1
PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Agustinus Sulistyo Tri P., SE., MSi2 Abstrak
Sumber Daya Aparatur merupakan aset yang paling berharga bagi suatu organisasi sehingga harus dikelola dengan baik. Pengelolaannya mencakup semua tahapan sejak perencanaan formasi sampai dengan pensiun. Setiap tahapan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, terintegrasi secara utuh. Demikian pula halnya dengan pengelolaan sumber daya aparatur di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kualitas sumber daya aparatur yang bagus yang saat ini dimiliki LAN harus dikelola dengan baik supaya bisa menjadi sumber daya bukan justeru menjadi sumber masalah. Meskipun dalam studi empiris ditemukan masih ada kelemahan dalam pengelolaannya akan tetapi hal itu menjadi satu kesempatan untuk melakukan perbaikan.
Key words : Sumber daya aparatur, reformasi birokrasi, manajemen sumber daya manusia. A. Pendahuluan Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, sumber daya aparatur mempunyai peran yang sangat besar. Sehingga harus dikelola dengan baik supaya bisa menjadi motor penggerak reformasi birokrasi. Bagaimana dengan kondisi sumber daya aparatur di Lembaga Administrasi Negara (LAN)? Keberadaan LAN diatur berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Di Pasal 4 disebutkan bahwa LAN mempunyai tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di bidang administrasi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Sementara itu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 kedudukan LAN adalah sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), dimana 1
Rewrite hasil Kajian Telaahan Kebijakan : Penataan Sistem Manajemen SDM LAN Tahun 2011, Pusat KKSDA LAN 2 Peneliti Muda LAN, bertindak sebagai peneliti utama kajian
1
dalam pelaksanaan tugasnya dikoordinasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN dan RB) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 106. Sedangkan secara khusus Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LAN diatur dalam Keputusan Kepala LAN Nomor 4 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Administrasi Negara, dalam melaksanakan tugasnya LAN menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional tertentu di bidang administrasi negara; b. Pengkajian kinerja kelembagaan dan sumber daya aparatur dalam rangka pembangunan administrasi negara dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur; c. Pengkajian dan pengembangan manajemen kebijakan dan pelayanan di bidang pembangunan administrasi negara; d. Penelitian dan pengembangan administrasi pembangunan dan otomasi administrasi negara; e. Pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Diklat) aparatur negara; f. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAN; g. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan Instansi Pemerintah di bidang administrasi negara; dan h. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga. Untuk mendukung tugas dan fungsinya tersebut, saat ini LAN didukung oleh 788 orang pegawai. Berikut disajikan data pegawai LAN menurut jenjang pendidikan. Tabel 1 Jumlah Pegawai LAN menurut Jenjang Pendidikan per April 2011 No
Unit Kerja
1. 2.
Kepala LAN Sekretariat Utama Dep Bid. Kajian Kinerja Kelemb & SDA Dep Bid. Kajian Manaj Kebij & Pelay Dep Bid. Litbang Adm. Pemb &
3. 4. 5.
S3
S2
Tingkat Pendidikan S1 D3 SLA SMP
1 0
0 28
0 49
0 20
0 83
2
20
9
1
0
12
6
1
14
6
SD
Jml
0 14
0 3
1 197
4
0
0
36
0
2
0
0
20
2
3
0
0
26
2
Otomasi Adm. Negara Dep Bid. Pembinaan Diklat 6. Aparatur 7. Dep Bid. Diklat SPIMNAS 8. INSPEKTORAT 9. PKP2A I LAN Bandung 10. PKP2A II LAN Makassar 11. PKP2A III LAN Samarinda 12. PKP2A IV LAN Aceh 13. STIA LAN Jakarta 14. STIA LAN Bandung 15. STIA LAN Makassar 16. Peg dipekerjakan di unit lain Total % Sumber : Bagian Kepegawaian LAN
4
20
16
5
12
1
0
58
3 0 2 4 2 0 11 2 4 1 37 4,7
39 2 13 13 5 6 25 18 14 4 233 29,6
26 4 24 16 21 10 5 11 14 3 220 27,9
1 2 10 7 4 9 6 3 3 0 73 9,3
22 1 22 16 4 2 10 6 5 0 192 24,2
2 0 4 1 0 0 1 2 0 0 25 3,2
0 0 2 1 0 0 0 0 2 0 8 1,0
93 9 77 58 36 27 58 42 42 8 788 100
Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pegawai LAN mempunyai pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3), yaitu sebanyak 490 orang atau 62,18%. Sementara itu apabila dilihat dari jenis kelaminnya, maka pegawai LAN yang berjenis kelamin pria ada sebanyak 474 orang (60,15%) dan perempuan sebanyak 314 orang (39,85%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pegawai yang bekerja di LAN masih didominasi oleh pegawai pria. Informasi yang diperoleh dari Bagian Kepegawaian menyebutkan bahwa saat ini LAN belum mempunyai grand design dalam pengelolaan pegawainya. Penentuan kebutuhan pegawai belum sepenuhnya didasarkan pada beban kerja yang ada di masingmasing unit, tetapi masih didasarkan pada jumlah pegawai yang pensiun, pegawai yang mengundurkan diri dan usulan-usulan dari unit. Akan tetapi pada praktiknya usulan ini seringkali tidak sesuai dengan formasi yang ditetapkan oleh Kementerian PAN dan RB. Sehingga tidak ada kesesuaian antara kebutuhan pegawai dengan formasi yang ada. Dalam rekrutmen dan seleksi disebutkan masih ada masalah karena pegawai belum tahu apa tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya. Sehingga pada saat sudah diterima mereka masih belum tahu apa yang harus dikerjakan. Kondisi ini berdampak pada saat penempatannya. Ada beberapa pegawai yang penempatannya tidak tepat, tidak sesuai dengan jabatan yang dilamarnya, misalnya dosen yang ditempatkan di unit
3
kajian. Kondisi ini berdampak unit-unit selalu merasa kekurangan pegawai meskipun secara kuantitas terpenuhi tetapi secara kualitas tidak terpenuhi. Demikian pula dalam pengembangan pegawai belum bisa dilakukan secara maksimal karena adanya keterbatasan anggaran. Sementara pengembangan yang dilakukan saat ini belum mencerminkan kebutuhan nyata dari masing-masing unit. Penilaian kinerja yang dilakukan di LAN masih menggunakan DP3, yang bersifat subjektif dan tidak mampu memotret kinerja nyata pegawai. Selama ini kinerja pegawai juga dilihat dari tingkat kedisiplinan masuk dan pulang kerja. Absensi dilakukan dengan menggunakan hand key dan menjadi dasar dalam memberikan uang makan. Dalam sistem karier pegawai, LAN juga belum mempunyai satu kebijakan yang pasti sehingga semua hanya bersandar pada keputusan Baperjakat. Masalah juga terjadi dalam mutasi pegawai, ada pegawai yang sering dimutasi tetapi ada juga pegawai yang tidak pernah dimutasi sampai belasan tahun. Pegawai yang dimutasi identik dengan pegawai yang mempunyai masalah. Selain itu seringkali ada juga pimpinan yang terus mempertahankan seorang pegawai karena merasa cocok. Demikian juga dalam pemberhentian pegawai, sangat sulit rasanya untuk memberhentikan seorang pegawai yang melanggar peraturan. Kondisi ini lebih disebabkan karena adanya rasa tidak enak dan rasa kemanusiaan saja bukan karena masalah kebijakan. Permasalahan-permasalahan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pegawai LAN perlu diperbaiki. Perbaikan pengelolaan perlu dilakukan di setiap tahapan, yaitu sejak perencanaan sampai pemberhentian. Dalam rangka pemenuhan tujuan tersebut maka diperlukan satu grand design pengelolaan pegawai yang mencakup semua tahapan pengelolaan pegawai.
B. Reformasi Birokrasi LAN Reformasi bagi LAN dimaknai sebagai suatu proses perubahan yang terencana untuk mewujudkan birokrasi yang profesional, bebas dari KKN, memiliki kinerja tinggi dan mampu memberikan pelayanan secara efektif dan efisien. Mewujudkan hal tersebut tentu tidaklah mudah. Akan tetapi ada empat kunci yang diyakini bisa membawa keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi di LAN, yaitu : 1) adanya komitmen yang 4
kuat serta adanya konsistensi menuju arah yang sudah ditetapkan; 2) penuh imajinasi dan kreativitas tinggi untuk menumbuhkan inovasi dan keunggulan daya saing; 3) kebersamaan untuk membangun integritas dan loyalitas; serta 4) kegigihan, kesabaran dan keikhlasan sebagai peningkat kualitas berkelanjutan. Pelaksanaan reformasi birokrasi di LAN juga dibuat dalam road map reformasi birokrasi LAN yang dimulai pada tahun 2010-2024 dan dibagi dalam tiga tahapan, yaitu jangka pendek, menengah dan panjang. Tujuan jangka pendek adalah mewujudkan kinerja prima operasional lembaga LAN. Kegiatan yang dilakukan dalam jangka pendek ini meliputi : peningkatan kompetensi SDM LAN, membangun kapasitas dan profesionalisme tenaga fungsional, peningkatan budaya pelayanan (stake holder service orientation), membangun jejaring kemitraan strategis praktisi dan lembaga pendidikan baik di dalam ataupun luar negeri, membangun landasan sistem knowledge management, e-learning dan e-library, penataan kelembagaan LAN sesuai dengan kebutuhan. Tujuan jangka menengah adalah kinerja prima layanan pemangku kepentingan. Dengan kegiatan meliputi : menjalankan program unggulan bagi pengembangan aparatur negara, membangun leadership dan assessment center bagi penyiapan pemimpin masa depan, implementasi knowledge management dan e-learning, penyelenggaraan pelayanan kajian kebijakan, fasilitasi, konsultasi dan advokasi. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam jangka pendek maupun menengah tersebut diharapkan mampu mendukung tujuan reformasi birokrasi LAN dalam jangka panjang, yaitu mewujudkan LAN sebagai institusi handal dan berkualitas internasional, baik di bidang kajian dan penelitian maupun diklat aparatur. Dalam Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tersebut dicantumkan adanya delapan area perubahan yang diharapkan bisa dilakukan dengan reformasi birokrasi. Kedelapan area perubahan tersebut adalah : organisasi, tatalaksana, peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik dan budaya kerja aparatur. Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di LAN, kedelapan area perubahan tersebut dikembangkan menjadi sembilan program kegiatan. Sembilan kegiatan ini pada dasarnya ada dalam tiga sasaran reformasi birokrasi, yaitu perubahan kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya aparatur. Kesembilan program reformasi LAN tersebut 5
adalah : Program manajemen perubahan yang berfokus pada area perubahan culture set dan mind set, Program penataan peraturan perundang-undangan yang berfokus pada area perubahan regulasi, Program penataan dan penguatan organisasi yang berfokus pada area perubahan organisasi, Program penataan tata laksana yang berfokus pada area perubahan proses kerja, Program penataan sistem MSDM yang berfokus pada area perubahan SDM, Program penguatan pengawasan yang berfokus pada area perubahan pengawasan, Program penguatan akuntabilitas kinerja yang berfokus pada area perubahan akuntabilitas, Program peningkatan kualitas pelayanan publik yang berfokus pada area perubahan pelayanan, Program monitoring, evaluasi dan pelaporan yang berfokus pada area perubahan pengawasan dan akuntabilitas. Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan LAN, khususnya pada tahun 2011 ini, Tim Reformasi Birokrasi LAN menetapkan tiga quick wins. Quick wins yang pertama adalah pelaksanaan otomatisasi pelayanan informasi pembinaan dan penyelenggaraan diklat, yang kedua adalah otomatisasi pelayanan akademik dan administrasi STIA LAN dan yang ketiga adalah penerapan e-office di lingkungan LAN. Ketiga quick wins tersebut diharapkan bisa menjadi pijakan keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi di LAN. Keberhasilan ketiga quick wins tersebut akan menjadi key leverage bagi bergulirnya reformasi birokrasi di LAN.
C. Rencana Strategis LAN 2010-2014 1. Visi dan Misi LAN Visi LAN untuk 5 (lima) tahun mendatang adalah : Menjadi institusi yang handal dalam pengembangan sistem administrasi negara dan peningkatan kompetensi SDM penyelenggara negara. Untuk mewujudkan visi organisasi, upaya yang akan dilaksanakan pada kurun waktu lima tahun mendatang adalah memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan kapasitas aparatur negara dan sistem administrasi negara guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik, melalui : Perumusan kebijakan dalam bidang administrasi negara; Pengkajian, penelitian, dan pengembangan dalam bidang administrasi negara; Pembinaan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan aparatur negara; Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparatur negara; Perkonsultasian 6
dan advokasi dalam bidang administrasi negara; Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi administrasi.
2. Tujuan, Sasaran dan IKU LAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi, maka tujuan organisasi LAN adalah : Menyediakan rekomendasi kebijakan bagi peningkatan kinerja penyelenggaraan administrasi negara; Menghasilkan kajian bidang administrasi negara guna mendorong transformasi administrasi NKRI secara struktural, sistemik, akuntabel, konsisten dan berkelanjutan; Menghasilkan sistem diklat aparatur untuk menjamin terwujudnya aparatur yang profesional; Menyelenggarakan diklat aparatur secara efektif dan efisien dalam mendukung peningkatan kompetensi dan kapasitas aparatur negara yang akuntabel, handal, profesional, bersih dan bebas KKN; Memberikan pelayanan perkonsultasian yang berkualitas di bidang administrasi negara; Menyelenggarakan kegiatan pengembangan ilmu administrasi negara melalui pendidikan dan pengembangan teknologi administrasi; Meningkatkan kapasitas kelembagaan, tatalaksana dan sumberdaya manusia aparatur LAN yang profesional. Ukuran kinerja pencapaian tujuan organisasi dirumuskan dalam berbagai sasaran strategis sebagai berikut : Tersedianya rekomendasi kebijakan yang berkualitas bagi instansi pusat dan daerah; Ketepatan kajian dan litbang dengan kebutuhan; Peningkatan kualitas pembinaan diklat aparatur; Penyelenggaraan diklat aparatur yang sesuai standar; Profesionalisme pelaksanaan advokasi; Pengembangan ilmu dan teknologi administrasi; Pengembangan organisasi LAN berbasis kinerja; Publikasi dan diseminasi produk LAN yang terintegrasi; Peningkatan kualitas sarana dan prasarana. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut disusunlah indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut : Persentase hasil kajian/litbang LAN yang disebarluaskan ke stakeholder. Persentase hasil kajian dan litbang LAN yang dijadikan bahan referensi stakeholder. Jumlah lembaga diklat yang terakreditasi. Jumlah pedoman kediklatan yang diterbitkan. Persentase diklat aparatur yang terselenggara sesuai standar. Persentase lulusan diklat aparatur dengan predikat minimal memuaskan. Tingkat 7
kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan diklat aparatur. Persentase permintaan advokasi bidang administrasi negara dari instansi lain yang terpenuhi. Jumlah penerbitan ilmiah di bidang ilmu administrasi, Persentase lulusan STIA dengan IPK di atas 3,00 dengan masa studi di bawah 5 tahun. Opini BPK terhadap pengelolaan keuangan LAN. Skor evaluasi SAKIP LAN. Persentase pelaksanaan Reformasi Birokrasi LAN. Persentase tingkat kepuasan stakeholder atas produk-produk LAN. Persentase pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kerja yang memadai.
3. Arah Kebijakan dan Strategi LAN Arah kebijakan dan strategi LAN merupakan uraian sistematis yang meliputi cara untuk mencapai tujuan dan sasaran. Secara terstruktur uraian tersebut diilustrasikan dalam sebuah peta strategi yang komprehensif. Peta strategi ini merupakan suatu proses penggambaran atas dasar hubungan sebab akibat antara satu sasaran stratejik dengan sasaran stratejik lainnya untuk menguji alur pikir suatu strategi. Peta strategi ini mempunyai empat perspektif, yaitu : perspektif nilai tambah nasional, perspektif nilai tambah pemangku kepentingan, perspektif proses kerja internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Terkait dengan arah kebijakan dan strategi nasional, LAN untuk lima tahun ke depan (2010 – 2014) merumuskan beberapa kebijakan dan strategi sebagai berikut : Peningkatan kualitas pembinaan dan penyelenggaraan diklat melalui pembaharuan sistem diklat penyelenggara negara, Ketepatan perencanaan dan pelaksanaan kajian dan litbang melalui konsolidasi dan kepatuhan pelaksanaan sesuai dengan kaidah akademik dan akuntabilitas, Profesionalisme pelaksanaan advokasi melalui pemetaan kebutuhan dari pemangku kepentingan, Pengembangan ilmu dan teknologi administrasi melalui revitalisasi kelembagaan perguruan tinggi kedinasan sesuai dengan kebijakan dan kebutuhan pemangku kepentingan, Pengembangan organisasi LAN berbasis kinerja melalui reformasi birokrasi LAN, Publikasi dan diseminasi produk LAN yang terintegrasi melalui koordinasi dalam konsolidasi publikasi LAN, Peningkatan kualitas sarana dan prasarana melalui modernisasi tata kerja dan prasarana fisik.
8
D. Alokasi Anggaran dalam Pengelolaan Pegawai LAN Dalam
pengelolaan
pegawai,
khususnya
dalam
upaya
pengembangan
kemampuannya tidak bisa lepas dari kebutuhan anggaran. Anggaran menjadi satu bagian kunci dari pengelolaan pegawai LAN. Berikut ini disajikan dukungan anggaran yang diperoleh LAN dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya serta jumlah anggaran yang digunakan untuk belanja pegawai dan anggaran yang digunakan untuk pengembangan pegawainya. Dalam Tabel berikut disajikan pagu anggaran yang diperoleh LAN selama periode 2009-2012 dan anggaran yang diperlukan untuk belanja pegawai. Tabel 2 Rasio Perbandingan Pagu Anggaran dan Belanja Pegawai 2009-2012 X 1.000 Tahun Anggaran
Anggaran
2009
Pagu Anggaran LAN Anggaran Belanja Pegawai Rasio (%)
2010
2011
2012
193.866.196
202.483.955
244.128.824
243.332.942
30.014.045
36.405.278
39.382.096
48.916.549
15,48
17,98
16,13
20,10
Sumber : Biro POK LAN
Dilihat dari nominal anggaran belanja pegawai LAN selalu meningkat jumlahnya (hanya pada tahun 2012 mengalami penurunan). Sementara apabila dilihat dari rasio antara pagu anggaran dan belanja pegawai masih normal, karena masih dibawah 25% dari total pagu. Kenaikan rasio yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2012. Belanja pegawai ini cenderung selalu naik karena terkait dengan adanya penambahan pegawai yang harus dibayar gajinya. Selanjutnya dalam grafik dibawah ini digambarkan bahwa untuk kegiatan pengembangan pegawai khususnya diklatpim atau diklat struktural mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2010. Akan tetapi untuk periode tahuntahun berikutnya terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sementara untuk diklat prajabatan terus mengalami kenaikan anggaran sejak 2009-2012. Kondisi ini terjadi karena diklatpim dan diklat prajabatan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh LAN untuk mengangkat PNS menduduki jabatan struktural dan mengangkat CPNS 9
menjadi PNS. Yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan pegawai melalui pendidikan gelar yang anggarannya justeru terus mengalami penurunan, khususnya pada tahun 2012. Demikian juga untuk kegiatan pengembangan pegawai melalui diklat teknis yang terus mengalamai penurunan. Kondisi mengenaskan justeru terjadi pada alokasi anggaran untuk diklat fungsional yang hilang sejak tahun 2010. LAN setiap tahun merekrut CPNS untuk posisi peneliti dan widyaiswara yang memerlukan sertifikasi untuk bisa melaksanakan tugas jabatannya. Tetapi sejak tahun 2010 anggaran untuk mengirimkan diklat fungsional tidak disediakan. Bagaimana kondisi ini bisa terjadi? Grafik 1 Anggaran Pengembangan Pegawai Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Tahun 2009-2012 1.400.000 1.200.000 1.000.000
2009
800.000
2010
600.000
2011
400.000
2012
200.000 0 Diklatpim
Diklat Prajab
Diklat Gelar
Seminar dll
Diklat Teknis
Diklat Fungs
Sumber : Biro POK LAN
E. Profil dan Distribusi Pegawai LAN 1. Jumlah Pegawai menurut Kelompok Jabatan Jumlah pegawai LAN, baik di LAN Pusat Jakarta, PKP2A Bandung, PKP2A Makassar, PKP2A Samarinda, dan PKP2A Aceh serta STIA yang ada di Jakarta, Bandung dan Makassar per April 2011 berjumlah 788 orang. Dari 788 orang pegawai LAN tersebut, 151 orang (19,16%) diantaranya menduduki jabatan struktural yang tersebar baik di LAN Pusat, PKP2A maupun STIA. Kemudian 215 orang (27,28%) diantaranya menjabat sebagai pejabat fungsional tertentu yang terdiri dari 11 kelompok jabatan 10
fungsional, yaitu : analis kepegawaian, arsiparis, auditor, dokter, dosen, peneliti, perawat, perencana, pranata humas, pustakawan dan widyaiswara. Sisanya sebanyak 422 orang (53,55%) adalah staf pelaksana. Potret ini tentunya belum memberikan gambaran ideal karena lebih dari separuh pegawai LAN (53,55%) adalah staf pelaksana sementara yang menjabat fungsional tertentu hanya sebesar 27,28% saja. Dari 151 pegawai LAN yang menjabat jabatan struktural tersebut, ada 7 orang (4,64%) menjabat struktural eselon I, 20 orang (13,25%) menjabat struktural eselon II, 50 orang (33,11%) menjabat struktural eselon III dan 62 orang (41,06%) menjabat struktural eselon IV. Sementara di STIA, 3 orang (1,9%) menjabat sebagai Ketua STIA dan 9 orang (5,96%) menjabat sebagai Pembantu Ketua (Puket) STIA. Grafik 2 Jumlah Pejabat Fungsional LAN per April 2011 51
Widyaiswara 9
Pustakawan
15
Pranata Humas 4
Perencana 1
Perawat
34
Peneliti
JF 87
Dosen Dokter
1
Auditor
1 3
Arsiparis
9
Analis Kepegawaian 0
20
40
60
80
100
Sumber : Bagian Kepegawaian LAN
2. Jumlah Pegawai menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Sementara itu apabila dilihat dari jenis kelaminnya, dari 788 orang pegawai LAN tersebut, sebanyak 474 orang (60,15%) diantaranya adalah pria dan sisanya sebanyak 314 orang (39,85%) adalah wanita. Dari data tersebut terlihat bahwa pegawai pria masih mendominasi di LAN. Dari Grafik dibawah ini dapat diketahui bahwa mayoritas pejabat struktural LAN ada di kelompok umur 41-50 tahun, ini berarti masih ada waktu 11
10 tahun untuk berkarier. Sementara yang ada di kelompok umur 51-60 ada 39 orang (25,83%). Kelompok ini adalah pejabat-pejabat struktural yang harus segera dicarikan penggantinya karena akan segera memasuki BUP. Dalam hal pengkaderan menjadi keharusan untuk bisa memperoleh pengganti yang tepat. Grafik 3 Jumlah Pejabat Struktural LAN menurut Kelompok Umur per April 2011 90 80 70
60 50 Pegawai
40 30 20 10 0 21-30
31-40
41-50
51-60
>60
Sumber : Bagian Kepegawaian LAN
Pejabat eselon I ada sebanyak 6 orang, pejabat eselon II ada sebanyak 12 orang, pejabat eselon III ada sebanyak 6 orang, pejabat eselon IV ada sebanyak 10 orang, Ketua STIA ada 3 orang dan Pembantu Ketua STIA ada 2 orang. Dari sebaran tersebut terlihat bahwa untuk pejabat struktural eselon IV, III dan II yang masih mempunyai peluang untuk promosi akan terkendala dalam usia pensiunnya. Maka dalam melakukan kebijakan promosi perlu mempertimbangkan umur pejabatnya supaya masa pengabdiannya bisa maksimal tidak sekedar menunggu masa pensiun.
3. Jumlah Pegawai menurut Pola Mutasi Dalam grafik berikut ini disajikan jumlah pegawai menurut pola mutasinya berdasarkan lamanya berada disatu unit kerja (TMT unit). Dari grafik tersebut terlihat bahwa belum ada pola yang standar yang dilaksanakan di LAN terkait dengan mutasi 12
pegawainya. Ada pegawai yang masa TMT unitnya lebih dari lima tahun sementara ada juga yang kurang dari lima tahun. Pegawai yang terhitung mulai tanggal (TMT) di suatu unit 3-5 tahun, yaitu sebanyak 184 orang (23,25%). Sementara yang TMT unitnya lebih dari lima tahun ada sebanyak 212 orang (26,9%). Berikut disajikan grafiknya. Grafik 4 Jumlah Pegawai menurut Masa Kerja di Unit 60
50
Eselon I
Eselon II
40
Eselon III 30
Eselon IV PUKET
20
JF 10
JFU
0 3
4
5
6
7
8
9
10
>10
Sumber : Bagian Kepegawaian LAN
Grafik tersebut memberikan gambaran yang menarik, ternyata ada pegawai yang TMT unitnya lebih dari atau sama dengan 10 tahun dan jumlahnya cukup banyak, yaitu ada 49 orang. Apabila dibandingkan dengan total keseluruhan pegawai LAN memang tidak banyak hanya sebesar 6,22%. Dari grafik terlihat bahwa mayoritas pegawai yang TMT unitnya lebih dari 10 tahun adalah pejabat fungsional dan staf. Secara lengkap sebarannya adalah sebagai berikut, 2 orang pejabat struktural eselon II, 4 orang pejabat struktural eselon III dan 3 orang pejabat struktural eselon IV, kemudian 41 orang pejabat fungsional dan 19 orang staf umum. Kondisi ini tentunya harus mendapat perhatian khususnya untuk para pejabat strukturalnya karena terkait dengan karier mereka. Pangkat dan golongan mereka tentunya akan mentok dan tidak bisa naik lagi. 13
4. Jumlah Pegawai menurut Kelompok Golongan Selanjutnya dalam Grafik berikut ini disajikan sebaran pegawai LAN menurut golongannya. Grafik 5 Jumlah Pegawai LAN menurut Kelompok Golongan per April 2011 450 400 350 300
250 Pegawai
200 150 100 50
0 Gol IV
Gol III
Gol II
Gol I
Sumber : Bagian Kepegawaian LAN
Dari Grafik tersebut, terlihat bahwa mayoritas pegawai LAN berada di golongan III, yaitu sebanyak 407 orang (51,65%). Kemudian pegawai dengan golongan IV ada sebanyak 187 orang (23,73%) dan golongan II sebanyak 181 orang (22,97%). Sementara pegawai golongan I hanya sebanyak 13 orang (1,65%). Gambaran ini menunjukkan bahwa mayoritas pegawai LAN berada di golongan menengah. Kondisi ini juga sesuai dengan data pegawai LAN menurut tingkat pendidikan sebagaimana digambarkan didepan. Gambaran ini tentunya menjadi sumber daya yang maksimal untuk bisa mewujudkan visi, misi LAN kedepan.
F. Kondisi Sistem Manajemen SDM LAN Saat Ini Permasalahan manajemen SDM di LAN dapat dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu permasalahan pada tahap perencanaan, permasalahan pada tahap pola 14
karier dan permasalahan pada tahap pemberhentian. Permasalahan perencanaan mencakup masalah yang ada dalam perencanaan formasi dan masalah seleksi dan rekrutmen. Permasalahan pola karier mencakup masalah yang ada dalam penempatan, diklat, penilaian kinerja, disiplin, mutasi dan promosi. Sementara permasalahan di tahap pemberhentian adalah pada saat pensiun.
1. Perencanaan Permasalahan dalam perencanaan formasi terkait dengan penetapan syarat kualifikasi untuk calon pegawai yang tinggi tapi tidak dikelola dengan baik, sehingga setelah diterima tidak bisa maksimal. Pada beberapa tahun terakhir ini, formasi CPNS di LAN selalu mencantumkan kualifikasi S2 untuk posisi peneliti, widyaiswara dan dosen. Sementara posisi lain seperti analis, teknisi dan beberapa lainnya masih mencantumkan S1 atau D3. Pada kenyataannya formasi ini sangat sulit dipenuhi, kondisi ini terpotret dari sedikitnya calon yang melamar posisi tersebut. Dengan sedikitnya pelamar maka akan menyulitkan LAN dalam memilih calon yang terbaik karena pilihannya terbatas. Kondisi inilah yang seringkali membuat formasi S2 di LAN sepi peminat. Ada saran dari nara sumber untuk membatalkan formasi yang peminatnya sedikit karena kurang persaingan. Juga ada saran untuk menurunkan kualifikasi tersebut menjadi S1 saja tetapi dengan ambang batas yang tinggi sehingga diperoleh calon pegawai yang benar-benar berkualitas. Mereka bisa dikembangkan untuk menempuh pendidikan S2 setelah masuk menjadi PNS LAN. Permasalahan berikutnya dalam perencanaan adalah ditutupnya formasi untuk SLTA. Beberapa narasumber menyatakan bahwa sebenarnya formasi SLTA masih diperlukan, khususnya untuk tugas yang bersifat teknis/administrasi. Sementara pegawai-pegawai baru yang direkrut dari S1 atau S2 “agak susah atau tidak mau” kalau diminta mengerjakan tugas-tugas teknis/administrasi, apalagi yang memang bukan merupakan tugas utama dari formasi yang dilamar. Formasi yang diumumkan oleh LAN kepada masyarakat umum ternyata belum disertai dengan penjelasan/deskripsi yang memadai dari masing-masing jabatan sehingga pelamar tidak tahu apa jabatan yang dilamarnya secara jelas. Kondisi ini 15
berdampak para calon pelamar hanya coba-coba saja melamar sesuai kualifikasi yang dimilikinya tanpa tahu mau jadi apa, bagaimana kerjanya, apa bidang kerja dari jabatan yang dilamarnya. Deskripsi jabatan ini dirasakan sangat penting karena spesifikasi jabatan-jabatan yang ada di LAN memang berbeda dengan jabatan-jabatan yang ada di instansi lain.
2. Rekrutmen dan Seleksi Dari data dan informasi yang ditemukan di lapangan Tim menemukan bahwa proses rekrutmen dan seleksi yang dilakukan di LAN belum didasarkan pada kompetensi. Saat ini proses yang dilakukan masih fokus pada pengetahuan (knowledge) saja, keterampilan (skill) dan perilaku (attitude) belum bisa terpotret. Hal ini terlihat dari materi tes yang diujikan yang hanya menjaring knowledge saja. Saat ini tahapan dalam proses rekrutmen dan seleksi mencakup kelengkapan administrasi, tes tertulis, psikotest dan wawancara. Masing-masing tahapan dilakukan dengan sistem gugur, artinya apabila peserta tidak lolos pada satu tahap maka dia tidak bisa dipanggil untuk tahap berikutnya. Akan tetapi dari informasi nara sumber, ada kalanya pada saat tahapan akhir (wawancara) ada peserta yang batal karena suatu hal maka ranking dibawahnya yang lolos psikotest bisa dipanggil. Dalam hal ini penyusunan ranking harus benar-benar ketat dan proses pemanggilan juga harus benar-benar transparan. Dalam proses seleksi, ada saran untuk mengundang semua peserta yang lolos seleksi administrasi untuk mengikuti tes tahap pertama. Selama ini hanya sepuluh (10) calon terbaik untuk masing-masing formasi yang dipanggil. Pertimbangannya semua pelamar yang memenuhi syarat administrasi mempunyai hak yang sama untuk ikut tes. Hal ini juga akan memperbesar peluang untuk memperoleh calon yang terbaik. Memang hal ini membutuhkan biaya yang sangat besar, akan tetapi ini hanya di tahap awal saja. Setelah tes tahap pertama, hasilnya disusun dalam ranking dengan ambang batas tertentu untuk masing-masing formasi. Dengan cara ini maka LAN akan memperoleh calon pegawai yang lebih berkualitas. Seleksi diharapkan bisa
16
menghasilkan calon-calon pegawai yang berkualitas dari segala aspek sehingga proses seleksinya pun harus ketat dan profesional.
3. Penempatan Penempatan pegawai baru selama ini tidak ada masalah. Mereka langsung ditempatkan di unit sesuai formasi yang dilamar. Permasalahan penempatan justeru untuk pegawai-pegawai yang lama. Selama ini belum ada pola mutasi yang diterapkan di LAN. Sebagaimana data yang disampaikan oleh nara sumber, penempatan pegawai belum memenuhi prinsip right man on the right place. Kondisi ini juga merupakan dampak dari tidak terkontrolnya pemilihan jurusan dalam pendidikan. Pemilihan jurusan pendidikan seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan unit dan dikontrol sepenuhnya oleh Bagian Kepegawaian atau Atasan Langsung pegawai/eselon II. Sehingga penempatan setelah kembali dari menempuh pendidikan tidak menjadi masalah dan unit dapat memperoleh manfaat secara maksimal. Tim menemukan bahwa ada pejabat fungsional yang penempatannya tidak sesuai. Misalnya ada dosen yang ditempatkan di unit kajian. Diskusi dengan nara sumber memberikan gambaran yang berbeda, ada yang menyatakan kondisi tidak bermasalah tetapi ada juga menyatakan bermasalah. Secara substansi mungkin tidak ada masalah akan tetapi dalam perolehan angka kredit mungkin akan menjadi masalah. Permasalahan dasarnya adalah adanya keterbatasan jumlah peneliti sehingga kursi tersebut diisi oleh dosen.
4. Pengembangan dan Diklat Pengembangan pegawai yang dilakukan oleh LAN selama ini belum dikaitkan dengan jalur karier pegawai. Pengembangan pegawai baik melalui diklat maupun non diklat tidak dikaitkan dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan yang dimiliki pegawai serta unit kerjanya. Tim secara acak menemukan ada pegawai yang lebih dari 5 tahun belum pernah diikutkan dalam satu diklatpun, Tim menemukan juga ada pegawai yang sama sekali tidak mempunyai kompetensi teknis yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugasnya (mengoperasionalkan komputer). 17
Anggaran yang disediakan oleh LAN untuk pengembangan pegawai sangat terbatas. Maka LAN memberi keleluasaan pegawai untuk mencari beasiswa dari instansi lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Pengembangan pegawai seharusnya berlaku untuk semua pegawai, baik yang menjabat sebagai struktural maupun fungsional (umum maupun tertentu). Pengembangan pegawai disini bukan hanya terkait dengan melanjutkan pendidikan, tetapi juga keikutsertaan dalam seminar baik di dalam maupun luar negeri, diklat teknis dan fungsional serta diklat kepemimpinan. Semua pegawai seharusnya mempunyai hak yang sama sesuai dengan jabatan dan tuntutan pekerjaannya. Selain ada fasilitasi yang diberikan oleh LAN kepada pegawai untuk pengembangan pegawai, masing-masing pegawai juga dituntut untuk secara aktif mengembangkan kemampuannya secara mandiri. Terutama pegawai-pegawai yang menjabat sebagai pejabat fungsional tertentu yang selalu dituntut untuk mengembangkan kemampuannya.
5. Penilaian Kinerja Sampai saat ini, secara formal LAN masih menggunakan DP3 sebagai satusatunya instrumen untuk menilai kinerja pegawai, meskipun pada prinsipnya DP3 sudah tidak mampu mengukur kinerja nyata pegawai. Pada saat implementasi reformasi birokrasi di LAN, ada satu intrumen yang diperkenalkan untuk mengukur kinerja pegawai, yaitu berupa LKM (laporan kinerja mingguan). Secara institusional LKM sudah diperkenalkan sebagai instrumen penilaian kinerja pegawai tetapi secara formal masih menggunakan DP3. Instrumen LKM akan mencatat kinerja pegawai setiap minggunya dan output yang dihasilkan. Selanjutnya atasan langsung akan mereview dan menilai kinerja pegawai berdasarkan kontrak yang sudah disepakati diawal tahun berjalan. Dengan LKM ini kinerja pegawai akan dikontrol dan diarahkan supaya bisa mencapai tujuan yang diharapkan.
6. Mutasi
18
Selama ini tidak ada pola mutasi yang jelas di LAN. Pegawai-pegawai yang dimutasi belum melalui suatu sistem yang terencana dan terprogram dengan baik. Ada pegawai yang tidak pernah pindah tapi ada juga pegawai yang sering pindah. Tim juga menemukan bahwa selama ini mutasi pegawai belum mempertimbangkan latar belakang pendidikan, diklat yang pernah diikuti dan pengalaman yang dimiliki pegawai. Permasalahan mutasi antar instansi juga menjadi permasalahan. Karena Tim menemukan ada pegawai (khususnya di PKP2A) yang minta pindah ke instansi lain. Kondisi sebaliknya juga terjadi, pegawai dari instansi lain minta pindah ke PKP2A. Menurut nara sumber, perpindahan antar instansi ini memang tidak bisa dihindari tetapi yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan masing-masing unit dan kesesuaian kompetensi. Selama kedua kriteria tersebut bisa dipenuhi, mutasi antar instansi tidak menjadi masalah. Hal ini perlu ada pengaturan tertentu oleh LAN supaya LAN tidak sekedar dijadikan batu loncatan saja. Masalah mutasi antar instansi juga dialami oleh STIA, khususnya terkait mutasi tenaga-tenaga dosen. STIA seringkali kebanjiran permintaan dari pejabat-pejabat dari luar LAN yang melamar menjadi dosen STIA. Permintaan ini agak sulit dipenuhi karena keterbatasan jam mengajar yang ada di STIA dan juga kekuatan anggaran yang terbatas. Sehingga memang diperlukan ketegasan untuk mutasi dari luar instansi ini. Dua kriteria, yaitu kebutuhan unit dan kesesuaian kompetensi harus tetap menjadi fokus dalam menerima pegawai dari luar.
7. Promosi Promosi yang dilakukan di LAN selama ini menurut nara sumber memang belum menggunakan sistem yang profesional. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data pegawai yang disiapkan oleh Biro Umum dan Bagian Kepegawaian. Data base kepegawaian yang ada belum mampu menyimpan data kinerja pegawai. Selama ini yang tersimpan hanya data administrasi saja, terkait pangkat, golongan, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan, diklat yang diikuti, masa kerja dan pengalaman kerja. Tetapi bagaimana kinerja dan perilaku pegawai selama bekerja 19
belum terekam dengan baik. Kondisi inilah yang menyebabkan Tim Baperjakat kesulitan dalam menentukan calon-calon pejabat yang akan dipromosikan. Permasalahan inilah yang perlu diantisipasi oleh unit pengelola kepegawaian supaya kegiatan promosi pegawai dapat berjalan baik. Data base pegawai harus disiapkan secara komprehensif, semua hal yang terkait dengan pegawai selama bekerja di LAN harus dicatat dan didokumentasi dengan baik dan teratur. Hal-hal yang terkait kinerja pegawai, baik kinerja bagus atau kinerja buruk harus dicatat dan didokumentasi sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan bisa diambil lagi. Nara sumber juga menyarankan adanya talent pool, yaitu sekelompok pegawai yang mempunyai kinerja bagus dan berpeluang untuk dipromosi. Talent pool ini bisa untuk pegawai yang berpeluang promosi di jabatan struktural (yang mengutamakan kompetensi leadership dan managerial) maupun promosi di jabatan fungsional (yang mengutamakan kompetensi teknis). Dengan adanya talent pool akan semakin mempermudah Tim Baperjakat dalam memilih calon yang akan dipromosi. Kondisi ini juga akan meminimalisir jumlah calon. Selama ini calon pegawai yang dipersiapkan adalah semua pegawai yang memenuhi persyaratan administrasi (kecukupan pangkat dan jabatan). Dengan adanya talent pool maka calon akan semakin terseleksi. Apalagi dengan adanya assessment center di PKP2A Jawa Barat akan semakin mempermudah pelaksanaan seleksi.
8. Pola Karier Unit pengelola kepegawaian belum mempunyai pola yang bisa diikuti dan dimengerti oleh pegawai sebagai acuan kariernya. Pola karier yang sudah disusun draftnya belum bisa dimanfaatkan karena belum dilegal formalkan. Sehingga belum bisa dimanfaatkan pegawai dan pejabat dalam merencanakan kariernya. Kondisi ini berdampak pada tidak maksimalnya upaya pengembangan pegawai. Pegawai yang sudah mengikuti diklat tertentu dimutasi ke unit yang tidak terkait langsung dengan diklatnya. Kondisi ini tentunya membuat kompetensi yang diperoleh melalui diklat menjadi tidak berguna.
20
Pola karier perlu disusun lengkap dengan syarat kompetensi jabatan yang dibutuhkan. Secara prinsip seharusnya semua pegawai pada awal masa kerjanya adalah pejabat fungsional dengan tugas dan tanggung jawab yang sudah jelas. Selanjutnya dalam proses melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tersebut dilakukan penilaian, bagi yang mempunyai kompetensi leadership dan managerial bisa dipromosi ke jabatan struktural. Sementara yang mempunyai kompetensi di bidang teknis tetap bisa melanjutkan di jalur jabatan fungsional. Promosi ini dilakukan melalui kegiatan fit and proper test di assessment center. Pola karier pegawai mencakup 3 hal, yaitu adanya assessment center, job requirement dan track record. Selama ini pendekatan yang digunakan dalam pola karier masih pada administrasi belaka, yaitu kesesuaian pangkat dan jabatan. Unsur kinerja belum menjadi pertimbangan utama karena belum ada dukungan data yang jelas. Kondisi ini terlihat dari masih sulitnya menurunkan (demosi) khususnya pejabat struktural. Pola zig zag antara jabatan struktural dan fungsional memungkinkan diterapkan di LAN asalkan memenuhi standar kompetensi masing-masing jabatan. Selama ini perpindahan antar jabatan terkesan untuk memperpanjang masa pensiun saja. Pola zig zag juga harus diterapkan sejaka level bawah (struktural eselon IV, fungsional pertama) tidak bisa langsung dari jenjang menengah atau bahkan jenjang tinggi. Karena akan menimbulkan culture shock atau gegar budaya untuk si pegawai maupun bawahannya. Culture shock muncul karena tidak adanya pengalaman memimpin (bagi pejabat struktural) dan tidak adanya pengalaman teknis (bagi pejabat fungsional). Pola zig zag di LAN banyak diterapkan di jabatan dosen dan widyaiswara. Dampaknya ada dosen yang tidak punya jam mengajar, atau widyaiswara yang tidak mampu mengajar. Kondisi ini tentunya akan merugikan instansi LAN.
9. Disiplin Selama ini disiplin pegawai masih kurang mendapat perhatian serius. Meskipun sudah didukung dengan absensi hand key, ternyata fenomena 804 masih terjadi. Fenomena 804 artinya, pegawai masuk kerja jam 8 pagi, pulang jam 4 sore, tetapi waktu diantara dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore pegawai tidak tahu kemana. 21
Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan adanya waskat (pengawasan melekat) dari atasan langsung. Akan tetapi nara sumber menyatakan bahwa kadangkala ada rasa “ewuh pakewuh” untuk mengingatkan anak buah. Penerapan disiplin jam kerja ini juga masih mengundang polemik karena ada yang merasa kurang pas. Apakah ini berlaku untuk semua pejabat, baik struktural maupun fungsional. Apakah berlaku untuk semua jenjang dari pejabat eselon I sampai staf terendah? Hal ini terkait dengan tuntutan tugas dan tanggung jawab masing-masing pejabat yang memang berbeda. Selain kondisi tersebut, secara teknis ternyata alat absensi hand key yang ada masih belum maksimal. Alat ini masih sering mengalami kesalahan teknis, masih ada pegawai yang tidak terekam datanya dengan baik. Selain itu ternyata alat ini belum terintegrasi antara yang ada di LAN Pejompongan dengan LAN Pusat, sementara banyak pegawai yang bekerja di dua tempat tersebut.
10. Pensiun Terkait dengan pensiun, masalah yang muncul adalah bagaimana memberi penghargaan dan perhatian yang layak bagi pegawai yang masuk pensiun. Penghargaan dan perhatian ini bukan hanya untuk pejabat tetapi semua pegawai dari pejabat tertinggi sampai pegawai terendah. Hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak pegawai setelah masuk masa persiapan pensiun (MPP) mengalami stres. Kondisi ini disebabkan karena hilangnya kesibukan dan rutinitas yang biasa dilakukan menjadi hilang setelah masuk pensiun. Masalah tersebut bisa diatasi dengan memberikan pembekalan berupa keterampilan atau pengetahuan praktis yang bisa dimanfaatkan oleh pegawai setelah pensiun. Sementara itu untuk penghargaan dan perhatian, LAN bisa memberikan semacam penyematan lencana pensiun secara bersama-sama yang dilakukan oleh pimpinan LAN. Dalam satu periode pensiun pegawai yang masuk usia pensiun dikumpulkan secara bersama-sama dan dalam satu acara formal yang dihadiri pejabat LAN diberikan ucapan terima kasih dan perpisahan. Dengan cara ini, pegawai merasa akan lebih dihargai atas kontribusinya selama bekerja di LAN.
22
Permasalahan lainnya terkait dengan batasan BUP (batas usia pensiun) dan perpanjangannya serta perpindahan dari jabatan struktural ke fungsional. Berdasarkan informasi yang diperoleh Tim ada beberapa pejabat yang mengajukan pindah dari jabatan struktural ke fungsional setelah mendekati masa pensiun. Kondisi ini tidak menjadi masalah selama masih memenuhi syarat administrasi maupun kompetensi yang dipersyaratkan.
G. Rencana Strategis Sistem Manajemen SDM LAN 1. Visi Pengelolaan SDM LAN Sesuai dengan visi LAN 2010-2014 untuk menjadi institusi yang handal dalam pengembangan sistem administrasi negara dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia penyelenggara negara, maka visi pengelolaan sumber daya manusia LAN dapat dirumuskan sebagai berikut : Menjadikan sumber daya manusia LAN yang berkinerja tinggi dalam memberikan kontribusi bagi pengembangan sistem administrasi negara melalui reformasi birokrasi.
2. Misi Pengelolaan SDM LAN Sejalan dengan misi LAN 2010-2014 sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis LAN 2010-2014, maka misi pengelolaan sumber daya manusia LAN adalah : a) Menyelenggarakan manajemen kepegawaian yang profesional sehingga bisa sebagai role model bagi instansi lain; b) Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia secara terukur dan sistematis sesuai dengan kebutuhan LAN sebagai sebuah organisasi yang dinamis; c) Mengembangkan karier individual sumber daya manusia berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kompetitif dan meritokrasi.
3. Tujuan Tujuan pengelolaan sumber daya manusia LAN sesuai dengan visi dan misi diatas adalah : a) Mewujudkan sistem pengelolaan SDM LAN yang berdasarkan manajemen kinerja, b) Menyediakan tenaga-tenaga yang selalu siap merespon perubahan lingkungan strategis yang dihadapi oleh LAN baik dalam lingkup global, regional 23
maupun nasional, c) Menjamin bahwa setiap individual pegawai LAN mendapat kesempatan yang sama untuk dikembangkan, diberdayakan dan diperhatikan hak-hak serta kewajibannya dalam rangka mewujudkan visi dan misi LAN, d) Menciptakan lingkungan kerja dan budaya kerja yang produktif melalui transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM yang terintegrasi.
4. Prinsip-prinsip Pengelolaan SDM LAN Pengelolaan sumber daya manusia LAN dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip : a) Keadilan, bahwa pengelolaan pegawai LAN didasarkan pada persamaan hak dan kewajiban sesuai dengan tanggung jawab jabatan yang diembannya; b) Meritokrasi, bahwa pengelolaan pegawai LAN didasarkan pada prestasi kerja bukan pada senioritas; c) Kompetisi, bahwa dalam pengelolaan pegawai LAN dibuka ruang untuk saling berkompetisi secara sehat dan profesional; d) Pemberdayaan, bahwa pengelolaan pegawai LAN selalu mengedepankan pemberdayaan, yaitu bertambahnya kemampuan yang dimiliki pegawai; e) Mengedepankan kepentingan organisasi diatas kepentingan individu.
H. Sistem Manajemen SDM LAN Masa Depan Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pengelolaan SDM LAN saat ini banyak sekali permasalahan yang harus segera dipecahkan. Persoalan utama yang dihadapi adalah belum adanya grand design pengelolaan SDM LAN yang disusun secara komprehensif. Selama ini permasalahan pengelolaan SDM masih dipandang secara parsial sehingga solusi yang diambil tidak mampu menyelesaikan permasalahan secara maksimal. Grand design pengelolaan SDM LAN harus segera disusun lengkap dengan pola karier dan pola diklat yang menggambarkan mau kemana pegawai selama masa kerjanya dan diklat apa yang harus diperoleh untuk meningkatkan kompetensinya. Berikut ini diberikan gambar pola karier dan pola diklat untuk pegawai LAN dimasa depan supaya pengelolaan SDM LAN mampu menghasilkan pegawai yang profesional. Gambar 1 Pola Karier Pegawai LAN di Masa Mendatang 24
PENSIUN
ESELON I
UTAMA ESELON II
2-3 x mutasi 3-5 tahun 3 kompartemen
ESELON III
2-3 x mutasi 3-5 tahun 2/3 kompartemen
ESELON IV
2-3 x mutasi 3-5 tahun 1/2 kompartemen
MADYA
GOL IV
GOL III
MUDA
PERTAMA
GOL II
JALUR FUNGSIONAL UMUM
JALUR FUNGSIONAL TERTENTU
ORIENTASI
JALUR STRUKTURAL
REKRUTMEN
Dalam Gambar tersebut, semua pegawai LAN adalah pejabat fungsional tertentu, artinya semua pegawai mempunyai keahlian tertentu dan profesional dibidangnya masing-masing. Jabatan fungsional ini sudah ditentukan sejak pegawai berstatus CPNS sesuai dengan formasi yang mereka lamar. Kedepan LAN tidak perlu lagi merekrut pegawai golongan I, tetapi langsung golongan II (tingkat SLTA/D3) dan golongan III (Sarjana). Pegawai ini siap dan bisa masuk menjadi pejabat fungsional. Golongan II masuk dalam jabatan fungsional keterampilan dan golongan III masuk dalam jabatan fungsional keahlian. Setelah memperoleh diklat sertifikasi untuk masing-masing jabatan fungsional yang mereka lamar, maka pegawai masuk kedalam jalur fungsional. Bagi yang profesional di bidang pekerjaannya maka langsung meniti di jalur fungsional terus sampai mencapai puncak kariernya. Sementara bagi pegawai yang mempunyai potensi dan kompetensi untuk dipromosikan kedalam jalur struktural maka dia bisa masuk ke jalur struktural. Ada perbedaan mendasar dalam kedua jalur yang ada di LAN, jalur struktural mengutamakan 25
kompetensi leadership dan managerial, sementara jalur fungsional mengutamakan kompetensi teknis/fungsional. Jalur zig zag antara jabatan fungsional dan jalur struktural bagi pegawai LAN dimungkinkan selama ada kesesuaian kompetensi. Sebagaimana dijelaskan didepan, bahwa semua pegawai LAN adalah pejabat fungsional sehingga untuk bisa dipromosi ke jalur struktural mereka harus mempunyai kompetensi leadership dan managerial. Pola zig zag harus dilakukan sejak level struktural terendah (eselon IV). Pola zig zag tidak bisa dilakukan untuk level menengah (eselon III) yang membawahi eselon IV. Akan tetapi bisa dilakukan bagi struktural eselon III yang tidak membawahi eselon IV, misalnya di lingkup kajian dan litbang. Hal ini didasari bahwa kepemimpinan tidak bisa diperoleh secara instan sehingga dikhawatirkan akan terjadi gegar budaya (cultural schock) bagi pegawai yang dipromosi ke eselon III dan harus membawahi pejabat eselon IV. Maka untuk pola zig zag di eselon III harus ada special treatment dan melalui seleksi yang ketat. Promosi atau kenaikan jenjang di jalur fungsional tertentu dilakukan dengan penghitungan angka kredit (PAK) sesuai kebijakan masing-maisng instansi pembinanya. Setiap pejabat mampu memenuhi angka kredit sesuai tanggung jawabnya maka dia bisa dipromosi ke jenjang berikutnya. Promosi di jalur fungsional sifatnya lebih terbuka dan tidak terbatas. Sementara itu untuk promosi di jalur struktural dibatasi oleh jumlah posisi yang tersedia. Promosi di jalur struktural didasarkan pada penilaian kinerja pimpinan terhadap kepemimpinannya. Selain itu di LAN perlu diberikan batas masa menjabat (3-5 tahun) bagi masing-masing jenjang/eselon, hal ini untuk menjamin mengalirnya karier semua pegawai. Promosi untuk ke jenjang yang lebih tinggi juga harus mengikuti pola tertentu. Semakin tinggi jenjangnya diharapkan semakin luas wawasan yang dimiliki pegawai yang dipromosi. Untuk keperluan itu maka pola promosi harus digabung dengan pola mutasi peagwai. Untuk pejabat struktural eselon IV yang akan dipromosi ke eselon III harus pernah mutasi di 2-3 jabatan IV di satu atau dua kompartemen yang berbeda. Demikian juga untuk pejabat struktural eselon III yang akan dipromosi ke eselon II minimal harus pernah dimutasi di 2-3 jabatan yang berbeda di dua atau tiga kompartemen yang berbeda. untuk eselon II yang strategis, misalnya di Inspektorat dan Kepala Biro harus pernah menjabat di tiga kompetemen yang ada di LAN. karena posisi 26
ini sangat strategis sehingga perlu penguasaan wawasan yang luas tentang LAN. Untuk promosi eselon II ke eselon I maka harus pernah dimutasi di 2-3 jabatan yang berbeda di tiga kompartemen dan atau pernah duduk sebagai Kepala PKP2A. Dengan pola ini diharapkan semua pejabat struktural mempunyai kemampuan yang merata dan profesional dibidangnya masing-masing. Pola karier pegawai sebagaimana dijelaskan didepan perlu didukung dengan pola diklat pegawai. Dengan pola diklat yang terarah diharapkan dapat diperoleh hasil yang maksimal. Dalam Gambar berikut ini disajikan pola diklat pegawai LAN mendatang. Pada masa awal, CPNS diberikan diklat prajabatan yang merupakan diklat wajib untuk bisa diangkat menjadi PNS. Pada masa ini, apabila CPNS tidak lulus dalam diklat prajabatan maka dia tidak bisa diangkat menajdi PNS. Selanjutnya setelah melalui masa kerja tertentu, maksimal dua tahun peagwai dapat diikutkan dalam diklat sertifikasi supaya bisa diangkat dalam jabatan fungsional sesuai formasi yang dilamarnya. Apabila pegawai tidak lulus dalam diklat sertifikasi ini maka dia tidak bisa diangkat menjadi pejabat fungsional dan harus menempuh kembali diklat sertifikasi. Setelah lulus diklat sertifikasi maka pegawai dapat bekerja maksimal sebagai pejabat fungsional dan menempuh karier di jalur fungsional. Berada di jalur fungsional berarti harus menguasai kompetensi teknis dan fungsional sesuai bidangnya. Apabila dalam pelaksanaan tugas tersebut dan dari penilaian kinerjanya, pimpinan melihat bahwa pegawai mempunyai peluang dan potensi untuk dipromosikan kedalam jalur struktural maka dia bisa diikutkan dalam diklat kepemimpinan sesuai jenjangnya. Diklat kepemimpinan sebaiknya diberikan sejak level terendah dari jenjang struktural (eselon IV). Karena diklat ini akan menjadi dasar dalam kariernya kedepan. Semua pejabat struktural sebaiknya menempuh semua jenjang diklat kepemimpinan dari yang terendah sampai tertinggi (level eselon IV, III, II dan I). Pengecualian untuk di unit kajian dan litbang yang memang tidak mempunyai jenjang eselon IV maka bisa langsung ke jenjang eselon III. Akan tetapi inipun harus dengan pertimbangan yang hati-hati dan profesional. Gambar 2 Pola Diklat Pegawai LAN di Masa Mendatang
27
Profesional di jalurnya atau zig zag JS-JF
Diklat teknis/fungsional, Diklatpim
Struktural
Diklatpim
Fungsional PNS (umum)
Diklat Sertifikasi JF, Diklat Prajabatan
CPNS
Setelah mencermati pola karier pegawai LAN dan pola diklatnya, berikut disajikan ulasan masing-masing tahapan dalam pengelolaan pegawai LAN kedepan. Pengelolaan pegawai LAN harus diawali dengan sebuah konsep bahwa pegawai adalah aset. Karena merupakan aset maka perlu dikelola untuk mempertahankan, memotivasi dan mempromosi supaya pegawai dapat memberikan yang terbaik dari diri mereka. Berikut disajikan ulasannya tahap per tahap.
1. Perencanaan Perencanaan kebutuhan pegawai yang dilakukan harus merujuk pada tugas pokok yang diemban LAN. Tugas pokok yang menjadi tanggung jawab LAN adalah dibidang kajian dan diklat maka jabatan-jabatan utama yang diperlukan adalah peneliti, analis kebijakan publik (jabatan fungsional baru), widyaisawara dan dosen. Unit kajian didukung oleh peneliti dan analis kebijakan publik sementara unit diklat didukung oleh widyaiswara dan dosen. Sementara unit sekretariat didukung dengan jabatan-jabatan lain yang relevan. Setelah jabatan ditetapkan selanjutnya menetapkan kualifikasi yang dibutuhkan untuk masing-masing jabatan tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis 28
beban kerja (ABK) dan analisis jabatan yang dilakukan dengan melibatkan unit-unit kerja terkait. Keterlibatan unit-unit kerja dalam menentukan kompetensi yang diharapkan sangat memudahkan Kepegawaian untuk menentukan kualifikasi dan persyaratan dalam rekrutmen pegawai.
2. Rekrutmen dan Seleksi Kedepan LAN perlu memperjelas formasi-formasi jabatan yang dibutuhkannya dengan memberikan deskripsi masing-masing jabatan. Hal ini disebabkan jabatanjabatan yang dibutuhkan oleh LAN mempunyai karakteristik yang berbeda dengan dunia luar. Seleksi yang dilakukan pada tahap awal disarankan untuk mengundang semua peserta yang lolos seleksi administrasi tanpa ada proses pembatasan (15 terbaik untuk masing-masing jabatan). Kondisi ini diharapkan bisa memperluas kesempatan LAN untuk memperoleh calon yang terbaik. Memang akan berdampak pada besarnya anggaran yang dibutuhkan, akan tetapi hal ini hanya terjadi pada tahap awal saja. Tahap selanjutnya ditetapkan dengan menetapkan ambang batas tertentu untuk masing-masing jabatan bukan dengan ranking. Sehingga calon yang diseleksi benar-benar mempunyai kompetensi yang tepat. Materi seleksi juga ditetapkan bukan hanya fokus pada knowledge saja tetapi juga menekankan pada penguasaan skill dan attitude-nya. Kondisi ini menuntut adanya psikotest dan ujian praktik untuk bisa menemukan calon yang tepat.
3. Penempatan Penempatan pegawai baru di LAN tidak ada masalah yang serius artinya sesuai dengan formasi yang dilamar akan tetapi untuk penempatan pegawai yang baru pulang pendidikan dan pegawai lama masih ada masalah. Hal ini terkait dengan prinsip right man on the right place yang belum bisa dipenuhi. Seharusnya pegawai dinilai terlebih dahulu apa kemampuan yang dimilikinya, apakah sesuai dengan posisi atau unit kerjanya. Kemampuan yang dinilai adalah kemampuan yang dimiliki saat ini atau setelah pegawai menyelesaikan pendidikan sehingga ada kemungkinan penempatan bukan diunit yang terdahulu. Untuk itulah maka fit and proper test atau tes kesesuaian 29
harus selalu dilakukan secara rutin, baik untuk pejabat maupun pegawai. Hasilnya dimanfaatkan sebagai masukan untuk melakukan penempatan pegawai. Selama ini penempatan pegawai hanya didasarkan pada kesesuaian jenjang pendidikan, belum kepada latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki pegawai.
4. Pengembangan dan Diklat Pola diklat sebagaimana disajikan didepan wajib menjadi acuan dalam melakukan
pengembangan
karier
pegawai.
Ditahap
mana
pegawai
dapat
dikembangkan dan apa jenis diklat yang diberikan harus mengacu pada pola diklat tersebut. Kegiatan pengembangan dan diklat pegawai tidak bisa dilepaskan dari pola karier pegawai. Keduanya harus menjadi satu kesatuan yang solid, tidak terpisahkan. Setiap ada pengiriman pegawai untuk melakukan kegiatan pengembangan dan diklat maka pegawai tersebut diarahkan untuk masuk pada jenjang karier yang lebih tinggi dari sebelumnya. Sehingga kegiatan pengembangan dan diklat pegawai harus didahului dengan adanya training need analysis (TNA). Kegiatan pengembangan dan diklat pegawai terkait dengan penempatan, mutasi dan promosi pegawai. Pengembangan dan diklat pegawai harus dipandang sebagai suatu kewajiban. Kegiatan pengembangan dan diklat pegawai ditawarkan per program dan pegawai bisa menyesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Pemilihan program pengembangan dan diklat disesuaikan dengan kebutuhan pegawai dan kebutuhan unit. Dengan demikian setelah seorang pegawai mengikuti diklat maka kemampuan yang diperolehnya bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kondisi ini menuntut Bagian kepegawaian untuk menyiapkan daftar program diklat yang ditawarkan untuk satu tahun penyelenggaraan. Apabila jumlah peminatnya sesuai kuota maka bisa diselenggarakan dan apabila peserta belum memenuhi kuota maka bisa ditunda untuk penyelenggaraan tahun berikutnya.
5. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja pegawai LAN menjadi satu hal yang amat penting karena selama ini penilaian kinerja dengan DP3 tidak mampu memotret kinerja nyata 30
pegawai. Pegawai LAN yang berprestasi dan pegawai LAN yang tidak disiplin, tidak mampu bekerja tidak ada bedanya. Reward and punishment tidak mampu ditegakkan karena tidak ada ukuran yang jelas terkait kinerja pegawai. Setiap empat tahun sekali semua pegawai tanpa kecuali naik pangkat dan golongan karena penilaian DP3 hanya sebatas seremonial saja. Kondisi ini harus diubah dengan menyusun satu instrumen penilaian kinerja yang valid, transparan dan akuntabel. Tim peneliti memberikan satu konsep penilaian kinerja hasil kajian Pusat KKSDA yang sudah dikembangkan sejak tahun 2000. Instrumen ini terus dikembangkan sehingga menjadi satu instrumen yang fixed untuk memotret kinerja nyata pegawai. a. Aspek Penilaian Merupakan unsur utama yang dapat mewakili dari beberapa unsur penilaian kinerja yang ada sesuai dengan kebutuhan penilaian. Disebut unsur utama sebab unsur ini pada akhirnya secara gradatif akan diturunkan menjadi indikator dan parameter penilaian kinerja. Contoh : Target kinerja, tindak lanjut, pengembangan dan lain-lain b. Indikator Penilaian Merupakan turunan dari aspek penilaian yang menunjukkan dimensi substansial, mengacu pada aspek penilaian. Jumlah indikator penilaian dapat lebih dari satu namun juga tidak harus banyak tergantung kebutuhan penilaian. Contoh : Aspek target kinerja dapat diturunkan indikator penilaiannya sebagai berikut: - Kuantitas atau jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan pada jangka waktu
tertentu, - Kualitas atau mutu dari hasil pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepada pegawai. c. Parameter Penilaian Merupakan dimensi penilaian yang mengandung pernyataan bersifat operasional sebagai dasar penilaian. Parameter penilaian diturunkan dari indikator penilaian yang telah disusun sebelumnya dan memiliki derajat substansi yang lebih terukur secara kualitatif sebagai dasar dalam pemberian penilaian kinerja pegawai. 31
Contoh : Indikator penilaian : Kuantitas atau jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan pada jangka waktu tertentu, dapat disusun parameter penilaian sebagai berikut : - Menyelesaikan pekerjaan melebihi jumlah target yang ditetapkan, - Menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jumlah target yang ditetapkan, dst.
Di dalam penilaian kinerja ini setidaknya terdapat empat aspek penilaian kinerja utama yang menjadi dasar bagi proses justifikasi penilaian kinerja pegawai. Keempat aspek tersebut kemudian diturunkan menjadi indikator dan parameter penilaian yang sifatnya lebih operasional guna memberikan arah bagi pegawai untuk mencapai kinerjanya sesuai dengan harapan organisasi. Dan tambahan satu aaspek kepemimpinan bagi pejabat struktural. Secara lengkap aspek utama dan indikator penilaian dalam penilaian kinerja ini adalah sebagai berikut : a. Target kerja, yaitu hasil pencapaian yang diharapkan dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Target kerja ini terdiri dari dua indikator, yaitu : -
Kuantitas atau jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu tertentu,
-
Kualitas atau mutu dari hasil pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai.
b. Tindak lanjut, yaitu aspek penilaian yang didalamnya terdapat indikator-indikator yang terkait dengan komitmen pegawai menindaklajuti umpan balik yang diberikan pada saat kegiatan pembimbingan dan reviu kinerja. Indikator-indikatornya adalah : - Kemauan untuk untuk menindaklanjuti saran hasil pembimbingan dan reviu kinerja, - Kemampuan untuk menindaklanjuti saran pembimbingan dan reviu kinerja, - Kesempatan untuk menindaklanjuti saran pembimbingan dan reviu kinerja. c. Pengembangan pegawai adalah aspek penilaian yang didalamnya terdapat indikator-indikator pengembangan diri dan inovasi. Aspek pengembangan mendeskripsikan sejauhmana kemampuan pegawai dalam mengembangkan dirinya dalam rangka menjawab tantangan pekerjaan. Inovasi adalah kemampuan pegawai 32
menciptakan terobosan dalam melakukan pekerjaannya untuk mencapai kinerja yang diharapkan. d. Perilaku kerja, yaitu indikator-indikator yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang berupa ucapan atau sikap (attitude). Perilaku kerja ini terdiri dari empat indikator, yaitu : - Kejujuran pegawai khususnya dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, - Tanggung jawab pegawai dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, - Kedisiplinan pegawai untuk berada di kantor dan bekerja.
e. Kepemimpinan yang diperuntukan bagi pegawai yang menduduki jabatan struktural yang mempunyai bawahan. Sedangkan aspek kepemimpinan yang diperuntukkan bagi jabatan non struktural disesuaikan dengan kebutuhan pengguna instrumen. Aspek kepemimpinan terdiri dari dua indikator, yaitu: - Kemampuan untuk membina dan membangun unit atau organisasi serta
pegawai yang dipimpinnya atau fungsi pembinaan; - Kemampuan untuk mengatur kegiatan dan membuat peraturan sesuai dengan
peraturan yang berlaku dalam rangka tujuan unit atau organisasi atau fungsi pengaturan.
Keempat aspek penilaian tersebut selain mencakup perilaku, moral dan sikap juga menilai prestasi kerja dan kemampuan kerja pegawai, juga mencakup pengetahuan, kemampuan dan keterampilan atau keahlian pegawai yang belum secara jelas termuat dalam DP3. Selain itu untuk pegawai yang menduduki jabatan struktural dinilai kepemimpinannya yang terdiri dari dua fungsi utama pemimpin, yaitu fungsi pembinaan dan fungsi pengaturan. Keempat aspek utama tersebut beserta sepuluh indikatornya selanjutnya dikembangkan lagi kedalam parameter penilaian yang sifatnya lebih operasional. Dalam praktiknya kemudian rating penilaian tersebut digunakan untuk memberikan penilaian yang telah disusun sebelumnya. Contoh penggunaannya untuk aspek penilaian target kinerja adalah sebagai berikut : Tabel 3 33
Contoh Aspek, Indikator, dan Parameter Penilaian dengan Rating Penilaian (Target Kinerja) Aspek Penilaian Target Kinerja
Indikator
1 2
Nilai 3 4 5
6
Mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jumlah yang ditetapkan. - Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. - Kualitas pekerjaan - Mampu menyelesaikan yang dihasilkan oleh pekerjaan sesuai harapan pegawai (Quality of atasan. Work). - Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan teliti. - Mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa kesalahan. - Mampu menyelesaikan pekerjaan secara efisien. Sumber : Buku Manual Manajemen Kinerja bagi PNS, LAN 2009 -
Kuantitas pekerjaan yang dapat dihasilkan oleh pegawai (Quantity of Work).
Parameter -
Penilaian dilakukan dengan memberikan tanda silang (×) atau check list (√) di kolom penilaian sesuai dengan capaian kinerja yang ditunjukkan oleh masing-masing pegawai. Nilai akhir penilaian diperoleh melalui penjumlahan terhadap keseluruhan dari nilai parameter. Nilai akhir inilah yang pada akirnya akan menunjukkan tingkat kinerja pegawai dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Berdasarkan parameter penilaian yang ada maka range penilaian kinerja pegawai ditentukan sebagai berikut: Tabel 4 Range Penilaian Kinerja Pegawai Nilai
Predikat Kinerja
Keterangan
Memuaskan
Kinerja yang ditunjukkan melebihi harapan dan secara konsisten memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan.
Sangat Baik
Mencapai kinerja sesuai dengan yang diharapkan dan secara konsisten memberikan kontribusi terhadap pelaksanan tugas pekerjaan.
160 ~ 200
Baik
Tidak mampu mencapai kinerja seperti yang diharapkan dan memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan.
120 ~ 160
Cukup
Tidak mampu mencapai kinerja seperti yang diharapkan dan membutuhkan perbaikan kinerja.
≥ 240
200 ~ 240
34
80 ~ 120
Kurang
Gagal mencapai kinerja seperti yang diharapkan dan membutuhkan perbaikan kinerja.
Gagal mencapai kinerja yang diharapkan, menunjukkan komitmen dan kontribusi yang lemah 40 ~ 80 Kurang sekali dalam pelaksanaan tugas pekerjaan dan membutuhkan perbaikan kinerja. Sumber : Buku Manual Manajemen Kinerja bagi PNS, LAN, 2009
Pelaksanaan penilaian kinerja akan lebih baik jika dilakukan secara tertutup dan rahasia dalam arti pegawai yang dinilai tidak mengetahui dinilai oleh siapa (peer evaluation). Begitu juga dengan hasil penilaian, yang berhak tahu adalah pegawai yang dinilai, atasan serta unit kepegawaian khususnya pejabat yang berkaitan dengan pengembangan kinerja pegawai. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi bias, kerjasama antara pegawai yang menilai dan yang dinilai, serta menghindari konflik antar pegawai ketika hasil penilaian tidak memuaskan salah satu pegawai. Hasil penilaian kinerja pada prinsipnya ada dua, yaitu kinerjanya baik atau buruk. Apapun bentuk hasil penilaian kinerja tersebut harus ditindaklanjuti. Tindaklanjut memegang peranan sangat penting dalam mendukung keberlangsungan manajemen kinerja dalam suatu organisasi. Esensi dari tindak lanjut kinerja adalah untuk mempertahankan kinerja yang sudah baik dan mendorong perbaikan untuk kinerja yang masih buruk. Tindak lanjut kinerja pada dasarnya adalah pemberian penghargaan (reward) bagi pegawai yang kinerjanya baik atau pemberian sanksi (punishment) bagi pegawai yang kinerjanya buruk. Pemberian reward and punishment ini harus tegas dan jelas didasarkan pada hasil penilaian kinerja nyata pegawai.
6. Sistem Karier Pada dasarnya ada dua jenis jalur karier yang ada di LAN, yaitu jalur jabatan struktural dan jalur jabatan fungsional tertentu. Selain kedua jalur tersebut saat ini ada pegawai LAN yang masih menduduki jabatan staf fungsional umum, yaitu jabatanjabatan yang belum dikategorikan sebagai jabatan fungsional tertentu. Jalur struktural diperuntukkan bagi pegawai yang mempunyai kemampuan atau kompetensi di bidang managerial dan leadership. Sedangkan jalur fungsional diperuntukkan bagi pegawai 35
yang mempunyai kemampuan atau kompetensi yang bersifat teknis atau fungsional sesuai bidang tugasnya. Jabatan struktural terkait erat atau dipengaruhi oleh struktur atau susunan kelembagaan suatu organisasi. Saat ini ada 151 pegawai LAN yang menduduki jabatan struktural. Kompetensi yang harus dikuasai oleh pejabat struktural adalah kompetensi leadership dan managerial. Meskipun demikian penguasaan kompetensi teknis sesuai bidang juga sangat dibutuhkan dengan derajat yang berbeda untuk masing-masing level atau tingkatan jabatan. Kondisi ini menuntut promosi dalam jabatan struktural perlu dilakukan fit and proper test untuk kesesuaian kompetensi riil dengan kompetensi jabatannya. Secara garis besar pola karier pegawai sudah dijelaskan didepan. Pada prinsipnya dalam pola karier pegawai diutamakan adanya kesesuaian kompetensi pegawai dengan kompetensi yang dipersyaratkan. Dalam hal ini peran assessment center sangat penting dan vital. Pola karier dalam jalur struktural saat ini lebih bersifat urut kacang (berurutan). Artinya seorang pejabat struktural harus meniti karier dari eselon terendah untuk kemudian apabila ada peluang akan dipromosi ke jenjang yang lebih tinggi. Tidak bisa seorang pegawai tiba-tiba masuk ke jabatan struktural jenjang tinggi tanpa melalui jenjang bawah. Mekanismenya pun tidak bisa tiba-tiba tetapi setelah melalui masa kerja tertentu. Dalam hal ini batas masa menjabat 3-5 tahun menjabat dalam satu jabatan struktural tertentu barulah bisa dipromosi ke tingkat yang lebih tinggi, atau pernah menduduki beberapa jabatan struktural di jenjang yang sama. Sementara itu untuk pola karier di jalur fungsional lebih bersifat terbuka, artinya semua orang yang sudah memenuhi kualifikasi yang ditentukan oleh masing-masing jabatan fungsional berhak berkarier dalam jabatan fungsional. Kualifikasi untuk jabatan fungsional ditetapkan oleh masing-masing instansi pembina jabatan fungsional. Misalnya seorang widyaiswara harus memenuhi syarat bisa mengajar dan menguasai materi yang akan diajarkan dengan mengikuti dan mengantongi sertifikat widyaiswara. Seorang calon widyaiswara harus mengikuti diklat calon widyaiswara yang diselenggarakan oleh instansi pembina widyaiswara, yaitu LAN. Diklat wajib yang harus diikuti adalah diklat training of trainer (TOT), yaitu diklat yang diberikan untuk 36
calon pelatih atau pengajar. Demikian juga dengan seorang peneliti yang harus mengikuti dan mengantongi sertifikat lulus diklat peneliti (diklat metodologi penelitian) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai instansi pembina peneliti. Kedua jalur tersebut baik jalur jabatan struktural maupun jalur jabatan fungsional harus bisa dikembangkan secara seiring dan sejalan. Kedua jalur ini bisa saling bergantian atau zig zag, pejabat struktural bisa pindah menjadi pejabat fungsional dan sebaliknya. Pola ini harus dilakukan sejak level terendah (eselon IV) tidak bisa langsung di level menengah. Hal ini supaya tidak terjadi gegar budaya (culture shock) karena jabatan struktural perlu ada pengalaman memimpin apabila tiba-tiba pejabat fungsional diminta memimpin ada kekhawatiran mereka tidak bisa maksimal. Sehingga dalam pola perpindahan ini yang perlu ditekankan adalah adanya kesesuaian antara kompetensi riil yang dimiliki pegawai dengan tuntutan masingmasing jabatan. Selain itu perlu juga ada kesesuaian antara keinginan pegawai dengan harapan unit atau organisasinya. Adanya komunikasi, koordinasi dan kesepakatan antara pegawai dengan unit atau organisasi terhadap upaya pengembangan karier pegawai sangat penting dan mutlak diperlukan. Seorang pegawai tidak bisa memaksakan keinginannya untuk mengikuti satu jalur karier tertentu apabila unit atau organisasi membutuhkannya untuk meningkatkan tujuan organisasi dengan mengikuti satu jalur karier tertentu. Demikian pula sebaliknya, unit atau organisasi tidak bisa memaksa pegawainya untuk mengikuti satu jalur karier tertentu apabila dia tidak menyukainya. Inilah yang dijelaskan oleh Bernardin dimana pegawai bisa merencanakan dan menentukan tujuan dari kariernya (career planning) dan unit atau organisasi menyiapkan program pengembangannya (career development).
7. Mutasi Idealnya penempatan dan mutasi pegawai disesuaikan dengan pola karir dan kompetensi yang dimiliki pegawai dan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tujuan mutasi pegawai antara lain untuk penyegaran, pengayaan pengetahuan, keterampilan maupun memperkaya pengalaman pegawai yang disesuaikan dengan formasi unit 37
organisasi. Pola mutasi untuk masing-masing jabatan harus dibedakan, yaitu untuk pegawai yang menduduki jabatan struktural, jabatan fungsional maupun fungsional umum. Fungsi penyegaran dapat meliputi ketiga jabatan tersebut, mengingat penyegaran terhadap lingkungan kerja mendorong motivasi kerja pegawai. Dasar dalam melakukan mutasi bukan hanya karena lamanya seorang pegawai berada di satu unit kerja tetapi lebih kepada tujuan-tujuan yang profesional, misalnya untuk keperluan pengembangan kompetensi pegawai. Sebagaimana data yang disampaikan didepan bahwa ada pegawai LAN yang TMT unitnya lebih dari 5 tahun, ini menunjukkan bahwa LAN belum mempunyai pola mutasi yang standar. Sebagaimana dijelaskan tentang pola karier pegawai didepan, bahwa untuk jabatan struktural ditetapkan adanya batas masa menjabat, yaitu 3-5 tahun. Untuk pegawai yang masih menjabat sebagai fungsional umum masa untuk mutasi ditetapkan maksimal 5 tahun. Artinya setiap lima tahun sekali dilakukan mutasi untuk pegawai fungsional umum. Mutasinya bisa lintas kedeputian atau lintas kompartemen karena tidak ada karakteristik yang berbeda. fungsional umum bisa ditempatkan dimana saja selama ada kesesuaian kompetensi dan kebutuhan unit organisasi. Pola mutasi yang agak berbeda adalah untuk pejabat fungsional tertentu, baik untuk fungsional keahlian (dosen, peneliti, widyaiswara) maupun fungsional keterampilan (pustakawan, arsiparis, analis kepegawaian dan sebagainya). Karena tugas fungsional tertentu mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya maka mutasi harus memperhatikan hal ini. Untuk dosen dan widyaiswara sepertinya tidak ada masalah karena unitnya memang sudah jelas. Dosen ada di STIA, widyaiswara ada di diklat baik di deputi IV maupun deputi V. Permasalahan ada pada jabatan fungsional peneliti, dimana saat ini ada tiga kedeputian kajian dan litbang dan ada delapan pusat kajian dan litbang di LAN. Apakah seorang peneliti bisa dimutasi lintas pusat atau lintas deputi? Tentunya hal ini tergantung pada kebijakan pimpinan apakah peneliti akan difokuskan menjadi spesialis dibidangnya sesuai pusat/deputi? Mengingat bidang kepenelitian LAN saat ini adalah peneliti bidang administrasi negara seharusnya mutasi lintas deputi dimungkinkan, akan tetapi secara substansi tentu 38
akan mengalami kendala. Penguasaan substansi masing-masing peneliti tentu berbeda-beda sehingga apabila dimutasi maka harus menguasai substansi sesuai unit barunya. Kondisi ini tentu menjadi masalah tersendiri. Mutasi untuk pejabat fungsional tertentu khususnya peneliti memang perlu didiskusikan kembali.
8. Promosi Pada dasarnya pelaksanaan promosi merupakan salah satu bagian dari program penempatan pegawai yang dilakukan oleh suatu organisasi. Penempatan pegawai harus mengikuti prinsip right man on the right place. Dengan demikian promosi jabatan yang dilakukan oleh suatu organisasi adalah untuk mengisi posisi jabatan yang mengalami kekosongan, sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang ditetakan dan sesuai dengan kompetensi riil yang dimiliki pegawai yang akan dipromosi. Promosi juga harus mengikuti pola karier pegawai yang sudah ditetapkan. Promosi berlaku untuk pejabat struktural maupun fungsional. Promosi untuk pejabat struktural dilakukan oleh Tim Baperjakat sementara promosi untuk pejabat fungsional dilakukan oleh Tim Penilai Angka Kredit. Selama ini Tim Baperjakat mengalami kendala dalam melakukan promosi atau lebih tepatnya menentukan calon pegawai yang tepat untuk dipromosi. Kendala ini disebabkan karena tidak tersedianya data base pegawai yang memuat kinerja pegawai. Selama ini data base kepegawaian hanya memuat data administrasi saja. Kondisi inilah yang terjadi selama ini, pertimbangan utama dalam promosi pegawai diletakkan pada kecukupan pangkat dan jabatan saja belum didasarkan pada kinerja, rekam jejak dan kompetensi. Hal ini berdampak pada lemahnya data dan informasi yang diterima Tim Baperjakat terkait pegawai yang akan dipromosi. Ke depan, LAN cq Biro Umum, Bagian Kepegawaian harus membangun data base kepegawaian yang memuat segala data terkait pegawai. Bukan sekedar data administrasi tetapi juga data kinerja, rekam jejak, keikutsertaan diklat, perilaku kerja dan sebagainya. Dengan data yang lengkap maka Tim Baperjakat bisa melakukan penilaian secara lebih detail dan mendalam terkait seorang pegawai, apakah dia pantas dan tepat untuk dipromosikan. Promosi juga harus sesuai dengan pola karier 39
pegawai. Pegawai yang dipromosi seharusnya pegawai-pegawai yang memang mempunyai potensi untuk dipromosi dan mempunyai kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing jabatan.
9. Disiplin Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa pelaksanaan disiplin pegawai di LAN masih sangat kurang. Hal ini lebih disebabkan karena belum jelas dan tegasnya implementasi sistem reward and punishment. Pegawai yang rajin, pegawai yang malas, pegawai yang berkinerja tinggi, pegawai yang berkinerja rendah masih dihargai dengan nilai yang sama. Hal ini juga didukung dengan belum adanya instrumen penilaian kinerja yang valid, yang mampu menilai kinerja nyata masing-masing pegawai LAN. Selain itu dukungan mesin absensi dengan hand key ternyata juga belum berkontribusi maksimal dalam peningkatan disiplin pegawai karena belum jelasnya sanksi bagi pegawai yang terlambat datang atau pulang cepat. Perbedaan perlakukan terhadap pegawai (pejabat struktural, pejabat fungsional dan pejabat fungsional umum) terkait kewajiban absen dengan hand key juga membuat permasalahan tersendiri. Kedepan LAN harus menyusun instrumen penilaian kinerja sebagaimana dijelaskan didepan untuk mendukung peningkatan disiplin pegawai. Harus ada sistem reward and punishment yang jelas yang diterapkan untuk memotivasi pegawai supaya disiplin. Pegawai yang terlambat datang atau pulang sebelum jam kantor dikenakan sanksi tertentu (misalnya pemotongan uang transport). Implementasi sistem reward and punishment untuk peningkatan disiplin pegawai berlaku untuk semua pegawai (pejabat struktural, pejabat fungsional dan pejabat fungsional umum) tidak ada pengecualian. Terkait dengan pelaksanaan tugas pimpinan yang banyak dan seringkali tidak bisa ke kantor untuk absen maka dibuat mekanisme dengan memberikan surat keterangan penugasan. Sehingga semua pegawai apabila datang terlambat atau pulang cepat harus didukung dengan surat keterangan yang menegaskan bahwa itu disebabkan karena tugas instansi.
40
Daftar Pustaka Budi, Setia dan Sudrajat, Agus (2007), Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai Negeri Sipil untuk Meningkatkan Kinerja dan Menghilangkan Social Cost, dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan, Edisi Khusus Januari 2007, Persadi, Jakarta. Ivancevich, J. M. (2007), Human Resource Management. Singapore: McGraw-Hill. Lembaga Administrasi Negara (2002), Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara (2005), Reformasi Birokrasi, Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara (2009), Manual , Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur, Jakarta. Millmore, M., Lewis, P., Sauders, M., Thornhill, A., & Morrow, T. (2007), Strategic Human Resource Management Contemporary Issues. Essex : Pearson Education Limited. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (DP3 PNS). Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut dan Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil (DUK PNS). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Pramusinto, Agus, Dr., Kumorotomo, Wahyudi., Dr. (2009), Governance Reform di Indonesia : Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional, Penerbit Gava Media dan MAP-UGM, Yogyakarta. Pynes, J. P. (2004). Human Resources Management for Public and Nonprofit Organizations. San Francisco: Jossey-Bass. Randall S. Schuler dan Susan E, Jackson (1993), Manajemen Sumber Daya Manusia, Menghadapi Abad Ke-21. Edisi keenam, Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta. Salim, Peter, Drs. dan Salim, Yenny (1991), Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta. Sulistyo, Agustinus (2009), Lembaga-Lembaga Pengelola PNS, Buku Memoar Burhannudin, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. T.G. Gutteridge, Z., Leibowitz, B., & Shore, J. (1993), Organizational Career Development: Benchmarks for Building a World Class Workforce . San Francisco: Jossey-Bass. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 41