24/03/2015
AYPBC Widyatmoko
Laboratorium Genetika Molekuler Disampaikan Pada Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia Jogjakarta 21 Maret 2015
Latar Belakang Tujuan Penelitian Bahan dan metode Hasil & Pembahasan Kesimpulan
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
1
24/03/2015
Teknik Silvikultur suatu metode atau cara dalam memberikan perlakuan terhadap tegakan hutan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas hutan. Perlakuan diberikan baik pada tahap permudaan, pemeliharaan maupun pemungutan hasil
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor: 309/Kpts-II/1999 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.65/Menhut-II/2014
Sistem silvikultur 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) Tebang Rumpang (TR) Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) Tebang Pilih Tanam dalam Jalur (TPTJ) Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) Bina Pilih atau Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) Silvikultur Intensif (SILIN) Restorasi Sistem Silvikultur Indonesia (RSSI)
Daur untuk hutan alam ditetapkan berdasarkan siklus tebangan
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
2
24/03/2015
Plot STREK • Dibangun pada tahun 1989 untuk mengukur laju pertumbuhan pemulihan hutan hujan tropika setelah dilakukan kegiatan pembalakan hutan (logging) • Plot-plot penelitian dengan luas 72 hektar yang berbentuk Petak Ukur Permanen (PUP) yang diletakkan di berbagai lokasi strategis • Tujuan utama dari pembangunan Plot STREK adalah untuk memberikan informasi yang lebih sempurna sehingga kegiatan pemanenan pertama dan pemanenan berikutnya • Sangat penting untuk menentukan ukuran atau luas (size), tipe dan frekuensi pemanenan yang lestari bagi lingkungan setempat • Untuk memeriksa atau meneliti suatu variasi perlakuan silvikultur yang menerapkan cara-cara yang berbeda dalam mengelola tegakan hutan • Keuntungan yang diperoleh dengan adanya Plot STREK adalah bahwa Indonesia telah memiliki data dengan standar internasional sebagai dasar bagi penyusunan perencanaan untuk mendukung kebijaksanaan pengelolaan hutan lestari untuk perolehan multi fungsi dari ekosistem hutan
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
PLOT STREK - Perlakuan Pada Petak Ukur Parmanen Plot RKL 4
RKL 1
Perlakuan
1, 4, 10
Virgin Forest ( kontrol )
2, 3, 12
Reduced Impact Logging > 50 cm dbh ( RIL > 50 )
5, 6, 7
Reduced Impact Logging, > 60 cm dbh ( RIL > 60 )
8, 9, 11
Pembalakan Konvensional ( CNV )
4, 5
Tidak ada perlakuan ( kontrol )
1, 6
Penjarangan sistematis
2, 3
Perlindungan terhadap pohon potensial
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
3
24/03/2015
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
• Kemampuan adaptasi suatu jenis terhadap perubahan lingkungan, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakitpenyakit yang ada di alam • Memberikan kesempatan seleksi untuk menghasilkan produk yang lebih baik/unggul • Menghindari resiko perkawinan kerabat (reproduksi)
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
4
24/03/2015
mengetahui pengaruh sistem penebangan yang dilakukan di Plot STREK terhadap keragaman genetik anakan Shorea smithiana menggunakan penanda mikrokatelit
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
Blok
Sistem silvikultur
N
R4P3C9
Reduced impact logging > 50 cm dbh
3
R4P4C9
Virgin Forest (kontrol)
15
R4P9C9
Pembalakan konvesional > 50 cm dbh
24
R4P10C9
Virgin Forest (kontrol)
4
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
5
24/03/2015
Penebangan
Cara penebangan
Virgin forest
Hutan primer dengan habitat alami (belum pernah ditebang)
RIL>50 cm dbh
- inventarisasi tegakan pohon dan identifikasi spesies dilakukan sebelum dilakukan pembalakan - seluruh pohon dengan diameter dbh > 50 cm - meminimalkan kerusakan terhadap tegakan tinggal - jalan sarad disesuaikan dengan topografi dan dilakukan penebangan dengan penetapan arah rebah dengan sudut rebah kurang dari 45 % terhadap arah penyaradan.
CNV>50 cm dbh
- inventasisasi tegakan dan identifikasi spesies (jenis komersil) sebelum penebangan. - Pohon-pohon yang akan ditebang dipetakan tanpa mencantumkan keadaan topografinya. Jaran sarad dirancang berdasarkan pengalaman - Penebangan pohon dilaksanakan dengan cara yang paling memudahkan bagi tenaga penebang dengan mempertimbangkan proses penyaradan yang sebaik mungkin
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
Nama
Sekuen basa (5’ – 3’)
Motif ulangan
lokus Shc-02
T.ann
NA
(0C) CACGC TTTCC CAATC TG
(CT)2CA(CT)5
54
2
(CT)8(CA(CT)5CACCC(CTCA)3CT(CA)10
54
11
(CT)12
54
9
TCAAGA GCAGA ATCCA G Shc-07
ATGTC CATGT TTGAG TG CATGG ACATA AGTGG AG
Shc-09
TTTCT GTATC CGTGT GTTG GCGATT AAGCG GACCT CAG
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
6
24/03/2015
√ Ekstraksi total DNA √ Dilusi DNA (5 ng/ul) √ PCR (amplifikasi DNA) sesuai prosedur untuk SSR √ Check amplifikasi (gel agarose) √ Elektroforesis (ABI 3100 DNA Sequencer) √ Pembacaan alel dengan Gene Mapper √ Analisis data (POPGENE & GenAlex)
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
Lokus
S. curtisii
S. smithiana
Shc-02
149
135
Shc-07
169
138, 147, 151, 155, 166, 172, 174, 185, 187, 189,
Shc-09
197
179, 182, 184, 188, 191, 199
197, 201, 203, 205, 207, 213
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
7
24/03/2015
Shc-02 Blok
Shc-07
Shc-09
N Alel
Genotipe
Alel
Genotipe
Alel
Genotipe
HE
Semua
46
1
1
16
24
6
10
-
R4P3C9
3
1
1
2
2
4
3
0,5229
R4P4C9
15
1
1
9
9
6
8
0,5481
R4P9C9
24
1
1
9
15
4
7
0,4762
R4P10C9
4
1
1
5
3
3
4
0,4886
Fis: 0,023
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
Shc-02 Blok
Shc-07
Shc-09
N Alel
Genotipe
Alel
Genotipe
Alel
Genotipe
HE
Semua
35
2
2
20
25
7
12
-
R4P3C9
9
2
2
5
6
4
6
0,5120
R4P4C9
6
1
1
6
5
6
5
0,5657
R4P9C9
14
1
1
14
13
4
9
0,5529
R4P10C9
6
2
2
9
6
5
6
0,6465
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
8
24/03/2015
• Primer SSR S. curtisii: - 30 jenis Shorea (Ujino dkk, 1998) - Parashorea malaanonan (Abasolo dkk. 2009) - 4 jenis Shorea penghasil tengkawang (Nurtjahjaningsih dkk., 2012) - S. platyclados (Javed dkk., 2014) • Publikasi pengaruh sistem silvikultur terhadap keragaman genetik -Shimizu dan Adams (1993): pengaruh 2 sistem penebangan terhadap keragaman genetik Douglas-fir (clear cut pada sebagian lokasi dan dan tebangan seleksi) -Hawley dkk. (2005): pengaruh penebangan pada Tsuga canadensis (eastern hemlock).
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
• Keragaman genetik dari anakan dipengaruhi oleh beberapa faktor: - keragaman genetik pohon induk/pohon dewasa - jarak antar pohon induk (termasuk dengan blok lain) - penyebaran serbuk sari - ketersediaan dan keseimbangan antara jumlah bunga betina dan bunga jantan • Keragaman genetik anakan S. smithiana -Sistem silvikultur mempengaruhi keragaman genetik anakan -Jumlah individu pohon induk pada plot penebangan semakin berkurang: menurunkan keragaman genetik -Ketersediaan bunga jantan dan betina cukup berpengaruh -Ditemukan alel lain dari luar blok
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
9
24/03/2015
• Sistem silvikultur atau teknik penebangan yang dilakukan pada hutan alam dapat mempengaruhi keragaman anakan pohon tertinggal • Penelitian ini menunjukkan berkurangnya keragaman genetik anakan S. smithiana sebesar 10% akibat penebangan pohon dengan diameter > 50 cm dbh • Untuk mempertahankan keragaman genetik pohon tertinggal dan anakan yang dihasilkan, perlu diperhatikan teknik penebangan yang akan dilakukan disamping faktor lain seperti jumlah dari pohon yang ada sebelum dilakukan penebangan • Penelitian ini juga menghasilkan penanda mikrosatelit yang dapat digunakan untuk penelitian genetika S. smithiana lainnya
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
Seminar Nasional MBI, Jogjakarta 21 Maret 2015
10