LAPORAN PRAKTIKUM ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO
Oleh Kelompok 5 ( Kelas B ). 1. Amul Heksa Bajafitri
125040201111131
2. Anisa Silvia
125020201111152
3. Amanu Budi S. U.
125040201111208
4. Annisa Eira Anggersih
125040201111131
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami kelompok 5 kelas B dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Sosiologi Pertanian ini dengan tepat waktu dan tanpa suatu halangan apapun. Tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Laporan Praktikum Sosiologi Pertanian ini. Terima kasih untuk asisten praktikum Sosiologi Pertanian serta semua petani yang ada di Dusun Krewe Desa Gunungrejo Singosari Malang. Tak ada gading yang tak retak, begitulah kata pepatah. Demikian pula dengan Laporan Praktikum Sosiologi Pertanian ini, penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan agar kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi dan dapat memberikan manfaat bagi semua. Amin.
Malang, Mei 2013
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
1
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
2
BAB I : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang……………………………………………………………
3
1.2.Tujuan………………….…………………………………………………
4
BAB II : PEMBAHASAN 2.1.Deskripsi tentang Keluarga Petani dan Pola Tanam Usahatani Mereka Setahun Terakhir……..…………………………………………………...
6
2.2.Deskripsi Tentang Kebudayaan Petani (Pengetahuan Mereka Tentang Cara Perubahan yang Terjadi serta Faktor yang Mendorong Perubahan Tersebut)…………………………………………………………………..
8
2.3.Deskripsi Tentang Lembaga Penguasaan Lahan dan Lembaga Penyediaan Saprodi Pertanian dan Tenaga Kerja untuk Usahatani Mereka……………...................................................................................
10
2.4.Deskripsi Tentang Lembaga Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Peluarga dan Kelompok Tani…………….........................................
11
2.5.Deskripsi Tentang Lembaga Organisasi HIPPA(pengelolaan irigasi), dan Lembaga Keuangan/Kredit dan Perubahan Sosial Dalam Usaha Pertanian Selama 10 Tahun Terakhir……………………………………... 12 2.6.Rangkuman Deskripsi Petani, Usahatani, dan Lembaga yang Terkait Usahatani Petani………………………………………………………….. 13 Bab III : PENUTUP 3.1. Kesimpulan………………………………………………………………. 15 3.2. Saran………………………………………............................................
15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 16 LAMPIRAN………………………………………………………………...... 17
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemajuan usaha pertanian mempunyai kaitan erat dengan aspek sosiologis yang meliputi sistem kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan dan jariangan sosial baik pada
tingkat petani, desa, maupun supra desa.
Kebudayaan sangat mempengaruhi suatu usaha tani. Kebudayaan sendiri dari berbagai sisi, dipadang sebagai Pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut, dapat pula diartikan bahwa kebudayaan adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau tempat yang
mempunyai
kebudayaan
tetapi
manusialah
yang
mempunyai
kebudayaan. Sebagai pengetahuan yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman menyeluruh yang mendalam dan mendasar bagi kehidupan masyarakat
yang
bersangkutan.Sebagai
pedoman
bagi
kehidupan,
kebudayaan dibedakan dari kelakuan dan hasil kelakuan karena kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau (Anonima,2010). Kebudayaan sudah melekat erat dalam pola fikir petani. Tak heran bila terjadi suatu perubahan baru dalam kebudayaan petani, seringkali mereka sulit menerimanya. Interaksi yang terjadi didalam masyarakat akan menimbulkan suatu pandangan sosial yang berbeda untuk setiap individu didalam masyarakat tersebut yang akan membentuk lapisan-lapisan dan sistem status dalam masyarakat atau stratifikasi. Istilah stratifikasi diambil dari bahasa Inggris yaitu stratification berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan. Oleh sebab itu social stratification sering diterjemahkan dengan pelapisan masyarakat atau pelapisan sosial. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan (status) yang sama menurut ukuran masyarakat dikatakan berada dalam suatu lapisan / stratum(Kolopaking,L.dkk. 2003) Kadang kala kelembagaan sangat dibutuhkan para petani. Kelembagaan sendiri adalah sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orangorang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta
3
memiliki struktur. Kelembagaan dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum (formal institution). Setidaknya ada 8 kelembagaan yaitu: (1) kelembagaan penyediaan input usahatani, (2) kelembagaan penyediaan permodalan, (3) kelembagaan pemenuhan tenaga kerja, (4) kelembagaan penyediaan lahan dan air irigasi, (5) kelembagaan usahatani, (6) kelembagaan pengolahan hasil pertanian, (7) kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan (8) kelembagaan penyediaan informasi (teknologi, pasar, dll). Tiap kelembagaan dapat dijalankan dengan dua cara, yaitu secara individual (berstruktur lunak) atau secara kolektif (berstruktur keras)( Rahardjo. 1999). Kelembagaan pertanian dapat berfungsi untuk menyediakan sarana produksi seperti penyediaan benih, penyediaan pupuk, tenaga kerja, dan pengolahan sawah. Selain itu adanya kelembagaan juga dapat membantu petani menyelesaikan permasalahan yang tengah terjadi diantara mereka. Usaha pertanian erat kaitannya dengan pemasaran, baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui perantara atau distributor. Dibutuhkan jaringan sosial yang baik agar dapat memasarkan hasil pertanian tersebut. oleh karena itu aspek-aspek sosiologi memang sangat berperan dalam mempengaruhi kemajuan usaha pertanian baik pada tingkat petani, desa, maupun supra desa. Dalam laporan Sosiologi Pertanian ini kami melakukan studi lapang di Dusun Krewe. Desa Gunungrejo , Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Kami mendatangi rumah salah satu petani setempat dan melakukan wawancara dengan beliau. Topik wawancara kami meliputi pekerjaan utama beliau sebagai petani, kepemilikan lahan pertanian, cara pengelolaan lahan, pengaplikasian pupuk dan pestisida pada lahan, serta organisasi kelembagaan di lokasi terkait
1.2 Tujuan Tujuan studi lapang sosiologi pertanian ini yaitu:
Mengetahui latar belakang keluarga petani dan pola tanam pada lahan usahatani
4
Mengetahui kebudayaan petani ( pengetahuan mereka tentang cara perubahan yang terjadi faktor-faktor yang mendorong perubahan tersebut)
Mengetahui tentang lembaga penguasaan lahan dan lembaga penyediaan saprodi pertanian dan tenaga kerja untuk usahatani
Mengetahui lembaga pengolahan, pemasaran hasil pertanian dan keluarga dan kelompok tani/gabungan kelompok tani
Mengetahui lembaga/organisasi HIPPA(pengelolaan irigasi), dan lembaga keuangan/kredit dan perubahan sosial dalam usaha pertanian
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Keluarga Petani Dan Pola Tanam pada Lahan Usahatani Selama Setahun (Amul Heksa B. : 125040201111131) Deskripsi petani ini dilakukan dengan cara wawancara kepada petani yang bersangkutan, hal ini bertujuan untuk mengetaui latar belakang petani tersebut serta untuk mengetaui sejauh mana petani tersebut melakukan budidaya pertanian, tepatnya di desa di dusun krewe desa gunungrejo Nama : Saturi Umur : 56 tahun Tingkat pendidikan formal : SD Pekerjaan KK a. Utama : Petani b. Sampingan : Memelihara kerbau milik orang Sejak kapan menjadi petani : sejak tahun 2003 Jumlah anggota keluarga : 5 orang Tabel 1. Lahan Garapan Status Lahan
Lahan Sawah (ha)
Lahan Tegal (ha)
Milik
-
0,2
Sewa
-
-
Bagi Hasil
0,5
-
Jumlah
0,5
0,2
Berdasarkan wawancara studi lapangan Sosiologi Pertanian di Dusun Krewe RT 20 Desa Gunungrejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Pak Saturi adalah seorang petani yang telah sepuluh tahun berkecimpung di bidang tersebut. Di usianya yang ke-56 tahun, kini ia dan istrinya, Bu
6
Nuriyati, tinggal bersama putri semata wayang mereka yang telah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Pak Saturi mengaku hanya menyelesaikan tingkat pendidikan formalnya sampai kelas 3 SD. Selain bekerja sebagai petani, Pak Saturi juga memelihara kerbau, ada 4 ekor kerbau orang lain yang ia pelihara. Menurut penuturan Pak Saturi, ia menggarap lahan sawah dan lahan tegal. Sawahnya merupakan lahan dengan status lahan bagi hasil maro. Sawah tersebut hanya digunakan untuk menanam padi. Sedangkan lahan tegal miliknya sendiri, ia tanami tebu. Dengan luas lahan sawah setengah hektar, selama satu tahun penuh Pak Saturi hanya menanaminya dengan padi. Ia tidak pernah menyelingi lahannya dengan tanaman lain seperti jagung. Selain menimbang permintaan pasar yang tinggi terhadap padi, Pak Saturi juga manpertimbangkan kesesuaian lahan sawahnya terhadap tanaman. Lahan sawah Pak Saturi di desa yang bersangkutan merupakan lahan basah yang paling cocok untuk pa di. Menurut Hilman (2007), tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup dan padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7. Menurut pendapat Pak Saturi, jika dibandingkan dengan menanam tanaman lain di sawah tersebut, hasil produksi tanaman padi akan lebih banyak. Jika lahan sawah Bapak Saturi ditanami padi, pada lahan tegalnya seluas 2000 m2, bapak saturi hanya menanaminya dengan tebu. Alasan bapak saturi hanya menanami tebu pada lahan
tegalnya, karena lebih mudah dalam
pengelolaan dan hasilnya lebih tinggi. Menurut Wijayanti (2008) tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim tropis dan sub tropis, tebu adalah jenis tanaman yang dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun tebu sangat cocok apabila ditanam di tanah yang kecukupan dengan air.
7
2.2 Deskripsi Tentang Kebudayaan Petani( Pengetahuan Mereka Tentang Cara Perubahan
Yang Terjadi Faktor-Faktor Yang Mendorong
Perubahan Tersebut) (Anisa Silvia : 125040201111152) Sesuai dengan penjelasan yang tertera diatas bahwa petani yang bernama bapak Saturi ini memiliki 2 lahan pertanian yakni lahan sawah dan lahan tegal. Jika pada lahan sawah, cara bercocok tanamnya yakni mulai dari pengolahan tanah yang masih menggunakan kerbau miliknya Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah sawa dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang semuaya dilakukan oleh nusia atau dibantu ooleh binatang misalnya, kerbau dan sapi (Simatupang, 1999). pada lahan tegal pengolahan tanahnya tidak diolah layaknya lahan sawah , namun hanya dengan cangkul untuk membuat guludan. Bapak saturi ini mendapatkan benih padi dari KUD (Koperasi Unit Desa) . untuk bibit tebu pada penimbang, namun bapak saturi hanya 1 x membeli pada penimbang karena tebu dapat dibudidayakan dengan tunas. Cara membuat persemaian padi dengan varietas melati pada lahan sawah ini dengan menyebarkan benih , Pada proses penanaman padi, penancapan bibit padi ke dalam tanah yang terbaik adalah sedalam 2.5 cm dengan jarak tanam sekitar 20 cm sampai dengan 25 cm. Akan tetapi banyak petani yang menggunakan kedalaman 5 cm dengan tujuan mencegah robohnya tanaman padi setelah penanaman (Soerpardi dkk. 1994). Jumlah benih yang disebarkan adalah 20 kg, lalu setelah 25 hari orang wanita lah yang menanami setelah bibit sudah siap untuk ditanam. Untuk cara penananamannya , jarak tanam yang digunakan adalah 20cm, dengan jumlah bibit per lubangnya adalah 4 tan per lubangnya. Kondisi airnya pada lahan sawah ini adalah tergenang. Kondisi tanah untuk tanaman padi sawah harus berlumpur. Untuk itu selain penggenangan air diperlukan juga pengolahan tanah. Pengolahantanah yang ideal harus dilakukan dua kali, yaitu pembajakan dan penggaruan. Tujuan dari pembajakan adalah untuk membalikan tanah, sedangkan penggaruan untuk menghancurkan bongkahan tanah agar menjadi lebih halus dan siap ditanami (Soerpardi dkk. 1994).
8
Pada lahan tegal ini bapak saturi tidak menggunakan bibit lagi karena tebu yang dipanen hanya di pangkas sampai bawah dan menyisakan untuk penumbuhan tunas pada penanaman tebu selanjutnya. Dapat diperkirakan dalam sepuluh tahun bapak saturi hanya membeli bibit jagung pada penimbang hanya satu kali. Umumnya jenis pupuk yang digunakan petani padi sawah adalah pupuk organik (pupuk buatan), seperti Urea, ZA, SP-36, dan KCl. Beberapa tahun terakhir harga pupuk semakin mahal, karena dihapusnya subsidi pupuk tersebut oleh Pemerintah. Hal ini mengakibatkan petani kecil semakin sulit untuk mendapatkan pupuk tersebut. Untuk mengatasi masalah ini telah didapat pupuk alternatif (pengganti), yaitu Quano (sumber fosfat) dan abu sekam padi (sumber kalium) dengan harga lebih murah (Chairunas dkk. 1999). Jenis pupuk yang dipakai pada lahan tegal dan lahan sawah ini sama . namun, dosisnya yang berbeda.Bapak saturi ini tidak menggunakan pupuk organik , Pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia yakni Urea, Phonska, dan ZA. Pemberian pupuk ini dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada umur 25 hari setelah tanaman, dan pemupukan kedua dilakukan 1 bulan setelah pemupukan yang pertama yakni sekitar 60-65 hari setelah tanam. Pupuk yang diberikan bapak saturi untuk setengah hektar lahannya adalah sekitar 90 kg untuk pupuk Urea, 75 kg untuk pupuk ZA, dan 125 untk pupuk Phonska. Penyiangan yang dilakukan dengan cara manual, yakni dengan menggunakan tangan atau sabit. Untuk mengairi lahan sawah, bapak saturi mengairinya saat umur 50 hari setelah tanam, lau dikeringkan lagi hingga berumur 70 hari setelah tanam lalu kembali diairi lagi. Jenis hama dan penyakit pada tanaman padi selama ini hanya burung – burung pipit yang paling banyak. Untuk hama – hama seperti serangga mungkin ada namun populasinya rendah sehingga untuk pengendalian hama dan penyakit tersebut tidak dilakukan. Hanya untuk burung pipit mereka menggunakan jaring atau tali agar burung pipit tidak hinggap di tanaman padinya. Untuk penggunaan pestisida bapak saturi juga tidak menggunakannya, karena bapak saturi menganggap pengendalian secara mekanis sudah cukup, dan adanya populasi
9
hama di lahan pak saturi tidak begitu berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Pada lahan padi, diperkirakan bapak saturi akan memanennya saat padi berumur 110-120 hari setelah tanam, ciri-ciri padi yang akan dipanen adalah berwarna kuning , bulirnya terisi .mereka memanennya dengan menggunakan sabit untuk memotong padinya, lalu digebyok dan dikeringkan. Setelah kering, padi akan diselep (digiling) sehingga menjadi beras. Panen yang dihasilkan bapak saturi ini bkan untuk dijual,tapi hanya untuk di konsumsi sendiri, adapun para pekerja pada lahan bapak saturi ini diberikan beras sebagai pengganti bayaran atau gaji, ada juga yang meminta uang. Karena lahan yang diolah bapak saturi ini bukan lahannya sendiri, maka bapak saturi memberikan 30 % kepada si pemilik tanah . Pengetahuan cara bercocok tanam bapak saturi ini diperoleh dari orang tuanya, sejak kecil bapak saturi ini ikut kesawah , sehingga ia dapat meliahat langsung bagaimana cara bercocok tanam . saat ia mulai beranjak besar , bapak saturi mulai diajari untuk bercocok tanam. Dan
pengetahuan dari
orang tuanya itulah yang menjadi patokan hingga sekarang. Bapak saturi ini juga tidak mengikuti kegiatan – kegiatan penyuluhan pertanian lapang, begitu juga dengan pengetahuan dari sumber lain, yakni dari PT.Dupon, PT. Sygenta dll, bapak saturi juga tidak mengikutinya. Bapak saturi beranggapan bahwa ajaran dari orangtuanya mulai dari dulu sudah dianggap baik tanpa adanya perubahan. Adapun juga alasan cara budidayanya dari dulu tidak pernah berubah adalah karena bapak saturi takut keliru sehingga beliau takut untuk mencoba, beliau juga beranggapan kalau beliau keliru akan menggagalkan hasil produksi yang didapatkan nantinya.
2.3 Deskripsi
Tentang
Lembaga
Penguasaan Lahan Dan
Lembaga
Penyediaan Saprodi Pertanian Dan Tenaga Kerja Untuk Usahatani Mereka (Amanu Budi S.U. : 125040201111208) Terkait dengan lembaga penguasaan lahan, dalam hal ini tidak ada suatu lembaga dalam penguasaan lahan karena lahan tersebut milik pak Saturi sendiri. Namun lembaga yang melakukan fungsi penyediaan saran produksi
10
pertanian ialah hanya toko pertanian terdekat. Toko tersebut menyediakan sarana produksi pertanian seperti benih/bibit, pupuk, obat-obatan. Pak saturi pun membeli benih maupun pupuk dari toko pertanian tersebut. Bahan-bahan pertanian yang ia beli diantaranya adalah benih/bibit dengan varietas Melati, pupuk urea sebanyak 90 Kg, pupuk ZA 75 Kg, dan pupuk phonska 125 Kg. Semua itu ia beli secara kontan dengan harga pupuk urea per kwintal seharga Rp. 180.000, pupuk ZA per kwintal seharga Rp. 150.000. Pengolahan lahan pertanian milik pak Saturi juga menggunakan tenaga kerja namun tidak semua aktivitas pertanian, ada beberapa kegiatan yang ia lakukan sendiri. Penggunaan tenaga kerja yaitu pada saat tanam padi. Tenaga kerja tersebut ialah perempuan yang terdiri dari 10 orang yang tiap orangnya digaji seharga Rp. 35.000/hari. kemudian juga pada saat panen, pak saturi menggunakan tenaga kerja laki-laki yang digaji Rp.50.000/hari.Selain pada saat tanam dan panen, semua kegiatan pertanian di lahannya ia lakukan sendiri seperti pengolahan tanah, membuat persemaian, Bongkar walik (tebu)dll. Beberapa kegiatan tersebut ia tidak menggunakan tenaga kerja dengan alasan ia masih mampu untuk mengerjakannya sendiri.
2.4 Lembaga Pengolahan, Pemasaran Hasil Pertanian Dan Keluarga Dan Kelompok Tani/Gabungan Kelompok Tani (Annisa Eira Anggersih : 125040201111) Berdasarkan hasil wawancara pada Pak Saturi, ia tidak mengaitkan lembaga apapun dalam pengolahan hasil pertanian, melainkan hasil pertanian dari lahannya ia olah sendiri. Pemasaran hasil pertanian yang mengaitkan suatu lembaga juga
tidak dilakukan oleh Pak Saturi dikarenakan hasil
pertaniannya tidak ditujukan untuk dijual, melainkan untuk dikonsumsi sendiri. Kemudian menurut Pak Saturi di daerah tempat tinggalnya juga terdapat kelompok tani. Kelompok tani tersebut diketuai oleh Kamituwo bernama Samsu’ud. Kamituwo adalah perangkat yang membantu Lurah Desa diwilayah bagian Desa atau Dukuh. Kamituwo mempunyai tugas menjalankan sebagian
11
kegiatan Lurah Desa dalam kepimimpinan Lurah Desa di wilayah kerjanya. Fungsi Kamituwo adalah: a. Melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemasyarakatan, serta ketentraman dan ketertiban wilayah kerjanya. b. Melaksanakan peraturan Desa diwilayh kerjanya c. Melaksanakan kebijakan Lurah Desa. Namun adanya kelompok tani tersebut tak membuat Pak Saturi turut serta sebagai anggota karena ia bersudut pandang bahwa kelompok tani tersebut fungsi utamanya yaitu untuk simpan pinjam, sedangkan ia merasa masih punya modal yang cukup dan tidak perlu meminjam uang(Anonimb , 2013).
2.5 Deskripsi Tentang Lembaga/Organisasi HIPPA(Pengelolaan Irigasi), Dan Lembaga Keuangan/Kredit Dan Perubahan Sosial Dalam Usaha Pertanian Selama 10 Tahun Terakhir (Anisa Silvia : 125040201111152) Lembaga sosial dapat diartikan sebagai seperangkat aturan atau tata cara untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sebagai individu maupun sebagai makhluk social (Murdiyatmoko, 2008) Lembaga yang terdapat pada dusun Krewe desa Gunung Rejo yakni lembaga dari pengelolaan irigasi atau HIPPA. Tapi bapak Saturi tidak mengikuti kepengurusan HIPPA ini, bapak saturi hanya sebagai anggota dari organisasi HIPPA ini. Lembaga HIPPA ini membantu Pak Saturi memenuhi kebutuhan air di lahan pertanian. Sumber air yang diolah bersumber dari Sengkaling, orang sekitar menyebutnya dengan DAM. Dapat diketahui bahwa bapak Saturi ini ikut campur dalam lembaga ini, Jadi bapak saturi tidak mengetahui siapa nama ketua dari HIPPA ini . Lembaga keuangan pada Dusun Krewe, Desa Gunung Rejo ini juga terdapat lembaga keuangan atau perkreditan . Dapat kita lihat bahwa bapak Saturi ini termasuk keluarga yang mampu, jadi beliau mengaku tidak pernah meminjam modal dari tetangga, saudara ataupun dari lembaga keuangan dan perkreditan yang terdapat pada desa tersebut. Perubahan sosial dalam usaha pertanian selama 10 tahun terakhir yang dialami oleh bapak Saturi ini untuk cara bercocok tanam yang dilakukan
12
beliau tidak pernah berubah,. Perubahan sosial adalah perubahan yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya perubahan sistem nilai dan norma sosial, sistem stratifikasi sosial, struktur social, prosesproses social, pola sikap dan tindakan social warhga masyarakat serta lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu kurun waktu tertentu (Murdiyatmoko, 2008). Perubahan social yang terjadi pada cara bercocok tanam Pak Saturi tersebut dikarenakan bapak saturi takut apabila keliru, maka mengakibatkan penurunan produksi pada panen berikutnya. Lalu untuk perubahan sosial dalam lembaga yang terkait dengan usaha tani adalah perubahan dalam perkembangan sewa-menyewa lahan dan bagi hasil , yakni pemilik tanah menginginkan 40% dari hasil panen yang sebelumnya si pemilik tanah mendapatkan 30% dari hasil panen. Perubahan yang kedua adalah perubahan yang terjadi pada lembaga penyediaan sarana produksi pertanian yakni benih , terjadinya perubahan harga pada musim hujan yakni 300.000 per kwintal, dan harga benih pada musim kemarau harganya lebih tinggi yakni 400.000 per kwintal. Perubahan yang ketiga adalah cara pengadaan tenaga kerja untuk usaha tani , yakni bapak saturi akan mengganti para buruh tani apabila tidak lagi sesuai dengan pekerjaannya. Untuk lembaga pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, perkembangan kelompok tani/HIPPA, dan lembaga kredit/ keuangan untuk usaha tani ini tidak diketahui karena bapak saturi tidak mengikuti sistem kepengurusannya.
2.6. Rangkuman Diskripsi Petani, Usahatani Dan Lembaga Yang Terkait Usahatani Pak Saturi Pak Saturi adalah seorang petani berusia 56 tahun yang telah sepuluh tahun berkecimpung di bidang tersebut. Selain bekerja sebagai petani, Pak Saturi juga memelihara kerbau, ada 4 ekor kerbau orang lain yang ia pelihara. Sawahnya merupakan lahan dengan status lahan bagi hasil maro. Sawah tersebut hanya digunakan untuk menanam
padi. Sedangkan lahan tegal
miliknya sendiri, ia tanami tebu.
13
Beliau belajar bertani sejak beliau kecil, dan mendapatkan ilmu bertaninya dari kedua orangtuanya. Dan cara-cara bercocok tanam yang beliau dapatkan dari kedua orangtuanya tersebut tidak mengalami perubahan hingga saat ini. Kegiatan bercocok tanam ia mulai dengan pengolahan tanah yang masih menggunakan kerbau miliknya dan alat-alat olah tanah konvensional seperti cangkul. Pupuk yang digunakan Pak Saturi adalah pupuk kimia yakni Urea, Phonska, dan ZA. Penyiangan yang dilakukan oleh Pak Saturi dengan cara manual, yakni dengan menggunakan tangan atau sabit. Panen yang dihasilkan bapak saturi ini bukan untuk dijual,tapi hanya untuk di konsumsi sendiri. Di desa tempat tinggal Pak Saturi sebenarnya terdapat lembagalembaga/organisasi sebagai penunjang kegiatan usaha tani.. Kelembagaan dalam sistem pertanian dikenal ada delapan jenis kelembagaan, yaitu ; 1) kelembagaan penyedia input,2) kelembagaan penyedia modal,3) kelembagaan penyedia tenaga kerja,4) kelembagaan penyedia lahan dan air,5) kelembagaan usaha tani,6) kelembagaan pengolah hasil usaha tani,7) kelembagaan pemasaran,8) kelembagaan penyedia informas (Rahardjo. 1999). Terdapat kelompok tani di desa tersebut, biasanya warga menyebutnya KAMITUWO. Untuk pengolahan hasil pertanian, Pak saturi t tidak mengaitkan lembaga apapun dalam pengolahan hasil pertanian. Terdapat pula lembaga irigasi HIPPA yang menangani kebutuhan pengairan pertanian di desa Pak Saturi. Selain itu juga terdapat lembaga permodalan untuk membantu petani di sana yang mempunyai kendala dalam keuangan dalam kegiatan produksinya.
14
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Menurut narasumber yang kami wawancarai, Pak Saturi adalah seorang petani berusia 56 tahun yang telah sepuluh tahun berkecimpung di bidang tersebut. Selain bekerja sebagai petani, Pak Saturi juga memelihara kerbau, ada 4 ekor kerbau orang lain yang ia pelihara. Sawahnya merupakan lahan dengan status lahan bagi hasil maro. Sawah tersebut hanya digunakan untuk menanam padi. Sedangkan lahan tegal miliknya sendiri, ia tanami tebu. Banyak diantara petani di desa ini yang masih enggan untuk mengikuti gapoktan, padahal dengan mengikuti gapoktan mereka dapat menambah wawasan serta pertanian yang ia terapkan dapat berkembang seiring dengan kemajuan teknologi yang ada, petani di desa ini banyak yang masih takut untuk mencoba hal baru karena mereka takut jika nantinya produksinya menurun, karena sejak mereka kecil telah diajari oleh orang tua mereka. Hasil yang
mereka
peroleh
juga
masih
dimanfaatkan
untuk
memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa mempertimbangkan keuntungan,sebaiknya dalam kegiatan pertanian yang dilakukan oleh narasumber lebih diarahkan ke penjualan atau pasar agar dapat dihasilkan keuntungan yang lebih tinggi.
3.2. Saran 1. Narasumber sebaiknya mengikuti kegiatan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) 2. Diharapkan hasil pertanian tidak untuk di konsumsi untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
15
DAFTAR PUSTAKA Anonima ,2013.Pengertian
Kamituwo.[online].
http://soendoel.blogspot.com/
2013/01/tugas-pengurus-dan-perangkat-desa.html) Anonimb. 2010. Pola-Pola Kebudayaan Masyarakat Pedesaan. .[online]. http://pakguruonline.pendidikan.com. Chairunas, Tamrin, M.Nasir Ali, dan T.M. Fakhrizal, 1999. “Efisiensi Pemupukan NPK dan Pupuk Alternatif pada Padi Sawah Lahan rigasi di Propinsi Daerah Istimewa Aceh”. Laporan hasil pengkajian SUT, LPTP Banda Aceh. Hilman, C. 2010. "Hubungan Karakteristik Petani dengan Sumber dan Kebutuhan Informasi untuk Pengembangan Agribisnis (Studi Kasus Petani Padi di Desa Padahurip Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut)". Skripsi. Program Studi Managemen Agribisnis Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Kolopaking, Lala M, dkk.2003. Sosiologi Umum. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Murdiyatmoko, Janu. 2008. Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Jakarta : Grafindo. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soerpardi, N.Nujaya, A. Kasno, Supardi Arja Kusuma, Moersidi, S dan J. Sri Adiningsih. 1994. Status Hara P dan K Serta Sifat-sifat Tanah Sebagai Penduga Kebutuhan Pupuk Padi Sawah di Pulau Lombok. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 12, hal 23 – 35. Wijayanti, Wahyu Asih. 2008. "Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon Terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu". Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor.
16
LAMPIRAN Dokumentasi kegiatan :
Bapak Saturi beserta istri, Ibu Nuriyati
Foto bersama Pak Saturi
17