46
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Januari 2010
Umyati
47
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 04 Februari 2010 UMYATI, NIM : 105101003259 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009. (xviii, 104 halaman, 32 tabel, 2 bagan, 6 gambar, 5 lampiran)
ABSTRAK Kelelahan kerja merupakan masalah yang cukup penting untuk diperhatikan, karena kelelahan pada pekerja dapat berdampak terhadap penurunan produktivitas kerja dan penurunan konsentrasi kerja. Jika hal ini terjadi, besar kemungkinan akan terjadi kecelakaan kerja. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap orang penjahit di wilayah Ketapang didapatkan 7 orang yang mengalami kelelahan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009, yang terdiri dari usia pekerja, jenis kelamin, status gizi, masa kerja, jam kerja, postur kerja, kebisingan, pencahayaan, dan suhu, dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2009. Penelitian ini menggunakan sampel jenuh dan untuk melihat adanya pengaruh variabel digunakan analisis multivariat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja adalah faktor usia pekerja dan masa kerja. Sedangkan variabel yang paling mempengaruhi kelelahan kerja adalah usia pekerja dengan nilai OR adalah 8.645 kali. Oleh karena itu, disarankan pihak pengelola usaha jahit agar melakukan pengaturan jam kerja yang teratur dan waktu istirahat yang cukup, menyediakan peralatan kerja yang ergonomis, menambahkan pencahayaan ditempat kerja, sedangkan untuk peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel–variabel lain yang diduga berhubungan dengan kelelahan kerja yang tidak diteliti pada penelitian ini, dan melakukan penelitian dengan menggunakan cara lain dalam mengukur kelelahan kerja sehingga diharapkan dapat diperoleh perbandingan gambaran kejadian kelelahan kerja. . Daftar bacaan : 37 (1981-2009)
48
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, February 4, 2010 UMYATI, NIM : 105101003259 Factors Associated with Fatigue Working in the Informal Sector Tailors in Ketapang Cipondoh Tangerang in 2009. (xviii, 104 pages, 32 tables, 2 charts, 6 images, 5 attachments) ABSTRACT
Fatigue is an issue that is important to be paid attention, because fatigue in workers can affect the decrease of work productivity and the decrease of concentration. If this happens, big possibility can increase the work accidents. Based on preliminary studies to 10 tailors in Ketapang, we can found 7 peoples who have fatigue. This study aimed to determine the factors associated with fatigue working in the informal sector tailors in Ketapang Cipondoh Tangerang in 2009, which consisted of age, sex, nutritional status, working period, working hours, working posture, noise, illumination, and temperature, by using cross sectional approach that conducted in November up to December 2009. This study uses saturated sample and to see the influence of the variables are used in multivariate analysis. Based on the result of research, we know the factors that associated with fatigue is age and working period. While the variables that most influence fatigue is the age of worker with OR value is 8645 times. Therefore, recommended to the sewing business managers to conduct an orderly arrangement of working hours and adequate rest time, providing an ergonomic work tools, adding illumination in the workplace, while for the next researcher is expected to include other variables that allegedly associated with work fatigue that is not examined in this study, and conduct some research by using other ways of measuring fatigue so that is expected can be obtained the comparison image of occurrence of work fatigue.
References: 37 (1981-2009)
49
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA PENJAHIT SEKTOR USAHA INFORMAL DI WILAYAH KETAPANG CIPONDOH TANGERANG TAHUN 2009
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 04 Februari 2010
M. Farid Hamzens, MSi
Yuli Amran, SKM, MKM
Pembimbing Skripsi I
Pembimbing Skripsi II
50
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 04 Februari 2010
Ketua
(M. Farid Hamzens, MSi)
Anggota I
(Yuli Amran, SKM, MKM)
Anggota II
(Indah Restiati, SKM, MKes)
51
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama TTL Jenis Kelamin Status Agama Ponsel Alamat E-mail
: Umyati : Tangerang, 14 Mei 1987 : Perempuan : Belum Menikah : Islam : 021-92290378 : Jl. Ketapang RT 001/05 NO.130 Cipondoh Tangerang 15147 :
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2005 – 2010
2002 – 2005 1999 – 2002 1993 – 1999
: Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta : SMU Negeri 84 Jakarta : MTs Negeri 8 Jakarta : MI AL-Wasatiyah
PENGALAMAN KERJA 1. 2. 3. 4.
PBL (Praktek Belajar Lapangan) 1 di Puskesmas Serpong Tahun 2007 PBL (Praktek Belajar Lapangan) II di Puskesmas Serpong Tahun 2008 PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Departemen ESH PT.TIFICO,TbkTahun 2009 Sebagai enumerator (pengambilan data ke penduduk) dalam penelitian Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009
52
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalammualaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Peyayang, puji dan syukur terucap hanya kepada Illahi Rabbi yang selalu memberikan kenikmatan yang tak terhingga kepada kita semua. Dengan memanjat rasa syukur atas segala nikmat dan rahmat – Nya hingga laporan skripsi yang berjudul ” Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009” ini dapat tersusun dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad S.A.W yang telah menuntun umatnya ke jalan yang benar. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Orang tuaquw tecinta, babeh (Muhatim) dan emaquw (Siti Hawa), ka2quw (Sumyanih n Sri Wahyuni) n Adikquw A.Mujahid,,,yang telah memberikan semangat dan doa yang luar biasa kepada saya, serta memberikan dukungan moril maupun materiil yang tak terhingga kepada saya. Buat keysha keponakan quw yang luchu yang selalu menghibur quw,,,I love U all...... 2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
53
4. Bu Iting selaku sekjur Kesmas yang senantiasa membantu dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih Bundaaaa,,, 5. Pak Farid selaku dosen pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. 6. Bu Yuli selaku dosen pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan memberikan motivasi kepada penulis. 7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Buat abang sepupuquw Habibilah dan sepupuquw yang lainnya makasih atas bantuan dan supportnya kepada penulis dari mulai kuliah sampai mengakhiri masa jabatannya sebagai mahasiswa,,,,, 9. Sahabat – sahabatquwh: Umi n the gank (Riput, Maik, Rira, Cori, Wita, n Najwa,); The cancute galz (Dilla, ciput, te2h, phitenk, dwok, dhe2, n fenty) atas bantuannya yang tak terhingga dan doanya selama penulis menyusun laporan skripsi,,,moga persahabatan qta abadi untuk selamanya,,,quw cinta amuw,,,,,,,,, 10. Buat kajol, fina, lea, niar, n dian terima kasih atas bantuannya yang telah membantu proses penyusunan laporan skripsi..... 11. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat ’05 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semangaaatttttt,,,,,,,,,,,,,,, Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain.
Wassalammualaikum Wr. Wb
54
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................................
i
ABSTRAK................................................................................................................
ii
ABSTRACT..............................................................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.........................................................................
iv
DAFTAR PANITIA SIDANG................................................................................. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................
vi
KATA PENGANTAR.............................................................................................
vii
DAFTAR ISI............................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................
xiii
DAFTAR BAGAN.................................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR...............................................................................................
xvii
LAMPIRAN.............................................................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1
A. Latar Belakang...............................................................................................
1
B. Perumusan masalah........................................................................................ 4 C. Pertanyaan penelitian.....................................................................................
5
D. Tujuan penelitian............................................................................................ 7 1. Tujuan Umum....................................................................................
7
2. Tujuan Khusus...................................................................................
7
E. Manfaat penelitian.......................................................................................... 9 a. Manfaat Bagi Pengelola.....................................................................
9
b. Manfaat Bagi Fakultas dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta..........................................................................
9
c. Manfaat Bagi Peneliti........................................................................
9
F. Ruang lingkup penelitian...............................................................................
9
55
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....... 11 A. Kelelahan..............……………………………………………………… 11 1. Definisi Kelelahan………………………………………………….. 11 2. Gejala kelelahan…………………………………………………….
12
3. Metode Pengukuran kelelahan……………………………………...
13
B. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kelelahan..............................
17
1. Usia…………………………………………………………………
17
2. Jenis Kelamin.....................................................................................
18
3. Masa Kerja.........................................................................................
19
4. Status Gizi..........................................................................................
20
5. Jam Kerja...........................................................................................
22
6. Keadaan Monoton.............................................................................
23
7. Beban Kerja........................................................................................ 24 8. Lingkungan Kerja............................................................................... 26 a. Kebisingan ..................................................................................
26
b. Pencahayaan................................................................................. 27 c. Suhu.............................................................................................
30
d. Getaran.........................................................................................
31
9. Status Kesehatan................................................................................
31
10. Postur Kerja........................................................................................ 32 C. Kerangka Teori......................................................................................... 44 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL....................
46
A. Kerangka Konsep.....................................................................................
46
B. Definisi Operasional................................................................................. 47 C. Hipotesis................................................................................................... 50 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN………….………………………............
51
A. Jenis Penelitian......................................................................................... 51 B. Tempat Dan Waktu Penelitian………………..………………………...
51
C. Populasi Dan Sampel Penelitian………………..………………………
51
D. Metode Pengumpulan Data......................................................................
53
56
E. Instrumen Penelitian................................................................................. 53 F. Pengolahan Data....................................................................................... 54 G. Analisis Daata…………………………………………………………..
60
1. Analisis Univariat………...………...……………………………....
60
2. Analisis Bivariat……………..……………………………………... 60 3
Analisis Multivariat............................................................................ 62
BAB V HASIL PENELITIAN..................................................................................
64
A. Analisis Univariat....................................................................................
64
B. Analisis Bivariat....................................................................................... 70 C. Analisis Multivariat.................................................................................
78
1. Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat..................
78
2. Pembuatan Model..............................................................................
79
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 82 A. Keterbatasan Penelitian............................................................................ 82 B. Kelelahan.................................................................................................. 82 C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja.................. 85 1. Hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja........
85
a. Hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit............................................................................
85
b. Hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit............................................................................ c. Hubungan antara masa kerja
87
dengan kelelahan kerja pada
pekerja penjahit......................................................................................... 89 d. Hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit............................................................................ 2. Hubungan
antara
jam
kerja
dengan
90
kelelahan
kerja.................................................................................................... 92 3. Hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja......................
93
4. Hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja........................
94
57
5. Hubungan antara intensitas cahaya dengan kelelahan kerja..............
96
6. Hubungan anstara suhu di tempat kerja dengan kelelahan kerja....................................................................................................
97
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................
99
A. Simpulan..................................................................................................
99
B. Saran......................................................................................................... 100 1. Bagi Pengelola...................................................................................
100
2. Bagi Peneliti.......................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
102
LAMPIRAN
58
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Halaman
2.1
Batas ambang IMT untuk Indonesia
21
2.2
Penilaian Pekerjaan
25
2.3
Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan
26
2.4
Standar pencahayaan lingkungan kerja
29
2.5
Penilaian skor tabel A
37
2.6
Penilaian skor beban
38
2.7
Penilaian skor tabel B
40
2.8
Penilaian skor Coupling
41
2.9
Penilaian skor C
42
2.10
Penilaian skor aktivitas
42
2.11
Level aksi dari skor REBA
43
3.1
Definisi Operasional
47
4.1
Contoh penilaian skor tabel A
56
4.2
Contoh penilaian skor tabel B
58
4.3
Contoh penilaian skor C
59
4.4
Skor akhir REBA
60
5.1
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kelelahan 64 Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
59
5.2
Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
66
5.3
Gambaran Distribusi Responden Jam Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
67
5.4
Gambaran Distribusi Responden Postur Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
68
5.5
Gambaran Distribusi Responden Kebisingan pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
69
5.6
Gambaran Distribusi Responden Cahaya pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
69
5.7
Gambaran Distribusi Responden Suhu pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
70
5.8
Gambaran Distribusi Berdasarkan Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
72
5.9
Gambaran Distribusi Berdasarkan Jam Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
74
5.10
Gambaran Distribusi Berdasarkan Postur Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
75
5.11
Gambaran Distribusi Berdasarkan Dosis Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
76
60
5.12
Gambaran Distribusi Berdasarkan cahaya dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
76
5.13
Gambaran Distribusi Berdasarkan Suhu dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
77
5.14
Hasil Analisis Bivariat antara Usia Kerja, Masa Kerja, Postur Kerja, dan Kebisingan dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
78
5.15
Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Usia Kerja, Masa Kerja, Postur Kerja, dan Kebisingan dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
79
5.16
Hasil Akhir Analisis Multivariat antara Usia Kerja dengan Kelelahan kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009
80
61
DAFTAR BAGAN
Nomor Gambar
Halaman
2.7
Bagan Kerangka Teori
45
3.1
Bagan Kerangka Konsep
46
62
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Halaman
2.1
Penilaian Grup A Posisi Leher
36
2.2
Penilaian Grup A Posisi Punggung
37
2.3
Penilaian Grup A Posisi Kaki
37
2.4
Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas
39
2.5
Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah
39
2.6
Penilaian Grup B Posisi Pergelangan Tangan
40
63
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner
Lampiran 2
Uji Normalitas
Lampiran 3
Output Univariat
Lampiran 4
Output Bivariat
Lampiran 5
Output Multivariat
Lampiran 5.1 Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat Lampiran 5.2 Pembuatan Model
64
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setiap pekerjaan berisiko menimbulkan kelelahan. Asupan energi yang tidak sesuai dengan beban kerja yang dilakukan akan mempercepat seseorang merasa lelah. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadi pemulihan. Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Silastuti, 2006). Menurut Tarwaka et al (2004) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Sedangkan menurut Budiono, dkk (2003) istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Menurut Budiono, dkk (2003) gejala kelelahan secara subjektif dan objektif antara lain perasaan lesu, ngantuk, pusing, kurang berkonsentrasi, kurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, berkurangnya gairah untuk bekerja, dan
65
menurunnya
kinerja
rohani
dan
mempengaruhi produktivitas kerja,
jasmani.
Kelelahan
dapat
sehingga apabila tingkat
produktivitas seorang tenaga kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka akibat yang ditimbulkannya
akan
dirasakan
oleh
perusahaan
berupa
penurunan produktivitas perusahaan. Sedangkan menurut Bartley dan
Chute
dalam
Fitrihana
(2004)
kelelahan
mengakibatkan menurunnya prestasi kerja,
kerja
dapat
badan terasa tidak
enak, serta menurunnya semangat kerja. Selain itu, kelelahan kerja dapat berdampak terhadap menurunnya konsentrasi bekerja,
sehingga bisa menyebabkan
kesalahan
seseorang
dalam
melakukan
ketika melakukan pekerjaan. Apabila hal ini terjadi,
pada akhirnya dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Menurut Silaban (1998) kelelahan kerja seringkali terjadi pada saat pelaksanaan proses kerja. Berdasarkan hasil survei di negara maju melaporkan bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan. Prevalensi kelelahan sekitar 20% diantara pasien yang datang membutuhkan pelayanan kesehatan. Data dari ILO menyebutkan hampir setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan faktor kelelahan.
66
Penelitian
tersebut
menyatakan
dari
58.115
sampel,
32,8%
diataranya atau sekitar 18.828 sampel menderita kelelahan. Menurut
Depnakertrans
(2004)
dalam
Putri
(2008)
data
mengenai kecelakaan kerja pada tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi, lebih kurang 9,5% atau 39 orang mengalami cacat. Data kecelakaan dari sumber yang dikeluarkan oleh Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional di sektor listrik (PLN) mencatat terjadi 1.458 kasus kecelakaan dan salah satu penyebabnya adalah faktor kurangnya konsentrasi pekerja karena kelelahan. Menurut Grandjean (1988) dalam Budiono, dkk (2003) kelelahan umum biasanya ditandai dengan intensitas dan lamanya kerja, status kesehatan dan nutrisi, serta lingkungan kerja. Sedangkan menurut Silaban (1998) kelelahan dipengaruhi oleh waktu kerja, jenis kelamin, usia, masa kerja, status gizi, beban kerja, dan kondisi kesehatan. Kelelahan disebabkan postur kerja, sikap paksa, kerja statis, lingkungan, keadaan monoton, dan waktu kerja (Tarwaka et al, 2004). Kelelahan kerja merupakan hal yang normal terjadi setiap hari. Setiap tenaga kerja memiliki risiko kelelahan dalam melaksanakan
67
pekerjaannya. Tenaga kerja merupakan aset bagi peusahaan dalam kegiatan kerja. Aktivitas yang dijalankan berupa aktivitas fisik maupun mental. Salah satu akibat dari pekerjaan adalah timbulnya kelelahan kerja. Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan efisiensi kerja, kebosanan serta peningkatan kecemasan. Faktor-faktor pencetus timbulnya kelelahan kerja berasal dari individu pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerjanya (Setyawati, 2001). Sektor usaha informal merupakan sektor kegiatan ekonomi marginal, kecil-kecilan yang dijalankan secara tradisional dengan tekonologi sederhana, biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan, dagang, pertanian, perikanan atau usaha lain. Disektor informal, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada hakekatnya masih belum
terlaksana
secara
memadai.
Beberapa
hal
menjadi
penyebabnya; seperti kurang memadainya dukungan landasan hukum untuk pembinaan sektor informal, terbatasnya infrastruktur pembinaan ketenagakerjaan yang baru memperhatikan tenaga kerja sektor formal, belum memadainya kesadaran K3 dan kerjasama lintas sektor yang berkaitan dengan penanganan sektor informal (Setyawati, 2001).
68
Pekerja di industri garmen merupakan salah satu pekerja yang berisiko mengalami kelelahan, karena pekerjaan di industri garmem umumnya adalah
peralatan
kerja
yang
tidak ergonomis,
pekerjaan yang monoton, membutuhkan ketelitian cukup tinggi, tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, terjadi paparan panas dari penyetrikaan, banyaknya debu-debu serat dan aroma khas kain, terpapar kebisingan, getaran, panas dari mesin jahit dan lainnya (Amalia, 2007). Hasil subjective self rating test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) dengan kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan secara subyektif diketahui dari 10 pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang, pekerja yang mengalami kelelahan kerja secara subyektif sebanyak 7 responden (70%) dan pekerja yang tidak mengalami kelelahan kerja secara subyektif sebanyak 3 responden (30%). Oleh sebab uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009.
69
B. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan, pekerja yang mengalami kelelahan kerja secara subyektif sebanyak 7 (70%). Kelelahan kerja merupakan masalah yang cukup penting untuk
diperhatikan,
karena
kemungkinan akan terjadi
kelelahan
pada
pekerja
besar
penurunan konsentrasi kerja dan
kesalahan dalam kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Kemudian apabila terjadinya kecelakaan kerja dapat menurunkan produktivitas pekerja dalam bekerja. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan kerugian tidak hanya kepada individu sebagai pekerja akan tetapi perusahaan juga akan mengalami
kerugian
berupa
penurunan
produksi.
Dengan
demikian peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
70
2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja penjahit sektor usaha informal (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 3. Bagaimana gambaran jam kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 4. Bagaimana gambaran postur kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 5. Bagaimana gambaran kebisingan pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 6. Bagaimana gambaran pencahayaanssss pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 7. Bagaimana gambaran suhu pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 8. Apakah ada hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
71
9. Apakah ada hubungan antara jam kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 10. Apakah ada hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 11. Apakah ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 12. Apakah
ada
hubungan
antara
pencahayaan
dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 13. Apakah ada hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009? 14. faktor apa yang paling berpengaruh terhadap kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009?
D. Tujuan Penelitian
72
1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009. 2. Tujuan khusus a. Diketahuinya gambaran kelelahan kerja pada pekerja penjahit
sektor
usaha
informal
di
wilayah
Ketapang
Cipondoh Tangerang tahun 2009 b. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja penjahit sektor usaha informal (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 c. Diketahuinya gambaran jam kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 d. Diketahuinya gambaran postur kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 e. Diketahuinya gambaran kebisingan pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
73
f. Diketahuinya penjahit
gambaran
sektor
usaha
pencahayaan informal
di
pada
wilayah
pekerja
Ketapang
Cipondoh Tangerang tahun 2009 g. Diketahuinya gambaran suhu pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 i.
Diketahuinya hubungan antara jam kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
j.
Diketahuinya
hubungan
antara
postur
kerja
dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 k. Diketahuinya
hubungan
antara
kebisingan
dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
74
l.
Diketahuinya
hubungan
antara
pencahayaan
dengan
kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 m. Diketahuinya hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 n. Diketahuinya faktor yang paling berpengaruh terhadap kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengelola Sebagai bahan pertimbangan dan masukan pada pihak pengelola dalam mengatasi masalah kelelahan kerja pada penjahit. 2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menambah referensi mengenai penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja.
75
3. Bagi Peneliti Memperoleh pengalaman langsung dan menambah wawasan dalam dunia kerja mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja, khususnya pada pekerja penjahit .
F. Ruang lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009. Sasaran dalam penelitian ini adalah para pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember tahun 2009. Jenis penelitian yang digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
kuantitatif
dengan
menggunakan desain studi cross sectional karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati dalam waktu (periode) yang sama. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara pada pekerja dengan menggunakan kuesioner industrial fatigue research committee (IFRC) yang merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan kerja secara subjektif.
76
Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan 70% dari 10 responden yang mengalami kelelahan, maka penelitian ini perlu dilakukan.
77
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Kelelahan 1. Definisi Kelelahan Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono dkk, 2003). Sedangkan menurut Riyadina (1996) kelelahan kerja adalah keadaan karyawan yang mengakibatkan terjadinya penurunan dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan merupakan suatu kondisi yang biasa terjadi kepada semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan kegiatan (Sedarmayanti, 2009). Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Tarwaka et al, 2004). Menurut Grandjean (1993) dalam Veranita (2008) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
78
istirahat. Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda tetapi semua itu berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996).
2. Gejala kelelahan Gambaran
mengenai
gejala
kelelahan
(Suma’mur 1996): 1) Perasaan berat di kepala 2) Menjadi lelah seluruh badan 3) Kaki merasa berat 4) Menguap 5) Merasa kacau pikiran 6) Menjadi mengantuk 7) Merasakan beban pada mata 8) Kaku dan canggung dalam gerakan 9) Tidak seimbang dalam berdiri 10)Mau berbaring 11)Merasa susah berpikir 12)Lelah bicara 13)Menjadi gugup
antara
lain
79
14)Tidak dapat berkonsentrasi 15)Tidak dapat mempusatkan perhatian terhadap sesuatu 16)Cenderung untuk lupa 17)Kurang kepercayaan 18)Cemas terhadap sesuatu 19)Tak dapat mengontrol sikap 20)Tidak dapat tekun dalam pekerjaan 21)Sakit kepala 22)Kekakuan dibahu 23)Merasa nyeri dipinggang 24)Merasa pernafasan tertekan 25)Haus 26)Suara sesak 27)Merasa pening 28)Spasme dari kelopak mata 29)Tremor pada anggota badan 30)Merasa kurang sehat 3. Metode Pengukuran kelelahan Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan
secara langsung. Pengukuran-pengukuran
yang
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator
80
yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut : a. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti : target produksi, faktor sosial, dan prilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output
(kerusakan produk,
penolakan
kecelakaan
produk)
atau
frekuensi
dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. b. Uji Psikomotor (psychomotor test) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala
81
lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. c. Uji hilangnya Kelipan (flicker fussion- test) Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua
kelipan.
kelelahan
Uji
juga
kelipan,
disamping
menunjukkan
untuk
keadaan
mengukur
kewaspadaan
tenaga kerja. d. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective feelings of fatigue) Subjective feelings of fatigue dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner ini terdiri dari 30 item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRC (Industrial Fatigue Research Commitee Of Japanese Association Of Industrial Health) yang dibuat pada tahun 1967. Disosialisasikan dan dimuat dalam Prosiding Symposium on Methodology of Fatigue Assesment. Symposium ini diadakan di Kyoto Jepang pada tahun 1969. Sepuluh item pertama mengindikasikan adanya pelemahan aktifitas, 10 item kedua pelemahan motifasi kerja dan 10 item ketiga atau terakhir mengindikasikan kelelahan
82
fisik atau kelelahan pada bagian tubuh. Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul dapat diartikan semakin besar pula tingkat kelelahan. Dikatakan bahwa kelemahan dari kuesioner ini adalah tidak dilakukannya evaluasi terhadap setiap item pertanyaan secara tersendiri. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana jawaban jawaban kuesioner diskoring sesuai empat skala Likert (Susetyo, 2008). Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari : 1) Perasaan berat dikepala 2) Lelah seluruh badan 3) Berat di kaki 4) Menguap 5) Pikiran kacau 6) Mengantuk 7) Ada beban pada mata 8) Gerakan canggung dan kaku 9) Berdiri tidak stabil 10)Ingin berbaring 11)Susah berpikir 12)Lelah untuk berbicara 13)Gugup 14)Tidak berkonsentrasi
83
15)Sulit memusatkan perhatian 16)Mudah lupa 17)Kepercayaan diri kurang 18)Merasa cemas 19)Sulit mengontrol sikap 20)Tidak tekun dalam pekerjaan 21)Sakit dikepala 22)Kaku di bahu 23)Nyeri di punggung 24)Sesak nafas 25)Haus 26)Suara serak 27)Merasa pening 28)Spasme di kelopak mata 29)Tremor pada anggota badan 30)Merasa kurang sehat. e. Uji Mental Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
84
menguji kecepatan, ketelitin, dan konstansi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya serta Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan 1. Usia Kemampuan
kerja
seseorang
dapat
ditentukan
oleh
beberapa faktor salah satunya adalah usia. Usia seseorang mempengaruhi BMR (Basal Metabolisme Rate) individu tersebut, semakin bertambahnya usia maka BMR akan semakin menurun dan kelelahan akan mudah terjadi. BMR adalah jumlah energi yang
digunakan
mengolah
untuk
bahan
proses
makanan
metabolisme dan
dasar
oksigen
untuk untuk
mempertahankan kehidupan individu, apabila BMR menurun maka kemampuan untuk melakukan metabolisme tersebut menurun
sehingga
kemampuan
individu
tersebut
mempertahankan hidup juga menurun (Amalia, 2007).
untuk
85
Menurut Suma’mur (1989) kemampuan seseorang dalam melakukan tugasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah umur. Umur seseorang akan mempengaruhi kondisi
tubuh.
Seseorang
yang
berumur
muda
sanggup
melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun. Pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas kerja tinggal
80%
dan
pada
umur
60
tahun
menjadi
60%
dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun. Pada penelitian Putri (2008) kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja yang berusia diatas 45 tahun yaitu sebanyak 20 orang (90,9%). Pada penelitian ini didapatkan P value 0,030 yang menyatakan adanya hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang berusia diatas 35 tahun yaitu sebesar 12 orang (22,2%), pada penelitian ini
86
didapatkan P value 0,548 yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja (Uminah, 2005). 2. Jenis kelamin Penggolongan jenis kelamin
terbagi menjadi pria dan
wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki laki. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan pembagian tugas antara laki-laki dan wanita. Hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbasannya masing-masing (Tarwaka et al, 2004). Menurut Harrington dan Gill (2003) dalam Veranita (2008) pekerja wanita lebih teliti dan lebih tahan atau lentur dibandingkan dengan laki-laki, seperti pada wanita yang telah menikah dan bekerja, waktu kerjanya lebih lama 4-6 jam jika dibandingkan dengan pria (suaminya) karena selain mencari nafkah wanita juga bertanggung jawab terhadap keluarga dan rumah. Pada penelitian Uminah (2005) kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 18 orang (33,3%). Pada penelitian ini didapatkan P
87
value 0,655 yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja. 3. Masa Kerja Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung (Amalia, 2007). Sedangkan menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh
terhadap
mekanisme
dalam
tubuh
(sistem
peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot. Menurut Sujana dalam Mulyana (2006) tingkat pengalaman kerja seseorang dalam bekerja akan mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Hal ini dikarenakan
orang yang lebih
berpengalaman mampu bekerja secara efisien. Mereka dapat mengatur besarnya tenaga yang dikeluarkan oleh karena seringnya melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu, mereka telah mengetahui posisi kerja yang terbaik atau nyaman untuk
88
dirinya,
sehingga
diperkirakan
produktivitasnya
terjaga.
Hal
tersebut
dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
kelelahan kerja maupun kecelakaan kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnawati, et al (2006) di PT ” X ” kelelahan banyak terjadi pada pekerja yang memiliki masa kerja > 5 tahun dengan P value 0,839 yang menyatakan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang memilik masa kerja diatas 10 tahun yaitu sebesar 12 orang (40,5%), pada penelitian ini didapatkan P value 1,64 yang menyatakan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja (Safitri, 2008). 4. Status Gizi Status gizi berhubungan erat dan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu (Tarwaka et al 2004). Menurut Annis & McConville dalam Tarwaka (2004) merekomendasikan bahwa penggunaan energi tidak melebuhi 50% dari tenaga aerobic maksimum untuk kerja 1 jam, 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja selama 8 jam
89
terus-menerus.
Nilai
tersebut
didesain
untuk
mencegah
kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cidera otot skeletal pada tenaga kerja.
Status gizi pekerja dapat diukur dengan IMT, Cara mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai berikut (Almatsier, 2004): IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan Tabel 2.1 Batas ambang IMT untuk Indonesia Kategori Kurus Normal Gemuk
IMT < 18,5 18,5-25 > 25
Menurut Hartz et al (1999) dalam Safitri (2008) peningkatan IMT / IMT lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kelelahan kerja pada study yang dilakukan selama 2 tahun pada pasien ICF dan menjadi overweight / obesitas dengan fungsi fisik dan vitalitas yang lebih rendah pada population based study. Pada penelitian Putri (2008) kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja yang status gizinya obesitas yaitu sebanyak 19
90
orang (95,0%). Pada penelitian ini didapatkan P value 0,009 yang menyatakan ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang status gizinya gemuk yaitu sebesar 16 orang (55,2%), pada penelitian ini didapatkan P value 0,544 yang menyatakan tidak ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja (Sisinta, 2005).
5. Jam Kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan effisiensi dan produktivitasnya. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya 16-18 jam dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai effisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecendrungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 1996). Menurut
Suma’mur
(1981)
bekerja
merupakan
proses
anabolisme, yaitu mengurangi atau menggunakan bagian-
91
bagian tubuh yang telah dibangun sebelumnya. Dalam keadaan demikian, sistem syaraf utama yang berfungsi adalah komponen simpatis. Maka pada kondisi tersebut, aktivitas tidak dapat dilakukan secara terus-menerus, melainkan harus diselingi dengan
istirahat
untuk
memberikan
kesempatan
untuk
membangun kembali tenaga yang telah digunakan. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum 8 jam kerja dan sisanya untuk istirahat / kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja lebih
dari
itu
hanya
akan
menurunkan
efisiensi
kerja,
meningkatkan kelelahan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka et al, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2008) kelelahan banyak terjadi pada pekerja yang bekerja selama 10 jam perhari yaitu sebayak 13 orang (28,9%), dengan P value 1,89 yang menyatakan tidak ada hubungan antara jam kerja dengan kelelahan kerja. Sedangkan pada penelitian lainnya kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang bekerja dibawah 7 jam perhari, dengan P value 0,854 yang menyatakan tidak ada hubungan
antara
(Andiningsari, 2009).
jam
kerja
dengan
kelelahan
kerja
92
6. Keadaan monoton Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan
kerja
dinamis.
Pada
kerja
otot
statis,
dengan
pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit. Sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan
tenaga
penyebabkan
otot
kelelahan
satatis dan
sebesar
nyeri
jika
15-20%
akan
pembebanan
berlangsung sepanjang hari (Tarwaka et al, 2004). Menurut Nurmianto
(2004)
dipertahankan
pembebanan
dalam
waktu
otot
yang
secara cukup
statis lama
jika akan
mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot, tulang, tondon, dan lain-lain, yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (refetitive). Menurut marfu’ah (2007) pembebanan kerja fisik atau kerja otot akibat gerakan otot, baik dinamis maupun statis, dapat mempengaruhi
kelelahan
tubuh.
Kerja
otot
statis
terjadi
menetap untuk priode waktu tertentu yang menyebabkan pembuluh darah tekanan dan peredaran darah berkurang. Tidak adanya variasi kerja akan menimbulkan kejenuhan kerja. Kejenuhan
ini
dapat
terjadi
karena
pekerja
melakukan
93
pekerjaan yang selalu sama setiap harinya, keadaan seperti ini cukup berpotensi
untuk menyebabkan terjadinya kelelahan
kerja (Sisinta, 2005). 7. Beban Kerja Menurut tarwaka et al (2004) tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Pada saat bekerja, seseorang akan menerima beban dari luar tubuhnya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun mental. Setiap beban
kerja
harus
sesuai
dengan
kemampuan
fisik,
kemampuan kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seseorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama orang tersebut dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kerja yang bersangkutan. Semakin berat beban kerja yang diterima, maka semakin pendek waktu pekerja untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti. Beban kerja dapat ditentukan dengan merujuk kepada jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan per satuan waktu. Estimasi panas metabolik dapat dilakukan dengan menilai pekerjaan, hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2.
94
Tabel 2.2 Penilaian pekerjaan A. Posisi dan pergerakan badan
kcal/min*
Sitting Standing Walking Walking Uphill
0.3 0.6 2.0-3.0 add 0.8 for every meter (yard) rise Average kcal/min
B. Type of work
Range kcal/min
Hand work Light
0.4
Heavy
0.9
Light
1.0
Heavy
1.7
Light
1.5
Heavy
2.5
0.2-1.2
Work: One arm 0.7-2.5
Work: Both arms
Work: Whole body
1.0-3.5
95
Light Moderate Heavy Very heavy C. Basal Metabolism
2.5-15.0
3.5 5.0 7.0 9.0 1.0
1.0
* For a "standard" worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1.8m2 body surface (19.4 ft2).
Sumber :ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007 Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan Kategori Pekerjaan Ringan
Kcal / Jam Sampai dengan 200 kcal / jam
Pekerjaan sedang
200 – 350 Kcal/jam
Pekerjaan Berat
> 350 kcal / jam
Sumber :ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007 8. Lingkungan Kerja Di
tempat
kerja,
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisik; faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut dapat
96
menimbulkan
gangguan
terhadap
suasana
kerja
dan
berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja (Tarwaka et al, 2004). Menurut Fitriarni (2000) bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kebisingan, pencahayaan, dan vibrasi akan berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap mental, dan kelelahan kerja. Faktor-faktor lingkungan diantaranya, adalah: a. Kebisingan Menurut
Suma’mur
(1996)
bunyi
didengar
sebagai
rangsangan pada telinga oleh getaran- getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi- bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut hertz (Hz) dan intensitas
atau
arus
energi
persatuan
luas
biasanya
dinyatakan dalam desibel (dB). Menururt Sedarmayanti (2009) kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki oleh
telinga
karena
dalam
jangka
panjang
dapat
mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran,
97
dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian. Menurut Occupational Health and Safety (2003) batas pemaparan dosis kebisingan tidak boleh lebih dari 100%. Untuk perhitungan dosis kebisingan perhari. D dapat dihitung dengan: D =
t1
t2
― +
T1
tn
― +...........+ ―
T2
Tn
Dimana : t1 = mengindikasikan pemaparan durasi pada level kebisingan T1
yang spesifik
= mengindikasikan pemaparan durasi yang diizinkan pada level
Semua dari pemaparan kebisingan kerja dari 80 dBA atau lebih harus diintegrasikan pada perhitungan diatas. b. Pencahayaan Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda- benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu
penerangan
yang
memadai
memberikan
kesan
98
pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan (Suma’mur, 1996). Akibat- akibat penerangan yang buruk (Budiono dkk, 2003) adalah: 1) Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2) Kelelahan mental 3) Keluhan- keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata. 4) Kerusakan alat penglihatan. 5) Meningkatnya kecelakaan. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
:
405/Menkes/SK/XI/2002 standar pencahayaan lingkungan kerja untuk perindustrian sebagai berikut:
99
Tabel 2.4 Standar Pencahayaan Lingkungan Kerja Jenis Kegiatan
Keterangan
Tingkat pencahayaan minimal (lux)
Pekerjaan
kasar
100
Ruang
dan tidak terus
penyimpanan dan
menerus
ruang
paralatan
atau instlasi yang memerlukan pekerjaan
yang
kontinyu Pekerjaan
kasar
dan
terus
200
Pekerjaan
dengan
mesin
menerus
dan
perakitan kasar
Pekerjaan rutin
300
Ruang administrasi, ruang pekerjaan
kontrol, mesin
dan perakitan atau penyusun Pekerjaan
agak
500
Pembuatan
100
halus
gambar
atau
bekerja
dengan
mesin
kantor
pekerja pemeriksaan
atau
pekerjaan dengan mesin Pekerjaan halus
1000
Pemilihan
warna,
pemrosesan tekstil, pekerjaan
mesin
halus dan perakitan halus Pekerjaan
amat
halus
1500 (tidak
Mengukir
menimbulkan
tangan,
bayangan)
dengan
pemeriksaan pekerjaan
mesin
dan perakitan yang sangat halus Pekerjaan terinci
3000 (tidak menimbulkan bayangan)
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
sangat
halus c. Suhu Suhu nikmat bekerja sekitar 24 - 26°C bagi orang- orang Indonesia. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama
101
berakibat menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu
mengganggu koordinasi
kecermatan syaraf
perasa
kerja dan
otak, motoris
(Suma’mur, 1996). Standar suhu lingkungan kerja untuk perindustrian menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 18-30 ºC. Menurut Suma’mur (1992) pada suhu udara yang panas dan lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja, salah satunya kelelahan kerja. Pekerja yang mengalami kondisi demikian, sulit untuk mampu bereproduksi tinggi. Akibat kelelahan kerja tersebut, para pekerja menjadi kurang bergairah kerja, daya tanggap dan rasa tanggung jawab menjadi rendah, sehingga seringkali kurang memperhatikan kualitas produk kerjanya. d. Getaran
102
Menurut Budiono (2003) getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak- balik dari kedudukan kesetimbangannya. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Pengaruh getaran pada tenaga kerja dapat dibedakan: 1) Gangguan kenikmatan dalam bekerja. 2) Mempercepat terjadinya kelelahan. 3) Gangguan kesehatan 9. Status kesehatan Kelelahan dapat berasal dari gaya hidup yang biasa disebut dengan non work related fatigue. Salah satu penyebab kelelahan non work related fatigue adalah kondisi kesehatan pekerja (Better health channel, 2006 dalam safitri, 2008). Menurut Setyawati, 1994 dalam Safitri, 2008 menyatakan bahwa secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya. Diketahui jam kerja yang panjang lebih berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan jika dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran tersebut
103
dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus menerus dipelihara selama bekerja bahkan sampai setelah berhenti bekerja.
10. Postur Kerja Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi reaktif dari bagian tubuh terhadap ruang. Untuk melakukan orientasi tubuh tersebut selama beberapa rentang waktu dibutuhkan kerja otot untuk menyangga atau menggerakkan tubuh. Postur yang diadopsi manusia saat melakukan beberapa pekerjaan adalah hubungan antara dimensi tubuh sang pekerja dengan dimensi beberapa benda dalam lingkungan kerjanya (Pheasant, 1991). Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan
yang
dilakukan,
masing-
masing
posisi
kerja
mempunyai pengaruh yang berbeda- beda terhadap tubuh. Pada pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk seperti halnya para pekerja penjahit hanya menggunakan kursi sebagai penompang cara kerjanya, tempat duduk yang dipakai
harus
memungkinkan
untuk
melakukan
variasi
perubahan posisi, kursi yang baik adalah kursi yang mengikuti lekuk
punggung,
sandaran
dan
tingginya
dapat
diatur
104
(Setyawati,
2001).
Sedangkan
menurut
Soeripto
(1989),
perencanaan dan penyesuaian alat yang tepat bagi tenaga kerja
dapat
meningkatkan
produktivitas,
menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja serta kelestarian lingkungan kerja, dan juga memperbaiki kualitas produk dari suatu proses produksi. Rapid Entire Body Assesment (REBA) (Stanton et al, 2005) telah mengembangkan untuk menilai jenis dari postur pekerjaan yang tidak bias diprediksi, ini didapat pada jasa pelayanan kesehatan dan jasa industri lainnya. Data yang dikumpulkan mengenai postur tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan atau aksi, gerakan berulang-ulang, dan rangkaiannya. Hasil dari skor REBA adalah dihasilkan untuk memperlihatkan sebuah indikasi dari tingkat risiko dan kondisi penting untuk tindakan yang akan diambil. Metode REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan. Metode
REBA
dapat
digunakan
ketika
mengidentifikasi
penilaian ergonomi di tempat kerja yang membutuhkan analisa postural lebih lanjut adalah diwajibkan dan untuk: a. Keseluruhan tubuh pekerja digunakan, b. Postur statis, dinamis, perubahan cepat dan tidak stabil,
105
c. Barang dengan beban berat atau tidak berat yang ditangani merupakan salah satu yang sering dilakukan atau yang tidak sering dilakukan, d. Modifikasi di tempat kerja, peralatan, pelatihan, atau risiko perilaku yang diambil pekerja yang diamati sebelum atau sesudah pengamatan. Dalam prosedur penilaian dengan mengunakan metode REBA terdapat 6 tahap, yaitu (Staton et al, 2005): a. Mengamati Tugas (observasi pekerjaan) Mengamati tugas untuk merumuskan sebuah penilaian tempat kerja ergonomi yang umum, termasuk akibat dari tata letak dan lingkungan pekerjaan, pengunaan peralatan-peralatan dan perilaku pekerja dengan menghitungkan risiko. Jika mungkin, rekam data mengunakan kamera atau video kamera. b. Memilih Postur Untuk Penilaian Menentukan postur mana yang akan digunakan untuk menganalisis pengamatan pada langkah 1. Kriteria berikut ini dapat digunakan : 1) Postur yang paling sering diulang, 2) Postur yang lama dipertahankan, 3) Postur yang membutuhkan aktivitas otot atau tenaga paling besar, 4) Postur yang menyebabkan ketidaknyamanan, 5) Postur ekstrim, tidak stabil, terutama ketika tenaga dikerahkan, 6) Postur ditingkatkan melalui intervensi, pengukuran kendali atau perubahan lainnya.
106
Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih dari kriteria diatas. Kriteria unutk memutuskan postur yang dianalisis harus dilaporkan dengan mencantumkan hasil atau rekomendasi. c. Memberi Nilai Pada Postur Gunakan lembar penilaian dan nilai bagian tubuh untuk menilai postur. Nilai awal adalah untuk Kelompok A yaitu batang tubuh, leher, dan kaki. Kelompok B :yaitu lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Untuk postur kelompok B dinilai terpisah untuk sisi kiri dan kanan. Catat poin tambahan yang dapat ditambahkan atau dikurangi, tergantung pada posisi. Sebagai contoh, dikelompok B lengan atas dapat ditunjang pada posisinya, sehingga nilainya dikurangi 1 dari nilai lengan atas tersebut. d. Memproses Nilai Tabel A digunakan untuk mendapatkan nilai tunggal dari batang tubuh, leher, dan kaki. Nilai ini dicatat di tabel lembar penilaian dan ditambah dengan nilai beban untuk mendapatkan nilai A. untuk tabel B merupakan penilaian dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Bagianbagian dari tabel B yang diukur yaitu bagian kanan dan kiri. Nilai kemudian ditambah dengan nilai genggaman tanggan untuk menghasilkan nilai B. nilai A dan B dimasukkan ke dalam tabel C, kemudian didapatkan sebuah nilai tunggal, yaitu nilai C. kemudian diperolehlah nilai REBA sesuai tabel level hasil REBA. e. Menetapkan nilai REBA
107
Jenis aktivitas yang dilakukan diwakili oleh nilai aktivitas yang ditambahkan dengan nilai C untuk member nilai REBA (akhir). f. Menentukan action level Nilai level risiko REBA kemudian dibandingkan dengan nilai level perubahan, yaitu kumpulan nlai yang paling sering berhubungan untuk mengetahui tingkat pentingnya membuat suatu perubahan. g. Penilaian Ulang Jika tugas berubah menjadi pengukuran pengendalian prosesnya dapat diulang. Nilai REBA yang baru dapat dibandingkan dengan yang sebelumnya untuk memonitor efektifitas perubahan. Berdasarkan REBA Employee Assesment Worksheet (Hignett, McAtamney,
2000
dalam
Stanton,
2005)
Pertimbangan
mengenai tugas atau pekerjaan kritis dari pekerjaan. Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur untuk menetapkan skor kepada masing-masing bagian tubuh. Lembar data telah menyediakan sebuah format untuk proses penilaian ini. Skor dari tabel A dihasilkan dari nilai group A skor postur (tubuh, leher, dan kaki) yaitu:
1) Postur leher Penilaian posisi leher yaitu skor 1 (posisi leher 0o- 20o ke depan), skor 2 (posisi leher
> 20o ke depan dan ke
108
belakang), skor + 1 (jika leher berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.1. Penilaian Grup A Posisi Leher
2) Postur Punggung Penilaian posisi punggung adalah skor 1 (posisi punggung lurus atau 0o), skor 2 (posisi 0o- 20o ke depan dan ke belakang), skor 3 (posisi 20o-60o ke depan dan > 20o ke belakang), skor 4 (posisi > 60o ke depan), skor + 1 (jika punggung berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah).
109
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.2. Penilaian Grup A Posisi Punggung 3) Postur Kaki Penilaian posisi kaki yaitu skor 1 (tubuh bertumpu pada kedua kaki, jalan, duduk), skor 2 (berdiri dengan satu kaki, tidak stabil), skor + 1 (jika lutut ditekuk 30°-60º ke depan), skor + 2 (jika lutut ditekuk >60° ke depan).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.3. Penilaian Grup A Posisi Kaki Penilaian Skor A dalam tabel 2.1 mengikuti tabel pengumpulan data. Tabel 2.5. Penilaian Skor Tabel A
Tabel A Trunk
Legs 1
Neck 2
1 1 1
2 2
3 3
4 4
1 1
2 2
3 3
3 4 4
1 1
2 2
3 3
4 4
110
Posture
Score
2 2 3 4
2 3 4 5
3 4 5 6
4 5 6 7
5 6 7 8
3 4 5 6
4 5 6 7
5 6 7 8
6 7 8 9
4 5 6 7
5 6 7 8
6 7 8 9
7 8 9 9
Tabel A merupakan penggabungan nilai dari group A untuk skor postur tubuh, leher dan kaki. Sehingga didapatkan skor tabel A. Kemudian skor tabel A dilakukan penjumlahan terhadap besarnya beban atau gaya yang dilakukan operator dalam melaksanakan aktifitas.
Score
Tabel 2.6. Penilaian Skor Beban 0 1 2 Plus 1 Bila Ada <5 5-10 > 10 Perputaran Kg Kg Kg Atau Gerakan
Load/Force
Skor A adalah penjumlahan dari skor tabel A dan skor beban atau besarnya gaya. Skor tabel A ditambah 0 (nol) apabila berat beban atau besarnya gaya dinilai < 5 Kg, ditambah 1 (satu) bila berat beban atau besarnya gaya antara kisaran 5-10 Kg, ditambah 2 (dua) bila berat beban atau besarnya gaya dinilai > 10 Kg. Pertimbangan mengenai tugas atau pekerjaan kritis dari pekerja, bila terdapat gerakan
perputaran
ditambah 1 (satu).
(twisting) hasil
skor
berat
beban
111
Melihat skor dari tabel B untuk Group B skor postur (lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan). 4) Postur Lengan Atas Penilaian posisi bahu (lengan atas) yaitu skor 1 (posisi bahu 0o – 20o ke depan dan ke belakang), skor 2 (posisi bahu > 20o ke belakang, dan 200-40o ke depan), skor 3 (posisi bahu antara 45o-90o),
skor 4 (posisi bahu > 90o ke atas), skor + 1 (jika
lengan berputar atau bahu dinaikkan atau di beri penahan), skor – 1 (jika lengan dibantu oleh alat penopang atau terdapat orang yang membantu).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.4 Penilaian Grup B Posisi Lengan Atas 5) Postur Lengan Bawah Penilaian area siku yaitu skor 1 (posisi lengan 600-100o ke depan), skor 2 (posisi lengan antara 0o – 60o ke bawah, dan > 100o ke atas).
112
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.5. Penilaian Grup B Posisi Lengan Bawah 6) Postur Pergelangan Tangan Penilaian area pergelangan tangan
yaitu skor 1 (posisi
pergelangan tangan 00-15o ke depan dan ke belakang), skor 2 (posisi pergelangan tangan > 15o ke depan dan ke belakang), skor + 1 (jika terdapat penyimpangan pada pergelangan).
Sumber : www.human.conell.edu Gambar 2.6. Penilaian Grup B Posisi Pergelangan Tangan
Kemudian untuk menghasilkan skor B mengikuti tabel lembar pengumpulan data untuk grup B :
113
Tabel 2.7. Penilaian Skor Tabel B Lower Arm/ Elbows 1 2
Tabel B
Upper Wrist 1 Arm 2 3 4 5 Score 6
1 1 1 3 4 6 7
2 2 2 4 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
1 1 2 4 5 7 8
2 2 3 5 6 8 9
3 3 4 5 7 8 9
Tabel B merupakan penggabungan nilai dari group B untuk skor postur lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Sehingga didapatkan skor tabel B. Kemudian skor tabel B dilakukan penjumlahan terhadap perangkai atau coupling dari setiap masing-masing bagian tangan. Tabel 2.8. Penilaian Skor Coupling Score
Kategori
0
Good
1
Fair
2
Poor
3
Unacceptable
Pertimbangan Penilaian Well Fitting Handle and a Mid- Range Power Grip Hand Hold Is Acceptable But Not Ideal Or Coupling is Accessible Via Another part Of The Body Hand Hold IS Not Acceptable Although Possible Awkward, Unsafe Grip, No Handles. Coupling is
114
Unaceptable Using Any Other Parts Of The Body Skor B adalah penjumlahan dari skor tabel B dan perangkai atau coupling dari setiap masing-masing bagian tangan. Skor tabel B ditambah 0 (nol) yang berarti good atau terdapat pegangan pada beban dan operator mengangkat beban
hanya
dengan
mengunakan
separuh
tenaga,
ditambah 1 (satu) yang berarti fair atau terdapat pegangan pada
beban
walaupun
bukan
merupakan
tangkai
pegangan dan operator mengangkat beban dengan dibantu mengunakan tubuh lain, ditambah 2 (dua) yang berarti poor atau tidak terdapat pegangan pada beban, dan ditambah 3 (tiga) yang berarti unacceptable tidak terdapat pegangan yang aman pada beban dan operator mengangkat beban tidak dapat dibantu oleh angota tubuh lain. Skor C adalah dengan melihat tabel C, yaitu memasukkan skor tersebut dengan skor A dan skor B. Berikut ini adalah tabel skor C.
Tabel 2.9. Penilaian Skor C
Score A
115
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 1 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 Skor REBA
Score B 4 5 6 7 2 3 3 4 3 4 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8 7 8 8 9 8 9 9 9 9 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 adalah penjumlahan dari
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12 skor
9 10 11 12 6 7 7 7 6 7 7 8 7 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 10 10 10 10 10 11 11 11 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 C dan skor aktivitas.
Berikut ini adalah tabel untuk skor aktifitas. Tabel 2.10. Penilaian Skor Aktifitas Score Plus 1 Plus 1 Plus 1
Criteria Aktivity Score One Or Body Parts are Static For Longer Than 1 Minute Repeated Small Range Actions e.g. Repeated More Than 4 Times Per Minute (Not Including Walking) Action Causes rapid large Cjange in Posture Or An Unstable Base
Skor C ditambah 1 (satu) dengan skor aktifitas apabila satu atau beberapa bagian tubuh bergerak secara statis untuk waktu yang lebih dari satu menit, terdapat beberapa pengulangan pergerakan 4 (empat) kali dalam satu menit
116
(belum termasuk berjalan), dan pergerakan atau perubahan postur lebih cepat dengan dasar yang tidak stabil. Tahap terakhir dari REBA menilai action level dari hasil final skor REBA. Berikut ini adalah tabel Action level dari metode REBA. Tabel 2.11. Level Aksi dari Skor REBA Action Level
REBA Score
0 1 2 3
1 2 s/d 3 4 s/d 7 8 s/d 10
4
11 s/d 15
Risk Level Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Action (Including Further Assessment) Tidak perlu diubah Mungkin butuh perubahan Butuh perubahan Secepatnya diubah Harus diubah sekarang juga
Level risiko dinilai sangat rendah bila skor REBA sama dengan 1 (satu) sehingga tidak perlu ada tindakan pengendalian. Tingkat resiko rendah bila skor REBA antara 3 sampai dengan 4,
maka
dimungkinkan
perlu
dilakukan
tindakan
pengendalian. Tingkat risiko sedang bila skor REBA antara 4 sampai
dengan
7,
maka
perlu
dilakukan
tindakan
pengendalian. Tingkat risiko tinggi bila skor REBA antara 8 sampai
dengan
10,
maka
perlu
dilakukan
tindakan
pengendalian segera. Tingkat risiko sangat tinggi bila skor REBA antara 11 sampai dengan 15, maka perlu dilakukan
117
tindakan pengendalian sekang juga dan perlu perhatian lebih lanjut. Melihat
keterangan
di
atas,
bisa
disimpulkan
bahwa
kelebihan menggunakan metode REBA adalah sebagai alat analisis postur yang cukup sensitif untuk postur kerja yang sukar diprediksi dalam bidang perawatan kesehatan dan industri lainnya. REBA melakukan assessment pergerakan berulang yang dilakukan dari kaki sampai kepala. REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi
sehubungan
menyebabkan
dengan
pekerjaan
Musculoskeletal
yang
disorders,
dapat dengan
menampilkan serangkaian tabel-tabel untuk melakukan assessment berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktifitasnya. Perubahan nilai-nilai disediakan untuk setiap bagian tubuh, yang dimaksud untuk memodifikasi
nilai
dasar
jika
terjadi
perubahan
atau
pertambahan faktor risiko dari setiap pergerakan atau postur yang dilakukan.
D. Kerangka Teori
118
Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan kelelahan
kerja antara lain intensitas dan
lamanya kerja, status kesehatan dan nutrisi, serta lingkungan kerja (Grandjean, 1988 dalam Budiono, dkk, 2003). Sedangkan menurut Tarwaka et al (2004) kelelahan dipengaruhi oleh postur kerja, keadaan monoton, lingkungan kerja, dan waktu kerja. Selain itu, kelelahan kerja dipengaruhi oleh karakteristik pekerja (jenis kelamin, usia, masa kerja, status gizi, beban kerja, kondisi kesehatan, dan waktu kerja) (Silaban, 1998). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka peneliti menyusun kerangka teori sebagai berikut:
Karakteristik Responden: •
Jenis kelamin
•
Usia
•
Status gizi
•
Masa kerja
•
Status kesehatan
Karakteristik Pekerjaan •
Beban kerja
•
Keadaan monoton
•
Lingkungan kerja
•
jam kerja
•
postur kerja
Kelelahan Kerja
119
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Teori
120
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang diungkapkan oleh beberapa sumber, bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan kerja. Namun pada penelitian ini variabel keadaan monoton, status kesehatan, beban kerja, dan getaran
tidak
diikutsertakan
karena
bersifat
keterbatasan penelitian. Pada kerangka variabel
dependen
dan
variabel
homogen
dan
konsep ini terdiri dari independen.
Variabel
independen terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, jam kerja, postur kerja, kebisingan, pencahayaan, dan suhu. 1. usia Sedangkan variabel dependennya adalah kelelahan kerja. 2. jenis kelamin 3. antara masa kerja Hubungan beberapa variabel tersebut digambarkan dalam 4. status gizi bagan 3.1: 5. jam kerja 6. postur kerja 7. kebisingan 8. pencahayaa
n Kelelahan Kerja
121
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
122
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1
Variabel
Definisi
Dependen
Cara Ukur
Alat Ukur Kuesioner IFRC
Hasil Ukur
Kelelahan
Keadaan yang Wawancara
1. > 60
Kerja
kompleks yang
(lelah)
dialami pekerja
2. ≤ 60 (tidak
berupa keluhan
lelah )
Skala Ukur Ordinal
subjektif pekerja yang menyangkut kelelahan yang memiliki hubungan dengan pelemahan motivasi
dan
gambaran kelelahan yang
fisik diukur
dengan
skala
IFRC
(Putri,
2008) 2
Usia
Jumlah
tahun Wawancara
yang
dihitung
mulai
dari
responden lahir hingga
saat
Kuesioner
1. > 29 tahun 2. ≤ 29 tahun
Ordinal
123
penelitian berlangsung (Sisinta, 2006)
3
Jenis kelamin
Perbedaan biologis
Wawancara
Kuesioner
1. Perempuan Ordinal 2. Laki-laki
dan
fisiologis yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah(Putri, 2008) 4
Status Gizi
Status
gizi Mengukur
pekerja
yang
diukur
dengan
IMT,
dimana
Timbangan dan Meteran
1. > 25
Ordinal
(Gemuk) 2. 18.6-25 (Normal)
hasil
3. ≤ 18.5
pengukuran
(Kurus)
dibandingkan dengan standar
yang
ditetapkan Depkes
RI
(Almatsier, 2004) 5
Masa Kerja
Panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali masuk
pekerja kerja
Wawancara
Kuesioner
1. > 8 tahun 2. ≤ 8 tahun
Ordinal
124
hingga
saat
penelitian berlangsung (Amalia, 2007) 6
Jam kerja
Jumlah dalam
jam Wawancara
Kuesioner
1. > 8 jam
Ordinal
2. ≤ 8 jam
sehari
pekerja bekerja,
tidak
termasuk waktu istirahat (Safitri, 2008) 7
Postur kerja
1. Kamera
hasil
2. Busur
kegiatan
resiko tinggi)
mengidentifikasi
3. Stopwatch
penjahit
2 = skor 5-7
postur
4. Timbangan
dengan
(resiko
dengan
menggun
sedang)
menggunakan
akan
metode REBA
kamera.
pekerja
1. Merekam
1 = skor 8-10 (
Skor akhir dari
2. Menilai postur
3. penjahit dengan menggun akan metode REBA serta mengukur dengan
Ordinal
125
menggun akan busur. Menghitun g lamanya waktu melakukan suatu pekerjaan. 8
Kebisingan
Dosis
paparan Mengukur
kebisingan perhari
Sound
Level 1. > 100%
Meter
2 ≤ 100%
Lux Meter
Lux
Rasio
Hygrometer
ºC
Rasio
Ordinal
yang
diperbolehkan dari
tempat
kerja
(OHS,
2003)
9
Pencahayaan Sumber cahaya Mengukur yang menerangi benda-benda di tempat kerja (Budiono,
dkk,
2003)
10
suhu
Tekanan udara Mengukur yang
ada
tempat kerja
di
i
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 2. Ada hubungan antara jam kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 3. Ada hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja pada
pekerja
penjahit
di
wilayah
Ketapang
Cipondoh
Tangerang tahun 2009 4. Ada hubungan antara kebisingan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009 5. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kelelahan kerja pada
pekerja
penjahit
di
wilayah
Ketapang
Cipondoh
Tangerang tahun 2009 6. Ada hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009
i
ii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif dan analitik. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati dalam waktu (periode) yang sama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang pada bulan November-Desember tahun 2009.
C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah pekerja penjahit yang bekerja di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja yang dapat mewakili populasi dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi seperti di bawah ini:
ii
iii
[Z2
1-α/2
√2 P (1-P) + Z1-ß√ P1 (1-P1) + P2(1-P2) ]2
n= (P1 - P2) 2
(Sumber : Ariawan, 1998)
Keterangan : n
: Besar sampel
P
: Rata – rata proporsi pada populasi
P1
: Proporsi yang
pekerja yang jam kerjanya perhari > 10 jam
mengalami
kelelahan
kerja
pada
penelitan
sebelumnya P2
: Proporsi pekerja yang jam kerjanya perhari ≤ 10 jam yang mengalami kelelahan kerja pada penelitan sebelumnya
Z2
1-α/2
: Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5%
(1,96) Z1-ß
: Kekuatan Uji 80% (0,84) Berdasarkan rumus diatas maka besar sample yang dibutuhkan
sebesar : [1.96 √ 2 x 0,362 (1-0,362) + 1,28 √0,435(1-0,435 + 0,289(1-0,289) ]2 n= (0,435– 0,289) 2
iii
iv
n = 90 orang n total = 90x2 = 180 orang Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang didapat sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 198 orang. Tetapi karena jumlah populasi penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang berjumlah 76 orang maka populasi pada penelitian ini seluruhnya dijadikan sampel.
D. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pekerja penjahit dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh gambaran mengenai kelelahan secara subjektif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan jam kerja. Sedangkan observasi untuk melihat postur kerja pekerja pada saat melakukan pekerjaan dengan menggunakan metode REBA, mengukur suhu, dan pencahayaan.
iv
status gizi, kebisingan,
v
E. Instrumen Penelitian Instrumen
penelitian
adalah
alat
yang
digunakan
untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini instrumen
yang
digunakan
adalah
kuesioner
atau
daftar
pertanyaan yang diisi oleh responden, timbangan, meteran, kamera, busur, stopwatch, Sound Level Meter, Termometer, dan Lux Meter. Timbangan dan meteran digunakan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan agar dapat mengetahui status gizi pekerja. Kamera, busur, dan stopwatch digunakan untuk postur kerja pekerja pada saat melakukan pekerjaan. Sound Level Meter untuk mengukur kebisingan, Termometer untuk mengukur suhu, dan Lux
Meter
untuk
mengukur
pencahayaan.
Kuesioner
yang
digunakan dalam penelitian ini sebelumnya sudah digunakan oleh Putri (2008). Pengukuran kelelahan dilakukan dengan subjective self rating test dari industrial fatigue research committee (IFRC) yang merupakan
kuesioner
yang
dapat
untuk
mengukur
tingkat
kelelahan subjektif yaitu pengukuran yang mendukung hasil pengukuran subjektif yang dapat dilihat pada saat wawancara. IFRC menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan gejala kelelahan. Skala ini mengandung 30 gejala kelelahan yang dibuat dalam daftar pertanyaan. Jawaban dalam
v
vi
kuesioner tersebut dibagi menjadi 4 bagian yaitu SS (Sangat sering) dengan skor 4, S (sering) dengan skor 3, K (kadang - kadang) dengan skor 2, dan TP (tidak pernah) dengan skor 1. Skor yang diperoleh berkisar antara 1 – 60 tidak mengalami kelelahan; 61 – 120 mengalami kelelahan.
F. Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap – tahap sebagai berikut : 1. Mengkode data (data coding) Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden. Pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam memasukkan data. 2. Menyunting data (data editing) Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan yang di jawab. 3. Memasukkan data (data entry) Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian kode jawaban selanjutnya dimasukkan ke dalam program software komputer berupa kode-kode.
vi
vii
4. Membersihkan data (data cleaning) Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis. Sedangkan untuk perhitungan REBA, langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Memberi nilai pada grup A yang terdiri atas leher, punggung, dan kaki. Nilai tersebut dimasukkan ke tabel A. Kriteria penilaian postur grup A adalah: a. Kriteria penilaian area leher : a) Skor 1 = Posisi leher 0o- 20o ke depan. b) Skor 2 = Posisi leher > 20o ke depan dan ke belakang. c) Skor + 1, jika leher berputar atau miring ke kanan, dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah. b. Kriteria penilaian area punggung : a) Skor 1 = Posisi punggung lurus atau 0o. b) Skor 2 = Posisi 0o- 20o ke depan dan ke belakang. c) Skor 3 = Posisi 20o-60o ke depan dan > 20o ke belakang. d) Skor 4 = Posisi > 60o ke depan. e) Skor + 1, jika punggung berputar atau miring ke kanan, dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah.
vii
viii
c. Kriteria penilaian area kaki : a) Skor 1 = Tubuh bertumpu pada kedua kaki, berjalan, duduk. b) Skor 2 = Berdiri dengan satu kaki, tidak stabil. c) Skor + 1, jika lutut di tekuk 30o-60o ke depan, dan skor + 2, jika lutut di tekuk > 60o ke depan. Setelah didapat skor postur punggung, leher, dan kaki kemudian diperoleh skor tabel A. Dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Contoh Penilaian Skor Tabel A
Skor Postur
Tabel A Skor Postur Punggun
Trunk Posture Score
Neck 2
1
Legs
Skor Postur
3
1 2 3 4
1 1 2 2 3
2 2 3 4 5
3 3 4 5 6
4 4 5 6 7
1 1 3 4 5
2 2 4 5 6
3 3 5 6 7
4 4 6 7 8
1 2 3 1 2 3 4 5 6 5 6 7 6 Skor7Tabel8
4 4 7 8 9
5
4
6
7
8
6
7
8
9
7
9
8
9
Nilai dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan berat beban yang diangkat. Penilaian beban dilakukan dengan pengukuran langsung menggunakan timbangan digital. Kriteria penilaian beban : a. Skor 0 = Berat beban < 5 kg. b. Skor 1 = Berat beban 5 – 10 kg. c. Skor 2 = Berat beban > 10 kg.
viii
ix
d. Skor + 1, jika disertai dengan pergerakan yang cepat. 2. Memberi nilai dari grup B yang terdiri dari bagian lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, untuk bagian kanan dan kiri tubuh. Kriteria penilaian postur grup B adalah: a. Kriteria penilaian area lengan atas : a) Skor 1 = Posisi lengan atas 0o – 20o ke depan dan ke belakang. b) Skor 2 = Posisi lengan atas > 20o ke belakang, dan 200-40o ke depan. c) Skor 3 = Posisi lengan atas antara 45o-90o. d) Skor 4 = Posisi lengan atas > 90o ke atas. e) Skor + 1, jika bahu berputar atau bahu dinaikkan atau di beri penahan. f) Skor – 1, jika lengan dibantu oleh alat penopang atau terdapat orang yang membantu. b. Kriteria penilaian area lengan bawah : a) Skor 1 = Posisi lengan 600-100o ke depan. b) Skor 2 = Posisi lengan antara 0o – 60o ke bawah, dan > 100o ke atas. c. Kriteria penilaian area pergelangan tangan : a) Skor 1 = Posisi pergelangan tangan 00-15o ke depan dan ke belakang. b) Skor 2 = Posisi pergelangan tangan > 15o ke depan dan ke belakang. c) Skor + 1, jika terdapat penyimpangan pada pergelangan tangan. Setelah
skor
leher,
punggung,
dan
kaki
didapat
dimasukkan ke tabel skor B. Dapat dilihat pada tabel 4.2.
ix
maka
x
Tabel 4.2. Contoh Penilaian Skor Tabel B Skor Postur Pergelangan Tangan
Skor Postur Lengan
Lower Arm
Tabel B Skor Postur Bahu
Upper Arm Score
Wrist 1 2 3 4 5 6
1 1 1 1 3 4 6 7
2
2 2 2 4 5 7 8
3 2 3 5 5 8 8
1 1 2 4 5 7 8
Tahap selanjutnya dijumlahkan dengan
2 2 3 5 6 Skor8Tabel B 9
3 3 4 5 7 8 9
nilai genggaman
tangan. Kriteria penilaian cara memegang : a. Skor 0 = Memegang beban dengan dibantu oleh alat pembantu. b. Skor 1 = Memegang beban dengan mendekatkan beban ke anggota tubuh yang dapat menopang. c. Skor 2 = Memegang beban hanya dengan tangan tanpa mendekatkan beban ke anggota tubuh yang dapat menopang. d. Skor 3 = Memegang beban tidak pada tempat pegangang yang disediakan. 3. Setelah nilai dari grup A dan grup B didapat, maka dimasukkan ke tabel C. dapat dilihat pada tabel 4.3.
x
xi
Tabel 4.3. Contoh Penilaian Skor C
Score A (score from table A+load/force score) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Table C Score B, (table B value+coupling score) Hasil Skor C
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
4. Kemudian diperoleh nilai C dan dijumlahkan dengan nilai aktivitas. Kriteria nilai aktifitas yaitu: a. Skor + 1, jika salah satu atau lebih dari anggota tubuh statis > 1 menit b. Skor + 1, jika melakukan gerakan berulang > 4 kali dalam waktu 1 menit. c. Skor + 1, jika perubahan postur dengan cepat atau tidak stabil. Setelah nilai C dijumlahkan dengan nilai aktifitas, maka diperoleh nilai REBA atau skor akhir REBA serta level perubahan yang harus dilakukan. Dapat dilihat pada tabel 4.4.
xi
xii
Level Aksi
Skor REBA
0
1
1
2 atau 3
2
4-7
3
8-10
4
11 +
Tabel 4.4. Skor Akhir REBA Level Aksi (Termasuk Tindakan Risiko Penilaian) Sangat Risiko masih dapat diterima rendah dan tidak perlu dirubah Mungkin diperlukan Rendah perubahan-perubahan Butuh pemeriksaan dan Sedang perubahan Kondisi berbahaya, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dan Tinggi perubahan dengan segera Perubahan dilakukan saat itu Sangat Tinggi juga
G. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel independen dan dependen yang dikehendaki dari tabel distribusi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen
dengan
variabel
dependen.
Untuk
mencari hubungan antara variabel usia, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, jam kerja, postur kerja, dan kebisingan dengan
xii
xiii
kelelahan kerja menggunakan
uji chi-square dengan batas
kemaknaan p value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik dan p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik (Apriani, 2003).
Persamaan Chi Square : X2 = (O – E)2 E Keterangan : X2
: Chi Square
O
: Efek yang diamati
E
: Efek yang diharapkan Sedangkan
untuk
mencari
hubungan
antara
variabel
cahaya dan suhu dengan kelelahan kerja menggunakan uji Ttest, karena variabel tersebut merupakan variabel numerik. Setelah didapatkan hasil uji T-test, tabel akan menampilkan dua uji T, yaitu uji t dengan asumsi varians kedua kelompok sama (equal variances assumed) dan uji t dengan asumsi varians kedua kelompok tidak sama (equal variances not assumed). Untuk memilih uji yang mana yang akan digunakan, dapat dilihat uji kesamaan varian melalui uji levence. Kemudian lihat
xiii
xiv
nilai P dari levence test, bila nilai P ≤ 0,05 maka varian berbeda dan nilai P > 0,05 maka varian sama. Dengan demikian, untuk mencari hubungan antara variabel pencahayaan dengan kelelahan kerja dengan batas kemaknaan P value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik dan p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik.
Rumus perhitungannya sebagai berikut:
(Sugiono, 2007 dalam Priyatno, 2003) 3. Analisis Multivariat Analisis
ini
dilakukan
untuk
melihat
hubungan
antara
beberapa variabel independen dengan variabel dependen pada waktu yang bersamaan. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik ganda dengan model prediksi. Pemodelan ini bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik untuk memprediksi
xiv
xv
kejadian variabel dependen. Pada semua ini semua variabel dianggap penting sehingga dapat dilakukan estimasi beberapa koefisien regresi logistik sekaligus. Analisis ini dimulai dengan melakukan analisis bivariat masing-masing variabel independent dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai P ≤ 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat dan sebaliknya bila hasil uji bivariat mempunyai nilai P > 0,25 maka variabel tersebut tidak masuk dalam model multivariat. Untuk memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan cara mempertahankan variabel yang mempunyai P value ≤ 0,05 dan mengeluarkan variabel yang P valuenya > 0,05. Pengeluaran variabel yang P valuenya > 0,05 dilakukan secara bertahap dimulai dari variabel yang memiliki P value paling besar. Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel penting, maka langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel ke dalam model. Pengujian interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik. Bila variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting dimasukkan dalam model (Riyanto, 2009).
xv
xvi
BAB V HASIL
A. Analisis Univariat 1. Gambaran kelelahan kerja pada pekerja penjahit Indikator kelelahan kerja pada penelitian ini berdasarkan pada 30 pertanyaan subjective self rating test dari industrial fatigue research committee (IFRC) yang merupakan kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif yaitu pengukuran yang mendukung hasil pengukuran subjektif yang dapat dilihat pada saat wawancara. Jawaban pekerja atas pertanyaan
tersebut
kemudian
diberi
skor
dan
untuk
memudahkan analisis kelelahan dikategorikan menjadi dua yaitu lelah dan tidak lelah. Distribusi responden berdasarkan kelelahan dapat terlihat pada tabel 5.1: Tabel 5.1 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Lelah
Jumlah (n)
Persentasi (%)
Lelah
41
53.9
Tidak lelah
35
46.1
Jumlah
76
100.0
xvi
xvii
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami lelah yaitu sebanyak 41 (53.9%) responden. Sedangkan responden yang mengalami tidak lelah sebanyak 35 (46.1%) responden. Pekerja yang lelah mempunyai gejala seperti perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring, merasa susah berpikir, lelah bicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempusatkan perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan, sakit kepala, kekakuan dibahu, merasa nyeri dipinggang, merasa pernafasan tertekan, haus,sSuara sesak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat (Suma’mur, 1996). 2. Gambaran karakteristik pekerja (usia pekerja, jenis kelamin pekerja, status gizi pekerja, dan masa kerja) pada pekerja penjahit sektor usaha informal Gambaran distribusi karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi) pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.2.
xvii
xviii
Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 No
Karakteristik pekerja
1
2
3
4
Usia
Jenis kelamin
Masa kerja
Status gizi
Kategori
Jumlah (n = 76)
Persentase (%)
> 29 tahun
44
57.9
≤ 29 tahun
32
42.1
Perempuan
12
15.8
laki-laki
64
84.2
> 8 tahun
33
43.4
≤ 8 tahun
43
56.6
> 25 kg/m2 (gemuk)
11
14.5
≤ 18.5 kg/m 2 (kurus)
7
9.2
18.6-25 kg/m 2 (normal)
58
76.3
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki usia > 29 tahun yaitu sebanyak 44 orang (57.9%) dan responden yang memiliki usia ≤ 29 tahun yaitu sebanyak 32 orang (42.1%), sebagian besar responden
yang memiliki jenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 64 orang (84.2%) dan responden yang memiliki jenis kelamin
xviii
xix
perempuan yaitu sebanyak 12 (15.8%), kemudian sebagian besar responden memiliki masa kerja ≤ 8 tahun yaitu sebanyak 43 (56.6%) dan responden yang memiliki masa kerja > 8 tahun yaitu sebanyak 33 (43.4%), dan responden yang memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 58 (76.3%) orang, responden yang memiliki status gizi gemuk yaitu sebanyak 11 (14.5%) sedangkan responden yang memiliki status gizi kurus yaitu sebanyak 7 (9.2%). Pada penelitian ini usia pekerja dikategorikan berdasarkan dari nilai mean karena pendistribusian usia pekerja pada penelitian ini merupakan distribusi normal dan hasil nilai meannya adalah 29. Masa kerja juga dikategorikan berdasarkan dari nilai mean karena pendistribusian masa kerja pada penelitian ini merupakan distribusi normal dan hasil nilai meannya adalah 8. Sedangkan untuk status gizi dikategorikan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Almatsier (2004) yaitu > 25 kg/m2 (gemuk), ≤ 18.5 kg/m2 (kurus), dan 18.6-25 kg/m2 (normal).
3. Gambaran jam kerja pada pekerja penjahit Gambaran distribusi jam kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Jam Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Variabel Jam kerja
Kategori
Jumlah (n = 76)
Persentase (%)
> 8 jam
64
84.2
xix
xx
≤ 8 jam
12
15.8
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki jam kerja
> 8 jam yaitu sebanyak 64 (84.2%) responden. Sedangkan
responden yang memiliki jam kerja ≤ 8 jam yaitu sebanyak
12 (15.8%)
responden. Pada penelitian ini jam kerja dikategorikan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Suma’mur (1996) yaitu lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. 4. Gambaran postur kerja pada pekerja penjahit Gambaran distribusi postur kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Postur Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Variabel Postur kerja
Jumlah (n = 76)
Persentase (%)
5-7 (risiko sedang)
62
81.6
8-10 (risiko tinggi)
14
18.4
Kategori
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki postur kerja berisiko sedang
yaitu sebanyak 62 (81.6%) responden.
Sedangkan responden yang memiliki postur kerja berisiko tinggi yaitu sebanyak 14 (18.4%) responden. Postur kerja dikategorikan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hignett, McAtamney (2000) dalam Stanton (2005) yaitu sangat rendah (1),
xx
xxi
rendah (2-3), sedang (4-7), tinggi (8-10), dan sangat tinggi (11-15). Berdasarkan hasil penelitian data yang didapatkan hanya berkisar pada kategori berisiko sedang dan tinggi, sehingga data dikelompokkan berdasarkan kategori tersebut.
5. Gambaran kebisingan pada pekerja penjahit Gambaran distribusi dosis kebisingan dilingkungan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Kebisingan pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Variabel Kebisingan
Kategori
Jumlah (n = 76)
Persentase (%)
≤ 100%
63
82.9
> 100%
13
17.1
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki dosis kebisingan ≤ 100% yaitu sebanyak 63 (84.2%) responden. Sedangkan responden yang memiliki dosis kebisingan > 100% yaitu sebanyak 13 (17.1%) responden. Pada penelitian ini kebisingan dikategorikan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh OHS (2003) yaitu dosis kebisingan tidak boleh dari 100%. 6. Gambaran pencahayaan pada pekerja penjahit Gambaran distribusi intensitas cahaya pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.6.
xxi
xxii
Tabel 5.6 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Pencahayaan pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
Variabel
Mean
SD
Min-Max
Cahaya
92.37
26.874
48-178
Gambaran distribusi didapatkan rata-rata pencahayaan adalah 92.37 lux dengan standar deviasi 26.874. Pencahayaan terendah 48 lux dan tertinggi 178 lux. Pada penelitian ini cahaya menggunakan uji T-test karena hasil penelitiannya bersifat homogen. 7. Gambaran suhu pada pekerja penjahit Gambaran distribusi suhu di lingkungan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Suhu pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
Variabel
Mean
SD
Min-Max
Suhu
27.651
1.0468
26.6-29.5
Gambaran distibusi didapatkan rata-rata suhu ditempat kerja adalah 27.651 ºC dengan standar deviasi 1.0468. Suhu di tempat kerja terendah 26.6 ºC dan tertinggi 29.5 ºC. Pada penelitian ini cahaya menggunakan uji T-test karena hasil penelitiannya bersifat homogen.
B. Analisis Bivariat
xxii
xxiii
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen
dengan
variabel
dependen.
Dalam
penelitian ini menggunakan uji chi-square dan uji T-test. Uji chisquare dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel usia, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, jam kerja, postur kerja, dan kebisingan dengan kelelahan kerja dengan batas kemaknaan p value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik dan p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sedangkan uji T-test dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel cahaya dan suhu dengan kelelahan kerja, karena variabel tersebut merupakan variabel numerik. Setelah didapatkan hasil uji T-test, tabel akan menampilkan dua uji T, yaitu uji t dengan asumsi varians kedua kelompok sama (equal variances assumed) dan uji t dengan asumsi varians kedua kelompok tidak sama (equal variances not assumed). Untuk memilih uji yang mana yang akan digunakan, dapat dilihat uji kesamaan varian melalui uji levence. Kemudian lihat nilai P dari levence test, bila nilai P ≤ 0,05 maka varian berbeda dan nilai P > 0,05 maka varian sama.
xxiii
xxiv
1. Hubungan antara Karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Tabel 5.8 Gambaran Distribusi Berdasarkan Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
Karakteristik Pekerja
Usia Pekerja
Katego ri
Kelelahan Kerja Lelah
> 29 Tahun ≤ 29 Tahun
Tidak lelah
Total N % (76)
N
%
N
%
33
75.0
11
25. 0
44
24
75. 0
32
8
25.0
xxiv
Pvalue
9.000
100 0.000 100
OR 95% CI
3.14425.760
xxv
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Status Gizi
Peremp uan
5
41.7
7
58. 3
12
100
Laki-laki
36
56.3
28
43. 8
64
100
>8 tahun
23
69.7
10
30. 3
33
100
43
100
0.556 0.352
3.194 0.016
≤8 tahun
18
41.9
25
58. 1
> 25 (gemuk )
7
63.6
4
36. 4
11
100
< 18. 5 (kurus)
3
42.9
4
57. 1
7
100
18.6-25 (normal )
31
53.4
27
46. 6
58
100
0.159-1.938
0.681
1.225 – 8.328
-
a. Hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden yang berusia > 29 tahun sebagian besar mengalami lelah yaitu sebanyak 33 orang (75.0%). Responden yang berusia ≤ 29 tahun sebagian besar mengalami tidak lelah yaitu sebanyak 24 orang (75.0%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui usia pekerja memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue
≤ 0,05) dengan kelelahan kerja, Pvalue =
0,000. Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh OR
xxv
xxvi
= 9.000 (95% CI 3.144-25.276) artinya responden yang memiliki usia pekerja
> 29 tahun memiliki peluang 9.000 kali untuk
terjadinya kelelahan kerja dibandingkan dengan responden yang memiliki usia pekerja ≤ 29 tahun. b. Hubungan antara jenis kelamin pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki
mengalami
jenis
lelah
kelamin
yaitu
laki-laki
sebanyak
36
sebagian orang
besar (56.3%).
Responden yang memiliki jenis kelamin perempuan sebagian besar mengalami tidak lelah yaitu sebanyak 7 orang (58.3%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui jenis kelamin pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue > 0,05) dengan kelelahan kerja, Pvalue = 0,352. c. Hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki masa kerja > 8 tahun sebagian besar mengalami lelah yaitu 23 orang (69.7%). Responden yang berusia
≤ 8 tahun sebagian besar mengalami tidak lelah
yaitu sebanyak 25 orang (58.1%). Berdasarkan hasil uji statistic
xxvi
xxvii
Chi Square diketahui masa kerja memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue ≤ 0,05) dengan kelelahan kerja Pvalue = 0,016. Analisis keeratan hubungan dua variabel diperoleh OR = 3,194 (95% CI 1.225-8.328) artinya responden yang memiliki masa kerja
> 8 tahun memiliki peluang 3,194 kali untuk
terjadinya kelelahan kerja dibandingkan dengan responden yang memiliki masa kerja ≤ 8 tahun. d. Hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki status gizi normal sebagian besar mengalami lelah yaitu sebanyak 31 (53.4%). Untuk responden yang memiliki status gizi gemuk sebagian besar mengalami lelah yaitu sebanyak 7 (63.6%) orang; dan responden yang memiliki status gizi kurus sebagian besar mengalami tidak lelah yaitu sebanyak 4 (57.1%) orang. Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui status gizi tidak memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue
>
0,05) dengan kelelahan
kerja, Pvalue = 0,681. 2. Hubungan jam kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit
xxvii
xxviii
Tabel 5.9 Gambaran Distribusi Berdasarkan Jam Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Katego Kelelahan Kerja ri Variabel
Jam Kerja
Lelah
> 8 jam ≤ 8 jam
Tidak lelah
Total N % (76)
N
%
N
%
36
56.3
28
43. 8
64
7
58. 3
12
5
41.7
Pvalue
OR 95% CI
1.800
100 0.352
0.516-6.279
100
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki jam kerja
> 8 jam sebagian besar mengalami
lelah yaitu sebanyak 36 orang (56.3%). Responden yang memliki jam kerja ≤ 8 jam sebagian besar mengalami tidak lelah yaitu sebanyak 7 orang (58.3%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui jam kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue > 0,05) dengan kelelahan kerja, Pvalue = 0,352. 3. Hubungan antara postur kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Tabel 5.10 Gambaran Distribusi Berdasarkan Postur Kerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Katego Variabel Pvalue OR 95% CI Kelelahan Kerja ri Lelah
Tidak lelah
xxviii
Total
xxix
Postur Kerja
N
%
N
%
N (76)
%
8-10 risiko tinggi
10
71.4
4
28. 6
14
100
5-7 risiko rendah
31
0.146 50.0
31
50. 0
62
2.500 0.708-8.830
100
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki postur kerja yang berisiko tinggi sebagian besar mengalami lelah yaitu sebanyak 10 orang (71.4%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui postur kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue
>
0,05) dengan kelelahan
kerja, Pvalue = 0,146.
4. Hubungan antara dosis kebisingan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Tabel 5.11 Gambaran Distribusi Berdasarkan Dosis Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Katego Kelelahan Kerja ri Variabel Pvalue OR 95% CI Lelah Tidak lelah Total N N % N % % (76) Kebisingan
>100%
10
76.9
3
xxix
23. 1
13
100
0.068
3.441
xxx
≤ 100%
31
49.2
32
50. 8
63
0.864-3.698
100
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki
dosis
kebisingan
≤
100%
sebagian
besar
mengalami lelah yaitu sebanyak 31 orang (49.2%). Responden yang memiliki dosis kebisingan > 100% sebagian besar tidak mengalami lelah yaitu sebanyak 32 orang (50.8%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square diketahui dosis kebisingan tidak memiliki hubungan yang bermakna (Pvalue
>
0,05) dengan
kelelahan kerja, Pvalue = 0,068. 5. Hubungan antara pencahayaan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Tabel 5.12 Gambaran Distribusi Pencahayaan Berdasarkan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Variabel
Mean
SD
SE
P value
N
Lelah
92.61
28.952
4.521
0.628
41
Tidak Lelah
92.09
24.634
4.164
35
Rata-rata pencahayaan pada pekerja yang mengalami kelelahan adalah 92.61 lux dengan standar deviasi 28.952%. sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami kelelahan rata-
xxx
xxxi
rata pencahayaannya 92.09 dengan standar deviasi 24.634. Hasil uji Statistik didapatkan nilai P=0.628, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata pencahayaan antara pekerja yang lelah dengan pekerja yang tidak mengalami kelelahan. 6. Hubungan antara suhu dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Tabel 5.13 Gambaran Distribusi Suhu Berdasarkan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009 Variabel
Mean
SD
SE
P value
N
Lelah
27.639
0.9828
0.1534
0.139
41
Tidak Lelah
27.666
1.1321
0.1914
35
Rata-rata suhu ditempat kerja yang mengalami kelelahan adalah 27.639 ºC dengan standar deviasi 0.9828%. sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami kelelahan rata-rata suhu ditempat kerja 27.666 dengan standar deviasi 1.1321%. Hasil uji Statistik didapatkan nilai P=0.139, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata intensitas cahaya antara pekerja yang lelah dengan pekerja yang tidak mengalami kelelahan.
xxxi
xxxii
C. Analisis Multivariat Untuk memperoleh jawaban variabel mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja, maka perlu dilakukan analisis multivariat. Tahapan yang dilakukan dalam analisis
multivariat
meliputi
pemilihan
kandidat
multivariat,
pembuatan model, dan analisis interaksi. 3. Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat Pada penelitian ini terdapat 4 variabel yang diduga berpengaruh terhadap kelelahan kerja yaitu usia pekerja, masa kerja, postur kerja, dan kebisingan. Untuk pemilihan variabel kandidat, ke-4 variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen yaitu kelelahan kerja. Setelah melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai Pvalue ≤ 0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi dapat dijadikan kandidat yang akan dimasukkan ke dalam model multivariat. Hasil analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.14. Tabel 5.14 Hasil Analisis Bivariat Antara Usia Kerja, Masa Kerja, Postur Kerja, dan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
xxxii
xxxiii
No
Variabel
PValue
1
Usia Pekerja
0.000
2
Masa Kerja
0.016
3
Postur Kerja
0.146
4
Kebisingan
0.068
Dari hasil tabel diatas ternyata ada empat variabel yang Pvalue nya ≤ 0,25 yaitu usia pekerja, masa kerja, postur kerja, dan kebisingan. Dengan demikian variabel-variabel tersebut masuk ke dalam model multivariat. 4. Pembuatan Model Analisis multivariat mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan determinan kelelahan kerja. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama. Model terbaik akan dipertimbangkan pada nilai Pvalue ≤ 0,05. Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen yang menjadi kandidat yang memenuhi syarat dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel Pvalue > 0,05 dikeluarkan dari model satu-persatu. Secara keseluruhan hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.15.
xxxiii
xxxiv
Tabel 5.15 Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model Antara Usia Kerja, Masa Kerja, Postur Kerja, dan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
No
Variabel
Model 1
Model Model 2 3
Model 4
1
Usia kerja
0.000
0.000
0.000
0.000
2
Masa kerja 0.840
-
-
-
Postur kerja
0.483
0.488
-
3 D
0.476
ar 4 Kebisingan 0.572 0.573 i h asil analisis data diatas diketahui bahwa dari empat variabel yang dianalisis, hanya terdapat satu variabel yang tersisa. Tabel diatas menunjukkan bahwa variabel usia pekerja mempunyai Pvalue (Pwald) ≤ 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel usia pekerja merupakan variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan kelelahan kerja. Sedangkan untuk variabel masa kerja, postur kerja, dan kebisingan dikeluarkan karena mempunyai Pvalue(Pwald) > 0,05. Hasil analisis multivariat untuk variabel usia pekerja setelah variabel masa kerja, postur kerja, dan kebisingan dikeluarkan dapat dilihat pada tabel 5.16. Table 5.16 Hasil Akhir Analisis Multivariat Antara Usia Pekerja dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang 2009
xxxiv
xxxv
No
Variabel
B
Pwald
OR
95% CI
1
Usia Pekerja
2.136
0.000
8.465
2.92624.488
-2 log likelihood = 85,475 Pvalue = 0,000
G = 19,409
Negelkerke R Square = 0,301
Hasil tabel 5.16 untuk variabel usia pekerja mempunyai Pvalue (sig) yang dibawah 0,05, berarti variabel tersebut berhubungan secara signifikan dengan kelelahan kerja. Pada variabel usia pekerja memiliki nilai OR = 8.465 hal ini menunjukkan bahwa kelelahan akan terjadi sebesar 8.465 kali apabila usia pekerja > 29 tahun. selanjutnya dilihat dari koefisien B dan nilai OR pada tabel 5.16 dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi kelelahan kerja karena mempunyai nilai koefisien B (2.136) dan OR (8.465). berdasarkan hasil analisis model diketahui nilai Negelkerke R Square sebesar 30.1% artinya variabel usia menjelaskan terhadap terjadinya kelelahan kerja sebesar 30.1%. Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 Logit Kelelahan Kerja = -3.296 + (2.136*usia pekerja)
xxxv
xxxvi
Berdasarkan persamaan tersebut maka kelelahan kerja dapat diperkirakan dengan usia pekerja. Usia pekerja akan meningkatkan kelelahan kerja sebesar 2.136.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen
xxxvi
xxxvii
maupun
dependen
pada
waktu
yang
sama
terkadang
ditemukan bias berupa lemah dalam melihat hubungan sebab akibat. 2. Bagian kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini hanya menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen. 3. Pengambilan data suhu dan pencahayaan dilakukan pada saat keadaan cuaca yang mendung sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. 4. Sampel pada penelitian ini menggunakan sampel jenuh karena sampelnya terlalu kecil, sehungga tidak sesuai dengan yang diharapkan. 5. Dikarenakan
keterbatasan
biaya
dalam
penelitian
ini,
pengukuran kelelahan kerja dilakukan secara subjektif dengan menggunakan kuesioner IFRC.
B. Kelelahan Menurut Budiono, dkk (2003) kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Sedangkan menurut
Riyadina
(1996)
kelelahan
xxxvii
kerja
adalah
keadaan
xxxviii
karyawan
yang
mengakibatkan
terjadinya
penurunan
dan
produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda tetapi semua itu berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996). Dengan demikian asumsi penulis adalah bahwa apabila terjadinya
kelelahan
kerja
besar
kemungkinan
akan
terjadi
penurunan konsentrasi kerja dan kesalahan dalam kerja yang dapat
menyebabkan
kecelakaan
kerja.
Kemudian
apabila
terjadinya kecelakaan kerja dapat menurunkan produktivitas pekerja dalam bekerja, sehingga
perusahaan akan mengalami
penurunan produktivitas. Kelelahan kerja dalam penelitian ini ditinjau dari tes kelelahan secara subjektif yang Terdapat 30 gejala kelelahan umum yang digunakan untuk mengukur kelelahan kerja yang diadopsi dari IFRC (Industrial Fatigue Research Commitee Of Japanese Association Of Industrial Health) dalam Tarwaka (2004)
yaitu perasaan berat
dikepala, lelah seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring, susah berpikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri kurang, merasa cemas,
xxxviii
xxxix
sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan, sakit dikepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Dari ke-30 gejala kelelahan diatas, gejala yang paling banyak dirasakan oleh pekerja yaitu pekerja merasa
lelah
pada
seluruh
badan
dan
ingin
berbaring.
Berdasarkan hasil penelitian, hasil pengukuran kelelahan secara subjektif yang terdapat pada tabel 5.1 diketahui bahwa pekerja penjahit yang mengalami kelelahan lebih banyak yaitu sebesar 53.9% dibandingkan dengan yang mengalami tidak lelah (46.1%). Asumsi peneliti bahwa dalam penelitian ini responden yang mengalami kelelahan lebih banyak dibandingakan dengan yang tidak lelah disebabkan oleh faktor usia dan masa kerja. Menurut Suma’mur
(1989)
kemampuan
seseorang
dalam
melakukan
tugasnya dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya adalah umur.
Umur
seseorang
akan
mempengaruhi
kondisi
tubuh.
Seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan berat
dan
sebaliknya
jika
seseorang
berusia
lanjut
maka
kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun. Pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya
xxxix
xl
sehingga mempengaruhi kinerjanya. Usia pekerja dalam penelitian ini lebih banyak usia pekerja yang lebih tua dibandingkan dengan usia pekerja yang lebih muda, sehingga pekerja lebih cepat mengalami kelelahan kerja. Menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerjaan fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan).
Dalam
keadaan
ini
kelelahan
terjadi
karena
terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot. Dalam penelitian ini masa kerja responden juga lebih banyak yang sudah lama bekerja sebagai penjahit dibandingkan dengan masa kerja yang belum lama sebagai penjahit, dengan demikian akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Oleh sebab itu, kelelahan
lebih mudah terjadi karena terkumpulnya
produk sisa dalam otot dan peredaran darah sehingga banyak pekerja yang mengalami kelelahan kerja.
xl
xli
Untuk itu pihak pengelola disarankan untuk dapat menjelaskan penyebab-penyebab dari kelelahan kerja. Agar para pekerja menyadari dan dapat meminimalkan kondisi kelelahan dalam bekerja sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas dan kecelakaan kerja dalam melakukan pekerjaan.
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja 1. Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan Kerja Karakteristik
Pekerja
yang
akan
diteliti
meliputi
usia
pekerja,jenis kelamin, masa kerja, dan status gizi. Hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang akan dijelaskan pada pembahasan di bawah ini. a. Hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Variabel usia pekerja merupakan salah satu faktor yang berhubungan dapat kelelahan kerja pada pekerja penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki usia >29 tahun lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki usia ≤ 29 tahun.
xli
xlii
Data pada tabel 5.8 terlihat bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja dengan usia > 29 tahun (33 orang). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa ada perbedaan proporsi terjadinya kelelahan kerja antara pekerja yang memiliki usia > 29 tahun dengan pekerja yang memiliki usia ≤ 29 tahun. Analisis keeratan hubungan dua variabel diketahui bahwa pekerja yang memiliki usia > 29 tahun memiliki peluang 9.000 kali untuk terjadinya kelelahan kerja dibandingkan dengan responden yang memiliki usia ≤ 29 tahun. Berdasarkan data pada tabel 5.16 diketahui bahwa analisis multivariat untuk variabel usia pekerja memiliki P value ≤ 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa usia pekerja merupakan variabel
yang
paling
dominan
untuk
mempengaruhi
kelelahan kerja. Menurut teori yang dikemukakan oleh Suma’mur (1989), pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia
xlii
xliii
individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas kerja tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi 60% dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun. Asumsi
peneliti
bahwa
kemampuan
untuk
dapat
melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbedabeda tergantung dari usia pekerjanya. Dalam penelitian ini usia pekerja berhubungan dengan kejadian kelelahan kerja, selain itu usia pekerja juga terbukti sebagai faktor yang paling dominan untuk terjadinya kelelahan kerja. Demikian dengan
bertambahnya
berkurangnya
tenaga
usia dalam
seseorang
maka
melakukan
akan
pekerjaan,
sehingga pekerja akan lebih mudah untuk mengalami kelelahan kerja. Selain itu, dengan adanya hubungan antara usia pekerja dengan kelelahan kerja disebabkan oleh faktor masa kerja, dimana dengan bertambahnya usia seseorang maka lama bekerjanya juga akan
bertambah sehingga lebih mudah
untuk terjadinya kelelahan kerja. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen
ilmu kesehatan
xliii
kerja. Pekerjaan
fisik yang
xliv
dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot. Hal inilah yang menyebabkan usia pekerja berhubungan dengan kelelahan kerja dalam bekerja. b. Hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Variabel jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja yang berasal dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki jenis kelamin lakilaki jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki jenis kelamin perempuan. Dari tabel 5.8 diketahui bahwa kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja.
xliv
xlv
Menurut Harrington dan Gill (2003) dalam Veranita (2008) pekerja wanita lebih teliti dan lebih tahan atau lentur dibandingkan dengan laki-laki, seperti pada wanita yang telah menikah dan bekerja, waktu kerjanya lebih lama 4-6 jam jika dibandingkan dengan pria (suaminya) karena selain mencari nafkah wanita juga bertanggung jawab terhadap keluarga dan rumah. Asumsi peneliti bahwa dengan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja disebabkan karena pekerja laki-laki harus mencari nafkah untuk keluarga dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarganya, sehingga menganggap kelelahan kerja sebagai hal yang biasa terjadi dalam bekerja. Demikian juga dengan wanita selain ia bertanggung jawab terhadap keluarga dan rumah tangga,
ia
juga
membantu
mencari
nafkah
untuk
menambah keuangan keluarga, sehingga kelelahan kerja menjadi hal yang biasa terjadi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tarwaka et al (2004) dimana wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki laki. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan
xlv
xlvi
pembagian tugas antara laki-laki dan wanita. Hal ini harus disesuaikan
dengan
kemampuan,
kebolehan,
dan
keterbasannya masing-masing. c. Hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Variabel masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi
kelelahan
kerja
pada
pekerja
penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 8 tahun lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja > 8 tahun. Data pada tabel 5.8 terlihat bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja > 8 tahun (69.7%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa ada perbedaan proporsi terjadinya kelelahan kerja antara pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari 8 tahun dengan masa kerja kurang sama dengan dari 8 tahun. Pada penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Sedarmayanti
(1996)
bahwa
lama
masa
kerja
merupakan salah satu faktor yang termasuk ke dalam komponen
ilmu kesehatan
xlvi
kerja. Pekerjaan
fisik yang
xlvii
dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot. Asumsi peneliti bahwa apabila pekerja sudah lama bekerja sebagai penjahit akan berpengaruh terhadap mekanisme
dalam
tubuh
(sistem
peredaran
darah,
pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan), hal inilah yang menyebabkan
pekerja lebih
mudah untuk mengalami
kelelahan kerja. Selain itu, dengan adanya hubungan antara masa kerja dengan kelelahan kerja disebabkan oleh faktor usia pekerja, dimana dengan lamanya bekerja sebagai penjahit maka usia seseorang juga akan bertambah sehingga lebih mudah untuk terjadinya kelelahan kerja. Hal ini sesuai dengan teori yang
di
kemukakan
kemampuan
oleh
seseorang
Suma’mur
dalam
(1989),
melakukan
bahwa tugasnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah umur. Umur seseorang akan mempengaruhi kondisi tubuh.
xlvii
xlviii
Seseorang
yang
berumur
muda
sanggup
melakukan
pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun. Pekerja yang telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan
tugasnya
sehingga
mempengaruhi
kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Misalnya pada umur 50 tahun kapasitas kerja tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi 60% dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun. d. Hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit Status gizi merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan kelelahan kerja yang berasal dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki status gizi normal jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki status gizi gemuk atau kurus.
xlviii
xlix
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa kelelahan banyak dialami oleh pekerja yang memiliki status gizi normal (53.4%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa status gizi pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja. Menurut teori Hartz et al
(1999) dalam Safitri (2008)
peningkatan IMT / IMT lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kelelahan kerja pada study yang dilakukan selama 2 tahun pada pasien ICF dan menjadi overweight / obesitas dengan fungsi fisik dan vitalitas yang lebih rendah pada population based study. Berdasarkan
teori Hartz et al (1999) di atas, kelelahan
terjadi pada IMT yang lebih tinggi yaitu obesitas. Namun, pada penelitian ini kelelahan lebih banyak dialami oleh pekerja dengan status gizi normal. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hartz et al (1999). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja dengan status gizi gemuk dan kurus tidak selalu mengalami kelelahan kerja yang didukung oleh penelitian ini. Akan tetapi penulis berasumsi bahwa kelelahan terjadi disebabkan oleh banyaknya pekerja dengan status gizi normal yang memiliki usia yang lebih tua. Dengan demikian
xlix
l
bertambahnya usia seseorang maka akan berkurangnya tenaga dalam melakukan pekerjaan, sehingga pekerja akan lebih mudah untuk mengalami kelelahan kerja. Begitu juga sebaliknya, bahwa pekerja yang berstatus gizi kurus dan gemuk
sebagian besar tidak mengalami kelelahan kerja
disebabkan oleh faktor usia pekerja dan masa kerja, dimana usia pekerjanya yang muda dan masa kerjanya yang tidak terlalu lama bekerja sebagai penjahit. 2. Hubungan antara Jam Kerja dengan Kelelahan Kerja Variabel jam kerja merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan
kelelahan
kerja
pada
pekerja
penjahit.
Berdasarkan data pada tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja yang memiliki jam kerja > 8 jam
lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja yang memiliki jam kerja ≤ 8 jam. Data pada tabel 5.9 terlihat bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja dengan jam kerja > 8 jam (56.3%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelelahan kerja dengan jam kerja > 8 jam dan jam kerja ≤ 8 jam. Menurut Suma’mur (1996) Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya 16-18 jam
l
li
dipergunakan
untuk
kehidupan
dalam
keluarga
dan
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai effisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecendrungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan kerja. Namun pada penelitian ini kelelahan kerja lebih banyak dialami oleh pekerja yang bekerja lebih dari 8 jam dalam sehari. Dengan demikian jam kerja dalam penelitian ini tidak sesuai dengan
yang
disarankan
oleh
Suma’mur
(1996).
Dalam
penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kelelahan kerja dengan jam kerja. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh masa kerja pekerja yang sudah lama bekerja sebagai penjahit. Dengan masa kerja yang lama berati tingkat pengalaman kerja seseorang akan bertambah, sehingga kelelahan kerja menjadi hal yang biasa terjadi dalam bekerja. 3. Hubungan antara Postur Kerja dengan Kelelahan Kerja Variabel postur kerja merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan kelelahan kerja pada pekerja penjahit. Pada penelitian ini cara melihat postur kerja pekerja dengan melakukan
pengukuran
risiko
li
ergonomi
pada
pekerjaan
lii
dengan
menggunakan
metode
REBA.
Risiko
ergonomi
pekerjaan dengan metode REBA terbagi menjadi 5 kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui bahwa pekerja yang memiliki postur kerja yang berisiko lebih rendah
lebih
banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki postur kerja yang berisiko lebih tinggi. Berdasarkan
observasi,
para
pekerja
yang
sedang
melakukan beberapa kegiatan, maka dilakukan pengukuran risiko ergonomi pekerjaan pada setiap pekerja yang sedang melakukan kegiatan pekerjaan dengan metode REBA, sehingga setiap pekerja memiliki nilai risiko yang berbeda atau terdapat range.
Hasil penelitian yang dilakukan hanya terdapat risiko
ergonomi pekerjaan yang berisiko tinggi dan
risiko ergonomi
pekerjaan yang berisiko rendah. Data pada tabel 5.10 terlihat bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja dengan postur kerja yang berisiko lebih rendah (50.0%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa
tidak
ada
perbedaan
yang
bermakna
antara
persentase kelelahan antara pekerja yang memiliki postur kerja
lii
liii
yang berisiko lebih rendah dengan pekerja yang memiliki postur kerja yang berisiko lebih tinggi. Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan kelelahan kerja. Akan tetapi berdasarkan penilaian REBA kegiatan para pekerja tersebut memiliki risiko yang serius yaitu risiko tinggi dengan risiko rendah.
Menurut
Soeripto
(1989),
perencanaan
dan
penyesuaian alat yang tepat bagi tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas, menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja serta kelestarian lingkungan kerja, dan juga memperbaiki kualitas produk dari suatu proses produksi. Oleh karena itu, upaya untuk menanggulangi risiko ergonomi tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan peralatan kerja yang sesuai dengan antropometri masing-masing pekerja seperti meja dan kursinya. Dengan demikian risiko ergonomi dapat diminimalisasi karena peralatan kerja yang digunakan sesuai dengan antropometri pekerja, sehingga para pekerja tidak mengalami
kelelahan
kerja
akibat
melakukan
pekerjaan
menjahit. 4. Hubungan antara Kebisingan dengan Kelelahan Kerja
liii
liv
Variabel kebisingan
merupakan salah satu faktor yang
dapat berhubungan kelelahan kerja pada pekerja penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa pekerja yang
memiliki
dosis
kebisingan
≤
100%
lebih
banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki dosis kebisingan > 100%. Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang bekerja, maka
dilakukan
pengukuran
kebisingan.
Sehingga setiap
pekerja memiliki nilai dosis yang berbeda-beda sesuai dengan jam kerja perharinya. Data pada tabel 5.11 terlihat bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh pekerja yang memiliki dosis kebisingan ≤ 100% (49.2%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa
tidak
ada
perbedaan
yang
bermakna
antara
persentase kelelahan antara pekerja yang memiliki dosis kebisingan ≤ 100% lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki dosis kebisingan > 100%. Dengan demikian hasil nilai kebisingan pada pekerja dalam penelitian ini dikategorikan masih aman karena masih di bawah NAB yaitu sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja berdasarkan Occupational Safety and Health
liv
lv
(2003) dosis kebisingan tidak boleh lebih dari 100% dan waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam. Selain itu, menururt Sedarmayanti (2009) kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga karena dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara
Kemungkinan
kebisingan
dengan
tidak
dengan adanya
kelelahan
hubungan
kerja.
tersebut
disebabkan oleh nilai kebisingannya masih aman untuk diterima oleh pekerja. Kemudian pekerja merasa tidak terganggu dengan kebisingan yang ada di tempat kerja, sehigga tidak terjadinya kelelahan kerja pada pekerja. 5. Hubungan antara Pencahayaan dengan Kelelahan Kerja Variabel pencahayaan merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa pencahayaan di tempat kerja rata-rata 92.37 lux. Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang bekerja, maka dilakukan pengukuran pencahayaan di meja masing-
lv
lvi
masing pekerja. Sehingga setiap pekerja memiliki pencahayaan yang berbeda-beda sesuai dengan penerangan yang tersedia di meja kerjanya masing-masing. Data pada tabel 5.12 terlihat bahwa rata-rata intensitas cahaya masing-masing pekerja yaitu 92.61. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara pencahayaan dengan kelelahan kerja. Dengan demikian pencahayaan di tempat kerja ini tidak sesuai dengan
standar
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
:
405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 500 lux. Menurut Budiono dkk (2003) akibat penerangan yang buruk dapat menyebabkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan- keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata, merusakan alat penglihatan, serta meningkatnya kecelakaan. Meskipun seharusnya tingkat pencahayaan yang rendah dapat mempengaruhi kelelahan kerja, tapi hasil penelitian ini membuktikan bahwa pencahayaan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahan kerja. Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan antara cahaya dengan kelelahan kerja disebabkan oleh masa kerja
lvi
lvii
dari pekerja yang terlalu lama. Dengan masa kerja yang terlalu lama kemungkinan para pekerja sudah terbiasa dan lebih berpengalaman sehingga mampu bekerja secara efisien. Oleh sebab itu mereka dapat mengatur besarnya tenaga yang dikeluarkan
oleh
karena
seringnya
melakukan
pekerjaan
tersebut, sehingga kelelahan kerja tidak terjadi pada saat bekerja. 6. Hubungan antara Suhu di Tempat Kerja dengan Kelelahan Kerja Variabel suhu di tempat kerja merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit. Berdasarkan data pada tabel 5.6 diketahui bahwa suhu di tempat kerja rata-rata 27.651 ºC. Berdasarkan observasi, para pekerja yang sedang bekerja, maka dilakukan pengukuran suhu di tempat kerja. Sehingga setiap pekerja memiliki suhu di tempat kerja yang berbedabeda. Data pada tabel 5.13 terlihat bahwa rata-rata suhu di tempat kerja yaitu 27.639 ºC. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu di tempat kerja dengan kelelahan kerja. Dengan demikian suhu di tempat kerja ini dikategorikan aman karena sesuai
lvii
lviii
dengan
standar
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
:
405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 18-30 ºC. Menurut Suma’mur (1992) pada suhu udara yang panas dan lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat. Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi demikian dapat dialami oleh tenaga kerja, salah satunya kelelahan kerja. Pekerja yang mengalami kondisi demikian, sulit untuk mampu bereproduksi tinggi. Akibat kelelahan kerja tersebut, para pekerja menjadi kurang bergairah kerja, daya tanggap dan rasa tanggung jawab menjadi rendah, sehingga seringkali kurang memperhatikan kualitas produk kerjanya. Dengan
demikian,
suhu
di
lingkungan
kerja
tidak
berhubungan dengan kelelahan kerja karena suhu tersebut masih dalam batas normal untuk lingkungan kerja bagi para pekerja. Dengan suhu tersebut tubuh tidak terlalu banyak membuang energi untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hal inilah yang menyebabkan dalam penelitian ini, suhu tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan kerja.
lviii
lix
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
B. Simpulan 1. Pekerja yang mengalami kelelahan lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang mengalami tidak lelah 2. Gambaran karakteristik pekerja antara lain : a. Pekerja yang berusia > 29 tahun lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang berusia diatas ≤ 29 tahun b. Pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki jenis kelamin perempuan c. Pekerja yang memiliki masa kerja > 8
tahun lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 8 tahun d. Pekerja dengan status gizi normal lebih banyak dibandingkan dengan pekerja dengan status gizi kurus dan gemuk 3. Pekerja yang memiliki jam kerja > 8 jam lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki jam kerja ≤ 8 jam
lix
lx
4. Pekerja yang memiliki postur kerja yang berisiko rendah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki postur kerja yang berisiko tinggi 5. Tempat kerja yang memiliki kebisingan ≤ 100% lebih banyak dibandingkan dengan tempat kerja yang memiliki kebisingan > 100% 6. Rata-rata pencahayaan di tempat kerja adalah 92.37 lux 7. Rata-rata suhu di tempat kerja adalah 27.651 ºC 8. Hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja antara lain sebagai berikut: a. Ada hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan kelelahan kerja b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kelelahan kerja c. Ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kelelahan kerja d. Tidak ada hubungan antara status gizi pekerja dengan kelelahan kerja 9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan kelelahan kerja
lx
lxi
10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara postur kerja dengan kelelahan kerja 11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan kelelahan kerja 12. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan kelelahan kerja 13. Tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu dengan kelelahan kerja 14. Usia pekerja yang dominan untuk mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja
C. Saran 1. Bagi Pengelola a. Sebaiknya pihak pengelola melakukan pengaturan jam kerja yang teratur dan waktu istirahat yang cukup agar kelelahan kerja yang terjadi dapat dikurangi. b. Sebaiknya pihak pengelola menyediakan peralatan kerja yang ergonomis, misalkan meja dan kursi yang digunakan dalam bekerja sesuai dengan antropometri pekerjanya masing-masing agar kelelahan kerja yang terjadi dapat dikurangi.
lxi
lxii
c. Walaupun pada penelitian ini cahaya tidak berkontribusi terhadap kelelahan kerja, tetapi pada penelitian ini intensitas cahaya tidak sesuai dengan standar KEPMENKES 405/Menkes/SK/XI/2002,
sehingga
disarankan
NO: pihak
pengelola menambahkan pencahayaan di tempat kerja agar kelelahan kerja yang terjadi dapat dikurangi. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Pada penelitian ini didapatkan R square sebesar 30.1% yang berarti variabel-variabel yang diteliti hanya 30.1% untuk menjelaskan variabel dependen dan 69.9% dijelaskan oleh variabel diluar penelitian, sehingga disarankan untuk peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel – variabel lain yang diduga berhubungan dengan kelelahan kerja yang tidak diteliti pada penelitian ini. b. Peneliti
selanjutnya
diharapkan
melakukan
penelitian
dengan menggunakan cara lain dalam mengukur kelelahan kerja sehingga diharapkan dapat diperoleh perbandingan gambaran kejadian kelelahan kerja.
lxii
lxiii
DAFTAR PUSTAKA Andiningsari, Pratiwi. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kelelahan Pada Pengemudi Travel X Trans Jakarta Trayek Jakarta-Bandung. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta; Gramedia Pustaka Umum, 2004. Apriani, Nuke. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia, 2003. Amalia, Dina. Tinjauan Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pekerja Unit Produksi Industri Garment PT. INTI GRAMINDO PERSADA Tahun 2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 1998. Budiono, dkk. Kelelahan (Fatigue) Pada Tenaga Kerja. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Edisi ke-2. Semarang; Universitas Diponegoro, 2003. Dowell, Chad H & Tapp. Loren C. Evaluation of Heat Stress at a Glass Bottle Manufacture. Departement of Health and Human Service. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Cincinnati, Ohio. [ cited 2009 June 27th ]. Available:http://www.cdc.gov/niosh/hhe/reports/pdfs/20030311-3052.pdf, 2007. Fitrihana, Noor. 2008. Kelelahan Kerja. [cited 2008 August 28th]. Available: http://blog.uny.ac.id/noorfitrihana/2008/08/13/kelelahankerja/,2008. Kepmenkes. Kesehatan Lingkungan No.405/Menkes/SK/XI/2002.
lxiii
Kerja
Industri.
lxiv
Marfu’ah, Umi. Ergonomi Cegah Terjadinya Penyakit Akibat Kerja. Majalah KATIGA, Bisnis, K3, 2007. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Nurmianto, Eko. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi Kedua. Surabaya; Guna Widya, 2004. OSH. Guideliness for Noise Control And Vibration. Division Ministery of Manpower. 2003. Pheasant, Stephen. Ergonomics, Work, and Health. Aspen Publisher Inc, USA, 1991. Priyatno, Duwi. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta; Mediakom, 2008. Putri, Duhita Pangesti. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal pekerja Terhadap Kelelahan Pada Operator Alat Besar PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya Periode Tahun 2008. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008. Purnawati et al. Kelalahan Umum Pada Pekrja Shift Pabrik Minuman Botol PT. X Bali. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 56, Nomor 9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006. Riyanto, Agung. Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan. Bandung: Niftra Media Press, 2009. Riyadina, Woro. Beberapa Hal Tentang Kelelahan Kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja; Volume XXIX No 1; 30-34, 1996. Safitri, Dian Sustana. Hubungan Antara Pola Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Karyawan Perusahaan Migas X Kalimantan Timur. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2008. Santoso, Gempur. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Pt. Prestasi Pustaka, 2004. Setyawati, Ely. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kelelahan Pada Tenaga kerja Wanita Bagian Produksi
lxiv
lxv
Jahit Garment PT.Billion Jakarta Pusat. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001. Sedarmayanti. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju, 1996. Sedarmayanti. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju, 2009. Silaban, Gery. Kelelahan Kerja. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia; Tahun XXVI, No. 10:539-544, 1998. Silatuti, Ambar. Hubungan Antara Kelelahan Dengan Produktivitas Tenaga Kerja di Bagian Penjahitan PT. Bengawan Solo Garmen Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang, 2006. Sisinta, Tiaraima. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada Pekerja di Departement Weaving PT. ISTEM Tangerang. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005. Soeripto. Ergonomi dan Produktivitas Kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Vol XXII, No. 1. Januari-Maret 1989:29-32. Stanton, Neville et al. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. London: CRC Press, 2005. Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1981. Suma’mur. Ergonomi Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1989. Suma’mur, Peranan Ergonomi Pada Industri Mebel. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Vol XXVI, No. 1. Januari-Maret 1993: 2632. Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja Cetakan ke13. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996.
lxv
lxvi
Susetyo, et al. Prevalensi Keluhan Subyektif Atau Kelelahan Karena Sikap Kerja Yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak. Jurnal Teknologi; Volume 1 No. 2: 141-149, 2008. Tarwaka, et al. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press, 2004. Uminah. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di RS. PELNI Petamburan Jakarta Tahun 2005. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005. Veranita, Dian Meyanti. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja Pada Pengemudi Bus Malam di Terminal Lebak Bulus. Skripsi Program Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam Negeri Syahid Jakarta, 2008.
lxvi
lxvii
LAMPIRAN 1
KUESIONER
Assalammualaikum Wr. Wb. Saya
Umyati
bermaksud
meneliti
tentang
“FAKTOR-FAKTOR
BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA
YANG
PEKERJA
PENJAHIT DI WILAYAH KETAPANG CIPONDOH TANGERANG TAHUN 2009”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja dan kelelahan kerja. Wawancara ini akan berlangsung selama 20 – 25 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur- jujurnya. Setiap jawaban anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi responden bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak melanjutkan wawancara. Untuk itu dimohon kesediaan kepada pekerja penjahit selaku responden untuk mengisi kuesioner ini. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesediaan Anda menjadi responden pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal ibadah yang bernilai disisi-Nya.
lxvii
lxviii
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS SETELAH PENJELASAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
:...............................................................................
Alamat
: ...............................................................................
No. Telepon/HP
: ...............................................................................
Bersedia secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan judul “FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA
PENJAHIT
DI
WILAYAH
KETAPANG
CIPONDOH
TANGERANG TAHUN 2009”. Telah mendengarkan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan sadar akan manfaat dan adanya resiko yang mungkin terjadi dalam penelitian ini. Saya akan memberikan informasi yang benar sejauh yang saya ketahui dan saya ingat. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.
Jakarta,......... Desember 2009
Peneliti
Yang membuat pernyataan
Umyati
(………………………………..) Tanda tangan dan nama terang
lxviii
lxix
Nomor Responden
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN A. KARAKTERISTIK PEKERJA A1 Nama responden……………………………….. A2 Jenis kelamin responden 1. Laki-laki 2. Perempuan A3 Tanggal….…/ Bulan…..../ Tahun …….........Kelahiran A4 Berat badan responden…………………………kg Nb: DIISI OLEH PENELITI A5 Tinggi badan responden ……………………….cm Nb: DIISI OLEH PENELITI A6 Sudah berapa lama responden bekerja sebagai penjahit ……………. Bulan A7 Berapa lama responden bekerja dalam sehari.......jam
(Diisi oleh Peneliti) [ ] A2
[ ] [ ] A3 [ ] [ ] A4 [ ] [ ] [ ] A5 [ ] [ ] A6
KETERANGAN DIBAWAH INI SEBAGAI PETUNJUK PENGISIAN BAGIAN B.KELELAHAN KERJA
Keterangan : Sangat Sering Sering
= jika hampir tiap hari terasa = jika 3-4 hari terasa dalam satu minggu
Kadang – kadang = jika 1 – 2 hari terasa dalam satu minggu Tidak pernah
= tidak pernah terasa
B. KELELAHAN KERJA (Diisi oleh Peneliti) B1 Apakah Saudara merasa berat di bagian kepala setelah [ ] B1 bekerja ? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B2 Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan setelah [ ] B2
lxix
lxx
bekerja ? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B3 Apakah kaki saudara terasa berat setelah bekerja? [ ] B3 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B4 Apakah saudara menguap setelah bekerja ? [ ] B4 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B5 Apakah pikiran saudara terasa kacau setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B6 Apakah saudara merasa mengantuk setelah bekerja ? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B7 Apakah saudara merasakan ada beban pada mata setelah bekerja ? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B8 Apakah saudara merasa kaku / canggung dalam bergerak setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B9 Apakah saudara merasa sempoyongan/ berdirinya Tidak stabil setelah Bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B10 Apakah saudara ada perasaan ingin berbaring setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B11 Apakah saudara susah berfikir setelah bekerja ? 1. Tidak pernah 3. sering 2.kadang - kadang 4. sangat sering B12 Apakah saudara merasa lelah untuk berbicara setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B13 Apakah saudara menjadi gugup setelah bekerja ? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B14 Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi setelah bekerja?
lxx
[ ] B5
[ ] B6
[ ] B7
[ ] B8
[ ] B9
[ ] B10
[ ] B11
[ ] B12
[ ] B13
[ ] B14
lxxi
1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B15 Apakah saudara Tidak bisa memusatkan perhatian [ ] B15 terhadap sesuatu setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B16 Apakah anda punya kecenderungan untuk lupa setelah [ ] B16 bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B17 Apakah saudara merasa kurang percaya diri setelah [ ] B17 bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering
B18 Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B19 Apakah saudara merasa Tidak dapat mengontrol sikap setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B20 Apakah saudara merasa Tidak dapat tekun dalam pekerjaan setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B21 Apakah saudara merasa sakit dikepala? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B22 Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B23 Apakah saudara merasa nyeri di punggung setelah Bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering
[ ] B18
[ ] B19
[ ] B20
[ ] B21
[ ] B22
[ ] B23
B24 Apakah nafas saudara terasa tertekan setelah bekerja? [ ] B24 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering
lxxi
lxxii
B25 Apakah saudara merasa sangat haus setelah bekerja? [ ] B25 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B26 Apakah suara saudara terasa serak setelah bekerja? [ ] B 26 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B27 Apakah saudara merasa pening setelah bekerja? [ ] B27 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B28 Apakah kelopak mata saudara terasa kejang setelah [ ] B28 bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B29 Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor) [ ] B29 setelah bekerja? 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering B30 Apakah saudara merasa kurang sehat setelah bekerja? [ ] B30 1. Tidak pernah 3. sering 2. kadang - kadang 4. sangat sering
Kebisingan
: ................. dB
Suhu
: ................. ºC
Pencahayaan
: .................. lux
lxxii
lxxiii
LAMPIAN 2
Explore Case Processing Summary
usia
Cases Missing N Percent 0 ,0%
Valid N Percent 76 100,0%
Total N Percent 76 100,0%
Descriptives usia
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Statistic 28,47 26,76
Lower Bound Upper Bound
Std. Error ,861
30,19
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
28,32 27,50 56,333 7,506 16 45 29 13 ,246 -1,002
,276 ,545
Tests of Normality a
usia
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,084 76 ,200*
Statistic ,959
Shapiro-Wilk df 76
Sig. ,016
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary
N masa
Valid Percent 76 100,0%
Cases Missing N Percent 0 ,0%
lxxiii
N
Total Percent 76 100,0%
lxxiv
Descriptives masa
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Statistic 6,49 5,44
Lower Bound Upper Bound
Std. Error ,527
7,54
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
6,22 5,00 21,080 4,591 1 20 19 7 ,815 -,071
,276 ,545
Tests of Normality a
masa
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. ,158 76 ,000
Shapiro-Wilk Statistic df ,913 76
a. Lilliefors Significance Correction
lxxiv
Sig. ,000
lxxv
LAMPIRAN 3
Frequencies Statistics
masaklm pk
jamkl mpk
posturkl mpk
bising klmpk
76
76
76
76
76
76
76
76
0
0
0
0
0
0
0
0
JK N
Vali d Miss ing
status klmpk lelahklm 1 pk1
usiak lmpk
JK
Valid
perempuan laki-laki Total
Frequency 12 64 76
Percent 15.8 84.2 100.0
Valid Percent 15.8 84.2 100.0
Cumulative Percent 15.8 100.0
usiaklmpk
Valid
>29 tahun <=29 tahun Total
Frequency 44 32 76
Percent 57.9 42.1 100.0
Valid Percent 57.9 42.1 100.0
Cumulative Percent 57.9 100.0
masaklmpk
Valid
>8 tahun <=8 tahun Total
Frequency 33 43 76
Percent 43.4 56.6 100.0
Valid Percent 43.4 56.6 100.0
Cumulative Percent 43.4 100.0
jamklmpk
Valid
>8 jam <=8 jam Total
Frequency 64 12 76
Percent 84.2 15.8 100.0
Valid Percent 84.2 15.8 100.0
lxxv
Cumulative Percent 84.2 100.0
lxxvi
posturklmpk
Valid
8-10 risiko tinggi 5-7 risiko sedang Total
Frequency 14 62 76
Percent 18.4 81.6 100.0
Valid Percent 18.4 81.6 100.0
Cumulative Percent 18.4 100.0
bisingklmpk
Valid
>100% <=100% Total
Frequency 13 63 76
Percent 17.1 82.9 100.0
Valid Percent 17.1 82.9 100.0
Cumulative Percent 17.1 100.0
statusklmpk1
Valid
>25 gemuk <=18.5 kurus 18.6-25 normal Total
Frequency 11 58 7 76
Percent 14.5 76.3 9.2 100.0
Valid Percent 14.5 76.3 9.2 100.0
Cumulative Percent 14.5 90.8 100.0
lelahklmpk1
Valid
>60 lelah <=60 tidak lelah Total
Frequency 41 35 76
Percent 53.9 46.1 100.0
lxxvi
Valid Percent 53.9 46.1 100.0
Cumulative Percent 53.9 100.0
lxxvii
LAMPIRAN 4
Crosstabs Case Processing Summary Cases Missing
Valid N JK * lelahklmpk1 usiaklmpk * lelahklmpk1 masaklmpk * lelahklmpk1 jamklmpk * lelahklmpk1 posturklmpk * lelahklmpk1 bisingklmpk * lelahklmpk1 statusklmpk1 * lelahklmpk1
76 76
Percent 100.0% 100.0%
76
N
Total
0 0
Percent .0% .0%
100.0%
0
76
100.0%
76
N 76 76
Percent 100.0% 100.0%
.0%
76
100.0%
0
.0%
76
100.0%
100.0%
0
.0%
76
100.0%
76
100.0%
0
.0%
76
100.0%
76
100.0%
0
.0%
76
100.0%
JK * lelahklmpk1 Crosstab
JK
perempuan laki-laki
Total
Count % within JK Count % within JK Count % within JK
lelahklmpk1 <=60 tidak lelah >60 lelah 5 7 41.7% 58.3% 36 28 56.3% 43.8% 41 35 53.9% 46.1%
lxxvii
Total 12 100.0% 64 100.0% 76 100.0%
lxxviii
Chi-Square Tests Value .865b .378 .863
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.854
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .352 .539 .353
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.529
.269
.356
76
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5. 53. Risk Estimate
Value Odds Ratio for JK (perempuan / laki-laki) For cohort lelahklmpk1 = >60 lelah For cohort lelahklmpk1 = <=60 tidak lelah N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.556
.159
1.938
.741
.367
1.497
1.333
.767
2.318
76
usiaklmpk * lelahklmpk1 Crosstab
usiaklmpk
>29 tahun <=29 tahun
Total
Count % within usiaklmpk Count % within usiaklmpk Count % within usiaklmpk
lxxviii
lelahklmpk1 <=60 tidak >60 lelah lelah 33 11 75.0% 25.0% 8 24 25.0% 75.0% 41 35 53.9% 46.1%
Total 44 100.0% 32 100.0% 76 100.0%
lxxix
Chi-Square Tests Value 18.643b 16.684 19.409
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df 1 1 1
18.397
Asymp. Sig. (2-sided) .000 .000 .000
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.000
.000
.000
76
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14. 74. Risk Estimate
Value Odds Ratio for usiaklmpk (>29 tahun / <=29 tahun) For cohort lelahklmpk1 = >60 lelah For cohort lelahklmpk1 = <=60 tidak lelah N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
9.000
3.144
25.760
3.000
1.608
5.599
.333
.192
.577
76
masaklmpk * lelahklmpk1 Crosstab
masaklmpk
>8 tahun <=8 tahun
Total
Count % within masaklmpk Count % within masaklmpk Count % within masaklmpk
lxxix
lelahklmpk1 <=60 tidak >60 lelah lelah 23 10 69.7% 30.3% 18 25 41.9% 58.1% 41 35 53.9% 46.1%
Total 33 100.0% 43 100.0% 76 100.0%
lxxx
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 5.823b 4.757 5.933
df 1 1 1
5.747
1
Asymp. Sig. (2-sided) .016 .029 .015
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.021
.014
.017
76
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15. 20.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for masaklmpk (>8 tahun / <=8 tahun) For cohort lelahklmpk1 = >60 lelah For cohort lelahklmpk1 = <=60 tidak lelah N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
3.194
1.225
8.328
1.665
1.096
2.529
.521
.293
.927
76
jamklmpk * lelahklmpk1 Crosstab
jamklmpk
>8 jam <=8 jam
Total
Count % within jamklmpk Count % within jamklmpk Count % within jamklmpk
lelahklmpk1 <=60 tidak >60 lelah lelah 36 28 56.3% 43.8% 5 7 41.7% 58.3% 41 35 53.9% 46.1%
lxxx
Total 64 100.0% 12 100.0% 76 100.0%
lxxxi
Chi-Square Tests Value .865b .378 .863
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df 1 1 1
.854
Asymp. Sig. (2-sided) .352 .539 .353
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.529
.269
.356
76
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5. 53. Risk Estimate 95% Confidence Interval Lower Upper
Value Odds Ratio for jamklmpk (>8 jam / <=8 jam) For cohort lelahklmpk1 = >60 lelah For cohort lelahklmpk1 = <=60 tidak lelah N of Valid Cases
1.800
.516
6.279
1.350
.668
2.728
.750
.431
1.304
76
posturklmpk * lelahklmpk1 Crosstab
posturklmpk
8-10 risiko tinggi 5-7 risiko sedang
Total
Count % within posturklmpk Count % within posturklmpk Count % within posturklmpk
lxxxi
lelahklmpk1 <=60 tidak >60 lelah lelah 10 4 71.4% 28.6% 31 31 50.0% 50.0% 41 35 53.9% 46.1%
Total 14 100.0% 62 100.0% 76 100.0%
lxxxii
Chi-Square Tests Value 2.111b 1.336 2.182
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df 1 1 1
2.083
Asymp. Sig. (2-sided) .146 .248 .140
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.235
.123
.149
76
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 45. Risk Estimate
Value Odds Ratio for posturklmpk (8-10 risiko tinggi / 5-7 risiko sedang) For cohort lelahklmpk1 = >60 lelah For cohort lelahklmpk1 = <=60 tidak lelah N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
2.500
.708
8.830
1.429
.944
2.162
.571
.241
1.357
76
bisingklmpk * lelahklmpk1 Crosstab
bisingklmpk
>100% <=100%
Total
Count % within bisingklmpk Count % within bisingklmpk Count % within bisingklmpk
lxxxii
lelahklmpk1 <=60 tidak >60 lelah lelah 10 3 76.9% 23.1% 31 32 49.2% 50.8% 41 35 53.9% 46.1%
Total 13 100.0% 63 100.0% 76 100.0%
lxxxiii
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 3.332b 2.310 3.518
df 1 1 1
3.288
Asymp. Sig. (2-sided) .068 .129 .061
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.124
.062
.070
76
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5. 99. Risk Estimate 95% Confidence Interval Lower Upper
Value Odds Ratio for bisingklmpk (>100% / <=100%) For cohort lelahklmpk1 = >60 lelah For cohort lelahklmpk1 = <=60 tidak lelah N of Valid Cases
3.441
.864
13.698
1.563
1.059
2.307
.454
.164
1.262
76
statusklmpk1 * lelahklmpk1 Crosstab
statusklmpk1
>25 gemuk <=18.5 kurus 18.6-25 normal
Total
Count % within statusklmpk1 Count % within statusklmpk1 Count % within statusklmpk1 Count % within statusklmpk1
lxxxiii
lelahklmpk1 <=60 tidak >60 lelah lelah 7 4 63.6% 36.4% 31 27 53.4% 46.6% 3 4 42.9% 57.1% 41 35 53.9% 46.1%
Total 11 100.0% 58 100.0% 7 100.0% 76 100.0%
lxxxiv
Chi-Square Tests Value .768a .774
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .681 .679
1
.384
df
.758 76
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.22. Risk Estimate Value Odds Ratio for statusklmpk1 (>25 gemuk / <=18.5 kurus)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
T-Test Group Statistics
cahaya
lelahklmpk1 >60 lelah <=60 tidak lelah
N
Mean 92.61 92.09
41 35
Std. Error Mean 4.521 4.164
Std. Deviation 28.952 24.634
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F cahaya
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.237
t-test for Equality of Means
Sig.
t
.628
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
.084
74
.933
.524
6.226
-11.881
12.930
.085
74.000
.932
.524
6.147
-11.724
12.772
T-Test Group Statistics
suhu
lelahklmpk1 >60 lelah <=60 tidak lelah
N 41 35
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Mean 27.639 27.666
lxxxiv
Std. Deviation .9823 1.1321
Std. Error Mean .1534 .1914
lxxxv
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F suhu
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig.
2.240
.139
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
-.110
74
.913
-.0267
.2425
-.5099
.4565
-.109
67.905
.914
-.0267
.2453
-.5161
.4627
Descriptives Descriptive Statistics N cahaya suhu Valid N (listwise)
76 76 76
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Minimum 48 26.6
Maximum 178 29.5
lxxxv
Mean 92.37 27.651
Std. Deviation 26.874 1.0468
lxxxvi
LAMPIRAN 5 Lampiran 4.1
Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat
No
Variabel
PValue
1
Usia Pekerja
0.000
2
Masa Kerja
0.016
3
Postur Kerja
0.146
4
Kebisingan
0.068
Lampiran 4.2
Pembuatan Model Variables in the Equation
Step a 1
usiaklmpk masaklmpk posturklmpk bisingklmpk Constant
B 1.972 .127 .517 .441 -4.931
S.E. .654 .631 .726 .780 2.042
Wald 9.074 .041 .507 .320 5.831
df 1 1 1 1 1
Sig. .003 .840 .476 .572 .016
Exp(B) 7.182 1.136 1.677 1.554 .007
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 1.991 25.901 .330 3.909 .404 6.961 .337 7.170
a. Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk, masaklmpk, posturklmpk, bisingklmpk.
Variables in the Equation
Step a 1
usiaklmpk posturklmpk bisingklmpk Constant
B 2.040 .508 .439 -4.809
S.E. .564 .724 .779 1.943
Wald 13.100 .493 .318 6.126
df 1 1 1 1
Sig. .000 .483 .573 .013
a. Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk, posturklmpk, bisingklmpk.
lxxxvi
Exp(B) 7.690 1.662 1.552 .008
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 2.548 23.208 .402 6.870 .337 7.146
lxxxvii
Variables in the Equation
Step a 1
usiaklmpk posturklmpk Constant
B 2.136 .501 -4.123
S.E. .542 .722 1.476
Wald 15.532 .482 7.809
df
Sig. .000 .488 .005
1 1 1
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 2.926 24.488 .401 6.791
Exp(B) 8.465 1.650 .016
a. Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk, posturklmpk. Variables in the Equation
Step a 1
usiaklmpk Constant
B 2.197 -3.296
S.E. .537 .807
Wald 16.770 16.673
df
Sig. .000 .000
1 1
Exp(B) 9.000 .037
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 3.144 25.760
a. Variable(s) entered on step 1: usiaklmpk.
Variables in the Equation
B Step a 1
posturklmpk by usiaklmpk Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
.939
.242
15.025
1
.000
2.559
-2.641
.691
14.616
1
.000
.071
a. Variable(s) entered on step 1: posturklmpk * usiaklmpk .
lxxxvii
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 1.591
4.114