UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER DI DIRE EKTORAT BINA PRODUKSI DAN DIST STRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT T JENDERAL BINA KEFARMASIAN N DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIA AN KESEHATAN REPUBLIK INDONE NESIA PE PERIODE 7-18 JANUARI 2013
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER
KART TIKA FEBIYANTI NORMAN, S.Farm. 1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PR ROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER DI DIRE EKTORAT BINA PRODUKSI DAN DIST STRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT T JENDERAL BINA KEFARMASIAN N DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIA AN KESEHATAN REPUBLIK INDONE NESIA PE PERIODE 7-18 JANUARI 2013
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER Diajukan sebagaii salah sa satu syarat untuk memperoleh gelar Ap poteker
KART TIKA FEBIYANTI NORMAN, S.Farm. 1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PR ROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
ii Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tepatnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. Masrul, Apt. sebagai Kepala Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan serta sebagai
pembimbing
yang
telah
memberikan
bimbingan
selama
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan menyusun tugas akhir. 2.
Dr. Katrin, M.S yang telah memberikan bimbingan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung hingga penyusunan laporan akhir.
3.
Drg. Arianti Anaya I, MKM., sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4.
Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI.
5.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi UI.
6.
Dra. Lili Sa’idah Jusuf, Apt. sebagai Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
7.
Drs. Rahbudi Helmi, MKM., Apt. sebagai Kepala Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
iv
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8.
Dra. Ema Viaza, Apt. sebagai Kepala Seksi Produk Diagnostik In vitro atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9.
Nurhidayat, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
10. Lupi Trilaksono, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 11. Siti Nurhasanah, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Elektromedik atas ilmu pengetahuan dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 12. Dra. Nurlaili Isnaini, Apt., MKM. sebagai Kepala Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 13. Lucia Dina Kombong, SH. MSi. sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang telah memfasilitasi para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker. 14. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 15. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, teman-teman Apoteker UI angkatan 76, keluarga, serta semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama perkuliahan hingga selesainya pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi. Penulis 2013 v
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………….……..… ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………......... iii KATA PENGANTAR……………………………………………………......... iv DAFTAR ISI………………………………………………………………....... vi DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..…… vii DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... viii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..……… ix BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang……………………………………………….……. 1 1.2 Tujuan………………………………………………………..…….. 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM………………………………………………..… 3 2.1 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia……………………….. 3 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan………... 7 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS……………………………………………...… 13 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan………….. 13 3.2 Visi dan Misi……………………………………………………..... 14 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi…………………………………………… 14 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan…. 15 3.5 Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan…………………………………………………………... 15 3.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan……………………………………..…………………..... 16 3.7 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.. 21 3.8 Pembinaan, Pengendalian, dan Pengawasan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan…………………………… 33 BAB 4 PENGAWASAN……………………………………………………..... 36 4.1 Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga…………………………………………………………...... 36 4.2 Proses Post Market Monitoring oleh Pemerintah………………… 45 4.3 Sistem Post Market Surveillance Yang Dilakukan Produsen Dan/Atau Penyalur………………………………………………... 49 4.4 Penanganan Laporan Kasus/Tindak Lanjut………………….…… 50 4.5 Pengawasan Penyidikan (Pengawasan Kasus) Kasus (Penyidikan)……………………………………………………..... 52 BAB 5 PEMBAHASAN……………………………………………………….. 54 BAB 6 KESIMPULAN……………………………………………………....… 60 6.1. Kesimpulan…………………………………………………….… 60 6.2. Saran……………………………………………………...…….… 61 DAFTAR ACUAN…………………………………………………………….. 62 vi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4
Alur Vigilance………………....………………………….……… 40 Skema Pelaksanaan Sampling……………………………..……… 47 Skema Pengawasan yang Dilakukan Masyarakat………………… 48 Skema Pelaporan Hasil Post Market Survailence oleh Produsen… 50
vii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Klasifikasi Penarikan Kembali (Recall)………….……....………..… 43 Tabel 4.2 Tingkat Penarikan Kembali (Recall)………………………………… 43
viii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampirsn 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI…………………63 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan………………………………………………….. 64 Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal……………………....... 65 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan………………………………………………………..66 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian…………………………………………………...... 67 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian…………………………………………………...... 68 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan………………………………………………….. 69 Struktur Lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan………………………………………. 70 Formulir Permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan/ Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga……………………..…… 71 Formulir Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan………...… 72 Blanko Perubahan/Perpanjangan Izin Edar ……………………. 74 Blanko Penilaian Perubahan/Perpanjangan Izin Edar …………. 75 Blanko Pemeriksaan Perubahan/Perpanjangan Izin Edar………. 76 Alur Kerja untuk Petugas Provinsi/Kabupaten/Kota…………… 78 Laporan Pengawasan Iklan DinKes Provinsi/Kabupaten/Kota… 79 Laporan Pengawasan Iklan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan………………………………………………………... 80 Alur Kerja untuk Pekerja Pusat………………………………… 81 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan………………………………………. 82
ix
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Kartika Febiyanti Norman, S.Farm
NPM
: 1206313242
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Karya akhir (Laporan Praktek Kerja)
Demi
ilmu
pengembangan
pengetahuan,
menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya akhir saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemeneterian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7-18 Januari 2013.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan karya akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 1 Juli 2013 Yang menyatakan
(Kartika Febiyanti Norman, S.Farm)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Setiap individu memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau (Pasal 5 UU No.36 tahun 2009), oleh karena itu perlu dilakukan upaya kesehatan menyeluruh. Pelaksanaan upaya kesehatan tersebut dapat mewujudkan hak masyarakat terkait kesehatan yang tidak lepas dari penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Saat ini jenis dan jumlah alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga cukup tinggi sehingga memerlukan perhatian khusus agar masyarakat terhindar dari penyalahgunaan dan kesalahgunaan alat kesehatan dan perbekala kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi syarat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Berdasarkan
Keputusan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri tentang
Kesehatan Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas yaitu merumuskan, melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar 1
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah Republik Indonesia. Apoteker sebagai profesi yang berperan dalam memberikan pelayanan kefarmasian perlu mengetahui terkait upaya pemerintah dalam membuat kebijakan terkait pelayanan kefarmasian.
1.2
Tujuan
a. Memahami secara umum struktur organisasi Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia b. Memahami struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan c. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan badan pelaksana
pemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan.
2.1.1 Dasar Hukum a. Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara b. Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon I kementerian negara c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2.1.2
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia periode 2010-2014 memiliki
visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). Dalam upaya tercapainya visi tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan misi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) : a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. 3
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik
2.1.3 Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).
2.1.4 Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki rencana strategis dalam pembangunan kesehatan serta menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesis, 2010d) : a. Prorakyat Pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Pada pelaksaanaan program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak. Pembangunan kesehatan tidak hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tetapi juga seluruh komponen masyarakat. Keseluruhan komponen terebut meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya, dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
5
d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.
2.1.5 Struktur Organisasi Struktur
organisasi
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/ MENKES/PER/VIII/2010 menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6
u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia RI dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6 Tugas Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
2.1.7 Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.8 Rencana Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2010-2014, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) : a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
7
d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh Provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.2
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.2 Struktur Organisasi Struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8
a. Sekretariat Direktorat Jenderal. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran. b. Pengelolaan data dan informasi. c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat. d. Pengelolaan urusan keuangan. e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah tangga dan perlengkapan. f. Evaluasi dan penyusunan laporan. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
9
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program
Obat Publik dan
PerbekalanKesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
10
2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan
kefarmasian.
Struktur
organisasi
Direktorat
Bina
Pelayanan
Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010a): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
11
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan struktur lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010a): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria
di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
12
2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 8. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010a) : a. Penyiapan
perumusan kebijakan
di bidang produksi dan
distribusi
kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010a) : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN 3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan
direktorat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang dipimpin oleh Direktur dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan. Oleh karena itu pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan PKRT dilakukan mulai dari proses produksi hingga digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, distribusi dan penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga melakukan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten/Kota
dalam
pelaksanaan
pembinaan,
pengendalian
dan
pengawasan alat kesehatan. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan 13
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
14
No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari penggunaan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
3.2
Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010e).
3.2.1 Visi Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
3.2.2 Misi a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
3.3
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
15
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4
Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT. b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan. c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing.
3.5
Sasaran dan Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah
meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Guna tercapainya sasaran tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki strategi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010e) : a. Persentase produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
16
b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%. c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%.
3.6
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari : 3.6.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Berdasarkan No.
Peraturan
Menteri
1144/MENKES/PER/VIII/2010
Kesehatan
tentang
Republik
Organisasi
dan
Indonesia Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.6.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
17
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert) dan harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lainlain.
3.6.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda, softlens, dan lain-lain.
3.6.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/ MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
18
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari: 3.6.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain.
3.6.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
19
No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Contoh PKRT adalah repelan, tissue, pewangi pakaian, deterjen, dan lain-lain.
3.6.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan
Peraturan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri tentang
Kesehatan Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
20
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari: 3.6.3.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.4
Sub Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Berdasarkan
Peraturan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri tentang
Kesehatan Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
21
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari: 3.6.4.1 Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.6.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.7
Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan yaitu : a. Melaksanakan premarket control dengan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
22
b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. c. Melakukan pengawasan post-market (surveilance, vigilance serta pengawasan iklan) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan.
3.7.1 Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk
yang
didasarkan
pada
memenuhi
standar
Peraturan
Menteri
mutu. Kesehatan
Sertifikasi
produksi
Republik
Indonesia
No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB antara lain: a. Bangunan (denah untuk proses produksi). Pemenuhan persyaratan ruangan produksi yang baik untuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknis). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala,pakaian kerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
23
g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi, dan lain-lain. Tata cara mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 9). b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
24
kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Berdasarkan
Peraturan
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
tentang Produksi Alat Kesehatan
dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
25
apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi. Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu: a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A Sertifikat produksi PKRT kelas A adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III. b.
Sertifikat Produksi PKRT Kelas B Sertifikat produksi PKRT kelas B adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang layak memproduksi PKRT kelas I dan jelas II sesuai ketentuan CPPKRTB.
c. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C Sertifikat produksi PKRT kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai ketentuan CPPKRTB.
3.7.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): 3.7.2.1.Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Akte notaris b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
26
g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.7.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) : a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat (Lampiran 9 dan 10). b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama
meneruskankepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan (e), dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
27
g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan (d), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK. h. Terhadap penundaan (f), pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.7.3 Pemberian Izin Edar Produk Pada
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi sedangkan untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
28
c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : 3.7.3.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat
pemerintah/badan
yang
diberi
kewenangan
di
negara
asal
(Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
29
setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian dan rancangan penandaan.
3.7.3.2 Data Teknis a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
30
Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
11
Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar: a. Alat kesehatan: AKL 21104900078 AKL
: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). b. PKRT: PKD 20305700520 PKD
: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 03)
: kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: sub kategori 5 (pembersih kloset) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
31
Digit 6,7 (Angka 70)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0520 Alat ini adalah PKRT dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Blanko perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 11. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan, pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diberi izin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Blanko penilaian perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 12. Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru). Blanko pemeriksaan perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 13.
3.7.4 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan diantaranya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
32
3.7.4.1 Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau PKRT yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain: a. Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI (Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan). b. CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alkes/PKRT dan izin edar yang masih berlaku. c. CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan. d. Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. e. Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: a. Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis dengan mencantumkan negara tujuan. b. Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk. c. Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum d. Salinan NPWP e. Contoh produk jadi yang akan diekspor
3.7.4.2 Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a. Produk alat kesehatan atau PKRT untuk penelitian dan pendidikan b. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan atau PKRT yang sudah terdaftar. c. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
33
d. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. PIB d. Invoice dan/atau AWB/MAWB/BL e. Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima (untuk poin a) f. Surat protokol pengujian (poin b) g. Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama pasien pengguna (poin f) h. Surat pernyataan dokter penanggung jawab i. Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud (poin c) j. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut.
3.8
Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT 3.8.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan dalam bidang, antara lain: a. Informasi produk b. Perdagangan c. Sumber daya manusia
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
34
d. Pelayanan kesehatan e. Periklanan
3.8.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre-market maupun postmarket. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah dan masyarakat (pengawasan eksternal), maupun produsen/penyalur (pengawasan internal).
3.8.2.1 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi c. Sampling dan pengujian d. Pengawasan penandaan iklan
3.8.2.2 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari sarana distribusi/penyalur b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan c. Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
3.8.2.3 Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap alat kesehatan yang beredar. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standard yang ditetapkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
35
c. Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 4 PENGAWASAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA 4.1
Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 4.1.1 Pengawasan Pengawasan dengan sistem ISO 13485 merupakan penggambaran dari standar operasional yang terfokus pada bahan baku, proses, identifikasi produk distribusi, penyimpanan, pemasangan, perawatan (termasuk kalibrasi), dan post market (termasuk warning, labeling, instruction for use, precaution, risk management).
4.1.1.1 Persyaratan umum: Perusahaan
harus
menetapkan,
menerapkan,
mendokumentasikan,
memelihara sistem manajemen mutu dan menjaga keefektifannya sesuai dengan standar international. Persyaratan umum diharapkan perusahaan mampu : a. Mengidentifikasi proses yang diperlukan dalam upaya pelaksanaan sistem manajemen mutu dan aplikasinya diseluruh organisasi b. Menentukan urutan dan interaksi antar proses c. Menetapkan kriteria dan metode yang diperlukan untuk memastikan operasional dan pengendalian dari proses agar berjalan dengan efektif d. Memastikan ketersediaan sumber daya dan informasi yang diperlukan untuk mendukung operasi dan pemantauan proses e. Memantau, mengukur dan menganalisis proses f. Menerapkan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan serta mempertahankan efektivitas proses
4.1.1.2 Produk Standar yang digunakan adalah Harmonisasi Standar sesuai dengan ketentuan atau kriteria yang telah ditetapkan pada registrasi pre market.
36
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
37
4.1.2 Mekanisme Pengawasan Mekanisme pengawasan terdiri dari kegiatan sebagai berikut : a. Audit sarana produksi Kegiatan audit yang dilakukan terkait dengan sarana produksi terdiri dari dua antara lain: Audit Surveillance (monitoring) yaitu kegiatan meliputi evaluasi kesesuaian Sertifikat Produksi dan CPAKB/CPPKRTB dan audit investigasi meliputi audit kejadian yang tidak diinginkan dan dilanjutkan dengan tindakan korektif. b. Pengawasan produk alkes dan PKRT Kegiatan yang dilakukan antara lain: Audit terhadap Dokumen Informasi Teknis dan Klinis serta sampling dan pengujian produk alkes dan PKRT c. Tinjauan laporan kasus Kegiatan yang dilakukan antara lain: Audit investigasi sarana produksi, audit investigasi sarana distribusi dan audit investigasi produk meliputi sampling dan pengujian, review Dokumen Teknis dan Klinis, tindakan (recall, evaluasi kejadian) serta tindak lanjut yaitu kegiatan evaluasi hasil laporan pengawasan serta pelaporan kejadian yang tidak diinginkan.
4.1.2.1 Penyidikan (pengawasan kasus) Kriteria untuk penyidikan alat kesehatan dan PKRT yang tidak sesuai dengan izin
edar, illegal, palsu dan yang tidak memenuhi persyaratan pada
Permenkes No. 1191 tahun 2010.
4.1.3 Post Market Surveillance Sistem pengawasan keamanan, mutu dan manfaat produk diperlukan untuk menjamin produk setelah produk tersebut dipasarkan. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah antara lain: a. Audit terhadap informasi teknis dan klinis Audit ini dilakukan terhadap produk yang sering menimbulkan masalah berdasarkan laporan dari dalam maupun luar negeri. Audit terhadap informasi teknis ini dilakukan dengan mengaudit ulang formulir dan seluruh persyaratan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
38
dalam rangka mendapatkan izin edar. Audit tersebut dapat dilakukan sebagian atau secara menyeluruh disesuaikan dengan masalah yang dilaporkan. Audit ini hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini merupakan wewenang Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. b. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan Pemeriksaan dilakukan secara rutin disesuaikan dengan kapasitas tenaga yang dimiliki oleh Pemerintah dan pemeriksaan secara khusus atau kasus. Pemeriksaan khusus atau kasus yaitu pemeriksaan bertujuan untuk penelusuran kasus. Data yang diperiksa adalah data administrasi dan teknis. Data teknis memeriksa kesesuaian kondisi saat pemeriksaan dengan ketentuan yang ada, antara lain meliputi persyaratan manajemen, sumber daya, dan sanitasi higiene. Ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan meliputi sarana produksi dan sarana distribusi. Ruang
lingkup
pemeriksaan
sarana
produksi
meliputi
evaluasi:
dokumentasi, proses produksi, sarana penyimpanan, peralatan, sistem pengawasan (memenuhi persyaratan CPAKB dan CPPKRTB), pemasangan dan perawatan (diperlukan petugas untuk mengambil dan menguji produk pertinggal yang ada dipabrik). Ruang lingkup pemeriksaan sarana distribusi meliputi evaluasi: sarana penyimpanan, kontrol (dilakukan distributor bertujuan menjamin produk yang didistribusikan memenuhi persyaratan CDAKB dan CDPKRTB), pemasangan dan perawatan. Distributor pemegang izin edar yang menyalurkan produk impor harus memiliki sistem pemantauan terhadap produk yang disalurkan. Sedangkan distributor pemegang izin edar alat kesehatan elektromedik harus memiliki bengkel untuk menguji produk yang akan disalurkan. Petugas pelaksana pemeriksaan rutin harus sudah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan Alkes dan PKRT, surat tugas, memiliki pengetahuan dan memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, peraturan dan ketentuan yang berlaku, cara pembuatan Alkes dan PKRT yang baik serta menggunakan form pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
39
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi bersama dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan menggunakan formulir pemeriksaan yang disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Hasil pemeriksaan tersebut direkapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan secara berkala untuk memastikan sarana produksi dan distribusi tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip CPAKB dan/atau CDAKB dalam melaksanakan kegiatan produksi dan/atau distribusi alat kesehatan. Data yang diperiksa antara lain: proses produksi, sarana penyimpanan dan peralatan. Pelaksanaan sampling secara acak dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan Propinsi bersama dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk mengetahui apakah ada produk yang beredar telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Sampling dilakukan dengan membawa produk (Alkes atau PKRT) ke laboratorium atau dilakukan pengujian di tempat, terutama untuk produk alkes elektromedik yang tidak mungkin dibawa ke laboratorium. Laboratorium
pengujian
dapat
menggunakan
atau
bekerjasama
dengan
laboratorium yang telah terakreditasi, baik oleh pemerintah, swasta ataupun oleh BPFK (Badan Pemelihara Fasilitas Kesehatan). Prioritas produk yang perlu disampling adalah produk yang: (1) banyak beredar di masyarakat; (2) diketahui dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan secara signifikan; (3) diketahui memiliki kestabilan yang rendah; dan (4) adanya laporan dari masyarakat, baik dalam maupun luar negeri. Prioritas tersebut memfasilitasi pelaksanaan sampling agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengacu pada tolak ukur yang sama di seluruh wilayah Indonesia, semuanya tertuang di dalam pedoman teknis pelaksanaan sampling dan pengujian alkes dan PKRT.
4.1.4 Vigilance Program vigilance merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah dan/atau produsen atau distributor setelah pihak tersebut menyadari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
40
akan ada kejadian yang tidak diinginkan dan/atau kesalahan fungsi alkes. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil pengujian dan/atau informasi lain terhadap produk alkes atau PKRT yang didistribusikan di Indonesia. Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien, pengguna. Dalam meminimalkan kejadian tidak diinginkan sejenis yang mungkin berulang. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: a.
Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan
b. Diseminasi (penyebarluasan) informasi untuk mencegah atau meminimalkan konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan, bila diperlukan. c. Memodifikasi alat kesehatan. d. Menarik alat kesehatan dari pasaran. Produsen dan penyalur alat kesehatan wajib menginformasikan setiap kejadian yang tidak diinginkan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Alur vigillance yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini. Isu terkait dengan alat kesehatan Oleh Pengguna •Konsumen •Profesional Kesehatan Sumber lainnya •perusahaan •Regulator asing
Siapa yang menerima pemberitahuan terkait kejadian
Siapa lagi yang harus diinformasikan Produsen - untuk semua laporan
PAK
DIT PRODIS ALKES
Produsen
Dit Prodis Alkes- hanya apabila barang tersebut memenuhi kriteria untuk dipalorkan sebagai kejadian yang tidak diinginkan PAK - untuk semua laporan
Gambar 4.1. Alur vigilance 4.1.4.1 Kejadian yang Tidak Diinginkan (Adverse Events) Kriteria Kejadian yang Tidak Diinginkan yang dapat dilaporkan secara umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Telah terjadi. b. Dicurigai disebabkan oleh alat kesehatan yang digunakan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
41
c. Kejadian yang tidak diinginkan menyebabkan: ancaman serius terhadap kesehatan umum, kematian pasien, pengguna atau orang lain, penurunan kondisi kesehatan serius bagi pengguna atau orang lain, kematian atau cedera serius pada pengguna atau orang lain jika terjadi berulang kali. Tenggat waktu pelaporan kejadian yang tidak diinginkan dibagi dalam tiga kategori, yaitu: a. Tidak lebih dari 48 jam untuk kejadian yang menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat (berdampak massal). b. Tidak lebih dari 10 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan yang serius pada pasien, pengguna alat kesehatan atau orang lain. c. Tidak lebih dari 30 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan serius pada pasien, pengguna alat kesehatan atau orang lainnya. Berdasarkan peraturan, pemberitahuan dan evaluasi terhadap kejadian ini harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan bahaya yang dapat ditimbulkannya. Mekanisme tindak lanjut dan pelaporan dilakukan melalui tindakan perbaikan terhadap keselamatan di lapangan FSCA (Field Safety Corrective Action)
4.1.4.2 Tindakan Perbaikan terhadap Keselamatan di Lapangan Tindakan perbaikan terhadap keselamatan dilapangan (FSCA) dilakukan oleh perusahaan melalui tindakan recall, pemusnahan atau mengurangi risiko dari bahaya teridentifikasi. FSCA tetap dilakukan walaupun alat kesehatan tidak lagi beredar atau telah ditarik tetapi masih digunakan oleh pasien misalnya implant. Pelaporan FSCA harus memuat semua informasi yang relevan terhadap kasus yang terjadi, seperti produk, proses distribusi dan tindakan perbaikan yang diambil. Pemberitahuan kepada pemerintah tidak dapat ditunda walaupun ada beberapa informasi yang belum lengkap seperti jaringan distribusi, ukuran bets dan lain-lain. FSCA dapat berupa: a. Evaluasi terhadap kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
42
b. Penyebaran informasi, jika diperlukan melalui “public warning” untuk mencegah hal yang sama berulang atau untuk mengurangi akibat dari insiden tersebut. c. Melakukan modifikasi terhadap produk alat kesehatan apabila masih mungkin. d. Melakukan recall. Recall adalah proses yang dilakukan terhadap alat kesehatan yang bermasalah seperti cacat, berisiko terhadap kesehatan maupun keduanya dan melanggar peraturan perundan g-undangan alat kesehatan. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selalu berupa penghentian pemakaian atau pengembalian ke perusahaan akan tetapi dapat berupa pengecekan, penyesuaian atau perbaikan produk. Contoh tindakan yang termasuk recall adalah sebagai berikut: a. Memeriksa alat kesehatan yang bermasalah. b. Memperbaiki alat kesehatan. c. Menyesuaikan pengarutan alat kesehatan. d. Melakukan penandaan ulang. e. Memusnahkan alat kesehatan. f. Pemberitahuan masalah kepada pasien. g. Memonitoring kondisi pasien terkait dengan pemakaian alat kesehatan. Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan/atau ancaman terhadap kecacatan yaitu me-recall alat kesehatan (perbaikan atau penghapusan) dan melakukan pelaporan kepada pemerintah. Penanganan laporan atau tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu: a. Evaluasi hasil pelaporan pengawasan. b. Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak. c. Menentukan sifat atau jenis tindak lanjut yang akan dilakukan. d. Sifat tindak lanjut yang dilakukan ringan/sedang/berat. e. Jenis tindak lanjut yang dilakukan: peringatan tertulis, public warning, pemberitahuan
sanksi
administratif,
pencabutan
izin,
pengamanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
43
setempatatau penarikan produk dari pasaran dan pemberian sanksi pidana (pro justicia). Klasifikasi terhadap alat kesehatan terlihat pada Tabel 4.1 berikut: Tabel. 4.1. Klasifikasi penarikan kembali (Recall) Klasifikasi
Deskripsi
Contoh
Kelas I
Produk cacat secara potensial membahayakan nyawa atau dapat menyebabkan kecacatan permanen
Impant pacu jantung yang cacat produk sehingga dapat menyebabkan kegagalan memberikan daya pacu jantung khususnya kepada pasien yang tergantung terhadap alat pacu jantung sehingga dapat menyebabkan kematian ataupun cedera.
Produk cacat dapat menyebabkan kesakitan atau kesalahpenanganan dan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien
Kontaminasi mikroba lubrikan operasi.
Produk cacat tidak terlalu membahayakan secara signifikan terhadap kesehatan
Desinfektan yang salah pelabelan tanggal kadaluarsanya kurang dari tanggal kadaluarsanya sebenarnya.
(Safety related recall)
Kelas II (Safety related recall)
Kelas III (Non safety related recall)
pada
Tiga tingkatan penarikan kembali alat kesehatan (recall) dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut: Tabel. 4.2. Tingkatan penarikan kembali (Recall) No
Tingkat
Penyaluran
1
Penyaluran alat kesehatan (wholesale)
Pedagang besar alat kesehatan (resale) Pengadaan alat kesehatan pemerintah
2
Rumah sakit
Penyaluran berada pada tingkat PAK dimana bisa jadi terdiri dari: Institusi klinik dimana investigasi klinis dilakukan, Farmasi rumah sakit, bank darah, laboratorium patologi, Bank jaringan manusia (human tissue) dan Pelayanan ambulan
3
Pengecer
Penyaluran berada pada tingkat PAK dimana bisa jadi terdiri dari: Apotek, Medik, dental, Toko alat kesehatan, Outlet lainnya seperti supermarket dari toko makanan kesehatan
4
Konsumen
Penyaluran pada tingkat PAK, rumah sakit dan pengecer terdiri dari pasien dan konsumen
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
44
4.1.5 Pengawasan Iklan dan Penandaan Pengawasan iklan merupakan tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa iklan alkes atau PKRT yang ditayangkan obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Pengawasan dilakukan dengan mengevaluasi iklan yang pada media massa meliputi media cetak (majalah, koran, flyer, brosur, baliho, dan sebagainya) dan media elektronik (tv, radio, bioskop dan internet). Pengawasan iklan untuk alkes dan PKRT merupakan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain antara produsen, pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen. Alur kerja dan laporan pengawasan iklan yang dilakukan oleh Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15. Sedangkan alur kerja dan pengawasan yang dilakukan untuk pekerja pusat dapat dilihat pada Lampiran 16 dan 17. Produsen harus menjamin keamanan, mutu dan manfaat produknya dan mengiklankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Produsen wajib melakukan reevaluasi terhadap iklan yang ditayangkan agar tidak menimbulkan informasi yang menyesatkan atau berlebihan akibat penayangan iklan tersebut. Pemerintah melakukan tugas pengawasan iklan yang telah beredar di masyarakat. Iklan tersebut harus sesuai dengan label dan penandaan sesuai dengan izin edar yang dimiliki. Sedangkan peran masyarakat adalah memperhatikan kebenaran informasi label dan informasi yang beredar. Prioritas pengawasan iklan alkes dan PKRT yang perlu diawasi antara lain: a. Iklan produk yang sudah terdaftar. b. Iklan produk yang dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat. c. Iklan produk yang mendapat perhatian atau meresahkan masyarakat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam materi iklan adalah memperhatikan kemungkinan klaim yang berlebihan, tidak bersifat SARA, tidak sesuai dengan etika serta obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Bila diperlukan pertimbangan dapat dibentuk tim yang terdiri dari para pakar, organisasi profesi, asosiasi terkait, praktisi dan instansi terkait. Tim ini bertugas melakukan pengawasan iklan sesuai dengan prioritas dan dana yang telah
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
45
ditetapkan, membuat pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan, membuat laporan dan usulan tindak lanjut kepada pimpinan. Tindak lanjut dari hasil pemantauan yang dilakukan tim pengawasan iklan antara lain: a. Peringatan 1, berupa peringatan untuk memperbaiki iklan dengan batas waktu 1 bulan. b. Henti tayang. Pada iklan yang terdapat kesahalan yang sifatnya teknis demi keamanan maka akan langsung henti tayang, sedangkan untuk iklan yang kesalahan bersifat etika akan diberi hak jawab. Tim Pusat berkewenangan memutuskan bentuk dan bobot sanksi yang dijatuhkan bagi produsen maupun distributor alkes dan PKRT yang melakukan pelanggaran. Bila hasil evaluasi mempunyai respon yang baik maka tahap selanjutnya diperlukan pembinaan namun apabila hasil evaluasi tindak lanjut memiliki respon yang tidak baik maka akan diberikan sanksi: a. Pencabutan izin edar. b. Mengeluarkan surat edaran dan dipublikasikan di media Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
4.2
Proses Post Market Monitoring oleh Pemerintah Monitoring produk di pasar yang dilakukan pemerintah merupakan
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memastikan kesesuaian terhadap peraturan dan keamanan produk yang beredar dipasaran serta melakukan tindakan jika terjadi penyimpangan. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak yang tidak diinginkan akibat penggunaan alkes dan PKRT. Kegiatan tersebut dilaksanakan berjenjang dari tingkat pusat oleh Kementerian Kesehatan dan tingkat daerah oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kota. Kegiatan pengawasanyang dilakukan meliputi: a. Audit terhadap informasi teknik dan klinik. b. Inspeksi catatan dan dokumen produsen atau distributor. c. Mengambil sampel untuk diuji di laboratorium. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
46
d. Melakukan audit kesesuaian dengan persyaratan CPAKB. e. Melakukan kerjasama dengan badan pengawasan lainnya untuk mengetahui informasi tentang status suatu produk alkes atau PKRT di luar negeri. f. Pengawasan oleh masyarakat.
4.2.1 Audit terhadap Informasi Teknik Dan Klinik Hal ini dilakukan terhadap produk yang sering menimbulkan masalah berdasarkan laporan dari dalam negeri maupun luar negeri. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas pusat.
4.2.2 Inspeksi terhadap Catatan dan Dokumentasi Produsen atau Distributor Mekanisme pelaksanaan inspeksi dilakukan sebagai berikut: a. Inspeksi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan mengunakan form inspeksi yang disusun oleh pusat. b. Hasil laporan hasil inspeksi dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi c. Dinas Kesehatan Provinsi merekapitulasi hasil laporan untuk dilaporkan ke Pusat. d. Tindak lanjut berskala dilakukan oleh provinsi e. Kementerian Kesehatan (Pusat) mempersiapkan: form inspeksi, pedoman pelaksanaan inspeksi, pedoman pelaksanaan tindak lanjut dan mengevaluasi hasil laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi
4.2.3 Pengambilan Sampel Sampling alat kesehatan dan PKRT dilakukan dengan dua cara : a. Sampling untuk menguji kesesuaian dilakukan secara acak dengan jumlah sesuai yang dibutuhkan dalam pengujian. b. Sampling untuk pembuktian atau surveillance dilakukan dengan cara yang lebih ketat dengan jumlah sampel sesuai dengan teori statistik. Sampling dilakukan oleh Petugas Dinas Kesehatan kabupaten atau Kota dengan koordinator Dinas Kesehatan Provinsi. Pengujian sedapat mungkin dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Badan POM, Balai POM ataupun Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
47
laboratorium yang telah terakreditasi. Namun, bila tidak memungkinkan maka dapat digunakan laboratorium yang diakui ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan dengan menggunakan metode pengujian dari Kementerian Kesehatan. Skema pelaksanaan sampling dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Sampling Dinas Kesehatan Kab/Kota
PENGUJIAN
Balai POM
Lab. Penguji Lainnya
HASIL
Rekapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Evaluasi oleh Ditjen Binfar & Alkes
Tindak Lanjut
Uji Ulang
Laboratorium
TMS
Recall
Keterangan :
Surat Pemberitahuan Hasil (MS) ke Dinkes Provinsi
MS
Peringatan
Ditjen Binfar & Alkes = Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, TMS = Tidak Memenuhi Syarat, MS = Memenuhi Syarat, Dinkes = Dinas Kesehatan.
Gambar 4.2. Skema pelaksanaan sampling Audit terhadap persyaratan CPAKB ini dilakukan untuk alat kesehatan atau PKRT kelas III (karena diangap paling mungkin menimbulkan bahaya) dan alat kesehatan kelas II steril. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
48
a. Produk import dilakukan melalui pemastian atau review dokumen ISO b. Produk lokal dilakukan evaluasi terhadap CPAKB dan ISO 13845 untuk Alkes.
4.2.4 Melakukan Kerjasama dengan Institusi Pengawasan di Luar Negeri Perkembangan alat kesehatan sangat beraneka ragam mulai dari yang sangat sederhana sampai canggih. Sampling mungkin dapat gagal dilakukan selain karena harga yang mahal juga tidak ada laboratorium untuk pengujian. Untuk itu perlu dilakukan kerjasama dengan institusi pengawas di luar negeri.
4.2.5 Pengawasan oleh Masyarakat Masyarakat dapat melaporkan bila terjadi kejadian yang tidak diingkan dari pengunaan alat kesehatan. Kejadian yang tidak diinginkan dilaporkan oleh masyarakat melaludi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk ditindak lanjut. Skema pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini: Dinas Kesehatan
Kejadian yang tidak diinginkan
Dilaporkan?
N
File
Y Dilaporkan
Kemkes RI c.q. DIr. Bina Prodis Alkes
Penarikan dari peredaran oleh produsen diawasi oleh pemerintah
Trend?
Perbaikan pada alkes (produsen/distributor)
Monitoring pada sarana alkes (kerja sama dengan Dinkes Prov/Kab/Kota)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
49
Keterangan : Y = bila ada pelaporan, N = bila tidak ada pelaporan.
Gambar 4.3. Skema pengawasan yang dilakukan masyarakat 4.3 Sistem Post Market Surveillance yang Dilakukan Produsen dan/atau Penyalur Sistem ini memungkinkan produsen dan/atau penyalur mendapatkan informasi dan melakukan pengawasan mengenai distribusi produk Alkes atau PKRT mereka di Indonesia. Sistem Post-Market Surveillance mempersyaratkan produsen dan/atau penyalur untuk : a. Secara sistematik mampu melakukan peninjauan terhadap pengalaman yang didapat setelah alkes didistribusikan di wilayah Indonesia. b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait dengan produk. c. Memberitahukan pihak distributor wajib melaporkan kepada Kementerian Kesehatan setiap kejadian yang tidak diinginkan yang memerlukan tindak lanjut. d. Produsen dan/atau distributor dapat menunjukkan bila diminta hasil dari post marketing surveillance yang dilakukannya. Skema pelaporan hasil Post Market Surveillance oleh produsen dapat dilihat pada Gambar 4.4. Pelaporan tersebut meliputi Public warningyaitu terjadinya kegiatan yang tidak diinginkan, kemudian dilakukan penariikan produk dari pasaran. Dilakukan pula penghentian sementara kegiatan produksi dan atau distribusi. Setelah dilakukan upaya tersebut dilakukan pemberitahuan sanksi administrative pencabutan izin edar dan atau penyalur dan atau produksi. Selanjutnya dilakukan pengamanan setempat/penarikan produk dari pasaran dan pemberian sanksi pidana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
50
Penyelidikan produsen
Dilaporkan?
N File
komplain
Kejadian yang tidak diingini
Y
Dilaporkan
DEP KES RI cq. Dir. Bina Prodis Alkes
Jenis informasi Jadwal Ditujukan Kepada
Penarikan dari peredaran oleh produsen diawasi oleh
Perbaikan pada alkes (produsen/distributor )
Tren
Monitoring pada sarana alkes [kerjasama dengan Dinkes
Keterangan: Y= bila ada pelaporan dan N= bila tidak ada pelaporan
Gambar 4.4. Skema pelaporan hasil Post Market Surveillance oleh produsen 4.4
Penanganan Laporan Kasus/Tindak Lanjut Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penanganan laporan kasus/tindak
lanjut antara lain: a. Evaluasi hasil pelaporan pengawasan. b. Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak. c. Menentukan sifat-sifat/jenis tindak lanjut yang akan dilakukan. d. Sifat tindak lanjut yang dilakukan Ringan/Sedang/Berat. e. Jenis dan kriteria tindak lanjut yang dilakukan. Agar penanganan lapaoran atau tindak lanjut masalah Alkes/PKRT dapat dilaksanakan dengan cepat dan tepat, maka perlu dibentuk tim kerja di Pusat Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4.4.1
Penanganan laporan/tindak lanjut di tingkat pusat Dibentuk Tim Kerja di tingkat Pusat:
Penanggung jawab
: Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
51
Ketua Tim
: Kasubdit pada Dit. Bina Prodis Alkes (yang ditunjuk)
Sekretaris
: Kasie pada Dit. Bina Prodis Alkes (yang ditunjuk)
Anggota
: 3 (tiga) orang staf dari Dit. Bina Prodis Alkes
Tugas tim kerja pusat: a. Memeriksa dan merekapitulasi hasil laporan pengawasan dari daerah. b. Menganalisa jenis tindak lanjut yang akan diambil. c. Menyusun rencana kegiatan tindak lanjut. d. Melakukan tindak lanjut. e. Mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut. f. Menyusun pedoman tindak lanjut atau melakukan pelatihan terhadap tim kerjaprovinsi dan tim kerja kabupaten/kota. g. Menentukan prioritas pengawasan setiap tahun anggaran.
4.4.2
Penanganan laporan/tindak lanjut di tingkat provinsi Dibentuk Tim kerja di tingkat Provinsi:
Penanggung jawab
: Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Ketua Tim
: Es III atau Es IV yang menangani masalah Alkes
Sekretaris
: Petugas yang ditunjuk
Anggota
: 2 (dua) orang yang ditunjuk
Tugas Tim Kerja Provinsi: a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan. b. Menerima dan merekapitulasi hasil pengawasan. c. Merencanakan tindak lanjut sesuai pedoman dari pusat. d. Melaksanakan tindak lanjut bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai arahan dari pusat. e. Membuat laporan perkembangan tindak lanjut hasil pengawasan ke pusat.
4.4.3
Penanganan laporan/tindak lanjut di tingkat kabupaten/kota Dibentuk Tim kerja di tingkat Provinsi:
Penanggung jawab
: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Ketua Tim
: Pejabat Es IV yang menangani masalah Alkes Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
52
Sekretaris
: Petugas yang ditunjuk
Anggota
: 2 (dua) orang yang ditunjuk
Tugas Tim Kerja di tingkat kabupaten/kota: a. Melaksanakan pengawasan sesuai dengan pedoman dari pusat. b. Melaporkan hasil pengawasan ke Provinsi dengan tembusan ke pusat. c. Melakukan tindak lanjut berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi. d. Memonitoring perkembangan hasil pelaksanaan tindak lanjut.
4.5
Pengawasan Penyidikan (Pengawasan Kasus) Kasus (Penyidikan) Tenaga pengawas yang melakukan pemeriksaan adalah tenaga pengawas
yang sudah diangkat oleh Menteri Kesehatan (tenaga PPNS) yang berada di Provinsi dan Kabupaten/Kotadan tenaga pusat apabila diperlukan. Tenaga pengawas melakukan fungsi sebagai berikut: a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan alat kesehatan danPKRT untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh dan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pemeriksaan. b. Membuka dan meneliti kemasan sediaan Alkes dan PKRT. c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan alat kesehatan dan PKRT. d. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin produksi atau dokumen lain. Tenaga pengawas dalam melakukan tugas dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsiatau
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Surat
perintah
pemeriksaan sekurang – kurangnya memuat keterangan sebagai berikut: a. Nama tenaga pengawas yang ditunjuk melaksanakan pemeriksaan. b. Nama dan alamat tempat kegiatan yang menjadi sasaran pemeriksaan. c. Alasan dilakukan pemeriksaan. d. Hal yang akan diperiksa atau cakupan kegiatan pemeriksaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
53
e. Waktu pemeriksaan, meliputi tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan pemeriksaan. f. Keterangan lain yang dianggap perlu Apabila hasil pemeriksaan oleh tenaga pengawas menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga terjadi pelanggaran hukum dibidang Alkes dan PKRT, akan dilanjutkan dengan pemberian sanksi yang dilakukan penyidikan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 5 PEMBAHASAN Alat kesehatan merupakan instrumen, aparatus atau implan yang tidak mengandung
obat
yang
digunakan
untuk
mencegah,
menyembuhkan, meringankan, merawat, memulihkan
mendiagnosis,
kesehatan dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan, perawatan, pengendali kutu hewan peliharaan dan keperluan kebersihan rumah tangga. Alat kesehatan dan PKRT yang beredar dan digunakan masyarakat mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan pengunaan alat kesehatan dan PKRT perlu diimbangi dengan perlindungan dan pengawasan. Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu dilakukan secara komprehensif agar alat kesehatan dan PKRT yang beredar terjamin keamanan, mutu dan kemanfaatannya. Berdasarkan Undang-undang No. 39 tahun 2008 Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan institusi pemerintah yang memiliki tugas dalam menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan serta membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu Direktorat Jenderal yang berada di bawah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Upaya pemerintah dalam menjamin keamanan, mutu dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan 54
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
55
Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian yang setiap direktorat memiliki tugas pokok dan fungsi demi tercapai visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat yaitu Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. Setiap subdirektorat dikepalai oleh seorang kepala subdit yang membawahi dua kepala seksi. Pembagian subdirektorat berdasarkan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi terdahulu kedua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur organisasi tersebut bertujuan meningkatkan efisiensi kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang menggunakan listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sedangkan alat kesehatan non elektromedik
adalah
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya
tidak
menggunakan tenaga listrik. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau sinar X. Hal tersebut merupakan upaya dalam mempertahankan dan meningkatkan
mutu dari alat
kesehatan. Beberapa alat kesehatan terkadang digunakan langsung oleh orang awam sehingga cara penggunaannya harus tercantum pada kemasan agar mempermudah mempermudahkan pengunaan. Selain itu ada beberapa alat kesehatan non elektromedik yang membutuhkan tenaga ahli dalam penggunaanya seperti penggunaan implan jantung yang berisiko apabila pada penggunaannya tidak mengikutsertakan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan dilakukan berdasarkan risiko, alat kesehatan kelas I risiko rendah seperti kasa dan kapas, kelas II merupakan alat kesehatan dengan risiko sedang seperti monitor pasien dan kelas III merupakan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
56
alat kesehatan berisiko tinggi seperti implant jantung. Berdasarkan Code of Federal Regulation yang diterapkan di Amerika alat kesehatan dibagi dalam kategori dan sub kategori yang penilaiannya lebih baik dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan di Eropa. Pembagian alat kesehatan terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralatan kardiologi; peralatan
gigi;
peralatan
telinga,
hidung
dan
tenggorokan;
peralatan
gastroenterologi-urologi; peralatan Rumah Sakit Umum dan perorangan; peralatan neurologi; peralatan obstetrik dan ginekologi; peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralatan radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastik. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan PKRT merupakan subdit yang menilai produk diagnostik invitro dan PKRT. Kegiatan yang dilakukan subdirektorat ini adalah menilai dan memberikan izin edar alat kesehatan dan PKRT dalam maupun luar negeri . Penilaian bertujuan menjamin produk diagnostik invitro dan PKRT yang beredar telah memenuhi persyaratan. Penilaian meliputi data administrasi dan data teknis. Data administrasi terdiri dari formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor) dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis terdiri dari data formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik invitro adalah alat kesehatan yang digunakan tunggal maupun dalam kombinasi dibuat bertujuan pemeriksaan spesimen yang berasal dari tubuh manusia secara invitro yang digunakan untuk diagnostik, pemantauan atau kesesuaian pelaksanaan pengobatan. Produk diagnostik invitro dibagi dalam empat kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik invitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
57
kesehatan lainnya produk diagnostik invitro membutuhkan perhatian pada penyimpanan terkait suhu dan kelembaban. Alat kesehatan tersebut rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi penting untuk diperhatikan karena dikhawatirkan mempengaruhi kualitas dari alat kesehatan. Oleh karena itu sangat penting suatu penilaian alat kesehatan sebelum diberikan izin edar. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan, perawatan, pengendali kutu hewan peliharaan dan keperluan kebersihan rumah tangga. Pembagian kelas risiko untuk PKRT sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (risiko rendah), kelas II (risiko sedang), dan kelas III (risiko tinggi). Produk PKRT banyak digunakan oleh konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida sehingga tidak kalah penting dilakukan penilaian produk PKRT sebelum diberikan izin edar. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
Subdirektorat
Standardisasi
dan
Sertifikasi
memiliki
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan , pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas standardisasi, subdit
ini
bekerjasama
dengan
Badan
Standardisasi
Nasional
(BSN).
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari: Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Keduanya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin penyalur, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
58
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan dengan tiga kegiatan utama, yaitu post market surveillance, vigilance, dan pengawasan iklan. Post market surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji sesuai dengan parameter keamanan, mutu, dan kemanfaatannya. Hasil pengujian dibandingkan dengan dokumen yang dilampirkan oleh produsen ketika proses pendaftaran. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kelayakkan sarana produksi dan distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan pedoman CPAKB dan CDAKB. Kegiatan vigilance adalah kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor, masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi serta penggunaanya oleh masyarakat. Laporan ini dilakukan setiap satu tahun sekali. Pada kasus tertentu seperti kejadian yang menimbulkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal 2x24 jam setelah kejadian. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak banyak (hanya satu atau dua korban), maka pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah kejadian. Apabila suatu peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan dilakukan maksimal tiga puluh hari kalender. Pengawasan iklan dilakukan dengan pemantauan terhadap iklan yang dipublikasikan di media massa, baik elektronik maupun cetak. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan yang dipublikasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beberapa hal yang diatur terkait periklanan antara lain tenaga profesional tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
59
mengunakan kata-kata superlatif, tidak diperkenankan mengunakan anak-anak kecuali produk tersebut digunakan oleh anak. Selama melaksanakan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mahasiswa mengamati kegiatan serta mendapatkan materi terkait dengan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat yang terlampir pada Lampiran 18. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait tugas dan fungsi dari masing-masing subdirektorat. Pada hari terakhir PKPA diberikan juga kesempatan untuk melihat loket pelayanan terpadu. Loket-loket tersebut melayani: a. Perijinan sarana dan sediaan farmasi, perusahaan besar farmasi, bahan baku obat, ekspor-impor, narkotika, psikotropika dan prekursor. b. Perijinan sertifikasi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT c. Registrasi alat kesehatan dan PKRT d. Konsultasu perijinan alat kesehatan e. Registrasi apoteker (STRA) f. Rekomendasi/perijinanan/akreditasi
RS,
CTKI
(Calon
Tenaga
Kerja
Indonesia) dan KALK (Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan) g. Pelayanan urusan kepegawaian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
a. Menteri Kesehatan RI membawahi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan empat Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal tersebut adalah Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. b. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produki Diagnostik In vitro dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dan Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Direktorat ini berperan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan melalui penilaian, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Kegiatan pelayanan yang dilakukan Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. Peran Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan produksi, izin penyalur dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah 60
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
61
tangga. Selan berperan dalam kegiatan tersebut apoteker juga berperan dalam kegiatan inspeksi terhadap alat kesehatan dan perbekalan kesehatan, sarana produksi dan distribusi, pengawasan post market surveillance serta pengawasan iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Peran tersebut merupakan aplikasi pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat dibawah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
6.2
Saran
a. Sosialisasi sistem online dalam pelayanan sertifikasi produksi, izin penyalur dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga perlu ditingkatkan agar pelayanan lebih optimal dan mempermudah pemohon dalam mengajukan permohonan. b. Program pengawasan periklanan, inspeksi dan sampling alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga perlu ditingkatkan agar masyarakat terlindung dari alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan mutu, efikasi dan manfaat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010e). Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Jakarta.: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2009 Tentang Kementerian Negara. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Jakarta.
62
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
menterian Kesehatan RI Lampiran 1. Struktur organisasi Kem
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 2. Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 3. Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 4. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 5. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 6. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
rektorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7. Struktur organisasi Direk
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Lampiran 8. Struktur lengkap Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN SUBBAGIAN TATA USAHA Lucia Dina Kombong, SH
KASUBDIT PENILAIAN ALKES
KEPALA SUBDIT PENILAIAN PRODUK DR DAN PKRT
KEPALA SUBDIT INSPEKSI ALKES DAN PKRT
SUBDIT STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI
Dra. Masrul, Apt
Dra.Rully Makarawo, Apt
Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM
Dra.Lili Sa’diah Jusuf, Apt
KEPALA SEKSI ALKES ELEKTROMEDIK
KEPALA SEKSI PRODUK DR
Siti Nurhasanah, S.Si, Apt
Dra.Ema Viaza, Apt
KEPALA SEKSI ALKES NON ELEKTROMEDIK
KEPALA SEKSI PRODUK PKRT
Dra.Nurlaili Isnaini, Apt
KEPALA SEKSI INSPEKSI PRODUK Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt
KEPALA SEKSI INSPEKSI SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
Nurhidayat, S.Si, Apt
Dra.Ninik Hariyati, Apt
KELOMPO K JABFUNG
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
SEKSI STANDARDISASI PRODUK Ismiyati, S.Si., Apt KEPALA SEKSI STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Lupi Trilaksono, S.Si, Apt.
71
Lampiran 9. Formulir permohonan sertifikat produksi alat kesehatan/ perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1. Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
2. Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3. Badan Usaha
:
4. NPWP
:
SIUP
:
TDI
:
5. Status Permodalan
:
6. Alamat Surat menyurat dan
:
Nomor Telepon Alamat Gudang
:
7. Jenis yang akan diproduksi
:
8. Nama Penanggung Jawab
:
Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung
:
Jawab Produksi
Pas foto pemohon
Berwarna Ukuran 4 x 6
Pemohon,
Stempel Perusahaan Materai 6000
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Tanda Tangan
(.......................)
72
Lampiran 10. Formulirr lirr permohonan izin penyalur alat kesehatan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
73
Lampiran 10. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
74
Lampiran 11. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar
BLANKO PERUBAHAN/PERPANJANGAN IZIN EDAR KEMENKES RI PK Nama Produk
:
Jenis Produk
:
Kategori
:
Sub Kategori
:
Bentuk Sediaan / warna
:
Kemasan
:
Nama Pabrik
:
Nama Pendaftar
:
Atas Dasar Lisensi
:
Kelengkapan Data
:
Form Perubahan Data Penandaan Lama Penandaan Baru Dokumen Lain No. Reg Lama Surat Permohonan Surat Pernyataan tidak ada yang berubah Surat Pernyataan / Laporan Efek Samping Kesimpulan
Pemeriksa
(
: :
L / TL L / TL
: : : : :
L / TL L / TL L / TL L / TL L / TL
Kasie
)
(
Ka Subdit
)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
(
)
75
Lampiran 12. Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar HASIL PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Nomor Registrasi Tanggal / No pendafataran
: :
Nama pemeriksa Tanggal Pemeriksaan
: :
Nama PKRT
:
Kategori Sub kategori
: :
Bentuk sediaan / Warna Kemasan, Netto
: :
Nama Pabrik Alamat Pabrik
: :
Nama Pendaftar Alamat Pendaftar
: :
Atas dasar lisensi dari
:
Hasil Pemeriksaan Data 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lengkap
Kurang lengkap
Data Administrasi Formula dan cara pembuatan Spesifikasi bahan baku dan wadah Spesifikasi produk jadi dan stabilitas Kegunaan dan cara penggunaan Penandaan
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
: 1. Lengkap 2. Kurang lengkap
Kasie
Penilai
(……………………) Ka Sub Dit
(………………) Saran: 1. Disetujui 2. Disetujui dengan melengkapi data 3. Menambah data 4. Ditolak
_____________________ NIP
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
76
Lampiran 13. Blanko pemeriksaan perubahan/perpanjangan izin edar PEMERIKSAAN DATA TEKNIS 1. 2. 3.
No. urut Tanggal Pemeriksaan Nama Pemeriksa
Nama PKRT
: : : :
Bentuk / warna / kemasan / netto : II Administrasi A PRODUK IMPOR 1. Ijin Usaha Penyalur PKRT 1.1 Mencantumkan Nama Pabrik/Merek 1.2 Mencantumkan Nama Jenis 2. Surat kuasa untuk mendaftar ke Depkes RI 2.1 Jenis Produk 2.2 Jangka Waktu 3. Keterangan pejabat setempat yang berwenang dan telah dilegalisir oleh KBRI/Kepala pabrik yang telah dilegalisir Pejabat yang berwewenang & KBRI
Lengkap + + +
Tidak -
+ + +
-
+
-
+
-
+ +
-
+
-
+
-
+ + + +
-
+ + +
-
4. Surat penunjukkan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal dari pabrik induk B
PRODUK DALAM NEGERI
1. Ijin Produksi dan lampirannya 1.1. Masih Berlaku **Surat keterangan dari Komisi Pestisida untuk produk yang mengandung pestisida (produk impor dan dalam negeri) 1.1 Izin penggunaan Pestisida dari Deptan 1.2 Penandaan yang disetujui Komisi Pestisida 1.3 III Lampiran AA 1. Formula (kualitatif dan kuantitatif) dan fungsi bahan 2. Prosedur pembuatan secara singkat dan lengkap 3. Nama Resmi / Nama Kimia 4. Pemeriksaan bahan yang dilarang/melebihi kadar
IV Lampiran BB 1. Spesifikasi setiap bahan baku 2. Sertifikat uji laboratorium dari bahan 3. Spesifikasi wadah dan tutup
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
77
Lampiran 13. (Lanjutan) Lengkap
Tidak
1. Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi
+
-
2. Stabilitas produk jadi dan batas kadaluarsa (jika ada)
+
-
3. Hasil uji Lab Produk Jadi (SNI)
+
-
V Lampiran CC
IV Lampiran DD 1.
Kegunaan, cara penggunaan, peringatan, ket lain
+
-
2.
Contoh kode produksi
+
-
3.
Contoh produk (2 buah)
+
-
VII PENANDAAN (wadah, bungkus, brosur) 1.
Nama dagang/merek dan nama jenis
+
-
2.
Nama produsen
+
-
3.
Alamat produsen
+
-
4.
Nama distributor (produk impor)
+
-
5.
Alamat distributor (produk impor)
+
-
6.
Penempatan No. Registrasi
+
-
7.
Kode Produksi
+
-
8.
Tanggal Kadaluwarsa
+
-
9.
Netto dalam satuan metriK
+
-
10.
Nama dan kadar bahan aktif
+
-
11.
Warna desain penandaan
+
-
12.
Kegunaan dan cara penggunaan dalam
+
-
+
-
+
-
bahasa Indonesia 13.
Peringatan untuk Aerosol
14.
Keterangan cara penanggulangan bila terjadi kecelakaan
15.
Klain sesuai dengan data yang ada
DATA YANG HARUS DILENGKAPI
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
78
Lampiran 14. Alur kerja untuk petugas Propinsi/Kabupaten/Kota
Keterangan: MS= memenuhi syarat, TMS= tidak memenuhi syarat, TL=tindak lanjut.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
79
Lampiran 15. Laporan pengawasan iklan DinKes Propinsi/Kabupaten/Kota
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
80
Lampiran 16. Laporan pengawasan iklan DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
81
Lampiran 17. Alur kerja untuk pekerja pusat
Keterangan: MS= memenuhi syarat, TMS= tidak memenuhi syarat, TL=tindak lanjut. Keterangan: MS= memenuhi syarat, TMS= tidak memenuhi syarat, TL=tindak lanjut.
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
82
Lampiran 18. Jadwal kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan No. Hari dan Tanggal 1. Senin, 7 Januari 2013
2.
Selasa, 8 Januari 2013
3.
Rabu, 9 Januari 2013
4.
Kamis, 10 Januari 2013
5.
Jumat, 11 Januari 2013
6. 7. 8. 9. 10.
Senin, 14 Januari 2013 Selasa, 15 Januari 2013 Rabu, 16 Januari 2013 Kamis, 17 Januari 2013 Jumat, 18 Januari 2013
Jenis atau Materi Kegiatan 1. Penjelasan umum tentang struktur organisasi Kementerian Kesehatan dan penjelasan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan oleh KaSubBag Kepegawaian Bapak Kamid Waluyo, SH., MM. 2. Penjelasan tentang direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan oleh KaSubBag Tata Usaha Ibu Lucia Dina Kombong, SH., M.Si. 3. Membaca buku pedoman Permenkes 1189,1190 dan 1191 serta buku lain yang terkait. 1. Penjelasan mengenai pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT oleh KaSubDit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT Bapak Drs. Rahbudi Helmi, MKM., Apt 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi PKRT oleh Kasie Produk PKRT Ibu Nurhidayat, S.Si., Apt. 1. Penjelasan mengenai tata cara registrasi Alat Kesehatan dan PKRT oleh Kasie Alat kesehatan Nonelektromedik Ibu Dra. Nurlaili Isnaini, MKM., Apt. 2. Penjelasan mengenai tata cara registrasi produk diagnostik in vitro oleh Kasie Produk diagnostik in vitro Ibu Dra. Ema Viaza, Apt. 3. Penjelasan mengenai kebijakan regulasi Alat Kesehatan dan PKRT, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik oleh Kasie. Standardidasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Bapak Lupi Trilaksono,S.Si,Apt. 1. Menginput data registrasi Alat Kesehatan dari pemohon izin edar 2. Mengerjakan tugas umum dan tugas khusus 3. Mempelajari terkait tugas khusus tentang ISO 13485 1. Menginput data registrasi Alat Kesehatan dari pemohon izin edar 2. Mengerjakan tugas umum dan tugas khusus Menyusun laporan tugas umum dan tugas khusus Menyusun laporan tugas umum dan tugas khusus Menyusun laporan tugas umum dan tugas khusus Menyusun laporan tugas umum dan tugas khusus 1. Menyusun laporan tugas umum dan tugas khusus 2. Melihat loket dan aktifitas prosedur pada loket pelayanan terpadu
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TINJAUAN ISO 13485 PEDOMAN MANAJEMEN EN MUTU INDUSTRI ALA TANGGUNG ALAT KESEHATAN TERKAIT TAN JAWAB AYA B DAN MANAJEMEN SUMBER DA
TUGAS KHUSU APOTEKER SUS PRAKTEK KERJA PROFESI A
KARTI arm. TIKA FEBIYANTI NORMAN, S. Farm 1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………….……..…. DAFTAR ISI………………………………………………………………........ DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..……. BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1.1 Latar Belakang……………………………………………….…….. 1.2 Tujuan………………………………………………………..……..
i ii iii 1 1 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………... 3 2.1 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi …………………………… 3 2.2 Alat Kesehatan ……………………………………………………… 5 2.3 Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB).............. 9 2.4 Perkembangan ISO sebagai Pedoman dalam Manajemen Mutu................ 12 BAB 3 METODE PENGKAJIAN…………………………………………… 14 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ……………………………………… 14 3.2 Metodelogi Pengkajian ……………………………………………… 14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………... 15 4.1 Tangung Jawab Manajemen ………………………………………... 15 4.2 Manajemen Sumber Daya ………………………………………….. 22 BAB 5 KESIMPULAN………………...…………………………………....… 33 6.1. Kesimpulan…………………………………………………….… 33 6.2. Saran……………………………………………………...…….… 33 DAFTAR ACUAN………………………………………………………...…… 34
ii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2
Alur Kehidupan Alat Kesehatan ………………....………………….. 4 Alur Umum Alat Kesehatan ………………………………………... 13 Integritas Manajemen Risiko dan Pengendalian Lingkungan …………. 29 Parameter Evaluasi Kondisi Lingkungan Kerja ……………………… 30
iii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu modal pokok dalam perkembangan dan
kelangsungan hidup bangsa sehingga berperanan penting dalam pembangunan nasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mewujudkan pembangunan kesehatan tersebut dalam visi yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan (PerMenKes No.1144 tahun 2010). Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga merupakan suatu kebutuhan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan sehingga kualitas dari keduanya penting untuk diperhatikan. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap alat kesehatan berdampak pada indutri alat kesehatan. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap jumlah maupun jenis alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan telah membuat peraturan terkait produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1189/MENKES/PER//VIII/2010. Menjamin mutu alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar di Indonesia merupakan tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan di bawah Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan dalam struktur organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/
PER/VIII/2010). Berdasarkan Permenkes Nomor 1190/Menkes/Per/2010 tentang izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab terhadap keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar di masyarakat baik produksi industri dalam negeri maupun produk impor. Tanggung jawab tersebut meliputi kegiatan pembinaan, pengawasan
dan
pengendalian.
Salah
satu
kebijakan
yang
dihasilkan
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi yang merupakan salah satu subdirektorat yang terdapat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat 1
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Kesehatan adalah pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi membuat kebijakan terkait produksi tersebut dengan mengacu pada ISO 13485 tahun 2003 tentang Alat Kesehatan terkait Sistem Manajemen Mutu dan Persyaratan Regulasi. ISO 13485 tahun 2003 merupakan persyaratan standar yang dikembangkan berdasarkan proses dan pendekatan ISO 9001. ISO 13485 tahun 2003 berkembang menjadi pedoman lengkap untuk manajemen mutu dalam industri alat kesehatan. Pedoman ini menguraikan secara lengkap produksi alat kesehatan meliputi proses, manajemen, sumber daya, infrastruktur, lingkungan kerja pengendalian dan dokumentasi. Aplikasi pedoman tersebut secara efektif dapat meningkatkan mutu dari alat kesehatan yang di produksi (Abuhav, 2012). Aspek pada manajemen mutu merupakan satu kesatuan. Aspek tersebut akan berpengaruh terhadap mutu dari produk yang dihasilkan. Sumber daya merupakan modal dasar sedangkan tanggung jawab manajemen merupakan sistem yang penting dalam jalannya proses produksi maupun distribusi dari alat kesehatan. Sehingga, kedua aspek tersebut secara signifikan mempengaruhi manajemen mutu industri alat kesehatan. Parameter dari kedua aspek tersebut secara rinci terdapat pada pedoman lengkap ISO 13485 (Abuhav, 2012). Pengkajian aspek tersebut dapat dijadikan gambaran dalam upaya menghasilkan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan.
1.2
Tujuan Tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian
Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar peserta PKPA: a. Memahami ISO 13485 pedoman manajemen mutu pada industri alat kesehatan. b. Memahami tanggung jawab manajemen dan manajemen sumber daya dalam ISO 13485 pedoman manajemen mutu industri alat kesehatan .
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010a) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Organisasi
dan
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari dua seksi, yaitu: 2.1.1
Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan 3
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.1.2
Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Alur kehidupan alat kesehatan merupakan proses meliputi perencanaan sampai dengan pemusnahan. Dalam alur tersebut terdapat keterkaitan antara peran produsen, distributor, pengguna serta pemerintah sebagai pembuat dan pengawas kebijakan yang menjamin alat kesehatan yang beredar. Pengawasan dan pengaturan yang dilakukan oleh Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi terkait dengan registrasi, izin produksi dan izin penyalur. Alur dari alat kesehatan dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1. Alur kehidupan alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
5
2.2
Alat Kesehatan
2.2.1
Definisi Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No.1191/Menkes/Per/VIII/
2010 alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010b): a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis d. Mendukung atau mempertahankan hidup. e. Menghalangi pembuahan f. Desinfeksi alat kesehatan g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia Produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pesyaratan tersebut harus sesuai dengan Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), Pedoman Alat Kesehatan, atau standar lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.2
Klasifikasi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010c) Alat kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga kelas. Pembagian klasifikasi
berdasarkan risiko yang ditimbulkan dari kesalahgunaan alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6
Klasifikasi alat kesehatan tersebut antara lain : a. Kelas I Alat kesehatan kelas ini merupakan alat kesehatan dengan risiko rendah. Pada kelas alat kesehatan ini bila terjadi kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan akibat yang berarti. Contoh alat kesehatan kelas ini: kursi roda, penekan lidah, plester, alat bantu berjalan dan pembalut luka. b. Kelas IIa Alat kesehatan kelas ini merupakan alat kesehatan dengan risiko rendahsedang. Pada kelas alat kesehatan ini bila terjadi kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. c. Kelas IIb Alat kesehatan kelas ini merupakan alat kesehatan dengan risiko sedangtinggi. Pada kelas alat kesehatan ini bila terjadi kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Contoh alat kesehatan kelas ini: Kateter sekali pakai, lensa kontak, monitor tekanan darah, alat bantu dengar, ventilator paru, implant ortopedik dan inkubator bayi. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa risiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. d. Kelas III Alat kesehatan kelas ini merupakan alat kesehatan dengan risiko tinggi. Pada kelas alat kesehatan ini bila terjadi kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Contoh alat kesehatan kelas ini: implant pacu jantung dan stent jantung. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa risiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Pembagian kategori dan sub kategori alat kesehatan berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010, tentang Izin Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
7
Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) : 1.
Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi
a. Sistem Tes Kimia Klinik b. Peralatan Laboratorium Klinik c. Sistem Tes Toksikologi Klinik 2.
Peralatan Hematologi dan Patologi
a. Pewarna Biologikal b. Produk Kultur Sel dan Jaringan c. Peralatan dan Asesori Patologi d. Pereaksi Penyedia Spesimen e. Peralatan Hematologi Otomatis dan Semi otomatis f. Peralatan Hematologi Manual g. Paket dan Kit Hematologi h. Pereaksi Hematologi i. Produk yang Digunakan dalam Pembuatan Sediaan Darah dan Sediaan Berasal dari Darah 3.
Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi
a. Peralatan Diagnostika b. Peralatan Mikrobiolgi c. Pereaksi Serologi d. Perlengkapan dan Pereaksi Laboratorium Imunologi e. Sistem Tes Imunologikal dan Tes Imunologikal Antigen Tumor 4.
Peralatan Anastesi
a. Peralatan Anastesi Diagnostik b. Peralatan Anastesi Pemantauan c. Peralatan Anastesi Terapetik d. Peralatan Anastesi Lainnya 5.
Peralatan Kardiologi
a. Peralatan Kardiologi Diagnostik b. Peralatan Kardiologi Pemantauan c. Peralatan Kardiologi Prostetik Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8
d. Peralatan Kardiologi Bedah e. Peralatan Kardiologi Terapetik 6.
Peralatan Gigi
a. Peralatan Gigi Diagnostik b. Peralatan Gigi Prostetik c. Peralatan Gigi Bedah d. Peralatan Gigi Terapetik e. Peralatan Gigi Lainnya 7.
Peralatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT)
a. Peralatan THT Diagnostik b. Peralatan THT Prostetik c. Peralatan THT Bedah d. Peralatan THT Terapetik 8.
Peralatan Gastronetrologi-Urologi (GU)
a. Peralatan GU Diagnostik b. Peralatan GU Pemantauan c. Peralatan GU Prostetik d. Peralatan GU Bedah e. Peralatan GU Terapetik 9. Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan (RSU & P) a. Perlatan RSU & P Pemantauan b. Perlatan RSU & P Terapetik c. Perlatan RSU & P Lainnya 10. Peralatan Neurologi a. Peralatan Neurologi Diagnostik b. Peralatan Neurologi Prostetik c. Peralatan Neurologi Bedah 11. Peralatan Obsterik dan Ginekologi (OG) a. Peralatan OG Diagnostik b. Peralatan OG Pemantauan c. Peralatan OG Prostetik d. Peralatan OG Bedah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
9
e. Peralatan OG Terapetik f. Peralatan OG Reproduksi 12. Peralatan Mata a. Peralatan Mata Diagnostik b. Peralatan Mata Prostetik c. Peralatan Mata Bedah d. Peralatan Mata Terapetik 13. Peralatan Ortopedi a. Peralatan Ortopedo Diagnostik b. Peralatan Ortopedo Prostetik c. Peralatan Ortopedo Bedah 14. Peralatan Kesehatan Fisik a. Perlatan Kesehatan Fisik Diagnostik b. Perlatan Kesehatan Fisik Prostetik c. Perlatan Kesehatan Fisik Terapetik 15. Peralatan Radiologi a. Peralatan Radiologi Diagnostik b. Peralatan Radiologi Terapetik c. Peralatan Radiologi Lainnya 16. Peralatan Bedah Umum dan Bedah Plastik a. Peralatan Bedah Diagnostik b. Peralatan Bedah Prostetik c. Peralatan Bedah d. Peralatan Bedah Tearpeutik
2.3
Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik/CPAKB (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Pedoman ini merupakan persyaratan sistem manajemen mutu yang
digunakan oleh produsen alat kesehatan untuk mendesain dan mengembangkan pembuatan alat kesehatan yang baik. Pedoman dapat digunakan tidak hanya oleh industri alat kesehatan tetapi juga pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI sebagai pihak yang berwenang dalam menilai kemampuan industri
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
0
alat kesehatan dalam memenuhi persyaratan pembuatan alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat. Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) menguraikan syarat sebuah sistem manajemen mutu suatu industri alat kesehatan dalam membuat serta menyediakan alat kesehatan secara konsisten memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Industri alat kesehatan berkewajiban memenuhi dan mengendalikan sistem manajemen mutu tersebut dan dinyatakan secara tertulis dalam sistem dokumentasi. Pedoman CPAKB meliputi sistem penerapan dari perencanaan, penerapan, pemantauan dan pengukuran serta peninjauan.
2.3.1
Sistem Perencanaan Tahapan perencanaan dimulai dengan pemahaman terhadap efek atau
risiko terhadap mutu produk alat kesehatan. Proses selanjutnya yang dilakukan setelah
pemahaman
adalah
tahap
identifikasi
batasan-batasan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Identifikasi tersebut meliputi kegiatan operasional industri dalam keadaan normal maupun keadaan kritis yang mungkin dapat terjadi. Industri alat kesehatan penting untuk melakukan identifikasi keadaan kritis yang dapat terjadi dan berpengaruh terhadap mutu alat kesehatan yang dihasilkan. Keadaan kritis tersebut dievaluasi dan divalidasi oleh ahli untuk memastikan identifikasi yang dilakukan telah sesuai dan proses penanganan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Proses evaluasi tersebut merupakan hal penting dalam pengembangan CPAKB lebih lanjut. Hasil dari pengembangan tersebut dapat ditetapkan sebagi sistem manajemen. Setelah industri melalui proses evaluasi dapat dilanjutkan dengan proses penetapan kebijakan mutu sebagai panduan pembuatan alat kesehatan yang baik dan penerapan dalam proses produksi.
2.3.2
Sistem Penerapan Penerapan semua keadaan kritis tersebut harus dapat dikendalikan. Industri
alat kesehatan dapat memilih kegiatan peningkatan dengan menetapkan tujuan, sasaran dan program manajemen. Keadan kritis tersebut menjadikan industri Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✁✁
kesehatan berkewajiban untuk mengendalikan keadaan tersebut sesuai dengan pengendalian operasional.
2.3.3
Sistem Pemantauan dan Pengukuran Tahapan ini termasuk; prosedur pengukuran, pemantauan, kalibrasi untuk
memastikan bahwa pengendalian dan program berfungsi sebagaimana yang dikehendaki. Selain proses tersebut termasuk didalamnya adalah pemeriksaan mengenai kesesuaian terhadap peraturan. Tahap lain dari proses ini adalah audit manajemen mutu yang bertujuan untuk memastikan sistem yang dikembangkan akan diaudit secara rinci dengan memverifikasi sistem telah beroperasi sesuai rencana.
2.3.4
Sistem Tinjauan Pada tahapan ini seluruh sistem dikaji untuk memastikan bahwa sistem
berfungsi dan menghasilkan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Selain itu sistem yang dihasilkan masih terkini serta memadai untuk industri alat kesehatan dengan luaran kajian adalah rencana tindak lanjut perbaikan dan peningkatan sistem manajemen secara berkesinambungan.
2.3.5
Sistem Pendukung Beberapa tahapan dari pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang
Baik merupakan suatu sistem pendukung yang penting. Beberapa aspek yang membantu dalam memastikan pengendalian dilakukan secara efektif dan mampu dikaji ulang, antara lain : a. Struktur dan tanggung jawab b. Pelatihan, kesadaran dan kompetensi c. Komunikasi internal dan eksternal d. Dokumentasi sistem manajemen mutu e. Pengendalian dokumen f. Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✂2
2.4 2.4.1
Perkembangan ISO sebagai Pedoman dalam Manajemen Mutu. ISO 9001 ISO 9001:2008 telah diadopsi menjadi SNI ISO 9001 tahun 2008 dan
ditetapkan oleh Kepala BSN Nomor. 127/KEP/BSN/12/2008 tanggal 31 desember 2008. Pada SNI 900 tahun 2008 semua persyaratan standar bersifat general yang dimaksudkan agar dapat diterapkan pada semua organisasi, jenis, ukuran dan produk yang akan dihasilkan. Pedoman standar ini terkait manajemen mutu, meliputi: persyaratan umum, sistem manajemen mutu, tangung jawab manajemen, pengelolaan sumberdaya, realisasi produk, pengukuran analisis dan perbaikan.
2.4.2
ISO 13485:2003 ISO 13485 tahun 2003 menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen
mutu pada sebuah organisasi agar dapat menunjukan kemampuan untuk menyediakan alat kesehatan memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap jasa maupun alat kesehatan sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku. Tujuan utama dari ISO tahun 2003 adalah untuk menyelaraskan dan memfasilitasi kebutuhan alat kesehatan sesuai persyaratan dalam sistem manajemen mutu. Sehingga dihasilkan
persyaratan tertentu untuk alat kesehatan yang tidak
termasuk dalam persyaratan ISO tahun 9001. Semua persyaratan ISO 13485 tahun 2003 yang dikhususkan untuk industri alat kesehatan tanpa memperhatikan jenis maupun besarnya industri. Sistem manajemen mutu merupakan tanggung jawab organisasi untuk memastikan bahwa alat kesehatan yang dihasilkan sesuai persyaratan dalam ISO tahun 2003 kecuali terkait dengan desain dan pengendalian perkembangan. Proses yang disyaratkan untuk alat kesehatan pada ISO 13485 tahun 2003 antara lain sistem dokumentasi yang merupakan tanggung jawab dalam sistem manajemen mutu.
2.4.3
ISO 13485 sebagai Pedoman Lengkap Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan (Abuhav, 2012). Pedoman rinci yang memberikan panduan lengkap untuk sertifikasi ISO
13485 untuk pembuatan alat kesehatan. Pedoman ini menguraikan secara lengkap produksi alat kesehatan meliputi identifikasi mutu, dampak bagi industri alat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✄3
kesehatan, proses, manajemen, sumber daya, infrastruktur, lingkungan kerja pengendalian dan dokumentasi. Aplikasi pedoman tersebut secara efektif dapat meningkatkan mutu dari alat kesehatan yang di produksi. ISO 13485 merupakan standar internasional manajemen mutu. Standar ini diperuntukan bagi industri alat kesehatan maupun industri pelayanan alat kesehatan. Perbedaan besar antara ISO 13485 dengan ISO 9001 adalah pada ISO 13485 menuntut pemeliharaan dalam efektifitas dan proses (sementara ISO 9001 mendukung perbaikan dalam proses). ISO 13485 menentukan persyaratan standar yang berlaku secara terpusat agar dapat diaplikasikan dengan menyelaraskan sistem manajemen mutu. Identifikasi proses merupakan salah satu dasar dalam sistem manajemen mutu. Identifikasi bertujuan untuk mamahami dan memudahkan dalam pengendalikan sumber daya. Jika tidak dilakukan identifikasi dikhawatirkan pengendalian
proses
produksi
alat
kesehatan
yang
tidak
efektif
dan
terdokumentasi dengan baik. Disarankan terlebih dahulu menggambarkan alur umum dari proses sampai produk dihasilkan. Alur umum alat kesehatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.
menerima pesanan
menangani pesanan
penjadwalan
membeli
pengiriman
pemasangan/pe rakitan
produksi
persiapan proses produksi
Gambar 2.2. Alur umum alat kesehatan
Alur tersebut memperlihatkan hubungan antar proses dalam sistem manajemen mutu. Manajemen mutu yang terdiri dari tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya dan pengukuran, analisis serta pengembangan. Kegiatan yang lain diluar organisasi perusahan yang juga berkaitan antara lain evaluasi pembelian dan umpan balik kegiatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 3 METODE PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Kegiatan pengkajian selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
dilakukan pada tanggal 7-18 Januari 2013 yang bertempat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terletak pada Lantai 8 Gedung Dr. Adhyatma Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 3.2
Metode Pengkajian Mengkaji aspek-aspek dalam ISO 13485 sebagai Pedoman Lengkap
Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan. Aspek yang terdapat dalam ISO 13485 dalam peranan sistem manajemen mutu antara lain terkait ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, sistem manajemen mutu, tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, realisasi produk serta pengukuran, analisis dan pengembangan. Pada tugas khusus PKPA ini pengkajian dilakukan difokuskan pada aspek tanggung jawab manajemen dan manajemen sumber daya. Tanggung jawab manajemen meliputi: komitmen manajemen, fokus pada pelanggan, kebijakan mutu, perencanaan, perencanaan sistem manajemen mutu, tangung jawab, wewenang dan komunikasi, wakil manajemen, komunikasi internal, tinjauan manajemen, tinjauan masukan dan tinjauan luaran. Sedangkan Manajemen sumber daya meliputi: ketentuan sumber daya, sumber daya manusia, kompetensi, kesadaran dan pelatihan, infrastruktur dan lingkungan kerja.
1☎
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Tanggung Jawab Manajemen
4.1.1
Komitmen Manajemen Komitmen manajemen merupakan persyaratan suatu sistem manajemen
mutu baik. Perbandingan peryaratan suatu manajemen mutu pada ISO 9001 dengan ISO 13485 terkait komitmen manajemen adalah bahwa ISO 9001 tidak memiliki persyaratan khusus terkait alat kesehatan, sedangkan pada ISO 13485 memiliki persyaratan khusus terkait keamanan dan keselamatan penggunaan alat kesehatan.
4.1.2
Fokus pada Pelanggan Tujuan utama metode ini adalah untuk memahami dan menghasilkan alat
kesehatan sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan kebutuhana pelanggan. Selain kedua hal tersebut fokus pada pelanggan digunakan sebagai indikator untuk menilai produk yang telah dihasilkan telah memenuhi kebutuhan dan persyaratan yang berlaku. Proses pelaksanaan metode ini meliputi: menentukan persyaratan produk yang akan dihasilkan dan mengimplementasikan umpan balik proses yang telah dilakukan.
4.1.3
Kebijakan Mutu Merupakan pedoman umum industri yang mengacu pada mutu. Kebijakan
tersebut ditetapkan oleh manajemer tertinggi. Kebijakan yang telah ditetapkan harus dapat diimplementasikan, dikomunikasikan serta didokumentasikan. Kebijakan tersebut menunjukkan kualitas dalam suatu industri. Sistem manajemen yang berjalan dikendalikan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, dipatuhi dan dilakukan evaluasi secara berkala. Industri menetapkan ruang lingkup dan upaya yang dapat dilakukan sehingga dapat digunakan untuk menetapkan sasaran mutu yang ingin dicapai. Kebijakan mutu dirancang dengan tujuan memenuhi semua kegiatan industri. Keterkaitan kebijakan mutu terhadap sasaran mutu adalah kebijakan merupakan ✆5
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
✝6
tujuan strategis yang sifatnya spesifik dan terukur sedangkan sasaran mutu merupakan lingkup-lingkup yang terkait didalamnya. Tujuan utama saasaran mutu adalah pemenuhian kebutuhan pelanggan sesuai dengan persyaratan peraturan. Persyaratan
dan
kebutuhan
pelangggan
tersebut
dikomunikasikan
dan
disampaikan pada semua tenaga kerja yang terkait dalam proses sistem manajemen mutu. Tenaga kerja harus mampu memahami sistem kebijakan mutu, tanggung jawab dan peran masing-masing agar dapat mengaplikasikan dalam pekerjaan sehari-hari. Pengkajian berkala diperlukan untuk menjamin kompetensi dari
proses
yang
dijalankan
dan
dapat
dilakukan
perbaikan
yang
berkesinambuangan. Efektifitas peningkatan mutu dapat dicapai dengan kegiatan dasar sebagai berikut: a. Membangun komunikasi di seluruh lapisan struktur organisasi mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. b. Mendefinisikan kebijakan mutu. c. Memenuhi seluruh kriteria dalam sistem manajemen mutu secara berkala dan sistematis. d. Mengalokasikan sumber daya yang diperlukan. Kebijakan mutu memiliki tujuan antara lain : a. Industri menghasillkan produk sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan kebutuhan pelanggan. b. Industri secara efektif mengidentifikasi dan melaksanakan pengawasan sesuai persyaratan yang berlaku. c. Industri memiliki kemampuan dalam meningkatkan sumber daya dan infrastuktur yang dibutuhkan serta mengalokasikan sumber daya yang diperlukan d. Industri dan distributor bekerjasama dalam menerapkan sistem manajemen mutu
4.1.4
Perencanaan Pada proses perencanaan dalam suatu industri memiliki tujuan antara lain:
a.
Menentukan sasaran mutu untuk produk yang diproduksi
b.
Prasyarat prosedur dan spesifikasinya terdokumentasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✞7
c.
Referensi dari luaran sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
d.
Definisi dari pelaporan yang diperlukan Sistem manajemen mutu dapat berjalan secara efektif dengan perencanaan
yang baik serta disampaikan kepada seluruh lapisan tenaga kerja. Sistem manajemen mutu secara efektif diwujudkan dengan pemahaman hubungan secara langsung antara keduanya. Sasaran mutu harus dapat terdokumentasi dengan baik. Dokumentasi tersebut digunakan sebagai proses pengendalian dalam struktur organisasi perusahaan.
4.1.5
Perencanaan Sistem Manajemen Mutu Perencanaan yang efektif difokuskan pada alat kesehatan agar memenuhi
persyaratan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan. Definisi perencanaan mutu meliputi kegiatan operasional sumber daya, kegiatan dan dukungan yang diperlukan untuk memenuhi sasaran mutu serta aspek-aspek dalam kebijakan mutu. Luaran dari perencanaan mutu adalah rencana mutu. Rencana mutu merupakan dokumen yang mengambarkan kegiatan, sumber daya, rangkaian keduanya dan tangung jawab yang diperlukan dalam tercapainya hasil yang objektif sesuai yang direncanakan. Rencana mutu diperoleh secara langsung dari perencanaan mutu dalam bentuk prosedur. Tingkatan dalam perencanaan antara lain: a. Perencanan terkait sasaran mutu, strategi pemasaran produk baru dan tujuan rencana usaha tahunan. Perencanan dapat mempengaruhi seluruh lapisan struktur organisasi serta dapat mengubah arah kebijakan lebih lanjut. b. Perencanaan yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu antara lain: hasil pengkajian manajemen audit eksternal agar dapat dilakukan tindakan korektif dan oleh badan pengawas sebagai syarat melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan apabila ditemukan adanya masalah. Pada tingkatan kedua ini dapat terjadi dua kemungkinan antara lain organisasi dapat meningkat kearah yang lebih baik atau menurun dari kondisi sebelumnya. c. Tingkatan ketiga dalam perencanaan mutu adalah tingkat operasional, meliputi: pelaksaaan prosedur dan instruksi, pelatihan dan validasi rencana sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✟8
Unsur-unsur dari perencanaan mutu terdiri dari : a. Menentukan sasaran mutu b. Mengembangkan produk c. Mendefinisikan kegiatan d. Membangun sistem dokumentasi yang diperlukan untuk pelaksanaan e.
Merancang informasi dan data yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan kerja
f. Mendefinisikan pelaksanaan g. Menetapkan wewenang dan tanggung jawab sebagai deskripsi pekerjaan h. Meningkatkan sumber daya manusia untuk proses sertifikasi i. Mengidentifikasi metode sebagai realisasi produk j. Mengidentifikasi peralatan serta infrastruktur dalam pelaksanaan k. Merancang dan mendefinisikan lingkungan kerja untuk pelaksanaan l. Mendefinisikan hubungan serta interaksi antar kegiatan m. Menentukan metode perbaikan dengan mengunakan pengukuran, pemantauan dan analisis kegiatan yang dilakukan 4.1.6
Tanggung Jawab. Wewenang dan Komunikasi
4.1.6.1 Tanggung Jawab dan Wewenang Mendefinisikan tanggung jawab dan wewenang memiliki beberapa tujuan penting yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu. Tujuan mendefinisikan wewenang dan tangung jawab dalam sistem manajemen mutu antara lain: a. Menentukan tingkatan kewenangan pengambilan keputusan dalam rangka tercapainya sistem manajemen mutu b. Mengalokasikan sumber daya manusia dalam proses dan kegiatan dengan jelas c. Mengidentifikasi pelatihan dan kualifikasi yang diperlukan untuk setiap fungsi dalam struktur organisasi d. Memungkinkan orientasi tangung jawab, data dan informasi dalam proses realisasi produk e. Memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dalam semua lapisan struktur organisasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✠9
4.1.7
Wakil Manajemen Peran wakil manajer dalam struktur organisasi perusahaan adalah untuk
memastikan bahwa sasaran mutu tercapai, melihat proses yang dikerjakan telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan menginformasikan kebutuhan bila diperlukannya perbaikan. Tugas utama wakil manajer antara lain memeriksa dan mengevaluasi status sistem manajemen mutu dan melaporkan kepada manajer tertinggi berdasarkan proses penilaian dan diidentifikasi hal terkait sesuai sistem manajemen mutu. Peningkatan kesadaran tenaga kerja merupakan salah satu hal yang merupakan tangung jawab dari wakil manajer. Upaya dalam peningkatan kesadaran tenaga dilakukan dengan pelatihan, sertifikasi dan penyebaran informasi.
4.1.8
Komunikasi Internal Peran terpenting dalam suatu organisasi merupakan komunikasi.
Pengukuran efektifitas komunikasi dapat dilakukan dengan verifikasi informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan kesadaran serta pengetahuan tenaga kerja sesuai dengan spesifikasi. Komunikasi merupakan pendukung dalam sumber daya manusia. Suatu komunikasi dapat bernilai efektif dengan memenuhi kriteria bersifat mendukung, jelas, mudah dimengerti, dua arah dan aktif dalam tiap tingkatan organisasi.
4.1.9
Tinjauan Manajemen Kegiatan evaluasi secara periodic dengan memaparkan data dan informasi
terkait sistem manajemen mutu. Data dan informasi yang dipaparkan antara lain : a. Kesesuaian, kelayakan dan pemenuhan
kegiatan sesuai dengan kebijakan
mutu b. Pencapaian sasaran mutu dengan memenuhi kebutuhan pelanggan dan persyaratan yang berlaku c. Kebutuhan perbaikan seluruh sistem manajemen mutu d. Kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk memelihara sistem manajemen mutu
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 0
Sasaran mutu merupakan penilaian efektif tercapainya sistem manajemen mutu. Sasaran tersebut fokus pada dua hal yaitu pencapaian dan pemenuhan seluruh sasaran mutu serta kesesuaian dan tingkat efektifitas sistem manajemen mutu. Pengkajian terhadap perbaikan dan perubahan dilakukan dengan tujuan: meninjau kesesuaian kriteria sistem manajemen mutu, meninjau penerapan sistem manajemen mutu dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan. Pengkajian dilakukan setidaknya satu tahun sekali. Pada kasus tertentu atau situasi yang mendesak, pengkajian lebih mendalam dilakukan oleh seluruh manajer tinggi. Setelah pengkajian proses selanjutnya adalah dokumentasi. Pentingnya dokumentasi merupakan catatan tindakan selanjutnya. Materi yang penting untuk didokumentasikan antara lain: tanggal dan tempat pengkajian, peserta, masalah yang dibahas, acuan yang digunakan sebagai bukti pengambilan keputusan serta tanggung jawab yang akan dilakukan.
4.1.10 Tinjauan Masukan Prinsip sederhana dalam peninjauan adalah dengan membandingkan proses kinerja perusahaan dan kesimpulan bahwa perusahaan mengikuti proses yang ditetapkan. Tujuan dilakukannya perbandingan tersebut adalah untuk menilai kegagalan atau keberhasilan yang akan digunakan untuk menganalisis proses perbaikan produk dan masalah pada masa akan datang. Aspek yang mencerminkan sistem manajemen mutu antara lain: pengendalian, konsultasi dan pengambilan keputusan. Hasil pemeriksaan didapatkan dengan dua cara yaitu secara pasif dan secara aktif. Penilaian pasif didapat dari tingkat kepuasan dan keluhan pelanggan sedangkan penilaian aktif didapat dari hasil analisis data hasil pengolahan data luaran selama proses berlangsung. Data dan informasi yang didapat diolah dan dianalisis secara statistik. Hasil pengolahan tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penanganan masalah di kemudian hari. Setelah proses analisis dilakukan pembahasan terkait tindakan korektif dan pencegahan. Pengkajian tindakan korektif dan pencegahan dilakukan dengan tujuan mengurangi penyebab
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 ✡
ketidaksesuaian atau yang berpotensi menyebabkan ketidaksesuaian selain itu agar mengambarkan keberhasilan atau kegagalan dari suatu proses yang berjalan. Langkah lanjutan setelah pengkajian manajemen adalah memutuskan tindakan yang akan dilakukan, dihilangkan atau ditunda. Langkah tersebut tidak hanya menilai kegiatan telah sesuai tujuan tetapi juga menilai keefektifan tindakan yang dilakukan. Dalam perjalanan proses memungkinkan terjadinya perubahan dalam sistem manajemen mutu. Perubahan tersebut antara lain: perubahan spesifikasi pelanggan, organisasi, prosedur kerja dan sumber daya manusia.
4.1.11 Tinjauan Luaran Hasil luaran digunakan sebagai tindak lanjut perbaikan, perubahan atau evaluasi. Tinjauan hasil luaran didokumentasikan agar mempermudah proses pengkajian. Hasil dokumentasi dikomunikasikan kepada seluruh lapisan struktur organisasi. Tujuan komunikasi tersebut adalah memberikan informasi dan pengendalian pada proses pelaksanaan kegiatan. Keputusan tindak lanjut digunakan untuk memverifikasi sasaran yang ingin dicapai. Hasil pemeriksaan alat kesehatan yang dilakukan harus meningkatkan kompetensi alat kesehatan dan memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut berorientasi kepada keamaan, kinerja dan tujuan penggunaan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah terkait alokasi sumber daya dan dokumentasi. Alokasi sumber daya penting untuk perbaikan proses dan produk. Kedua hal tersebut secara langsung dapat mempengaruhi proses pelaksanaan. Sedangkan dokumentasi merupakan ringkasan atau laporan yang merupakan alat pengendalian dari proses pelaksanaan. Hasil luaran didokumentasikan kemudian dikomunikasikan ke seluruh lapisan organisasi. Pengkajian terhadap aspek yang terkait dengan tanggung jawab manajemen berdasarkan ISO 13485 Pedoman Lengkap Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan memperlihatkan bahwa setiap proses yang terkait berkesinambungan dalam pelaksanaan sistem manajemen mutu. Aspek tanggung jawab manajemen merupakan salah satu aspek yang penting dalam sistem manajemen mutu. Dengan menerapkan aspek tangung jawab manajemen Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2
diharapkan industri alat kesehatan akan menghasilkan alat kesehatan yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan kebutuhan pelangan.
4.2
Manajemen Sumber Daya Sumber daya merupakan dasar dalam sistem manajemen mutu. Sumber
daya yang dimaksud antara lain sumber daya manusia, infrastruktur dan lingkungan kerja.
4.2.1
Ketentuan Sumber Daya Peningkatan efektifitas sumber daya dilakukan untuk meningkatkan
produksi alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan yang berlaku. Berdasarkan pedoman lengkap ISO 13485 hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan efektifitas sumber daya antara lain: a. Kebijakan mutu, menentukan ruang lingkup kegiatan dan mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan sebagai penentu dalam memenuhi kebutuhan pelanggan serta sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Sasaran mutu, menetapkan sumber daya yang dapat mendukung
proses
produksi. c. Realisasi pelaksanaan, memerlukan definisi aspek terkait jumlah, ruang lingkup, kompleksitas sehingga dengan baik dapat menentukan sumber daya yang dibutuhkan. d. Ketentuan, sumber daya yang digunakan dalam proses produksi sesuai dengan kebutuhuhan pelanggan dan peraturan yang berlaku. e. Efektifitas, mengunakan sumber daya yang memenuhi kriteria dalam pelaksanaan kegiatan produksi sesuai kebutuhan dan peraturan yang berlaku. Spesifikasi sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran mutu antara lain sumber daya manusia, peralatan, perlengkapan, sistem informasi, pemasok, sumber daya alam dan dana. Selain spesifikasi sumber daya diperlukan penting juga memperhatikan manajemen risiko. Tujuan utama manajemen risiko adalah untuk memastikan kesesuaian kegiatan yang dilakukan terhadap sumber daya yang dialokasikan. Efektifitas manajemen risiko menilai kesesuaian sumber
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 3
daya manusia dengan kemampuan yang dimiliki, tanggung jawab dan wewenang serta peralatan yang dibutuhkan.
4.2.2
Sumber Daya Manusia Perusahaan melakukan verifikasi tenaga kerja yang memiliki kompetensi
agar memenuhi ketentuan dalam proses pembuatan alat kesehatan yang baik. Proses verifikasi dilakukan dengan menentukan persyaratan serta kualifikasi peran dan fungsi. Kualifikasi sumber daya manusia dapat ditingkatkan dengan peningkatan
kemampuan.
Tujuan
peningkatan
kemampuan
adalah
agar
kemampuan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Setelah dilakukan upaya peningkatan kemampuan tenaga kerja diharapkan organisasi industri dapat menyesuaikan dan mengalokasikan sumber daya manusia tersebut sesuai dengan peningkatan efektifitas sistem manajemen mutu.
4.2.3
Kompetensi, Kesadaran dan Pelatihan Pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja bertujuan peningkatkan kemampuan
dan pengetahuan dengan pendekatan professional. Manfaat kegiatan tersebut adalah agar kemampuan yang dimiliki tenaga kerja agar lebih baik dan efektif. Pelatihan dan sertifikasi perlu dilakukan pada kondisi antara lain: tenaga baru, upaya peningkatan kemampuan dan pengetahuan, pengenalan inovasi agar dapat mendukung proses kegiatan. Kualifikasi, keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja disesuaikan dengan persyaratan yang berlaku terkait dengan alat kesehatan. Tenaga kerja dialokasikan sesuai kegiatan dan jenis alat kesehatan yang diproduksi. Hal yang diperhatikan pada karakteristik dan jenis alat kesehatan antara lain: kebutuhan pelanggan, komponen, bahan baku, cara penggunaan serta proses pembuatan alat kesehatan. Setiap tenaga kerja wajib berpartisipasi dalam perencanaan, proses dan dokumentasi produksi alat kesehatan. Peran tersebut diaplikasikan dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi. Perencanaan mencakup lingkup spesifik
dalam
organisasi
seperti:
pengelolaan
organisasi,
administrasi,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 4
dokumentasi hasil luaran dan pengendalian proses sebagai kontrol kinerja agar sesuai dengan sistem manajemen mutu. Pelatihan dan sertifikasi untuk tenaga kerja merupakan persyaratan dalam menilai kualifikasi dan kemampuan sumber daya manusia. Tujuan pelatihan adalah untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan saat ini. Perbedaan signifikan antara kebutuhan kompetensi sumber daya manusia dengan kemampuan dan keterampilan dapat menimbulkan masalah. Berdasarkan ISO 13485 evaluasi sistematis terkait standar pelatihan meliputi aspek: a. Efektifitas pelatihan, peninjauan proses, bagian yang perlu diperbaiki, pengukuran kinerja (kualitatif dan kuantitatif), analisis hasil produk dan hasil pengawasan tenaga kerja. b. Evaluasi berkala, meliputi pemeriksaan fisik (kesehatan) dan infeksi yang merupakan faktor penting dalam industri alat kesehatan. c. Evaluasi kompetensi dan kualifikasi tenaga terkait kebutuhan pelatihan. Tenaga kerja harus dapat menerapkan dan melaksanakan kebijakan serta tujuan rencana pelatihan agar alat kesehatan yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan persyratan peraturan yang berlaku. Evaluasi berkala tenaga kerja diperlukan sebagai penilaian kompetensi, kinerja serta efektifitas kinerja. Evaluasi tersebut bertujuan: a. Menilai kinerja tenaga kerja sesuai kompetensi dan kualifikasi. b. Mengidentifikasi kebutuhan dan mempersiapkan langkah peningkatkan kualitas tenaga kerja. Parameter yang berkaitan terhadap evaluasi mutu tenaga kerja antara lain: kemampuan profesional tenaga kerja, kemampuan bekerja sama dalam tim, kemampuan penanganan dan pemecahan masalah, pendekatan untuk tujuan perusahaan, pendekatan terhadap lingkungan kerja dan peralatan. Pedoman ISO 13485 memberikan petunjuk prosedur identifikasi kebutuhan pelatihan pada skala daerah maupun nasional. Tujuan prosedur tersebut adalah membuat ketentuan secara selaras mengenai identifikasi kebutuhan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 5
pelatihan. Hal yang wajib dipenuhi dalam dokumentasi terkait pelatihan antara lain: a. Pelatihan yang dibutuhkan, mendefinisikan kualifikasi dan pelatihan yang dibutuhkan sesuai peran dan fungsi. Secara langsung berhubungan dengan kualifikasi dan kegiatan yang dilakukan. b. Sertifikasi perencanaan, daftar dari aktifitas dan kebutuhan kegiatan pelatihan sesuai dengan deskripsi pekerjaan. c. Perencanaan pelatihan, membantu evaluasi pelaksanaan pelatihan dan pelaksanaan audit.
4.2.4
Infrastruktur Infrastruktur dan peralatan yang dibutuhkan merupakan investasi dasar
yang dibutuhkan dalam proses operasional, pemeliharaan, penyimpanan dan distribusi produk. Pedoman persyaratan standar ISO 13485 bertujuan menjamin ketersediaan infrastruktur pada seluruh proses pelaksanaan. Selain ketentuan infrastruktur industri diwajibkan memelihara infrastruktur yang digunakan untuk mencegah terjadinya ganguan dalam proses produksi. Pemeliharaan infrastruktur merupakan prasyarat untuk menjamin kemampuan produksi jangka panjang sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Pemeliharaan harus dapat didokumentasikan sebagai catatan dalam pengendalian proses. Langkah awal sebelum dimulainya kontrol infrastruktur dilakukan identifikasi terlebih dahulu. Tujuan identifikasi tersebut adalah memfokuskan kegiatan yang terkait terhadap alat kesehatan yang di diproduksi. Pelaksanan dapat dilakukan dengan cara: a. Meninjau seluruh proses terkait dalam lingkup sistem manajemen mutu. b. Mengelompokan daftar infrastruktur yang digunakan c. Menganalisis hubungan proses dengan infrastruktur yang digunakan d. Menyatakan parameter yang dapat mempengaruhi proses dan mutu produk. Infrastruktur yang ditinjau antara lain: bangunan, ruang kerja, dasar infrastruktur (sumber air, sistem listrik dan udara), penyimpanan, peralatan, pelengkapan, pengukuran, pemantauan, komputer, sistem informasi, pencatatan,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 6
manajemen sistem, trasnportasi, distribusi, saluran komunikasi, keamaanan dan keselamatan. Pada akhir proses dilakukan pengkajian terkait infrastruktur yang berguna pada proses pengendalian. Laporan pengkajian terkontrol tersebut sangat penting untuk proses perencanaan, pemeliharaan dan tindakan pencegahan. Luaran hasil pengkajian akan menentukan dan mendefinisikan hal yang berguna untuk memelihara struktur bangunan dalam mencegah kegagalan proses di kemudian hari. Aspek yang perlu dikontrol secara berkala antara lain inhalasi, pemeliharaan, pelayanan dan perbaikan yang diperlukan selama pelaksanaan. Kebutuhan pelanggan dan peraturan persyaratan menentukan infrastruktur yang dibutuhkan maka pemeliharan kedua aspek tersebut dinilai penting dilakukan. Pelayanan infrastruktur mendukung dan memastikan bahwa semua elemen infrastruktur berada dalam keadaan aman, efektif serta dalam kondisi optimal. Evaluasi kesesuaian infrastruktur dengan perencanaan dan sasaran mutu merupakan aaspek penting untuk dilakukan. Tujuan dilakukannya evaluasi antara lain: a. Memastikan kestabilan dan kelengkapan infrastruktur secara berkelanjutan. b. Memverifikasi infrastruktur tidak menggganggu dan mengurangi pencapaian sasaran mutu selama proses dijalankan. c. Mengidentifikasi ruang lingkup pengendalian d. Melakukan perbaikan dan perbaharuan infrastruktur jika diperlukan Pada penggunaan infrastruktur mungkin dapat menimbulkan risiko pada penggunaannya atau pada produk yang dihasilkan. Risiko yang mungkin dapat terjadi antara lain pada kegagalan proses, sumber daya manusia dan kerusakan pada produk. Ketika risiko tersebut teridentifikasi maka diperlukan langkah pengendalian dan pencegahan. Setiap infrastruktur harus ditinjau risiko yang mungkin terkait agar dapat dilakukan langkah pengendalian, pemeliharaan dan pencegahan. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan sistem manajemen risiko. Luaran manajemen risiko yang didapat digunakan sebagai referensi pengkajian. Dokumentasi
perencanaan
merupakan
salah
satu
solusi
terkait
implementasi infrastruktur dalam organisasi perusahaan. Tujuan perencanaan tersebut adalah menentukan keterkaitan tenaga kerja dengan departemen tempat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 7
tenaga kerja melakukan pekerjaannya. Perencanaan merujuk pada beberapa aspek antara lain: produksi, kualitas penyimpanan, distribusi dan instruksi pengunaan. ISO 13485 mensyaratkan bahwa setiap proses kegiatan didokumentasikan. Meskipun tidak ada prosedur pelaksanaan tetapi spesifikasi, kegiatan dan tugas harus didokumentasikan.
4.2.5
Lingkungan Kerja Kondisi optimal lingkungan kerja dapat mempengaruhi proses produksi
alat kesehatan. Lingkungan kerja tidak hanya lokasi, tetapi juga peralatan dan pengaruh bahan yang digunakan pada proses produksi. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengendalian terhadap lingkungan kerja penting untuk dilakukan. Tujuan dari pengendalian lingkungan kerja adalah menentukan, mendefinisikan, mengarahkan, memantau, mengatur, mengkoordinasikan lingkungan kerja sesuai dengan sistem pengendalian yang ditetapkan. Kondisi lingkungan kerja dapat mempengaruhi karakteristik alat, infrastruktur peralatan dan sumber daya manusia. Unsur tersebut disesuaikan agar dapat menciptakan kualifikasi lingkungan
yang optimal.
Tiga kondisi lingkungan kerja
yang dapat
mempengaruhi alat kesehatan antara lain: a. Kemampuan untuk menghasilkan luaran sesuai dengan persyaratan produk yang ditetapkan b. Keamanan dari alat kesehatan atau pengguna c. Keamanan dari sumber daya (tenaga kerja, peralatan dan materi yang digunakan) Lingkungan kerja pada area sekitar mesin penting untuk diperhatikan antara lain: tempat tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya, pencahayaan yang cukup selama proses kegiatan dan kondisi kebisingan. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja pekerja dan dapat berdampak pada luaran yang dihasilkan. Lingkungan kerja sekitar area mesin memerlukan pemeliharaan dan pengendalikan secara berkala. Aspek yang perhatikan antara lain: kebersihan lingkungan kerja, pencahayaan dan kondisi penyimpanan. Pada kondisi penyimpanan alat kesehatan suhu, kelembapan serta keamanan penyimpanan alat kesehatan merupakan tiga aspek penting yang perlu diperhatikan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 8
Upaya pencapaian dan identifikasi seluruh elemen pada lingkungan kerja dapat berdampak pada produk yang dihasilkan, tenaga kerja, proses, dan pengkajian secara lengkap terkait pemeriksaan dan penilaian selama proses realisasi. Tujuan pengkajian adalah memahami hubungan antar produk yang dihasilkan terhadap tenaga kerja dan lingkungan kerja. Pengkajian termasuk pada pengamatan kinerja, tugas dan perilaku tenaga kerja. Hasil pengkajian tersebut menentukan langkah pengendalian pada lingkungan kerja. Pengkajian lain yang cukup berperan penting adalah proses pengendalian kebersihan. Tujuan proses kebersihan adalah menghilangkan zat atau antigen selama proses produksi alat kesehatan. Prinsip proses kebersihan antara lain: proses penghilangan zat kontaminan, mengidentifikasi tingkat kebersihan alat kesehatan, perencanaan pengujian dan pengendalian serta dokumentasi sesuai dengan pesyaratan yang berlaku. Luaran evaluasi manajemen risiko harus dapat diintegrasikan dalam perencanaan dan pengendalian lingkungan kerja. Hasil ini diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengendallikan risiko yang berkaitan terhadap lingkungan kerja yang akan memperngaruhi produk alat kesehatan yang diproduksi. Evaluasi dan pengelompokan risiko merupakan bagian dalam proses manajemen risiko. Luarannya adalah manajemen risiko yang terkait alat kesehatan. Risiko akan menjadi masukan untuk perencanaan pengendalian lingkungan kerja. Cara yang paling efektif dalam mengidentifikasi hubungan antara risiko dengan unsur lingkungan seperti sumber daya manusia adalah dengan menetapkan parameter yang berhubungan dengan lingkungan dan kondisi tempat kerja. Manajemen risiko akan berkaitan dengan elemen dan aktifitas diantaranya: a. Identifikasi kondisi lingkungan kerja yang mungkin membahayakan tenaga kerja atau membahayakan alat kesehatan, komponen, suku cadang dan bahan baku. b. Referensi faktor pada alat kesehatan yang mungkin mempengaruhi atau mengkontaminasi lingkungan kerja. c. Referensi terhadap efek dan hasil pembungan produksi alat kesehatan terhadap lingkungan. d. Referensi pengaruh lingkungan kerja pada kemasan alat kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 9
e. Referensi pengaruh peralatan lain dari alat kesehatan terhadap peralatan yang memiliki medan listrik atau magnet f. Identifikasi risiko yang berkaitan dengan sumber daya manusia dan kebutuhan pelatihan serta sertifikasi pekerjaan Intergritas manajemen risiko dalam pengendalian lingkungan kerja dapat dilihat pada Gambar 4.1. luaran dari manajemen risiko
kebutuhan pengendalian
mengidentifikasi keterkaitan unsur lingkungan kerja
mengidentifikasi parameter pengendalian
Gambar 4.1. Integritas manajemen risiko dalam pengendalian lingkungan Sumber daya manusia berpotensi memiliki risiko utama penyebab terjadinya kontaminasi di lingkungan kerja dengan perantara mikroorganisme dan partikel. Kontaminasi yang terjadi dapat berefek buruk terhadap alat kesehatan. Dalam rangka meningkatkan kesadaran tenaga kerja insudtri dapat mendefinisikan kebijakan kesehatan. Kebijakan tersebut ditetapkan dan disampaikan kepada tenang kerja terhadap pentingnya perhatian terkait masalah yang timbul akibat risiko kontaminasi serta dilaporkan dalam sistem pelaporan. Unsur lain yang juga berperan terhadap kondisi lingkungan kerja adalah sikap dan perilaku sumber daya manusia. Organisasi industri mengidentifikasi kegiatan dan tindakan sesuai peran dan fungsi tenaga kerja dalam lingkungan kerja. Fungsi dan peran yang perlu dilakukan peninjauan antara lain: produksi, transportasi, penyimpanan, kualitas pelayanan, pemeliharaan dan kebersihan. Pada peran serta fungsi hal yang dikaji adalah tingkat kesehatan yang dibutuhkan dan ditetapkan, alat pelindung diri sesuai dengan jenis kegiatan, memverifikasi dan mensosialisasikan risiko lingkungan kerja, kegiatan serta tindakan tenaga kerja sesuai dengan lingkungan kerja dan laporan instruksi yang telah ditetapkan untuk pengkajian bila terjadi ketidaksesuaian dalam proses.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
30
dentifikasi semua peran dan fungsi yang g terkait dengan Setelah ident maka dapat dilakuakan penentuan pelatihan han sesuai dengan lingkungan kerja ma uhan pelatihan tersebut mendeskripsikan pekerjaan, dan kebutuhan. Kebutuha erja sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhka butuhkan. Integrasi pelatihan tenaga ker erja dengan lingkungan kerja antara lain: spesifikasi tenaga ker a. Kualifikasi pelati latihan tenaga kerja khusus sesuai dengan n kegiatan yang dilakukan b. Integrasi tenaga ke kerja dan lingkungan kerja dibawah pengawaasan tenaga kerja yang terlatih c. Dokumentasi dan bukti terkait kompetensi sesuai dengan n pelatihan yang dibutuhkan. Titik awal eva evaluasi kondisi lingkungan kerja yang diperluka rlukan antara lain efek terhadap lingkun ngkungan dan karakteristik alat kesehatan yang y dihasilkan. Kondisi karakteristik ik tersebut meliputi sifat, fungsi dan keamanan. nan. Aspek tersebut diperhatikan agar da dapat menghindari kemungkinan terjadinyaa kegagalan yang akan berdampak pa pada kerugian. Kondisi dipengaruhi secara ra langsung oleh karakteristik dan jeni nis alat kesehatan. Evaluasi mencakup kegiata atan penyimpanan bahan baku hinggga ggga penyimpanan barang jadi serta mendeteksi eksi kemungkinan kondisi ekstrim yang ng dapat berdampak pada alat kesehatann yyang diproduksi. Parameter evaluasi si kon kondisi lingkungan kerja dapat dilihat pada pa Gambar 4.2 dibawah ini. manaj najemen risiko, kebutuhan terkait pengemas, kebersihan, an, persyaratan dan sumber daya
pengelolaan dan evaluasi dari persyaratan
meng ngidentifikasi kondisi lingkungan kerja yang dibutuhkan an
identifikasi parameter pengendalian
Gam ambar 4.2. Parameter evaluasi kondisi lingkun kungan kerja Unive ersitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
31
Parameter yang dibutuhkan dalam perencanaan pengendalian antara lain: a. Penentuan kriteria kontrol yang efektif seperti suhu dan kembaban b. Mengintegrasikan
pengendalian
dan
validasi
parameter
berdasarkan
persyaratan produk. Dengan parameter yang tervalidasi maka dapat dihasilkan jaminan produk sesuai dengan mutu yang ditetapkan. c. Efek psikologis dari tenaga kerja, terkait suasana yang dapat menggganggu kinerja tenaga kerja. d. Kondisi yang dapat mempengaruhi kemasan produk seperti kelembaban dan suhu tinggi yang dapat menimbulkan kerusakan produk. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengendalian antara lain: a. Alat kontrol: alat monitoring, sensor, penghitung jumlah partikel, alat ukur suhu, kelembaban dan penyaring gas b. Instruksi: instruksi kerja, prosedur, daftar pemeriksaan, formulir dan pengkajian dampak terhadap lingkungan c. Pengujian: verifikasi dan validasi tingkat parameter dan penilaian sesuai dengan definisi dan kondisi yang ingin dicapai sesuai dengan kebutuhan. ISO 13485 menetapkan persyaratan pemeliharaan dan pengaturan khusus terkait langkah pengendalian. Bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan kontaminasi, pencemaran, agen infeksi yang dapat memicu timbulnya penyakit pada tenaga kerja maupun lingkungan kerja. Persyaratan
terdokumentasi
diperlukan
untuk
pelaksanaan
dan
pemeliharaan kondisi lingkungan kerja. Persyaratan tersebut menentukan bagaimana unsur dalam lingkungan kerja diperlukan dalam mengoperasikan pengendalian lingkungan kerja. Tujuan dokumentasi adalah memastikan bahwa kondisi sesuai dengan definisi serta menyediakan riwayat data terkait tingkatan pencemaran lingkungan atau tingkat risiko yang terjadi selama proses berlangsung. Dokumentasi muncul sebagai: a. Luaran dan hasil sistem pengendalian alat dan peralatan b. Definisi kewenangan dalam mengakses lingkungan kerja c. Rekaman dari tinjauan lingkungan terkait kondisi, daftar pemeriksaan, tabel dan grafik d. Proses verifikasi dan validasi kondisi tenaga kerja dan lingkungan kerja Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
32
e. Bukti kesesuaian sumber daya manusia dengan laporan pelatihan dan sertifikasi f. Laporan yang didapat berdasarkan bukti sesuai dengan persyaratan peraturan. Pengkajian terhadap aspek yang terkait dengan manajemen sumber daya berdasarkan ISO 13485 Pedoman Lengkap Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan memperlihatkan bahwa sumber daya merupakan aspek dasar dalam suatu industri sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen terhadap sumber daya industri tersebut merupakan salah satu aspek penentu dalam terjaminnya alat kesehatan yang diproduksi. Manajemen sumberdaya tersebut tidak hanya manajemen pada sumber daya manusia tetapi juga infrstruktur dan lingkungan kerja. Selain ketiga faktor tersebut pengendalian terhadap setiap proses dan manajemen risiko saat proses berlangsung merupakan aspek yang juga berperan dalam sistem manajemen mutu guna menghasilkan alat kesehatan yang bermutu dan terjamin keamanannya persyaratan yang berlaku tetapi juga keamanan tidak hanya bagi penguna alat kesehatan nantinya tetapi juga tenaga kerja yang terkait terhadap proses produksi alat kesehatan tersebut. Dengan menerapkan aspek manajemen sumber daya diharapkan industri alat kesehatan akan menghasilkan alat kesehatan yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan kebutuhan pelangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
a. Pedoman ISO 13485 menguraikan secara lengkap produksi alat kesehatan meliputi identifikasi mutu, dampak bagi industri alat kesehatan, proses, manajemen, sumber daya, infrastruktur, lingkungan kerja pengendalian dan dokumentasi. Aplikasi pedoman tersebut secara efektif dapat meningkatkan mutu dari alat kesehatan yang di produksi. b. Tanggung jawab manajemen berdasarkan ISO 13485 Pedoman Lengkap Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen mutu industri alat kesehatan. Aspek tanggung jawab manajemen meliputi komitmen manajemen, fokus pada pelanggan, kebijakan mutu, perencanaan, perencanaan sistem manajemen mutu, wewenang, komunikasi, wakil manajer, komunikasi internal serta tinjauan terkait manajemen, masukan dan luaran. Dengan menerapkan aspek tangung jawab manajemen diharapkan industri alat kesehatan akan menghasilkan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelangan dan persyaratan yang berlaku. c. Manajemen sumber daya berdasarkan ISO 13485 Pedoman Lengkap Manajemen Mutu dalam Industri Alat Kesehatan merupakan dasar dalam sistem manajemen mutu. Aspek manajemen sumber daya meliputi definisi, manajemen dan pengendalian. Sumber daya yang dimaksud antara lain sumber daya manusia, infrastruktur dan lingkungan kerja. Selain faktor tersebut pengendalian terhadap setiap proses dan manajemen risiko tidak hanya bertujuan menghasilkan alat kesehatan yang baik tetapi juga keamanan pengunaan maupun produksi alat kesehatan tersebut.
5.2
Saran Pengkajian tanggung jawab manajemen serta manajemen sumber daya
dapat dijadikan gambaran dalam upaya meningkatkan sistem manajemen mutu dalam industri alat kesehatan agar dapat menghasilkan alat kesehatan sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku. ☛☛
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Abuhav, Itay. (2012). A Complite Guide to Quality Management in the Medical Device Industry. Boca Raton: CRC Press. International Organization for Standardization/ISO. (2003). Medical DevicesQuality Management System-Requirements for Regulatory Purposes. Swiss: ISO. Menteri Kesehatan RI. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik, edisi revisi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
☞✌
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia