anoreksia (Suriadi dan Yuliani, 2010), namun pada An.F tidak terjadi anoreksia mungkin dikarenakan penyajian makanan yang diberikan keluarga disesuaikan dengan keinginan anak yang tidak menyukai sayuran namun pola makan anak tetap dijaga oleh keluarga. Keadaan umum klien adalah sadar penuh/ composmentis. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil normal dengan TD: 90/60 mmHg, S: 360C, RR: 22x/menit, dan Nadi 86x/menit teraba lemah. Pada pemeriksaan head to toe tidak ditemukan kelainan yang berlebih. Hasil pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesochepal, denyut fontanel teraba, kondisi rambut serta kulit kepala terlihat bersih dan tidak rontok. Sclera mata klien putih, pupil terlihat isokor, serta konjungtiva yang anemis.
43
Kebersihan telinga klien terjaga, letak telinga juga simetris, dan ketajaman pendengaran baik. Hidung klien terletak di tengah wajah/ simetris, septum tidak ada/ bersih. Warna bibir klien terlihat kecoklatan, membrane mukosa juga terlihat lembab. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada distensi vena leher. Pada penderita talasemia pada dasarnya mengalami anemia karena kadar hemoglobin yang rendah. Sel darah merah pada penderita talasemia cenderung rapuh dan mudah pecah, sehingga menyebabkan anemia (Darmono, 2011: 94). Dari semua pengkajian head to toe pada anak maka didapatkan kesimpulan bahwa terdapat kelainan pada saat pemeriksaan konjungtiva yang terlihat anemis. Konjungtiva yang anemis disebabkan karena kadar hemoglobin yang rendah. Pengertian talasemia sendiri adalah penyakit yang diturunkan yang menyebabkan gangguan pada sistem pembentukan sel darah merah. Gangguan genetik tersebut terjadi akibat dari penurunan laju sintesis rantai globin yang normal yang menyebabkan tidak stabilnya transport oksigen ke dalam jaringan. Sel darah merah sendiri cenderung rapuh dan mudah pecah sehingga menyebabkan anemia (Darmono, 2011: 94). Pengkajian resiko jatuh anak menurut Humpty Dumpty didapatkan score 13 yang berarti masuk dalam resiko tinggi (Lampiran 3). Aktivitas klien sebelum sakit dapat dilakukan secara mandiri. Selama klien sakit aktivitas makan/ minum, mandi, toileting dan berpakaian dibantu oleh keluarga karena keterbatasan gerak dan kelemahan klien. Kecemasan anak terhadap tindakan medis dan keperawatan dapat dikaji dengan Hars-Score dengan jumlah score
44
36 (Lampiran 2), termasuk dalam kecemasan berat. Dengan kecemasan berat, ketegangan berat, ketakutan berat sekali, gangguan tidur sedang, gangguan kecerdasan sedang, perasaan depresi berat, gejala somatic/ fisik (otot) sedang dengan suara tidak stabil, gejala sensorik berat, gejala jantung dan pembuluh darah berat dengan rasa lemas, lesu, berdebar-debar, gejala produksi ringan, pencernaan sedang, onogenital ringan, gejala autoimun berat, dan tingkah laku berat. Kecemasan berat dan resiko jatuh tinggi pada anak yang mengalami perawatan di rumah sakit dikarenakan terjadi anemia pada anak serta terjadi perubahan lingkungan dan anak belum mengenal lingkungan rumah sakit, serta perasaan takut anak terhadap tindakan dari perawatan. Menurut Supartini (2004) perasaan cemas yang muncul pada anak dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Pada penelitian Hermiati dan Marita (2013) menunjukkan bahwa anak yang dirawat mengalami kecemasan akibat dari beberapa tindakan dan prosedur yang dilakukan. Hal ini menimbulkan trauma pada anak selama dilakukan perawatan. B. Diagnosa Keperawatan Tahap diagnosa keperawatan adalah penyebutan sekelompok petunjuk yang didapat selama proses pengkajian (Nursalam, 2008: 21). Pada teori yang didapat penulis, diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit talasemia mayor adalah perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan
45
oksigen/zat nutrisi ke sel, intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbang kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan, tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga (Suriadi dan Yuliani, 2010: 32). Selanjutnya dari data pengkajian yang dilakukan perawat kepada An.F, penulis hanya menemukan diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas yang muncul pada An.F. Penulis menemukan diagnosa baru yang tidak terdapat pada teori talasemia yaitu diagnosa keperawatan kecemasan yang berhubungan dengan efek hospitalisasi dan resiko jatuh yang berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Diagnosa intoleransi aktivitas muncul pada An.F berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa keluarga mengatakan anak mudah lelah dan sering merasa pusing, klien saat ini terlihat lemas denga TD: 90/ 60 mmHg, RR: 22x/menit, N: 86x/menit dan teraba lemah sehingga didapatkan masalah keperawatan intoleransi aktifitas yang berbubungan dengan kelemahan fisik. Batasan karakteristik pada diagnosa intoleransi aktivitas antara lain adalah respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah (Herdman, 2012: 315). Pada data diagnosa kecemasan keluarga klien mengatakan klien takut dengan tindakan medis ditunjukkan oleh klien dengan gelisah dan takut, kontak mata klien yang kurang baik kepada petugas kesehatan, serta score derajat kecemasan dengan nilai 36 yang menunjukkan derajat kecemasan berat. Dari data tersebut muncul masalah keperawatan yaitu kecemasan yang
46
berhubungan dengan efek hospitalisasi. Diagnosa keperawatan kecemasan yang muncul pada An.F didapatkan sesuai batasan karakteristik kecemasan yaitu dengan menilai perilaku yang gelisah dan kontak mata yang buruk, afektif yang gelisah dan distres aerta ketakutan, fisiologis pada wajah yang tegang, simpatik dengan menunjukkan anoreksia, mulut kering serta lemah, parasimpatik dengan merasakkan mual, serta kognitif klien dengan menunjukkan ketakutan (Herdman, 2012: 445). Menurut Wong (2002) dalam Hermiati dan Marita (2013) perawatan dirumah sakit yang dialami oleh seorang anak dapat menimbulkan berbagai pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan. Cemas yang muncul dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lingkungan fisik rumah sakit antara lain bangunan/ ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya, sering kali dialami anak. Efek hospitalisasi pada anak sering dialami oleh anak saat mengalami perawatan dirumah sakit. Dampak negatif dari efek hospitalisasi sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani pada anak. Reaksi yang dimunculkan pada anak akan berbeda antara satu dengan lainnya (Suryanti, 2011). Selanjutnya untuk diagnosa resiko jatuh berdasarkan pernyataan keluarga bahwa anak lemas dan mudah lelah dan didapatkan score resiko jatuh 13 (resiko berat), Hb: 7,5 g/dl, serta keadaan ruangan yang belum dikenal oleh klien maka dapat diambil masalah keperawatan dengan resiko jatuh yang
47
berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Batasan karakteristik pada diagnosa resiko jatuh antara lain kurangnya pengawasan orang tua, penurunan status mental, lingkungan yang tidak terorganisasi, ruangan yang memiliki pencahayaan yang redup, ruang yang tidak dikenal, kondisi cuaca (misalnya lantai basah, es), sakit akut, anemia, neoplasma (misalnya letih/ mobilitas terbatas), gangguan mobilitas fisik (Herdman, 2012: 545). Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An.F penulis menggunakan prioritas kebutuhan dasar maslow. Diagnosa utama adalah intoleransi aktivitas, namun dengan tindakan tranfusi darah pada An.F maka intoleransi aktivitas klien akan terpenuhi dengan kadar hemoglobin yang meningkat dan dalam batas normal (11,5-15,5 g/dl), oleh karena itu untuk tindakan keperawatan, perawatan berfokus terhadap masalah kecemasan anak karena efek hospitalisasi. C. Intervensi Keperawatan Intervensi/ rencana keperawatan adalah perilaku yang diprogramkan yang sifatnya tersendiri berasal dari strategi yang teridentifikasi dan mengarah pada hasil klien yang dapat diprediksi. Klien dan perawat dilibatkan dalam tindakan, bersama-sama dengan kebutuhan lain untuk mencapai hasil yang diinginkan (Hidayat, 2008: 291). Pada prioritas diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik klien maka perawat melakukan perencanaan keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka aktivitas klien dapat terpenuhi
48
dengan kriteria hasil tidak ada keluhan setelah aktivitas, akral klien tidak teraba dingin, tidak ada perubahan tanda vital saat klien sakit. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada klien antara lain adalah kaji aktivitas klien saat perawatan dirumah yang akan mempengaruhi pemilihan intervensi/ bantuan yang akan diberikan pada klien, kaji adanya sesak nafas dan nyeri dada setelah beraktivitas untuk menunjukkan upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan, ciptakan lingkungan tenang dan aman selama aktivitas klien guna meningatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigenasi tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru, kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian asupan gizi yang tinggi energi untuk memberikan asupan gizi yang adekuat pada klien (Axton, 2013: 36). Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan yang berhubungan dengan efek hospitalisasi pada klien. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam cemas klien hilang dengan kriteria hasil RR normal (16-20 x/ menit) nadi normal (60-100 x/menit) klien tidak terlihat takut lagi tehadap tindakan medis dan keperawatan, kontak mata klien terhadap petugas kesehatan terlihat baik. Rencana tindakan yang akan dilakukan pada klien antara lain adalah mengkaji perasaan klien untuk memberikan informasi tentang tingkat kecemasan dan sumber kecemasan, intervensi selanjutnya adalah bantu klien mengenal situasi dan lingkungan rumah sakit supaya anak dan keluarga merasakan nyaman dan mengurangi kecemasan anak, jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap
49
klien untuk meminimalkan rasa curiga dan kekhawatiran klien terhadap tindakan keperawatan, pantau tanda-tanda vital klien untuk mengetahui adanya peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung yang berlebih, anjurkan nafas dalam untuk mengurangi rasa cemas klien, ajarkan tehnik distraksi (terapi bermain) untuk mengurangi kecemasan serta memmperluas fokus klien (Axton, 2013: 140). Diagnosa keperawatan terakhir pada An.F dengan resiko jatuh yang berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Tujuan dan kriteria hasil yang diinginkan perawat adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka tidak akan terjadi resiko jatuh/ cidera pada klien dengan kriteria hasil Hemoglobin normal (11,5-15,5 g/dl), skor resiko jatuh turun/ menjadi skala ringan (skor 7-11), klien tidak mudah merasa lelah. Intervensi yang dapat dilakukan perawat antara lain kaji keadaan umum klien untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan terhadap klien, dampingi klien dalam aktivitas berat untuk mencegah terjadinya cidera pada klien, anjurkan keluarga dan klien untuk membatasi aktivitas dilakukan untuk memberikan keamanan dan membantu mencegah lingkungan yang tidak aman dan melakukan tindakan kewaspadaan, kolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi aktivitas klien untuk memberikan dukungan pada anak serta menurunkan resiko jatuh pada anak (Axton, 2013: 262). D. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Deden, 2012 : 118).
50
Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas dilakukan selama dua hari mulai tanggal 10 - 11 April 2014. Tindakan yang dilakukan perawat adalah menciptakan lingkungan tenang dan nyaman saat klien beraktifitas dengan membatasi pengunjung serta jam besuk, memberikan reinforcement positif terhadap aktivitas klien untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, memberikan makanan bergizi yang tinggi energi yang sudah dikolaborasikan dengan ahli gizi untuk memberikan tambahan energi pada klien, perawat melakukan tindakan mengkaji aktifitas klien. Penulis tidak dilakukan tindakan pengkajian nyeri serta sesak nafas setelah beraktivitas karena anak saat itu masih dalam keadaan lemah dan lemas, aktivitas klien masih terbatas. Pada hari kedua tindakan yang dilakukan hanya mengkaji aktivitas anak karena keadaaan anak secara umum sudah baik dan sudah dilakukan tindakan tranfusi darah, anak sudah tidak lagi terlihat lemas (Axton, 2013: 36). Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kecemasan klien, penulis melakukan tindakan untuk menurunkan kecemasan pada tanggal 10-11 April 2014 dengan mengkaji tanda-tanda vital klien, perawat melakukan pengkajian mengenai perasaan klien, mengajak anak untuk melakukan tehnik distraksi dengan melakukan terapi bermain (car track), perawat mengkaji perasaan klien, memantau tanda-tanda vital klien, perawat menganjurkan klien melakukan relaksasi nafas dalam saat merasa takut/ cemas. Tindakan yang tidak dilakukan perawat adalah menjelaskan prosedur tindakan serta menganjurkan relaksasi nafas dalam karena pada hari pertama klien belum
51
dilakukan tindakan yang berpengaruh terhadap kecemasan klien, anjuran relaksasi nafas dalam pun belum dilakukan karena perawat sudah melakukan tehnik distraksi dengan mengajak anak melakukan terapi bermain yang mungkin lebih efektif untuk menurunkan kecemasan klien. Menurut Supartini (2004) dalam Hermiati dan Marita (2013) untuk mengurangi kecemasan saat menjalani perawatan anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan cemas dan mampu bekerjasama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif untuk mengurangi kecemasan adalah melalui kegiatan bermain. Dalam mengatasi masalah mengenai resiko jatuh pada klien, pada tanggal 10-11 April 2014 perawat mendampingi klien dalam aktifitas klien dengan mendampingi klien pergi kekamar mandi, perawat menganjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas klien, perawat mengkolaborasikan dengan keluarga untuk membantu aktifitas klien, perawat melakukan pengkajian secara umum kepada klien. Menurut Alimul (2007) dalam Dilfera dan Zadam (2013) perawatan di rumah sakit yang mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan
52
kata-kata marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua. E. Evaluasi Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan keputusan. Perawat mengumpulkan, menyotir, dan menganalisa data untuk menetapkan apakan tujuan sudah tercapai, rencana memerlukan modifikasi, atau alternatif baru yang harus dipertimbangkan (Hidayat, 2008: 293). Evaluasi dilakukan setiap hari selama dua hari pengelolaan terhadap klien pada tanggal 10-11 April 2014. Evaluasi pada diagnosa utama intoleransi aktifitas dilakukan pada tanggal 11 April 2014 pada jam 11.20 WIB didapatkan data dari keluarga dan klien yang mengatakan bahwa anak tidak mengalami keluhan setelah melakukan aktivitas, dari pengamatan klien didapatkan bahwa klien terlihat tidak mudah lelah dengan tanda-tanda vital, suhu: 36,4 0C, nadi: 84 x/menit, pernafasan: 22 x/menit. Masalah pada klien sudah teratasi dan hentikan intervensi. Kriteria hasil pada tujuan keperawatan adalah tidak ada keluhan setelah aktivitas sudah ditunjunkkan oleh klien, tidak ada perubahan tandatanda vital pada klien selama sakit, akral klien tidak teraba dingin. Hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil pada diagnosa intoleransi aktivitas meliputi klien dapat mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari, menunjukkan penghematan energi ditandai
53
dengan klien menyadari keterbatasan energi, penyeimbangan aktivitas dan istirahat, tingkat daya tahan yang adekuat untuk beraktivitas (Judith, 2007:4). Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan dilakukan evaluasi pada tanggal 11 April 2014 jam 11.40 WIB klien dan keluarga mengatakan anak tidak lagi merasa takut saat perawatan dirumah sakit, dari pengamatan perawat klien terlihat terlihat tenang dan kooperatif dalam tindakan keperawatan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah tentang kecemasan pada klien sudah teratasi dan perawat menghentikan intervensi. Kriteria hasil pada tujuan keperawatan terpenuhi dengan klien tidak terlihat takut terhadap tindakan medis dan keperawatan sudah ditunjukkan klien dengan tanda klien lebih kooperatif terhadap tindakan medis dan keperawatan, kontak mata klien pada petugas kesehatan sudah baik ditunjukkan dengan klien sudah tersenyum kepada perawat. Evaluasi pada diagnosa kecemasan sesuai kriteria hasil yang menyebutkan bahnwa ansietas berkurang, dibuktikan dengan kontrol ansietas, menunjukkan keterampilan interaksi sosial yang efektif, merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress, mempertahankan penampilan peran, melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori, melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik, manifestasi akibat kecemasan tidak ada (Judith, 2007: 25). Pada diagnosa resiko jatuh perawat melakukan evaluasi resiko jatuh pada jam 11.55 WIB, keluarga dan klien mengatakan bahwa klien saat ini merasa lebih baik. Hasil pengamatan perawat didapatkan konjungtiva klien tidak terlihat anemis dengan kadar hemoglobin 12,5 g/dl. Kesimpulan yang
54
dapat diambil perawat adalah masalah sudah teratasi dan menghentikan intervensi. Kriteria hasil klien terpenuhi dengan hasil kadar hemoglobin klien dalam batas normal (12,5 g/dl), skor resiko jatuh klien menjadi ringan skore 10 (Lampiran 4). Hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil diagnosa resiko jatuh yaitu resiko cidera akan berkurang, sebagaimana termuat dalam menjadi orang tua: keamanan sosial dan perilaku keamanan: pencegahan jatuh. Pencegahan resiko akan ditunjukkan dengan memantau faktor resiko, mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko, mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko (Judith, 2007: 267). F. Keterbatasan Penulis Pada pengkajian terhadap An.F, penulis mengalami batasan dalam melakukan pengkajian mengenai tingkat pengetahuan keluarga terhadap penyakit talasemia. Selanjutnya dalam pemeriksaan penunjang penulis mengalami keterbatasan dalam mengetahui kadar darah secara lengkap dikarenakan pemeriksaan darah pada An.F hanya difokuskan terhadap jumlah hemoglobin pada klien. Pemantauan terhadap jumlah kadar hemoglobin pada An.F dilakukan karena akan dilakukan tindakan tranfusi darah.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Setelah penulis melakukan tindakan pemberian terapi bermain car track terhadap tingkat kecemasan selama menjalani perawatan pada asuhan
55
keperawatan An.F dengan talasemia mayor diruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta, maka penulis dapat menarik kesimpulan: 1. Pada pengkajian An.F dengan talasemia mayor didapatkan data bahwa penderita sering mengalami lemah, cepat lelah, dan merasa pusing, anak juga terlihat anemis karena kadar hemoglobin yang rendah. Saat perawatan anak juga mengalami kegelisahan dan ketakutan terhadap tindakan keperawatan dengan menunjukkan derajat kecemasan berat. Dengan kelemahan, kadar hemoglobin yang rendah, serta lingkungan yang belum dikenal baik oleh anak sering didapatkan score resiko jatuh yang berat pada anak. 2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan talasemia mayor adalah intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kecemasan berhubungan dengan efek hospitalisasi, dan resiko jatuh berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. 3. Pada diagnosa keperawatan yaitu pertama intoleransi aktifitas, intervensi utama yang dilakukan adalah menormalkan kadar hemoglobin dengan tranfusi darah, tindakan keperawatan dengan mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk pemberian makanan bergizi tinggi energi. Pada diagnosa kecemasan intervensi keperawatan yang utama adalah dengan terapi bermain untuk menurunkan kecemasan klien. Terapi bermain yang dapat dilakukan pada anak prasekolah salah satunya adalah dengan track car. Untuk diagnosa resiko jatuh intervensi yang direncanakan perawat dengan meminimalkan aktifitas anak.
56
4. Implementasi yang dilakukan perawat terhadap anak dengan talasemia mayor sudah sesuai dengan intervensi yang dibuat perawat. Dan Terapi bermain
merupakan
tindakan utama
perawat
untuk
menurunkan
kecemasan anak saat mengalami perawatan dirumah sakit. 5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama dua hari, evaluasi masalah keperawatan klien sudah teratasi, tidak terjadi intoleransi aktifitas pada klien, kecemasan klien teratasi dengan terapi bermain, tidak terjadi resiko jatuh. 6. Pemberian terapi bermain pada anak dengan talasemia mayor sangat efektif terhadap penurunan kecemasan pada anak saat mengalami perawatan dirumah sakit
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia mayor, penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan antara lain: 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
57
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan dirumah sakit, tetap memperhatikan aspek psikososial anak dengan memberikan ruang khusus untuk bermain anak. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat. Diharapkan tenaga kesehatan melakukan pendekatan lebih intensif pada anak untuk mendapatkan kepercayaan anak serta menjadikan anak kooperatif terhadap tindakan keperawatan. Pelaksaan terapi bermain sangat efektif dilakukan perawat untuk menurunkan tingkat kecemasan anak. 3. Bagi institusi pendidikan Diharapkan dapat selalu meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk menghasilkan perawat-perawat yang lebih profesional, inovatif, terampil dan lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2011. Toksikonologi Genetik: Pengaruh, Penyebab, dan Akibat Terjadinya Penyakit Gangguan Keturunan. Universitas Indonesia: Jakarta. Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Erlangga: Jakarta. Delaney, Tara. 2010. 101 Permainan dan Aktivitas Untuk Anak-Anak Penderita Autisme, Asperger, dan Gangguan Pemrosesan Sensorik. ANDI: Yogyakarta. Donna, Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol.1. EGC: Jakarta. Handayani, Wiwik dan Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika: Jakarta. Hawari, Dadang. 2011. Stress Cemas Dan Depresi: Edisi 2. FKUI: Jakarta. Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta. Hermiati, Dilfera dan Marita, Zadam. 2013. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Yang Dirawat Diruang Edelwis RSUD Dr. M Yunus Bengkulu. http://stikesdehasen.ac.id/downlot.php?file=16%20Dilfera.docx. Diakses tanggal 24 April 2014. Hidayat, A. Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta. Indanah, dkk. 2010. Analisa Faktor Yang Berhubungan Dengan “Selfcare Behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusummo Jakarta. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/137108-T Indanah.pdf. Diakses tanggal 18 April 2014. Judith, W. 2007. Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC. Kimberly. 2011. Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi Keperawatan. EGC: Jakarta. Lyen, Kennet dkk. 2003. Apa yang Ingin Anda Ketahui Tentang Merawat Balita 1-5 Tahun. Gramedia: Jakarta.
Marmy dan Kukuh Raharjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Mashudi dan Zainal. 2009. Aplications receiving a Response To Play Therapy Invasive Action In Preschool Children. http://lib.umpo.ac.id/files/91823Terapi-bermain-sUGENG.pdf. Diakses tanggal 18 April 2014. Murniasih, Erni dan Rahmawati, Andhika. 2007. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah Di Bangsal L RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. http://poltekkes-maluku.ac.id/repository/file/144212115.pdf. Diakses tanggal 13 Maret 2014. Nuetral,
Yuki. 2008. Thalasemia. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2063/1/08E00848.pdf. Diakses tanggal 18 April 2014.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta. Pohan, dkk. 2013. Efek Kelasi Ekstrak Etanol Daun Mangifera foetida pada Feritin Serum Penderita Talasemia di RS Cipto Mangunkusumo, Tahun 2012. http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewFile/1595/1342. Diakses tanggal 14 April 2014. Saputra, Lyndon. 2013. Sinopsis Organ Sistem Hematologi dan Onkologi. Karisma Publising Group: Tangerang Selatan. Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC: Jakarta. Suryanti, dkk. 2011. Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di RSUD dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=2447. Diakses tanggal 31 Maret 2014. Trismiati, 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria Dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. http//jurnal_trismiati.pdf. Diakses tanggal 20 April 2014.