IDENTIFIKASI MASALAH DAN POTENSI DESA BERBASIS INDEK DESA MEMBANGUN (IDM) DI DESA GONDOWANGI KECAMATAN WAGIR KABUPATEN MALANG Moh. hudi Setyobakti STIE Widya Gama Lumajang
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan keadaan desa berbasis Indeks Desa Membangun (IDM) sebagaimana regulasi Permendesa nomor 2 tahun 2016. Metode yang digunakan dengan pendekatan Community Based Research yang dilakukan secara kualitatif.Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan variabel dan indikator IDM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Gondowangi adalah desa dengan kategori sub urban, sehingga sifat masyarakatnya menyatu, tidak terpisah secara geografis. Desa gondowangi dekat dengan pusat pelayanan masyarakat termasuk yang dibangun oleh desa. Sarana dan prasarana desa khususnya terkait dengan pelayanan dasar telah terpenuhi, kekurangan hanya hanya perlu optimalisasi pemanfaatan. Sedangkan potensi yang menunjang adalah ketersediaan SDM, Pemerintah desa yang pro aktif, kearifan lokal yang sudah berjalan seperti pengelolaan sampah, kelembagaan ekonomi desa berupa Bumdesa yang sudah berjalan. Kata kunci: Identifikasi, IDM. Abstrac This study aimed to describe the state of the index-based village building (IDM) as the regulatory Permendesa number 2 in 2016. The method used by the approach of Community-Based Research conducted qualitatively. The process of data collection is done by using variables and indicators of IDM. The results showed that Gondowangi village is the village with sub-urban categories, so that the nature of the people together, not separated geographically. Gondowangi village near to the center of public services including those built by the village. Facilities and infrastructure of the village, especially related to basic services are met, the only drawback just need to optimize utilization. While the potential of that support is the availability of human resources, the village government pro-active, local wisdom which has been running such as waste management, rural economic institutions in the form of Bumdesa already running. Keywords:Identificat,IDM Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
1
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
I.
LATAR BELAKANG MASALAH Undang Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa atau UU Desa merupakan instrumen hukum untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan kemandirian Desa.Penjelasan tentang Desa adalah “Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” (UU Desa; 2014). Penjelasan tersebutmemberikan gambaran jelas tentang pengertian Desa, prinsip dan tujuan pembangunan Desa yang mengedepankan posisi Desa dengan kewenangannya berdasar hukum. Dari empat (4) kewenangan Desa, dua diantaranya dan utama adalah Kewenangan berdasar hak asal usul dan Kewenangan lokal berskala Desa.Dua kewenangan tersebut menjadi kekuatan penting bagi Desa menggerakan pembangunan dan peningkatan kualitas hidup, serta kesejahteraan masyarakat Desa. Berdasarkan penjelasan diatas, Desa mempunyai peran yang cukup besar dalam upaya bagaimana menentukan arah visi yang hendak dicapai. Aspek penting dalam proses pencapaian visi tersebut adalah pembangunan desa. Dalam hal pembangunan desa, maka instrumen penting yang perlu diketahui adalah bagaimana sebenarnya permasalahan yang dialami oleh desa dan seberapa besar atau kuat potensi desa yang dimiliki. Kementrian desa melalui permendesa no 2 tahun 2016, telah menetapkan beberapa indikator yang memberikan kemudahan bagi desa untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemandirian desa. Melalui instrumen inilah desa dapat mengenali dengan menggali informasi, sejauh mana permasalahan yang dialami terkait pembangunan desa dan potensi yang dimiliki untuk mendorong desa keluar dari jerat masalahnya. II.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukanadalah;
2
a. b.
Mengenali bagaimana permasalahan pembangunan yang terjadi di desa? Potensi apa yang dimiliki oleh desa, yang dapat dioptimalkan untuk mengatasi atau meminimalisir permasalahan yang ada?
III. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi yang positif bagi Pengambil kebijakan, dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam rangka melakukan upaya menentukan kerangka kegiatan atau tematik kegiatan yang sesuai dengan kondisi permasalahan desa berbasis pada kearifan lokal yang inovatif. IV. a.
LANDASAN TEORI Definisi Desa. Menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 (UU Desa), definisi desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai wakil negara, desa wajib melakukan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan sumber daya manusia, sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pembangunan desa yang berkelanjutan merupakan pembangunan desa yang tidak merusak lingkungan dan memberi hak kedaulatan untuk mengatur dirinya (Susetiawan, 2011). b. Pembangunan Desa Menurut Siagian, 2005:4), memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa”. Pada hakekatnya pembangunan merupakan suatu kegiatan yang disengaja antara pemerintah dan melibatkan peran serta masyarakat dalam menuju usaha modernitas dengan perencanaan yang arah.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
c.
Indeks Desa Membangun Penjelasan Permendesa nomor 2 tahun 2016, memberikan kerangka pemikiran tentang pencapaian sasaran pembangunan Desa sebagaimana termuat dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019, penyusunan Indeks Desa Membangun dimaksudkan untuk menyediakan ukuran yang mampu melihat posisi dan status desa serta arah tingkat kemajuan dan kemandirian Desa. Indeks Desa Membangun (IDM) antara lain untuk (a) menjadi intrumen dalam menempatkan status/posisi desa dan menilai tingkat kemajuan dan kemandirian Desa; (b) menjadi bahan penyusunan target lokasi (lokus) berbasis desa, (c) menjadi instrumen koordinasi dengan K/L, Pemerintah Daerah dan Desa, serta lembaga lain. Melalui Indeks Desa Membangun status kemajuan dan kemandirian Desa tergambar dengan status Desa Mandiri (atau bisa disebut sebagai Desa Sembada), Desa Maju (atau bisa disebut sebagai Desa Pra-Sembada), Desa Berkembang (atau bisa disebut sebagai Desa Madya), Desa Tertinggal (atau bisa disebut sebagai Desa Pra-Madya) dan Desa Sangat Tertinggal (atau bisa disebut sebagai Desa Pratama).Klasifikasi yang lebih luas dalam 5 jenis status Desa diperlukan untuk mengakomodir keragaman dan kedalaman isu isu yang melekat di Desa.Seperti diketahui bersama, isu-isu Desa sejauh ini merupakan isu yang kompleks. Tantangannya adalah merepresentasikan kompleksitas itu ke dalam status, sehingga perumusan isu dan targeting (fokus dan lokus) lebih terarah dan terpusat. Alasan lain adalah menghindari moral hazard dalam mencapai sasaran sasaran pembangunan desa sehingga tidak mengulangi praktekpraktek pembangunan yang serba bias dan merugikan kehidupan Desa. V.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. dengan mendeskripsikan data yang diperoleh yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk penjelasan, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, dalam hal ini penelitian harus aktif dan menggunakan diri sendiri sebagai instrumen, mengikuti asumsiasumsi kultur sekaligus mengikuti data dalam upaya mencapai wawasan imajinatif ke dalam dunia sosial informan. Peneliti
diharapkan fleksibel dan relektif tetapi tetap mampu mengatur jarak. Menurut Nawawi (2005:63) Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yng diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. MenurutLexyJ.Moleong(2006:6),bahwapenelit ian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apayang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dan lain-lain secara holistik,dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagaimetode alamiah. VI.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilaksanakan antara tanggal 16 Agustus 2016 sampai dengan 1 September 2016. Penelitian ini menggunakan pendekatan community based research(CBR). Pendekatan tersebut digunakan untuk menggali pemahaman yang luas dari masyarakat desa ditingkat mikro, messo, dan makro mengenai potensi desa secara keseluruhan, serta mengkaji arah dan motivasi pembangunan ekonomi perdesaan. Untuk memperoleh data daninformasi yang tepat, pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Observasi keadaan desa secara langsung maupun mempelajari dokumen- dokumen milikdesa yang menjadi data sekunder. b. Personal interview padaorang-orang kunci keystakeholder) desa,yaitu kepala desa, perangkat desa, pegiat kelompok masyarakat, tokohma syarakat,dan pelakuusahadidesa.Personalinterviewdilak ukan kepada minimal 10 keystakeholder dan bertujuan untuk menggali informasi dasar tentang permasalahan permasalahan yang terjadi dan dialami, dirasakan ataupun diamati baik secara langsung maupun tidak langsung oleh narasumber. Pengkayaan informasi melalui personal interview, dilakukan tidak hanya sebelum FGD tetapi juga dilakukan pasca FGD, dengan tujuan memperkuat informasi yang diberikan. c. Focus Group Discussion, diskusi ini
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
3
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
melibatkan kelembagaan desa, wakil masyarakat, dengan tujuan mendapatkan informasi keadaan desa, sejauhmana persoalan persoalan yang dihadapi oleh desa dan upaya yang telah dilakukan desa beserta hambatan hambatan dan potensi yang memungkinkan dioptimalkan. d. Pengamatan langsung pada titik lokasisecara sampling berdasarkan apa yang diinformasikan dalam forum FGD ataupun wawancara dengan key person sebelumnya. Hal ini sebagai upaya cross check atas informasi yang diperoleh dari langkah-langkah pengumpulan data sebelumnya dan menemukan persoalan persoalan yang dihadapi desa dalam kontek pembangunan desa beserta potensi potensi yang memungkinkan dioptimalkan dalam upaya penanganan terhadap permasalahan tersebut.Dalam riset tahap ini merupakan bagian dari teknik triangulasi sumber. VII.
MODEL PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini, adalah pendekatan metode kualitatif, untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan, maka model penelitian yang dikembangkan adalah sebagai berikut; Gambar 4.2 Model Penelitian Observasi Awal
Pengamatan Lapang Tabulasi dan Analisis Data Hasil Penelitian
Rekomendasi
4
TEKNIK ANALISIS DATA Penelitian ini menggunakan pendekatan Community Based Research yang dilakukan secara kualitatif. Secara umum strategi analisa data pada penelitian kualitatif adalah:1) Meletakkan informasi pada susunan yang berbeda; 2)Membuat matriks atau kategori dan menempatkan buktibukti pada kategori tersebut;3) Membuat datadisplay; 4) Membuat tabulasi dari kejadian-kejadian yang berbeda; 5) menguji kompleksitas dari tabulasi yang dibuat; dan6) menyusun informasi dalam urutan kronologi (Milesdan Huberman,1992). Proses analisis dalam penelitian ini fokus pada penggalian informasi tentang permasalahan yang dihadapi oleh desa dan potensi yang dimiliki oleh desa terkait dengan pembangunan desa berbasis pada indek desa membangun.Kerangka pikir proses analis data didasarkan atas teori-teori diatas, maka proses analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut; 1. Menyusun matrik indikator sebagai bahan pertanyaan untuk partisipan 2. Mengumpulkan informasi melalui wawancara (FGD dan Person Intervew) dan pengamatan lapang 3. Membuat tabulasi dan meletakkan informasi pada kriteria yang sama 4. Menginterpretasikan data
IX. Personal Interview
FGD
VIII.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
GAMBARAN UMUM DESA GONDOWANGI Secara administratif, Desa Gondowangi terletak di wilayah Kecamatan Wagir Kabupaten Malang dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sidorahayu. Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pandanrejo dan Sumbersuko. Di sisi Selatan berbatasan dengan Desa Mendalanwangi, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan desa Parangargo Kecamatan Wagir. Desa Gondowangi merupakan desa yang terletak dekat dengan daerah perkotaan, atau sangat dekat pusat pemerintahan kota Malang. Dengan kata lain, Desa Gondowangi merupakan Desa Sub Urban.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
B.
ANALISIS DATA Analisis data dilakukan dengan interpretasi atas proses tahapan hasil pengumpulan data, tabulasi data yang telah dilakukan. Penyajian interpretasi dilakukan a) Memiliki solidaritas sosial, yang terdiri dari indikator: 1) Kebiasaan gotong royong di desa; Desa gondowangi merupakan desa yang cukup memperhatikan nilai kearifan lokal yang ada. Budaya gotong royong masih cukup kental dijalankan dan dilestarikan meskipun desa tersebut merupakan daerah sub urban. Kebiasaan gotong royong ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, misalnya kerja bakti lingkungan, acara warga, kegiatan bersama dan sejenisnya. Artinya tidak ada permasalahan terhadap budaya gotongroyong dan ini merupakan potensi yang perlu dibudayakan dan dilestarikan. Pada indikator ini, sudah tidak ada permasalahan, hanya potensi ini perlu terus dijaga agar modal sosial tidak bergeser kearah sebaliknya. 2) Keberadaan ruang publik terbuka bagi warga yang tidak berbayar; Secara khusus desa gondowangi telah menyediakan beberapa ruang publik yang tidak berbayar. Bentuk konkritnya seperti lapangan sepakbola. Hanya persoalannya pengelolaan yang perlu dioptimalkan seperti siapa yang mengelola dan bagaimana perawatannya. 3) Ketersediaanfasilitasataulapanganola hraga; Terdapat fasilitas lapangan olah raga, berupa lapangan sepak bola. Potensi atas ketersediaan lapangan bola, belum difungsikan secara optimal, karena kondisi yang perlu perawatan dan pengelolaan yang lebih baik. 4) Terdapat kelompok kegiatan olahraga. Kelompok kegiatan olah raga, sementara ini dilakukan oleh kelompok pemuda desa yang tergabung dalam karang taruna desa. Keberadaan karangtaruna mempunyai potensi yang besar mengingat mampu menghimpun
dengan berbasis kepada indikator variabel IDM. B.1 Indeks Ketahanan Sosial (IKS); 1. Modal sosial; modal sosial kebersamaan dikalangan pemuda desa. b) Memiliki toleransi, yang terdiridari indikator: 1) WargaDesaterdiri daribeberapasuku atau etnis; Sebagaimana dalam profil desa, keberadaan warga desa hanya berasal dari satu etnis yaitu Jawa. Perjalanan sejarah desa menunjukkan bahwa tidak mengalami perubahan terhadap keberadaan dan keberagaman etnis di desa. 2) Warga Desa berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa yang berbeda; Bahasa yang digunakan dalam komunikasi keseharian, dominan menggunkan bahasa jawa. Dalam hal komunikasi formal digunakan bahasa Indonesia. 3) Terdapat keragaman agama di Desa. Keberagaman agama di desa Gondowangi, terdiri dari 3 Agama yang dianut warga. Mayoritas adalah Islam, diikuti oleh Hindu dan Kristen. Keberagaman agama ini, cukup toleran antar pemeluk. Kuatnya modal sosial dimasyarakat mampu memperkuat ikatan sosial antar warga. Contoh dalam perayaan agama, setiap pemeluk agama dapat melaksanakan ibadat dengan tenang dan nyaman, bahkan dalam hal membutuhkan bantuan tenaga untuk penyiapan perayaan, maupun pelaksanaan selalu terjadi proses saling membantu. c) Rasa aman penduduk, yang terdiri dari indikator: 1) Warga Desa membangun pemeliharaan pos kamling lingkungan; Keberadaan pos kamling sudah merata ditiap dusun dan lingkungan RW serta beberapa RT. Pemeliharaan menjadi tanggungjawab wilayah terkecil dimana pos tersebut berada. Hal tersebut telah berjalan secara
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
5
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
rutin. 2) Partisipasi warga mengadakan siskamling; Partisipasi warga dalam pelaksanaan siskamling dilaksanakan secara rutin dengan pembagian jadwal oleh kepala komunitas warga dimana pos kamling berada. Menurut informasi dari para kepala dusun, pelaksanaan siskamling dapat berjalan rutin, meski juga terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan walaupun dalam prosentase kecil. 3) Tingkat kriminalitas yang terjadi di Desa; Kriminalitas di desa gondowangi sudah jauh menurun dari tahun tahun sebelumnya, hal ini sesuai informasi yang disampaikan kepala desa. Problem kriminalitas juga tidak lepas dari keberadaan desa yang merupakan desa sub urban. Menurut epala desa, desa sub urban, tingkat pergaulannya juga terpengaruh oleh budaya kota, terutama kalangan pemuda yang masih menanggur. Pun demikian desa mempunyai potensi eksistensi gerakan organisasi pemuda karang taruna, yang menjadi media aktifitas pemuda desa. 4) Tingkat konflik yang terjadi di Desa; Berdasar observasi data desa dan dikuatkan oleh informasi partisipan, bahwa belum pernah terjadi konflik yang bersifat konflik sosial didesa. Budaya sosial yang kuat merupakan potensi yang mampu mencegah terjadinya konflik tersebut. 5) Upaya penyelesaian konflik yang terjadidiDesa. Budaya guyub dan gotong royong merupakan potensi yang dimiliki desa. Sehingga upaya penanganan konflik lebih kearah antisipasi yang berjalan secara alamiah. d) Kesejahteraan sosial, yang terdiri dariindikator: 1) Terdapat akses ke Sekolah Luar Biasa; Secara geografis letak desa yang berjarak cukup dekat dekat dengan pusat kota, tentu akses ke pusat pelayanan menjadi lebih mudah
6
2)
3)
2. a) 1)
termasuk SLB. Sehingga akses lebih mudah dijangkau. Kondisi masyarakat desa penyandang difabilitas sebagain kecil saja akan tetapi yang memanfaatkan SLB belum kesemuanya, hal ini karena ada rasa malu dari keluarga. Terdapat penyandang kesejahteraan sosial (anak jalanan, pekerja seks komersial dan pengemis); Budaya sosial dan budaya kerja didesa, cukup kuat mengikis adanya disparitas kesejahteraan sosial. Berdasarkan informasi bahwa didesa gondowangi tidak terdapat anak jalanan, PSK maupun pengemis. Adanya pengemis pun juga berasal dari luar desa. Terdapat pendudukyang bunuh diri. Angka bunuh diri sangat kecil sekali dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada. Menurut informasi bahwa pernah terjadi 2 (dua) kali percobaan bunuh diri. Satu kasusnya sampai dengan meninggal karena faktor keputusasaan sakit menahun, satunya tidak sampai meninggal, karena faktor keharmonisan rumah tangga. Informasi yang didapatkan, yang gagal bunuh diri sudah mampu berbenah secara mental dan ekonomi sehingga sudah bisa hidup secara normal. Dengan permasalahan tersebut, desa melalui pemerintah desa cukup inten menggerakkan potensi desa, seperti kader kesehatan, peningkatan spiritual agar permaslaahan tersebut tidak terjadi. Kesehatan; PelayananKesehatan,yangterdiridarii ndikator: Waktu tempuh ke prasarana kesehatan kurang dari 30 menit; Secara geografis, letak desa godowangi yang tidak jauh dari pusat kota dan pusat pelayanan, memberikan akses yang relatif mudah dan cepat ke pusat pelayanan kesehatan. Puskesmas hanya berjarak 1 km waktu tempuh hanya 10 menit, Poskesdes/Polindes berada didesa, dan terdapat UGD fasilitas umum di
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
tetangga desa bersebelahan. 2) Tersedia tenaga kesehatan bidan; Pemerintah melalui dinas kesehatan, telah menugaskan bidan untuk bertugas di Polindes Desa Gondowangi. Akan tetapi Bidan belum bisa tinggal/stay di polindes. Hal ini terjadi menngingat fasilitas tinggal/rumah dinas yang belum ada. Kondisi ini berdampak pada fungsi pelayanan bidan dipolindes hanya bersifat pelayanan/pengobatan dasar. Keberadaan Bidan saat ini tinggal dirumah pribadi yang berada di salah satu dusun di desa gondowangi serta membuka praktek pelayanan kesehatan di rumah (khususnya pelayanan bagi ibu melahirkan) Berdasarkan indikator tersebut, maka permasalahannya adalah pelayanan belum optimal karena fasilitas yang belum memadai. Sedangkan potensi yang tersedia adalah keberadaan bidan yang telah dimobilisasi oleh pemerintah. 3) Tersedia tenaga kesehatan dokter; Tenaga kesehatan dokter berada pada pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang berpusat di ibukota kecamatan. Pada indikator ini, sudah tidak terjadi permasalahan. Potensi keberadaan dokter ini dapat terus dioptimalkan dalam memberikan sandard pelayanan minimal dibidang kesehatan. 4) Tersedia tenaga kesehatan lain. Keberadaan Tenaga kesehatan bertugas membentu bidan desa dalam pelayanan di polindes, saat ini berjumlah satu orang. tenaga kesehatan juga tidak tinggal/stay di polindes tetapi setiap hari berkantor di polindes. Tenaga kesehatan lain adalah kader desa, fungsi kader desa ini adalah membantu pelayanan kesehatan khususnya di posyandu. Secara keahlian memang kompetensi belum sesuai dengan harapan (belum tersertifikasi dari bidang kesehatan). Hal ini menyebabkan banyak pihak meragukan (Desa dan masyarakat) Pelatihan kader yang selama ini telah
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
dilaksanakan , belum mengcover secara keseluruhan jumlah kader desa yang ada yang ada, hanya sebagian yang telah mendapatkan pelatihan. Pada indikator ini, masih terdapat permalasalahan tentang optimalisasi fungsi dan kompetensi, sedangkan potensinya adalah eksistensi kader/tenaga kesehatan serta keberadaan pemerintah desa yang siap memberi dukungan operasionalnya. b) Keberdayaan Masyarakat untuk kesehatan, yang terdiri dari indikator: 1) Akses keposkesdes ,polindes dan posyandu; Terdapat Poskesdes 1 unit dan posyandu pada tiap dusun. Posyandu terdiri dari posyandu reguler dan lansia. Permasalahan yang ada adalah peralatan yang belum lengkap beserta obat-obatan yang tersedia hanya untuk pelayanan kesehetan tingkat dasar. Sarana prasarana polindes belum memadai (fasilitas ruang rawat, bersalin belum ada), gedung kurang terawat, beberapa ornamen bangunan rusak, sehingga menimbulkan kerawanan keamanan. Keberadaan Polindes, secara geografis berada pada dusun wiloso, dan akses nya pada daerah pinggir, sehingga dalam pemanfaatan polindes, masyarakat juga mempertimbangkan faktor kedekatan dengan pusat kesehatan lainnya, bagi lokasi yang jauh dengan polindes. Pada indikator ini, permasalahan terletak pada kuaitas sarana prasarana yang berakibat pada fungsi pelayanan yang tidak optimal. Potensi yang dimiliki adalah keberadaan posyandu serta daya dukung pemerintah desa yang baik. 2) Tingkat aktivitas posyandu. Aktifitas posyandu cukup baik dan frekuensinya rutin sesuai dan terjadwal. Fungsi pelayanannya adalah pelayanan kesehatan dasar, seperti timbang bayi, imunisasi, makanan tambahan dan pelayanan ringan lainnya. Permasalahan yang
7
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
ada belum semua kader mendapatkan pelatihan yang memadai. Pelatihan pada kader yang ada belum tercover secara keseluruhan. Program penyadaran pentingnya ASI yang pernah dijalankan menurut bidan desa, dikatakan kurang berhasil. Pada indikator ini, permasalahan lebih pada kompetensi kader, bagaimana perlu peningkatan kapasitas bagi seluruh kader kesehatan. Teknik penyadaran kepada masyarakat tentang nutrisi juga belum optimal. Potensi terhadap ini adalah keberadaan kader dan daya dukung pemerintah desa. 3) Jaminan kesehatan, yang terdiri dari indikator tingkat kepesertaan BPJS. Belum semua warga mengikuti mengikuti program BPJS Sebagian warga khususnya yang bekerja dipabrik, telah ditanggung oleh perusahaan. Untuk BPJS bersubsidi secara umum sudah terfasilitasi oleh pemerintah desa. Pada indikator ini, permasalahan hanya pada intensifnya sosialisasi bagimana mendorong kepesertaan BPJS. Pun demikian ketersediaan kader kesehatan, pemerintah desa merupakan potensi yang dapat mengoptimakan sosialisasi. 3. Pendidikan; a) Akses kePendidikan DasardanMenengah,yang terdiri dari indikator: 1) Akses ke pendidikan dasar SD/MI kurang dari 3 kilometer; Akses ke pendidikan dasar SD/MI hanya berjarak 1,5 km. Keberadaan desa gondowangi yang dekat dengan daerah urban, menjadikan akses ke pendidikan dasar selain yang berpusat di desa, juga dekat dengan akses pendidikan dasar SD/MI di kecamatan atau yang dekat dengan perkotaan. 2) Akses ke SMP/MTS kurang dari 6 kilometer; Demikian juga akses ke pendidikan dasar SMP/MTS hanya berjarak 1,5 km. Keberadaan desa gondowangi yang dekat dengan daerah urban,
8
3)
b) 1)
2)
menjadikan akses ke pendidikan dasar selain yang berpusat di desa, juga dekat dengan akses pendidikan dasar SMP/MTS di kecamatan atau yang dekat dengan perkotaan. Akses ke SMU/SMK kurang dari 6 kilometer Sedangkan akses ke SMU/SMK berjarak kurang lebih 3 KM, dan berpusat di kecamatan. Dalam hal akses ke pendidikan dasar SD/MI dan SMP/MTS serta SMU/SMK sudah tidak ada permasalahan. Kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah cukup bagus. AkseskePendidikanNonFormal,yang terdiridari indikator: Kegiatan pemberantasan buta aksara; Tingkat buta aksara masih terdapat sebagian kecil dengan prosentase cukup rendah. Buta aksara hanya pada usia lanjut. Kemudian untuk remaja putus sekolah (kurang lebih 50 orang). Putus sekolah akibat efek lingkungan dimana desa gondowangi merupakan daerah sub urban. Program Paket yang ada adalah paket C belum terfasiitasi maksimal oleh desa. Kendala dalam pengelolaan paket C adalah minat belajar yang rendah bagi yang mengalami buta huruf/putus sekolah. Potensi yang bisa diharapkan harus ada optimalisasi dari program paket C beserta dukungan pemerintah desa yang baik.. Kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini; Posyandu merupakan rangkaian kegiatan penanganan anak usia dini, dimana usia 0-1 tahun adalah usia bayi, 2-3 tahun adalah usia dini serta 4-5 adalah taman kanak-kanak. Sistem pelayanan terpadu ini telah tergarap oleh desa dengan adanya Posyandu, PAUD serta TK. Di desa Gondowangi Terdapat 2 unit pendidikan TK dan 4 unit PAUD. Permasalahan di tingkat pendidikan PAUD khususnya adalah, fasilitas bermain yang belum lengkap terutama safety motorik. Drai
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
kualifikasi pengajar menurut pendmaping lokal PAUD, masih banyak guru PAUD yang belum linier pendidikannya, sehingga perlu mendapatkan penguatan kapasitas. Karena penguatan kapasitas yang ada belum mengcover keseluruhan kader/guru PAUD. Potensi keberadaan PAUD dan TK ini yang dapat dioptimalkan pemanfatannya untuk mengurangi kesenjangan masalah yang ada. 3) Kegiatan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat/ Paket ABC; Keberadaan PKBM/Paket C sudah diinisasiasi oleh desa dan sudah berjalan. Pun demikian masih ada permasalahan terutama menumbuhkan minat belajar khususnya bagi para orang tua. Adanya potensi sumberdaya eksisting beserta relawan desa merupakan bagian yang diharapkan dapat terus mengoptimalkan keberadaan keberlangsungan PKBM. 4) Akses ke pusat keterampilan/kursus. Posisi strategis desa sebagai desa sub urban adalah dekat dekat pusat pusat pelayanan masyarakat. Akses ke pusat ketrampilan lebih mudah dijangkau karena berada dipusat kota yang dekat dengan desa. Dalam hal ini telah dimanfaatkan walaupun dalam prosentase kecil. c) Akses ke Pengetahuan, yang terdiri dari indicator taman bacaanmasyarakat atau perpustakaan Desa. Pada indikator tersebut desa telah mempunyai taman baca atau perpustakaan desa. Tetapi terdapat permasalahan pemanfaatan oleh masyarakat dimana minat baca lebih banyak anak anak,sedangkan dari kalangan dewasa masih rendah. Selain itu masih perlu pengkayaan bahan literatur atau Bahan bacaan masih perlu diupdate. Potensi dari pengelolaan perpustakaan desa ini, pengelolaan sudah cukup baik, hanya perlu mencari terobosan terobosan baru untu mendorong pemanfaatannya.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
4. Permukiman. a) Akses keair bersih dan air minum layak, yang terdiri dari indikator: 1) MayoritaspendudukDesamemilikisu mber air minum yang layak; Air minum telah terpenuhi secara cukup, justru terdapat sumber yang melimpah yang tidak termanfaatkan dengan baik, sampai bak penampungan kalau malam meluber dan tidak termanfaatkan. Hal ini berpotensi merusak pipa air. Menurut informasi dari petugas kesehatan, secara volume sudah terpenuhi, tetapi jika musim penghujan terkadang air menjadi keruh dan kurang layak minum, tetapi jarang terjadi. Pengelolaan air minum ini sangat potensial dikembangkan, dan didesa saat ini sudah Bumdesa yang menangani yaitu PAM Desa. 2) Akses pendudukDesa memiliki air untuk mandi dan mencuci. Potensi sumberdaya alam berupa sumber air, telah mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat, sehingga untuk mandi dan mencuci sudah dapat memanfaatkan air yang ada, melalui PAM Desa. b) Akses ke Sanitasi, yang terdiri dari indikator: 1) Mayoritas penduduk Desa memiliki jamban; Berdasarkan informasi dari pemerintah desa, bahwa semua masyarakat telah memiliki jamban keluarga. Akan tetapi menurut pemerintah desa, masih ada sebgaian kecil warga yang BAB di sungai, walaupun sudah memiliki jamban. Diperlukan mengoptimalkan potensi kepemilikan jamban bagaimana jamban dapat dmanfaatkan menjadi jamban keluarga. 2) Terdapat tempat pembuangan sampah. Pemerintah desa telah menginisiasi penyediaan lahan khusus untuk tempat pembuangan sampah. Hanya saja alat transportasi sampah masih dirasakan kurang, sehingga belum
9
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
c)
d) 1)
2)
3)
10
menjangkau secara keseluruhan loaksi yang ada di tiap dusun. Permasalahan lainnya adalah, masih ada kebiasaan beberapa penduduk yang membuang sampah disungai, hal ini karena untuk lokasi yang tidak terjangkau kendaraan sampah (karena keterbatasan jumlah), membuat penduduk cenderung mengambil jalan pintas membuang sampah disungai. Potensi tempat pembuangan sampah saat ini, telah dikelola dengan cukup baik, sudah ada pemilahan sampah organik dan anorganik (plastik). Pasca pemilahan sampah plastik dijual, sedangkan sampah organik dibuang dipinggr sungai untuk di bakar. Pada tataran inilah diperlukan tehnologi yang mampu mengolah sampah secara keseluruhan sehingga tidak menimbulkan masalah baru. Akses ke Listrik, yang terdiri dari indikator jumlah keluarga yang telah memiliki aliran listrik. Pada indikator ini, semua rumah penduduk telah terjangkau oleh jaringan listrik, dan setiap rumah sudah dapat mengakses listrik. Akses ke Informasi dan Komunikasi, yang terdiri dari indikator: Penduduk Desa memiliki telepon selular dan sinyal yang kuat; Kepemilikan telepon, sudah hampir keseluruhan penduduk memilikinya. Sinyal cukup kuat mengingat daerah tersebut dekat dengan perkotaan. Sehingga untuk indikator tersebut sudah tidak ada permasalahan. Terdapat siaran televisi lokal, nasional dan asing; Siaran televisi lokal dan nasional sudah bisa diakses oleh semua penduduk,sedangkan televisi asing hanya sebagian penduduk yang mempunyai parabola atau TV berlangganan. Kepemilikan televisi, sudah hampir keseluruhan penduduk memilikinya. Sehingga untuk indikator tersebut sudah tidak ada permasalahan. Terdapat akses internet.
Akses internet sudah cukup menyebar seiring dengan perkembangan smartphone yang dimiliki oleh hampir tiap keluarga. Desa juga mengembangkan web desa yang bisa diakses oleh penduduk maupun oleh pihak lannya. Melalui internet desa juga mengembangkan beberapa aplikasi diantaranya aplikasi keuangan desa. Dalam pengoperasiannya masih terdapat beberapa kendala, diantaranya masih masih belum sesuai denan harapan atas output laporan yang dihasilkan. Potensi adanya akses internet inilah, yang dapat dikembangkan untuk meminimalkan beberapa kendala persoalan didesa. B.2 Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE); 1. Keragaman produksi masyarakat desa, yang terdiri dari indikator terdapat lebih darisatu jenis kegiatan ekonomi penduduk. Mata pencaharian penduduk;Tani, Buruh, Industri rumah tangga, dagang. Sehingga terdapat keberagaman produksi masyarakat terutama pertanian. Potensi pertanian diantaranya kayu, tebu, polowijo, padi. Pengembangan tanaman padi, yang masih menjadi kendala diantaranya petani masih kesulitan mengembangkan pembibitan unggul, dimana harus selalu membeli diluar dengan harga relatif mahal.Jenis lahan sebelah utara irigasi baik, sedangkan sebelah selatan tadah hujan. Pemerintah desa mulai mengembangkan sistem pengelolaan hasil pertanian terutama padi melalui Bumdesa. Skema yang dijalankan Bumdesa adalah dengan membeli padi dari petani kemudian diolah menjadi beras dan dikemas, kemudian dijual. Hal ini ternyata mampu meningkatkan harga padi dari petani dan menekan harga jual olahan, karena memangkas jalur distribusi. 2. Tersedia pusat pelayanan
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
perdagangan, yang terdiri dari indikator: a) Akses penduduk ke pusat perdagangan (pertokoan, pasar permanen dan semi permanen); Sebagai daerah sub urban, maka desa gondowangi cukup dekat dengan pusat pusat perdagangan, diantaranya pasar permanen di desa sebelah. Sehingga akses penduduk ke pusat perdagangan sangat mudah, selain juga akses jalan yang mudah. b) Terdapat sektor perdagangandipermukiman(warung danminimarket); ra ekonomis, saat ini belum cukup memenuhi dalam pengembangan hotel maupun restoran. 3. Akses distribusi/logistik, yang terdiri dari indikator terdapat kantor pos dan jasa logistik. Indikator ini hanya terpenuhi akses yang dekat kantor pos yang berpusat dikecamatan. Belum ada kendala terkait akses ke kantor pos, karena menang berada dipusat pemerintahan kecamatan yang daat diakses oleh seluruh desa se kecamatan wagir dengan mudah. 4. Akseskelembagakeuangandanper kreditan, yang terdiri dari indikator: a) Tersedianya lembaga perbankan umum (pemerintah dan swasta); Lembaga perbankan umum saat ini berpusat di kecamatan dengan status cabang atau cabang pembantu. Lembaga tersebut adalah BRI dan Swasta. b) Tersedianya Bank Perkreditan Rakyat (BPR); Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berada di kecamatan. BPR tersebut milik pemerintah daerah maupun swasta. c) Akses penduduk ke kredit. Akses penduduk ke kredit yang disediakan oleh jasa perbankan umum maupun BPR, masih belum semua bisa mengakses, mengingat persyaratan usaha
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Sektor perdagangan dipermukiman penduduk cukup beragam, diantaranya terdapat warung makan, warung klontong (pracangan). Terkait indikator ini sudah terpenuhi, hanya sektor perdagangan ini masih dikelola secara tradisional. c) Terdapat usaha kedai makanan, restoran, hotel dan penginapan. Terkait indikator ini, maka di desa Gondowangi hanya terdapat kedai makanan dalam skala sederhana. Restoran dan hotel maupun penginapan tidak ada, karena seca yang belum bankable. Akses kredit saat ini, penduduk lebih banyak mengakses kredit ke UPK PNPM MPd karena dianggap mudah tanpa jaminan. LembagaEkonomi,yangterdiridar iindikator tersedianya lembagaekonomi rakyat(koperasi); Ketersediaan lembaga ekonomi rakyat berupa lembaga hasil dari pengembangan program PNPM MPd yang erpusat dikecamatan serta Koperasi Wanita yang juga merupakan hasil program yang bisa berkembang. Khusus Koperasi wanita, pengelolaan berpusat di desa dan berkantor di Balai Desa. Permasalahan didalam koperasi adalah pengelolaan manajerial yang masih perlu dioptimalkan. Potensi berdasarkan hasil wawancara, bahwa koperasi sudah mengembangkan aplikasi pembukuan komputerisasi. Potensi pengembanga pasar juga cukup luas dengan cakupan se wilayah desa Gondowangi. 5. Keterbukaanwilayah,yangterdirid ariindikator: a) Terdapat roda transportasi umum (transportasi angkutan umum, trayek reguler dan jam operasi angkutan umum); Pada wilayah jalur utama desa, merupakan jalur trayek resmi reguler angkutan desa. Sehingga
11
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
untuk indikator tersebut sudah tidak ada persoalan, terkecuali pada akses jalan masuk ke dusun dusun yang harus dilalui dengan kendaraan pribadi. b) Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat atau lebih (sepanjang tahun kecuali musim hujan, kecuali saat tertentu); Berdasarkan informasi dari pemerintah desa, jalan jalan di desa sudah 80% lebih beraspal, dan untuk jalan tanah sudah padat. Kondisi ini dapat dengan mudah dilalui oleh kendaraan roda empat. Pada indikator ini maka pembangunan khususnya infrastruktur jalan sudah tidak bermasalah, hanya perlu memperhatikan aspek pemelihraan saja. c) Kualitas jalan Desa (jalan terluas di Desa dengan aspal, kerikil dan tanah). Kualitas jalan yang terluas adalah aspel, terdiri aspel hotmix untk jalan utama dan aspel lapen untuk jalan dusun. Selebihnya adalah jalan kerikil dan tanah pada akses jalan kecil di wilayah dusun. B.3 Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL). 1. Kualitas lingkungan, yang terdiri dari indikator: a) Ada atau tidak adanya pencemaran air, tanah dan udara; Pencemaran secara masif tidak terjadi, tetapi potensi pencemaran berpeluang terjadi. Dari informasi pada indikator sebelumnya, setidaknya ada 2 hal yang berpotensi mencemari yaitu sikap perilaku sebagian warga yang masih BAB disungai, serta pembuangan sampah serta pembakaran sampah organik dipinggir sungai. Potensi yang bisa diandalkan dalam hal ini adalah ketersediaan jamban keluarga di tiap KK serta pengelolaan sampah yang sudah
12
berjalaan selama ini. b) Terdapat sungai yang terkena limbah. Pencemaran limbah di sungai tidak ada. Sebagaimana indikator sebelumnya, bahwa hanya ada potensi pencemaran saja akibat pembuangan sampah, BAB disungai. 2. Potensi rawan bencana dan tanggap bencana, yang terdiri dari indikator: a) Kejadian bencana alam (banjir, tanah longsor, kebakaran hutan); Sepanjang sejarah desa, belum pernah terjadi bencana alam seperti banjir, longsor maupun kebakaran hutan. Hal ini karena secara geografis tidak memungkinkan terjadi bencana seperti contoh diatas. b) Upaya atau tindakan terhadap potensi bencana alam (tanggap bencana, jalur evakuasi, peringatan dini dan ketersediaan peralatan penanganan bencana). Mengingat belum pernah ada bencana sebagaimana indikator sebelumnya, maka desa belum melakukan upaya penanganan. Hanya potensi pemerintah desa yang mempunyai daya dukung yang baik, maka bisa melakukan antisipasi kemunginan kemungkinan terjadi bencana walaupun tidak hanya terbatas pada 3 jenis bencana tersebut diatas, misalnya dengan pelatihan tanggap bencana X. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.
a.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian di atas maka dapat kami sampaikan beberapa kesimpulan sebaga berikut; Semenjak diberlakukannya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, maka desa mempunyai kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendidi berdasarkan hak rekognisi
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
b.
c.
d.
dan subsidiaritas. Dengan kewenangan ini maka desa perlu menata sedemikian rupa bagaimana menstrategikan pembangunan agar dapat menangani jerat masalah sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang ada. Pembangunan desa sebagai upaya mewujudkan visi, perlu dirancang dengan pendekatan penilaian atas permasalahan dan potensi yang ada di desa. Pemerintah melalui kementrian desa telah menetapkan indikator untuk memotret indek kemajuan desa, sebagaimana permendesa nomor 2 tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun (IDM) yang terdiri dari 54 indikator. Dengan indikator inilah maka desa dapat menjadikannya sebagai instrumen atau alat ukur capaian pembangunan desa, sehingga pada indikator mana yang dinilai belum maupun telah tercapai dapat diketahui. Desa Gondowangi merupakan desa dengan kategori sub urban, sehingga sifat masyarakatnya menyatu, tidak terpisah secara geografis. Sebagai bagian dari wilayah yang dekat dengan perkotaan, desa gondowangi dekat dengan pusat pelayanan masyarakat termasuk yang dibangun oleh desa. Artinya sarana dan prasarana desa khususnya terkait dengan pelayanan dasar telah terpenuhi, kalaupun kurang sifatnya hanya melengkapi saja dan hanya perlu optimalisasi pemanfaatan. Hasil penelitian dengan pendekatan Community Based Research dapat diketahui adanya beberapa permasalahan tiap indikator dan potensi untuk menekan atau menyelesaikan atas permasalahan yang ada. Problem utama setidaknya peneliti melihat terdapat permalasahan utama di bidang kesehatan (pelayanan kesehatan, SDM dan prasarana),
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
pendidikan dasar (SDM dan prasarana) , permukiman (sampah), dan perekonomian desa khususnya dibidang pertanian. Sedangkan potensi yang menunjang adalah ketersediaan SDM, Pemerintah desa yang progresiv, kearifan lokal yang sudah jalan seperti pengelolaan sampah, kemudian adanya kelembagaan ekonomi desa berupa Bumdesa yang sudah berjalan. B. a.
b.
c.
REKOMENDASI Rekomendasi atas penelitian ini adalah; Beberapa persoalan yang telah dianalisis berdasarkan indek desa membangun, khususnya pada indikator indikator yang dinilai lemah capainnya, perlu mendapatkan perhatian serius, dan mendalami akar masalah, sehingga dapat segera teratasi dengan strategi perencanaan pembangunan yang tepat. Pola penyelesaian harus tetap berbasis pada nilai kearifan lokal dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada. Isu-isu yang berhasil digali secara empiris diantaranya adanya potensi air, Bumdesa, Pemerintah desa yang progresiv, potensi pengelolaan sampah, kuatnya budaya gotongroyong, perlu dirumuskan dengan mengkatkan antar isu yang ada,sehingga memunculkan tematik kegiatan sebagai bagian dari strategi pembangunan desa, dapat memunculkan kegiatan yang inovatif berkelanjutan tanpa meninggalkan nilai kearifan lokal dan diharapkan mampu memecahkan persoalan pembangunan desa. Perlu kajian lanjutan, untuk mengerucutkan ide gagasan desa dalam pembangunan desa ke depan.
13
Moh. Hudi Setyobakti, Pengaruh Capital Adequacy Ratio...
DAFTAR PUSTAKA Chirico, F., 2008, Knowledge Accumulation in Family Firms: Evidence from Four Case Studies. International Small Business Journal, 26 : 433. Juraidah; (2015), jurnal penelitian “peran pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Desa Mendik Kecamatan Longkali Kabupaten Paser” eJournal Administrasi Negara, 3 (4) 2015: 1145 – 1157 ISSN 0000-0000, ejournal.an.fisipunmul.ac.id © Copyright 2015 Khairuddin. 2005. Sketsa Kebijakan Desentralisasi Di Indonesia Format Masa Depan OtonomiMenuju Kemandirian Daerah, Averroes Press, Malang. Mahayana Wayan; (2013) Jurnal penelitian “peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan desa di desa Bumi Rapak Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai Timur”.eJournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (2): 400 – 414 ISSN 0000-0000, ejournal.ip.fisip-unmul.org © Copyright 2013 Miles, M.B. & Huberman, A.M., 1992, Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy .J.2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Nawawi, Hadi. 2005. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Perss Permendesa nomor 2 tahun 2016, tentang Indeks Desa Membangun Rosalina Maya; (2013) Jurnal penelitian kinerja pemerintah desa dalam pembangunan infrastruktur di desa kuala lapang dan desa taras kecamatan malinau barat kabupaten malinau. eJournal Pemerintahan Integratif, 2013, 1 (1): 106-120 ISSN 0000-0000 ,
14
ejournal.pin.or.id © Copyright 2013 Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit : Bumi Aksara. Jakarta. Undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Wahyuni, S., 2012, Qualitative Research Method: Theory and Practice (Vol. 1). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 1 - 14
PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) UNTUK MEMINIMUMKAN PRODUK GAGAL PADA TOKO ROTI BAROKAH BAKERY Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi UPM Probolinggo
[email protected] Abstrak Quality Control adalah suatu kegiatan (manajemen perusahaan) untuk mempertahankan dan arahkan ke kualitas produk (dan) jasa perusahaan dapat dipertahankan seperti yang direncanakan. Quality Control yang digunakan perusahaan untuk meminimalkan produk gagal menggunakan metode statistik Quality Control (SQC) sehingga perusahaan dapat memenuhi kualitas produk yang telah ditetapkan perusahaan dan konsumen puas dalam mengkonsumsi produk. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menentukan metode statistik Quality Control (SQC) dengan peta kendali tekhnik dan diagram sebab dan akibat diterapkan perusahaan Bakery Barokah Bakery dalam kontrol kualitas untuk meminimalkan produk gagal. pengumpulan data tekhnik yang digunakan adalah penelitian dan penelitian lapangan perpustakaan, sedangkan alat analisis data yang digunakan diagram kontrol dan diagram sebab dan akibat. Hasil analisis diagram kontrol menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa sebanyak 27,710 unit, rata-rata 0.099 kerusakan produk atau 9,9%. Keterbatasan: pengawasan UCL dari 0,1161 atau 11,61%, LCL dari 0,0819 atau 8,12%. kontrol kualitas pada Bakery Barokah Bakery baik karena jumlah produk yang gagal masih dalam batas-batas wajar terletak antara UCL dan LCL. Sedangkan hasil dari diagram untuk hasil (tulang ikan), faktor utama penyebab kegagalan produk roti di toko roti Barokah Bakery faktor yaitu manusia. Di mana orang gagal dalam pembuatan produk roti. Jadi diperlukan pelatihan untuk meminimalkan produk gagal yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Kata Kunci: pengendalian kualitas dan Pengendalian Kualitas Statistik (SQC Abstract Quality Control is an activity (company management) to maintain and navigate to product quality (and) services companies can be maintained as planned. Quality Control used the company to minimize failed products using methods of Statistical Quality Control (SQC) so that the company can meet the quality products that have been specified businesses and consumers are satisfied in consuming the product. The purpose of that will be achieved in this research is to determine the method of Statistical Quality Control (SQC) with tekhnik control chart and diagram of cause and effect applied the company Bakery Barokah Bakery in quality control to minimize the product failed. Tekhnik data collection that is used is a library research and field research, while data analysis tool that is used control chart and diagram of cause and effect. The results of the analysis of control charts shows that the number of products that are examined as much as 27.710 units, the average of 0,099 product damage or 9.9%. Limitations: UCL supervision of 0,1161 or 11.61%, LCL of 0,0819 or 8,12%. Quality control on the Bakery Barokah Bakery is good because the number of failed products are still within the boundaries of fair is located between UCL and LCL. While the results from the diagram for result (fish bones), the main factor the causes of the failure of the products of bread in the Bakery Barokah Bakery namely human factors. Where people fail in the making of the bread products. So required training to minimize failed products that occurred caused by human factors. Key Words : quality control and Statistical Quality Control (SQC)
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15-22
15
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
PENDAHULUAN Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secaraterpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendah-rendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit. Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas, dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas, tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingiperusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik serta jumlah produk rusak semakin banyak. Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Toko Roti Barokah Bakery telah melakukan pengendalian kualitas terhadap produk yang mereka produksi, namun masih terdapat produk gagal yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Padahal produk gagal berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh perusahaan dikarenakan biaya yang dikeluarkan meningkat. Untuk itu perlu adanya pengendalian kualitas dengan metode Statistical Quality Control (SQC) supaya hasil produksi yang diperoleh mengalami sedikit produk yang gagal. Menurut Ahyari (2000:239), pengendalian kualitas adalah merupakan suatu aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan.Sedangkan Statistical Quality Control (SQC) menurut Assauri (2004;219), “Adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk
16
menjaga standar yang uniform dari kualitas hasil produksi, pada tingkat biaya yang minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efisiensi”. Oleh karena itu, untuk menekan tingkat kerusakan produk dan mempertahankan kualitas produk di Toko Barokah Bakery maka peneliti merumuskan masalah yaitu analisis pengendalian kualitas dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) untuk meminimumkan produk gagal pada Toko Roti Barokah Bakery. Berdasarkan uraian di atas maka tujuan yang akan di capai pada penelitian ini adalah menentukan metode Statistical Quality Control (SQC) dengan tekhnik control chart dan diagram sebab akibat yang diterapkan perusahaan Toko Roti Barokah Bakery dalam mengendalikan kualitas untuk meminimumkan produk gagal. TELAAH PUSTAKA Pengertian dan konsep kualitas memiliki arti yang sangat luas, sehingga terdapat berbagai definisi atas kualitas. Menurut para ahli salah satunya, Ahyari (2000:239), “Kualitas didefinisikan sebagai jumlah dari atribut atau sifat-sifat sebagaimana dideskripsikan di dalam produk (dari jasa) yang bersangkutan”. Pengendalian kualitas adalah merupakan suatu aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas memiliki beberapa faktor yang dipengaruhi yang dilakukan oleh perusahaan, meliputi : 1) Kemampuan proses. Batas-batas yang ingin dicapaiharuslah disesuaikan dengan kemampuan prosesyang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatuproses dalam batas-batas yang melebihi kemampuanatau kesanggupan proses yang ada. 2) Spesifikasi yang berlaku, hasil produksi yang ingindicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segikemampuan proses dan keinginan atau kebutuhankonsumen yang ingin dicapai dari hasi lproduksitersebut. Dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasitersebut dapa tberlaku sebelum pengendaliankualitas pada proses dapat dimulai. 3) Tingkat ketidak sesuaian yang dapat diterima. Tujuan dilakukan pengendalian
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar 4) Biaya kualitas, sangat mempengaruhi tingkat pengendalian dalam menghasilkan produk dimana biaya mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas. Tujuan pengendalian kualitas adalah terdapatnya peningkatan kepuasan konsumen, proses produksi dapat dilaksanakan dengan biaya serendah-rendahnyaserta selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan Dalam melakukan pengendalian kualitas, perusahaan menggunakan metode yang disebut pengendalian kualitas statistik atau statistical quality control. Menurut Yamit (2013:202), pengendalian kualitas statistik (statistical quality control) adalah alat yang sangat berguna dalam membuat produk sesuai dengan spesifikasi sejak dari awal proses hingga akhir proses. Dan terdapat pengertian lain yaitu menurut Assauri (2004;219) mengemukakan bahwa pengertian dari Statistical Quality Control (SQC) sebagai berikut : “Statistical Quality Control (SQC) adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk menjaga standar yang uniform dari kualitas hasil produksi, pada tingkat biaya yang minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efisiensi”. Metode SQC terdapat 2 cara yaitu dengan menggunakan peta kendali (control chart) dan diagram tulang ikan (fishbone chart). Menurut Russell dan Taylor (2006:178) peta kendali (control chart) didefinisikan sebagai : “Control chart is a graph that establishes the control limits of a process.” Penulis mengartikan: Peta kendali merupakan grafik yang mencerminkan batas kendali suatu proses. Sedangkan, pengertian peta kendali (control chart) menurut adalah : “Control chart are an outstanding techniques for problem solving and the resulting quality improvement.”. Peta kendali adalah teknik yang dikenal untuk memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali p yang digunakan ini memiliki manfaat untuk membantu pengawasan atau pengendalian proses produksi, sehingga dapat memberikan informasi mengenai kapan dan dimana waktu yang tepat untuk melakukan perbaikan terhadap kualitas.
Heizer dan Render (2006:265), menyatakan bahwa diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (Fishbone Chart) dan berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari, selain itu kita juga dapat melihat faktorfaktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat pada panah-panah yang berbentuk tulang ikan pada diagram fishbone tersebut. Prinsip yang digunakan untuk membuat diagram sebab akibat ini adalah sumbang saran atau brainstorming. Faktor-faktor penyebab utama dalam diagram sebab akibat ini dapat dikelompokkan dalam : 1). Material (bahan baku); 2). Machine (mesin); 3). Man (tenaga kerja); 4). Method (metode); dan 5). Environment (lingkungan). PERUMUSAN HIPOTESIS Dalam memproduksi suatu produk, perusahaan telah menetapkan standar atas kualitas produk. Jika hasil produksinya dibawah standar kualitas produk maka terdapat produk gagal. Sehingga perlu adanya pengendalian kualitas supaya perusahaan dapat meminimumkan produk gagal. Menurut Ahyari (2000:240), pengendalian kualitas adalah merupakan suatu aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Dalam Penelitian Darsono (2013) yang menyatakan metode Statistical Quality Control yang digunakan perusahaan dalam mengendalikan kualitas produk PT. Albata dapat menekan terjadinya kerusakan produk. Dan menurut penelitian lainnya menyatakan bahwa penerapan metode Statistical Quality Control dalam pengendalian kualitas produk CV. Valentino Shoes dapat menekan jumlah kerusakan produk pada hasil produksi dengan menggunakan iagram pareto, peta kendali dan diagram tulang ikan oleh Dewi, Tasya dan Nining (2015). Serta menurut penelitian Hariastuti (2015) menyatakan pengendalian mutu produk dapat meminimalisasi kecacatan produk. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah “diduga pengendalian kualitas produk menggunakan metode Statistical
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
17
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
Quality Control (SQC) dapat meminimumkan produk gagal”. KERANGKA PEMIKIRAN Perusahaan perlu memiliki pengendalian kualitas untuk menjamin agar hasilproduksinya sesuai dengan standar kualitas produk serta meminimumkan produk gagal. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengendalian kualitas menggunakan metode Statistical Quality Control dapat meminimumkan produk gagal. Serta mengidentifikasi penyebab kegagalan produk dan memberikan solusi dan rekomendasi apa yang harus dilakukan oleh perusahaan.
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Dimana Data sekunder diperoleh dari data hasil produksi yang berupa produk baik dan produk gagal dan dokumen-dokumen Toko Roti Barokah Bakery. METODE ANALISIS DATA Terkait dengan sifat penelitian ini yaitu menggambarkan secara deskriptif dan pengujian hipotesis dengan tahap-tahap sebagai berikut : 1. Tahap Pertama, Menghitung Prosentase Kerusakan Keterangan : : jumlah gagal dalam sub grup n n : jumlah yang diperiksa dalam sub grup Subgrup : Hari ke-i 2.
Tahap kedua, Menghitung garis pusat atau central line (CL) Garis pusat merupakan rata-rata kerusakan produk ( ) Keterangan : ∑np : jumlah total yang rusak ∑n : jumlah total yang diperiksa
3. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan pada usaha roti “Toko Roti Barokah Bakery” yang terletak di Jl. K.H. Abdul Aziz Gang 3 No.71 Kota Probolinggo. Lokasi penelitian tersebut dipilih secara sengaja dengan menggunakan data perusahaan dari bulan Januari sampai bulan Desember 2016. Jenis dari penelitian yang digunakan peneliti adalah peneliatian deskriptif kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode penelitian berlandaskan filsafat positifme yang digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu dengan pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, dan analisis data bersifat kuantitatif/statistik yang tujuan untuk menguji yang telah ditetapkan. (Sugiyono, 2013:12).
18
4.
Tahap ketiga, Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL) Untuk menghitung batas kendali atas atau UCL dilakukan dengan rumus :
Keterangan : : rata-rata ketidak sesuaian produk n : jumlah produksi : 1,2,3 Tahap keempat, Menghitung batas kendali bawah atau Lower Control Limit (LCL) Untuk menghitung batas kendali bawah atau LCL dilakukan dengan rumus:
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
Keterangan : : rata-rata ketidak produk n : jumlah produksi : 1,2,3
sesuaian
HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Produk yang diperiksa dan Produk yang gagal Toko Roti Barokah Bakery
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah produk baik yang dilakukan di Toko Roti Barokah Bakery ini setiap bulannya tidaklah sama. Adapun rata-rata produksi per bulan 2.309 dengan total setiap tahunnya 27.710.
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah produk gagal yang dilakukan di Toko Roti Barokah Bakery ini setiap bulannya tidaklah sama. Adapun rata-rata produksi produk gagal per bulan 229 dengan total setiap tahunnya produk gagal yang dialami Toko Roti Barokah Bakery sebanyak 2.745.
Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi yang dilakukan Toko Roti Barokah Bakery setiap bulanyya tidaklah sama. Hal tersebut dikarenakan dalam menentukan jumlah produk yang akan diproduksi oleh Toko Roti Barokah Bakery didasarkan pada order yang diterima. Adapun rata-rata produksi per bulan 2.309 biji dengan rata-rata produk gagal sebesar 229 biji atau sekitar 9,9125 % dari total produksi setiap bulan.
Menentukan Prioritas Perbaikan (Diagram Pareto) Untuk mengindentifikasi kesalahankesalahan yang dominan dalam proses produksi roti yang dilakukan oleh “Barokah Bakery” dapat diketahui melalui diagram pareto. Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Tabel 4 menunjukkan bahwa karakteristik kualitas yang terbanyak menghasilkan produk cacat selama periode tahun 2016 adalah jenis proses produk atau adonan tidak sesuai (tidak jadi) yaitu sebanyak 810 satuan atau sebesar 29,5%. Untuk lebih jelasnya jenis kesalahan per departemen adalah sebagai berikut : Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa produk gagal yang terjadi pada proses produksi cenderung didominasi oleh proses produk atau adonan tidak sesuai dengan persentase kerusakan mencapai 29,5% dari total produk gagal. Kondisi ini mencerminkan bahwa
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
19
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
proses pengendalian yang dilakukan perlu dioptimalkan mengingat proses produk atau adonan tidak sesuai akan mengurangi kuantitas yang di jual dan kualitas hasil produksi yang nantinya akan berdampak pada keuntungan perusahaan. 1. Peta Kendali (Control Chart) Inti pengendalian mutu adalah penggunaan metode statistik untuk mengambil keputusan. Salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk pengendalian adalah peta kendali . Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas atau proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan
perbaikan kualitas. Bentuk dasar bagan atau grafik pengendali merupakan peragaan grafik suatu karakteristik kualitas yang telah diukur atau dihitung dari sampel terhadap nomor sampel atau waktu. Grafik ini memuat garis tengah yang merupakan nilai rata-rata karakteristik kualitas yang berkaitan dengan keadaan yang terkendali (CL).Dua garis mendatar dinamakan garis pengendali atas (UCL) dan batas pengendali bawah (LCL).Adapun tahap-tahap untuk Keterangan : ∑np : jumlah total yang rusak ∑n
: jumlah total yang diperiksa
= 2.745 27.710 = 0,099 c. Dan tahap ketiga menghitung batas
20
membuat peta kendali tersebut adalah : a. Tahap pertama yang dilakukan adalah menghitung persentase kerusakan produk dengan rumus :
Keterangan : n : jumlah gagal dalam sub grup n : jumlah yang diperiksa dalam sub grup Subgrup : Hari ke-i
b.
Kemudian tahap kedua yaitu menghitung garis pusat atau central line (CL) Garis pusat merupakan rata-rata kerusakan produk ( )
kendali atas atau Upper Control Limit(UCL) Untuk menghitung batas kendali atas atau UCL dilakukan dengan rumus :
Keterangan : : rata-rata ketidak sesuaian produk n : jumlah produksi : 1,2,3
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
Untuk menghitung batas kendali bawah atau LCL dilakukan dengan rumus:
= 0,1161
d. Tahap keempat yaitu menghitung batas kendali bawah atau Lower Control Limit (LCL) Keterangan : : rata-rata ketidak sesuaian produk n : jumlah produksi : 1,2,3
= 0,0819 2.
Diagram Tulang Ikan (Fishbone Chart) Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Setelah diketahui jenisjenis kesalahan yang terjadi, maka Toko Roti Barokah Bakery perlu mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang serupa. Hal penting yang harus dilakukan dan ditelusuri adalah mencari penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Sebagai alat bantu untuk mencari penyebab terjadinya kesalahan tersebut, digunakan diagram sebab akibat atau yang disebut fishbone chart. Adapun penggunaan diagram sebab akibat untuk menelusuri jenis masingmasing kesalahan yang terjadi. Berdasarkan diagram pareto telah diketahui empat jenis cacat pada proses produksi roti. Jenis-jenis cacat tersebut antara lain adalah: a. Proses Produk atau adonan tidak sesuai (tidak jadi); b. Bentuk dan ukuran tidak sesuai; c. Pengovenan tidak sempurna; d. Pemasangan lebel tidak sesuai.
Berdasarkan analisa diagram sebab akibat, bahwa masalah kegagalan produksi roti cenderung lebih banyak diakibatkan oleh faktor manusia dibandingkan dengan faktor lainnya. Supaya produk yang dihasilkan berkualitas dan rendahnya kegagalan dalam proses produksi dikarenakan produk yang gagal paling banyak yaitu adonan yang tidak sesuai, maka perusahaan perlu melakukan pelatihan bagi karyawan baru sebelum mereka siap untuk bekerja sesuai dengan standar perusahaan serta melakukan penyesuaian terkait dengan kesejahteraan karyawan yang bertujuan untuk menanggulangi kegagalan pada proses produksi guna memajukan perusahaan. Selain itu pula perbaikan dalam kualitas tenaga kerja diharapkan mampu mengoptimalkan proses produksi dan mengurangi terjadainya kegagalan proses produksi yang diakibatkan oleh faktor bahan baku, mesin, metode atau cara kerja serta lingkungan, mengingat manusia merupakan penggerak dari input lain dalam kegiatan proses produksi yang terjadi dalam perusahaan. PEMBAHASAN Perumusan hipotesis yang diusulkan pada penelitian ini yaitu: “diduga pengendalian kualitas produk menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) dapat meminimumkan produk gagal”. Setelah melakukan analisis Control Chart untuk Toko Roti Barokah Bakery yang telah dijelaskan pada hasil penelitian diatas, dapat diketahui yaitu jumlah produk yang di periksa sebanyak 27.710 unit dari hasil produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Dan rata-rata kerusakan produk sebesar 0,099 atau 9,9%.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
21
Muhammad Syarif Hidayatullah Elmas, Analisis Pengendalian Kualitas...
Untuk batasan pengawasan atau pengendalian kualitas pada perusahaan yaitu batas atas (UCL) sebesar 0,1161 atau 11,61%dan batas bawah (LCL) sebesar 0,0819 atau 8,12%. Dapat dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap Toko Roti Bakery sudah baik, karena jumlah produk gagal masih dalam batas wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah. Setelah melakukan analisis diagram sebab akibat, dapat diketahui bahwa faktor utama penyebab terjadinya kegagalan produk dikarenakan kelalaian manusia atau faktor sumber daya manusia. Untuk itu perlu diadakan pelatihan terhadap sumber daya manusia yang digunakan. Dari hasil pembahasan diatas disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) dalam pengendalian kualitas dapat meminimumkan produk gagal. Hali ini juga menjawab hipotesis dalam penelitian ini yang sudah tercantum diatas, dan merekomendasikan metode SQC dengan tekhnik control chart dan diagram sebab akibat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengendalian kualitas pada Toko Roti Barokah Bakery. Hasil ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya Darsono (2013), penelitian Dewi, Tasya dan Nining (2015) dan penelitian Hariastuti (2015) yang menyatakan pengendalian kualitas dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) dapat meminimumkan produk gagal. Oleh karena itu, Penelitian ini konsisiten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa pengendalian kualitas dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) memang dapat meminimumkan produk gagal. KESIMPULAN Hasil penelitian dan analisis pada Toko Roti Barokah Bakery dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Jumlah produk baik yang dihasilkan oleh Toko Roti Bakery sebanyak 27.710 unit. Dan dengan menganalisis menggunakan Control Chart, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,099 atau 9,9%. Dan rata-rata kerusakan produk tersebut terdapat diantara batas atas yaitu sebesar 0,1161 atau 11,61% dan batas bawah sebesar 0,0819 atau 8,12%. Itu menandakan bahwa tingkat kerusakan produk masih dalam batas wajar. 2. Dengan menggunakan diagram sebab
22
akibat, dapat diketahui bahwa faktor utama penyebab terjadinya kegagalan produk adalah faktor manusia. Sehingga perlu diadakan pelatihan terhadap tenaga kerja supaya dapat meminimalkan produk gagal pada hasil produksi. SARAN Adapun saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Untuk masa yang akan datang sebaiknya Toko Roti Barokah Bakery menerapkan metode SQC dalam mengendalikan kualitas sehingga perusahaan dapat meminumkan produk gagal dari hasil produksi. 2. Diagram sebab akibat dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya produk gagal dari hasil produksi dan juga dapat mengetahui penyebab utama. Sehingga perlu digunakan diagram sebab akibat untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan suatu produk. DAFTAR PUSTAKA Ahyari, Agus. 2000. Manajemen Produksi. BPFEUGM. Yogyakarta. Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. LPFE – UI. Edisi Revisi. Jakarta Darsono. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi dalam Upaya Mengendalikan Tingkat kerusakan Produk. Jurnal Ekonomi-ManajemenAkuntansi No. 35/ Th. XX/ Oktober 2013. ISSN:0853-8778 Dewi, Tasya dan Nining. 2015. Analisis Pengendalian Kualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) Produk Sepatu Untuk Meminimumkan Produk Cacat (Studi Kasus Pada CV. Valentino Shoes Kabupaten Bandung). Prosiding Manajemen ISSN:24606545. Hariastuti, Ni Luh Putu. 2015. Analisis Pengendalian Mutu Produk Guna Meminimalisasi Produk Cacat. Seminar Nasional IENACO-2015. ISSN:2337-4349. Heizer, Jay & Render, Barry. 2006. Operations Management (Manajemen Operasi). Salemba Empat. Jakarta. Russell, Roberta & Taylor, Bernard W. 2006. Operations Management. 5th Edition. John Wiley & Sons. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. Yamit, Zulian. 2013. Manajemen Kualitas Produk & Jasa. Ekosinia. Jakarta.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 15 - 22
UPAYA PENGEMBANGAN TAMAN MONYET SEBAGAI ASSET PEMERINTAH BANDAR LAMPUNG Rieka Ramadhaniyah1, Herlina2 IIB Darmajaya Labuhan Ratu Kedaton Bandar Lampung
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi dalam melakukan upaya menarik turis domestik maupun mancanegara untuk mengunjungi hutan taman monyet yang cukup potensial sebagai objek pariwisata, menciptakan lapangan pekerjaan serta mengurangi tingkat penganguran di daerah tersebut. Meningkatkan pendapatan daerah Lampung terutama pemerintah kota Bandar Lampung dalam sektor pariwisata. Populasi dalam penenlitian adalah masyarakat Bandar lampung dengan sampel berjumlah 400 responden. Hipotesis 1, 4, 5, 6 dan 7 adalah Ho diterima artinya semua tidak mempunyai pengaruh signifikan, sedangkan untuk hipotesis 2 dan 3 adalah Ha diterima artinya semua ada pengaruh signifikan. Hasil koefisien determinasi R Square sebesar 0,014 atau 14%, hal ini menunjukkan bahwa bahwa variable aspek-aspek pengembangan pariwisata (X2) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X1) sedangkan sisanya sebesar 81,6% dipengaruhi oleh faktor lain. hal ini menunjukkan bahwa variabel asset pemerintah Bandar Lampung (Y2) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X2) dan upaya pengembangan pariwisata (Y1) dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 54,9% sedangkan sisanya sebesar 36,1% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel aspek - aspek pengembangan pariwisata (X2) dan upaya pengembangan pariwisata (Y1). Kata Kunci: Konsep pengambangan pariwisata, Upaya pengembangan pariwisata, Aspek-aspek pengembangan pariwisata, Asset Pemerintah. ABSTRACT The purpose of this research is to contribute in the efforts to attract domestic and foreign tourists to visit the monkey park forest of considerable potential as a tourist attraction, create jobs and reduce theunemployment rate in the area. Raising revenue Lampung Bandar Lampung city government especially
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
23
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
in the tourism sector. Population in Bandar Lampung penenlitian is a community with a sample of 400 respondents.Hypothesis 1, 4, 5, 6 and 7 are Ho accepted means all has no significant effect, while for hypothesis 2 and 3 is Ha accepted means all there is significant influence. result the coefficient of determination R Square of 0.014 or 14%, this indicates that that variable aspects of tourism development (X2) is affected by the tourism development concept variables (X1) while the remaining 81.6% influenced by other factors. this suggests that government asset variable Bandar Lampung (Y2) is affected by the tourism development concept variables (X2) and tourism development efforts (Y1) with a percentage value obtained was 54.9% while the remaining 36.1% influenced by other factors in addition to the variable aspects - aspects of tourism development (X2) and tourism development efforts (Y1). Keywords: floating concept of tourism, tourism development efforts, aspects of tourism development, the Government Asset.
PENDAHULUAN Sektor kepariwisataan merupakan sumber devisa yang cukup besar persentase dan kontribusinya bagi kas daerah, yang secara luas juga merupakan sumber devisa Negara (Firmansyah D. Siregar, 2011). Lampung merupakan sebuah Provinsi yang paling selatan di Pulau Sumatera, disebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan. Provinsi Lampung seluas 35.376,50 km2 terletak pada garis peta bumi : timurbarat diantara 1050 45’bujur barat serta 1030 48’bujur timur; utara-selatan diantara 30 dan 45’bujur utara dengan 60 dan 45’lintang selatan. Provinsi Lampung berada di sebelah barat berbatasan dengan selat sunda dan disebelah timur dengan laut jawa. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata (DTW) ke-18, sedangkan untuk Kota Bandar Lampung sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang kepariwisataan menyediakan sarana dan prasarana pendukung mengingat kota Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung memiliki beberapa kawasan yang berpotensi
24
(ditinjau dari perspektif kepariwisataan) untuk dikembangkan menjadi daerah objek tujuan wisata karena didukung topografi tinggi berbukit dan dataran rendah dekat dengan pantai yang diarahkan sebagai kawasan pendukung pariwisata. Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung memiliki berbagai objek wisata yang dapat dijadikan sebagai objek tujuan wisata yaitu pantai tirtayasa, pantai kubur, rumah adat Lampung, air terjun sukadanaham, taman hutan raya wan abdul rahman, taman wisata batu putu (Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, 2015). Namun di Bandar Lampung masih terdapat sebuah tempat pariwisata yang cukup berpotensi untuk ditingkatkan sebagai objek pariwisata unggulan yaitu hutan monyet lembah sarijo atau dikenal dengan taman monyet. Dikawasan seluas sekitar 10 hektar ini hidup ratusan primata (monyet) yang bernama latin macaca fascicularis itu. Mereka hidup di hutan berdampingan dengan pemukiman warga dan hotel hartono. Areal konservasi primate (monyet) dan resapan air ini berada di perbatasan kelurahan sumur batu dan
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
pahoman, teluk betung utara. Banyak orang menyebutnya hutan monyet lembah sarijo, sebab ia berada di wilyah yang biasa disebut sarijo. Hutan ini merupakan daerah resapan air, selain itu hutan monyet di daerah lembah sarijo ini memilliki potensi lain yaitu pemandian bidadari yang dipercaya warga sekitar dapat membuat awet muda bagi para pengunjung yang membasuh muka ditempat tersebut serta situs bersejarah berupa goa peninggalan sisa perjuangan pada jaman penjajahan melawan belanda. Lokasi hutan taman monyet itu sendiri berada di daerah pemerintahan kota Bandar Lampung yang tepatnya berada ditengah pusat kota Bandar Lampung, bagi pengunjung yang ingin datang ke hutan taman monyet bisa ditempuh melalui 2 jalur. Jalur yang pertama melewati Jl.cipto mangunkusumo dan tembusan ke Jl. Juanda. Daerah ini dikenal dengan nama tirtosari, sedangkan jalur ke dua melalui Jl. Dr. Susilo ke Jl.kesehatan (tepatnya depan kantor dinas kesehatan Provinsi Lampung). Keberadaaan monyet yang ada di lembah sarijo ini tampak jinak kepada manusia sehingga pengunjung bisa dengan bebas memberi pisang kepada satwa yang dikenal dengan nama latin Macaca Fascicularis yang cukup terkenal hidup kelompok. Sekitar 250 ekor monyet ekor panjang hidup dikawasan lembah sarijo (www.lampung.tribunnews.com). Setiap pagi dan sore para monyet tersebut keluar dari hutan dan gua lalu menuruni lembah sarijo untuk mencari makanan di hutan sekitar hutan taman monyet serta di sekitar rumah warga. Untuk mempertahankan hidup, hewan-hewan ini memakan buah dan pucuk daun muda yang tumbuh dihutan itu.
Selain itu para monyet tersebut juga mengandalkan makanan pemberian warga yang tinggal di sekitar hutan serta pengunjung yang datang ke taman monyet ini. Hal itu disebabkan oleh pakan alami di habitat primata tersebut memang sedikit berkurang dikarenakan adanya areal pembangunan perumahan disekitar daerah lembah sarijo. Untuk itu diperlukan alokasi dana untuk memenuhi kebutuhan pangan monyet-monyet tersebut (https://anakotah.blogspot.co.id/2016/12/tam an-wisata-hutan-kera.html). Kurangnya perhatian pemerintah Provinsi Lampung dan dinas pariwisata kota Bandar Lampung serta kurang pedulinya masyarakat sekitar daerah hutan taman monyet inilah yang menyebabkan potensi-potensi yang dimiliki taman monyet tersebut menjadi kurang maksimal. Bahkan masyarakat khususnya yang berdomisili di kota Bandar Lampung kurang mengetahui tentang keberadaan hutan taman monyet dengan potensi-potensi yang ada di daerah tersebut. Taman monyet memang belum terkenal seperti tempat-tempat pariwisata lainnya yang berada di Provinsi Lampung. Namun, apabila dikelola dengan baik taman monyet dapat memberikan kontribusi besar baik masyarakat daerah hutan taman monyet dengan tumbuhnya ekonomi mikro dan berkurangnya tingkat pengangguran serta berdampak positif bagi pemerintah dengan berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan daerah kota Bandar Lampung itu sendiri. Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
25
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata. (Swarbrooke, 1996). Mengingat begitu eratnya dengan berbagai bidang lain dalam proses pembangunan nasional maka aktifitas kepariwisataan bisa dikembangkan secara optimal sehingga pengembangan merupakan suatu proses pelaksanaan program yang terus meningkat ke arah puncak capaian sesuai dengan tujuan yang telah dicanangkan.
Variabel Konsep Pengembangan Pariwisata (X1)
Variabel Konsep Pengembangan Pariwisata (X1)
26
Asset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dana atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya (Siregar, 2004). Variabel
Konsep Konsep pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata (Swarbrooke, 1996).
Konsep Konsep pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam
1.
2.
3.
4.
5. 6.
Indikator Membangun atraksi di situs yang tadinya tidak digunakan sebagai atraksi. Membangun atraksi pada situs yang sebelumnya telah digunakan sebagai atraksi. Atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak Atraksi dapat mencapai pasar yang lebih luas, dengan meraih pangsa pasar yang baru. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi Penciptaan kegiatan-kegiatan baru
Indokator 7. Membangun atraksi di situs yang tadinya tidak digunakan sebagai atraksi. 8. Membangun atraksi pada situs yang sebelumnya telah
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
Aspek – Aspek Pengembangan Pariwisata (X2)
Upaya Pengembangan Pariwisata (Y1)
penggunaan berbagai sumber daya pariwisata mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung akan kelangsungan pengembangan pariwisata (Swarbrooke, 1996).
digunakan sebagai atraksi. 9. Atraksi yang dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak 10. Atraksi dapat mencapai pasar yang lebih luas, dengan meraih pangsa pasar yang baru. 11. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi 12. Penciptaan kegiatankegiatan baru
Menurut UU RI No. 23 Tahun 1997 dalam Marsongko (2001), lilngkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pembukaan UUD 1945 ada amanah y a n g kiranya dapat dijadikan capaian tujuan itu, yakni terwujudnya kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut mewujudkan perdamain dunia. Kata-kata k u n c i dari Pembukaan UUD 1945 tersebut penting dikemukakan agar
1. 2. 3. 4. 5.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
Aspek fisik Aspek Daya Tarik Pariwisata Aspek Aksesibilitas Aspek Aktivitas dan Fasilitas Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat bangsa. 2. Terbentuknya kepribadian bangsa Indonesia. 3. Terjaganya dan terpeliharanya keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Terjalinnya hubungan antar bangsa"bangsa di dunia secara damai, harmonis dan berperadaban.
27
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
industri pariwisata
5. Terbinanya kreatifitas masyarakat bangsa dalam berbagai segi kehidupan. 6. Terbangunnya keseimbangan hidup masyarakat bangsa dengan keberlangsungan kehidupannya. 7. Terbangkitkannya spiritualitas masyarakat bangsa. 8. Terjalinnya kebersamaan dan kepedulian untuk percepatan optimalisasi sektor pariwisata.
Asset Periwisata (Y2)
28
Asset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dana atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
1. 2. 3. 4.
Pendapatan asli daerah Dana perimbangan Pinjaman daerah Pendapatan daerah yang asli lain – lain
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
Analisis Jalur Analisis jalur merupakan sebuah analisis yang menentukan besarnya hubungan kausal antar variabel baik pengaruh secara langsung maupun tidak langsung (sewall wright dalam ety rochaety,2009). Analisis jalur yang dipakai dalam penelitian ini adalah dua persamaan yaitu X sebagai variabel eksdogen sedangkan variabel Y sebagai variabel endogen(Sugiyono,2006 dan Sudarmanto,2005). Persamaan strukturalnya dapat dilihat sebagai berikut: (David C. Rubin, 1997) X2 = PYXX1 + (persamaan jalur struktural 1) Y1 = PYXX1 + 1 (persamaan jalur struktural 2) Y1 = PXYX2 + 2 (persamaan jalur struktural 3) Y2 = PYXY1 + 3 (persamaan jalur struktural 4) Y2 = PYXX1 + PYXY1 + 4 (persamaan jalur struktural 5) Y2 = PYXX2 + PYXY1 + 4 (persamaan jalur struktural 6) Z = PYXX1 + PYXX2 + PYXY1 + 4 (persamaan jalur struktural 7) Hasil Hipotesis 1, 4, 5, 6 dan 7 adalah Ho diterima artinya semua tidak mempunyai pengaruh signifikan, sedangkan untuk hipotesis 2 dan 3 adalah Ha diterima artinya semua ada pengaruh signifikan. Hasil koefisien determinasi R Square sebesar 0,014 atau 14%, hal ini menunjukkan bahwa bahwa variabel aspek-aspek pengembangan pariwisata (X2) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X1) dengan nilai persentase yang diperoleh
sebesar 1,4% sedangkan sisanya sebesar 98,6% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel konsep pengembangan pariwisata (X1). Hasil R Square sebesar 0,194 atau 19,4% hal ini menunjukkan bahwa variabel upaya pengembangan pariwisata (Y1) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X1) dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 19,4% sedangkan sisanya sebesar 81,6% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel upaya pengembangan pariwisata (Y1), hasil R Square sebesar 0,032 atau 3,2% menunjukkan bahwa variabel upaya pengembangan pariwisata (Y1) dipengaruhi oleh variabel aspek-aspek pengembangan pariwisata dengan (X2) dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 3,2% sedangkan sisanya sebesar 96,8% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel aspek-aspek pengembangan pariwisata (X2). Hasil R Square 0,038 atau 3,8% hal ini menunjukkan bahwa variabel konsep pengembangan pariwisata (X1) melalui upaya pengembangan pariwisata (Y1) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X1) dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 3,8% sedangkan sisanya sebesar 96,2% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel konsep pengembangan pariwisata (X1) dan upaya pengembangan pariwisata (Y1). Hasil R Square 0,549 atau 54,9% hal ini menunjukkan bahwa variabel asset pemerintah Bandar Lampung (Y2) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X2) dan upaya pengembangan pariwisata (Y1) dengan nilai persentase yang diperoleh
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
29
Rieka Ramadhaniyah, Herlina, Upaya Pengembangan Taman...
sebesar 54,9% sedangkan sisanya sebesar 36,1% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel aspek-aspek pengembangan pariwisata (X2) dan upaya pengembangan pariwisata (Y1). R Square 0,194 atau 19,4% artinya variabel asset pemerintah (Y2) dipengaruhi oleh variabel upaya pengembangan pariwisata dengan (Y1) dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 19,4% sedangkan sisanya sebesar 81,6% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel upaya pengembangan pariwisata (Y1). Hasil R Square sebesar 0,551 atau 55,1% artinya variabel asset pemerintah (Y2) dipengaruhi oleh variabel konsep pengembangan pariwisata dengan (X1) dan aspek-aspek pengembangan pariwisata (X2) dengan nilai persentase yang diperoleh sebesar 55,1% sedangkan sisanya sebesar 44,9% dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel konsep pengembangan pariwisata (X1) dan aspek-aspek pengembangan pariwisata (Y2). DAFTAR PUSTAKA [1]
Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung. 2015. Bandar Lampung dalam Angka Tahun 2015 Bandar Lampung; BPS Kota Bandar Lampung
[2]
David C. Rubin, 1997, Statistics for management, Oxford university press.
[3]
Ety Rochaety,2009, “Metodologi Penelitian Bisnis, Jakarta, Mitra Wacana Media.
and Control, new jersey: Prentice hall International Inc [5]Nazir, M., 2003, Metode Penelitian,Jakarta,Ghalia Indonesia. 6]
MB-IPB 2010, Ekowisata Kebun Raya Cibodas,Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor
[7]
Sugiyono, 2006, Metode penelitian Bisnis, Alfabeta C. bandung.
[8]
Sudarmanto, R., G., 2005, Analisis Regresi Linier Ganda, Edisi Pertama, Yogyakarta, Graha Ilmu.
[9]
Swarbrooke, John, 1996, “Development and Management Of Visitor Attractions”, Oxford, Butterworth-Heinemann.
[10]
Siregar D, Doli (2004), Manajemen Aset, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
[11]www.lampung.tribunnews.com/2013/09 /26/asal-usul-kera-di-taman-hutankera-sumur-batu-bandar-lampung [12]https://anakotah.blogspot.co.id/2016/12/ taman-wisata-hutan-kera.html
[4] Kotler, P., 1997, Marketing Management Analysis, Planning, Implementation,
30
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 23 - 30
PENGARUH FASILITAS TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI ASTON MADIUN HOTEL & CONFERENCE CENTER Ninik Srijani, Achmad Sukma Hidayat Universitas PGRI Madiun
[email protected],
[email protected] Abstrak:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fasilitas di Aston Madiun Hotel & Conference Center. Untuk mengetahui kepuasan pelanggan di Aston Madiun Hotel & Conference Center. Untuk mengetahui adakah pengaruh fasilitas terhadap kepuasan pelanggan Aston Madiun Hotel & Conference Center.Metode dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif Kuantitatif, sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster sampling yaitu pelanggan yang menginap di Aston Madiun Hotel & Conference Center dengan jumlah 101 responden. Pengumpulan data menggunakan menggunakan metode kuisioner dan observasi.Dalam menganalisis data instrumen yang digunakan adalah uji validitas dan reliabilitas.Untuk uji asumsi menggunakan uji normalitas. Dan untuk menguji hipotesis dari penelitian ini menggunakan analisis data regresi linier sederhana, koefisien determinan, dan uji t.Hasil penelitian diperoleh jumlah skor fasilitas mempunyai nilai di atas rata-rata sebanyak 59 responden, sedangkan di bawah rata-rata sebanyak 42 responden. Y = 11,727 + 0,820X. Konstanta sama dengan 11,727 , artinya apabila variabel Fasilitas bernilai tetap atau konstant, maka besarnya Kepuasan Pelanggan adalah 11,727 . Artinya tanpa adanya pengaruh variabel Fasilitas maka Kepuasan Pelanggan akan tetap memiliki nilai sebesar 11,727. Koefisien regresi sebesar 0,820 memiliki pengertian bahwa apabila terjadi peningkatan variabel Fasilitas maka Kepuasan Pelanggan akan naik sebesar 0,820 satu satuan dengan asumsi variabel lain tetap. Koefisien bernilai positif berarti terjadi hubungan positif Fasilitas dan Kepuasan Pelanggan. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diketahui nilai R2 adalah 0,799. Jadi pengaruh fasilitas terhadap kepuasan pelanggan Aston Madiun Hotel & Conference Center sebesar 79,9% sedangkan sisanya sebesar 20,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa fasilitas mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Perhitungan uji t diperoleh adalah 19,810 sedangkan ttabel sebesar 1,937. Dengan demikian H0 ditolak, artinya ada pengaruh fasilitas secara keseluruhan terhadap kepuasan pelanggan. Kata Kunci: Fasilitas, Kepuasan Pelanggan Abstract: This study aims to determine the facility in Aston Madiun Hotel & Conference Center. To determine customer satisfaction at Aston Madiun Hotel & Conference Center. To know the facility is there any influence on customer satisfaction Aston Madiun Hotel & Conference Center. The method in this research is descriptive quantitative method, while the sampling technique in this research is cluster sampling, that customers who stayed at Aston Madiun Hotel & Conference Center with a number of 101 respondents. Collecting data using questionnaires and observation methods. In analyzing the data the instruments used are validity and reliability. To test the assumption using normality test. And to test the hypothesis of this study using simple linear regression analysis of the data, the determinant coefficient, and t test. The results were obtained a total score of facilities has a value above the average of 59 respondents, while below the average of 42 respondents. Y = 11.727 + 0,820X. The constant equal to 11.727, meaning that if the variable or constant fixed-value amenities, the amount Customer Satisfaction is 11.727. This means that without the influence of the amenities variable customer satisfaction will continue to have a value of 11.727. A regression coefficient of 0.820 has the sense that if an increase in Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
31
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
the Facility variables Customer satisfaction will rise by 0.820 of one unit assuming other variables remain. The coefficient is positive means that there is a positive relationship Facility and Customer Satisfaction. Based on the analysis above can be seen the value of R2 is 0.799. So the influence of facilities to customer satisfaction Aston Madiun Hotel & Conference Center 79.9% while the remaining 20.1% is influenced by other factors. So it can be concluded that the facility has an influence on customer satisfaction. T test calculations obtained was 19.810 while ttabel 1.937. Thus H0 is rejected, meaning that there is influence overall facility to customer satisfaction. Keywords: Facilities, Customer Satisfaction
PENDAHULUAN Perkembangan usaha dewasa ini telah diwarnai dengan berbagai macam persaingan di segala bidang. Melihat kondisi tersebut menyebabkan para pelaku bisnis semakin dituntut untuk mempunyai strategi yang tepat dalam memenuhi target volume penjualan. Dalam meningkatkan persaingan masingmasing perusahaan harus dapat memenangkan persaingan tersebut dengan menampilkan produk/jasa yang terbaik dan dapat memenuhi selera konsumen yang selalu berkembang dan berubah-ubah. Keberadaan hotel di Kota Madiun sendiri baru-baru ini semakin meningkat seiring dengan perkembangan Kota Madiun baik infrastruktur maupun perekonomian di Kota Madiun.Hal ini membuat persaingan hotel semakin ketat, para pelaku bisnis hotel pun semakin meningkatkan kualitas produk (hotel) mereka baik dari segi fasilitas maupun pelayanan jasa hotel. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa tentunya Hotel Aston sangat memprioritaskan terkait dengan kenyamanan maupun kepuasan pelanggan, karena dengan meningkatkan pelayanan serta fasilitas-fasilitas hotel, hal itu tentunya juga akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pasca menginap di hotel tersebut.
32
Aston Madiun Hotel & Conference Center merupakan hotel bisnis dan konferensi bintang 4 kontemporer, elegan dengan 125 kamar dan suite, memiliki berbagai ruang pertemuan serta konferensi termasuk grand ball room untuk kapasitas tamu sampai 1700 dan berbagai fasilitas rekreasi termurah seperti kolam renang dengan tempat berjemur, spa dengan layanan lengkap dan dilengkapi dengan fasilitas pusat kebugaran. Semua fasilitas di atas memiliki harga yang variatif sesuai dengan tipe kamar mulai dari yang paling standart IDR 428,000 ++. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh Fasilitas Terhadap Kepuasan Konsumen di Aston Madiun Hotel & Conference Center “. Menurut Schnaars (dalam Tjiptono, 2008: 24), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi daari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono dalam Tjiptono, 2008: 24)
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan merupakan tingkat akhir dari pemanfaatan fasilitas atau pelayanan.Hal ini disesuaikan dengan harapan yang telah di targetkan. Kepuasan pelanggan ini dapat dikatakan merupakan titik penting dari suatu usaha oleh perusahaan jasa.Inilah hal yang dituju oleh suatu perusahaan jasa dimana pelanggan merasa ekspektasi mereka terhadap semua fasilitas atau pelayanan dapat terpenuhi dengan baik. Cara mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (dalam Buchari Alma, 2003: 285) Ada beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan yaitu: 1) Complaint and suggestion system (Sistem keluhan dan Saran) Banyak perusahaan membuka kotak saran dan menerima keluhan yang dialami oleh langganan.Ada juga perusahaan yang member amplop yang telah ditulis alamat perusahaan untuk digunakan menyampaikan saran, keluhan serta kritik.Saran tersebut dapat juga disampaikan melalui kartu komentar, customer hot line, telepon bebas pulsa.Informasi ini dapat memberikan ide dan masukan kepada perusahaan yang memungkinkan perusahaan mengantisipasi dan cepat tanggap terhadap kritik dan saran tersebut. 2) Customer satisfaction surveys (Survey kepuasan pelanggan) Dalam hal perusahaan melakukan survai untuk mendeteksi komentar pelanggan Survey ini dapat dilakukan melalui pos, telepon, atau wawancara pribadi, atau pelanggan diminta mengisi angket. 3) Ghost shopping (pembeli bayangan)
Dalam hal ini perusahaan menyuruh orang tertentu sebagai pembeli ke perusahaan lain atau ke perusahaannya sendiri. Pembeli misteri ini melaporkan keunggulan dan kelemahan yang melayaninya.Juga dilaporkan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai bahan pengambil keputusan oleh manajemen. Bukan saja orang lain yang disewa untuk menjadi pembeli bayangan tetapi juga manajer sendiri harus turun ke lapangan, belanja ke toko saingan dimana ia tidak di kenal. Pengalaman manajer ini sangat penting karena data dan informasi yang diperoleh langsung ia alami sendiri. 4) Lost customer analiysis (analisa pelanggan yang lari), Langganan yang hilang, dicoba dihubungi, mereka diminta untuk mengungkapkan mengapa mereka berhenti, pindah ke perusahaan lain, adakah sesuatu masalah yang terjadi yang tidak bisa diatasi atau terlambat diatasi. Dari kontak semacam ini akan diperoleh informasi dan akan memperbaiki kinerja perusahaan sendiri agar tidak ada lagi langganan yang lari dengan cara meningkatkan kepuasan mereka. Fasilitas adalah penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitasaktivitas atau kegiatan-kegiatannya, sehingga kebutuhan-kebutuhan dapat terpenuhi selama tinggal di hotel. (Sulistiyono, dalam Yunus & Budianto, 2014:6) Fasilitas merupakan tolak ukur dari semua pelayanan yang diberikan, serta
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
33
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
sangat tinggi pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan.Karena dengan tingkat fasilitas yang ada juga sangat memudahkan pelanggan dalam beraktifitas serta nyaman untuk menggunakan fasilitas yang ada. Faktor-faktor Desain Fasilitas Menurut Moodie & Cootam (dalam Tjiptono, 2007: 149) setidaknya terdapat enam faktor, yaitu :: 1. Perencaan spasial Aspek-aspek seperti proporsi,simetri, tekstur, dan warna perlu diintregasikan dan dirancang secara cermat untuk menstimulasi respons intelektual maupun respons emosional dari para pemakai atau orang yang melihatnya. 2. Perencanaan ruangan Faktor ini mencangkup perancangan interior dan arsitektur, seperti penempatan perabotan dan perlengkapannya dalam ruangan, desain aliran sirkulasi dan lain-lain. 3. Perlengkapan/perabotan Perlengkapan/perabotan memiliki beberapa fungsi.Diantaranya sebagai sarana pelindung barang-barang berharga berukuran kecil, sebagai barang pajangan, sebagai tanda penyambutan bagi para pelanggan, dan sebagai sesuatu yang menunjukkan status pemilik atau penggunanya. 4. Tata cahaya Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain tata cahaya adalah cahaya di siang hari (day lighting), warna, jenis dan sifat aktivitas yang dilakukan didalam ruangan, persepsi penyedia jasa akan tugasnya, tingkat ketajaman penglihatan, dan suasana yang
34
diinginkan (tenang, damai, segar, riang, gembira, dan lain-lain). 5. Warna Banyak orang yang menyatakan bahwa warna memiliki bahasanya sendiri, di mana warna dapat menstimulasi perasaan dan emosi spesifik. 6. Pesan-pesan yang disampaikan secara grafis Aspek penting yang saling terkait dalam faktor ini adalah penampilan visual, penempatan, pemilihan bentuk fisik, pemilihan warna, pencahayaan, dan pemilihan bentuk perwajahan lambang atau tanda yang dipergunakan untuk maksud tertentu (misalnya, penunjuk arah/tempat, keterangan/informasi dan sebagainya). METODE PENELITIAN Desain Penelitian Dalam penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan kausal yang bersifat sebab akibat.Kemudian untuk jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif.Sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Berikut pemaparan desain penelitian yg terdiri dari variabel bebas (X) fasilitas dan variabel terikat (Y) kepuasan pelanggan : Fasilitas (X)
Kepuasan Pelanggan (Y)
Di dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu : 1. Variabel Independen (X) atau bebas Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen). (Hamid Darmadi,
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
2013: 157). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah fasilitas. 2. Variabel dependen (Y) atau terikat Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Hamid Darmadi, 2013: 157). Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kepuasan pelanggan. Populasi Dalam penelitian ini tidak lepas dari adanya populasi yang merupakan seluruh unit yang akan diteliti. Untuk populasi penelitian ini sejumlah 135 pengunjung dalam kurun waktu 1 bulan. Sampel Sampel yang digunakan dalam penlitian ini adalah dari jumlah 135 pengunjung yang menginap di Aston Madiun Hotel & Conference Center pada bulan Oktober 2016 terdapat 101 pelanggan yang dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Kuisioner Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuisioner dengan member butir-butir pernyataan pada responden. 2) Observasi Kegiatan pengumpulan data juga menggunakan teknik observasi, yakni dengan melakukan pengamatan langsung obyek yang akan diteliti. Dalam suatu penelitian, untuk menguji suatu data digunakan teknik untuk menganalisanya. Analisis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah: 1. Uji prasarat atau Instrumen, diantaranya : a. Uji Validitas Dari semua item soal yang diberikan kepada responden
valid.Item soal dinyatakan valid karena nilai > pada taraf signifikan yaitu 0.1937. Dengan kata lain semua pernyataan valid dan dapat dipergunakan oleh peneliti sebagai instrumen penelitian. b. Uji Reliabilitas Hasil uji reliabilitas dinyatakan nilai reliabilitas konsisten internal sebesar 0,871, untuk koefisien alfa dinyatakan reliabel karena memiliki nilai> 0,6.Dengan demikian item pengukuran pada masing-masing indikator dalam variabel-variabel penelitian dinyatakan reliabel dan selanjutnya dapat digunakan dalam penelitian. c. Uji Asumsi Hasil uji normalitas yang terdapat di atas bahwa nilai Assymp Sig sebesar 0.200 lebih besar dari 0.05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang akan dianalisis terdistribusi normal. HASIL PENELITIAN Deskripsi Angket Fasilitas Dari hasil pengsisian angket Fasilitas dengan jumlah data (N) sebanyak 101 responden mempunyai deskripsi data sebagai berikut: (a) Jumlah skor total sebesar 5477; (b) Nilai rata-rata hitung (mean) sebasar 54,23; (c) Median sebesar 54,00; (d) Modus sebesar 54; (e) Standar deviasi sebesar 8,536; (f) Nilai minimum sebesar 36; (g) Nilai maximum sebesar 73. Hasil analisis deskriptif fasilitas yang di olah dari 101 responden yang menyatakan setuju terhadap fasilitas Aston Madiun Hotel & Conference Center sebanyak 59 pelanggan atau 58,42 % di atas rata-rata dan sebanyak 42
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
35
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
pelanggan atau 41,58 % di bawah ratarata. Artinya kepuasan pelanggan banyak dipengaruhi oleh fasilitas. Deskripsi Angket Kepuasan Pelanggan Dari hasil pengisian angket Kepuasan Pelanggan dengan jumlah data (N) sebanyak 101 responden mempunyai deskripsi data sebagai berikut: (a) Jumlah skor total sebesar 5677; (b) Nilai rata-rata hitung (mean) sebasar 56,21; (c) Median sebesar 56,00; (d) Modus sebesar 64; (e) Standar deviasi sebesar 7,835; (f) Nilai minimum sebesar 39; (g) Nilai maximum sebesar 74. Hasil analisis deskriptif kepuasan pelanggan yang di olah dari 101 responden yang menyatakan sebanyak 52 pelanggan atau 51,49 % di atas rata-rata dan sebanyak 49 pelanggan atau 48,51 % di bawah rata-rata. Artinya kepuasan pelanggan banyak dipengaruhi oleh fasilitas. Hasil Uji Regresi Dari hasil perhitungan, Y = 11,727+ 0,820X. Artinya apabila fasilitas meningkat sebanyak 1 %, maka kepuasan pelanggan akan meningkat sebesar 0,820 apabila faktor lain dianggap tetap. Hasil Uji Determinasi Dari hasil perhitungan dapat diketahui besarnya nilai rhitung adalah 0,894 sedangkan rtabel 0,1937. Ini berarti bahwa nilai rhitung ≥ rtabel (0,894 ≥ 0,1937), atau dapat disimpulkan tolak H0, artinya ada pengaruh antara Fasilitas terhadap Kepuasan Pelanggan Aston Madiun Hotel & Conference Center. Hasil Uji T Dari tingkat signifikan T hitung 19,810 lebih besar dari T tabel 1,937 (19,810>1,937), maka hipotesis penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho. Hipotesis yang menyatakan
36
menerima Ha menunjukkan bahwa variabel Fasilitas ada pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh antara Fasilitas terhadap Kepuasan Pelanggan Aston Madiun Hotel & Conference Center.Berdasarkan hasil analisis data pada pembahasan bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Fasilitas di Aston Madiun Hotel & Conference Center. Responden dalam penelitian ini yakni pelanggan yang menginap di Aston Madiun Hotel & Conference Center yang telah mempersepsikan fasilitas di Aston Madiun Hotel &Conference Center.Fasilitas sangat berpengaruh pada pelanggan di Aston Madiun Hotel & Conference Center.Hal ini dapat dilihat dari hasil pengisian kuesioner yang telah dilakukan oleh responden. Dari 101 responden yang mengisi kuisioner fasilitas sebanyak 59 pelanggan atau 58,42 % di atas rata-rata dan sebanyak 42 pelanggan atau 41,58 % di bawah rata-rata. 2. Kepuasan Pelanggan Aston Madiun Hotel & Conference Center cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari 101 responden yang mengisi kuisioner kepuasan pelanggan sebanyak 52 pelanggan atau 51,49 % di atas ratarata dan sebanyak 49 pelanggan atau 48,51 % di bawah rata-rata. 3. Pengaruh Fasilitas terhadap Kepuasan Pelanggan di Aston Madiun Hotel & Conference Center.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
a. Uji regresi, Y = 11,727+ 0,820X. Artinya apabila fasilitas meningkat sebanyak 1 %, maka kepuasan pelanggan akan meningkat sebesar 0,347 apabila faktor lain dianggap tetap. b. Uji determinasi, dapat diketahui besarnya nilai rhitung adalah 0,894 sedangkan rtabel 0,1937. Ini berarti bahwa nilai rhitung ≥ rtabel (0,894 ≥ 0,1937), atau dapat disimpulkan tolak H0, artinya ada pengaruh antara Fasilitas terhadap Kepuasan Pelanggan di Aston Madiun Hotel & Conference Center. c. Uji t, dari tingkat signifikan T hitung 19,810 lebih besar dari T tabel 1,937 (19,810 >1,937), maka hipotesis penelitian ini menerima Ha dan menolak Ho. Hipotesis yang menyatakan menerima Ha menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan antara variabel Fasilitas terhadap Kepuasan Pelanggan di Aston Madiun Hotel & Conference Center. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diiterprestasikan bahwa apabila suatu perusahaan atau hotel khususnya Aston Madiun Hotel & Conference Center memperhatikan kelengkapan serta kenyamanan fasilitas yang tersedia, maka secara langsung atau tidak langsung akan menimbulkan rasa kepuasan dari pelanggan. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam kesimpulan di atas, maka dalam penelitian ini disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Aston Madiun Hotel & Conference Center
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai fasilitas terhadap kepuasan pelanggan, maka perusahaan dapat menjadikannya sebagai bahan kajian guna menambah kualitas pelayanan hotel terhadap tamu, baik dengan menambah fasilitas maupun dengan peningkatan layanan dari karyawan. Dengan itu produk jasa yang diberikan akan menjadi kepuasan oleh pelanggan, sehingga mampu meningatkan reputasi produk hotel. 2. Bagi Masyarakat Dengan adanya penelitian ini, diharapan mampu menjadi referensu bagi mayarakat dalam menggunakan produk jasa hotel.Dari sini masyarakt dapat mengetahui bagaimana fasilitasfasilitas hotel yang baik, serta mengetahui produk-produk kita. 3. Bagi Civitas Akademika Bagi peneliti yang tertarik ingin melakukan penelitian selanjutnya khususnya tentang pengaruh fasilitas terhadap kepuasan pelanggan, peneliti dapat menambahkan variabel lainnya untuk penelitian selanjutnya.Misalnya adanya variabel, kualitas pelayanan, citra perusahaan, loyalitas pelanggan, kepuasan konsumen, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Alma, B. 2013.Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa. Bandung. Alfabeta. Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta. Badri, S. 2012. Metode Statistika Untuk Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta. Penerbit Ombak. Darmadi, H. 2013. Dimensi-Dimensi Metode Penelitian Pendidikan Dan Sosial. Bandung. Alfabeta.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
37
Ninik Srijani, Pengaruh Fasilitas Terhadap...
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Herlambang, F. 2014. Basic Marketing (Dasar-Dasar Pemasaran).Yogyakarta. Gosyen Publishing. Lovelock, C., Dkk. 2011.Pemasaran Jasa Prespektif Indonesia Jilid 1 Edisi Ketujuh. New Jersey. Penerbit Erlangga. Mamang, E., Dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen. Yogyakarta. Penerbit Andi. Martono, N. 2012.Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi Dan Analisis Data Sekunder. Jakarta. Rajagrafindo Persada. Muljadi. 2010. Kepariwisataan Dan Perjalanan. Jakarta. Rajagrafindo Persada. Noor, J. 2011. Metode Penelitian: SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, DAN KARYA ILMIAH. Jakarta. Prenada Media Group. Priyatno, D. 2013. Analisis Korelasi, Regresi, Dan Multivariate Dengan SPSS.Yogyakarta.Penerbit Gava Media. Siregar, S. 2012. Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta. Rajagrafindo Persada. Siregar, S. 2014. Statistika Parametric Untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta. Bumi Perkasa. Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. Alfabeta. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. Alfabeta. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung. Alfabeta. Tjiptono, F. 2007. Pemasaran Jasa. Malang. Bayumedia Publishing.
38
Tjiptono, F. 2008. Strategi Pemasaran.Yogyakarta. Andi Offset. Tjiptono, F. & Chandra, G. 2011.Service, Quality & Satisfaction Edisi 3.Yogyakarta. Andi Offset. Umar, H. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada. Yunus Dan Budiyanto. 2014. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Pelanggan. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol 3, No 12, (Ejournal.Stiesia.Ac.Idindex.Phpjirm articledownload682652, Di Unduh 26 Mei 2016)
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 31 - 38
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi
[email protected].
[email protected] Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, Pengaruh variabel CSR (karyawan, lingkungan, masyarakat) sebagai varables independen baik secara parsial maupun secara simultan terhadap Return on Asset, Pengaruh variabel CSR (karyawan, lingkungan, masyarakat) sebagai varables independen baik secara parsial atau secara simultan terhadap Q. Tobin metode penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Sampel penelitian diambil dari data Perusahaan ini di BEI melalui laporan tahunan dan informasi keuangan dari laporan keuangan bagi produsen, pengembang, dan penambang (hanya korporat perdagangan biasanya murni tidak dimasukkan) dalam periode 20102012 dengan metode purposive sampling. Ada 95 perusahaan yang memenuhi kriteria dan akumulasi selama tiga tahun, sehingga total sampel menjadi 285 sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel CSR memberikan pengaruh yang signifikan positif secara simultan terhadap variabel dependen ROA dan Tobin Q. Secara parsial, variabel karyawan dan masyarakat yang positif signifikan mempengaruhi variabel dependen ROA, dan hanya karyawan sebagai variabel independen memiliki pengaruh positif terhadap Tobin Q Kata kunci: CSR, Return Of Assets, Tobin Q Abstrac:The aims of this research were to know : (1) The influence of CSR variables (employee, environment, community) as independent varables either partially or simultaneously towards Return on Assets (2) The influence of CSR variables(employee, environment, community) as independent varables either partially or simultaneously towards Tobin’s Q. The method of this research is multiple linear regression analysis. The research sample were taken from Corporate’s data on IDX through annual report and financial information from financial reports for manufacturers, developers, and miners (just typically pure trading corporates were not included) in the period 2010 to 2012 with the purposive sampling method. There were 95 of the companies that met the criteria and were accumulated for three years, so total of samples became 285 samples. The result of research showed that all of CSR variables gave positive significant influence simultaneously towards the dependent variables of ROA and Tobin’s Q. Partially, the variables of employees and community were positively significant influencing the dependent variable of ROA, and only employees as the independent variable had positive influence towards Tobin’s Q Keywords : CSR, Return Of Assets, Tobin’s Q
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
39
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dua puluh tahun terakhir membawa dampak pada kemajuan pertumbuhan bisnis dan industri. Kemajuan tersebut berperan mengubah dua kondisi, yaitu positif (positive externalities) dan negatif (negative externalities). Hadi (2011: 36-37) menyatakan Positive externalities adalah bahwa perusahaan memberi manfaat peningkatan ekonomi, sosial dan lingkungan dalam bentuk peningkatan kesejahteraan, infrastruktur, tata sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan negative externalities, keberadaan perusahaan memunculkan ketimpangan sosial, diskriminasi, relokasi masyarakat kecil termarginal akibat digunakan untuk kawasan industri, sebagian masyarakat kehilangan tempat kerja akibat relokasi, polusi pencemaran lingkungan, global warming dan sejenisnya. Beberapa penelitian menyebutkan setidaknya ada dua kelemahan implementasi CSR. Rachman, Effendi, dan Wicaksana (2011: 4) mengungkapkan kelemahan implementasi CSR yaitu pertama, perusahaan melaksanakan CSR dengan program yang sangat beragam dan didorong atas permintaan masyarakat, yang seharusnya program CSR dirancang terkait dengan strategi bisnis perusahaan. Konsekuensinya, CSR menjadi biaya yang dianggarkan oleh manajemen perusahaan. Kedua, umumnya CSR yang dilakukan tidak tuntas, tidak dapat menyelesaikan masalah bahkan CSR memperbesar ketergantungan masyarakat kepada perusahaan. Penelitian Titisari, Eko dan Doddy (2010) membahas CSR dengan kinerja perusahaan serta terkait dengan penelitian terdahulu milik Fiori et al (2007), dimana penelitian ini menguji informasi CSR, yang menggunakan parameter employment, environment, dan community, serta pengaruhnya terhadap informasi keuangan dan harga saham. Penelitian ini menunjukkan environmental performance berpengaruh positif terhadap economic performance. Pengaruh negatif CSR lainnya ditunjukkan penelitian Sayekti dan
40
Windabio (2007) terhadap earning response coefficient serta mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Terdapat tiga variabel, yaitu employee, environment, community, dimana ketiga parameter ini merupakan variabel-variabel yang paling sering disinggung karena makna universalnya, hanya saja seringkali perusahaan memiliki istilah yang berbeda dalam penyebutannya. Penelitian ini menguji kembali pengaruh employee, environment, dan community terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan dinilai menggunakan analisis rasio profitabilitas yakni ROA (Return on Assets). Berbeda dengan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini juga menggunakan Tobin’s Q ratio untuk mewakili nilai perusahaan selain ROA. Tobin’s Q ratio digunakan dalam menilai nilai perusahaan karena dapat menunjukkan estimasi pasar keuangan dengan tingkat pengembaliannya serta memperhatikan sisi internal dan eksternal dari perusahaan yang diteliti. Perbedaan lainnya, penelitian ini menyesuaikan kombinasi susunan indikator GRI ver. 3.1 yang terdiri dari tiga indikator utama economy, environment, dan social menjadi environment, employee, dan community. Pengambilan nilai parameter tetap menggunakan content analysis yaitu pengambilan info mengenai komponenkomponen parameter GRI versi 3.1 melalui Laporan Tahunan yang diterbitkan setiap perusahaan. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai upaya peningkatan pemahaman tentang hal berikut: a. Apakah penerapan CSR (Employee, Environment, Community) berpengaruh terhadap Return of Assets? b. Apakah penerapan CSR (Employee, Environment, Community) berpengaruh terhadap Tobin’s Q?
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis variabel-variabel CSR yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dalam rangka strategi peningkatan usaha. Secara khusus dan lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk menganalisis pengaruh penerapan CSR (Employee, Environment, dan Community) terhadap Return of Asset. 2. Untuk menganalisis pengaruh penerapan CSR (Employee, Environment, dan Community) terhadap Tobin’s Q Kajian Teori Etika Bisnis Etika merupakan semacam penelaahan – baik aktivitas penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri – sedangkan moralitas merupakan subjek (Velasques 2002 hal. 7). Pemahaman etika jika dialokasikan kepada bisnis, akan membentuk pengertian yang disebut Etika Bisnis. Etika bisnis menurut Velasquez (2002: 12) merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Institusi yang paling berpengaruh di dalam masyarakat sekarang ini adalah intitusi ekonomi, yaitu perusahaan bisnis yang memproduksi barang dan jasa. Pengertian dan Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) CSR sendiri memiliki beragam definisi. Menurut Rachman et al (2011: 16) menyatakan bahwa CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar perusahaan berada. Titisari et al (2010) membagi CSR menjadi tiga parameter, yaitu: environtment, employment, dan community. Parameter ini berdasarkan pada Brammer, Brook, dan Pavelin (2005). Begitu pula Fiori et al ((2007), juga menetapkan ketiga parameter tersebut berdasarkan konsep parameter Brammer. Penelitian Brammer et al (2005) secara terperinci menjelaskan kembali subkatagori dari ketiga
parameter tersebut, yaitu: (1) Environmental performance; (2) Employee performance; (3) Community performance (kinerja komunitas). Menurut Brammer et al (2005) indikator employee berdasarkan enam ukuran, yaitu: (1) Health and safety system; (2) Systems for employee training and development; (3) Equal opportunities policies; (4) Equal opportunity systems; (5) System for good employee relations ; (6) System for job creation and security. Konsep lingkungan menurut Rachman et al (2001: 64) dalam kaitan operasional perusahaan/organisasi dengan lingkungannya maka terdapat usaha-usaha perusahaan/organisasi untuk meminimalisasi dampak-dampak negatif yang terjadi di lingkungan. Bentuk usaha-usaha tersebut antara lain: (1) Sustainable consumption; (2) Climate change mitigation and adaption; (3) Protection and restoration of the natural environment. Variabel ketiga adalah komunitas, definisi komunitas menurut Kartajaya (2008: 161), komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, di mana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest dan values. CSR (environment, employee, community) dan Kinerja Keuangan Terdapat dua ukuran kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Return on Asset merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atas suatu ukuran tentang aktivitas manajemen (Kasmir 2008 hal. 201). Ukuran kedua adalah Tobin’s Q digunakan untuk mengukur kinerja eksternal perusahaan, berbeda dengan ROA yang digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Hubungan antara faktor lingkungan (environment) dengan kinerja keuangan berdasarkan prinsip profitabilitas, kontinuitas perusahaan hingga pertumbuhan perusahaan adalah dengan menarik hubungan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap ukuran-ukuran kinerja
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
41
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
keuangan. Selanjutnya penelitian employee yang ditunjukkan Brine et al (2007) menyatakan bahwa penerapan CSR mendorong perusahaan untuk merekrut karyawan yang berbakat dan bermacam-macam dorongan pekerjaan. Variabel ketiga, yaitu komunitas, diyakini memiliki keterkaitan tertentu dengan kinerja keuangan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini secara umum adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang dilakukan dengan penjelasan hubungan sebab akibat terhadap objek yang diteliti pada Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui pengujian hipotesis antara variabel independen dan dependen. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Populasi penelitian ini adalah perusahaanperusahaan yang berkecimpung dalam industri manufaktur yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia yang mempublikasikan laporan keuangan tahunan selama tiga tahun, yaitu 20102012. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive sampling. Sampel pada penelitian ini diambil dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan-perusahaan manufaktur, pengembangan, pertambangan (bukan perdagangan semata) yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia sejak tahun 20102012. 2. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang sudah melaksanakan good corporate governance dengan menerbitkan laporan tahunan atau annual report. 3. Perusahaan-perusahaan manufaktur, pengembangan, pertambangan, (perdagangan murni dikecualikan) yang sudah menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode 2010-2012. Berdasarkan kriteria-kriteria yang disebutkan diatas, jumlah populasi sebanyak 107 perusahaan kemudian dikurangi jumlah perusahaan yang tidak memenuhi kriteria pengambilan sampel
42
karena tidak memiliki Annual Report sebanyak 4 perusahaan maka didapatkan sebanyak 95 perusahaan yang layak dijadikan sebagai sampel.
Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari Environment (X1), Employee (X2), Community (X3) yang merupakan variabel independen sebagai pembentuk CSR. Variabel independen akan menentukan variabel kinerja keuangan yang terdiri dari variabel Return of Aset (Y1) dan variabel Tobin’s Q (Y2) sebagai terikat (dependen).
Data
Metode dan Prosedur Pengumpulan
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder serta dokumentasi, yaitu laporan keuangan dan laporan tahunan dan laporan tahunan selama tiga tahun buku dari sampel perusahaan yang akan diteliti yang tercatat dakam Bursa Efek Indonesia periode 2010-2012.
Analisis Data Metode analisis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Model matematis yang digunkan dapat dirumuskan sebagai berikut: Y1 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e Y2 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e Keterangan Y1 = Return on Asset (ROA) Y2 = Tobin’s Q b0 = Konstanta b1,b2, b3 = Koefisien Regresi X1 = Environment X2 = Employee X3 = Community e = Error term Pengujian Hipotesis R2 digunakan untuk menentukan seberapa besar variasi variabel dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel dependen (X) dimana 0 ≤ R2 ≤ 1. Uji F digunakan untuk
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
menguji variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara simultan. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau tingkat kesalahan (α) sebesar 5% dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) (k-i = 1). Ketentuan, jika Fhitung > Ftabel, maka H1 diterima dan sebaliknya jika Fhitung < Ftabel maka H1 ditolak. Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabelvariabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara parsial atau pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
6 7 8 9
Consumer Good Industry Infrastructure, Utilities, and Transportation Property, Real Estate, And Building Construction Animal Feed Jumlah
16 5 7 1 95
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2015 Hasil Analisis Deskripif Data Tabel.2 Deskripsi Variabel Penelitian N
Mini Maximu mum m
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Unstandardized Coefficients
Mean
Std. Deviation
Standardized Coefficients
Collinearity Statistics Toleran
Model B Std. Error Beta t Sig. ce Gambaran Umum Penelitian 1 (Constant) -1.047 .683 .127 Objek penelitian ini meliputi 95 1.533 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek LnEnvironment .121 .102 .074 1.189 .236 .991 Indonesia selama periode 2010-2012. (X1) Sebagian besar perusahaan dalam penelitian LnEmployee .270 .111 .152 2.434 .016 .975 (X2) ini berkaitan dengan pertambangan, LnCommunity .376 .112 .209 3.367 .001 .984 manufaktur, dan pengembangan karena (X3) memiliki permasalahan yang erat dengan X1 285 1.20 100.00 52.4436 27.55884 hasil produk yang berkaitan erat dengan X2 285 2.05 100.00 62.4046 28.43337 lingkungan. Perusahaan murni perdagangan dan X3 285 1.27 100.00 61.0753 27.53276 jasa dikecualikan dalam pengambilan sampel Y1 285 -75.58 97.56 8.4331 15.69296 penelitian terkecuali apabila terdapat perusahaan Y2 285 -.51 20.94 2.0653 2.93430 afiliasasi yang bergerak di bidang manufaktur, Valid 285 N pertambangan dan pengembangan. (listwis Metode Purposive Sampling digunakan e) dalam pengambilan sampel dalam pengumpulan X1 = environment, X2 = employee, X3 = community, Y1 = data, yaitu dengan metode dengan pengambilan ROA, Y2 = Tobin’s Q sampel yang dilakukan sesuai dengan tujuan 1Data dalam bentuk presentase kecuali varabel penelitian yang ditetapkan. Tobin’s Q (Y2) Sumber: Data Sekunder diolah, 2015 Tabel 1. Jumlah Kelompok Perusahaan Dalam Industri Pertambangan, Manufaktur Dari pengujian deskriptif statistik yang Dan Pengembangan (tidak hanya tersaji pada Tabel 2 menunjukkan nilai distribusi saja) 2010-2012 perusahaan yang diukur dengan ROA dan Tobins Q. Dari analisis statistik deskriptif diketahui nilai No Sektor Industri Jumlah rata-rata ROA sebesar 8,4331% dengan nilai 1 Mining 19 standar deviasi 15,6929% berarti variasi data 2 Trade, Service, Investment 8 lebih besar dari rata-rata. Tobins Q memiliki rata3 Agriculture 9 rata sebesar 2,065 dengan nilai standar deviasi 4 Miscellaneous Industry 14 sebesar 2,934, yang berarti rata lebih dari satu,
5
Basic Industry & Chemical
16
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
43
VIF
1.00 9 1.02 5 1.01 6
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Y2. c. Koefisien X2 (b2) = 0,243 menunjukkan bahwa employee (X2) berpengaruh positif terhadap Tobin’s Q (Y2). Hal ini berarti bahwa jika variabel employee ditingkatkan 5,9% (R-Square pada tabel determinasi Tobin’s Q), maka akan menaikkan Tobin’s Q sebesar 0,243. d. Koefisien X3 (b3) = 0,098, namun tingkat signifikan 0,282 (diatas 0,05), Hal ini berarti bahwa jika variabel community secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Y2.
maka nilai pasar perusahaan rata-rata lebih besar dari nilai asset perusahaan yang tercatat. Analisis Regresi Melalui hasil uji asumsi klasik diketahui data dalam penelitian ini terdistribusi dengan normal dan tidak terdapat ketidaknormalan, heteroskedastisitas, multikolienaritas, dan autokorelasi. Data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model regresi linier berganda. Model analisis regresi berganda penelitian ini adalah: Regresi linier berganda untuk variabel dependent ROA dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Berganda ROA Sumber : Data Sekunder Diolah, 2015
Uji Hipotesis Hasil Uji Regresi Simultan (Uji F)
Regresi linier berganda pada variabel dependent Tobin’s Q ditunjukkan pada tabel dibawah :
Tabel 5. Hasil Uji F Variabel Dependen ROA
Tabel 4. Hasil Analisis Berganda Tobin’s Q
1
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
t
Mean Square
Df
Regressio n
27.044
3
9.015
Residual
300.095
281
1.240
327.129
284
CollinearityTotal Statistics
F 7.269
a.
Predictors: (Constant), LnEnvironment, LnEmployee,
b.
Dependent Variable: LnROA
Sig. .000a
Sig. Tolerance VIF LnCommunity
-1.743
.540
-3.227
.001
LnEnvironment (X1)
.161
.085
.122 1.890
.060
LnEmployee (X2)
.243
.091
.163 1.667
.008
LnCommunity (X3)
.098
.091
.065 1.077
.282
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2015 Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4 diperoleh model persamaan regresi sederhana sebagai berikut: Y2 = -1,743 + 0,161 Environment + 0,243 Employee + 0,098 Community a. Konstanta sebesar -1,743 menyatakan bahwa jika nilai variabel independen (X1,X2,X3) = 0, maka konstanta Tobin’Q akan sebesar -1,743. b. Koefisien X1 (b1) = 0,161, namun tingkat signifikan 0,060 (diatas 0,05), Hal ini berarti bahwa jika variabel environment 44
Sum of Squares
Model
Sumber .987 1.013 : Data Sekunder Diolah, 2015 Pada Tabel 5 diatas tampak bahwa nilai F hitung sebesar 14,367 dan signifikansi sebesar .941 1.063 0,000. Apabila dibandingkan dengan F tabel yang nilainya 2,41 pada tabel, maka Fhitung > Ftabel (7,269 > 2,40) dan tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil daripada 0,05. Hal ini berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, maka variabelvariabel CSR berpengaruh secara simultan terhadap ROA. .933 1.072
Tabel 6. Hasil Uji F Variabel Dependen Tobin’s Q Sum of Squares
Model 1
Regression Residual
14.450
Mean Df Square
F
3 4.817 4.941
266.145 273
Sig. .002a
.975
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
Pada tabel 6 diatas tampak bahwa nilai F hitung sebesar 4,941 dan signifikansi sebesar 0,002. Apabila dibandingkan dengan F tabel yang nilainya 2,41 pada tabel, maka Fhitung > Ftabel (4,941 > 2,40) dan tingkat signifikansi 0,002 lebih kecil daripada 0,05. Hal ini berarti bahwa Ho ditolak dan variabel-variabel CSR secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Tobin’s Q.
yang berarti variabel environment secara parsial tidak berpengaruh terhadap Tobin’s Q. Perbandingan pada koefisien konstanta employee ternyata nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka disimpulkan menolak Ho yang berarti variabel employee secara parsial berpengaruh terhadap Tobin’s Q. Nilai positif menandakan nilai variabel searah dengan Tobin’s Q yang artinya bernilai positif. Nilai t hitung community sebesar 1,077 dan signifikansi 0,282. Tabel tersebut menunjukkan nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel dan nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka disimpulkan menerima Ho yang berarti variabel community secara parsial tidak berpengaruh terhadap Tobin’s Q.
Hasil Uji Regresi Parsial (Uji t) Uji t pada Tabel 3 dilakukan untuk melihat bagaimanakah pengaruh environment terhadap ROA secara parsial. Hasil regresi pada Tabel 3 menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,189 dan signifikansi sebesar 0,236 (nilai t-tabel penelitian ini sebesar 1,9719). Perbandingan pada koefisien konstanta ternyata nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel (1,189 < 1,9719) dan signifikansi lebih besar dari 0,05. Berarti dengan demikian menerima H0 yang berarti variabel environment secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap RoA. Variabel employee menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,434 dan signifikansi 0,016, Perbandingan pada koefisien konstanta ternyata nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (2,434 > 1,9719) dan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05 (0,016 < 0,05) berarti variabel employee secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil regresi community menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,367 dan signifikansi sebesar 0,001. Perbandingan pada koefisien konstanta ternyata nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (3,367 > 1,9719) dan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05 (0,001 < 0,05), maka disimpulkan menolak H0 yang berarti variabel community secara parsial berpengaruh terhadap ROA. Hasil regresi pada Tabel.4 menunjukkan nilai t hitung environment sebesar 1.890 dan signifikansi sebesar 0,060, dengan nilai t tabel sebesar 1,9719, maka disimpulkan menerima Ho
Pengaruh CSR (environment, employee, community) Terhadap Return on Asset (ROA). Variabel-variabel CSR berpengaruh secara stimultan terhadap Return on Asset . Secara parsial, uji model regresi pertama menunjukkan variabel employee dan community memiliki pengaruh positif dan hanya variabel environment yang tidak berpengaruh terhadap Return on Asset. Pengaruh stimultan CSR dalam penelitian ini sejalan dengan Fauzi et al (2009), Cooper et al (2009) dan biscaccianti (2003), bahwa CSR secara stimultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pelaksanaan CSR untuk variabel environment tidak memiliki pengaruh terhadap Return on Asset. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian perusahaan-perusahaan pada faktor lingkungan untuk dijadikan keputusan tingkat pengembalian. Faktor lingkungan tentu membutuhkan tambahan biaya yang akan mempengaruhi hasil penyampaian laporan keuangan suatu perusahaan yang secara otomatis mempengaruhi presentase jumlah nilai Return on Asset. Faktor ini berbeda dengan employee yang berkaitan dengan internal perusahaan dan community yang berkaitan dengan image perusahaan. Sinergi antara ketiga variabel akan mempengaruhi nilai perusahaan terhadap masyarakat, dalam hal ini merupakan bagian dari community, yang artinya akan meningkatkan kepercayaan terhadap produk perusahaan dan tidak menutup kemungkinan
Total a. b.
280.596 284
Predictors: (Constant), LnEnvironment, LnEmployee, LnCommunity Dependent Variable: LnTobin
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2015
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
45
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
meningkatkan profitabilitas perusahaan. Sesuai dengan Brine et. al (2007) dimana CSR meningkatkan penjualan dan ekuitas perusahaan dan peningkatan tersebut akan mempengaruhi ROA perusahaan. Pengaruh CSR (environment, employee, community) Terhadap Tobin’s Q Berdasarkan penelitian CSR berpengaruh signifikan secara stimultan terhadap Tobin’s Q. Artinya, ada pengaruh CSR terhadap peluang investasi atau kondisi pertumbuhan saham perusahaan. Terdapat pengaruh positif employee terhadap Tobin’s Q, namun untuk variabel environment dan community tidak memiliki pengaruh terhadap peluang investasi atau pertumbuhan perusahaan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Titisari et al (2010) dimana variabel environment, dan community memiliki pengaruh secara positif terhadap keputusan investor, namun employee berpengaruh negatif terhadap keputusan investasi. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian ini yang menunjukkan hanya employee yang memiliki pengaruh positif terhadap kondisi peluang investasi atau pertumbuhan perusahaan. Ketidakpengaruhan secara parsial environment dan community terhadap Tobin’s Q dimungkinkan investor hanya membutuhkan informasi mengenai trend harga saham daripada faktor lingkungan atau komunitas eksternal tertentu yang berhubungan secara tidak langsung dengan perusahaan sebagai bahan pertimbangan. Hal ini menunjukkan perbedaan dengan ROA yang menunjukkan faktor community masih signifikan untuk dipertimbangkan sebagai keputusan yang berkaitan dengan profit. Faktor lingkungan tidak berpengaruh baik terhadap tingkat pengembalian dan pertumbuhan perusahaan. Hal ini berarti kurangnya perhatian investor terhadap aspek lingkungan sebagai pertimbangan jangka panjang. KESIMPULAN
46
Kesimpulan mengenai pengaruh environment, employee, dan community terhadap ROA dan Tobin’s Q sebagai berikut: 1. Variabel-variabel CSR berpengaruh secara stimultan terhadap Return on Asset dan Tobin’s Q melalui Uji F 2. Variabel employee berpengaruh positif terhadap kondisi peluang investasi atau pertumbuhan perusahaan. Kemungkinan karena faktor tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan operasional perusahaan menurut sudut pandang investor. 3. Variabel community tidak berpengaruh terhadap peluang investasi atau pertumbuhan perusahaan, sehingga dapat disimpulkan komunitas eksternal seperti pelanggan, serikat, atau masyarakat tidak terlalu berpengaruh dalam keputusan berinvestasi. 4. Variabel environment tidak berpengaruh baik terhadap tingkat pengembalian maupun peluang investasi atau kondisi pertumbuhan perusahaan. Hal ini mengindikasikan masih kurang sadarnya perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam memperhatikan elemenelemen lingkungan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keuntungan jangka panjang dan keputusan berinvestasi.
DAFTAR PUSTAKA Biscaccianti, A. (2003). ‘Bussines Ethics and Profit – The impact of corporate social responsibility programs on corporate strategic planning’,CEREN, vol 5, no 1, hal.14-27. Brammer, S, Brooks, C, & Pavelin, S (2005).Corporate Social Performance and Stock Returns: UK Evidence from Disaggegate Measures, Financial Management.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
Riswan Ludfi, Iqbal Firdausi, Pengaruh Corporate Social...
Brine, M, Brown, R, & Hackett, G (2007). Corporate social responsibility and financial performance in the Australian Context, Corporation and Financial Services Division, Australian Treasury. Cooper, S & Wagman, G (2009). Corporate Social Responsibility: A Study of Progression To The Next Level. Journal of Bussiness& Economics Research, vol 7, no. 5, hal 97-102. [25 Juni 2011] Fiori, G, Donato, F, & Izzo, MF. (2007). Corporate social responsibility and firms performance, an analysis Italian listed companies. Hadi, N. (2011).Corporate Social Responsibility. Graha Ilmu. Yogyakarta Kasmir. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 2008. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kartajaya, H (2008). New Wave Marketing The World Is Still Round, The Market Is Already Flat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rachman, NM, Efendi, A, & Wicaksana, E. (2011). Panduan Lengkap Perencanaan CSR. Penebar Swadaya. Jakarta. Sayekti, Y dan Wondabio, L. (2007). Pengaruh CSR disclosure terhadap earning response coefficient (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta), Simposium Nasional Akuntansi X Titisari, KH, Eko, S, & Doddy S. (2010). Corporate Social Responsibility (CSR) dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto. Velasquez, MG. (2002). Business Ethics, Concept and Cases 5th Edition. Purwaningsih, A. Kurnianto, Budisantoso, T. (Penerjemah). Etika Bisnis, Konsep, dan Kasus, Edisi 5. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 39 - 47
47
A MODEL INTEGRATING CULTURAL DIVERSITY EDUCATION INTO THE ACCOUNTING CURRICULUM IN HIGHER INSTITUTION Muslichah, Wiyarni STIE Malangkuçeçwara Malang
[email protected]
Abstract Education is one of the elements of character formation and development of human beings. Cultural diversity education is a conscious effort to develop personality inside and outside school to learn about the different kinds of social status, race, ethnicity, religion in order to create a good personality in dealing with issues of cultural diversity. In this article we propose a framework of cultural diversity education in academic program for accounting students. The education emphasizes knowledge of and interaction with other cultures and ethnicities.Cultural diversity education and understanding of the relativity of cultural differences is a our growing sense and awareness of the importance of respect, recognize and accept the diversity that already exist INTRODUCTION Theglobal trends on human migrations to a growing diversestudent population in higher institutions in Indonesia are increasing. Scholars and inserviceteachers try to respond to this student diversity throughmaking changes in curriculum and instruction. They try to develop an understanding of students’ backgrounds, create relevant instructional contexts, and promoteenactment of public policy initiatives that improve students’learning experience and their process of studying in higher institutions. Multicultural education coursework and field 48
experiences in student educationprograms are thought to be important avenues for developingpositive attitudes toward cultural diversity and for developingpractices that promote cultural pluralism. Indonesia is a culturally-diverse country. Many different religions and cultures from many provinces are now seen living side by side in many places. One of the biggest questions facing Indonesian today is how to deal with a culturally diverse citizenry and then promote unity. Indonesians should appreciate differences among culture for the following reasons. Firstly, Indonesia is vulnerable to separation
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
for its archipelago and culture diversity. Raising tolerance among people is the best way to maintain the unity among differences. Many ways or cultures of living are equally legal, even if they are not regarded as normal by some people. If a society claims to be tolerant of personal choice, then it must respect the personal choice to retain their heritage. Then, unity of the nation can be preserved. Secondly, Indonesians must recognize that every culture has different customs and beliefs. Thus, people are forbidden to make judgments of comparative value, for it is measuring something unmeasured. A plurality of nations, especially in the modern era, can allow for cultural development and cultural exchange that benefits both parties. The cross-cultural understanding among cultures makes the world a better place and preserves the unity of the nation. Lastly, raising nationalism is one way to preserve unity of the nation. It is a sense of fellow feeling between group members. This promotes cooperation and social cohesion within the group. The sense of social cooperation makes welfare, social security and medical programs much more likely and stronger. Cultural differences are sometime a sensitive matter for people. Indonesian people must teach younger generation about the importance of the cultural identity and nationalism to promote unity of the nation. The first chance that many students have to encounter and interact with someone from a different race or ethnicity will be a college or university. Orfield&Kurlaender (2001) state that students tend to have minimal interaction with other racial backgrounds before college.Some of the factors that hamper equality of educational opportunity are incidents of discrimination and harassment against members of the campuscommunity based on sexual
orientation, race, age, ethnicity, religion and gender. Colleges and universities in Indonesia are having an influx of students from various communities of Indonesia. This poses a continuing challenge growing with the size of the International and other minority student populations on campus, problems forcolleges and universities in terms of diversity. Little research has focused on analyzing cultural diversity within higher institutions. Prior research on Cultural Diversity Education (CDE) investigating cultural factors in African American student performance have found that building on students’ cultural assets enriches learning, recall, and cognitive performance (Boykin, et al., 2005; Cunningham, 2005; Cunningham & Boykin, 2005; Hurley, Allen, & Boykin, 2009). Cuff (2014) examined cultural diversity in higher education learning, he especially investigated the incorporation of movement expressiveness in the learning contexts on paired associate learning of African American college students. He found thatproviding fundamental cultural themes (i.e. movement expressiveness) in classroomcontexts is beneficial to the school performance of African American students. Sanner et al. (2010) investigated the effectiveness of a cultural diversity forum on students’ cultural sensitivity as measured by their openness to diversity. The findings suggested that an educational format like the cultural diversity forum can promote students’cultural sensitivity. Furthermore, Paternotte et al. (2014) investigates the current formal status of cultural diversity training in the Netherlands, which is a multiethnic country with recently updated medical curriculum documents. The findings of the research show that Cultural diversity aspects were more prominently described in the curriculum documents for undergraduate
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
49
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
education than in those for postgraduate education. The most specific information about cultural diversity was found in the blueprint for undergraduate medical education. In the postgraduate curriculum documents, attention to cultural diversity differed among specialties and was mainly superficial. As the development of science and technology, society demands to graduates of universities are also increasingly critical. College graduates in the increasingly fierce competition is expected to have capabilities that include personal ability, academic ability and professional capability. In this case, CDE assumed the role of general education courses that are delivering students to have the personal ability. Students are expected to put themselves as members of society are inseparable from the community and the ability to have a social responsibility. The responsibility was realized with the participation of students in solving social problems in society accordance with the knowledge they have. CDE has objectives include developing awareness of students about of diversity, equality and human dignity as well as individual and social beings in public life. This goal is particularly necessary to realize, look at this era of globalization, many people who do not care about diversity, equality, and dignity in public life. This simple knowledge is very worth noting because it is fundamental to the life of society and harmonious. CDE be an alternative to the instrument or tool in solving social and cultural problems in social life. As we know, the function of CDE is an effort that is expected to provide basic knowledge and general understanding of the concepts that were developed to assess social phenomena of culture in order responsiveness, perception, and reasoning of students in the face of social and cultural 50
environment can be improved so that the sensitivity students on the environment becomes greater. Integration of CDE into higherinstituitions connotes a multicultural society where many different groups of people mutually coexist and respect each other’s way of living. The purpose of this articleis todiscuss the important role ofCDE in accounting higher institutions.The studies about CDE have been conducted by several researchers such as Paternotte et al.(2014; Dogra et al.(2011); and Sanner et al.(2010). Their studies focus on medical institutions.Therefore this article wants to discuss the important role of CDE in accounting program in higher education. LITERATURE REVIEW Cultural Diversity Culture can be defined as a dynamic system of values, beliefs, and behaviors that influences how people experience and respond to the world around them. For many, cultural diversity can be referred to as “distinctions in the lived experiences, and the related perception of and reactions to those experiences that serve to differentiate collective populations from one another” (Marshall, 2002). Marshall (2002) argues that in defining cultural diversity we need to go beyond culture and focus on its relational aspect by emphasizing the relationships of interdependence among groups in the context of unequal power and domination (Bannerji, 2000; James, 2000). Culture and education are inextricably intertwined, and students’ perspectives and worldviews influence their experiences in educational environments (Adams, 1992; Gay, 2000; Jones, 2004; Wlodkowski& Ginsberg, 1995). Culture plays a part in shaping the ways in which students learn and communicate, how they
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
relate to other students and instructors, their motivation levels, and their sense of what is worth learning. The degree to which students feel comfortable in the learning environment will depend on the congruence between their cultural background and the dominant culture of the educational institution (Shibao&Zenobia, 2007). In addition to the responsibility that institutions of higher education have in meeting the needs of diverse students, there is evidence that increased diversity in higher education institutions can benefit students from all backgrounds both from majority as well as from minority groups (Casteneda, 2004). These benefits include an improvement in intergroup relations and campus climate, increased opportunities for accessing support and mentoring systems, opportunities for acquiring broader perspectives and viewpoints, and participating in complex discussions, all of which can contribute to increased learning. There are a growing number of empirical studies that provide support for these benefits. In a study designed to examine the relationship between the diversity of the student body and interactions among students, Pike and Kuh (2006) found that a diverse student population is related to increased interaction among diverse groups of students, and that the more diverse the student population, the greater the exposure to diverse perspectives and viewpoints. In another study, Gurin (1999) found that students acquire a very broad range of skills, motivations, values, and cognitive capacities from diverse peers when provided with the appropriate opportunities to do so. In addition, campus communities that are more racially diverse tend to create more richly varied educational experiences that prepare them better for participation in a democratic society (Chang,Denson, Sáenz&Misa, 2006).
Furthermore, learning environments that are supportive of diversity can lead to more openness to diversity, critical thinking skills and greater personal development (Hu &Kuh, 2003) Multicultural Education Earlier literature indicated that when the minority student is not re-socialized, it was commonly believed that alienation or marginality would occur (Mansell, 1981), leading to the further segregation of the individual from the majority and a negative influence on group acceptance (JulesRossette, 1986). Group acceptance was once seen as key to positive academic achievement. Recent research, however, indicates that only cultural adaptation ”is conducive to maximizing the human wellbeing and academic success of students” (Gay, 1993, p. 7) Such adaptation must occur not only among students, but on a systemic basis as well. This can only be accomplished through the process of positive attitudes toward cultural diversity and cultural pluralism on the part of educational administrators. Banks and Banks (1995) define multicultural education as a field of study and an emerging discipline to create educational opportunities for students from diverse racial, ethnic, social class, and cultural groups. One of its important goals is to help all students to acquire the knowledge, attitudes, and skills needed to function effectively in a pluralistic democratic society and to interact, negotiate, and communicate with peoples from diverse groups in order to create a civic and moral community that works for the common good” (p. 28).Rosado (1996) offers an operational definition of multiculturalism. Rosado (1996) stated that multiculturalism is a system of beliefs and behaviors that recognizes and respects the
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
51
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
presence of all diverse groups in an organization or society, acknowledges and values their socio-cultural differences, and encourages and enables their continued contribution within an inclusive cultural context which empowers all within the organization or society. Integrating Multicultural Curriculum Colleges and universities can play a role in transforming or changing the campus environment in order to meet the needs of all students. Colleges and universities must first shift their thinking to determine that diversity is central to the institution’s overall priorities for teaching and learning. This requires a change in how students are regarded or valued. Enacting diverse learning environments will help them realize the potential benefits of racially/ethnically diverse student environments and intentionally create opportunities for learning and interacting across communities of difference. Acknowledging and incorporating positive cultural interaction in the classroom, Wilson (1997) says this approach is based on consensus budding, respect, and fostering cultural pluralism within ethnic societies and is achieved by an integrated curriculum, social activities, administrative support and staff training. Wilson (1997) submits that multicultural education must, in order to achieve its purposes, first, foster a learning environment that supports positive interracial contact; second, a multicultural curriculum; third, positive teacher expectations; fourth, administrative support; and fifth, teacher training workshops. Through multicultural education, fear, ignorance and personal detachment may be reduced in students and teachers and that stereotyping, prejudice, racism and bigotry can be eliminated (Tanya, 2002). 52
Grant (1976) targets five major approaches to multicultural education and classifies them according to their assumptions for the values, strategies, target groups, and outcomes. First, approach that emphasizes in educational opportunity for students from different cultural backgrounds (Benevolent Multiculturalism) (Hilliard,1974);second, approach that emphasizes to teach students to value cultural differences, to understand the meaning of the culture concept, and to accept others’ right to be different; third, approach that emphasizes to education for cultural plurality; fourth, approach that emphasizes to bicultural education—produce learners who have competencies in and can operate successfully in two different cultures; and the last approach is multicultural education as the normal human experience (Goodenough, 1976)to promote competence in multiple societies. Banks (1993) identifies four approaches to education. The four approaches are teaching about contributions of culturally different groups and individuals; an additive approach in which lessons and units of study are supplements or appendages to existing curricula;a transformation approach in which the basic nature of curriculum and instruction are changed to reflect the perspective and experiences of diverse cultural, ethnic, racial, and social groups; anda decision-making and social action approach that teaches students how to clarify their ethnic and cultural values and to engage in sociopolitical action for greater equality, freedom, and justice for everyone (Tanya, 2002). Rosado (1996), offers a concept called Total Quality Diversity as a model of structural change for organizations. Rosado (1996) stated that managing diversity should be a comprehensive and holistic process. He
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
indicates that one common misconception is that the mere presence of an ethnically and racially diverse student population, due to legal, moral, or social imperatives, makes a school multicultural. Specifically, Rosado (1996) says what makes a school multicultural involves whether its “five P’s” (Perspectives, Policies, Programs, Personnel, Practices) implement the following four imperatives forming the basis of Multicultural Education: reflect the heterogeneity of the school (the dynamic of Affirmative Action); are sensitive to the needs of the various groups comprising the student population (the dynamic of valuing differences); incorporate their contributions to the overall mission of the school (the dynamic of managing diversity); andcreate a cultural and social ambiance that is inclusive and empowers all groups (the dynamic of living diversity). Rosado (1996) then offers multiculturalism as a part of an on-going process that enables administrators, teachers and their students to become world citizens. Word citizens are persons who are able to transcend their own racial/ethnic, gender, cultural, and socio-political reality. DISCUSSION As a final stopping point for young adults before the enter the workforce, higher institutions has an important role to play in ensuring that the next generation of workers is up to the growing challenges of an increasingly diverse global community. All students studying in higher institution should be equipped with sufficient knowledge to deal with cultural diversity. As stated by Bulut& Bars (2013) that a purpose of higher education is to preserve, enrich, and transmit the culture. Exposure to racial diversity in college has long term benefit of preparing students to understand multiple perspectives,
to negotiate conflict, and to relate to different worldviews (Jayakumar, 2008). This article uses Kitano (1997) model as approach to integrate cultural diversity into accounting curriculum in higher education. The model has three types, they are the intercultural education model, the multicultural education model, and the antiracist education model. Each of these models can be used to create change at different levels and spheres of influence, including the self, classroom, institution, and community (Kitano, 1997). These models can be used to explore and understand the different elements to consider when teaching for cultural diversity and can provide a starting point to understand the role that faculty members can play at different levels. The first model is an intercultural education model for the development of individual diversity that can be used by faculty members to reflect on their own attitudes towards diversity and to promote and influence the diversity development of their students (Chávez, Guido-DiBrito& Mallory, 2003). The second model is a multicultural education model (Banks, 1997a, 1997b) that provides a framework for curriculum change and reform and can be applied at the level of the self and the classroom. Third, a model based on an antiracist approach to education is included (Dei, James-Wilson &Zine, 2001). Although all three models provide valuable insights into the task of addressing issues of cultural diversity, this article suggests that the antiracist model is the most inclusive one for implementing changes required in higher education institutions because it provides a critical integrative framework. It operates at all four levels of influence: the self, classroom, institution, and community. It addresses issues of difference and diversity at the level of the individual, provides
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
53
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
strategies for both curriculum and pedagogical change, and addresses issues of power inequities in educational institutions (Shibao&Zenobia, 2007). Based on the literature review above, we propose the framework of cultural diversity course in academic program for accounting students. The course emphasizes knowledge of and interaction with other cultures and ethnicities. The syllabus contains information that affirms diversity, is culturally responsive, andexamines discipline-specific theory and practice using multicultural curriculum theoryand practice. The essential content on discussion topics and key points are first, race, ethnicity, identity and learning; second,racial/ethnic identity development; andcase studies in racial/ethnic identity development. Primarytext/resources for cultural diversity course are: • Banks, James A. (2002). Introduction to Multicultural Education, 3rd edition. Boston:Allyn& Bacon. • Bucher, Richard. (2000). Diversity Consciousness. New Jersey: Prentice Hall. Below is the outline of the cultural diversity course in accounting: 1. Class 1 and 2: lecture on practical guidelines to culturally competencies. 2. Class 3: views the video related with cultural diversity and describe the term. Discuss the content of the video. 3. Class 4: lecture and discuss the improving cross-culture. 4. Class 5: brief lecture on racial stereotypes based on content of textbook, followed by class discussion. 5. Class 6: brief lecture on language and communication style in culturally
54
competencies, followed by class discussion. 6. Class 7: brief lecture on cultural behavior and cultural conflict in accounting profession based on textbook, followed by class discussion. 7. Class 8: term experience oral presentations. The course template for cultural diversity provides a format that can be modified or expanded based on an individual institution. Numerous other resources such as diversity course for accounting profession students. The resources provide skills, techniques, and class experiences that could be incorporated into a diversity course depending on the contact hour allocation of the course. CONCLUSION Indonesian society Condition is very pluralistic from the aspects of race, ethnicity, religion and social status. This provide exceptional contributions to the development and dynamics in society. Such conditions allow the clash between cultures, between race, ethnicity, religion and values prevailing in society. Cultural diversity education is a series of concepts, user behavior was officially formulated through the curriculum, regulations, methods of learning, the ability of teachers, relationships between schools and the community in terms of multiculturalism. Education that puts the issue of diversity in society is the core of cultural diversity education.The cultural diversity education will create sympathetic attitude that increase respect, appreciation, and empathy against faiths and different cultures REFERENCES
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
Adams, M. (1992).Cultural inclusion in the American college classroom.InL.L.B. Border & N. V. Chism (Eds.), Teaching for diversity. New Directions forTeaching and Learning, 49 (pp. 5-17). San Francisco: JosseyBass. Banks, J.A. (1993a). Multicultural education: Development, dimensions and challenges.Phi Delta Kappan.75 .2228. Banks, J.A. (1995). Multicultural education and modification of students’ racial attitudes.InW. D. Hawley & A. W. Jackson (Eds.) Toward a common destiny (pp. 315-339). SanFrancisco, CA. Jossey-Bass, inc. Banks, J. A. (1997a). Multicultural education: Characteristics and goals. InJ.A. Banks & C.A.M. Banks (Eds.), Multicultural education: Issues and perspectives(pp. 3-31). Boston: Allyn and Bacon. Banks, J. A. (1997b). Approaches to multicultural curricular reform. In J.A.Banks& C.A.M. Banks (Eds.), Multicultural education: Issues and perspectives(pp. 229-250). Boston: Allyn and Bacon. Bannerji, H. (2000). The dark side of the moon. Toronto: Canadian ScholarsPress. Boykin, A. W., Albury, A., Tyler, K., Hurley, E., Bailey, C., & Miller, O. (2005).Culture-based perceptions of academic achievement among lowincomeelementarystudents.Cultural Diversity and Ethnic Minority Psychology, 11, 339-350. Castaneda, C. R. (2004). Teaching and learning in diverse classrooms. NewYork: RoutledgeFalmer. Chávez, A. F., Guido-DiBrito, F., & Mallory, S. L. (2003).Learning to
valuethe “other”: A framework of individual diversity development. Journal of CollegeStudent Development, 44(4), 453-469. Cuff, P. A., &Vanselow, N. (2004).Improving medical education: Enhancing the behavioral and socialscience content of medical school curricula. Washington DC: The National Academies Press. Dei, G. J. S. (1996). Anti-racism education: Theory and practice. Halifax:Fernwood Publishing. Dogra, N., Reitmanova, S., & Carter-Pokras, O. (2009). Twelve tips for teaching diversity andembedding it in the medical curriculum. Med Teach, 31(11), 990993.http://dx.doi.org/10.3109/014215 90902960326 Dogra, N., Reitmanova, S., & Carter-Pokras, O. (2010).Teaching cultural diversity: current status inU.K., U.S., and Canadian medical schools.J Gen Intern Med, 25 Suppl 2, S164168.http://dx.doi.org/10.1007/s11606 -009-1202-7 Chang, M. J., Denson, N., Sáenz, V., &Misa, K. (2006).The educational benefits of sustaining cross-racial interaction among undergraduates. The Journalof Higher Education, 77(3), 430-455. Cunningham, R. T. (2005). Capitalizing on the cultural assets of African American children: Elevating schoolrelevant cognition with movement and music. In S.Battle (Ed.) The State of Black Baltimore. CSU Press: Baltimore, MD. Cunningham, R. T., & Boykin, A. W. (2005).Enhancing the cognitive (and school) performance of African American children: The infusion of Afro-cultural research-based
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
55
Muslichah, Wiyarni, A Model Integrating Cultural...
practices. In R. Jones (4th ed) Black Psychology (pp. 487-508).Cobb and Henry: Hampton, VA. Gay, G. (2000). Culturally responsive teaching: Theory, research and practice.New York: Teachers College Press. Guo, S. &Jamal, Z. (2007). Nurturing Cultural Diversity in Higher Education: A Critical Review of Selected Models.The Canadian Journal of Higher Education; 37, 3; CBCA Educationpg. 27 Gurin, P. Y. (1999). Expert report of Patricia Gurin, Gratz et al. v. Bollingeret al., No. 97-75321, Grutter et al. v. Bollinger et al. Retrieved February 8, 2007,from the University of Michigan Web site: http://www.vpcomm.umich.edu/admi ssions/legal/expert/gurintoc.html Hu, S., &Kuh, G. (2003).Diversity experiences and college student learningand personal development. Journal of College Student Development, 44(3),320-334. Hurley, E. A., Allen, B. A., & Boykin, A. W. (2009).Culture and the interaction of student ethnicity with reward structure in group learning. Cognition and Instruction, 27(2), 121-164. James, C. E. (2000). Experience difference. Halifax: Fernwood. Jones, E. B. (2004). Culturally relevant strategies for the classroom. In A.M.Johns& M. K. Sipp (Eds.), Diversity in college classrooms: Practices for today’scampuses (pp. 51-72). Ann Arbor: University of Michigan Press. Jules-Rossette (1986). Interpretive sociology in comparative perspective:
56
paradigms andprospects. Canadian Journal o f Sociology.11.401-417. Kitano, M. K. (1997). A rationale and framework for course change. In A.I. Morey & M. K. Kitano, (Eds.), Multicultural course transformation in highereducation: A broader truth (pp. 1-17). Boston: Allyn and Bacon. Marshall, P. (2002). Cultural diversity in our schools. Belmont: ThomsonLearning. Orfield, G.,Kurlaender, M. (2001). In defense of diversity: New research and evidence from the University of Michigan. Equity and Excellence in Education, 32(2), 31-35. Pike, G. R., &Kuh, G. D. (2006). Relationships among structural diversity,informal peer interactions and perceptions of the campus environment. TheReview of Higher Education, 29(4), 425-450. Sanner, S.,Baldwin, D.,Cannella, K.,Charles, J. (2010).The Impact Of Cultural Diversity Forum On Students' Openness To Diversity. Journal of Cultural Diversity; Summer 2010; 17, 2; Public Health Databasepg. 56 Shibao, G &Zenobi, J. (2007).Nurturing Cultural Diversity in Higher Education.Canadian Journal of Higher EducationRevuecanadienned’enseign ementsupérieurVolume 37, No. 3, 2007, pages 27-49. www.ingentaconnect.com/content/css he/cjhe Wlodkowski, R. J., & Ginsberg, M. B. (1995). Diversity and motivation:Culturally responsive teaching. San Francisco: Jossey-Bass.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 48 - 56
NILAI KEARIFAN LOKAL KAWASAN WISATA MENGGUNAKAN PENDEKATANGREEN MARKETING BERBASIS MASYARAKAT Nawangsih STIE Widya Gama Lumajang
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang : bentuk nilai kearifan lokal di kawasan wisata sebagai daya tarik wisata, aplikasi pendekatan green marketinguntuk pelestarian nilai kearifan lokal di kawasan wisata, objek wisata pendukung yang potensial dikembangkan di kawasan wisata menggunakan pendekatan green marketing dan peranan POKDARWIS dalam melestarikan kawasan wisata.Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yaitu sebuah pendekatan dengan melihat keunikan atau fenomena tertentu yang terjadi di kawasan wisata, metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi/pengamatan dan teknik studi dokumen.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kearifan lokal dari kawasan wisata tersebut baik dalam bentuk tradisi, adat istiadat menjadi hal yang penting, karena mampu memberikan daya tarik tersendiri. Pendekatan green marketing menjadi salah satu tindakan kongkrit dalam menjaga dan melestarikan konsep kearifan lokal di kawasan wisata yang terkenal sebagai wisata edukasi dan konservasi berwawasan lingkungan, sehingga keberadaan bambu sebagai icon andalan kawasan wisata tetap terjaga kelestariannya dan bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.keberadaan obyek pendukung lain di kawasan wisata memberikan nilai tambah sebuah lokasi wisata. Keterlibatan masyarakat sekitar yang perduli terhadap potensi dan obyek wisata dalamKelompok Sadar Wisata / POKDARWIS turut berkontribusi dalam keberhasilan kegiatan green marketing serta kegiatan pelestarian nilai kearifan lokal dari kawasan wisata tersebut Kata kunci : Nilai kearifan lokal, kawasan wisata hutan bambu, green marketing ABSTRACT The research goal is to knowing about: value of local wisdom preserved in the tourist area as a tourist attraction, application of the approach of green marketing in an effort to preserve the value of local wisdom in the tourist area, attraction other potential supporters developed in the tourist area with green marketing approach and role of POKDARWIS to preserve the tourist areas.This study uses a qualitative method using a phenomenological approach. There is the approach with the special characteristic that happen in this location bamboo forets,using interviews, observation / observation and document research techniques.The research results are expected value of local wisdom is like traditions, customs owned by the community can be preserved. Green marketing approach serves as activity to keeping concept of local wisdom in the tourist area as environmentally sound educational of bamboo it can be exis and then can be iconic this location always good and useful to enviroinment and society arroun this place. Kelompok Sadar Wisata / POKARWIS give the contribute to bring a succesthe green marketing activity and the activity to be serve of the value local wisdom from the environmental concern Keywords : Value of local knowledge, the tourist area of bamboo forest, green marketing
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
57
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dalam komunikasi dan informasi (Information Communication and Tecnologi) telah meningkatkan aliran modal, investasi, barang dan jasa dari suatu negara ke negara lain dari negara maju ke negara-negara berkembang pada umumnya. Era dimana dunia tanpa batas dikenal dengan istilah globalisasi.Keberadaan globalisasi membuat negara harus memiliki filterisasi agar dampak negatif yang ditimbulkan dari globalisasi bisa diminimalisir.Nilai kearifan lokal menjadi salah satu pilihan strategi untuk meminimalisir dampak negatif globalisasi dan menjadi counter culture dominasi budaya massa yang dikuasai oleh negara-negara maju yang berpengaruh besar terhadap pola pikir dan budaya di negara-negara berkembang. Daya tarik lokalitas memberikan pemahaman positif bagi tumbuhnya nilai kearifan lokal (local wisdom) dan nilai-nilai kehidupan yang memberi makna pada pola kehidupan dan interaksi sesama mereka.Nilai strategis budaya lokal menjadi sumber inspirasi daerah untuk mengembangkan potensi lokalitas terutama dalam pengembangan kegiatan pariwisata, upaya pelestarian nilai kearifan lokal ini menjadi hal yang penting agar kegiatan pariwisata tidak melupakan nilai budaya dan spirit lokal. Daya tarik lokalitas salah satunya diwujudkan dalam keberadaan obyek wisata dalam suatu daerah. Objek wisata di berbagai daerah beragam jenisnya, salah satuya objek wisata SDA.Objek wisata jenis ini perlu mendapat perlindungan dan pelestarian sebagai daya tarik wisata potensial untuk mendatangkan kunjungan wisatawan.Wisata alam meliputi obyek dan kegiatan yang berkaitan dengan memanfaatkan potensi SDA dan ekosistemnya, kegiatan rekreasi di alam terbuka yang alami dan dapat memberikan kenyamanan sehingga semakin banyak dikunjungi orang (wisatawan). Objek wisata alami salah satunya adalah hutan, pemanfaatan hutan secara tidak
58
langsung adalah dengan cara pemanfaatan lingkungan hutan untuk kegiatan wisata. Objek wisata hutan yang layak untuk dijadikan obyek wisata salah satunya berada di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.Kawasan wisata hutan bambu di Desa Sumbermujur merupakan adalah satu dari beberapa kwasan hutan yang masih tersisa di Indonesia dan terjaga kelestariannya. Nilai keraifan lokal kawasan wisata agar keberadaannya tetap terjaga dapat didukung dengan menggunakan pendekatan green marketing, yaitu suatu usaha strategis guna menciptakan peluang bisnis yang menuntungkan berbasis lingkungan. Konsep green marketing diharapkan mampu menciptakan potensi peluang bisnis baru yang menguntungkan untuk membantu kesejahteraan masyarakat dengan tetap melestarikan dan menjaga lingkungan menjadi fokus utamanya. Konsep green marketing merupakan variasi terminologi dari environmental marketing, ecological marketing, green marketing, sustainable marketing, Bentuk kepedulian masyarakat dalam menjaga dan melestarikan kawasan wisata dan lingkungan sekitar termasuk bentuk nilai kearifan lokal yang akan menciptakan sinergi yang positif untuk membangkitkan semangat agar kembali mencintai lingkungan dan bangga kepada bangsa dan negara melalui nilai kearifan lokal di dalamnya. Nilai kearifan lokal di kawasan wisata dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif menjaga dan melestarikan lingkungan melalui kegiatan pariwisata yang berbasis masyarakat. Komunitas masyarakat yang aktif peduli terhadap kegiatan pelestarian kawasan wisata melalui Kelompok Sadar Wisata / POKDARWIS.Keterlibatan Masyarakat yang dalam POKDARWIS adalah sebagai wujud kongkrit tindakan masyarakat yang peduli terhadap kawasan wisata sekaligus potensi Sumber Daya Alam lainnya, sehingga
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
lingkungan tetap terjaga dan berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya. Kawasan wisata khususnnya hutan bambu berfungsi sebagai daerah sumber resapan air, habitat alami flora dan fauna yang bermanfaat bagi lingkungan di sekitarnya. POKDARWISsebagai bentuk komunitas masyarakat yang peduli terhadap kawasan wisata dan lingkungan memposisikan masyarakat bukan sebagai objek, namun juga sebagai subjek dari kegiatan wisata tersebut. Kegiatan pariwisata berbasis masyarakat sebagaibentuk kegiatan pengembanganpotensi dan keunggulan suatu daerah di daerah pedesaan melalui sektor pariwisata. Kegiatan pariwisata bukan hanya ditujukan untuk menampilkan wisata yang masih alami, melainkan dapat berkontibusi positif terhadap kegiatan konservasi lingkungan dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagai pengendali utama dalam pengembangan kawasan wisata tersebut.Hal ini perlu dilakukan karena masyarakatlokal lebih memahami alam dan budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata, sehingga keterlibatan dari masyarakat menjadi mutlak (Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF Indonesia, 2009). PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk nilai kearifan lokal kawasan wisata sebagai daya tarik wisata? 2. Bagaimana aplikasi pendekatan green marketinguntuk melestarikan nilai kearifan lokal di kawasan wisata? 3. Apa saja objek wisata pendukung yang potensial dikembangkan di kawasan wisata dengan menggunakan pendekatan green marketing ? 4. Bagaimana peranan POKDARWIS dalam melestarikan kawasan wisata?
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian yang diharapkan akan tercapai pada penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bentuk nilai kearifan lokal di kawasan wisata sebagai daya tarik wisata 2. Untuk mengetahui aplikasi pendekatan green marketing dalam upaya melestarikan nilai kearifan lokal di kawasan wisata 3. Untuk mengetahui objek wisata pendukung yang potensial dikembangkan di kawasan wisata dengan menggunakan pendekatan green marketing 4. Untuk mengetahui peranan POKDARWIS dalam melestarikan kawasan wisata
KAJIAN TEORI Kearifan lokal sebagai warisan nenek moyang dalam tata nilai kehidupan menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat.Kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam terhadap lingkungan setempat dan terbentuk secara turun menurun seperti yang dikemukakan oleh Fathiyah dan Hiryanto (2010:120).Kearifan lokal adalahsebuah
pengetahuan masyarakat setempat (local knowledge), kecerdasan setempat (local genius), dan kebijakan setempat (local wisdom).
Wujud kearifan lokal ada di dalam kehidupan masyarakat tradisional yang mengenal dengan baik lingkungannya, masyarakat hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, memahami cara memanfaatkan sumberdaya alam secara arif dan bijaksana. Kearifan lokal dalam wujud pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan merupakan wujud konservasi masyarakat. Sumber Daya Alamapabila dikelola secara maksimal menjadi peluang menjadi
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
59
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
objek pariwisata potensial.Undang-Undang No.10/2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pariwisata dalam ruang lingkup yang lebih luas dikenal sebagai Resort City yaitu perkampungan kota yang mempunyai tumpuan kehidupan pada penyediaan sarana dan prasarana wisata seperti penginapan, restoran, olah raga, hiburan dan penyediaan jasa tamasya lainnya. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari peranan pengelola kawasan wisata dalam menggali potensi serta sumber daya yang unggul dari kawasan wisata tersebut. Semakin menarik dan unik varian/jenis wisata apabila dikelola optimal akan membantu masyarakat dan kehidupan perekonomian masyarakat sekitar. Jenis objek wisata baru yang diperkenalkan ke publik adalah wisata hutan atau agroforestry, salah satunya hutan bambu. Bambu adalah merupakan produk hasil hutan non kayu yang dekat dengan kehidupan masyarakat umum, karena tanaman bambu termasuk dalam kategori tanaman yang mudah tumbuh di sekeliling kehidupan masyarakat. Bambu termasuk jenis tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragam jenis bambu di dunia sekitar 1250 – 1500 jenis sedangkan Indonesia memiliki hanya 10% sekitar 154 jenis bambu Manfaat bambu menurut Rabik, Brwan et all (2009:15) bambu memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Bambu membantu manusia dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari antara lain untuk kebutuhan pangan, rumah tangga, kerajinan, kebutuhan hiburan, konstruksi dan adat istiadat. Manfaat dan keunggulan yang dimiliki bambu apabila dikelola secara baik akan menjadi produk unggulan yang bermanfaat jika didukung dengan menggunakan pendekatan green marketing. American Marketing 60
Association (AMA) mendefinisikan green marketing adalah suatu proses pemasaran produk-produk yang diasumsikan aman terhadap lingkungan. Green marketing bukan sekedar menawarkan produk ramah lingkungan, melainkan juga proses produksi, pergantian packaging, serta aktivitas modifikasi produk. Polonsky dalam Sumarwan et all. (2012:216) menyebutkan bahwa green marketing tidak hanya sekedar memasarkan produk ramah lingkungan, tetapi menuntut adanya suatu reorientasi dan tanggung jawab lingkungan dari keseluruhan area, aktivitas, dan departemen dari suatu organisasi.Tujuan green marketing bukan hanya dari sisi keuntungan sebagai tujuan utama perusahaan melainkan juga kepedulian terhadap lingkungan hidup. Lozada, et all dalam Haryadi (2009:35) menyebutkan bahwa perusahaan akan memperoleh solusi pada tantangan lingkungan melalui strategi marketing, produk, dan pelayanan agar dapat tetap kompetitif. Hal ini dilakukan termasuk pada: teknologi baru untuk menangani limbah dan polusi udara, standarisasi produk untuk menjamin produk yang ramah lingkungan, menyediakan produk yang benar-benar alami dan orientasi produk lewat konservasi sumber daya dan yang lebih memperhatikan kesehatan. Keunggulan green marketing dibandingkan dengan yang lain adalah konsep green marketingturut melibatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sebagai fokus utama kegiatan yang dilakukan, bukan terbatas pada profit/keuntungan produk atau pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Konsep pendekatan menggunakan green marketingmemberikan pemahaman baru agar bisa berinovasi dan berkreasi menciptakan strategi pemasaran baru dengan hasil ganda, yaitu profit dan kepedulian terhadap lingkungan.Hal ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman baik bagi produsen maupun konsumen agar peduli terhadap kelestarian lingkungan sekitar.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
Pendekatan green marketingsecara tepat dapat digunakanuntuk memasarkan kawasan wisata dengan melibatkan semua pihak untuk bekerja sama dan bersinergi termasuk dengan masyarakat sekitar, melaluiPOKDARWIS METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, menggunakan pendekatan fenomenologi.Fenomena menarik penelitian adalah keberadaan kawasan wisata hutan bambu di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan tekhnik studi dokumen. Data hasil penelitian diolah menggunakan snowball sampling untuk dilakukan trianggulasi data guna mendapatkan data hasil penelitian yang valid dan reliabel, sehingga keabsahan data dari kegiatan penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.Informan penelitian terdiri dari : Kepala Bagian Informasi Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang, Kaur Pemerintahan Desa Sumbermujur, pedagang dan wiatawan yang berkunjung ke kawasan wisata hutan bambu HASILDAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Hasil kegiatan wawancara di lapangan menunjukkan nilai kearifan lokal kawasan wisata dilestarikan melalui adat istiadat, kesenian, dan lain-lain. Nilai kearifan lokal di kawasan wisata hutan bambu, antara lain: sebagai sarana edukasi dalam bentuk konservasi lingkungan melalui usaha penanaman bambu di kawasan wisata hutan bambu. Tradisi upacara dalam suroan (peringatan 1 Muharram), kesenian jaran kencak, reog, jaran slining dan ruwatan semeru yang digelar secara rutin setiap tahunnya.Kegiatan penanaman padi menggunakan aturan pranoto wongso/aturan bercocok tanam padi menggunakan perhitungan atau aturan tertentu, yaitu dalam 1 tahun penanaman diberikan aktu 2 bulan untuk
lahan garapan beristirahat untuk tidak ditanami, hal ini dilakukan untuk menjaga agar tingkat seburan tanah dan kesempatan bagi lahan garapan untuk melakukan perbaikan setelah penanaman dilakukan sebelumnya.Setiap malam satu suro atau 1 Muharram ada semacam tradisi dalam bentuk ritual memendam kepala sapi di kawasan wisata hutan bambu, sebagai wujud rasa syukur dan harapan agar sumber mata air tidak kering, dan debit air meningkat, sehingga mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat sekitarberkaitan dengan ketersediaan pasokan air bersih, irigasi lahan pertanian dan pemanfaatan air bersih untuk kebutuhan lainnya.Upaya pelestarian sumber mata air di kawasan wisata hutan bambu, membutuhkan perhatian semua pihak agar keberadaan sumber mata air dapat dipertahankan, termasuk pelestarian fauna endemik (kalong dan kera) di kawasan wisata tersebut.Keberadaan fauna endemik menjadi daya tarik tersendiri dari kawasan wisata tersebut, sehingga agartidak mengganggu masyarakat sekitar ketika cadangan makanan berkurang, maka kebutuhan cadangan makanan harus tersedia secara cukup.Fauna endemik kawasan wisata mampu menjadi pendukung dan nilai tambah positif karena bermanfaat sebagai hiburan sekaligus sarana belajarterutama berkaitan dengan pelestarian fauna. Nilai kearifan lokal di kawasan wisata dapat maksimal dengan dukungan semua pihak untuk bersinergi dan bekerja sama secara aktif membantu memaksimalkan potensi yang dimilikinya, dalam bentuk kelengkapan sarana dan prasarana kawasan wisata agar kedepannya mampu dijadikan sebagai desa wisata. Hasil kegiatan wawancara menunjukkan penerapan pendekatan green marketinguntuk melestarikan nilai kearifan lokal di kawasan wisata dapat dilakukan dengan cara : menjadikan hutan bambu sebagai wisata edukasi, mengelola dan menciptakan kawasan sekitar hutan bambu menjadi sektor kegiatan pertanian berbasis organik atau semi organik
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
61
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
dengan memanfaatkan air dari sumber mata air.melakukan sosialisasi gerakan peduli lingkungan melalui kegiatan pembentukan bank sampah selain untuk menambah pendapatan masyarakat sekaligus juga untuk kebersihan lingkungan khususnya bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tersebut serta melakukan usaha pembudidayaan aneka jenis tanaman bambu khususnya jenis tanaman bambu endemik asli dari kawasan tersebut agar keberadaan bambu sebagai icon utama daerah tersebut tidak punah serta untuk menjadi sarana pendidikan dan konservasi dengan konsep berwawasan lingkungan.Pendekatan green marketing memberikan ruang untuk terciptanya inovasi objek wisata potensial dengan mengedepankan kepedulian terhadap lingkungan sebagai nilai jual (selling point) yang menjadi pembeda dengan kawasan wisata lainnya. Upaya menumbuhkan kepedulian lingkungan diwujudkan dalam tindakan: membuang sampah pada tempatnya, menumbuhkan rasa peduli lingkungan, rasa bangga sebagai warga desa dengan potensi desa yang dimiliki sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki melalui kreatifitas dan inovasi untuk menjadikan kawasan wisata hutan bambu sebagai icondestinasi wisata andalan. Hasil kegiatan wawancara mendapatkan informasi menarik, yaituadanya potensi wisata pendukung lainnya di Desa Sumbermujur, melalui kegiatan pemetaan (mapping) kawasan wisata dari beberapa lokasi andalan.Permasalahan di lapangan yang ditemukan adalah :keberdaan potensi wisata menarik masih belum dikelola maksimal karena pemahaman masyarakat terhadap potensi dari obyek wisata yang baru ditemukan masih kurang. Potensi wisata adalah asset bagi daerah,sehingga apabila dikelola dan dikembangkan mampu menciptakan peluang usaha dan pendapatan bagi masyarakat sekitarnya. Hasil kegiatan wawancara yang dilakukan berkiatan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui
62
POKDARWIS,menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pelestarian SDA dan pelestarian nilai kearifan lokal telah dilakukan sebelum POKDARWIS terbentuk. Hal ini sebagai bukti kongkrit bahwa masyarakat memahami peran penting lingkungan dalam kehidupan mereka. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa selama ini terdapat masalah terutama manajemen pengelolaan POKDARWIS yang pengelolaannya masih belum maksimal,sehingga terjadinya stagnan atau vakumnya organisasi tersebut karena ada permasalahan internal organisasi. PEMBAHASAN Hasil pembahasan berkaitan nilai kearifan lokal di kawasan wisata sebagai daya tarik wisata menunjukkan bahwa upaya menjadikan kawasan wisata hutan bambu sebagai wisata edukasi sangat tepat, kerja sama semua pihak untuk pelestarian kawasan hutan bambu penting dilakukan, misalnya : pembudidayaan bibit bambu agar tetap lestari keberadaannya, pengembangan plasma nutfah agar habitat bambu sebagai icon unggulan tetap terjaga, pelestarian sumber mata air di kawasan wisata hutan bambu melalui manajemen pengelolaan air dilakukan secara bijak agar asset daerah ini bisa dinikmati secara adil dan merata bagi semua pihak.Upaya penanaman tanaman produktif untuk menjaga ketersediaan cadangan makanan bagi fauna endemik di kawasan wisata hutan bambu juga harus dilakukan agar keberadaan fauna tersebut tetap terjaga kelangsungan hidupya dan tidak menganggu kehidupan warga masyarakat sekitar yang tinggal di kawasan hutan bambu. Pelestarian nilai kearifan lokal di kawasan wisata hutan bambu akan berhasil dengan didukung oleh pendekatan green marketing yaitu upaya memasarkan potensi daerah dengan konsep berwawasan lingkungan. Pengelolaan secara baik asset dan potensi daerah di kawasan wisata hutan bambu sebagai icon dari Desa Wisata Sumbermujur,dapat bermanfaat
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
sebagaipeluang menambah pendapatan masyarakat melalui usaha kreatif dan inovatif yang menguntungkan misalnya : masyarakat menciptakan peluang produk industri kreatif dengan membuat kerajinan, produk kuliner atau menjual cemilan dan makanan kecil dengan produk daerah sebagai unggulan, sehingga diharapkan masyarakat memiliki peluang usaha produktif dengan memanfaatkan potensi daya tarik kawasan wisata hutan bambu. Melengkapi fasilitas, sarana dan prasarana di kawasan wisata agar menarik, lebih layak dan menunjang daya tarik potensi wisata di daerah tersebut. Hasil kegiatan penelitian menunjukkan penerapan pendekatan green marketing dalam upaya melestarikan nilai kearifan lokal di kawasan wisata diwujudkan dalam bentukwisata edukasi, menciptakan kawasan sekitar hutan bambu kegiatan pertanian berbasis organik atau semi organik dengan memanfaatkan air dari sumber mata air sumber delling sebagai air untuk irigasi lahan pertanian. Sosialisasi gerakan peduli lingkungan melalui pembentukan bank sampah dan melakukan pembudidayaan aneka jenis tanaman bambu untuk keperluan penelitian dan konservasi sehingga hutan bambu akan berfungsi secara lebih maksimal sebagai daerah resapan akhir serta menjadi Desa Sumbermujur dengan icon unggulan hutan bambu sebagai desa wisata potensial di Kecamatan Candipuro.Pendekatan green marketing akan memberikan ruang terciptanya inovasi pilihan objek wisata potensial berwawasan lingkungan sebagai nilai jual (selling point) yang menjadi pembeda dengan kawasan wisata lainnya. Kawasan wisata hutan bambu memiliki keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Kerja sama dengan berbagai pihak adalah awal yang baik untuk proses transfer ilmu sekaligus belajar cara budidaya bambu yang baik dari daerah yang berhasil dalam mengembangkannya terlebih dahulu.Keberadaan kawasan wisata hutan bambu menjadi alternatif menciptakan peluang usaha produktif untuk membantu
perekonomian masyarakat sekitar kawasan wisata hutan bambu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata pendukung yang layak untuk dikembangkan di kawasan wisata hutan bambu salah satunya melalui melalui pemetaan (mapping) kawasan wisata dari beberapa lokasi andalan yang memiliki potensi unggulan untuk dijadikan tujuan wisata baru.Pemetaan (mapping) lokasi wisata dengan ciri khasnya akan membantu memaksimalkan potensi yang dimiliki. Misalnya kegiatan pemasaran untuk menghasilkan komoditas pertanian organik, kegiatan pembentukan bank sampah, selain untuk keberhasihan juga menjadi peluang tamabahan pendapatan bagi masyarakat.Budidaya tanaman bambu sebagai peluang usaha melalui kegiatan pemasaran dengan menggunakan konsep pendekatan green marketing.Upaya memaksimalkan potensi kawasan wisata agar tidak diklaim atau diakui daerah lain dapat diperkuat secara legalitas melalui kebijakan atau peraturan yang mendukung terkait dengan pariwisata mutlak diperlukan sebagai landasan payung hukum sehingga potensi pariwisata yang dimilikinya terlindungi keberadaannya. Perlindungan hukum dilakukan untuk mencegah tindakan penyalahgunaan hukum. Hasil kegiatan wawancara berkaitan dengan POKDARWIS memberikan gambaran berkaitan dengan kesadaran dari masyarakat sebelumnya untuk peduli terhadap lingkungannya sudah terbentuk sebelum POKDARWIS dicanangkan.POKDARWIS adalah wadah kepedulian masyarakat dalam menjaga lingkungan sekaligus berkontribusi secara aktif dalam kegiatan peduli lingkungan di kawasan wisata tersebut, melakukan kegiatan sosilisasiprogram peduli lingkungan agar memberikan manfaat positif, sekaligus pembelajaran bagi daerah lain yang tertarik untuk mengembangkan konsep pemasaran dalam bidang yang sama, di daerah mereka.Informasi menarik yang ditemukan adalah tata cara atau manajemen pengelolaan POKDARWIS. Kegiatan sosialisasi termasuk
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
63
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
menentukan strategi yang tepat agar konsep yang direncanakan oleh pemerintah agar dapat diaplikasikan dengan baik di lapangan.Kebijakan pemerintah membutuhkan pengawasan dan evaluasi dengan melihat kondisi di lapangan untuk mengetahui hasil implementasi akutual dari program yang sudah direncanakan, sehingga dapat dievaluasi agara konsep POKDARWIS dapat menjadi sebuah program yang berkelanjutan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Diperlukan inovasiyang menarik agar mudah diaplikasikan, dan semua pihak yang terlibat memahami peranan pariwisata dalam membantu perekonomian daerah serta sebagai potensi andalan daerah. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Nilai kearifan lokal di kawasan wisata sangat beragam antara lain : upacara seremonial dalam bentuk pemendaman kepala sapi sebagai simbolisasi rasa syukur dengan harapan sumber mata air alami (sumber dhelling) di kawasan wisata hutan bambu akan terus melimpah dan mencukupi kebutuhan warga sekitar. Pelestarian habitat asli dari fauna endemik kawasan wisata hutan bambu yaitu kera dan kalong serta burung punglor merah menjadi hal penting agar kondisi alam tetap lestari 2. Aplikasi pendekatangreen marketing dalam upaya melestarikan nilai kearifan lokal di kawasan wisata diwujudkan dalam bentuk : menjadikan hutan bambu sebagai wisata edukasi, menciptakan kawasan sekitar hutan bambu untuk kegiatan pertanian berbasis organik atau semi organik, sosialisasi gerakan peduli lingkungan melalui bank sampah dan budidaya aneka jenis bambu untuk keperluan penelitian dan konservasi hutan bambu.
64
3.
4.
Objek wisata pendukung yang potensial dikembangkan di kawasan wisata dengan menggunakan pendekatan green marketing, dilakukan melalui :Kegiatan pemetaan (mapping) kawasan wisata beberapa lokasi andalan yang memiliki potensi unggulan untuk dijadikan tujuan wisata sekaligus sebagai peluang usaha produktif untuk menambah pendapatan dari masyarakat setempat. Peranan POKDARWIS dalam melestarikan kawasan wisata adalah berkaitan dengan manajemen pengelolaan POKDARWIS yang belum berjalan secara optimal sesuai dengan yang diharapkan.Sehingga diperlukan inovasi yang menarik, mudah untuk dipalikasikan agar konsep yang disepakati mudah diaplikasikan dan semua pihak
DAFTAR PUSTAKA Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata Kabupaten Lumajang Tahun 2014 Fathiyah, K.N. dan Hiryanto. (2013). Local Wisdom Identification on Understanding Natural Disaster Sign by Elders in Daerah Istimewa Yogyakarta : Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol.37, No.1, Maret 2013, hal.453-462. Francis Wahono. (2005). Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati, PT. Cinderalas Pustaka Rakyat Cerdas : Yogyakarta
Haryadi, Rudi. (2009). Pengaruh Strategi Green Marketing Terhadap Pilihan Konsumen Melalui Pendekatan Marketing Mix. Tesis tidak Dipublikasikan.
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
Nawangsih, Nilai Kearifan Lokal Kawasan...
Peraturan Desa Sumbermujur No. 06 Tahun 2007 Tentang Alam Desa Sumbermujur Lestari dan Berkelanjutan Peraturan Desa Sumbermujur No. 05 Tahun 2012 Tentang Tata Ruang Desa Peraturan Desa Sumbermujur No. 07 Tahun 2014 Tentang Generasi Masa Depan yang Mencintai Budaya Seni Tradisional Daerah Rabik, Brwan et all. 2009. Manajemen pengelolan bambu lestari. PT. Adi Buana : Jakarta. Sumarwan, Ujang ett all.2012. Riset Pemasaran dan Konsumen, Seri 2. Bogor: PT Penerbit IPB Press Rabik, Brwan et all. 2009. Manajemen pengelolan bambu lestari. PT. Adi Buana : Jakarta. Sinaga, Supriono. 2010. Potensi dan Pengembangan Objek Wisata Di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kertas Karya. Program DIII Pariwisata. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 90 Tahun 1990 tentang Pariwisata Undang-Undang No.10/2009 Kepariwisataan
tentang
Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA Vol. 7, Maret 2017, Hal 57 - 65
65
66
PANDUAN BAGI PENULIS A. Tahapan Pengiriman Artikel 1. Melakukan registrasi dan submit secara daring di http://jurnal. stiewidyagamalumajang.ac.id/index.php/JPWIGA. 2. Penulis dapat mengirimkan (submit) artikel dan surat pernyataan melalui email:
[email protected] 3. Redaksi akan mendistribusikan naskah ke reviewer sesuai bidang ilmu pengetahuan. 4. Penulis harus mengirim biodata diri dengan lengkap ke alamat Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi WIGA 5. Mengirimkan surat pernyataan bahwa artikel ini belum pernah dimuat/ dipublish. 6. Naskah akan diterbitkan melalui online dan cetakkan B. Standar Penulisan 1. Naskah diketik menggunakan Microsoft Word pada ukuran kertas A4 jarak 1 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 11 point; 2. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point; dan 3. Panjang naskah antara 15-30 halaman. C. Urutan Penulisan Naskah Sistematika penulisan naskah hasil penelitian terdiri atas: Judul Judul ditulis dengan menggunakan huruf Times New Roman 14, Bold, Capital each Word, maksimum 12 kata (Bahasa Indonesia), maksimal 10 kata (Bahasa Inggris). Nama dan Alamat Penulis Nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar, disertai dengan nama instansi serta alamat surel. Apabila penulis lebih dari satu orang, maka alamat e-mail yang dicantumkan hanya penulis pertama saja. Abstrak Ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, masing-masing dengan jumlah kata maksimum 100 kata dan hanya dalam dari 1 paragraf. Abstrak untuk naskah hasil penelitian berisi: tujuan penelitian, metode yang digunakan, hasil/ temuan penelitian, dan kesimpulan. 67
Kata Kunci (Keywords) Kata kunci ditulis dalam bahasa Inggris dengan jumlah 3-5 kata atau frase. Kata kunci berisi kata atau frase yang sering dipergunakan dalam naskah dan dianggap mewakili dan/atau terkait dengan topik yang dibahas. Pendahuluan Artikel yang bersifat konseptual berisi acuan/konteks permasalahan, hal-hal yang menarik, dan rumusan singkat hal-hal pokok yang akan dibahas. Sedangkan untuk artikel berbasis riset, bagian ini berisi permasalahan penelitian, wawasan, dan rencana pemecahan masalah, tujuan penelitian serta harapan akan hasil penelitian. Tujuan penelitian yang disampaikan selaras dengan hasil dan kesimpulan penelitian. Bagian pendahuluan ini berkisar 10-15% panjang artikel, dan tanpa sub judul. Kajian Teori Teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian serta penelitian terdahulu dipaparkan pada bagian ini. Bagian kajian teori ini berkisar 15-20% panjang artikel, dan tanpa sub judul. Metode Penelitian Dikhususkan untuk artikel berbasis riset berisi rancangan atau desain penelitian, sasaran penelitian (populasi, sampel, informan, atau subyek penelitian), teknik pengembangan instrumen atau pengumpulan data, teknik analisis data, dan bersifat naratif. Proporsi metode penelitian 15-20% dari total panjang artikel. Hasil dan Pembahasan Menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian Kesimpulan Merupakan ringkasan atas temuan penelitian dan implikasinya. D. Penulisan Tabel dan Grafik 1. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar (foto) diberi nomor urut. 2. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. 3. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf kapital, dengan jarak 1 spasi 4. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi. 5. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.). 6. Gambar-grafik dibuat dalam Microsoft Excel. 7. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasional (SI).
68
E. Daftar Rujukan 1. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis dalam urutan alfabetis mengikuti APA Style (http://www.apastyle.org/). Susunannya memuat: nama penulis, tahun publikasi, judul paper atau textbook, nama jurnal atau penerbit, dan halaman. 2. Diharapkan dirujuk referensi maksimum 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%. 3. Hendaknya diacu cara penulisan kepustakaan dengan APA style, seperti berikut ini: 1. Buku: Satu Pengarang Bernstein, T. M. (1965). The Careful Writer: A Modern Guide to English Usage (2nd ed.). New York, NY: Atheneum. Dua Pengarang Beck, C. A. J., & Sales, B. D. (2001). Family Mediation: Facts, Myths, and Future Prospects. Washington, DC: American Psychological Association. Beberapa tulisan oleh satu pengarang (Publikasi yang lebih awal, ditulis lebih dulu ) Postman, N. (1979). Teaching as a Conserving Activity. New York, NY: Delacorte Press. Postman, N. (1985). Amusing Ourselves to Death: Public Discourse in the Age of Show Business. New York, NY: Viking. Publikasi oleh penulis yang sama pada tahun yang sama McLuhan, M. (1970a). Culture is Our Business. New York, NY: McGraw-Hill. McLuhan, M. (1970b). From Cliché yo Archetype. New York, NY: Viking Press. Buku yang diterbitkan oleh asosiasi, korporasi,institusi pemerintahan dan organisasi American Psychological Association. (1972). Ethical Standards of Psychologists. Washington, DC: American Psychological Association. Buku tanpa pengarang atau editor Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary (10th ed.). (1993). Springfield, MA: Merriam-Webster. Anthologies dan Ensiklopedia Gibbs, J. T., & Huang, L. N. (Eds.). (1991). Children of Color: Psychological Interventions with Minority Youth. San Francisco, CA: Jossey-Bass. Bjork, R. A. (1989). Retrieval Inhibition as an Adaptive Mechanism in Human Memory. In H. L. Roediger III, & F. I. M. Craik (Eds.), Varieties of Memory & Consciousness (pp. 309-330). Hillsdale, NJ: Erlbaum. Guignon, C. B. (1998). Existentialism. In E. Craig (Ed.), Routledge Encyclopedia of Philosophy (Vol. 3, pp. 493-502). London, England: Routledge.
69
2. Jurnal Jurnal online Mellers, B. A. (2000). Choice and the Relative Pleasure of Consequences. Psychological Bulletin,126, 910-924. http://dx.doi.org/10.1037/00332909.126.6.910. Klimoski, R., & Palmer, S. (1993). The ADA and the Hiring Process in Organizations. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, 45(2), 10-36. http://dx.doi.org/10.1037/1061-4087.45.2.10. Lebih dari tujuh penulis Gilbert, D. G., McClernon, J. F., Rabinovich, N. E., Sugai, C., Plath, L. C., Asgaard, G., ... Botros, N. (2004). Effects of Quitting Smoking on EEG Activation and Attention Last for More Than 31 Days and are More Severe with Stress, Dependence, DRD2 A 1 Allele, and Depressive Traits. Nicotine and Tobacco Research, 6, 249-267. http://dx.doi.org/10. 1080/1462 220041000 1676305 3. Disertasi dan Tesis Disertasi dan tesis yang tidak dipublikasikan Jordan, J. J. (2005). Psychosocial Effects of Gifted Programming (Unpublished master’s thesis). University of Saskatchewan, Saskatoon, Canada. Berg, D. H. (2003). Prospective Leadership Development In Colleges and Universities in Canada: Perceptions of Leaders, Educators and Students (Unpublished doctoral dissertation). University of Saskatchewan, Saskatoon, Canada. Disertasi dan tesis elektronik Hiebert, R. W. (2006). The Education of Children from Poverty: a Descriptive Case Study of a Public School and a Community School (Doctoral dissertation). Available from ProQuest Dissertation & Theses: Full Text (NR18185). Richet, E. (2007). The Citizenship Education System in Canada From 1945-2005: an Overview and Assessment (Master’s thesis, University of Saskatchewan, Saskatoon, Canada). Retrieved from http://library2.usask.ca/etd 4. Seminar dan Conference Proceedings dalam bentuk buku McKay, G. (1999). Self-determination in Aboriginal education. In L. B. Muller (Ed.), Changing the Climate: Proceedings of the 1998 Conference for Graduate Students in the Social Sciences and Humanities (pp. 1-11). Saskatoon, Canada: University of Saskatchewan. Proceedings dalam bentuk online Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, P., Kaas, J. H., & Lent, R. (2008). The Basic Nonuniformity of the Cerebral Cortex. Proceedings of the National Academy of Sciences, 105, 12593-12598. http://dx.doi.org/10.1073/ pnas.0805417105
70
F. Mekanisme Seleksi Naskah 1. Penulisan naskah harus mengikuti panduan penulisan yang telah ditetapkan. 2. Bila diperlukan, redaksi akan mengubah dan atau memperbaiki ejaan, tata tulis dan tata bahasa naskah yang dimuat tanpa merubah substansi tulisan. 3. Naskah yang diterima redaksi akan diteruskan kepada mitra bestari (external reviewer) untuk dilakukan proses blind review tentang rekomendasi kelayakan terbit. 4. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh mitra bestari) dikembalikan ke Editorial Board dengan empat kemungkinan (dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (minor revision), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi). 5. Editorial Board membuat keputusan diterima atau tidak seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara reviewer. 6. Keputusan penolakan Editorial Board dikirimkan kepada penulis. 7. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk diperbaiki. 8. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan kepada Editorial Board. 9. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan. 10. Naskah cetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.
71