PENGA ARUH KADA AR ASAM LEMAK n--6 DARI MIINYAK JA AGUNG TERHADA AP KOMPO OSISI ASAM M LEMAK,, TINGKAT T KERAPUH HAN SEL DAN KINERJA K PE ERTUMBU UHAN BEN NIH HUNA CAPIT ME ERAH (Cheraxx quadricariinatus.)
RATNA AWATI RIFAI R
SEKOLAH H PASCASA ARJANA IN NSTITUT PERTANIA P AN BOGOR R BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Kadar Asam Lemak n-6 dari Minyak Jagung terhadap Komposisi Asam Lemak, Tingkat Kerapuhan Sel dan Kinerja Pertumbuhan Benih Huna Capit Merah, Cherax quadricarinatus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2010
Ratnawati Rifai NRP C151070041
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Larompong, Kab. Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 7 Mei 1969 sebagai anak kelima dari enam bersaudara, pasangan H. Abdul Rafli Rifai, BA., dan Hj., Fatimah Rifai. Menikah dengan Harianto Supu S,Pd dan dikaruniai seorang anak yang bernama Astri Dita Kashari. Pendidikan sarjana ditempuh ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada mayor Ilmu Akuakultur diperoleh pada tahun 2007 dengan Beasiswa pendidikan BPPS-DIKTI. Saat ini penulis bekerja sebagai dosen pada jurusan budidaya perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
PENGARUH KADAR ASAM LEMAK n-6 DARI MINYAK JAGUNG TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK,TINGKAT KERAPUHAN SEL DAN KINERJA PERTUMBUHAN BENIH HUNA CAPIT MERAH (Cherax quadricarinatus)
RATNAWATI RIFAI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tesis
Nama NIM
: Pengaruh Kadar Asam Lemak n-6 dari minyak jagung Terhadap Komposisi Asam Lemak, Tingkat Kerapuhan Sel dan Kinerja Pertumbuhan Benih Huna Capit Merah (Cherax quadricarinatus) . : Ratnawati Rifai : C151070041
Disetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Dedi Jusadi. Ketua
Prof. Dr. Enang Harris, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Prof. Dr. Enang Harris, MS
Tanggal Ujian : 25 Januari 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Prof Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis : Dr. Bambang Priyo Utomo
PROPOS SAL PENEL LITIAN
PENGA ARUH KADA AR ASAM LEMAK n--6 DARI MIINYAK JA AGUNG TERHADA AP KOMPO OSISI ASAM M LEMAK,, TINGKAT T KERAPUH HAN SEL DAN KINERJA K PE ERTUMBU UHAN BEN NIH HUNA CAPIT ME ERAH (Cheraxx quadricariinatus.)
RATNA AWATI RIFAI R C1510700411
SEKOLAH H PASCASA ARJANA IN NSTITUT PERTANIA P AN BOGOR R BOGOR 2009
Judul Tesis
Nama NIM
: Pengaruh Kadar Asam Lemak n-6 dari minyak jagung Terhadap Komposisi Asam Lemak, Tingkat Kerapuhan Sel dan Kinerja Pertumbuhan Benih Huna Capit Merah (Cherax quadricarinatus) . : Ratnawati Rifai : C151070041
Disetujui Komisi Pembimbing,
Dr. Dedi Jusadi. Ketua
Prof. Dr. Enang Harris, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana, u.b. Sekertaris Program Magister
Prof. Dr. Enang Harris, MS
Dr. Naresworo Nugroho, MS
ABSTRACT
RATNAWATI RIFAI. The effect of n-6 fatty acid from corn oil on fatty acid compositions, cell fragility and growth performance of juvenile redclaw Cherax quadricarinatus supervisor by : Dedi Jusadi and Enang Harris The aim of the research was to analyze the effect of essential fatty acid from corn oil on cell fragility and growth performance of red claw Cherax quadricarinatus. A triplicate experiment was conducted using four different concentration of corn oil as a source of n-6 fatty acid in the diets at 0, 1, 2 or 3%, respectively. In all treatments, the diets was supplied with 1% of fish oil as a source of n-3 fatty acid, and total lipid content was 7.14%. The juvenile of red claw weighing of 3.5 – 6.5 g were fed on the diets three times a day for 60 days. The results showed that the group of red claw fed on the diet contained 3% of corn oil had the highest of protein and lipid retention, feed efficiency and relative growth rate. It also was found that cell fragility of haemolymph decreased when corn oil concentration in the diet increased. Therefore, it could be concluded that the diet contained 3% corn oil and 3% fish oil at 7% total lipid may produce the best n-6 and n-3 fatty acids concentration to produce the lowest cell fragility and highest growth performance of red claw. Keywords: corn oil, essential fatty acid, cell fragility, red claw.
i
RINGKASAN
RATNAWATI RIFAI. Pengaruh Kadar Asam Lemak n-6 dari Minyak Jagung Terhadap komposisi Asam Lemak, Tingkat Kerapuhan Sel dan Kinerja Pertumbuhan Benih Huna Capit Merah, Cherax quadricarinatus dibimbing oleh Dedi Jusadi dan Enang Harris Penelitian ini merupakan penelitian menguji pengaruh kadar minyak jagung yang berbeda terhadap tingkat kerapuhan sel dan pertumbuhan benih huna capit merah. Penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan kadar minyak jagung yang berbeda untuk menghasilkan pakan yang lebih baik pada huna capit merah. Penggunaan minyak jagung yang berbeda diharapkan dapat memperbaiki integritas membran sel yang secara langsung menunjang pertumbuhan yang maksimal terhadap benih huna capit merah. Penelitian menggunakan 4 perlakuan pakan yang memiliki CP 35% dan berbeda kandungan asam lemak essensialnya. Penggunaan sumber lemak nabati dari minyak jagung dalam jumlah yang berbeda 0%, 1%, 2% dan 3% dan minyak kelapa 3,13%, 2,13%, 1,13% dan 0,13% untuk mencukupkan total lemak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 6,13%. Sedangkan sumber lemak hewani yang digunakan dalam formulasi ini adalah minyak ikan dengan sumbangan n-3 untuk semua pakan sama yaitu 3%. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan huna capit merah, parameter yang digunakan antara lain, tingkat kelulushidupan, laju pertumbuhan relatif, konversi pakan, efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak, kandungan posfolipid dan netral lipid serta tingkat kerapuhan sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak jagung yang ditambahkan ke dalam pakan sampai 3% menghasilkan pertumbuhan huna capit merah yang semakin meningkat. Penambahan minyak jagung dengan kadar yang berbeda dalam komposisi pakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan relatif (LPR), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan efisiensi pakan (EP), namun tidak berpengaruh terhadap tingkat kelulushidupan (SR) huna capit merah. Pengaruh asam lemak essensial dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan berkorelasi dengan nilai rata-rata kerapuhan hemolimph udang, jumlah sel hemolimph udang yang rapuh lebih sedikit terjadi pada pakan kadar minyak jagung 3% kemudian pakan kadar minyak jagung 2%, pakan kadar minyak jagung 1% dan pakan kadar minyak jagung 0%. Hal ini berarti bahwa huna dengan pakan kadar minyak jagung 3% memiliki integritas membran sel yang lebih baik. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak jagung 3% menghasilkan integritas membran sel dan laju pertumbuhan relatif huna capit merah dua kali lipat lebih baik bila dibandingkan dengan integritas membran sel dan laju pertumbuhan relatif huna dengan pakan yang berkadar 0% minyak jagung.
Kata kunci : minyak jagung, asam lemak essensial, tingkat kerapuhan sel, huna capit merah
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul” Pengaruh kadar asam lemak n-6 dari minyak jagung terhadap komposisi asam lemak, tingkat kerapuhan sel dan kinerja pertumbuhan benih huna capit merah (Cherax quadricarinatus)” . Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep yang telah memberikan kesempatan dan ijin pada penulis untuk melanjutkan studi S2. 2. Dr. Dedi Jusadi dan Prof. Enang Harris selaku komisi pembimbing atas saran dan bimbingannya selama penelitian hingga terselesaikannya tesis ini 3. Dr. Bambang Priyo Utomo selaku penguji luar komisi atas saran dan pengarahannya dalam memperbaiki penulisan tesis. 4. Para Staf Pengajar, Instruktur, Teknisi dan Laboran Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep atas segala motivasi dan bantuan fasilitas yang telah diberikan hingga selesainya studi ini. 5. Teknisi Laboratorium BDP IPB; Bapak Wasjan dan Retno (Lab. Nutrisi Ikan) Bapak Ranta(Lab.Kesehatan Ikan), telah membantu penulis selama melakukan analisa laboratorium. 6. Kedua orang tua H. Abdul Rafli Rifai, BA dan Hj. Fatimah Rifai, mertua Munawwarah dan Ambo Supu (Alm), saudara-saudaraku kel. Hairuddin Nurdin SH, kel. Awaluddin Roe SE. dr. Hj. Rahmawati Rifai, kel. Drs. Nasaruddin dan kel. Basaruddin S.P atas pengertian, do’a dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan studi. 7. Suami tercinta, Harianto Supu, S.Pd dan ananda Astri Dita Kashari atas segala pengertian, do’a dan dukungannya 8. Dasu Rohmana, S.Pi., M.Si. untuk kebersamaannya selama perkuliahan hingga selesainya studi ini, semoga tali persaudaraan terus terjalin. 9. Rekan-rekan mahasiswa mayor ilmu akuakultur 2007, atas kekompakan, kerjasama serta kebersamaannya. Dalam penyelesaian studi ini penulis mendapatkan sponsor dari BPPS-DIKTI 2007-2009 dan Van De Venter Mas 2008-2009. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalam tesis ini sehingga kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dalam penyusunan karya ilmiah di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan budidaya huna capit merah di Indonesia. Bogor, 17 Januari 2010
Ratnawati Rifai
iii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ............................................................................................... RINGKASAN .......................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................... DAFTAR TABEL..................................................................................... DAFTAR GAMBAR................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1.2 Tujuan ........................................................................................ 1.3. Hipotesis ....................................................................................
i ii iii iv v vi vii 1 1 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Aspek Biologi Huna Capit Merah............................................... 2.2 Moulting ..................................................................................... 2.3. Nutrisi ......................................................................................... 2.4. Kebutuhan Asam lemak Udang-udangan .................................. 2.5. Phosfolipid .................................................................................. 2.6. Hemolimph .................................................................................
4 4 6 10 13 16 18
3 METODE ............................................................................................. 3.1 Pakan Uji .................................................................................... 3.2 Pemeliharaan dan Pengumpulan Data ........................................ 3.3 Analisis Statitistik ....................................................................... 3.4 Analisis Kimia ............................................................................
19 19 21 22 24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 26 4.2 Pembahasan ................................................................................ 28 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 32 5.2 Saran ............................................................................................. 32 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
iv
33
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tahap perkembangan telur hingga benih huna capit merah ....................... Komposisi asam lemak essensial dari berbagai sumber lipid..................... Komposisi pakan penelitian ....................................................................... Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan penelitian ...................... Komposisi asam lemak pakan penelitian ................................................... Nilai rataan kualitas air media pemeliharaan pada setiap perlakuan selama penelitian ....................................................................... 7. Rata-rata tingkat kelulushidupan (SR), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), Laju pertumbuhan Relatif (LPR) dan Efisiensi Pakan (EP) selama penelitian ........................................................................................ 8. Hasil analisa asam lemak tubuh huna capit merah awal dan akhir penelitian …………………………………………………………………. 9. Hasil analisa laboratorium lipid polar dan lipid netral huna capit merah akhir penelitian …………………………………………………………
v
5 12 20 20 21 22
26 28 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur organ internal huna capit merah ....................... 2. Nilai rata-rata kerapuhan hemolimph huna capit merah pada konsentrasi NaCl 0,5% di akhir penelitian ..............................
vi
4 27
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur pembuatan pakan penelitian (Riche and Garling. 2004)........... 39 2. Prosedur analisa kadar protein metode kjedhal (Takeuchi, 1988)................... 40 3. Prosedur analisa kadar lemak (Takeuchi, 1988) ........................................ 41 4. Prosedur analisa kadar serat kasar (Takeuchi, 1988).................................... 42 5. Prosedur analisa kadar abu (Takeuchi, 1988) ............................................... 43 6. Prosedur analisa kadar air (Takeuchi, 1988) ................................................ 44 7. Analisis kelas lipid metode Folch dan Pemisahan fosfolipid dan lipid netral lemak tubuh huna capit merah metode Sep-pak Cartridges................... 45 8. Analisa asam lemak metode GC-MS (Takeuchi, 1988) …………………….. 46 9. Prosedur pengukuran tingkat hemolisis hemolimph udang pada konsentrasi garam bertingkat 0,5 % (Kiron et al. 1994) …………………….. 47 10. Kelulushidupan (SR) huna capit merah pada setiap perlakuan selama 60 hari pemeliharaan ……………………………………………………………. 48 11. Hasil perhitungan laju pertumbuhan relatif (LPR) huna capit merah dengan masa pemeliharaan 60 hari ………………………………………….. 49 12. Perhitungan retensi protein …………………………………………………… 50 13. Perhitungan retensi lemak ……………………………………………………. 51 14. Perhitungan Konversi pakan (FCR) dan efisiensi pakan (EP) ………………. 52 15. Nilai uji kerapuhan pada konsentrasi garam bertingkat huna capit merah menggunakan spektrofotometer (SP-300, OPTIMA) ……………………….. 53 16. Hasil analisa proksimat tubuh huna (% bobot basah) akhir penelitian .............. 54 17. Hasil analisa sidik ragam tingkat kelulushidupan (SR) huna capit merah diakhir penelitian …………………………………………………………….. 55 18. Hasil analisa sidik ragam laju pertumbuhan relatif (LPR) huna capit merah diakhir penelitian ……………………………………………………… 56 19. Hasil analisa sidik ragam retensi protein tubuh huna capit merah ………….. 57 20. Hasil analisa sidik ragam retensi lemak (LR) huna capit merah diakhir penelitian …………………………………………………………………………………………… 58 21. Hasil analisa sidik ragam efisiensi pakan huna capit merah diakhir penelitian …………………………………………………………………….. 59
vii
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid, disamping sebagai sumber energi juga dimanfaatkan untuk ketersediaan asam lemak essensial untuk udang dan diperlukan sebagai sumber sterol dan phospolipid guna pertumbuhan, pemeliharaan, fungsi integritas dan fungsi physiologis (Kanazawa et al. 1977a). Jumlah lipid nabati dan hewani yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar antara 6-8% dari total pakan (Mukhopadhyay et al. 1999). Meskipun demikian secara umum bahwa udang air tawar
tidak dapat mentolerir tingkatan yang tinggi untuk kebutuhan
lipidnya, yakni tidak lebih dari 10% (New 1980). Ikan dan udang air tawar memerlukan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-6 dan n-3, sedangkan ikan air laut hanya memerlukan asam lemak n-3 terutama dalam bentuk 20:5n-3 dan 22:6n-3. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lovell (1989), Hepher (1990), bahwa kebutuhan ikan akan asam lemak essensial berbeda-beda pada setiap spesies ikan sesuai dengan habitat dan lingkungannya. Ikan dan udang air tawar mampu mengkonversikan asam lemak linolenat dan linoleat menjadi asam lemak berantai karbon panjang PUFA atau HUFA, namun tidak demikian pada ikan air laut (Sargent et al. 1999). Dalam tubuh ikan air tawar tersedia enzim elongase dan desaturase yang dapat memperpanjang dan mendesaturasikan rantai karbon asam lemak.
Pemenuhan kebutuhan akan asam lemak tersebut
dapat dipenuhi dengan pemberian sumber lemak pakan yang tepat yang bersumber dari sumber lemak hewani dan lemak nabati.
Sebagai contoh
minyak ikan dan minyak jagung merupakan pilihan alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber lemak pakan dari berbagai sumber lemak yang ada. Pada pembuatan pakan, minyak ikan biasanya digunakan sebagai sumber asam lemak n-3 (linolenat) dan minyak jagung sebagai asam lemak n-6 (Linoleat). Berbagai sumber lemak
yang dapat digunakan untuk formula
pakan seperti minyak jagung sebagai lemak nabati yang kaya dengan asam lemak linoleat (n-6) yaitu sekitar 56,3% (Takeuchi et al. 1983). Sedangkan sumber lemak hewani sebagai sumber asam lemak essensial n-3
seperti
2
minyak ikan sardine dengan kandungan 18:3n-3 adalah 1%, 20:5n-3 adalah 13% dan 22:6n-3 adalah 10% (Millamena 2002). Hasil penelitian Cortes et al. (2005)
menunjukkan bahwa kebutuhan
optimum lipid juvenil huna capit merah (Cherax quadricarinatus) adalah 75g/kg pakan. Sedangkan penelitian yang dikemukakan oleh Hernandes et al. (2003) menunjukkan bahwa kebutuhan lemak sebesar 4% dalam pakan memberikan pertumbuhan yang baik pada huna capit merah, Selanjutnya penelitian Thompson et al. (2003) pakan dengan komposisi 25% tepung ikan menhaden, 44,5% tepung kedele, 0,5% choline chloride, 2% minyak hati ikan cod, dan 1% minyak jagung tanpa
lecithin dan kolesterol memberikan
pertumbuhan yang baik pada huna capit merah dengan bobot 0,2 gram. Sejalan dengan itu Lochmann Rebecca et al. (1992) menyatakan bahwa kolesterol diperlukan untuk pertumbuhan huna capit merah dalam jumlah yang sedikit atau tidak sama sekali. Ini berbeda dengan kebutuhan kholesterol untuk juvenile udang vanamei yang diformulasikan dalam pakan sekitar 0,5% (Felix Gonzales, et al. 2003). Beberapa penelitian tentang pentingnya profil asam lemak dari sumber lemak nabati dan lemak hewani pada udang-udangan telah dilakukan oleh Glencross et al. (2001) yang melaporkan bahwa optimalisasi kebutuhan asam lemak essensial seperti linoleat, linolenat, eicosapentanoic dan docosahexanoic untuk meningkatkan bobot tubuh udang windu (Penaeus monodon) adalah 75 gram total lipid dalam setiap 1 kg pakan dengan kandungan asam lemak essensial adalah 30 gram/kg pakan. Hasil penelitian Felix Gonzales et al. (2002)
ketersediaan asam lemak essensial untuk juvenil udang putih
(Litopenaeus vannamei) pada kisaran lemak pakan 3-9% adalah 0,5% n-3 dari total pakan, Sedangkan untuk huna capit merah kebutuhan asam lemak essensialnya belum diketahui. Selanjutnya dijelaskan oleh Ronald JR., (2002) masalah penting dengan komponen lipid pakan ikan terutama asam lemak PUFA n-3 dan n-6 adanya oksidasi yang menyebabkan bau ketengikan pada pakan karena terjadi proses ranciidin (produksi radikal bebas karena adanya induksi dari produksi oksidasi asam lemak) yang sifatnya beracun bagi ikan dan bereaksi dengan protein
3
sehingga mengganggu aktivitas pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan defisiensi asam lemak menyebabkan terjadinya pembengkakan pada hati dimana hati berwarna pucat karena terjadi infiltrasi lemak. Gejala lain terjadi anemia dimana pembentukan sel darah tidak terjadi sehingga terjadi penyakit lemak hati atau degenerasi lipid hati (Takeuchi et al. 1983). Defisiensi asam lemak akan menyebabkan membrane sel cepat rapuh dengan perubahan salinitas, karena hal ini sangat berpengaruh pada kekuatan sel darah merah atau hemolimph yang kurang mengandung komponen polar lipid (Kiron et al. 1994). Guna menyempurnakan formulasi pakan huna capit merah, maka tingkat kebutuhan asam lemaknya perlu diketahui. Diaplikasikannya kebutuhan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan untuk huna capit merah diharapkan bisa lebih mempercepat pertumbuhan bagi udang air tawar tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui effektifitas minyak jagung sebagai sumber asam lemak essensial n-6 terhadap pertumbuhan
serta
pengaruhnya pada tingkat kerapuhan sel huna capit merah. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi tentang kebutuhan asam lemak n-6 yang optimal pada pakan huna capit merah sebagai dasar dalam penyusunan ransum. 1.3 Hipotesis Jika pemberian minyak jagung dalam formulasi pakan dapat dimanfaaatkan seoptimal mungkin maka pertumbuhan benih huna capit merah setidaknya lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan dengan pakan tanpa minyak jagung.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Biologi Huna Capit Merah Lobster air tawar tidak hanya sekadar udang konsumsi, tetapi juga bisa dijadikan hiasan di dalam aquarium. Sebagai udang hias, lobster memiliki ciri khas yang tidak ditemukan pada ikan hias air tawar. Selain bentuk tubuhnya yang unik, lobster air tawar juga memiliki warna yang beragam diantaranya kuning keputihan, hijau putih, biru, pink, hingga cokelat kehitaman. Adapun tatanama lobster air tawar menurut (Riek 1968) dituliskan sebagai berikut :
Kingdom: Animalia, Filum : Arthropoda, Subfilum : Crustacea,
Kelas : Malacostraca, Ordo : Decapoda, Subordo : Plyocyemata, Infraordo : Astacidea, Superfamili : Parastacoidea, Famili : Parastacidae, Genus : Cherax, Spesies : Cherax quadricarinatus (Von Marten) Huna capit merah memiliki ciri-ciri morfologi tubuh yang terbagi menjadi 2 yaitu : kepala (Cephalotorax) dan badan (abdomen). Tubuh Lobster beruasruas dan ditutupi oleh eksoskeleton yang terdiri dari chitin. Antara kepala bagian depan dan bagian belakang dikenal dengan nama sub-cephalotorax, Cangkang yang menutupi kepala disebut karapak (carapace) yang berperan dalam melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, dan lambung. Carapace berbahan zat tanduk atau kitin yang tebal dan merupakan nitrogen polisakarida (C6H13O5N), yang disekresikan oleh kulit epidermis dan dapat mengelupas saat terjadi pergantian cangkang tubuh (Moulting). Kelopak bagian depan meruncing dan bergerigi yang disebut rostrum.
Gambar 1. Struktur organ internal huna capit merah Pada bagian kepala lobster terdapat sepasang mata bertangkai, sepasang, sungut besar (antena, sepasang sungut kecil dan mulut). Pada bagian kepala
5
terdapat lima pasang kaki jalan (Pereiopoda),
Namun tiga pasang
kaki
tersebut, yaitu kaki pertama, kedua, dan ketiga mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi capit. Di habitat aslinya, huna ini aktif mencari pakan pada malam hari (nocturnal). Jika bahan pakan tersebut sesuai dengan keinginannya, lobster akan menangkapnya menggunakan capit dan menyerahkannya pada pereiopoda 1 sebagai tangan pemegang pakan yang akan dikonsumsi. Huna capit merah memiliki gigi halus yang terletak dipermukaan mulut, sehingga cara memakan pakannya sedikit demi sedikit. Menurut Jones (1998) genus huna capit merah merupakan pemakan oportunity terutama sisa-sisa tumbuhan (serasah) dan koloni mikroba yang banyak ditemukan pada dasar kolam. Meskipun huna capit merah dapat tetap bertahan hidup dan tumbuh tanpa makanan tambahan, tetapi tingkat pertumbuhan terbaik hanya dapat dicapai bila pasokan makanan cukup. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan pelet komersiil dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tingkat pertumbuhan benih yang bagus dapat
juga
dicapai
jika
zooplankton
berkembang
baik
di
kolam.
Menurut Holdich and Lowery (1981) proses perkembangan anakan pada huna capit merah dibagi menjadi 3 tahap perkembangan telur (pra-larva) yang terdiri atas lima stadia, tahap larva dan tahap post embrio yang terdiri atas lima stadia. Sedangkan Sokol (1988) menerangkan bahwa periode perkembangan embrio huna capit merah adalah periode inkubasi yang berlangsung antara 4045 hari. Telur-telur yang telah dibuahi selanjutnya akan menetas menjadi larva setelah 20-30 hari setelah pembuahan. Sesudah fase larva, tahap selanjutnya dalam daur hidup huna capit merah adalah juvenil yang terdiri dari : Juvenil I, II, III. Induk huna capit merah biasanya mengasuh anaknya pada fase embrio, larva hingga juvenil. Karena sifatnya yang demikian maka induk huna capit merah dapat disebut mempunyai sifat maternal care (perlindungan ibu), juvenil biasanya akan meninggalkan induknya setelah mencapai panjang tubuh antara 3-4 mm. Setelah tahapan juvenil, huna capit merah akan terus tumbuh dan akhirnya menjadi dewasa. Selama beberapa hari, pada tahap post-larva atau fase juvenil, anak huna capit merah akan tetap berada dekat induknya agar mendapatkan perlindungan. Post larva ini akan melompat-lompat disekeliling
6
tubuh induknya sambil menjauhi induknya untuk beberapa saat. Hingga pada suatu
saat
tertentu
anak
huna
capit
merah
akan
menunjukkan
ketidaktergantungannya pada induk. Pada saat induk dan anak-anak huna capit merah harus segera dipindahkan ke tempat budidaya yang cukup baik dan luas untuk menghindari masalah kanibalisme, karena anak-anak huna capit merah dapat bersifat kanibal bila kebutuhan pakannya tidak tercukupi (Morissy. 1970). Tabel 1. Tahap perkembangan telur hingga juvenil huna capit merah Rouse (1977) TAHAP 1 2 3 4 5 6 7 8 9
CIRI-CIRI Telur berwarna kuning (1-2 hari) Telur berwarna hijau zaitun (3-4 hari) Telur berwarna Kheki (5-7 hari) Telur berwarna coklat tua (8-14 hari) Telur berwarna orange (15-17 hari) Telur berwarna merah tanpa bercak mata (18-21 hari) Telur berwarna merah dengan bercak mata (22-27 hari) Telur berwarna merah hampir menetas (28-35 hari) Berwarna kelabu, dilepaskan, jatuh dari pleopod induk (36-40) hari
STADIA TAHAP PERKEMBANGAN TELUR NAUPLIUS PROTOZOEA MYSIS JUVENIL
Periode perkembangan post-larva sebenarnya adalah periode proses diferensiasi pembentukan karapas, telson dan uropoda. Menurut Holdich and Lowery (1981) periode perkembangan post-larva dari Astacus leptodactylus, salah satu jenis lobster air tawar asal Eropa dibagi menjadi 5 stadia berdasarkan pertambahan panjang karapaks. Menurut Rouse (1977) tingkat pertumbuhan benih huna capit merah sangat bervariasi, karena proses moulting tidak terjadi secara bersamaan. huna capit merah mudah dapat dipisahkan pemeliharaannya berdasarkan ukuran tubuhnya, kanibalisme juga dapat dikurangi jika tempat persembunyian cukup tersedia dan tempat pemeliharaan berukuran cukup luas atau tidak melebihi 50 ekor per meter persegi. Sedangkan panjang huna capit merah dapat mencapai 10-18 cm, dengan ukuran maksimum dapat dicapai setelah 8-14 bulan
7
pemeliharaan (Anonimous 1977).
Beberapa spesies huna capit merah
mengalami pertumbuhan yang pesat pada waktu berumur muda dan akan mencapai kematangan gonad dalam waktu 6 bulan (Stronger dan Usinger 1961). Beberapa huna capit merah di Australia mempunyai panjang karapaks 15 cm dengan panjang total 35 cm dan berat ada yang mencapai 1,25 kg. Huna capit merah yang hidup di Australia dapat mencapai ukuran lebih dari 500 gram dengan panjang karapas mencapai 9 cm dan panjang total lebih dari 30 cm.
Jenis huna capit merah ini merupakan yang paling banyak
dibudidayakan di Australia, alasanya karena huna capit merah memiliki daging yang lebih tebal dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih banyak dalam waktu satu tahun jika kondisinya bagus. Selain itu huna capit merah memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap kepadatan yang tinggi dan tidak menunjukkan sifat kanibalisme dengan kepadatan 50 ekor/meter persegi. 2.2 Moulting Moulting atau ganti kulit adalah pergantian cangkang pada udang dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan dengan keadaan ini udang akan melepaskan eksoskeleton lama akan membentuk kembali dengan bantuan kalsium (Wickins dan Lee. 2002). Semakin baik pertumbuhannya semakin sering huna capit merah berganti cangkang (Rouse 1977). Saat terjadi pergantian cangkang merupakan saat yang rawan bagi huna capit merah karena saat kulitnya terlepas, tubuh yang ada di dalamnya tidak memiliki perlindungan lagi.
Menurut Holdich dan
Lowery (1988) proses pembentukan cangkang pada huna capit merah membutuhkan bahan berupa kalsium, proses ini terjadi setelah pelepasan cangkang lama dilakukan. Selain itu, Gao dan Wheathly (2004) menambahkan bahwa dalam pembentukan cangkang akan terjadi mineralisasi selaput baru menggunakan kalsium yang diserap dari lingkungan perairan. Ganti kulit pada crustacea tidak hanya meliputi aktifitas pelepasan eksoskeleton lama, tetapi juga pengumpulan cadangan makanan; pembentukan eksoskeleton baru yang disertai dengan penyerapan bahan-bahan organik dan anorganik dari eksoskeleton lama selama proekdisis; pelepasan eksoskeleton
8
lama saat ganti kulit yang disertai dengan penyerapan air; membangun dan mengeraskan eksoskeleton lama dari cadangan dan ion-ion dalam medium; pertumbuhan jaringan (Passano 1960; Yamaoka dan Scheer. 1970). Menurut Ling (1976) Selama ganti kulit udang mengalami perubahan morfologis baik eksternal maupun internal yang dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan stadium ganti kulit. Untuk menentukan stadium metekdisis dan anekdisis serta proekdis pada udang dilakukan dengan mengamati perubahan retraksi pigmen pada dorsal dan lateral abdomen, rostrum serta permukaan epidermis pleopod. Akan tetapi, retraksi pigmen pada awal proekdisis tidak lengkap pada sisi dorsal abdomen, perkembangan setae dapat juga diamati pada uropoda. Frequensi pergantian kulit (Moulting) pada udang ditentukan oleh faktor umur dan makanan. Udang lebih sering mengalami pergantian kulit dan udang yang mendapat makanan yang cukup dan baik akan lebih cepat mengalami pergantian kulit (Ling 1976).
Selain itu menurut Soegiarto (1979) proses
moulting dipengaruhi oleh faktor kualitas lingkungan, antara lain kecukupan oksigen, suhu dan timbunan gas amoniak. Menurut Merrick (1993) proses pergantian kulit (moulting) pada huna capit merah melibatkan daur ulang Kalsium, yang terdiri atas empat tahap, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Premoulting, kalsium dalam kulit diserap kembali dan disimpan dalam gastrolith, lalu diikuti dengan pembentukan kulit baru Moulting, Pelepasan kulit lama yang diikuti dengan penyerapan air dari media dalam jumlah besar. Postmoulting, Pengapuran dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan anorganik yang berasal dari hemolimph dan hepatopankreas, serta sebagian kecil dari media. Intermoulting, pertumbuhan jaringan somatik dan awal antar moulting. Lebih lanjut Merrick (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan dan
moulting adalah dua proses yang berkaitan erat. Tanpa tanda-tanda nyata, proses moulting berlangsung dengan cepat, hanya beberapa menit individu yang baru mengalami ganti kulit dapat dikenal melalui warna yang lebih cerah dan karapas yang lunak.Telah diketahui bahwa ganti kulit pada crustacea dikontrol oleh hormon ekdisteroid dan MIH (Quackenbush. 1986; Fingerman. 1987). Pelepasan hormon ekdisteroid oleh organ-Y bervariasi berdasarkan stadium yang dilaluinya dalam siklus ganti kulit dan juga tergantung pada
9
kadar hormon ekdisteroid yang terdapat dalam hemolimph (Quackenbush 1986). Pada awal siklus ganti kulit perbandingan kadar alfa-akdison dan betaekdison adalah 1:1 atau 1:2 yang akan berubah menjadi 1:4 atau lebih besar dengan berlanjutnya siklus ganti kulit.
Adegboy (1981) menyatakan bahwa
tempat penyimpanan utama kalsium dalam tubuh cherax adalah hemolimph, cangkang lama, hepatopankreas, cangkang baru dan gastrolith. Hormon ekdisteroid selain dihasilkan oleh organ-Y yang terdapat pada thoraks, ditemukan juga pada sel-sel neurosekretori medulla interna dan medulla terminalis tangkai mata kepiting ucu pugilator (Hopkins 1988). Fungsi ekdisteroid yang terdapat pada tangkai mata ini belum diketahui, namun kadar ekdisteroid tersebut tinggi pada saat anekdisis (Quackenbush 1986). Selama siklus ganti kulit crustacea, alfa-ekdison disintesis dan dilepaskan dari organ-Y untuk selanjutnya diubah menjadi 20-hidroksiekdison di jaringan target. Reseptor hormon ekdison terdapat pada jaringan perifer hipo dan epidermis, badan lemak, usus, dan otak (Passano 1960; King dan Siddal. 1969). Kadar hormon ekdisteroid crustacea selama siklus ganti kulit mengalami fluktuasi dengan pola yang khas, di mana pada saat metekdisis dan anekdisis kadar hormon ekdisteroid rendah, mulai meningkat tiga sampai 10 kali lipat kadar intermolt pada saat transisi dari intermolt ke preekdisis (apolisis), mencapai nilai maksimum selama proekdisis (D3) yang mengawali ganti kulit dan turun kembali pada saat ekdisis Pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemilimph dapat dipengaruhi melalui beberapa lintasan. Penelitian terhadap organ-Y dengan cara in vitro memperlihatkan bahwa ekstrak tangkai mata dapat memperlambat atau menghentikan pelepasan hormon ekdisteroid (Mattson dan Spaziani. 1985). Moulting Inhibition Hormon juga dapat bekerja pada jaringan target hormon ekdisteroid yang langsung menghambat pengaruh hormon ekdisteroid. Menurut Mattson dan Spaziani (1986) hormon ekdisteroid juga dapat mengatur produksi sendiri melalui mekanisme umpan balik positif pada organ-Y. Disamping itu beberapa faktor eksternal dapat mempengaruhi siklus ganti kulit secara langsung.
Kehilangan anggota gerak balik secara alamiah maupun
10
buatan dapat mempercepat siklus ganti kulit yang dimediasi oleh sistem ekdisteroid. Berdasarkan sistem pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolimph tersebut diatas dan hubungannya dengan MIH, Mattson dan Spaziani (1986) telah membuat sebuah model sistem pengaturan neuroendokrin, yaitu interaksi antara organ X- kelenjar sinus-organ Y. MIH dalam hemolimph berikatan dengan permukaan reseptor sel organ-Y yang menyebabkan adenilat siklase (AC) aktif dan mengubah ATP menjadi cAMP (siklik AMP).
Produksi
hormon ekdison dari kolesterol akan ditetapkan oleh cAMP. Pengaruh yang berlawanan ditimbulkan oleh kalsium (Ca) yang berikatan dengan kalmodulin akan mengaktifkan enzim cAMP-fosfodiesterase membentuk 5’AMP, sehingga produksi ekdison dapat ditingkatkan kembali. Greenway dalam Mattson dan Spaziani (1986) menemukan adanya kenaikan kadar kalsium hemolimph pada awal ganti kulit dan akan turun kembali pada saat ganti kulit, keadaan ini berhubungan dengan perubahan ekdisteroid hemolimph.
Dengan demikian,
pelepasan MIH yang terus menerus menyebabkan kadar ekdison menjadi rendah dan crustacea berada dalam keadaan anekdisis. Pengurangan pelepasan MIH yang disebabkan adanya kenaikan kadar hormon ekdisteroid yang tidak tetap atau terjadinya pengurangan rangsangan pada neural perifer akan melepaskan organ-Y dari hambatan untuk memproduksi hormon ekdison (kadar cAMP menurun), sehingga produksi hormon ekdison meningkat. Ekdison diubah menjadi 20-hidroksiekdison dijaringan perifer. Kenaikan kadar hormon ekdisteroid hemolimph ini mengawali untuk terjadinya ganti kulit. Aktifitas organ-Y ini akan turun kembali yang belum diketahui penyebabnya, kadar hormon ekdisteroid turun, dan MIH kembali dilepaskan 2.3 Nutrisi Pakan harus mengandung semua nutrien yang diperlukan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dalam jumlah cukup dan berimbang. Lemak disamping berfungsi sebagai sumber energi (8-9 kcal/g ) juga penting sebagai sumber asam lemak essensial dan diperlukan juga dalam proses absorpsi nutrient yang larut didalamnya. Tanpa lemak dan karbohidrat yang cukup, udang menggantungkan pemenuhan energinya hanya dari protein,
11
sehingga protein tidak optimal digunakan untuk pertumbuhan.
Menurut
Stickney (1979) energi yang terkandung dalam pakan yang berasal dari non protein dapat mempengaruhi protein yang digunakan untuk pertumbuhan Pada habitat aslinya Jenis makanan yang dimanfaatkan oleh huna capit merah asanya berupa biji-bijian, ubi-ubian, dan bangkai hewan (Scavenger), sekaligus memangsa hewan hidup lain dari kelompok udang, karena itu huna capit merah termasuk hewan omnivora.
Kebiasaan nyata yang sering
dilakukan adalah mengkonsumsi udang-udang kecil yang hidup dihabitatnya atau memangsa anggota huna capit merah itu sendiri, sehingga huna capit merah memiliki sifat kanibal. Jenis pakan yang dapat dikonsumsi induk lobster air tawar diantaranya daging udang kecil, ubi jalar, dan pelet, dimana kemampuan huna capit merah mencerna material tanaman karena memiliki enzim polysaccharide hydrolase (Xue et al. 1999). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Manomaitis (2001) menggunakan benih huna capit merah yang baru menetas (0,1 gram) melaporkan bahwa benih huna capit merah yang berukuran 3 gram (berumur ± 9 minggu) membutuhkan 24-44% protein dalam pakan, hal ini tidak berbeda nyata terhadap berat total, pertumbuhan spesifik dan persentase pertumbuhan yang dihasilkan pada akhir penelitiannya. Metts et al. (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa cherax dengan ukuran rata-rata 6,25 g yang dipelihara di kolam tanah dapat memanfaatkan protein kasar dalam pakan sebesar 13-28%. Setelah berumur 8-15 hari, rata-rata huna capit merah memiliki bentuk yang sama dengan induknya, aktif dalam mencari pelindung diri dari serangan luar, aktif mencari pakan yang berasal dari luar, dan mulai mengalami moulting dalam pertumbuhannya. Pada masa juvenil tingkat kepadatan, jenis dan ukuran pakan adalah faktor yang harus diperhatikan selain kondisi lingkungan dan pencegahan serangan penyakit. Guna memberikan sumber energi yang dapat digunakan dalam pemeliharaan, serta penggantian dan penambahan sel tubuh benih lobster air tawar, jenis pakan yang digunakan adalah cacahan udang segar, hancuran pellet udang komersial, cacing sutera segar, daphnia beku, tepung kacang-kacangan, dan sisikan ubi jalar. Secara ilmiah, pakan berupa cacahan udang segar, cacing sutera segar, dan daphnia
12
beku merupakan sumber protein dan lemak hewani. Sementara itu tepung kacang-kacangan dan sisikan ubi jalar merupakan sumber protein dan karbohidrat yang berasal dari sumber nabati.
Kalsium digunakan dalam
pembentukan cangkang, sehingga dibutuhkan bahan pakan mengandung mineral (tepung mineral). D’Abramo et al. (1982) telah meneliti hubungan antara fosphatidilkholin ransum dan kolesterol serum pada lobster, Homarus sp. Diketahui bahwa ketiadaan fospatidikholin kedelai ransum murni yang diberikan pada larva lobster telah mengakibatkan penurunan konsentrasi kolesterol dan fospolipid yang cukup besar dalam serum.
Bila fospolipid telur, sephalin dan
fospotidilinositol digunakan sebagai pengganti fospatidikholin kedelai, konsentrasi kolesterol dan fospolipid dalam serum tetap rendah. Konsentrasi kolesterol dan fospolipid dalam serum memiliki keterkaitan yang tinggi. Terdapat indikasi bahwa absorpsi kolesterol oleh usus tidak terhambat oleh ketiadaan fospatidikholin atau keberadaan fospolipid pengganti.
Diduga
molekul fospatidilkholin merupakan komponen penting lipoprotein yang mentransfer kolesterol dari hepatopankreas ke hemolimph. Hernandes et al. (2003) melaporkan bahwa perbedaan yang nyata dari pertumbuhan juvenil huna capit merah ditentukan oleh diet pakan dengan variasi dari level lipid pada kondisi dilaboratorium. Dalam uji coba pertumbuhan, 26% bobot tubuh ditentukan oleh pakan alami dalam sistem budidaya dengan ketersediaan pakan alami untuk mendukung pertumbuhan yang optimum Kebutuhan optimal protein yang cukup untuk huna capit merah tergantung pada ukuran dan umur huna capit merah. Cortes et al. (2003) mendefinisikan untuk juvenil huna capit merah rasio perbandingan kecernaan protein terhadap kecernaan energi adalah 18,4 mg protein kilo joule dengan 270g/kg pakan level DP, dan DL 75g/kg dan intake protein per animal per hari sebagai pembentukan jaringan, survival, Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR), Food Corversi Ratio (FCR) dan Protein Efisiensi Ratio (PER). Hasil penelitian Campana-Torres (2006) menyatakan bahwa kecernaan lipid dan karbohidrat huna capit merah yang terdapat pada 2 ramuan tanaman
13
yaitu tepung gandum dan paste kedele dan ramuan hewani yaitu tepung kepiting merah dilaporkan hasilnya sama dengan kecernaan pada udang vanamei (Littopenaeus vanamei ) dan sumber tepung dari gandum juga mengandung lemak dengan tingkat kecernaan yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa huna capit merah sistem kecernaannya sangat efisien karena kesanggupannya mengassimilasi nutrien dari sumber yang bervariasi karena memiliki enzim endogenous sellullose. Hasil penelitian dari Hernandes et al. (2003) menyatakan bahwa huna capit merah betina dan jantan memerlukan lipid untuk kebutuhan yang berbeda dalam sistem metabolisme. Huna capit merah betina pada percobaan yang berbeda
tidak ditunjukkan perbedaan
nyata kandungan
lipid
dalam
hepatopankreas, dan dapat dijadikan hubungan antara penggunaan lipid untuk pematangan gonad atau vitellogenesis.
Perbedaan perkembangan stadia
ditentukan oleh telur yang terdapat pada induk betina untuk semua percobaan, termasuk nilai pakan untuk udang betina dan sebagian besar kebutuhan lipid digunakan untuk pematangan gonad. Lebih lanjut dilaporkan oleh Hernandes et al. (2003), pengaruh dari diet lipid pada berbagai level dan sumber lemak untuk ketahanan huna capit merah tidak didokumentasikan dengan baik, akan tetapi hasil penelitian pada diet lipid akan mempengaruhi ketahanan pada huna capit merah jantan. Peningkatan lipid hepatopankreas pada huna capit merah jantan berhubungan dengan peningkatan lipid pada carcass, dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan dan disimpan untuk pematangan gonad.
Dasar dari penelitian oleh
Hernandes et al. (2003) pada sistem budidaya semi intensif kebutuhan huna capit merah ini bahwa kebutuhan lipid dapat dikurangi hingga 4,2% dengan mempertimbangkan keberadaan pakan alami pada lingkungan budidaya. 2.4 Kebutuhan asam lemak udang-udangan .
Pemberian asam lemak essensial harus optimum sehingga menunjang
pertumbuhan udang. komponen
fosfolipid
Asam lemak essensial dalam tubuh ikan merupakan yang
berperan
penting
pada
biomembran
sel.
Keberadaan asam lemak essensial pada biomembran sel dapat menjaga dan memperbaiki fluiditas membran sehingga fungsi metabolisme tetap berjalan
14
normal. Asam lemak essensial yang berasal dari polyunsaturated fatty acids (PUFA) dan highly unsaturated fatty acid (HUFA) berperan penting pada proses metabolisme membran sel (Bhagavan 1992). Penambahan asam lemak n-3 HUFA dapat mengaktifkan enzim (Na+ / K+) ATPase untuk mendukung fleksibilitas dan permeabilitas yang tinggi pada membran sel, sehingga meningkatkan aktivitas enzim dan transportasi ion-ion ke dalam sel. Hal ini penting untuk proses pertumbuhan, adaptasi dan osmoregulasi. Tabel 2. Komposisi asam lemak essensial dengan berbagai sumber Lipid (g/100g asam lemak) (Tacon (1987) dalam Millamena (2002) Sumber Lipid Lemak Nabati : Minyak jagung Minyak kelapa Minyak biji kapas Minyak biji rami Minyak kelapa sawit Minyak biji sawit Lemak hewani Minyak capelin Minyak hati ikan kod Minyak cumi-cumi Minyak Ikan Salmon Minyak Ikan Tuna
18:2n-6
18:3n-3
20:5n-3
22:6n-3
58 2 53 17 10 2
1 0 1 56 1 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
5 5 1 3 5
0 1 2 0 3
7 16 16 10 7
5 14 18 10 12
Menurut Halver (1989), salah satu ciri minyak ikan adalah kandungan asam lemak linoleat (n-6) yang rendah tetapi kandungan asam lemak linolenat (n-3) tinggi. Menurut Sargent (1997), minyak ikan laut biasanya kaya akan asam lemak n-3, EPA. Minyak ikan yang sering digunakan adalah minyak ikan cod, hearing, salmon, menhaden, tuna dan caplin. Minyak jagung mengandung asam lemak linoleat (n-6) yang tinggi 56,3% (Takeuchi et al. 1983). Minyak kelapa mengandung 88% asam lemak jenuh (Linder 1992) sehingga sangat menentukan kualitas dan kuantitas asam lemak essensial dalam pakan. Pemilihan sumber lemak yang sesuai perlu dilakukan, karena sumber lemak yang berbeda akan menghasilkan asam lemak essensial yang berbeda pula sehingga penggunaan sumber lemak yang tepat akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang.
15
Kebutuhan asam lemak
pada udang juga berbeda, seperti pada udang
galah (Macrobarachium rosenbergii De man), adalah 1,1 g/100 g pakan dan pada
udang
laut
seperti
(Penaeus
brasiliensis,
Penaeus
schimitty,
Xiphopenaeus kroyeri ) adalah 0,9-1,0g/100g pakan (Bragagnolo et al. 2000). Hasil Penelitian Glencross et al. (2002) menyatakan bahwa kebutuhan optimalisasi asam lemak essensial pada udang windu (Penaeus monodon) dari total pakan 45-130g/kg , kandungan lipid adalah 75 gram dengan asam lemak essensialnya adalah 17g/kg pakan. Mayra et al. (2002) menyatakan bahwa kebutuhan lipid pada udang vaname mempengaruhi kandungan lipid pada hepatopancreas dan jaringan otot pada udang tersebut. Dari 6-9% total lipid tubuh perbedaan yang tinggi dari total lipid pada hepatopancreas lebih dari 3%. Bagaimanapun juga kandungan lipid pada otot udang bersumber dari 9% lipid pada pakan udang dan memiliki kesamaan dengan kandungan lipid 6% pada pakan tersebut, dan berbeda dengan pakan udang yang kandungan lipidnya hanya 3 %. Mukhopadyay et al. (2003) menyatakan bahwa Monounsaturated fatty acid merupakan bagian terbesar dari asam lemak pada stadia 1 udang air tawar dan polyunsaturated fatty acid adalah kelompok yang dominan (n-3 series dan n-6 series) untuk perkembangan larva tersebut.
Bagian asam lemak yang
terbesar pada stage-1 larva adalah palmitat (16:0), Oleic vaccine (18:1), linoleic acid (18:2n-6) dan eicosapentanoic acid (20:5n-3). Selanjutnya dijelaskan bahwa pada juvenil udang galah PUFA akan meningkat selama proses perkembangan larva. Larva udang cukup mampu mensuplai Palmitat (16:0) atau stearic acid (18:0) kebutuhan linoleic acid (18-2n:6) dan juga memanfaatkan arachidonat (20:4n-6) untuk kebutuhan larva tersebut. Hasil Penelitian Xu et al. ( 1994) kebutuhan asam lemak essensial pada udang chinese (Penaeus chinensis) melaporkan bahwa pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang ini hanya membutuhkan 1% linolenat (18:3n-3) dan 1% linoleat (18:2n-6) dalam pakannya.
Asam lemak
docosahexanoid acid ( 22:6n-3) adalah asam lemak essensial untuk larva udang galah stage 1 hingga stage 3, dan rasio asam lemak n-3 dan n-6 didapatkan setelah stage 1 (Roustran et al. 1999). Hasil penelitian Felix Gonzales et al.
16
(2002) pengaruh kebutuhan lipid terhadap ketersediaan asam lemak essensial pada juvenil udang putih (Littopenaeus vanamei) dengan total n-3 adalah 28,85% dan n-6 adalah 15,30%. Halver (1989) sumber asam lemak essensial
sangat penting untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan dan udang. Asam lemak essensial ini tidak dapat disintesa oleh hewan akuatik atau dapat disintesa tetapi dalam jumlah yang sedikit, sehingga harus tersedia didalam pakan. Dibandingkan dengan minyak tumbuhan, minyak ikan mengandung variasi asam lemak tidak jenuh yang lebih besar dan rantai karbon yang lebih panjang sehingga termasuk dalam kelompok asam lemak n-3. Asam lemak n-3 berantai panjang biasanya berjumlah sekitar seperempat atau sepertiga dari keseluruhan asam lemak dalam minyak ikan, sedangkan asam lemak berantai panjang pada minyak nabati tidak lebih dari 5% dan bahkan kurang dari 1% . Watanabe (1982)
Tersedianya kebutuhan lipid dalam bentuk PUFA
untuk ikan, tidak dapat disintesis de novo tetapi harus disediakan pada pakan dalam bentuk asam lemak essensial untuk pemeliharaan dan fungsi sel. Asam linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:3n-3)
dibutuhkan khususnya pada
pertumbuhan ikan tersebut. Catacutan (1991) kebutuhan asam lemak essensial dalam bentuk linolenat (18:3n-3) dan n-3 HUFA sebagai sumber lemak pada juvenil udang windu sekitar 2,6% dalam pakannya akan meningkatkan pertumbuhannya, dengan kandungan n-6 (asam linoleat) dalam pakan tidak lebih dari 5% sebab akan memberikan efek negatif pada pertumbuhan. 2.5 Fosfolipid Bagian lemak yang cukup penting berada dalam sel adalah fosfolipid yaitu lemak yang mengandung fosfor.
Lecithin adalah sebuah fosfolipid
penting terutama yang terdapat dalam membran sel. Fosfolipid terdiri dari suatu ikatan antara satu molekul asam fosfat dan 2 molekul asam lemak dan ketiga gugusan hidroksil dari molekul gliserol (Campbel dan Smith. 1982). Fosfolipid juga mengandung asam lemak yang mempunyai potensi lipofilik (gugusan yang dapat menarik lemak) dan juga mempunyai kemampuan sebagai penolak air atau gugus hidrofobik.
Dengan demikian lecithin mempunyai
17
kemampuan untuk mempertahankan kestabilan fase air yang terdapat di luar dan di dalam sel karena adanya gugus hidrofilik, sedangkan gugus hidrofobik yang dipunyai lecithin masuk ke dalam sel. Fosfolipid merupakan bagian terbesar dari lemak yang ada dalam biomembran pada jaringan ikan dan mengandung fosfotidikholin sebagai fosfolipid terbesar yang diikuti oleh fosfatidiletanomalin (FE), fosfatidilserin (FS), fosfatidinilinositol (FI), kardioplin dan spingomielin sebagai komponen yang terkecil (Sargent et al. 1989). Sintesis fosfolipid dan spingolipid meliputi banyak reaksi yang kompleks, tempat berlangsungnya proses sintesis fosfolipid di dalam hati dan fosfolipid ditranspor ke jaringan tubuh oleh lipoprotein dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL) (Champbel dan Smith. 1982). Disamping itu karena sifatnya sebagai zat pengemulsi maka fosfolipid mempunyai peranan sebagai karier asam lemak dalam darah ikan. Kebutuhan formasi komponen sel yang baru pada permulaan periode pertumbuhan larva yang cepat (Kanazawa. 1993). Sebagian besar ikan dan crustacea yang diteliti mempunyai kebutuhan fosfolipid pada fase larva 1-3% dari bobot kering pakan (Coettau et al. 1997). Sedangkan Kanazawa (1997) melaporkan
bahwa
kebutuhan
fosfolipid
dalam tubuh
ikan
mampu
meningkatkan daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kualitas air lingkungan. Tampak bahwa jenis fosfolipid dalam pakan akan memberikan respon toleransi terhadap perubahan kualitas air yang berbeda. Teshima dan Kanazawa (1986) menyatakan bahwa komposisi lemak hepatopankreas, hemolimph dan otot larva udang yang ransumnya mengandung cukup fosfolipid ternyata berbeda dengan udang yang ransumnya kekurangan fosfolipid.
Kebutuhan udang akan berhubungan dengan perannya untuk
memperlancar transportasi lemak seperti trigliserida dan kolesterol dalam tubuh melalui hemolimph. Selanjutnya diasumsikan bahwa ransum yang kekurangan fosfolipid akan mengakibatkan transportasi lemak tidak mencukupi sehingga pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup menurun dan nilai retensi lemak dalam tubuh khususnya kolesterol sangat menurun bila ransum udang kekurangan fosfolipid.
18
2.6 Hemolimph Udang Hemolimph udang merupakan suatu cairan tubuh yang terdapat dalam pembuluh hemolimph dan berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh udang masih primitif dan tidak memiliki sel memori. Sistem pertahanan tubuh udang terdiri dari 2 bagian utama yaitu : Sistem pertahanan tubuh selluller dan sistem pertahanan tubuh humoral.
Kedua
system pertahanan tubuh ini bekerja sama memberikan perlindungan tubuh terhadap
berbagai
bahan
dalam
lingkungan.
Lockwood
(1989)
mengungkapkan bahwa crustacea yang hidup di perairan bersalinitas rendah, mempertahankan darahnya agar hyperosmotic terhadap mediumnya dengan jalan menyerap secara aktif garam-garam ke dalam tubuhnya. parameter-parameter
Perubahan
(kandungan ion) hemolimph crustacea, selain karena
perubahan medium eksternalnya, juga disebabkan karena faktor-faktor dalam endogenous terutama pada peristiwa moulting. Kerusakan struktur sel hemolimp meliputi penyusutan sel seperti ukuran sel hemolimph yang kecil dan bentuknya tidak beraturan (lisis). Kiron et al. (1994) menyatakan bahwa jumlah sel darah yang lisis dapat digunakan sebagai indikator tingkat integritas membrane sel
19
3 METODE 3.1 Pakan Uji Pakan perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah empat jenis pakan dengan formulasi yang berbeda dan kesemuanya mengandung protein kasar (CP) 35%. Penggunaan sumber lemak nabati dari minyak jagung dalam jumlah yang berbeda, yaitu 0%, 1%, 2% dan 3% dan minyak kelapa ditambahkan 3,13%, 2,13%, 1,13% dan 0,13%, mencukupkan total lemak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 6,13%. Sedangkan sumber lemak hewani yang digunakan dalam formulasi ini adalah minyak ikan
sebagai
penyumbang n-3 untuk semua pakan sama jumlahnya yaitu 3%. Formulasi pakan ini mengacu pada penelitian seperti yang dilakukan oleh Thompson et al. (2005) dengan sedikit modifikasi seperti terlihat pada Tabel 3. Keempat jenis pakan yang diformulasikan tersebut menggunakan tepung ikan, dan tepung kedele sebagai sumber protein dan menggunakan tepung terigu dan tepung pollard sebagai sumber karbohidrat. Penggunaan bahan bahan sebagai senyawa mikronutrient seperti mineral mix1, vitamin mix2, Dicalsium phosfat, Cholin chloride, Wheat gluten dan enzim fitase sebagai komposisi pelengkap bagi makronutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan huna capit merah tersebut Proses pembuatan pakan dari 1 kg bahan baku
menggunakan metode
Cheng dan Hardy (2002). Sebelum pakan dibuat, dilakukan analisis proksimat terhadap bahan baku pakan. Komposisi bahan penyusun pakan disajikan pada Tabel 3. Prosedur pembuatan pakan disajikan pada Lampiran 1. Pakan yang telah dibuat dianalisa proksimat untuk mengetahui kandungan proksimatnya dan analisa asam lemak dengan metode GC-MS untuk mengetahui komposisi asam lemaknya. Hasil analisa proksimat pakan uji dapat dilihat pada Tabel 4, dan hasil analisa asam lemak dapat dilihat pada Tabel 5.
20
Tabel 3. Komposisi pakan uji yang digunakan pada penelitian Jenis Bahan Baku (%) Tepung ikan 1 Tepung kedelai 1 Tepung terigu1 Tepung pollard1 Minyak Ikan Minyak Jagung Minyak kelapa Mineral mix2 Vitamin mix3 Dicalsium phospat Cholin chloride Wheat gluten 1 Fitase Jumlah
( 0,0) 10,00 46,20 18,69 9,94 3 0 3,13 0,50 2,00 1,00 0,50 5,00 0,04 100
Pakan Uji (% Kadar minyak jagung) ( 1,0) ( 2,0) ( 3,0) 10,00 10,00 10,0046,20 46,20 46,20 18,69 18,69 18,69 9,94 9,94 9,94 3 3 3 1 2 3 2,13 1,13 0,13 0,50 0,50 0,50 2,00 2,00 2,00 1,00 1,00 1,00 0,50 0,50 0,50 5,00 5,00 5,00 0,04 0,04 0,04 100 100 100
Keterangan : 1. Kandungan protein (bobot kering) tepung ikan 47,17%, tepung pollard 16,17%, tepung kedele 46,98%, tepung terigu 10,48%, wheat gluten 77,12% 2. Mineral mix yang akan digunakan mengandung (g/kg) KCl, 0,5; MgSO4.7H2O, 0,5 ; 0,09; MnCl2.4H2O, 0,0234; CuSO4.5H2O, 0,005; KI, ZnSO4.7H2O, 0,005;CoCl2.2H2O;0,0025; Na2HPO4, 2,37; Selenium 0,3 mg/kg pakan (Lopez et al, 2005) 3. Vitamin mix mengandung biotin 0,6 mg; B12 0,06 mg; E (alpha-thocopheryl acetat) 50 IU; folic acid 16,5 mg; mio inositol 132 mg; K (menadione sodium bisulfate complex) 9,2 mg; niacin 221 mg; panthothenic acid 106 mg; B6 31 mg; riboflavin 53 mg; thiamin 43 mg, D3 440 IU; A (vitamin A palmitat) 4399 IU; ethoxyquin 99 mg (Thompson et al. 2005).
Tabel 4. Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan penelitian Komposisi (%) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Total energi (Kal/gram)
Pakan Uji (% Kadar minyak jagung) (0,0) (1,0) (2,0) (3,0) 31,78 32,27 32,36 32,71 6,69 6,81 6,96 7,14 9,26 9,28 9,48 9,25 2,98 3,01 3,02 2,33 9,96 8,61 8,08 9,54 39,33 40,02 39,92 39,21 3911 3916 3941 3983
21
Tabel 5. Komposisi asam lemak pakan penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17. 18. 19.
Komposisi Asam lemak 12:0 14:0 15:0 16:1n-7 16:0 17:0 18:2n-6 18:3n-3 18:1n-9 18:0 20:5n-3 20:4n-6 20:0 20:1n-9 22:6n-3 22:0 Total n-3 Total n-6 Ratio n-6/n-3
Pakan uji (% Kadar minyak jagung) (0,0) (1,0) (2,0) (3,0) 4,71 6,48 4,34 0,32 4,54 3,67 3,36 3,32 1,94 2,23 2,24 1,39 5,07 4,52 4,26 4,03 4,65 4,92 4,96 5,18 2,68 2,64 2,59 2,37 2,04 1,05 0,60 0,08 4,60 4,80 4,68 4,71 8,50 5,64 5,09 5,04 1,18 1,75 0,79 0,47 0,43 0,59 0,47 0,69 1,55 0,78 0,73 0,36 0,00 0,47 0,49 0,48 7,00 6,01 6,42 4,14 3,52 3,94 2,81 2,22 0,68 0,47 0,57 0,64 8,55 9,33 7,96 7,62 3,59 1,53 1,33 0,44 0,42 0,16 0,17 0,06
3.2 Pemeliharaan dan Pengumpulan Data Spesies yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih huna capit merah berumur 2,5 bulan dengan berat individu ± 3,5-6,5 g. Benih yang digunakan adalah hasil pendederan yang dilakukan dari penetasan sepasang induk huna capit merah yang dipelihara selama 2 bulan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Wadah yang digunakan adalah akuarium ukuran ( 50 x 37,5 x 35) cm sebanyak 16 buah dengan sistem aerasi dan potongan pipa PVC sebagai pelindung huna selama pemeliharaan. Benih huna capit merah yang digunakan untuk penelitian diadaptasikan dengan lingkungan dan pakan uji terlebih dahulu. Setelah huna ini mampu beradaptasi dengan baik dilakukan seleksi berdasarkan kesamaan ukuran untuk dijadikan hewan uji.
Huna capit merah yang digunakan dalam penelitian
sebanyak 11 ekor per akuarium, kemudian dilakukan pemuasaan selama 24 jam sebelum pemberian pakan perlakuan. Selama masa budidaya, huna capit merah diberi pakan sebanyak 3 kali (06.00, 12.00 dan 17.00 WIB). Pemberian pakan awal diberikan sebanyak 3% dari bobot huna ini, selanjutnya jumlah
22
pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan huna capit merah, dengan cara mengamati respon makan huna tersebut.
Pemeliharaan huna capit merah
dilakukan selama 60 hari. Pengamatan respon makan huna capit merah dilakukan dengan pengecekan dalam jangka waktu 1 hingga 2 jam setelah pemberian pakan. Apabila dalam 1 jam pakan sudah habis, maka jumlah pakan ditambahkan sebanyak 20% pada pemberian pakan berikutnya. Jika dalam 2 jam pakan belum habis, maka pakan dikurangi 20% pada pemberian pakan berikutnya. Jumlah pakan yang dimakan selama percobaan pada setiap unit percobaan dicatat sebagai dasar dalam menghitung efisiensi pakan. Pengendalian kualitas air dilakukan dengan cara penyiponan setiap hari dari sisa makanan dan feses huna capit merah. Media pemeliharaan sebelum digunakan disterilkan dengan menggunakan kaporit dan dinetralkan dengan Natrium Tio Sulfat dan dilakukan uji kesadahan. Selama penelitian juga dilakukan pengamatan kualitas air seperti suhu, oksigen terlarut, pH, amoniak dan alkalinitas, yang berperan dalam pertumbuhan dan kehidupan huna capit merah. Sampel air pemeliharaan diuji pada 3 kali pengampilan sampel yaitu: pada awal pemeliharaan, setelah masa pemeliharaan 1 bulan, dan setelah masa pemeliharaan 2 bulan. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rataan kualitas air media pemeliharaan pada setiap perlakuan selama penelitian Parameter Perlakuan pakan (% kadar minyak jagung) o
Suhu ( C) pH Oksigen terlarut (mg/L) Total Amonium Nitrogen (mg/L) Kesadahan (mg/L)
(0,0)
(1,0)
25 7,5 3,6 0,05 68,07
25 7,4 3,5 0,04 69.21
(2,0)
25 7,2 3,8 0,05 68,33
(3,0)
25 7,8 4 0,04 70,12
Penentuan bobot hewan uji dengan cara mengambil semua hewan uji dalam masing masing akuarium pada tiap ulangan dengan menggunakan seser dan dimasukkan dalam wadah tanpa air, kemudian ditimbang. Penimbangan bobot tubuh dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
23
3.3 Analisis Statistik Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian menggunakan 4 perlakuan pakan yang berbeda kandungan asam lemak essensialnya dan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali terhadap masing-masing perlakuan. Data dianalisa secara statistik dengan one-way
analysis of variance (Steel dan Torrie, 1980)
menggunakan software statistik SPSS (versi 13.0). Perbedaan dipertimbangkan secara nyata pada selang kepercayaan 95% (p<0,05). Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan huna capit merah, parameter yang digunakan antara lain, tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan relatif, konversi pakan, efisiensi pakan, retensi lemak,
retensi protein dan
kandungan posfolipid dan netral lipid, tingkat kerapuhan
osmotik pada media bersalinitas rendah. 1. Laju pertumbuhan relatif (LPR) Laju pertumbuhan relatif rata-rata udang dihitung dengan menggunakan rumus: Wt − Wo x 100 % LPR = Wo Keterangan: LPR = Laju pertumbuhan relatif rata-rata (%) wo = bobot tubuh awal pemeliharaan (g) wt = bobot tubuh akhir pemeliharaan (g) 2. Kelulushidupan/survival rate (SR) Tingkat kelangsungan hidup udang dihitung dengan menggunakan rumus: Nt SR = ×100% N0 Keterangan: SR = kelangsungan hidup (%) Nt = jumlah udang pada akhir pemeliharaan (ekor) N 0 = jumlah udang pada awal pemeliharaan (ekor) 3. Rasio konversi pakan (FCR) Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Σ Pakan FCR = Δ Biomassa
Keterangan: ΣPakan = jumlah pakan udang selama pemeliharaan (g) ΔBiomassa = selisih biomassa udang pada akhir pemeliharaan ditambah dengan bobot udang yang mati dan bobot udang awal pemeliharaan (g)
24
4. Retensi Protein (PR) Retensi protein dihitung dengan menggunakan rumus: PR = Bobot protein tubuh akhir – Bobot protein tubuh awal (g) x 100% Bobot total protein yang dikonsumsi 5. Retensi Lemak (LR) Retensi lemak dihitung dengan menggunakan rumus : LR = Bobot lemak tubuh akhir – Bobot lemak tubuh awal (g) x 100% Bobot total lemak yang dikonsumsi 6. Efisiensi Pakan (EP): EP =
(Wt + Wd) -- W0 F
7. Analisa kerapuhan osmotik hemolimph udang (Kiron et al. 1994) % hemolysis = Jumlah sel lisis x 100% Jumlah sel total 8. Analisa lipid polar (PL) dan lipid netral (NL) Persentase PL = PL x 100% NL + PL Persentase NL
x 100% = NL NL + PL
3.4 Analisis Kimia
Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui komposisi proksimat bahan baku pakan, pakan, tubuh dan daging huna capit merah tersebut. Analisa proksimat tubuh dan daging huna (Takeuchi, 1988) ini dilakukan pada awal dan akhir penelitian dilakukan di lab. Nutrisi, BDP. FPIK IPB. meliputi ; protein (metode Kjedhal), lemak (ekstraksi soxhlet), serat kasar (metode pelarutan sampel dalam asam dan basa kuat serta pemanasan), kadar abu (metode pemanasan sampel dalam tanur pada suhu 400-600oC), kadar air (metode pemanasan dalam oven pada suhu 105-110oC) dan BETN (Bahan ekstrak tanpa nitrogen). Analisa kimia lanjutan meliputi: analisa asam lemak dalam pakan, tubuh dan daging huna capit merah dilakukan dengan metode Khromatografi gas cairan (Gas liquid Chromatography) di laboratorium LIPI Juanda dan laboratorium Kimia Analisis Pangan FATETA. IPB. pemisahan lemak dengan metode Folch, analisis polar lipid dan netral lipid (Sep-pak
25
Cartridges),
analisis hemolimph udang pada konsentrasi garam bertingkat
0,5% (Kiron et al. 1994). Analisis hemolimph udang dilakukan untuk melihat peran asam lemak essensial pada permeabilitas membran sel dengan pengukuran tingkat kerapuhan sel menggunakan spektrofotometer, nilai optical
density tertinggi merupakan sel yang memiliki kerapuhan tertinggi dan diasumsikan bernilai 100% lisis.
26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak jagung yang ditambahkan ke dalam pakan sampai 3% menghasilkan pertumbuhan huna capit merah yang semakin meningkat.
Nilai rata-rata
tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan relatif, retensi lemak, retensi protein, jumlah konsumsi pakan disajikan pada Tabel 7 dan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 10,11,12,13, dan 14. Tabel 7. Rata-rata tingkat kelulushidupan (SR), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), Laju pertumbuhan Relatif (LPR) dan Efisiensi Pakan (EP) selama penelitian Parameter SR (%) LPR (%) RP (%) RL (%) EP (%)
(0,0) 78,79±5,25a 79,6±5,3a* 8,8±1,66a 1,40±0,5a 19,4±4,4 a
Pakan (% kadar minyak jagung) (1,0) (2,0) 75,76±13,89 a 75,76±10,5 a 90,6±14,1b 121,2±25,9b b 11,9±1,4 17,7±4,53b b 2,20±0,2 2,5±0,2b b 27,9±9,8 33,0±2,3c
(3,0) 78,79±11,7 a 144,7±3,50c 27,7±7,81c 3,4±0,3b 35,9±4,9c
Keterangan : *) huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan (P<0.05) Penambahan minyak jagung dengan kadar yang berbeda dalam komposisi pakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan relatif (LPR), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan efisiensi pakan (EP), namun tidak berpengaruh terhadap tingkat kelulushidupan (SR) huna capit merah. Pakan dengan kadar minyak jagung 3% memiliki nilai laju pertumbuhan relatif (144,7±3,50), retensi protein (16,8±5,45), retensi lemak (3,65±0,23), efisiensi pakan (34,4±4,9) yang paling baik. Sedangkan tingkat kelulushidupan pada tiap-tiap perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 7). Pengaruh asam lemak essensial dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan berkorelasi dengan nilai rata-rata kerapuhan hemolimph udang seperti yang disajikan pada Gambar 2 dan data lengkapnya pada Lampiran 15.
27
Gambar 2. Nilai rata-rata kerapuhan hemolimph huna capit merah pada konsentrasi NaCl 0,5% di akhir penelitian Pada Gambar 2 terlihat bahwa jumlah sel hemolimph udang yang rapuh lebih sedikit terjadi pada pakan kadar minyak jagung 3% kemudian pakan kadar minyak jagung 2%, pakan kadar minyak jagung 1% dan pakan kadar minyak jagung 0%. Hal ini berarti bahwa huna dengan pakan kadar minyak jagung 3% memiliki integritas membran sel yang lebih baik. Data komposisi asam lemak tubuh huna capit merah, dapat dilihat pada Tabel 8, ini terlihat bahwa kadar minyak jagung yang berbeda pada masing masing perlakuan menghasilkan kadar asam lemak n-6 tubuh yang berbeda pula. Kadar asam lemak tubuh terendah pada pakan kadar minyak jagung 0%, menghasilkan n-6 tubuh huna capit merah 12,27%, pakan kadar minyak jagung 1%
menghasilkan
n-6 tubuh 17,78%,
pakan kadar minyak jagung 2%,
menghasilkan n-6 tubuh 21,72%, pakan
kadar minyak jagung
3%
menghasilkan n-6 tubuh, 26,89%. Minyak ikan yang diformulasikan dalam pakan pada jumlah yang sama menghasilkan turunan n-3 tubuh yang tidak berbeda nyata, walaupun ada peningkatan dari 4,08% kadar n-3 tubuh dari awal pemeliharaan hingga pada akhir penelitian. Rasio n-6 dan n-3 asam lemak tubuh huna capit merah berturut-turut adalah 1,83%, 1,66%, 1,61%, 2,21% ( Tabel 5 dan Tabel 8)
28
Tabel 8. Hasil analisa asam lemak tubuh huna capit merah awal dan akhir penelitian No
Komposisi Asam lemak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17. 18. 19.
12:0 14:0 15:0 16:1n-7 16:0 17:0 18:2n-6 18:3n-3 18:1n-9 18:0 20:5n-3 20:4n-6 20:0 20:1n-9 22:6n-3 22:0 Total n-3 Total n-6 Ratio n-6/n-3
Awal penelitian 0,01 0,08 0,02 1,38 10,32 0,04 9,68 0,85 18,70 2,51 2,16 1,25 0,07 0,00 1,07 0.08 4,08 10,93 2,68
(0,0)
Pakan (% kadar minyak jagung) (1,0) (2,0) (3,0)
0,07 0,77 0,09 1,92 12,39 0,12 10,95 2,54 19,62 2,34 2,01 1,32 1,08 0,02 2,14 1,07 6,69 12,27 1,83
0,32 0,34 0,08 2,17 12,90 0,08 11,78 1,98 16,59 5,39 3,22 2,78 0,99 0,25 3,57 0,57 8,77 14,56 1,66
0,67 0,86 2,38 12,14 0,24 20,18 13,15 17,88 2,53 2,15 1,54 3,35 0,89 4,93 0,33 0,43 10,23 16,5 1,61
0,89 1,12 3,09 11,11 0,89 26,33 18,47 11,43 1,37 3,44 2,89 5,63 0,88 4,98 0,09 0.92 10,89 24,1 2,21
Tabel 9. Hasil analisa laboratorium lipid polar dan lipid netral huna capit merah akhir penelitian Parameter
Pakan Penelitian (% kadar minyak jagung) (0,0) (1,0) (2,0) 9,2 12,74 16,18 84,18 83,22 81,18
Lipid polar (%) Lipid netral (%)
(3,0) 16,82 80,52
4.2 Pembahasan
Kadar
asam lemak essensial dalam pakan optimal, maka fungsi
membran sel juga optimal. Peranan asam lemak essensial tersebut dalam tubuh huna capit merah dibuktikan dari data kerapuhan hemolimph udang (Gambar 2). Kiron et al., (1994) menyatakan bahwa jumlah sel hemolimph yang rapuh dapat dijadikan indikator tingkat integritas membran sel. Pakan kadar minyak jagung 3% menghasilkan integritas membran sel yang paling tinggi, kemudian pakan kadar minyak jagung 2%, pakan kadar minyak jagung 1% dan pakan kadar minyak jagung 0%, sehingga nilai kerapuhan hemolimph juga paling
29
rendah pada pakan kadar minyak jagung 3%. Hal ini berarti bahwa pengaruh kadar minyak jagung yang semakin tinggi dalam membran sel memperkecil terjadinya tingkat kerapuhan sel dengan perubahan salinitas dalam media pemeliharaan, karena dengan konsentrasi asam lemak yang tinggi dalam membran sel akan memperkuat membran sel tersebut sehingga tidak mudah rapuh pada saat huna melakukan osmoregulasi. Pada pakan kadar minyak jagung 3% kandungan asam linoleat (18:2n-6) yang mencapai 18,27% dan arakhidonat (20:4n-6) mencapai 5,37% berperan pada integritas membran. Bhagavan (1992)
menyatakan bahwa asam lemak essensial terutama dari
kelompok HUFA mempunyai peranan penting untuk proses metabolisme sel di dalam tubuh. Mayes et al. (1999) menyatakan bahwa asam lemak essensial, terutama arakhidonat (20:4n-6) merupakan prekursor prostaglandin PGF2α yang dapat mempengaruhi replikasi sel.
Selain itu, beberapa jenis
prostaglandin lainnya mempunyai fungsi induksi dan pengaturan transport ion, terutama pada bagian insang yang berhubungan dengan proses pengaturan mineral dan osmoregulasi. Asam lemak essensial pada pakan dengan kadar minyak jagung 3% dapat berperan meningkatkan integritas membran sel sehingga meningkatkan kelancaran transpor nutrien dari luar dan ke dalam sel dan dapat pula mengaktifkan kerja enzim-enzim pada membran sel huna. Peningkatan kinerja membran sel tersebut akan menunjang metabolisme secara keseluruhan sehingga sintesis protein dalam sel tinggi (Bhagavan 1992), yang akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan huna capit merah yang lebih baik bila dibandingkan pertumbuhan huna pada pakan dengan kadar minyak jagung 2%, 1% dan 0%. Asam lemak essensial yang merupakan bagian dari phosfolipid terdapat pada membran sel. Pada Tabel 9 disajikan kandungan phosfolipid tertinggi pada pakan dengan kadar minyak jagung 3% mencapai 16,82%. Hal ini berarti bahwa peran phosfolipid mempercepat transport lipid ke hemolimph udang dan pengangkutan lipid diantara jaringan dan organ tubuh berlangsung seefektif mungkin (Cotteau et al., 1997) dan selain itu phosfolipid berfungsi sebagai pengemulsi lipid pada sistem cerna larva ikan dan udang (Kanazawa 1993).
30
Hal ini didukung pula dengan laju pertumbuhan relatif tertinggi pada huna capit merah dengan pakan kadar minyak jagung tertinggi mencapai 144,68%±3,50 bila dibandingkan dengan pertumbuhan huna pada pakan dengan kadar minyak jagung 2%, 1%, 0%. Pada membran sel yang integritasnya lebih baik secara tidak langsung menghasilkan penyimpanan retensi protein yang berperan penting pada proses pertumbuhan huna. Tersedianya asam lemak essensial sesuai kebutuhan tubuh udang dan ikan akan menentukan laju sintesis protein di dalam tubuh, dimana kadar asam linoleat maupun linolenat yang bervariasi akan menentukan rasio fosfolipid dan lipid netral dari lemak tubuh total. Umumnya asam lemak tidak jenuh menempati posisi kedua molekul fosfolipid Adanya peranan asam lemak essensial tersebut di atas secara keseluruhan dapat meningkatkan metabolisme dalam sel, yang secara tidak langsung akan menghasilkan penyimpanan protein tubuh yang lebih tinggi.
Keadaan ini
terlihat dari nilai retensi protein dan laju pertumbuhan relatif huna capit merah pada pakan kadar minyak jagung 3% lebih tinggi dibandingkan pada pakan lainnya, sehingga menghasilkan efisiensi pakan yang lebih tinggi pula. Kandungan energi dari lemak pakan kadar minyak jagung 3% dimanfaatkan secara efisien untuk pertumbuhan selain sebagai pemenuhan kebutuhan dasar, sedangkan sebagian besar protein dimanfaatkan oleh huna capit merah untuk pertumbuhan seefisien mungkin, karena lemak merupakan sparring effect bagi protein dalam penggunaan energi. mendapatkan pertumbuhan
Hal ini menunjukkan bahwa untuk
huna capit merah yang optimum, dapat
ditambahkan asam lemak n-6 3,59% yang bersumber dari minyak jagung 3% ke dalam lemak pakan 7,14%. Huna capit merah membutuhkan n-6 dan n-3 seperti ikan air tawar pada umumnya. Pengaruh asam lemak pakan akan mempengaruhi serta mengubah komposisi asam lemak tubuh huna. Pada Tabel 8 komposisi asam lemak n-3 dan n-6 mengalami modifikasi pada awal pemeliharaan ke akhir penelitian selama 60 hari pemeliharaan. Rasio n-6/n-3 dalam pakan kadar minyak jagung 3% sebesar 0,42% meningkatkan pertumbuhan
huna 2,21% diakhir
pemeliharaan. Hal ini berarti bahwa Kebutuhan lemak nabati dan hewani
31
dalam pakan kadar minyak jagung 3% dapat dioptimalisasi huna capit merah seefisien mungkin baik untuk pertumbuhan maupun untuk metabolisme (Castell, 1981). Hal ini dianggap penting karena udang air tawar membutuhkan 20:5n-3 dan 20:4n-6 sebagai substansial mendasar untuk kebutuhan lipidnya (Sargent et. al., 1997). Kadar asam lemak essensial yang kurang dalam pakan akan menyebabkan membran sel tidak optimal sehingga membran sel tidak berfungsi dengan baik. Keadaan ini akan mengganggu aktivitas enzim-enzim pada membran sel, sehingga sintesis protein dalam sel juga rendah yang akhirnya berpengaruh pada rendahnya laju pertumbuhan relatif huna capit merah. Laju pertumbuhan relatif yang rendah pada pakan kadar minyak jagung 0%, 1%, 2% berakibat pada efisiensi pakan yang rendah pula. Keadaan ini menunjukkan bahwa untuk pertumbuhan optimal pada huna capit merah membutuhkan total asam lemak n-6 3,59% dalam pakan. Penambahan minyak jagung pada pakan hingga 3% dapat meningkatkan retensi protein dan retensi lemak sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk menyebabkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa minyak jagung mampu meningkatkan pemanfaatan nutrien yang dicirikan pada dengan nilai retensi protein dan retensi lemak yang tinggi, sehingga jumlah protein dan lemak yang disimpan dalam jaringan tubuh juga meningkat (Hernandes et al., 2003). Laju pertumbuhan yang tinggi dengan pakan yang baik akan berpengaruh terhadap nilai kelulushidupan (SR) dan konversi pakan, semakin rendah nilai konversi pakan maka pakan semakin dapat dimanfaatkan oleh huna capit merah dengan efisien.
Nilai
kelulushidupan dan rasio konversi pakan pada kadar minyak jagung 3% memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan pakan kadar minyak jagung 2%,1%,0%. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian Setyogati (2009) pada huna capit merah yang menghasilkan nilai FCR pada pakan dengan menggunakan tepung kedele berkadar protein 35% (4,74) dan nilai kelulushidupan 73,33%
32
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Pemberian minyak jagung 3% menghasilkan kerapuhan membran sel dan laju pertumbuhan relatif huna capit merah dua kali lipat lebih baik
bila
dibandingkan dengan integritas membran sel dan laju pertumbuhan relatif huna dengan pakan yang berkadar 0% minyak jagung. 5.2
Saran
Untuk Formulasi pakan benih huna capit merah umur 1,5 bulan dapat ditambahkan kadar asam lemak n-6 sebesar 3% yang bersumber dari minyak jagung dalam lemak pakan 7,14%.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adegboye JD. 1981. Calcium homeostatis in the crayfish. In; goldman RC (editor). Paper from the 5 th international symposium on freshwater crayfish. Davis, California, USA. Pp 115-123 Agung Lukito dan Surip Prayugo. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Penerbit Penebar Swadaya Jakarta. Anonim. 2004. Nutrisi dan Formulasi Pakan Ikan. Diterjemahkan oleh Abidin Nur dan Zaenal Arifin. Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 107 Halaman. _______. 1997. Freshwater Crayfish of Yabbie Research. Fisheries Research Annual Report 1975. Port Moresby : 21-22 Bell, M.V., R.J. Henderson and J.R. Sargent. 1986. The role of Polyunsaturated fatty acids in fish. Mini Review. Comp. Biochem. Physiologi. 83B :711719 Bhagavan, N.V. 1992. Medical biochemistry. Jones and Barlett Publiser. London 980 pp. Bragagnolo N, and D.B. Rodriguez-Amaya 2002. Total Lipid, Cholesterol, and fatty acids of farmed freshwater prawn (Macrobrachium rosenbergii) and wild Marine Shrimp (Penaeus brasiliensis, Penaeus schimitty, Xiphopenaeus kroyeri). Journal Of Food Composition and Analysis. Campana-Torres A., L.R. Martinez-Cordova, H. Villareal-Colmenares, R. Civera-Cerecedo. (2006). Carbohydrate and lipid digestibility of animal and vegetal ingredients and diets for juvenile Australian redclaw crayfish, Cherax quadricarinatus. Journal Aquaculture Nutrition 200612; 103-109 Castell, J.D., 1981. Fatty acid metabolism in crustaceans, In: Pruder, G.D., Langdon, C., Concklin, D (Eds), Proceedings of the second International Conference on Aquaculture Nutrition: Biochemical and Physiological Approaches to Shellfish Nutrition, Louisiana State, Baton Rouge, Lousiana, pp 124-144 Catacutan,MR (1991). Growth and Fatty Acid Composition of P. monodon Juvenile fedVarious lipid.Isr. J.Aquaculture-Bamidgeh 43:47-56 Cheng Z J & Hardy R W 2004. Effect of microbial phytase supplementation in corn distiller’s dried grain with soluble on nutrient digestibility and growth performance of rainbow (Onccorhyncus myskiss). Journal of Applied Aquaculture, 15:83-100
34
Cortes JE, H. Villareal-Colmenares, LE.Cruz-Suarez, R. Civera-Cerecedo, H. Nolasco-Soria, A. Hernandes-Llamas (2005). Effect of different dietary protein and Lipid levels on growth and survival of juvenile redclaw crayfish, Cherax quadricarinatus (Von Martens), Journal Aquaculture Nutrition 11; 283-291 Cotteau P. I. Geurdeun, M.R. Camara, P.Bergot, P. Sorgeloos. 1997. Review on the dietary effects of phospholipids in fish and crustacean larviculture. Journal Aquaculture 155 149-164 D Abramo L.,R. 1989. Lipid requirements of shrimp. Advances in tropical aquaculture Tahiti. Aquacop Ifremer de Colloque pp. 271-285 Felix Gonzales Mayra L., Delbert M. Gathlin III, Addison L . Lawrence and Martin Perez-Velazquez. 2002 Effect of Various Dietary Lipid Levels on Quantitative Essensial Fatty Acid Requirements of Juvenile Pacific Journal Of The World White Shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture Society Volume 33 No. 3 Fingerman, M. Nagahabusanam, R dan Thomsom, M.F. 1997. Recent Advances in Marine Biotechnologi Vol.1. Endocrinologi and Reproduction. Science Publisher Inc: USA Frost, J.V. 1975. Australian Crayfish. Paper from the Second International Symposium on Freshwater Crayfish. Lousiana State University, Baton Rouge, Lousiana hal 87-96 Gao Y & Wheathly M G. 2004. Characterization and expression of plasma membrane Ca2+ ATPase ( PMCA3) in the crayfish Procambarus clarkii antennal gland during moulting. Journal Experimental Biology, 207: 2991-3002 Glencross B.D.., D.M. Smith., M.R. Thomas., K.C. Williams., 2002. Optimising the essensial fatty acids in the diet for weight gain of the prawn, Penaeus monodon. . Journal Aquaculture 204 85-99 Halver EJ.and Hardy RW, (2002). Fish Nutrition Third Edition. Academic Press. 824p. Harris E. 1997. Pengaruh Kolesterol dan Fosfolipid absorpsi dan distribusi kolesterol, komposisi hepatopankreas serta kinerja pertumbuhan dan tokolan Udang Windu (Penaeus monodon Fabr). Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Pakan terhadap laju kimia dan struktur kelangsungan hidup [Disertasi] Program
35
Hernandes-Vergara MP, David B.Rouse, Miguel A. Olvera- Novoa, D. Allen Davis 2003. Effects of dietary Lipid level and source on growth and proximate composistion of juvenile redclaw (Cherax quadricarinatus) reared under semi-intensive culture conditions. Journal Aquaculture 233 107-115 Holdich DM, Lowery RS. 1981. Freshwater Crayfish; Biologi, management and exploitasion. Croom helm, London and Sidney. Timber press. Portland Oregon. 498 pp Joachim W. Hertrampf and Felicitas Piedad-Pascual, (2000). Handbook on ingredients for Aquaculture Feeds. Kluwer Academic Publishers. 283p, 418p. Jones, C. 1998. Breeding Redclaw-Management and Selection of Broodstosk, Department of Primary Industries, Queensland Kanazawa A., S. Teshima and S. Tokiwa, 1977a. Nutritional requirements of prawn-VII. Effect of dietary lipids on growth. Bull. of the Japan Soc. Fish., 43 : 894-856 Kanazawa A., S. Tokiwa, M. Kayama and M. Hirata, 1977b. Essensial fatty acids in the diet of prawn-I, Effects of linoleic and linolenic acids on growth. Bull. of the Japan Soc. Sci. Fish., 43 : 1111-11114 Kanazawa A. 1993. Essential phospholipids of fish and Crustacean. Fish nutrition in practice, Les Colloques INRA, Paris. Kiron, V.Takeuchi and T. Watanabe. 1994. The osmotic fragility of erythrosit in rainbow trout under different dietary fatty acid status. Fisheries Science, 60 (1) 93-95 Ling, S.W. 1976. A General Account on the Biology of the Giant Freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii and Method for its Rearing and Culturing. FAO. 18 p Lochmann Rebecca, W. Ray McClain and Delbert M. Gatlin III, 1992. Evaluation of practical feed formulations and dietary supplements for red swamp crayfish. Journal Of The World Aquaculture Society Volume 23 No. 3 Lockwood, A P M. 1989. Aspect of the physiology of crustacean. W.H Freeman and Company, San Fransisco. 328 pp Lopez S.L., Nolasco H, Villareal H.C., and Cerecedo R.C. 2005. Digestive enzyme response to supplemental ingredients in practical diet for juvenile freshwater crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture Nutrition, 11: 79-85
36
Mattson Mark P., and E. Spaziani (1985). Characterization of Molt Inhibiting Hormon (MIH) in Culture and Bioassay for MIH Activity. Journale Exploitasy Zoologi., 236:93-292 p. Merrick, JR. 1993. Freshwater Crayfish of New South Wales. Society of New South Wales, Australia. 127 p
Linnean
Metts L.S., Thompson K.R., Xiong Y. Kong B., Webster C D., and Brady Y. 2007. Use of alfalfa hay compared to feeding practical diets containing two protein levels, on growth, survival, bodi composition, and processing traits of Australian redclaw crayfish, Cherax quadricarinatus, grown in ponds. Journal of the World Aquaculture Society, 38 (2): 218-230 Millamena OM et al. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture, Essentials of Fish nutrition, feeds, and feeding of aquatic species. Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center Tigbauan, Iloilo, Philippines Mokoginta I. 1986. Kebutuhan ikan lele (Clarias batrachus Linn) akan Asamasam lemak linoleat dan linolenat. [Tesis] Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Morrissy, N.M. 1970. Spawning of Marron, Cherax tenuimanus (Decapoda : Parastacidae) in Western Australia. Fisheries Bulletin, Department of Fisheries and Fauna, Western Australia. 10:1-23 Mujiman A. 1987 .Ilmu makanan ikan. Seri Perikanan-XV/83/87. Penerbit Penebar Swadaya Jakarta. 190 Hal. Mukhopadhyay P.K., P.V. Rangacharyulu, Gopa Mitra, B.B. Jana. 2003. Applied Nutrition in Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii, Culture. Prosiding Sustainable Aquaculture Global Perspectives. Hal 317-340 New MB. 2002. Farming Freshwater Prawns: A Manual for Cultureof The Gaint River Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Roma: Food and Agriculture Organization of The United Nations. Passano, L.M. 1960. Moulting and its control. p: 473-536. In Physiologi of crustacean. (Ed T.H Waterman). Academic press N.Y., San Fransisco, London Pillay TVR, Kutty MN. 2005. Aquaculture Principles and Practices. Ed ke-2. Oxford: Blackwell Publishing. Quackenbush, LS. 1986. Crustacea Endocrinology. Aquaculture Science., 43 2271-2282 p
Can. Journale Fish
37
Riek E.F. (1968). The phylogeny of the parasticidae (Crustacea : Decapoda : Parasticidae) with description of New Spesies. Australian Journal Zoology. Robert JR., (2002). Nutritional Pathology in Halver JE and Hardy RW Fish Nutrition Third Edition Academic Press 824p. page 460-462 Rouse DB. 1977. Production of Australian Redclaw Crayfish. Auburn University. Alabama. USA. 11p Sargent. JR., Bell G. And Mcevoy L. 1997. Requirement, presentation and resources of polyunsaturated fatty acid in marine fish larva feeds. Aquaculture, 115: 117-127 Setiogaty W., (2009). Evaluasi Penambahan Enzim Fitase Pada Pakan Berbahan Dasar Protein Kedelai Dengan Tingkat Protein 30% dan 35% Terhadap Kecernaan dan Kinerja Pertumbuhan Benih Huna Capit Merah (Cherax quadricarinatus). [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Soegiarto, 1979. Udang, Biologi, Potensi, Budidaya, Produksi dan Udang sebagai Bahan Makanan di Indonesia. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Jakarta. 52 p Sokol, A. 1988. The Australian Yabby, p: 401-423. Freshwater crayfish : Biologi, Management and Exploitation. Croom Helms, London and Sidney and Timber Press, Portland-Oregon Steele RGD, Torrie JH. 1980. Principles and Procedures of Statistic. Ed ke-2. New York: McGraw-Hill. Stickney P.R. (1979). Principles of Warmwater Aquaculture. Water Management in Closed System. John Wiley and Sons. New York Storer, T.I. and Usinger. 1961. Element of Zoologi. Mc.Graw-Hill Books Company Inc. 463 p
Second Edition.
Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients. p. 179-233. In Watanabe (Ed) fish nutrition and mariculture. Kanagawa International Fisheries Training. Japan International Coorperation Agency (JICA), Japan Takeuchi, T., Satoh, S and Watanabe, T. 1983. Requirement of Tilapia nilotica for essensial fatty acid. Bull. Japanese Society of Science Fisheries. 49(7) 1127 – 1134
38
Takeuchi Toshio and Keisuke Murakami. 2007. Crustacean nutrition and larval feed, with emphasis on Japanese spiny lobster, Panulirus japonicas. Journal Bull Fish N0. 20. 15-23 Thompson KR, Muzinic LA, Engler LS, Morton S, Webster CD. 2004. Effect of feeding practical diets containing various protein levels on growth, survival, body composition, and processing trails of Australian Redclaw Crayfish Cheras quadricarinatus, and on pond water quality. Aquacit. Res. 35, 659-668 Thompson KR, Muzinic LA, Engler LS, Webster CD. 2005. Evaluation of practical diets containing various protein levels with or without fish meal, for juvenile Australian Redclaw Crayfish Cherax quadricarinatus, Journal Aquaculture. 244;241-249 Thompson KR., Laura A.Muzinic, Tracey D. Christian, and Carl D. Webster. 2003. Effect on Growth, Survivial and Fatty acid composition of Australian Red Claw Crayfish Cherax quadricarinatus fed Practical Diets With and Without Suplemental Lecithin and/or Cholesterol. Journal Aquaculture Vol. 34 No.1 Torres CA, LR Martinez-Cordova, H Villareal-Colmenares, R.CiveraCerecedo (2006). Carbohiydrate and Lipid digestibility of animal and vegetal ingredients and diets for juvenile Australian redclaw Crayfish, Cherax quadricarinatus, Journal Nutrition Aquaculture 103-109 Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. JICA Textbook. The general Aquaculture Course, Department of Aquatic Biosciences. Tokyo. 233 pp. Wickins J & Lee D O C. 2002. Crustacean farming ranching and culture 2nd edition. Blackweelscience. London p 16-17 Xue X.M., Anderson A J, Richardson N A, Anderson A J, Xue G P, and Mather P. B., 1999. Characterisation of Cellullose activity in the digestive system of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus. Aquaculture, 180: 373-386 Yamaoka, L.H. and Scheer. B.T. 1970. Chemistry of Growth and Development in Crustaceans. In Marcel Florian (Ed). Chemical Zoology vol. 5 Academic press, Newyork.
LAMPIRAN
viii
39
Lampiran 1. Prosedur pembuatan pakan penelitian (Riche and Garling. 2004). Campuran bahan A terdiri dari : tepung ikan, tepung kedele, tepung terigu, tepung pollard dan enzim fitase, Sedangkan campuran bahan yang lain dicampur mulai dari bahan yang jumlahnya sedikit pada wadah yang berbeda lalu diaduk hingga homogen merupakan campuran bahan B.
Air hangat sebanyak 400 ml
dimasukkan ke dalam campuran bahan tersebut dan diaduk hingga merata (berbentuk adonan). Adonan kemudian dicetak menjadi pellet dan diinkubasi dalam oven pada suhu 60oC selama 6 jam atau hingga kadar air 10%
40 Lampiran 2. Prosedur analisa kadar protein metode kjedhal (Takeuchi, 1988) 1. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjedhal dan salah satunya digunakan sebagai blanko . 2. Pada labu 1 ditambahkan 3 gram katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1, dan 10 ml H2SO4 pekat 3. Labu 2 dipanaskan 3-4 jam, sampai cairan dalam labu berwarna hijau, setelah itu pemanasan diperpanjang 30 menit lagi 4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destillata 30 ml. Kemudian larutan no.2 dimasukkan ke labu takar, tambahkan larutan destillata sampai volume larutan menjadi 100 ml. 5. Dilakukan proses destillasi untuk membebaskan kembali NH3 yang berasal dari proses destruksi 6. Labu Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0.05N dan ditambahkan 2-3 tetes indicator (metyl red/metylen blue) dipersiapkan sebagai penampung NH3 7. Labu destillasi diisi 5 ml larutan 4, lalu ditambahkan larutan sodium hydroxide 30% 8. Pemanasan dengan uap terhadap labu destillasi (no.7) dilakukan minimum 10 menit setelah kondensasi uap terlihat pada kondensor 9. Larutan dalam labu Erlenmeyer dititrasi dengan 0,05 N larutan sodium hydroxide 10. % protein = 0.0007* x (Vb-Vs) x F x 6,25** x 20 x 100 S Keterangan : Vs = ml 0,05 N titar NaOH untuk sampel Vb = ml titar NaOH untuk blangko F = faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S = bobot sampel (g) * = setiap ml 0,05 N NaOH equivalent dengan 0,0007 g nitrogen ** = faktor nitrogen
41 Lampiran 3. Analisa kadar lemak dengan ekstraksi soxhlet ( Takeuchi, 1988) 1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 110oC selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 30 menit dalam eksikator. Panaskan kembali selama 30 menit, lalu dinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang sampai tidak ada perbedaan bobot labu lebih dari 0,3 mg. (A) 2. Timbang 1-2 gram sampel (a) dan dimasukkan ke dalam tabung filter, lalu dipanaskan pada suhu 90-100oC selama 2-3 jam 3. Tempatkan tabung filter pada no. 2 ke dalam ekstraksi dari alat soxhlet. Kemudian di sambungkan kondensor labu ekstraksi pada no. 1 yang telah diisi 100 ml petroleum eter 4. Panaskan ether pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath, suhu 70oC selama 16 jam 5. Panaskan labu ekstraksi pada suhu 100oC, kemudian ditimbang (B) KADAR LEMAK (%) = B-A A
X 100%
42 Lampiran 4. Prosedur analisa kadar serat kasar (Takeuchi, 1988) 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (A1) 2. Timbang sampel sebanyak 0,5 gram (a) dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml 3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit. 4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat proses filtrasi 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan 25 ml acetone 6. Kertas saring dan isinya dimasukkan dalam cawan porselen, lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan ditimbang (A2) 7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam) kemudian dimasukkan dalam oven 105-110oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan ditimbang (A3). KADAR SERAT KASAR (%)= A1-A2-A3 X 100% a
43 Lampiran 5. Prosedur analisa kadar abu (Takeuchi, 1988) 1. Cawan dipanaskan dalam oven hingga suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (a) 3. Cawan dan bahan di panaskan dalam tanur hingga suhu 600oC sampai menjadi abu, kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A2) KADAR ABU (%) = A2-A1 x 100% a
44 Lampiran 6. Prosedur analisa kadar air (Takeuchi, 1988) 1. Cawan dipanaskan dalam oven hingga suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A1) 2. Bahan ditimbang 2-3 gram (a) 3. Cawan dan bahan di panaskan dalam oven hingga suhu 110oC selama 4 jam dan diselingi setiap 30-45 menit, kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A2) KADAR AIR (%) = (A2+a)-A1 x 100% a
45 Lampiran 7. Analisis kelas lipid metode Folch dan Pemisahan fosfolipid dan lipid netral lemak tubuh huna capit merah metode Sep-pak Cartridges. 1.
2.
3. 4. 5.
6. 7. 8.
9.
10.
11.
12.
Sampel udang dihancurkan dengan blender dan ditimbang sebanyak 15 gram kemudian ditambahkan 100 ml Chloroform dan methanol dengan perbandingan 2:1 dan dihomogenisasi selama 7 menit Selanjutnya sampel disaring dengan menggunakan pompa vacuum dan dituang ke labu pemisah dengan disaring kembali dengan menggunakan corong kaca yang telah diberi kertas saring dan berisi larutan MgCL2 sebanyak 24 ml dan selanjutnya dilakukan pembilasan dengan menggunakan larutan chloroform dan methanol sebanyak 60 ml. Selesai penyaringan labu pemisah ditutup kemudian dikocok kuat selama 1 menit Larutan tadi diinkubasikan selama 24 jam hingga terjadi 2 lapisan Larutan bawah diambil dan ditampung pada labu yang telah diketahui berapa berat awalnya, kemudian labu tersebut dievaporator pada suhu 40oC hingga larutannya menguap semua Selanjutnya ditimbang labu akhir. Lemak yang telah didapat selanjutnya dipisahkan antara lipid polar (Phosfolipid) dan Netral lipid Sep-pak dicuci dengan Chloroform hingga berwarna bening dengan cara dipasang pada siring bervolume 30 ml dan dibiarkan Chloroform menetes untuk membilas isi sep-pak Lipid (100 mg) dimasukkan dalam sep-pak dan ditimbang lipid dalam beaker glass dan dimasukkan pada sep-pak dan dibilas dengan chloroform secukupnya. Dilakukan pembilasan berulang dengan chloroform 20 ml dengan perbandingan Chloroform dan Methanol 49:1 hingga tercapai 20 ml dan ditampung dalam labu hingga dihasilkan netral lipid. Menyiapkan labu yang kedua dan ditimbang berapa bobot awalnya, Seppak yang telah diambil netral lipidnya dibilas lagi dengan methanol 20 ml dan ditampung di labu 2. Labu 1 dan labu 2 diuapkan dengan evaporator, hingga diketahui netral lipidnya dan posofolipidnya Labu awal dan akhir ditimbang untuk diketahui bobotnya
46 Lampiran 8. Analisa asam lemak metode GC-MS (Takeuchi, 1988) a. Proses Saponifikasi 1. Lemak hasil ekstraksi folch ditimbang sebanyak 50 mg dan dimasukkan ke dalam labu didih 100 ml 2. Tambahkan 1-2 ml KOH 50%, etanol 15 ml dan 2-3 butir batu didih, serta hydroquinone 5% dari lemak kasar 3. Refluks campuran tersebut pada suhu 80oC selama 30-60 menit untuk saponifikasi 4. Setelah dingin pindahkan ke dalam corong pemisah (200-300 ml) dan tambahkan 40 ml aquadest dan 30 ml heksan. Dikocok selama 1 menit sampai terjadi 2 lapisan cairan 5. Lapisan atas yang terjadi dibuang dan lapisan bawah dipindahkan ke dalam corong pemisah, dan kemudian ditambahkan heksan 50 ml 2-3 tetes metal jingga dan 10 ml HCL 2N dan dikocok lagi selama 1 menit sampai terjadi 2 lapisan cairan, Lapisan atas dibuang dan lapisan bawah dipindahkan ke dalam corong pemisah dan dicek pHnya sampai netral lalu diuapkan dalam vacuum evaporator. Asam lemak yang terbentuk ditimbang b. Preparasi Metil Ester Asam Lemak 1. Hasil Safonifikasi dimasukkan kedalam labu didih volume 100 ml dan ditambahkan 5 ml campuran BF3-methanol 20% 2. Labu ditutup dan dipanaskan pada suhu 45oC selama 30 menit dan ditambahkan 0,4-0,8 ml NaCl jenuh. 3. Campuran tersebut diekstrak dengan 0,4 ml petroleum ether 4. Hasil ekstraksi ditambahkan 1 ml heksan dan siap untuk disuntikkan pada Gas Liquid Chromatography (GLC)
47 Lampiran 9. Prosedur pengukuran tingkat hemolisis hemolimph udang pada konsentrasi garam bertingkat 0,5 % (Kiron et al. 1994) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sampel hemolimph udang diambil dengan menggunakan syringe yang telah dibilas dengan anti-koagulan (Na-citrat 38%) Kerapuhan osmotic dari sel hemolimph udang diuji dengan metode larutan garam (NaCL 0.5 %) 20 µl sample hemolimph dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 24 ml larutan garam 0,5% Diamkan selama 30 menit, kemudian ditambah 2 ml larutan garam 0,9% Kemudian disentrifuge pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit Pembacaan optical density (OD) supernatan pada panjang gelombang 540 nm Penentuan % hemolysis secara relatif, berdasarkan pada nilai OD yang tertinggi Jumlah sel hemolimph lisis = Jumlah sel lisis x 100% Jumlah sel total
48 Lampiran 10. Kelulushidupan (SR) huna capit merah pada setiap perlakuan selama 60 hari pemeliharaan Perlakuan pakan (% kadar minyak jagung) (0,0)
(1,0)
(2,0)
(3,0)
Ulangan 1 2 3 Rataan STDV 1 2 3 Rataan STDV 1 2 3 Rataan STDV 1 2 3 Rataan STDV
Jumlah awal (e) 11 11 11 11 0 11 11 11 11 0 11 11 11 11 0 11 11 11 11 0
Jumlah Kelangsungan akhir (e) Hidup (%) 9 81,82 9 81,82 8 72,73 8,67 78,79 0,58 5,25 8 72,73 7 63,64 10 90,91 8,33 75,76 1,53 13,89 7 63,64 9 81,82 9 81,82 8,33 75,76 1,15 10,50 9 81,82 7 63,64 10 90,91 8,67 78,79 1,53 13,89
49 Lampiran 11. Hasil perhitungan laju pertumbuhan relatif (LPR) huna capit merah dengan masa pemeliharaan 60 hari
Perlakuan pakan (% kadar minyak jagung) (0,0)
(1,0)
(2,0)
(3,0)
Ulangan
1 2 3 Rataan STDV 1 2 3 Rataan STDV 1 2 3 Rataan STDV 1 2 3 Rataan STDV
Rataan bobot
Rataan bobot
Pertumbuhan
awal (g) 4,11 4,38 4,40 4,30 0,16 4,68 4,50 4,29 4,49 0,20 4,74 3,99 4,24 4,32 0,38 4,70 4,15 4,04 4,30 0,35
akhir (g) 6,93 8,18 8,07 7,73 0,69 8,77 9,27 7,65 8,56 0,83 11,34 7,64 9,87 9,62 1,86 11,31 10,24 9,96 10,50 0,71
relatif (%) 68,61 86,76 83,41 79,59 9,66 87,39 106,00 78,33 90,57 14,11 139,24 91,48 132,78 121,17 25,91 140,64 146,75 146,66 144,68 3,50
50
Lampiran 12. Perhitungan retensi protein
Parameter Bobot awal (g)
Bobot akhir (g)
Protein Tubuh awal (g)
Protein Tubuh akhir (g)
Jumlah Protein tersimpan dalam tubuh (g) Jumlah pakan huna (g)
Konsumsi protein pakan selama penelitian(%) Retensi Protein
Rata-rata STDEV
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Pakan (% kadar minyak jagung) (0,0) (1,0) (2,0) (3,0) 48,2 51,5 52,1 44,8 45,3 47,2 43,9 51,7 48,2 47,2 46,6 44,5 63,5 68,2 77,4 92,6 60,3 69,3 68,7 88,5 63,4 66,7 86,9 100,7 4,8 5,1 5,2 4,5 4,5 4,7 4,4 5,1 4,8 4,7 4,6 4,4 8,3 9,9 12,0 17,6 8,1 10,3 10,3 16,6 8,8 10,2 14,0 22,5 3,5 4,7 6,8 13,2 3,6 5,6 6,0 11,5 4,0 5,5 9,4 18,0 145,5 137,5 144,3 169,3 137,8 129,5 117,4 143,0 118,1 147,5 126,8 158,2 46,2 44,4 46,7 55,4 43,8 41,8 38,0 46,8 37,5 47,6 41,0 51,7 7,6 10,7 14,6 23,8 8,1 13,4 15,7 24,5 10,6 11,5 22,9 34,9 8,8 11,9 17,7 27,7 1,6 1,4 4,5 6,2
51
Lampiran 13. Perhitungan retensi lemak
Parameter Bobot awal (g)
Bobot akhir (g)
Lemak Tubuh awal (g)
Lemak Tubuh akhir (g)
Jumlah lemak tersimpan dalam tubuh (g) Jumlah Pakan huna (g)
Konsumsi lemak pakan selama penelitian Retensi Lemak
Rata-rata STDEV
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Pakan (% kadar minyak jagung) (0,0) (1,0) (2,0) (3,0) 48,2 51,5 52,1 44,8 45,3 47,2 43,9 51,7 48,2 47,2 46,6 44,5 63,5 68,2 77,4 92,6 60,3 69,3 68,7 88,5 63,4 66,7 86,9 100,7 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 2,2 2,6 2,8 3,5 1,3 2,6 2,4 3,5 1,6 2,2 3,0 4,0 1,8 2,2 2,4 3,2 0,9 2,2 2,1 3,2 1,2 1,9 2,6 3,7 145,5 137,5 150,2 169,3 137,8 129,5 144,3 143,0 118,1 154,3 117,4 139,9 9,7 9,4 10,5 12,1 9,2 8,8 10,0 10,2 7,9 10,5 8,2 10,0 1,9 2,4 2,5 3,3 1,0 2,3 2,2 3,3 1,3 2,0 2,7 3,8 1,4 2,2 2,5 3,4 0,5 0,2 0,2 0,3
52
Lampiran 14. Perhitungan Konversi pakan (FCR) dan efisiensi pakan (EP)
Parameter Bobot awal
Bobot akhir
Jumlah pakan Huna Udang mati
(Wt+D)-w0
FCR
Rata-rata STDEV EP
Rata-rata STDEV
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3
Pakan (% kadar minyak jagung) (0,0) (1,0) (2,0) (3,0) 48,2 51,5 52,1 44,8 45,3 47,2 43,9 51,7 48,2 47,2 46,6 44,5 63,5 68,2 77,4 92,6 60,3 69,3 68,7 88,5 63,4 66,7 86,9 100,7 145,5 137,5 144,3 169,3 137,8 129,5 117,4 143,0 118,1 147,5 126,8 158,2 7,4 21,8 25,6 9,9 10,0 26,7 11,1 9,3 13,3 7,1 22,6 9,2 22,6 38,5 47,8 57,8 25,1 48,8 50,8 46,1 28,5 26,6 35,9 65,4 6,4 3,6 3,0 2,9 5,5 2,7 2,8 3,1 4,1 5,5 3,3 2,4 5,4 3,9 3,0 2,8 1,2 1,5 0,2 0,4 15,6 28,0 33,1 34,1 18,2 37,7 35,2 32,2 24,2 18,1 30,6 41,3 19,3 27,9 33,0 35,9 4,4 9,8 2,3 4,8
53 Lampiran 15. Nilai uji kerapuhan pada konsentrasi garam bertingkat huna capit merah Menggunakan spektrofotometer (SP-300, OPTIMA)
Sampel pakan (% kadar minyak jagung) (0,0) ( 1,0) (2,0) ( 3,0)
N. Absorbance Konsentrasi NaCL (%) 0,5 0,5 0,5 0,5
tertinggi 0,113 0,092 0,068 0,047
stabil 0,109 0,088 0,055 0,021
% Hemolisis 96,5 95,7 80,9 44,7
54 Lampiran 16. Hasil analisa proksimat tubuh huna (% bobot basah)
akhir
penelitian Parameter
Ulangan
Protein
1.1 1.2 1.3
Analisa Awal
Pakan (% kadar minyak jagung)
9,95 9,95 9,95
(0,0) 13,06 13,37 13,86
(1,0) 14,45 14,86 15,27
(2,0) 15,49 15,02 16,14
(3,0) 19,02 18,77 22,31
rata-rata stdev 1.1 Lemak 1.2 1.3 rata-rata stdev 1.1 Abu 1.2 1.3
9,95 0 0,75 0,75 0,75 0,75 0 4,96 4,96 4,96
13,4 0,7 3,45 2,56 2,16 2,7 0,7 3,48 4,56 3,25
14,9 0,3 3,86 3,73 3,33 3,6 0,3 5,82 6,44 5,13
15,6 0,1 3,61 3,63 3,55 3,6 0,1 6,42 7,02 6,02
20,0 0,1 4,01 3,92 3,98 3,97 0,1 4,55 5,63 6,13
rata-rata stdev Serat kasar 1.1 1.2 1.3 rata-rata stdev 1.1 Kadar air 1.2 1.3 rata-rata stdev
4,96 0 0,16 0,16 0,16 0,16 0 65,33 65,33 65,33 65,33 0
3,8 0,7 3,14 4,01 2,58 3,2 0,7 76,85 70,84 72,14 73,3 3,2
5,8 0,7 4,52 3,92 4,68 4,4 0,4 70,60 69,63 70,66 70,3 0,6
6,5 0,5 5,12 4,85 4,23 4,7 0,5 73,16 73,74 73,26 73,4 0,3
5,4 0,8 3,52 2,48 3,63 3,21 0,6 80,88 72,42 73,76 75,7 4,5
55 Lampiran 17. Hasil analisa sidik ragam tingkat kelulushidupan (SR) huna capit merah diakhir penelitian Oneway Descriptives
Pakan (% kadar minyak jagung)
N
,00 1,00 2,00 3,00 Total
3 3 3 3 12
Mean
Std. Deviation
Std. Error
78,7900 5,24811 3,03000 75,7600 13,88520 8,01663 75,7600 10,49623 6,06000 78,7900 13,88520 8,01663 77,2750 9,88187 2,85265
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 65,7530 91,8270 41,2672 110,2528 49,6859 101,8341 44,2972 113,2828 70,9964 83,5536
Min
72,73 63,64 63,64 63,64 63,64
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 27,543 1046,623 1074,165
df 3 8 11
Mean Square 9,181 130,828
F ,070
Sig. ,974
Max
81,82 90,91 81,82 90,91 90,91
56 Lampiran 18. Hasil analisa sidik ragam laju pertumbuhan relatif (LPR) huna capit merah diakhir penelitian Oneway Descriptives
Pakan (% kadar minyak jagung)
N
,00 1,00 2,00 3,00 Total
3 3 3 3 12
Mean
79,5933 90,5733 121,1667 144,6833 109,0042
Std. 95% Confidence Deviation Std. Error Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 9,65820 5,57616 55,6010 103,5856 14,10700 8,14468 55,5296 125,6171 25,91151 14,96002 56,7989 185,5344 3,50192 2,02183 135,9841 153,3826 29,89190 8,62905 90,0118 127,9966
Min
Max
68,61 78,33 91,48 140,64 68,61
86,76 106,00 139,24 146,75 146,75
ANOVA Sum of Squares Between Groups 7876,866 Within Groups 1951,916 Total 9828,783
df 3 8 11
Mean Square 2625,622 243,990
F 10,761
Sig. ,004
Post Hoc Tests Multiple Comparisons LSD (I) Perlakuan ,00
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
1,00 -10,98000 12,75381 2,00 -41,57333(*) 12,75381 3,00 -65,09000(*) 12,75381 1,00 ,00 10,98000 12,75381 2,00 -30,59333(*) 12,75381 3,00 -54,11000(*) 12,75381 2,00 ,00 41,57333(*) 12,75381 1,00 30,59333(*) 12,75381 3,00 -23,51667 12,75381 3,00 ,00 65,09000(*) 12,75381 1,00 54,11000(*) 12,75381 2,00 23,51667 12,75381 * The mean difference is significant at the .05 level.
,414 ,012 ,001 ,414 ,043 ,003 ,012 ,043 ,102 ,001 ,003 ,102
95% Confidence Interval Lower Bound -40,3903 -70,9837 -94,5003 -18,4303 -60,0037 -83,5203 12,1630 1,1830 -52,9270 35,6797 24,6997 -5,8937
Upper Bound 18,4303 -12,1630 -35,6797 40,3903 -1,1830 -24,6997 70,9837 60,0037 5,8937 94,5003 83,5203 52,9270
57 Lampiran 19. Hasil analisa sidik ragam retensi protein tubuh huna capit merah Oneway Descriptives
Pakan (% kadar minyak)
N
,00 1,00 2,00 3,00 Total
3 3 3 3 12
Mean
Std. Deviation
8,7667 11,8667 17,7333 27,7333 16,5250
Std. Error
1,60728 ,92796 1,38684 ,80069 4,50814 2,60278 6,21638 3,58903 8,27857 2,38982
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 4,7740 12,7594 8,4216 15,3118 6,5345 28,9322 12,2910 43,1757 11,2650 21,7850
Min
7,60 10,70 14,60 23,80 7,60
Max
10,60 13,40 22,90 34,90 34,90
ANOVA
Between Groups Within Groups Total Post Hoc Tests
Sum of Squares 626,936 126,947 753,883
df 3 8 11
Mean Square 208,979 15,868
F 13,170
Sig. ,002
Multiple Comparisons LSD (I) Perlakuan1
,00
(J) Perlakuan1
Mean Difference (I-J)
Std. Error
1,00 -3,10000 3,25252 2,00 -8,96667(*) 3,25252 3,00 -18,96667(*) 3,25252 1,00 ,00 3,10000 3,25252 2,00 -5,86667 3,25252 3,00 -15,86667(*) 3,25252 2,00 ,00 8,96667(*) 3,25252 1,00 5,86667 3,25252 3,00 -10,00000(*) 3,25252 3,00 ,00 18,96667(*) 3,25252 1,00 15,86667(*) 3,25252 2,00 10,00000(*) 3,25252 * The mean difference is significant at the .05 level.
Sig.
368 025 000 368 109 001 025 109 015 000 001 015
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -10,6003 4,4003 -16,4670 -1,4663 -26,4670 -11,466 -4,4003 10,6003 -13,3670 1,6337 -23,3670 -8,3663 1,4663 16,4670 -1,6337 13,3670 -17,5003 -2,4997 11,4663 26,4670 8,3663 23,3670 2,4997 17,5003
58 Lampiran 20.
Hasil analisa sidik ragam retensi lemak (LR) huna capit merah diakhir penelitian
Oneway Descriptives
Pakan (% kadar minyak)
N
Mean
Std. Deviation
,00 1,00 2,00 3,00 Total
3 3 3 3 12
1,4000 2,2333 2,4667 3,4667 2,3917
,45826 ,20817 ,25166 ,28868 ,81515
Std. Error
,26458 ,12019 ,14530 ,16667 ,23531
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound ,2616 2,5384 1,7162 2,7504 1,8415 3,0918 2,7496 4,1838 1,8737 2,9096
Min
1,00 2,00 2,20 3,30 1,00
Max
1,90 2,40 2,70 3,80 3,80
ANOVA Sum of Squares Between Groups 6,509 Within Groups ,800 Total 7,309
df 3 8 11
Mean Square 2,170 ,100
F 21,697
Sig. ,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons LSD (I) Perlakuan2
,00
(J) Mean Difference Perlakuan2 (I-J)
Std. Error
1,00 -,83333(*) ,25820 2,00 -1,06667(*) ,25820 3,00 -2,06667(*) ,25820 1,00 ,00 ,83333(*) ,25820 2,00 -,23333 ,25820 3,00 -1,23333(*) ,25820 2,00 ,00 1,06667(*) ,25820 1,00 ,23333 ,25820 3,00 -1,00000(*) ,25820 3,00 ,00 2,06667(*) ,25820 1,00 1,23333(*) ,25820 2,00 1,00000(*) ,25820 * The mean difference is significant at the .05 level.
Sig.
,012 ,003 ,000 ,012 ,393 ,001 ,003 ,393 ,005 ,000 ,001 ,005
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,4287 -,2379 -1,6621 -,4713 -2,6621 -1,4713 ,2379 1,4287 -,8287 ,3621 -1,8287 -,6379 ,4713 1,6621 -,3621 ,8287 -1,5954 -,4046 1,4713 2,6621 ,6379 1,8287 ,4046 1,5954
59 Lampiran 21. Hasil analisa sidik ragam efisiensi pakan huna capit merah diakhir penelitian
Oneway Descriptives VAR00010
Pakan (% kadar minyak jagung)
0,00 1,00 2,00 3,00 Total
N
3 3 3 3 12
Mean
17,7667 31,4667 38,4667 35,8667 30,8917
Std. Deviation
Std. Error
1,98578 5,40956 9,91228 4,80035 9,87738
1,14649 3,12321 5,72286 2,77148 2,85135
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 12,8337 22,6996 18,0286 44,9048 13,8432 63,0901 23,9419 47,7914 24,6159 37,1675
Min
15,60 28,00 30,60 32,20 15,60
Max
19,50 37,70 49,60 41,30 49,60
ANOVA VAR00010 Sum of Squares Between Groups 764,183 Within Groups 309,007 Total 1073,189 Multiple Comparisons LSD (I) Perlakuan2
0,00
(J) Perlakuan2
df 3 8 11
Mean Square 254,728 38,626
Mean Difference (IJ)
F 6,595
Std. Error
1,00 -13,70000(*) 5,07450 2,00 -20,70000(*) 5,07450 3,00 -18,10000(*) 5,07450 1,00 0,00 13,70000(*) 5,07450 2,00 -7,00000 5,07450 3,00 -4,40000 5,07450 2,00 0,00 20,70000(*) 5,07450 1,00 7,00000 5,07450 3,00 2,60000 5,07450 3,00 0,00 18,10000(*) 5,07450 1,00 4,40000 5,07450 2,00 -2,60000 5,07450 * The mean difference is significant at the .05 level.
Sig.
,027 ,004 ,007 ,027 ,205 ,411 ,004 ,205 ,622 ,007 ,411 ,622
Sig. ,015
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -25,4018 -1,9982 -32,4018 -8,9982 -29,8018 -6,3982 1,9982 25,4018 -18,7018 4,7018 -16,1018 7,3018 8,9982 32,4018 -4,7018 18,7018 -9,1018 14,3018 6,3982 29,8018 -7,3018 16,1018 -14,3018 9,1018