STRUKTUR POPULASI, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI LOBSTER AIR TAWAR Cherax quadricarinatus DI DANAU MANINJAU
RAHMI DINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Struktur Populasi, Pertumbuhan, dan Reproduksi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus di Danau Maninjau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
Rahmi Dina NRP C 251090011
ABSTRACT RAHMI DINA. Population Structure, Growth, and Reproduction of Freshwater Crayfish, Cherax quadricarinatus in Lake Maninjau. Under direction of SULISTIONO and DEDE IRVING HARTOTO. One of the non native species in Lake Maninjau, redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus) was studied. This population was sampled biweekly between May and September in six sampling sites (Bayur, Sungai Batang, Batu Nanggai, Sigiran, Sungai Tampang, and Utara). This research was aimed to study the population structure, growth, and reproduction of the redclaw crayfish. As a non native species, the redclaw crayfish had distributed in all sampling sites in varied density and sex ratio 1:1. Growth pattern of male was positive allometric and female was isometric. The moult increment (MI) of male and female was 2.7 mm and 3.59±0.90 mm, respectively. The percentage of premoult carapace length (PCMI) of male and female was 5.1% and 7.9±1.95%, respectively. Growth function of the red claw crayfish was CLt =82 1-e
-1.2(t+0.09)
. Based on the
temporal pattern of gonadal development, Cherax quadricarinatus spawned along May and September with a peak was on August. Average of ovarian and pleopodal fecundity was relatively high which were 626±255 and 383±173, respectively. The ovarian fecundity was related with total wet body weight and pleopodal fecundity was related with endopod width. Keywords : Cherax quadricarinatus, growth, Lake Maninjau, reproduction.
RINGKASAN RAHMI DINA. Struktur Populasi, Pertumbuhan, dan Reproduksi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus di Danau Maninjau. Dibimbing oleh SULISTIONO dan DEDE IRVING HARTOTO. Lobster air tawar, Cherax quadricarinatus merupakan spesies asing yang telah menjadi salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomi di Danau Maninjau. Di sisi lain keberadaan spesies asing di suatu habitat berpotensi menjadi spesies invasif yaitu spesies yang merugikan secara ekologi, ekonomi, ataupun kesehatan manusia. Cherax quadricarinatus masuk ke Danau Maninjau tanpa adanya analisis resiko terlebih dahulu dan sampai saat ini belum ada penelitian mengenai C. quadricarinatus di Danau Maninjau. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi C. quadricarinatus di Danau Maninjau seperti struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Informasi ini diharapkan dapat menjadi masukan mendasar dalam pengelolaan C. quadricarinatus sebagai spesies asing di Danau Maninjau terlepas dari apakah C. quadricarinatus akan menjadi spesies invasif atau tidak. Pengambilan contoh dilakukan pada akhir Mei sampai akhir September dengan interval waktu dua minggu. Pengambilan contoh dilakukan di enam stasiun yang mewakili kondisi Danau Maninjau yaitu Bayur, Sungai Batang, Batu Nanggai, Sigiran, Sungai Tampang, dan Utara. Alat tangkap yang digunakan adalah perangkap yang dikenal dengan istilah rago oleh masyarakat setempat. Parameter koefisien pertumbuhan (K) dianalisis menggunakan perangkat lunak ELEFAN I pada FiSAT II, panjang karapas asimptotik (CL∞) diduga menggunakan persamaan Taylor (1958) berdasarkan ukuran panjang maksimum tertangkap, dan umur teoritis saat panjang sama dengan nol (t0) menggunakan rumus empiris Pauly. Tingkat kematangan gonad dianalisis secara morfologi dan histologi. Fekunditas ovari ditentukan dengan metode gravimetri dan fekunditas pleopod dihitung secara langsung. Cherax quadricarinatus tertangkap di seluruh stasiun pengambilan contoh dengan jumlah berbeda. Nilai Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) terbesar yaitu 6.4 terdapat di stasiun Sungai Batang dan terendah 1 terdapat di stasiun Bayur. Hal ini terkait dengan ketersediaan makanan dan tempat berlindung (shelter). Lobster jantan dan betina tertangkap dengan rasio sama (1:1). Koefisien pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau relatif besar dengan persamaan pertumbuhan CLt =82 1-e
-1.2 (t+0.09)
. Berdasarkan proporsi tingkat
kematangan gonad (TKG) selama penelitian berlangsung, diduga C. quadricarinatus memijah pada bulan Mei-September dengan puncak bulan Agustus. Ukuran pertama kali matang gonad lobster betina adalah ±46.2 mm. Fekunditas ovari dan fekunditas pleopod C. quadricarinatus di Danau Maninjau relatif besar. Kisaran fekunditas ovari dan fekunditas pleopod berturut-turut adalah 254-1098 (626±255) dan 224-705 (383±175). Kata kunci: Cherax quadricarinatus, Danau Maninjau, pertumbuhan, reproduksi.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STRUKTUR POPULASI, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus DI DANAU MANINJAU
RAHMI DINA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc.
Judul Tesis Nama NRP
:Struktur Populasi, Pertumbuhan, dan Reproduksi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus di Danau Maninjau :Rahmi Dina :C 251090011
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Dede Irving Hartoto, APU (Alm) Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr
Tanggal Ujian: 01 Februari 2012
Tanggal Lulus:
Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis Apa Mardisin dan Ibu Ernita untuk do’a yang tiada pernah putus; kasih sayang tiada terhingga; dan pengorbanan yang tiada henti serta kepada kedua kakak penulis (Uda Muhammad Yardi dan Uda Muhammad Ridha).
Secara khusus penulis juga ingin haturkan terimakasih tak terhingaa kepada pembimbing, guru, dan sekaligus orang tua, Dr. Dede Irving Hartoto, APU. (Alm) untuk semua dukungan beliau.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “STRUKTUR POPULASI, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus DI DANAU MANINJAU”. Tesis ini disusun untuk meraih gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc dan Dr. Ir. Dede Irving Hartoto, APU. (Alm) selaku komisi pembimbing; Dr. Daisy Wowor, M.Sc yang telah membantu dalam identifikasi lobster; program studi SDP (Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, Dr. Ir. Fredinand Yulianda, dan Mas Mukhlis); Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA atas bimbingan dan nasehatnya; Bapak Edward, Bu Evanita, Da Azman, Pak Pandeka, dan Da En yang telah membantu proses pengambilan contoh di lapangan; Bakrie Center Foundation yang telah membantu pembiayaan studi penulis pada semester 3 dan 4; Pusat Penelitian Limnologi yang telah memberi dukungan materi dan non materi; Stasiun Limnologi dan Alih Teknologi Limnologi LIPI (Sutrisno, S.St.Pi. dan Agus Hamdani, S.St.Pi.); sahabat penulis (Aliati Iswantari, S.Pi., Miratul Maghfiroh, S.TP., Fajar Sumi Lestari, A.Md., Prawira Atmaja Tampubolon, S.Pi., dan Ahmad Muhtadi Rangkuti, S.Pi.); teman-teman di program studi SDP tahun 2009 dan 2010; serta semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini dalam bentuk apapun dan tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2012
Rahmi Dina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1986 di Tanjung Jati; merupakan anak ke-3 dari tiga orang bersaudara dari pasangan Bapak Mardisin dan Ibu Ernita. Pendidikan formal penulis dimulai di SDN 19 Koto Kociak (1992-1998). Setelah menyelesaikan pendidikan dasar penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTsN) Padang Japang (1998-2001) dan menempuh pendidikan menengah atas di SMUN 1 Suliki (2001-2004). Pada tahun yang sama penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur USMI. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2008 dan melanjutkan program pendidikan Pascasarjana pada tahun 2009 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan. Penulis diterima bekerja di Pusat Penelitian Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2 1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5 2.1 Taksonomi dan Morfologi Cherax quadricarinatus .................................. 5 2.2 Distribusi dan Habitat C. quadricarinatus................................................. 7 2.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus .............................................................. 8 2.3.1 Proses pergantian kulit (Moulting) ................................................... 9 2.4 Reproduksi C. quadricarinatus ............................................................... 10 2.4.1 Seksualitas .................................................................................... 10 2.4.2 Tingkat kematangan gonad ............................................................ 11 2.4.3 Fekunditas ..................................................................................... 12 2.5 Kualitas Air ............................................................................................ 12 2.5.1 Suhu, oksigen terlarut, dan pH ....................................................... 12 2.5.2 Alkalinitas dan kesadahan ............................................................. 13 2.5.3 Chemical oxygen demand (COD) .................................................. 14 3 METODE PENELITIAN .............................................................................. 15 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 15 3.2 Metode dan Desain Penelitian................................................................. 15 3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................... 16 3.4 Metode Kerja .......................................................................................... 16 3.4.1 Kualitas air .................................................................................... 17 3.4.2 Struktur populasi ........................................................................... 17 3.4.3 Pertumbuhan ................................................................................. 18 3.4.4 Reproduksi .................................................................................... 19 ix
3.5 Analisa Data ........................................................................................... 22 3.5.1 Struktur populasi ........................................................................... 22 3.5.2 Pertumbuhan ................................................................................. 22 3.5.3 Reproduksi .................................................................................... 25 3.5.4 Hubungan struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi dengan kualitas air Danau Maninjau .......................................................... 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 27 4.1 Kondisi Habitat C. quadricarinatus di Danau Maninjau.......................... 27 4.2 Struktur Populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau ....................... 29 4.2.1 Keragaman morfometrik ................................................................ 29 4.2.2 Tangkapan per satuan upaya/TPSU (catch per unit effort/CPUE) .. 30 4.2.3 Distribusi ukuran ........................................................................... 31 4.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ............................. 33 4.3.1 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi ............................................. 33 4.3.2 Penambahan ukuran setelah pergantian kulit .................................. 38 4.3.3 Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy....................................... 39 4.4 Reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau ................................ 41 4.4.1 Rasio kelamin ................................................................................ 41 4.4.2 Tingkat kematangan gonad ............................................................ 43 4.4.3 Fekunditas dan diameter telur ........................................................ 53 4.5 Alternatif pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ............... 57 4.5.1 Potensi C. quadricarinatus sebagai spesies invasif di Danau Maninjau ....................................................................................... 57 4.5.2 Potensi C. quadricarinatus meningkatkan perikanan di Danau Maninjau ....................................................................................... 61 4.5.3 Pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ...................... 62 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 66 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 66 5.2 Saran ...................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67 LAMPIRAN ...................................................................................................... 74 73 x
DAFTAR TABEL Halaman 1
Deskripsi stasiun pengambilan contoh....................................................... 16
2
Daftar alat dan bahan serta kegunaannya. .................................................. 16
3
Klasifikasi tingkat kematangan gonad Cherax sp. .................................... 21
4
Uji kehomogenan nilai b ........................................................................... 23
5
Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) lobster pada masing-masing stasiun. ................................................................................................................. 30
6
Hubungan panjang karapas (CL, mm) dan bobot basah total (W, gram) C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun. ........................................... 34
7
Nilai faktor kondisi lobster menurut stasiun .............................................. 37
8
Penambahan ukuran setelah pergantian kulit ............................................. 38
9
Nilai parameter persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ......................... 41
10
Rasio kelamin C. quadricarinatus di Danau Maninjau .............................. 42
11
Beberapa rasio kelamin lobster air tawar ................................................... 42
12
Lebar endopod dan EWI C. quadricarinatus jantan ................................... 46
13
Nilai EWI C. quadricarinatus betina ......................................................... 46
14
Perubahan morfologi tahap perkembangan gonad C. quadricarinatus di Danau Maninjau ....................................................................................... 48
15
Persamaan regresi antara fekunditas ovari C. quadricarinatus dengan beberapa variabel bebas. ........................................................................... 53
16
Persamaan regresi antara fekunditas pleopod C.quadricarinatus dengan beberapa variabel bebas. ........................................................................... 54
17
Fekunditas beberapa jenis lobster air tawar ............................................... 55
18
Analisis potensi C. quadricarinatus menjadi spesies invasif di Danau Maninjau .................................................................................................. 58
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Perumusan masalah penelitian .................................................................... 4
2
Cherax quadricarinatus (Panjang karapas, Carapace length/CL=80.36 mm; Bobot=125.6 gram) ..................................................................................... 5
3
Struktur Morfologi Cherax (BPPT-LBN LIPI 1983/1984, diacu dalam Widha 2003) ............................................................................................... 6
4
Distribusi Cherax (Hobbs 1988) ................................................................. 7
5
Individu betina C. quadricarinatus interseks dengan gonophore betina dan jantan (Vazquez & Greco 2007) ............................................................... 11
6
Lokasi penelitian....................................................................................... 15
7
Pengukuran karakter morfometrik ............................................................. 18
8
Lokasi organ reproduksi untuk krustasea betina (a) dan jantan (b) (Withnall 2000). ....................................................................................................... 20
9
Posisi pleopod ke-3 ................................................................................... 21
10
Distribusi ukuran C. quadricarinatus jantan dan betina. ............................ 31
11
Distribusi ukuran (a) panjang dan (b) bobot C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun. ............................................................................. 32
12
Hubungan panjang karapas-bobot basah total C. quadricarinatus jantan dan betina di Danau Maninjau ......................................................................... 35
13
Hubungan panjang karapas dan panjang total C.quadricarinatus di Danau Maninjau. ................................................................................................. 36
14
Hasil analisis menggunakan ELEFAN I .................................................... 39
15
Kurva pertumbuhan C. qudricarinatus di Danau Maninjau ....................... 40
16
Sistem reproduksi C. quadricarinatus jantan (T=testis; PVD=proximal vas deferens; MDV=middle vas deferens; DVD=distal vas deferens) (Greco et al. 2007). .................................................................................................. 44
17
Pleopod (a) individu jantan dan (b) individu betina matang gonad C. quadricarinatus. ....................................................................................... 47
18
Telur dan juvenil yang menempel pada pleopod. ....................................... 48 xii
19
Potongan melintang gonad C.quadricarinatus. .......................................... 49
20
Penampang melintang vas deferens C. quadricarinatus. ............................ 50
21
Kurva logistik proporsi kematangan gonad C. quadricarinatus di Danau Maninjau. ................................................................................................. 51
22
Variasi temporal komposisi TKG C. quadricarinatus jantan dan betina. ... 52
23
Rata-rata fekunditas ovari C. quadricarinatus terhadap bobot basah total. . 54
24
Distribusi ukuran diameter telur C. quadricarinatus TKG III dan TKG IV. ................................................................................................................. 57
25
Jaring-jaring makanan ikan di D. Maninjau ............................................... 63
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Stasiun pengambilan contoh...................................................................... 74
2
Alat tangkap (experimental trap) C. quadricarinatus ................................ 75
3
Nilai Tangkapan per Satuan Unit Upaya ................................................... 76
4
Data ukuran lobster yang dipelihara .......................................................... 77
5
Data kualitas air di masing-masing stasiun ................................................ 78
6
Kondisi air Danau Maninjau (periode Agustus-September) ....................... 80
7
Tabel sidik ragam hasil analisis ragam karakter morfometrik .................... 81
8
Distribusi ukuran panjang dan berat C. quadricarinatus pada masing-masing lokasi ........................................................................................................ 82
9
Distribusi ukuran C. quadricarinatus jantan dan betina ............................. 83
10
Contoh perhitungan uji kehomogenan nilai b ............................................ 84
11
Tingkat kematangan C. monticola jantan (Tapilatu 1996) ......................... 85
12
Individu betina C. quadricarinatus dengan spermatophore yang menempel di
bagian
abdomen
(http://apps.acesag.auburn.edu/mediamax/pictures/280/female-red-clawwith-spermatophore.html) ......................................................................... 86 13
Distribusi ukuran panjang C. quadricarinatus pada tiap bulan pengambilan contoh....................................................................................................... 87
14
Jumlah tangkapan C. quadricarinatus jantan dan betina menurut lokasi dan waktu pengambilan contoh........................................................................ 88
15
Gambar telur dan vas deferens C. quadricarinatus yang telah siap memijah dan kawin di Danau Maninjau................................................................... 89
16
Analisis data penentuan ukuran pertama kali matang gonad ...................... 90
17
Tabel sidik ragam hasil analisis ragam fekunditas ..................................... 91
18
Distribusi diameter telur C. quadricarinatus TKG III dan TKG IV ........... 92
xiv
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Danau Maninjau merupakan salah satu danau alami di Indonesia. Secara
geografis Danau Maninjau terletak antara 0012’26,63”LS-0025’02,80”LS dan 100007’43,74”BT-100016’22,48”BT pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut (Apip et al. 2003). Danau Maninjau merupakan danau multi fungsi yang dimanfaatkan oleh multi sektor yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejak tahun 2001 kualitas air Danau Maninjau mengalami penurunan signifikan yang disebabkan banyak faktor terutama limbah kegiatan budidaya Karamba Jaring Apung (KJA).
Danau Maninjau menjadi habitat beragam jenis sumberdaya
perikanan, setidaknya terdapat 13 jenis sumberdaya ikan yang terdapat di Danau Maninjau yaitu ikan barau (Hampala macrolepidota), ikan garing (Tor soro), ikan asang (Osteochilus hasselti), ikan bada (Rasbora argyrotaenia), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan kalui/gurami (Osphronemus gouramy), ikan rinuak, ikan mujair (Oreochromis mossambicus), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan gabus (Channa sp.), ikan panjang/sidat (Anguilla sp.), ikan puyu (Helostoma temminckii), ikan betok (Anabas testudineus), dan ikan baung (Mystus nemurus) (Pusat Penelitian Limnologi 2010).
Selain ikan juga terdapat sumberdaya
perikanan bernilai ekonomis lainnya yaitu pensi (Corbicula moltkiana), salah satu jenis gastropoda. Saat ini keragaman jenis sumberdaya perikanan di Danau Maninjau meningkat dengan adanya spesies-spesies asing, salah satunya yaitu lobster air tawar jenis Cherax quadricarinatus atau yang dikenal dengan nama umum redclaw crayfish. Masuknya C. quadricarinatus ke perairan Danau Maninjau bermula saat dilepasnya C. quadricarinatus ke perairan danau oleh salah seorang petani ikan di Nagari Tanjung Sani. Sejak tahun 2009 C. quadricarinatus telah menjadi komoditas perikanan bernilai ekonomis dengan harga jual sekitar Rp. 25.000., per kilogramnya. Cherax quadricarinatus merupakan salah satu jenis lobster air tawar bernilai ekonomis penting untuk konsumsi dan hias. Oleh karena itu lobster ini telah banyak dibudidaya serta diintroduksi ke banyak perairan di luar habitat aslinya (Fishnote 2002; Lodge et al. 2000b, diacu dalam Harlioglu &
2 Harlioglu 2006; Coughran & Leckie 2007; Lawrence & Jones 2002, diacu dalam Belle & Yeo 2010). Lobster air tawar C. quadricarinatus di Danau Maninjau dapat memberi dampak positif bagi perikanan atau sebaliknya memberi dampak negatif. Dampak negatif terjadi jika C. quadricarinatus menjadi spesies invasif.
Lodge et al.
(2006) sebagaimana dikutip Belle & Yeo (2010) mendefinisikan spesies invasif sebagai spesies yang mampu mempertahankan populasinya pada ekosistem alami atau semi alami dan berpengaruh negatif secara ekonomi, lingkungan, atau bahkan kesehatan manusia.
Beberapa karakteristik yang dimiliki C. quadricarinatus
menunjukkan bahwa spesies ini berpotensi sebagai spesies invasif jika diintroduksi.
Karakteristik tersebut diantaranya adalah laju pertumbuhan dan
fekunditas yang superior, toleransi terhadap lingkungan tinggi dengan tingkah laku meliang yang dapat merubah zona riparian (Jones 1990, Todd & D’Andrea 2003, diacu dalam Coughran & Leckie 2007) dan sebagai vektor mikroba mematikan (Edgerton et al. 2002, diacu dalam Belle & Yeo 2010; Longshaw 2011). Berdasarkan fakta di atas maka diperlukan penelitian awal mengenai biologi C. quadricarinatus di Danau Maninjau dalam hal ini struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Pertumbuhan dan reproduksi merupakan aspek dasar yang penting untuk dikaji karena kedua aspek tersebut menggambarkan kesesuaian dan adaptasi suatu spesies pada habitatnya (Guan & Wiles 1999), terlepas dari apakah C. quadricarinatus akan berdampak positif atau negatif di Danau Maninjau.
Secara ekonomi keberadaan C. quadricarinatus di Danau
Maninjau bisa dikatakan menguntungkan karena telah menjadi komoditas perikanan yang dieksploitasi dan diperjualbelikan. Oleh karena itu informasi ini penting sebagai dasar pengambilan keputusan pengelolaan C. quadricarinatus selanjutnya di Danau Maninjau.
1.2
Perumusan Masalah Lobster air tawar, C. quadricarinatus merupakan spesies asing di Danau
Maninjau.
Keberadaan spesies asing dapat berdampak positif atau negatif.
Kemantapan populasi C. quadricarinatus bergantung pada kemampuan pulihnya.
3 Kemampuan pulih kembali C. quadricarinatus ditentukan oleh pertumbuhan dan reproduksinya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan Danau Maninjau (Gambar 1). Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan hal tersebut untuk mengetahui status saat ini (present status) C. quadricarinatus, yaitu: 1. Distribusi dan struktur populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau setelah ±3 tahun?; 2. Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau?; 3. Potensi reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau?; dan 4. Kondisi lingkungan dan kualitas air Danau Maninjau sebagai habitat C. quadricarinatus?
1.3
Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis aspek
biologi C. quadricarinatus di Danau Maninjau yaitu distribusi dan kondisi habitat, struktur populasi, pertumbuhan, serta reproduksi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi
acuan
dalam
quadricarinatus di Danau Maninjau
pengambilan
keputusan
pengelolaan
C.
4 Berikut ini adalah diagram alir perumusan masalah penelitian: Beban Antropogenik
Hidromorfomertik Hidrodinamik
? Beban masuk an
Distribusi spasial Kualitas air Kemampuan pulih
Kualitas Air: Suhu, pH, DO, Kesadahan, Alkalinitas, Amonia, dan COD
Cherax quadricarinatus
Pertumbuhan dan reproduksi
Struktur populasi: Ukuran, tingkat kematangan gonad, dan fekunditas
Gambar 1 Perumusan masalah penelitian
Pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau
2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Cherax quadricarinatus Menurut
Hobbs
(1988)
dan
Horwitz
(1995)
taksonomi
Cherax
quadricarinatus (Gambar 2) adalah sebagai berikut: Phylum: Arthropoda Subphylum: Crustacea Class: Malacostraca Order: Decapoda Suborder: Pleocyemata Infraorder: Astacidea Superfamily: Parastacoidea Family: Parastacidae Genus: Cherax Species: Cherax quadricarinatus Nama umum/nama dagang :red claw crayfish
Gambar 2 Cherax quadricarinatus (Panjang karapas, Carapace length/CL=80.36 mm; Bobot=125.6 gram). Pada kelas Malacostraca terdapat kecenderungan meningkatnya tagmatisasi bersamaan dengan penurunan jumlah segmen tubuh. Pembagian tubuh menjadi tagma atau unit-unit fungsional dengan bagian tubuh yang khusus memberikan keuntungan pada banyak kondisi.
Lobster memiliki tubuh seperti anggota
Malacostraca air tawar lainnya. Lobster dilindungi oleh eksoskeleton relatif tebal, dan fleksibel yang terdiri dari epikutikel dan prokutikel yang secara
6 periodik mengalami pergantian kulit sehingga memungkinkan untuk tumbuh. Epikutikel tidak mengandung zat tanduk dan sebagian besar terdiri dari garam kalsium, protein, dan lemak sedangkan pada prokutikel terdapat zat tanduk selain kalsium dan protein (Holdich & Reeve 1988). Menurut Holdich & Reeve (1988), dari bagian atas tubuh lobster dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian anterior (cephalotorax) dan posterior (abdomen/ekor) (Gambar 3). Cephalotorax secara berturut-turut terdiri dari lima segmen anterior dan delapan segmen thoraxic, kepala, dan thorax yang posisinya ditandai oleh titik asal bagian mulut dan kaki. Secara fungsional cephalotorax terdiri dari dua tagma yaitu (1) anterior kepala sampai karapas (protocephalon) yang terdiri dari antennules, antennae, mata, dan labrum; (2) gnathothorax yang terdiri dari bagian-bagian mulut. Karapas menyatu ke bagian dorsal thorax dan memanjang sampai permukaan lateral sebagai branchiostegite. Selain itu juga terdapat beragam lekukan dan duri-duri. Lekukan melintang cervical menandai pembagian antara kepala dan thorax. Bagian akhir anterior karapas biasanya dilengkapi dengan duri-duri orbital sedangkan bagian ujung membentuk rostrum yang tajam.
Gambar 3 Struktur Morfologi Cherax (BPPT-LBN LIPI 1983/1984, diacu dalam Widha 2003).
7 Bagian abdomen tersegmentasi dengan jelas dan terdiri dari enam pembuluh yang mengalami kalsifikasi dan dihubungkan oleh membran yang tidak mengalami kalsifikasi, fleksibel, non elastik, dan artikular.
2.2
Distribusi dan Habitat C. quadricarinatus Famili Parastacidae memiliki jumlah spesies terbanyak dan Cherax
merupakan jenis yang distribusinya paling luas (Gambar 4).
Austin (1986)
sebagaimana dikutip Coughran & Leckie (2007) menyatakan bahwa distribusi asli C. quadricarinatus adalah Papua Nugini dan Australia.
Distribusi asli C.
quadricarinatus di Australia adalah bagian barat dan utara Teluk Carpentaria, Queensland; bagian timur dan utara Northern Territory; sedangkan di Papua Nugini terdapat di bagian selatan (Fishnote 2002).
Gambar 4 Distribusi Cherax (Hobbs 1988). Saat ini wilayah distribusi C. quadricarinatus telah meluas di luar wilayah distribusi aslinya, termasuk di Danau Maninjau.
Hal ini karena jenis C.
quadricarinatus merupakan spesies ekonomis penting yang diperdagangkan untuk
8 konsumsi dan hias.
Hal ini mendorong introduksi dan budidaya C.
quadricarinatus ke berbagai negara di Asia, Amerika Utara dan Selatan, Afrika, serta Eropa (Holdich et al. 1999, diacu dalam Harlioglu & Harlioglu 2006; Lawrence & Jones 2002, Edgerton 2005, diacu dalam Vazquez & Greco, 2007). Pada wilayah penyebaran aslinya C. quadricarinatus terdapat di perairan mengalir (sungai) (Austin 1986, diacu dalam Coughran & Leckie 2007; Fishnote 2002). Kegiatan budidaya yang intensif menyebabkan C. quadricarinatus juga terdapat pada tipe perairan tawar menggenang seperti kolam, waduk, dan danau.
2.3
Pertumbuhan C. quadricarinatus Pertumbuhan bisa didefenisikan sebagai perubahan ukuran atau jumlah
material tubuh baik perubahan positif maupun negatif temporal maupun dalam jangka waktu yang lama (Busacker et al. 1990); pertambahan ukuran panjang atau bobot dalam suatu waktu (Effendie 1997). Selanjutnya Chittleborough (1975) seperti diacu dalam Widha (2003) mendefinisikan pertumbuhan krustasea sebagai pertambahan bobot dan panjang tubuh yang terjadi secara berkala saat setelah pergantian kulit. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar baik yang terkontrol maupun tidak terkontrol. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu suhu dan makanan (Effendie 1997), ketersediaan makanan, laju memakan makanan, nilai gizi makanan, dan faktor abiotik seperti amonia dan pH (Woothon 1990, diacu dalam Welcomme 2001).
Dari sudut pandang perikanan, pertumbuhan
sebagaimana rekrutmen mempengaruhi bobot tangkapan berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan (King 1995). Studi mengenai pertumbuhan pada dasarnya adalah penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur.
Dalam menganalisis suatu populasi diperlukan
ekspresi matematika yang menggambarkan pertumbuhan.
Melalui ekspresi
matematika ini maka ukuran baik panjang maupun bobot suatu individu pada umur tertentu dapat diduga (Gulland 1969). untuk
menggambarkan
pertumbuhan
Beberapa model telah digunakan
dengan
menggunakan
persamaan
9 matematika yang sederhana (Allen 1971, diacu dalam King 1995). Menurut King (1995) salah satu diantaranya adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (von Bertalanffy Growth Function/VBGF) yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan ikan yang memuaskan. Hal ini karena persamaan pertumbuhan von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan (Beverton & Holt 1957). Secara fisiologi krustasea sangat berbeda dengan kelompok ikan karena adanya proses pergantian kulit (moulting). Hal ini menyebabkan pertumbuhan individu krustasea tidak bersifat kontinu akan tetapi bertahap. Namun demikian dalam menganalisis pertumbuhan populasi krustasea model pertumbuhan von Bertalanffy tetap cocok untuk digunakan. Hal ini karena satu kohort krustasea terdiri dari individu-individu yang moulting pada waktu yang berbeda sehingga rata-rata kurva pertumbuhan satu kohort menjadi kurva yang rata (Sparre & Venema 1999). Pada lobster terdapat beberapa cara untuk menggambarkan pertumbuhan yaitu: a. panjang karapas; pola pertumbuhan lobster diketahui dengan membuat plot antara umur dan panjang karapas (carapace length/CL), b. laju pertumbuhan sesaat tahunan (annual instantaneous growth), c. penambahan ukuran setelah moulting (moult increment/MI) yaitu penambahan panjang karapas setelah moulting yang diukur untuk masingmasing individu, dan d. persentase penambahan panjang karapas sebelum dan setelah moulting (percentage of premoult carapace length/PCMI).
2.3.1 Proses pergantian kulit (Moulting) Sebagaimana anggota krustasea lainnya perkembangan lobster air tawar melalui beberapa tahapan pergantian kulit (moulting), selama terjadi peningkatan ukuran diselingi oleh intermoult.
Pola perubahan eksoskeleton selama siklus
moulting menggambarkan peristiwa yang terjadi di bawah epidermis yang
10 mengeluarkan komponen skeletal (Lowery 1988). Whitnall (2000) menyebutkan bahwa moulting adalah proses pergantian eksoskeleton yang lama dan digantikan oleh yang baru pada tempat yang sama. Kulit yang baru bersifat lunak dan agar menjadi keras maka lobster akan mengambil air yang tersimpan di jaringan tubuhnya dan hal ini secara efektif menambah ukuran dan meregangkan kulit baru tersebut.
Jika kulit baru telah mengeras maka air akan dikeluarkan.
Proses
pergantian kulit dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari dan intensitasnya akan menurun dengan bertambahnya umur.
Proses pengerasan kulit
membutuhkan kalsium yang diambil dari tubuh dan lingkungan perairan. Selanjutnya Merrick (1993) seperti dikutip Widha (2003) membagi tahapan proses pergantian kulit menjadi empat tahapan yaitu: 1. Premoult: kalsium dalam kulit diserap kembali dan disimpan dalam gastrolith lalu diikuti dengan pembentukan kulit baru; 2. Moult: pelepasan kulit lama yang diikuti dengan penyerapan air dari media dalam jumlah besar; 3. Postmoult: pengapuran dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan anorganik yang berasal dari hemolimph dan hepatopankreas serta sebagian kecil dari media; 4. Intermoult: pertumbuhan jaringan somatik dan awal antar moulting.
2.4
Reproduksi C. quadricarinatus Fujaya (2004) seperti dikutip Ambarwati (2008) menyatakan bahwa
reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Beberapa aspek terkait reproduksi diantaranya adalah: 2.4.1 Seksualitas Lobster jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan letak gonophore pada kaki jalan. Pada lobster betina gonophore terletak pada dasar kaki jalan ke-3 dan pada lobster jantan gonophore terdapat pada dasar kaki jalan ke-5.
Mc
Conmack (1994) seperti dikutip Widha (2003) menyatakan bahwa perbedaan kelamin agak menyulitkan pada individu yang interseks.
Dalam kasus ini
biasanya Cherax bersifat jantan dan alat reproduksi betina tidak berfungsi. Hasil
11 penelitian Vazquez & Greco (2007) menunjukkan hal lain bahwa semua individu interseks memiliki kedua pasang lubang genital betina dan jantan; tidak terdapat appendix masculine dan bagian berwarna merah; dan berfungsi sebagai betina. Berikut ini adalah contoh individu C. quadricarinatus interseks:
Gambar 5 Individu betina C. quadricarinatus interseks dengan gonophore betina dan jantan (Vazquez & Greco 2007).
2.4.2 Tingkat kematangan gonad Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah lobster memijah. Pengetahuan mengenai kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara individu yang sudah matang gonad dengan yang belum matang gonad dari stok yang ada di perairan, selain itu dapat diketahui ukuran atau umur pertama matang gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dan frekuensi pemijahan dalam satu tahun (Effendie 1979). Pengamatan kematangan gonad bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mikroskopis (histologi) dan pengamatan makroskopis (morfologi). Dari penelitian secara histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad lebih jelas dan rinci. Pengamatan morfologi tidak akan rinci seperti histologi, namun cara morfologi ini mudah dan banyak dilakukan. Dasar yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad yaitu dengan mengamati morfologi gonad antara lain bentuk gonad, ukuran panjang gonad, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 1997).
12 2.4.3 Fekunditas Fekunditas dapat diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina dan merupakan faktor penting dalam pengelolaan kegiatan budidaya ataupun biologi populasi jika dibandingkan antarpopulasi atau antarspesies. Fekunditas yang tinggi berpeluang untuk lebih sukses dalam reproduksi.
2.5
Kualitas Air Secara umum kualitas air yang diperlukan oleh lobster air tawar untuk dapat
tumbuh dengan baik adalah perairan hangat dengan kadar kalsium minimal 5 mgL-1, kesadahan tinggi, alkalinitas agak tinggi, dan kadar keasaman (pH) basa (7-8.5) (France 1995, diacu dalam Guan 1999; Lowery 1988). 2.5.1 Suhu, oksigen terlarut, dan pH Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen.
Peningkatan suhu perairan sebesar 100C menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen organisme akuatik sekitar 203 kali lipat. Namun peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi 2003). perairan.
Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam
Konsentrasi oksigen di perairan merupakan fungsi dari proses biologi
seperti fotosintesis atau respirasi dan proses fisika seperti pergerakan massa air atau suhu (Goldman & Horne 1983). Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan. Pada perairan dengan suhu lebih tinggi laju pertumbuhan lobster akan lebih tinggi. Pada lobster suhu akan mempengaruhi lamanya masa intermoult. Pada suhu di bawah kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan, lobster akan makan dengan lambat. Variasi suhu dan oksigen yang tinggi atau nilai suhu yang di atas kisaran
13 nilai optimum dapat menyebabkan tertundanya proses pergantian kulit dan dapat meningkatkan kematian setelah moulting.
Lobster pada perairan dingin
membutuhkan oksigen relatif rendah dibandingkan lobster di perairan hangat (famili Cambaridae dan Parastacidae) (Jussila & Evans 1996, diacu dalam Reynolds 2002). Keasaman dan kebasaan suatu danau diukur dalam satuan yang disebut dengan pH. pH (puissance d’Hydrogène/strength of the hydrogen) didefinisikan sebagai log negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Keasaman ditunjukkan dengan pH 0 sampai 7 sedangkan basa 7 sampai 14. Konsentrasi ion hidrogen juga mengontrol nutrien perairan danau termasuk karbondioksida dan nutrien penting lainnya seperti fosfat, amonia, besi, dan logam lainnya (Goldman & Horne 1983). pH akan mempengaruni konsentrasi kalsium yang sangat dibutuhkan oleh lobster untuk pertumbuhannya. 2.5.2 Alkalinitas dan kesadahan Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal dengan sebutan acid neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Pembentuk utama alkalinitas adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen. Pada perairan tawar kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium sehingga pada dasarnya kesadahan ditentukan oleh kalsium dan magnesium (Effendi 2003). Nilai alkalinitas dan kesadahan terkait erat dengan konsentrasi kalsium yang terdapat dalam garam karbonat dan bikarbonatnya. Kalsium merupakan elemen penting untuk pertumbuhan lobster. Lobster pada perairan dengan kesadahan rendah cenderung memiliki kandungan kalsium lebih rendah dibanding lobster dari perairan dengan kesadahan tinggi (Greenaway 1985, diacu dalam Reynolds 2002). Wheatley & Ayers (1995) seperti dikutip Reynolds (2002) menyatakan bahwa kalsium merupakan elemen yang paling penting untuk pertumbuhan lobster.
Kebutuhan kalsium pada periode postmoult sangat tinggi untuk
menggantikan kalsium yang hilang saat moulting.
Peranan penting kalsium
lainnya dalam perairan adalah pengaruhnya terhadap pH dan sistem CO2- dan
14 HCO3-. Kalsium di perairan terdapat dalam bentuk ionik dan partikulat terlarut terutama CaCO3. Garam kalsium merupakan elemen utama kesadahan perairan. Kalsium, bikarbonat, pH, dan konduktivitas tertentu merupakan elemen-elemen yang berkorelasi di perairan danau. Kalsium merupakan salah satu mineral yang melimpah di perairan dan mudah diukur dalam bentuk ion sehingga sering dijadikan indikator kesadahan perairan. 2.5.3 Chemical oxygen demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi semua bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Maciolek 1962, diacu dalam Boyd 1988). Bahan organik terdapat dalam bentuk plankton, detritus, dan bahan organik terlarut. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi dapat menimbulkan pencemaran bahan organik. Hal ini akan mempengaruhi populasi, pertumbuhan, dan reproduksi lobster.
3 METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perairan umum Danau Maninjau, Kecamatan
Tanjung Raya, Kabupaten Agam (Gambar 6). Penelitian berlangsung pada bulan Mei-September 2011. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak sembilan kali dengan interval waktu dua minggu. Penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga aspek penelitian yaitu struktur populasi; pertumbuhan; dan reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau. 6
1
5
Stasiun sampling 2
4 3
Sumber: Modifikasi Sulastri et al. (2009)
Gambar 6 Lokasi penelitian. 3.2
Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survei.
Stasiun
pengambilan contoh ditentukan secara purposive/ judgmental yaitu stasiun terpilih merupakan lokasi yang dianggap paling mewakili populasi secara keseluruhan (Levy & Lemeshow 1991). Lokasi/stasiun pengambilan contoh dibagi menjadi beberapa lokasi yang mewakili kondisi Danau Maninjau yaitu berdasarkan perbedaan tipe substrat zona litoral dan sumber masukan bahan organik. Pada Tabel 1 dan Lampiran 1 disjikan deskripsi masing-masing lokasi/stasiun pengambilan contoh:
16 Tabel 1 Deskripsi stasiun pengambilan contoh Sumber Masukan TSZL* Bahan Organik Bayur (1) -KJA Batu kecil berpasir -Kegiatan pertanian -Limbah domestik Sungai Batang (2) -KJA Batu besar -Kegiatan pertanian -Limbah domestik Batu Nanggai (3) -KJA Batu besar -Limbah domestik Sigiran (4) -KJA Batu besar -Limbah domestik Sungai Tampang (5) -KJA Batu besar -Limbah domestik Utara (Linggai, Koto -KJA Batu kecil, berpasir, dan Gadang ) (6) -Kegiatan pertanian sedikit berlumpur -Limbah domestik *TSZL=tipe substrat zona litoral; **JPTD=jumlah pepohonan di tepian danau Stasiun
3.3
JPTD**
Lokasi
+
Timur
++
Timur
+
Selatan
++
Barat
++
Barat
+
Utara
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah:
Tabel 2 Daftar alat dan bahan serta kegunaannya. No
Kegunaan
1
Alat dan Bahan Alat Kaliper ketelitian 0.01 mm
2
Neraca dijital ketelitian 0.1 gram
3
Neraca dijital ketelitian 0.0001 gram
4
Experimental trap (berbentuk kotak dengan dimensi 50x20x15 cm dan mesh size ¼ inchi) Alat tangkap yang digunakan nelayan Akuarium (dimensi 90x40x40 cm) dan paralon (panjang=10 cm dan diameter ±7 cm) Botol sampel Botol film Alat bedah
Mengukur dimensi ukuran bobot basah total lobster Mengukur dimensi ukuran bobot gonad lobster Menangkap lobster
5 6 7 8 9 10 11 12
Water Quality Checker (WQC Horiba U-10) dan YSI 550A Kertas lakmus Mikroskop binokuler Olympus Model CHS (CH-2)
13
Mikrometer okuler dan objektif
1 2 3
Bahan Lobster Formalin 10% dan 4% Larutan Bouin
3.4
Metode Kerja
Mengukur dimensi ukuran panjang
Menangkap lobster Memelihara lobster Wadah sampel air Wadah gonad lobster Membedah lobster untuk mengetahui tingkat kematangan gonad Mengukur parameter fisika air Menentukan pH air Mengamati histologis gonad dan diameter telur Mengukur diameter telur di bawah mikroskop Objek penelitian Mengawetkan gonad lobster Mengawetkan gonad untuk pengamatan histologis
17 3.4.1 Kualitas air Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO), turbiditas, kesadahan, alkalinitas, amonia, dan chemical oxygen demand (COD). Pengukuran parameter turbiditas menggunakan WQC Horiba U-10; oksigen dan suhu menggunakan YSI 550 A; dan pH menggunakan kertas lakmus. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh lobster yaitu setiap dua minggu sekali pada masing-masing stasiun. Pengambilan contoh air untuk analisa kesadahan, alkalinitas, amonia, dan COD dilakukan sebulan sekali di masing-masing stasiun pada Juli sampai September. Parameter suhu, pH, dan DO ditentukan secara langsung sedangkan parameter alkalinitas dan kesadahan diukur menggunakan metode titrimetri; amonia menggunakan spektrofometer dengan metode phenate; dan COD metode refluks tertutup menurut standar APHA (1992). 3.4.2 Struktur populasi Pada setiap pengambilan contoh di masing-masing lokasi data yang dicatat adalah jumlah, ukuran panjang, ukuran bobot, dan jenis kelamin lobster yang tertangkap menggunakan experimental trap (Lampiran 2).
Experimental trap
mempunyai bentuk yang sama dengan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan setempat yang dikenal dengan istilah rago. Rago yang digunakan untuk penelitian memiliki bentuk dan ukuran seragam. Rago dipasang selama lebih kurang 13 jam setiap pengambilan contoh. Rago dipasang sore hari (sekitar pukul 17.00-18.00 WIB) dan diangkat keesokan paginya (sekitar pukul 06.00-07.00 WIB). Umpan yang digunakan adalah campuran kelapa dan pelet. Jumlah rago yang dipasang pada masing-masing stasiun sama yaitu 5 buah selama Mei-Juli namun menjadi 4 buah selama Agustus-September. Pengurangan jumlah ini disebabkan beberapa hal yaitu adanya rago rusak dan hilang. Nilai TPSU dihitung sesuai dengan jumlah rago yang digunakan (Lampiran 3). Beberapa karakter morfometrik lobster diukur untuk mengetahui keragaman morfometrik lobster pada tiap stasiun. Karakter morfometrik yang diukur adalah panjang karapas (CL, 1); panjang total (PT, 2); panjang kepala (PK, 3); panjang
18 dada (PD, 4); panjang abdomen (PAb, 5); panjang telson (PTl, 6); dan lebar rostrum (LR, 7) seperti disajikan pada Gambar 7 berikut ini :
Gambar 7 Pengukuran karakter morfometrik. Semua karakter tersebut dibandingkan terhadap panjang karapas menjadi rasio panjang total terhadap panjang karapas (PTCL); panjang kepala (PKCL); panjang dada (PDCL); panjang abdomen (PAbCL); panjang telson (PTlCL); dan lebar rostrum (LRCL). 3.4.3 Pertumbuhan Parameter yang diukur adalah panjang total, panjang karapas, dan bobot basah total. Panjang total merupakan panjang yang diukur dari ujung rostrum sampai tepi belakang bagian tengah telson (Guan & Wiles 1999).
Panjang
karapas (carapace length/CL) merupakan panjang yang diukur dari ujung rostrum sampai tepi belakang bagian tengah cephalothorax (Guan & Wiles 1999). Bobot
19 basah total adalah bobot total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya (Busacker et al. 1990). Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau ditentukan berdasarkan analisis frekuensi panjang karapas dan penambahan ukuran setelah pergantian kulit, seperti dijelaskan berikut : a.
Pertumbuhan berdasarkan analisis frekuensi panjang Lobster yang digunakan adalah semua hasil tangkapan. Parameter yang
diukur adalah panjang total dan panjang karapas.
Data yang diperoleh akan
digunakan untuk menentukan parameter pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy. b.
Pertumbuhan berdasarkan penambahan ukuran setelah pergantian kulit. Sebanyak 20 ekor lobster dipelihara di akuarium dengan kepadatan lima
ekor lobster per akuarium. Air yang digunakan selama pemeliharaan adalah air Danau Maninjau; diaerasi terus menerus; dan diberi pakan pelet, kelapa, dan cacing. Pada masing-masing akuarium lobster ditandai dengan mengikat salah satu capitnya menggunakan tali rafia dengan warna berbeda.
Pengukuran
parameter panjang karapas dilakukan sebelum dan sesudah lobster mengalami pergantian kulit.
Pengukuran setelah pergantian kulit dilakukan ketika kulit
lobster telah mengeras kembali yaitu ±24 jam atau lebih setelah pergantian kulit. Data yang didapat dianalisis untuk menentukan nilai MI (moult increment) dan PCMI (percentage of premoult carapace length). Lobster yang dipelihara dipilih secara acak mewakili stasiun pengambilan contoh dan ukuran lobster yang digunakan beragam (Lampiran 4). 3.4.4 Reproduksi Pengambilan contoh dilakukan sebanyak sembilan kali dengan interval waktu dua minggu. Lobster contoh untuk analisis aspek reproduksi adalah semua tangkapan untuk penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad serta sub contoh dari hasil tangkapan untuk analisis IKG dan fekunditas pada masingmasing stasiun. Lobster contoh dianastesi dengan cara penyimpanan pada suhu dingin (-200C) selama 15 menit untuk selanjutnya dilakukan pengamatan (Vazquez et al. 2008).
20 a.
Seksualitas Jenis kelamin lobster ditentukan berdasarkan posisi gonophore pada kaki
jalan lobster (Gambar 8).
(a) (b) Gambar 8 Lokasi organ reproduksi untuk krustasea betina (a) dan jantan (b) (Withnall 2000). Gonophore terletak pada dasar pereiopod ke-3 untuk lobster betina dan pada dasar pereiopod ke-5 untuk jantan (Sagi et al. 1996, diacu dalam Vazquez & Greco 2007). b.
Tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad Setelah lobster dianastesi selanjutnya lobster dibedah untuk pengamatan
gonad. Tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan ciri morfologi dan analisis histologis gonad. Penentuan TKG secara morfologi mengacu kepada metode klasifikasi tingkat kematangan gonad C. quadricarinatus (Vazquez et al. 2008) untuk betina dan C. monticola (BPPT-LBN LIPI 1983/ 1984 diacu dalam Tapilatu 1996 & Widha 2003) untuk jantan (Tabel 3). Setelah dilakukan pengamatan TKG secara morfologi selanjutnya gonad ditimbang untuk analisis indeks kematangan gonad.
21 Tabel 3 Klasifikasi tingkat kematangan gonad Cherax sp. TKG I
II
III
IV
Post sapwning
c.
Betina Ovarium berbentuk seperti huruf H dan transparan. Panjang karapas rata-rata 16.70 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 13.00 mm; dan bobot rata-rata 0.09-0.2 atau 0.2-2.00 gram. Ovarium berbentuk seperti huruf H dengan warna krem sampai oranye muda. Panjang karapas rata-rata 30.06 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 21.24 mm; dan bobot rata-rata 2-8 gram. Ovarium berbentuk seperti huruf H dengan warna oranye sampai oranye dengan beberapa telur berwarna hijau. Panjang karapas rata-rata 36.94 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 26.03 mm; dan bobot ratarata 6-18 gram. Ovarium berbentuk seperti huruf Y dengan warna hijau muda. Panjang karapas rata-rata 54.34 mm; panjang rata-rata post-orbital karapas 38.47 mm; dan bobot ratarata >18 gram. Ovarium berbentuk seperti huruf Y dengan warna oranye muda.
Jantan Testis tampak transparan
Awal perkembangan sperma. Testis berwarna abu-abu keputih-putihan. Testis matang. Warna putih susu
-
Lebar endopod dan exopod Salah satu pleopod ketiga (Gambar 9) diambil dan diletakkan di atas cawan
petri. Selanjutnya lebar endopod dan exopod diukur menggunakan kaliper (±0.01 mm).
Gambar 9 Posisi pleopod ke-3.
22 d.
Fekunditas Gonad lobster betina yang telah matang gonad (TKG III dan IV) diawetkan
dalam larutan formalin 10% selama 24 jam dan setelahnya diganti dengan larutan formalin 4% untuk selanjutnya dihitung.
Fekunditas ditentukan dengan
menggunakan metode gravimetrik (Effendie 1979). Gonad contoh diambil dari tiga bagian gonad tersebut yaitu posterior, median, dan anterior. Gonad contoh ditimbang dan dihitung jumlah butir telurnya. e.
Diameter telur Gonad contoh diambil dari bagian posterior, median, dan anterior sebanyak
20 butir.
Setelah itu diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler.
Mikroskop binokuler dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan mikrometer objektif. Metode yang digunakan adalah metode sensus.
3.5 Analisa Data 3.5.1 Struktur populasi a. Keragaman morfometrik Perbedaan nilai beberapa karakter morfometrik lobster pada masing-masing stasiun diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA) satu arah. b.
Kepadatan lobster Kepadatan lobster pada masing-masing lokasi dapat dilihat dari nilai
tangkapan per satuan upaya (TPSU). TPSU = jumlah individu lobster/upaya tangkap (jumlah rago) pada tiap lokasi. 3.5.2 Pertumbuhan a. Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Pola pertumbuhan lobster dapat diketahui melalui koefisien hubungan panjang bobot lobster. Hubungan antara panjang (L) dan bobot (W) lobster jantan dan betina secara umum adalah (Pauly 1984):
W aLb Nilai a dan b diduga dari bentuk linear persamaan di atas yaitu:
log W log a b log L
23 1. Jika nilai b=3 maka pertumbuhan bobot adalah isometrik 2. Jika nilai b≠3 maka pertumbuhan bobot adalah alometrik. a. b>3 maka pertumbuhan bobot adalah alometrik positif b. b<3 maka pertumbuhan bobot adalah alometrik negatif. Untuk menguji hipotesis nol bahwa β=β0 dapat dihitung t. Jika nilai t > t(α/2, n-2)
maka hipotesis nol ditolak dan jika t < t(α/2, n-2) hipotesis nol gagal ditolak (Steel
& Torrie 1989). Selanjutnya kehomogenan nilai b jantan dan betina diuji menurut Steel & Torrie (1989). Uji kehomogenan nilai b bertujuan untuk menentukan apakah keduanya dapat dianggap menduga β yang sama dengan kata lain apakah data hubungan panjang bobot lobster jantan dan betina dapat digabungkan. Berikut ini adalah metode uji kehomogenan nilai b: Tabel 4 Uji kehomogenan nilai b (x-x)2
(y-y)2 db
(x-x)(y-y
Perlakuan
db
1 2 . . . t
n1-1 n2-1
Exx (1) Exx (2)
Exy (1) Exy (2)
Eyy (1) Eyy (2)
n1-2 n2-2
JK Sisa (1) JK Sisa (2)
nt-1
Exx (t)
Exy (t)
Eyy(t)
nt-2
JK Sisa (t)
Sisa dari regresi masingmasing Total bagi regresi tunggal keseluruha n
JK Sisa
ni − 2t
Exx(i)
ni -t i
Exy(i)
Eyy(i)
i
∑ JK i (sisa)=g alat gabungan =A
Eyy (i)
ni -t-1
i
−
Beda bagi kehomoge nan regresi
t-1
(B-A)
Fhitung =
dengan t-1 dan ∑ ni − 2t db
t-1
A
(∑ ni − 2t)
[∑ EXY (i)]2 =B ∑ EXx (i)
B-A
24 Faktor kondisi (k) yang menggambarkan kondisi lobster dihitung dengan membandingkan berat aktual masing-masing individu lobster (w) dengan bobot teoritisnya (ŵ) menurut persamaan berikut (Bagenal 1978): w k= w b. Penambahan ukuran setelah pergantian kulit Pertambahan panjang karapas per pergantian kulit (moult increment/MI) dan persentase pertambahan panjang karapas per pergantian kulit (percentage of premoult carapace length /PCMI) dapat dihitung menggunakan rumus (Guan & Wiles 1999): MI=CL1 − CL0 dan PCMI= Keterangan
c.
: CL0 :CL1
= =
(CL1 CL0 ) CL0
x100
panjang karapas sebelum pergantian kulit panjang karapas setelah satu kali pergantian kulit.
Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (VBGF) Koefisien pertumbuhan (K) ditentukan menggunakan ELEFAN I (K scan)
yang terdapat pada perangkat lunak FiSAT II. Panjang asimptotik (L∞) ditentukan berdasarkan ukuran terbesar individu yang tertangkap (Lmax) menggunakan Taylor (1958) seperti dikutip Nwosu & Wolfi (2006) : L∞ =
Lmax 0,95
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1979 diacu dalam Alhassan & Armah 2011): log(-t0 )=-0.3922-0.2752(log L∞ )-1.038(log K) sehingga persamaan pertumbuhan von Bertalanffy lobster menjadi: CLt =CL∞ (1- exp -k(t-t0 )) Keterangan :CLt :CL∞ :K :t0 :t
= = = = =
panjang karapas saat umur t (mm) panjang karapas asimptotik (mm) koefisien pertumbuhan umur teoritis saat CL nol (tahun) umur (tahun)
25 3.5.3 Reproduksi a. Rasio kelamin Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah lobster jantan dan lobster betina. Rasio kelamin=
J B
Keterangan :J = Jumlah lobster jantan (ekor) :B = Jumlah lobster betina (ekor)
Penentuan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chi-Square (Steel dan Torie 1989) sebagai berikut: H0 : J = B H1 : J ≠ B Dengan rumus perhitungan : X2 hitung =∑i
oi -ei
2
ei
Keterangan :X2 hitung = Chi-Square hitung :oi = frekuensi ke-i :ei = frekuensi harapan ke-i
Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran khi-kuadrat. Untuk penarikan keputusan dengan membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel maka keputusannya adalah menolak H0, dan jika X2 hitung < X2 tabel maka keputusannya adalah gagal menolak H0 (Walpole 1993). b.
Tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad Struktur tingkat kematangan gonad pada masing-masing lokasi akan
dianalisis secara deskriptif. Indeks kematangan gonad (IKG) atau gonadosomatic indices (GSI) dihitung menggunakan rumus (Beatty et al. 2005): GSI=100
W1 W2
Keterangan :GSI = gonadosomatic indices/ indeks kematangan gonad :W1 = Bobot basah gonad (gram) :W2 = Bobot basah total lobster (gram)
26 Perubahan tingkat kematangan gonad lobster jantan dan betina juga akan dianalisis menggunakan indeks lebar endopod (endopod width index/ EWI). EWI dihitung menurut Sagi et al. (1996): EWI= c.
Lebar endopod Lebar exopod
Ukuran pertama kali matang gonad Ukuran lobster pertama kali matang gonad (size at first maturity/ LM)
mewakili ukuran lobster dimana 50% individu telah matang gonad.
Ukuran
pertama kali matang gonad diduga dengan memplotkan proporsi lobster matang gonad pada tiap ukuran kelas panjang mengikuti model logistik berikut (Campos et al. 2009): p=
1 1+exp-r(CL-LM)
dimana p adalah proporsi individu matang gonad pada masing-masing kelas ukuran, r kemiringan garis (slope), CL panjang karapas, dan LM ukuran pertama kali matang gonad. d.
Fekunditas Fekunditas ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik menurut
Effendie (1979) : X= Keterangan :X = W= x = w =
W.x w
Fekunditas total (butir) Berat gonad total (gram) Jumlah telur gonad contoh (butir) Berat gonad contoh (gram)
3.5.4 Hubungan struktur populasi, pertumbuhan, dan reproduksi dengan kualitas air Danau Maninjau Data kualitas air dianalisis menggunakan statistika deskriptif. Selanjutnya data kualitas air dibandingkan dengan batas toleransi kualitas air yang sesuai untuk kehidupan C. quadricarinatus beradasarkan rujukan yang ada. Hubungan atau keterkaitan antara kepadatan, pertumbuhan dan reproduksi dengan kualitas air dianalisis secara deskriptif.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kondisi Habitat C. quadricarinatus di Danau Maninjau Kualitas air merupakan fakror abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan
reproduksi biota akuatik termasuk C. quadricarinatus.
Beberapa parameter
kualitas air penting bagi kehidupan lobster air tawar dan diukur pada penelitian adalah pH, kandungan oksigen terlarut (mgL-1), suhu (0C), turbiditas (NTU), alkalinitas (mgL-1), kesadahan (mgL-1), chemical oxygen demand (COD) (mgL-1), dan amonia (mgL-1). Pada semua pengamatan menurut waktu dan lokasi nilai suhu bervariasi dengan kisaran 26.8-29.30C. Rata-rata turbiditas berkisar antara 4.5 sampai 9.75 NTU menurut stasiun dan 6.20-9.00 NTU menurut bulan pengukuran. Variasi oksigen terlarut per lokasi dan waktu cukup tinggi dengan nilai minimum 1.40 mgL-1 (Juli, Sungai Batang) dan maksimum 8.62 mgL-1 (Agustus, Sigiran) (Lampiran 5). Hasil pengukuran pH, suhu, turbiditas dan oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan lokasi pengukuran. Kisaran nilai parameter fisika di atas masih dalam batas yang bisa ditoleransi oleh C. quadricarinatus. Suhu optimum bagi C. quadricarinatus yaitu 22-300C (Reynolds 2002); 23.9-29.40C (Masser & Rouse 1997). pH perairan yaitu 6 merupakan nilai pH yang masuk dalam rentang nilai pH yang umum terdapat di danau yaitu 6-9 (Goldman & Horne 1998). Perairan dengan kisaran nilai pH 6-9 merupakan perairan yang bisa diperuntukkan untuk kegiatan budidaya perikanan (PP No 82 Tahun 2001) dan nilai pH yang direkomendasikan untuk penetasan C. quadricarinatus pada kegiatan budidaya oleh Rouse (1977) seperti diacu dalam Widha (2003) adalah 6.5-9; namun hasil penelitian Widha (2003) menunjukkan nilai pH pada penetasan adalah 5.9-6.5. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut minimum dan maksimum Danau Maninjau termasuk ke dalam perairan kelas I-III dan masih bisa diperuntukkan untuk kegiatan budidaya perikanan menurut PP No.82 tahun 2001. Masser & Rouse (1997) juga melaporkan bahwa toleransi kandungan oksigen C. quadricarinatus adalah di atas 1 mgL-1 namun lobster dewasa masih bisa
28 mentolerir kandungan oksigen 1 mgL-1. Kandungan oksigen optimum untuk pertumbuhan C. quadricarinatus adalah >5 mgL-1 (Frost 1975, diacu dalam Nystrom 2002). Selanjutnya C. quadricarinatus lebih menyukai perairan yang relatif lebih keruh. Sama halnya dengan nilai beberapa parameter lainnya, nilai alkalinitas dan kesadahan pada habitat C. quadricarinatus di Danau Maninjau juga bervariasi. Nilai alkalinitas berkisar antara 94.98 mgL-1 sampai 124.20 mgL-1. Kisaran nilai kesadahan yaitu 37.33-42.67 mgL-1.
Nilai alkalinitas dan kesadahan erat
kaitannya dengan kandungan kalsium di perairan.
Nilai kesadahan tinggi
menggambarkan kandungan kalsium tinggi pula. Batas toleransi alkalinitas dan kesadahan C. quadricarinatus cukup lebar yaitu 20-300 mgL-1.
Wheatley &
Ayers (1995) seperti dikutip Reynolds (2002) menyatakan bahwa kalsium merupakan elemen yang paling penting untuk pertumbuhan lobster. Kebutuhan kalsium pada periode postmoult sangat tinggi untuk menggantikan kalsium yang hilang saat moulting. Selama bulan Juli-September nilai COD di Danau Maninjau sangat bervariasi. Nilai COD minimum yaitu 5.19 mgL-1 di Sungai Tampang pada bulan Agustus dan nilai maksimum 94.2 mgL-1 di Sungai Batang pada bulan September. Nilai COD pada bulan September sangat tinggi dibandingkan bulan sebelumnya di semua stasiun pengambilan contoh. Peningkatan nilai COD mencapai hampir sepuluh kali lipat. Tingginya bahan organik perairan Danau Maninjau mulai periode ini juga terlihat dengan adanya gumpalan menyerupai serbuk berwarna hijau yang diduga kumpulan alga di perairan Danau Maninjau (Lampiran 6). Boyd (1973) seperti dikutip kembali oleh Boyd (1982) menemukan bahwa di perairan tambak fitoplankton merupakan faktor utama penyumbang COD. Gumpalan yang mengandung minyak ini mulai tecatat oleh penulis sejak tanggal 13 Agustus 2011. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa pencemar bahan organik di Danau Maninjau bersumber dari limbah domestik, limbah pertanian, dan limbah KJA. Sebagai catatan bahwa sejak bulan Agustus di Danau Maninjau telah mulai terjadi hujan ringan sampai hujan lebat.
Hal ini diduga bisa
menyebabkan meningkatnya limbah pertanian yang tadinya tersimpan pada
29 permukaan tanah tergerus dan terbawa air hujan ke perairan Danau. Selanjutnya hujan lebat juga memungkinkan terjadinya pembalikan massa air danau yaitu massa air di bawah kolom perairan yang kaya akan bahan organik sisa pakan KJA naik ke permukaan dan sebaliknya. Jika berdasarkan nilai rata-rata COD maka perairan Danau Maninjau termasuk ke dalam perairan kelas IV menurut PP No 82 tahun 2001. Kandungan amonia perairan Danau Maninjau berkisar antara 0.07 mgL-1 sampai 2.14 mgL-1. Rata-rata nilai amonia bulan Agustus-September <0.1 mgL-1 menunjukkan nilai amonia yang umum di perairan danau dan sungai pada umumnya (Goldman & Horne 1998).
Cherax quadricarinatus mampu
mentoleransi kandungan amonia sampai 1 mgL-1 dan nitrit 0.5 mgL-1 (Masser & Rouse 1997). Pencemaran baik bahan organik maupun logam berat dilaporkan berpengaruh negatif terhadap populasi alami lobster air tawar, walaupun hal ini masih berdasarkan hasil penelitian skala laboratorium (France 1986, diacu dalam Nystrom 2002).
Walaupun beberapa jenis lobster air tawar toleran terhadap
pencemaran namun bahan pencemar tersebut akan terakumulasi terutama pada insang, eksoskleton, dan hepatopankreas (Alikhan et al. 1990, Anderson et al. 1997, Zaranko et al. 1997, diacu dalam Nystrom 2002). Bahan pencemar ini akan diteruskan ke rantai makanan berikutnya termasuk jika dikonsumsi oleh manusia.
4.2 Struktur Populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau 4.2.1 Keragaman morfometrik Studi mengenai morfometrik secara kuantitatif memiliki manfaat yaitu dapat membedakan individu antar jenis kelamin atau spesies; menggambarkan pola-pola
keragaman
morfometrik
antarpopulasi
maupun
spesies;
dan
mengklarifikasi hubungan filogenik (Strauss & Bond 1990). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dari enam karakter yang diuji hanya ada dua karakter yang berbeda nyata (p<0.05) antarstasiun yaitu PKCL dan PAbCL. Empat karakter lainnya PTCL, PDCL, LRCL, dan PTlCL sama di semua stasiun (p>0.05) (Lampiran 7). Hasil ini menunjukkan bahwa sulit untuk membedakan lobster dari setiap stasiun secara morfometrik. Selanjutnya hasil analisis ini juga mengindikasikan
30 bahwa lobster di Danau Maninjau saat ini terdiri dari populasi yang sama. Namun tidak tertutup kemungkinan akan terbentuk sub populasi lobster di Danau Maninjau. Hal ini karena keragaman genetik pada spesies yang sama tergantung pada ukuran sub populasi lokal, lamanya sub populasi terisolasi, dan jumlah migrasi yang terjadi (Allendorf & Ferguson 1990). 4.2.2 Tangkapan per satuan upaya/TPSU (catch per unit effort/CPUE) Lobster air tawar C. qudricarinatus sebagai salah satu spesies asing di Danau Maninjau telah terdistribusi di semua lokasi/stasiun pengambilan contoh dengan kepadatan yang berbeda. Hal ini terlihat dari nilai TPSU yang berbeda pada masing-masing stasiun. Nilai TPSU tertinggi sebesar 6.4 yaitu di stasiun Sungai Batang kemudian diikuti Batu Nanggai, Sungai Tampang, Sigiran, Utara, dan Bayur (Tabel 5). Kepadatan yang relatif lebih tinggi di Sungai Batang dan Batu Nanggai disebabkan oleh beberapa hal yaitu kesesuaian habitat, ketersediaan makanan, dan karena masuknya C. quadricarinatus di Danau Maninjau berawal dari wilayah sekitar Sungai Batang-Batu Nanggai. Tabel 5 Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) lobster pada masing-masing stasiun Stasiun Bayur Sungai Batang Batu Nanggai Sigiran Sungai Tampang Utara
Tangkapan Per Satuan Upaya (TPSU) 1.0 6.4 3.3 1.1 1.1 1.2
Wilayah sekitar Sungai Batang-Batu Nanggai merupakan awal penyebaran C. quadricarinatus di Danau Maninjau, sehingga sub populasi di wilayah ini lebih mantap dan berkembang biak lebih banyak menurut fungsi waktu introduksi. Hal ini didukung oleh kesesuaian habitat yaitu zona litoral dengan substrat berbatu besar yang berfungsi sebagai tempat berlindung bagi lobster. Pepohonan di tepi danau seperti akar pohon beringin yang terdapat di beberapa bagian seperti di Sungai Batang, dapat berfungsi sebagai mikrohabitat dan daunnya sebagai sumber makanan bagi C. quadricarinatus. Fielder & Thorne (1990) sebagaimana dikutip Loya-Javellana et al. (1993) mengungkapkan bahwa C. quadricarinatus
31 merupakan spesies lobster yang memerlukan naungan (shelter dependent) dalam kebiasaan makan (feeding behavior) nya.
Hal ini untuk mengurangi resiko
predasi. Selanjutnya Loya-Javellana et al. (1993) juga menemukan bahwa C. quadricarinatus dewasa lebih memilih makanan berupa detritus. Oleh karena itu kepadatan lobster di wilayah Sungai Batang-Batu Nanggai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. 4.2.3 Distribusi ukuran Secara umum ukuran lobster jantan lebih besar dibandingkan lobster betina (Gambar 10 dan Lampiran 9). Pada kelas ukuran lebih besar dari 57.87 mm jumlah lobster jantan lebih banyak dan pada kelas ukuran terbesar tidak ditemukan lobster betina. 35.00 Frekuensi (%)
30.00 25.00 20.00 15.00
Jantan
10.00
Betina
5.00 0.00 17.7623.4929.2234.9540.6846.4152.1457.87 63.6 69.3375.06 Nilai tengah kelas ukuran panjang (mm)
Gambar 10 Distribusi ukuran C. quadricarinatus jantan dan betina. Ukuran panjang (dalam hal ini panjang karapas/CL, mm) dan bobot basah total Cherax quadricarinatus yang ditemukan di Danau Maninjau beragam seperti disajikan pada Gambar 11 dan Lampiran 8. Ukuran panjang minimum yang tertangkap (CLmin) yaitu 14.9 mm dan ukuran maksimum (CLmax) 77.9 mm. Selanjutnya bobot lobster minimum yang tertangkap yaitu 0.8 gram dan bobot maksimum 110.9 gram. Lobster dengan rata-rata ukuran panjang terbesar yaitu di Sungai Tampang diikuti Utara, Sungai Batang, Bayur, Sigiran, dan Batu Nanggai. Selanjutnya rata-rata bobot lobster tertinggi terdapat di stasiun Sungai Tampang, Bayur, Sungai Batang, Utara, dan Batu Nanggai.
32 Distribusi ukuran panjang (mm)
Bayur Mean 49.30 StDev 14.69 N 23
10 20 30 40 50 60 70 80 Bayur
S.Batang
Batu Nanggai
30
20
Frekuensi (% )
10
Sigiran
S.Tampang
Batu Nanggai Mean 44.90 StDev 10.10 N 216 Sigiran Mean 48.63 StDev 7.567 N 36
0
Utara
S.Batang Mean 50.22 StDev 7.738 N 210
30
S.T ampang Mean 56.12 StDev 9.400 N 38
20
10
Utara Mean 50.38 StDev 8.868 N 34
0 10 20 30 40 50 60 70 80
10 20 30 40 50 60 70 80
(a) Bayur Mean 32.59 StDev 21.75 N 22
Distribusi ukuran bobot (gram) -20 Bayur
0
20
40
60
80 100
S.Batang
Batu Nanggai 20 15
Frekuensi (% )
10 5
Sigiran
S.Tampang
0
Utara
20 15
S.Batang Mean 30.19 StDev 14.75 N 190 Batu Nanggai Mean 24.50 StDev 15.35 N 178 Sigiran Mean 28.54 StDev 11.79 N 35 S.T ampang Mean 41.29 StDev 20.92 N 24
10 5 0 -20
0
20
40
60
80
100
-20
0
20
40
60
80 100
Utara Mean 27.36 StDev 17.79 N 30
(b) Gambar 11 Distribusi ukuran (a) panjang dan (b) bobot C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun. Berdasarkan distribusi dan rata-rata ukuran panjang dan bobot tersebut terlihat bahwa secara umum ukuran bobot berkorelasi positif dengan ukuran panjang.
Bobot akan meningkat dengan meningkatnya ukuran panjang.
Hal
33 berbeda terdapat pada stasiun Utara dan Bayur. Rata-rata ukuran panjang lobster di stasiun utara relatif lebih besar namun memiliki rata-rata bobot yang relatif lebih kecil. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa lobster di stasiun Utara lebih kurus. Hal ini terbukti dengan nilai faktor kondisi lobster di stasiun Utara yang lebih kecil dari 1 dan lebih rendah dibandingkan faktor kondisi lobster di stasiun lainnya. Selanjutnya rata-rata ukuran panjang lobster di stasiun Bayur lebih kecil namun dengan rata-rata ukuran bobot lebih besar. Hal ini disebabkan karena lobster yang tertangkap di stasiun Bayur didominasi lobster dengan ukuran panjang lebih besar dari 50 mm.
Lobster dengan ukuran panjang>50 mm
memiliki faktor kondisi yang cenderung naik dan lebih besar dari satu (Tabel 7).
4.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau 4.3.1 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi Hubungan panjang karapas dan bobot basah total dianalisis per stasiun dan jenis kelamin (Tabel 6). Secara umum nilai koefisien regresi power dengan panjang karapas sebagai peubah bebas dan bobot basah total sebagai peubah tak bebas pada persamaan di atas bernilai lebih dari 90% kecuali pada stasiun Sigiran untuk jenis kelamin jantan. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi power sangat baik dalam menggambarkan hubungan antara panjang karapas dan bobot basah total. Nilai b hubungan panjang karapas dan bobot basah total berkisar antara 2.84-3.14. Setelah dilakukan uji t diketahui bahwa nilai b=3 artinya pola pertumbuhan isometrik untuk jantan dan betina pada semua stasiun, namun setelah dilakukan uji kehomogenan nilai b ( Lampiran 10) diketahui bahwa nilai b jantan dan betina tidak sama di beberapa stasiun. Nilai b jantan dan betina tidak sama (Fhitung>Ftabel) di stasiun Sungai Batang; Batu Nanggai; Sigiran; dan Sungai Tampang, sedangkan nilai b jantan dan betina sama (Fhitung
34
Tabel 6 Hubungan panjang karapas (CL, mm) dan bobot basah total (W, gram) C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun. Lokasi Bayur
Jenis Kelamin J
Persamaan Hubungan Panjang Karapas-Bobot Basah Total W=1.26x10-4 CL3.14 (R²=0.99; SEb=0.06; n=14;p<0.05) W=1.38x10-4 CL3.10 (R²=0.99; SEb=0.13; n=9;p<0.05) W=1.44x10-4 CL3.11 (R²=0.97; SEb=0.05; n=103;p<0.05) W=2.74x10-4 CL2.93 (R²=0.94; SEb=0.08; n=87;p<0.05) W=1.59x10-4 CL3.09 (R²=0.96; SEb=0.07; n=85;p<0.05) W=1.4x10-4 CL3.11 (R²=0.97; SEb=0.05; n=93;p<0.05) W=4.31x10-4 CL2.84 (R²=0.88; SEb=0.25; n=19;p<0.05) W=2.37x10-4 CL2.98 (R²=0.99; SEb=0.09; n=16;p<0.05) W=1.18x10-4 CL3.17 (R²=0.96; SEb=0.23; n=9;p<0.05) W=2.33x10-4 CL2.98 (R²=0.99; SEb=0.09; n=15;p<0.05) W=1.11x10-4 CL3.14 (R²=0.9; SEb=0.32; n=12;p<0.05) W=1.98x10-4 CL3.01 (R²=0.97; SEb=0.13; n=18;p<0.05)
B Sungai Batang
J B
Batu Nanggai
J B
Sigiran
J B
Sungai Tampang
J B
Utara
J B
Oleh
karena
itu
untuk
menggambarkan
Pola Pertumbuhan (α=0,05) Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik Isometrik
pola
pertumbuhan
C.
quadricarinatus di Danau Maninjau data pada semua stasiun digabung dan dianalisis per jenis kelamin jantan dan betina (Gambar 12). Persamaan hubungan panjang karapas-bobot basah total untuk lobster jantan adalah W=1.53x10-4 CL3.09 (R²=0.98;SEb=0.03; n=237; p<0.05) dengan nilai b 3.05-3.15 pada selang kepercayaan (SK) 95% dan pola pertumbuhan alometrik (+).
35 Jantan 120
Betina 80
W = 1.53x10-4 CL3.09 R² = 0.98;SEb=0.03; n=237
70
Berat basah total (gram)
100
W = 1.8x10-4 CL3.03 R² = 0.97;SEb=0.03; n=236
60 80
50 40
60
30
40
20 20
10 0
0 0
20
40
60
80
100
0
20
40
60
80
Panjang karapas (mm)
Gambar 12
Hubungan panjang karapas-bobot basah total C. quadricarinatus jantan dan betina di Danau Maninjau
Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot C. quadricarinatus jantan lebih besar dibandingkan pertumbuhan panjang karapasnya. Persamaan hubungan panjang karapas-bobot basah total lobster betina yaitu W=1.8x10-4 CL3.03 (R²=0.97;SEb=0.03; n=236; p<0.05) dengan nilai b 2.96-3.09 pada (SK) 95% dan pola pertumbuhan isometrik. Pertumbuhan isometrik menunjukkan pertambahan bobot seimbang dengan pertambahan panjangnya (Effendie 1997). Pola pertumbuhan yang sama juga ditemukan pada jenis lobster air tawar introduksi Pacifastacus leniusculus di sungai dataran rendah di Inggris dengan nilai koefisien korelasi 0.99-1.00 (p<0.001) dengan nilai b 3.32 untuk jantan dan b 3.13 untuk betina (Guan & Wiles 1999). Selanjutnya hasil penelitian Elser et al. (1994) menunjukkan bahwa Pacifastacus leniusculus jantan memiliki pola pertumbuhan alometrik (+) dengan nilai b 3.04 dan betina tumbuh secara isometrik dengan nilai b 2.53. Hal ini diduga karena chelae lobster jantan tumbuh secara alometrik sedangkan pada lobster betina tumbuh secara isometrik dan lobster betina lebih banyak menggunakan energinya untuk reproduksi namun lobster jantan untuk massa tubuhnya (Mason 1975, diacu dalam Elser et al. 1994; Elser et al. 1994). Selanjutnya hasil penelitian Gu et al. (1994) mengungkapkan
36 bahwa chelae berkontribusi sebesar 22.6±0.7% terhadap bobot total lobster jantan dewasa dan 14.2±0.3% untuk lobster betina dewasa. Chelae yang lebar dan cheliped yang panjang pada lobster jantan berguna saat aktivitas reproduksi dan persaingan. Abdomen yang lebar dan panjang pada lobster betina berfungsi untuk menyimpan telur dan melindungi juvenil yang baru menetas (Hartnoll 1974 and Stein 1976 diacu dalam Gu et al. 1994). Hal ini juga terlihat dari hasil regresi antara panjang total (peubah tak bebas, y) dan panjang karapas (peubah bebas, x) (Gambar 13). Hubungan panjang karapas dan panjang total dapat diwakili dengan baik menggunakan model regresi linear sederhana dengan nilai koefisien regresi 99% untuk lobster jantan dan 97% untuk lobster betina.
Nilai kemiringan garis regresi untuk lobster jantan lebih kecil (2.1)
dibandingkan lobster betina (2.2). Hal ini menunjukkan bahwa panjang abdomen lebih berkontribusi terhadap panjang total pada lobster betina dibandingkan lobster jantan. Betina
Panjang Total (TL,mm)
Jantan
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
180 TL = 2.1CL - 1.52 (R² = 0.99; n=254)
160 140
TL= 2.2CL - 3.2 (R² = 0.97; n=244)
120 100 80 60 40 20 0
0
50
100 0 Panjang karapas (CL, mm)
20
40
60
80
Gambar 13 Hubungan panjang karapas dan panjang total C.quadricarinatus di Danau Maninjau. Faktor kondisi (FK) Faktor kondisi pada dasarnya adalah membandingkan nilai bobot aktual individu dengan berat teoritis individu. Jika bobot aktual lebih besar dari bobot teoritis (FK>1) maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki kondisi baik
37 (montok) dan sebaliknya jika bobot aktual lebih kecil dibandingkan bobot teoritis (FK<1) maka individu lobster tersebut dapat dikatakan kurus. Faktor kondisi sesuai untuk membandingkan individu berbeda dalam spesies yang sama. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin, musim, atau lokasi penangkapan (Ricker 1975); umur (Lagler 1970); dan King (1995) menambahkan bahwa faktor kondisi pada ikan juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan. Berikut ini disajikan nilai faktor kondisi pada masing-masing stasiun (Tabel 7): Tabel 7 Nilai faktor kondisi lobster menurut stasiun Xi* 37.25 43,65 50.05 56.45 62.85
Bayur 0.939± 0.0607 0,916± 0,0291 0.970± 0.1069 0.991± 0.0315 1.068± 0.0891
S.Batang 0.9980± 0.0808 1.0034± 0.0815 1.0122± 0.0991 1.0013± 0.1186 0.9973± 0.1074
B.Nanggai 0.9929± 0.1167 1.0306± 0.0970 1.0809± 0.3926 1.0067± 0.0757 1.0229± 0.1000
Sigiran 1.0483± 0.0725 1.1048± 0.0934 1.0262± 0.1032 1.0207± 0.1264 1.1093± 0.0121
S.Tampang 0.9646 1.0474± 0.1480 0.9748± 0.0304 1.0228± 0.0857 0.9521
Utara 0.9600± 0.0811 0.9382± 0.0725 0.9222± 0.1849 0.9378± 0.1742 0.9365± 0.0722
*=nilai tengah kelas ukuran panjang
Kondisi lobster di stasiun Sungai Batang, Batu Nanggai, Sigiran, dan Sungai Tampang dapat dikatakan baik/ montok dengan nilai FK>1, sedangkan kondisi lobster di stasiun Bayur dan Utara Danau Maninjau dapat dikatakan kurus dengan nilai FK<1 (Tabel 7). Stasiun Sigiran, Batu Nanggai, Sungai Tampang, dan Sungai Batang merupakan stasiun dengan substrat zona litoral batuan besar dengan kondisi kualitas air relatif lebih baik seperti kandungan oksigen rata-rata >5 mgL-1 kecuali Sungai Batang dengan rata-rata oksigen 3.62 mgL-1. Kesadahan Ca yang dapat menggambarkan kandungan ion kalsium perairan tertinggi 40.89 mgL-1 terdapat di stasiun Sigiran. Hal ini juga mempengaruhi kondisi lobster karena kalsium merupakan ion yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan lobster. Nilai amonia tertinggi yaitu 0.79 mgL-1 dan oksigen terendah 3.57 mgL-1 terdapat di stasiun Utara Danau Maninjau. Hal ini juga merupakan faktor yang menyebabkan kecilnya faktor kondisi lobster di stasiun ini selain naungan (batu besar dan akar pohon) yang relatif lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya.
38 4.3.2 Penambahan ukuran setelah pergantian kulit Seperti dijelaskan oleh Chittleborough (1975) diacu dalam Widha (2003) bahwa pertumbuhan krustasea didefinisikan sebagai pertambahan bobot dan panjang tubuh yang terjadi secara berkala saat setelah pergantian kulit. Selama penelitian berlangsung (akhir Mei-akhir September) tertangkap beberapa individu dengan kulit masih lunak yang menandakan bahwa individu tersebut baru mengalami pergantian kulit. Sebanyak satu individu baru moulting ditemukan pada akhir Juni, dua individu pada awal Juli, serta dua individu pada akhir September.
Temuan ini dapat mengindikasikan waktu pergantian kulit C.
quadricarinatus di Danau Maninjau, namun hal ini perlu diklarifikasi dengan waktu pengamatan yang lebih lama. Pertumbuhan C. quadricarinatus dapat diukur melalui penambahan ukuran setelah moulting (moult increment/MI) yaitu penambahan panjang karapas setelah moulting yang diukur untuk masing-masing individu dan persentase penambahan panjang karapas sebelum dan setelah moulting (percentage of premoult carapace length/PCMI).
Berikut ini pada Tabel 8 disajikan nilai MI dan PCMI C.
quadricarinatus: Tabel 8 Penambahan ukuran setelah pergantian kulit Satuan Jantan (n=2) Kisaran panjang karapas sebelum moulting
CL0
Moult increment (MI) Percentage of premoult carapace length (PCMI)
mm %
52.3 dan 53.3 2.7 5.1
Betina (n=4) 40-51 3.59±0.90 7.9±1.95
Nilai rata-rata MI dan PCMI C. quadricarinatus jantan lebih kecil dibandingkan betina.
Pola berbeda ditemukan pada nilai MI dan PCMI
Pacifastacus leniucus di sungai dataran rendah di Inggris dan danau di Finlandia dimana nilai MI dan PCMI jantan lebih besar dibandingkan betina (Guan & Wiles 1999; Westman & Savolainen 2002). Nilai MI P. leniusculus jantan dan betina di perairan sungai dataran rendah Inggris adalah 4.78±0.61 (n=303) dan 3.74±0.32 (n=140) sedangkan di Finlandia 5.3±1.3 dan 4.1±1.2. Hasil penelitian Guan &
39 Wiles (1999) dan Westman & Savolainen (2002) juga menunjukkan bahwa nilai PCMI akan menurun dengan meningkatnya panjang karapas baik pada lobster jantan maupun pada lobster betina. Perbedaan absolut rata-rata MI C. quadricarinatus dan P. leniusculus diduga karena perbedaan jenis lobster, lokasi penelitian, dan metode yang digunakan. Penentuan nilai MI dan PCMI oleh penulis lainnya menggunakan metode mark-recapture yang tidak digunakan pada penelitian ini. Selanjutnya perbedaan pola antara jantan dan betina diduga karena perbedaan panjang karapas jantan dan betina sebelum moulting. Ukuran lobster jantan relatif lebih besar dibandingkan ukuran lobster betina. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa PCMI akan menurun dengan meningkatnya panjang karapas. Jumlah contoh pada penelitian ini sangat sedikit yaitu n=2 untuk jantan dan n=4 untuk betina dan hanya mewakili sebagian kecil kelompok ukuran tertentu saja. 4.3.3 Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (VBGF) C. quadricarinatus di Danau Maninjau berdasarkan analisis frekuensi panjang (Lampiran 13) pada penelitian ini adalah CLt =82 1-e
-1.2(t+0.09)
. Berikut ini adalah plot VBGF hasil
analisis menggunakan ELEFAN I (Gambar 14).
Gambar 14 Hasil analisis menggunakan ELEFAN I.
40 Berdasarkan gambar tersebut dapat diduga bahwa C. quadricarinatus akan menetas pada pertengahan September-Oktober. Hasil analisis selanjutnya pada sub bab 4.4.2.c menunjukkan bahwa puncak pemijahan C. quadricarinatus selama penelitian ini adalah pada bulan Agustus.
Hasil penelitian Widha (2003)
menunjukkan bahwa telur lobster yang telah dipijahkan akan mengalami masa inkubasi selama 29-33 hari sebelum menetas.
Hal ini berarti bahwa C.
quadricarinatus di Danau Maninjau yang memijah pada Agustus akan menetas sekitar bulan September.
Setelah parameter K, L∞, dan t0 diketahui maka
didapatkan kurva ukuran panjang karapas terhadap umur sebagai berikut:
85
Panjang karapas (mm)
75 65 55 45 35 25 15
3.00
2.83
2.67
2.50
2.33
2.17
2.00
1.83
1.67
1.50
1.33
1.17
1.00
0.83
0.67
0.50
0.33
0.17
-5
0.00
5
Umur (tahun)
Gambar 15 Kurva pertumbuhan C. qudricarinatus di Danau Maninjau. Berdasarkan kurva di atas diketahui bahwa C. quadricarinatus pada saat menetas memiliki ukuran ±9 mm.
Pada umur 2 bulan (0.17 tahun) panjang
karapas C. quadricarinatus adalah ±22.4 mm. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Widha (2003) yang melaporkan bahwa lobster muda yang telah mengalami moulting lima kali dengan umur 43-49 hari setelah penetasan akan memiliki panjang 2-2.5 cm. Nilai koefisien pertumbuhan (K) C. quadricarinatus di Danau Maninjau dapat berbeda dengan jenis lobster air tawar dari lokasi berbeda pula (Tabel 9).
41 Tabel 9 Nilai parameter persamaan pertumbuhan von Bertalanffy K
Lokasi penelitian
Keterangan
1.2
Danau Maninjau
Penelitian ini
0.25 0.29
Australia barat daya
0.78
Australia barat
Beatty et al. (2004b)
0.42
Sungai Hutt, Australia barat
Beatty et al. (2004a)
0.81
Sungai Kalsafet, Sorong, Papua
Tapilatu (1996)
0.47
Inggris selatan
Hogger (1986)
0.49 0.45
Jerman selatan
C. quadricarinatus C. quinquecarinatus Jantan Betina C. destructor
Beatty et al. (2005)
C. cainii
C. lorentzi
Pacifastacus leniusculus Procambarus clarkii Jantan Betina
Chucholl (2011)
Nilai parameter kurvatur (koefisien pertumbuhan/K) C. quadricarinatus relatif
lebih
besar
dibandingkan
beberapa
spesies
lainnya
seperti C.
quinquecarinatus, C. cainii, C. lorentzi, Pacifastacus leniusculus, dan Procambarus clarkii.
Perbedaan nilai K ini disebabkan oleh perbedaan jenis
lobster sehingga memiliki strategi yang berbeda. Sebagai contoh Pacifastacus leniusculus merupakan salah satu jenis lobster dengan strategi K-selected dengan karakteristik memiliki umur panjang mencapai 10 tahun (Lindqvist et al. 1999, diacu dalam Reynolds 2002).
Bahkan spesies yang sama bisa jadi memiliki
strategi adaptasi berbeda.
4.4 Reproduksi C. quadricarinatus di Danau Maninjau 4.4.1 Rasio kelamin Rasio kelamin jantan dan betina C. quadricarinatus menurut stasiun dan bulan (waktu) terlihat bervariasi.
Setelah dilakukan uji Chi-square diketahui
bahwa rasio kelamin C. quadricarinatus di Danau Maninjau adalah 1:1 pada setiap stasiun dan bulan pengambilan contoh serta di Danau Maninjau secara keseluruhan (Tabel 10 dan Lampiran 14).
42 Tabel 10 Rasio kelamin C. quadricarinatus di Danau Maninjau Rasio kelamin jantan dan betina Lokasi Bayur Sungai Batang Batu Nanggai Sigiran Sungai Tampang Utara Gabungan (Danau Maninjau) Waktu Mei Juni Juli Agustus September
1:0.56 1:0.91 1:1.07 1:0.89 1:0.95 1:1.27 1:0.97 1:0.97 1:0.94 1:0.88 1:0.97 1:1.07
Pada umumnya populasi lobster air tawar menunjukkan rasio kelamin jantan dan betina yang sama, namun beberapa populasi lainnya menunjukkan nilai berbeda (Reynolds 2002) seperti disajikan pada Tabel 11. Rasio lobster jantan dan betina bisa berbeda tergantung musim. Jumlah lobster betina yang tertangkap akan menurun saat musim kawin karena perbedaan aktivitas dan kemampuan menangkap lobster betina pada musim kawin lobster (Reynolds 2002). Hal ini karena lobster betina yang membawa telur akan mengurangi aktivitasnya sehingga jarang tertangkap. Tabel 11 Beberapa rasio kelamin lobster air tawar Spesies
Lokasi
Cherax lorentzi
Sorong, Irian Jaya Danau Bronnen, Bavaris PoitouCharentes, Prancis Gotland
Astacus astacus Austropotamobius pallipes pallipes Astacus astacus
Rasio Jantan dan Betina 1.6:1 1:1
Sumber Tapilatu (1996)
1:1.93
Keller (1999a) diacu dalam Reynolds (2002) Grandjean et al. (2000)
3.2:1 (Desember-Juni)
Akefors (1999) diacu dalam Reynolds (2002)
43 Cherax sp. merupakan salah satu jenis krustasea yang bersifat interseks yaitu secara bersamaan memiliki karakteristik jantan dan betina.
Selama
penelitian tidak ditemukan adanya individu C. quadricarinatus interseks di Danau Maninjau.
Hal ini sesuai dengan laporan Vazquez & Greco (2007) yang
menyatakan bahwa individu interseks belum pernah ditemukan di alam. Individu interseks biasanya terkait dengan kondisi laboratorium atau kegiatan budidaya seperti kepadatan, stress, dan proporsi jantan-betina. Persentase individu interseks yang dibudidaya mencapai 2-4% (Brummett & Alon 1994, Medley & Rouse 1993, Thorn & Fielder 1991, diacu dalam Parnes et al. 2003) bahkan mencapai 17% (Medley & Rouse 1993, diacu dalam Parnes 2003). 4.4.2 Tingkat kematangan gonad a. Perubahan morfologi Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah lobster memijah.
Tingkat kematangan gonad dapat
ditentukan secara morfologis dan histologis. Tingkat kematangan gonad dapat dicirikan dengan beberapa cara. Dasar yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad yaitu dengan mengamati morfologi gonad antara lain bentuk gonad, ukuran panjang gonad, berat gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 1997). Pada lobster air tawar tingkat kematangan gonad juga dapat dilihat dari perubahan lebar endopod (indeks lebar endopod/EWI) (Sagi et al. 1996). Identifikasi tingkat kematangan gonad C. quadricarinatus jantan mengacu pada perubahan morfologi testis C. monticola ((BPPT-LBN LIPI 1983/ 1984, diacu dalam Tapilatu 1996 & Widha 2003) dan C. lorentzi (Tapilatu 1996) seperti terlampir pada Lampiran 11. Namun hasil penelitian Greco et al. (2007); Bugnot & Greco (2009); dan An et al (2011) mengidentifikasi testis yang dimaksud oleh Tapilatu (1996) sebagai bagian dari sistem reproduksi jantan yaitu vas deferens (Gambar 16).
44
Gambar 16
Sistem reproduksi C. quadricarinatus jantan (T=testis; PVD=proximal vas deferens; MDV=middle vas deferens; DVD=distal vas deferens) (Greco et al. 2007).
Vas deferens terbagi menjadi tiga bagian yaitu proximal vas deferens (PVD); middle vas deferens (MDV); dan distal vas deferens (DVD).
PVD
memiliki karakteristik makroskopik yaitu ukuran halus, transparan, dan sangat kusut (An et al. 2011); berwarna putih pucat mirip dengan testes dan sangat kusut dengan diameter berkisar antara 0.3 sampai 0.6 mm (Greco et al. 2007). Selanjutnya MVD berwarna putih, seperti berlipat lipat dan diameter berkisar antara 1 mm sampai 2 mm (Greco et al. 2007); lebih tebal dibandingkan PVD, kusut, dengan inclusions berwarna putih di dalamnya (An et al. 2011). DVD memiliki ciri yaitu lurus, warna putih semakin padat, dan ukuran semakin lebar (6 mm) (Greco et al. 2007); tidak kusut seperti PVD dan MVD dan jauh lebih tebal dibandingkan MVD yang mencapai ukuran 3 mm saat musim kawin (An et al. 2011). Spermatozoa yang diproduksi di testis akan dikeluarkan melalui vas deferens. Distal vas deferens (DVD) berfungsi sebagai tempat penampungan
45 spermatophore. Spermatophore merupakan unit dengan ukuran mencapai 1 cm yang di dalamnya terdapat kumpulan sperma. Spermatophore akan dikeluarkan pada saat proses kawin dan ditempelkan pada sternum individu betina (Greco et al. 2007; Greco & Nostro 2008 diacu dalam Bugnot & Greco 2009) (Lampiran 12). Lapisan pertama spermatophore mulai terbentuk di PVD dan lapisan kedua mulai terbentuk di MVD.
Bugnot & Greco (2009) menemukan bahwa pada
individu dengan ukuran bobot 8-15 gram belum ditemukan spermatophore dan vas deferens sulit untuk dibedakan serta tipis. Pada individu dengan bobot di atas 20 gram spermatophore telah terbentuk dan vas deferens berwarna putih. Selanjutnya Bugnot & Greco (2009) juga mengamati variasi bobot sistem reproduksi yang merupakan gabungan testis dan vas deferens individu jantan berdasarkan musim. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bobot sistem reproduksi antara musim panas dan musim dingin tidak berbeda karena peningkatan bobot vas deferens pada musim panas dan peningkatan bobot testis pada musim dingin. Hal ini menunjukkan bahwa spermatozoa diproduksi pada satu musim dan dikeluarkan pada musim lainnya melalui vas deferens. Selanjutnya Bugnot & Greco (2009) mengukur nilai gonado index/GI (bobot sistem reproduksi/bobot basah total tubuh *100), testicular index/TI (bobot testis/bobot basah total tubuh*100), dan bobot vas deferens merupakan hasil pengurangan bobot sistem reproduksi dengan bobot testis. An et al. (2011) juga menemukan bahwa diameter DVD dapat mencapai 3 mm pada musim kawin. Berdasarkan beberapa hasi penelitian di atas seperti fungsi vas deferens, ciri morfologi vas deferens yang mengandung spermatophore dan peningkatan ukuran vas deferens pada musim kawin maka dapat dikatakan bahwa bobot/ukuran vas deferens juga dapat digunakan sebagai indikator kematangan gonad (kesiapan memijah) C. quadricarinatus jantan. Selanjutnya yang dimaksud dengan IKG individu jantan C. quadricarinatus pada penelitian ini adalah indeks vas deferens (vas deferens index/VDI) yaitu bobot vas deferens/bobot basah total dan dikalikan 100.
46 Indeks kematangan gonad jantan dan betina meningkat seiring dengan perkembangan gonad. Nilai IKG jantan untuk TKG I, II, dan III masing-masing adalah 0.35, 0.48, dan 0.66. Nilai IKG betina dengan TKG II, III, dan IV masingmasing adalah 0.27, 1.54, dan 2.29. Selanjutnya perkembangan gonad lobster terutama lobster betina selama siklus reproduksi pertama juga tergambarkan pada perubahan morfologi lainnya yaitu berdasarkan pertumbuhan pleopod (Sagi et al. 1996). Pada individu jantan pada setiap tingkat kematangan gonad lebar endopod sama dengan lebar exopod (EWI=1). Lebar endopod dan exopod berkorelasi erat dengan panjang karapas (r=0.88), namun tidak berkorelasi dengan IKG (r=0.07). Berikut ini pada Tabel 12 disajikan lebar endopod dan nilai EWI C. quadricarinatus jantan pada tiap TKG: Tabel 12 Lebar endopod dan EWI C. quadricarinatus jantan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) I II III
Rata-rata lebar endopod 0.45±0.07 0.73±0.14 1.05±0.22
Keterangan EWI=1
Berbeda dengan lobster jantan nilai pertumbuhan endopod pada lobster betina berbeda dengan pertumbuhan exopodnya.
Pada lobster betina dengan
meningkatnya TKG nilai EWI juga meningkat seperti disajikan pada Tabel 12 di bawah ini: Tabel 13 Nilai EWI C. quadricarinatus betina Betina Rata-rata Koefisien korelasi (r) dengan IKG Koefisien korelasi (r) dengan panjang CL
Belum matang gonad II 1.45±0.34 0.42 0.53
Matang gonad III IV 1.96±0.35 2.07±0.35 0.05 0.13
Hasil tersebut menunjukkan bahwa endopod lebih lebar dibandingkan exopod. Nilai EWI C. quadricarinatus betina di Danau Maninjau untuk yang belum matang gonad dan sudah matang gonad berturut-turut adalah 1.45±0.34 mm dan 2.04±0.35 mm.
Nilai ini lebih besar dibandingkan EWI C.
quadricarinatus budidaya yang dilaporkan oleh Sagi et al. (1996) masing-masing
47 1.25±0.23 mm dan 1.8±0.2 mm. Indeks lebar endopod (EWI) berkorelasi positif dengan indeks kematangan gonad dan panjang karapas. Korelasi EWI dengan IKG dan CL pada individu belum matang gonad lebih erat dengan koefisien korelasi masing-masing 0.42 dan 0.53 dibandingkan dengan IKG dan CL individu yang sudah matang gonad yaitu 0.05 dan 0.13. Berdasarkan nilai koefisien korelasi antara lebar endopod dengan IKG dan CL untuk individu jantan serta koefiesien korelasi antara EWI dengan IKG dan CL untuk individu betina diketahui bahwa pada dasarnya pertumbuhan pleopod bekorelasi dengan pertumbuhan tubuh (panjang karapas). Pada individu jantan pertumbuhan pleopod tidak berkaitan dengan perkembangan reproduksi, namun pada individu betina sebelum mencapai matang gonad pertumbuhan pelopod juga berkaitan dengan perkembangan reproduksi.
Sagi et al. (1996) menjelaskan
bahwa pada masa perkembangan gonad pleopod mengalami perubahan pada ukuran (panjang dan lebar) serta bentuk.
Perubahan ini terkait dengan
perkembangan telur yang terjadi pada ovari. Setelah masa perkembangan gonad selesai dan mencapai matang gonad ukuran endopod mencapai kira-kira dua kali lipat exopod dan memiliki ovigerous setae. Perbandingan pleopod individu jantan dan betina matang gonad seperti disajikan pada Gambar 17 di bawah ini:
(a)
(b)
Gambar 17 Pleopod (a) individu jantan dan (b) individu betina matang gonad C. quadricarinatus. Pertumbuhan pleopod individu betina terkait dengan fungsinya sebagai tempat menempel telur pleopod dan juvenil (Gambar 18).
Telur C.
quadricarinatus yang telah dibuahi akan menempel pada ovigerous setae lebih
48 kurang selama sebulan sebelum menetas (Jones 1990, diacu dalam Sagi et al. 1996).
Gambar 18 Telur dan juvenil yang menempel pada pleopod.
Berdasarkan beberapa hasil pengamatan di atas maka ciri masing-masing tingkat kematangan gonad C. quadricarinatus jantan dan betina di Danau Maninjau seperti pada Tabel 14 dan Lampiran 15. Tabel 14 Perubahan morfologi tahap perkembangan gonad C. quadricarinatus di Danau Maninjau TKG I
Betina* Ciri morfologi ovarium Ovarium berbentuk seperti huruf H dan transparan. Panjang karapas rata-rata 25.30 mm; bobot rata-rata 2.80 gr; EWI rata-rata 1.45.
TKG I
Jantan Ciri morfologi vas deferens Vas deferens tampak transparan. Panjang karapas rata-rata 27.97 mm; bobot rata-rata 5.30 gr; IKG rata-rata 0.35; dan lebar endopod rata-rata 0.45.
II
Ovarium berbentuk seperti huruf H dengan warna krem sampai oranye muda. Panjang karapas rata-rata 43.37 mm; bobot rata-rata 19.57 gr; IKG rata-rata 0.27; dan EWI ratarata 1.45.
II
Vas deferens berwarna abu-abu keputih-putihan. Panjang karapas rata-rata 46.64 mm; bobot rata-rata 25.52 gr; IKG rata-rata 0.48; dan lebar endopod rata-rata 0.73.
III
Ovarium berbentuk seperti huruf H dengan warna oranye sampai oranye dengan beberapa telur berwarna hijau. Panjang karapas ratarata 50.69 mm; bobot rata-rata 30.64 gr; IKG rata-rata 1.54; dan EWI rata-rata 1,96. Kisaran diameter telur 0.41-1.54 mm.
III
Vas deferens berwarna putih susu. Panjang karapas rata-rata 52.94 mm; bobot rata-rata 37.27 gr; IKG rata-rata 0.66; dan lebar endopod rata-rata 1.05.
IV
Ovarium berbentuk seperti huruf Y dengan warna hijau muda. Panjang karapas rata-rata 52.72 mm; bobot rata-rata 32.88 gr; IKG ratarata 2.99; dan EWI rata-rata 2.07. Kisaran diameter telur 0.44-2.00 mm.
-
-
*: modifikasi tingkat kematangan gonad C. quadricarinatus betina oleh Vazquez et al. (2008).
49 b.
Perkembangan histologis sistem reproduksi Tahap perkembangan gonad dengan akurasi lebih tinggi dapat ditentukan
dengan pengamatan histologis gonad pada masing-masing tahap perkembangan. Pada individu betina dengan tingkat kematangan gonad tahap I ditemukan oosit primer dan dikelilingi oleh sel folikel berbentuk batang. didominasi oleh oosit primer.
TKG II masih
Pada TKG III muncul oosit sekunder yang
menandakan bahwa gonad mulai matang gonad. Oosit sekunder merupakan sel dengan ukuran terbesar dalam ovarium dan sitoplasma mengandung kuning telur. TKG IV ditandai dengan ovarium yang didominasi oleh oosit sekunder. Pada TKG IV gonad telah benar-benar matang. Gambar potongan melintang tahap perkembangan gonad C. quadricarinatus betina secara histologis disajikan pada Gambar 19.
TKG I*
TKG II FC
PO
TKG III
TKG IV FC FC
YG SO
SO
PO
PO
Gambar 19 Potongan melintang gonad C.quadricarinatus. FC=follicle cells/sel folikel; PO=primary oocyte/oosit primer; SO=secondary oocyte/oosit sekunder; SH=sheath of the ovary/pelindung ovari; YG=yolk granule/butiran kuning telur; perbesaran mikroskop 4x10 kali (*=potongan melintang gonad C. quadricarinatus TKG I menurut Vazquez et al. (2008), karena pada penelitian ini gonad TKG I tidak terawetkan; scale bar=78µm).
Selanjutnya pada Gambar 20 disajikan perkembangan vas deferens secara histologis. Pada vas deferens yang diidentifikasi sebagai TKG I secara morfologi,
50 mulai terdapat spermatophore dengan spermatozoa di dalamnya. Pada individu dengan TKG II dan III jumlah dan ukuran spermatophore meningkat. Selain jumlah dan ukuran spermatophore, dengan meningkatnya TKG maka jumlah spermatozoa yang terdapat dalam spermatophore juga meningkat. TKG I
TKG II
SC
SL PL SC
TKG III
SC
SL PL
Gambar 20 Penampang melintang vas deferens C. quadricarinatus. SC=sperm cord; SL=secondary layer; PL=primary layer; perbesaran mikroskop= 10x10 kali.
c.
Ukuran pertama kali matang gonad (Length at first maturity/ LM) Berdasarkan kurva logistik yang dihasilkan (Gambar 21 dan Lampiran 16)
diketahui bahwa ukuran pertama kali matang gonad C. quadricarinatus betina di Danau Maninjau yaitu pada panjang karapas ±46.2 mm. Umur lobster pertama kali matang gonad yaitu ±0.6 tahun (7.2 bulan). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan umur matang gonad lobster yang dipelihara yaitu pada umur 6-7 bulan (Wiyanto & Hartono 2006). Berikut ini adalah kurva logistik proporsi individu matang gonad :
51
Proposi individu matang gonad
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58 62 66 70 74 78 82 86 90 Panjang karapas (mm)
Gambar 21 Kurva logistik proporsi kematangan gonad C. quadricarinatus di Danau Maninjau. Berdasarkan hasil pengamatan lobster contoh ditemukan bahwa pada nilai tengah kelas ukuran panjang 34.1 mm sudah terdapat individu matang gonad sebanyak 8%. Selanjutnya pada nilai tengah kelas ukuran 67.1 mm semua individu lobster betina sudah matang gonad. d.
Perubahan temporal tingkat kematangan gonad Variasi
temporal
komposisi
tingkat
kematangan
gonad
dapat
menggambarkan musim pemijahan. Komposisi tingkat kematangan gonad lobster jantan dan betina secara temporal seperti disajikan pada Gambar 22. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa persentase lobster jantan dan betina matang gonad selama penelitian berlangsung (akhir bulan Mei-akhir bulan September) relatif besar. Hal ini menandakan bahwa pada periode ini sebagian besar C. quadricarinatus jantan dan betina siap untuk memijah.
Berdasarkan jumlah
lobster betina TKG IV maka diduga pada rentang musim pemijahan ini puncaknya terjadi pada bulan Agustus.
52 Jantan
Betina
Persentase Tingkat Kematangan Gonad
100% 90%
26.42
33.33
80%
39.29
50.00
36.84 48.39
58.11
70%
40.48
67.21
60%
86.67
7.14
50%
30.19
15.79
17.86 16.13
40% 63.33
30%
46.77
20% 10%
13.33 3.33
0%
TKG I
35.14
53.57
42.11
41.51
26.23
TKG II
0.00
6.56
35.48
3.23
6.76 0.00
TKG III
TKG I
5.26
TKG II
1.89
TKG III
0.00
41.67
0.00
TKG IV
Bulan
Gambar 22
Variasi temporal komposisi TKG C. quadricarinatus jantan dan betina.
Pada habitat alaminya di Australia bagian utara musim pemijahan berlangsung selama 6-7 bulan bahkan pada beberapa lokasi musim pemijahan berlangsung sepanjang tahun (Herbert 1987, Sammy 1988, and Jones 1990, diacu dalam King 1993). Selanjutnya King (1993) juga melaporkan bahwa pada kondisi laboratorium dengan suhu antara 25-26 C0 dan fotoperiod 12 jam terang dan 12 jam gelap pemijahan berlangsung sepanjang tahun.
Oleh karena itu C.
quadricarinatus betina di Danau Maninjau diduga dapat memijah sepanjang tahun. Barki et al. (1997) seperti diacu oleh An et al. (2011) menyatakan bahwa testis C. quadricarinatus mampu memproduksi spermatozoa matang secara kontinu sehingga pada habitat alaminya yang hangat C. quadricarinatus dapat bereproduksi sepanjang tahun. Berdasarkan hal ini diduga C. quadricarinatus di Danau Maninjau juga dapat bereproduksi sepanjang tahun. Pola pemijahan jenis lobster yang berbeda bisa berbeda pula.
Sebagai
contoh musim pemijahan C. quinquicarinatus di selatan Australia terjadi pada Agustus-Januari dengan puncaknya Agustus, Oktober, dan November (Beatty et al. 2005a) sedangkan untuk C. destructor puncak musim pemijahannya adalah
53 antara Oktober dan Januari (Whitnall 2000).
Perbedaan musim pemijahan
disebabkan oleh perbedaan faktor lingkungan. Faktor lingkungan utama yang menjadi pemicu pemijahan adalah suhu serta fotoperiod pada lobster yang dipelihara. Cherax quadricarinatus akan memijah pada suhu yang hangat (22300C) dan laju pemijahan akan berkurang setengahnya pada suhu 220C dibandingkan pada suhu 300C.
Pada daerah tropis C. quadricarinatus dapat
memijah 3 sampai 5 kali dalam setahun (Reynolds 2002).
Pada kondisi
laboratorium pemijahan ganda juga dapat terjadi antarpergantian kulit (King 1993). 4.4.3 Fekunditas dan diameter telur Fekunditas merupakan aspek penting biologi reproduksi baik untuk tujuan budidaya maupun pengelolaan perikanan. Pada lobster dikenal adanya fekunditas ovari (FO) dan fekunditas pleopod (FP).
Rata-rata fekunditas ovari C.
quadricarinatus di Danau Maninjau adalah 626±255 dengan fekunditas ovari minimum 254 dan maksimum 1098.
Rata-rata fekunditas pleopod adalah
383±173 dengan fekunditas minimum 224 dan maksimum 705. Nilai fekunditas ovari dan fekunditas pleopod sangat beragam dengan nilai koefisien ragam mencapai 40%. Jumlah telur pleopod lebih sedikit dibandingkan jumlah telur ovari.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu kegagalan induk
mengeluarkan telur, kegagalan pembuahan, atau kegagalan menempelkan telur pada pleopod seperti dilaporkan Mason (1977) dan diacu dalam Reynolds (2002). Fekunditas (ovari dan pleopod) berhubungan dengan beberapa variabel ukuran tubuh.
Penulis mencoba membuat korelasi antara fekunditas ovari
terhadap beberapa variabel bebas sebagai berikut (Tabel 15): Tabel 15 Persamaan regresi antara fekunditas ovari C. quadricarinatus dengan beberapa variabel bebas. Variabel bebas (X) Panjang karapas (CL) Bobot basah total (BT) Lebar endopod (EN) CL (X1) dan CL2 (X2)
Persamaan regresi FO=-648.93+23.78 CL FO=127.31+13.92 BT FO=-65.72+307.49 EN FO=1021.19-40.74CL+0.61CL2
Koefisien regresi (R2) 51.64% (p<0.05) 62.99% (p<0.05) 39.15% (p<0.05) 53.87% (p<0.05)
54 Hasil analisis menunjukkan bahwa fekunditas ovari lebih erat hubungannya dengan bobot basah total dengan persamaan FO=127.31+13.92 BT (gr) (R2=62.99%; p<0.05). Jika dihubungkan dengan panjang karapas maka model yang lebih menggambarkan hubungan antara fekunditas ovari dan panjang karapas adalah FO=1021.19-40.74CL(mm)+0.61CL2 (mm) (R2=53.87%; p<0.05). Selanjutnya fekunditas ovari dipisahkan berdasarkan kelas ukuran bobot basah total dan terlihat bahwa fekunditas ovari meningkat dengan meningkatnya bobot
Fekunditas total (butir)
basah total (Gambar 23). 1400 1200 1000
934
852
800
879
600 410
400
451
485
200 0 16.95
25.75
34.55
43.35
52.15
60.95
Nilai tengah kelas ukuran bobot (gr)
Gambar 23 Rata-rata fekunditas ovari C. quadricarinatus terhadap bobot basah total. Sama halnya dengan fekunditas ovari fekunditas pleopod juga berhubungan dengan variabel lainnya (Tabel 16). Berdasarkan hasil beberapa uji coba model regresi didapat model yang dapat menggambarkan hubungan fekunditas pleopod dengan variabel bebas lebar endopod yaitu FP=-2.27+163.76 EN (R2=60.41%; p<0.05). Hal ini sesuai dengan fungsi endopod betina sebagai tempat menempel telur yang telah dipijahkan. Tabel 16 Persamaan regresi antara fekunditas pleopod C.quadricarinatus dengan beberapa variabel bebas. Variabel bebas (X) Panjang karapas (CL) Bobot basah total (BT) Lebar endopod (EN) CL (X1) dan CL2 (X2)
Persamaan regresi FP=-473.83+15.59 CL FP=81.79+7.94 BT FP=-2.27+163.76 EN FP=3068.89-115.94CL+1.21CL2
Koefisien regresi (R2) 44.39% (p>0.05) 37.65% (p>0.05) 60.41% (p<0.05) 55.07% (p>0.05)
55 Selain morfologi lobster seperti panjang karapas dan lebar endopod, fekunditas (ovari dan pleopod) lobster juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor lingkungan. Pada beberapa model di atas diketahui bahwa faktor lain (seperti faktor lingkungan) menjelaskan keragaman fekunditas dengan persentase cukup besar. Fekunditas ovari dan fekunditas pleopod dapat berbeda menurut jenis/spesies lobster, lokasi, dan waktu. Berikut ini adalah perbandingan nilai fekunditas ovari dan fekunditas pleopod C. quadricarinatus di Danau Maninjau terhadap hasil penelitian lainnya: Tabel 17 Fekunditas beberapa jenis lobster air tawar No 1 2 3 4
Jenis lobster air tawar C. quadricarinatus (Danau Maninjau) C. quinquecarinatus (Australia bagian selatan) C. lorentzi (Sungai Kalsafet, Sorong, Irian Jaya) C. cainii (Australia bagian selatan)
5
C. destructor (Australia)
6
Astacus leptodactylus leptodactylus (Esch., 1852) (Danau Keban Dam, Turki)
7
8
Austropotambius pallipes pallipes (Prancis) Pacifastacus leniusculus (sungai dataran rendah Inggris)
Fekunditas 626±255 (FO) 383±173 (FP) 81.7±5.9 (FO) 77.1±13.8 (FP)
Sumber
61-71 (FP)
Tapilatu (1996)
443 (FO) 286 (FP) a) Antara 100-300 (FP) untuk lobster muda dan mencapai 1000 (FP) untuk lobster tua b) 210,2±9,24 (FO)
Penelitian ini Beatty et al. (2005)
Beatty et al. (2003) a) Whitnall (2000) b) Beatty et al. (2004b)
318 (FP)
Diolah dari Harligou et al. (2004)
165 (FP maksimum)
Grandjean et al. (2000)
158±104 (FP)
Guan&Wiles (1995)
Secara umum fekunditas lobster air tawar jenis Cherax lebih besar dibandingkan jenis lainnya. Lebih lanjut C. quadricarinatus di Danau Maninjau sebagai spesies asing memiliki fekunditas paling tinggi.
Reynolds (2002)
menyatakan bahwa perbedaan fekunditas pleopod pada masing-masing jenis lobster dibatasi oleh morfologi masing-masing jenis. Selanjutnya Abercrombie et
56 al. (1992) seperti dikutip Harlioglu et al. (2003) menyatakan bahwa variasi fekunditas disebabkan oleh perbedaan faktor lingkungan dan genetik. Sebagai contoh rata-rata jumlah telur lobster di danau yang terdapat di Irlandia dengan suhu lebih hangat dan mesotrofik 40% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur di sungai dengan suhu dingin (O’Keeffe 1986, diacu dalam Reynolds 2002). Rhodes & Holdich (1982) sebagaimana diacu Reynolds (2002) juga melaporkan bahwa produksi telur lobster pada sebuah sungai di Inggris 31% lebih tinggi dibandingkan lobster di waduk yang dalam. Fekunditas antarstasiun pengambilan contoh terlihat sangat beragam yaitu 829 (Bayur); 611 (Sungai Batang); 342 (Batu Nanggai); 377 (Sigiran); 738 (Sungai Tampang); dan 681 (Utara). Ukuran bobot lobster contoh pada stasiun Batu Nanggai dan Sigiran relatif paling kecil dibandingkan ukuran bobot lobster contoh di stasiun lainnya yaitu 14.6 gram dan 24.4 gram. Sebagai pembanding rata-rata bobot lobster contoh di stasiun lainnya yaitu 46.4 gram (Bayur); 44.8 (Sungai Tampang); 38.5 (Sungai Batang); dan 25.2 (Utara). Seperti diketahui sebelumnya bahwa fekunditas berhubungan dengan ukuran bobot lobster. Hal ini menyebabkan rata-rata fekunditas pada masing-masing stasiun juga beragam. Setelah dilakukan analisis ragam diketahui bahwa fekunditas pada tiap stasiun tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 117). Diameter telur lobster TKG III dan IV berkisar antara 0.41 sampai 1.54 mm dan 0.44 sampai 2 mm (Lampiran 18). Distribusi diameter telur pada masingmasing TKG III dan IV disajikan pada Gambar 24 berikut:
57
2.06
1.92
1.78
1.64
1.49
0 1.36
0
1.21
5
1.08
5
0.94
10
0.80
10
0.66
15
1.56
15
1.43
20
1.31
20
1.20
25
1.08
25
0.96
30
0.84
30
0.72
35
0.60
35
0.52
TKG IV
0.48
Frekuensi (%)
TKG III
Nilai tengah ukuran diameter telur (mm)
Gambar 24 Distribusi ukuran diameter telur C. quadricarinatus TKG III dan TKG IV. Berdasarkan Gambar 24 di atas terlihat ada indikasi bahwa diameter telur TKG III dan TKG IV memiliki puncak lebih dari satu. Diamater telur TKG III paling tidak memiliki puncak pada nilai tengah 0.84 mm dan 1.2 mm. Selanjutnya diameter telur TKG IV memiliki puncak pada nilai tengah 0.80 mm; 1.08 mm; dan 1.64 mm. Hal ini menandakan bahwa pada tingkat kematangan gonad yang sama terdapat lebih dari satu populasi ukuran telur. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Sagi et al. (1996) dan menyatakan bahwa perbedaan ukuran telur merupakan hal yang mungkin terjadi selama proses perkembangan dan pematangan telur. Perkembangan dan pematangan (akumulasi protein kuning telur) sebagian gonad diperlambat dan sebagian lainnya dipercepat melalui pengaturan hormon. 4.5 Alternatif pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau 4.5.1 Potensi C. quadricarinatus sebagai spesies invasif di Danau Maninjau Lobster air tawar C. quadricarinatus
sebagai spesies asing di Danau
Maninjau berpotensi memberi dampak negatif pada ekosistem tersebut dengan menjadi spesies invasif. Lodge et al. (2006) sebagaimana dikutip Belle & Yeo (2010)
mendefinisikan
spesies
invasif
sebagai
spesies
yang
mampu
58 mempertahankan populasinya pada ekosistem alami atau semi alami dan berpengaruh negatif secara ekonomi, lingkungan, atau bahkan kesehatan manusia. Gherardi (2010) menyatakan bahwa terdapat tiga tahap suatu spesies asing bisa menjadi spesies invasif yaitu : 1. Masuknya spesies asing ke suatu ekosistem dengan berbagai cara baik sengaja ataupun tidak; 2. Populasi spesies asing mantap di ekosistem baru; dan 3. Menyebar. Berdasarkan tahapan tersebut di atas maka C. quadricarinatus di Danau Maninjau telah melewati ketiga tahap tersebut. Cherax quadricarinatus telah masuk ke Danau Maninjau secara sengaja oleh orang tertentu dengan tujuan yang tidak jelas dan tanpa melakukan analisis resiko terlebih dahulu. Sampai saat ini populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau sebagai spesies asing bisa dikatakan sudah mantap. Hal dapat dilihat dari a) beragamnya ukuran (panjang dan bobot) lobster yang tertangkap; b) mampu bereproduksi/memperbanyak populasi. Cherax qudricarinatus juga telah menyebar ke hampir seluruh Danau Maninjau sehingga populasinya tidak hanya berkembang di daerah awal introduksi.
Hal ini terlihat dari hasil pengamatan bahwa C. quadricarinatus
tertangkap di seluruh stasiun pengambilan contoh yang mewakili keragaman habitat di Danau Maninjau walaupun dengan kepadatan berbeda. Selanjutnya potensi C. quadricarinatus menjadi spesies invasif dapat dianalisis berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Baker (1974) untuk mengidentifikasi spesies invasif seperti dikutip Geiger et al. (2005) dan disajikan pada Tabel 18. Walaupun spesies invasif tidak memiliki semua karakter tersebut di atas, namun semakin banyak karakter yang dimiliki maka potensi untuk menjadi spesies invasif semakin besar.
Cherax quadricarinatus di Danau
Maninjau memiliki tujuh dari sembilan karakter yang ada.
Empat diantara
karakter tersebut pada tingkat yang tinggi dan tiga lainnya sedang.
Tabel 18 Analisis potensi C. quadricarinatus menjadi spesies invasif di Danau Maninjau
59 No 1 2 3 4 5 6 7
Karakteristik biologi spesies invasif Kemampuan menyebar tinggi melalui telur atau larva yang berenang Kemampuan reproduksi secara seksual dan aseksual Fekunditas tinggi Berumur pendek dan waktu perkembangan juvenil singkat Kemampuan adaptasi terhadap tekanan lingkungan tinggi Toleransi terhadap keragaman lingkungan tinggi Permintaan untuk kebutuhan manusia tinggi Karakteristik tambahan
8
Omnivor
9
Brood care
Keterangan
C.quadricarinatus di Danau Maninjau -
Reynolds (2002)
-
Reynolds (2002)
+++
Penelitian ini
++
Reynolds (2002)
+++
Penelitian ini dan Masser & Rouse (1997)
+++
Masser & Rouse (1997)
++
Penelitian ini
++
Loya-Javellana et al. (1993) Reynolds (2002)
+++ (-) (+) (++) (+++)
Sumber
absen rendah sedang tinggi
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa C. quadricarinatus memiliki potensi besar menjadi spesies invasif di Danau Maninjau. Atribut lainnya yang meningkatkan potensi C. quadricarinatus menjadi spesies invasif adalah peluang membawa penyakit. Dalam review yang disampaikan oleh Longshaw (2011) dinyatakan bahwa penyakit yang pernah dilaporkan pada C. quadricarinatus dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Umumnya penyakit pada C. quadricarinatus ditemukan pada kegiatan budidaya yang berasal dari Australia.
Pada C.
quadricarinatus menimbulkan pengaruh berbeda mulai dari yang tidak menyebabkan penyakit sama sekali sampai yang dapat menyebabkan kematian massal. Beberapa virus yang pernah ditemukan adalah Cherax quadricarinatus bacilliform virus (CqBV), Cherax quadricarinatus parvo like virus (CqPlV), Cherax quadricarinatus parvovirus of Bowate et al. (2002), Cherax quadricarinatus reolike virus (CqRV), dan Cherax Giarda-like virus (CGV). Bakteri yang pernah dilaporkan yaitu Coxiella cheraxi dan Vavraia parastacida. Keberhasilan spesies asing tidak hanya terkait dengan atribut yang dimiliki oleh spesies asing tersebut akan tetapi juga terkait dengan kerentanan habitat yang didiami terhadap spesies invasif. Gherardi (2006) seperti dikutip oleh Gherardi
60 (2010) menyampaikan beberapa atribut terkait kerentanan suatu habitat terhadap spesies invasif. Beberapa atribut tersebut adalah a) kesesuaian iklim; b) habitat yang sudah terganggu; c) keanekaragaman hayati rendah; d) tidak adanya predator; e) adanya relung kosong; dan f) rendahnya konektivitas jejaring makanan. Cherax quadricarinatus merupakan jenis lobster air tawar yang distribusi aslinya meliputi Australia bagian utara dan Papua New Guinea. Daerah tersebut merupakan daerah dengan suhu hangat dan ini sesuai dengan suhu perairan di Indonesia dan Danau Maninjau khususnya.
Seperti disebutkan pada bagian
pendahuluan bahwa terdapat 13 jenis ikan yang sebelumnya telah ada di Danau Maninjau dan menurut informasi masyarakat beberapa diantaranya telah punah yaitu ikan supareh, mujair, dan ideh-ideh. Hasil penelitian Sulastri et al. (2009) menunjukkan jejaring makanan di Danau Maninjau seperti disajikan pada Gambar 25. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka C. quadricarinatus dewasa akan berkompetisi dengan beberapa biota pemakan detritus lainnya yaitu serangga, Rasbora argyrotaenia, Hampala macrolepidota, Osteochilus hasselti, Pomacea, Psylopsis sp., dan udang. Cherax quadricarinatus fase juvenil akan berkompetisi untuk zooplankton dengan Rasbora argyrotaenia dan Mystus nemurus. Hal ini menunjukkan indikasi akan terjadinya kompetisi C. quadricarinatus dengan biota lain di Danau Maninjau. Informasi lainnya bahwa ada tiga predator di Danau Maninjau yaitu Rasbora argyrotaenia, Hampala macrolepidota, Mystus nemurus, dan Oxyeleotris marmorata. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) merupakan jenis ikan yang ikut tertangkap dengan alat tangkap rago saat menangkap lobster air tawar. Beberapa ikan betutu yang tertangkap dilihat isi lambungnya dan diketahui bahwa C. quadricarinatus tidak ditemukan dalam lambung ikan betutu. Doupe et al. (2004) melaporkan bahwa C. quadricarinatus yang diintroduksi di Danau Kununura, Australia barat ditemukan dalam organ pencernaan 2 jenis ikan dari 19 jenis ikan yang diteliti yaitu salmon catfish dan silver cobbler. Cherax quadricarinatus ditemukan dalam jumlah sangat sedikit masing-masing 2.84% dan 7.97%. Doupe
61 et al. mengajukan tiga kemungkinan akan hal ini yaitu 1) jumlah lobster yang sedikit; 2) predasi lobster yang bersifat oportunis; dan 3) waktu pengambilan contoh. Saat ini jumlah C. quadricarinatus di Danau Maninjau relatif banyak dengan penyebaran di sekeliling danau. Oleh karena itu sejauh ini diduga bahwa keberadaan predator C. quadricarinatus di Danau Maninjau hampir tidak ada, namun hal ini memerlukan pengujian lebih lanjut. Beberapa informasi di atas menggambarkan kerentanan Danau Maninjau terhadap spesies asing C. quadricarinatus. Di sisi lain, C. quadricarinatus juga memiliki karakter lain yang mengurangi potensi invasifnya dibandingkan spesies lobster air tawar invasif lainnya.
Karakter tersebut yaitu sifat meliang C.
quadricarinatus yang tergolong pada kelompok tersier (Vazquez & Greco 2007). Cherax quadricarinatus membuat liang yang sederhana dan tidak dalam serta tidak secara permanen menempati liangnya. 4.5.2 Potensi C. quadricarinatus meningkatkan perikanan di Danau Maninjau Masuknya C. quadricarinatus tidak hanya memiliki potensi dampak negatif, namun juga telah berdampak positif dengan meningkatnya perikanan di Danau Maninjau di tengah tangkapan ikan asli yang terus mengalami penurunan. Pertumbuhan dan reproduksi lobster yang relatif bagus menunjukkan bahwa C. quadricarinatus mampu beradaptasi dan sesuai dengan lingkungan Danau Maninjau.
Jika terbukti tidak berdampak negatif maka dari sudut pandang
perikanan keberadaan lobster di Danau Maninjau perlu dikelola agar produksinya dapat berkelanjutan. Saat ini harga lobster air tawar di pasar lokal Maninjau masih sangat murah yaitu Rp. 25 000,- per kilogram dibandingkan harga pasaran di Jakarta yang mencapai seratus ribu rupiah. Hal ini disebabkan rendahnya konsumsi lobster air tawar oleh masyarakat lokal karena berbagai alasan, seperti bentuk lobster yang kurang disukai dan minimnya pengetahuan mengenai cara memasak lobster. Oleh sebab itu lobster tangkapan nelayan biasanya dijual ke pedagang pengumpul dan selanjutnya dijual ke kota Padang atau Jakarta.
62 4.5.3 Pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau Berdasarkan potensi dampak yang ada maka alternatif pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau juga dapat dibedakan menjadi dua opsi yaitu untuk
menghilangkan
populasinya
jika
menjadi
spesies
invasif
atau
mempertahankan populasinya untuk meningkatkan perikanan. a.
Pengelolaan spesies invasif Pada dasarnya pengelolaan sumberdaya alam termasuk spesies invasif
sangat terkait dengan pengelolaan sumberdaya manusia.
Hasil penelitian
Eiswerth et al. (2011) mengungkapkan beberapa faktor yang menentukan kesadaran dan pengetahuan spesies invasif akuatik yaitu tingkat partisipasi dalam rekreasi berbasis perairan, tingkat kunjungan ke perairan danau lain, kepemilikan kapal, keterlibatan dalam kelompok/organisasi terkait danau, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan analisis faktor penentu tersebut dapat diketahui bahwa pada intinya yang menentukan adalah tingkat pengetahuan masyarakat akan bahaya spesies invasif dan tingkat kepentingannya terhadap danau tersebut. Cherax quadricarinatus bukanlah satu-satunya spesies asing di Danau Maninjau, contoh lainnya adalah ikan betutu. Oleh karena itu secara umum hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuat masyarakat Danau Maninjau mengetahui, mengenal, dan menjaga Danau Maninjau. Proses ini bisa dilakukan melalui lembaga pendidikan formal seperti pendidikan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah dan pesantren yang terdapat di selingkar Danau Maninjau.
Selain itu pendistribusian informasi juga bisa
dilakukan melalui kelompok nelayan dan kelompok pembudidaya ikan di Danau Maninjau.
63
Mystus nemurus Hampala macrolepidota
Oxyeleotris marmorata
Rasbora argyrotaenia Psylopsis sp.
Osteochilus hasselti Oreochromis niloticus Serangga
Pomacea
Udang
Limnea Corbicula
Produsen sekunder
Produsen primer
Zooplankton
Tumbuhan air
Detritus/ Serasah
Gambar 25 Jaring-jaring makanan ikan di D. Maninjau
Fitoplankton
64 Gherardi (2010) menyatakan tiga langkah penanganan spesies asing mengacu pada konvensi keragaman hayati yaitu: 1. Pencegahan introduksi atau translokasi; 2. Jika spesies asing sudah terlanjur masuk ke suatu ekosistem dan terdeteksi menjadi spesies invasif maka harus dilakukan tindakan pemusnahan dengan cepat; 3. Jika sumberdaya terbatas maka yang perlu dilakukan adalah dengan pengurangan bertahap dan pengontrolan. Saat ini C. quadricarinatus telah menjadi spesies asing dengan populasi mantap di Danau Maninjau sehingga langkah selanjutnya yang mungkin dilakukan adalah langkah No 2. dan 3. Cherax quadricarinatus masuk ke Danau Maninjau tanpa adanya analisis resiko terlebih dahulu.
Saat ini belum bisa
dipastikan apakah spesies asing ini telah menjadi spesies invasif di Danau Maninjau. Hal tersebut karena C. quadricarinatus bisa dikatakan relatif baru di Danau Maninjau sehingga dampak nyata terhadap ekosistem misalnya perubahan habitat, kompetisi, dan predasi terhadap spesies asli belum terlihat. Oleh karena itu berdasarkan beberapa fakta di atas maka langkah yang mungkin dilakukan dalam rangka upaya pengelolaan C. quadricarinatus di Danau Maninjau adalah pemantauan. Pemantauan perlu dilakukan secara kontinu dan selain itu perlu untuk mengumpulkan informasi dari semua pihak yang terkait langsung dengan Danau Maninjau.
Jika C. quadricarinatus menjadi spesies invasif maka
pengurangan bertahap dapat dilakukan dengan melakukan penangkapan secara intensif sampai ukuran terkecil terutama pada puncak musim pemijahan (Agustus) menggunakan segala jenis alat tangkap yang memungkinkan. b.
Pengelolaan perikanan Berbagai definisi mengenai pengelolaan perikanan telah dikemukakan oleh
banyak pihak. Leopold (1933) seperti diacu von Geldren (1966) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah seni dan ilmu menghasilkan hasil ikan tahunan yang berkelanjutan untuk tujuan rekreasi dan komersial, selanjutnya Allison (1996) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia, sebagai sumber pendapatan, dan menjaga kualitas lingkungan.
Pengelolaan perikanan menurut UU No 31 Tahun 2004 tentang
65 Perikanan Bab I Pasal 1 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Langkah teknis yang dapat dilakukan dalam menetapkan regulasi yang akan diterapkan yaitu pembatasan ukuran mata jaring alat tangkap, pembatasan jenis alat tangkap, pengaturan musim dan wilayah dimana aktivitas penangkapan tidak diijinkan (Welcomme 2001). Oleh karena untuk mempertahankan populasi C. quadricarinatus di Danau Maninjau langkah teknis yang dapat dilakukan adalah menangkap lobster dengan ukuran tidak lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad yaitu ±46.2 mm; membatasi penangkapan pada puncak musim pemijahan yaitu bulan Agustus.
66
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Kesimpulan hasil penelitian ini adalah :
1. Cherax quadricarinatus telah menyebar hampir di seluruh Danau Maninjau dengan ukuran beragam dan rasio kelamin jantan dan betina seimbang. 2. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy C. quadricarinatus di Danau Maninjau adalah CLt =82 1-e
-1.2(t+0.09)
3. Cherax quadricarinatus memijah dalam rentang waktu Mei-September dan puncaknya pada bulan Agustus. 4. Fekunditas ovari rata-rata adalah 626±255 dan fekunditas pleopod 383±173. 5. Kondisi
kualitas
air
Danau
Maninjau
sesuai
untuk
kehidupan
C.
quadricarinatus.
5.2
Saran Pada penelitian ini lobster contoh yang tertangkap menggunakan alat
tangkap rago dirasa masih kurang mewakili ukuran lobster sebenarnya di Danau Maninjau terutama untuk lobster berukuran kecil. Oleh karena itu disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menambah metode pengambilan contoh dengan mencari lobster secara aktif (langsung) agar ukuran lobster yang diperoleh lebih beragam. Penelitian selanjutnya mengenai jejaring makanan di Danau Maninjau setelah adanya lobster dan pengaruh lobster terhadap karakter fisik danau terkait kebiasaan meliangnya perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Allison EH. 1996. Stock assessment consideration in large lakes and reservoirs. Di dalam: Cowx IG, editor. Stock Assessment in Inland Fisheries. London: Fishing News Books. hlm 337-343. Ambarwati DVS. 2008. Studi Biologi Reproduksi Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea) di Perairan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. An CG, Weng XL, Xu YZ, Fan YJ, Zhao YL. 2011. Histological and ultrastructural studies on the male reproductive system and spermatogenesis in the red claw crayfish, Cherax quadricarinatus. Journal of Crustacean Biology. 31 (2): 223-230. [terhubung berkala]. [15 Oktober 2011]. Alhassan EH, Armah AK. 2011. Population Dynamics of the African River Prawn, Macrobrachium vollenhovenii, in Dawhenya Impoundment. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 11: 113-119. [Terhubung berkala]. [02 Januari 2012]. Allendorf FW, Ferguson MM. 1990. Genetics. Di dalam: Schreck CB and Moyle PB, editor. Methods for Fish Biology. Maryland. USA: American Fisheries Society. hlm 35-59 APHA [American Public Health Association]. 1992. Standard Methods for Examination of Water and Waste Water. 18th edition. USA: APHA, AWWA (American Water Work Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation). Apip MF, Sulastri, Subehi L, Ridwansyah I. 2003. Telaah Unsur Iklim dalam Proses Fisika Kimia Perairan Danau Maninjau. Limnotek Perairan Darat Tropis di Indonesia. X (1): 1-10. Bagenal T. 1978. Methods for Assessment of Fish Production in Fresh Waters. Third edition. London: Blackwell Scientific Publications Ltd. Beatty SJ, Morgan DL, Gill HS. 2003. Reproductive biology of large freshwater crayfish Cherax cainii in southern Australia. Marine and Freshwater Research 54(5): 597-608. [terhubung berkala]. [07 Desember 2011]. Beatty SJ, Morgan DL, Gill HS. 2004a. Biology of a Translocated Population of the Large Freshwater Crayfish, Cherax Cainii Austin & Ryan, 2002 in a Western Australian River. Crustaceana 77 (11) :1329-1351 [terhubung berkala]. [07 Desember 2011].
68 Beatty SJ, Morgan DL, Gill HS. 2004b. Role of Life History Strategy in the Colonisation of Western Australian Aquatic Systems by the Introduced Crayfish Cherax destructor Clark, 1936. Hydrobiologia 549 (1) : 219-237 [terhubung berkala]. [07 Desember 2011]. Beatty SJ, Morgan DL. Gill HS. 2005. Life History and Reproductive of The Gilgie Cherax quinquecarinatus, a Freshwater Crayfish Endemic to Southwestern Australia. Journal of Crustacean Biology 25 (2): 251-162. [terhubung berkala]. [25 April 2011]. Belle CC, Yeo DJ. 2010. New Observation of The Exotic Redclaw Crayfish Cherax quadricarinatus (von Martens 1868) (Crustacea:Decapoda:Parastacidae) in Singapore. Nature in Singapore 3:99102. [terhubung berkala]. [23 Maret 2011]. Beverton RJH, Holt SJ. 1957. On Dynamics of Exploited Fish Population. London : Her Majesty’s Statinery Office. Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Netherlands: Elsevier Scientific Publishing Company.
The
Bugnot AB, Greco LSL. 2009. Sperm Production in the Red Claw Crayfish Cherax quadricarinatus (Decapoda, Parastacidae). Aquaculture 295: 292299. [terhubung berkala]. [10 Oktober 2011]. Busacker GP, Adelman IR, Goolish EM. 1990. Growth. Di dalam: Schreck CB and Moyle PB, editor. Methods for Fish Biology. Maryland. USA: American Fisheries Society. hlm 363-382 Campos BR, Dumont LFC, D’Incao F, Branco JO. 2009. Ovarian development and length at first maturity of the sea‑bob‑shrimp Xiphopenaeus kroyeri (Heller) based on histological analysis. Nauplius 17(1): 9-12. [terhubung berkala]. [22 Januari 2012]. Chucholl C. 2011. Population ecology of an alien “warm water” crayfish (Procambarus clarkia) in a new cold habitat. Knowledge and Management of Aquatic Ecosystem (2011) 401, 29 [terhubung berkala]. [07 Desember 2011]. Coughran J, Leckie S. 2007. Invasion of a New South Wales stream by the tropical crayfish, Cherax quadricarinatus (von Martens). Di dalam: D Lunney D, Eby P, Hutchings P and Burgin S, editor. Pest or Guest: the zoology of overabundance. Royal Zoological Society of New South Wales, Mosman, NSW, Australia. hlm 40-46. [terhubung berkala]. [25 Februari 2011]. Doupe RG, Morgan DL, Gill HS, Rowland AJ. Introduction of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus (von Martens) to Lake Kununurra, Ord River,
69 Western Australia: prospects for a “yabby” in the Kimberley. Journal of the Royal Society of Western Australia 87: 187-191. [terhubung berkala]. [17 Februari 2011] Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Eiswerth ME, Yen ST, van Kooten GC. 2011. Factors determining awareness and knowledge of aquatic invasive species. Ecological Economics 70: 1672– 1679. [terhubung berkala]. [13 Desember 2011] Elser JJ, Junge C, Goldman CR. 1994. Population structure and ecological effects of the crayfish Pasifastacus leniusculus in Castle Lake, California. Great Basin Naturalist 54(2):162-169. [terhubung berkala]. [19 Februari 2011] Fishnote. 2002. Redclaw crayfish aquaculture (Cherax quadricarinatus). No 32: November 2002. [terhubung berkala]. [25 Februari 2011]. Geiger W, Alcorlo P, Baltanas A, Montes C. 2005. Impact of introduced crustacean on the trophic webs of Mediterranian wetlands. Biological Invasion 7: 49-73 [terhubung berkala]. [20 Februari 2011]. Gherardi F. 2010. Invasive crayfish and freshwater fishes of the world. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz. 29 (2): 241-254 [terhubung berkala]. [25 Februari 2011]. Goldman CR, Horne AJ. 1983. Limnology. United States of America: McGrawHill, Inc. Grandjean FB, Cornuault, Archambault S, Bramard M, Otrebsky G. 2000. Life history and population biology of the white-clawed crayfish, Austropotamobius pallipes pallipes, in a brook from the Poitou-Charentes Region (France). Bull. Fr. Peche Piscic 356 : 055-070 [terhubung berkala]. [20 Februari 2011] Greco LSL, Vazquez F, Rodriguez EM. 2007. Morphology of the male reproductive system and spermatophore in the freshwater ‘red claw’ crayfish Cherax quadricarinatus (Von Martens, 1898) (Decapoda, Parastacidae). Acta Zoologica (Stockholm) 88: 223-229. [terhubung berkala]. [10 Oktober 2012]. Gu H, Mather PB, Capra MF. 1994. The relative growth of chelipeds and abdomen and muscle production in male and female redclaw crayfish, Cherax quadricarinatus von Martens. Aquaculture 123 (1994): 249-257. [terhubung berkala]. [06 Desember 2011]
70 Guan R, Wiles PR. 1999. Growth and reproduction of the introduced crayfish Pacisfastacus lenisculus in a British Lowland River, Fisheries Research 42: 245-259. [terhubung berkala]. [04 April 2011]. Harlioglu MM, Barim O, Turkgulu I, Harlioglu AG. 2004. Potential fecundity of an introduced population, Keban Dam Lake, Elazig, Turkey, of freshwater crayfish, Astacus leptodactylus leptodactylus (Esch., 1852). Aquaculture 230:189-195. [terhubung berkala]. [03 April 2011]. Harlioglu MM, Harlioglu AG. 2006. Threat of non-native crayfish introduction into Turkey: Global lessons. Rev Fish Biol Fisheries 16:171-181. [terhubung berkala]. [18 Februari 2011]. Hobbs Jr HH. 1988. Crayfish distribution, adaptive radiation, and evolution. Di dalam: Holdich DM and Lowery RS, editor. Freshwater Crayfish: Biology, Management, and Exploitation. London: Croom Helm. hlm 52-82. Hogger JB. 1986. Aspects of the Introduction of “signal crayfish”, Pacifastacus leniusculus (Dana), into the Southern United Kingdom. 1. Growth and Survival. Aquaculture 58 (1986) 27-44 [terhubung berkala]. [20 Februari 2011]. Holdich DM, Reeve ID. 1988. Functional morphology and anatomy. Di dalam: Holdich DM and Lowery RS, editor. Freshwater Crayfish: Biology, Management, and Exploitation. London: Croom Helm. hlm 11-51. Horwitz P. 1995. A Preliminary Key to The Species of Decapoda (Crustacea: Malacostraca) Found in Australian Inland Waters. Australia: Co-operative research Centre for Freshwater Ecology Indentification Guide No. 5. King C. 1993. Potential fecundity of redclaw crayfish, Cherax quadricarinatus von Martens, in culture. Aquaculture 114: 237-241 [terhubung berkala]. [06 Desember 2011]. King M. 1995. Fisheries Biology, Assessment, and Management. United Kingdom: Fishing News Books. Levy PS, Lemeshow S. 1991. Sampling Populations : Methods and Applications. Second edition. United States of America : John Wiley & Sons, Inc. Longshaw M. 2011. Diseases of crayfish: A review. Journal of Invertebrate Pathology 106: 54–70. [terhubung berkala]. [02 April 2011]. Lowery RS. 1988. Growth, moulting, and reproduction. Di dalam: Holdich DM and Lowery RS, editor. Freshwater Crayfish: Biology, Management, and Exploitation, London: Croom Helm. hlm 83-113. Loya-Javellana GN, Fielder DR, Thorne MJ. 1993. Food choice by free –living stages of tropical freshwater crayfish, Cherax quadricarinatus
71 (Parastacidae: Decapoda). Aquaculture 118: 299-308. [terhubung berkala]. [25 Maret 2011]. Masser MP, Rouse DB. 1997. Australian red claw crayfish. Southern Regional Aquaculture Center. SRAC Publication No. 244. [terhubung berkala]. [25 Maret 2011]. Nwosu FM, Wolfi M. 2006. Population dynamics of the giant african river prawn Macrobrachium vollenhovenii Herklots 1857 (Crustacea, Palaemonidae) in the Cross River Estuary, Nigeria. West Africa Journal of Applied Ecology 9:Jan-Jun 2006. [terhubung berkala]. [02 Januari 2012]. Nystrom P. 2002. Ecology p: 192-224. Di dalam: Holdich DM, editor. Biology of Freshwater Crayfish. hlm 192-224. [Electronic version]. Parnes S, Kalaila I, Hulata H, Sagi A. 2003. Sex Determination in crayfish: are intersex Cherax quadricarinatus (Decapoda, Parastacidae) genetically females ?. Genet. Res., Camb. 82:107–116. [terhubung berkala]. [05 November 2011]. Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters:A Manual for Use with Programmable Calculators. Manila: ICLARM. Pusat Penelitian Limonologi-LIPI. 2010. Pengelolaan Danau Maninjau. Draft Master Plan. [Tidak Dipublikasikan]. Reynolds JD. 2002. Growth and reproduction. Di dalam: Holdich DM, editor. Biology of Freshwater Crayfish. hlm 152-191. [Electronic version]. Sagi A, Shoukrun R, Khalaila I, Rise M. 1996. Gonad maturation, morphological and physiological changes during the first reproductive cycle of the crayfish Cherax quadricarinatus female. Invertebrate Reproduction and Development 29 (3): 235-242 [terhubung berkala]. [20 Februari 2011]. Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Puslitbangkan, penerjemah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Terjemahan dari : Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Steel RGD, Torrie JH. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Gramedia. Strauss RE, Bond CE. 1990. Taxonomic methods: morphology. Di dalam: Schreck CB, Moyle PB, editor. Methods for Fish Biology. Maryland. USA: American Fisheries Society. hlm 109-133 Sulastri, et al. 2009. Pengembangan System Konservasi Sumberdaya Perairan Danau untuk Pemanfaatan Berkelanjutan di Danau Maninjau, Sumatra
72 Barat. [Laporan Teknis]. [Tidak Dipublikasikan].
Cibinong: Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.
Tapilatu RF. 1996. Hubungan beberapa aspek biologi Cherax lorentzi (Crustacea:Parastacidae) dengan karakteristik habitatnya di daerah aliran sungai Klasafet Sorong-Irian Jaya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Vazquez FJ, Greco LSL. 2007. Intersex females in the red claw crayfish, Cherax quadricarinatus (Decapoda: Parastacidae). Rev. Biol. Trop. (Int. J. Trop. Biol. 55 (1): 25-32. [terhubung berkala]. [05 Mei 2011]. Vazquez FJ, Tropea C, Greco LSL. 2008. Development of the female reproductive system in the freshwater crayfish Cherax quadricarinatus (Decapoda, Parastacidae), Invertebrate Biology 127(4):433-443. [terhubung berkala]. [05 Mei 2011] von Geldren Jr CE. 1966. Warm water lake management. Di dalam: Calhoun A, editor. Inland Fisheries Management. State of California: The Resources Agency, Department of Fish and Fish Game. Walpole RVE. 1993. Pengantar Statistik. Sumatri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia. Welcomme RL. 2001. Inland Fisheries, Ecology, and Management. London: Fishing News Book, A division of Blackwell Science. Westman K, Savolainen R. 2002. Growth of the signal crayfish, Pacifastacus leniusculus, in a small forest lake Finland. Boreal Environment Research 7:53-61 [terhubung berkala]. [19 Februari 2011] Widha W. 2003. Beberapa aspek biologi reproduksi lobster air tawar jenis redclaw (Cherax quadricarinatus von Martens 1868; Crustacea;Parastacidae). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [Tidak dipublikasikan]. Withnall F. 2000. Biology of yabbies (Cherax destructor). Aquaculture notes, June 2000. [terhubung berkala]. [20 Maret 2011]. Wiyanto RH, Hartono R. 2006. Lobster Air Tawar: Pembenihan dan Pembesaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
74 Lampiran 1 Stasiun pengambilan contoh
Bayur
Sungai Batang
Batu Nanggai
Sigiran
Sungai Tampang
Utara
75 Lampiran 2 Alat tangkap (experimental trap) C. quadricarinatus
76
Lampiran 3 Nilai Tangkapan per Satuan Unit Upaya Lokasi
Bayur
Sungai Batang
Batu Nanggai
Waktu Rago
15/05
31/05
30/06
25/08
07/09
21/09
11/08
24/08
06/09
20/09
13/08
24/08
06/09
1
2
3
1
1
3
1
9
5
7
6
5
4
11
2
2
2
1
0
2
3
4
8
9
9
2
0
2
3
0
0
2
2
5
7
7
0
3
7
4
0
0
4
12
4
5
4
0
6
0
5 Total isi rago
4
5
2
1
5
10
27
22
28
26
7
13
20
TPSU
0.8
1
0.4
0.25
1.25
2.5
6.75
5.5
7
6.5
1.75
3.25
5
TPSU rata-rata
1.0
Lokasi
6.4
Sigiran
3.3
Sungai Tampang
Utara
Waktu Rago
02/06
11/06
01/07
13/08
24/08
06/09
20/09
02/06
13/08
24/08
15/05
05/07
12/08
25/08
07/09
21/09
1
1
1
4
0
1
1
2
1
0
3
1
1
3
1
2
2
2
6
3
0
0
1
1
0
4
2
2
1
3
3
0
4
2
0
0
0
2
2
1
3
0
1
4
0
3
1
0
0
1
2
3
0
0
5
3
1
Total isi rago
10
1
15
3
1
3
3
1
2
10
1
1
8
9
3
6
TPSU
2
0.2
3
0.75
0.25
0.75
0.75
0.2
0.5
2.5
0.2
0.2
2
2.25
0.75
1.5
TPSU rata-rata Keterangan
1.1
1.1
: jumlah data masing-masing stasiun berbeda karena pencatatan tidak dilakukan pada tiap pengambilan contoh. : jumlah rago berkurang menjadi 4 rago di masing-masing stasiun sejak pengambilan contoh bulan Agustus
1.2
77 Lampiran 4 Data ukuran lobster yang dipelihara No
JK
Akuarium A 1 B
PT0(mm)
CL0(mm)
Warna tagging
115
53.6
PH
PT1
CL1
116.7
54.5
2 3
J J
90.65
43.45
H
4
B
85.45
42
P
5
J
99
49
K
Akuarium B 1 J
81.6
40
H
2 3*
B B
111 110
52 51
PH B
4
B
78
37.7
P
5 J Akuarium C
100
48
K
1* 2*
J B
110.4 90
52.3 42.35
H PH
117 96.8
55 44.75
3* 4*
B J
84 111.85
40 53.3
B P
95.4
43.9 56
5
J
94.9
46.8
K
111.3
53.55
Akuarium D 1 2
J J
87.5 119.9
42.7 59
PH H
3
J
82.3
40.7
B
4* 5
B J
101 84.75
49 41
P K
Keterangan
: (*) lobster yang mengalami moulting : H=hijau; PH=putih; B=biru; P=pink; K=kuning.
78 Lampiran 5 Data kualitas air di masing-masing stasiun Bulan
Lokasi Utara
Bayur
Sungai Batang
Batu Nanggai
Sigiran
Sungai Tampang
Parameter kualitas air (WQC) Mei Juni pH
Rata-rata -
Juli
-
Agustus
6
6
6
6
6
6
September
6
6
6
6
6
6
Mei
5.71
4.97
4.52
Juni Oksigen terlarut (mg/L)
4.49
Turbiditas (NTU)
5.25
5.22
5.07
4.72
4.88
1.40*
2.40
3.60
5.75
2.95
Juli
1.60
Agustus
4.11
5.00
5.26
6.85
8.62**
7.54
6.23
September
2.87
5.31
3.30
6.49
6.63
6.69
5.22
5.24
5.95
6.18
Rata-rata
3.57
4.94
3.62
Mei
27.8
28.8
28.2
Juni Suhu (0C)
5.81
27.6
28.1
28.23
28.3
28.7
28.7
28.33
27.5
28.8
27.3
28.2
27.72
Juli
26.8*
Agustus
28.2
28.1
28.5
28.3
29.0
29.3**
28.57
September
28.2
28.0
27.9
28.0
28.7
28.8
28.27
Rata-rata Mei
27.75 6
28.13 6
28.03 5
28.35
28.36 8
28.75
11
10
8
9.00
6
5
6
9
6.20
Juni Juli
7 5
6.25
79 Bulan
Alkalinitas (mg/L)
Kesadahan CaCO3 (mg/L)
COD (mg/L)
Amonia (mg/L)
Keterangan
Lokasi
Agustus
Utara 11
Bayur 5
Sungai Batang 4
Batu Nanggai 7
Sigiran 12
Sungai Tampang 9
8.00
September
6
6
3*
7
10
13**
7.50
Rata-rata
7
6
4.5
7.5
9.2
9.75
Juli
Parameter kualitas air (Kimia) 115,68 109,59
109,59
109,59
115,68
112,03
Agustus
124,20**
124,20**
120,55
105,94
109,59
113,24
116,29
September
102,29
96,81
98,63
94,98*
100,46
102,29
99,24
Rata-rata
114,06
110,51
109,59
103,50
106,55
110,40
Juli
37,33*
-
44,45
37,33*
39,11
39,11
39,47
Agustus
42,67**
39,11
35,56
39,11
42,67**
39,11
39,71
September
40,89
37,33*
39,11
39,11
40,89
39,11
39,41
Rata-rata Juli
40,29 14,37
38,22 14,89
39,71 13,32
38,52 16,47
40,89 15,42
39,11 12,26
14,46
Agustus
8,2
9,7
7,7
10,04
6,69
5,19*
7,92
September
90,02
89,2
94,2**
92,7
91,2
91,7
91,50
Rata-rata Juli
37,53 2,14**
37,93 0,66
38,41 0,70
39,74 1,68
37,77 1,18
36,38 0,80
1,19
Agustus
0.14
0.06
0.09
0.08
0.07
0.07*
0.09
September
0.09
0.09
0.14
0.07
0.08
0.08
0.09
Rata-rata
0.79
0.27
0.31
0.61
0.45
0.32
:* (nilai minimum); :** (nilai maksimum)
80 Lampiran 6 Kondisi air Danau Maninjau (periode Agustus-September)
81 Lampiran 7 Tabel sidik ragam hasil analisis ragam karakter morfometrik PTCL Source Factor Error 189 Total 194
DF SS MS 5 0.02351 0.00470 0.84242 0.00446 0.86593
F P 1.05 0.387
LRCL Source Factor Error Total
DF 5 189 194
SS 0.0001520 0.0051749 0.0053269
MS 0.0000304 0.0000274
F P 1.11 0.356
PKCL Source Factor Error Total
DF 5 189 194
SS 0.005236 0.023689 0.028925
MS 0.001047 0.000125
F P 8.36 0.000
PDCL Source Factor Error Total
DF 5 189 194
SS 0.0651 3.3670 3.4321
MS 0.0130 0.0178
F P 0.73 0.601
PAbCL Source Factor Error Total
DF 5 189 194
SS 0.019421 0.173290 0.192710
MS 0.003884 0.000917
F P 4.24 0.001
PTlCL Source Factor Error Total
DF 5 189 194
SS 0.004609 0.102718 0.107327
MS 0.000922 0.000543
F P 1.70 0.137
82 Lampiran 8 Distribusi ukuran panjang dan berat C. quadricarinatus pada masingmasing lokasi
Nilai tengah kelas ukuran panjang (mm) 17.76 23.49 29.22 34.95 40.68 46.41 52.14 57.87 63.6 69.33 75.06 Nilai tengah kelas ukuran berat (gr) 6.3 17.4 28.5 39.6 50.7 61.8 72.9 84 95.1 106.2
2 0 0 3 1 3 6 3 3 2 0
Sungai Batang 0 0 3 9 24 56 70 29 15 3 1
5 3 6 0 4 3 1 0 0 0
11 51 66 37 13 8 3 0 0 1
Bayur
Lokasi Batu Sigiran Nanggai 4 0 10 0 12 0 22 3 44 9 45 4 52 11 18 9 5 0 4 0 0 0
38 52 50 25 5 3 3 1 1 0
2 10 12 8 3 0 0 0 0 0
Sungai Tampang 0 1 0 1 0 4 13 7 8 3 1
2 1 8 4 3 3 2 0 1 0
Utara 0 0 0 3 6 6 11 4 3 1 0
3 10 10 3 2 1 0 0 1 0
83 Lampiran 9 Distribusi ukuran C. quadricarinatus jantan dan betina
Nilai tengah kelas ukuran panjang (mm)
Frekuensi
17.76
Jantan 1.41
Betina 0.36
23.49
1.41
2.55
29.22
4.24
1.09
34.95
7.07
8.00
40.68
14.13
16.00
46.41
19.43
22.91
52.14
27.56
30.91
57.87
12.01
13.45
63.6
8.13
4.00
69.33
3.89
0.73
75.06
0.71
0.00
84 Lampiran 10 Contoh perhitungan uji kehomogenan nilai b
Perlakuan Jantan (J) Betina (B) Sisa dari regresi masing-masing Total bagi regresi tunggal keseluruhan Beda bagi kehomogenan regresi Fhitung F tabel
db 84 93
Exx Exy Eyy db 1.381 4.255 13.288 83 0.678 2.109 6.734 92 175 177 2.059 6.362 20.044 176 1 = (0.032/(2-1))/( 0.353/175) = 16.172 F (0.05;1;175)= 3.895
JK Sisa 0.175 0.178 0.353 0.385 0.032
85 Lampiran 11 Tingkat kematangan C. monticola jantan (Tapilatu 1996)
86 Lampiran 12 Individu betina C. quadricarinatus dengan spermatophore yang menempel di bagian abdomen (http://apps.acesag.auburn.edu/mediamax/pictures/280/female-redclaw-with-spermatophore.html)
87 Lampiran 13 Distribusi ukuran panjang C. quadricarinatus pada tiap bulan pengambilan contoh
Nilai tengah kelas ukuran panjang (mm)
Jantan Mei
Juni
Juli
Agustus
September
17.8
3
1
23.5
3
29.2
3
4
1
4
35
1
6
3
10
1
40.7
1
1
15
10
13
46.4
8
4
14
19
10
52.1
10
8
17
22
21
57.9
10
5
6
7
6
63.6
4
1
4
6
8
69.3
2
4
2
3
1
1
75.1
Betina 22.8
6
1
27.7
2
32.6
2
3
1
2
1
37.5
1
1
13
2
12
42.4
7
4
14
9
11
47.3
11
5
13
11
15
52.2
7
7
13
26
18
57.1
2
2
3
14
13
62
5
2
66.9 71.7
1
1
6
5
1
1
1
88 Lampiran 14 Jumlah tangkapan C. quadricarinatus jantan dan betina menurut lokasi dan waktu pengambilan contoh
Stasiun
X2hitung X2tabel
Oi (B)
Oi (J)
Jumlah
9
16
25
12.5
1.96
Sungai Batang
100
110
210
105
Batu Nanggai
Bayur
ei
Keputusan
J
B
3.84
Gagal tolah H0
1
0.56
0.48
3.84
Gagal tolah H0
1
0.91
112
105
217
108.5
0.23
3.84
Gagal tolah H0
1
1.07
Sigiran
17
19
36
18
0.11
3.84
Gagal tolah H0
1
0.89
Sungai Tampang
19
20
39
19.5
0.03
3.84
Gagal tolah H0
1
0.95
Utara
19
15
34
17
0.47
3.84
Gagal tolah H0
1
1.27
276
285
561
280.5
0.14
3.84
Gagal tolah H0
1
0.97
Mei
34
35
69
34.5
0.01
3.84
Gagal tolah H0
1
0.97
Juni
31
33
64
32
0.06
3.84
Gagal tolah H0
1
0.94
DM Bulan
Juli
61
69
130
65
0.49
3.84
Gagal tolah H0
1
0.88
Agustus
71
73
144
72
0.03
3.84
Gagal tolah H0
1
0.97
September
78
73
151
75.5
0.17
3.84
Gagal tolah H0
1
1.07
89 Lampiran 15 Gambar telur dan vas deferens C. quadricarinatus yang telah siap memijah dan kawin di Danau Maninjau
Betina TKG IV
Jantan TKG III
90 Lampiran 16 Analisis data penentuan ukuran pertama kali matang gonad
Model logistik p=
ln
1 p
1 1+e-r CL-LM
dengan bentuk linear ln
1 p
-1 =-r CL-LM
-1 =-r CL+rLM bentuk ini sama dengan bentuk persamaan regresi linear
sederhana dengan y=ln
1 p
-1 ; x=CL; intercept=r LM ; dan slope=-r.
Data awal: Xi panjang karapas (CL) Proporsi individu matang gonad (TKG III dan IV) 34.1 0.08 39.6 0.24 45.1 0.51 50.6 0.67 56.1 0.83 61.6 0.86
Data regresi: 3.0000
y = -0.157x + 7.434 R² = 0.955
x 34.1 39.6 45.1 50.6 56.1 61.6
y 2.4849 1.1314 -0.0426 -0.6931 -1.6094 -1.7918
Ln ((1/p)-1)
2.0000 1.0000 0.0000 -1.0000 0
20
40
60
-2.0000 -3.0000
Panjang karapas (CL)
7,4
b=-0,16 sehingga r=0,16 dan a=7,4 sehingga LM= 0,16 =46,2
80
91 Lampiran 17 Tabel sidik ragam hasil analisis ragam fekunditas
One-way ANOVA: Bayur, S.Batang, B.Nanggai, Sigiran, S.Tampang, Utara Source Factor Error Total
DF 5 19 24
SS 578030 839488 1417518
MS 115606 44184
F P 2.62 0.058
Boxplot of Bayur, S.Batang, B.Nanggai, Sigiran, S.Tampang, Utara 1100 1000 900 800
829
Data
737.333
700
681 610.727
600 500 400
377 341.333
300 200 Bayur
S.Batang
B.Nanggai
Sigiran
S.Tampang
Utara
92 Lampiran 18 Distribusi diameter telur C. quadricarinatus TKG III dan TKG IV
Nilai tengak kelas diameter telur (mm) 0.48 0.60 0.72 0.84 0.96 1.08 1.20 1.32 1.44 1.56 0.52 0.66 0.80 0.94 1.08 1.22 1.36 1.50 1.64 1.78 1.92 2.06
TKG III Frekuensi (%) 6.59 4.19 3.59 14.97 11.38 11.38 32.93 8.98 4.79 1.20 TKG IV 10.95 13.14 16.42 8.76 15.88 11.31 7.66 3.83 5.47 5.29 1.09 0.18