MODEL EFEK LATIHAN FISIK TERHADAP DINAMIKA GLUKOSA DAN INSULIN
NOERHAYATI ROFIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa tesis Model Efek Latihan Fisik terhadap Dinamika Glukosa dan Insulin adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011 Noerhayati Rofiah NIM G751090021
ABSTRACT NOERHAYATI ROFIAH. The Model of Physical Exercise Effect on the Dynamics of Glucose and Insulin. Under direction of AGUS KARTONO and IRMANSYAH. Regular physical activity is indicated either to prevent or delay the onset of non-insulin-dependent diabetes or to assure a good control of diabetes by increasing insulin sensitivity and ameliorating the metabolism of glucose disappearance. A minimal model developed previously was extended to include the major effects of exercise on plasma glucose and insulin levels. Minimal model of glucose and insulin dynamics created in this study is valid. Result of model simulation is good agreement with experimental data. On the normal subject, physical exercise can reduce blood glucose levels, the same thing happened in people with diabetes. In general, the model can be explained that physical exercise can lower glucose levels basal while after the exercise, but will eventually rise returned to initial basal glucose levels, so to keep the blood glucose remained normal should be done exercise regularly and with the assistance of insulin therapy appropriate to the needs of patients. Keywords: physical exercise, glucose, insulin, minimal model, diabetes
RINGKASAN NOERHAYATI ROFIAH. Model Efek Latihan Fisik terhadap Dinamika Glukosa dan Insulin. Dibimbing oleh AGUS KARTONO dan IRMANSYAH. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan manusia di dunia pada abad 21. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan penderita diabetes di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030. Penyakit ini disebabkan oleh hilangnya sekresi insulin pankreas (tipe 1) atau muncul resistensi yang dikembangkan oleh tubuh terhadap tindakan pengaturan glukosa dalam tubuh oleh insulin (tipe 2). Untuk mencegah komplikasi penyakit DM dengan penyakit lain, penting untuk selalu menjaga konsentrasi glukosa plasma dalam kisaran normal glikemia (70120 mg/dL). Efek jangka panjang dari diabetes yang disebabkan karena terjadi hiperglikemia, yaitu konsentrasi glukosa plasma melebihi 120 mg/dL. Hiperglikemia berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi dengan penyakit lain, sehingga dapat menyebabkan penyakit ginjal, kebutaan, dan bahkan kehilangan anggota tubuh. Begitupun dengan hipoglikemia, yaitu kadar glukosa plasma di bawah 70 mg/dL. Hipoglikemia dapat menyebabkan pusing, koma, atau bahkan kematian. Latihan fisik yang teratur dapat mengurangi risiko serangan diabetes tipe 2 atau yang dikenal dengan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Efek perlindungan ini berhubungan dengan tingkat latihan fisik yang dilakukan secara berkesinambungan. Latihan fisik meningkatkan pemanfaatan insulin oleh sel tubuh. Pengaruh latihan fisik dalam model yang dibuat dibandingkan antara orang yang menderita diabetes dengan subyek normal. Model minimal dinamika glukosa dan insulin yang dibuat dalam penelitian ini valid. Hasil simulasi model menunjukkan kesesuaian dengan data eksperimen. Pada subyek normal yang melakukan latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa darah, hal yang sama juga terjadi pada penderita diabetes. Penderita diabetes yang melakukan aktivitas fisik dan tanpa dibantu dengan suntikan insulin dengan kadar glukosa basal yang tinggi (di atas 140 mg/dL) akan turun di bawah kadar glukosa orang normal yaitu 100 mg/dL, tetapi lama kelamaan kadar glukosa basal akan kembali pada kadar glukosa semula, sedangkan penderita diabetes yang melakukan aktivitas fisik dan dibantu dengan suntikan insulin dengan kadar glukosa basal yang tinggi (di atas 140 mg/dL) akan turun sangat rendah, hingga mencapai 50 mg/dL dan kadar glukosa basal awal lebih rendah daripada kadar glukosa basal semula. Secara umum dari model ini dapat dijelaskan bahwa latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa basal sementara setelah latihan, namun lama-kelamaan akan naik kembali ke tingkat glukosa basal awal, sehingga untuk menjaga agar glukosa darah tetap normal harus dilakukan olahraga yang teratur dan dengan dibantu terapi insulin yang sesuai dengan kebutuhan penderita. Kata kunci: latihan fisik, glukosa, insulin, model minimal, diabetes
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengunumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB
MODEL EFEK LATIHAN FISIK TERHADAP DINAMIKA GLUKOSA DAN INSULIN
NOERHAYATI ROFIAH G751090021
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Progran Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si
Judul Tesis Nama NRP Program Studi
: Model Efek Latihan Fisik terhadap Dinamika Glukosa dan Insulin : Noerhayati Rofiah : G751090021 : Biofisika
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Agus Kartono, M.Si Ketua
Dr. Ir. Irmansyah, M.Si Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Biofisika
Dr. Agus Kartono, M.Si
Tanggal Ujian: 9 Juni 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
“Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang menuntut ilmu dan diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat…”(QS. Al-Mujaadilah: 11)
Kupersembahkan Tulisan ini untuk: Suami tercinta, Haidir Doory Bidadari kecilku, Nurfaizah az Zakiah Ayah dan Ibunda tersayang
PRAKATA Dengan menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puja dan puji hanyalah milik Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan petunjuknya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2010 sampai Mei 2011 di Laboratorium Fisika Teori IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kinetika glukosa dan insulin, dengan judul Model Efek Latihan Fisik terhadap Dinamika Glukosa dan Insulin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Agus Kartono, M.Si dan Bapak Dr. Irmansyah, M.Si selaku pembimbing yang baik dan senantiasa menyempatkan waktu untuk berkonsultasi, serta senantiasa memberi dorongan semangat. Penulis menyampaikan penghargaan kepada Kementerian Pendidikan Nasional melalui Beasiswa Unggulan yang telah memberikan kesempatan belajar dan membantu biaya penelitian. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua atas doa yang senantiasa dipanjatkan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan. Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Pak Sem dan Pak Joko atas diskusi-diskusi yang berharga berkaitan dengan penyusunan penelitian ini, serta kebersamaan dan semangat yang diberikan. Akhirnya perkenankan saya membagi kebahagiaan saya kepada suami tercinta, Haidir, atas doa yang senantiasa dipanjatkan, atas materi, semangat, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2011
Noerhayati Rofiah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 15 Januari 1985 dari ayah Mochammad Rochim dan ibu Sukarni. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Batu dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegetahuan Alam. Penulis menyelesaikan studi strata satu (S1) pada tahun 2008 sebagai lulusan terbaik Departemen Kimia. Tahun 2009 penulis mendapat beasiswa dari Kementerian Pendidikan Nasional melalui Beasiswa Unggulan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Biofisika, lulus pada bulan Juni 2011. Penulis merupakan Analis Kimia di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, IPB.
PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) ialah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah atau biasa dikenal dengan kondisi hiperglikemia, karena kelainan sekresi insulin atau kerja insulin (Gustaviani, 2006). Penyakit ini merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan manusia di dunia pada abad 21. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan penderita diabetes di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030. Berbagai penelitian telah dilakukan di beberapa negara berkembang, data WHO menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi jumlah pasien diabetes terjadi di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang menempati peringkat ke-4 di dunia (Wild et al. 2004). Penyakit DM disebabkan oleh hilangnya sekresi insulin pankreas (tipe 1) atau resistensi yang dikembangkan oleh tubuh terhadap tindakan pengaturan glukosa dalam tubuh oleh insulin (tipe 2). Untuk mencegah komplikasi penyakit DM dengan penyakit lain, penting untuk selalu menjaga konsentrasi glukosa plasma dalam kisaran normal glikemia (70-120 mg/dl). Efek jangka panjang dari diabetes yang disebabkan karena terjadi hiperglikemia, yaitu konsentrasi glukosa plasma melebihi
120
mg/dl
(Makroglou
et
al. 2006).
Hiperglikemia
berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi dengan penyakit lain, sehingga dapat menyebabkan penyakit ginjal, kebutaan, dan bahkan kehilangan anggota tubuh. Begitupun dengan hipoglikemia, yaitu kadar glukosa plasma di bawah 70 mg/dl. Hipoglikemia dapat menyebabkan pusing, koma, atau bahkan kematian. Sejak
tahun
1960,
model
matematika
telah
digunakan
untuk
menggambarkan dinamika glukosa-insulin. Bergman et al. (1981) mengusulkan model minimal tiga kompartemen untuk menganalisis hilangnya glukosa dan sensitivitas insulin selama tes toleransi glukosa intravena. Beberapa modifikasi telah dibuat pada model minimal asli untuk menggabungkan berbagai efek fisiologis glukosa dan insulin. Cobelli et al. (1999) mengembangkan model minimal yang direvisi untuk memisahkan efek produksi glukosa dari pemanfaatannya. Model ini menyempurnakan penjelasan tentang dinamika glukosa-insulin untuk berbagai situasi atau perilaku. Hovorka et al. (2004)
mengembangkan model minimal asli dengan menambahkan tiga subkompartemen dari glukosa dan insulin yaitu, dinamika penyerapan absorbsi, distribusi, dan mekanisme pembuangan, tetapi tak satu pun dari model ini menjelaskan perubahan dalam dinamika glukosa dan insulin karena latihan fisik, padahal telah sejak lama latihan fisik ini dianjurkan untuk pasien diabetes. Latihan fisik yang teratur dapat mengurangi risiko serangan diabetes tipe 2 atau yang dikenal dengan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Efek perlindungan ini berhubungan dengan tingkat latihan fisik yang dilakukan secara berkesinambungan. Sebagai catatan orang dengan risiko diabetes tinggi (obesitas, tekanan darah tinggi, dan faktor keturunan), latihan fisik disarankan disamping diet dan terapi tablet insulin (Sigal et al. 1996). Bagaimanapun juga dapat dianjurkan dua saran, yaitu: pertama, untuk beberapa alasan seperti usia, berat badan, dan tekanan darah yang menyebabkan pasien tidak dapat menjalankan latihan fisik berat, maka solusinya adalah pasien dapat mejalankan latihan fisik ringan secara berkesinambungan; kedua, sebagaimana dikenal secara umum pasien diabetes tipe 2 biasanya berumur diatas 40 tahun, latihan fisik yang keras tentu berbahaya bagi pasien dengan masalah ginjal, tekanan darah tinggi, retinopati, dan neuropati, oleh karena itu disarankan pasien dapat mejalankan latihan fisik ringan secara berkesinambungan. Untuk penderita diebetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) kasusnya berbeda. Secara umum pasien diabetes tipe 1 ini biasanya masih muda dan cenderung dapat melakukan latihan fisik dan olahraga berat, tetapi bukan berarti tanpa risiko hipoglikemia atau hiperglikemia. Kombinasi dari insulin, asupan karbohidrat, dan latihan fisik yang baik dapat menyebabkan kondisi tubuh yang bugar dan kontrol yang baik terhadap kadar gula darah. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat model efek dari latihan fisik terhadap
dinamika
glukosa
dan
insulin,
membandingkannya dengan orang normal.
pada
pasien
diabetes
dan
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme
karbohidrat,
lipid,
dan
protein
sebagai
akibat
ketidakcukupan fungsi insulin. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan atau produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina Farmasi & Alkes, 2005). Metabolisme tubuh bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan energi baik untuk membentuk sel yang baru maupun mengganti sel tubuh yang rusak. Sumber energi diperoleh dari asupan makanan yang terdiri atas karbohidrat, protein, dan lemak. Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut, kemudian di lambung dan dilanjutkan di usus. Makanan dipecah menjadi bahan dasarnya di dalam saluran pencernaan, karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus, kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan sebagai energi. Agar dapat berfungsi sebagai energi, zat makanan harus masuk dulu ke dalam sel untuk diolah. Insulin memegang peranan penting dalam proses metabolisme, insulin bertugas memasukan glukosa ke dalam sel untuk diolah menjadi energi. Namun, ketersediaan insulin saja tidak cukup menjamin proses metabolisme dapat berlangsung normal. Hal ini juga bergantung pada kepekaan reseptor pada insulin yang terletak pada dinding sel sasaran. Ketidakpekaan reseptor insulin
mengakibatkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan ini mengakibatkan seseorang menderita penyakit diabetes. Berbagai proses patologis berperan dalam terjadinya DM, mulai dari kerusakan autoimun dari sel pankreas yang berakibat defisiensi insulin sampai kelainan yang menyebabkan resistensi terhadap kerja insulin. Kelainan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada DM disebabkan kurangnya kerja insulin pada jaringan target (Adnyana et al. 2006). Gejala Diabetes Mellitus Gejala utama diabetes yaitu polifagia (meningkatnya rasa lapar), polidipsia (meningkatnya rasa haus), dan poliuria (meningkatnya buang air kecil), serta kehilangan berat badan terutama pada diabetes tipe 1 (DiPiro et al. 2005). Gejala dan tanda-tanda penyakit DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronis. Gejala akut penyakit DM pada tiap penderita tidaklah sama, bahkan hampir sama dengan gejala utama. Namun, bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu nafsu makan mulai berkurang bahkan kadang-kadang disusul dengan mual, mudah lelah bahkan penderita akan jatuh koma. Gejala kronis penyakit DM antara lain kesemutan, kulit terasa panas, terasa tebal di kulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun (Tjokroprawiro, 2006). Gejala-gejala ini harus mendapat perawatan yang memadai. Penderita DM tanpa perawatan memadai dalam jangka panjang dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti: a.
gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,
b.
gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal,
c.
gangguan kardiovaskular,
d.
gangguan pada sistem saraf sehingga terjadi disfungsi saraf autonom, kaki gangren, amputasi, dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria, dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
Penggolongan Diabetes Mellitus Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan Diabetes Mellitus (DM) menjadi tiga jenis: 1. Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 1 (IDDM) ialah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Pada saat ini, DM tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga saja tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah DM tipe 1. Kebanyakan penderita DM tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada DM tipe 1 ialah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. DM tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan, karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel-sel beta pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia, serta peningkatan kadar gukosa darah (Katzung, 2002) Diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, ialah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetik ketoasidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24
jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. 2. Diabetes Mellitus tipe 2 Diabetes Mellitus tipe 2 (NIDDM) merupakan tipe DM yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel beta, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia. Patogenesis dari DM tipe 2 sangat kompleks termasuk interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Latar belakang etnis, jenis kelamin, dan usia merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan risiko diabetes tipe ini (Buse et al. 2003).
Pada tahap awal kelainan yang muncul ialah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hati, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan pada 90% dari pasien dunia dengan diagnosis diabetes tipe 2. Faktor lain meliputi faktor keturunan, walaupun pada beberapa dekade terakhir terus meningkat pengaruhnya pada remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok: a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal .
b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes) c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140 mg/dl) d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140 mg/dl) (Dirjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005). 3. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Dirjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005). Pada pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan. Dinamika Glukosa dan Insulin Himsworth dan Ker (1939) memperkenalkan pendekatan pengukuran insulin secara in vivo untuk pertama kalinya. Model matematika telah digunakan untuk memperkirakan sensitivitas insulin dan hilangnya glukosa. Perintis penelitian di bidang ini ialah Bolie (1961) dalam model yang sangat sederhana.
Dengan G = G(t) menunjukkan konsentrasi glukosa, I = I (t) menunjukkan insulin, dan k, a1, a2, a3, a4 ialah parameter konstan. Dalam model ini proses menghilangnya glukosa diasumsikan sebagai fungsi linier baik dari insulin maupun glukosa. Sekresi insulin sebanding dengan konsentrasi glukosa dan menghilangnya insulin sebanding dengan konsentrasi insulin plasma. Publikasi mengenai sensitivitas insulin berkembang, salah satunya ialah model minimal yang diperkenalkan oleh Bergman dan Cobelli pada awal tahun delapan puluhan (Boutayeb & Chetouani, 2006). Meskipun model minimal merupakan model sederhana, tetapi minimal ini terus berkembang dan digunakan hingga saat ini, baik sebagai alat klinis dan pendekatan untuk memahami efek gabungan sekresi insulin dan sensitivitas insulin pada toleransi glukosa dan risiko pada DM tipe 2 (Bergman, 2005). Asumsi asli model ini telah memberikan
pemahaman tentang kinetika insulin in vivo, seperti sifat yang relatif penting akibat kegagalan sel beta dalam patogenesis diabetes. Model minimal glukosa dan insulin biasanya digunakan untuk menganalisis hasil tes toleransi glukosa intravena (FSIGT) pada manusia dan hewan di laboratorium, sampel darah diambil dari orang yang berpuasa pada interval waktu teratur, setelah injeksi intravena glukosa tunggal, diambil sampel darah untuk
kadar insulin (µU/mL)
kadar glukosa (mg/dL)
dianalisa kadar glukosa dan insulin.
waktu (menit)
waktu (menit)
Gambar 1 Data uji FSIGT dari subjek normal (Pacini dan Bergman 1986 diacu dalam Riel N van 2004). Secara kualitatif, kadar glukosa dalam plasma mulai dari puncak, karena adanya injeksi glukosa, kemudian turun ke keadaan minimum sampai di bawah kadar glukosa basal. Kadar glukosa secara bertahap kembali ke tingkat basal. Kadar insulin dalam plasma cepat naik ke puncak segera setelah injeksi glukosa, kemudian turun ke tingkat yang lebih rendah, tetapi masih di atas tingkat insulin basal, naik lagi ke puncak yang lebih rendah, dan kemudian secara bertahap turun ke tingkat basal (Riel N van, 2004). Model minimal glukosa dan insulin memberikan gambaran kuantitatif mengenai konsentrasi glukosa dan insulin dalam sampel darah setelah penyuntikan glukosa. Model minimal glukosa memiliki dua kompartemen fisiologi, yaitu kompartemen plasma dan kompartemen jaringan interestisial.
Model minimal insulin hanya mempunyai satu kompartemen, yaitu kompartemen plasma. Model minimal glukosa dan insulin dapat menjelaskan tentang empat hal yang berhubungan dengan metabolisme, terutama pada saat tes toleransi glukosa intravena. Metabolisme tersebut meliputi: a. SI = Sensitivitas insulin, mengukur kemampuan insulin untuk meningkatkan proses penghilangan glukosa menjadi energi, b. SG = Efektivitas glukosa, mengukur kemampuan glukosa untuk mengurangi sendiri konsentrasinya dalam plasma, tidak bergantung pada peningkatan insulin, c. φ1 = Responsivitas pankreas fase pertama, mengukur besarnya puncak pertama pada insulin plasma karena injeksi glukosa, d. φ2 = Responsivitas pankreas fase kedua, mengukur besarnya puncak kedua setalah periode refraktori fase pertama. Model Minimal untuk Dinamika Glukosa dan Insulin Dinamika glukosa dan insulin bergantung pada tiga kompartemen, yaitu kompartemen plasma glukosa, plasma insulin, dan jaringan interestisial. Kelajuan masuk dan keluarnya glukosa dari kompartemen plasma sebanding dengan perbedaan antara kadar glukosa plasma, G(t), dan kadar glukosa basal, Gb. Jika kadar glukosa plasma turun di bawah kadar glukosa basal, glukosa akan masuk ke dalam kompartemen plasma, dan sebaliknya, jika kadar glukosa plasma naik maka glukosa akan keluar dari kompartemen plasma. Glukosa plasma juga keluar dari kompartemen plasma melalui jalur kedua yang sebanding dengan aktivitas insulin pada jaringan interestisial X(t). Kelajuan keluar masuknya insulin dalam plasma sebanding dengan perbedaan antara kadar insulin plasma I(t) dan kadar insulin basal Ib. Jika kadar insulin plasma turun di bawah tingkat basal, insulin akan keluar dari kompartemen jaringan interestisial, dan sebaliknya. Insulin juga menghilang dari kompartemen jaringan interestisial melalui jalur kedua yang setara dengan jumlah insulin dalam kompartemen jaringan interestisial. Hal ini digambarkan dengan jelas oleh persamaan berikut (Riel N van, 2004):
dengan t menunjukkan waktu dalam satuan menit, t0 ialah waktu saat injeksi glukosa, G(t) konsentrasi glukosa plasma (mg/dL), I(t) ialah kadar insulin plasma (µU/dL), dan X(t) ialah aktivitas insulin interestisial. Jika faktor pengaruh umpan balik dari insulin dalam kompartemen jaringan interestisial yang dalam rumus ini diwakili oleh persamaan –X(t)G(t) diabaikan, maka kelajuan pemanfaatan glukosa sebanding dengan
konstanta k1.
Penambahan
sejumlah
insulin
plasma
menyebabkan perubahan insulin interestisial, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan kelajuan pemanfaatan glukosa. Sensitivitas insulin didefinisikan sebagai SI yang nilainya sebanding dengan k2/k3 dan efektivitas glukosa didefinisikan sebagai SG yang nilainya sebanding dengan k1. Persamaan (3) dapat ditulis kembali dalam bentuk sebagai berikut: Insulin masuk ke dalam kompartemen insulin plasma dengan kecepatan yang sebanding dengan waktu dan konsentrasi glukosa di atas glukosa basal. Jika kadar glukosa di bawah glukosa basal, maka jumlah insulin yang masuk kompartemen plasma ialah nol. Insulin dikeluarkan dari kompartemen plasma sebanding dengan jumlah insulin dalam kompartemen plasma tersebut. Hal ini dituliskan dalam persamaan: ! "# $ % & dengan k ialah fraksi pengeluaran insulin, γ menunjukkan respon pankreas sekunder terhadap glukosa. Responsivitas pankreas fase pertama didefinisikan sebagai φ1 = (Imax−Ib)/[k(G0−Gb)], dengan Imax ialah respon insulin maksimum. Responsivitas pankreas fase kedua didefinisikan sebagai φ2 = γ×104. Pemodelan dari Efek Latihan Fisik Latihan fisik mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan fisik sehingga hipoglikemi dapat dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu memakai cara ini, dan
peningkatan dalam pengambilan oksigen selama latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemi. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien dapat meningkatkan pengontrolan kadar glukosa (Price dan Wilson, 2006). Salah satu tujuan penelitian ini ialah ingin mensimulasikan efek latihan fisik terhadap dinamika glukosa dan insulin. Pertama kali yang perlu digarisbawahi ialah bahwa latihan fisik menyebabkan rendahnya konsentrasi glukosa selama dan setelah latihan. Selain itu latihan fisik juga meningkatkan penggunaan insulin oleh sel tubuh. Selanjutnya, berdasarkan model minimal Bergman et al. (1981) terdapat persamaan sebagai berikut: ' ' ( ' ) * Dengan G(0) = g0 dan X(0) = X0 dan I(0) = I0 a. (I(t) - Ib(t)) menunjukkan perbedaan antara konsentrasi insulin plasma dengan konsentrasi insulin basal, b. X(t) ialah insulin interestisial, c. (Gb - G(t)) menunjukkan perbedaan konsentrasi glukosa basal dan konsentrasi glukosa plasma, k1, k2 dan k3 ialah parameter berdasarkan pada Bergman et al. (1981). Parameter yang berhubungan dengan aktivitas latihan fisik didefinisikan sebagai berikut: q1: efek latihan fisik dalam mempercepat pemanfaatan glukosa oleh otot dan hati, q2: efek latihan fisik dalam meningkatkan kepekaan otot dan hati karena insulin, q3: efek latihan fisik dalam meningkatkan pemanfaatan insulin. Parameter q1, q2 dan q3 meningkat dengan meningkatnya intensitas latihan fisik.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, FMIPA, IPB dari bulan Oktober 2010 sampai Mei 2011. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebuah laptop dengan processor Intel Core i7-740QM, 1,73 GHz, HDD 500GB, Memory 2GB,. Software yang digunakan dalam penelitian ini ialah MS. Office 2007 dan MATLAB R2009a. Pendukung penelitian ini berupa sumber pustaka, baik jurnaljurnal ilmiah maupun sumber lain yang relevan. Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah pembuatan sebuah program simulasi sederhana dari Model Minimal untuk Dinamika Glukosa dan Insulin dengan menambahkan faktor latihan fisik menggunakan software MATLAB R2009a. Selanjutnya divalidasi dengan hasil eksperimen FSIGT. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami proses kinetika glukosa dan insulin sehingga memudahkan perancangan program simulasinya. Kemudian melihat hubungan antara grafik yang akan dihasilkan dalam simulasi dengan sifat fisiologis dari kinetika glukosa dan insulin. Studi pustaka akan membantu penulis dalam menganalisis hasil yang didapat dari simulasi model minimal kinetika glukosa dan insulin untuk mendeteksi diabetes. Analisa kestabilan Tidak semua persamaan diferensial dapat dengan mudah diselesaikan secara analitik. Untuk itu perlu mencari informasi secara kualitatif dari solusinya, tanpa menyelesaikan persamaan terebut secara analitik. Solusi yang akan dianalisa berupa bidang fase dan potret fase. Sebelum mendapatkan bidang fase dan potret
fase tersebut, perlu dikaji terlebih dahulu kestabilan dari solusinya. Misalkan sistem persamaan diferensial dua variabel sebagai berikut: dx = F (x , y ) dt dy = G (x , y ) dt
Solusi sistem persamaan di atas dapat ditampilkan sebagai kurva pada bidang x,y. Solusi konstan didapat saat dx = 0 dan dy = 0 . Solusi ini juga dt
dt
disebut sebagai solusi kesetimbangan atau titik kritis. Untuk menganalisa kestabilan solusi sistem ini perlu diperhatikan beberapa hal. Hal yang terpenting ialah mencari nilai eigen sistem karena kestabilan solusi bergantung pada nilai eigen. Analisis numerik Analisis dilakukan karena model minimal Bergman sulit untuk diselesaikan secara analitik. Jadi butuh suatu metode numerik untuk memecahkan sistem persamaan tersebut. Dalam model ini merupakan persamaan diferensial biasa, maka metode numerik yang paling akurat ialah Runge Kutta orde 45 atau ode45.
HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Model Model simulasi yang dibuat harus kredibel atau dapat dipercaya. Representasi kredibilitas tersebut ditunjukkan oleh validasi model. Validasi merupakan proses penentuan apakah model konseptual yang dibuat telah merefleksikan sistem nyata dengan tepat (Harrell C, 2003). Validasi dilakukan dengan membandingkan antara hasil simulasi model dan data eksperimen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Kadar glukosa (mg/dL)
350
hasil simulasi model
300
o data eksperimen
250
200
150
100
50 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
waktu (menit)
Gambar 2 Hasil simulasi model minimal glukosa pada orang normal tanpa latihan fisik (G0 = 279 [mg/dL], I0 = 130 [µU/mL], SG = 2,6.10-2 [min-1], k3 = 0,025 [min-1], SI = 5,0.10-4 [mL/µU.min]). Model dinamika glukosa dan insulin dalam penelitian dibandingkan dengan data eksperimen yang diperoleh Riel N van, 2004 (Lampiran 2). Gambar 2 menunjukkan dinamika glukosa pada subyek normal yang tidak melakukan latihan fisik, dari gambar 2 tersebut terlihat bahwa grafik plot hasil simulasi model berimpit dengan data eksperimen dan menunjukkan kesesuaian. Hal ini mengindikasikan bahwa model simulasi yang telah dibuat sesuai dengan sistem nyata, dengan kata lain model yang telah dibuat valid. Kadar glukosa yang awalnya berada di tingkat basal, yaitu sebesar 92 mg/dL, naik karena adanya asupan glukosa dari makanan, setelah itu perlahanlahan turun ke tingkat basal karena adanya pemanfaatan glukosa oleh tubuh menjadi energi. Proses ini dibantu oleh hormon insulin yang dikeluarkan oleh pankreas. Dinamika insulin dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi dari
persamaan yang digunakan oleh Riel N van, 2004. Modifikasi persamaan dinamika insulin ditulis dalam persamaan berikut ini: ! "# $ % "# +
,
dengan k ialah fraksi pengeluaran insulin, γ menunjukkan respon pankreas sekunder terhadap glukosa. Dinamika insulin ditunjukkan pada Gambar 3. 450 400
Kadar insulin (µU/mL)
350
hasil simulasi model data eksperimen
o
300 250 200 150 100 50 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
waktu (menit)
Gambar 3 Hasil simulasi model minimal insulin pada orang normal tanpa latihan fisik (G0 = 279 [mg/dL], I0 = 409,5 [µU/mL], SG = 2,6.10-2 [min-1], k3 = 0,025 [min-1], SI = 5,0.10-4 [mL/µU.min]). Kadar insulin basal sebesar 11 µU/mL. Kadar insulin yang meningkat dari tingkat basal terjadi karena aksi insulin terhadap asupan glukosa oleh tubuh. Glukosa diolah menjadi energi dengan bantuan insulin. Hasil simulasi model dinamika insulin yang punya kesesuaian dengan data eksperimen semakin menambah validitas pemodelan yang dibuat. Kasus Subyek Normal Telah disebutkan sebelumnya dalam pendahuluan bahwa kontrol diabetes terutama dilakukan oleh aksi insulin, asupan makanan, dan aktivitas fisik, tetapi semua sistem kontrol yang pernah diusulkan hanya terfokus pada terapi insulin. Ditekankan bahwa strategi kontrol diabetes yang baru membutuhkan waktu yang lama sebelum dapat diterima masyarakat umum dalam jangkauan yang luas. Selain itu, masyarakat dengan pendapatan yang rendah dan pelayanan kesehatan yang buruk membuat sejumlah penderita diabetes harus berjuang keras hanya
untuk mendapatkan suntikan insulin. Hal inilah yang menjadikan alasan penelitian ini terfokus pada latihan fisik sebagai parameter kontrol diabetes yang murah dan alami. Selanjutnya, berdasarkan model minimal Bergman et al. (1981) dan persamaan dinamika insulin yang diusulkan dalam penelitian ini, maka persamaan (2), (3) dan (5) dimodifikasi menjadi persamaan sebagai berikut: ' ' - ' ) ! ' ' "# $ % ' "# +
Model ini memberikan gambaran yang jelas mengenai dinamika glukosa dan insulin. Model tersebut menjelaskan bahwa olahraga dapat menurunkan kadar gula darah seseorang, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.
400
kadar glukosa (mg/dL)
350
o kasus normal tanpa latihan fisik * kasus normal dengan latihan fisik ringan I kasus normal dengan latihan fisik kuat
300
250
200
150
100
50 0
50
100
150
200
250
300
waktu (menit)
Gambar 4 Hasil simulasi model minimal untuk dinamika glukosa dan insulin pada orang normal tanpa latihan fisik (G0 = 360 [mg/dL], I0 = 363,7 [µU/mL], SG = 2,6.10-2 [min-1], k3 = 0,025 [min-1], SI = 5,0.10-4 [mL/µU.min]), dengan latihan fisik ringan (q1 = 0,1.10-4, q2 = 0,65, q3 = 0,9.10-5) dan latihan fisik berat (q1 = 0,1.10-4, q2 = 0,95, q3 = 0,1.10-4). Latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa, hal ini terlihat jelas dalam Gambar 4. Saat seseorang yang sehat, dalam hal ini tidak menderita diabetes melakukan olahraga, kadar glukosanya turun. Semakin berat olahraga yang dilakukan maka akan semakin besar pula penurunan kadar glukosa. Dari Gambar
4 terlihat jelas bahwa dengan melakukan latihan kadar glukosa akan turun, dan akhirnya kembali ke tingkat basalnya. Latihan fisik mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan fisik sehingga hipoglikemi dapat dihindarkan. Penderita Diabetes tanpa Bantuan Insulin Latihan fisik berperan utama dalam pengaturan glukosa darah. Pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2, produksi insulin tidak terganggu tetapi masih kurangnya respons reseptor pada sel terhadap insulin (resistensi insulin), sehingga insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Pada saat berolahraga, permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga resistensi insulin berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan insulin berkurang. Respons ini bukan merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolahraga. Oleh karena itulah kadar glukosa kembali ke tingkat basalnya, sehingga latihan fisik ini harus dilakukan secara rutin untuk menjaga agar kadar glukosa darah tidak meningkat. Hal ini diterangkan dengan jelas pada Gambar 5 berikut ini. 400
o penderita diabetes tanpa latihan fisik * penderita diabetes dengan latihan fisik ringan l penderita diabetes dengan latihan fisik kuat
Kadar glukosa (mg/dL)
350
300
250
200
150
100
50 0
50
100
150
200
250
300
waktu (menit)
Gambar 5 Hasil simulasi model minimal untuk dinamika glukosa dan insulin pada penderita diabetes (tanpa bantuan insulin) tanpa latihan fisik (G0 = 360 [mg/dL], I0 = 363,7 [µU/mL], SG = 1,7.10-2 [min-1], k3 = 0,01 [min-1], SI = 0,7.10-4 [mL/µU.min]), dengan latihan fisik ringan (q1 = 0,1.10-4, q2 = 0,65, q3 = 0,9.10-5) dan latihan fisik berat (q1 = 0,1.10-4, q2 = 0,95, q3 = 0,1.10-4).
Dari Gambar 5 terlihat jelas bahwa aktivitas fisik pada penderita diabetes dapat menurunkan kadar glukosa basal sampai di bawah 100 mg/dL, padahal tingkat glukosa awalnya ialah 140 mg/dL. Meskipun demikian kadar glukosa ini akan naik kembali ke tingkat glukosa basal awal, sehingga untuk menjaga agar kadar glukosa tetap normal diperlukan latihan fisik yang disiplin dan teratur. Penderita Diabetes dengan Bantuan Insulin Penderita diabetes yang melakukan aktivitas olahraga dibantu dengan injeksi insulin memiliki grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Dari Gambar terlihat jelas bahwa dengan bantuan penambahan insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah hingga ke tingkat yang rendah, yaitu sampai pada kadar 50 mg/dL. Ilustrasi ini menegaskan kembali bahwa setiap orang harus menggabungkan
beberapa
aktivitas
fisik
dalam
kehidupan
sehari-
hari. Rekomendasi ini lebih ditunjukkan untuk orang yang berisiko terkena diabetes yang memiliki kelebihan berat badan, stres, factor keturunan. Model ini memberikan pola umum, bahwa dengan latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa seseorang karena meningkatnya kepekaan insulin.
400
o * I
kadar glukosa (mg/dL)
350
300
penderita diabetes tanpa latihan fisik penderita diabetes dengan latihan fisik ringan penderita diabetes dengan latihan fisik kuat
250
200
150
100
50
0 0
50
100
150
200
250
300
waktu (menit)
Gambar 6 Hasil simulasi model minimal untuk dinamika glukosa dan insulin pada penderita diabetes (dengan bantuan insulin) tanpa latihan (G0 = 360 [mg/dL], I0 = 363,7 [µU/mL], SG = 1,7.10-2 [min-1], k3 = 0,01 [min-1], SI = 0,7.10-4 [mL/µU.min]), dengan latihan fisik ringan (q1 = 0,1.10-4, q2 = 0,65, q3 = 0,9.10-5) dan latihan fisik berat (q1 = 0,1.10-4, q2 = 0,95, q3 = 0,1.10-4).
Gambar 6 ini sekali lagi menunjukkan bahwa ketika seseorang yang terkena diabetes mungkin beradaptasi dengan konsentrasi gula darah lebih dari 200 mg/dL pada istirahat, dan dapat mencapai kadar gula darah normal sekitar 100 mg/dl dengan
melakukan aktivitas fisik. Hal ini menunjukkan betapa
pentingnya latihan fisik yang disiplin dan teratur pada penderita diabetes untuk menjaga agar kadar glukosanya normal.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model minimal dinamika glukosa dan insulin yang dibuat dalam penelitian ini valid. Hasil simulasi model menunjukkan kesesuaian dengan data eksperimen. Pada subyek normal yang melakukan latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa darah, sehingga diasumsikan hal ini juga terjadi pada penderita diabetes. Penderita diabetes yang melakukan aktivitas fisik dan tanpa dibantu dengan suntikan insulin dengan kadar glukosa basal yang tinggi (di atas 140 mg/dL) akan turun di bawah kadar glukosa orang normal yaitu 100 mg/dL, tetapi lama kelamaan kadar glukosa basal akan kembali pada kadar glukosa semula, sedangkan penderita diabetes yang melakukan aktivitas fisik dan dibantu dengan suntikan insulin dengan kadar glukosa basal yang tinggi (di atas 140 mg/dL) akan turun sangat rendah, hingga mencapai 50 mg/dL dan kadar glukosa basal awal lebih rendah daripada kadar glukosa basal semula. Secara umum dari model dapat dijelaskan bahwa latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa basal sementara setelah latihan, namun lama-kelamaan akan naik kembali ke tingkat glukosa basal awal, sehingga untuk menjaga agar glukosa darah tetap normal harus dilakukan olahraga yang teratur dan dengan dibantu terapi insulin yang sesuai dengan kebutuhan penderita. Saran Latihan fisik sangat disarankan pada penderita diabetes agar dapat menurunkan kadar glukosa darah, latihan fisik ini harus dijalankan dengan teratur karena kadar glukosa akan naik lagi ke tingkat basalnya jika tidak melakukan aktivitas fisik secara rutin. Selain itu tentu saja aktivitas fisik juga disarankan pada subyek normal, agar tubuh tetap sehat.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana L, Hensen, Budhiarta AAG. 2006. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam 7: 1863. Bergman RN, Phillips LS, Cobelli C. 1981. Physiologic evaluation of factors Controlling glucose tolerance in man. J Clinic Invest 68: 1456-1467. Bergman RN. 2005. Minimal Research 64: 8-15.
Model: Perspective from
Bolie VW. 1961. Coefficients of normal blood Physiol 16: 783-8.
2005.
Hormone
glucose regulation. J
Boutayeb A, Chetouani A. 2006. A critical review of mathematics models data used in diabetology. Bio Medic Engineer Online 5: 43. Buse JB, Polonsky KS, Burant CF. 2003. Endocrinology. United States: Saunders.
Williams Text
Book
Appl
and
of
Cobelli C, Caumo A, Omenetto M. 1999. Minimal model SG overestimation and SI underestimation: improved accuracy by a Bayesian two compartment model. Am J Physiol 277: 481-488. DiPiro T, Tarbet L, Yee C, Matzke R, Wells G, Posey M. 2005. Pharmacotherapy a Pathopysiologic Approach. New York: Medical Publishing Division. [Dirjen Bina Farmasi dan Alkes] Direktorat Jendral Bina Farmasi dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Harrell C, Ghosh BK, Bowden RO. 2003. Simulation Using Promodel. Ed ke-2. Singapura: McGraw-Hill. Himsworth HP, Ker RB. 1939. Insulin sensitive and insulin types of diabetes Mellitus. Clinical Science 4: 119-225.
insensitive
Hovorka R et al. 2004. Nonlinear model predictive control of Glucose concentration in subjects with type 1 diabetes. Physiol Meas 25(4): 905-20.
Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Andrianto, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharmacology. Makroglou A, Li j, Kuang Y. 2006. Mathematical models and software tools for the glucose-insulin regulatory system and diabetes: J Appl Num Math. 56: 559-573. Price AS, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed ke-6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Riel N van, 2004. Minimal Models for Glucose and Insulin Kinetics: a matlab implementation. Eindhoven University of Technology: Department of Biomedical Engineering. Sigal RJ, Fisher S, Halter JB. 1996. The roles of catecholamines in glucoseregulation in intense exercise as defined by the islet cell clamp technique. Diabetes 45: 148-156. Tjokroprawiro A. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Melitus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wild S, Roglig G, Green A, Sicree A, King H. 2004. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 27: 1047-1053.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Lampiran 2 Data Prevalensi Diabetes 2000 Peringkat
Penderita diabetes Negara (juta) 1India 31.7 2Cina 20.8 3U.S. 17.7 4Indonesia 8.4 5Jepang 6.8 6Pakistan 5.2 7Rusia 4.6 8Brazil 4.6 9Italia 4.3 10Bangladesh 3.2
2030 Penderita diabetes Negara (juta) India 79.4 Cina 42.3 U.S. 30.3 Indonesia 21.3 Pakistan 13.9 Brazil 11.3 Bangladesh 11.1 Jepang 8.9 filipina 7.8 Mesir 6.7
Lampiran 3 Data Kadar Glukosa dan Insulin (Riel N van, 2004) waktu (menit) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 19 22 27 32 42 52 62 72 82 92 102 122 142 162 182
kadar glukosa kadar insulin (mg/dL) (µU/dL) 92 11 350 26 287 130 251 85 240 51 216 49 211 45 205 41 196 35 192 30 172 30 163 27 142 30 124 22 105 15 92 15 84 11 77 10 82 8 81 11 82 7 82 8 85 8 90 7
Lampiran 4 Pemodelan Kasus Subyek Normal tanpa Olahraga function dsdt = normal(t,s) dsdt = zeros(size(s)); % parameter gamma = 0.0055; % respon pankreas skunder terhadap glukosa [1/min2] Gb = 92; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basal dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] k1 = 2.6E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa[1/min] k3 = 0.025; % [1/min] Si = 5.0E-4; % Si = k2/k3 : sensitivitas insulin [mL/uU*min] G X I %
= s(1); = s(2); = s(3); persamaan diferensialnya
if G > Gb; dsdt(1) dsdt(2) dsdt(3) else dsdt(1) dsdt(2) dsdt(3) end
= k1*(Gb-G)-X*G; = k3*(Si*(I-Ib)-X); = gamma*(G-Gb)*t-k*(I-Ib); = k1*(Gb-G)-X*G; = k3*(Si*(I-Ib)-X); = -k*(I-Ib);
Lampiran 5 Pemodelan Kasus Subyek Normal dengan Olahraga Ringan function dgdt = normal_OR_ringan(t,g) dgdt = zeros(size(g)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 92; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 2.6E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.025; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 5.0E-4; % Si = k2/k3 : sensitivitas insulin [mL/uU*min] q1 = 0.00001; q2 = 0.65; q3 = 0.000009; G X I %
= g(1); = g(2); = g(3); persamaan diferensialnya
if G > Gb; dgdt(1) dgdt(2) dgdt(3) else dgdt(1) dgdt(2) dgdt(3) end
= ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = gamma*(G-Gb)*t-(k+q3)*(I-Ib); = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = -(k+q3)*(I-Ib);
Lampiran 6 Pemodelan Kasus Subyek Normal dengan Olahraga Berat function dxdt = normal_OR_berat(t,x) dxdt = zeros(size(x)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 92; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 2.6E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.025; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 5.0E-4; % Si = k2/k3 : sensitivitas insulin [mL/uU*min] q1 = 0.00003; q2 = 0.95; q3 = 0.00001; G X I %
= x(1); = x(2); = x(3); persamaan diferensialnya
if G > Gb; dxdt(1) dxdt(2) dxdt(3) else dxdt(1) dxdt(2) dxdt(3) end
= ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = gamma*(G-Gb)*t-(k+q3)*(I-Ib); = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = -(k+q3)*(I-Ib);
Lampiran 7 Pemodelan Penderita Diabetes tanpa Olahraga function dsdt = diabetes(t,s) dsdt = zeros(size(s)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 140; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 1.7E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.01; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 0.7E-4; % sensitivitas insulin [mL/uU*min] G X I %
= s(1); = s(2); = s(3); persamaan diferensialnya
if G > Gb; dsdt(1) dsdt(2) dsdt(3) else dsdt(1) dsdt(2) dsdt(3) end
= k1*(Gb-G)-X*G; = k3*(Si*(I-Ib)-X); = gamma*(G-Gb)*t-k*(I-Ib); = k1*(Gb-G)-X*G; = k3*(Si*(I-Ib)-X); = -k*(I-Ib);
Lampiran 8 Pemodelan Penderita Diabetes dengan Olahraga Ringan function dgdt = diabetes_OR_ringan(t,g) dgdt = zeros(size(g)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 140; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 1.7E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.01; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 0.7E-4; % sensitivitas insulin [mL/uU*min] q1 = 0.00001; q2 = 0.65; q3 = 0.000009; G X I %
= g(1); = g(2); = g(3); persamaan diferensialnya
if G > Gb; dgdt(1) dgdt(2) dgdt(3) else dgdt(1) dgdt(2) dgdt(3) end
= ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = gamma*(G-Gb)*t-(k+q3)*(I-Ib); = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = -(k+q3)*(I-Ib);
Lampiran 9 Pemodelan Penderita Diabetes dengan Olahraga Berat function dxdt = dibetes_OR_berat(t,x) dxdt = zeros(size(x)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 140; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 1.7E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.01; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 0.7E-4; % sensitivitas insulin [mL/uU*min] q1 = 0.00003; q2 = 0.95; q3 = 0.00001; G X I %
= x(1); = x(2); = x(3); persamaan diferensialnya
if G > Gb; dxdt(1) dxdt(2) dxdt(3) else dxdt(1) dxdt(2) dxdt(3) end
= ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = gamma*(G-Gb)*t-(k+q3)*(I-Ib); = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); = -(k+q3)*(I-Ib);
Lampiran 10 Pemodelan Penderita Diabetes tanpa Olahraga dengan Bantuan Insulin function dsdt = diabetes_insulin(t,s) dsdt = zeros(size(s)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 140; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 1.7E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.01; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 0.7E-4; % sensitivitas insulin [mL/uU*min] G = s(1); X = s(2); I = s(3); % persamaan diferensialnya if t>30 & t<120; U = 10; %[uU/mL] else U = 0; %[uU/mL] end if G > Gb; dsdt(1) = k1*(Gb-G)-X*G; dsdt(2) = k3*(Si*(I-Ib)-X); dsdt(3) = gamma*(G-Gb)*t-k*(I-Ib)+U; else dsdt(1) = k1*(Gb-G)-X*G; dsdt(2) = k3*(Si*(I-Ib)-X); dsdt(3) = -k*(I-Ib)+U; end
Lampiran 11 Pemodelan Penderita Diabetes dengan Olahraga Ringan dan Bantuan Insulin function dgdt = diabetes_OR_ringan_insulin(t,g) dgdt = zeros(size(g)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 140; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 1.7E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.01; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 0.7E-4; % sensitivitas insulin [mL/uU*min] q1 = 0.00001; q2 = 0.65; q3 = 0.000009; U = 10; %[uU/mL] G = g(1); X = g(2); I = g(3); % persamaan diferensialnya if t>30 & t<120; U = 10; %[uU/mL] else U = 0; %[uU/mL] end if G > Gb; dgdt(1) = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; dgdt(2) = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); dgdt(3) = gamma*(G-Gb)*t-(k+q3)*(I-Ib)+U; else dgdt(1) = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; dgdt(2) = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); dgdt(3) = -(k+q3)*(I-Ib)+U; end
Lampiran 12 Pemodelan Penderita Diabetes dengan Olahraga Berat dan Bantuan Insulin function dxdt = dibetes_OR_berat_insulin(t,x) dxdt = zeros(size(x)); % parameter gamma = 0.0055; % [1/min2] Gb = 140; % konsentrasi glukosa basal dalam plasma [mg/dL] Ib = 11; % konsentrasi insulin basa; dalam plasma [uU/mL] k = 0.270; % [1/min] k1 = 1.7E-2; % k1 = Sg : efektivitas glukosa [1/min] k3 = 0.01; % fraksi pengeluaran insulin [1/min] Si = 0.7E-4; % sensitivitas insulin [mL/uU*min] q1 = 0.00003; q2 = 0.95; q3 = 0.00001; U = 10; %[uU/mL] G = x(1); X = x(2); I = x(3); % persamaan diferensialnya if t>30 & t<120; U = 10; %[uU/mL] else U = 0; %[uU/mL] end if G > Gb; dxdt(1) = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; dxdt(2) = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); dxdt(3) = gamma*(G-Gb)*t-(k+q3)*(I-Ib)+U; else dxdt(1) = ((k1+q1)*(Gb-G))-(1+q2)*X*G; dxdt(2) = k3*((Si+q3/k3)*(I-Ib)-X); dxdt(3) = -(k+q3)*(I-Ib)+U; end