UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI
DEDY AKBAR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI
DEDY AKBAR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Upaya Peningkatan Produktivitas Pendederan Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus Pada Berbagai Kepadatan dalam Akuarium Lantai Ganda, Serta Penerapan Sistem Resirkulasi adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
DEDY AKBAR C14103040
RINGKASAN DEDY AKBAR. Upaya Peningkatan Produktivitas Pendederan Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus Pada Berbagai Kepadatan dalam Akuarium Dengan Lantai Ganda, Serta Penerapan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh Ir. Dadang Shafruddin M.Si dan Ir. Iis Diatin MM Permintaan pasar akan lobster air tawar terus meningkat dari tahun ke tahun namun produksinya belum dapat mengimbangi permintaan tersebut khusus di pendederan karena produktivitasnya masih rendah. Upaya untuk meningkatan produktivitas pada pendederan ada dua alternatif adalah pertama dengan memanfaatkan bidang melalui dua lantai, kedua menggunakan sistem resirkulasi agar dapat menciptakan kondisi lingkungan yang terkontrol. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan produktifitas pendederan berbagai kepadatan melalui pemeliharaan benih di dalam akuarium dengan ruang dua lantai, serta penerapan pemeliharaan dengan sistem resirkulasi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Juli sampai dengan pada tanggal 25 Agustus 2007 bertempat di Teaching Farm Budidaya Perairan. Sedangkan pemeriksaan kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan uji yang digunakan adalah Lobster air tawar yang digunakan berasal dari Firman Fish Farm, Depok- Jakarta. Lobster tersebut berumur satu bulan dengan panjang rata-rata berkisar antara 2,67-2,78 cm dan bobot rata-rata berkisar antara 0,62-0,76 gram. ikan yang ditebar dengan padat penebaran 0,5 ekor/l hingga 2 ekor/l. Sistem pemeliharaan menggunakan dua jenis akuarium yaitu yang pertama akuarium lantai tunggal berdimensi (50 x 30 x 25) cm3, yang kedua akuarium jenis yang pertama dimodifikasi menjadi dua lantai dengan masingmasing lantai berdimensi (40 x 30) cm2. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Empat perlakuan padat penebaran yang diuji dalam penelitian adalah : kepadatan 0,5 ekor/l merupakan kontrol,yaitu kepadatan 0,5 ekor/l pada lantai tunggal, 1 ekor/l, 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l. Selama pemeliharaan benih lobster tersebut diberi pakan remah dengan kandungan protein 33% sebanyak 4% dari bobot biomassa. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi hari pada pukul 07.00 – 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 17.00-18.00 WIB. Pengelolaan kualitas air dilakukan penyiponan sepuluh hari sekali dan penambahan akibat penguapan seminggu sekali. Setiap 10 hari dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, pertumbuhan panjang mutlak, frekuensi molting, efisiensi pakan, produksi, koefisien keragaman, dan kualitas air. Pemeliharaan dilakukan selama 40 hari. Selama 40 hari pemeliharaan, didapatkan nilai tingkat kelangsungan hidup berkisar antara 50 + 7,84 % hingga 70,48 + 4,37%. Nilai laju pertumbuhan harian berkisar antara 2,36 + 0,22 %/hari hingga 2,9 + 0,11 %/hari dan nilai pertumbuhan mutlak berkisar antara 0,64 + 0,16 cm hingga 0,78 + 0,08 cm. Nilai efisiensi pakan berkisar antara 51,54 + 19,18 % hingga 85,78 + 11,88 %. Nilai produksi lobster berkisar antara 11,57 + 1,07 gram hingga 33,78 + 10,12 gram dan koefisien keragaman berkisar antara 10,11 + 0,97 % hingga 26,41 + 6,19 %. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa kepadatan yang berbeda diikuti dengan perbedaan tingkat kelangsungan hidup (P<0,05), produksi (P<0,05) dan koefisien keragaman (P<0,05). Sedangkan pertumbuhan dan efisiensi pakan pada analisis ragam menunjukan bahwa tidak berbeda seiring dengan peningkatan kepadatan (P>0,05). Penggunaan akuarium dengan lantai ganda dapat meningkatkan produktivitas, yaitu produktivitas tertinggi dicapai dengan pada kepadatan 1,5 ekor/l. Kualitas air pada penelitian ini masih berada dalam kondisi optimal. Penggunaan instalasi resirkulasi yang dipakai dalam penelitian dapat mempertahankan kualitas air sehingga masih dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster.
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Upaya Peningkatan Produktivitas Pendederan Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus Pada Berbagai Kepadatan Dalam Akuarium Dengan Lantai Ganda, Serta Penerapan Sistem Resirkulasi : Dedy Akbar : C14103040
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Dadang Shafruddin M.Si NIP.130 814 493
Ir. Iis Diatin MM NIP. 131 878 936
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Indra Jaya NIP. 131 578 799
Tanggal lulus ujian : _ Januari 2008
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dadang Shafruddin M.Si. dan Ibu Ir. Iis Diatin MM. sebagai pembimbing yang telah membimbing dan mendidik serta memotivasi penulis selama menjadi mahasiswa. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu serta kakak yang telah memberikan kasih sayang dan do’anya, kepada Ibu Ing Mokoginta yang telah memberi izin tinggal di Lab. Nutrisi, Pak Dadang Shafruddin M.Si yang telah memberi izin atas fasilitas penelitian di Lab. Teaching Farm, teman-teman BDP ”40 khususnya Padel, Fatoni, Dawud, Erik, Firman, Boni atas persahabatan dan bantuannya selama proses penyusunan skripsi, Serta teman-teman BDP ”38, 39, 41, dan 42 atas persahabatan, kebersamaan dan keceriaannya. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian semoga dapat memberikan informasi dan manfaat tambahan bagi pengembangan budidaya ikan lobster air tawar.
Bogor, Januari 2008
Dedy Akbar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 30 Juni 1985 dari pasangan Bapak Yusdiar. S dan Ibu Ermailis dan merupakan putra ke tiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMU Swasta YPI”45 di Bekasi Timur dan lulus tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Ujian Seleksi Mahasiswa Indonesia (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek Lapangan Pembenihan Kerapu Macan dan Pembesaran Kuda Laut di BBPBL, Lampung Selatan (2006). Selain itu, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai Ketua Departemen Sekretariat HIMAKUA (2006-2007), Asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan (2006-2007), dan Asisten mata kuliah Pengembangan Budidaya Air (2007- hinga sekarang). Untuk menambah pengetahuan budidaya, penulis mengikuti kegiatan Pembenihan Ikan Patin, Pembenihan Lobster air tawar dan Pembenihan Ikan Gurame di Teaching Farm (2005-2007). Penulis juga pernah kerja di PT Pembenihan Ikan Bawal, Sukabumi (2006-2007) sebagai pengalaman kerja. Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul ”Upaya Peningkatan Produktivitas Pendederan Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus Pada Berbagai Kepadatan Dalam Akuarium Dengan Lantai Ganda, Serta Penerapan Sistem Resirkulasi”
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ....................................................................................................ii DAFTAR ISI.....................................................................................................vi DAFTAR TABEL ..........................................................................................viii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................x I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1 1.1 Latar belakang.........................................................................................1 1.2 Tujuan .....................................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3 2.1 Distribusi dan Habitat Lobster Air Tawar...............................................3 2.2 Makanan..................................................................................................4 2.3 Sifat Lobster Air Tawar...................................…....................................5 2.4 Produksi Biomassa Lobster Air Tawar ...................................................6 2.5 Padat Penebaran ......................................................................................7 2.6 Pertumbuhan ...........................................................................................8 2.7 Kualitas Air .............................................................................................9 2.8 Sistem Resirkulasi.................................................................................10 III. METODOLOGI .......................................................................................12 3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................12 3.2 Bahan dan Alat......................................................................................12 3.2.1 Wadah Budidaya .........................................................................12 3.2.2 Instalasi Resirkulasi ....................................................................13 3.2.3 Biota Uji ......................................................................................14 3.2.4 Pakan ...........................................................................................14 3.3 Metoda Penelitian .................................................................................15 3.3.1 Rancangan Percobaan ..................................................................15 3.3.2 Pelaksanaan Penelitian .................................................................16 3.3.2.1 Persiapan Resirkulasi .......................................................16 3.3.2.2 Penebaran Benih...............................................................16 3.3.2.3 Pemberian Pakan..............................................................17 3.3.2.4 Pengelolaan Kualitas Air..................................................17 3.4 Parameter Yang Diamati .......................................................................17 3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup ......................................................17 3.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak dan Laju Pertumbuhan.................18 3.4.3 Frekuensi Ganti Kulit...................................................................18 3.4.4 Efisiensi Pakan .............................................................................19 3.4.5 Koefisien Keragaman...................................................................19 3.4.6 Produksi .......................................................................................19 3.4.7 Kualitas Air ..................................................................................20
3.5 Analisis Data .........................................................................................21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................24 4.1 Hasil ......................................................................................................24 4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup ......................................................24 4.1.2 Laju Pertumbuhan Harian ............................................................25 4.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak ......................................................26 4.1.4 Frekuensi Molting ........................................................................28 4.1.5 Efisiensi Pakan .............................................................................28 4.1.6 Produksi .......................................................................................29 4.1.7 Koefisien Keragaman...................................................................29 4.1.8 Kualitas Air ..................................................................................30 4.2 Pembahasan...........................................................................................32 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................37 5.1 Kesimpulan ...........................................................................................37 5.2 Saran......................................................................................................37 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................38 LAMPIRAN.....................................................................................................41
DAFTAR TABEL Halaman 1. komposisi pakan remah...............................................................................14 2. Kualitas air pada media pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus yang diamati .....................................................................20 3. TSR (Tabel Sidik Ragam) ..........................................................................22 4. Frekuensi molting (kali) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ...............................................................28 5. Kualitas air pada masing-masing perlakuan ...............................................31 6. Hasil analisis ragam pada berbagai kepadatan didalam akuarium dengan bidang dua lantai dan sistem resirkulasi .........................................35
DAFTAR GAMBAR 1.
Halaman Cherax quadricarinus ..................................................................................4
2.
Akuarium lantai ganda tampak samping....................................................13
3.
Tingkat kelangsungan hidup rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatusyang dipelihara dengan berbagai kepadatan.....................24
4.
Tingkat kelangsungan hidup Cherax quadricarinatus yangdipelihara dengan berbagai kepadatan ..........................................................................25
5. Bobot rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan ..........................................................................25 6.
Laju Pertumbuhan Spesifik Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan ..........................................................................26
7. Panjang rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan ..........................................................................27 8. Pertumbuhan Panjang Mutlak Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan ..........................................................................27 9. Efisiensi pakan Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan .....................................................................................................28 10. Produksi Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan .....................................................................................................29 11. Koefisien keragaman Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan.......................................................................................30 12. Grafik konsentrasi oksigen terlarut pada setiap wadah berdasarkan waktu ............................................................................................................30 13. Grafik konsentrasi total ammoniak nitrogen pada setiap wadah berdasarkan waktu........................................................................................31
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Denah Tata Letak Akuarium dan Instalasi Resirkulasi...............................42 2. Jumlah populasi Cherax quadricarinatus (ekor) yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran............................................................................43 3. Tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ............................................43 4. Tabel Sidik Ragam Tingkat kelangsungan hidup (ekor) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran..........43 5. Tabel Uji Lanjut beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) Tingkat kelangsungan hidup (ekor) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran...........................................................................................44 6. Pertumbuhan berat rata-rata (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ..............................................45 7. Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ...............................................................45 8. Tabel Sidik Ragam Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran..........46 9. Pertumbuhan panjang rata-rata (cm) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ..............................................46 10. Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ..............................................47 11. Tabel Sidik Ragam Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran..........47 12. Efisiensi pakan (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran............................................................................47 13. Tabel Sidik Ragam Efisiensi pakan (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ..............................................47 14. Produksi (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran............................................................................48
15. Tabel Sidik Ragam Produksi (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ..............................................48 16. Tabel Uji Lanjut beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) Produksi (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ....................................................................................................48 17. Koefisien Keragaman (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ...............................................................49 18. Tabel Sidik Ragam (TSR) Koefisien keragaman (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran..........49 19. Tabel Uji Lanjut beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) Koefisien keragaman (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran ....................................................................................................49 20. Kualitas air pemeliharaan Cherax quadricarinatus ..................................50
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cherax quadricarinatus merupakan jenis lobster air tawar yang berasal dari Australia (Rouse, 1997). Lobster ini memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan lobster air tawar lainnya, salah satu diantaranya adalah dapat mencapai bobot 400-600 gram dalam usia dua tahun dan mencapai ukuran pasar (70-100 gram) dalam usia 6-7 bulan (Tanribali, 2007). Selain itu juga lobster air tawar merupakan komoditas perikanan yang mulai banyak diminati oleh masyarakat, selain untuk konsumsi juga sebagai ikan hias akuarium. Namun, masyarakat lebih mengenal lobster air tawar sebagai udang konsumsi yang memiliki cita rasa yang lebih gurih dan lezat. Di Indonesia potensi areal budidaya lobster air tawar belum dimanfaatkan secara optimal, padahal iklim di Indonesia sesuai untuk pertumbuhan lobster air tawar. Hal ini dapat dilihat dari daerah penyebaran lobster ini yang masih terbatas, yaitu di Jabodetabek (Jakarta, Tanggerang, Depok, Bekasi, Bogor), dan di Jawa Tengah dan sekitarnya (Prayugo dan Lukito, 2007). Selain itu komoditas ini juga bernilai ekonomi tinggi karena pembudidayaan lobster belum berkembang. Pada tahun 2004/2005 kebutuhan pasar di Eropa dan Asia Tenggara akan lobster air tawar dapat mencapai 1.589 ton (Prayugo dan Lukito, 2007). Hal tersebut akan terus meningkat dari tahun ke tahun namun produksinya belum dapat mengimbangi permintaan tersebut. Salah satu kendalanya adalah keterbatasan benih yang disebabkan produktivitas pendederan masih rendah. Dewasa ini upaya peningkatan produktivitas pendederan dilakukan melalui pemeliharaan intensif di akuarium-akuarium. Pada pendederan tersebut benih dipelihara dalam kepadatan tinggi. Keadaan ini sering kali diikuti dengan kematian yang tinggi dan pertumbuhan yang rendah sebagai akibat dari peningkatan pemangsaan terhadap sesamanya, perilaku lobster yang makin agresif, serta kualitas air yang menurun akibat penumpukan bahan organik berupa feses dan sisa pakan. Upaya peningkatan produktivitas pendederan telah dilakukan oleh Tanribali (2007) yang memelihara ikan dari padat penebaran 50 ekor/m2 hinga
150 ekor/m2. Hasil yang terbaik dicapai pada padat penebaran 100 ekor/m2. Pada kepadatan yang lebih tinggi diikuti dengan penurunan laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup. Akan tetapi kualitas air pada kepadatan tersebut masih dapat ditolerir oleh lobster untuk hidup maupun tumbuh sehingga membuka peluang untuk dapat lebih meningkatkan produktivitas pendederan melalui kepadatan yang tinggi. Dengan demikian untuk meningkatan produktifitas dari kepadatan 100 2
ekor/m
dengan
cara,
yaitu
memperluas
ruang
gerak
lobster
dengan
memanfaatkan bidang melalui dua lantai. Sementara upaya untuk pencegahan penurunan
kualitas
air
adalah
menggunakan
sistem
resirkulasi
yang
memungkinkan adanya efisiensi penggunaan air dan pengelolaan kualitas air sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan yang terkontrol.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan produktifitas pendederan dengan berbagai padat penebaran melalui pemeliharaan benih di dalam akuarium dengan bidang dua lantai, serta penerapan pemeliharaan dengan sistem resirkulasi.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Distribusi dan Habitat Lobster Air Tawar Jenis lobster air tawar terdiri atas famili Astacidae yang terdapat di belahan bumi utara, dan famili Parastacidae yang terdapat di belahan bumi selatan (Olszewski, 1980). Riek (1968) mengatakan bahwa jenis-jenis Parasticidae yang terdiri 14 genus tersebar di belahan bumi selatan yaitu, Madagaskar, Tasmania, Australia, Selandia Baru, Irian dan Amerika Serikat. Holthius (1949) mengatakan bahwa penyebaran lobster hanya pada daerah tertentu saja yakni Australia, Irian dan pulau-pulau sekitarnya. Dari beberapa spesies lobster yang ada di Australia terdapat tiga spesies yang sedang digalakkan pembudidayaannya yaitu, Cherax tenuimanus (marron), Cherax destruktor (yabbie) dan Cherax quadricarinus (red claw) (Merrick, 1993). Menurut Rouse (1997) habitat alami dari red claw adalah wilayah tropis Australia bagian utara yaitu di sungai air deras, danau pada daerah queensland, serta pada daerah timur laut queensland. Diluar Australia hanya di temukan di Tenggara Papua New Guinea (Anonimus, 2006). Pada habitat asalnya, lobster ini suka berdiam diri di sela-sela bebatuan di dasar sungai yang berfungsi sebagai tempat pelindungan dari cahaya matahari yang berlebihan dan menghindari dari predator. Selain itu habitatnya di danau, rawa atau sungai yang berlokasi di daerah pegunungan (Jones, 1990). Di samping itu dalam melaksanakan siklus hidup lobster ini memiliki ciri-ciri khusus pada habitatnya yaitu tepi relatif dangkal dilengkapi dasar yang terdiri dari campuran lumpur, pasir dan batuan. Frost (1975) melaporkan bahwa lobster di Australia hidup pada kedalaman kurang dari 0,8 m menyebabkan kematian karena perubahan suhu selama musim panas. Bardach et al, (1972) menyatakan perubahan suhu optimum lobster adalah pada kisaran suhu 21-29 0C. Sedangkan pada suhu yang terlalu rendah atau tinggi akan mengganggu pertumbuhan dan cenderung lobster akan membenamkan diri dalam lumpur atau menjadi tidak aktif. Cherax quadricarinus dapat disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Cherax quadricarinus 2.2 Makanan Menurut Jones (1990), lobster air tawar merupakan pemakan oportunis, terutama sisa-sisa tumbuhan (serasah) dan koloni mikroba yang banyak ditemukan di dasar kolam. Di habitat asalnya lobster ini memakan pakan hewani seperti cacing sutera, cacing air, cacing tanah, memangsa hewan hidup lain dari kelompok udang, dan plankton. Selain itu lobster ini juga memakan pakan nabati seperti lumut, umbi-umbian, biji-bjian, tumbuhan dan selada air. Maka lobster ini memiliki sifat omnivora (Merrick, 1993). Selain pakan alami segar, ternyata lobster air tawar juga menyukai pakan buatan. Macam-macam pakan buatan yaitu pellet, remah, tepung kasar, tepung halus dan waver (Prayugo dan Lukito, 2007). Beberapa studi menunjukan bahwa penggunaan pelet kormesil dapat memberikan hasil yang memuaskan. Standar kandungan protein dalam pakan yang diberikan pada lobster memiliki optimum 35-40%. Selain itu menurut Holdich dan Lowery (1988) tingkat pemberian pakan untuk pemeliharaan lobster air tawar berkisar 1-4%, dengan tingkat pemberian tertinggi untuk pemeliharaan benih. Thompson et al. (2004) yang melakukan penelitian pengaruh variasi protein pakan pada red claw (berat rata-rata 4,6 g) selama 117 hari memberi pakan sebanyak 10 % biomassa lobster redclaw pada dua minggu pertama. Jumlah ini dievaluasi setiap minggu dan menurun hingga 4% pada dua minggu terakhir penelitian. Sementara menurut penelitian Tanribali (2007) pemberian pakan remah dengan kandungan protein 33% sebanyak 4% perhari pada lobster berukuran 2,71 + 0,13 cm menghasilkan laju pertumbuhan 4,15%. Sedangkan pada penelitian Alamsyah (2005) pemberian pakan dengan kandungan protein diatas 40% sebanyak 7% perhari pada lobster berukuran + 2 inci menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 2,24%. Serta pada penelitian Irawan (2007) lobster air
tawar berukuran 6,02 + 0,13 cm membutuhkan pakan dengan kandungan protein sebesar 25,65%. Maka pada penelitian ini pakan yang digunakan adalah pakan remah dengan kandungan protein 33% sebanyak 4% perhari.
2.3 Sifat Lobster Air Tawar Lobster air tawar termasuk hewan yang memiliki sifat kanibalisme yaitu, suatu sifat yang suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat ini mulai muncul sejak lobster masih kecil. Menurut Rouse (1997) pada fase juvenil lobster sering menunjukan sifat agresif yang tinggi dan berprilaku kanibal. Hal ini sejalan dengan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) sukabumi yang pernah melakukan pemeliharaan benih lobster yang berumur 14 hari dengan padat penebaran 75 ekor/m2 dan setelah satu bulan pemeliharaan memberikan tingkat kelangsungan hidup sebesar 51% (Nilamsari, 2007). Sifat kanibal ini akan lebih nyata terjadi pada saat tidak tersedia pakan yang memadai dan menyebabkan kematian. Menurut Royce (1973) menyatakan bahwa mortalitas dipengaruhi faktor dalam dan faktor luar. Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tinggi jumlah populasi dalam ruang gerak yang sama, dan kurangnya makanan yang tesedia. Sedangkan faktor dalam dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan. Selain itu sifat kanibal biasanya muncul pada lobster yang tidak melakukan pergantian kulit terhadap lobster yang sedang ganti kulit. Sifat kanibal ini juga muncul saat lobster lain dalam keadaan lemah karena sakit atau sedang pergantian kulit (moulting). Menurut Jones (1990) kemugkinan pemicu munculnya sifat kanibal saat ada lobster yang sedang ganti kulit adalah aroma yang ditimbulkan dari zat kalsium yang dikeluarkan lobster saat proses ganti kulit sehingga memancing lobster lain untuk memangsanya. Agar tidak dimakan oleh kerabatnya, biasanya media pemeliharaan harus dilengkapi dengan tempat-tempat yang dapat digunakan lobster untuk bersembunyi dan meminimalisir sifat saling memakan antar sesama lobster perlu diperhatikan tingkat padat penebaran pada media pemeliharaan. Selain itu lobster juga memiliki sifat lain yaitu moulting dan gagal moulting. Moulting atau ganti kulit merupakan proses alamiah yang terjadi pada
lobster air tawar dimana proses pergantian cangkang ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan keadaan ini yang akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium (Wickins dan lee, 2002). Semakin baik pertumbuhannya, semakin sering lobster berganti. Saat terjadi molting cangkang merupakan saat rawan bagi lobster karena ketika kulitnya terlepas tubuh yang ada didalamnya tidak memiliki pelindung lagi. Menurut holdich dan Lowery (1988) proses pembentukan cangkang pada lobster membutuhkan bahan beberapa kalsium, proses ini terjadi setelah pelepasan cangkang lama dilakukan. Selain itu Gao dan Wheatly (2004) menambahkan bahwa dalam pembentukan cangkang akan terjadi mineralisasi selaput baru menggunakan kalsium yang diserap dari lingkungan perairan. Menurut Wickins dan Lee (2002) mineralisasi kulit baru dipengaruhi oleh ketersediaan ion tertentu (seperti kalsium dan bikarbonat) dalam lingkungan perairan dan makanan yang dikonsumsinya. Holdich dan Lowery (1988) menyatakan bahwa setiap molting lobster kehilangan lebih dari 90% kalsium yang berasal dari eksoskeleton, akibatnya cherax menyerap kalsium dari makanan dan air tempat tinggalnya. Toleransi terendah ion kalsium untuk lobster ialah 5mg/1 CaCO3. Selain untuk keperluan pertumbuhan tubuh, moulting juga berfungsi merangsang pematangan gonad dan mengganti bagian-bagian tubuh yang cacat. Sedangkan gagal moulting merupakan proses pergantian cangkang yang tidak sempurna karena kurang mineralisasi pada kulit baru dan adanya hormon MIH (Moult inhibiting hormone) berfungsi penghambat moulting yang diakibatkan perubahan lingkungan yang ekstrim, serta ganguan dari lobster lain.
2.4 Produksi Biomassa Lobster Produksi suatu biomassa di dalam budidaya lobster diartikan sebagai pertambahan bobot total lobster yang dicapai selama masa pemeliharaan. Besarnya produksi bergantung kepada besar kecilnya tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan lobster yang dipelihara, makin besar jumlah lobster yang hidup dan tertangkap sewaktu panen dan makin besar ukuran bobot individunya maka
akan semakin tinggi produksi yang dicapai (Cholik,1988 dalam Syafiuddin, 2000). Produksi biomassa yang dapat dicapai dalam suatu usaha budidaya sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan faktor lingkungan. Pengendalian ini ditunjukan untuk mempercepat pertumbuhan individu dan meningkatkan derajat kelangsungan hidup. Harris (1988) dalam Syafiuddin (2000) mengatakan bahwa peningkatkan produksi lobster hanya akan diperoleh dengan segala upaya yang ditunjukan pada mendapatkan lobster yang sebanyak-banyaknya dengan ukuran rata-rata individu yang sebesar-besarnya pada saat panen. Dengan perkataan lain, peningkatkan produksi suatu unit luasan areal untuk suatu kurun waktu pemeliharaan harus diiringi dengan upaya-upaya mempertahankan tingkat kelangsungan hidup dan kemampuan tumbuh yang maksimal. Menurut Hickling (1971) dalam Syafiuddin (2000), produksi budidaya ikan yang baik antara lain disebabkan oleh pertumbuhan yang baik pula. Produksi ini dipengaruhi oleh produktivitas perairan, ukuran yang di tanam, lama masa pemeliharaan dan padat penebarannya. Kualitas air yang optimal akan sangat membantu dan mempengaruhi produksi ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa dengan padat penebaran yang tinggi akan didapatkan produksi tinggi pula, tetapi bobot individu adalah kecil. Sebaliknya dengan padat penebaran yang rendah akan didapatkan produksi yang rendah pula, tetapi bobot individu adalah besar. Hal ini sejalan dengan penelitian
Nilamsari (2007) benih berukuran 2,46 cm yang
dipelihara dengan kepadatan 70 ekor/m2 didapatkan produksi sebesar 7,58 + 1,42 gram dan bobot rata-rata sebesar1,33 gram, sedangkan pada padat penebaran 40 ekor/m2 didapatkan produksi sebesar 7,36 + 1,24 gram dan bobot rata-rata sebesar 1,65 gram.
2.5 Padat Penebaran Padat penebaran ikan adalah jumlah atau biomassa ikan yang ditebar per satuan luas atau volume media pemeliharaan. Peningkatan padat penebaran dapat dilakukan sampai batas tertentu. Batas tersebut berbeda tergantung pada jenis ikan yang dibudidayakan, yaitu berdasarkan umur dan ukuran masing-masing individu serta metode atau sistem budidaya yang digunakan
(Huet, 1994). Selain itu
peningkatan kepadatan ikan dapat menyebabkan menurunnya bobot rata-rata, efisiensi pakan dan kelangsungan hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat Sticney (1979) peningkatan kepadatan ikan dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang timbul, seperti serangan penyakit, memburuknya kualitas air, terjadinya kompetisi dalam mengambil pakan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanibalisme. Besarnya populasi ikan yang terdapat di dalam suatu perairan ditentukan oleh ketersediaan makanan, disamping dipengaruhi oleh keberhasilan reproduksi ikan tersebut (Hepher, 1978). Makanan yang telah dimanfaatkan oleh ikan akan mempengaruhi sisa persediaan di perairan tersebut, begitu pula sebaliknya, sisa makanan akan mempengaruhi pertumbuhan ikan (Effendie, 1997). Pada kondisi kepadatan ikan makin tinggi, maka ketersediaan pakan dan oksigen untuk setiap individu makin berkurang, sedangkan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan makin tinggi. Jika faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan maka peningkatan kepadatan akan mungkin dilakukan tanpa menurunkan laju pertumbuhan ikan (Hepher, 1978). Pada penelitian Tanribali (2007) padat penebaran yang dilakukan sebanyak 100 ekor/m2 pada benih berukuran 2,73 + 0,13 cm selama 40 hari pemeliharaan didapatkan kelangsungan hidup 75,56 + 6,94% dengan laju pertumbuhan sebesar 4,01 + 0,06%. Sedangkan penelitian Nilamsari (2007) pada padat penebaran dilakukan sebanyak 40 ekor/m2 didapatkan kelangsungan hidup sebesar 85,71% dan laju pertumbuhan harian sebesar 3,86%.
2.6 Pertumbuhan Menurut Effendie (1979) pertumbuhan merupakan perubahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu. Selain itu Effendie (1979) menyatakan pula bahwa pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi. Pertumbuhan mutlak didefinisikan sebagai ukuran rata-rata ikan pada umur tertentu, sedangkan pertumbuhan nisbi didefuinisikan sebagai panjang atau berat yang dicapai dalam satu periode waktu tertentu yang dihubungkan dengan panjang atau berat pada awal periode tersebut. Menurut effendie (1997) pertumbuhan dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu, faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis serta faktor eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu, komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air, dan ketersedian pakan. Proses pertumbuhan pada bangsa crustacea menurut Asbar (1994) adalah : 1. crustacea berganti kulit dengan melepaskan diri dari kulit luarnya yang keras, 2. air diserap sehingga ukuran udang menjadi lebih besar, 3. kulit luar yang baru tumbuh, 4. secara bertahap diganti oleh jaringan baru. Menurut Holdich dan Lowery (1988) pertumbuhan crustase adalah pertambahan berat dan panjang tubuh yang terjadi secara berkala saat setelah pergantian kulit (molting). Jadi pertambahan bobot dan panjang tubuh tidak akan terjadi tanpa didahului proses molting. Frekuensi ganti kulit udang tergantung pada umur dan makanan, yaitu jumlah dan mutu makanan yang diserap. Udang fase juvenil lebih sering mengadakan pergantian kulit daripada udang tua. Udang yang makanannya berkualitas baik dalam jumlah yang banyak akan lebih cepat mengalami pergantian kulit daripada makanannya sedikit ataupun yang kualitasnya kurang baik (Ling, 1976). Menurut Merrick (1993) frekuensi ganti kulit pada lobster berkurang sejalan dengan bertambahnya umur. Frekuensi ganti kulit pada juvenil terjadi satu kali setiap 10 hari, pada pra-dewasa antar 4-5 kali/tahun dan pada lobster dewasa 1-2 kali/tahun. Pertumbuhan lobster dipengaruhi oleh kepadatan. Hasil penelitian Nilamsari (2007) pada pemeliharaan lobster dengan penggantian media pemeliharaan menunjukan bahwa peningkatan kepadatan dari 40 ekor/m2 hingga 70 ekor/m2 diikuti dengan penurunan laju pertumbuhan harian, yaitu 3,86% menjadi 2,99%/hari. Sedangkan pada penelitian Tanribali (2007) pada pemeliharaan lobster dengan sistem resirkulasi menunjukan bahwa peningkatan kepadatan dari 50 ekor/m2 hingga 150 ekor/m2 diikuti dengan penurunan laju pertumbuhan harian yaitu 4,19% menjadi 3,29%.
2.7 Kualitas Air Salah satu faktor terpenting yang patut diperhatikan dalam pemeliharaan organisme akuatik adalah kualitas air. Menurut Swingle (1968) beberapa peubah
fisika dan kima yang dapat mempengaruhi suhu, oksigen terlarut, pH, alkalinitas, amoniak, dan kesadahan. Menurut Holdich dan Lowery (1988) lobster jenis red claw akan mengalmi pertumbuhan terbaik pada suhu 24-29 oC. Kondisi kualitas air untuk jenis cherax red claw meliputi : oksigen terlarut (> 1 ppm), kesadahan dan alkalinitas (20-300 ppm) dan pH (6.5-9). Lobster jenis red claw dewasa menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap kadar oksigen terlarut yang rendah. Lebih lanjut Rouse (1997) menyatakan bahwa lobster jenis red claw juga toleran terhadap konsentrasi amonia yang terionisasi sampai 1.0 ppm dan nitrit sampai 0.5 ppm. Hal ini sejalan dengan penelitian Tanribali (2007) benih lobster akan mengalami pertumbuhan terbaik pada suhu 25,9-27 0C. Kondisi kualitas air untuk benih lobster meliputi : DO (6,38-6,75 ppm), kesadahan dan alkalinitas (27,88 - 41,04 ppm dan 27,94 – 39,63 ppm). Selain itu benih lobster toleran terhadap konsentrasi amoniak sampai 0,0034 ppm dan nitrit 0,0067 ppm.
2.8 Sistem resirkulasi Sistem budidaya perairan secara luas dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu, sistem aliran terbuka dan sistem aliran tertutup (resirkulasi). Pada sistem aliran terbuka, air yang digunakan melewati wadah budidaya hanya satu kali dan pada sistem resirkulasi air kotor dari wadah budidaya dipakai kembali setelah difilter ( Ng et al. 1992). Sistem resirkulasi sebagai budidaya perairan yang intensif merupakan suatu alternatif yang menarik untuk dipergunakan di daerah yang memiliki sumberdaya air dan lahan terbatas ( Ng et al. 1992). Selain itu sistem ini bukan hanya untuk konservasi air, tetapi juga dapat mengurangi polutan yang diterima perairan dan memudahkan peningkatan produksi ikan bila dikelola dan dirancang secara tepat karena lingkungannya yang terkontrol. Dalam sistem resirkulasi pada intinya terjadi dua proses yaitu, produksi limbah dan pengelolaan limbah. Prinsip kerja resirkulasi adalah memindahkan limbah dari wadah budidaya dan mengembalikan media ke dalam wadah dengan mutu mendekati semula walaupun tidak seluruh limbah dapat dihilangkan dari
media. Komponen sistem resirkulasi terdiri dari wadah pemeliharaan, filter mekanik, filter biologis, filter kimia, pompa, dan wadah penampungan. Dari berbagai filter yang digunakan dalam sistem resirkulasi adalah filter biologis yang paling penting (Spotte, 1970). Filter biologis didefinisikan sebagai alat untuk mineralisasi senyawa organik melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi oleh bakteri yang tersuspensi dalam air yang menempel pada butiran-butiran filter. Filter biologis dirancang bukan hanya untuk menghilangkan bahan padatan, tetapi lebih dari itu filter biologis dapat menghilangkan bahan terlarut dalam air yang paling penting yaitu berfungsi untuk mengubah bahan-bahan dalam bentuk yang berbahaya seperti amoniak ke dalam bentuk yang tidak berbahaya seperti nitrat (Landau, 1992). Pemeliharaan lobster dapat dipelihara dalam media yang secara berkala diperbaiki kualitasnya lewat pergantian air atau lewat resirkulasi. Nilamsari (2007) memelihara lobster lewat pergantian air menunjukan bahwa peningkatan kepadatan dari 40 ekor/m2 hingga 70 ekor/m2 diperoleh hasil terbaik pada kepadatan 40 e/m2 dengan tingkat kelangsungan hidup 74,36 % hingga 85,71 %; sedangkan pada penelitian Tanribali (2007) yang menggunakan instalasi resirkulasi memperlihatkan bahwa peningkatan kepadatan dari 50 ekor/m2 hingga 150 ekor/m2 diperoleh hasil terbaik pada kepadatan 100 e/m2 dengan tingkat kelangsungan hidup 68,12 % hingga 75,56 %.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Juli sampai dengan tanggal 25 Agustus 2007 pendederan lobster dilakukan di Teaching Farm Budidaya Perairan. Sedangkan pemeriksaan kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Wadah Budidaya Pemeliharaan lobster dilakukan di dalam dua macam akuarium. Akuarium pertama, berupa akuarium yang biasa dengan ukuram akuarium (50 x 30 x 25) cm3. Akuarium ini berjumlah 3 buah untuk pendederan ikan sebagai kontrol. Akuarium kedua, berupa akurium yang dimodifikasi hingga memiliki ruang untuk pemeliharaan lobster dan untuk outlet. Ruang pemeliharaan lobster terdiri dari dua lantai dengan jarak antar lantai 10 cm dan ukuran masing-masing lantai adalah (40 x 30) cm2. ruang pemeliharaan ini dilengkapi pula dengan shelter yang tersusun dari plastik gelombang. Ruang outlet merupakan tempat selang outlet berada. Dengan adanya ruang ini air dari ruang pemeliharaan dapat keluar menuju saluran pembuangan dan lobster tidak terbawa aliran air yang keluar. Ruang outlet dengan ruang pemeliharaan dibatasi dengan sekat berupa kasa alumunium sehingga air dari inlet menuju outlet bisa melewati sekat. Jarak sekat dari sisi akuarium 10 cm. Akuarium ini berjumlah 9 buah. Akuarium-akuarium ini dilengkapi dengan inlet dan outlet yang memungkinkan air di dalam akuarium mengalir terus menerus. Untuk mempertahankan agar kualitas air senantiasa baik akuarium-akuarium ini dihubungkan dengan instalasi resirkulasi. Pergerakan air dari instalasi resirkulasi ke masing-masing akuarium menggunakan pompa. Informasi lengkap mengenai akuarium dengan lantai ganda dapat dilihat pada Gambar 2.
B
E I
A G
D F
C K L
H J M
Gambar 2. Akuarium dengan lantai ganda tampak samping Keterangan : A = Akuarium (50 x 30 x 25) cm3 B = Pipa PVC berukuran ¾ inci sebagai tempat pemberian pakan dan aliran masuk C = Panjang lantai bagian bawah berupa dasar akuarium 40 cm D = Lantai bagian atas berupa asbes dengan ukuran (40 x 30) cm2 E = Sekat dengan ukuran (33 x 30) cm2 F = Jarak antar lantai 10 cm G = Kaca penyangga dengan ukuran (2 x 2) cm2 H = Jarak sekat dari sisi akuarium 10 cm I = Selang outlet J = Saluran outlet K = Saluran Inlet L = Saluran Inlet berupa Pipa PVC berukuran ¾ inci M = Instalasi resirkulasi
3.2.2 Instalasi Resirkulasi Instalasi resirkulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium dengan satu lantai, akuarium dengan dua lantai, filter fisik, filter biologis, filter kimia, serta tempat penyaluran air berupa pipa dan talang air. Akuarium dengan satu lantai sebanyak 3 buah dan akuarium dengan dua lantai sebanyak 9 buah dipadukan dengan instalasi resirkulasi. Tiap akuarium diisi air dengan ketinggian 20 cm. Air kotor dari akuarium mengalir ke instalasi resirkulasi melaui talang air yang selanjutnya melewati filter fisik berupa busa agar kotoran dapat tersaring. Air yang telah disaring selanjutnya mengalir ke
dalam filter kimia dan filter biologi. Filter kimia berisi batu zeolit sebanyak 20 kg, sedangkan filter biologi berisi biobol sebanyak 150 buah dan batu kerikil besar sebagai tempat menempelnya bakteri yang berperan dalam proses nitrifikasi dan minerallisasi bahan-bahan buangan yang berbahaya dari hasil metabolisme lobster sebanyak 20 kg. Selanjutnya air mengalir ke dalam tandon. Setelah mengalami filtrasi air tandon dialirkan kembali ke akuarium sebanyak 0,017 l/detik dan kelebihannya kembali ke instalasi resirkulasi dengan menggunakan pompa. Selama pemeliharaan, outlet pada akuarium dibersihkan secara berkala agar tidak terjadi penyumbatan. Selain itu filter fisik diganti dengan yang baru setiap sepuluh hari sekali. Tata letak akuarium dan instalasi resirkulasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.3 Biota Uji Lobster air tawar yang digunakan berasal dari Firman Fish Farm, DepokJakarta. Lobster tersebut berumur satu bulan dengan panjang rata-rata berkisar antara 2,67-2,78 cm dan bobot rata-rata berkisar antara 0,62-0,76 gram.
3.2.4 Pakan Selama masa pemeliharaan lobster diberi pakan buatan berupa pakan remah. Kandungan nutrien yang terdapat pada pelet di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. komposisi pakan remah Jenis Nutrien
Kandungan (%)
Kadar protein
33
Kadar lemak
6
Kadar air
11
Kadar abu
13
Serat kasar
4
Sumber : Label data pakan remah Manggalindo
3.3 Metode Peneilitian 3.3.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masing-masing dilakukan dalam tiga kali ulangan, yaitu: 1. Perlakuan dengan padat penebaran 100 ekor/m2/lantai atau 0,5 ekor/l sebagai kontrol 2. Perlakuan dengan padat tebar 200 ekor/m2/dua lantai atau 1 ekor/l 3. Perlakuan dengan padat tebar 300 ekor/m2/dua lantai atau 1,5 ekor/l 4. Perlakuan dengan padat tebar 400 ekor/m2/dua lantai atau 2 ekor/l Pada akuarium dengan lantai ganda masing-masing lantai terdapat padat penebaran antara 100 ekor/m2 hingga 200 ekor/m2. Sedangkan pada akuarium dengan lantai tunggal terdapat padat penebaran 100 ekor/m2. Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan dalam penelitian karena satuan percobaan dalam penelitian ini adalah bersifat homogen yaitu urutan pengulangan dalam perlakuan tidak akan menyebabkan hasil yang berbeda. Sedangkan pada padat penebaran diatas dipilih sebagai perlakuan didasari oleh hasil penelitian Tanribali (2007) yang menunjukan bahwa pada pendederan yang dipelihara dalam media berganti terus menerus (resirkulasi) kepadatan terbaik adalah 100 ekor/m2. walupun demikian hingga kepadatan 150 ekor/m2 kualitas air masih baik untuk hidup maupun tumbuh sehingga membuka peluang lebih padat melalui pemanfaatan ruang dengan dua lantai. Penempatan akurium uji dilakukan secara acak pada Lampiran 1.
Model percobaan yang digunakan yaitu : Yịj = µ + τí + εij (Steel dan Torrie, 1991) Keterangan : Yịj
= Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Nilai tengah umum
τí
= Pengaruh perlakuan ke-i = 1,2,3,...n
εij
= Pengaruh galat hasil percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i
= banyaknya padat penebaran
j
= banyaknya ulangan
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian 3.3.2.1 Persiapan Resirkulasi Setelah instalasi resirkulasi terpasang, selanjutnya sistem budidaya resirkulasi dijalankan melalui kegiatan aktivasi biofilter. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengalirkan air yang diperkaya nitrogennya dengan menambahkan air kolam pada akuarium ke instalasi resirkulasi selama dua minggu agar terjadi pertumbuhan mikroba pada biofilter. Selanjutnya debit air diatur agar aliran airnya stabil pada sistem budidaya resirkulasi dan menambahkan volume air yang hilang akibat penguapan.
3.3.2.2 Penebaran Benih Penebaran benih lobster air tawar dilakukan dua minggu setelah instalasi resirkulasi diaktifkan. Sebelum ditebar panjang dan bobot benih lobster pada masing-masing akuarium diukur. Selanjutnya benih di aklimatisasikan dengan kondisi air didalam akuarium selama 15 menit. Jumlah benih yang ditebar disesuaikan dengan perlakuan yaitu 0,5 ekor/l hingga 2 ekor/l. Penebaran benih lobster dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB.
3.3.2.3 Pemberian Pakan Selama pemeliharaan benih lobster air tawar diberi pakan remah sebanyak 4% dari bobot biomassa lobster air tawar. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pagi hari pada pukul 07.00 – 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 17.00-18.00 WIB. Cara pemberian pakan pada akuarium dengan satu lantai adalah ditebar merata. Sedangkan pemberian pakan pada akuarium dengan dua lantai ada dua cara yaitu pertama pada lantai bagian atas pakan disebar merata, kedua pada lantai bagian bawah pakan dimasukkan melalui pipa bersamaan dengan aliran air menyebar merata.
3.3.2.4 Pengelolaan Air Selama pemeliharaan terjadi penguapan volume air yang diakibatkan oleh debit air dan proses nitrifikasi. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penambahan air yang sebelumnya diaerasi setiap satu minggu sekali dengan penambahan 10 l. Selanjutnya dilakukan penyiponan setiap sepuluh hari sekali dan lamanya penyiponan 30 menit. Kemudia kualitas air dilakukan pengukuran sepuluh hari sekali. Kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, Oksigen terlarut (DO), alkalinitas, kesadahan, nitrit dan amoniak. 3.4 Parameter Yang Diamati 3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Pengamatan jumlah lobster air tawar yang hidup dilakukan setiap sepuluh hari sekali dengan cara menghintung seluruh jumlah lobster air tawar yang masih hidup. Perhintungan tingkat kelangsungan hidup dilakukan dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979) : SR =
Ntx100% No
Keterangan : SR
= Kelangsungan Hidup (%)
Nt
= Jumlah lobster air tawar yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No
= Jumlah
lobster air tawar yang hidup pada awal penelitian (ekor)
3.4.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak dan Laju Pertumbuhan Harian Ukuran panjang adalah panjang total yakni antara ujung rostrum hingga ujung telson pada lobster air tawar. Pengukuran panjang total dilakukan sepuluh hari sekali dengan menggunakan mistar, pada seluruh lobster air tawar. Perhintungan pertumbuhan panjang mutlak dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979) : PM = PT – PO Keterangan : Pm
= Pertambahan panjang mutlak (cm)
Po
=
Panjang rata-rata individu pada hari ke-0 (cm)
Pt
=
Panjang rata-rata individu pada hari ke-t (cm)
Bobot total merupakan bobot tubuh lobster diukur dengan menimbang seluruh populasi setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan digital. Bobot individu (rata-rata) didapat dengan membagi bobot total dengan jumlah lobster. Pengukuran bobot individu dilakukan sepuluh hari sekali. Laju pertumbuhan harian dihitung dengan rumus :
α=
t
Wt Wo
-1
x 100 %
Keterangan : α
= Laju pertumbuhan harian (%)
Wt
= Bobot rata-rata akhir lobster air tawar (gr)
W0
= Bobot rata-rata awal lobster air tawar (gr)
T
= Lama pemeliharaan (hari)
( NRC, 1977)
3.4.3 Frekuensi Ganti Kulit Frekuensi ganti kulit merupakan jumlah ganti kulit yang dialami lobster dalam populasi perlakuan selama satu hari. Dalam percobaan ini dikumpulkan informasi mengenai waktu dan intensitas ganti kulit.
3.4.4 Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan selisih biomassa ikan pada saat penimbangan ditambah bobot lobster yang mati dengan biomassa awal dan dibandingkan dengan jumlah pakan yang telah diberikan sampai saat penimbangan (Zonneveld et al. 1991) dengan rumus : Ep =
Wt − Wo x 100% t
Keterangan : EP
= Efisiensi pakan (%)
Wt
= Biomassa pada saat akhir (gram)
Wo
= Biomassa pada saat awal (gram)
F
= Jumlah pakan (gram)
3.4.5 Koefisien Keragaman Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang lobster, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman. Kergaman nilai ini merupakan persentase dari simpangan baku panjang lobster contoh terhadap nilai tengahnya (Steel dan Torrie ,1991) dengan rumus : KK = ( S /
Y
) x 100 %
Keterangan : KK
= Koefisien keragaman
S
= Simpangan baku
Y
= Rata-rata perlakuan
3.4.6 Produksi Produksi merupakan selisih biomassa akhir dan biomassa awal dalam satu periode pemeliharaan. Nilai produksi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
P = Bt - Bo Keterangan : P
= Produksi (gram)
Bt
= Biomassa lobster pada akhir pemeliharaan (gram)
Bo
= Biomassa lobster pada awal pemeliharaan (gram)
Produksi penting di pendederan karena untuk menentukan hasil lobster yang lebih besar jika ukuran seragam.
3.4.7 Kualitas Air Kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, pH, Oksigen terlarut (DO), dan total amoniak nitrogen (TAN). Pengukuran suhu dilakukan secara invivo, sedangkan pengukuran pH, DO, TAN, kesadahan, dan alkanitas dianalisa terlebih dahulu dengan mengambil sampel air dengan menggunakan botol aqua yang telah disediakan. Analisa dilakukan di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengukuran dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Kualitas air pada media pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus yang diamati pada Tabel 2. Tabel 2. Kualitas air pada media pemeliharaan lobster air tawar Cherax quadricarinatus yang diamati Parameter Suhu (fisika) DO (fisika)
Satuan 0
Alat
C
Thermometer
mg/l
DOmeter
pH (kimia)
pHmeter
TAN (kimia)
mg/l
Spektofotometer
Kesadahan (kimia)
mg/l
Titratasi
Alkanitas (kimia)
mg/l
Titrasi
3.5 Analisa Data Data yang telah diperoleh dari pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Sebelum dianalisa datanya terlebih dahulu tentukan hipotesis yang diuji pada penelitian ini. Hipotesis yang perlu diuji untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah sebagai berikut : Ho : τí = 0 (Padat penebaran tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi). H1 : τí = 0 (Padat penebaran mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi). Selanjutnya data tersebut diolah dengan analisis ragam (Anova) pada Excell melalui tahap-tahap sebagai berikut : Tahap 1 Menghitung faktor koreksi (fk) pada RAL. Jika i adalah padat penebaran dan j adalah ulangan, maka : fk = (ΣY..)2 = (total nilai tiap pengamatan)2 ij
banyak pengamatan
Tahap 2 Menghitung JKT (jumlah kuadrat tengah) dan JKP (Jumlah kuadrat perlakuan) pada RAL. Jika i adalah padat penebaran dan j adalah ulangan, maka : JKT = ΣYij.2 - fk = jumlah kuadrat nilai pengamatan – faktor koreksi JKP = ΣYij.2 – fk = (jumlah rata-rata perlakuan dikuadrat) – fk j
banyaknya ulangan
Tahap 3 Menghitung jumlah kuadrat sisa (JKS) pada RAL. Jika i adalah padat penebaran dan j adalah ulangan, maka : JKS = JKT – JKP Tahap 4 Menghitung KT (kuadrat tengah) masing-masing sumber keragaman pada RAL melalui pembagian antar JK (jumlah kudrat) dan derajat bebas (db), yaitu : KTP = JKP = jumlah kuadrat perlakuan (i-1) banyak padat penebaran -1 KTS = JKS (i-1) (j-1) Tahap 5 Menghitung Fhit (perlakuan) dan F tabel (perlakuan) pada RAL, yaitu : Fhit (perlakuan) = KTP/KTS Ftabel (perlakuan) = FINV (0,05, dbP, dbS)
Tahap 6 Menyusun tabel sidik ragam (TSR) seperti tampak dalam Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. TSR (Tabel Sidik Ragam) Sumber Keragaman
db (derajat bebas) j -1
JK (jumlah kuadrat) JKP
KT (kuadrat tengah) KTP
Perlakuan Sisa Total
(i –1) (j –1) ij - 1
JKS JKT
KTS
Fhit
Ftabel
KTP/ KTS
FINV (0.05,dbP,dbS)
Tahap 7 Pengujian hipotesis adalah sebagai berikut : - Jika Fhit (p) > Ftabel maka tolak Ho dan terima H1 yang berarti berbagai kepadatan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi. - Jika Fhit (p) < Ftabel maka terima Ho dan tolak H1 yang berarti berbagai kepadatan
tidak
mempengaruhi
tingkat
kelangsungan
hidup,
pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi. Selanjutnya data dilakukan uji lanjut dengan mengunakan uji beda nyata terkecil (BNT). Uji BNT dapat dilakukan apabila data setelah diolah dengan analisis ragam menunjukan bahwa berbagai kepadatan memengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, eifisiensi pakan, koefisien keragaman, dan produksi. Adapun tahap – tahap dari uji BNT dengan menggunakan Excell adalah sebagai berikut : Tahap 1 Menghitung nilai tengah tiap perlakuan Tahap 2 Mengurutkan nilai tengah tiap perlakuan dari yang terkecil hingga terbesar Tahap 3 Menghitung selisih antara nilai tengah pada satu perlakuan dengan nilai nilai tengah perlakuan lainnya Tahap 4 Menghitung nilai BNTdari perlakuan dengan rumus sebagai berikut : BNT = tα (0.025,dbS)
2 KTS r
Tahap 5 Membandingkan antara nilai BNT dengan selisih nilai tengah perlakuan
Tahap 6 Jika selisih nilai tengah antar perlakuan lebih besar dari nilai BNT maka pengaruh signifikan Jika selisih nilai tengah antar perlakuan lebih kecil dari nilai BNT maka pengaruh tidak signifikan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Jumlah lobster yang hidup menurun sejalan dengan lamanya masa pemeliharaan. Jika pada awal pemeliharaan tingkat kelangsungan hidupnya 100%, setelah pemeliharaan selama 40 hari menurun menjadi 50-70.48 % (Lampiran 3, Gambar 3). Hasil penelitian menunjukan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup tersebut (P<0,05). Tingkat kelangsungan hidup tertinggi dicapai pada padat penebaran 1.5 ekor/l yang berbeda dengan kepadatan 1 ekor/l dan 2 ekor/l, tetapi tidak berbeda dengan kepadatan 0.5 ekor/l
Tingkat kelangsungan hidup (%)
(Lampiran 5, Gambar 4).
100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
Pemeliharaan (hari ke-)
0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Gambar 3. Tingkat kelangsungan hidup rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
70.48 + 4.37a
80 70
60 + 0.00a
52.17+7.53 b
0.5 ekor/l
1 ekor/l
50 + 7.84 b
60 50 40 30 20 10 0 1.5 ekor/l
2 ekor/l
Padat Penebaran
Gambar 4. Tingkat kelangsungan hidup Cherax quadricarinatus yangdipelihara dengan berbagai kepadatan 4.1.2 Laju Pertumbuhan Harian Setelah masa pemeliharaan selama 40 hari, berat rata-rata lobster meningkat seiring dengan bertambahnya waktu, yakni dari 0.62-0.76 gram menjadi 1.38-1.61 gram (Lampiran 6, Gambar 5). Pada akhir pengamatan berat rata-rata tertinggi dicapai pada perlakuan dengan padat penebaran 0.5 ekor/l yakni sebesar, 1.61 + 0.16 gram, sedangkan berat rata-rata terendah dicapai pada perlakuan dengan penebaran 2 ekor/l yakni sebesar 1.38 + 0.13 gram.
berat rata-rata (gram)
2 1.5 1 0.5 0 0
10
20
30
40
Pemeliharaan hari ke-
0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Gambar 5. Bobot rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan
Laju pertumbuhan harian yang diperoleh selama penelitian berkisar 2.362.90% (Lampiran 7, Gambar 6). Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan harian (P>0.05)
Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
(Lampiran 8). 4.00 3.50 3.00
2.57 + 0.79a
2.77 + 0.32a
2.90 + 0.11 a
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2.36 + 0.22a
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.5 ekor/l
2 ekor/l
Padat Penebaran
Gambar 6. Laju Pertumbuhan Spesifik Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan 4.1.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak Setelah masa pemeliharaan selama 40 hari, panjang rata-rata lobster meningkat seiring dengan bertambahnya waktu, yakni dari 2.67-2.73 cm menjadi 3.35-3.5 cm (Lampiran 9, Gambar 7). Pada akhir pengamatan panjang tertinggi dicapai pada perlakuan dengan padat penebaran 1 ekor/l yakni sebesar, 3.5 + 0.1 cm, sedangkan pajang terendah dicapai pada perlakuan dengan penebaran 2 ekor/l yakni sebesar 3.35 + 0.1 cm.
panjang rata-rata (cm)
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0
10
20
30
40
Pemeliharaan hari ke-
0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Gambar 7. Panjang rata-rata tiap sampling Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan Pertumbuhan panjang mutlak yang diperoleh selama penelitian berkisar 0.64-0.78 cm (Lampiran 10, Gambar 8). Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak
Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm)
(P>0.05) (Lampiran 11).
1 0.9 0.8
0.73 + 0.18a 0.75 + 0.08a
0.78 + 0.08a
0.5 ekor/l
1 ekor/l
0.64 + 0.16a
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1.5 ekor/l
2 ekor/l
Padat Penebaran
Gambar 8. Pertumbuhan Panjang Mutlak Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan
4.1.4. Frekuensi Molting Selama penelitian diperoleh data berapa kali cherax melakukan pergantian kulit. Berdasarkan hasil pencatatan data selama masa pemeliharaan (40 hari) diperoleh frekuensi molting rata-rata setiap lobster melakukan pergantian kulit sebanyak 0.8 - 1.14 kali. Frekuensi molting ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Frekuensi molting (kali) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Ulangan
Perlakuan (ekor/l) 0.5
1
1.5
2
1
1
1.09
0.97
0.78
2
1
1.22
0.94
0.80
3
1.2
1.13
0.91
0.83
1.07
1.14
0.94
0.80
Rata2
4.1.5. Efisiensi Pakan Nilai efisiensi pakan (%) selama pemeliharaan berkisar antara 51.5485.78% (Lampiran 12). Pada akhir pengamatan efisiensi pakan tertinggi dicapai pada perlakuan dengan padat penebaran 1 ekor/l yakni sebesar, 85.78 + 11.88%, sedangkan efisiensi pakan terendah dicapai pada perlakuan dengan penebaran 0.5 ekor/l yakni sebesar 51.54 + 19.18 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pakan (P>0.05) (Lampiran 13, Gambar 9).
Efisiensi Pakan (%)
120 85.78+11.88a
100
73.37+ 5.69a 80
72.5+ 13.53a
51.54+ 19.18a
60 40 20 0 0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Padat Penebaran
Gambar 9. Efisiensi pakan Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan
4.1.6. Produksi Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh
nilai
produksi
yang
menggambarkan selisih antara biomassa awal dan biomassa akhir dalam satu periode pemeliharaan selama 40 hari. Hasil yang diperoleh berkisar antara 11.57 + 1.07-33.78 + 10.12 gram (Lampiran 14). Hasil penelitian menunjukan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap produksi tersebut (P<0,05). Produksi terendah dicapai pada padat penebaran 0.5 ekor/l yang berbeda dengan kepadatan 1.5 ekor/l dan 2 ekor/l, tetapi tidak berbeda dengan kepadatan 1 ekor/l (Lampiran 16, Gambar 10). 33.78+10.12b
produksi (gram)
50 29.46+7.13b
40 20.74+3.4ab
30 20 11.57+1.07a 10 0 0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Padat Penebaran
Gambar 10. Produksi Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan
4.1.7. Koefisien Keragaman Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada setiap padat penebaran berkisar antara 10,11 – 26,41% (Lampiran 17). Hasil penelitian menunjukan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap koefisien keragaman tersebut (P<0,05). Koefisien keragaman terendah dicapai pada padat penebaran 0.5 ekor/l yang berbeda dengan kepadatan 1.5 ekor/l dan 2 ekor/l, sedangkan 1 ekor/l berbeda dengan kepadatan 1.5 ekor/l dan 2 ekor/l (Lampiran 19, Gambar 11).
25.83+5.63b 26.41+ 6.19b
koefisiensi keragaman(%)
35.00 30.00 25.00 20.00 10.11+ 0.97a
15.00
10.13+ 0.97a
10.00 5.00 0.00 0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Padat Penebaran
Gambar 11. Koefisien keragaman Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai kepadatan 4.1.8 Kualitas Air Parameter yang diukur selama penelitian ini antara lain ialah suhu, kelarutan oksigen, pH, Kesadahan total, Alkalinitas, dan Ammoniak. Nilai suhu berkisar antara 26-26.9 0C. Kelarutan oksigen berkisar antara 5.52 – 6.93 mg/l. Selama penelitian, konsentrasi oksigen terlarut terlihat menurun hingga akhir penelitian (Gambar 13).
Oksigen terlarut (mg/l)
8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
Pemeliharaan hari ke0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
2 ekor/l
Gambar 12. Grafik konsentrasi oksigen terlarut pada setiap wadah berdasarkan waktu. Nilai pH berkisar antara 7.56 – 8.4. kesadahan total berkisar antara 48.05 – 87.56 mg/l CaCO3. Alkalinitas berkisar antara 79.56 – 127.36 mg/l CaCO3. Nilai
Total ammoniak nitrogen berkisar antara 0.026 – 0.59 mg/l. Selama penelitian, konsentrasi total amoniak nitrogen terlihat menurun hingga akhir penelitian
Total amoniak nitrogen (mg/l)
(Gambar 14). Secara lengkap data mengenai kualitas air disajikan pada Tabel 5.
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
10
20
30
Pemeliharaan hari ke-
0.5 ekor/l
1 ekor/l
1.5 ekor/l
40 2 ekor/l
Gambar 13. Grafik konsentrasi total ammoniak nitrogen pada setiap wadah berdasarkan waktu. Tabel 5. Kualitas air pada masing-masing perlakuan satuan parameter Suhu PH DO alkalinitas (CaCo3) kesadahan (CaCo3) CO2 bebas ammoniak (N-NH3) Nitrit
(0C) (mg/l) mg/l mg/l mg/l mg/l
Padat penebaran 0.5 ekor/l 1 ekor/l 1.5 ekor/l 2 ekor/l 26.1 - 26.9 26.2 – 26.8 26 - 26.8 26.1 - 26.8 7.82 - 8.34 7.82 - 8.33 7.56 - 8.29 7.86 - 8.35 5.83 - 6.69 5.77 - 6.89 5.75 - 6.4 5.71 - 6.91 91.54 - 99.55 79.6 – 119.4 87.56 - 107.4691.54 - 119.4 48.05 - 81.0860.06 - 83.58 66.07 - 87.09 54.05 - 69.07 9.9 - 15.84 1.98 - 15.84 13.86 - 19.8 7.92 - 21.78 0.053 - 0.4310.026 - 0.404 0.053 - 0.485 0.105 - 0.59 0.032 - 0.1860.021 - 0.648 0.021 - 0.174 0.072 - 0.113
4.2 Pembahasan Selama 40 hari masa pemeliharaan, didapati kematian lobster air tawar terdapat pada setiap perlakuan. Kematian yang rendah terdapat pada padat penebaran 1,5 ekor/l yaitu 29.52%. Sedangkan kematian tertinggi terdapat pada padat penebaran 2 ekor/l yaitu 50%. Pada kepadatan 2 ekor/l kematian lebih tinggi disebabkan sifat lobster yang menguasai wilayah (Salmon et al., 1983) dan menjadi lebih agresif manakala lobster lain mendekatinya dalam kondisi ruang makin terbatas akibat lobster makin padat. Sifat agresif semakin meningkat dapat menimbulkan perkelahian di antara lobster dan berakhir kematian. Selain itu kematian yang tinggi disebabkan lobster bersifat kanibal. Sifat kanibal muncul ditandai dengan pemangsaan terhadap sesamanya saat keadaan lobster lain yang lemah ketika sedang moulting. Kematian lainnya terjadi akibat gagal moulting yang disebabkan gangguan sesamanya dan perubahan lingkungan (Holdich dan Lowery, 1988). Hal ini didasarkan pada banyaknya cangkang yang lembek pada bangkai lobster akibat moulting dan adanya lobster yang mati dalam keadaan terkelupas bagian Chephalothorax-nya akibat gagal moulting. Menurut Wedemeyer (1996) peningkatan padat penebaran ikan dalam wadah pemeliharaan ikan yang melewati batas tertentu akan mengganggu proses fisiologis dan tingkat laku yang pada akhirnya menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Hal ini terlihat pada penurunan kelangsungan hidup pada kepadatan lebih dari 1,5 ekor/l. Secara teoritis seharusnya pada padat penebaran kurang dari 1,5 ekor/l tingkat kelangsungan hidup lebih baik atau sama, seperti halnya pada penebaran 0,5 ekor/l dengan 1,5 ekor/l. Akan tetapi pada padat penebaran 1 ekor/l kematiannya lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan sifat lobster yang sering moulting sehingga menimbulkan perilaku kanibal dan akhirnya akan mempengaruhi kelangsungan hidup lobster. Pada kepadatan 1 ekor/l frekuensi moulting lebih tinggi dibandingkan dengan padat penebaran 1.5 ekor/l dan 0.5 ekor/l yaitu 1.14 kali (Tabel 5). Pasca moulting kelangsungan hidup lobster terpengaruh karena energi banyak yang dikeluarkan untuk proses moulting sehingga kondisi lemah dan sulit menghindari dari pemangsa lobster lain menyebabkan kematian.
Selama pendederan, didapati bahwa peningkatan kepadatan diikuti dengan pertumbuhan yang tidak berbeda pada setiap perlakuan. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) pada ikan, peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan jika jumlah pakan, oksigen terlarut, serta buangan metabolit tidak mampu dikendalikan. Pada penelitian ini kualitas air di setiap padat penebaran berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi benih lobster untuk hidup maupun tumbuh pada (Tabel 5) sebagai akibat penggunaan instalasi resirkulasi yang berfungsi dengan baik. Demikan pula jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan lobster. Selama pemeliharaan 40 hari frekuensi moulting yang tinggi pada padat penebaran 1 ekor/l yaitu 1,14 kali (Tabel 4). Hal ini dikarenakan adanya penambahan bidang pemeliharaan menjadi dua lantai sehingga kontak antar lobster jarang menyebabkan prilaku kanibal berkurang dan akhirnya lobster dapat melakukan moulting tanpa ada gangguan dari lobster lain. Semakin tinggi padat penebaran nilai efisien pakan yang semakin rendah. Hal ini terlihat pada penurunan efisiensi pakan pada kepadatan lebih dari 1 ekor/l. Secara teoritis seharusnya pada padat penebaran kurang dari 1 ekor/l efisiensi pakan yang tinggi, seperti halnya pada penebaran 1 ekor/l dengan 1,5 ekor/l. Akan tetapi pada padat penebaran 1 ekor/l efisiensi pakan lebih tinggi. Hal ini terkait dengan jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan lobster untuk hidup dan tumbuh. Selain itu efisiensi pakan tidak berbeda disebabkan ruang gerak lobster menjadi besar sehingga lobster lebih memanfaatkan pakan diberikan untuk memenuhi kebutuhannya untuk hidup dan tumbuh. Hal ini sependapat dengan Goddard (1996) ikan membutuhkan energi yang berasal dari pakan untuk bergerak dan mencerna makan, pertumbuhan dan maintenance. Semakin banyak energi yang diperlukan untuk memenuhi maka semakin banyak pula jumlah pakan yang akan dikonsumsi. Selama pemeliharaan 40 hari pada penebaran 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l didapatkan hasil yang menunjukan bahwa nilai produksi lebih tinggi dibandingkan dengan 0,5 ekor/l (Lampiran 14). Produksi pada kepadatan yang lebih tinggi ini disebabkan jumlah akhir lobster yang hidup lebih banyak, walaupun pada kepadatan yang lebih tinggi tingkat kelangsungan hidup lebih rendah. Disamping
itu juga pertumbuhan tidak berbeda. Hal ini sedikit berbeda dengan yang dinyatakan Hikling (1971) dalam Syafiuddin (2000) padat penebaran yang tinggi akan didapatkan produksi tinggi pula, tetapi bobot individu kecil. Sebaliknya dengan padat penebaran yang rendah akan didapatkan produksi yang rendah pula, tetapi bobot individu besar. Koefisien keragaman panjang menunjukan nilai variasi ukuran panjang pada perlakuan sehingga dapat diketahui keseragaman populasinya. Selama pemeliharaan 40 hari didapatkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa peningkatan kepadatan diikuti dengan peningkatan koefisien keragaman yaitu 10,11 + 0,97% menjadi 26,41 + 6,19% (Lampiran 17). Hal ini dikarenakan terjadinya kanibal pada kepadatan yang lebih tinggi selain itu lobster memiliki sifat yang agresif saat bersaing mencari makanan sehingga lobster yang lebih besar akan lebih banyak memanfaatkan pakan yang diberikan, akibat lobster yang lebih kecil kalah bersaing. Hal ini menyebabkan variasi ukuran. Variasi ukuran ditandai dengan simpangan baku yang semakin besar. Hal ini sependapat dengan Rouse (1997) pada fase juvenil lobster sering menunjukan sifat agresif yang tinggi dan berprilaku kanibal. Sifat agresif ini akan lebih nyata terjadi pada saat tidak tersedia pakan yang memadai dan menyebabkan kanibalisme, serta kematian. Perubahan kualitas air yang terjadi selama masa pemeliharaan secara keseluruhan masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh lobster untuk hidup maupun tumbuh. Suhu selama pemeliharaan relatif optimum bagi pertumbuhan lobster yakni berkisar antara 26 - 26.9 0C (Lampiran 20). Kisaran tersebut baik untuk pertumbuhan lobster seperti yang dinyatakan Holdich dan Lowery (1988), bahwa lobster jenis red claw akan mengalami pertumbuhan terbaik pada suhu 2429 oC. kisaran suhu yang stabil akan membuat lobster tidak mengalami gangguan dalam adaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga menguntungkan dalam pemanfaatkan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan. Selama pemeliharaan 40 hari didapatkan nilai pH untuk pertumbuhan lobster berkisar antara 7.56–8.35 (Lampiran 20). Hal ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Holdich dan Lowery (1988) bahwa pertumbuhan Cherax quadricarinatus adalah berkisar 6.5-9. Nilai pH yang kurang dari 5 sangat buruk
bagi kehidupan udang karena dapat menyebabkan kematian, sedangkan pH diatas 9 dapat menurunkan nafsu makan (Merrick, 1993). Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini cukup baik untuk pertumbuhan cherax yaitu berkisar antara 5.71 – 6.93 mg/l (Lampiran 20 dan Gambar 13). Secara umum dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa konsentrasi oksigen di dalam media pemeliharaan masih layak dan dapat mendukung kehidupan lobster. Selain itu jumlah lobster semakin banyak diikuti dengan peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah konsumsi oksigen. Hal ini dikarenakan air cepat terganti oleh air baru sehingga oksigen terdistribusi merata pada wadah budidaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Anonimus (2006), yang menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut yang baik untuk mendukung pertumbuhan lobster adalah lebih dari 5 mg/l. Selama pendederan nilai alkalinitas dan kesadahan yang diperoleh berturut-turut adalah 79.6-119.4 mg/l CaCO3 dan 48.05-87.09 mg/l CaCO3 (Lampiran 20). Kisaran ini termasuk ke dalam kisaran yang optimal bagi lobster karena menurut Rouse (1997) lobster mengalami pertumbuhan optimum pada kesadahan dan alkalinitas 20-300 ppm. Sedangkan untuk kandungan amoniak yang diperoleh berkisar antara 0.026-0.59 ppm (Lampiran 20 dan Gambar 14). Nilai ini masih berada dalam kondisi dimana lobster mampu tumbuh dengan baik sesuai dengan pernyataan Rouse (1997) bahwa lobster mampu mentolerir konsentrasi amoniak terionisasi sampai 1.0 ppm. Setelah pemeliharaan 40 hari didapatkan hasil analisis ragam pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis ragam pada berbagai kepadatan didalam akuarium dengan bidang dua lantai dan sistem resirkulasi Padat penebaran (ekor/l) 0,5
Tingkat kelangsungan hidup Tidak berbeda dengan padat penebaran 1 ekor/l, 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l
Pertumbuhan
Efisiensi pakan
Tidak Tidak berbeda berbeda dengan padat dengan penebaran 1 padat ekor/l, 1,5 penebaran ekor/l dan 2 1 ekor/l, ekor/l 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l
Produksi
Koefisien keragaman
Berbeda Berbeda dengan dengan 1,5 1,5 ekor/l ekor/l dan dan 2 2 ekor/l, ekor/l, tetapi tidak tetapi berbeda tidak dengan 1 berbeda ekor/l dengan 1
ekor/l
1
Berbeda dengan 1,5 ekor/l dan lebih rendah 0,5 ekor/l
1,5
Berbeda dengan 1 ekor/l dan 2 ekor/l
2
Berbeda dengan 1,5 ekor/l
Tidak Tidak Tidak berbeda berbeda berbeda dengan padat dengan dengan penebaran padat padat 0,5 ekor/l, penebaran penebaran 1,5 ekor/l 0,5 ekor/l, 0,5 ekor/l, dan 2 ekor/l 1,5 ekor/l 1,5 ekor/l dan 2 dan 2 ekor/l ekor/l Tidak Tidak Berbeda berbeda berbeda dengan dengan padat dengan 0,5 ekor/l, penebaran padat tetapi 0,5 ekor/l, 1 penebaran tidak ekor/l dan 2 0,5 ekor/l, berbeda ekor/l 1 ekor/l dengan 1 dan 2 ekor/l ekor/l Tidak Tidak Berbeda berbeda berbeda dengan dengan padat dengan 0,5 ekor/l penebaran padat 0,5 ekor/l, 1 penebaran ekor/l dan 0,5 ekor/l, 1,5 ekor/l 1 ekor/l dan 1,5 ekor/l
Berbeda dengan 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l, tetapi tidak berbeda dengan 0,5 ekor/l Berbeda dengan 1 ekor/l dan 0,5 ekor/l, tetapi tidak berbeda dengan 2 ekor/l Berbeda dengan 1 ekor/l dan 0,5 ekor/l, tidak berbeda dengan 1,5 ekor/l
Bedasarkan Tabel 6 diatas, dibandingkan dengan kepadatan yang lain, pada kepadatan 1,5 e/l dicapai tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tidak berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan akuarium berlantai ganda dapat meningkatkan produktivitas dengan produktivitas tertinggi dicapai pada kepadatan 1,5 ekor/l.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada pendederan lobster, peningkatan kepadatan lobster dari 0,5 ekor/l pada ruang berlantai tunggal menjadi 1 ekor/l hingga 2 ekor/l pada lantai ganda menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi pada kepadatan 1,5 ekor/l dan produksi yang tinggi pada kepadatan 1,5 ekor/l dan 2 ekor/l, tetapi diikuti dengan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tidak berbeda. Berdasarkan kajian terhadap parameter-parameter penelitian didapatkan hasil yang terbaik dicapat padat penebaran 1,5 ekor/l. Kualitas air pada penelitian ini masih berada dalam kondisi optimal. Penggunaan
instalasi
resirkulasi
yang
dipakai
dalam
penelitian
dapat
mempertahankan kualitas air sehingga masih dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini untuk skala produksi budidaya lobster air tawar di pendederan disarankan menggunakan kepadatan 1,5 ekor/l. Pada penelitian berikutnya disarankan agar diteliti model wadah budidaya yang cocok dengan lantai lebih dari dua dalam memanfaatkan ruang, serta kepadatan optimal setiap lantai pada wadah budidaya.
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah. 2005. Laju Pertumbuhan Pakan Red Claw dengan Pemberian Berbagai Komposisi dan Jenis Pakan Udang. [Skripsi]. IPB. Bogor Anonimus. 2006. Biologi Lobster Air Tawar (Freshwater Crayfish). http:www.ofish.com/Lobster Air Tawar (freshwater Crayfish)/Biolgi.html. [11 Agustus 2006]. Asbar. 1994. Hubungan Tingkat Eksploitasi dengan Struktur Populasi dan Produksi Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) di Segara Anakan. [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor, 72 hlm Bardach, J.E., J H. Rhyter., and W. O. Mc Larvery. 1972. Aquaculture, The farming and Husband of Freshwater and Marine Organism. Willey Interscience, 651p. Cittleborough, R.G. 1975. Environmental Factors, Panulirus longopes (Milne Edwards) Aust.J. Mar and freshwater. Res. 26: 177-196 Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perairan. Yayasan Dewi Sri.Bogor. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air (Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan). Kanisius. Yogyakarta. Frost, J. V. 1975. Australian Crayfish. Paper from the Second International Symposium on Freshwater Crayfish. Lousiana State University, Baton Rouge, Lousiana. Hal 87-96. Gao, Y and M.G. Wheatly. 2004. Characterization and Expression of Plasma Membrane Ca2+ ATPase (PMCA3) in the Crayfish Procambarus clarkiii Antennal Gland During Molting. Journal Experimental Biologi. 207, 2991-3002. Goddard, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. New York. Hepher, B. 1978. Nutrition of Fishes. Cambridge University Press. England. P. 146-172. Hepher, B dan Pruginin.1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Holdich, D. M. & R. S. Lowery. 1988. Freshwater Crayfish: Biology Management, and Exploitation. Croom Helms, London and Sydney and Timber Press, Protland Oregon. Holthius, L. B. 1949. Decapoda Macrura With Revision of the New Guinea Parastacidae. Zoological Result of the Duth New Guinea Expedition. 1939. New Guinea. New Ser., 5: 289-328. Huet, M. 1994. Text Book of Fish Culture, Breeding and Cultivated of fishes. 2nd edition. Fishing News (Books) Ltd. London. Irawan, D.Y. 2007. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus pada Sistem Resirkulasi dengan Kepadatan yang Berbeda. [Skripsi]. BDP. FPIK. IPB. Bogor Jones, C. 1990. General Biology of Cherax quadricarinatus In C. C. Shelly and M. C. Perce, (Ed). Farming The Red Claw Freshwater Crayfish (Proceeding of the Seminar). P 425. Northern Territory, Department of Primary Industry and Fisheries-Darwin, Australia. Landau, M. 1992. Introduction to Aquaculture. Jhon Whiley & Sons., Inc., New York Ling, SW. 1976. General Account on the Biology of the Giant Freshwater Prawn Macrobrachium rosenbergii and method for itsrearing and culturing. FAQ.18p Merrick, J. R. Fresh.1993. Fresh water Cryfish If New South Wales Linnean Society Of New South Wales, Australia, 127 p Nilamsari, Deviyanty. 2007. Pengaruh Perbedaan Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus. [Skripsi]. BDP. FPIK. IPB. Bogor. Ng., W.J., K. Kho, L.M. Ho, S.L. Ong, T.S. Sim, S.H. Tay, C.C. Goh dan L. Cheong. 1991. Water Quality Within a Resirculating System for Tropical Ornamental Fish Culture. Aquaculture 103: 123-124. NRC, 1977. Nutrition and Requirement of Warmwater Fishes. National Academic of Sciences, Washington, D. C. 248p. Olszewski, P. 1980. A Salute to the Humble Yabby. Angus and Robertson Publisher. Australia. Prayugo, dan Lukito. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riek, E. F. 1968. The Australian Freshwater Crayfish (Crustacea: Decapoda: Parasticidae), With Description of New Species. Australian Journal Zoology. 17 (3): 855-918. Royce, W. F. 1973. Introduction to The Fisheries Science. Academic Press. New York 315 p. Rouse, D. B. 1997. Production of Australian Red Claw Crayfish. Auburn University Alabama. UA. Salmon, M. and GW, Hyatt. 1983. Communication, p: 1-40. In DE. Bliss (Ed). The Biology of crustacean.Vol. VII :Behavior and Ecology. Academic Press.New York. Spotte, S. 1992. Fish and Invertebrate Custure. Water Management in Closed Sistem. Wiley_ International Publication, John Wiley & Sons, Inc., New York Steel, G. D. R and J. H. Torrie. 1982. Principles and Procedures of Statistic a Biometrical Approach. 2nd Edition. Mc Graw Hill International Book Company. Japan.463p. Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Wiley and Sons, Inc. New York. USA. Swingle, G. 1968. Standardization of Chemical Analysis of Water and Pond Muds. In: Proceeding of the World Shimphon on Warm Water Pond fish culture. F. A. O. Fisheries Report No. 44, Vol 4: 397-421 Syafiuddin. 2000. Kinerja Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) yang Dipelihara Bertingkat dalam Sistem Resirkulasi. [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Tanribali. 2007. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus pada Sistem Resirkulasi dengan Padat Penebaran dan Rasio Shelter yang Berbeda. [Skripsi]. BDP. FPIK. IPB. Bogor Wickins, J and D.O.C. Lee. 2002. Crustacean Farming Ranching and Culture. 2nd edition. Blackweel. Science. London. 16-17 Zonneveld, N., E.A Huisman & J.H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran. 1 Denah Tata Letak Akuarium dan Instalasi Resirkulasi
CU1 BU3 CU3
Keterangan : K = 0,5 ekor/l A = 1ekor/l B = 1,5 ekor/l C = 2 ekor/l U = ulangan
AU2 BU1 BU2 CU2 AU1 AU3 KU1 KU2 KU2 Inlet
outlet
Tandon pompa Kolam filter
Lampiran 2. Jumlah populasi Cherax quadricarinatus (ekor) yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran 0,5 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l
2 ekor/l
ulangan
Awal
akhir
awal
akhir
awal
Akhir
awal
Akhir
1
15
9
23
13
35
25
46
22
2
15
9
23
10
35
23
46
27
3
15
9
23
13
35
26
46
20
Rata-rata
15
9
23
12
35
24.67
46
23
Lampiran 3. Tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus dipelihara dengan berbagai padat penebaran
yang
padat penebaran ulangan
0,5 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l
2 ekor/l
1
60
56.52
71.43
47.83
2
60
43.48
65.71
58.7
3
60
56.52
74.29
43.48
rata2
60
52.17 + 7.53
70.48 + 4.37
50 + 7.84
Lampiran 4. Tabel Sidik Ragam Tingkat kelangsungan hidup (ekor) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Sumber Keragaman
JK
Db
KT
Fhit
P-value
F crit
Perlakuan
772.48
3
257.49
7.51
0.01
4.07
Sisa
274.39
8
34.3
Total
1046.87
11
Kesimpulan : P < 0.05 berarti perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup
Lampiran 5. Tabel Uji Lanjut beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) Tingkat kelangsungan hidup (ekor) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran (I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
MEAN DIFFERENCE (I-J)
2 ekor/l
1 ekor/l 0,5 ekor/l 1,5 ekor/l
2.17 10 20.48*
1 ekor/l
2 ekor/l 0,5 ekor/l 1,5 ekor/l
2.17 7.83 18.30*
1,5 ekor/l
2 ekor/l 0,5 ekor/l 1 ekor/l
20.48* 10.48 18.30*
1,5 ekor/l 1 ekor/l 2ekor/l
10.48 7.83 10
0,5 ekor/l
LSD 13.16
* selisih nilai tengah menunjukan beda nyata (signifikan) pada selang kepercayaan 95 %
Lampiran 6. Pertumbuhan berat rata-rata (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Perlakuan
Pemeliharaan hari ke-
ekor/l
ulangan
0
10
20
30
40
0,5
1
0.77
0.88
1.18
1.21
1.52
2
0.78
0.83
0.98
1.29
1.5
3
0.73
0.92
1.11
1.55
1.58
rata2
0.76
0.88
1.09
1.35
1.53
sd
0.03
0.05
0.1
0.18
0.04
1
0.68
0.74
0.97
1.44
1.67
2
0.7
0.83
0.99
1.27
1.43
3
0.74
0.74
1.04
1.39
1.72
rata2
0.71
0.77
1
1.37
1.61
sd
0.03
0.05
0.04
0.09
0.16
1
0.55
0.6
0.94
1.13
1.26
2
0.54
0.79
0.85
1.16
1.28
3
0.76
0.91
1.22
1.62
1.84
rata2
0.62
0.77
0.99
1.3
1.46
sd
0.12
0.16
0.19
0.28
0.33
1
0.62
0.79
0.95
1.33
1.34
2
0.57
0.69
1.02
1.32
1.53
3
0.76
0.79
1.05
1.22
1.28
rata2
0.65
0.76
1.01
1.29
1.38
sd
0.1
0.06
0.05
0.06
0.13
1
1,5
2
Lampiran 7. Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus dipelihara dengan berbagai padat penebaran
yang
Perlakuan (e/m3) Ulangan 1 2 3 rata-rata sd
0,5 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l
2 ekor/l
2,28 2,19 2,61 2,36 0,22
3,04 2,41 2,87 2,77 0,32
2,77 2,95 2,98 2,90 0,113
2,61 3,34 1,76 2,57 0,79
Lampiran 8. Tabel Sidik Ragam Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Sumber JK
Keragaman
Db
KT
Perlakuan
0.50
3
0.17
Sisa
1.58
8
0.20
Total
2.08
11
Fhit
P-value
0.85
F crit
0.51
4.07
Kesimpulan : P > 0.05 berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan spesifik Lampiran 9. Pertumbuhan panjang rata-rata (cm) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran hari ke-
perlakuan ekor/l
ulangan
0
10
20
30
40
0,5
1
2.76
3.08
3.36
3.2
3.48
2
2.74
3.04
3.1
3.36
3.44
3
2.7
2.96
3.18
3.48
3.54
rata2
2.73
3.03
3.21
3.35
3.49
sd
0.03
0.06
0.13
0.14
0.05
1
2.77
2.86
3.13
3.39
3.5
2
2.67
2.94
3.16
3.3
3.4
3
2.73
2.81
3.11
3.4
3.6
rata2
2.72
2.87
3.13
3.36
3.5
sd
0.05
0.07
0.03
0.06
0.1
1
2.61
2.62
3.01
3.13
3.23
2
2.62
2.96
2.91
3.19
3.25
3
2.78
3.01
3.24
3.66
3.72
rata2
2.67
2.86
3.05
3.33
3.4
sd
0.1
0.21
0.17
0.29
0.28
1
2.7
2.81
3.01
3.29
3.29
2
2.65
2.72
3.11
3.32
3.47
3
2.78
2.88
3.15
3.28
3.29
rata2
2.71
2.8
3.09
3.3
3.35
sd
0.07
0.08
0.07
0.02
0.1
1
1,5
2
Lampiran 10. Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Perlakuan (ekor/l) Ulangan
0,5
1
1,5
2
1
0.72
0.74
0.62
0.59
2
0.7
0.73
0.63
0.82
3
0.84
0.87
0.94
0.51
rata-rata
0.75
0.78
0.73
0.64
sd
0.08
0.08
0.18
0.16
Lampiran 11. Tabel Sidik Ragam Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Sumber Keragaman
JK
Db
KT
Fhit
Perlakuan
0.03
3
0.01
Sisa
0.14
8
0.02
0.18
11
Total
P-value
0.62
F crit 0.62
4.07
Kesimpulan : P > 0.05 berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak Lampiran 12. Efisiensi pakan (%) Cherax quadricarinatus dengan berbagai padat penebaran
yang dipelihara
ulangan
0,5 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l
2 ekor/l
1
29.40
83.72
70.00
70.97
2
62.73
75.07
79.93
86.67
3
62.49
98.60
70.16
59.74
rata2
51.54
85.78
73.37
72.50
sd
19.18
11.88
5.69
13.53
Lampiran 13. Tabel Sidik Ragam Efisiensi pakan (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Sumber Keragaman
JK
Db
MS
Perlakuan
1814.27
3
604.76
Sisa
1448.48
8
181.06
3262.75
11
Total
F 3.34
P-value 0.08
F crit 4.07
Kesimpulan : P < 0,05 berarti perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap efisiensi pakan Lampiran 14. Produksi (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Padat Penebaran ulangan
0,5 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l
2 ekor/l
1
11.19
22.77
24.60
33.22
2
10.74
16.82
26.16
44.16
3
12.78
22.64
37.64
23.95
11.57
20.74
29.46
33.78
1.07
3.40
7.13
10.12
Rata2 Sd
Lampiran 15. Tabel Sidik Ragam Produksi (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Sumber JK
Keragaman
Db
KT
F
Perlakuan
871.51
3
290.50
Sisa
331.52
8
41.44
1203.02
11
Total
P-value
7.01
F crit
0.01
4.07
Kesimpulan : P < 0,05 berarti perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh nyata terhadap produksi Lampiran 16. Tabel Uji Lanjut beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) Produksi (gram) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran (I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
MEAN DIFFERENCE (I-J)
2 ekor/l
1 ekor/l 0,5 ekor/l
13.03 22.21*
1 ekor/l
1,5 e/l 0,5 ekor/l
1,5 ekor/l
4.31
2 ekor/l 0,5 ekor/l
13.03 9.17
1,5 ekor/l
8.72
2 ekor/l 0,5 ekor/l
4.31 17.89*
1 ekor/l
8.72
0,5 ekor/l 1 ekor/l
17.89* 9.17
2 ekor/l
22.21*
LSD 14.46
* selisih nilai tengah menunjukan beda nyata (signifikan) pada selang kepercayaan 95 %
Lampiran 17. Koefisien Keragaman (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Padat Penebaran ulangan
0,5 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l
2 ekor/l
1
10.51
10.58
29.30
27.41
2
10.81
10.79
28.87
19.78
3
9.01
9.02
19.34
32.05
10.11
10.13
25.84
26.41
0.97
0.97
5.63
6.19
Rata-rata Sd
Lampiran 18. Tabel Sidik Ragam (TSR) Koefisien keragaman (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F 14.26
Perlakuan
768.70
3
256.23
Sisa
143.76
8
17.97
912.46
11
Total
P-value
F crit
0.001
4.07
Kesimpulan : P < 0,05 berarti perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh nyata terhadap koefisien keragaman Lampiran 19. Tabel Uji Lanjut beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) Koefisien keragaman (%) Cherax quadricarinatus yang dipelihara dengan berbagai padat penebaran (I) PERLAKUAN
(J) PERLAKUAN
2 ekor/l
1 ekor/l 0,5 ekor/l 1,5 ekor/l 2 ekor/l 0,5 ekor/l 1,5 ekor/l 2 e/l 0,5 ekor/l 1 ekor/l 1,5 ekor/l 1 ekor/l 2 ekor/l
1 ekor/l
1,5 ekor/l 0,5 ekor/l
MEAN DIFFERENCE (I-J) 16,28* 16,30*
LSD 9,52
0,58 16,28* 0,02 15,71* 0,58 15,72* 15,71* 15,72* 0,02 16,30*
* selisih nilai tengah menunjukan beda nyata (signifikan) pada selang kepercayaan 95 %
Lampiran 20. Kualitas air pemeliharaan Cherax quadricarinatus tgl sampling 18 juli 2007 0,5
1
1,5
2
ekor/l
ekor/l
ekor/l
ekor/l
INLET
OULET
26.9
26.8
26.8
26.8
26.8
26.9
8.34
8.09
8.24
8.26
8.31
8.25
Mg/l
5.83
5.77
5.75
5.71
5.83
5.62
mg/l
91.54
79.6
95.52
99.5
103.48
95.52
(CaCo3)
mg/l
69.07
72.07
81.08
54.05
69.07
60.06
CO2 bebas
mg/l
15.84
13.86
17.82
21.78
15.84
17.82
NH3)
Mg/l
0.41
0.282
0.462
0.59
0.205
0.462
nitrit
mg/l
0.393
0.648
0.174
0.082
2.477
0.027
parameter
Satuan 0
Suhu
C
pH DO alkalinitas (CaCo3) kesadahan
ammoniak (N-
tgl sampling 26 juli 2007 0,5
1,5
ekor/l
1 ekor/l
ekor/l
2 ekor/l
INLET
OULET
26.1
26.2
26
26.1
26.1
26.2
8.02
8.33
8.29
8.35
8.39
8.4
Mg/l
5.93
5.87
5.95
5.91
6
5.52
mg/l
99.5
119.4
107.46
119.4
95.52
127.36
mg/l
63.06
60.06
66.07
57.06
69.07
78.08
mg/l
11.88
15.84
13.86
13.86
7.92
29.07
(N-NH3)
mg/l
0.053
0.026
0.053
0.105
0.053
0.053
Nitrit
mg/l
0.032
0.021
0.021
0.079
0.037
0.039
parameter Suhu
satuan 0
C
pH DO alkalinitas (CaCo3) kesadahan (CaCo3) CO2 bebas ammoniak
Lanjutan Lampiran 20 tgl sampling 15 agustus 2007 0,5
1,5
ekor/l
1 ekor/l
ekor/l
2 ekor/l
INLET
OULET
26.2
26.2
26.1
26.1
26.4
26.2
7.82
7.82
7.73
7.86
7.97
7.87
Mg/l
6.69
6.89
6.4
6.91
6.93
6.35
mg/l
99.5
99.5
99.5
103.48
95.52
131.34
mg/l
48.05
75.08
69.07
69.07
66.07
69.07
mg/l
9.9
13.86
19.8
11.88
9.9
15.84
(N-NH3)
mg/l
0.133
0.093
0.12
0.107
0.093
0.227
Nitrit
mg/l
0.182
0.051
0.156
0.113
0.069
0.20
parameter Suhu
Satuan 0
C
pH DO alkalinitas (CaCo3) kesadahan (CaCo3) CO2 bebas ammoniak
tgl sampling 23 agustus 2007 0,5
1,5
ekor/l
1 ekor/l
ekor/l
2 ekor/l
INLET
OULET
26.6
26.5
26.2
26.1
26
26
7.91
7.99
7.56
7.92
7.89
7.97
mg/l
6.24
6.26
6.07
5.92
6.2
6.28
mg/l
91.54
83.58
87.56
91.54
83.58
91.54
(CaCo3)
mg/l
81.08
66.07
87.09
57.06
63.06
54.05
CO2 bebas
mg/l
11.88
1.98
19.08
7.92
7.92
9.9
(N-NH3)
mg/l
0.431
0.404
0.485
0.431
0
0.242
nitrit
mg/l
0.186
0.05
0.09
0.072
0.136
0.104
parameter Suhu
satuan 0
C
pH DO alkalinitas (CaCo3) kesadahan
ammoniak