2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Cherax quadricarinatus Menurut
Hobbs
(1988)
dan
Horwitz
(1995)
taksonomi
Cherax
quadricarinatus (Gambar 2) adalah sebagai berikut: Phylum: Arthropoda Subphylum: Crustacea Class: Malacostraca Order: Decapoda Suborder: Pleocyemata Infraorder: Astacidea Superfamily: Parastacoidea Family: Parastacidae Genus: Cherax Species: Cherax quadricarinatus Nama umum/nama dagang :red claw crayfish
Gambar 2 Cherax quadricarinatus (Panjang karapas, Carapace length/CL=80.36 mm; Bobot=125.6 gram). Pada kelas Malacostraca terdapat kecenderungan meningkatnya tagmatisasi bersamaan dengan penurunan jumlah segmen tubuh. Pembagian tubuh menjadi tagma atau unit-unit fungsional dengan bagian tubuh yang khusus memberikan keuntungan pada banyak kondisi.
Lobster memiliki tubuh seperti anggota
Malacostraca air tawar lainnya. Lobster dilindungi oleh eksoskeleton relatif tebal, dan fleksibel yang terdiri dari epikutikel dan prokutikel yang secara
6 periodik mengalami pergantian kulit sehingga memungkinkan untuk tumbuh. Epikutikel tidak mengandung zat tanduk dan sebagian besar terdiri dari garam kalsium, protein, dan lemak sedangkan pada prokutikel terdapat zat tanduk selain kalsium dan protein (Holdich & Reeve 1988). Menurut Holdich & Reeve (1988), dari bagian atas tubuh lobster dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian anterior (cephalotorax) dan posterior (abdomen/ekor) (Gambar 3). Cephalotorax secara berturut-turut terdiri dari lima segmen anterior dan delapan segmen thoraxic, kepala, dan thorax yang posisinya ditandai oleh titik asal bagian mulut dan kaki. Secara fungsional cephalotorax terdiri dari dua tagma yaitu (1) anterior kepala sampai karapas (protocephalon) yang terdiri dari antennules, antennae, mata, dan labrum; (2) gnathothorax yang terdiri dari bagian-bagian mulut. Karapas menyatu ke bagian dorsal thorax dan memanjang sampai permukaan lateral sebagai branchiostegite. Selain itu juga terdapat beragam lekukan dan duri-duri. Lekukan melintang cervical menandai pembagian antara kepala dan thorax. Bagian akhir anterior karapas biasanya dilengkapi dengan duri-duri orbital sedangkan bagian ujung membentuk rostrum yang tajam.
Gambar 3 Struktur Morfologi Cherax (BPPT-LBN LIPI 1983/1984, diacu dalam Widha 2003).
7 Bagian abdomen tersegmentasi dengan jelas dan terdiri dari enam pembuluh yang mengalami kalsifikasi dan dihubungkan oleh membran yang tidak mengalami kalsifikasi, fleksibel, non elastik, dan artikular.
2.2
Distribusi dan Habitat C. quadricarinatus Famili Parastacidae memiliki jumlah spesies terbanyak dan Cherax
merupakan jenis yang distribusinya paling luas (Gambar 4).
Austin (1986)
sebagaimana dikutip Coughran & Leckie (2007) menyatakan bahwa distribusi asli C. quadricarinatus adalah Papua Nugini dan Australia.
Distribusi asli C.
quadricarinatus di Australia adalah bagian barat dan utara Teluk Carpentaria, Queensland; bagian timur dan utara Northern Territory; sedangkan di Papua Nugini terdapat di bagian selatan (Fishnote 2002).
Gambar 4 Distribusi Cherax (Hobbs 1988). Saat ini wilayah distribusi C. quadricarinatus telah meluas di luar wilayah distribusi aslinya, termasuk di Danau Maninjau.
Hal ini karena jenis C.
quadricarinatus merupakan spesies ekonomis penting yang diperdagangkan untuk
8 konsumsi dan hias.
Hal ini mendorong introduksi dan budidaya C.
quadricarinatus ke berbagai negara di Asia, Amerika Utara dan Selatan, Afrika, serta Eropa (Holdich et al. 1999, diacu dalam Harlioglu & Harlioglu 2006; Lawrence & Jones 2002, Edgerton 2005, diacu dalam Vazquez & Greco, 2007). Pada wilayah penyebaran aslinya C. quadricarinatus terdapat di perairan mengalir (sungai) (Austin 1986, diacu dalam Coughran & Leckie 2007; Fishnote 2002). Kegiatan budidaya yang intensif menyebabkan C. quadricarinatus juga terdapat pada tipe perairan tawar menggenang seperti kolam, waduk, dan danau.
2.3
Pertumbuhan C. quadricarinatus Pertumbuhan bisa didefenisikan sebagai perubahan ukuran atau jumlah
material tubuh baik perubahan positif maupun negatif temporal maupun dalam jangka waktu yang lama (Busacker et al. 1990); pertambahan ukuran panjang atau bobot dalam suatu waktu (Effendie 1997). Selanjutnya Chittleborough (1975) seperti diacu dalam Widha (2003) mendefinisikan pertumbuhan krustasea sebagai pertambahan bobot dan panjang tubuh yang terjadi secara berkala saat setelah pergantian kulit. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar baik yang terkontrol maupun tidak terkontrol. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu suhu dan makanan (Effendie 1997), ketersediaan makanan, laju memakan makanan, nilai gizi makanan, dan faktor abiotik seperti amonia dan pH (Woothon 1990, diacu dalam Welcomme 2001).
Dari sudut pandang perikanan, pertumbuhan
sebagaimana rekrutmen mempengaruhi bobot tangkapan berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan (King 1995). Studi mengenai pertumbuhan pada dasarnya adalah penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur.
Dalam menganalisis suatu populasi diperlukan
ekspresi matematika yang menggambarkan pertumbuhan.
Melalui ekspresi
matematika ini maka ukuran baik panjang maupun bobot suatu individu pada umur tertentu dapat diduga (Gulland 1969). untuk
menggambarkan
pertumbuhan
Beberapa model telah digunakan
dengan
menggunakan
persamaan
9 matematika yang sederhana (Allen 1971, diacu dalam King 1995). Menurut King (1995) salah satu diantaranya adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (von Bertalanffy Growth Function/VBGF) yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan ikan yang memuaskan. Hal ini karena persamaan pertumbuhan von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan (Beverton & Holt 1957). Secara fisiologi krustasea sangat berbeda dengan kelompok ikan karena adanya proses pergantian kulit (moulting). Hal ini menyebabkan pertumbuhan individu krustasea tidak bersifat kontinu akan tetapi bertahap. Namun demikian dalam menganalisis pertumbuhan populasi krustasea model pertumbuhan von Bertalanffy tetap cocok untuk digunakan. Hal ini karena satu kohort krustasea terdiri dari individu-individu yang moulting pada waktu yang berbeda sehingga rata-rata kurva pertumbuhan satu kohort menjadi kurva yang rata (Sparre & Venema 1999). Pada lobster terdapat beberapa cara untuk menggambarkan pertumbuhan yaitu: a. panjang karapas; pola pertumbuhan lobster diketahui dengan membuat plot antara umur dan panjang karapas (carapace length/CL), b. laju pertumbuhan sesaat tahunan (annual instantaneous growth), c. penambahan ukuran setelah moulting (moult increment/MI) yaitu penambahan panjang karapas setelah moulting yang diukur untuk masingmasing individu, dan d. persentase penambahan panjang karapas sebelum dan setelah moulting (percentage of premoult carapace length/PCMI).
2.3.1 Proses pergantian kulit (Moulting) Sebagaimana anggota krustasea lainnya perkembangan lobster air tawar melalui beberapa tahapan pergantian kulit (moulting), selama terjadi peningkatan ukuran diselingi oleh intermoult.
Pola perubahan eksoskeleton selama siklus
moulting menggambarkan peristiwa yang terjadi di bawah epidermis yang
10 mengeluarkan komponen skeletal (Lowery 1988). Whitnall (2000) menyebutkan bahwa moulting adalah proses pergantian eksoskeleton yang lama dan digantikan oleh yang baru pada tempat yang sama. Kulit yang baru bersifat lunak dan agar menjadi keras maka lobster akan mengambil air yang tersimpan di jaringan tubuhnya dan hal ini secara efektif menambah ukuran dan meregangkan kulit baru tersebut.
Jika kulit baru telah mengeras maka air akan dikeluarkan.
Proses
pergantian kulit dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari dan intensitasnya akan menurun dengan bertambahnya umur.
Proses pengerasan kulit
membutuhkan kalsium yang diambil dari tubuh dan lingkungan perairan. Selanjutnya Merrick (1993) seperti dikutip Widha (2003) membagi tahapan proses pergantian kulit menjadi empat tahapan yaitu: 1. Premoult: kalsium dalam kulit diserap kembali dan disimpan dalam gastrolith lalu diikuti dengan pembentukan kulit baru; 2. Moult: pelepasan kulit lama yang diikuti dengan penyerapan air dari media dalam jumlah besar; 3. Postmoult: pengapuran dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan anorganik yang berasal dari hemolimph dan hepatopankreas serta sebagian kecil dari media; 4. Intermoult: pertumbuhan jaringan somatik dan awal antar moulting.
2.4
Reproduksi C. quadricarinatus Fujaya (2004) seperti dikutip Ambarwati (2008) menyatakan bahwa
reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Beberapa aspek terkait reproduksi diantaranya adalah: 2.4.1 Seksualitas Lobster jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan letak gonophore pada kaki jalan. Pada lobster betina gonophore terletak pada dasar kaki jalan ke-3 dan pada lobster jantan gonophore terdapat pada dasar kaki jalan ke-5.
Mc
Conmack (1994) seperti dikutip Widha (2003) menyatakan bahwa perbedaan kelamin agak menyulitkan pada individu yang interseks.
Dalam kasus ini
biasanya Cherax bersifat jantan dan alat reproduksi betina tidak berfungsi. Hasil
11 penelitian Vazquez & Greco (2007) menunjukkan hal lain bahwa semua individu interseks memiliki kedua pasang lubang genital betina dan jantan; tidak terdapat appendix masculine dan bagian berwarna merah; dan berfungsi sebagai betina. Berikut ini adalah contoh individu C. quadricarinatus interseks:
Gambar 5 Individu betina C. quadricarinatus interseks dengan gonophore betina dan jantan (Vazquez & Greco 2007).
2.4.2 Tingkat kematangan gonad Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah lobster memijah. Pengetahuan mengenai kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara individu yang sudah matang gonad dengan yang belum matang gonad dari stok yang ada di perairan, selain itu dapat diketahui ukuran atau umur pertama matang gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dan frekuensi pemijahan dalam satu tahun (Effendie 1979). Pengamatan kematangan gonad bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mikroskopis (histologi) dan pengamatan makroskopis (morfologi). Dari penelitian secara histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan rinci. Pengamatan morfologi tidak akan rinci seperti histologi, namun cara morfologi ini mudah dan banyak dilakukan. Dasar yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad yaitu dengan mengamati morfologi gonad antara lain bentuk gonad, ukuran panjang gonad, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 1997).
12 2.4.3 Fekunditas Fekunditas dapat diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina dan merupakan faktor penting dalam pengelolaan kegiatan budidaya ataupun biologi populasi jika dibandingkan antarpopulasi atau antarspesies. Fekunditas yang tinggi berpeluang untuk lebih sukses dalam reproduksi.
2.5
Kualitas Air Secara umum kualitas air yang diperlukan oleh lobster air tawar untuk dapat
tumbuh dengan baik adalah perairan hangat dengan kadar kalsium minimal 5 mgL-1, kesadahan tinggi, alkalinitas agak tinggi, dan kadar keasaman (pH) basa (7-8.5) (France 1995, diacu dalam Guan 1999; Lowery 1988). 2.5.1 Suhu, oksigen terlarut, dan pH Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen.
Peningkatan suhu perairan sebesar 100C menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen organisme akuatik sekitar 203 kali lipat. Namun peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi 2003). perairan.
Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam
Konsentrasi oksigen di perairan merupakan fungsi dari proses biologi
seperti fotosintesis atau respirasi dan proses fisika seperti pergerakan massa air atau suhu (Goldman & Horne 1983). Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan. Pada perairan dengan suhu lebih tinggi laju pertumbuhan lobster akan lebih tinggi. Pada lobster suhu akan mempengaruhi lamanya masa intermoult. Pada suhu di bawah kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan, lobster akan makan dengan lambat. Variasi suhu dan oksigen yang tinggi atau nilai suhu yang di atas kisaran
13 nilai optimum dapat menyebabkan tertundanya proses pergantian kulit dan dapat meningkatkan kematian setelah moulting.
Lobster pada perairan dingin
membutuhkan oksigen relatif rendah dibandingkan lobster di perairan hangat (famili Cambaridae dan Parastacidae) (Jussila & Evans 1996, diacu dalam Reynolds 2002). Keasaman dan kebasaan suatu danau diukur dalam satuan yang disebut dengan pH. pH (puissance d’Hydrogène/strength of the hydrogen) didefinisikan sebagai log negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Keasaman ditunjukkan dengan pH 0 sampai 7 sedangkan basa 7 sampai 14. Konsentrasi ion hidrogen juga mengontrol nutrien perairan danau termasuk karbondioksida dan nutrien penting lainnya seperti fosfat, amonia, besi, dan logam lainnya (Goldman & Horne 1983). pH akan mempengaruni konsentrasi kalsium yang sangat dibutuhkan oleh lobster untuk pertumbuhannya. 2.5.2 Alkalinitas dan kesadahan Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal dengan sebutan acid neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Pembentuk utama alkalinitas adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen. Pada perairan tawar kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium sehingga pada dasarnya kesadahan ditentukan oleh kalsium dan magnesium (Effendi 2003). Nilai alkalinitas dan kesadahan terkait erat dengan konsentrasi kalsium yang terdapat dalam garam karbonat dan bikarbonatnya. Kalsium merupakan elemen penting untuk pertumbuhan lobster. Lobster pada perairan dengan kesadahan rendah cenderung memiliki kandungan kalsium lebih rendah dibanding lobster dari perairan dengan kesadahan tinggi (Greenaway 1985, diacu dalam Reynolds 2002). Wheatley & Ayers (1995) seperti dikutip Reynolds (2002) menyatakan bahwa kalsium merupakan elemen yang paling penting untuk pertumbuhan lobster.
Kebutuhan kalsium pada periode postmoult sangat tinggi untuk
menggantikan kalsium yang hilang saat moulting.
Peranan penting kalsium
lainnya dalam perairan adalah pengaruhnya terhadap pH dan sistem CO2- dan
14 HCO3-. Kalsium di perairan terdapat dalam bentuk ionik dan partikulat terlarut terutama CaCO3. Garam kalsium merupakan elemen utama kesadahan perairan. Kalsium, bikarbonat, pH, dan konduktivitas tertentu merupakan elemen-elemen yang berkorelasi di perairan danau. Kalsium merupakan salah satu mineral yang melimpah di perairan dan mudah diukur dalam bentuk ion sehingga sering dijadikan indikator kesadahan perairan. 2.5.3 Chemical oxygen demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi semua bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Maciolek 1962, diacu dalam Boyd 1988). Bahan organik terdapat dalam bentuk plankton, detritus, dan bahan organik terlarut. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi dapat menimbulkan pencemaran bahan organik. Hal ini akan mempengaruhi populasi, pertumbuhan, dan reproduksi lobster.