Laporan Tahunan
Kepada Presiden Republik Indonesia Oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
Jakarta, Juli 2010
KOMNAS PEREMPUAN
KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Jl. Latuharhari 4 B Menteng, Jakarta Pusat 10310 Telp. 62-21-3903963 Fax. 62-21-3903922
[email protected] www.komnasperempuan.or.id
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
RANGKUMAN
Kondisi Pemenuhan Hak Asasi Manusia Perempuan 2009
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 2009 •
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2009 mencapai 143.586 kasus atau meningkat tiga kali lipat (163%) dari jumlah KTP tahun lalu (54.425 kasus).
•
Kasus paling banyak tercatat di wilayah Jawa (123.774) – Jawa Timur (88.836), DKI Jakarta (12.955), dan DIY (10.560)- dan disusul oleh wilayah Sumatera (8.987), Kalimantan (4.632) dan Sulawesi (2.301). Data tersebut berbanding lurus dengan jumlah lembaga pengada layanan bagi perempuan korban yang tersedia di masing-masing daerah.
•
Sebanyak 95% atau 136.489 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di ranah rumah tangga. Hal ini terkait adanya jaminan perlindungan hukum, sesuai UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga, yang menyebabkan korban berani melaporkan kasusnya.
•
Tercatat 6.683 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas, termasuk kasus perkosaan dan penyerangan seksual lainnya, eksploitasi seksual anak, kekerasan di tempat kerja, kekerasan yang terjadi terhadap pekerja migran dan trafiking.
•
Ada 54 kasus dengan pelaku adalah aparat negara dalam kapasitas tugas. Tindak kekerasan mencakup pelecehan seksual, penyiksaan, penganiayaan, intimidasi, pengabaian atas laporan kekerasan yang dialami, dan juga larangan siswa ikut ujian nasional (UNAS) karena hamil.
Terobosan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan: •
Dukungan Presiden selaku Kepala Negara, yang disampaikan pada 30 November 2009, atas kerja Komnas Perempuan dalam menghadirkan pemulihan bagi perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu.
•
Penanganan kebijakan diskriminatif dalam program Prioritas 100 Hari Presiden Terpilih dan dengan mengintegrasikan program harmonisasi kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
•
Nota Kesepahaman (MoU) penyelenggaraan kerjasama perlindungan saksi dan korban antara Komnas Perempuan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komnas HAM, KPAI dan LPSK
•
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
•
Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Penerapan Standar-standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian
•
Nota Kesepahaman (MoU) No. 001/MoU/LBH Apik Jkt/2009 antara LBH APIK Jakarta dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia tentang “Program Pelatihan Penanganan Perkara Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”.
•
Keputusan Bupati Cianjur No. 182/Kep.124-Ks/2009 soal Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang
•
Pelaksanaan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang keterbukaan informasi bagi publik sehingga Pengadilan Agama menjadi lembaga layanan yang paling banyak menyumbang data pada Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2009
Daftar Isi
1. Rangkuman ................................................................................................................................................... 2 2. Daftar Isi......................................................................................................................................................... 4 3. Bagian 1: Pengantar ..................................................................................................................................... 5 4. Bagian 2: Capaian dan Rekomendasi.......................................................................................................... 7 2.1. Langkah Maju Penyelesaian Pelanggaran Masa Lalu Menuju Indonesia Yang Berkeadilan: Capaian Misi 1 untuk Pemulihan ..................................................................... .7 2.2. Menggalang Dukungan Publik untuk Menghapuskan Kekerasan terhadap Perempuan: Capaian Misi 2 ................................................................................................................ 9 2.3. Merawat Integritas Konstitusi dan Hukum Nasional untuk Indonesia Yang Demokratis: Capaian Misi 3..................................................................................................... 10 2.4. Pemantauan Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis HAM, Terobosan Dan Sinergi Strategi: Capaian Misi 4................................................................................................ 12 2.5. Komnas Perempuan sebagai Sumber Pengetahuan: Capaian Misi 5........................................... 13 2.6. Pengakuan Regional dan Internasional Terhadap Peran Komnas Perempuan dalam Pengembangan Upaya Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan dan Penegakan Hak Asasi Perempuan: Capaian Misi 6......................................... 15 2.7. Menguatnya Kelembagaan: Capaian Misi 7 ................................................................................... 17 5. Bagian 3: Kegiatan Komnas Perempuan................................................................................................. 19 6. Bagian 4 Komitmen Anti Korupsi dan Realisasi Anggaran 2009....................................................... 25 7. Bagian 5: Penutup........................................................................................................................................ 26 8. Lampiran-lampiran...................................................................................................................................... 27 Lampiran 1 Buku Publikasi Komnas Perempuan Tahun 2009.......................................................... 28 Lampiran 2 Struktur Komisioner Komnas Perempuan Periode 2010-���� 2014.................................... 29 Lampiran 3 Rencana Strategis 2010-2014 ............................................................................................ 31 Lampiran 4 Rencana Kerja 2010 ........................................................................................................... 53 Lampiran 5 Daftar Pemberitaan Media tentang Komnas Perempuan ���������� Tahun 2009........................ 62 Lampiran 6................................................. Photo-photo kegiatan Komnas Perempuan Tahun 2009.............................................. 67
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
BAGIAN PERTAMA
Pengantar
T
ahun 2009 ini m������������������������������������������������������������������������������������ omen penting karena Komnas Perempuan genap berusia 10 tahun. Di usia ini pula sudah terlihat hasil kerja Komnas Perempuan, yang tercermin dari pengakuan dari lembaga-lembaga negara, publik nasional maupun internasional, dan khususnya masyarakat korban. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di dalam Peringatan 10 Tahun Komnas Perempuan pada 30 November 2009, secara langsung menyampaikan apresiasi terhadap kerja keras Komnas Perempuan dalam upaya menghadirkan keadilan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM lainya. Selain mendukung Komnas Perempuan untuk terus berkarya, Presiden juga menginstruksikan kepada sejumlah Kementerian terkait untuk berkonsultasi dengan Komnas Perempuan untuk memastikan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi yang telah disusun Komnas Perempuan berdasarkan temuan pemantauan kondisi empirik situasi pemenuhan hak-hak perempuan. Namun, persis dua hari setelah pernyataan Presiden SBY tersebut, ada sinyalemen yang mengatas namakan kebijakan reformasi birokrasi, yang menyebutkan Komnas Perempuan sebagai salah satu contoh lembaga non struktural yang diusulkan untuk dilebur atau dibubarkan sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan efisiensi birokrasi. Disampaikan bahwa usulan ini diberikan kepada lembaga negara yang dinilai tidak produktif dan akibatnya, kehadiran lembaga tersebut membebani keuangan negara. Semenjak sinyalemen itu muncul, Komnas Perempuan sangat intensif berkordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga yang relevan, khususnya dengan pihak-pihak yang tergabung dalam tim reformasi birokrasi, untuk berdialog tentang urgensi keberadaan dan bahkan penguatan Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan sebagai institusi HAM di Indonesia. Karena keberadaan Komnas perempuan telah berulang kali dinyatakan secara terbuka oleh sejumlah pihak internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai salah satu kekuatan penegakan hak asasi manusia dan juga demokrasi di Indonesia. Disamping itu, keberadaan Komnas Perempuan sebagai lembaga independen juga mendapat dukungan dari beberapa lembaga negara maupun pemerintah yang selama ini bersinergi kerja dengan Komnas Perempuan untuk menyusun kebijakan sesuai dengan mandat Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Sebagai lembaga negara yang lahir di dalam semangat reformasi, Komnas Perempuan memahami efisiensi birokrasi sebagai langkah yang penting bagi penguatan tata kelola negara bangsa Indonesia. Untuk itu, Komnas Perempuan akan menggagas sebuah evaluasi independen yang melibatkan berbagai pihak agar dapat mengkaji kontribusi Komnas Perempuan secara objektif dalam pemenuhan tangungjawab negara atas mandat konstitusi dan memberikan rekomendasi strategis bagi penguatan kiprah Komnas Perempuan sebagai salah satu mekanisme nasional penegakan HAM. Rekomendasi ini pun menjadi penting mengingat Komnas Perempuan memasuki dekade kedua dan telah terpilih pula lima belas individu dari berbagai latar belakang sebagai Komisi Paripurna Komnas Perempuan untuk periode 2010-2014. Sementara berhadapan dengan tantangan kelembagaan, Komnas Perempuan berharap dapat secara optimal melanjutkan pelaksanaan mandat menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia perempuan. Untuk itu, laporan ini kami buat sebagai catatan bersama tentang sejumlah capaian yang diperoleh di tahun 2009, maupun kondisi objektif yang masih dihadapi perempuan dalam mengakses dan menikmati hak-hak asasinya sebagai warga negara dan sebagai manusia. Laporan ini kami buat dalam beberapa bagian. Pertama, catatan ringkas situasi pemenuhan hak-hak perempuan pada 2009. Kedua, capaian-capaian berdasarkan 7 misi Komnas Perempuan yang diurai dari 5 mandat yang tertuang dalam Perpres No. 65 Tahun 2005. Ketiga, lampiran-lampiran.
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
BAGIAN KEDUA
Capaian dan Rekomendasi
B
erbasis pada 5 (lima) mandat Komnas Perempuan yang tercantum dalam Perpres No. 65 Tahun 2005, Komnas Perempuan menjabarkannya ke dalam 7 (tujuh) misi yang akan kami jadikan acuan untuk laporan capaian berikut:
Adapun 7 (tujuh) misi Komnas Perempuan adalah: 1. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan mendorong pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan dalam berbagai dimensi, termasuk hak ekonomi, sosial, politik, budaya yang berpijak pada prinsip hak atas integritas diri. 2. Meningkatkan kesadaran publik bahwa hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia. 3. Mendorong penyempurnaan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan yang kondusif, serta membangun sinergi dengan lembaga pemerintah dan lembaga publik lain yang mempunyai wilayah kerja atau jurisdiksi yang sejenis untuk pemenuhan tanggung jawab negara dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. 4. Mengembangkan sistem pemantauan, pendokumentasian dan evaluasi atas fakta kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan atas kinerja lembaga-lembaga negara, serta masyarakat dalam upaya pemenuhan hak perempuan, khususnya korban kekerasan. 5. Memelopori dan mendorong kajian-kajian yang mendukung terpenuhinya mandat Komnas Perempuan. 6. Memperkuat jaringan dan solidaritas antar komunitas korban, pejuang hak-hak asasi manusia, khususnya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 7. Menguatkan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai komisi nasional yang independen, demokratis, efektif, efisien, akuntabel dan responsif terhadap penegakan hak asasi perempuan.
2.1. Langkah Maju Penyelesaian Pelanggaran Masa Lalu Menuju Indonesia yang Berkeadilan : Capaian Misi 1 untuk Pemulihan
“
“Buku Kita Bersikap itu sebuah refleksi yang jujur terbuka dan penuh pembelajaran. Saya berharap kita membacanya. Dengan demikian paling tidak kita tidak mengulangi kesalahan yang sama... [buku] Kita Bersikap kita jadikan penguat tekad untuk bangun keadilan kaum perempuan di masa depan.... kita melangkah ke depan tidak boleh dengan dendam, dengan luka yang berkepanjangan. Tapi Saya berpendapat, kita tidak boleh melupakan masa lalu. Pertama, yang menjadi korban kita berikan keadilan untuk masa kini dan masa depan, dan jangan terjadi lagi kasus-kasus pelanggaran HAM, kesalahan serupa di masa datang.”
Pernyataan di atas disampaikan kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di Jakarta tertanggal 30 November 2009 dalam acara Puncak Perayaan Sepuluh Tahun Komnas Perempuan, “Kita Bersikap: Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjalanan Bangsa.” Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 500 individu yang berasal dari berbagai latar belakang; sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan jajarannya, perempuan korban kekerasan beserta para pendampingnya dari seluruh Indonesia, tokoh-tokoh masyarakat di tingkat nasional, komunitas gerakan anti-kekerasan terhadap perempuan, aktivis-aktivis perempuan, serta aparat pemerintahan terkait dari tingkat nasional dan daerah. Selain sejumlah perempuan pembela HAM dari 13 negara di Asia, Afrika dan Timur Tengah, khususnya mereka yang bekerja dalam situasi konflik bersenjata dan pasca konflik, hadir pula di dalam kesempatan ini, Moon Khung Ran, komisioner dari Komnas HAM Korea, dan Rory Mungoven, Ketua Unit Asia Pasifik di Komisi Tinggi HAM PBB. Kehadiran mereka semua menegaskan bahwa perjuangan Indonesia adalah bagian dari perjuangan kemanusiaan yang melintasi batas negara, dan bahwa pembelajaran yang diperoleh di Indonesia dalam perjuangan gerakan perempuan adalah juga pembelajaran bagi perempuan di berbagai wilayah yang berjuang untuk kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan. Buku “Kita Bersikap” adalah kristalisasi refleksi pembelajaran Komnas Perempuan di dalam kiprahnya selama lebih sepuluh tahun mengembankan mandat sebagai salah satu mekanisme nasional penegakan hak asasi manusia. Dalam menjalankan mandatnya itu, Komnas Perempuan melakukan pemantauan atas kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, melakukan konsultasi dengan pendamping, aparat penegak hukum, aparatur penyelenggara negara dan pihak-pihak terkait lainnya di dalam masyarakat, dan juga menyelenggarakan penelitian terkait untuk memperoleh pemahaman yang utuh mengenai akar masalah dan dampak kekerasan tersebut terhadap perempuan korban sebagai landasan untuk menyusun strategi pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Pemahaman serupa inilah yang menjadi titik pijak buku “Kita Bersikap” bagi tidak hanya kepada negara tetapi juga ke seluruh bangsa Indonesia untuk melangkah maju dalam menggupayakan pemenuhan hak korban dalam berbagai tindak pelanggaran HAM di masa lalu, terutama untuk: •
Mengambil langkah-langkah khusus untuk memberi dukungan dan pemberdayaan bagi aparat perempuan korban yang membutuhkan, atas dasar kemanusiaan dan tanpa membeda-bedakan korban atas dasar suku, ras, umur, kelas, kepercayaan, ataupun pandangan politik, termasuk melibatkan mereka dalam segenap acara peringatan perjuangan bangsa, seperti Hari Kartini dan Hari Ibu serta Hari kebangkitan Nasional dan Hari Kemerdekaan.
•
Mencabut kebijakan Negara yang mengukuhkan stigma pada perempuan korban dan yang menyebabkan perempuan korban tidak dapat menikmati hak-haknya sebagai warga negara;
•
Melengkapi penulisan, pengajaran dan memorialisasi sejarah bangsa Indonesia dengan kisah-kisah perjuangan dan pengalaman perempuan sesuai dengan temuan-temuan mutakhir tentang peran-peran kepemimpinan perempuan serta pembelajaran tentang dampak peristiwa-peristiwa besar bangsa pada perempuan;
•
Membangun sistem hukum yang adil dan peka terhadap kerentanan-kerentanan khas perempuan serta menjamin pemenuhan hak-hak koban atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan; serta
•
Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam menjalankan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Menindaklanjuti pertemuan ini, Komnas Perempuan telah diundang oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KNPP-PA) pada tanggal 10 dan 11 Februari 2010 untuk membahas isi pidato presiden dan menindaklanjutinya dalam sebuah rencana program bersama antara KNPP–PA dengan
Komnas Perempuan, Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM. Pertemuan ini menghasilkan sejumlah program bersama terkait dengan upaya untuk tidak melupakan masa lalu dan memberikan pemulihan pada perempuan korban. Termasuk pula program untuk menyikapi kehadiran kebijakan-kebijakan di tingkat nasional dan daerah yang masih mendiskriminasikan perempuan dan kelompok minoritas lainnya. Dari hasil pertemuan ini, Komnas Perempuan mencatat: 1. Program-program bersama yang telah dikembangkan itu masih membutuhkan penyempurnaan dengan melibatkan lebih banyak lagi pihak terkait yang strategis, termasuk Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pertahanan, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika 2. Pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan pengelolaan yang baik agar menjadi tepat guna dan menghasilkan perlindungan, pemajuan dan pendayagunaan yang nyata bagi perempuan, khususnya perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu, serta memastikan peristiwa serupa tidak berulang di masa depan; 3. Kebutuhan langkah khusus untuk memastikan terselenggaranya pemulihan mendesak bagi perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu, terutama perempuan korban kekerasan seksual dan khususnya mereka yang telah berusia lanjut, hidup dalam kemiskinan dan menderita kesakitan secara fisik, psikis maupun sosial.
2.2. Menggalang Dukungan Publik untuk Menghapuskan Kekerasan terhadap Perempuan: Capaian Misi 2 Pada akhir tahun 2009, di penghujung masa bakti paripurna periode 2007 -2009, Komnas Perempuan menyelenggarakan acara puncak peringatan satu dekade kiprah Komnas Perempuan. Acara puncak ini dimaksudkan terutama untuk mengentalkan komitmen negara dan bangsa untuk perjuangan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan mengambil sikap berbicara dan bertindak untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM masa lalu, terutama terhadap perempuan dan komunitas korban pada umumnya. Bila sikap negara dinyatakan melalui sambutan Presiden RI (sebagaimana telah disampaikan pada bagian lain dari laporan ini), sikap dari warga bangsa muncul dalam berbagai bentuk selama rangkaian kegiatan berlangsung. Selain ikut dengan intensif di berbagai diskusi tematik, sepuluh anak bangsa menyampaikan komitmennya untuk turut mengembangkan upaya pemenuhan hak perempuan korban. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, seperti pendidik, pemuka agama, pekerja seni dan wakil dari generasi muda. Pernyataan komitmen ini sungguh mengelembungkan harapan kemajuan yang lebih berarti dalam memastikan pemenuhan hak korban dan juga ketidakberulangan peristiwa serupa di masa mendatang. Upaya menggalang dukungan publik juga dilakukan Komnas Perempuan, sebagai bagian dari menjalankan mandatnya, dengan menyebarkan pemahaman kepada publik tentang berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, upaya penanganan maupun pencegahannya. Sepanjang tahun 2009 sampai dengan Maret 2010, kegiatan Komnas Perempuan diliput oleh 89 media; yaitu 22 media cetak dan 67 media elektronik/online. Berikut adalah sejumlah liputan-liputan utama tentang Komnas Perempuan, yaitu: •
Publikasi hasil Catatan Tahunan Komnas Perempuan di bulan Maret 2009 dan 2010. Catatan Tahunan (Catahu) adalah dokumen yang menggambarkan perkembangan nasional kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya. Dokumen ini menjadi rujukan bagi publik untuk ikut peduli pada persoalan ke-
kerasan terhadap perempuan dan bagi para pengambil kebijakan untuk mendorong perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang turut menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia perempuan. •
Hasil Pemantauan Komnas Perempuan terkait kemunculan kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas lainnya. Hasil pemantauan ini menjadi awal pemahaman yang lebih komprehensif tentang sistem otonomi daerah.
•
Sikap Komnas Perempuan terkait pelaksanaan Pemilu 2009 dan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang penetapan pelaksanaan perlakuan khusus. Komnas Perempuan menyesalkan keputusan tersebut karena dalam jangka panjang akan menghambat akses kepada perempuan agar dapat menikmati haknya untuk ikut serta di dalam politik.
•
Usulan agenda prioritas bagi Presiden terpilih 2010-2014. Usulan agenda prioritas disusun berdasarkan hasil konsultasi Komnas Perempuan dengan 45 organisasi HAM, terutama terkait hak asasi perempuan. Usulan ini disampaikan sebagai pertimbangan untuk agenda prioritas dan program jangka panjang Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Terkait dengan liputan ini adalah publikasi hasil refleksi 100 Hari Kepemimpinan Nasional Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono dalam 8 Agenda Prioritas Pemenuhan Hakhak Konstitusional Perempuan.
2.3. Merawat Integritas Konstitusi dan Hukum Nasional untuk Indonesia yang Demokratis: Capaian Misi 3 Komnas Perempuan pada awal tahun 2009 telah melaporkan adanya 154 kebijakan diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas lainnya yang dibiarkan tumbuh di dalam sistem otonomi daerah yang masih belum sempurna. Otonomi daerah adalah ujung tombak upaya demokratisasi di Indonesia; sebuah langkah untuk mengembalikan kedaulatan rakyat yang sempat terampas di masa pemerintahan Orde Baru. Dalam praktiknya, otonomi daerah menjadi ruang baru pertarungan politik di mana politik pencitraan dengan menggunakan politik identitas mengemuka di berbagai daerah. Situasi ini tergambar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang mengedepankan isu moralitas dan karakteristik daerah yang mendasarkan diri pada pemahaman tunggal ajaran agama mayoritas di daerah tersebut, meskipun agama adalah salah satu sektor yang tidak menjadi kewenangan pemerintahan daerah. Praktik politik serupa ini memberangus kesempatan kelompok minoritas untuk ikut serta secara setara di dalam pemerintahan dan khususnya, menjauhkan perempuan dari perlindungan sejati untuk dapat menikmati memenuhi hak-hak konstitusional sebagai warga negaranya tanpa terkecuali. Dalam menanggapi persoalan ini, peran pengawasan di tingkat daerah tidak dapat optimal karena Kantor Wilayah Hukum dan HAM yang memiliki mandat harmonisasi HAM dan Biro Pemberdayaan Perempuan yang mengusung mandat pengarusutamaan jender memiliki kewenangan dan sumber daya manusia yang terbatas. Di tingkat nasional, fungsi pengawasan belum dijalankan dengan optimal karena Kementerian Dalam Negeri hanya berfokus pada persoalan pengaturan pendapatan daerah, sementara Mahkamah Agung terus menolak melakukan uji materi peraturan daerah dengan alasan prosedural. Pihak Mahkamah Konstitusi yang menjadi garda akhir dalam merawat integritas konstitusi di tingkat nasional, berdasarkan UUD 1945 tidak memiliki kewenangan di dalam menguji peraturan di bawah undang-undang. Kevakuman pengawasan tersebut menyebabkan pelembagaan diskriminasi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, dan karenanya menjauhkan sistem otonomi daerah dari kemampuannya untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang demokratis, adil dan sejahtera.
10
Situasi serupa ini mendasari usulan Komnas Perempuan agar, salah satunya, Presiden selaku kepala negara melakukan intervensi politik sebagai wujud menjalankan mandat untuk melaksanakan konstitusi dan menjaga integritas hukum nasional dan ke-Bhinneka-Tunggal-Ikaan bangsa. Komnas Perempuan mengapresiasi itikad Presiden untuk evaluasi kebijakan-kebijakan diskriminatif itu dan mencegah lahirnya produk hukum serupa di masa depan, sebagaimana disebutkan dalam salah satu agenda prioritas 100 hari pertama pemerintahan SBY. Namun, tampaknya itikad ini belum menjadi komitmen politik jajaran pemerintahan baik di tingkat nasional maupun daerah.Dalam pemantauan pada kinerja pemerintahan dalam 100 hari pertama kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, Komnas Perempuan mencatat Kementerian Dalam Negeri menyebutkan adanya 714 peraturan daerah (Perda) yang dibatalkan. Seluruh Perda tersebut masih terbatas pada pengaturan tentang pajak dan retribusi. Sedangkan 154 Perda diskriminatif yang berisi tentang aturan berbusana, moralitas dan agama, yang mengkriminalisasi perempuan tidak dibatalkan. Bahkan, respon yang lambat terhadap pembatalan Perda jusru memunculkan 15 Ranperda diskriminatif, termasuk yang mengkriminalisasi perempuan. Di penghujung tahun 2009, Komnas Perempuan juga mencatat lahirnya Qanun Jinayat di Aceh, yang atas nama Otonomi Khusus mengkriminalkan relasi sosial antar jenis kelamin atas dasar moralitas berdasarkan penafsiran tunggal ajaran agama Islam, mengukuhkan cambuk sebagai jenis penghukuman sekalipun bertentangan dengan konstitusi yang menjamin hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, serta bahkan memperkenankan diselenggarakannya rajam sebagai bentuk penghukuman baru. Di tingkat nasional, UU Pornografi juga telah diterapkan meski ditengarai mengikis jaminan hak konstitusional atas kepastian hukum dan, sebagaimana dijelaskan oleh hakim konstitusi Maria Farida, “mengikis rasa persatuan dan kesatuan bangsa”. Sebagaimana dipantau oleh Komnas Perempuan di Bandung dan Karanganyar, pelaksanaan UU Pornografi bukannya memberikan perlindungan, malah sebaliknya telah menyebabkan perempuan korban eksploitasi seksual justru menjadi pihak yang terpidana. Untuk menyikapi perkembangan ini, maka Komnas Perempuan merekomendasikan kepada Presiden RI selaku kepala negara untuk segera: 1. membatalkan demi hukum semua kebijakan daerah yang diskriminatif dan melanggar hak-hak asasi warga negara, sebagaimana dialami oleh perempuan dan golongan minoritas, atas dasar tanggung jawab negara untuk pemenuhan HAM; 2. membatalkan demi hukum semua kebijakan daerah yang mengatur kehidupan beragama atas dasar UU Otonomi Daerah yang menyebutkan agama sebagai salah satu kewenangan yang tetap dipegang penuh oleh Pemerintah di tingkat nasional; 3. menerbitkan Peraturan Presiden untuk memperkuat peran dan fungsi Departemen Hukum dan HAM dalam menjaga konsistensi dan harmonisasi antar peraturan-perundangan dalam kerangka HAM dalam sistem otonomi daerah, termasuk dengan menegaskan kewenangan Kantor Wilayah Hukum dan HAM di tingkat Provinsi dalam proses perumusan kebijakan daerah tingkat Kabupaten/Kota; 4. menerbitkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan melaksanakan mandat konstitusional tentang perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, khususnya bagi perempuan, golongan minoritas dan kelompok-kelompok rentan diskriminasi lainnya. 5. menginstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri agar meningkatkan efektifitas Departemen Dalam Negeri dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah terbitnya kebijakan daerah yang diskriminatif dan merongrong integritas hukum nasional.
11
6. mendorong Menteri Hukum dan HAM agar meningkatkan kinerja Departemen Hukum dan HAM dalam: a. menjaga konsistensi peraturan perundang-undangan untuk mempromosikan HAM dan memastikan integritas hukum nasional, termasuk dengan menyempurnakan peran strategis Panitia RANHAM dan Kanwil Hukum dan HAM dalam seluruh proses pembuatan kebijakan daerah; b. menyelaraskan seluruh sistem hukum nasional, termasuk peraturan-peraturan daerah, dengan Konvensi Anti Penyiksaan di seluruh Indonesia, khususnya tentang hukum cambuk dan bentuk-bentuk penghukuman yang tidak manusiawi lainnya. 7. Meningkatkan kinerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam pengarusutamaan jender di jajaran Pemerintahan Daerah guna mencegah terbitnya kebijakan-kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan dan guna mendorong penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan sesuai mandat UU No. 7 tahun1984 tentang Ratifikasi CEDAW.
2.4 Pemantauan Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis HAM, Terobosan dan Sinergi Strategi: Capaian Misi 4 Peran Pemantauan Komnas Perempuan adalah bagian dari mengemban mandat untuk mengembangkan sistem pemantauan, pendokumentasian dan evaluasi atas fakta kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan Indonesia, serta atas kinerja lembaga-lembaga negara dan masyarakat dalam memenuhi hak perempuan korban kekerasan dan diskriminasi. Salah satu peran Komnas Perempuan dalam Sub Komisi Pemantauan adalah menerima laporan langsung masyarakat, khususnya kelompok korban dan pendampingnya tentang kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan. Keluhan individual (korban) diterima melalui Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR), suatu mekanisme internal yang dikembangkan Komnas Perempuan untuk merespon kebutuhan langsung korban kekerasan. a. Pemantauan untuk potret empirik tentang kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia : Capaian pemantauan yang dilakukan pada tahun ini adalah pembuatan Catatan Tahunan (Catahu) tentang Kekerasan terhadap Perempuan. Dokumen Catahu ini mendasarkan diri pada kasus-kasus yang ditangani oleh lembaga-lembaga layanan, termasuk aparat penegak hukum, yang tersebar di seluruh Indonesia. Catahu juga memuat dokumentasi terobosan, oleh negara maupun masyarakat, serta tantangan yang masih dihadapi dalam upaya pemenuhan hak perempuan korban. Data kekerasan terhadap perempuan meningkat menjadi 263 %, Korban paling rentan adalah usia remaja (SMA dan kuliah) berbasis pada politik tubuh dengan lokus domestik maupun publik. Kekerasan yang dilakukan oleh pejabat publik sebanyak 54 kasus. Meningkatnya angka kekerasan ini bentuk dari keberanian perempuan untuk mempersoalkan kasus yang dialaminya, meningkatnya aksesibiltas perempuan untuk memproses kasusnya dan adanya sistem hukum salah satunya UU PKDRT yang diharapkan perempuan mampu melindungi mereka. Persoalan kekerasan terhadap perempuan juga dipotret melaui pemantauan tentang kondisi pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara perempuan di era otonomi daerah sebagaimana terelaborasi dalam catatan capaian misi 4 di atas. b. Pemantauan untuk isu krusial dan wilayah konflik: Selain pemantauan nasional Catahu untuk memotret secara empirik peta kekerasan terhadap perempuan secara nasional, Komnas Perempuan juga melakukan pemantauan terhadap persoalan krusial baik berbasis isu maupun wilayah konflik. Termasuk di dalamnya pemantauan pelanggaran HAM perempuan korban politik 1965, Mei 1998, di Aceh, Poso, pemantauan kondisi HAM perempuan korban penyerangan terhadap Jama’ah Ahmadiyah Indonesia, pemantauan pelanggaran HAM perempuan dalam konflik sumber daya alam di Alastlogo, Pasuruan Jawa Timur . Pada
12
tahun 2009, Komnas Perempuan menginisiasi penguatan jaringan pemantauan di Papua c. Pemantauan berbasis komunitas: Bagi Komnas Perempuan, pemantauan tidak saja menjadi sarana penggalian informasi kondisi objektif terkait kasus kekerasan terhadap perempuan, akar masalah maupun konsekuensinya. Pemantauan juga menjadi ruang bagi penguatan kapasitas masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan menggagas pemantauan berbasis komunitas, baik komunitas korban maupun pendamping korban. Selain di Aceh dan Poso yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2009, Komnas Perempuan mengembangkan pemantauan ������������������������������������������������������������������ berbasis komunitas di Papua. Proses pemantauan dimulai dengan mengembangkan konsep dan instrumen pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran Hak Asasi Perempuan Papua secara bersama-sama antara Komnas Perempuan dan para pemantau. Setelah serangkaian pelatihan, para pemantau yang sebagian besar adalah perempuan Papua melaksanakan pendokumentasian kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi perempuan Papua. Hasil dokumentasi dianalisa bersama dan disusun sebagai laporanyang akan digunakan sebagai dasar advokasi kepada pihak pemerintah dan masyarakat, di tingkat daerah maupun nasional, untuk memastikan penanganan dan pemulihan perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. d. Membangun Instrumen pemantauan: Komnas Perempuan membuat instrumen pemantauan sebagai langkah untuk memfasilitasi dan membuka ruang bagi publik untuk melakukan pemantauan berbasis HAM. Tahun ini Komnas Perempuan menyelesaikan penyusunan buku Instrumen dan Protokol Pemantauan, instrumen pemantauan untuk Pekerja Migran. Pada tahun 2009 ini Komnas Perempuan menyelesaikan Hasil Pemantauan Kondisi Perempuan Tahanan Aceh, Poso dan Laporan Integratif 44 Tahun Kekerasan terhadap Perempuan. Rekomendasi-rekomendasi yang lahir dari temuan-temuan Pelapor Khusus Komnas Perempuan menyangkut upaya pemenuhan hak-hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan serta penguatan proses rekonsiliasi masyarakat di Poso, Papua dan wilayah lainnya, bermuara pada urgensi adanya kebijakan pembaruan sektor keamanan di tingkat nasional yang berperspektif jender. Hasil pendokumentasian oleh Pelapor Khusus Komnas Perempuan beserta timnya telah disampaikan kepada Pemda, organisasi-organisasi keagamaan, adat dan masyarakat sipil setempat. Di tingkat nasional, Komnas Perempuan telah mengkomunikasikan beberapa temuan menyangkut kebijakan sektor keamanan kepada Presiden RI, Menteri Pertahanan dan pihak Tentara Nasional Indonesia. Komnas Perempuan menyimak adanya berbagai inisiatif dan mekanisme di manca negara dan PBB untuk menjadikan lembaga-lembaga dan aparat kemananan lebih peka terhadap dimensi jender dalam seluruh proses penanganan keamanan di tingkat nasional dan internasional. Semua ini memberi peluang dan rujukan yang baik bagi Indonesia untuk mengembangkan kebijakan sektor keamanan yang peka jender dan konteks masyarakat dan kesejarahan Indonesia.
2.5 Komnas Perempuan sebagai Sumber Pengetahuan: Capaian Misi 5 Komnas Perempuan mengembangkan berbagai kajian dan kurikulum pendidikan terkait isu-isu kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak asasi perempuan. Melalui hasil kajian dan pengembangan kurikulum pendidikan ini, Komnas Perempuan memberikan berbagai rekomendasi kepada Negara terkait dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan HAM perempuan dan pemenuhan HAM Perempuan di Indonesia. Kajian-kajian ini juga berdimensi meluaskan dan menguatkan penyikapan masyarakat, khususnya kelompok-
13
kelompok sosial masyarakat yang berpengaruh pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan. Pada tahun ini Komnas Perempuan telah menerbitkan Laporan ”44 Tahun Sejarah Kekerasan terhadap Perempuan” merupakan bagian dari upaya Komnas Perempuan bersama negara membangun pengakuan dan penyikapan publik tentang 4 (empat) dekade pengalaman kekerasan dan diskriminasi yang dihadapi oleh perempuan di Indonesia. Kajian-kajian yang dilakukan tahun ini adalah Penelitian Seksualitas dan Demokrasi: Studi kasus perdebatan RUU Anti Pornografi sebagai bagian untuk bahan masukan Judicial Review UU Pornografi 2008. Konsultasi Nasional tentang Hukum Keluarga di Indonesia yang kemudian melahirkan jaringan baru ALIMAT, sebuah jaringan yang peduli pada persoalan Islam dan keluarga. Dari sini terlihat bahwa kerja-kerja Komnas Perempuan berbasis pada aspek sosio religius karena dalam konteks ke Indonesiaan, persoalan kekerasan terhadap perempuan tidak bisa dilepaskan dari persoalan agama dan budaya. Tahun ini Komnas Perempuan juga membuat terbitan tentang memaknai Keadilan bagi Perempuan Korban yang kemudian menghasilkan buku Memecah Kebisuan: Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Kekerasan demi Keadilan. Beberapa kajian dan terbitan lain: Modul Pendidikan HAM Berbasis Jender, Penelitian Akses Perempuan terhadap Keadilan kerjasama dengan PKSW Universitas Indonesia, Kajian Literatur Perlindungan PRT, Feminist Peace Building: yaitu program pendokumentasian keterlibatan perempuan di wilayah konflik pada masa konflik maupun resolusi konflik, Family Law Reform: Pembaharuan Hukum Keluarga di Indonesia. Selain kajian-kajian di atas, keberadaan Komnas Perempuan menjadi salah satu wadah bagi media yang mewakili masyarakat untuk mencari sumber informasi berbagai persoalan perempuan baik dari kasus maupun standar perlindungan. Pada bulan Desember 2009 ada 248 berita yang diliput oleh media massa dan 110 media, baik cetak maupun elektronik/online, tabloid, jurnal dan televisi yang mengeskspos Komnas Perempuan. Mulai surat kabar nasional, seperti Kompas, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Koran Tempo, Sinar Harapan, Harian Merdeka, The Jakarta Post, Republika, METRO TV dan lainnya, maupun media daerah seperti Tribune Batam, www.kotabogor.bersih, Radar Cirebon, CEPOS Papua, RRI Papua dan beberapa situs online di beberapa lembaga/institusi, seperti: Acehlongnews, Menkokesra, Dirjen HAM, www.elshinta.com, www.rahima.or.id, www.ypha.or.id dan lain-lain. ������������������������������������������������������������������������� Daftar lengkap tentang pemberitaan ini dapat dibaca dalam lampiran No 5. Selain itu Komnas Perempuan juga menjadi wadah intelektual untuk berdiskusi maupun mencari narasumber dari berbagai kalangan civitas akademik, masyarakat sipil, dan lain-lain. Pada intinya masyarakat menaruh harapan tinggi kepada Komnas Perempuan untuk merespon isu-isu aktual sebagai source of knowledge melalu data-data empiris tentang kekerasan terhadap perempuan, tentang legal review hasil kajian yuridis, pandanganpandangan, dan lain-lain. Setidaknya dalam setiap bulan, permintaan terhadap Komnas Perempuan untuk menjadi narasumber antara 15-20 acara, untuk bicara berbagai isu perkawinan, gerakan, kekerasan terhadap perempuan, HAM, buruh migran, teologi dan perempuan, hak politik dan lain-lain, dari kalangan ormas keagamaan, civitas akademik, pemerintah, masyarakat sipil, komunitas dan lain sebagainya.
14
2.6 Pengakuan Regional dan Internasional Terhadap Peran Komnas Perempuan dalam Pengembangan Upaya Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan dan Penegakan Hak Asasi Perempuan: Capaian Misi 6
“
“Sekali lagi atas nama Kantor Komisi Tinggi untuk Hak-hak Asasi Manusia dan atas nama Pelapor Khusus (PK PBB untuk Kekerasan Terhadap Perempuan, Rashida Manjoo) saya ingin berterimakasih banyak kepada Komnas Perempuan karena telah menyelenggarakan acara penting ini dan mendoakan Anda setiap keberhasilan dalam kampanye advokasi hak-hak perempuan Indonesia”. Rory Mungoven, Kepala Seksi Asia-Pasific OHCHR PBB, di Jakarta, 30 November 2009. “Menyadari akan fakta tersebut saya memberikan pujian saya bagi Komnas Perempuan karena keberanian dan pencapaian yang luar biasa.” Ms. Kyung-Ran Moon, Komisioner Penuh Waktu Komnas HAM Korea, pada peluncuran buku Kita Bersikap, di Jakarta, 30 november 2009. Kedua pernyataan di atas adalah wujud apresiasi internasional pada kiprah Komnas Perempuan dalam menjalankan mandatnya sebbagai mekanisme HAM. Komnas Perempuan berbasis pada konvensi internasional, antara lain Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1984, dan Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) yang diratifikasi pada tahun 1999. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan mekanisme HAM internasional tersebut, maka Komnas Perempuan terlibat dalam memberikan masukan-masukan kepada PBB, seperti pada Komite CEDAW tahun 2007, Pelapor Khusus PBB tentang Penghapusan Penyiksaan, Manfred Novak pada tahun 2007, kepada Komite Konvensi Anti Penyiksaan (CAT committee) 2008, dan Perwakilan Sekjen PBB tentang pembela HAM, Hina Jilani. Atas kontribusinya itu,. secara khusus, Perwakilan Sekjen PBB tentang pembela HAM menyebutkan dalam laporannya bahwa: “Perwakilan Khusus menyatakan kepuasan besar atas kerja Komnas Perempuan sejak pendiriannya. Meski dengan mandat yang sangat terbatas, lembaga ini berhasil membangun legitimasi”. Untuk mendorong lahirnya mekanisme perlindungan yang tanggap terhadap kelompok rentan, khususnya pekerja migran, Komnas Perempuan memfasilitasi terbangunnya sebuah inisiatif kerjasama regional di Asia yang terdiri dari komisi-komisi HAM nasional dan organisasi-organisasi pembela hak pekerja migran di tingkat nasional dan regional, yang kemudian dikenal dengan nama “The Jakarta Process”. Hasil dari kerjasama ini adalah terbitnya sebuah dokumen rujukan tentang standar perlindungan HAM bagi dua golongan pekerja migran yang paling rentan kekerasan dan diskriminasi, yaitu pekerja yang tidak berdokumen dan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Dokumen ini juga memberikan sejumlah rekomendasi bagi komisi-komisi HAM nasional di Indonesia, Filipina, Malaysia dan Korea untuk mengintegrasikan persoalan migrasi tenaga kerja dalam pelaksanaan mandat HAM-nya masing-masing dan mengadopsi rekomendasi-rekomendasi ini, seperti dalam Asia Pacific Forum on National Human Rights Institutions.
“The Special Representative expresses great satisfaction at the work performed by Komnas Perempuan since its establishment. Even though it has a limited mandate, this body has built its legitimacy.” Report of the Special Representative of the UN Secretary General on Human Rights Defenders, Mission to Indonesia, A/HRC/7/28/Add.2, 28 January 2008, hlm. 15.
15
The Jakarta Process yang diprakarsai oleh Komnas Perempuan kemudian ditindaklanjuti secara spesifik oleh Komnas HAM Korea dengan menyelenggarakan sebuah pertemuan regional serupa se-Asia yang dinamakan “The Seoul Process”. Pertemuan di Seoul ini kemudian melahirkan sebuah dokumen pedoman antar komisi-komisi HAM nasional tentang kerjasama antar Institusi HAM Nasional untuk Pemajuan dan Perlindungan HAM Migran di Asia (Seoul Guidelines on the Cooperation of NHRIs for the Promotion and Protection of the Human Rights of Migrants in Asia). Berkat berbagai inisiatif yang saling sambung-menyambung ini, kini, Asia Pacific Forum of National Human Rights Institutions pun mempunyai sebuah kelompok kerja tersendiri tentang migrasi. Pada bulan Desember 2009, Komnas Perempuan menyelenggarakan pertemuan antar komisi-komisi nasional perempuan di Asia, dengan dukungan dan kerjasama dari lembaga-lembaga PBB yang terkait serta dari Departemen Luar Negeri RI. Pertemuan ini adalah yang pertama kalinya dalam sejarah dan dihadiri oleh komisikomisi nasional perempuan dari Nepal, India, Pakistan, Bhutan, Filipina, dan Kamboja; komisi-komisi HAM nasional dari India, Korea, Filipina dan Indonesia; serta, organisasi-organisasi pembela HAM perempuan di Asia Pasifik. Dari pertemuan ini diperoleh sejumlah kebutuhan untuk meningkatkan efektifitas pemenuhan HAM perempuan di Asia melalui optimalisasi peran komisi-komisi HAM dan komisi-komisi perempuan nasional. Di kawasan Asia Tenggara, ASEAN mengalami sebuah proses pembaharuan yang bersejarah dengan pengesahan Piagam ASEAN yang meneguhkan komitmen negara-negara anggota pada penegakan HAM. Dalam rangka menjalankan komitmen ini, ASEAN mengembangkan sejumlah perangkat baru, seperti ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights, ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children, dan ASEAN Committee on Migrant Workers. Secara sendiri maupun bersama jaringannya di tingkat nasional dan regional, Komnas Perempuan memberikan masukan-masukan dalam proses pembentukan lembaga-lembaga baru ini. Di tengah upaya aktivis hak-hak perempuan dari komunitas Muslim di seluruh dunia untuk membangun sebuah gerakan global yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan keluarga, Komnas Perempuan ikut memfasilitasi keterlibatan aktif gerakan perempuan Indonesia di dalamnya. Organisasiorganisasi perempuan Indonesia mengirimkan delegasi yang cukup besar kepada pertemuan global Musyawah yang berlangsung di Kuala Lumpur pada Februari 2009. Pada Oktober 2009, ada 9 organisasi perempuan dan 21 individu membentuk sebuah organisasi jaringan bernama Alimat, yang berarti perempuan berilmu, untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dalam keluarga di Indonesia dan Komnas Perempuan menjadi salah satu mitra dari lembaga ini di tingkat nasional. Artinya, di mata masyarakat internasional, kehadiran Komnas Perempuan punya nilai penting untuk prestasi bangsa, karena Komnas Perempuan adalah ikon dari penegakan Hak Asasi Manusia, dan pengkhususan pelembagaan Komnas Perempuan di luar Komnas HAM. Ini bentuk kejelian negara melihat kompleksitas masalah perempuan dan kekhasan penanganannya. Keberadaan Komnas Perempuan sebagai lembaga independenuntuk mekanisme penegakan HAM, dimana mendapat dukungan dari negara melalui Perpres dan pendanaan APBN, sebetulnya strategis untuk menjadi “best practice dan role model” yang sangat diapresiasi dan potensial direplikasi oleh lembaga-lembaga jaringan hak asasi internasional karena keunikan dan kekuatannya
16
2.7 Menguatnya Kelembagaan: Capaian Misi 7 Pada tahun 2009, di usia 10 tahun kelembagaan Komnas Perempuan menguat dengan upaya-upaya di berbagai level. Pertama, penguatan konsep kelembagaan yang berkarakter. Keberadaan Komnas Perempuan sangat penting untuk mengemban tugas dan mendukung terselenggaranya demokrasi, check and balance, dan untuk penegakan dan pemenuhan HAM khususnya perempuan di level lokal, nasional maupun internasional. Karakter kelembagaan Komnas Perempuan juga unik karena mempunya tugas dan fungsi yang khas dibanding lembaga negara maupun lembaga non struktural lain. Keberadaan Komnas Perempuan sebagai mekanisme HAM yang independen, keanggotaan komisioner yang beragam, dan mandat untuk mengemban anti kekerasan terhadap perempuan. Karakter kelembagaan Komnas Perempuan yang lain adalah integratif, tidak overlap dengan lembaga lain yang dibiayai pemerintah, tetapi saling sinergis untuk memberi masukan kepada penyelenggara negara maupun sebagai penyimpul kerja dengan mitra kerja yang hingga saat ini sudah mencapai 1.111 mitra. Kedua, membangun sinergi dengan multi-stakeholders. Keberadaan Komnas Perempuan adalah didukung dan mendukung kerja Presiden maupun lembaga negara lainnya, di samping keterlibatan aktif publik dan masyarakat korban dalam mengupayakan pencegahan, penanganan dan pemulihan korban kasus kekerasan terhadap perempuan dan bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi lainnya. Ketiga, penguatan internal kelembagaan. Dalam situasi ini Komnas Perempuan berusaha memperkokoh kelembagaan Komnas Perempuan sebagai Komisi Nasional yang independen, efektif, terpercaya, dan akuntabel, yang mencakup (a) budaya organisasi yang kuat; (b) kebijakan dan peraturan dasar yang efektif; (c) sistem manajemen SDM, administrasi, keuangan dan SDM; (d) sistem Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi (PME) yang interaktif antara program dan keuangan; (e) restrukturisasi; dan (e) ketersediaan dana. Untuk menjabarkan konsep di atas, Komnas Perempuan berhasil menyempurnakan Anggaran Dasar, penyusunan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan berbagai Prosedur Operasional Standard Keuangan dan SDM. Keempat, penguatan kepemimpinan Komnas Perempuan sebagai lembaga publik yang independen. Salah satu capaian yang dinilai berharga adalah terbangunnya mekanisme pemilihan anggota komisioner baru masa bakti 2010-2014, dengan tahap-tahap penyeleksian tim independen dan dengan proses terbuka dan partisipatif melibatkan publik untuk menilai. Dari hasil seleksi tersebut, terpilihlah 15 komisioner (terlampir) representasi dari berbagai latar belakang akademik, pengalaman, daerah, agama dan dua orang komisioner laki-laki kedalamnya.(nama2 dan struktur baru terlampir?) Kelima, akuntabilitas publik. Komnas Perempuan menyelenggarakan kegiatan pertanggungjawaban publik pada 9 Desember 2009 untuk memastikan seluruh pihak, negara maupun masyarakat, mengetahui kerja Komnas Perempuan, ikut menilai performa dan memberikan masukan bagi kinerja Komnas Perempuan. Laporan ini secara lengkap dapat dibaca dalam lampiran no ii, Termasuk di dalam pertanggungajawaban publik ini adalah informasi mengenai sumber dana dan penyerapannya. Komnas Perempuan, sebagaimana ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, adalah salah satu lembaga negara yang terkategori sebagai wajar tanpa pengecualian. Temuan BPK ini adalah bukti komitmen Komnas Perempuan dalam gerakan anti korupsi dan pemanfaatan bertanggungjawab pada dana publik. Berikut pernyataan dari menteri KNPPA tentang pentingnya peran Komnas Perempuan;
17
“
“Saya memberi apresiasi terhadap kerja-kerja Komnas Perempuan, Meneg. PP akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas Perempuan dan ke depan akan lebih bekerjasama...”. (Linda Amalia Sari, Meneg PP dan PA RI, dalam acara “Merayakan Aktivisme Perempuan Pembela HAM & Keberlanjutan, di Jakarta, 29 November 2009). Selain pentingnya sinergi antar kementerian, sinergi antar pejabat juga penting. Agenda tahun ini, adalah masa konsolidasi Komnas Perempuan untuk meyakinkan negara khususnya beberapa kementerian untuk memperjelas peran, urgensi dan keunikan Komnas Perempuan yang oleh publik sudah dirasakan, tetapi perlu lebih intensif disosialisasikan kepada pemerintah.
“
“Kami mempertanyakan kerja Komnas Perempuan, apakah tidak overlapping dengan apa yang dilakukan Meneg. PP, Menhukham atau Komnas HAM...?”. wakil Kantor MenPan RI, pada pertemuan kordinasi Komnas Perempuan dengan lembagalembaga negara terkait pembentukan Satker Komnas Perempuan, Juni 2009.
Setelah pemilihan komisioner baru ini (2010 – 2014), Komnas Perempuan mencoba melobi beberapa lembaga negara strategis, menyiapkan konsep kelembagaan, dan membuat evaluasi dan strategi advokasi untuk keberlanjutan Komnas perempuan. Pada prinsipnya isu efisiensi birokrasi adalah penting, tetapi Komnas Perempuan sebagai lembaga anti kekerasan terhadap perempuan juga sangat urgen.
18
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
BAGIAN KETIGA
Kegiatan Komnas Perempuan
Sub Komisi Reformasi Hukum Dan Kebijakan 1. Menumbuhkan dan memperkuat sensitifitas gender dan hak asasi perempuan dalam penanganan kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) a. Penyusunan (Focus Group Discussion) Buku referensi penanganan kasus KTP di lingkungan peradilan umum dan launchingnya pada November 2009 b. ToT bagi para Aparat Penegak Hukum baik yang ada di Peradilan Umum ataupun Peradilan Agama. 2. Memastikan kebijakan institusi peradilan yang sensitif dan adil jender a. Melakukan dialog konstruktif dengan institusi peradilan: Badilag, Tim Pembaruan Peradilan MA RI, Pusdiklat MA RI, Kejaksaan Agung RI (Pusdiklat, JAMBin dan JAMPidum); b. Memberikan masukan terhadap usulan kebijakan kepada institusi Polri: PERKAP No. Tahun 2009 tentang HAM. 3. Advokasi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban no 13 /2006 dan UU no 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 4. Pengkajian Draft RUU tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan – Depag. 5. Kerjasama dan Jejaring c. Kerjasama dan diskusi dengan Tim Justice for The Poor – World Bank d. Kerjasama dengan Lead Advisor-Judicial Reform dari IALDF e. Anggota Panitia Nasional dari RAN HAM (Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia) f. Kerjasama dengan Cappler – UNDP
Sub Komisi Penelitian Dan Pengembangan 1. Penelitian Seksualitas dan Demokrasi: Studi Kasus Perdebatan RUU Anti Pornografi. 2. Konsultasi Nasional Hukum Keluarga di Indonesia pada 3 – 4 Februari 2009. Kemudian melahirkan ALIMAT. 3. Memaknai Keadilan bagi Perempuan Korban yang kemudian menghasilkan buku Memecah Kebisuan: Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Kekerasan demi Keadilan pada 23 April 2009. 4. Laporan Integratif 40 Tahun Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia (buku: Kita Bersikap) dan diluncurkan pada tanggal 29-30 November 2009. 5. Pertemuan internasional untuk penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 30 November 2009. 6. Penyusunan Modul Pendidikan HAM Berbasis Jender.
19
7. Fellowship untuk Perempuan Pemimpin di Indonesia: Pemetaan awal model desain Fellowship. 8. Forum Belajar Internal. 9. Penelitian Akses Perempuan terhadap Keadilan kerjasama dengan PKSW Universitas Indonesia. 10. Kajian literatur Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). 11. Feminist Peace Building: yaitu program pendokumentasian keterlibatan perempuan di wilayah konflik pada masa konflik maupun resolusi konflik. 12. Family Law Reform: Pembaharuan Hukum Keluarga di Indonesia.
Sub Komisi Pemantauan 1. Catatan Tahunan (Catahu) tentang Kekerasan terhadap Perempuan. 2. Masukan untuk pidato kenegaraan Presiden RI kepada DPR RI. 3. Pemantauan pelanggaran HAM perempuan korban konflik politik 1965. 4. Pemantauan kondisi HAM perempuan korban penyerangan terhadap Jama’ah Ahmadiyah Indonesia. Pemantauan pelanggaran HAM perempuan dalam konflik sumber daya alam di Alastlogo, Pasuruan Jawa Timur. 5. Penyusunan buku Instrumen dan Protokol Pemantauan. 6. Penerimaan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan baik melalui penerimaan pengaduan langsung maupun pengaduan tidak langsung (surat dan email) 7. Laporan Integratif 44 Tahun Kekerasan terhadap Perempuan. 8. Pemantauan perempuan di daerah konflik di Poso (masih ada kegiatan terkait dengan reformasi sektor keamanan yaitu dialog kebijakan dengan Dephan dan peluncuran laporan tahanan Aceh sekaligus dialog kebijakan dengan masyarakat sipil dan Aparat Penegak Hukum di Aceh pada Desember 2009). 9. Pemetaan Kekerasan terhadap Perempuan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) 10. Publikasi Hasil Pemantauan Kondisi Perempuan Tahanan Aceh.
Sub Komisi Pemulihan 1. Pemantauan akses perempuan korban kekerasan terhadap layanan terpadu (dari perspektif korban) : a. Workshop analisis hasil pemantauan akses perempuan korban terhadap layanan terpadu; b. Penulisan buku hasil pemantauan; c. Sosialisasi di 3 wilayah pemantauan, yakni Jawa Timur di Surabaya; Maluku di Ambon, dan Kepulauan Riau di Batam; d. Peluncuran buku hasil pemantauan di tingkat nasional. 2. Pengembangan Forum Belajar Pengada Layanan bagi perempuan korban kekerasan : a. Publikasi Newsletter ������������������� “Tatap” (3 edisi). b. Pertemuan Nasional Forum Belajar Pengada Layanan. c. Monitoring dan Evaluasi Forum Belajar Pengada Layanan. 3. Pengembangan konsep pemulihan dalam makna luas.
20
a. Konsultasi����������������������������� konsep pemulihan, meliputi : i.
FGD dengan Pokja Reparasi NAD.
ii. Kunjungan ke BRA, diskusi tentang mekanisme kerja BRA dalam penyaluran dana reintegrasi dan bantuan bagi korban konflik. iii. FGD dengan korban dan Pendamping untuk konflik Aceh, Papua, 1965, Mei 1998, dan Poso. b. Workshop penyusunan konsep pemulihan dalam����������������������� makna luas, meliputi : i.
workshop jender dan reparasi
ii. workshop memorialisasi iii. workshop lanjutan gender & reparasi iv. workshop Healing of Memories (peserta) c. Roadmap Pemenuhan Hak Korban: mempertemukan kebutuhan korban dengan (peluang) kebijakan negara dan (inisiatif) dukungan di masyarakat. d. Diskusi tentang ”Memaknai Perjuangan Perempuan Masa Kini” sebagai serial diskusi peringatan Hari Kartini. e. Diskusi tentang ”Mengatasi Kesenjangan dalam Penanganan Pelanggaran HAM berbasis Jender : Kekerasan Domestik dan Politik”. f. Membangun kerjasama dengan KKPK (Kelompok Kerja Pengungkap Kebenaran) : dalam rangka membangun konsep pemulihan mendesak bagi korban pelanggaran HAM masa lalu. g. Penulisan Kons������������������������������� ep Pemulihan Dalam Makna Luas .
Gugus Kerja Papua 1. Advokasi Nasional terkait dengan isu Papua, terutama: yaitu komunikasi dan kerjasama dengan Depdagri mengenai isu Perdasi dan Perdasus serta dengan KPU untuk isu kuota 11 kursi di DPR Papua untuk masyarakat asli, pertemuan bersama jaringan lembaga yang bekerja untuk Papua di tingkat nasional. 2. Publikasi/konsolidasi internal untuk bahan-bahan pendidikan politik dan advokasi nasional-daerah tentang hak-hak perempuan Papua. 3. Terlibat dalam dialog publik Sosialisasi Laporan Akhir Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste yang diselenggarakan Komnas Perempuan dan Kelompok Kerja Pengungkapan Kebenaran (KKPK). 4. Pemantauan dan pendokumentasian Pemenuhan HAM perempuan di Papua. 5. Pertemuan dengan organisasi perempuan di Biak. Dihadiri oleh 30 orang, perwakilan dari Dharma Wanita, RPK Polres Biak, Himpunan Wanita Karya, gereja, Solidaritas Perempuan Papua, Komunitas Korban, Perempuan Adat Biak, Yayasan Beatrix, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum-Biak, perwakilan perempuan Biak Timur. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan oleh organisasi perempuan dan gereja, tentang maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga yang dilakukan oleh pelaku yang berprofesi sebagai pejabat publik maupun PNS di Biak. Sebagai langkah kerja strategis, diadakan oleh kantor/sekretariat Gugus Kerja Papua di Jayapura.
21
Gugus Kerja Pekerja Migran 1. Mengembangkan Mekanisme pemantauan HAM berperspektif perempuan bagi pekerja migran sebagai upaya untuk mengembangkan standar perlindungan dengan kerangka HAM dan Keadilan Jender. 2. Melakukan Advokasi kebijakan di tingkat nasional tentang HAM Pekerja Migran 3. Melakukan Advokasi kebijakan di tingkat regional dan internasional tentang HAM pekerja migran domestik. 4. Meningkatkan Pelibatan masyarakat untuk mendorong ratifikasi Konvensi Migran. 5. Melakukan aktivitas lain sebagai respon terhadap situasi pekerja migran yang diharapkan berdampak pada upaya perubahan kebijakan 6. Pembuatan instrumen pendokumentasi pekerja migran. Instrumen ini telah diujicobakan di beberapa lembaga yaitu: AP2BMI Lombok, SBM Cianjur, ATKI, SBM Karawang, LBH Cianjur, dan KASBI. 7. Dialog dan workshop untuk mendorong Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Pekerja Migran 8. Membangun kerjasama dengan berbagai kelompok masyarakat: a. Dengan ATKI (Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia) dalam rangka pendokumentasian dan launching film tentang overcharging, sebagai salah satu isu pelanggaran hak pekerja migrant. b. Dengan Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) dalam rangka diskusi terbuka tentang Dampak Krisis Ekonomi Global terhadap Perempuan. c. Kerjasama dengan Teater Garasi untuk pementasan di Yogyakarta dan sekitarnya yang bertema TKW di Arab Saudi dan Malaysia. Pementasan ini telah dilakukan dalam rangka kampanye 16 hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Gugus Kerja Perempuan Dalam Konstitusi Hukum Nasional 1. Kerjasama���������������������������������� Konstruktif dengan Lembaga Negara a. Dialog dengan Lembaga Negara i.
Mahkamah Agung
ii. Departemen Hukum & HAM iii. Mahkamah Konstitusi iv. Kementerian Pemberdayaan Perempuan v. Departemen Dalam Negeri vi. Badan Pembinaan Hukum Nasional vii. Lemhannas RI b. Seminar dan Lokakarya i.
Seminar tentang Tantangan Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Perempuan
ii. Lokakarya tentang Tantangan Pemenuhan Hak-hak Konstitusional Perempuan iii. Seminar tentang Undang-undang Kesehatan iv. Dialog Publik tentang UU Pornografi v. Konsultasi dengan Tim Pakar
22
vi. Launching RPJM yang dibuat oleh Komnas Perempuan c. Policy Paper dan Buku Pedoman Konstitusi Negara dan HAM Perempuan
Pada saat ini sudah pada tahapan penyusunan dan sudah ada tim penulis dari masing-masing buku
2. Pemantauan������������������������� Perda dan HAM Perempuan a. Pemantauan sudah dilaksanakan di 16 Kabupaten/Kota yang tersebar di 7 Propinsi b. Peluncuran hasil pemantauan di tingkat nasional dan daerah (7 Propinsi) c. Laporan pemantauan dibuat dalam 2 versi (Indonesia & Inggris). Versi Indonesia sedang dalam tahapan edit bahasa dan versi Inggris sudah dalam tahapan penterjemahan, dijadwalkan minggu ke-2 selesai dan di awal Februari laporan sudah siap 3. Pemberdayaan ������������������������ Kelompok���������������� Reformis Lokal a. Forum Lintas Daerah b. Dialog Kebijakan dengan Pemerintah Daerah c. Assesment perkembangan sosial politik pasca pemilu d. Setup NGO e. Penguatan I f. Penyusunan Modul Pelatihan 4. Informasi Publik a. Pembuatan KIT Kampanye JITU b. Peluncuran Kampanye JITU di tingkat nasional dan daerah (7 propinsi) c. Diskusi terbatas dengan Mitra PKHN d. Pelibatan Komnas Perempuan sebagai Pihak Terkait di sidang JR UU Pornografi e. Presentasi hasil pemantauan dihadapan lembaga donor f. Pembuatan Film Dokumenter
Sub Komisi Partisipasi Masyarakat Penguatan layanan informasi dan dokumentasi: 1. Membangun relasi dengan berbagai media massa, cetak dan elektronik 2. Pers Conference tentang ”Pandangan dan Sikap Komnas Perempuan tentang Tindakan Khusus Sementara (Affirmative Action) bagi Perempuan dalam Melaksanakan Konstitusi dan UU Pemilu No. 10 tahun 2009” 3. Program Pengembangan Berita dan Publikasi Komnas Perempuan 4. Penggalangan dana dan produksi alat kampanye untuk Pundi Perempuan yaitu sebuah penggelolaan dana masyarakat untuk perempuan korban pelanggaran HAM 5. Program Pengembangan Perpustakaan Komnas Perempuna 6. FDG RUU KUHAP dengan �������������� berbagai media 7. Pengembangan Website 8. Pembuatan dokumen Katalog dan Direktori
23
9. Pembuatan kliping 10. Digitalisasi berbagai dokumen dan kliping-kliping 11. Penerimaan relawan asing yang bergabung dengan Komnas Perempuan selama 11 bulan (Nicole Smith, Australia)
Kelembagaan Penguatan mekanisme perencanaan monitoring dan evaluasi •
Pembuatan laporan dan rencana kegiatan bulanan terkait Perkembangan program dan kegiatan
•
Mengkoordinasikan program-program dan kegiatan dengan Sekretaris Jendral, divisi/bidang terkait, maupun dengan lembaga donor
•
RAKER 2009
•
Pembuatan narasi dan logframe Rencana Strategis 2010-2014
•
inventarisasi dana hibah program dan anggaran KP 2004-2009
•
Pengembangan Sistem Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi
•
Laporan-laporan: laporan bulanan, laporan monev triwulan, laporan 6 bulanan, laporan tahunan, laporan lima tahunan, LPJP
•
Musrenbangnas dan Integrasi kelembagaan dan program KP ke dalam RPJMN 2010-2014
24
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
BAGIAN KEEMPAT
Komitmen Anti Korupsi dan Realisasi Anggaran 2009
Total dana penerimaan komnas perempuan selama 2009 baik dari dana hibah maupun APBN sebesar: Rp 14.194.300.596,Dana serapan Tahun 2009 APBN DONOR 6,879,089,401 (75 %) HIVOS 842,760,000 IALDF 667,047,723 Norway 2,367,324,569 NZ 400,000,000 WWHR 49,275,000 AUSAID 1,845,975,000 DAWN 35,745,000 MRP 275,000,000 UNFPA 460,593,100 SWISS EMBASSY 371,490,803 7,315,211,195 6,879,089,401 315,211,195
Audit laporan keuangan oleh Kantor Akuntan Publik, Achmad, Rasyid, Hisbullah dan Jerry, registered Public Accountants, dengan hasil Wajar Tanpa Persyaratan (WTP). Sedangkan hasil audit BPK: hasilnya wajar tanpa pengecualian.
25
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
BAGIAN KELIMA
Penutup
D
engan meningkatnya data kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2009, sebesar 263%, keberadaan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) semakin urgen, sebagai bentuk dari tanggung jawab negara untuk merespon persoalan kekerasan terhadap perempuan khususnya di Indonesia. Capaian-capaian Komnas Perempuan pada tahun 2009, yang paling berharga adalah pengakuan negara terhadap kekerasan masa lalu dan komitmen untuk tidak terulang lagi. Komitmen ini penting untuk ditindaklanjuti secara sistemik untuk memenuhi prinsip kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi korban khususnya. Karena sejarah adalah bagian dari tonggak peradaban kedepan. Selain itu Komnas Perempuan mencoba memastikan bahwa seluruh perundangan, peraturan maupun kebijakan bermuara pada spirit dasar HAM, menjunjung tinggi kemanusiaan, kesetaraan, keadilan dan keberagaman. Proses untuk memberi masukan untuk reformasi hukum dan kebijakan ini tentu berbasis pada pemantauan, kajian dan hasil persentuhan dengan para korban maupun jejaring strategis Komnas Perempuan dengan elemen negara maupun masyarakat sipil. Keberadaan Komnas Perempuan juga membuktikan diri sebagai source of knowledge, karena berdasarkan sumber data-data empirik yang bertalian dengan isu kekerasan terhadap perempuan, tetapi juga dihitung sebagai lembaga penting untuk dimintai pertimbangan atau dilibatkan dalam penyusunan kebijakankebijakan yang relevan dengan mandat Komnas Perempuan. Keberadaan Komnas Perempuan justru perlu dipertahankan dan didukung. Relevansi Komnas Perempuan saat ini ditunjukkan dengan harapan dari berbagai pihak, termasuk media agar Komnas Perempuan menjadi lebih responsif. Capaian utama lainnya dari kerja Komnas Perempuan pada tahun 2009 adalah juga semakin kuatnya jaringan kerja baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Hal ini tercermin dari apresiasi dari jaringan regional maupun internasional tentang urgensi, keunikan, serta kerja-kerja nyata Komnas Perempuan sebagai institusi nasional untuk HAM (NHRI; National Human Right Institution) dalam mengupayakan pemulihan hak perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM lainnya. Keberadaan NHRI, senyatanya, berperan penting dalam merawat demokrasi dan mengukuhkan komitmen negara untuk penegakan HAM. Ke depan, Komnas Perempuan diharapkan dapat terus memainkan peran strategisnya itu. Komnas Perempuan terus memajukan pemahaman publik tentang berbagai bentuk kekerasan berbasis jender, pencegahan dan penangannya; meningkatkan kapasitas penyelenggara negara dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk dengan mengembangkan standard setting bagi perumusan dan pengawasan kebijakan-kebijakan strategis anti kekerasan terhadap perempuan, memperkuat kemampuan masyarakat dalam melakukan pemantauan dan advokasi HAM, serta memperkuat kelembangaannya dan membangun jaringanjaringan strategis sebagai medium untuk berbagi kerja, bersinergi maupun berkonsultasi.
26
Laporan Tahunan Kepada Presiden Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2009
DAFTAR LAMPIRAN
i.
Daftar Cetakan Komnas Perempuan Tahun 2009
ii.
Struktur Kepengurusan Komisioner 2010-1014 Komnas Perempuan
iii.
Renstra 2010-2014.
iv.
Rencana Kerja 2010.
v.
Daftar Media Cetak dan Online yang meliput Komnas Perempuan tahun 2009
vi.
Photo-photo kegiatan Komnas Perempuan.
27
Lampiran 1
Buku Publikasi Komnas Perempuan Tahun 2009
1. Hukum Pidana Internasional dan Perempuan, seri 1-4 (2009) 2. Atas nama otonomi daerah: Pelembagaan diskriminasi dalam tatanan negara-Bangsa Indonesia, (2009) 3. Memecah kebisuan: Agama mendengar suara perempuan korban kekerasan demi keadilan, perspektif Muhammadiyah, Katolik, Protestan dan Nahdlatul Ulama, (2009) 4. Leaflet: 14 rumpun hak Konstitusional perempuan, (2009) 5. Instrumen Pemantauan HAM Pekerja Migran, (2009) 6. Kita bersikap, empat dasawarsa kekerasan terhadap perempuan dalam perjalanan berbangsa, (2009)
28
Lampiran 2
Struktur Komisioner Periode 2010-1014
Proses pemilihan Komisioner baru periode 2010 – 2014 dimulai semenjak bulan Mei 2009, dengan dibukanya pendaftaran secara umum dan disahkan melalui rapat paripurna 4 November 2009. Komisioner baru yang berjumlah 15 orang mulai efektif bekerja pada bulan Januari 2010. Periode awal kepengurusan Komisioner Komnas Perempuan, memilih pimpinan sementara yang disebut Tim Tujuh (7) sebagai Pimpinan Sementara dan sekaligus sebagai periode pra-kondisi sebelum dipilihnya Pimpinan yang baru. Paripurna bulan Maret 2010 kemudian memilih dan memutuskan Pimpinan dan kepengurusan baru dengan struktur sebagai berikut:
PIMPINAN: Ketua: Yuniyanti Chuzaifah Wakil Ketua: Desti Murdjana Wakil Ketua: Masruchah
KETUA DAN ANGGOTA SUB KOMISI DIVISI/GUGUS KERJA Reformasi Hukum dan Kebijakan: Ketua: Kunthi Tridewiyanti Anggota: Ninik Rahayu, Tumbu Saraswati
Pemantauan: Ketua: Arimbi Heroepoetri Anggota: Saur Tumiur Situmorang, Yustina Rostiawati
Pemulihan: Ketua: Sri Nurherawati Anggota: Ninik Rahayu, Sylvana Maria Apituley
Penelitian dan Pengembangan: Ketua: Yustina Rostiawati Anggota: Husein Muhammad, Neng Dara Affiah
Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat: Ketua: Andy Yentriyani Anggota: Neng Dara Affiah, Arimbi Heroepoetri
29
Gugus Kerja Pekerja Migran: Ketua: Agustinus Supriyanto Anggota: Sri Nurherwati, Tumbu Saraswati
Gugus Kerja Papua: Ketua: Sylvana Maria Apituley Anggota: Agustinus Supriyanto, Saur Tumiur Situmorang
Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi Hukum Nasional: Ketua: Husein Muhammad Anggota: Andy Yentriyani, Kunthi Tridewiyanti.
30
Lampiran 3
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
RENCANA STRATEGIS 2010 - 2014
31
PENGANTAR
Perumusan Rencana Strategis 2010-214 adalah upaya untuk memberikan landasan dan arah bagi kerja Komnas Perempuan yang secara umum menjadi indikator capaian kerja untuk periode 5 tahun mendatang. Rencana Strategis ini disusun berdasarkan analisa capaian yang telah dilakukan Komnas Perempuan sejak tahun 1998 dan analisa terhadap kondisi kekerasan dan pelanggaran hak-hak Perempuan. Proses ����������������������������������������������� pembahasannya dilakukan secara intensif yang ������������������ diikuti oleh seluruh Komsioner dan Badan Pekerja Komnas Perempuan. Renstra ini menjadi dokumen yang harapannya menjadi pegangan bagi Komnas Perempuan dan sekaligus referensi bagi para mitra Komnas Perempuan dalam melakukan berbagai kerja sama yang sinergi dan kerja-kerja lainnya yang saling melengkapi dalam upaya pemenuhan hak-hak perempuan dan penghapusan segala bentuk kekerasan yang berbasis gender.
32
I. LATAR BELAKANG
sangat diharapkan dapat menguatkan gerakan penghapusan segalai bentuk kekerasan terhada perempuan, Komnas Perempuan memberikan perhatian utama pada peletakan dasar sebuah insitusi yang unik dan baru di Indonesia yang belum memiliki preseden sebelumnya bahkan di tingkat internasional. Komnas perempuan menetapkan strategi dalam program-programnya untuk melakukan i) pemetaan kekerasan, termasuk di wilayah konflik; 2) reformasi kebijakan dan sektor judicial; 3) fasilitasi pembentukan mekanisme pelayanan untuk korban; 4) perlindungan kepada kelompok rentang (TKW); dan penyadaran publik.
Komnas Perempuan, lembaga negarea independen khusus sebagai mekanisme HAM perempuan merupakan anak dari reformasi. Komnas Perempuan telah melampau 10 tahun keberadaaannya. Pasca 10 tahun menjadi penting bagi Komnas Perempuan untuk menganalisa berbagai kondisi di tingkat internal dan eksternal dan kemudian meletakkan arah dan tujuan ke depan guna mengisi reformasi yang memberi dampak pada pemenuhan hak perempuan sebagai hak asasi manusia dan penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Pada periode selanjutnya (2002-2006), Komnas perempuan menentukan fokusnya pada kejahatan terhadap kemanusian berbasis jender, baik yang terjadi di ranah publik maupun privat, dalam situasi konflik bersenjata maupun situasi damai. Pilihan ini didasarkan pada berbagai pertimbangan bahwa wilayah kerja Komnas Perempuan bersifat sistemik dan sistematis, baik dalam pola kekerasan maupun pendekatan penanganannya. Komnas Perempuan memberi penekanan khusus kepada faktor tanggung jawab Negara. Untuk itu, Komnas Perempuan merumuskan lima tujuan strategis:
Komnas Perempuan senantiasa melakukan refleksi terhadap peran strategis yang dimainkannya melalui berbagai mekanisme yang dikembangkan. Proses penyusunan rencana strategis, mekanisme mengundang pihak independen untuk melakukan evaluasi terhadap Komnas Perempuan dan pertanggungjawaban hasil-hasil kerja kepada publik, merupakan bagian dari upaya untuk menjadikan Komnas Perempuan lembaga yang reflektif terhadap kebutuhan pemenuhan hak-hak perempuan. Hal ini diharapkan menjadi proses siklus refleksi yang berkelanjutan bagi Komnas Perempuan.
1. Terjadinya perubahan nilai-nilai dalam masyarakat yang dapat mendorong pemahaman akan hak-hak sebagai korban dan kewajiban pemenuhan hak korban oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab
Komnas Perempuan lahir karena desakan yang kuat dari gerakan perempuan agar pemerintah merespon kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan etnis cina dan berbagai bentuk kekerasan lainnya. Sejak berdiri sejak tahun 1998 melalui Keputusan Presiden No. 181/1998 Komnas Perempuan merupakan komisi yang independen dengan mandat:
2. Terungkap, terpantau dan terpublikasinya peristiwa kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM di Indonesia sebagai pelanggaran HAM di Indonesia secara terus menerus serta pemenuhan tanggungjawab Negara dalam peristiwa kekerasan terhadap perempuan tersebut.
1. Menyebarluaskan pemahaman tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; 2. Mengembangkan kondisi yang kondusif untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hakhak asasi perempuan. 3. Meningkatkna upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hakhak asasi perempuan.
3. Terbangunnya konsep, perangkat hukum dan kebijakan Negara yang mendukung terciptanya kondisi yang kondusif bagi penghentian impunitas terhadap segala bentuk tindak
Pada periode 1998-2001, sebagai institusi yang
Evaluasi Ekternal Komnas Perempuan 2002-2006.
33
Report of External Review of Komnas Perempuan, 2001 Redefinisi dan Restrukturisasi Komnas Perempuan, Naskah Awal, Laporan Pertanggungjawaban Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Oktober 2002. Rencana Strategis 2002-2005, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Januari 2002.
kejahatan terhadap berbasis jender.
kemanusiaan
yang
diperkuat secara berkelanjutan. KP juga dirasa penting untuk menata organisasi di tingkat internal sebagai institusi yang mengembangkan mekanisme HAM nasional.
4. Tersedianya sistem, mekanisme, kebijakan dan standar prosedur operasional pelayanan pemulihan yang holistic bagi perempuan korban kekerasan yang dapat digunakan oleh penyedia layanan baik oleh pemerintah, maupun masyarakat di daerah konflik dan non konflik.
Di samping itu, adanya pembaharuan kebijakan yang menjadi landasan pembentukan KP yakni adanya Penpres 65/2005 juga menjadi dasar untuk mengkaji ulang tujuan dan peran strategis KP. Penpres tersebut memberikan mandat KP untuk :
5. Terbentuknya struktur organisasi, kepengurusan dan kepemimpinan yang akuntabel, serta sistem manajemen yang efektif, efisien dan responsive terhadap tuntuntan publik.
1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
Komnas Perempuan menetapkan peran dan fungsinya sebagai pusat data, negosiator atau medaiator antara korban-pendamping dan Negara, inisiator reformasi hukum dan kebijakan dan pemantau dan pelapor KTP berbasis gender dan fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan baik lokal maupun internasional. Pada periode 2007-2009, kembali Komnas Perempuan merefleksikan ulang tujuan dan peran strategisnya. Adanya evaluasi ekternal tahun 2006 menjadi referensi yang kuat untuk melakukan hal tersebut disamping bergantinya anggota komisioner dimana sebagian besar adalah komisioner baru yang memberikan warna dalam pengambilan putusan strategis di KP. Walaupun Komnas perempuan telah dinilai memainkan peran strategisnya di tingkat nasional maupun lokal, dirasa penting untuk memperkuat perannya sebagai inisator penyusunan dan pembaharuan kebijakan guna mempengaruhi proses penyusunan dan pembaharuan hukum dan kebijakan Negara. Untuk itu Komnas Perempuan perlu mengembangan strategi advokasi legislasi dimana peran lobi menjadi sangat penting dilakukan di tingkat lembaga Negara. Disamping itu, KP dirasa perlu terus mengembangakan konsep, sistem dan mekanisme pemantauan KTP dan pelanggaran HAM perempuan, dengan memperhatikan perkembangan dan perubahan sosial, disamping hasil pemantauan dan analisa KP terhadap kekerasan perlu didistribusikan dan disosialisasikan terutama bagi mereka yang berkontribusi menyumbang data. Perkembangan jejaring multi stakeholder yang tidak saja bertumpu pada organisasi non pemerintah, melainkan juga institusi pemerintah pun perlu
2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan bagi hak-hak asasi perempuan 3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian dan pendokumentasian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan. 4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. 5. Mengembangkan kerjasama regional dan internasional guna meningkatkan upayaupaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan. Setelah melakukan analisa bersama, KP menetapkan tujuan strategis 2007-2009 sebagai berikut:
34
Evaluasi Eksternal Komnas Perempuan 2002-2006. Rencana Strategis 2007-2009, Komnas Perempuan, Maret 2007.
1. Meningkatnya upaya negara untuk memenuhi tanggung jawabnya atas penegakan hak-hak asasi perempuan dan penanganan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, meliputi penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan, mekanisme pengungkapan dan penyelesaian kasus, serta perubahan perilaku aparat negara agar tanggap terhadap kebutuhan dan hakhak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Peran yang dimainkan oleh Komnas Perempuan adalah menjadi resource centre; negosiator dan mediator; inisiator dalam mendorong perubahan serta perumusan kebijakan, pemantau dan pelapor; dan menjadi fasilitator pengembangan dan pengautan jaringan; di tingkat lokal, nasional dan internasional. Mendekati akhir periode 2009, Komnas Perempuan memutuskan untuk menyusun Rencana Strategis selama 5 tahun ke depan 2010-2014. Pilihan perubahan jangka waktu ini didasarkan pada pertimbangan untuk menyesuaikan periode Komisioner era mendatang yang akan menjalankan fungsinya selama 5 tahun disamping periode waktu perencanaan jangka pendek Negara yang berusia 5 tahun kepemimpinan pemerintahan di Indonesia. Keberlanjutan program dari periode sebelumnya dan mobilisasi sumber daya perlu dipersiapkan untuk periode mendatang sehingga perencanaan awal dalam bentuk rencana strategis menjadi prioritas.
2. Terbukanya peluang yang lebih besar bagi perempuan korban, kelompok rentan kekerasan dan pembela hak-hak perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengakses hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. 3. Meluas dan menguatnya penyikapan oleh masyarakat, khususnya kelompok-kelompok sosial masyarakat yang berpengaruh pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan dalam menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Proses penyusunan rencana strategis 2010-2014 dilakukan dengan melakukan analisa eksternal dan internal termasuk mempertimbangkan segala rekomendasi dari berbagai pihak di dalam dan di luar KP dalam berbagai even yang digelar termasuk review yang dilakukan oleh UN terhadap Komnas Perempuan 2008. Momen 10 tahun keberadaan Komnas Perempuan menjadi periode kunci untuk melakukan refleksi ke depan. Berbagai workshop dan rapat-rapat telah digelar untuk memfinalisasi rencana strategis ini dengan harapan hasil yang maksimal yakni adanya perencanaan yang matang untuk menetapkan landasan ke depan.
4. Terbangunnya mekanisme komunikasi dan kerjasama sinergis lintas institusi secara efektif dan berkelanjutan antar kekuatan-kekuatan masyarakat dan negara untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. 5. Kokohnya Komnas Perempuan sebagai komisi nasional yang independen, efektif, terpercaya, dan akuntabel.
35
Pelayanan Khusus yang belum menjadi bagian dari struktur Polri), 42 Pusat Pelayanan Terpadu di rumah-rumah sakit, 23 Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan 41 women’s crisis center (WCC) di berbagai daerah.
II. ANALISIS EKSTERNAL Analisis ekternal ini akan melihat peluang dan tantangan yang terhadap kondisi kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak Asasi Perempuan sebagai hak Asasi Manusia. Dalam perkembangan terkini kekerasan terhadap perempuan sangat penting sebagai sebuah ukuran kemajuan pemenuhan HAM. Kekerasan berbasis gender telah diakui sebagai bagian dari pelanggaran HAM. Berbagai peluang telah sebagai wujud dari capaian gerakan meluas penghapusan kekerasan terhadap perempuan patut diidentifikasi disamping tantangantantangan yang juga menjadi penting untuk disoroti dan di hadapi dalam rangka pemenuhan secara efektif hak-hak perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM, khususnya di Indonesia. Analisis terhadap peluang dan tantangan tersebut menjadi dasar KP untuk memilih isu-isu strategis pada periode 20102014.
Pelaksanaan dari perangkat kebijakan ini merupakan tantangan yang perlu segera dijawab; pertama, peningkatan ketersediaan SDM yang kompeten untuk memberi layanan yang memenuhi hak-hak korban; kedua, sinergitas antara layanan yang diberikan oleh kelompok masyarakat dan yang disediakan oleh pemerintah; ketiga, pembenahan cara pandang penegak hukum yang masih bias mengintepretasikan kebijakan yang ada dan enggan untuk menerapkan kebijakan yang melindungi perempuan korban; keempat, pengalokasian anggaran Negara untuk pemberian layanan pada korban yang cenderung minim. Kelima; perluasan munculnya kebijkan baru tentang penanganan kasus kekerasan disamping penanganan kasus KDRT. Keenam, penguatan wacana kekerasan dan langkah-langkah pro aktif lainnya untuk persoalan kekerasan di wilayah lain dan tidak terbatas pada persoalan KDRT. Ketujuh, masih adanya kebijakan-kebijakan di tingkat nasional yang saling kontradiksi dan menjadi peluang bagi tidak efektifnya perlindungan terhadap perempuan korban dan pemenuhan HAM perempuan. Contohnya adalah kebijakan tentang perkawinan yang diskriminatif dan bertentangan dengan berbagai pengaturan di tingkat nasional dan internasional yang menjamin hak-hak perempuan, KUHP dan KUHAP yang masih belum direvisi dan cenderung sangat lemah memberi perlindungan bagi perempuan korban kekerasan di wilayah publik.
Konsistensi antara Kebijakan dan Implementasi dalam Pemenuhan Hak Korban Setelah melampui 10 tahun reformasi berjalan, telah terjadi perkembangan yang signifikan terhadap kebijakan-kebijakan di Indonesia dalam konteks penegakan Hak-hak perempuan termasuk penanganan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, baik di tingkat nasional maupun lokal. Setidaknya ada 38 kebijakan telah dihasilkan berupa: 15 kebijakan di tingkat nasional yang antara lain UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Kewarganegaraan, UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU Anti Trafiking Orang dan UU Penghapusan Diskriminasi dan Rasial; 20 kebijakan di tingkat daerah terkait dengan penanganan dan penghapusan kekerasan dan 3 kebijakan di tingkat regional ASEAN dimana Indonesia berperan aktif dalam penyusunannya. Kebijakan-kebijakan tersebut diikuti dengan perkembangan dan munculnya lembaga-lembaga yang menangani kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 235 lembaga baru – dari Aceh hingga Papua – telah didirikan oleh masyarakat dan negara untuk menangani kekerasan terhadap perempuan: Komnas Perempuan di tingkat nasional, 129 Unit Pelayanan bagi Perempuan dan Anak di Polres (yang sebelumnya adalah Ruang
Keterlibatan publik dalam Upaya Penghapusan KTP dan Pemenuhan HAM Perempuan Kesadaran korban dan publik dalam rangka
36
Isu KDRT menjadi isu yang penting karena selama ini begitu banyak mitos tentang wilayah rumah tangga adalah wilayah privat sehingga banyak korban tidak berani mengungkapkan kasusnya dan kemudian mitos-mitos ini dilegitimasi oleh berbagai kebijakan sebelumnya yang juga menghalangi perempuan mendapat haknya atas keadilan. Dengan adanya UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, mitos-mitos tersebut telah bongkar. Catatan KTP Tahun 2008, Komnas Perempuan Maret 2009
Kelima, Pengembangan wacana kekerasan yang komperhensif dan keterhubungan dengan berbagai isu, ketersediaan data dan referensi berbagai pengalaman perempuan korban dan pendamping, proses penguatan pemahaman para aktivis perempuan masih penting untuk dikuatkan.
mencari bantuan terhadap kekerasan yang dialami korban dirasa semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga-lembaga yang memberi layanan terhadap perempuan. Pada tahun 2008 tercatat 54.425 k asus kekerasan terhadap perempuan (KTP) yang ditangani oleh lebih dari 200 lembaga, termasuk institusi penegak hukum, rumah sakit dan organisasi masyarakat pengada layanan. Angka kasus KTP yang ditangani meningkat secara konsisten, dari 7.787 kasus pada tahun 2003.
Politik Identitas dan Pelanggaran Konstitusi Politik identitas cenderung menguat—sebagai sebuah politik pencitraan yang mengatas namakan demokrasi formal dan prosedural yang abai terhadap perlindungan substantif dan cenderung melanggengkan praktik penyalahgunaan kewenangan atas nama suara mayoritas dan mengancam konstitusi. Politik ini mengaburkan batas antara negara dan agama/ moralitas, menggunakan perempuan sebagai symbol untuk mengontrol dan melakukan kriminalisasi melalui kebijakan-kebijakan Negara dan lembaga Negara. Hal ini ditandai dengan hadirnya 154 kebijakan daerah yang diterbitkan di tingkat provinsi (19 kebijakan), tingkat kabupaten/kota (134 kebijakan) dan di tingkat desa (1 kebijakan) antara tahun 1999 hingga 2009 dimana, sebanyak 64 dari 154 kebijakan daerah tersebut secara langsung diskriminatif terhadap perempuan melalui pembatasan hak kemerdekaan berekspresi (21 kebijakan yang mengatur cara berpakaian), pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum karena mengkriminalisasi perempuan (38 kebijakan tentang pemberantasan prostitusi dan 1 kebijakan tentang larangan khalwat), dan pengabaian hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan (4 kebijakan tentang buruh migran). Selebihnya, 82 kebijakan daerah mengatur tentang agama yang sesungguhnya merupakan kewenangan pusat dan telah berdampak pada pembatasan kebebasan tiap warga negara untuk beribadat menurut keyakinannya dan mengakibatkan pengucilan kelompok minoritas. Sembilan kebijakan lainnya merupakan pembatasan atas kebebasan memeluk agama bagi kelompok Ahmadiyah. 10
Namun demikian, beberapa tantangan teridentifikasi: pertama; respon dan pelayanan lembaga-lembaga layanan terhadap pengaduan dari korban yang lebih sesuai dengan kebutuhan korban mengingat keterbukaan korban untuk melaporkan kasusnya seringkali tidak diimbangi dengan kesiapan lembaga pemberi layanan.; Kedua, masih menguatnya budaya di masyarakat yang melemahkan dan melanggengkan kekerasan terhadap perempuan. Semakin banyak tokoh agama/organisasi keagamaan yang baru muncul, misalnya: FPI, Hizbut Tahrir, yang mengatasnamakan nilai-nilai agama untuk melemahkan hak-hak perempuan dan melanggengkan kekerasan. Ketiga, masih minimnya keterlibatan para tokoh masyarakat dan agama yang dianggap mempunyai peran strategis dan menjadi garda depan para perempuan korban mencari pertolongan awal. Para �������������������������� tokoh masyarakat dan agama dapat menjadi pelemah bagi korban untuk mendapatkan keadilan. Keempat, rendahnya keberlanjutan kerja-kerja NGO yang bergantung pada donor, sementara mekanisme pendanaan dan support terhadap pelayanan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat oleh Negara masih belum tersedia.
Keretanan Perempuan terhadap Kekerasan Eknomi dan Kekerasan Seksual : Di Rumah, Institusi Pendidikan dan Lembaga Negara, Catatan KTP Tahun 2008, Komnas Perempuan Maret 2009 Pelonjakan kasus-kasus yang ditangani bisa jadi merupakan implikasi positif terhadap pengesahan UU Penghapusan KDRT pada tahun 2004 disamping mulai adanya keterbukaan informasi dari instansi-instansi hukum seperti Peradilan Agama yang bersedia menyampaikan laporannya kepada Komnas Perempuan.
Mekanisme nasional belum memadai untuk menjaga konsistensi kebijakan-kebijakan tersebut dengan kebijakan yang pro pada perlindungan
10
37
Laporan Hasil Pemantauan PKHN, 2009
hak-hak perempuan yang sudah termaktup dalam konstitusi maupun produk-produk hukum nasional lainnya. Penguatan masyarakat untuk memantau berbagai proses pembuatan kebijakan di tingkat nasional dan daerah menjadi penting disamping pengutan pengetahuan para pembuat kebijakan di tingkat nasional dan daerah terhadap hak-hak perempuan dan proses pengintegrasiannya terhadap kebijakan yang sedang disusun.
alat penyelesaian krisis ekonomi. Kekerasan dalam proses migrasi dilegitmasi pula oleh cara pandang pemerintah baik di tingkat nasional dan daerah yang mengkomoditikan perempuan sebagai tenaga kerja di luar negeri. Pemerintah nasional membuat target-target jumlah pengiriman TKW ke luar negeri tanpa diikuti dengan membangun mekanisme perlindungan. Keluarga bertumpu pada pengorbanan perempuan untuk menyelamatkan ekonomi keluarga. Masyarakat ,mengambil manfaat dari proses migrasi yang tidak aman.
Pemiskinan dan Migrasi Perempuan Krisis ekonomi semakin membuka peluang pada terjadinya pemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan, misalnya, meningkatnya migrasi, perdagangan perempuan, prostitusi dan kelompok rentan lainnya. Sementara itu, dalam banyak wilayah perempuan tercerabut haknya atas sumber daya alam.
- Pola kepemimpinan yang kurang mandiri, tergantung pada luar negeri: yang selama ini menumpuk hutang, termasuk standarisasi perdagangan internasional. Pengakuan terhadap Hak-hak Perempuan Korban, Pendamping dan Perempuan Pembela HAM pada kasus Pelanggaran HAM masa lalu, Perempuan Korban Konflik dan kasus lainnya
Kemiskinan dan pemiskinan terhadap perempuan dipengaruhi banyak faktor : - Arah pembangunan yang selama ini kurang partisipatif dan cenderung meminggirkan perempuan dalam proses-proses pengambilan keputusan. Peminggiran perempuan dari proses pengambilan keputusan tidak saja di level negara, tapi juga dalam level mikro (keluarga) dan di masyarakat. Dalam proses demikian, perempuan kehilangan haknya, baik dalam kepemilikan dan pengelolaan properti dan sumber daya (alam).
Meskipun di sisi lain, kebijakan Negara telah mulai responsif terhadap para korban kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, namun kperempuan korban kekerasan dalam konteks konflik dan pelanggaran HAM masa lalu belum menjadi perhatian. Upaya untuk mendukung pemulihan korban secara komprehensif, untuk membantu mereka keluar dari jeratan pemiskinan, bahkan untuk mengetahui kebenaran apa yang sebenarnya terjadi, masih terlalu kecil dan cenderung diabaikan.
- Tak adanya kebijakan yang mengintervensi bagaimana menyelesaikan keterbatasan dan kemusnahan SDA. Persoalan SDA belum dianggap penting oleh banyak pihak terutama negara. Sementara keterbatasan dan kemusnahan SDA di satu tempat dan wilayah telah mendorong perempuan untuk bermigrasi dari satu wilayah ke wilayah dan bahkan negara lain. Proses migrasi ini rentan dengan ekploitasi, kekerasan dan perdagangan perempuan. Lemahnya mekanisme perlindungan dan penanganan bagi perempuan yang bermigrasi yang menjadi korban ekploitasi, kekerasan dan perdaganganan menjadikan siklus kekerasan yang massif dan sistematis.
Komnas Perempuan telah melakukan pengumpulan data dan berperan sebagai lembaga negara yang mengakui adanya pelanggaran HAM di masa lalu dalam beberapa kasus yang terjadi seperti, korban 65, poso, Mei 98, termasuk persitiwa semanggi 1 dan 2. Namun, tindak lanjut yang dilakukan pemerintah terkait pelaporan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan keinginan korban. Belum ada mekanisme yang dibangun pemimpin bangsa ini untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang pelanggaran HAM. Belum tersedia dukungan untuk korban melanjutkan kehidupannya. Ada kencenderungan apa yang dialami korban hanya dianggap sebagai fenomena sosial.
- Cara pandang bahwa perempuan sebagai
38
Pengakuan terhadap keberadaan pendamping korban dan perempuan pembela HAM serta kerentanan yang dialami masih lemah. Dalam banyak peristiwa pendamping korban sering mengalami kekerasan dan stigma-stigma akibat dari aktivitasnya membantu perempuan korban. Hanya saja hukum belum mengakui keberadaan mereka. Sistem peradilan belum mengakui pendamping korban untuk bisa berperan dalam proses peradilan.
daerah dan nasional penting dilakukan pada bidang-bidang mainstream yang berdampak kepada penghidupan langsung perempuan, khususnya permepuan korban dan tidak hanya pada bidang spesifik pemberdayaan perempuan. Perlindungan terhadap kelompok-kelompok rentan diskriminasi berlapis Komnas Perempuan telah melakukan pemantauan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM (perkosaan) yang dialami oleh perempuan etnis China pada kerusuhan Mei, perempuan Ahmadiyah yang mengalami diskriminasi berlapis karena menganut kepercayaan yang dianggap sesat. Komnas Perempuan telah pula menerima pengaduan tentang kekerasan yang dialami oleh aktivis yang memiliki orientasi seksual berbeda. Komnas Perempuan melihat bahwa ada banyak perempuan dari kelompok rentan yang mengalami kekerasan berlapis yang masih belum terpenuhi bahkan terlanggar hak-hak secara berulang karena status sosial, kondisi fisik, pilihan seksual, profesi dan keyakinannya. Komnas perempuan perlu mendorong pemenuhan HAP kelompok perempuan marjinal berlapis (penyandang cacat, LGBT, penyanyi hiburan, PSK, perempuan petani, perempuan di komunitas adat, buruh perempuan, migran pekerja rumah tangga dan tidak berdokumen)
Penyebaran dan Integrasi Pengetahuan HAM dan KTP dalam bidang pendidikan dan pemerintahan Dari berbagai kebijakan Negara yang diskriminatif yang muncul di tingkat nasional dan daerah maupun implementasinya, Komnas Perempua menganalisa bahwa belum adanya transformasi pengetahuan HAM, jender dan KTP sebagai disiplin ilmu dalam institusi pendidikan dan institusi pemerintah. RANHAM 2005-2009 telah mensyaratkan adanya berbagai pelatihan tentang HAM diselenggarakan di berbagai level pemerintahan. Komnas Perempuan telah menyusun pula kurikulum HAM berperspektif Jender. Strategi penyebarluasan yang lebih efektif penting untuk dipikirkan menyasar pada bidang pendidikan di tingkat dasar, menengah dan atas. Strategi penyebarluasan pada pemerintah di ditingkat
39
III. VISI MISI DAN NILAI DASAR
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.
Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (selanjutnya: Komnas Perempuan) adalah mekanisme nasional untuk penegakan Hak Asasi Manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan lahir dari adanya desakan dari gerakan perempuan agar Negara bertanggungjawab terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan selama konflik dan kerusuhan Mei 1998. Presiden Habibie meresmikan pembentukan Komnas Perempuan melalui Keppres Nomor 181 tahun 1998, yang kemudian diubah dengan Perpres Nomor 65 tahun 2005
5. Mengembangkan kerjasama regional dan internasional guna meningkatkan upayaupaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan penegakan dan pemajuan hak asasi perempuan. Selain Perpers diatas, Komnas Perempuan juga bersandar kepada Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, Deklarasi Internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Prinsip-prinsip Paris.
Sesuai Perpers Nomor 65 tahun 2005 tujuan berdirinya Komnas Perempuan adalah: 1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia
Untuk melaksanakan misinya secara efektif, Komnas Perempuan memposisikan diri sebagai mitra kritis dari pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya, dengan tujuan mendorong agar lembaga-lembaga Negara tersebut senantiasa menjalankan tanggung jawabnya untuk mencegah dan menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hakhak asasi perempuan Perpers Nomor 65 tahun 2005 memberi Komnas Perempuan mandat untuk:
Sebagai bagian dari gerakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan bekerja untuk kepentingan para perempuan korban kekerasan, kelompok rentan kekerasan, dan pembela hak-hak perempuan. Baik perempuan Indonesia, perempuan Indonesia yang tinggal dan bekerja di luar negeri, maupun perempuan asing yang hidup di Indonesia. Secara khusus, konstituen Komnas Perempuan adalah perempuan korban dan perempuan yang berpotensi menjadi korban yang semuanya telah mengorganisir diri untuk memperjuangkan hakhaknya di wilayah hukum Indonesia.
1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan 2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku serta berbagai instrument internasional yang relevan bagi perlindungan bagi hak-hak asasi perempuan 3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan.
Komnas Perempuan meyakini bahwa hak asasi manusia dan kebebasan mendasar adalah hak setiap orang tanpa kecuali yang tidak dapat dilanggar oleh siapapun dengan alas an apapun. Sesuai dengan Deklarasi Wina 1993, kekerasan terhadap perempuan bertentangan dengan martabat dan nilai kemanusiaan sehingga merupakan pelanggaran atas hak-hak dasar manusia. Dengan demikian, maka visi Komnas Perempuan adalah:
4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislative, dan yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hokum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan
40
Terciptanya tatanan, relasi sosial dan pola perilaku yang kondusif untuk mewujudkan kehidupan yang menghargai keberagaman dan bebas dari rasa takut, tindakan atau ancaman kekerasan dan diskriminasi sehingga kaum perempuan dapat menikmati hak asasinya sebagai manusia.
yang mempunyai wilayah kerja atau jurisdiksi yang sejenis untuk pemenuhan tanggungjawab Negara dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan 4. Mengembangkan system pemantauan, pendokumentasian dan evaluasi atas fakta kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan atas kinerja lembaga-lembaga Negara serta masyarakat dalam upaya pemenuhan hak perempuan, khususnya korban kekerasan.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Komnas Perempuan menjalankan misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan tehadap perempuan dan mendorong pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan dalam berbagai dimensi, termasuk hak ekonomi, sosial, politik, budaya yang berpijak pada prinsip hak atas integritas diri.
5. Memelopori dan mendorong kajian-kajian yang mendukung terpenuhinya mandat Komnas Perempuan. 6. Memperkuat jaringan dan solidaritas antar komunitas korban, pejuang hak-hak asasi manusia, khususnya di tingkat local, nasional, dan Internasional.
2. Meningkatkan kesadaran publik bahwa hakhak perempuan adalah hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia
7. Menguatkan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai Komisi Nasional yang Independen, demokratis, efektif, efisien, akuntabel, dan responsive terhadap penegakan hak asasi perempuan.
3. Mendorong penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang kondusif serta membangun sinergi dengan lembaga pemerintah dan lembaga public lain
41
Dalam menjalankan organisasi dan kegiatannya, Komnas Perempuan berpegang pada sejumlah nilai dasar. Nilai dasar ini merupakan pedoman rumusan visi, misi dan tujuan organisasi, sebagai berikut: Nilai
Makna
Kemanusiaan
Bahwa setiap orang wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama tanpa kecuali, baik itu atas dasar jenis kelamin, ras, etnis, agama atau aliran kepercayaan, afiliasi politik, usia, status perkawinan dan status social-ekonomi lainnya, tempat tinggal, kebutuhan fisik atau mental yang berbeda, fungsi reproduksi maupun orientasi seksual.
Kesataraan dan keadilan jender
Bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dalam segala tatanan social, termasuk system dan budaya organisasi, yang sedang dibangun harus memastikan tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsiasumsi ketimpangan peran antara perempuan dan laki-laki
Keberagaman
Bahwa perbedaan atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan, budaya dan perbedaan lainnya, merupakan suatu hal yang harus dihargai, bahkan dirayakan; keberagaman merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi
Solidaritas
Bahwa solidaritas antara pihak-pihak yang mempunyai visi dan misi yang sama, termasuk aktivis dan korban, tingkat local, nasional, dan internasional, antara organisasi dari latar belakang yang berbeda harus diciptakan, dipelihara, dan dikembangkan.
Kemandirian
Bahwa kemandirian tercapai jika ada kebebasan dan kondisi yang kondusif lainnya bagi lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan penegakan hak-hak asasi perempuan tanpa tekanan dan kewajiban-kewajiban yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya
Akuntabilitas
Bahwa partisipasi, transparansi dan pertanggungjawaban kepada pemangku- kepentingan dan masyarakat luas merupakan kewajiban dari setiap institusi public yang harus dijalankan melalui mekanisme-mekanisme yang jelas dan lembaga
Anti kekerasan dan anti diskriminasi
Bahwa dalam berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak boleh terjadi tindak kekerasan atau diskriminasi terhadap pihak mana pun dan atas dasar apapun.
42
meningkatakan strategi untuk menjangkau dan memelihara jaringan secara berkesinambungan.
IV. ANALISIS INTERNAL Isu-isu terkait dengan kondisi internal KP adalah sebagai berikut;
Wacana tentang pentinnya Komnas Perempuan meningkatkan landasan hukum keberadaan Komnas Perempuan yakni yang awalnya berbentuk Perpres menjadi UU dengan alasan semakin memperkuat posisi Komnas Perempuan di hadapan lembaga pemerintah lainnya telah bergulir dan membutuhkan pembahasan yang lebih luas, tidak saja dalam internal KP.
1. Belum optimalnya landasan hukum Komnas Perempuan sebagai institusi nasional untuk hak asasi perempuan 2. Masih terbatasnya kelayakan dan keberlanjutan pendanaan Komnas Perempuan 3. Masih lemahnya system pengelolaan SDM bagi komisioner dan staf Komnas Perempuan untuk mendukung peran KP di tingkat nasional, regional dan internasional
Sepuluh tahun pertama, Komnas Perempuan memberikan perhatian besar pada pengembangan program-program Anti Kekerasan terhadap Perempuan serta mencoba meletakkan dasr terhadap kelembagaan dan pengelolaan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pada periode 2007-2009 Komnas Perempuan membentuk Dewan Kelembagaan untuk mempercepat proses penguatan institusi Kelembagaan. Komnas Perempuan telah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai sebuah aturan internal yang mendasar. Komnas Perempuan masih membutuhkan adanya kode etik Komisioner dan aturan-aturan kelembagaan operasional atau mekanisme pengelolaan institusi yang efektif. Komnas Perempuan masih perlu membenahi sistem keuangan, kesekretariatan, mekanisme koordinasi kerja dan PME.
4. Belum adanya mekanisme pemeliharaan relasi yang efektif antara Komnas Perempuan dengan lembaga-lembaga Negara lain yang relevan 5. Belum optimalnya system akuntabilitas public Komnas Perempuan Komnas perempuan merupakan lembaga yang berpengaruh sebagai pelindung dan penegak mekanisme hak asasi perempuan. Komnas perempuan juga merupakan model lembaga penegak hak asasi perempuan di tingkat regional dan internasional. Komnas Perempuan telah menghasilkan rekomendasi hasil dari proses kerja pemantauan yang komperhensif. Hanya saja, monitoring implementasi rekomendasi yang diberikan oleh KP kepada pihak terkait relaif masih lemah. Komnas Perempuan masih perlu meningkatkan strategi penyebarluasan hasil kerja KP kepada publik yang lebih luas dan sinergi terhadap lembaga Negara khususnya sesama mekanisme HAM (K HAM dan KPAI). Meski Komnas Perempuan telah mulai diakui di kalangan pemerintah (lembaga kepresidenan, MA, MK, Depsos, Deplu, Depdagri, Kepolisian RI dsb), sosialisasi keberadaan lembaga HAM independen masih perlu dilakukan khususnya dijajaran pemerintah.
Anggota Komisi Paripurna yang memiliki keberagaman disiplin ilmu, keahlian (expertise), latar belakang, serta jaringan sosial yang dimiliki. Sementara badan pekerja, memiliki semangat belajar yang tinggi untuk memenuhi tuntutan profesionalisme kerja dalam lingkungan Komnas Perempuan. Komnas Perempuan perlu memastikan agar komisioner memiliki komitmen waktu untuk bekerja secara full time. Disamping itu, pelatihan-pelatihan dan workshop-workshop peningkatan pengetahuan, wawasan dan kualitas SDM baik di tingkat komisioner dan badan pekerja masih perlu dilakukan seiring dengan penyusunan mekanisme penyediaan pendidikan bagi staf yang telah bekerja dalam periode tertentu.
Komnas Perempuan telah memiliki jaringan kerja yang luas baik di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional dan dari elemen yang beragam; pemerintah, aparat penegak hukum, LSM, organisasi profesi, organisasi massa, organisasi dan kelompok korban, dan kelompok budayawan dan agamawan. Komnas Perempuan masih perlu
Sejak periode-periode terakhir, Komnas Perempuan semakin ajeg dapat mengakses dana adanya APBN. Hal ini membuat ada keberlanjutan anggaran terhadap aktivitas-aktivitas rutin. Lembaga donor nasional dan internasional masih memberikan kepercayaan kepada Komnas
43
Perempuan, sehingga bersedia untuk mendanai progrm-program KP dan peka terhadap fleksibilitas pengelolaan program-program tertentu. Disisi lainnya, kurangnya pemahaman terhadap peraturan dan perundangan tentang keuangan negara dan entitas Komnas Perempuan
belum merupakan satuan kerja sendiri sehingga sangat tergantung pada Komnas HAM menjadikan Komnas Perempuan kurang optimal mengakses dana negara. Komnas Perempuan masih perlu mengupayakan dan mengelola perangkat pendukung kerja supaya lebih efektif.
44
dan akuntabel di tingkat nasional, regional dan internasional
V. ISU DAN TUJUAN STRATEGIS 1) Meningkatnya upaya Negara untuk memenuhi tanggung jawabnya atas penegakan hak-hak asasi perempuan dan penanganan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta akar masalahnya meliputi penyempurnaan dan harmonisasi peraturan perundangundangan dan kebijakan sesuai dengan standart konstitusional dan HAM internasional; penguatan mekanisme pencegahan, pengungkapan dan penyelesaian kasus termasuk pelanggaran HAM masa lalu; serta, perubahan perilaku aparat Negara agar tanggap terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Secara khusus, Komnas Perempuan merasa perlu untuk mendorong Negara agar memenuhi tanggungjawabnya dengan melakukan: 1. Penyempurnaan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang dirasa masih belum memenuhi rasa kedailan terhadap korban dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan 2. Menyusun kebijakan dan mekanisme pengungkapan dan penyelesaian kasus yang efektif dan melakukan sosialisasi dan pendidikan untuk mengubah perilaku aparat Negara agar tanggap terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan
2) Terbukanya peluang yang lebih besar bagi perempuan korban, kelompok rentan kekerasan dan diskriminasi berlapis, termasuk perempuan miskin, perempuan pekerja migran, perempuan dalam prostitusi, perempuan adat, perempuan pekerja rumah tangga, perempuan penyandang cacat, perempuan minoritas seksual dan agama; serta pembela hak asasi perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengakses hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan
3. Membangun pola kerja sama sinergis antar lembaga-lembaga Negara Komnas Perempuan melihat adanya kebutuhan mendesak untuk membangun kerja sama atas dasar critical engagement dengan kekuatankekuatan sosial yang berpengaruh besar terhadap kehidupan perempuan, seperti lembaga agama, organisasi massa non keagamaan, media massa dan generasi muda. Strategi yang dirancang ditujukan agar perempuan korban-korban kekerasan terhadap perempuan baik yang terjadi diranah domestik dan publik, didalam dan luar negeri, diwilayah konflik dan non konflik, akan mendapatkan kebenaran, keadilan dan pemulihan sesuai dengan hak asasinya sebagai manusia.
3) Meluas dan menguatnya penyikapan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan oleh masyarakat, khususnya kelompok-kelompok sosial masyarakat yang berpengaruh pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan, termasuk lembaga-lembaga agama, adat, dan budaya
Hal tersebut juga ditujukan untuk melindungi perempuan-perempuan yang rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi dan perempuan marginal lainya, sehingga ada pengakuan terhadap persoalan dan kepentingan mereka. Diharapkan pula agar masyarakat yang masih bungkam (silent majority) memiliki ruang untuk mengekspresikan keresahan dan membangun kekuatan dalam memperjuangkan HAM bagi masyarakat, disamping untuk pihak-pihak yang selama ini melakukan upaya pembelaan hak-hak perempuan.
4) Terbangunnya mekanisme komunikasi dan kerjasama sinergis lintas institusi secara efektif dan berkelanjutan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan khususnya antar kekuatan masyarakat, komunitas korban, dan Negara, baik ditingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. 5) Kokohnya Komnas Perempuan sebagai salah satu institusi nasional Hak asasi Manusia (National Human Rights Institution) yang independen, efektif, terpercaya, partisipatif,
45
1. Isu KTP dan HAM Perempuan teradopsi dan kurikulum dan menjadi bahan ajaran di berbagai jenjang pendidikan formal
VI. CAPAIAN DAN INDIKATORNYA 1. Meningkatnya upaya Negara untuk memenuhi tanggung jawabnya atas penegakan hak-hak asasi perempuan dan penanganan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta akar masalahnya meliputi penyempurnaan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan sesuai dengan standart konstitusional dan HAM internasional; penguatan mekanisme pencegahan, pengungkapan dan penyelesaian kasus termasuk pelanggaran HAM masa lalu; serta, perubahan perilaku aparat Negara agar tanggap terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
2. Adanya materi pendidikan formal yang mengungkap sejarah pelanggaran HAM berbasis jender yang terjadi di Indonesia 3. Adanya pembatalan kebijakan nasional dan daerah yang inkonsisten, termasuk UU Pornografi dan kebijakan-kebijakan daerah melalui penguatan fungsi parlemen, kantor kepresidenan dan departemen terkait, lewat proses kerjasama melembaga dengan Komnas Perempuan, dalam meningkatkan harmonisasi peraturanperundangan dengan instrumen hukum internasional hak asasi manusia khususnya CEDAW, termasuk harmonisasi antara satu undang-undang dengan UU lainnya seperti KUHP, KUHAP, UU No. 26 tahun 2000, UU Perkawinan dan KHI
Indikator Capaian: 1.1. Terbangunnya mekanisme pendidikan HAM berperspektif jender yang keberlanjutan dan terlembaga termasuk pengungkapan sejarah pelanggaran HAM berbasis jender di berbagai jenjang pendidikan, baik formal maupun informal, dan termasuk didalam institusi-institusi negara, seperti lembaga-lembaga penegak hukum dan pembuat kebijakan.
4. Terintegrasinya perspektif keadilan jender dalam institusi-institusi negara yang relevan, seperti TNI, POLRI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 5. Munculnya berbagai inisiatif dan kebijakan ditingkat lokal dan Nasional terkait dengan pencegahan dan pertanggungjawaban atas segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM perempuan (UU Perkosaan, Ratifikasi Statuta Roma, Standar Perlindungan Pekerja Migran, Ratifikasi Konvensi Pekerja Migran, Standar Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Perda-perda terkait dengan Pekerja Migran)
1.2. Menguatnya efektifitas mekanisme nasional, yaitu Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Hukum dan HAM, dalam mengatasi inkonsistensi peraturan-perundangan tingkat nasional dan daerah. 1.3. Terbangunnya harmonisasi berbagai peraturan-perundangan untuk memastikan pemenuhan hak asasi perempuan, khususnya perempuan korban kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasaan dalam konteks migrasi dan pemiskinan perempuan
2 Terbukanya peluang yang lebih besar bagi perempuan korban, kelompok rentan kekerasan dan diskriminasi berlapis, termasuk perempuan miskin, perempuan migrant, perempuan dalam prostitusi, perempuan adat, perempuan pekerja rumah tangga, perempuan penyandang cacat, perempuan minoritas seksual dan agama; serta pembela hak asasi perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengakses hak-haknya atas kebenaran, keadilan dan pemulihan
1.4 Meningkatnya efektifitas mekanisme pencegahan dan pertanggungjawaban bagi kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, termasuk dalam konteks konflik bersenjata, bencana, migrasi, dan pemiskinan perempuan lainnya
Indikator Capaian:
Hal ini dapat ditandai dengan:
46
2.1. Terbukanya akses perempuan korban kekerasan-- termasuk korban pelanggaran HAM masa lalu, perempuan korban konflik, perempuan korban dalam konteks migrasi dan pemiskinan, dan perempuan korban kelompok rentan diskriminasi berlapis lainnya-- terhadap perlindungan hak asasinya dan khususnya pemenuhan haknya atas pengakuan, rasa adil, pemulihan melalui kebijakan dan saran negara yang tersedia dan terhadap proses-proses rekonsiliasi masyarakat yang pro pada korban.
5. Adanya strategi untuk penguatan kapasitas kepemimpinan baru dalam organisasi perempuan dan komunitas korban 6. Adanya pengakuan negara dan kebijakan untuk perlindungan perempuan pembela HAM dan adanya pelaporan reguler tentang kondisi dan kerentanan perempuan pembela HAM yang disusun oleh jaringan PPHAM, 7. Adanya mekanisme rujukan antar pendamping perempuan korban kekerasan dan upaya pengakuan integritas profesi kerelawanan
2.2. Menguatnya berbagai upaya yang dilakukan oleh perempuan pembela HAM, gerakan perempuan dan komunitas korban dalam berbagai konteks kekerasan dalam memperjuangkan hak-haknya.
3. Meluas dan menguatnya penyikapan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan oleh masyarakat, khusunya kelompok-kelompok social masyarakat yang berpengaruh pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan, termasuk lembaga-lembaga agama, adat, dan budaya
Hal tersebut ditandai dengan: 1. Meningkatnya dana publik dan negara yang berkelanjutan, termasuk Pundi Perempuan, untuk mendukung berbagai aktivitas pemulihan bagi perempuan korban kekerasan
Indikator capaian:
2. Adanya mekanisme dan anggaran untuk perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu, termasuk dana reparasi mendesak.
3.1. Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang politisasi dan eksploitasi seksualitas perempuan; kaitan antara kekerasan dan pemiskinan dalam menciptakan kerentanan-kerentanan perempuan terhadap pelanggaran HAM (termasuk pelanggaran HAM masa lalu dan konflik); berlapisnya dan berantainya kekerasan terhadap perempuan; serta, sejarah kekerasan terhadap perempuan dan impunitasnya di Indonesia.
3. Semakin meningkatnya sarana dan mekanisme berkelanjutan untuk penguatan kapasitas organisasi pendamping/pemberi layanan terhadap korban dan kelompok korban dalam meningkatkan efektifitas layanan terhadap korban. 4. Berkembangnya mekanisme alternatif penyelesaian kasus-kasus kekerasan, disamping proses peradilan, untuk meningkatkan akses perempuan korban kekerasan, khususnya korban pelanggaran HAM masa lalu, perempuan miskin, perempuan pekerja migran, perempuan dalam prostitusi, perempuan adat, perempuan pekerja rumah tangga, perempuan penyandang cacat,perempuan minoritas seksual dan agama serta pembela hak asasi perempuan. terhadap pemenuhan haknya atas pengakuan, rasa adil, pemulihan dan rekonsiliasi masyarakat.
3.2. Berkembangnya dan semakin kuatnya wacana kekerasan terhadap perempuan dalam proses pemiskinan perempuan terkait dengan isu-isu spesifik, seperti Pekerja Rumah Tangga, Pekerja Migran, perempuan dalam prostitusi, perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta perempuan marjinal lainnya dalam kaitannya dengan isu-isu sosial yang lebih komprehensif melalui kerjasama dengan kelompok-kelompok strategis Hal tersebut ditandai dengan: 1. Adanya berbagai inisiatif yang dilakukan
47
oleh kelompok strategis sebagai hasil dari strategi, perangkat dan informasi yang disediakan oleh KP terhadap publik tentang berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan
tasian yang berkelanjutan serta laporan berkala tentang kondisi kekerasan terhadap perempuan termasuk isu yang terkait dengan migrasi, pemiskinan dan pelanggaran hak perempuan lainnya.
2. Adanya keterlibatan aktif pekerja kreatif untuk produksi alat-alat pendidikan publik yang menkomunikasikan beragam aspek dan isu hak asasi perempuan
2. Terbangun dan semakin meningkatnya konsultasi berkala antara institusi HAM, departemen terkait dengan kelompok masyarakata sipil.
3. Adanya kaukus-kaukus yang membahas dan mengembangkan wacana tentang kekerasan terhadap perempuan dalam proses pemiskinan perempuan.
3. Adanya kemitraan melembaga antara Komnas Perempuan dan DPR RI, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, POLRI dan institusi HAM nasional lainnya
4. Semakin meningkatnya pemahaman dan kesadaran publik terkait dengan isu-isu spesifik kekerasan terhadap perempuan melalui ketersediaan dan dapat diaksesnya berbagai informasi dalam berbagai bentuk terkait isu-isu tersebut.
4. Terbangunnya dialog konstruktif antar masyarakat sipil khususnya gerakan perempuan, pemerintah, Institusi-institusi HAM di tingkat nasional, dan antara institusi HAM di tingkat ASEAN dan Asia Pasific dalam mengangkat persoalan penegakan hak-hak perempuan dan penyusunan standar perlindungan hakhak perempuan (termasuk pekerja migran perempuan).
4. Terbangunnya mekanisme komunikasi dan kerjasama sinergis lintas institusi secara efektif dan berkelanjutan untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan khususnya antar kekuatan masyarakat, komunitas korban, dan Negara, baik ditingkat local, nasional, regional, dan internasional
5 Kokohnya Komnas Perempuan sebagai salah satu institusi nasional Hak asasi Manusia (National Human Rights Institution) yang independen, efektif, terpercaya, partisipatif, dan akuntabel di tingkat nasional, regional dan internasional
Indikator capaian: 4.1. Terbangunnya mekanisme kerja antara Komnas Perempuan dan badan-badan penyelenggara negara dan institusi HAM nasional lainnya.
Indikator capaian: 5.1. Adanya optimalisasi status hukum Komnas Perempuan bagi fungsinya sebagai institusi nasional untuk hak asasi perempuan
4.2. Meningkatnya kerja sama antar institusi HAM dan dengan gerakan perempuan di tingkat ASEAN, regional dan internasional guna memperkuat posisi institusi HAM dalam mendorong adanya standar perlindungan dan penyelesaian kasuskasus pelanggaran HAM perempuan, termasuk kekerasan perempuan dalam konteks migrasi, pemiskinan, eksploitasi sumber daya alam, politisasi agama dan kasus lainnya khususnya yang berdimensi lintas negara.
5.2. Tersedianya dana yang memadai, melembaga dan berkelanjutan dari Negara dan lembaga-lembaga donor. 5.3. Meningkatnya partisipasi dan dukungan publik terhadap kerja-kerja Komnas Perempuan. Hal tersebut ditandai dengan: 1. Adanya kesepakatan dari gerakan perempuan dan pihak terkait lainnya mengenai status hukum Komnas Perempuan
Hal tersebut ditandai dengan: 1. Terbangunnya mekanisme pendokumen-
48
2. Adanya peraturan-perundangan yang menguatkan posisi Komnas Perempuan sebagai lembaga independen yang memperjuangkan hak asasi perempuan
4. Adanya peningkatan keterlibatan media dalam penyebarluasan hasil kerja dan tantangan kerja Komnas Perempuan dan respon masyarakat terhadap berbagai aktivitas komnas perempuan
3. Meningkatnya dukungan dana dari APBN, donor dan partisipasi masyarakat dalam kerja-kerja Komnas Perempuan
49
VII. PROGRAM PRIORITAS
2. Menjadi negosiator dan mediator; membangun ruang dialog antara komunitas sorban dan komunitas pejuang hak asasi manusia dan kelompok-kelompok social yang berpengaruh dan pemerintah;
Guna mencapai tujuan stategis, maka Komnas Perempuan dalam 5 tahun kedepan akan menitikberatkan pekerjaannya pada tiga isu utama, yaitu:
3. Menjadi inisiator; mendorong perubahan serta perumusan kebijakan, khususnya didalam institusi kelompok social yang berpengaruh, untuk ikut dalam penghapusan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan;
1. Meningkatnya upaya Negara untuk memenuhi tanggung jawabnya atas penegakan hakhak asasi perempuan. Di mana didalamnya mensasar kepada: (a) adanya peraturan dan kebijakan yang mendukung pemenuhan hakhak asasi perempuan; (b) adanya perubahan perilaku aparat Negara yang lebih tanggap terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan; (c) adanya mekanisme pengungkapan dan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi perempuan; dan (d) adanya pola kerjasama yang sinergis antara lembaga-lembaga Negara dalam pemenuhan hak-hak perempuan.
4. Menjadi pemantau dan pelapor; memantau dan melaporkan pelanggaran HAM berbasis jender dan pemenuhan hak korban; 5. Menjadi fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan; ditingkat local, nasional dan internasional
2. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam pemenuhan hak-hak korban, yang didalamya mencakup (a) Terbukanya peluang lebih besar untuk pemenuhan hak korban; dan (b) penguatan kapasitas masyarakat dalam menyikapi KTP.
Penerima manfaat dari aktivitas yang akan dijalankan oleh Komnas Perempuan adalah: 1. Perempuan korban kekerasan 2. Perempuan rentan mengalami tindak kekerasan
3. Kokohnya kelembagaan Komnas Perempuan sebagai Komisi Nasional ynag independen, efektif, terpercaya, dan akuntabel, yang mencakup (a) budaya organisasi yang kuat; (b) kebijakan dan peraturan dasar yang efektif; (c) system manajemen SDM, administrasi, keuangan, dan SDM; (d) system PME yang interaktif antara program dan keuangan; dan (e) ketersediaan dana
3. Perempuan pembela HAM
Bekerja sama dan membangun sinergi dengan lembaga-lembaga Negara sembari berkonsultasi dengan kelompok korban, perempuan dan masyarakat adalah pola kerja Komnas Perempuan dalam melaksanakan seluruh programnya.
II.
Posisi dan peran Komnas Perempuan adalah:
1. Subkomisi Pemantauan
4. Lembaga penyedia layanan 5. Negara; dapat menerima manfaat, yaitu tersedianya langkah-langkah strategis yang dapat digunakan dalam melaksanakan tanggung jawab untuk penegakan HAM sesuai konstitusi Negara dan kewajiban terhadap masyarakat internasional ORGANISASI PELAKSANA
Agar dapat melaksanakan mandat secara efektif, program kerja Komnas Perempuan dilaksanakan oleh empat subkomisi, masing-masing: Sub Komisi Pemantauan mengemban mandat untuk mengembangkan system pemantauan, pendokumentasian dan evaluasi atas; fakta kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan Indonesia; serta atas kinerja lembaga-lembaga Negara dan masyarakat dalam memenuhi hak perempuan korban kekerasan dan diskriminasi. Dalam
1. Menjadi resource center; sumber rujukan perempuan sebagai hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM dan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penegakan HAM;
50
melaksanakan mandat Pemantauan Komnas Perempuan mengembangkan sejumlah mekanisme dengan tugas dan wewenang yang berbeda-beda, antara lain: Unit Pengaduan Rujukan dan Pelapor khusus
masyarakat, peran institusi strategis, dan khususnya peran masyarakat dalam upaya menghapus segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan serta upaya pemenuhan HAM perempuan. Pada awal tahun 2008 Komnas Perempuan memutuskan untuk menghapuskan subkomisi Partisipasi Masyarakat namun mengintergrasikan fungsi pelibatan masyarakat pada empat subkomisi yang ada, serta mengembalikan peran-peran pengeloaan dan deseminasi informasi serta dokumentasi kepada bidang infodok. Bidang Infodok adalah bidang yang selama ini bertanggungjawab atas perpustakaan, website, penerbitan newsletter, penerbitan buku dan distribusinya serta pengembangan system managemen informasi.
2. Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Melalui Sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan, Komnas Perempuan berupaya mendorong penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan; membangun sinergi dengan lembaga pemerintah dan lembaga public lain, baik yang memiliki tugas dan wewenang khusus dalam penghapusan segala bentuk KTP dan pemenuhan HAM perempuan, maupun yang tidak memiliki tugas khusus tersebut namun terkait dengannya. 3. Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan bagi korban
Selain empat subkomisi ini, Komnas Perempuan juga dapat membentuk mekanisme Gugus Kerja dan Pelapor Khusus atau unit kerja khusus lainnya untuk merespon kebutuhan-kebutuhan khusus yang mendesak. Pada periode sebelumnya telah pernah ada pengalaman sebagai berikut:
Melalui Sub Komisi Pemulihan, Komnas Perempuan mencoba menjembatani sinergisitas antara Negara dan masyarakat dalam mengembangkan system pemulihan dalam arti luas, bagi perempuan korban kekerasan. Komnas Perempuan menfasilitasi dialog kebijakan dan pengembangan system layanan yang berpihak kepada korban; mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada pemenuhan hak korban serta menfasilitasi peningkatan kapasitas organisasi masyarakat pengada layanan dalam menyediakan layanan bagi korban kekerasan
1. Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional (PKHN), periode kerja: Mei 2007- April 2010 ; Salah satu tuntutan yang sangat kuat disuarakan pasca Reformasi 1998 adalah adanya otonomi daerah yang merupakan pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Proses desentralisasi ini melahirkan tantangan yang cukup serius, yaitu, antara lain, melalui keberadaan sejumlah kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan dan melanggar HAM perempuan yang dijamin dan dilindungi oleh sejumlah undangundang nasional serta Konstitusi Negara Republik Indonesia. Komnas Perempuan merespons perkembangan spesifik ini dengan cara mengembangkan program pemantauan dampak pemberlakuan kebijakan dan perundang-undangan yang diskriminatif bagi perempuan.
4. Subkomisi Penelitian, Pengembangan dan Pendidikan Sub Komisi Penelitian, Pengembangan dan Pendidikan bekerja berdasarkan mandate melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan mutakhir situasi kekerasan terhadap perempuan dengan melihat secara komprenhensif berbagai aspek yang meliputi kondisi perempuan sebagai perempuan, anggota masyarakat, warga Negara dan penduduk dunia. Subkomisi ini melakukan kajian mendalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berbagai instrument internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan; melihat hubungan antara peraturan, implementasi peraturan di
2. Gugus kerja Papua, periode kerja: 7 Oktober 2008 – 31 Desember 2009
51
Papua adalah salah satu wilayah yang menjadi prioritas perhatian Komnas Perempuan sejak tahun 1998, seperti halnya wilayah bekas daerah operasi militer lainnya, yaitu Aceh dan Timor-Timur (sebelum menjadi Negara Timor Leste). Komnas Perempuan telah mengembangkan berbagai strategi program untuk dapat melaksanakan mandatnya di Papua. Fokus program kerja ini adalah peningkatan kapasitas lokal dalam upayanya menghapuskan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan serta memenuhi HAM perempuan Papua.
Komnas Perempuan membentuk gugus Kerja Pekerja Migran. Dewan Kelembagaan Sebagai organisasi yang sudah berusia 10 tahun, Komnas Perempuan perlu menemukan format kelembagaan serta pedoman tata kerja yang sesuai dengan karakternya sebagai sebuah mekanisme HAM independen di tingkat nasional, sesuai amanah pasal 7 Perpres No. 65 tahun 2005 tentang Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan. Pada periode kerja 20072009 ini Komnas Perempuan membentuk Dewan Kelembagaan, yang secara khusus bertugas membantu Pimpinan Komnas Perempuan mengembangkan kelembagaan Komnas Perempuan yang independen, efektif, terpercaya dan akuntabel.
3. Gugus Kerja Pekerja Migran, periode kerja: 8 Januari 2008 – 31 Desember 2009 Tercerabutnya kehidupan masyarakat dari sumber-sumber penghidupannya salah satu pendorong semakin besarnya jumlah pekerja migrant dari desa ke kota maupun ke luar negeri. Pekerja migrant terbesar adalah perempuan. Perempuan pekerja migrant memiliki sejumlah kerentanan khusus dan potensi mengalami berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi dan pelanggaran HAM. Jika tidak ada upaya yang sistematis dari pihak pemerintah dan masyarakat untuk menangani masalah pekerja migrant, maka kekerasan dan pelanggaran hak-hak pekerja migrant akan semakin akut dan menjadi pelanggaran yang sifatnya massif serta sistematis. Untuk merespon masalah pekerja migrant di tingkat nasional, regional maupn internasional, maka
Dalam menjalankan mandatnya Komnas Perempuan bekerja dengan dukungan Kesekretarian Jendral (Kesekjenan). Kesekjenan terdiri dari satu orang Sekretariat Jenderal yang memimpin Badan Pekerja. Badan Pekerja terdiri dari divisi-divisi dan bidang-bidang, yakni divisi reformasi hukum dan kebijakan, divisi Pengembangan system pemulihan, divisi Pemantauan dan divisi Litbang. Serta bidangbidang Keuangan dan Akuntansi, umum dan HRD, Informasi dan dokumentasi serta Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi.
52
Lampiran 4
Rencana Kerja 2010 Kompilasi Detail Kegiatan Januari - Desember 2010 No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
1
Pembinaan administrasi pengelolaan kepegawaian
2
Pengelolaan Gaji, lembur, honorarium dan vakasi KP
3
2
3
Sub Kom Kord 4
Januari
Lintas Subkom/ Bidang
Sumber Dana
Catatan
Ketua dan Sekjend
DU dan HRD
APBN
Sudah terlaksana
DU dan HRD
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
4
Perawatan Gedung dan kantor
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
5
Perbaikan peralatan kantor
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
6
Pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
7
Perawatan kendaraan bermotor roda 4
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
8
Perawatan kendaraan bermotor roda 2
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
9
Langganan daya dan jasa
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
10
Jasa keamanan/kebersihan
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
11
Jasa Pos/Giro
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
12
Operasional perkantoran dan pimpinan
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
13
Administrasi
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
14
Penyusunan, pengkajian dan pengembangan strategis
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
15
Penyelesaian tugas mendesak
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Sampai Des 2010
16
Rapat kerja penyusunan Rencara Tahun 2010 KP
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Terlaksana 2-5 Februari
17
Bantuan Studi
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
Mulai Januari Minggu ke-3 sampai November minggu ke-3
53
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
18
Respon Aktual (permintaan kunjungan ke KP & kunjungan KP ke daerah)
19
2
3
Sub Kom Kord 4 Infodok
Lintas Subkom/ Bidang
Sumber Dana
Catatan
Infodok dan mitra jaringan KP
APBN
Sampai desember
Media relation
Infodok dan Jaringan Media
APBN
sampai desember
20
Pengembangan perpustakaan
Infodok dan Jaringan Media
APBN
sampai desember
21
Penyebarluasan materi advokasi
Masyarakat dan mitra KP
APBN
sampai desember
22
Kampanye kelembagaan
Masyarakat dan mitra KP
APBN
sampai desember
23
Pengadaan langganan dan pemeliharaan jaringan internet
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
sampai desember
24
Dukungan website untuk informasi publik
Mitra KP
APBN
Sampai desember
25
Cetak buku terbitan KP
Seluruh Komisioner & BP
APBN
Sampai desember
26
Pembuatan proposal penelitian
Pendidikan dan Infodok dan KP Litbang
APBN
sampai Februari
27
Hunting Kantor/sekretariat GK Papua
GK Papuia
-
28
Pelaporan rutin bulanan/per kegiatan GK Papua
29
Pengadaan materi GK papua
30
Pengaduan korban atau pendamping kasus kekerasan thd perempuan
31
Pembahasan kasus-kasus pengaduan di internal KP
32
Pemantauan langsung ke lapangan
33
Menganalisa hasil pemantauan
34
Pelaporan kasus-kasus kepada instansi terkait
35
Pengolahan data nasional kasus kekerasan terhadap perempuan
36
Rapat persiapan workshop HAP dan Gender bagi penegak hukum
37
Pengaduan korban atau pendamping ke KP; pelayanan dan rujukan
UPR
38
Sosialisasi SOP PME
PME
39
Pertemuan awal dgn calon konsultan 1 develop program akses PME P
40
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
41
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
GK Papua
Pemantauan
Pemantauan/ Badan Pekerja/ Komisioner
APBN
Sampai desember
APBN
Sampai desember
APBN
Sampai Desember
APBN
Sampai Desember
Pemantauan dan lembaga terkait
APBN
Sampai Desember
Div. Pemantauan
Pemantauan
APBN
Disusun dari bulan oktober
RHK
RHK
APBN
Pemantauan
18
Seluruh anggota KP (BP dan komisioner) PME & INFODOK
Divisi/bidang
54
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
42
Pengadaan peralatan penunjang operasional
43
2
3
Februari
Sub Kom Kord 4 20
Lintas Subkom/ Bidang
Sumber Dana
Catatan
DU dan HRD
Panitia pengadaan APBN barang/jasa
Pembahasan dan pengelolaan pelaksanaan APBN 2010
Keuangan dan akuntansi
Keuangan
APBN
44
Pengembangan sistem informasi manajemen: Workshop pemanfaatn teknologi informasi untuk meningkatkan kapasitas KP
Infodok
Semua Subkom/ Divisi/GK
APBN
sampai Desember
45
Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Pendidikan dan Komisioner, Litbang Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
Tanggal belum ditentukan
46
Kantor/Sekretariat Baru GK papau
GK Papua
GK Papua
-
47
Diskusi persiapan &pengembangan konsep pemetaan Pemantauan &evaluasi
Pemantauan
Komisioner dan semua Div/ Subkom/GK
APBN
48
Analisis data nasional kekerasan terhadap perempuan
Pemantauan
APBN
49
Workshop pemahaman HAP dan gender di kalangan penegak hukum
50
Pelatihan HAP dan Gender bagi para aparat penegak hukum
51
Dialog bersama relawan UPR konselor: membongkar second trauma
52
Perumusan Program kerja, anggaran &pelaporan KP 2010
53
3&4
RHK
16 - 19
Sampai akhir April 2010
RHK dan lembaga APBN penegak hukum RHK dan lembaga APBN penegak hukum
UPR
UPR dan Relawan
PME
PME
Seluruh anggota KP (BP dan
Rapat kerja 2009
Komisioner, Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
54
Pertemuan awal dg calon konsultan 2 develop program akses PMEP
Sekjen,PME & Infodok
55
Penetapan konsultan develop program akses PME P
Sekjen,PME & Infodok
56
Proses konsultasi dan pengerjaan program akses PME P
Komisioner, AUSAID Sekjend, semua subkom/divisi/GK, dan konsultan
57
Progres laporan 4 -program AUSAID
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
58
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
59
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
9
Divisi/bidang
55
sampai Desember APBN
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
60
Pendidikan dan pelatihan teknis
61
Pengadaan Kendaraan bermotor roda 4/6/10
62
Workshop evaluasi pelaksanaan SOP keuangan
63
2
3
Sub Kom Kord 4
Maret
DU dan HRD
Lintas Subkom/ Bidang
Sumber Dana
Catatan
Semua Subkom/ Divisi
APBN
Sampai November
Semua Subkom/ Divisi
APBN
Sampai Mei
Kauangan dan akuntansi
keuangan
APBN
Serial diskusi tentang memorialisasi pelanggaran HAM masa lalu: 5kali diskusi tentang memorialisasi HAM masa lalu dan 1 kali pertemuan FB pengada layanan
Pemulihan
Pemulihan dan pihak luar
APBN
64
Penelitian lapangan
Infodok
Infodok dam Mitra APBN KP
65
Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Pendidikan dan Komisioner, Litbang Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
Tanggal belum ditentukan
66
FGD pengembangan konsep pemetaan KTP dalam konteks kemiskinan dan pemiskinan perempuan
Pemantauan
Pemantauan dan 15 orang undangan
APBN
Tanggal belum ditentukan
67
Publikasi CATAHU
68
FGD 1 RUU KUHAP
69
Sosialisasi pentingnya perlindungan Pekerja Migran
70
Loby berbagai pihak untuk mendorong perlindungan Pekerja Migran
71
Usulan program Komnas Perempuan tahun 2011 ke Bappenas
72
24
Sampai Juni
Pemantauan
APBN
RHK
RHK
APBN
GK Migran
GK Migran dan Lembnaga terkait
Sampai Juni
GK Migran dan Lembnaga terkait
Sampai Mei
PME
PME dan K HAM
APBN
Monitoring 3 bulanan anggaran dan kegiatan ke Bappenas (term 1)
Sekjend, semua subkom/divisi/GK dan K HAM
APBN
73
Peningkatan kapasitas SDM PME
PME
AUSAID
74
Proses konsultasi dan pengerjaan program akses PME P & sosialisasi
Komisioner, AUSAID Sekjend, semua subkom/divisi/GK, dan konsultan
75
Laporan Final NZAID
Pemulihan/ PME
76
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
PME
77
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
Divisi/bidang
56
Sampai Agustus
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
2
3
Sub Kom Kord 4
April
Keuangan dan akuntansi
Lintas Subkom/ Bidang Keuangan dan akuntansi
Sumber Dana
78
Dukungan jasa konsultan dan software data keuangan
79
Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Pendidikan dan Komisioner, Litbang Sekjend, semua subkom/divisi/GK
80
Workshop Persiapan Pendokumentasian
GK Papua
81
Pengambilan data di Lapangan
82
Rapat-RapatWilayah GK Papua
83
Asistensi Lapangan KP (5 kali perjalanan, 2 org)
HIVOS dan APBN
84
Workshop Pendokumentasian tengah dan akhir
HIVOS
85
Annual Report (narasi dan keuangan)
86
FGD pengembangan konsep pemetaan KTP dalam konteks kemiskinan dan pemiskinan perempuan
87
Pelaporan FGD I
2
88
Persiapan FGD II RUU KUHAP
5
89
FGD II RUU KUHAP
7
RHK dan APBN Lembaga Penegak hukum
90
Penyusunan “modul relawan”: Tahap 1
UPR
UPR
91
Trilateral meeting (KHAM,KP,Bappenas & DJA) untuk RAPBN 2011
PME
PME & K HAM
92
Laporan tahun-program Nourwegia
PKHN/PME
93
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
PME
94
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
GK Papua dan Mitra
Catatan
APBN
APBN dan HOVOS HIVOS
Samapi Bulan Juli Sampai Bulan Juni
GK Papua dan Keuangan
HIVOS
Pemantauan
Pemantauan dan 15 orangundanga
APBN
RHK
RHK
APBN
RHK
APBN
Divisi/bidang
57
Sampai Bulan Juni
Tanggal belum ditentukan
tanggal belum ditentukan APBN
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
2
3
Sub Kom Kord 4
95
Need assesment lapangan: dilaksanakan 2 kali
96
Pelaporan FGD II
97
Penyusunan “modul relawan”: Tahap II
98
Pembahasan pertama RAPBN 2011 dgn Dirjen Anggaran
99
Progres laporan 5 -program AUSAID
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
100
Laporan tahun 3-program HIVOS
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
101
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
102
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
103 Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Mei
Lintas Subkom/ Bidang
7
Sumber Dana
Pemantauan
Pemantauan
APBN
RHK
RHK
APBN
UPR
UPR
PME
K.HAM dan DJA
Catatan kegiatan direncanakan berlangsung 4hari. tanggal pelaksanaan belum ditentukan. Tanggal belum ditentukan
APBN
Divisi/bidang
Juni
Pendidikan dan Komisioner, Litbang Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
HIVOS
104
Workshop Pendokumentasian tengah dan akhir
GK Papua
GK Papua dan Mitra
105
Penyusunan “modul relawan”: Tahap III
UPR
UPR
106
Pembahasan kedua RAPBN 2011 dgn Dirjen Anggaran
PME
K.HAM dan DJA
107 Monitoring 3 bulanan anggaran dan kegiatan ke Bappenas (term 2)
Sekjend, semua subkom/divisi/GK dan K HAM
108 Laporan final-program papua/ Swis
GK Papua/PME
109
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
PME
110
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
Divisi/bidang
58
Tanggal belum ditentukan
Tanggal belum ditentukan
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
111 Pengolahan dan analisa data hasil penelitian 112
2
3
Sub Kom Kord 4
Juli
Verifikasi kelengkapan data akhir di lapangan (GK Papua)
Lintas Subkom/ Bidang
Pendidikan dan Pendidikan dan Litbang Litbang
APBN
GK Papua
GK Papua dan Mitra
HIVOS
GK papua dan Mitra
HIVOS APBN
113 Workshop analisis laporan GK Papua 114 Publikasi rekrutmen calon relawan untuk Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak tingkat nasional
UPR
UPR
115 Diskusi penyusunan standart perlindungan Pekerja Migran
GK Mingran
GK Migran dan Undangan terkait
116 Monitoring program 6bulanan (term 1)
PME
Komisi Paripurna, Sekjen dan semua Bp
117
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
118
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
119 Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Sumber Dana
Catatan Sampai Agustus
Tanggal belum ditentukan
Divisi/PME
Pendidikan dan Komisioner, Litbang Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
Tanggal Belum ditentukan
GK Papua
GK Papua
HIVOS
Sampai September
121 Seleksi berkas, tes tertulis dan interviewm calon relawan UPR
UPR
UPR
APBN
-
122 Studi kebijakan: Kunjungan ke Lembaga HAM
Pimpinan KP
KP
123 Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Pendidikan dan Komisioner, Litbang Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
124
PME
K.HAM dan DJA
APBN
125 Peningkatan kapasitas SDM PME
PME
APBN
126 Progres laporan 6-program AUSAID
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
120
Agustus
Penulisan Laporan
Pembahasan ketiga RAPBN 2011 dgn Dirjen Anggaran (penetapan pagu Indikatif)
127
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
128
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
Divisi/bidang
129
Review SOP PME
Komisioner, Sekjend, semua subkom/divisi/GK
59
Kegiatan ini akan dilakukan di Jenewa Tanggal belum ditentukan
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
130 Produksi Alat Kampanye 16 HAKTP
2
3
Sub Kom Kord 4
September
Infodok
131 Penulisan laporan akhir penelitian pendidikan & litbang
Lintas Subkom/ Bidang
Infodok dam Mitra APBN KP
Pendidikan dan Pendidikan dan Litbang Litbang
132 Penyususnan materi dan pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,, pemberdayaan perempuan
Sumber Dana
Catatan Sampai Oktober
APBN
Komisioner, Sekjend, semua subkom/divisi/GK
APBN
Tanggal belum ditentukan
GK Papua
GK Ppaua
HIVOS
Sampai Oktober
134 Pelatihan calon relawan UPR
UPR
UPR dan Relawan APBN
135 Distribusi kuisioner CATAHU
Pemantauan
Pemantauan dan Tim
136 Diskusi penyusunan standart Perlindungan Pekerja Migran
GK Migran
GK Migran
137 Monitoring 3 bulanan anggaran dan kegiatan ke Bappenas (term 3)
PME
Sekjend, semua subkom/divisi/GK dan K HAM
133
Verifikasi temuan dengan pihak terkait
138
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
139
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
-
APBN Tanggal belum ditentukan
Divisi/bidang
140 Launching laporan GK Papua: Oktober Dialog dengan pemerintah daerah ttg temuan
GK Papua
GK Papua dan Lembaga Pemerintah
Belum ada dana
141 Launching laporan GK Papua: di Papua
GK Pauan dan Mitra
HIVOS
142
Launching Laporan GK Papua:di Jakarta
GK Pauan dan Mitra
HIVOS
143
Pembahasan keempat RAPBN 2011 dgn Dirjen Anggaran (penetapan pagu definitif)
144
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
145
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
PME
K HAM&DJA&DPR APBN
Divisi/bidang
60
No
Kegiatan
Bulan
Minggu 1
146 Sosialisasi awal hasil penelitian
November
147 Perbaikan dan pencetakan laporan: perbaikan akhir
2
3
Sub Kom Kord 4
Lintas Subkom/ Bidang
Litbang
Semua subkom/ divisi/GK
APBN
GK Papua
GK Papua
-
148 Perbaikan dan pencetakan laporan: layout
-
149 Monitoring program 6bulanan
PME
Semua Subkom/ Div/GK
150 Progres laporan 7-program AUSAID
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
151 Laporan tahunan 2-program AUSAID
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
152
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
153
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
154 Pencetakan laporan GK Papua
Divisi/bidang
Desember
GK Papua
GK Papua dann keuangan
HIVOS
PME
Sekjend, semua subkom/divisi/GK dan K HAM
APBN
155 Distribusi Laporan GK Papua 156
Annual Report (narasi dan keuangan)
157
Rapat kerja 2010
158
Laporan final (tahun 1 dan tahun 2)
159
Moitoring 6 bulanan (term 2)
160
Monitoring anggaran dan kegiatan-bulanan
161
Laporan kegiatan bulanan/ paripurna
Sumber Dana
PME,subkom/ divisi/bidang terkait
Divisi/bidang
162 Monitoring 3 bulanan anggaran dan kegiatan ke Bappenas (term 4)
Sekjend, semua subkom/divisi/GK & KHAM
61
Catatan Sampai Desember
Lampiran 5
Daftar Pemberitaan Media tentang Komnas Perempuan Tahun 2009
Januari 2009 1. Komnas Perempuan Protes Caleg Suara Terbanyak, www.lampungpost.com, Minggu, 15 Januari 2009 2. Afirmatif baiknya Dipisah: Aturan Harus Setingkat Undang-Undang, Koran Kompas, 24 Januari 2009
Febuari 2009 1. 2. 3. 4.
RUU Peradilan Agama disetujui dibahas, Koran Tempo, 4 Febuari 2009 Saatnya memperbaiki Hukum keluarga, Harian Kompas, 5 Febuari 2009 Women on the Front Row, Koran The Jakarta Post, 8 Febuari 2009 Nia Agustin Gagal minta pendampingan Komnas Perempuan, www.detiknews.com, Rabu, 11 Februari 2009 5. Nia Agustin Gagal minta pendampingan Komnas Perempuan, www.lampungpost.com, Rabu, 11 Februari 2009 6. Kecewa Kinerja Polisi, Nia Agustin Mengadu ke Komnas Perempuan, www.detiknews.com, Rabu, 11 Februari 2009 7. Aktivis Perempuan Minta Dhani Pahami Madu 3 Sebagai Kritik Poligami, www.detik.com, Jumat, 27 Febuari 2009 Maret 2009 1. Waspadai empat pelaku kekerasan terhadap perempuan, www.kompas.com, Sabtu, 7 Maret 2009 2. Lindungi Korban Pelecehan Seksual, www.kosmo.vivanews.com, Sabtu, 7 Maret 2009 3. Kekerasan terhadap wanita meningkat 200%, www.sriwijayapost.com, Sabtu, 7 Maret 2009 4. Hari Perempuan International Kasus KDRT meningkat 100%, Harian Sinar Harapan, Sabtu, 7 Maret 2009 5. Himpitan Ekonomi Pemicu utama KDRT, www.vivanews.com, Sabtu, 7 Maret 2009 6. Kekerasan terhadap perempuan meningkat dua kali lipat, www.kompas.com, Sabtu, 7 Maret 2009 7. Kekerasan terhadap wanita meningkat 200%, www.suryalive.com, Sabtu, ������������������� 7 Maret 2009 8. Naik Perempuan Korban Kekerasan dalam rumah Tangga, www.kompas.com, Sabtu, ������������������� 7 Maret 2009 9. Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, sisi lain?, www.wordpres.com, Minggu, 8 Maret 2009 10. Kekerasan pada Perempuan Meningkat, Harian Republika, Minggu, 8 Maret 2009 11. Naik, perempuan korban kekerasan Ekonomi dalam keluarga, www.endonesia.com, Minggu, �������������������� 8 Maret 2009 12. International Women’s day protest address violence, inequality, KoranThe Jakarta Post Minggu, 8 Maret 2009 13. 10 tahun tanpa perubahan berarti, Harian Kompas��������������������� Minggu, 8 Maret 2009 14. Kebijakan daerah diskriminatif, Koran Tempo��������������������� Minggu, 8 Maret 2009
62
15. Kekerasan Terhadap Perempuan meningkat, Harian Kompas��������������������� Minggu, 8 Maret 2009 16. Pesan Pemilu Komnas Perempuan, www.inilah.com, 8 Maret 2010 17. Pemulihan Korban Kekerasan terkendala Kordinasi, www.kompas.com, Minggu, 8 Maret 2009 18. Pemilu ajang perempuan membela diri, www.inilah.com, Minggu, 8 Maret 2009 19. Pejabat dan Pendidik juga sebagi pelaku, Harian Kompas Minggu, 8 Maret 2009 20. Money worries behind most domestic violence, Koran The Jakarta Post Minggu, 8 Maret 2009 21. Women Being Beaten in Record Numbers, Report States, Jakarta Globe Nasional Minggu, 8 Maret 2009 22. Perempuan Kini Menghadapi Kekerasan Ekonomi, Harian Kompas Minggu, 8 Maret 2009 23. Hak perempuan masih terinimidasi, www.kompastv.com, Minggu, 8 Maret 2009 24. Kekerasan meningkat perempuan mengalami diskriminasi soal upah, Harian Suara Pembaharuan Minggu, 8 Maret 2009 25. Komnas Perempuan Sesalkan Permenakertrans No 22/2008, www.BNP2TKI.go.id, Kamis, 12 Maret 2009 26. Prihatin perda disriminatif komnas perempuan mengadu ke mahkamah konstitusi, www.ictwomen.com, Selasa, 17 Maret 2009 27. Komnas Perempuan Serukan Perempuan Aktif dalam Pemilu 2009, www.kanalpemilu.cnet, Kamis 19 Maret 2009 28. Pelaku Pemerkosaan Didominasi Aparat, Koran Media Indonesia, Jumat, 20 Maret 2009 29. Komnas Perempuan Usulkan Pendamping Saksi Korban KDRT, www.vhrmedia.com, 20 Maret 2009 30. Aparat Keamanan Dominasi Kekerasan Seksual di Poso, Koran Radar Sulteng, 20 Maret 2009 31. Korban diminta buat laporan resmi: Soal Aparat Terlibat kekerasan Seksual, Radar Sulteng, 21 Maret 2009 32. 154 Regulations Discriminative, Report Says, www.vivanews.com, Senin 23 Maret 2009 33. A’ No Confidence vote for parties exploiting religion, Koran The Jakarta Post, Selasa, 24 Maret 2009 34. Perda bermasalah Mentok di Mahkamah Agung, Harian Kompas, Selasa, 24 Maret 2009 35. Discrimination against women in poll rampat, The Jakarta Post, 24 Maret 2009
April ���� 2009 1. Komnas Perempun: Jangan Pilih caleg Diskriminatif, Surat Kabar Dialog, 2-8 April 2009 2. Ibu Korban Pangeran Malaysia Mengadu ke Komnas Perempuan, www.kompas.com, Selasa, 21 April 2009 3. Peringati Hari Kartini Komnas Perempuan undang Keluarga korban kekerasan, www.depkominfo.go.id, �������� Selasa, 21 April 2009 4. Caleg Perempuan sulit berbuat banyak, www.menkokesra.go.id, Selasa, 21 April 2009Perempuan Penyitas Kekerasan Pendobrak Tirani Kekuasaan, www.kompas.com, Selasa, 21 April 2009 5. Pemerintah abaikan Perempuan korban konflik, Harian Sinar Harapan, Kamis, 23 April 2009 6. Posisi Caleg Wanita Lemah, www.jaknews.com, Selasa, 21 April 2009 ���� 7. Perempuan Pejuang di daerah Konflik, www.menkokesra.go.di, Selasa, 21 April 2009 8. Kartini Kartini masa kini berkumpul di Komnas Perempuan, www.endonesia.com, Selasa, 21 April 2009 9. Istri Pejuang HAM , Suciwati akan terus berjuang, www.acehlongnews.com, Selasa, ��������������������� 21 April 2009 10. Apresiasi terhadap perempuan survivor, www.kompastv.com ��������������������� Selasa, 21 April 2009 11. In conjuction with Kartini’s Day, www.voi.co.id, Selasa, 21 April 2009 12. Suciwati akan terus berjuang, www.kompastv.com, ���������������������� Selasa, 21 April 2009 13. Komnas Beri Penghargaan Khusus pada Perempuan Penyitas, Harian Republika, Selasa, 21 April 2009 14. 3 Woman Who Suffered Rights AbusesPresented with Kartini, The Jakarta Globe, Selasa, 21 April 2009
63
15. Kasus Kekerasan Perempuan Terbengkalai, Harian Republika, Rabu, 22 April 2009 16. Tak semua pernikahan membahagiakan, www.kompastv.com, Rabu, 22 April 2009 17. Derita ganda korban pemerkosaan, www.kompastv.com, Rabu, 22 April 2009 18. Kebijakan untuk dukung perempuan korban kekerasan belum dilaksanakan, www.depkominfo.go.id, Rabu, 22 April 2009 19. Perempuan Tangguh Indonesia di Tengah Pelanggaran HAM, Surat Kabar Dialog,�������������������� Rabu, 22 April 2009 20. Komnas perempuan: Memaknai Perjuangan Kartini Kini, Koran Kompas, Rabu, 22 April 2009 21. Kartini-Kartini Abad 21, www.kompastv.com, Rabu, 22 April 2009 22. ”Dont Give-Up”: Indonesian Rights abuse victims told, Koran The jakarta Post, Rabu, 22 April 2009 23. Sister in Solidarity, Berita Foto The jakarta Post, Rabu, 22 April 2009 24. Mereka Kartini-kartini Masa Kini, Koran Sijori (Kepri), Rabu, 22 April 2009 25. Wise Word for Freedom, Koran The Jakarta Post, Kamis, 23 April 2009 26. Tuntaskan Traficking dari Hulu Hingga Hilir, www.jawapos.com, Kamis, 23 April 2009 27. Peluncuran Buku, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap perempuan: Agama Mendengar Suara perempuan Korban kekerasan Demi Keadilan, Jurnal Progresif, edisi 27 April-3 Mei 2009
Mei 2009 1. Komnas perempuan Mengaku Sulit Akses Dana Subsidi, www.tvone.co.id, Senin, 18 Mei 2009 2. Menigkatnya Harapan dari Pemandu Kepentingan, Harian Kompas, Selasa, 19 Mei 2009 3. Debat Komnas perempuan soal Gaji sampe Bahasa Daerah, www.primaironline.com, Selasa, 19 Mei 2009
Juni ���� 2009 1. Aisyiyah Luncurkan Buku Respon Muhammadiyah Terhadap KDRT, www.muhamadiyah.or.id, Selasa, 16 Juni 2009 2. Korban KDRT Sering Dicibir, KP : matre jangan dijadikan pemakluman KDRT, www.detik.com, 18 Juni 2009 3. Saparinah Sadli selalu dalam proses menjadi, www.kompas.com, Kamis, 25 Juni 2009 4. Perempuan, Kemiskinan dan Migrasi, www.kompas-tv.com, Kamis, 25 Juni 2009 5. Komnas Perempuan: tinjau ulang uu ite, www.antaranews.com, Kamis, 25 Juni 2009 6. Komnas Perempuan Serahkan Aspirasi Perempuan, www.library.wri.or.id, Jumat, 26 Juni 2009
Juli 2009 1. Jakarta akan punya perda perlindungan anak, www.kompas.com, Kamis, 9 Juli 2009 2. Okie minta bantuan komnas perempuan, www.krosceknews.com, Kamis, 30 Juli 2009
Agustus 2009 1. Komnas Perempuan perluas Wilayah Cakupannya, www.bipnewsroom.com, Rabu, 19 Agustus 2009 2. 54,425 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, www.jurnalperempuan.com, Kamis, 20 Agustus 2009 3. Komnas Perempuan Terbitkan Buku Referensi Hakim tentang KDRT, www.badilag.net, Kamis, 27 Agustus 2009
64
September 2009 1. Kontroversi Qanun Jinayat di Serambi Mekah, www.hukumonline.com, Selasa, 15 September 2009 2. Tolak Qanun, Komnas Perempuan ajukan uji materi UU Aceh, www.primaonline.com, Selasa, 15 September 2009
Oktober 2009 1. Mendesak Ratifikasi Konvensi Migran 1990 lewat Teater, www.satudunia.net, Selasa, 13 Oktober 2009 2. Komnas Perempuan Mendesak Pemerintah Untuk Meratifikasi Konvensi Migran 1990, www.kpi.go.id, Selasa, 13 Oktober 2009 3. Buruh Migran, Riwayatmu Kini, www.jurnalperempuan.com, Selasa, 13 Oktober 2009 4. Tampilkan Cerita TKI, Jumhur Beri Apresiasi Teater Garasi, www.bnp2tki.go.id, Selasa 13 Oktober 2009 5. Panggung Lara TKW, www.suarapembaharuan.com, Rabu, 14 Oktober 2009 6. 11 Tahun Usia Komnas Perempuan, www.beritamusi.com, Kamis, 15 Oktober 2009 7. Monolog ”Sum: Cerita dari Rantau” Ratifikasi Konvensi Migran Masih Mimipi, www.vhrmedia.com, Jumat, 16 Oktober 2009 8. Komnas Perempuan Tetap Diperlukan, Harian Kompas, Senin, 19 Oktober 2009 9. Verry Handayani: A Tribute to Migrant Workers, www.thejakartapost.com, Selasa, 20 Oktober 2009 10. Jakarta Process Dalam Penanganan Pekerja Migran, www.forum-ngo.com, Jumat, 28 Oktober 2009 11. Larangan Jins di Aceh, Presiden Harus Bersikap, www.detikpos.net, Kamis, 29 Oktober 2009 12. Muladi: Qanun Jinayat Bisa Diuji MA atau MK, www.menkokesra.go.id, Kamis, 29 Oktober 2009 13. MPU: Bahas Ulang Qanun Jinayat: Komnas Perempuan Setuju Dikaji, www.serambinews.com, Jumat 30 Oktober 2009 14. 64 Perda Diskriminatif terhadap Perempuan, www.sinarharapan.co.id, Sabtu 31 Oktober 2009
November 2009 1. SBY Berharap Menteri Perempuan 10 Orang, www.lampungpost.com, Senin, 30 November 2009 2. Komnas Perempuan minta perhatian pemerintah, Koran ������ Bisnis Indonesia, Senin, 30 November 2009 3. Komnas Perempuan terus Ungkap Kekerasan Terhadap Perempuan, www.kominfonewsrom.com, Senin, 30 November 2009 4. Presiden: 10 tahun Mendatang Peran Kaum perempuan Lebih Besar, www.kominfonewsrom.com, Senin, 30 November 2009 5. Mari Bicara Kebenaran: 10 tahun Komnas Perempuan, Radio Nederland Wereldomroep, Senin, 30 November 2009 6. Stigma Kekerasan Terhadap Perempuan Belum Terkikis, www.detik.com, Senin, 30 November 2009 7. SBY: Perempuan Jarang Korupsi, www.detik.com, Senin, 30 November 2009 8. SBY Hadiri Ultah Komnas Perempuan, www.inilah.com, Senin, 30 November 2009 9. Presiden SBY Harap Makin Banyak Perempuan Dalam Kabinet, www.beritasore.com, Senin, 30 November 2009 10. Prioritas KUR Untuk Perempuan, www.matanews.com, Senin, 30 November 2009 11. Komnas Perempuan 10 Tahun, Kekerasan 4 Dasawarsa, www.beritabaru.com Senin, 30 November 2009 12. Komnas Perempuan Peringati Ultah Ke-10, www.gatra.com Senin, 30 November 2009 13. Presiden Hadiri Perayaan 10 Tahun Komnas Perempuan, www.republika.co.id, Senin, 30 November 2009
65
14. Peringatan 10 Tahun Komnas Perempuan, www.swaberita.com, 30 November 2009 15. SBY Hadiri Ultah Komnas Perempuan, Senin 30 Novermber, www.foto.detik.com, Senin, 30 November 2009 16. Presiden Hadiri Perayaan 10 Tahun Komnas Perempuan, www.apiindonesia.com, Senin, 30 November 2009 17. Presiden Hadiri Perayaan 10 Tahun Komnas Perempuan, www.setneg.go.id, Senin, 30 November 2009 18. Victims of violence celebrate Komnas Perempuan’s anniversary with SBY,������������������������������������ Koran The Jakarta Post, Senin, 30 November 2009 19. 10 Tahun Komnas Perempuan, www.sinarharapan.co.id, Senin, 30 November 2009
Desember 2009 1. Up to 10 Women in Cabinet would be enough: SBY, Koran The Jakarta Post, Selasa, 1 Desember 2009 2. Control of assets shields women from violence: Activist, Koran The Jakarta Post, Selasa, 1 Desember 2009 3. SBY Janjikan Rp 100 Triliun, www.poskota.co.id, Selasa, 1 Desember 2009 4. Idealnya, 10 Perempuan dalam Kabinet, www.beritabaru.co.id, Lindungi Perempuan, Harian Kompas, Selasa, 1 Desember 2009
Selasa,
1
Desember
2009
5. SBY Prioritaskan KUR untuk Usaha Dikelola Perempuan, www.tvone.co.id, Selasa, 1 Desember 2009 6. SBY Berharap Kabinet Mendatang Banyak Diisi Perempuan, www.tvone.co.id, Selasa, 1 Desember 2009 7. Presiden Harap Makin Banyak Perempuan di Kabinet, www.suarakarya-online.com, Selasa, 1 Desember 2009 8. Perlindungan Perempuan Jangan Bermotif Politik, www.fajar.co.id, (koran fajar makasar), Selasa, 1 Desember 2009 9. Presiden Jamin Keadilan bagi Kaum Perempuan, Koran Jurnal Nasional, Selasa, 1 Desember 2009 10. 10 Tahun Komnas Perempuan, SBY Berharap Menteri Perempuan 10 Orang, www.hariansib.com, Selasa, 1 Desember 2009 11. Komnas Perempuan Desak Revisi Perda tentang Tenaga Kerja ke Luar Negeri, www.pikiran-rakyat.com, Rabu, 9 Desember 2009 12. Kinerja Komnas Perempuan Dinilai Mundur, www.mediaindonesia.com, Rabu, 9 Desember 2009 13. Komnas Perempuan Jawab Isu Peleburan Lembaga, www.nasional.kompas.com, Kamis, 10 Desember 2010 14. Komnas Perempuan Luncurkan Instrumen HAM untuk Buruh Migran, www.vhrmedia.com, 22 Desember 2009 15. Presiden Fokuskan Perlindungan Perempuan, Koran ������������������������ Seputar Indonesia, Selasa, 1 Desember 2009 16. Presiden Hadiri Perayaan 10 Tahun Komnas Perempuan, www.antaranews.com, Selasa, 1 Desember 2009 17. Presiden Fokuskan Perlindungan Perempuan, www.detik.com, Selasa, 1 Desember 2009 18. 10 Tahun Komnas Perempuan, www.antaranews.com, Selasa, 1 Desember 2010 19. 10 Tahun Komnas Perempuan, Koran Republika, Selasa, 1 Desember 2009 20. SBY Hadiri Perayaan 10 Tahun Komnas Perempuan, www.tvone.co.id, 1 Desember 2009 21. Kekerasan Terhadap Perempuan Butuh Sentuhan, www.inilah.com, 1 Desember 2009 22. Komnas perempuan minta negara tak diskriminatif, www.waspadaonline.com, 1 Desember 2009 23. Lindungi Perempuan, www.cetak.kompas.com, Selasa, 1 Desember 2010 24. Indonesian President Reaches Out to Women, Promises Fair Treatment, Koran Jakarta Globe, Selasa, 1 Desember 2010 25. Women in Papua Continue to Suffer, Koran Jakarta Globe, Selasa, 1 Desember 2010
66
Lampiran 6
Photo-Photo Kegiatan Komnas Perempuan Tahun 2009
Gambar 1. Ulang Tahun Komnas Perempuan ke-10, 30 November 2009, Presiden RI, Susulo Bambang Yudhoyono beserta Ibu, Mantan Presiden RI ke 4, BJ Habibie, hadir dalam pembukaan.
Gambar 2. Penyerahan Buku ”Kita Bersikap, Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjalanan Berbangsa” oleh Ketua Komnas Perempuan kepada Presiden RI. Buku ini sebagai kesimpulan dari sepuluh tahun keberadaan Komnas Perempuan dalam upaya penyebarluasan informasi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam perjalanan berbangsa serta upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta pernghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
67
Gambar 3. Semiloka Nasional tentang Akses Perempuan terhadap Kebenaran, Keadilan dan Pemulihan, 9-10 Nopember 2010. Kegiatan ini mendiskusikan tentang bagaimana konsep menemukan dan merumuskan kemudahan akses kebenaran, keadilan dan pemulihan bagi perempuan korban dalam perkara perdata dan pidana.
Gambar 4. Temu Forum Belajar Nasional bagi Pengada Layanan , 18-19 Agustus 2010, sebagai upaya pengungkapan kebenaran dan penyelesaian kasus, serta perubahan perilaku aparat negara agar tanggap terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
68
Gambar 5. FGD dengan aparat penegak hukum dalam rangka pengembangan buku referensi penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan ini mendapat dukungan yang baik dan luas pada saat puncak peluncurannya pada 20 Nopember 2009.
Gambar 6. Laporan integrative 44 tahun kekerasan terhadap perempuan. Kehadiran semua pihak menegaskan bahwa perjuangan Indonesia adalah bagian dari perjuangan kemanusiaan yang melintasi batas negara, dan sebagai pembelajaran dalam perjuangan gerakan perempuan di berbagai wilayah yang berjuang untuk kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan. November 2009.
69
Gambar 7. Dialog kebijakan dengan DPR Papua, untuk menggalang dukungan dalam rangka mendorong pemenuhan HAM bagi perempuan Papua. Papua, 2009
Gambar 8. Dialog publik ini mensosialisasikan hasil penelitian tentang Peran Komisi Nasional HAM dengan 4negara lain di ASEAN dalam rangka perlindungan pekerja migran.
70
Gambar 9. Dialog dengan Masyarakat Sipil di Manokwari, Papua Barat. Dukungan masyarakat sipil dalam implementasi dan pemenuhan HAM bagi Perempuan Papua.
Gambar 10. Sentani, Jayapura, 31 Mei - 3 Juni 2009. Peserta lokakarya persiapan pendokumentasian kondisi pemenuhan HAM perempuan Papua diberikan materi tentang HAM dan Jender, teknik wawancara dan teknis melakukan pendokumentasian.
71