LAPORAN PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN DI DUSUN SENGON, DESA DALISODO, KECAMATAN WAGIR, KABUPATEN MALANG
Oleh :
Oleh:
Kelompok 5 (Kelas B) 1. Dian Rizki Fuziah
(115040201111134)
2. Tanti Virga Sartika
(115040201111240)
3. Derra Marhaendar Mayang
(115040201111242)
4. Intan Kartika Agnestika
(115040201111243)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan berkenaan dengan praktikum Sosiologi Pertanian. Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas makalah praktikum yang membahas mengenai aspek sosiologo petani di desa Asrikaton. Tak lupa kami ucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya, karena dalam proses pendalaman materi sosiologi pertanian, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi serta saran. Dalam pembuatannya, tentunya makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat diberikan kepada kami dalam rangka mencapai kesempurnaan, agar nantinya dapat bermanfaat bagi rekan-rekan lainnya.
Malang, Juni 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2 DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 6 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 6 1.2 Tujuan............................................................................................................................... 7 BAB II ASPEK SOSIOLOGI PETANI ..................................................................................... 8 2.1 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Dian Rizki Fauziah) ... 8 2.1.1 Deskripsi Keluarga Petani ......................................................................................... 8 2.1.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani .................................................................... 8 2.1.3 Kebudayaan Petani .................................................................................................... 9 2.1.4 Perubahan Sosial Budaya Petani ............................................................................. 12 2.1.5 Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan/Pengendalian Sarana Produksi, Tenaga Kerja, dan Pemasaran Hasil Petani Sampel ......................................................... 13 2.1.6 Kesimpulan .............................................................................................................. 14 2.2 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Tanti Virga Sartika) . 14 2.2.1 Deskripsi Keluarga Petani ....................................................................................... 14 2.2.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani .................................................................. 15 2.2.3 Kebudayaan Petani .................................................................................................. 18 2.2.4 Perubahan Sosial Budaya Petani Terkait Cara Bercocok Tanam ............................ 21 2.2.5. Lembaga Yang Berkaitan Dengan Pengadaan Sarana Produksi, Tenaga Kerja dan Pemasaran Hasil Usaha Tani ........................................................................................... 22 2.2.6 Kesimpulan .............................................................................................................. 23 2.3 Deskripsi Keluarga dan Usaha Tani Bapak Yadi (Oleh : Derra Marhaendar Mayang) . 23 2.3.1 Diskripsi Keluarga Petani ....................................................................................... 23 2.3.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani ................................................................ 24 2.3.3. Kebudayaan Petani ................................................................................................ 26 2.3.4. Perubahan Sosial..................................................................................................... 28 2.3.5. Kesimpulan ............................................................................................................ 30 2.4 Deskripsi Keluarga dan Usahatani Petani D (Oleh : Intan Kartika Agnestika) ............ 31 2.4.1 Deskripsi Keluarga .................................................................................................. 31 2.4.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Sampel ..................................................... 31 2.4.3 Kebudayaan Petani .................................................................................................. 33 2.4.4 Perubahan Sosial Budaya Petani ............................................................................. 35 2.4.5 Kelembagaan ........................................................................................................... 36 3
2.4.6 Kesimpulan .............................................................................................................. 37 BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 39 3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 39 3.2 Saran ............................................................................................................................... 39 BAB IV LAMPIRAN .............................................................................................................. 40 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 42
4
5
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam kemajuan usaha pertanian sangat berkaitan erat dengan aspek sosiologis. Aspek sosiologis meliputi sistem kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan dan jariangan sosial baik pada tingkat petani, desa, maupun supra desa. Kebudayaan sangat mempengaruhi dalam usaha tani. Hal itu disebabkan kebudayaan sudah melekat dalam diri petani sehingga tak heran bila terjadi suatu perubahan sulit untuk diterima. Contohnya jika suatu daerah dari dulu menanam jagung dan cabe dalam usaha pertaniannya, maka hingga sekarang mereka masih menanam komoditas yang sama dan sulit untuk menanam komoditas lain. dalam suatu daerah atau desa terdapat lapisan-lapisan masyarakat atau stratifikasi sosial. Dalam suatu daerah stratifikasi sosial dapat diukur dari luas tegalan yang dimiliki bila daerah tersebut mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Kadang kala dalam kelembagaan sangat dibutuhkan bagi para petani untuk menyediakan sarana produksi seperti penyediaan benih, penyediaan pupuk, tenaga kerja, dan pengolahan sawah. Selain itu dengan adanya kelembagaan dapat membantu petani dalam menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi. Usaha pertanian erat kaitannya dengan pemasaran, baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui perantara atau distributor. Dibutuhkan jaringan sosial yang baik agar dapat memasarkan hasil pertanian tersebut. oleh karena itu aspek-aspek sosiologi memang sangat berperan dalam mempengaruhi kemajuan usaha pertanian baik pada tingkat petani, desa, maupun supra desa. Dalam pratikum Sosiologi Pertanian, kami melakukan fieldtrip di Desa Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang dalam rangka memenuhi tugas akhir praktikum. Kami mendatangi rumah warga-warga yang telah dikoordinasikan sebelumnya dan melakukan wawancara dengan mereka. Topik wawancara kami meliputi pekerjaan utama mereka sebagai petani, kepemilikan lahan pertanian mereka, cara mereka mengelola lahan mereka, pengaplikasian pupuk dan pestisida pada lahan mereka, 6
serta organisasi kelembagaan di RT 5, Desa Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. 1.2 Tujuan
Tujuan fieldtrip sosiologi pertanian kali ini, yaitu untuk mengetahui identifikasi petani, kebudayaan petani, stratifakasi dan kelembagan, jaringan sosial dan perubahan sosial dan globalisasi pada tingkat petani dan tingkat desa.
7
BAB II ASPEK SOSIOLOGI PETANI
2.1 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Dian Rizki Fauziah) 2.1.1 Deskripsi Keluarga Petani Nama
: Sadi
Umur
: 48 tahun
Tingkat pendidikan formal
: SD
Pekerjaan KK a. Utama
: Petani
b. Sampingan
:-
Sejak kapan menjadi petani
: sejak tahun 1976
Jumlah anggota keluarga
: 1 orang
Luas lahan tegal
: 400 m2
Dalam wawancara studi lapangan sosiologi pertanian di Desa Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, saya mewawancarai seorang petani yang bernama bapak Sadi.
Beliau berusia 48 tahun, hidup seorang diri. Beliau
memiliki seorang anak angkat tetapi tidak tinggal bersama beliau. Bapak Sadi menamatkan pendidikannya hanya sampai sekolah dasar (SD), dan menurut pengakuan beliau, dirinya sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan tang lebih tinggi namun dikarenakan
keterbatasan
biaya,
beliau
terpaksa
tidak
dapat
melanjutkan
pendidikannya. Pekejaan sehari-hari Bapak Sadi adalah seorang petani, Beliau mengaku mulai bercocok tanam tanam sejak beliau berusia 12 tahun, yaitu sekitar tahun 1976.
2.1.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Menurut pengakuan bapak Sadi, beliau sudah lama menduda, beliau hanya hidup seorang diri di rumahnya yang berada di samping rumah ibunya. Kondisi rumah beliau sangat sederhanya, yakni dengan luas 111 m2, atap rumah berupa genteng, lantai berupa tanah, dan temboknya berupa gedek. Bapak sadi mengaku tidak memiliki ternak
8
apapun, beliau tidak memiliki barang elektronik seperti telepon genggam, televisi, ataupun radio, beliau hanya memiliki satu unit sepeda motor. Harta yang dimiliki bapak Sadi adalah lahan yang berupa tegal seluas 400 m2. Tegal tersebut merupakan warisan dari orang tuanya sejak tahun 2000. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, beliau memanfaatkan lahan tersebut untuk bercocok tanam dan hasil panennya beliau jual ke pedagang. Dari situlah beliau mendapatkan uang untuk mencukupi kehidupannya. Beberapa tahun ini, bapak Sadi menanami tegalnya dengan satu jenis tanaman yaitu tanaman jagung. Menurutnya tanaman jagung termasuk tanman yang mudah perawatannya. Sebenarnya, ada beberapa kendala bagi beliau untuk tidak memilih komoditas lain seperti padi, cabai, tomat, yakni dikarenakan karena yang pertama adalah kondisi lahan, lahan di daerah tersebut sering kekurangan air. Warga hanya mengandalkan tadah hujan untuk mengairi tegalnya, begitu juga pak Sadi. Yang kedua adalah kendala biaya, untuk membeli bibit cabai, tomat sangat dibutuhkan biaya yang besar sedangkan beliau tidak mampu untuk itu. Itulah sebabnya seliau hanya menanam jagung sepanjang tahun. Dengan melihat kondisi ekonomi bapak Sadi, beserta hasil dari perbandingan dengan literatur, dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi kekayaan, bapak Sadi termasuk ke dalam keluarga petani golongan bawah, dari segi kekuasaan dan kehormatan, bapak Sadi hanya sebagai seorang warga biasa yang tidak memiliki kedudukan dan kekuasaan di wilayahnya, selain itu dari segi pengetahuan, bapak Sadi tergolong rendah karena hanya sampai tingkat sekolah dasar (SD) saja.
2.1.3 Kebudayaan Petani Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat
9
diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di beberapa bagian Afrika atau Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang. (Wikipedia, 2012). Dari hasil wawancara yang telah saya lakukan, didapat data bahwa lahan atau tegal milik bapak Sadi beberapa tahun terakhir hanya ditanami dengan tanaman jagung. Bapak sadi menjelaskan budaya beliau dalambercocok tanam dari awal penanaman hingga ke tahap pemasaran. Yang pertama dilakukan ialah persiapan lahan. Usaha taninya dilakukan di lahan kering atau tegalan. Bapak Sadi memulai masa tanam saat awal musim hujan. Hal itu dikarenakan bahwa itu adalah saat yang cocok bagi tegalnya untuk mendapatkan air. Bapak sadi mengolah lahannya dengan menggunakan alat tradisional berupa cangkul. Beliau mengerjakan pekerjaan itu seorang diri. Tahap yang kedua yaitu penanaman benih. Bapak Sadi mengaku jika waktunya cukup, setelah mencangkul, beliau langsung menanam benih jagung tersebut. Beliah memasukkan dua benih per lubang. Beliau tidak melakukan persemaian dahulu dikarenakan keterbatasan media dan biaya, mungkin juga keterbatasan pengetahuan beliau mengenai cara bercocok tanam. Tahap yang ketiga adalah perawatan. Bapak Sadi menjelaskan bahwa beliau melakukan pemupukan sehari setelah muncul tunas. Pupuk yang beliau gunakan adalah 10
pupuk urea yang beliau beli dari toko pertanian terdekat. Pemupukan selanjutnya dilakukan setiap 40 hari sekali. Untuk irigasi, beliau mengandalkan tadah hujan, dikarenakan tidak ada sungat di dekat tegalnya. Itulah sebabnya pak Sadi memulai masa tanamnya saat musim hujan. Pak Sadi mengatakan bahwa di desa tersebut pernah mengalami kondisi dimana seluruh desa kekurangan air. Jangankan untuk bercocok tanam, untuk minum bagi seluruh warga desa saja saja masih belum cukup. Itulah alasan beliau memilih komoditas jagung, dimana kita tahu bahwa tanaman jagung adalah jenis tanaman yang tahan sekali dalam keadaan ekstrim. Untuk masalah hama dan penyakit pada tanamannnya, bapak Sadi menjelaskan bahwa ada beberapa hama dan penyakit yang menyerang, yaitu ulat, belalang, dan bulai. Namun sayangnya beliau tidak melakukan usaha apapun untuk mengendalikannya. Menurut saya, mungkin karna keterbatasan beliau tentang pengetahuan yang beliau miliki. Penyiangan dilakukan seminggu sekali. Tahap selanjutnya yaitu tahap pemanenan. Saat wawancara yang dilakukan saat itu, bapak Sadi menjelaskan kriteria beliau dalam menentukan tanaman yang siap dipanen. Ciri-cirinya yaitu pada jagung yang tongkolnya terlihat sudah mongering. Bapak sadi memanen jagung di lahannnya seorang diri. Beliau menggunakan alat tradisional berupa sabit untuk memotong tongkol jagung dari batangnya. Setelah
tongkolnya
diambil,
bapak
sadi
mengupas
kulit
jagung,
membersihkannya lalu menjemurnya supaya kering dan gampang untuk diambil bijinya. Masa penjemurannya kurang lebih 2-3 hari. Setelah benar-benar kering, jagung tadi dirontokkan bijinya secara manual, dan disimpan. Tahap yang terakhir yaitu pemasaran. Hasil panen pak Sadi sebagian besar dijual dan sisanya untuk dimakan sendiri. Bapak Sadi menjualnya ke pedagang yang sudah menjadi langgannnyanya dalam ukuran kilogram, pedagang tersebut biasanya langsung datang ke rumah bapak Sadi. Hal ini memudahkan beliau, karena beliau tidak perlu mengantarkan hasil penennya ke pembeli. Dari hasil panen tersebut bapak Sadi mendapatkan keuntungan, namun itu masih sangat pas-pasan untuk menckupi kebutuhan sehari-harinya.
11
Dari penjelasan diatas, saya sajikan diagram alir proses bercocok tanam jagung menurut bapak Sadi, Persiapan lahan
Penanaman benih jagung
Perawatan tanaman
Pemanenan dan Pascapanen
Pemasaran Bapak Sadi mengatakan bahwa beliau mendapatkan pengetahuan bercocok tanam dari orang tuanya. Pengetahuan tersebut didapat karena sejak kecil beliau sering melihat orang tuanya bekerja di lahan. Pak Sadi memutuskan untuk tidak bergabung dengan kelompok tani dikarenakn menurut beliau mereka hanya mengetakan teori saja. Jadi beliau hanya meyakini apa yang sudah beliau terapkan selama bertahun-tahun tentang cara bercocok tanam.
2.1.4 Perubahan Sosial Budaya Petani Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secara integratif. orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan
yang
berorientasi
pada
bentuk,
unsur,
atau
nilai
yang 12
telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsayang bermartabat (Anonymous, 2012) Dari hasil wawancara, sistem budaya bercocok tanam pak Sadi tidak mengalami perubahan. Bapak Sadi memulai kegiatan bertani sejak beliau berusia 12 tahun atau pada tahun 1976. Sejak dahulu sampai sekarang, pak Sadi melakukan kegiatan bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti cangkul, dan sabit, irigasinya pun menggunakan ntanah hujan. Pemanenan juga dilakukan secara manual. Kondisi lahan beserta kendala biaya membuat beliau tetap melanjutkan pola bercocok tanamnya tersebut. Beliau tidak terpengaruh oleh perkembangan teknologi pengolahan lahan karena keterbatasan biaya dan pengetahuan.
2.1.5 Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan/Pengendalian Sarana Produksi, Tenaga Kerja, dan Pemasaran Hasil Petani Sampel Dalam melakukan kegiatan bercocok tanam bapak Sadi memiliki pelanggan tetap yang selalu datang ke rumahnya untuk membeli jagung hasil panennya. Bapak Sadi menjual dengan satuan kilo gram. Harga per kilonya tidak menentu, terkadang mahal, terkadang sangat murah. Untuk pupuk, pak sadi membeli di toko pertanian terdekat. Untuk benihnya, pak Sadi menggunakan benih sendiri berupa biji jagung hasil panen sebelumnya. Jadi beliau tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli benih. Dalam mengendalikan hama dan penyakit, beliau sama sekali tidak menggunakan pestisida atau pengendali lainnya. Pemanenan jagung dilakukan sendiri dengan menggunakan sabit. Jagung dikupas lalu dijemur dan dipisahkan dengan bijinya. Lalu sebagian dijual dan sebagian lagi dikonsumsi. Beliau menjual ke pedagang atau tak jarang pedagang yang datang kerumah beliau. Dari hasil penjualan jagung bapak sadi memperoleh keuntungan ytetapi tidak bisa mencukupi kebutuhannya. 13
2.1.6 Kesimpulan 1.
Bapak Sadi, warga Desa Dalisodo bermatapencaharian sebagai petani sejak tahun 1976, hidup sendiri.
2.
Bapak Sadi termasuk ke dalam keluarga petani golongan bawah, dari segi kekuasaan dan kehormatan, bapak Sadi hanya sebagai seorang warga biasa yang tidak memiliki kedudukan dan kekuasaan di wilayahnya, selain itu dari segi pengetahuan, bapak Sadi tergolong rendah karena hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja.
3.
Dari hasil wawancara, disimpulkan budaya bapak Sadi dalam bercocok tanam yaitu hanya menanami lahan tegalnya dengan satu jenis tanaman saja yaitu tanaman jagung. Dalam mengairi lahannya mengandalkan tadah hujan. Usaha taninya dilakukan di lahan kering atau tegalan.
4.
Dari hasil wawancara, sistem budaya bercocok tanam pak Sadi tidak mengalami perubahan. Bapak Sadi memulai kegiatan bertani sejak beliau berusia 12 tahun atau pada tahun 1976, tetap ke pertanian yang tradisional.
5.
Tidak ada lembaga yang bekerja sama dengan bapak Sadi, semua hal beliau kerjakan sendiri.
2.2 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Tanti Virga Sartika) 2.2.1 Deskripsi Keluarga Petani Nama petani
: Mistari
Umur
: 55 tahun
Tingkat Pendidikan Formal
: SD
Pekerjaan KK
: Tani
a. Utama
b. sampingan : Sejak kapan menjadi petani
: tahun 1987
Jumlah anggota RTG
: 5 orang
Dalam pengamatan dan wawancara studi lapangan sosiologi pertanian di desa Dalisodo dusun Sengon kecamatan Wagir, Malang. Saya mewawancarai Bapak Mistari yang berusia 55 tahun, beliau hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Pekerjaan utama beliau adalah sebagai petani yang dimulai sekitar tahun 1987. Beliau memiliki 14
tiga orang anak, namun saat ini anak-anak beliau bekerja di luar kota, sehingga hanya ada beliau dan istrinya yang masih menempati rumah tersebut.
2.2.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Menurut Soerjono Soekanto (1981: 133), selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya sistem berlapis-lapis yang ada dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Kriteria yang menjadikan masyarakat berlapis-lapis menurut Soerjono Soekanto (1981: 141-142) adalah sebagai berikut. a) Ukuran Kekayaan Ukuran menyatakan adanya kuantitas atau jumlah dari sesuatu hal. Jika ukuran kekayaan, berarti ada jumlah tertentu tentang kekayaan yang dapat dijadikan sebagai suatu tolak ukur. Dari sini kita dapatkan ukuran kekayaan yang tinggi atau banyak, ukuran sedang atau cukup, dan ukuran sedikit atau miskin. Walaupun ukuran kekayaan menyatakan kuantitas, tetapi kekayaan adalah relatif untuk suatu masyarakat masyarakat dalam menentukan stratifikasi sosial. Ukuran orang kaya pada masyarakat pedesaan adalah luas pemilikan dan penguasaan tanah dan sering disimbolkan dengan rumah berbentuk joglo ( di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan, simbol kekayaan yang dimilikinya, selain dapat berupa gedung yang mewah juga mobil yang mewah. Kekayaan sebagai sebuah ukuran dari stratifikasi sosial dalam masyarakat tetap tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat bersangkutan. b) Ukuran Kekuasaan Kekuasaan
didefinisikan
sebagai
kemampuan
seseorang
untuk
memengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok orang agar berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki. Hal ini menjadi tolok ukur dari stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat oleh orang yang memiliki kekuasan. Ukuran 15
kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Semakin luas dan tinggi pengaruh yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi stratifikasi yang dimilikinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah, sempit, dan bahkan keberadaannya tidak memiliki pengaruh dalam masyarakat, maka semakin rendah pula startifikasi sosialnya. Kekuasaan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat formal saja seperti pejabat pemerintahan yang lain. kekuasaan tersebut berupa kepatuhan dan ketaatan bagi seseorang untuk mengikuti apa yang menjadi saran atau pemerintahanbya. Kekuasaan yang tinggi atau kuat dapat dimiliki oleh siapa saja (bukan hanya orang-orang yang menduduki jabatan struktural). c) Ukuran Kehormatan Kehormatan yang diperoleh oleh seseorang bukanlah dari dirinya melainkan penilaian yang datang dari orang lain. seseorang akan dihormati atau tidak dihormati oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya. Penghormatan bagi seseorang bukan muncul sesaat, melainkan melalui proses waktu dan evaluasi yang panjang. Dengan demikian, penghormatan bersifat objektif bukan bersifat subjektif. Penghargaan bagi seseorang dalam wujud penghormatan dapat bersumber pada kepribadian seseorang tersebut karena kejujuran, ketaqwaan beragama, berani karena benar, rendah hati, maupun perilaku yang ditunjukkan dalam setiap harinya. Misalnya, suka menolong, memberikan nasehat kepada yang membutuhkan dan sebagainya yang setiap saat dievaluasi oleh anggota masyarakat yang lain. penghormatan tersebut diwujudkan orang lain, misalnya dengan memberikan hormat lebih dahulu, atau mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, atau menempatkan duduk dalam suatu pesta atau pertemuan di baris paling depan sendiri atau di tempat yang pas dengan kehormatannya. d) Ukuran Ilmu Pengetahuan Ukuran ilmu pengetahuan akan meliputi dua ukuran. Pertama, ukuran formal yaitu ijazah sebagai ukurannya. Semakin tinggi gelar atau ijazah yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi strata sosialnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah ijazah yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah strata sosialnya. Kedua, ukuran nonformal yaitu keahlian yang mereka miliki melalui
16
keterampilan yang dilakukannya. Keahlian tersebut diperoleh tidak melalui jalur pendidikan formal. Dalam wawancara yang telah dilakukan, beliau memiliki luas lahan sekitar 300 2
m yang diperoleh baik dari warisan orang tua maupun hasil dari jerih payah beliau. Tidak ada sistem sewa di tegalan beliau, sehingga tidak ada pembagian hasil dalam usaha tani beliau. Jumlah ternak yang dimiliki oleh beliau adalah dua ekor sapi. Untuk mencapai lahan ditempuh dengan jalan kaki meskipun jauh, hal itu disebabkan karena beliua tidak memiliki sarana transportasi untuk mencapai lahan pertanian. Untuk berkomunikasi dengan anaknya beliau harus minta bantuan kepada tetangga karena beliau tidak memiliki Telp. Rumah atau HP untuk berkomunikasi, selain itu beliau juga tidak memiliki radio atau televisi sebagai sarana hiburan maupun pengetahuan. kondisi rumah beliau, luas bangunan rumah yang beliau tempati adalah 8x14 m2 , jenis lantai rumah beliau adalah tegel atau keramik, dindingnya berjenis tembok dan menggunakan genteng biasa untuk atapnya petani. Dari hasil literatur yang didapat dari segi ukuran kekayaan menurut literatur pak mistaki merupakan petani golongan rendah. Kekayaan adalah relatif untuk suatu masyarakat masyarakat dalam menentukan stratifikasi sosial. Ukuran orang kaya pada masyarakat pedesaan adalah luas pemilikan dan penguasaan tanah dan sering disimbolkan dengan rumah berbentuk joglo ( di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan, simbol kekayaan yang dimilikinya, selain dapat berupa gedung yang mewah juga mobil yang mewah. Kekayaan sebagai sebuah ukuran dari stratifikasi sosial dalam masyarakat tetap tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat bersangkutan. Hal itu sesuai mengingat pak mistaki hanya memiliki lahan berupa tegalan 300m2 . Dari segi kekuasaan pak mistaki memiliki pengaruh kecil terhadap masyarakat mengingat pak mistaki adalah petaani golongan rendah. Hal itu sesuai dengan literatur yang didapat yaitu Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok orang agar berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki. Hal ini menjadi tolok ukur dari stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat oleh orang yang memiliki kekuasan. Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya Kehormatan yang diperoleh oleh seseorang bukanlah dari dirinya melainkan penilaian yang datang dari orang lain. seseorang akan dihormati atau tidak dihormati 17
oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya. Mengingat pak mistaki merupakan orang yang peduli dengan tetangga disekitarnya sehingga dia dihormoti, kehormatan tidak dihanya di nilai dari jabatan, melainkan kehidupan keseharian. Kehormatan bersifat objektif sehingga kita harus mendalami kebiasaan seseorang. Dinilai dari segi Ukuran ilmu pengetahuan akan meliputi dua ukuran. Pertama, ukuran formal yaitu ijazah sebagai ukurannya. Semakin tinggi gelar atau ijazah yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi strata sosialnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah ijazah yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah strata sosialnya. Kedua, ukuran nonformal yaitu keahlian yang mereka miliki melalui keterampilan yang dilakukannya. Keahlian tersebut diperoleh tidak melalui jalur pendidikan formal. Menurut saya ilmu yang didapat pak mistaki dalam bercocok tanam didapat secara nonformal yaitu melalui keahlian, mengingat sejak kecil beliau sudah membantu orang tuanya dalam bercocok tanam sehingga ilmu yang beliau peroleh, dapat dikatakan dari hasil kebiasaan yang selalu beliau pelajari sehari-hari. Kedudukan beliau dalam keluarganya adalah sebagai kepala rumah tangga yang mengayomi keluarganya, dan sebagai kepala keluarga beliau harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Mengingat beliau memiliki tiga orang anak dan seorang istri. Meskipun ketiga anaknya sudah merantau di daerah lain tapi tetap saja sebagai kepala keluarga beliau harus menjadi seorang ayah yang baik, dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.2.3 Kebudayaan Petani Dalam sosiologi pertanian dipelajari aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat pertanian. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial, dan dampak globalisasi terhadap kemajuan usaha pertanian di wilayah tersebut. Dalam sosiologi, konsep kebudayaan sangat penting karena objek studi pokok sosiologi adalah masyarakat dimana masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 18
Menurut Horton dan Hunt, masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat tersebut. Dirumuskan secara tegas lagi, kebudayaan adalah perangkat peraturan dan tata cara, bersama dengan seperangkat gagasan dan nilai yang mendukungnya (Horton dan Hunt, terjemahan, 1987: 58). Selain itu kebudayaan petani sama-sama mencerminkan dan menyokong karakteristik dan pengalaman hidup komunitas pedesaan kecil, yakni kurangnya anomali, dan hubungan dekat, face to face, dengan pengendalian normatif yang kuat atau pengalaman yang sama dalam menumbuhkan lingkungan fisik dan sosial yng serupa vis a vis dengan sikap-sikap pendatang (shanin, 1988:4). Dalam satu tahun beliau hanya menanam jagung saja sebagai komoditas utama, hal itu disebabkan karena daerah tersebut menerapkan irigasi tadah hujan, sehingga komoditas yang tepat dalam daerah tersebut adalah jagung, mengingat jagung adalah tanaman yang tidak terlalu banyak membutuhkan air dan cara perawatannya tidak terlalu intensif. dalam menanam jagung pertama-tama, beliau membuat bedengan, kemudian membuat lubang atau dalam bahasa jawa digejek...untuk menanam jagung dengan menanam sebanyak dua biji perlubang, kemudian melakukan pemupukan, pupuk yang dipakai pada awal masa tanam adalah jenis pupuk urea, lalu setelah jagung berusia 36 hari dilakukan pemupukan lagi dengan menggunakan pupuk kandang, pemupukan diberikan selama tiga kali. Untuk penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul tanpa mencabuti rumputnya, karena metode penyiangan yang beliau lakukan dengan cara membuat gundukan di samping tanaman jagung sehingga gulma-gulma tertimbun dibawahnya. Irigasi yang diterapkan dilahan beliau adalah irigasi secara tradisional, karena di daerah tersebut menggunakan irigasi tadah hujan sehingga sulit untuk mendapatkan air. Dalam usaha pertanian selalu mengalami kendala, beliau menjelaskan kendala yang dihadapi adalah hama dan penyakit yang dialami oleh tanaman jagung. Hama yang menyerang tanaman jagung beliau adalah ulat, belalang dan masih banyak lagi, selain itu penyakit yang biasa dialami oleh jagung adalah penyakit bulai. Namun, untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung 19
yang beliau miliki, beliau tidak menggunakan pestisida baik pestisida alami maupun sintetis, penanganannya hanya dilakukan secara tradisional atau tak jarang hanya dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan yang berarti. Untuk mengetahui masa panen biasanya ciri tanaman jagung yang siap panen adalah tongkolnya sudah membesar dan menguning, dan tanamannya mulai menguning dan mengering. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit. Lalu dikupas dan di jemur, jagung yang sudah kering di pisahkan antara biji dan tongkolnya. sebagian dari hasil panen di jual dan sebagian lagi disimpan, penyimpanan dilakukan dengan menggantung jagung yang belum dikupas didalam gudang penyimpanan. Pengetahuan yang beliau dapatkan dalam mengolah lahan didapat dari orang tua, karena sejak kecil beliau membantu orangnya dalam mengolah sawah. Sehingga, beliau paham dan mengerti bagaimana harus mengolah lahan yang baik. Selain itu cara budidaya yang beliau terapkan tidak berubah sedikitpun.mengingat didaerah tersebut kekurangan air dan irigasi yang di terapkan adalah tadah hujan sehingga untuk mengganti komoditas selain jagung merupakan hal yang tidak mungkin. Diagram Alir Teknik Bercocok Tanam Lakukan pengolahan
Membuat bedengan
Membuat lubang atau digejek
Menanam benih, tiap lubang dua
Memberi urea dan pupuk kandang
Setelah 36 hari, diberi pupuk
20
Lakukan penyiangan
Kegiatan panen dan pascapanen Dalam usahanya tani yang dimiliki oleh pak mistari adalah lahan tegalan, karena daerah tersebut tidak memiliki persawahan sehingga mayoritas komoditas yang ditanam adalah komoditas yang tidak memerlukan banyak air selain itu daerah tersebut merupakan daerah tadah hujan sehingga pengairannya tergantung oleh musim hujan. Jika komoditas yang ditanam adalah padi maka diperlukan irigasi yang banyak karena pada musim tanam awal padi memerlukan banyak air untuk pertumbuhannya. Selain itu padi hanya bisa ditanam disawah sedangkan daerah tersebut tidak memiliki sawah.
2.2.4 Perubahan Sosial Budaya Petani Terkait Cara Bercocok Tanam Dalam mengolah lahan pertanian dari tahun ke tahun cara bercocok tanam tetaplah sama karena pengetahuan cara bercocok tanam dari bapak mistari didapat dari orangtuanya. Bapak Mistari mulai bertani sejak tahun 1987. Pada awalnya lahan pertanian yang dimiliki pak mistari merupakan lahan yang diberi oleh orang tuanya, sedangkan sisanya didapat dari hasil keringat dan jirih payah pak mistari. Komoditas yang ditanam dari dulu adalah jagung dan hingga sekarang tetaplah sama. Mengingat, lahan tersebut merupakan lahan tadah hujan sehingga komoditas yang cocok untuk sistem penanaman adalah tanaman yang tidak begitu banyak air, selain itu perawatan untuk komoditas jagung tidak terlalu intensif dibanding komoditas lainnya seperti contohnya komoditas cabe. Menurut beliau kegiatan bercocok tanam dari tahun ke tahun meskipun terjadi perubahan zaman tetaplah sama. Mengingat kebudayaan sudah mendarah daging di diri beliau sehingga susah untuk dirubah.
21
2.2.5. Lembaga Yang Berkaitan Dengan Pengadaan Sarana Produksi, Tenaga Kerja dan Pemasaran Hasil Usaha Tani Kelembagaan pertanian mampu memberikan jawaban atas permasalahanpermasalahan petani saat ini. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud, 2005). Kelembagaan sangat penting bagi petani. Namun, terkadang petani masih tidak terlalu peduli dalam adanya kelembagaan. Lahan yang dimiliki bapak mistari adalah 300 m2 , untuk memperoleh benih biasanya bapak mistari mendapatkan benihnya dari hasil panen sebelumnya dengan menyimpah sebagian hasil panen yang lalu untuk dijadikan sebagai benih untuk tanam yang akan datang. Pada proses penanaman dibutuhkan pupuk, pupuk yang dipakai biasanya jenis urea dan pupuk kandang. Pupuk urea didapat dengan membeli di toko, biasanya pupuk yang dibutuhkan untuk memupuk 300 m2 sebesar 250 kg sedangkan pupuk kandang diperoleh dengan membuat sendiri, mengingat pak mistari memiliki dua ekor sapi, sehingga limbah kotoran sapi yang didapat digunakan sebagai pupuk kandang. Pupuk kandang dipakai pada apabila tanaman sudah mencapai umur 36 hari. Sedangkan, untuk penggunaan pestisida pak mistaki tidak menggunakan pestisida sedikitpun baik pestisida kimia maupun nabati. Mengingat di daerah tersebut merupakan tegalan yang hanya ditanami tanaman yang tidak terlalu membutuhkan air. Karena daerah tersebut merupakan daerah tadah hujan sehingga irigasinya sangat terbatas yang hanya dipengaruhi oleh musim saja. Jadi irigasi yang dipakai adalah irigasi tadah hujan. Untuk pengolahan lahan biasanya pak mistari dibantu oleh istrinya tanpa campur tangan orang lain, mengingat komoditas yang ditanam adalah jagung sehingga tidak membutuhkan pengolahan yang intensif. Beberapa bulan kemudian, jagung pun siap dipanen, biasanya hasil panen sebagian kecil dikonsumsi dan sebagian besar dijual untuk menyambung hidup. Sebelum dijual jagung dikupas dan di jemur kemudian dipisahkan dengan tongkol dan bijinya. Kemusian dilakukan penyortiran hal itu dilakukan untuk menaikan harga jual jagung. Karena biasanya jika tidak dipisahkan harga jagung turun karena terdapat tongkol dan memberatkan bagi pedagang. untuk menjual hasil panennya biasanya pak mistari harus mendatangi pedagang, terkadang tak
22
jarang pedagang yang mendatangi petani. Pedagang membeli hasil panen petani perkilo, karena yang dibeli berupa benih. Untuk harganya biasanya itu tergantung pada mutu panen dan permintaan pasar. Dari literarur yang saya dapat, pak mistari tidak tahu tentang adanya kelembagaan usaha tani. Terkadang sulit merubah kebiasaan seseorang yang sejak dulu sudah tertanam.
2.2.6 Kesimpulan
Dari wawancara yang kami peroleh pak mistari merupakan petani golongan rendah
Cara bercocok tanam didapat secara nonformal yaitu melalui keahlian
Komoditas yang ditanam di tegalan adalah jagung
Dilihat dari segi kelembagaan pak mistari tidak mengerti tentang pentingnya kelembagaan
Dalam mengolah tegalan tidak terjadi perubahan
2.3 Deskripsi Keluarga dan Usaha Tani Bapak Yadi (Oleh : Derra Marhaendar Mayang) 2.3.1 Diskripsi Keluarga Petani Nama Petani
: Yadi
Umur
: 54 tahun
Tingkat Pendidikan Formal
: SMP
Pekerjaan Kepala Keluarga
: a. Utama sebagai Petani b. Sampingan memelihara sapi
Menjadi petani sejak
: 1985
Jumlah anggota rumah tangga
: 5 orang
Luas Rumah
: 7 m x 11 m
Keluarga Bapak Yadi, tinggal di dusun Sengon, Dalisodo, Kecamatan Wagir. Bapak Yadi sekarang berumur 54 tahun, Bapak Yadi memiliki tingkat pendidikan sampai SMP (sekolah menengah pertama). Bapak Yadi memiliki satu istri dengan satu anak. Anaknya sudah berkeluarga dan telah memiliki anak. Anak bapak Yadi tinggal bersama dengan bapak Yadi, di rumah yang berukuran 7 meter x 11 meter terdapat 5 23
anggota. Seperti halnya orang desa keluarga Bapak Yadi juga sangat baik dan sederhana. Mereka menerima tamu dengan ramah. Keluarga bapak Yadi bekerja sebagi petani, dengan pekerjaan sampingan sebagai peternak sapi. Bapak Yadi memilihara 1 ekor sapi dirumahnya. Setiap sore Beliau mencari rumput di ladang untuk sapinya. Pekerjaan itu menjadi rutinitas Bapak Yadi. Bapak Yadi telah menjadi pni sejak 27 tahun yang lalu.
2.3.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Menurut Waluya (2004:18-19), Diantara lapisan atas sampai paling rendah, terdapat berbagai macam lapisan yang didasarkan pada beberapa kriteria. Misalnya, suatu lapisan yang memiliki berbagai kriteria tersendiri yang dapat dihormati oleh setiap anggota masyarakat. Mereka yang memiki banyak uang akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan, dan mungkin kehormatan. Ukuran atau kriteria yang dapat dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan, yaitu sebagai berikut. a. Ukuran Kekayaan. Siapapun yang memiliki kekayaan paling banyak maka akan termasuk pada lapisan atas. Kekayaan yang dimiliki seseorang akan terlihat secara nyata dari bentuk rumah, kendaraan pribadi, cara berpakaian dan bahan yang digunakannya, atau kebiasaan berbelanja barang-barang yangharganya tidak dapat dijangkau oleh semua lapisan b. Ukuran Kekuasaan.siapapun yang memiliki kekuasaan atau wewenang maka akan menempati lapisan atas. c. ukuran kehormatan, ukuran ini tidak terlepas dari ukuran kekuasaan atau kekayaan. Orang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat akan mendapat tempat pada lapisan atas. Mereka yang memiliki kehormatan pada umumnya adalah orang yang dituakan di masyarakat atau sebagai tokoh masyarakat. d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini dipakai masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan, tetapi terkadang bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, melainkan gelar kesarjana. Akibatnya, terjadi perlombaan untuk mendapatkan gelar sarjana tanpa ada usaha untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi karena 24
gelar kesarjanaan merupakan lambang dari ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu, orang yang memiliki gelar tersebut akan tersanjung dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota masyarakat pada umumnya. Dari literatur petani di Indonesia mayoritas adalah petani gurem atau petani kecil, yaitu petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani kurang lebih 0,25 ha. Pada luasan lahan itu petani melakukan kegiatan usahatani mereka. Ada yang menanami lahannya dengan jenis tanaman pangan semisal padi, jagung, atau ubi kayu. Sebagian mengusahakan tanaman hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran yang lain. Beberapa petani menanam tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, lada dan lain-lain. Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani untuk membudidayakan ikan. Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam usahatani yang tidak sedikit dipilih sebagai usaha di bidang pertanian. Tetapi apapun usahatani yang dijalankan, pada lahan seluas itulah mayoritas petani Indonesia berusahatani. Dari hasil wawancara. Bapak Yadi memiliki lahan tegal seluas 750 m². Lahan tersebut diperoleh dari hasil membeli. Lahan dibeli pada tahun 1985, atau sekitar 27 tahun yang lalu. Bapak Yadi tidak harus menyewa lahan untuk bercocok tanam. Beliau menggunakan lahan tersebut untuk memenuhi hidupnya dan keluarganya. Bapak Yadi pun tidak melakukan bagi hasil dengan orang lain, Beliau mengurus sawahnya sendiri. Bapak mengurus sawah dengan istrinya. Selain bekerja sebagai petani, Beliau memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak sapi. Beliau mengurus satu sapi. Sebelumnya, Bapak Yadi memiliki lebih dari satu sapi tetapi dijual untuk memperbaiki rumah. Sapi digunakan sebagi tabungan yang apabila perlu dapat dijual. Bapak Yadi memiliki alat transportasi yakni satu sepedah motor, sarana komunikasi memiliki satu televisi, dan satu handpone (hp). Beliau memiliki rumah dengan luas 7 meter x 11 meter, dengan kondisi rumah yang sudah bagus. Keadaan dinding telah bertembok, kondisi lantai bertegel, dan kondisi atap yang memakai genting. Kekayaan baik Yadi dalam taraf cukup dilihat dari keadaan rumah beliau. Bapak Yadi sebagai petani biasa seperti petani yang lain didesanya. Bapak Yadi tidak memiliki kekuasaan apapun, bukan sebagai ketua kelompok tani maupun apapun. 25
Bapak Yadi memiliki kekayaan yang cukup/sedang dilihat dari keadaan rumah yang bagus dengan lantai yang telah ditegel. Tingkat pendidikan keluarga Bapak Yadi pun cukup baik, mereka telah mampu menggunakan bahasa Indonesia sehingga mampu berinteraksi dengan kita yang kurang menguasai bahasa Jawa yang menjadi bahasa keseharian keluarga Bapak Yadi. Bapak Yadi memiliki tingkat pendidikan sampai dengan SMP (sekolah menengah pertama). Tingkat pendidikan yang cukup baik untuk petani biasanya di desa. Status kekuasaan dan kehormatan Bapak Yadi dari hasil wawancara seperti petani yang lain. Beliau tidak ikut dalam lembaga seperi kelompok tani.
2.3.3. Kebudayaan Petani Dari literatur mengatakan, kelompok kebudayaan petani pedesaan menduduki bagian terbesar di dunia. Masyarakat petani ini merupakan kesatuan ekonomi, sosial budaya dan administratif yang besar. Sikap hidup gotong royong mewarnai kebudayaan petani pedesaan. Sedangkan pengertian kebudayaan nasional ialah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut. Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas. Sehingga dapat membuat seluruh masyarakat dapat menghayati sebagai bermakna. Bapak Yadi memiliki lahan seluas 750 m². Lahan pak Yadi berupa lahan tegal, di daerah desa Pak Yadi tidak terdapat sawah, kerena keadaan air yang sulit. Pada lahan Pak Yadi saat ini ditanami cabai, dengan pengolahan tanah menggunakan cangkul dengan mencangkul lahan dan dibuat guludan dengan lebar 100 cm dengan panjang sesuai lahan. Persemaian dilahan dengan menyebar benih di polibag. Bibit ditanam setelah berusia 3 minggu samapai 1 bulan setelah disebar. Benih persemain cabai berasal dari biji cabai yang hasil panen sebelumnya. Benih tidak beli, tidak jelas varietasnya karena benih dibuat sendiri dari hasil panen sebelumnya. Dengan cara mengambil benih biji Lombok/cabai dan kemudian dikeringkan. Kebutuhan bibit per 700 m2 tidak pasti karena perlu penyulaman. Jika, ada yang mati ditanami lagi dengan 26
bibit yang masih ada dipersemaian. Mereka membuat lebih untuk penyulaman. Cara tanam cabai dengan jarak dua telapak tangan atau 30-50 cm. kondisi air daerah Sengon, Dalisodo, sulit dalam pengairan. Sumber air berasal dari coban/ air terjun. Sehingga, air membawa dari rumah dan memanfaatkan air hujan. Dalam budidaya cabai bapak menggunakan pupuk kimia urea, pupuk Petroganik dan ZA. Dilakukan pada awal tanam dan dilakukan bertahap hingga 5 kali pemupukan. Pebandingan pupuk 5 kg: 3kg : 5kg. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan sabit dan dengan menggunakan tangan. Jenis hama yang menyerang adalah wereng, cara mengendalikan tidak dikendalikan dengan menyemprot pestisida. Hanya dibiarkan saja kata Bapak Yadi harga Lombok yang murah yakni ± Rp 8.000 perkilogram, tidak seimbang apabila menggunakan pestisida. Cara menentukan panen cabai adalah warna cabai yang sudah berwarna kemerahan sampai dengan merah. Pemanenan cabai dapat dilakukan hingga 10 kali panen, cabai dapat berumur sampai dengan 8 bulan. Hasil panen langsung dijual ke pedagang atau tengkulah cabai. Banyak tengkulah yang datang menghampiri ke kebun. Bapak Yadi memperoleh ilmu bercocok tanam tanaman cabai dari orang tua turun menurun. Keluarga Bapak Yadi telah menjadi petani sejak dahulu turun menurun.
Pengolahan tanah
Persemaian
Penanaman
Perawatan
Panen
Pemasaran 27
2.3.4. Perubahan Sosial Dari literatur mengatakan kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan
dalam
unsur-unsur
yang
mempertahankan
keseimbangan
masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Pertanian yang dilakukan Bapak Yadi dari dahulu sampai sekarang tetap sama. Yakni, menanam cabai dan kadang Jagung. Perubahan sosial terjadi saat tanaman cabai yang pada tahun kemarin mencapai ± Rp 50.000 perkilogram. Bapak Yadi pada saat itu mendapat keuntungan yang banyak, sehingga mampu memperbaiki kehidupan yang sebelumnya. Tetapi pada saat ini harga cabai rendah hanya Rp 8.000 perkilogram. Dalam, pertanian fluktuatif harga sering terjadi, kadang petani mendapatkan keuntungan yang besar, dan kadang hanya bisa balik modal dan tidak jarang juga merugi. Sama halnya dengan bapak Yadi. Sehingga, perubahan sosial yang terjadi pada Bapak Yadi dipengaruhi oleh faktor ekonomis yakni dipengaruhi atas kelonjakan harga cabai sehingga bisa memperbaiki ekonomi bapak Yadi.
2.2.5. Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan/Pengendalian Sarana Produksi, Tenaga Kerja, dan Pemasaran Hasil Petani Sampel Lembaga atau organisasi adalah hal yang penting dalam kemajuan usaha. Menurut Syahyuti (2010), menyatakan bahwa lembaga” adalah terjemahan langsung dari ”institution”, dan organisasi adalah terjemahan langsung dari ”organization”. Keduanya merupakan kata benda. Sementara ”kelembagaan” adalah terjemahan dari ”institutional”, yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan lembaga”. Demikian pula dengan ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”) yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan organisasi”. Ini serupa 28
dengan kata ”kepresidenan” yang bermakna segala hal yang berhubungan dengan presiden, dan ”kehutanan” yang bermakna sebagai hal-hal yang berhubungan dengan hutan. Dalam kamus, tambahan suffix –al dalam bahasa Inggris menjadikan kata asal yaitu kata benda menjadi kata sifat. Namun, dalam tata bahasa Indonesia, saya merasa lebih sesuai bahwa kelembagaan, keorganisasian, kepresidenan, dan kehutanan adalah ”kata benda abstrak”, bukan ”kata sifat” Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era sosiologi klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru, maka ada tiga bagian pokok yang ada dalam lembaga. Ketiga bagian tersebut menjadi objek pokok kalangan sosiologi dan sosiologi ekonomi dalam menjelaskan lembaga selama ini, yakni mencakup aspek-aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif. Dari hasil wawancara, status lahan yang diusahakan Pak Yadi pada saat ini adalah tegal milik sendiri dengan luas 750 m². Cara memperoleh bibit cabai yaitu bibit dibuat sendiri dari hasil pengambilan benih dari Lombok hasil panen sebelumnya. Sehingga tidak membeli dari orang lain. Benih disebar dipolibag dan dijadikan bibit cabai. Asal mula pemberoleh pupuk kimia yakni pupuk Urea 1 sak dan ZA 1 sak dibeli secara kontan ke kelompok tani. Bapak ini membeli di kelompok tani tetapi tidak bergabung dalam kelompok tani. Tidak menjadi anggota kelompok tani. Pupuk anorganik yang dipakai adalah Pupuk Petroganik yang juga dibeli secara kontan tidak kredit. Bapak Yadi memperoleh pupuk organik dan anorganik dari kios pertanian Bapak Rajiono. Asal memperoleh air (irigasi) untuk tanaman yang diusahan dengan memanfaatkan air dari sumber air terjun/coban. Di lahan bapak Yadi sulit mendapatkan air sehingga kadang bapak Yadi harus membawa air dari rumah. Asal tenaga kerja berasal dari teman-teman bapak Yadi yang secara bergantian membantu dalam usaha pertanian yang diusahakan masing-masing. Dalam usaha bercocok tanam cabai saat ini Bapak Yadi menggunakan jasa buruh dengan upah Rp 20.000 hingga siang hari. Bapak Yadi memperoleh tenaga kerja cukup mudah karena telah mempunyai kelompok atau grup antar teman-teman sesama petani sehingga mereka bisa bergantian membantu. Pemanfaatan dan pemasaran tanaman cabai yang diperoleh sebagian kecil dikonsumsi dan yang lainnya dijual untuk memenuhi kehidupan mereka. Sebelum dijual Bapak Yadi tidak pernah melakukan sortir, dibersihkan, dikupas, dipotong, digrad maupun dikemas
karena
Bapak
menjual
cabai
perkilogram
kepada
tengkulah.
29
Pedagang/tengkulah datang ke lahan untuk membeli hasil panen. Bapak Yadi menjual hasil panen kepada tengkulah/pedagang. Pedagang datang langsung ke lahan. Pedagang membeli hasil panen tersebut dengan satuan kilogaram. Setiap 1 kilogram cabai seharga Rp 8.000. Harga pada saat ini cukup rendah.
2.3.5. Kesimpulan
Bapak Yadi memperoleh ilmu bercocok tanam tanaman cabai dari orang tua turun menurun. Keluarga Bapak Yadi telah menjadi petani sejak dahulu turun menurun.
Bapak Yadi adalah kepala keluaga yang memiliki 1 istri dan 1 anak. Yang tinggal di Dusun Segon, Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir.
Bapak Yadi bekerja sebagai petani dan pekerjaan sampingan sebagai peternak sapi.
Bapak Yadi mempunyai lahan 750 meter² dengan komiditi yang saat ini ditanam adalah cabai. Dengan masa tanam hingga 8 bulan hst dan dapat dipanen hingga 10 kali.
Bapak Yadi menggunakan pupuk organik yakni Petroganik dan pupuk anorganik Urea dan ZA. Perbandingan penggunaan pupuk Urea: ZA: Petroganik yakni 5kg: 5kg: 3kg. Pupuk tersebut dibeli dari kios pertanian, pupuk dibeli secara kontan. Tetapi, Bapak Yadi tidak menggunakan pestisida dalam budidaya cabai dengan tidak untung apabila tidak Bapak Yadi dalam budidaya cabai juga menggunakan pekerja yang berasal dari teman-temannya dengan upah RP 2.000 perhari. Pada sekarang ini harga cabai perkilogram hanya dihargai Rp 8.000 perkilogramnya. Pedagang cabai langsung datang mengambil hasil panen Bapak Yadi. Keluraga Bapak Yadi merupakan keluarga yang sederhana dan ramah.
Perubahan sosial yang dialami Bapak Yadi pada saat harga cabai naik. Sehingga, mampu memperoleh pendapatan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya.
30
2.4 Deskripsi Keluarga dan Usahatani Petani D (Oleh : Intan Kartika Agnestika) Identitas Petani Nama
: Warsiman
Umur
: 65 tahun
Tingkat pendidikan formal
: SD
Pekerjaan KK
: a. Utama
: Petani kayu basiah
: b. Sampingan
: Memelihara ternak
Sejak kapan menjadi petani
: dari kecil
Jumlah anggota keluarga
: 6 orang; 1 orang istri dan 4 orang anak
Luas lahan tegal
: ± 300 m2
2.4.1 Deskripsi Keluarga Di desa Dalisodo, dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, terdapat sebuah keluarga dengan kepala keluarga yang pekerjaan utamanya sebagai petani bernama Bapak Warsiman. Saat ini beliau berumur 65 tahun, mempunyai seorang istri dan empat orang anak yang sudah hidup merantau di kota lain. Tingkat pendidikan terakhir yang beliau tempuh adalah sekolah dasar (SD). Beliau belajar bertani dan mengenai pertanian sejak beliau kecil, dan beliau mendapatkan ilmunya dari kedua orangtuanya.
2.4.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Sampel Dalam sosiologi pertanian dipelajari aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat pertanian. Aspek-aspek kehidupan sosial tersebut meliputi status sosial serta ekonomi petani sampel. Status sosial adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi (Wikipedia, 2012). Dalam suatu kehidupan sosial suatu masyarakat, terdapat pula penggolonganpenggolongan struktur masyarakat berdasarkan aspek tertentu, misalnya kekayaan, pendidikan, keturunan, dll. Menurut Pitirim A. Sorokin dalam Maryati (2006:16), stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Sistem lapisan strata sosial tersebut merupakan suatu ciri 31
yang tetap dan umum dalam setiap kehidupan masyarakat yang teratur. Dalam kehidupan bermasyarakat, akan dijumpai orang-orang yang memiliki sesuatu yang dihargai atau dibanggakan karena mempunyai lebih banyak daripada yang dimiliki orang lain. Oleh karena itu, orang tersebut akan dianggap mempunyai status atau kedudukan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki sesuatu yang terbatas atau tidak memilikinya sama sekali, sehingga kedudukannya dalam masyarakat akan lebih rendah. Kriteria yang menjadikan masyarakat berlapis-lapis, antara lain ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan Soerjono Soekanto dalam Suroso (2008:13). Ukuran kekayaan yang tinggi atau banyak, sedang atau cukup, dan sedikit atau miskin. Ukuran kekayaan dalam kehidupan masyarakat pedesaan adalah luas kepemilikan lahan dan penguasaan tanah yang dimiliki seseorang. Ukuran kekuasaan terkait dengan besar kecilnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Semakin luas dan tinggi pengaruh yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula stratifikasi yang dimiliki orang tersebut. Untuk ukuran kehormatan, setiap daerah pasti akan memiliki tradisi masingmasing, sehingga akan memberikan kehormatan kepada seseorang dengan tingkatan yang berbeda dengan cara yang berbeda pula. Penghormatan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain bersifat objektif bukan bersifat subjektif. Kehormatan yang diperoleh dari seseorang bukan datang dari dirinya sendiri, melainkan penilaian yang datang dari orang lain. Uktuk ukuran ilmu pengetahuan atau ukuran pendidikan yang diperoleh, meliputi dua ukuran, yaitu ukuran gelar atau ijazah serta ukuran keahlian yang dimiliki. Keluarga Bapak Warsiman adalah salah satu keluarga di RT 7, Desa Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Bapak Warsiman sendiri merupakan kepala keluarga dalam keluarga tersebut. Beliau memiliki seorang istri dan empat orang anak. Keempat anak beliau hidup merantau di luar kota lain. Tingkat pendidikan terakhir yang beliau tempuh adalah sekolah dasar (SD). Bapak Warsiman memiliki lahan berupa tegalan dengan luas ± 300 m2, beliau mendapatkan lahan tersebut dengan membelinya tahun 1998. Selain memiliki pekerjaan utama sebagai petani kayu basiah, beliau memiliki pekerjaan sampingan memelihara ternak. Sedangkan istrinya bekerja sebagai pedagang sayuran di pasar terdekat. Ternak yang dimiliki beliau adalah tiga ekor sapi. Namun, beliau dan 32
sekeluarga hanya memelihara satu ekor sapi, sedangkan dua ekor sapinya yang lain dipelihara oleh orang lain. Alasan beliau tidak memelihara ketiga sapinya dan hanya memelihara satu ekor sapi saja karena beliau sekeluarga tidak mempunyai tenaga lebih untuk mengurusnya. Keluarga Bapak Warsiman mempunyai satu unit sepeda ontel. Untuk mengangkut barang dagangan sang istri untuk dijual di pasar, beliau menyewa pick up yang dibayar bersama-sama dengan tetangga mereka sesama pedagang sayuran. Beliau sekeluarga memiliki sarana komunikasi berupa satu unit radio, satu unit televisi, dan satu unit handphone. Beliau juga mempunyai satu perangkat timbangan yang biasanya digunakan untuk menimbang sayuran yang akan dijual istrinya saat berjualan di pasar. Kondisi tempat tinggal Bapak Warsiman dan keluarga cukup bagus dan nyaman, dengan luas keseluruhan bangunan 66 m2 dan berlantai tegel/ keramik, berdinding tembok, dan beratap genteng biasa. Keluarga Bapak Warsiman merupakan salah satu keluarga di RT 7, Desa Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang yang merupakan keluarga petani biasa.
2.4.3 Kebudayaan Petani Dalam sosiologi, konsep kebudayaan sangat penting karena objek studi pokok sosiologi adalah masyarakat dimana masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Menurut Ralph Linton dalam Maryati (2006), kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh anggota suatu masyarakat tertentu. Lahan tegalan yang dimiliki Bapak Warsiman ditanami kayu basiah yang masa panennya 8 hingga 10 tahun sekali. Bapak Warsiman memilih bercocok tanam kayu basiah karena beliau mengikuti tetangga-tetangganya yang juga bercocok tanam kayu basiah, serta perawatan dan pemeliharaan kayu basiah tidak terlalu sulit dengan masa panen yang lama, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang terlalu banyak untuk kegiatan panen serta pascapanennya. Kayu basiah sendiri tidak memerlukan banyak air, sehingga sistem pengairan atau irigasi yang diterapkan oleh Bapak Warsiman adalah tidak terlalu sering mengairi lahannya. Lahan yang dimiliki Bapak Warsiman merupakan lahan kering. 33
Cara bercocok tanam yang diterapkan Bapak Warsiman, antara lain mempersiapkan lahan, pembibitan kayu basiah, penanaman serta pemeliharaan kayu basiah, dan yang terakhir adalah kegiatan panen dan pascapanen. Mempersiapkan lahan
Pembibitan kayu basiah
Penanaman kayu basiah di lahan yang telah disediakan
Perawatan kayu basiah
Pemanenan
Kegiatan pascapanen
Mempersiapkan lahan dalam hal ini mencakup kegiatan pengolahan tanah. Pengolahan tanah yang diterapkan oleh Bapak Warsiman adalah pengolahan tanah dengan menggunakan cangkul. Pengolahan lahan ini bertujuan agar lahan yang akan digunakan untuk bercocok tanam lebih siap untuk kegiatan penanaman, serta tanah pada lahn tersebut dapat berbalik. Dalam artian, tanah yang berada di lapisan atas akan berada di lapisan bwaha, begitu pula sebaliknya. Sehingga, tanah yang akan digunakan untuk bercocok tanam akan lebih subur. Untuk kegiatan pembibitan, Bapak Warsiman menggunakan bibit kayu basiah yang beliau dapatkan dari membeli di kios-kios di sekitar rumahnya. Setelah kegiatan pembibitan, kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah penanaman dan pemeliharaan kayu basiah setelah ditanam. Beliau menggunakan jarak tanam 3 m, dengan setiap lubang tanam satu bibit. Cara beliau menanam bibit kayu basiah adalah dengan menancapkannya ke dalam tanah. Lahan tegalan yang beliau gunakan untuk bercocok 34
tanam kayu basiah merupakan lahan kering berupa tegalan. Sehingga, untuk kegiatan pengairan atau irigasi, beliau mengandalkan air hujan atau memanfaatkan air irigasi dari hutan yang tidak jauh dari lahan tegalannya. Untuk gulma-gulma yang ada di lahan tegalan beliau, rata-rata rumput yang beliau siangi dengan sabit. Pupuk yang diaplikasikan dalam lahan tegalan Bapak Warsiman hanya sekali kegiatan pemupukan, yaitu pada saat awal tanam dengan komposisi pupuk kandang dan urea dengan perbandingan 1:1. Setelah itu, untuk selanjutnya beliau tidak menggunakan pupuk kembali. Sedangkan untuk hama yang mengganggu perkembangan pembudidayaan kayu basiahnya, beliau mengaku tidak tahu, sehingga beliau tidak mengaplikasikan pestisida dalam kegiatan bercocok tanamnya. Kayu basiah yang sudah siap dipanen adalah kayu basiah yang secara morfologinya sudah tua dan besar. Pemanenan yang biasa dilakukan adalah dengan mencabutnya dari tanah. Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan, dalam satu tahun lahan kering berupa tegalan yang dimilikinya ditanami kayu basiah terus menerus sampai masa panen tiba, yaitu sekitar 8 hingga 10 tahun. Berdasarkan data tersebut, kami menyimpulkan bahawa lahan tersebut dapat terserang hama dan penyakit karena lahan tersebut tidak mengalam masa bera atau masa istirahat.
2.4.4 Perubahan Sosial Budaya Petani Seiring dengan berkembangnya zaman, globalisasi mulai merambah pertanian. Perubahan dan pembangunan masyarakat, khususnya yang terjadi pada masyarakat pedesaan terjadi di setiap lapisan masyarakat. Menurut Kingsley Davis dalam Saraswati dan Widaningsih (2008:37), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat. Bapak Warsiman memulai kegiatan bertani sejak kecil dengan ilmu yang didapatkan dari kedua orangtuanya. Beliau membeli lahan yang beliau gunakan sekarng untuk bercocok tanam pada tahun 1998. Pada awal beliau membeli lahan tesebut, beliau menggunakannya untuk bercocok tanam cabe rawit. Namun setelah sekian tahun, beliau merasa tidak ada perubahan yang berarti. Dalam arti beliau tidak
35
selalu untung, sehingga beliau memutuskan bercocok tanam kayu basiah. Beliau memutuskan bercocok tanam kayu basiah karena beliau mengikuti tetanggatetangganya yang juga menanam kayu basiah di lahannya, karena tidak selalu memperoleh keuntungan saat bercocok tanam cabe rawit. Selain itu, bercocok tanam kayu basiah tidak terlalu mengeluarkan banyak tenaga karena perawatannya yang tidak terlalu sulit, serta waktu panennya yang lama, sekitar 8 hingga 10 tahun sekali, sehingga beliau tidak perlu mengeluarkan tenaga yang terlalu banyak untuk kegiatan panen serta pascapanen. Menurut pendapat beliau, kegiatan bercocok tanam pada zaman dahulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan. Hal itu dikarenakan alat pengolahan pertaniannya sama dengan dahulu, yaitu menggunakan cangkul.
2.4.5 Kelembagaan Kelembagaan pertanian mampu memberikan jawaban atas permasalahanpermasalahan petani saat ini. Menurut Horton dalam Nurcholis (2007:211), lembaga adalah suatu sistem norma yang dipakai untuk mencapai tujuan atau aktivitas yang dirasa penting, atau kumpulan kebiasaan dan tata kelakuan terorganisir dan terpusat dalam kegiatan utama manusia. Jadi, suatu lembaga merupakan proses yang tertruktur yang dipakai orang untuk menyelenggarakan kegiatannya. Beliau memiliki lahan berupa tegalan dengan luas ± 300 m2, beliau mendapatkan lahan tersebut dengan membelinya tahun 1998. Untuk kegiatan pembibitan, beliau mendapatkan bibit kayu basiah dengan membelinya dari pedagang di kios-kios di sekitar rumahnya secara konstan. Untuk pemberian pupuk, Bapak Warsiman hanya memberikannya satu kali, yaitu pada saat awal tanam. Pupuk yang digunakan adalah campuran antara pupuk kandang dengan pupuk urea dengan perbandingan 1:1. Setelah itu, tidak ada pemberian pupuk kembali. Sedangkan untuk pesetisida, beliau tidak mengaplikasikan pestisida dalam kegiatan bercocok tanamnya. Hal ini dikarenakan beliau tidak mengetahui hama yang menyerang tanaman kayu basiah yang dibudidayakannya. Untuk kegiatan pengairan atau irigasi, beliau menggunakan air yang beliau dapatkan dari hutan dekat lahan tegalannya. Namun, kadangkala beliau tidak
36
menyiram lahannya karena beliau yakin kayu basiah akan bertahan lama apabila tidak disiram. Untuk membantu beliau dalam merawat serta memelihara lahan tegalannya yang beliau tanami kayu basiah, beliau tidak menggunakan tenaga kerja lain. Sehingga beliau hanya mengandalkan tubuhnya yang renta untuk merawat serta memelihara lahannya. Dalam kegiatan panen dan pascapanen, kegiatan pemasaran adalah kegiatan yang paling utama. Kegiatan pemasaran adalah kegiatan untuk menjual dan memasarkan hasil-hasil pertanian. Untuk kegiatan pascapanen dan pemasaran kayu basiah, biasanya Bapak Warsiman memilih hasil panen kayu basiahnya berdasarkan besarnya. Kayu basiah yang memiliki ukuran besar dijual, sedangkan yang berukuran kecil dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Cara penjualan kayu basiah yang berukuran besar, yaitu para pedagang-pedagang/ tengkulak kayu basiah tersebut datang ke rumah Bapak Warsiman untuk membeli kayu basiahnya. Para pedagang/ tengkulak membeli hasil panen tersebut per batang kayu dengan harga Rp 3000,00 atau dengan harga sedang, sehingga Bapak Warsiman mendapatkan untung yang tidak terlalu banyak, namun sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dalam perawatan dan pemeliharaannya. Untuk kerjasama Bapak Warsiman dengan kios sarana produksi pertanian hanya sebatas membeli keperluan pertanian saja, seperti membeli bibit kayu basiah. Bapak Kasianto tidak bekerja sama dengan kelompok tani dalam pemasaran hasil pertanian dan penyediaan bibit, karena menurut beliau di dusun mereka tidak ada kelompok tani yang bergerak dalam budidaya kayu basiah.
2.4.6 Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada Bapak Warsiman (65) di desa Dalisodo, dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang adalah sebagi berikut. 1. Bapak Warsiman berumur 65 tahun, mempunyai seorang istri dan empat orang anak yang sudah hidup merantau di kota lain. Tingkat pendidikan terakhir yang beliau tempuh adalah sekolah dasar (SD). Beliau bercocok tanam di lahan kering berupa tegalan dan bercocok tanam kayu basiah. 37
2. Bapak Warsiman termasuk ke dalam keluarga petani golongan bawah, dari segi kekuasaan dan kehormatan, bapak Sadi hanya sebagai seorang warga biasa yang tidak memiliki kedudukan dan kekuasaan di wilayahnya, selain itu dari segi pengetahuan, Bapak Warsiman tergolong rendah karena hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. 3. Beliau belajar bertani sejak beliau kecil, dan mendapatkan ilmu bertaninya dari kedua orangtuanya. Dan cara-cara bercocok tanam yang beliau dapatkan dari kedua orangtuanya tersebut tidak mengalami perubahan hingga saat ini. 4. Beliau mendapatkan bibit kayu basiah dengan membeli di kios-kios di dekat rumahnya. 5. Beliau mengaplikasikan pupuk pada saat awal tanam saja, setelah itu tidak menggunakannya lagi. 6. Beliau tidak mengaplikasikan pestisida karena beliau mengaku tidak mengerti hama dan penyakit yang dapat menyerang kayu basiah. 7. Untuk pemasaran kayu basiah, beliau menjual kayu basiah hasil panennya dengan memilhanya terlebih dahulu berdasarkan ukurannya. Dan calon pembelinya datang ke rumah beliau.
38
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Dari pengamatan dan wawancara yang telah kami di dusun Sengon desa Dalisodo kec Wagir, Malang. Dapat disimpulkan bahwa kehidupan petani di daerah tersebut kurang berkembang, hal itu disebabkan karena petani didaerah tersebut kurang terbuka menghadapi perubahan kebudayaan, karena budaya mereka sudah di wariskan dari turun temurun sehingga sulit untuk dirubah. Selain itu kurangnya pengetahuan yang mengakibatkan terpuruknya sistem pertanian didaerah tersebut sehingga kondisi perekonomian di dusun tersebut sangat memprihatinkan. Komoditas yang di tanam dalam lahan tegalan merupakan komoditas jagung selain itu juga terdapat komoditas cabe dan kayu basiah. Selain itu teknologi pertanian yang dipakai sangatlah sederhana hanya dengan menggunakan cangkul untuk mengolah lahan. Dan bila ditinjau dari faktor-faktor sosiologi yang ada, seperti kebudayaan, stratifikasi, jaringan sosial dan kelembagaan sosial secara umum memang dari petani satu dengan petani yang lainnya hampir memiliki persamaan.
3.2 Saran Semoga dalam kegiatan perkuliahan dan praktikum mata kuliah Sosiologi Pertanian lebih baik daripada sebelumnya.
39
BAB IV LAMPIRAN Petani A:
Petani B:
Petani C:
40
Petani D:
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2012. Sejarah Pertanian. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_pertanian Anonymous,2012.http://alfinnitihardjo.ohlog.com/teori-teori perubahansosial.oh112689.html. Diakses tanggal 9 Juni 2012 Anonymous.
2012.
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/10/11/kebudayaan-nasional/.
Diakses 9 juni 20112. Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2006. Sosiologi. Penerbit Erlangga: Surabaya Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Edisi Revisi. Grasindo: Jakarta Saraswati, Mila dan Ida Widaningsih. 2008. Be Smart Ilmu Pengetahuan Sosial. Grafindo: Bandung Suroso, Andreas. 2008. Sosiologi 2. Penerbit Quadra: Jakarta Syahyuti,2010. Lembaga Dan Organisasi Petani Dalam Pengaruh Negara Dan Pasar. (Online)
http://websyahyuti.blogspot.com/2010/10/lembaga-dan-organisasi-petani-
dalam.html. Diakses tanggal 9 Juni 2012 Waluya, Bagja. 2004. Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Penerbit PT Setia Purna Inves: Bandung Wikipedia, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Status_sosial. Diakses tanggal 8 Juni 2012 Wikipedia,
2012.
Proses
Perubahan
Sosial
Budaya.
http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/05/proses-perubahan-sosial-budaya/
42