Jurnal Delima Harapan, Vol 2, No.1 Pebruari-Juli 2014: 51-56
Perilaku Siswa Kelas VII Tentang Pubertas Di SLTPN I Nguntoronadi Magetan tahun 2012 (The behavior of students about puberty at SLTP I Nguntoronadi Nagetan 2012. Lilik Yuliastuti Hariyanto Etika Desy Yogi ABSTRACT Puberty is one phase of human development, namely the transition from childhood to adulthood, it can be interpreted as the end of childhood in which there is a change of physical, psychological and behavioral. Preliminary studies conducted in SLTPN I Nguntoronadi of 10 students obtained information that most students have learned the lesson about puberty. But still found the students who feel scared, anxious, embarrassed, and few of them said that it was common condition. The purpose of this study was to determine the behavior of a class VII students about puberty in SLTPN I Nguntoronadi Magetan. The research was descriptive study, with a population of female students and male students who experienced wet dream as many as 121 students. Sampling was taken randomly. Variables studied include knowledge, attitudes, and actions. Variable measurements performed using closed questionnaire. And analyzed Descriptively. The study was done at January 2012. The results showed that the knowledge of students About Puberty was 57% have very good knowledge, as many as 28.1% have good knowledge, and 14, 9% have less knowledge. the attitude of students who have a positive attitude was 57.9%, a negative attitude was 42.1%, 63.7% of students have good actions, as many as 25.6% have enough category, 10.7% have less category.. Based on the result of study, the researchers suggested for educational institutions should promote the teaching system, strengthen the UKS program, teaching health reproduction program in the school curriculum. For other researchers to study further factors that influence behavior of adolescents at school and society. Keywords: The behavior of puberty, Human development, Adolescent, Puberty PENDAHULUAN Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang tangguh mandiri dan berkualitas (Depkes RI, 1999). Di Indonesia jumlah penduduk yang berusia remaja cukup besar dan hal tersebut membawa konsekuensi yang tidak ringan. Padahal untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak dihasilkan melalui proses yang cepat,
tetapi memerlukan proses yang berkelanjutan. Terlebih lagi kalau dipertimbangkan bahwa remaja sebagai generasi adalah yang akan mengisi berbagai posisi dalam masyarakat, bangsa dan negara di masa depan (Sarwono, 2003). Masa remaja adalah merupakan salah satu fase dari perkembangan manusia yaitu merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Jadi pubertas adalah akhir dari masa kanak-kanak, dimana tercapai kematangan secara biologis (proses kematangan kelamin). Pada masa ini impuls seks kembali menggebu. Pria dan wanita mengalami sedikit perbedaan dalam pengkategorian masa remajanya.
51
Jurnal Delima Harapan, Vol 2, No.1 Pebruari-Juli 2014: 51-56
Wanita tampaknya lebih cepat masuk dalam kategori dewasa dibandingkan dengan pria, walaupun bila dihitung jangka waktu remaja dapat dikatakan sama dan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Masa remaja adalah masa peralihan bukan hanya dalam artian psikologis, tetapi juga fisik. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan gejolak. Salah satu gejolak pada pada masa remaja adalah gejolak perubahan biologis. Dalam perubahan biologis mereka mengalami perubahan fisik yang membedakan remaja laki-laki dan perempuan. Perubahan-perubahan fisik itu menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan tersebut terjadi pada masa pubertas, dalam menghadapi haid dan ejakulasi yang pertama, anak-anak remaja itu perlu mengadakan penyesuaian tingkah laku. Penyesuaian itu tidak selalu dapat dilakukan dengan lancar terutama jika tidak ada dukungan dari orang tua (Sarwono 2003). Hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) di 4 wilayah yaitu Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur diketahui bahwa perilaku beresiko pada remaja khususnya di kota cukup tinggi diantaranya perilaku merokok 73,1% (laki-laki) dan 12% (perempuan), miras 42,2% (laki-laki) dan 2,3% (perempuan), sex sebelum nikah 47% (laki-laki) dan 3,2% (perempuan) sehingga dengan jumlah populasi yang mencapai seperempat penduduk Indonesia, maka permasalahan pada remaja lebih besar, namun hingga saat ini pemerintah belum bersifat komprehensif dalam penanganan masalah remaja (Depkes RI,2003: 2) Berdasarkan data di SLTPN I Nguntoronadi, jumlah siswa 174 diantaranya siswa perempuan 75 orang (43,10%), siswa laki-laki 99 orang (56,89%). Jumlah siswa laki- laki yang sudah mimpi basah 69 orang (69,69%),
jumlah siswa perempuan yang sudah mengalami menstruasi 51 orang (68%). Sedangkan berdasar wawancara pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2011, dari 10 siswa diantaranya 4 siswa laki-laki (40%) dan 6 siswa perempuan (60%). Didapatkan 3 orang (30%) berpengetahuan kurang tentang pubertas dengan alasan belum mengalami menstruasi bagi yang perempuan dan yang laki-laki belum mengalami mimpi basah, dan 7 orang siswa (70%) berpengetahuan cukup dengan alasan sudah mengalami menstruasi bagi siswa perempuan dan mendapatkan mimpi basah bagi siswa laki-laki dan pernah mendapatkan informasi dari pelajaran sekolah. Dan pada sikap 10 siswa (100%) didapatkan seluruhnya bersikap positif. Sedangkan dari tindakan dalam menghadapi pubertasnya didapatkan 10 siswa mengalami perubahan dari perilakunya. Siswa putri yang mengatakan takut ada 2 orang (20%), cemas 4 orang (40%), malu menghadapi menstruasi pertamanya 2 orang (20%), siswa putra mengatakan biasa saja 2 orang (20%). Datangnya perubahan fisik yang berkaitan dengan kematangan seksual tidak sama pada semua orang. Biasanya remaja sering membandingkan dengan teman sebayanya. Jika ada perubahan fisik yang tidak sama atau mengalami keterlambatan, maka mereka merasa tidak senang dan khawatir. Remaja sangat mudah terkena pengaruh temanteman sebaya yang kurang baik. Perubahan fisik juga bisa menyebabkan perasaan bingung, perasaan tidak mampu, dan perasaan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan dan seringkali menyebabkan timbulnya tingkah laku yang tidak menyenangkan bagi orang lain. Anak remaja cenderung energik, selalu ingin tahu. Emosi tidak stabil, cenderung berontak dan mengukur segalanya dengan ukurannya sendiri/ berfikir tidak logis sehingga hal ini kadang menyebabkan konflik dengan guru, orang tua, dan masyarakat. Namun tahap ini memang harus dilalui remaja dalam
52
Jurnal Delima Harapan, Vol 2, No.1 Pebruari-Juli 2014: 51-56
mencari identitas dirinya. Lingkungan sosial budaya yang tidak positif merupakan faktor resiko bagi remaja untuk terjebak dalam perilaku merokok, minum-minuman keras, napza, seks bebas, tawuran, kriminal, kebut-kebutan dijalan (Depkes RI, 2003: 1). Rasa takut, cemas, malu, dan bingung timbul akibat penilaian atau persepsi individu terhadap situasi-situasi tertentu dapat lebih memicu rasa cemas dalam diri seseorang. Dimana sifat persepsi itu sendiri adalah individual, antara satu orang dengan orang lain itu berbeda-beda, sehingga akibat yang ditimbulkan berbeda-beda pula, ada yang positif dan ada yang negatif. Perilaku seseorang dibentuk oleh pengalaman, persepi, pemahaman, dan penafsiran. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo S, 2003: 122) Pendidikan sex dan penanaman nilai-nilai agama diperlukan dalam hal ini.Pendidikan sex perlu diberikan sejak kecil secara berkesinambungan, memberi pengertian wajar dan terarah sesuai dengan mental anak yang berhubungan dengan sexualitas. Dengan berteman dan bersosialisasi dengan beragam kelompok, remaja mendapatbanyak masukan yang berarti baik bagi perkembangan pengetahuan dan kepribadian (Abu Ahmadi, 1991) upaya lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kinerja UKS dalam rangka memperluas jangkauan PKPR ( Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja), memasukkan muatan kesehatan remaja dalam kurikulum sekolah baik intra kurikuler (Penjas, Pelajaran Biologi, BK (Bimbingan dan Konseling) maupun kegiatan ekstra kurikuler (OSIS, Pramuka, PMR dll). Sedangkan ditingkat puskesmas memberikan pelayanan terhadap remaja dengan berbagai masalahnya, memberikan kesehatan peduli remaja
baik ditingkat pelayanan dasar maupun rujukan serta membangun jejaring PKPR baik dengan sektor/ LSM terkait (Depkes RI, 2003: 6) Berdasarkan paparan tersebut diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian perilaku siswa kelas VII tentang pubertas di SLTPN I Nguntoronadi Magetan. Pemilihan subyek pada siswa kelas VII yang berumur 11-14 tahun, dimana umur tersebut merupakan masa yang rentan dan krisis bagi mereka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya (perubahan fisik, kematangan alat reprodusi, emosi, perilaku).
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Perilaku Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori lain yang mengemukakan definisi tentang perilaku artinya tindakan atau aktifitas dari manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmojo.2003: 14). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku mempunyai bentangan yang luas bahkan (internal activity) seperti berfikir, persepsi, dan emosi merupakan perilaku manusia juga. Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme sangat dipengaruhi oleh antara lain : 1) Faktor genetika (keturunan ) 2) Emosi 3) Lingkungan 4) Pengalaman 5) Pengetahuan Faktor genetik dan lingkungan
53
Jurnal Delima Harapan, Vol 2, No.1 Pebruari-Juli 2014: 51-56
merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup. Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar modal untuk perkembangan perilaku tersebut. Istilah lain perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Bentuk-bentuk Perilaku Karena perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan atau stimulus dari luar, sehingga respon ini berbentuk dua macam, yakni: 1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. 2) Bentuk aktif adalah jelas dan dapat diobservasi secara langsung berupa tindakan nyata/ perilakunya. Domain Perilaku Benyamin bloom (1908) dalam Notoadmodjo (2003) membagi perilaku kedalam 3 domain (ranah/ kawasan), diantaranya: 1) Pengetahuan (knowledge), 2) Sikap/ tanggapan (attitude), 3) Tindakan (practice). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan Tentang Pubertas Dari hasil penelitian pengetahuan tentang perilaku pubertas menggambarkan bahwa pengetahuan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan cukup sebesar 57,0%, pengetahuan baik sebesar 28,1%. Hal tersebut disebabkan umur siswa sebagian besar 13 tahun sebesar 49,6% Sehingga dari usia remaja yang memasuki
pubertas pertengahan memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap informasi tentang pubertas. Sesuai dengan pendapat Hurlock (1995), usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dijelaskan dalam Notoatmodjo (2003: 121), bahwa pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, prosedur, teknik, teori. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan perilaku. Melihat hasil diatas dapat diartikan bahwa pengetahuan siswa sebagian besar berpengetahuan cukup atau cenderung ke arah baik. Dan perilaku yang akan menetap serta langgeng adalah perilaku yang didasari oleh pengetahuan yang cukup atau baik. Agar seseorang mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada saat pubertas yang meliputi perubahan fisik emosi dan psikis, maka diperlukan informasi yang benar dan luas serta harus pada tingkat pengetahuan aplikasi yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya.sejak di sekolah dasar sampai dengan menengah atas. Bahkan pengetahuan tentang pubertas juga dipelajari sampai tingkat perguruan tinggi. Selain itu pengetahuan tentang pubertas juga bisa didapatkan lewat internet, media massa ,
54
Jurnal Delima Harapan, Vol 2, No.1 Pebruari-Juli 2014: 51-56
media cetak, dan lain-lain. Sehingga informasi yang didapat dari berbagai hal baik formal maupun non formal memberikan dampak dalam menentukan tolak ukur tingkat pengetahuan. Demikian juga komunikasi dan kedekatan antara anak dengan orangtua akan memberikan kemudahan dalam memberikan pendidikan tentang pubertas. Sikap Remaja dalam Masa Pubertas Hasil penelitian sikap siswa kelas VII tentang perilaku pubertas menggambarkan bahwa 57,9% subyek penelitian bersikap positif. Sikap positif merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Menurut pendapat Azwar, (2003: 30) faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi. Sikap menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung atau memihak ( positif) ataukah tidak menyetujui, tidak mendukung, dan tidak memihak (negatif). Sikap utuh akan terbentuk apabila pada individu telah mempunyai suatu keyakinan terhdap apa yang akan dilakukannya. Hal ini menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan yang sebelumnya seseorang akan menilai apakah kepercayaan yang dianut itu baik atau tidak. Melihat hasil diatas dapat diartikan bahwa sikap siswa sebagian besar adalah positif atau cenderung sudah bisa menerima atau beradaptasi dengan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya. Siswa sudah mampu bersikap sesuai kondisi yang seharusnya. Hal ini dimungkinkan karena siswa sudah memiliki pengetahuan yang lebih mendalam lebih luas yang bisa didapatkan dari pendidikan formal (di sekolah) dan informal misalnya penyuluhan/KIE dari petugas kesehatan atau puskesmas, media massa, serta peran aktif orangtua yang menjadi lingkungan terdekat siswa yang nantinya akan
memberikan kontribusi besar dalam pembentukan sikap yang lebih baik (positif). Akan tetapi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Tindakan dalam Masa Pubertas Berdasarkan hasil penelitian tindakan pada perilaku pubertas pada siswa kelas VII menggambarkan bahwa sebesar 63,7% subyek penelitian melakukan tindakan dengan kategori baik, dan sebesar 25,6% melakukan tindakan dengan kategori cukup. Tindakan dan perilaku positif merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam tahap perkenbangan remaja/ pubertas. Untuk membentuk perilaku dan seseorang bertindak positif diperlukan pengetahuan yang baik dan sikap positif pula. Menurut Robert Kwick dalam (Notoatmodjo, 2003: 123) perilaku adalah tindakan atau perbuatan yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Fakto-faktor yang bisa mempengaruhi perilaku diantaranya pengetahuan, pengalaman, emosi, kesadaran, lingkungan, dan lain-lain. Akan tetapi perilaku yang langgeng dan menetap harus didukung adanya pengetahuan yang baik, karena dengan pengetahuan yang baik seseorang akan mampu menerima segala bentuk informasi dengan cepat dan mudah. Tanpa adanya pengetahuan yang baik sikap positif perilaku yang terbentuk dalam diri seseorang tidak akan bertahan lama, seperti dikemukakan Rogers dalam (Notoatmodjo, 2003:122) bahwa penerimaan perilaku atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positip sehingga perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Melihat hasil diatas dapat diartikan bahwa tindakan siswa sebagian besar adalah berperilaku baik. Dapat diartikan bahwa sebagian besar siswa mampu beradaptasi dan berperilaku yang seharusnya terhadap berbagai perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada saat
55
Jurnal Delima Harapan, Vol 2, No.1 Pebruari-Juli 2014: 51-56
pubertas. Siswa mampu melalui berbagai perubahan kondisi fisiknya dan mampu bersikap mandiri dalam perawatan diri saat datangnya pubertas.
, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. ,2006. Penelitian Kesehatan, Jakarta. : Rineka Cipta Sarwono.S.W,. 2003.Psikologi Remaja, Jakarta : Rajawali Prees.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi A, 1991. Psikologi Perkembangan, Rineka Cipta. Jakarta , 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Al-Mighwar, M.Ag, 2006. Psikologi Remaja, Bandung : Pustaka Setia. Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian, Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Revisi V. Jakarta. Rineka Cipta. , 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta. Azwar, Saifudin, 2003. Sikap Manusia (Teori dan pengukurannya), Jakarta : Pustaka Belajar. Depkes RI, 1992. Kumpulan Materi Kespro Remaja. Dirjen Binkes Masyarakat. ,1993. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja, Jakarta. Depkes RI dan WHO, 2003. Reproduksi Kesehatan remaja. Jakarta. Hurlock, Elizabeth. B, 1997. Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga. Monks F.J. Knoers. A.M.J dan haditono, SR 1998. Psikologi Perkembangan Pengantar Berbagai Bagian. Yogyakarta. Nursalam dan S.Pariani, 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Sagung Seto. Nursalam, 2003. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba Media. Notoadmojo, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. , 2003. Pendidikan dan perilaku Kesehatan, Jakarta.
56