TINJAUAN PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK DALAM RANGKA TINDAKAN PENGAMANAN IMPOR PRODUK BENANG COTTON SELAIN BENANG JAHIT (Pada Industri Spinning Benang PT. X) Lavira Mavushi Ali Purwito
ADMINISTRASI FISKAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK HYPERLINK "mailto:
[email protected]"
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan impor benang cotton bukan benang jahit yang ada pada sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang spinning benang cotton lokal. Kebijakan ini dilakukan oleh Pemerintah demi mengatasi adanya lonjakan impor yang terjadi akan benang cotton, dan juga meningkatkan produktifitas industri bidang tekstil baik dari industri yang bergerak dalam bidang spinning maupun weaving benang. Adanya BMTP tersebut merupakan upaya dari pemerintah dimana hasil tersebut diharapkan dapat mengatasi lonjakan impor, dan menumbuhkan kembali produktifitas industri tekstil lokal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan latar belakang, penerapan kebijakan, serta faktor-faktor yang menghambat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini yang merupakan latar belakang dikeluarkannya kebijakan ini adalah karena adanya lonjakan impor yang menyebabkan adanya kerugian serius pada industri tekstil dalam negeri. Penerapan kebijakan ini berjalan cukup baik, walaupun terdapat kendala yang dianggap dapat membuat kebijakan ini berjalan kurang efektif yaitu terkait dengan keterbatasan SDM dan SDA dari pihak produsen benang cotton, adanya penyelundupan, dan pengusaha yang terus mencari celah dari adanya Safeguard ini. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar diadakan penyelidikan lebih lanjut dari ketepatan tarif spesifik yang digunakan dalam perhitungan Safeguard dan juga bagi para pengusaha hendaknya dalam mengatasi lonjakan impor sebaiknya meningkatkan kembali kualitas produk-produk lokal, sehingga kualitasnya tidak kalah saing dengan produk-produk impor. Kata Kunci : Bea Masuk, Safeguard, Ancaman Kerugian.
ABSTRACT
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
This research addresses the policies Safeguard Measures Import Duty import cotton yarn not sewing thread that exist in a company engaged in the field of local cotton yarn spinning. This policy conducted by the government in order to overcome the surge in imports of cotton yarn that will happen is not a sewing thread, and also increase the productivity of both the textile industry that the industry is engaged in spinning and weaving yarns. The existence of Safeguard Measures Import Duty is an effort of the government in which the outcome of the process is expected to address import surges, and regrow productivity of the local textile industry. The purpose of this study is to describe the background, policy implementing, as well as factors that the implementation of the policy barrier. This research used qualitative descriptive approach. The background is issued according to a surge in imports that cause serious injury to the domestic textile industry, and / or threat of serious injury to the domestic textile industry. Implementation of this policy went pretty well, although there are constraints that are considered to make this policy runs less effective which is associated with limited human and natural resources of the cotton yarn manufacturers, smuggling, and employers are constantly looking for the loopholes of the Safeguard. The results of this study suggest that further investigation of organized provision specific rates used in the calculation of Safeguard and also for employers should address the surge in imports should improve the quality back local products, so the quality is not less competitive with imported products. Keywords : Duty, Safeguard, Threat of Serious Injury.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan perdagangan bebas regional antara ASEAN dan China yang ditandatangani pada 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Perjanjian ACFTA dalam perdagangan barang, yang berlaku pada 20 Juli 2005, menghasilkan penurunan tarif impor secara bertahap yang berlaku timbal-balik di antara negara-negara yang bersepakat. Pada 1 Januari 2010, pelaksanaan ACFTA yang hampir sempurna dilaksanakan oleh ekonomi negara-negara ASEAN-6, termasuk Indonesia dan China, dengan penerapan tarif 0 kepada 90 persen produk-produk atas hampir seluruh jajaran tarif. Kemudian, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam akan mencapai tujuan yang sama pada tahun 2015. Hal ini merupakan representasi liberalisasi perdagangan yang dilakukan ASEAN dan China yang tidak terlepas dari globalisasi ekonomi yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu proses di mana semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global. (Tambunan, 2004) Akibat adanya impor tersebut adalah daya saing produk tekstil Indonesia seperti benang dan produk lanjutannya sangat dipengaruhi oleh harga kapas dunia. Kenaikan harga kapas dunia akan membuat biaya produksi dan harga jual TPT naik. Fenomena ini kemudian disusul dengan bergabungnya Indonesia dalam kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), hal ini akan sangat merugikan industri TPT Indonesia. Indonesia sebagai salah satu Negara ASEAN yang menandatangani kesepakatan ACFTA
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
tentunya berkaitan dengan tujuan Indonesia untuk mendapatkan gains dari trade yang statis maupun dinamis yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui surplus neraca perdagangan. Bagi Indonesia setidaknya ada tiga peluang positif yang dikemukan Pemerintah pada saat perjanjian ACFTA ditandatangani pertama kali tahun 2001 pada era Presiden Megawati, yaitu: (1) penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan nontarif oleh China akan membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor ke Negara berpenduduk terbesar di dunia. (2) Penciptaan iklim investasi yang kompetitif dan terbuka, membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. (3) Peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas, membantu Indonesia meningkatkan kapasitas baik dalam teknologi maupun manajerial. (Latif Adam & Siwage Dharma Negara, 2010) Permasalahan Dalam menjalankan usahanya, perusahaan tekstil membutuhkan bahan baku, yaitu benang untuk membuat lembaran-lembaran kain yang kemudian akan dipasarkan. Dalam memilih bahan baku tersebut, perusahaan tentunya akan memilih bahan berupa benang yang berkualitas dengan harga yang paling murah untuk meningkatkan margin usahanya. Sebenarnya terdapat beberapa produk benang lokal di Indonesia yang kualitasnya cukup bagus. Akan tetapi, produk-produk lokal ini juga harus bersaing dengan produk impor yang sangat besar. Dengan adanya liberalisasi perdagangan seperti ACFTA ini, pemerintah belum dapat mengambil peluang positifnya. Karena pemerintah tidak mempersiapkan kondisi ekonomi secara optimal. Buruknya infrastruktur, tingginya suku bunga dan modal kerja, rantai birokrasi yang panjang dan berbelit-belit serta banyaknya pungutan liar merupakan cerminan kegagalan pemerintah menciptakan prasyarat dasar untuk mendorong peningkatan daya saing beragam sektor ekonomi termasuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Persaingan dalam memperebutkan pasar domestik akan sulit bagi industri lokal untuk bersaing dengan produk-produk luar yang harganya sangat murah. Ketika harga bahan baku benang lokal mengalami kenaikan, maka otomatis para pengusaha lokal pun akan menaikkan harga demi menjaga marjin usahanya. Pada saat harga produk lokal meningkat, di sisi lain produk dari luar negeri seperti china tetap normal. Karena itu tidak heran apabila para pengusaha tekstil akan lebih memilih produk impor daripada produk lokal, karena harganya yang lebih murah dengan kualitas yang baik. Peningkatan impor TPT dikarenakan industri TPT dalam negeri tidak mampu menyediakan kebutuhan konsumsi domestik yang meningkat. Industri TPT yang
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
berorientasi pasar domestik mengalami hambatan dalam proses produksi. Industri ini merupakan industri menengah dan kecil yang mengalami kesulitan dalam akses permodalan dan biaya produksi yang tinggi akibat penetapan kebijakan bea masuk mesin dan kapas juga peningkatan tarif bahan bakar minyak dan listrik. Produktivitas TPT Indonesia yang menurun juga dikarenakan penggunaan mesin yang usianya sudah diatas umur ekonomisnya. Impor TPT semakin meningkat karena masuknya produk TPT China baik secara resmi maupun ilegal yang masuk ke Indonesia berada pada tingkat harga yang lebih murah dan produk dihasilkan dengan menggunakan teknologi yang tinggi. (Baari La Inggi, 2004) Karena itu, untuk menjaga industri lokal agar tidak gulung tikar akibat kalah dalam persaingan dengan produk impor, pemerintah memberlakukan suatu usaha melalui kebijakan perpajakan. Kebijakan pemerintah tersebut berupa pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap impor produk benang kapas selain benang jahit (Cotton Yarn Other Than Sewing Thread) melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 87/PMK.011/2011. Secara umum, kebijakan ini mengenakan biaya masuk tambahan untuk impor benang dari luar negeri. Dengan begitu, harga benang yang impor akan tidak jauh berbeda dengan harga benang produksi lokal. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan pengusaha lokal dapat tetap berkembang dan meningkatkan produksinya sehingga dapat menaikkan pendapatan negara. Namun permasalahannya kemudian adalah implementasi kebijakan tersebut di kalangan pengusaha benang dan tekstil di Indonesia serta pengaruh kebijakan tersebut kepada kelangsungan usaha lokal di Indonesia. Oleh karena itu mengacu pada permasalahan di atas, dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah Latar Belakang dari kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Benang Cotton bukan Benang Jahit? Bagaimanakah Penerapan kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan Benang Cotton bukan Benang Jahit pada PT X sebagai salah satu pengusaha industri Spinning Benang di Indonesia? Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin menetapkan tujuan sebagai berikut:
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
Mengetahui hal-hal yang mendasari diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Benang Cotton bukan Benang Jahit. Mengetahui penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Benang Cotton bukan Benang Jahit.
TINJAUAN TEORITIS Kerangka Teori Pajak Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah. Tujuan pemerintah baik tujuan pajak maupun tujuan negara semua berakar pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara. Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi negara yang mendasarinya. Untuk mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya sehingga di dapat keserasian dalam pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Rosdiana dan Tarigan (2005, h.117) Bea Masuk “Bea Masuk adalah pungutan wajib berupa pajak atas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean, secara internasional bea masuk disebut sebagai duty”. (Purwito, 2008, hal. 42) “Bea Masuk adalah Pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang masuk custom area suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir”. (Hidayat, 1994, hal. 263) Perdagangan Internasional Perdagangan antarnegara berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual beli antara para pedagang (traders) dan berbagai belahan wilayah hingga di luar batas negara, dijadikan
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. (Halwani, 2003) Perdagangan Bebas dan Persaingan Bebas Dalam bukunya yang berjudul “Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors”, disebutkan ada lima kekuatan bersaing: (Porter, 1980, hal. 34) Masuknya pesaing baru Ancaman dari produk pengganti (subtitusi) Kekuatan penawaran pembeli Kekuatan penawaran pemasok Persaingan diantara perusahaan yang ada Kebijakan Publik Kriteria kebijakan publik yang ideal menurut Nugroho (2003, hal. 271), adalah kebijakan publik yang membangun keunggulan bersaing dari setiap pribadi rakyat indonesia, setiap organisasi baik masyarakat maupun pemerintah sendiri baik yang mencari laba atau yang nirlaba. Di sini berarti adanya peningkatan produksi atas barang dan jasa. Kebijakan agar berjalan sukses memerlukan implementasi dari pemerintah, hal ini berkaitan dengan fungsi negara yang menurut Profesor Stephen Bell dan John Wanna yaitu: Negara sebagai pemrakarsa kekayaan. Negara sebagai pengatur. Negara sebagai Arbitrator dan Distributor. Negara sebagai Organisator. (Kotler, Jatusripitak dan Maesincee, 1998, hal. 191-192) Implementasi Kebijakan Studi implementasi kebijakan sangat penting dalam memahami pembelajaran mengenai administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan tahapan pada pembentukan sebuah kebijakan. Pendekatan yang digunakan (Edwards III, 1980:9) dalam mempelajari implementasi kebijakan, dimulai dengan mengajukan dua pertanyaan, yaitu: What is the precondition for successful policy implementation What are the primary obstacles to successful policy implementation? Edwards mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan mempertimbangkan
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
empat faktor atau varabel penting yaitu struktur komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Komunikasi Disposisi Struktur Birokrasi Kebijakan Tarif Menurut Purwito (2008, hal. 197-198), jenis-jenis tarif dalam bidang ekonomi dan bisnis adalah: Ad valorum atau bea harga. Spesifik. Compound tarif. Tarif antidumping. Tarif pembalasan. Tarif diferensial. Tarif preferensi. Pendapatan dan Perdagangan Pendapatan nasional adalah jumlah seluruh keluaran produksi atau barang dan jasa yang dihasilkan di suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional dapat dilakukan berdasarkan tiga cara, yaitu konsep nilai tambah, pendapatan, dan pengeluaran. Konsep nilai tambah digunakan untuk menghitung pendapatan dengan menjumlahkan nilai pasar yang diproduksi perusahaan. Pendapatan yang dilihat dari sisi pendapatan merupakan jumlah berbagai pendapatan faktor yang dihasilkan pada proses memproduksi keluaran akhir ditambah pajak tak langsung neto subsidi ditambah penyusutan. Sedangkan dilihat dari sisi pengeluaran, pendapatan nasional merupakan jumlah dari pengeluaran konsumsi, investasi pemerintah, dan ekspor neto (Lipsey et.al, 1995). METODE PENELITIAN Pada bab ini akan membahas metodologi yang akan peneliti gunakan untuk melakukan penelitian yang terbagi atas beberapa sub bab. Adapun sub bab tersebut terdiri atas Pendekatan Penelitian, Jenis Penelitian, Metode Penelitian. Pendekatan Penelitian
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
Berdasarkan pada permasalahan yang ada yaitu adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan mengenai Bea Masuk Tindakan Pengamanan pada Benang Cotton bukan Benang Jahit, yang diharapkan mampu meningkatkan produktifitas perusahaan benang lokal. Maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang nantinya data-data tersebut dapat dijadikan dasar dalam menganalisis serta memberikan saran sebagai bahan masukkan lebih lanjut dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta. Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengertian penelitan deskriptif adalah (Neuman, 2000:30), “descriptive research present a picture of specific details of situation, social setting, or relationship. The outcome of descriptive study is a detailed picture of the subject.” Berdasarkan Manfaat Dilihat dari manfaatnya, Creswell dalam bukunya Research Designs: Quantitative and Qualitative Approaches”, (1994: 21) menyebutkan bahwa penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian murni, karena penelitian tersebut dilakukan atas dasar keingintahuan peneliti terhadap suatu hasil aktivitas yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya menurut Nazir, dalam bukunya Metode Penelitian, (1988: 29) menyebutkan bahwa karakteristik penelitian murni, yaitu : (1) Research problems and subjects are with a great deal of freedom, (2) Research is judge by absolute norm of scientic rigor, and the highest standards of scolarship are sought, dan (3) The driving goal is to contribute to basic, theoritical knowledge. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian mengenai tinjauan penerapan kebijakan Peraturan Menteri Keuangan NO.87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau Safeguard pada PT X yang merupakan sebuah industri spinning benang cotton lokal, ini dilakukan dalam kerangka akademis dan ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan peneliti. Berdasarkan Dimensi Waktu Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk ke dalam cross sectional research. Menurut (Neuman, 2000:31) Penelitian cross sectional adalah sebagai
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
berikut: “in cross sectional research, researcher observe at one time.” Sesuai dengan pengertian di atas dalam penelitian cross sectional, peneliti melakukan penelitian pada suatu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan pada suatu waktu tertentu yaitu selama kurang lebih enam bulan. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini diperlukan data. Data dapat diperoleh dari sumber primer atau sekunder. Data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi. Sedangkan Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada. (Uma Sekaran. 2006: Hal 60) Untuk memperoleh data-data tersebut, teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan yaitu Studi Literatur dan Studi Lapangan. ANALISIS Analisis Latar Belakang Kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dalam Industri Tekstil di Indonesia Berkurangnya hambatan yang berupa tarif maupun non-tarif pada kesepakatan liberalisasi perdagangan dunia WTO ini menyebabkan semakin terbukanya pasar bebas. Indonesia sebagai Negara yang melakukan kegiatan perdagangan internasional, mulai pada 1 Januari 2010 membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEANChina Free Trade Agreement (ACFTA). Produk- produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari,dkk 2009). Sebaliknya, Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negri negara-negara ASEAN dan China. Ikut sertanya Indonesia dalam menandatangani ASEAN-China Free Trade Agreement ini semakin mempermudah masuknya barang-barang China dengan harga yang murah ke Indonesia. Dengan adanya kondisi ini, maka barang-barang murah yang dikirim dari China tentunya sangat digemari oleh masyarakat banyak, karena cenderung membuat perbandingan harga yang lebih murah. Hal ini dapat menyebabkan banjirnya produkproduk impor dari China sehingga mampu membuka persaingan dengan industri dalam negeri yang memproduksi barang-barang sejenis atau yang secara langsung bersaing.
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
Adapun barang-barang impor yang mengalami lonjakan salah satunya adalah benang cotton bukan benang jahit. Pada tahun 2008, banyaknya benang cotton yang masuk ke Indonesia, semakin tidak terbendung lagi. Berikut adalah data impor benang cotton bukan benang jahit, yang dijelaskan melalui grafik. Grafik di bawah ini merupakan total impor Benang cotton dari beberapa Negara di dunia. Dalam satuan kilogram (kg). Grafik 5.1.1 Impor Benang Cotton Dunia EMBED Excel.Chart.8 \s
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah peneliti) Dari grafik di atas bisa dilihat bahwa terdapat lonjakan impor pada tahun 2008. Apabila dilihat dari grafik dan angka, angka tersebut sangat mengkhawatirkan, karena adanya lonjakan impor yang tidak terbendung mampu membuat beralihnya pasar barang lokal tertentu kepada barang-barang impor. Sementara tujuan dari perdagangan internasional itu sendiri adalah saling mengisi perbedaan Negara satu dengan Negara partner dagangnya. Perbedaan tersebut dapat terdiri dari beberapa perbedaan, misalnya perbedaan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Perdagangan antarnegara berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual beli antara para pedagang dari berbagai belahan wilayah hingga di luar batas Negara, dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Perdagangan antarnegara yang memiliki basis saling menguntungkan ini, sepertinya tidak terlihat dengan adanya lonjakan benang cotton impor yang masuk ke Indonesia ini. Karena dengan adanya lonjakan impor benang cotton tersebut dapat mematikan industri spinning benang cotton lokal. Kemudian membuat para pengusaha menyampaikan kekhawatiran mereka tentang adanya lonjakan barang impor yang kemudian menurunkan produktivitas industri spinning benang cotton lokal. Kemudian setelah melalui penyelidikan maka ditetapkanlah PMK No.87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan Impor Benang Cotton bukan Benang Jahit. Pada tahun 2011, data grafik di atas menunjukkan turunnya kuantitas impor Benang Cotton ke Indonesia. Terlihat adanya PMK tersebut sangat mempengaruhi berkurangnya masuknya Benang Cotton ke Indonesia, lalu kemudian terjadi kenaikan lagi pada tahun 2012. Akan adanya fenomena ini kemudian oleh Pak Gunawan diakui bahwa:
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
Bahan baku benang itu kan kapas ya, sementara Indonesia itu sendiri memproduksi kapas secara terbatas. Padahal potensi lahan untuk penanaman kapas adalah sebesar 340.000 ha. Namun harga jual kapas kurang bersaing dengan komoditas lain, sehingga tidak menarik para petani untuk menanamnya. Indonesia hanya menguasai serat rayon yang merupakan bahan baku juga. Tapi kembali pada PMK yang dimaksud yang merupakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atas Benang Cotton bukan Benang Jahit yang terdiri dari 85% kapas. Sekitar 95% kebutuhan bahan baku industri tekstil Indonesia masih didapat dari pasokan impor dari berbagai negara lain. Impor bahan baku berupa kapas diperkirakan berkisar 600.000 - 700.000 ton per tahun. Sementara produksi kapas nasional baru ditargetkan mencapai 33.000 ton per tahun. Kebutuhan bahan baku impor masih tinggi. Sementara itu produksi tekstil Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga kapas dunia secara berlawanan, apabila ada kenaikan harga kapas dunia, maka ada penurunan produksi tekstil lokal Indonesia. Oleh karena Indonesia tidak memproduksi kapasnya sendiri, maka harga benang itu sendiri sangat dipengaruhi oleh harga kapas dunia, karena Indonesia belum bisa memaksimalkan produksi tanaman kapas lokalnya, sehingga produksi benang pun sangat dipengaruhi oleh harga kapas dunia. Meskipun begitu, sangat sulit bagi perusahaan spinning benang cotton lokal untuk menaikkan harganya. Grafik 5.1.2 Impor Benang Cotton EMBED Excel.Chart.8 \s
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah peneliti) Dalam grafik diatas dapat diketahui bahwa Impor Benang Cotton mengalami penurunan terhitung sejak tahun 2008. Dengan angka yang lebih jelas, pada tahun 2008 jumlah benang cotton yang diimpor dari China dengan HS Code 5205 adalah sebesar 7.874.121 yang kemudian menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar 4.516.419 pada tahun 2010 sebesar 3.935.823 pada tahun 2011 sebesar 3.662.469 pada tahun 2012 sebesar 3.097.837. Dapat terlihat dengan jelas bahwa angka impor benang cotton dari China terus menurun. Tekanan dari kalangan pengusaha industri agar pelaksanaan ACFTA ditunda menandakan besarnya pengaruh negatif terhadap industri di Indonesia. Sementara itu pemerintah tetap menjalankan kesepakatan dengan tetap mengkaji dan mengevaluasi berbagai hal untuk dapat tetap meningkatkan daya saing Indonesia antara lain terkait dengan prasarana, biaya ekonomi tinggi, biaya transportasi, dan sektor makro lainnya.
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
(Nova dan Kirana, 2010). Karena sekalipun pemerintah menunda pelaksanaan ACFTA untuk waktu tertentu bagi produk-produk tertentu, pada akhirnya perlindungan tersebut juga harus dihilangkan sesuai kesepakatan. Jika pemerintah melanggar kesepakatan dan melindungi industri dalam negeri, konsumen dirugikan karena harus membayar produk dengan harga lebih mahal dan perekonomian menjadi tak berkembang. Grafik 5.1.3 Impor Kapas dari Berbagai Negara ke Indonesia EMBED Excel.Chart.8 \s
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah peneliti) Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik atas perkembangan impor benang cotton dunia yang masuk ke Indonesia dapat disimpulkan bahwa setelah pada tahun 2012, di mana pada tahun itu sudah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan No.87/PMK.011/2011 Bea Masuk Tindakan Pengamanan (safeguard) namun ternyata masih saja ada kenaikan impor benang cotton. Hal ini disebabkan adanya kenaikan harga bahan baku benang cotton, yaitu kapas itu sendiri. Harga kapas dunia normal adalah sebesar USD 1,2 pada tahun 2012 terjadi kenaikan harga kapas dunia yaitu menjadi sebesar USD 1,8. Bagi para pengusaha TPT akan lebih memilih menggunakan produk impor, karena harga yang diberikan tidak memberikan pilihan bagi pengusaha itu sendiri. Sementara dari komentar yang diberikan oleh Bapak XY dari PT. X selaku Purchasing (Ahli Tekstil) : Sebetulnya dengan adanya PMK tersebut tentang safeguard itu sangat membantu para pengusaha spinning benang cotton lokal. Kegiatan usaha kami mulai produktif lagi, dan permintaan dari pihak industri garmen pun mulai meningkat, karena tidak ada lagi perbandingan harga. Harga benang cotton impor pun sekarang jauh lebih mahal karena merupakan barang impor yang terkena tindakan pengamanan itu. Tetapi yang masih kami takutkan adalah adanya kenaikan harga kapas dunia itu sendiri, sekecil apapun kenaikannya sangat mempengaruhi biaya produksi.
Grafik 5.4 Perkembangan Ekspor Benang Cotton
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
EMBED Excel.Chart.8
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah peneliti) Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tegoeh dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, bahwa: Sebuah Negara tidak diperbolehkan melarang Negara lainnya untuk mengimpor barang. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi Negara masing-masing, maka WTO pun membuat WTO Agreement on Safeguards. WTO Agreement on Safeguards ini merupakan suatu instrumen yang dibuat dan disahkan oleh WTO untuk memberikan perlindungan kepada Negara-Negara anggota WTO yang mengalami kerugian akibat adanya banjir impor. Peraturan mengenai safeguard di Indonesia berupa Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor yang telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2011. Keputusan Presiden tersebut adalah sebagai peraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization, khususnya Kesepakatan mengenai Tindakan Pengamanan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, sebelum tindakan pengamanan (safeguard measures) dikenakan, harus dilakukan penyelidikan. Adapun tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa industri dalam negeri mengalami kerugian serius dan/atau ancaman kerugian serius sebagai akibat dari lonjakan volume impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. Instansi yang berwenang melakukan penyelidikan di Indonesia adalah Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Penyelidikan tersebut dapat dilakukan berdasarkan atas adanya permohonan dari pelaku usaha. Hal serupa diakui juga oleh Bapak Fajar Martulain dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bagian Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, beliau mengatakan bahwa: Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 D ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dijelaskan ada beberapa kriteria bea masuk, yaitu Bea Masuk yang biasa atau umum atau Most Favored Nation (MFN), itu Bea Masuk untuk semua barang sama sesuai dengan perjanjian regional, dan tidak ada kriteria khusus. Lalu kemudian setelah adanya impor-ekspor yang dilakukan, maka Kementrian Perdagangan melalui KPPI pun meneliti. Misalnya dalam hal tersebut terdapat lonjakan barang impor terhadap barang tertentu. Untuk mengamankan produk domestik kita, misalnya benang kapas. Sebetulnya di Indonesia juga ada produsen benang kapas, tetapi apabila produk impor tersebut
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
murah, dengan jumlah yang banyak, maka akan mematikan produsen kita. Oleh karena itu Pemerintah melalui Departemen Keuangan, lebih spesifiknya lagi Badan Kebijakan Fiskal pun menetapkan tarif dengan menaikan tarif yang lebih tinggi dalam rangka tindakan pengamanan atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Bea Masuk Tindakan Pengamanan ada beberapa jenis lagi yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 yaitu Tindakan Antidumping, dan Tindakan Imbalan. Semakin berkembangnya perdagangan bebas antar Negara, tentu saja dapat mengakibatkan dampak positif dan negatif. Sama halnya dengan adanya perdagangan bebas dan globalisasi, selalu membentuk dua kubu yang bertentangan, yaitu kubu yang mendukung globalisasi dengan kubu yang menolak adanya globalisasi. Pemerintah turut serta dalam ACFTA tentunya memiliki harapan yang mengarah kepada mempermudah kegiatan perdagangan internasional, hal ini bertujuan untuk membangkitkan kembali produktivitas pengusaha-pengusaha untuk mengembangkan usahanya di mata internasional. Namun pada kenyataannya, barang-barang impor yang masuk ke Indonesia berjumlah besar dan semakin tidak terbendung. Hal ini yang kemudian menjadi kewajiban bagi Negara untuk merumuskan suatu kebijakan yang berkaitan untuk memakmurkan perekonomian Negara tersebut. Kebijakan ini merupakan kebijakan publik, yang menyangkut nasib banyak penduduk. Kriteria kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan publik yang membangun keunggulan bersaing dari setiap pribadi rakyat Indonesia, setiap organisasi baik masyarakat maupun pemerintah sendiri baik yang mencari laba, maupun nirlaba. Adanya peningkatan produksi atas barang dan jasa merupakan suatu contoh bahwa sebuah kebijakan publik sudah termasuk kriteria kebijakan yang ideal. Untuk mensukseskan suata kebijakan publik maka diperlukan adanya implementasi dari pemerintah, hal ini berkaitan erat dengan fungsi Negara sebagai pemrakarsa kekayaan yang berperan sebagai penyedia infrastruktur untuk kegiatan perekonomian dan membuat kebijakan untuk meningkatkan investasi swasta dalam negeri. Negara sebagai pengatur yang berperan untuk menetapkan standar-standar dan aturan bagi kegiatan sosial dan ekonomi. Negara sebagai arbitrator dan distributor yang berperan sebagai pemutus perselisihan apabila terjadi konflik yang menyangkut adanya kepentingan ekonomi bersama dan menyediakan upah minimum yang rasional bagi para pekerja. Negara sebagai organisator yang berperan untuk mempengaruhi organisasi dari kepentingan dan kelompok sosial untuk mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara. Implementasi kebijakan merupakan satu hal yang sangat penting dalam proses kebijakan publik, oleh karena itu sebuah kebijakan harus diimplementasikan untuk mengetahui dampak dan tujuan yang diinginkan.
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
Sebagaimana yang dimaksud dalam konsep kebijakan publik tersebut, maka Negara dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produktivitas industri tekstil dalam Negeri, berkewajiban melindungi kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh para pengusaha industri dalam negeri, yang merupakan kekayaan Negara dengan membuat suatu kebijakan yang bersifat adil. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga perekonomian Negara dari lonjakan barang impor yang masuk ke Indonesia akhir-akhir ini. Analisis Penerapan Kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dalam Industri Tekstil di Indonesia Sebagaimana yang dipaparkan dalam teori José Maria Caballero, Maria Grazia Quieti and Materne Maetz dengan Comparative Cost Theory. Teori ini mengemukakan bahwa perdagangan dapat ditingkatkan apabila dilakukan liberalisasi. Melaui sistem ini, Negara-negara dapat langsung membeli dan menjual barang dan jasa langsung dari sumber atau produsennya. Ditinjau waktu dan biaya yang harus dikeluarkan, akan lebih efisien dan bermanfaat serta memberikan keuntungan bagi kedua Negara yang melakukan perdagangan. Dalam perkembangannya perdagangan internasional semakin tumbuh menjadi perdagangan global yang bebas dan persaingan yang menekankan pada keunggulan produk masing-masing Negara. Penerapan norma-norma dan nilai-nilai yang diberlakukan secara universal di hampir semua Negara. Dalam bentuk perjanjian bilateral ataupun perjanjian multilateral. Perjanjian ini dituangkan dalam UU No. 24/2000 tentang perjanjian internasional: merupakan suatu perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hokum internasional, dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik unsur-unsur perjanjian internasional. World Trade Organization (WTO) adalah merupakan satu-satunya organisasi internasional global dunia yang berurusan dengan peraturan-peraturan perdagangan internasional antar Negara. Perjanjian WTO dinegoisasikan dan ditandatangani oleh Negara perdagangan di dunia dan kemudian disahkan oleh parlemen masing-masing Negara. Perjanjian WTO berisikan atura-aturan dasar perdagangan internasional yang bersifat seperti kontrak yang mengikat Negara-negara anggota WTO untuk tetap menjaga kebijakan perdagangan mereka dalam batas-batas yang telah disepakati. Walaupun perjanjian WTO ini dinegosiasikan dan ditandatangani oleh Negara, tetapi tujuan dari WTO itu sendiri adalah membantu para produsen barang dan jasa, eksportir, dan importir dalam melakukan kegiatan bisnis mereka. Dari segi Negara, pemerintah hanya dapat Fungsi utamanya dari WTO itu sendiri untuk memastikan bahwa arus
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
perdagangan lancar, bisa ditebak dan sebebas mungkin. Berikut merupakan target produksi benang oktober 2012 Tabel 5.2.1 Pencapaian Target Produksi Benang Bulan Oktober 2012
No Jenis Benang
Jumlah
Target Produksi (Bale)
Produksi Nyata
Pencapaian Target %
1 CD 14,75 TEX
1,033,993
926,13
89,57
2 CM 14,75 tex
364,664
324,58
89
3 CM 11,80 tex
969,023
836,49
86,32
4 CM 9,83 tex
63,116
60,35
95,62
5 CM 7,38 tex
135,660
114,70
84,55
2262,25
x = 89,01
2,566,456
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari keempat contoh jenis benang yang diproduksi semuanya tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Apabila hal ini terulang secara berkepanjangan maka perusahaan dapat mengalami kerugian akibat tidak tercapainya target produksi. Karena tidak tercapainya target produksi ini berakibat pula pada keterlambatan pengiriman. Berdasarkan permasalahan di atas peneliti mencoba menganalisa titik awal permasalahan. Benang cotton memiliki bahan baku yaitu kapas, pada setiap titik awal alur produksi dalam hal ini adalah kapas yang merupakan raw material. Pada tahun 2012 harga kapas dunia kembali naik menjadi sebesar USD 1,8 dengan harga normal kapas dunia adalah USD 1,2. Kenaikan ini sangat berpengaruh terhadap ketidaktercapainya target produksi benang oleh perusahaan. Hal ini diakui oleh Bapak XY selaku Purchasing (Ahli Tekstil) pada PT. X: Kenaikan harga kapas ini membuat kami selaku pengusaha yang menggunakan kapas sebagai raw material akhirnya tidak punya daya, sehingga pada akhirnya memilih jalur impor benang cotton kembali, daripada memproduksi benang cotton tersebut sendiri. Tidak mudah menaikan harga benang cotton lokal begitu saja,
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
kebanyakan pabrik tekstil kemudian akan memberhentikan kerja sama begitu saja, karena dinilai memiliki harga yang sama mahal dengan benang cotton impor.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Latar Belakang dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan adalah dikarenakan adanya lonjakan impor benang cotton bukan benang jahit yang disebabkan oleh semakin murah dan mudah barang-barang China yang masuk ke Indonesia. Penerapan dari kebijakan Peraturan Menteri Keuangan No.87/PMK.011/2011 tentang Bea Masuk Tindakan Pengamanan benang cotton bukan benang jahit pada PT. X sebagai salah satu pengusaha industri spinning benang di Indonesia. Perdagangan bebas memiliki tujuan utama yaitu mengurangi atau meniadakan tarif bea masuk atas barang-barang yang diimpor antar negara. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada para pengusaha dalam mengembangkan usaha ke jalur perdagangan internasional. Persaingan bebas ini muncul sebagai akibat dari adanya perdagangan bebas antar negara. Persaingan ini dengan sendirinya menyaring para pengusaha antar negara dengan produk tertentu, yang akan menyebabkan ancaman bagi produk lokal yang sejenis. Apabila produk lokal tidak mampu bersaing dari segi kualitas, maka akan bermunculan pesaing baru. Hal ini tentu saja yang menyebabkan adanya lonjakan barang impor, yaitu seperti benang cotton yang kemudian menyebabkan kerugian serius. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelidiki penetapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau safeguard di Indonesia, maka KPPI menyelidiki adanya lonjakan impor yang merupakan hasil laporan dari para pengusaha industri terkait tekstil atau dari pihak Asosiasi Tekstil yang menyampaikan bahwa ada lonjakan impor yang menyebabkan kerugian serius bagi para pengusaha spinning benang lokal. Kemudian hasil penyelidikan yang dilakukan oleh KPPI akan dilanjutkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang kemudian akan disampaikan kepada Departemen Keuangan untuk ditetapkan sebagai kebijakan safeguard. Kurangnya tenaga ahli dalam hal penetapan kebijakan safeguard, pada
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
pengusaha industri spinning benang cotton ini sebagai pelaksana dari kebijakan akan memberi dampak yaitu kemungkinan berjalannya proses penetapan kebijakan safeguard ini secara tidak efektif. Watak atau karakteristik dari pelaksana kebijakan ini telah memenuhi kategori disposisi yang baik. Dapat dilihat dari komitmen, kejujuran, dan semangat yang tinggi yang ditunjukan oleh para pihak pelaksana kebijakan. Diketahui terdapat ketentuan-ketentuan di dalam SOP yang tidak bisa diterapkan secara langsung oleh para pembuat kebijakan, sehingga timbul kemungkinan dalam proses pembuatan kebijakan safeguard ini pemerintah cenderung kehilangan momen waktu pada saat terjadi lonjakan impor besarbesaran yang membuat kebijakan safeguard ini terkesan tidak efektif. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: Terkait dengan adanya lonjakan impor yang melatarbelakangi adanya kebijakan safeguard, dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa tariff yang digunakan adalah menggunakan tarif spesifik yaitu dengan menggunakan perhitungan per kilogram dikenakan biaya sekian. Adapun tarif spesifik tersebut biasa digunakan hanya untuk membatasi jumlah barang impor yang masuk ke Indonesia. Maka penulis menemukan suatu gagasan apabila pembuat kebijakan hendaknya menggunakan tarif ad volarem untuk mengatasi lonjakan impor. Selain itu bagi para pengusaha industri spinning benang cotton hendaknya dalam meningkatkan jumlah impor untuk meningkatkan penerimaan bea masuk harus diimbangi dengan peningkatan kualitas produk-produk produksi dalam negeri agar mampu bersaing dalam perdagangan internasional dan produksi dalam negeri tidak lagi lesu dikarenakan oleh kualitas yang kalah saing dengan produkproduk impor, juga turut menambahkan tenaga ahli tekstil.
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
DAFTAR REFERENSI Buku Abdurrachman, Eddy. 2004. Kebijakan Fiskal, pemikiran, konsep dan Implementasi, edisi revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Creswell, John W. 1994. Research Design Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Dunn, William N. Terj. Muhadjir Darwin Dkk. 2003. Public Policy Analysis, An Introduction, Second Edition. Jogjakarta: Gajah Mada University Press. Edward
III,
George
C.
1980.
Implementating
Public
Policy.
Washington: Congressional Quarterly Press. Hadi, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional Buku 1, Edisi Revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Halwani, Hendra. 1993. Perdagangan Internasional: Pendekatan Ekonomi Makro dan Mikro. Jakarta: LP3ES. Hidayat, Wahyu. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Internasional. Jakarta: Komunika Utama. Irawan, Dr. Prasetya. ”Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial”, DIA FISIP UI, Depok. Kotler, Philip, Somkid Jatusripitak, dan Suvit Maesincee. Terj. Aldie Jenie. 1998. Pemasaran Keunggulan Bangsa. Prenhallindo. Adam, Latif dan Negara, Siwage Dharma. 2010. “ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT: Tantangan dan Peluang Bagi Indonesia.” Masyarakat Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Vol.xxxvi No.2. Lipsey, et.al. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh. Penerjemah: Jaka Wasana dan Kirbrandoko. Binarupa Aksara, Jakarta.
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
Moh. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, William Lawrence. 2000. “Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches 4th edition”, USA: Allyn & Bacon. Neuman, W.L. 2003. Social Research Methhods, Qualitative and Quantitatives Approaches, 5th Edition. Boston: Allyn and Bacon. Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional, Edisi 3. Jogjakarta: BPFE. Nugroho D, Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. Paul R. Krugman, Maurice Obstfeld. 1994. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. PT. Raja Grafindo Persada. PRB. 2009. World Population Data Sheet 2009. Washington DC: Population Reference Bureau and USAID. Purwito M, Ali. 2006. Kepabeanan Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Samudra Ilmu. Purwito M, Ali. 2008. Kepabeanan dan Cukai, Pajak Lalu Lintas Barang, Edisi Revisi. Jakarta: UI-Press. Purwito M, Ali. 2013. Kepabeanan Indonesia, Jakarta: Jelajah Nusa. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahuk Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Surojo, Arief. 2003. Pajak Lalu Lintas Barang Sebagai Bagian dari Kewajiban Pabean di Dalam Mekanisme Eskpor-Impor. Jakarta: Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013
UNCTAD. 2005. TNCS and The Removal of Textiles and Clothing Quotas. Geneva: United Nations Conference on Trade and Development. Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo (Anggota IKAPI).
Tinjauan penerapan…, Lavira Mavushi, FISIP UI, 2013